penentuannilaitebalparuh(hvl)timbal(pb) …lib.unnes.ac.id/40268/1/4211416014.pdf · 2020. 10....
TRANSCRIPT
PENENTUAN NILAI TEBAL PARUH (HVL) TIMBAL (Pb)
DARI AKI BEKAS GUNA PROTEKSI RADIASI
MENGGUNAKAN RADIOGRAFI DIGITAL DI
LABORATORIUM FISIKA MEDIK UNNES
Skripsi
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains Program Studi Fisika
oleh
Shania Astarina Putri
4211416014
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
ii
PERNYATAAN
iii
PENGESAHAN
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
Sistem pendidikan yang bijaksana setidaknya akan mengajarkan kita betapa
sedikitnya yang belum diketahui oleh manusia, seberapa banyak yang masih
harus ia pelajari (Sir John Lubbock)
Jangan terlalu ambil hati dengan ucapan seseorang, kadang manusia punya
mulut tapi belum tentu punya pikiran (Albert Einstein)
Sesungguhnya bersamaan dengan kesusahan dan kesempitan itu terdapat
kemudahan dan kelapangan (Tafsir al-Mukhtashar)
PERSEMBAHAN :
Atas anugerah Allah SWT, skripsi ini
saya persembahkan untuk :
1. Kedua orang tuaku, bapak dan
ibu serta nenek ku
2. Adik-adik ku
3. Dosen pembimbing
4. Teman-teman seperjuangan
Fisika Medik
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul Penentuan
Nilai Tebal Paruh (HVL) Timbal (Pb) dari Aki Bekas Guna Proteksi Radiasi
Menggunakan Radiografi Digital di Laboratorium Fisika Medik UNNES.
Dalam penyusunan laporan penelitian ini, penulis juga banyak memperoleh
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., selaku rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Dr. Sugianto, M. Si., selaku dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
3. Dr. Suharto Linuwih, M. Si., selaku ketua Jurusan Fisika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
4. Prof. Dr. Sutikno, M. T., selaku dosen wali yang telah memberikan arahan
dalam menempuh studi.
5. Prof. Dr. Susilo, M. S., selaku dosen pembimbing yang telah memberi
dukungan, masukan, dan saran kepada penulis.
6. Dr. Masturi, M. Si., selaku dosen penguji I yang telah membimbing dan
memberikan koreksi dalam penyusunan skripsi ini.
7. Dra. Pratiwi Dwijananti, M. Si., selaku dosen penguji II yang telah
membimbing dan memberikan koreksi dalam penyusunan skripsi ini.
8. Mas Alvin yang senantiasa siap mendukung penelitian ini di Laboratorium
Fisika Medik UNNES.
9. Mas Hendra yang senantiasa siap membantu penulis dalam pembuatan
program penelitian.
10. Kedua orang tua saya, ayahanda tercinta Muh Ali dan ibunda tercinta Aniek
Lastiningsih serta nenek tercinta RR. Suharti yang selalu mendoakan,
membantu pembuatan sampel, dan memberikan dukungan moril serta materil
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan lancar.
vi
11. Adik saya tersayang, Ristia Dian Nugraheni dan M. Revano Aliansyah Putra
yang siap membantu dalam pembuatan sampel dan selalu menyemangati.
12. Raka Reklame yang sudah membantu kelancaran dalam pembuatan sampel.
13. Teman-teman Fisika Medik UNNES 2016, Defi Rizqi Anggraeni, Nirma Ugi
Lestari, Latifatun Ni’mah, Pira Purwaningsih, dan Khurrotul Ain atas
kebersamaan suka dan duka, kerja sama dan semangat bersama dalam
mengarungi bidang ini.
14. Sahabat-sahabatku, Alif Nur Saidah, Defi Rizqi Anggraeni, Nisa Huda Safira,
dan M. Imam Fatkhurrohman yang siap membantu dalam pembuatan sampel
dan menyusun skripsi ini serta selalu siap menyediakan waktu dan tempat
untuk berkeluh kesah.
15. Temanku, Nur Hamid yang senantiasa siap membantu penulis dalam
pembuatan grafik penelitian.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang setimpal. Penulis
menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan pada
umumnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya. Kritik dan saran dari pembaca yang membangun akan
penulis terima untuk perbaikan penulis di masa mendatang.
Semarang, 07 September 2020
Shania Astarina Putri4211416014
vii
ABSTRAK
Putri, Shania Astarina. 2020. Penentuan Nilai Tebal Paruh (HVL) Timbal (Pb)
dari Aki Bekas Guna Proteksi Radiasi Menggunakan Radiografi Digital di
Laboratorium Fisika Medik UNNES. Skripsi. Jurusan Fisika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. Susilo, M. S.
Kata Kunci : Timbal (Pb), Sinar-X, Nilai Tebal Paruh (HVL)
Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang
gelombang pendek yaitu sekitar 1 Ǻ (10-8 cm), sehingga dapat digunakan untuk
mendiagnosis penyakit manusia. Selain bermanfaat, sinar-X juga mempunyai
dampak negatif bagi kesehatan manusia. Saat ini, sistem radiografi konvensional
(RK) berbasis film sudah mulai tergantikan dengan sistem radiografi digital (RD).
Salah satu contoh radiografi hasil modifikasi dari sistem radiografi konvensional
menjadi sistem radiografi digital adalah sistem radiografi yang berada di
Laboratorium Fisika Medik UNNES. Namun pada pesawat sinar-X mempunyai
salah satu parameter penting yang harus dikontrol yaitu kualitas berkas sinar-X.
Kualitas berkas sinar-X dapat diukur menggunakan nilai tebal paruh (HVL), yaitu
ketebalan bahan yang diperlukan untuk mengurangi intensitas dari sinar-X hingga
setengah dari nilai awalnya. Jenis bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu
plat timbal aki bekas dengan berbagai ketebalan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai intensitas dapat berkurang dengan penambahan ketebalan plat timbal.
Berkurangnya nilai intensitas menunjukkan terdapat perbedaan tingkat keabuan
(grey level) setiap step pada stepwedge timbal. Besar HVL timbal yang diperoleh
adalah 1,96 cm; 2,13 cm; 2,59 cm; 2,72 cm; 3,17 cm; dan 3,44 cm pada tegangan
berturut-turut 40 kV, 50 kV, 60 kV, 70 kV, 80 kV, dan 90 kV. Berdasarkan besar
tegangan yang digunakan dan nilai HVL yang diperoleh maka nilai HVL yang
diperoleh sebanding dengan besar tegangan sinar-X. Semakin besar tegangan
sinar-X yang digunakan, semakin besar pula nilai HVL yang diperoleh.
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................................ i
PERNYATAAN...................................................................................................... ii
PENGESAHAN......................................................................................................iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.......................................................................... iv
KATA PENGANTAR............................................................................................. v
ABSTRAK.............................................................................................................vii
DAFTAR ISI........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL....................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Penelitian.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................. 4
1.5 Batasan Istilah Pokok.........................................................................................5
1.6 Kerangka Skripsi................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7
2.1 Sinar-X............................................................................................................... 7
2.1.1 Sinar-X Karakteristik.................................................................................... 10
2.1.2 Sinar-X Bremsstrahlung................................................................................11
2.2 Interaksi Sinar-X dengan Materi......................................................................12
2.2.1 Efek Compton............................................................................................... 13
2.2.2 Efek Fotolistrik............................................................................................. 14
2.3 Nilai Tebal Paruh (HVL)................................................................................. 14
2.4 Citra .................................................................................................................16
2.5 Proteksi Radiasi................................................................................................17
2.5.1 Efek Radiasi pada Tubuh Manusia............................................................... 17
2.5.2 Proteksi Radiasi Eksternal............................................................................ 18
ix
2.6 Kuantitas dan Kualitas Sinar-X........................................................................19
2.6.1 Kuantitas Sinar-X..........................................................................................19
2.6.2 Kualitas Sinar-X............................................................................................21
2.7 Digital Radiography (RD)............................................................................... 23
2.7.1 Intensifying Screen........................................................................................25
2.8 Deret Radioaktif...............................................................................................25
2.9 Timbal (Pb)...................................................................................................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 29
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................... 29
3.2 Alat dan Bahan.................................................................................................29
3.3 Prosedur Penelitian.......................................................................................... 29
3.3.1 Proses Penelitian........................................................................................... 29
3.3.2 Alur Penelitian.............................................................................................. 30
3.3.3 Pembuatan Stepwedge...................................................................................31
3.3.4 Pengambilan Data......................................................................................... 35
3.3.5 Analisis dengan Python.................................................................................36
3.3.6 Penentuan Nilai HVL....................................................................................37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 38
4.1 Stepwedge berbahan Serbuk Timbal................................................................ 38
4.2 Analisis Citra Radiograf...................................................................................39
4.2.1 Tegangan 40 kV............................................................................................ 42
4.2.2 Tegangan 50 kV............................................................................................ 43
4.2.3 Tegangan 60 kV............................................................................................ 45
4.2.4 Tegangan 70 kV............................................................................................ 46
4.2.5 Tegangan 80 kV............................................................................................ 47
4.2.6 Tegangan 90 kV............................................................................................ 49
BAB V PENUTUP.................................................................................................53
5.1 Simpulan.......................................................................................................... 53
5.2 Saran.................................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 54
LAMPIRAN...........................................................................................................59
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Persyaratan Minimum Nilai HVL ..........................................................3
Tabel 2. 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas sinar-X dan image
reseptor exposure ..................................................................................................20
Tabel 2. 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sinar-X dan kuantitas.......22
Tabel 2. 3 Empat deret radioaktif ..........................................................................26
Tabel 2. 4 Peluruhan radioaktif deret Uranium .....................................................27
Tabel 4. 1 Intensitas Akhir pada Stepwedge Timbal..............................................41
Tabel 4. 2 Tabel Nilai HVL pada Tegangan 40 kV............................................... 43
Tabel 4. 3 Tabel Nilai HVL pada Tegangan 50 kV............................................... 44
Tabel 4. 4 Tabel Nilai HVL pada Tegangan 60 kV............................................... 46
Tabel 4. 5 Tabel Nilai HVL pada Tegangan 70 kV............................................... 47
Tabel 4. 6 Tabel Nilai HVL pada Tegangan 80 kV............................................... 48
Tabel 4. 7 Tabel Nilai HVL pada Tegangan 90 kV............................................... 50
Tabel 4. 8 Nilai HVL pada Stepwedge Timbal...................................................... 51
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Skema Tabung Sinar-X ...................................................................... 7
Gambar 2. 2 Ilustrasi sinar-X karakteristik dihasilkan ......................................... 10
Gambar 2. 3 Proses Terjadinya Sinar-X Bremsstrahlung .....................................12
Gambar 2. 4 Distribusi energi bremsstrahlung untuk beda potensial percepatan 90
kV ..........................................................................................................................12
Gambar 2. 5 Skema efek Compton ....................................................................... 13
Gambar 2. 6 Efek Fotolistrik .................................................................................14
Gambar 2. 7 Kurva Intensitas Sinar-X Setelah Melewati Bahan...........................15
Gambar 2. 8 Pengurangan Intensitas Sinar-X menjadi Setengah Intensitas Semula
................................................................................................................................15
Gambar 2. 9 Koordinat titik dalam citra ............................................................... 16
Gambar 2. 10 Spektrum emisi berkas sinar-X tanpa filter dan menggunakan
filtrasi normal ........................................................................................................23
Gambar 2. 11 Diagram alir sistem pencitraan radiografi digital modifikasi dari
sistem radiografi konvensional ............................................................................. 24
Gambar 2. 12 Intensifying screen ditempatkan bersebelahan dengan film .......... 25
Gambar 3. 1 Skema tahapan penelitian.................................................................30
Gambar 3. 2 (a) Plat timbal dari aki bekas sebelum ditumbuk, (b) Plat timbal
setelah ditumbuk hingga menjadi serbuk...............................................................31
Gambar 3. 3 Cetakan stepwedge timbal.................................................................31
Gambar 3. 4 Campuran resin bening dan katalis................................................... 32
Gambar 3. 5 Campuran resin bening setelah tercampur dengan serbuk timbal.....32
Gambar 3. 6 Mencetak serbuk timbal yang dicampur dengan resin bening.......... 33
Gambar 3. 7 Hasil cetakan serbuk timbal yang dicampur dengan resin bening.... 33
Gambar 3. 8 Stepwedge berbahan timbal...............................................................34
Gambar 3. 9 Alat pembentuk stepwedge berbahan dasar timbal........................... 35
Gambar 3. 10 Tampilan GUI Python..................................................................... 36
xii
Gambar 4. 1 Tampilan GUI Python pada analisis citra radiografi digital............. 40
Gambar 4. 2 Intensitas Awal dan Intensitas Step Pertama pada Tegangan 40 kV 42
Gambar 4. 3 Intensitas Awal dan Intensitas Step Pertama pada Tegangan 50 kV 44
Gambar 4. 4 Intensitas Awal dan Intensitas Step Pertama pada Tegangan 60 kV 45
Gambar 4. 5 Intensitas Awal dan Intensitas Step Pertama pada Tegangan 70 kV 46
Gambar 4. 6 Intensitas Awal dan Intensitas Step Pertama pada Tegangan 80 kV 48
Gambar 4. 7 Intensitas Awal dan Intensitas Step Pertama pada Tegangan 90 kV 49
Gambar 4. 8 Grafik hubungan antara tegangan tabung dan nilai HVL................. 51
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian......................................................................60
Lampiran 2 Source Code Python........................................................................... 61
Lampiran 3 Perhitungan Nilai HVL.......................................................................69
Lampiran 4 SK Dosen Pembimbing...................................................................... 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Aki merupakan komponen terpenting dalam kendaraan bermotor. Aki terbuat
dari logam timbal (Pb) yang merupakan komponen utamanya. Limbah aki bekas
tersebut dapat dimanfaatkan dengan cara mengambil sel aki bekas (Fibrianti &
Azizah, 2015). Timbal atau biasa disebut dengan timah hitam termasuk kedalam
deret radioaktif yang memiliki inti stabil dan termasuk produk akhir dari deret
radioaktif �䉀䉀th� , �䉀
䉀th� , dan �t䉀t䉀�t . Jika jumlah neutron melebihi jumlah proton
maka inti berat seperti timbal akan lebih stabil. Timbal tidak dapat meluruh
menjadi unsur lain jika berinteraksi dengan radiasi α, radiasi β, radiasi γ atau
sinar-X. Karena nomor massa dan kerapatan massa timbal yang tinggi, sehingga
energi dari radiasi tersebut akan diserap oleh timbal (Rahma, 2016).
Sinar-X merupakan salah satu sumber radiasi pengion dengan panjang
gelombang sangat pendek yaitu sekitar 1 Ǻ atau 10-8 cm, sehingga dapat
digunakan untuk mendiagnosis penyakit manusia (Martina, Susilo, & Sunarno,
2015; Susilo et al., 2019). Selain itu, sinar-X juga mempunyai dampak negatif
yaitu dapat menginduksi kanker pada pasien, oleh karena itu penggunaan sinar-X
harus dilakukan sesuai prosedur yang ada, sehingga hal yang dapat merugikan
pasien dapat ditekan serendahnya dan manfaat sinar-X dapat dioptimalkan. Hal ini
menunjukkan kemajuan iptek radiasi berkembang pesat dan dapat diterima oleh
penduduk dunia (Hiswara & Kartikasari, 2015; Yunitasari, Setiawati, & Anam,
2014). Penggunaan sinar-X bukan hanya di bidang medis saja, tetapi hampir di
seluruh bidang, diantaranya bidang industri dan bidang arkeologi (Wiguna et al.,
2019).
Saat ini, sistem radiografi terus berkembang dari sistem radiografi
konvensional (RK) berbasis film menjadi sistem radiografi digital (RD) tanpa film
(Ching, Robinson, & Mcentee, 2015; Susilo et al., 2014). Sistem radiografi
konvensional mengandung kelemahan yang sering kali ditemui pada citra
2
radiografinya. Kelemahan tersebut antara lain memungkinkan terjadinya
kesalahan pada saat pemaparan sehingga harus dilakukan proses pemaparan ulang,
kualitas citra hasil pemaparan yang kurang objektif, efek radiasi yang ditimbulkan
kurang soft, pasien menunggu lama untuk pencetakan film radiografi,
membutuhkan ruang gelap, dan dibutuhkannya bahan kimia dalam pembuatan
film (Nugroho, Susilo, & Akhlis, 2012). Sedangkan pada sistem radiografi digital
menawarkan beberapa keuntungan, diantaranya resolusi spasial lebih tinggi, citra
radiografinya dapat di simpan secara elektronik, tidak memerlukan pengambilan
ulang, dan tidak memerlukan ruang gelap serta lebih ramah lingkungan. Disisi
lain, hasil dari radiografi digital dapat dimanipulasi oleh komputer dan dapat
ditampilkan di layar monitor PC (Almanei et al., 2017; Ozcete et al., 2015).
Namun untuk pengadaan sistem radiografi digital membutuhkan dana yang relatif
besar bagi rumah sakit daerah atau puskesmas di Indonesia. Selain itu, sebagian
negara berkembang mengalami kesulitan dalam pengadaan antara lain jumlah
spesialis medis yang belum memadai dibandingkan dengan jumlah pasien yang
berakibat pada penurunan layanan kesehatan (Khodaie, Askari, & Bahaadinbeigy,
2015).
Salah satu contoh radiografi hasil modifikasi dari sistem radiografi
konvensional menjadi sistem radiografi digital adalah sistem radiografi yang
berada di Laboratorium Fisika Medik UNNES. Sistem radiografi tersebut
diharapkan dapat menjadi jembatan sistem radiografi konvensional menjadi
sistem radiografi digital di rumah sakit daerah atau puskesmas di Indonesia yang
masih menggunakan radiografi konvensional. Modifikasi sistem radiografi
konvensional menjadi sistem radiografi digital dapat dilakukan dengan cara
menambah unit tabung kedap cahaya dibelakang intensifying screen sehingga
bayangan obyek bisa ditangkap oleh kamera DSLR, kemudian dapat ditampilkan
pada layar monitor PC (Susilo et al., 2013).
Pada pesawat sinar-X mempunyai salah satu parameter penting yang harus
dikontrol yaitu kualitas berkas sinar-X. Kualitas berkas sinar-X dapat diukur
menggunakan Half Value Layer (HVL) atau biasa disebut dengan nilai tebal paruh,
yaitu ketebalan bahan yang diperlukan untuk mengurangi intensitas dari sinar-X
3
atau sinar gamma hingga setengah dari nilai awalnya (Bushberg et al., 2012;
Bushong, 2013; Yunitasari et al., 2014).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1250/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman Kendali Mutu (Quality Control)
Peralatan Radiodiagnostik menentukan salah satu parameternya yaitu nilai tebal
paruh (HVL). Dalam keputusannya tersebut dijelaskan persyaratan minimum
HVL, seperti pada Tabel 1.1.
Tabel 1. 1 Persyaratan Minimum Nilai HVL (Menteri Kesehatan, 2009)
Tegangan (kVp) HVL (mmAl)70 2,180 2,390 2,5100 2,7110 3,0120 3,2130 3,5140 3,8150 4,1
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa kenaikan tegangan tabung sinar-X
dapat meningkatkan nilai HVL. Besar kecilnya nilai HVL dapat mempengaruhi
daya tembus sinar-X. Biasanya besar nilai HVL yang rendah menyebabkan sinar-
X tidak menembus bahan dan tidak berguna bagi pencitraan, tetapi memberikan
dosis yang besar. Sedangkan untuk peningkatan total filtrasi dapat meningkatkan
nilai HVL, tetapi output-nya menurun (Ariga et al., 2012; Yunitasari et al., 2014).
Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu faktor eksposi yang terdiri atas
tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) dan waktu penyinaran (s). Faktor eksposi
sangat berpengaruh menghasilkan kontras radiograf yang optimal dan mampu
menunjukkan perbedaan skala keabuan yang jelas yang mempunyai kerapatan
berbeda. Untuk kualitas sinar-X yang dihasilkan dan daya tembus sinar-X dapat
ditentukan oleh tegangan tabung dan waktu. Arus tabung menentukan jumlah
elektron yang akan melewati target sehingga dihasilkan sinar-X yang intensitas
4
dan energinya cukup untuk menembus bahan tertentu (Fahmi, Firdausi, & Budi,
2008). Sedangkan ketidak konsistensian hasil kualitas gambar, kualitas atau
kuantitas radiasi yang diproduksi dan dosis radiasi yang terjadi merupakan
pengaruh dari keluaran tabung sinar-X. Maka memonitor parameter nilai tebal
paruh (HVL) sangatlah penting sehingga kualitas radiograf dalam memberi
informasi mengenai objek atau organ yang diperiksa akan semakin baik (Artitin,
Suryono, & Setiawati, 2015). Dari uraian di atas maka dalam penelitian ini akan
dilakukan penentuan nilai tebal paruh (HVL) pada timbal (Pb) dari aki bekas guna
proteksi radiasi menggunakan radiografi digital di Laboratorium Fisika Medik
UNNES.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang dikaji
dalam penelitian adalah bagaimana nilai tebal paruh (HVL) yang diperoleh pada
variasi tegangan tabung pesawat sinar-X hasil modifikasi sistem radiografi digital
di Laboratorium Fisika Medik UNNES pada stepwedge dari timbal (Pb) aki bekas?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai tebal paruh (HVL) yang
diperoleh pada variasi tegangan tabung pesawat sinar-X hasil modifikasi sistem
radiografi digital di Laboratorium Fisika Medik UNNES pada stepwedge dari
timbal (Pb) aki bekas.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai sarana pengembangan penelitian alat modifikasi radiografi
konvensional ke radiografi digital di Laboratorium Fisika Medik UNNES.
2. Sebagai media informasi untuk memperkaya khasanah keilmuan dan dapat
dijadikan bahan rujukan bagi peneliti serta memberikan pengetahuan bagi
masyarakat umum tentang perkembangan teknologi yang semakin canggih
dan dapat menjadikan sumbangan bagi ilmu dunia medik Indonesia.
5
1.5 Batasan Istilah Pokok
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Uji dilakukan pada pesawat sinar-X hasil modifikasi sistem radiografi digital
di Laboratorium Fisika Medik UNNES,
2. Bahan yang digunakan pada stepwedge terbuat dari serbuk timbal (Pb) yang
berasal dari aki bekas,
3. Campuran yang digunakan pada stepwedge terdiri dari 10% serbuk timbal dan
90% resin bening.
1.6 Kerangka Skripsi
Sistematika dalam skripsi ini disusun dengan tujuan agar pokok-pokok
masalah yang dibahas dapat urut, terarah dan jelas. Sistematika skripsi ini terdiri
dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir.
Bagian awal skripsi berisi halaman judul, halaman persetujuan pembimbing,
halaman pengesahan, halaman pernyataan, halaman motto dan persembahan, kata
pengantar, halaman abstrak, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, dan daftar
lampiran.
Bagian isi skripsi terdiri dari 5 (lima) bab yang meliputi :
1. Bab 1 Pendahuluan
Bab ini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, batasan istilah pokok, dan kerangka skripsi.
2. Bab 2 Landasan Teori
Bab ini terdiri dari kajian mengenai landasan teori yang mendasari
permasalahan skripsi ini serta penjelasan yang merupakan landasan teori yang
diterapkan dalam skripsi dan pokok-pokok bahasan yang terkait dalam
pelaksanaan penelitian.
6
3. Bab 3 Metode Penelitian
Bab ini menguraikan metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan
skripsi. Metode penelitian ini meliputi: desain penelitian, lokasi penelitian,
objek penelitian, alat dan bahan penelitian, variable penelitian, prosedur
penelitian, metode pengumpulan data, dan analisis data.
4. Bab 4 Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang pelaksanaan penelitian, semua hasil penelitian yang
dilakukan dan pembahasan terhadap hasil penelitian.
5. Bab 5 Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran sebagai
implikasi dari hasil penelitian.
Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang
melengkapi uraian pada bagian isi skripsi.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sinar-X
Sinar-X ditemukan oleh Wilhelm Conrad Roentgen seorang profesor fisika
dan rektor Universitas Wuerzburg di Jerman pada tanggal 8 November 1895
dengan melakukan percobaan tabung sinar katoda (Rudi, Pratiwi, & Susilo, 2012).
Sinar-X dan sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki
panjang gelombang pendek antara 10-9 dan 10-16 m, memiliki daya tembus yang
besar, memiliki frekuensi dan radiasi energi tinggi. Sehingga sinar-X mampu
mengionisasi materi yang dilaluinya dan dapat digolongkan sebagai sinar pengion.
Dalam radiologi, sinar-X berasal dari interaksi dengan orbit elektron (Fosbinder &
Orth, 2012).
Semakin tinggi energi sinar-X maka semakin pendek panjang gelombangnya.
Akibatnya, sinar-X berenergi rendah cenderung berinteraksi dengan atom yang
memiliki diameter sekitar 10−9 hingga 10−10 m, sedangkan sinar-X berenergi
sedang umumnya berinteraksi dengan elektron, dan sinar-X berenergi tinggi
umumnya berinteraksi dengan nuclei (Bushong, 2013).
Gambar 2. 1 Skema Tabung Sinar-X (Fosbinder & Orth, 2012)
a
b
c
d
e
8
Secara skematik, seperti Gambar 2.1, sebuah katoda yang dipanasi oleh
sebuah filamen melalui arus listrik yang memasok elektron terus menerus secara
emisi termonik. Sehingga terjadi perbedaan potensial tinggi V yang dipertahankan
antara katoda dan target logam yang biasa disebut sebagai anoda (Beiser, 2003).
Perbedaan potensial tersebut mengakibatkan elektron tertarik ke anoda dan
memiliki energi kinetik ��t� yang berasal dari anoda sehingga menghasilkan
energi sinar-X �t�� dan energi panas �䭘� (Ratnasari, 2018), dapat dirumuskan
pada Persamaan 2.1 sebagai berikut :
������݁�݇� � ��݅�݊�ܽ� � ��݊�݊� (2.1)
�t � t� � 䭘 (2.1a)
�t � t ��� 䭘 (2.1b)
� � t��tܽ䭘
(2.1c)
dimana : Ekelektron = energi kinetik (J)
e = muatan elektron (-1,6 x 10-19 C)
Q = energi panas (J)
� = panjang gelombang (m)
h = konstanta Planck (6,62 x 10-34 Js)
c = kecepatan cahaya (m/s)
V = tegangan tabung sinar-X (kV)
Ketika elektron tersebut mengenai anoda, sinar-X dipancarkan ke segala arah
di dalam tabung sinar-X dan lebih dari 99% energi elektron disimpan dalam anoda
sebagai panas serta sekitar 1% dari energi elektron yang dikonversi berubah
menjadi sinar-X yang dikeluarkan melalui celah tabung sinar-X. Sisa-sisa sinar-X
dapat mengisolasi listrik dan pendingin untuk tabung karena telah diserap oleh oli.
Tabung sinar-X melindungi terhadap sengatan listrik dan menyerap radiasi
kebocoran yang dipancarkan diluar berkas sinar-X, dimana kebocoran tersebut
tidak diperlukan bagi radiographer dan pasien (Fosbinder & Orth, 2012).
9
Komponen-komponen utama dalam tabung sinar-X dapat dilihat pada Gambar
2.1, diuraikan sebagai berikut :
a. Katoda
Katoda merupakan elektron negatif yang berada di dalam tabung sinar-X.
Berfungsi sebagai penghasil awan termionik, yang menghantarkan tegangan
tinggi ke ruang antara katoda dan anoda serta memfokuskan jalannya elektron saat
melaju ke arah anoda.
b. Filament
Filament terdapat pada katoda yang menyediakan elektron proyektil untuk
mempercepat menuju anoda serta berbentuk gulungan spiral kawat dari wolfram
(tungsten). Perubahan arus pada filament disebut dengan miliampere (mA),
menghasilkan perubahan jumlah elektron proyektil yang disebut emisi termionik.
Hal ini menyebabkan elektron mendidih pada kawat filament dan membentuk
awan termionik. Awan tersebut dapat didorong menuju target anoda yang
merupakan tempat diproduksinya foton sinar-X setelah menekan exposure switch.
Jumlah sinar-X yang dihasilkan tergantung pada peningkatan atau penurunan
jumlah elektron proyektil yang menabrak anoda.
c. Focusing Cup
Focusing Cup terbuat dari nikel dan terdapat dua buah cekungan dangkal yang
berisi filament. Elektron bermuatan negatif cenderung menyimpang dengan pola
yang luas karena adanya tolakan electrostatic. Pada permukaan focusing cup
terdapat muatan negatif rendah yang memaksa elektron proyektil menjadi berkas
sempit saat elektron tersebut dipercepat menuju anoda.
d. Anoda
Anoda merupakan elektron positif terletak di sisi positif tabung sinar-X yang
berisi titik fokus, yaitu tempat dimana berhentinya elektron proyektil. Berfungsi
sebagai permukaan target untuk elektron tegangan tinggi dari berkas dan
merupakan sumber foton sinar-X, mengalirkan tegangan tinggi dari katoda
kembali ke sirkuit sinar-X, dan berfungsi sebagai konduktor termal utama.
Terdapat dua macam anoda yaitu anoda diam dan anoda putar.
10
e. Glass Envelope
Tabung sinar-X merupakan tabung vakum yang didalamnya terdapat dua
elektroda yaitu katoda dan anoda. Semua udara yang berada didalamnya akan
dikeluarkan dari tabung sinar-X agar menjadi vakum atau ruang hampa sehingga
memungkinkan elektron mengalir dari katoda ke anoda.
Berdasarkan proses terjadinya, sinar-X dibagi menjadi dua yaitu sinar-X
karakteristik dan sinar-X bremsstrahlung.
2.1.1 Sinar-X Karakteristik
Gambar 2. 2 Ilustrasi sinar-X karakteristik dihasilkan (Bushberg et al., 2012)
Sinar-X karakteristik dihasilkan dari proyektil elektron berinteraksi dengan
elektron kulit terdalam dari atom target daripada elektron kulit terluar. Ketika
terjadi interaksi yang dapat mengionisasi atom target melalui pelepasan elektron
pada kulit terdalam maka terjadilah sinar-X karakterisasi. Kemudian kekosongan
kulit elektron tersebut akan diisi oleh kulit elektron terluar. Transisi elektron dari
kulit elektron terluar menuju kekosongan pada kulit elektron yang lebih dalam
akan mengemisikan foton yang disebut sinar-X karakteristik. Sinar-X
karakteristik tersebut berbeda-beda sesuai dengan orbital tempat kekosongan
terjadi. (Andika, 2010; Bushberg et al., 2012; Bushong, 2013).
11
Sebagai contoh, seperti pada Gambar 2.2 ketika proyektil elektron
mengionisasi atom target dengan mengosongkan kulit elektron K maka disebut
sinar-X karakteristik-K dan jika kekosongan terjadi pada kulit elektron L maka
disebut sinar-X karakteristik-L. Jika kekosongan terjadi dalam satu kulit elektron
dan diisi oleh kulit elektron yang berdekatan maka dapat didefinisikan sebagai
subscript alpha (Bushberg et al., 2012).
2.1.2 Sinar-X Bremsstrahlung
Bremsstrahlung berasal dari bahasa Jerman yang berarti radiasi pengereman
(Bushong, 2013). Bremsstrahlung juga disebut sebagai brems, adalah radiasi yang
dihasilkan ketika elektron proyektil melambat di anoda (Fosbinder & Orth, 2012).
Perlambatan tersebut dikarenakan muatan dan massa inti atom lebih besar
daripada elektron (Andika, 2010).
Ketika elektron mendekati inti, medan gaya nuklir sangat kuat sehingga
terlalu besar untuk ditembus elektron. Akibatnya, proyektil elektron melambat
atau mengerem dan kemudian menyebabkan elektron mengubah arah. Saat
elektron melambat, maka akan kehilangan energi yang dipancarkan sebagai foton
x-ray yang lebih dikenal dengan bremsstrahlung (Fosbinder & Orth, 2012)
diperlihatkan dalam Gambar 2.3. Sedangkan pada Gambar 2.4 memperlihatkan
spektrum bremsstrahlung yaitu distribusi probabilitas foton sinar-X sebagai fungsi
energi foton (keV) (Bushberg et al., 2012).
12
Gambar 2. 3 Proses Terjadinya Sinar-X Bremsstrahlung (Bushberg et al., 2012)
Gambar 2. 4 Distribusi energi bremsstrahlung untuk beda potensial percepatan90 kV (Bushberg et al., 2012)
2.2 Interaksi Sinar-X dengan Materi
Interaksi sinar-X dengan materi pada berbagai tingkat struktural
mengakibatkan adanya lima proses absorbsi radiasi yaitu hamburan koheren, efek
Compton, efek fotolistrik, produksi pasangan, dan fotodisentegrasi. Namun efek
13
Compton dan efek fotolistrik sangat penting bagi radiologi diagnostik (Bushong,
2013).
2.2.1 Efek Compton
Efek Compton terjadi ketika sinar-X berinteraksi dengan elektron kulit
terluar yang berikatan lemah. Hal ini mengakibatkan foton sinar-X yang datang
mengionisasi atom dengan memindahkan elektron kulit luar pada arah yang
berbeda. Sehingga energi foton yang datang dibagi antara elektron terhambur
Compton dan sinar-X yang terhambur. Foton sinar-X yang terhambur memiliki
energi lebih rendah dan panjang gelombang lebih panjang daripada foton yang
datang. Gambar 2.5 mengilustrasikan hamburan Compton pada sinar-X yang
datang menumbuk elektron kulit terluar.
Gambar 2. 5 Skema efek Compton (Fosbinder & Orth, 2012)
Efek Compton dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ei = Es + Eb + Eke
dimana, Ei adalah energi foton yang datang, Es adalah energi dari hamburan
Compton, Eb adalah energi pengikat elektron, dan Eke adalah energi kinetik yang
diberikan oleh elektron Compton (Fosbinder & Orth, 2012).
14
2.2.2 Efek Fotolistrik
Sinar-X dalam rentang diagnostik mengalami interaksi pengion dengan
elektron kulit terdalam. Sinar-X tidak tersebar melainkan diserap sepenuhnya
seperti pada Gambar 2.6. Proses tersebut disebut efek fotolistrik (Bushong, 2013).
Gambar 2. 6 Efek Fotolistrik (Bushong, 2013)
Menurut (Khan, 2003) efek fotolistrik merupakan fenomena dimana foton
berinteraksi dengan atom dan mengeluarkan salah satu elektron orbital atom.
Proses efek fotolistrik terjadi ketika seluruh energi foton diserap oleh atom
kemudian ditransfer ke elektron atom. Energi kinetik dari elektron yang
dilepaskan dalam proses ini disebut fotoelektron yang nilainya sama dengan
t� ܽ �� , dimana �� adalah energi pengikat elektron. Interaksi tersebut dapat
terjadi dengan elektron di kulit K, L, M, atau N.
2.3 Nilai Tebal Paruh (HVL)
Nilai tebal paruh (HVL) adalah ketebalan bahan yang diperlukan untuk
mengurangi intensitas sinar-X menjadi setengah dari intensitas semula. Jumlah
kVp dan berkas filtrasi dapat mempengaruhi nilai HVL. Kualitas sinar-X atau
penetrasi sinar dapat digambarkan melalui HVL. Semakin banyak sinar-X yang
menembus bahan maka HVL yang dimiliki juga lebih besar (Fosbinder & Orth,
2012).
15
Gambar 2. 7 Kurva Intensitas Sinar-X Setelah Melewati Bahan
(Artitin et al., 2015)
Gambar 2. 8 Pengurangan Intensitas Sinar-X menjadi Setengah Intensitas Semula(Wiguna et al., 2019)
Nilai HVL suatu bahan dapat dihitung dari koefisien serap linier (μ) nya
dengan persamaan berikut :
� � �݇�ܽ�� (2.2)
Apabila intensitas setelah melewati bahan menjadi setengah dari intensitas
semula maka tebal bahan (x) dapat didefinisikan sebagai HVL, sehingga
didapatkan :�䉀�t � �݇�ܽ��
�䉀� �ܽ��tt��
ln 䉀 � ��tt��
�
�t� �
�䉀�t
16
tal�t � ��tt��
tt� � tal�t�
(2.3)
2.4 Citra
Citra atau gambar berasal dari bahasa Latin imago yang berarti suatu
representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu obyek atau benda. Menurut
jenisnya, citra dikelompokkan menjadi citra tampak dan citra tidak tampak.
Dalam kehidupan sehari-hari, contoh citra tampak yaitu foto, gambar, dan lukisan.
Sedangkan untuk citra tidak tampak yaitu data gambar dalam file (citra digital)
dan citra yang direpresentasikan menjadi fungsi matematis. Berdasarkan contoh
citra diatas hanya citra digital yang dapat diproses lebih lanjut menggunakan
komputer (Gazali, Soeparno, & Ohliati, 2012).
Gambar 2. 9 Koordinat titik dalam citra (Artitin et al., 2015)
Citra digital adalah fungsi dua variabel ���aa� dimana x dan y merupakan
koordinat spasial. Nilai ���aa� dapat diartikan sebagai intensitas citra pada
koordinat tersebut (dapat dilihat pada Gambar 2.9). Sedangkan pencitraan atau
imaging merupakan kegiatan untuk mengubah informasi citra non digital menjadi
citra digital. Pada sebuah citra digital terdapat sebuah warna kombinasi dari tiga
warna dasar yaitu merah, hijau, dan biru yang biasa dikenal dengan istilah RGB
(Red Green Blue) (Gazali et al., 2012).
Width (M Pixel)
Height(NPixel)
17
2.5 Proteksi Radiasi
Radiasi sinar-X selain memberi banyak manfaat yang besar bagi dunia
kedokteran, juga memberi efek merugikan bagi pasien terutama bagi operator
sinar-X dan pekerja radiasi lainnya. Oleh sebab itu proteksi radiasi sangat penting
dalam mengendalikan efek merugikan tersebut dan setiap instalasi radiologi harus
memperhatikan proteksi radiasi (Laitabun, Sutanto, & Anam, 2013).
Proteksi radiasi atau keselamatan radiasi merupakan kegiatan untuk
mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi (BAPETEN,
2015). Salah satu hal terpenting yang terdapat di dalam proteksi radiasi yaitu
memperhatikan dinding ruangan sinar-X. Dinding ruangan sinar-X harus terbuat
dari Pb 2 mm, dapat juga berupa batu bata merah dengan ketebalan 25 cm dan
massa jenis 2,2 g/cm3 atau dapat berupa beton dengan ketebalan 20 cm (Laitabun
et al., 2013). Kegunaan proteksi radiasi untuk menjadikan keadaan dimana dosis
radiasi yang mengenai manusia dan lingkungan hidup tidak melampaui nilai batas
yang ditentukan. Selain itu, proteksi radiasi juga bertujuan mencegah akibat
terjadinya efek stokastik dan non stokastik (deterministik) serta meyakinkan
kegiatan yang menggunakan zat radioaktif atau sumber radiasi yang dibenarkan
(Sari, 2012). Dalam proses pengurangan paparan radiasi diperlukan suatu
perlengkapan yang mampu mengurangi paparan radiasi agar tidak merugikan
terhadap kesehatan, maka syarat yang harus dipenuhi agar kondisi lingkungan
diluar ruangan menjadi aman bagi orang lain, ditetapkan sebesar 0,25 mRem/jam
(Atmojo, Krismawan, & Jalil, 2011).
2.5.1 Efek Radiasi pada Tubuh Manusia
Pada pemanfaatan radiasi sinar-X, proteksi radiasi pada pasien yang harus
menerima pemberian radiasi dilakukan sesuai kebutuhan klinis merupakan aspek
penting dalam pelayanan diagnostik radiologi yang perlu mendapat perhatian
secara kontinu. Ketika sinar-X menembus bahan menyebabkan terjadinya
tumbukan foton dengan atom-atom bahan yang akan menimbulkan ionisasi
didalam bahan tersebut. Kejadian tersebut memungkinkan timbulnya efek radiasi
terhadap tubuh, baik yang bersifat non stokastik , stokastik maupun efek genetik
(Hidayatullah, 2017).
18
Efek-efek tersebut terjadi ketika paparan radiasi yang diterima oleh pasien
melebihi nilai batas dosis yang telah ditentukan. Efek stokastik berhubungan
dengan dosis rendah, yaitu dosis radiasi dari 0,25 sampai 1.000 mSv yang dapat
muncul dalam bentuk kanker (kerusakan somatik) atau cacat pada keturunan
(kerusakan genetik). Dalam efek stokastik tidak mengenal dosis ambang, sehingga
sekecil apapun dosis yang diterima tubuh memungkinkan terjadinya kerusakan
somatik maupun genetik (Samosir & Ilyas, 2012). Sedangkan efek genetik terjadi
apabila dosis yang diterima oleh manusia mencapai 40 x 10-4 Sv-1 atau 0,4 x 10-4
rem-1 (Khan, 2003).
2.5.2 Proteksi Radiasi Eksternal
Proteksi radiasi eksternal adalah salah satu bentuk pencegahan terhadap
segala macam sumber radiasi yang berada diluar tubuh manusia serta dapat
dilakukan menggunakan satu atau beberapa teknik, yaitu membatasi waktu
pajanan, memperbesar jarak dari sumber, dan menggunakan penahan radiasi
(Hiswara, 2015). Cara lain yang dapat menjamin keselamatan dan kesehatan
adalah mengontrol penerimaan dosis radiasi eksternal secara rutin, yaitu
melakukan pengontrolam dosis radiasi eksternal yang diterima (Widyaningsih &
Sutanto, 2013)
1. Waktu Pajanan
Pembatasan waktu pajanan berguna untuk mengurangi bahaya radiasi
eksternal yang berdasar bahwa untuk laju dosis yang konstan, dosis serap total
sebanding dengan lamanya pajanan atau dapat dirumuskan sebagai berikut.
�݇�݅� ݁݇݁݊� � �݊h� �݊h݊�݊� � �݊ঁ݊ �݊h݊�݊�
Maka membatasi waktu pajanan sangatlah penting dilakukan agar perkalian laju
dosis dengan waktu pajanan tidak melebihi nilai batas dosis yang berlaku.
2. Jarak dari Sumber
Upaya lain untuk mencegah bahaya radiasi eksternal dapat dilakukan dengan
bekerja sedapat mungkin pada jarak yang sebesar-besarnya dari sumber. Besar
laju dosis dengan jarak yang diberikan secara sedehana dapat dirumuskan :
19
���䉀
��䉀��
dengan,
D1 = Laju dosis radiasi pada titik 1
D2 = Laju dosis radiasi pada titik 2
d1 = Jarak dari sumber di titik 1
d2 = Jarak dari sumber di titik 2
Rumusan sederhana diatas dapat juga disebut sebagau hukum kebalikan jarak
pangkat dua.
3. Penahan Radiasi Sinar-X
Penahan radiasi sinar-X terbagi atas dua kategori, yaitu penahan sumber
radiasi dan penahan struktur radiasi. Biasanya penahan sumber radiasi disediakan
oleh pembuat pesawat sinar-X dalam bentuk penahanan timbal dimana tabung
pesawat ditempatkan. Sedangkan penahan struktur dibuat untuk melindungi
bahaya akibat berkas langsung sinar-X, radiasi bocor, dan radiasi yang terhambur.
Penahan struktur terdiri dari penahan radiasi primer dan penahan radiasi
sekunder. Penahan radiasi primer meliputi bahaya akibat berkas langsung sinar-X
dan penahan radiasi sekunder meliputi penahan radiasi bocor dan hambur. Dalam
pembuatan penahan struktur menggunakan konsep nilai batas dosis dalam
perhitungannya. Nilai batas dosis yang digunakan untuk staf adalah 20 mSv per
tahun dan 1 mSv per tahun digunakan oleh masyarakat umum.
2.6 Kuantitas dan Kualitas Sinar-X
Sinar-X dipancarkan melalui jendela tabung sinar-X berbentuk spektrum
energi. Berkas sinar-X ditandai dengan adanya kuantitas (jumlah sinar-X dalam
berkas) dan kualitas (daya tembus sinar-X) (Bushong, 2013).
2.6.1 Kuantitas Sinar-X
2.6.1.1 Intensitas Sinar-X
Intensitas sinar-X dalam sistem pencitraan sinar-X diukur dalam miligray
(mGya) di dalam udara dan disebut juga dengan kuantitas sinar-X. Selain itu,
20
paparan radiasi bisa juga sebagai pengganti intensitas sinar-X atau kuantitas sinar-
X. Semuanya memiliki arti yang sama dan diukur dalam mGya (mR).
Jumlah pasangan ion yang diproduksi di udara oleh sejumlah sinar-X
disebut dengan mGya (mR). Seiring dengan peningkatan jumlah sinar-X maka
jumlah ionisasi di udara juga meningkat.
2.6.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kuantitas Sinar-X
Faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas sinar-X juga mempengaruhi
image reseptor exposure, dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2. 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas sinar-X dan image
reseptor exposure (Bushong, 2013)
PengaruhPeningkatan Kuantitas Sinar-X Image Reseptor
Exposure
mAs Meningkat secaraproporsional Meningkat
kVpMeningkat�t�䉀�t��
䉀Meningkat�t�䉀�t��
h
JarakBerkurang
���䉀
䉀Berkurang
���䉀
䉀
Filtrasi Berkurang Berkurang
a. Miliampere Seconds (mAs)
Kuantitas sinar-X berbanding lurus dengan mAs. Ketika nilai mAs
digandakan maka jumlah elektron yang mengenai target tabung menjadi dua kali
lipat, sehingga jumlah sinar-X yang dipancarkan menjadi dua kali lipat,
dirumuskan sebagai berikut:���䉀�ঁt��ঁt�䉀
dimana I1 dan I2 merupakan intensitas sinar-X pada mAs1 dan mAs2.
21
b. Kilovolt Peak (kVp)
Kuantitas sinar-X berpengaruh terhadap perubahan kVp. Perubahan kuantitas
sinar-X sebanding terhadap kuadrat rasio kVp, yaitu jika kVp digandakan maka
intensitas sinar-X akan meningkat dengan faktor 4. Secara matematis dinyatakan
sebagai berikut:
���䉀�
�t���t�䉀
䉀
dimana I1 dan I2 merupakan intensitas sinar-X pada kVp1 dan kVp2.
c. Distance
Intensitas sinar-X berbanding terbalik dengan jarak kuadrat dari tabung sinar-
X. Hubungan tersebut dikenal dengan sebutan hukum kuadrat terbalik
���䉀�
�䉀��
䉀
dimana I1 dan I2 merupakan intensitas sinar-X pada jarak d1 dan d2.
d. Filtration
Biasanya pada pencitraan sinar-X terdapat filter logam aluminium (Al) dengan
ketebalan 1 mm hingga 5 mm, yang ditempatkan pada berkas sinar-X yang
digunakan. Tujuannya untuk mengurangi jumlah sinar-X berenergi rendah. Sinar-
X berenergi rendah tidak memberikan pengaruh apapun terhadap pencitraan,
melainkan meningkatkan dosis pasien. Hal tersebut dikarenakan sinar-X berenergi
rendah dapat diserap dalam jaringan superficial dan tidak menembus untuk
mencapai reseptor gambar, sehingga penambahan filtrasi ke berkas sinar-X
berguna untuk mengurangi dosis pasien.
2.6.2 Kualitas Sinar-X
2.6.2.1 Daya Tembus Sinar-X
Energi sinar-X sebanding dengan daya tembus, ketika energi sinar-X
meningkat maka daya tembus juga meningkat. Daya tembus sinar-X mengacu
pada kemampuan sinar-X menembus bahan dan daya tembus sinar-X disebut
dengan kualitas sinar-X. Sinar-X yang mempunyai kemampuan daya tembus
tinggi disebut dengan sinar-X berkualitas tinggi, sedangkan sinar-X yang
22
mempunyai kemampuan daya tembus rendah disebut dengan sinar-X berkualitas
rendah.
2.6.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Sinar-X
Ada beberapa faktor yang tidak dapat mempengaruhi kuantitas sinar-X
maupun kualitas sinar-X dan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kuantitas sinar-X dan kualitas sinar-X, dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2. 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sinar-X dan kuantitas
sinar-X (Bushong, 2013)
PengaruhPeningkatan Kualitas Sinar-X Kuantitas Sinar-X
mAs - MeningkatkVp Meningkat MeningkatJarak - BerkurangFiltrasi Meningkat Berkurang
a. Filtration
Penambahan filtrasi ke berkas sinar-X bertujuan untuk menghilangkan berkas
sinar-X berenergi rendah secara selektif yang memiliki sedikit peluang untuk
mencapai reseptor gambar. Pada Gambar 2.10 menunjukkan spektrum emisi
berkas sinar-X tanpa filter dan berkas sinar-X menggunakan filtrasi normal.
23
Gambar 2. 10 Spektrum emisi berkas sinar-X tanpa filter dan menggunakan
filtrasi normal (Bushong, 2013)
Sinar-X yang disaring secara ideal akan menjadi monoenergetic karena sinar
tersebut dapat mengurangi dosis pasien. Sehingga peningkatan filtrasi dapat
meningkatkan kualitas sinar-X. Filtrasi berkas sinar-X mempunyai dua macam,
yaitu inherent filtration dan added filtration.
2.7 Digital Radiography (RD)
Radiografi konvensional berbasis film telah mengalami perkembangan
menjadi radiografi digital tanpa film dimana memanfaatkan sensor digital untuk
menangkap citra (Louk & Suparta, 2014). Kemunculan sistem radiografi digital
ini mendatangkan beberapa keuntungan, diantaranya tidak terbatas pada
penyimpanan digital dan transfer gambar, tidak memerlukan proses kimiawi,
lintang paparan yang lebih luas, dan algoritma pasca pemrosesan (Ching et al.,
2015). Keuntungan lainnya menggunakan radiografi digital adalah citra digital
hasil dapat diproses lebih lanjut, misalnya menggunakan teknik pengolahan citra
(image processing, pattern recognition dan image archieving) (Susilo et al., 2014)
dan dapat juga dianalisa menggunakan tingkat keabuan pada radiografi digital
yang dinyatakan dalam interval tingkat keabuan (gelap terang). Tingkat keabuan
tersebut berbanding lurus dengan intensitas berkas sinar-X yang diteruskan
24
(Susilo et al., 2011). Selain memiliki keuntungan, radiografi digital juga memiliki
kelemahan yaitu adanya kemunculan derau atau noise pada citra digital hasil
(Louk & Suparta, 2014).
Gambar 2. 11 Diagram alir sistem pencitraan radiografi digital modifikasi darisistem radiografi konvensional (Susilo, 2016)
Penangkapan citra pada radiografi digital tanpa menggunakan film,
melainkan menggunakan penangkap gambar digital untuk merekam citra digital
hasil dan mengubahnya menjadi file digital yang dapat ditampilkan atau dicetak
untuk dianalisis oleh dokter atau radiolog (Ratnasari, 2018). Rancang bangun
radiografi hasil modifikasi dari sistem radiografi konvensional menjadi sistem
radiografi digital yang berada di Laboratorium Fisika Medik UNNES dilukiskan
seperti pada gambar 2.11. Gambar tersebut menjelaskan tentang sistem radiografi
konvensional (RK) yang sudah dimodifikasi menjadi sistem radiografi digital (RD)
berbasis intensifying screen dengan mode radiografi sebagai suatu unit pencitraan
seperti yang ada di rumah sakit. Upaya modifikasi yang dilakukan dengan cara
menambah unit tabung kedap cahaya (light tight tube) dibelakang intensifying
screen sehingga bayangan obyek bisa ditangkap oleh kamera DSLR, kemudian
dapat ditampilkan pada layar monitor PC (radiograf). Dengan menggunakan
prinsip radiografi digital tersebut maka pemrosesan film radiografi konvensional
tidak diperlukan lagi (Susilo et al., 2014).
25
2.7.1 Intensifying Screen
Intensifying Screen berfungsi sebagai pengubah sinar-X menjadi sinar
tampak sehingga bayangan yang terbentuk dari objek dapat ditangkap oleh
kamera DSLR (Susilo et al., 2014) dan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
penyerapan sinar-X serta mengurangi dosis ke pasien. Intensifying Screen dapat
mengubah sinar-X tunggal menjadi ribuan foton cahaya berenergi rendah, yang
kemudian memaparkan film tersebut. Konversi energi sinar-X menjadi energi
cahaya mengakibatkan jumlah radiasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan citra
yang dapat diterima. Film sinar-X disimpan dalam kaset kedap cahaya yang
terletak antara dua layar penguat intensitas yang diilustrasika dalam Gambar 2.12
(Fosbinder & Orth, 2012).
Gambar 2. 12 Intensifying screen ditempatkan bersebelahan dengan film(Ratnasari, 2018)
2.8 Deret Radioaktif
Pada umumnya, inti radioaktif diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu
inti radioaktif tidak stabil yang ditemukan di alam atau bisa disebut radioaktivitas
alami dan inti radioaktif tidak stabil yang diproduksi di laboratorium melalui
reaksi nuklir atau bisa disebut radioaktivitas buatan (Serway & Jewett, 2013). Inti
yang tidak stabil dapat meluruh secara spontan dengan memancarkan partikel dan
gelombang elektromagnetik atau biasa disebut radioaktivitas. Unsur radioaktif
terdiri atas unsur yang memiliki nomor atom Z > 83. Sedangkan awal dari deret
radioaktif yang menghasilkan produk stabil akhir disebut disintegrasi inti
radioaktif. Unsur-unsur yang terdapat di alam sebagian besar termasuk ke dalam
empat deret radioaktif yang terdiri dari tiga seri inti radioaktif alami dan satu inti
radioaktif buatan, dapat dilihat pada Tabel 2.3 (Mardiana, Prihandono, &
Yushardi, 2019).
26
Tabel 2. 3 Empat deret radioaktif (Beiser, 2003)
Nomor Massa Nama Deret Inti Induk Waktu Paruh(tahun)
Produk IntiAkhir Stabil
4n Thorium 93Th232 1,39 x 109 82Pb208
4n + 1 Neptonium 93Np232 2,25 x 106 83Bi209
4n + 2 Uranium 93U232 4,51 x 109 82Pb206
4n + 3 Aktinium 93U232 7,07 x 108 82Pb207
Setiap deret radioaktif dimulai dengan isotop radioaktif berumur panjang
tertentu yang waktu paruhnya melebihi salah satu keturunannya yang tidak stabil.
Tiga deret alami dimulai dengan �䉀䉀th� (Uranium), �䉀
䉀th� (Aktinium), dan �t䉀t䉀�t
(Thorium) dan produk akhir stabil yang sesuai adalah tiga isotop timbal, yaitu
h䉀䉀tl�‴, h䉀
䉀th�‴, dan h䉀䉀th�‴. Sedangkan untuk deret radioaktif buatan dimulai dengan
�t䉀th�� yang termasuk dalam transuranic elemen (memiliki nomor atom lebih
besar dari Uranium) yang tidak bisa ditemukan di alam serta memiliki produk
akhir stabilnya adalah ht䉀t��݅ (Serway & Jewett, 2013).
Terdapatnya empat deret radioaktif menunjukkan adanya peluruhan alpha
yang mengakibatkan berkurangnya jumlah massa inti sebesar 4. Sehingga inti
atom yang nomor massanya memenuhi A = 4n, dengan n merupakan bilangan
bulat, dapat meluruh menjadi inti stabil. Nilai A dalam empat deret radioaktif
dinyatakan sebagai 4n, 4n+1, 4n+2, dan 4n+3 (Beiser, 2003).
Peluruhan tersebut dapat meluruh melalui peluruhan alpha, peluruhan beta,
dan peluruhan gamma sehingga menghasilkan produk stabil akhir. Kisaran waktu
paruh deret radioaktif alami sekitar 1010 tahun sedangkan deret radioaktif buatan
sekitar 106 tahun. Salah satu contoh deret radioaktif alam adalah deret Uranium
( �䉀䉀th�� dan pada Tabel 2.4 menunjukkan tahapan peluruhan deret radioaktif
Uranium ( �䉀䉀th�� (Rahma, 2016).
27
Tabel 2. 4 Peluruhan radioaktif deret Uranium (Rahma, 2016)
Simbol Radiasi Waktu Paruh238U A 4,468 milyar tahun234Th β,� 24,1 hari234Pa B 1,18 menit234U A 248.000 tahun230Th A 75.200 tahun226Ra A 1602 tahun222Rn A 3,825 hari218Po A 3,05 menit214Pb β,� 26,8 2maaenit214Bi β,� 19,7 menit214Po A 1,64/10.000 detik210Pb B 22 tahun210Bi B 5,02 hari210Po A 138,3 hari206Pb - Stabil
2.9 Timbal (Pb)
Radiasi sinar alpha, sinar beta, sinar-X, dan sinar gamma sudah banyak
digunakan di bidang pembangkit listrik tenaga nuklir, bidang kesehatan , dan
industri dirgantara. Oleh karena itu diperlukan perlindungan radiasi untuk
mencegah masalah kesehatan akibat dari paparan radiasi. Salah satu upaya untuk
perlindungan radiasi adalah penggunaan bahan pelindung radiasi yang efisien,
misalnya timbal dan komponen lainnya dalam bentuk plat, lembaran, dan balok
(Bagheri, Razavi, & Ahmadi et al., 2018).
Timbal (Pb) termasuk dalam kelompok logam berat golongan IVA dalam
sistem periodik unsurk kimia. Timbal mempunyai nomor atom 82 dengan berat
atom sebesar 207,2 sma. Pada suhu kamar berbentuk padat, memiliki titik lebur
327,4°C, dan memiliki berat jenis sebesar 11,34 g/cm3. Di alam timbal jarang
28
ditemukan dalam keadaan bebas melainkan dalam bentuk senyawa dengan
molekul lain, contohnya PbBr2 dan PbCl2 (Gusnita, 2012).
Pada efek fotolistrik, efek Compton, dan produksi pasangan terjadi proses
pengurangan energi sinar gamma atau sinar-X. Hal tersebut dikarenakan
kebolehjadian interaksi lebih besar pada materi bernomor atom tinggi, maka
timbal dan besi merupakan materi yang cocok sebagai perisai sinar gamma atau
sinar-X. Dalam rentang energi radiasi 0,5 – 0,75 MeV, kerapatan material perisai
lebih penting dan untuk energi radiasi yang tinggi maupun yang rendah material
perisai bernomor atom tinggi lebih efektif (Rahma, 2016). Logam timbal dapat
dijadikan bahan proteksi radiasi sinar gamma atau sinar-X dengan adanya daya
serapnya terhadap radiasi sinar-X dengan ketebalan tertentu setara dengan daya
serap terhadap sinar-X yang sesuai dengan standar yang diacu (Kristiyanti &
Atmojo, 2005).
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Universitas Negeri Semarang.
Proses pembuatan sampel stepwedge berbahan serbuk timbal (Pb) dilakukan di
rumah peneliti yang beralamat di Notodiningratan 112 Kemlayan, Kota Surakarta,
sedangkan untuk pembentukan stepwedge dilakukan di Raka Reklame. Untuk
eksposi sinar-X dilakukan di Laboratorium Fisika Medik Universitas Negeri
Semarang. Analisis hasil eksposi sinar-X menggunakan software Python 3.8 dan
untuk penentuan nilai HVL menggunakan Persamaan 3.3 dan Persamaan 3.4.
Penelitian dilakukan pada bulan Maret – Agustus 2020.
3.2 Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi resin bening, katalis, dan
serbuk timbal (Pb) dari aki bekas. Sedangkan alat-alat yang digunakan meliputi
cetakan yang terbuat dari kayu berukuran 25 cm x 15 cm x 0,5 cm, gergaji ukir
(alat pembentuk stepwedge), Mobile Radiodiagnostic type SF100BY, timbangan
digital, wadah, pengaduk, mistar, Laptop merk Acer Aspire ES 11 dan software
Python 3.8.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Proses Penelitian
1. Metode yang digunakan peneliti adalah metode eksperimen langsung (sekali
expose) dengan membuat objek stepwedge dan melakukan eksposi
terhadapnya untuk mengetahui nilai HVL.
2. Objek penelitian ini adalah stepwedge berbahan dasar serbuk timbal dan resin
bening.
3. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah nilai tegangan (kV) sinar-X.
30
b. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah nilai HVL dari citra radiografi
digital.
c. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah nilai arus (mA) sinar-X dan
nilai waktu (s) sinar-X.
3.3.2 Alur Penelitian
Gambar 3. 1 Skema tahapan penelitian
Mulai
Menyiapkan alatdan bahan
Mencampurkan resin,katalis, dan serbuk
timbal
Mencetakcampuran tersebut
Mengukir cetakan agarberbentuk stepwedge
Mengeksposeterhadap sinar-X
Menganalisis data menggunakansoftware Python dan Microsoft
Excel serta melakukanpembahasan
Selesai
Membuka akibekas
Menumbuk plat timbalhingga menjadi serbuk
timbal
Menimbang serbuk timbaldan resin bening denganperbandingan 10% serbuktimbal dan 90% resin
bening
31
3.3.3 Pembuatan Stepwedge
Langkah-langkah pembuatan stepwedge berbahan dasar serbuk timbal dan
resin terdiri atas :
a. Membuka aki bekas kemudian menumbuk plat timbal hingga menjadi serbuk
timbal, dapat dilihat pada Gambar 3.2.
(a) (b)
Gambar 3. 2 (a) Plat timbal dari aki bekas sebelum ditumbuk, (b) Plat timbalsetelah ditumbuk hingga menjadi serbuk
b. Pembuatan cetakan terbuat dari kayu yang berbentuk balok tanpa tutup
mempunyai ukuran 25 cm x 15 cm x 0,5 cm, seperti Gambar 3.3.
Gambar 3. 3 Cetakan stepwedge timbal
32
c. Mencampur bahan yaitu 270 kg resin bening dengan 3,5 ml katalis,
selanjutnya diaduk hingga merata, seperti Gambar 3.4.
Gambar 3. 4 Campuran resin bening dan katalis
d. Setelah tercampur rata masukkan 30 kg serbuk timbal, lalu aduk lagi hingga
rata, dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3. 5 Campuran resin bening setelah tercampur dengan serbuk timbal
33
e. Setelah campuran tercampur rata, masukkan campuran tersebut ke dalam
cetakan dan diamkan hingga mengeras, seperti Gambar 3.6.
Gambar 3. 6Mencetak serbuk timbal yang dicampur dengan resin bening
f. Mengeluarkan campuran tersebut dari cetakan, seperti Gambar 3.7.
Gambar 3. 7 Hasil cetakan serbuk timbal yang dicampur dengan resin bening
34
g. Setelah mengeluarkannya dari cetakan, campuran yang sudah keras tersebut
dibentuk menggunakan alat gergaji ukir agar campuran tersebut berbentuk
stepwedge dengan spesifikasi sebagai berikut:
Lebar : 1,5 cm
Panjang : 13 cm
Tinggi : 4,5 cm
Banyaknya step : 9 step
Ketebalan setiap step : 0,5 cm
Perbedaan panjang tiap step : 1,5 cm
Gambar 3. 8 Stepwedge berbahan timbal
35
Gambar 3. 9 Alat pembentuk stepwedge berbahan dasar timbal
3.3.4 Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan pada bulan April – Agustus 2020 bertempat di
Laboratorium Fisika Medik UNNES. Langkah pertama pengambilan data yaitu
phantom yang sudah berbentuk stepwedge dieksposi menggunakan radiografi
digital. Faktor eksposi yang digunakan untuk variasi tegangan yaitu nilai kuat
arusnya 16 mA dan waktu 0,25 s. Sedangkan besarnya tegangan 40 kV, 50 kV, 60
kV, 70 kV, 80 kV, dan 90 kV. Untuk mengetahui hubungan antara nilai HVL
yang diperoleh dan perubahan tegangan tabung maka dilakukan variasi nilai
tegangan.
Selanjutnya data yang diperoleh berupa citra digital sekali expose yang
akan diolah menggunakan software Python 3.8 untuk memperoleh nilai Io dan Ix
tiap-tiap step pada stepwedge timbal. Aplikasi yang digunakan berupa cropping
image, dimana aplikasi tersebut dibuat melalui GUI designer pada software
Python 3.8. Kemudian dilakukan pemotongan citra pada proses cropping di tiap
step, mulai pada step ke-0 sampai pada step ke-9 dimana pemotongan dilakukan
berdekatan antara foreground dan background. Selanjutnya potongan hasil citra
tersebut diolah untuk menampilkan nilai intensitas piksel atau skala keabuan citra.
Kemudian nilai Io dan Ix tiap-tiap step pada stepwedge timbal diolah kembali
menggunakan Persamaan 2.2 guna mengetahui nilai HVLnya.
36
3.3.5 Analisis dengan Python
Gambar 3. 10 Tampilan GUI Python
Hasil berupa citra digital yang selanjutnya dianalisis menggunakan
software GUI pada Python 3.8. Tampilan software GUI ditunjukkan pada Gambar
3.10.
Tampilan software pada gambar terdiri dari tiga tombol perintah yaitu:
a) Tombol Load Image
Tombol ini digunakan untuk menampilkan gambar yang akan diuji.
b) Tombol Crop Background
Tombol ini digunakan untuk memotong background yang akan ditampilkan
serta menampilkan nilai intensitas awal.
c) Tombol Crop Foreground
Tombol ini digunakan untuk memotong foreground yang akan ditampilkan
serta menampilkan nilai intensitas akhir.
37
3.3.6 Penentuan Nilai HVL
Pada analisis menggunakan program Python 3.8 telah didapatkan nilai Io
dan nilai Ix tiap-tiap stepwedge timbal pada masing-masing variasi tegangan.
Kemudian dilanjutkan analisis menggunakan Persamaan 3.1 untuk menentukan
nilai HVL stepwedge timbal.
�� � �݇�ܽ�� (3.1)���t� �ܽ��
�����t�ܽ ��
�� �t��� �� (3.2)
� ����t���
(3.3)
Selanjutnya menentukan nilai μ dapat dihitung secara langsung menggunakan
rumus pada Persamaan 3.3 atau dengan cara lain nilai μ didapatkan dari gradien
garis dari Persamaan 3.2 dengan melakukan fitting pada Microsoft Excel dari
hubungan �� �t��
sebagai sumbu y dan ketebalan bahan (x) sebagai sumbu x.
Sehingga nilai HVL didapatkan dari nilai �� yang dirumuskan pada Persamaan 3.4.
tt�� ���� � tal�t��
(3.4)
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Stepwedge berbahan Serbuk Timbal
Timbal (Pb) biasanya digunakan sebagai zat penghambat korosif pada pipa
besi (Artati, 2018). Selain itu, Pb juga banyak digunakan sebagai bahan pengemas,
saluran air, alat-alat rumah tangga, dan hiasan. Logam timbal termasuk dalam
logam berat golongan IVA yang tertera dalam Sistem Periodik Unsur Kimia,
mempunyai nomor atom 82, berat atom 207,2 sma, berbentuk padat pada suhu
kamar, mempunyai titik lebur 327,4°C, dan mempunyai berat jenis sebesar 11,34
g/cm3. Di alam, Pb jarang ditemukan dalam kondisi bebas melainkan dalam
bentuk senyawa dengan molekul lain, contohnya dalam bentuk PbBr2 dan PbCl2(Gusnita, 2012). Menurut PP Nomor 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) terkandung pemanfaatan dan pengelolaan B3
yang tidak berbahaya bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu peneliti melakukan
pemanfaatan dan pengelolaan B3 yang berasal dari pencampuran antara plat
timbal dari aki bekas dan resin bening yang bertujuan untuk mendapatkan bahan
yang padat, sehingga memudahkan membuat stepwedge berbahan timbal.
Secara umum penelitian banyak menggunakan stepwedge berbahan
Aluminium. Seperti yang dilakukan oleh Yunitasari (2014) dan Mulyana ( 2013)
sebagai objek pembuatan phantom uji nilai tebal paruh sinar-X. Namun
dikarenakan harga yang relatif mahal maka dilakukanlah penelitian dengan bahan
stepwedge yang relatif murah dan memiliki fungsi yang sama. Dalam penelitian
yang dilakukan Susilo (2011) menggunakan stepwedge berbahan akrilik yang
disusun sebagai uji homogenitas RD dan CR, sedangkan yang dilakukan oleh
Wiguna (2019) menggunakan stepwedge berbahan akrilik sebagai uji penentuan
nilai densitas akrilik dan plastik berdasar citra radiografi digital. Kegunaan
stepwedge tersebut untuk mengetahui perbedaan nilai intensitas sinar-X di setiap
ketebalan stepwedge. Interaksi sinar-X dengan materi dipengaruhi oleh nomor
atom materi dan produksi sinar-X. Materi yang dapat digunakan sebagai proteksi
radiasi adalah beton, timbal, baja, dan materi berat lainnya. Salah satu bahan
39
penahan radiasi yang paling baik sampai saat ini adalah timbal. Hal tersebut
dikarenakan sifat sinar-X yang memiliki daya tembus besar dan mampu
mengionisasi bahan yang dilewatinya maka tidak semua bahan mampu dan cocok
untuk menahan adanya radiasi sinar-X yang datang (Susanti, 2015). Sehingga
stepwedge berbahan dasar serbuk timbal dan resin bening digunakan sebagai
pengganti proteksi radiasi untuk eksposi terhadap sinar-X pada penelitian ini.
4.2 Analisis Citra Radiograf
Pada penelitian ini menggunakan sistem radiografi digital untuk memotret
stepwedge. Radiografi tersebut merupakan hasil dari modifikasi radiografi digital
menjadi radiografi konvensional dengan menambahkan tabung kedap cahaya
(light tight tube) dibelakang intensifying screen yang berfungsi mengubah sinar-X
menjadi sinar tampak sehingga bayangan yang terbentuk dari objek dapat
ditangkap oleh kamera DSLR untuk ditampilkan pada layar monitor PC (radiograf)
agar hasil citra langsung terlihat (Susilo et al., 2014).
Untuk pengolahan citra radiograf dibutuhkan program yang dapat
menganalisis hasil citra radiograf. Penelitian yang dilakukan oleh Mulyana (2013)
menggunakan program Borland Delphi 7.0 sebagai analisis citra radiograf,
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yunitasari (2014) menggunakan Multi
Purpose Detector (MPD) Barracuda sebagai analisis citra radiograf dan Susilo
(2014) serta Artitin (2015) menggunakan program Matlab sebagai analisis citra
radiograf. Pada penelitian ini menggunakan program Python 3.8 sebagai analisis
hasil citra radiograf.
Python merupakan bahasa pemrograman dengan model skrip (scripting
language) yang berorientasi pada objek dan freeware atau perangkat bebas dalam
artian tidak ada batasan dalam penyalinan atau mendistribusikannya. Python dapat
digunakan untuk berbagai keperluan pengembangan perangkat lunak dan dapat
berjalan di berbagai platform sistem operasi. Software ini secara umum digunakan
oleh pengguna karena tidak perlu mengetahui perintah yang ada dan bagaimana
perintah bekerja. Sebab pada software python terdapat secara lengkap source
code-nya, debugger dan profiler, terkandung pelayanan antar muka didalamnya,
40
fungsi sistem, GUI, dan basis data (Perkasa, Widyantara, & Susanto, 2014). GUI
Python dapat digunakan untuk membuat aplikasi pengolahan citra digital,
misalnya membaca sebuah file citra dan pemrosesan citra.
Gambar 4. 1 Tampilan GUI Python pada analisis citra radiografi digital
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan nilai HVL stepwedge timbal
menggunakan GUI Python 3.8 pada analisis citra radiograf yang tampilannya
seperti Gambar 4.1. Secara visual dapat dibedakan kualitatif dari gelap sampai
terang. Dengan menggunakan GUI Python, citra radiograf diubah menjadi angka
tingkat keabuan (grey level) seperti Gambar 4.1. Berdasarkan hasil citra radiograf
stepwedge yang telah diambil kemudian diolah dengan pengolahan citra
menggunakan aplikasi software GUI pada Python 3.8. Kemudian dilakukan
pemotongan citra pada proses cropping di tiap step, mulai pada step ke-1 sampai
pada step ke-9 dimana pemotongan dilakukan berdekatan antara foreground dan
background. Hal ini dilakukan karena adanya Effect Heel yang menyebabkan nilai
intensitas radiasi sinar-X pada sisi katoda lebih besar dibandingkan pada sisi
41
anoda. Ketika objek yang dilalui memiliki perbedaan ketebalan maka sinar-X dari
sisi anoda akan melintasi ketebalan yang lebih besar dibanding sisi katoda
(Bushong, 2013). Selanjutnya potongan citra tersebut diolah kembali untuk dapat
menampilkan nilai intensitas piksel atau skala keabuan citra. Sedangkan untuk
menampilkan nilai tebal paruh (HVL) didapat dari olah skala keabuan citra
stepwedge. Skala keabuan (grey level) sebanding dengan intensitas berkas sinar-X,
dengan menggunakan nilai skala keabuan dari 0 – 4095 yang digunakan untuk
menentukan nilai I0, I1 sampai dengan I9. Sehingga dapat digunakan menganalisa
intensitas sinar-X sebagai penentu nilai tebal paruh (HVL) (Artitin et al., 2015).
Cropping citra atau ROI (Region of Interest) pada Gambar 4.1 digunakan
untuk memperoleh nilai intensitas, kemudian potongan citra ditampilkan dalam
kotak cropping image yang secara otomatis akan muncul nilai intensitas potongan
citra tersebut. Proses selanjutnya nilai intensitas yang diperoleh diolah lagi
menggunakan Persamaan 3.3, setelah mendapatkan nilai �� dihitung lagi
menggunakan Persamaan 3.4 untuk mengetahui nilai HVL yang diperoleh.
Data yang telah diambil berupa data sekali expose citra radiografi skala
keabuan stepwedge. Selanjutnya dilakukan proses olah data pada masing-masing
citra setiap variasi tegangan untuk mendapatkan nilai intensitas akhir setelah
melewati bahan dan nilai HVLnya.
Tabel 4. 1 Intensitas Akhir pada Stepwedge Timbal
Stepke-
Ketebalan(cm)
Intensitas Akhir40 kV 50 kV 60 kV 70 kV 80 kV 90 kV
0 0 105 150 186 216 234 2521 0,5 80 110 146 177 207 2392 1 65 98 130 159 178 2033 1,5 59 90 124 147 166 1784 2 50 85 116 137 154 1595 2,5 43 70 99 126 137 1416 3 41 64 90 100 120 1307 3,5 40 63 89 97 111 1198 4 40 62 89 96 110 1189 4,5 40 61 88 95 109 117
42
Nilai intensitas akhir setiap step pada variasi nilai tegangan tabung sinar-X
untuk stepwedge timbal ditampilkan pada Tabel 4.1. Nilai intensitas step ke-0 (Io)
sebagai dasar untuk mendefinisika nilai intensitas yang terukur untuk satu nilai
tegangan tabung. Setengah dari intensitas pada step ke-0 (Io/2) merupakan dasar
perkiraan bahwa nilai HVL dari suatu bahan akan mampu melewatkan
intensitasnya yang setara dengan nilai Io/2 tersebut.
4.2.1 Tegangan 40 kV
Pada tegangan 40 kV, nilai intensitas cenderung menurun seiring dengan
bertambahnya ketebalan bahan (dapat dilihat pada Tabel 4.1). Intensitas awal pada
tegangan 40 kV yaitu sebesar 105 dan intensitas pada step pertama sebesar 80,
seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.2. Jika dilihat pada Tabel 4.1 nilai
setengah dari intensitas awalnya yaitu sebesar 52,5 yang berada pada rentang
ketebalan 1,5 cm dan 2 cm. Hal ini berarti nilai HVL berada diantara ketebalan
1,5 cm dan 2 cm.
Gambar 4. 2 Intensitas Awal dan Intensitas Step Pertama pada Tegangan 40 kV
43
Sedangkan hasil olahan nilai intensitas setelah diolah menggunakan
Persamaan 3.4 (lihat pada Tabel 4.2) didapatkan nilai HVL pada tegangan 40 kV
sebesar 1,96 cm (perhitungan terlampir pada Lampiran 3).
Tabel 4. 2Tabel Nilai HVL pada Tegangan 40 kV
Stepke-
Ketebalan(cm)
40 kVIntensitasAkhir
Nilai μ(cm-1)
Nilai �ብ�� ����(cm)
0 0 105 #DIV/0!
1,96
1 0,5 80 0,5438674312 1 65 0,479573083 1,5 59 0,3842819384 2 50 0,3709686725 2,5 43 0,3571040946 3 41 0,3134627617 3,5 40 0,2757373998 4 40 0,2412702249 4,5 40 0,214462421
Nilai �� 0,353414224
4.2.2 Tegangan 50 kV
Intensitas awal pada tegangan 50 kV sebesar 150 dan intensitas pada step
pertama sebesar 110, dimana nilai intensitas cenderung menurun seiring
bertambahnya ketebalan bahan. Hasil olahan citra untuk memperoleh nilai
intensitas ditunjukkan pada Gambar 4.3. Nilai setengah dari intensitas awalnya
yaitu sebesar 75 yang berada pada rentang ketebalan 2 cm dan 2,5 cm. Ini berarti
nilai HVL berada diantara ketebalan 2 cm dan 2,5 cm (lihat Tabel 4.1).
Sedangkan hasil olahan nilai intensitas setelah diolah menggunakan
Persamaan 3.4 (lihat pada Tabel 4.3) didapatkan nilai HVL pada tegangan 50 kV
sebesar 2,13 cm (perhitungan terlampir pada Lampiran 3).
44
Gambar 4. 3 Intensitas Awal dan Intensitas Step Pertama pada Tegangan 50 kV
Tabel 4. 3 Tabel Nilai HVL pada Tegangan 50 kV
Stepke-
Ketebalan(cm)
50 kVIntensitasAkhir
Nilai μ(cm-1)
Nilai �ብ�� ����(cm)
0 0 150 #DIV/0!
2,13
1 0,5 110 0,6203098572 1 98 0,4256678153 1,5 90 0,3405504164 2 85 0,2839920195 2,5 70 0,3048560216 3 64 0,2839174047 3,5 63 0,2478573058 4 62 0,2208752279 4,5 61 0,199946984
Nilai �� 0,325330339
45
4.2.3 Tegangan 60 kV
Intensitas awal pada tegangan 60 kV sebesar 186 dan intensitas pada step
pertama sebesar 146, dimana nilai intensitas cenderung menurun seiring
bertambahnya ketebalan bahan. Hasil olahan citra untuk memperoleh nilai
intensitas ditunjukkan pada Gambar 4.4. Jika dilihat pada Tabel 4.1 setengah dari
intensitas awalnya sebesar 93 yang berarti bahwa berada pada rentang 2,5 cm dan
3 cm.
Gambar 4. 4 Intensitas Awal dan Intensitas Step Pertama pada Tegangan 60 kV
Sedangkan hasil olahan nilai intensitas setelah diolah menggunakan
Persamaan 3.4 (lihat pada Tabel 4.4) didapatkan nilai HVL pada tegangan 60 kV
sebesar 2,59 cm (perhitungan terlampir pada Lampiran 3).
46
Tabel 4. 4 Tabel Nilai HVL pada Tegangan 60 kV
Stepke-
Ketebalan(cm)
60 kVIntensitasAkhir
Nilai μ(cm-1)
Nilai �ብ�� ����(cm)
0 0 186 #DIV/0!
2,59
1 0,5 146 0,4842801042 1 130 0,3582122233 1,5 124 0,2703100724 2 116 0,2360782415 2,5 99 0,2522507296 3 90 0,2419790017 3,5 89 0,2106029448 4 89 0,1871024659 4,5 88 0,166313302
Nilai �� 0,267458787
4.2.4 Tegangan 70 kV
Gambar 4. 5 Intensitas Awal dan Intensitas Step Pertama pada Tegangan 70 kV
47
Pada tegangan 70 kV, nilai intensitasnya juga cenderung menurun seiring
dengan bertambahnya ketebalan bahan. Gambar 4.5 menunjukkan nilai intensitas
awalnya sebesar 216 yang berarti bahwa setengah nilai intensitasnya adalah
sebesar 108 pada rentang 2,5 cm dan 3 cm dan nilai intensitas pada step pertama
sebesar 177 (lihat Tabel 4.1).
Tabel 4. 5 Tabel Nilai HVL pada Tegangan 70 kV
Stepke-
Ketebalan(cm)
70 kVIntensitasAkhir
Nilai μ(cm-1)
Nilai �ብ�� ����(cm)
0 0 216 #DIV/0!
2,72
1 0,5 177 0,398257352 1 159 0,3063742053 1,5 147 0,2565638814 2 137 0,2500405425 2,5 126 0,21559866 3 100 0,2567027417 3,5 97 0,2287335518 4 96 0,2027325549 4,5 95 0,18253367
Nilai �� 0,255281899
Sedangkan hasil olahan nilai intensitas setelah diolah menggunakan
Persamaan 3.4 (lihat pada Tabel 4.5) didapatkan nilai HVL pada tegangan 70 kV
sebesar 2,71 cm (perhitungan terlampir pada Lampiran 3).
4.2.5 Tegangan 80 kV
Intensitas awal pada tegangan 80 kV sebesar 234 dan intensitas pada step
pertama sebesar 207, dimana nilai intensitas cenderung menurun seiring
bertambahnya ketebalan bahan. Hasil olahan citra untuk memperoleh nilai
intensitas ditunjukkan pada Gambar 4.6. Jika dilihat pada Tabel 4.1 setengah dari
intensitas awalnya sebesar 117 yang berarti bahwa berada pada rentang 3 cm dan
3,5 cm.
48
Gambar 4. 6 Intensitas Awal dan Intensitas Step Pertama pada Tegangan 80 kV
Sedangkan hasil olahan nilai intensitas setelah diolah menggunakan
Persamaan 3.4 (lihat pada Tabel 4.6) didapatkan nilai HVL pada tegangan 80 kV
sebesar 3,17 cm (perhitungan terlampir pada Lampiran 3).
Tabel 4. 6 Tabel Nilai HVL pada Tegangan 80 kV
Stepke-
Ketebalan(cm)
80 kVIntensitasAkhir
Nilai μ(cm-1)
Nilai �ብ�� ����(cm)
0 0 234 #DIV/0!
3,17
1 0,5 207 0,2452046442 1 178 0,2735375653 1,5 166 0,2288888854 2 154 0,2091842565 2,5 137 0,2141360766 3 120 0,2226097917 3,5 111 0,2130831188 4 110 0,1887101879 4,5 109 0,16977183
Nilai �� 0,218347372
49
4.2.6 Tegangan 90 kV
Pada tegangan 90 kV, nilai intensitasnya juga cenderung menurun seiring
dengan bertambahnya ketebalan bahan. Gambar 4.7 menunjukkan nilai intensitas
awalnya sebesar 252 yang berarti bahwa setengah nilai intensitasnya adalah
sebesar 126 pada rentang 3 cm dan 3,5 cm serta nilai intensitas pada step pertama
sebesar 239 (lihat Tabel 4.1).
Gambar 4. 7 Intensitas Awal dan Intensitas Step Pertama pada Tegangan 90 kV
Sedangkan hasil olahan nilai intensitas setelah diolah menggunakan
Persamaan 3.4 (lihat pada Tabel 4.7) didapatkan nilai HVL pada tegangan 90 kV
sebesar 3,44 cm (perhitungan terlampir pada Lampiran 3).
50
Tabel 4. 7 Tabel Nilai HVL pada Tegangan 90 kV
Stepke-
Ketebalan(cm)
90 kVIntensitasAkhir
Nilai μ(cm-1)
Nilai �ብ�� ����(cm)
0 0 252 #DIV/0!
3,44
1 0,5 239 0,1059310712 1 203 0,2162231083 1,5 178 0,2317636914 2 159 0,2302624435 2,5 141 0,2322676796 3 130 0,2206315467 3,5 119 0,2143730278 4 118 0,1896861169 4,5 117 0,170501145
Nilai �� 0,201293314
Pada penelitian yang dilakukan oleh Harjanto (2013) diperoleh nilai μ
bahan timbal pada tegangan 60 kV sebesar 1,3608 cm-1 yang berarti bahwa nilai
HVL pada timbal sebesar 0,509 cm. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan
oleh Setiyawan (2015) diperoleh nilai μ bahan timbal pada tegangan 80 kV dan 90
kV berturut-turut sebesar 5,22 cm-1 dan 4,88 cm-1 yang berarti bahwa nilai HVL
yang diperoleh sebesar 0,132787 cm dan 0,142038 cm. Nilai HVL yang diperoleh,
ditunjukkan pada Tabel 4.2, Tabel 4.3, Tabel 4.4, Tabel 4.5, Tabel 4.6, dan Tabel
4.7 jauh lebih besar daripada nilai HVL yang diperoleh pada penelitian Harjanto
(2013) dan Setiyawan (2015) serta batas minimum nilai HVL (lihat Tabel 1.1).
Hal ini dikarenakan plat timbal yang digunakan berasal dari aki bekas yang sudah
tidak berfungsi lagi, timbal yang digunakan bukan timbal murni melainkan
campuran timbal dan oksida (PbO2), kadar timbal dan resin setiap step berbeda
serta stepwedgenya terdiri atas 10% timbal dan 90% resin bening.
51
Tabel 4. 8 Nilai HVL pada Stepwedge Timbal
Tegangan(kV)
HVL(cm)
40 1,96
50 2,13
60 2,59
70 2,72
80 3,17
90 3,44
Gambar 4. 8 Grafik hubungan antara tegangan tabung dan nilai HVL
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa semakin besar nilai tegangan tabung sinar-X
yang digunakan maka semakin besar pula nilai HVL yang diperoleh, sesuai
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Yunitasari (2014) dan Mutmainna
(2020). Sedangkan nilai μ yang diperoleh semakin kecil seiring dengan
bertambahnya tegangan tabung yang digunakan, sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Setiyawan (2015). Dari Gambar 4.8 diperoleh persamaan linear
a � tattt� � tal�t dan R2 = 0,983 merupakan fungsi nilai HVL terhadap
tegangan yang menunjukkan bahwa semakin besar tegangan yang digunakan
52
maka nilai HVL juga semakin besar secara linear. Grafik yang ditunjukkan oleh
Gambar 4.8 menunjukkan grafik tersebut linear seperti pada penelitian yang
dilakukan oleh Yunitasari (2014) dan tidak menunjukkan grafik tersebut
eksponensial seperti penelitian yang dilakukan oleh Mutmainna (2020). Hal ini
pengaruh dari kemurnian plat timbal yang digunakan dan kandungan bahan yang
digunakan tiap step pada stepwedge yang berbeda.
Perubahan tegangan mempengaruhi besarnya intensitas yang diterima oleh
obyek, sehingga semakin tinggi nilai tegangan tabung yang digunakan maka
perbedaan tegangan antara anoda dan katoda juga semakin tinggi. Hal ini
dikarenakan kenaikan tegangan tabung akan mempercepat elektron dari katoda
menuju anoda dan energi sinar-X semakin besar yang menyebabkan daya tembus
sinar-X juga semakin besar. Sehingga nilai HVL juga mengalami kenaikan
(Yunitasari et al., 2014).
� � ��� (4.1)
�ঁ݊� ��
�ঁ݅�݊݁݊� �ঁ݊� �
��ঁ݅�
Nilai tegangan tabung sinar-X yang digunakan berpengaruh terhadap kualitas
citra radiograf (kontras) yang dihasilkan. Selain itu juga mempengaruhi kualitas
dan kuantitas sinar-X. Hal ini dikarenakan perubahan nilai tegangan tabung sinar-
X berpengaruh terhadap panjang gelombang yang dihasilkan. Pada Persamaan 4.1
menunjukkan hubungan semakin tinggi nilai tegangan tabung sinar-X maka
panjang gelombangnya semakin rendah (Ratnasari, 2018).
53
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Nilai HVL timbal yang dibuat pada tegangan 40 kV, 50 kV, 60 kV, 70 kV, 80
kV, dan 90 kV secara berturut-turut yaitu 1,96 cm; 2,13 cm; 2,59 cm; 2,72 cm;
3,17 cm; dan 3,44 cm .
2. Nilai HVL sebanding dengan tegangan tabung sinar-X yang digunakan.
Semakin besar tegangan tabung sinar-X yang digunakan maka semakin besar
pula nilai HVL yang diperoleh.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka saran yang diberikan yaitu
perlu dilakukan lagi penelitian lebih lanjut mengenai penentuan nilai HVL pada
bahan lain yang lebih homogen.
54
DAFTAR PUSTAKA
Almanei, K., Alsulaimani, R., Alfadda, S., Albabtain, S., & Alsulaimani, R.
(2017). Digitally Scanned Radiographs Versus Conventional Films for
Determining Clarity of Periapical Lesions and Quality of Root Canal
Treatment. The Scientific World Journal, 2017.
https://doi.org/https://doi.org/10.1155/2017/2427060
Andika, R. (2010). Analisis Korelasi Koefisien Homogenitas terhadap Besar
FWHM Spektrum Sinar-X pada Kualitas Radiasi RQR. Universitas Indonesia.
Ariga, E., Ito, S., Deji, S., Saze, T., & Nishizawa, K. (2012). Determination of
Half Value Layers of X-ray Equipment using Computed Radiography
Imaging Plates. Physica Medica, 28(1), 71–75.
https://doi.org/10.1016/j.ejmp.2011.01.001
Artati. (2018). Analisis Kadar Timbal (Pb) pada Air yang Melalui Saluran Pipa
Penyalur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar. Jurnal Media
Analis Kesehatan, 1(1), 47–55. https://doi.org/10.32382/mak.v8i2.848
Artitin, C., Suryono, & Setiawati, E. (2015). Penentuan Nilai Tebal Paruh (HVL)
pada Citra Digital Computed Radiography. Youngster Physics Journal, 4(1),
55–60.
Atmojo, S. M., Krismawan, & Jalil, A. (2011). DESAIN PINTU RUANG
PESAWAT SINAR-X DARI BAHAN KOMPOSIT KARET ALAM TIMBAL
OKSIDA. 8(1).
Bagheri, K., Razavi, S. M., Ahmadi, S. J., Kosari, M., & Abolghasemi, H. (2018).
Thermal Resistance, Tensile Properties, and Gamma Radiation Shielding
Performance of Unsaturated Polyester/Nanoclay/PbO Composites. Radiation
Physics and Chemistry, 146, 5–10.
https://doi.org/10.1016/j.radphyschem.2017.12.024
BAPETEN. (2015). PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA
NUKLIR NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG KESELAMATAN RADIASI.
(1936). Diambil dari 3/Record/com.mandumah.search://http
Beiser, A. (2003). Concepts of Modern Physics (Sixth Edit).
55
Bushberg, J. T., Seibert, J. A., Leidholdt, E. M., & Boone, J. M. (2012). The
Essential Physics of Medical Imaging THIRD EDITION (Third Edit). USA:
LIPPINCOTT WILLIAMS & WILKINS, a WOLTERS KLUWER business
Two Commerce Square.
Bushong, S. C. (2013). Tenth Edition Radiologic Science for Technologists
Physics, Biology, and Protection (Tenth Edit). Texas: Professor of
Radiologic Science Baylor College of Madicine Houston, Texas.
Ching, W., Robinson, J., & Mcentee, M. F. (2015). Comparing Prediction Models
for Radiographic Exposures. 9416, 1–10. https://doi.org/10.1117/12.2081738
Fahmi, A., Firdausi, K. S., & Budi, W. S. (2008). Pengaruh Faktor Eksposi pada
Pemeriksaan Abdomen terhadap Kualitas Radiograf dan Paparan Radiasi
menggunakan Computed Radiography. Berkala Fisika, 11(4), 109–118.
Fibrianti, L. D., & Azizah, R. (2015). Karakteristik, kadar timbal (pb) dalam darah,
dan hipertensi pekerja. Kesehatan Lingkungan, 8(1), 92–102.
Fosbinder, R., & Orth, D. (2012). Essentials of Radiologic Science. China:
Wolters Kluwer Health|Lippincott Williams & Wilkins.
Gazali, W., Soeparno, H., & Ohliati, J. (2012). Application of The Convolution
Method in Processing Digital Images. Jurnal Mat Stat, vol 12, 103–113.
Gusnita, D. (2012). Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) di Udara dan Upaya
Penghapusan Bensin Bertimbal. Berita Dirgantara, 13(3), 95–101.
Harjanto, T., Kristiyanti, & Sibarani, M. (2013). Perancangan Kontainer Isotop Ir-
192 10 Ci dari Bahan Tungsten Serbuk untuk Brakiterapi. PRIMA, 10(2), 31–
38.
Hidayatullah, R. (2017). Dampak Tingkat Radiasi Pada Tubuh Manusia. Jurnal
Mutiara Elektromedik, 1(1), 16–23. Diambil dari http://e-journal.sari-
mutiara.ac.id/index.php/Elektromedik/article/download/140/157/
Hiswara, E. (2015). Buku Pintar Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah
Sakit (B. Zulkarnaen, Ed.). Jakarta Selatan: BATAN Press.
Hiswara, E., & Kartikasari, D. (2015). Dosis Pasien pada Pemeriksaan Rutin
Sinar-X Radiologi Diagnostik. 16(2), 71–84.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.17146/jstni.2015.16.2.2359
56
Khan, F. M. (2003). The Physics of Radiation Therapy (Third Edit).
LIPPINCOTT WILLIAMS & WILKINS 530 Walnut Street Philadelphia, PA
19106 USA.
Khodaie, M., Askari, A., & Bahaadinbeigy, K. (2015). Evaluation of a Very Low-
Cost and Simple Teleradiology Technique. J Digit Imaging.
https://doi.org/10.1007/s10278-014-9756-2
Kristiyanti, & Atmojo, S. M. (2005). Penentuan Daya Serap Apron dari Komposit
Karet Alam Timbal Oksida terhadap Radiasi Sinar-X. Digilib.Batan.Go.Id,
238–243. Diambil dari http://digilib.batan.go.id/ppin/katalog/file/0216-3126-
2005-2-238.pdf
Laitabun, Y. M., Sutanto, H., & Anam, C. (2013). Pengukuran Laju Paparan
Radiasi Sinar-X pada Ruang Operator RSUD. Prof. DR. W. Z. Johannes
Kupang. Youngster Physics Journal, 2(2), 49–52.
Louk, A., & Suparta, G. (2014). Pengukuran Kualitas Sistem Pencitraan
Radiografi Digital Sinar-X. Berkala MIPA, 24(2), 149–166.
Mardiana, I., Prihandono, T., & Yushardi. (2019). Kajian Kestabilan Inti Unsur-
Unsur Pada Proses Peluruhan Zat Radioaktif Dengan Pendekatan Energi Ikat
Inti Model Tetes Cairan. Jurnal Pembelajaran Fisika, 8(2), 101–106.
Martina, D., Susilo, & Sunarno. (2015). Uji Kolimator pada Pesawat Sinar-X
Merk/Type Mednif/SF-100BY di Laboratorium Fisika Medik menggunakan
Unit RMI. Jurnal MIPA, 38(2), 121–126.
Menteri Kesehatan, R. I. (2009). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1250/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman Kendali
Mutu (Quality Control) Peralatan Radiodiagnostik.
Mulyana, H., & Suryono. (2013). Pembuatan Model Uji Nilai Tebal Paruh (HVL)
Pesawat Konvensional Sinar-X menggunakan Pengolahan Citra Digital.
Youngster Physics Journal, 1(4), 101–106.
Mutmainna, A., Astuty, S. D., Dewang, S., & Mulyadin. (2020). Uji Kesesuaian
Standar Nilai HVL Filter Aluminium pada Pesawat Sinar-X Mammografi :
Studi Kasus di Ruang Instalasi Radiologi RS. Siloam Makassar. Berkala
Fisika, 23(1), 17–25.
57
Nugroho, E. C., Susilo, & Akhlis, I. (2012). Pengembangan Program Pengolahan
Citra untuk Radiografi Digital. Jurnal MIPA, 35(1), 46–56.
Ozcete, E., Boydak, B., Ersel, M., Kıyan, S., Uz, I., & Cevrim, O. (2015).
Comparison of Conventional Radiography and Digital Computerized
Radiography in Patients Presenting to Emergency Department. 15(1), 8–12.
https://doi.org/10.5505/1304.7361.2014.90922
Perkasa, T. R., Widyantara, H., & Susanto, P. (2014). Rancang Bangun
Pendeteksi Gerak Menggunakan Metode Image Substraction Pada Single
Board Computer (SBC). Journal of Control and Network Systems, 3(2), 90–
97. Diambil dari http://jurnal.stikom.edu/index.php/jcone
Rahma, I. N. (2016). Kajian dan Analisis Pelat Timbal (Pb) Bekas Tutup Instalasi
Listrik pada Atap Rumah sebagai Bahan Proteksi Radiasi Sinar-X.
Universitas Negeri Semarang.
Ratnasari, N. G. (2018). Optimasi Filter Sinar-X untuk Aplikasi Radiasi pada
Radiografi Digital di Laboratorium Fisika Medik UNNES. Universitas
Negeri Semarang.
Rudi, Pratiwi, & Susilo. (2012). Pengukuran Paparan Radiasi Pesawat Sinar-X di
Instalasi Radiodiagnostik untuk Proteksi Radiasi. Unnes Physics Journal,
1(2252), 19–24.
Samosir, H., & Ilyas, S. (2012). The Effect Radiation Exposure to Brachyterapy
Officer at General Hospital Haji Adam Malik. 5–6.
Sari, S. (2012). Pengembangan Sistem Manajemen Keselamatan Radiasi Sinar-X
di Unit Kerja Radiologi Rumah Sakit XYZ Tahun 2011. Universitas
Indonesia.
Serway, R. A., & Jewett, J. W. (2013). Ninth Edition Physics for Scientists and
Engineers with Modern Physics. In Choice Reviews Online (Ninth Edit, Vol.
34). https://doi.org/10.5860/choice.34-3910
Setiyawan, I., Sutanto, H., & Firdausi, K. S. (2015). Penentuan Nilai Koefisien
Serapan Bahan pada Besi, Tembaga, dan Stainless Steel sebagai Bahan
Perisai Radiasi. Youngster Physics Journal, 4(2), 219–224.
Susanti, T. (2015). Komposit Poliester Timbal sebagai Material Proteksi Radiasi
58
untuk Pengganti Kaca Timbal (Universitas Negeri Semarang). Diambil dari
https://lib.unnes.ac.id/22966/
Susilo. (2016). Modul Radiografi Sinar-X Digital. Semarang: Jurusan Fisika
UNNES.
Susilo, Masturi, Susanti, R., Yulianti, I., & Fatimah, Q. (2019). Contrast to Noise
Ratio and Histogram Analysis of Modified Digital Radiography Image of Pet.
https://doi.org/10.1088/1742-6596/1170/1/012076
Susilo, Nagoro, M. T., Kusminarto, & Budi, W. S. (2011). Uji Diagnostik
Pemeriksaan Osteosklerotik Tulang dengan Sistem Radiografi Digital.
MEDIA MEDIKA INDONESIANA, 45(3), 188–193.
Susilo, Sunarno, Swakarma, I. K., Setiawan, R., & Wibowo, E. (2013). Kajian
Sistem Radiografi Digital sebagai Pengganti Sistem Computed Radiography
yang Mahal. XVII(50), 40–43.
https://doi.org/https://doi.org/10.22146/jfi.24423
Susilo, Supriyadi, Sutikno, Sunarno, & Setiawan, R. (2014). Rancang Bangun
Sistem Penangkap Gambar Radiograf Digital berbasis Kamera DSLR. Jurnal
Pendidika Fisika Indonesia, 10, 66–74.
https://doi.org/10.15294/jpfi.v10i1.3052
Widyaningsih, D., & Sutanto, H. (2013). Penentuan Dosis Radiasi Eksternal pada
Pekerja Radiasi di Ruang Penyinaran Unit Radioterapi Rumah Sakit
Dr.Kariadi Semarang. Berkala Fisika, 16(2), 57–62.
Wiguna, G. A., Alshweikh, A. M., Suparta, G. B., Louk, A. C., & Kusminarto, K.
(2019). Penentuan Densitas Akrilik dan Plastik berdasarkan Citra Radiografi
Digital. Jurnal Fisika dan Aplikasinya, 15(1), 12–16.
https://doi.org/10.12962/j24604682.v15i1.4291
Yunitasari, H. D., Setiawati, E., & Anam, C. (2014). Evaluasi Metode Penentuan
Half Value Layer (HVL) menggunakan Multi Purpose Detector (MPD)
Barracuda pada Pesawat Sinar-X Mobile. Youngster Physics Journal, 3(2),
113–118.
59
LAMPIRAN
60
LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian
61
Lampiran 2 Source Code Python
# -*- coding: utf-8 -*-
# Form implementation generated from reading ui file 'tampilan.ui'
#
# Created by: PyQt5 UI code generator 5.15.0
#
# WARNING: Any manual changes made to this file will be lost when pyuic5 is
# run again. Do not edit this file unless you know what you are doing.
from PyQt5 import QtCore, QtGui, QtWidgets
class Ui_MainWindow(object):
def setupUi(self, MainWindow):
MainWindow.setObjectName("MainWindow")
MainWindow.resize(800, 600)
self.centralwidget = QtWidgets.QWidget(MainWindow)
self.centralwidget.setObjectName("centralwidget")
self.horizontalLayout_2 = QtWidgets.QHBoxLayout(self.centralwidget)
self.horizontalLayout_2.setObjectName("horizontalLayout_2")
spacerItem = QtWidgets.QSpacerItem(20, 20, QtWidgets.QSizePolicy.Fixed,
QtWidgets.QSizePolicy.Minimum)
self.horizontalLayout_2.addItem(spacerItem)
self.verticalLayout_2 = QtWidgets.QVBoxLayout()
self.verticalLayout_2.setObjectName("verticalLayout_2")
spacerItem1 = QtWidgets.QSpacerItem(20, 20,
QtWidgets.QSizePolicy.Minimum, QtWidgets.QSizePolicy.Fixed)
self.verticalLayout_2.addItem(spacerItem1)
62
self.gridLayout_13 = QtWidgets.QGridLayout()
self.gridLayout_13.setObjectName("gridLayout_13")
self.label = QtWidgets.QLabel(self.centralwidget)
sizePolicy = QtWidgets.QSizePolicy(QtWidgets.QSizePolicy.Preferred,
QtWidgets.QSizePolicy.Fixed)
sizePolicy.setHorizontalStretch(0)
sizePolicy.setVerticalStretch(0)
sizePolicy.setHeightForWidth(self.label.sizePolicy().hasHeightForWidth())
self.label.setSizePolicy(sizePolicy)
font = QtGui.QFont()
font.setPointSize(18)
font.setBold(True)
font.setWeight(75)
self.label.setFont(font)
self.label.setAutoFillBackground(False)
self.label.setAlignment(QtCore.Qt.AlignCenter)
self.label.setObjectName("label")
self.gridLayout_13.addWidget(self.label, 0, 0, 1, 1)
self.splitter = QtWidgets.QSplitter(self.centralwidget)
self.splitter.setOrientation(QtCore.Qt.Horizontal)
self.splitter.setObjectName("splitter")
self.layoutWidget = QtWidgets.QWidget(self.splitter)
self.layoutWidget.setObjectName("layoutWidget")
self.gridLayout_11 = QtWidgets.QGridLayout(self.layoutWidget)
self.gridLayout_11.setContentsMargins(0, 0, 0, 0)
self.gridLayout_11.setObjectName("gridLayout_11")
self.label_10 = QtWidgets.QLabel(self.layoutWidget)
font = QtGui.QFont()
font.setPointSize(11)
font.setBold(True)
font.setWeight(75)
63
self.label_10.setFont(font)
self.label_10.setAlignment(QtCore.Qt.AlignCenter)
self.label_10.setObjectName("label_10")
self.gridLayout_11.addWidget(self.label_10, 0, 0, 1, 1)
self.scrollArea = QtWidgets.QScrollArea(self.layoutWidget)
self.scrollArea.setWidgetResizable(True)
self.scrollArea.setObjectName("scrollArea")
self.scrollAreaWidgetContents = QtWidgets.QWidget()
self.scrollAreaWidgetContents.setGeometry(QtCore.QRect(0, 0, 278, 199))
self.scrollAreaWidgetContents.setObjectName("scrollAreaWidgetContents")
self.gridLayout = QtWidgets.QGridLayout(self.scrollAreaWidgetContents)
self.gridLayout.setObjectName("gridLayout")
self.label_2 = QtWidgets.QLabel(self.scrollAreaWidgetContents)
self.label_2.setText("")
self.label_2.setObjectName("label_2")
self.gridLayout.addWidget(self.label_2, 0, 0, 1, 1)
self.scrollArea.setWidget(self.scrollAreaWidgetContents)
self.gridLayout_11.addWidget(self.scrollArea, 1, 0, 1, 1)
self.layoutWidget1 = QtWidgets.QWidget(self.splitter)
self.layoutWidget1.setObjectName("layoutWidget1")
self.gridLayout_12 = QtWidgets.QGridLayout(self.layoutWidget1)
self.gridLayout_12.setContentsMargins(0, 0, 0, 0)
self.gridLayout_12.setObjectName("gridLayout_12")
self.gridLayout_9 = QtWidgets.QGridLayout()
self.gridLayout_9.setObjectName("gridLayout_9")
self.gridLayout_8 = QtWidgets.QGridLayout()
self.gridLayout_8.setObjectName("gridLayout_8")
self.label_5 = QtWidgets.QLabel(self.layoutWidget1)
font = QtGui.QFont()
font.setPointSize(11)
font.setBold(True)
64
font.setWeight(75)
self.label_5.setFont(font)
self.label_5.setAlignment(QtCore.Qt.AlignCenter)
self.label_5.setObjectName("label_5")
self.gridLayout_8.addWidget(self.label_5, 0, 0, 1, 1)
self.scrollArea_2 = QtWidgets.QScrollArea(self.layoutWidget1)
self.scrollArea_2.setWidgetResizable(True)
self.scrollArea_2.setObjectName("scrollArea_2")
self.scrollAreaWidgetContents_2 = QtWidgets.QWidget()
self.scrollAreaWidgetContents_2.setGeometry(QtCore.QRect(0, 0, 327, 80))
self.scrollAreaWidgetContents_2.setObjectName("scrollAreaWidgetContent
s_2")
self.gridLayout_5 =
QtWidgets.QGridLayout(self.scrollAreaWidgetContents_2)
self.gridLayout_5.setObjectName("gridLayout_5")
self.label_3 = QtWidgets.QLabel(self.scrollAreaWidgetContents_2)
self.label_3.setText("")
self.label_3.setObjectName("label_3")
self.gridLayout_5.addWidget(self.label_3, 0, 0, 1, 1)
self.scrollArea_2.setWidget(self.scrollAreaWidgetContents_2)
self.gridLayout_8.addWidget(self.scrollArea_2, 1, 0, 1, 1)
self.gridLayout_9.addLayout(self.gridLayout_8, 0, 0, 1, 1)
self.verticalLayout = QtWidgets.QVBoxLayout()
self.verticalLayout.setObjectName("verticalLayout")
spacerItem2 = QtWidgets.QSpacerItem(20, 40,
QtWidgets.QSizePolicy.Minimum, QtWidgets.QSizePolicy.Expanding)
self.verticalLayout.addItem(spacerItem2)
self.gridLayout_2 = QtWidgets.QGridLayout()
self.gridLayout_2.setObjectName("gridLayout_2")
self.label_4 = QtWidgets.QLabel(self.layoutWidget1)
65
self.label_4.setObjectName("label_4")
self.gridLayout_2.addWidget(self.label_4, 0, 0, 1, 1)
self.nilaipixel = QtWidgets.QLabel(self.layoutWidget1)
self.nilaipixel.setObjectName("nilaipixel")
self.gridLayout_2.addWidget(self.nilaipixel, 0, 1, 1, 1)
self.verticalLayout.addLayout(self.gridLayout_2)
self.pushButton_2 = QtWidgets.QPushButton(self.layoutWidget1)
self.pushButton_2.setObjectName("pushButton_2")
self.verticalLayout.addWidget(self.pushButton_2)
self.gridLayout_9.addLayout(self.verticalLayout, 0, 1, 1, 1)
self.gridLayout_12.addLayout(self.gridLayout_9, 0, 0, 1, 1)
self.gridLayout_10 = QtWidgets.QGridLayout()
self.gridLayout_10.setObjectName("gridLayout_10")
self.gridLayout_7 = QtWidgets.QGridLayout()
self.gridLayout_7.setObjectName("gridLayout_7")
self.label_9 = QtWidgets.QLabel(self.layoutWidget1)
font = QtGui.QFont()
font.setPointSize(11)
font.setBold(True)
font.setWeight(75)
self.label_9.setFont(font)
self.label_9.setAlignment(QtCore.Qt.AlignCenter)
self.label_9.setObjectName("label_9")
self.gridLayout_7.addWidget(self.label_9, 0, 0, 1, 1)
self.scrollArea_3 = QtWidgets.QScrollArea(self.layoutWidget1)
self.scrollArea_3.setWidgetResizable(True)
self.scrollArea_3.setObjectName("scrollArea_3")
self.scrollAreaWidgetContents_3 = QtWidgets.QWidget()
self.scrollAreaWidgetContents_3.setGeometry(QtCore.QRect(0, 0, 328, 79))
self.scrollAreaWidgetContents_3.setObjectName("scrollAreaWidgetContent
66
s_3")
self.gridLayout_6 =
QtWidgets.QGridLayout(self.scrollAreaWidgetContents_3)
self.gridLayout_6.setObjectName("gridLayout_6")
self.label_6 = QtWidgets.QLabel(self.scrollAreaWidgetContents_3)
self.label_6.setText("")
self.label_6.setObjectName("label_6")
self.gridLayout_6.addWidget(self.label_6, 0, 0, 1, 1)
self.scrollArea_3.setWidget(self.scrollAreaWidgetContents_3)
self.gridLayout_7.addWidget(self.scrollArea_3, 1, 0, 1, 1)
self.gridLayout_10.addLayout(self.gridLayout_7, 0, 0, 1, 1)
self.gridLayout_4 = QtWidgets.QGridLayout()
self.gridLayout_4.setObjectName("gridLayout_4")
spacerItem3 = QtWidgets.QSpacerItem(20, 40,
QtWidgets.QSizePolicy.Minimum, QtWidgets.QSizePolicy.Expanding)
self.gridLayout_4.addItem(spacerItem3, 0, 0, 1, 1)
self.gridLayout_3 = QtWidgets.QGridLayout()
self.gridLayout_3.setObjectName("gridLayout_3")
self.label_7 = QtWidgets.QLabel(self.layoutWidget1)
self.label_7.setObjectName("label_7")
self.gridLayout_3.addWidget(self.label_7, 0, 0, 1, 1)
self.label_8 = QtWidgets.QLabel(self.layoutWidget1)
self.label_8.setObjectName("label_8")
self.gridLayout_3.addWidget(self.label_8, 0, 1, 1, 1)
self.gridLayout_4.addLayout(self.gridLayout_3, 1, 0, 1, 1)
self.pushButton_3 = QtWidgets.QPushButton(self.layoutWidget1)
self.pushButton_3.setObjectName("pushButton_3")
self.gridLayout_4.addWidget(self.pushButton_3, 2, 0, 1, 1)
self.gridLayout_10.addLayout(self.gridLayout_4, 0, 1, 1, 1)
self.gridLayout_12.addLayout(self.gridLayout_10, 1, 0, 1, 1)
self.gridLayout_13.addWidget(self.splitter, 1, 0, 1, 1)
67
self.horizontalLayout = QtWidgets.QHBoxLayout()
self.horizontalLayout.setObjectName("horizontalLayout")
self.pushButton = QtWidgets.QPushButton(self.centralwidget)
self.pushButton.setObjectName("pushButton")
self.horizontalLayout.addWidget(self.pushButton)
spacerItem4 = QtWidgets.QSpacerItem(40, 20,
QtWidgets.QSizePolicy.Expanding, QtWidgets.QSizePolicy.Minimum)
self.horizontalLayout.addItem(spacerItem4)
self.gridLayout_13.addLayout(self.horizontalLayout, 2, 0, 1, 1)
self.verticalLayout_2.addLayout(self.gridLayout_13)
spacerItem5 = QtWidgets.QSpacerItem(20, 10,
QtWidgets.QSizePolicy.Minimum, QtWidgets.QSizePolicy.Fixed)
self.verticalLayout_2.addItem(spacerItem5)
self.horizontalLayout_2.addLayout(self.verticalLayout_2)
spacerItem6 = QtWidgets.QSpacerItem(20, 20,
QtWidgets.QSizePolicy.Fixed, QtWidgets.QSizePolicy.Minimum)
self.horizontalLayout_2.addItem(spacerItem6)
MainWindow.setCentralWidget(self.centralwidget)
self.menubar = QtWidgets.QMenuBar(MainWindow)
self.menubar.setGeometry(QtCore.QRect(0, 0, 800, 21))
self.menubar.setObjectName("menubar")
MainWindow.setMenuBar(self.menubar)
self.statusbar = QtWidgets.QStatusBar(MainWindow)
self.statusbar.setObjectName("statusbar")
MainWindow.setStatusBar(self.statusbar)
self.retranslateUi(MainWindow)
QtCore.QMetaObject.connectSlotsByName(MainWindow)
def retranslateUi(self, MainWindow):
_translate = QtCore.QCoreApplication.translate
68
MainWindow.setWindowTitle(_translate("MainWindow", "MainWindow"))
self.label.setText(_translate("MainWindow", "Penentuan Nilai Intensitas"))
self.label_10.setText(_translate("MainWindow", "Original Image"))
self.label_5.setText(_translate("MainWindow", "Foreground"))
self.label_4.setText(_translate("MainWindow", "Intensitas Akhir :"))
self.nilaipixel.setText(_translate("MainWindow", "0"))
self.pushButton_2.setText(_translate("MainWindow", "Crop Foreground"))
self.label_9.setText(_translate("MainWindow", "Background"))
self.label_7.setText(_translate("MainWindow", "Intensitas Awal :"))
self.label_8.setText(_translate("MainWindow", "0"))
self.pushButton_3.setText(_translate("MainWindow", "Crop Background"))
self.pushButton.setText(_translate("MainWindow", "Load Image"))
if __name__ == "__main__":
import sys
app = QtWidgets.QApplication(sys.argv)
MainWindow = QtWidgets.QMainWindow()
ui = Ui_MainWindow()
ui.setupUi(MainWindow)
MainWindow.show()
sys.exit(app.exec_())
69
Lampiran 3 Perhitungan Nilai HVL
1. Tegangan 40 kV
Nilai μ step ke-0
�݅ ���
�t
��݅�݅
�t ���
�th
�tht � 耀��tᦙtR
Nilai μ step ke-1
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
�th
httah � tah�thlh�t�
Nilai μ step ke-2
�݅ ���
�t
��݅�݅
�䉀 ���
�th
lh�
� ta�h�hhtth
Nilai μ step ke-3
�݅ ���
�t
��݅�݅
�t ���
�th
h��ah
� tath�䉀h��th
Nilai μ step ke-4
70
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
�th
ht䉀
� tatht�lhlh䉀
Nilai μ step ke-5
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
�th
�t䉀ah
� tathh�t�t��
Nilai μ step ke-6
�݅ ���
�t
��݅�݅
�l ���
�th
��t
� tat�t�l䉀hl�
Nilai μ step ke-7
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
�th
�ttah
� ta䉀hhhtht��
Nilai μ step ke-8
�݅ ���
�t
��݅�݅
71
�h ���
�th
�t�
� ta䉀��䉀ht䉀䉀�
Nilai μ step ke-9
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
�th
�t�ah
� ta䉀���l䉀�䉀�
Nilai HVL pada tegangan 40 kV
�� ��� � �䉀 � �t � �� � �h � �l � �h � �h � ��
�
�� �ta�hth䉀ht䉀
�� tatht���䉀䉀�
tt�� ���� ����䉀���
�tal�t
tatht���䉀䉀�� �a�l�䉀�
2. Tegangan 50 kV
Nilai μ step ke-0
�݅ ���
�t
��݅�݅
�t ���
�ht
�htt � 耀��tᦙtR
Nilai μ step ke-1
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
�ht
��ttah � tal䉀ttt�hhh
72
Nilai μ step ke-2
�݅ ���
�t
��݅�݅
�䉀 ���
�ht
�h�
� ta�䉀hllhh�h
Nilai μ step ke-3
�݅ ���
�t
��݅�݅
�t ���
�ht
�t�ah � tat�thht��l
Nilai μ step ke-4
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
�ht
hh䉀
� ta䉀ht��䉀t��
Nilai μ step ke-5
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
�ht
ht䉀ah
� tatt�hhlt䉀�
Nilai μ step ke-6
�݅ ���
�t
��݅�݅
73
�l ���
�ht
l�t
� ta䉀ht��h�t�
Nilai μ step ke-7
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
�ht
lttah
� ta䉀�hhhhtth
Nilai μ step ke-8
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
�ht
l䉀� � ta䉀䉀thhh䉀䉀h
Nilai μ step ke-9
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
�ht
l��ah
� ta�����l�h�
Nilai HVL pada tegangan 50 kV
�� ��� � �䉀 � �t � �� � �h � �l � �h � �h � ��
�
�� �䉀a�䉀h�htt�h
�� tat䉀httttt�
tt�� ���� ����䉀���
�tal�t
tat䉀httttt�� 䉀a�tth�
3. Tegangan 60 kV
74
Nilai μ step ke-0
�݅ ���
�t
��݅�݅
�t ���
�hl
�hlt
� 耀��tᦙtR
Nilai μ step ke-1
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
�hl
��ltah
� ta�h�䉀ht�t�
Nilai μ step ke-2
�݅ ���
�t
��݅�݅
�䉀 ���
�hl
�tt�
� tathh䉀�䉀䉀䉀t
Nilai μ step ke-3
�݅ ���
�t
��݅�݅
�t ���
�hl
�䉀��ah
� ta䉀htt�tth䉀
Nilai μ step ke-4
�݅ ���
�t
��݅�݅
75
�� ���
�hl
��l䉀
� ta䉀tlthh䉀��
Nilai μ step ke-5
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
�hl
��䉀ah
� ta䉀h䉀䉀hth䉀�
Nilai μ step ke-6
�݅ ���
�t
��݅�݅
�l ���
�hl
�tt
� ta䉀���h�tt�
Nilai μ step ke-7
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
�hl
h�tah
� ta䉀�tlt䉀���
Nilai μ step ke-8
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
�hl
h��
� ta�hh�t䉀�lh
76
Nilai μ step ke-9
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
�hl
hh�ah
� ta�llt�ttt䉀
Nilai HVL pada tegangan 60 kV
�� ��� � �䉀 � �t � �� � �h � �l � �h � �h � ��
�
�� �䉀a�th�䉀�th䉀
�� ta䉀lh�hhhhh
tt�� ���� ����䉀���
�tal�t
ta䉀lh�hhhhh� 䉀ah��l
4. Tegangan 70 kV
Nilai μ step ke-0
�݅ ���
�t
��݅�݅
�t ���
䉀�l
䉀�lt
� 耀��tᦙtR
Nilai μ step ke-1
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
䉀�l
�hhtah
� tat�h䉀hhth
Nilai μ step ke-2
77
�݅ ���
�t
��݅�݅
�䉀 ���
䉀�l
�h��
� tattlth�䉀th
Nilai μ step ke-3
�݅ ���
�t
��݅�݅
�t ���
䉀�l
��h�ah � ta䉀hlhlthh�
Nilai μ step ke-4
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
䉀�l
�th䉀
� ta䉀htt�th�䉀
Nilai μ step ke-5
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
䉀�l
�䉀l䉀ah
� ta䉀�hh�hl
Nilai μ step ke-6
�݅ ���
�t
��݅�݅
78
�l ���
䉀�l
�ttt
� ta䉀hlht䉀h��
Nilai μ step ke-7
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
䉀�l
�htah
� ta䉀䉀hhtthh�
Nilai μ step ke-8
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
䉀�l
�l�
� ta䉀t䉀ht䉀hh�
Nilai μ step ke-9
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
䉀�l
�h�ah
� ta�h䉀httlh
Nilai HVL pada tegangan 70 kV
�� ��� � �䉀 � �t � �� � �h � �l � �h � �h � ��
�
�� �䉀a䉀�hhtht�h
� � ta䉀hh䉀h�h��
79
tt�� ���� ����䉀���
�tal�t
ta䉀hh䉀h�h��� 䉀ah�h䉀䉀
5. Tegangan 80 kV
Nilai μ step ke-0
�݅ ���
�t
��݅�݅
�t ���
䉀t�
䉀t�t
� 耀��tᦙtR
Nilai μ step ke-1
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
䉀t�
䉀thtah
� ta䉀�h䉀t�l��
Nilai μ step ke-2
�݅ ���
�t
��݅�݅
�䉀 ���
䉀t�
�hh�
� ta䉀hththhlh
Nilai μ step ke-3
�݅ ���
�t
��݅�݅
�t ���
䉀t�
�ll�ah
� ta䉀䉀hhhhhhh
Nilai μ step ke-4
80
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
䉀t�
�h�䉀
� ta䉀t��h�䉀hl
Nilai μ step ke-5
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
䉀t�
�th䉀ah
� ta䉀���tlthl
Nilai μ step ke-6
�݅ ���
�t
��݅�݅
�l ���
䉀t�
�䉀tt
� ta䉀䉀䉀lt�h��
Nilai μ step ke-7
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
䉀t�
���tah
� ta䉀�ttht��h
Nilai μ step ke-8
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
䉀t�
��t�
� ta�hhh�t�hh
81
Nilai μ step ke-9
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
䉀t�
�t��ah
� ta�l�hh�ht
Nilai HVL pada tegangan 80 kV
�� ��� � �䉀 � �t � �� � �h � �l � �h � �h � ��
�
�� ��a�lh�䉀lth䉀
�� ta䉀�ht�hth䉀
tt�� ���� ����䉀���
�tal�t
ta䉀�ht�hth䉀� ta�h�h䉀
6. Tegangan 90 kV
Nilai μ step ke-0
�݅ ���
�t
��݅�݅
�t ���
䉀h䉀
䉀h䉀t
� 耀��tᦙtR
Nilai μ step ke-1
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
䉀h䉀
䉀t�tah � ta�th�t�th�
Nilai μ step ke-2
82
�݅ ���
�t
��݅�݅
�䉀 ���
䉀h䉀
䉀tt�
� ta䉀�l䉀䉀t�th
Nilai μ step ke-3
�݅ ���
�t
��݅�݅
�t ���
䉀h䉀
�hh�ah
� ta䉀t�hltl��
Nilai μ step ke-4
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
䉀h䉀
�h�䉀
� ta䉀tt䉀l䉀��t
Nilai μ step ke-5
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
䉀h䉀
���䉀ah
� ta䉀t䉀䉀lhlh�
Nilai μ step ke-6
�݅ ���
�t
��݅�݅
83
�l ���
䉀h䉀
�ttt
� ta䉀䉀tlt�h�l
Nilai μ step ke-7
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
䉀h䉀
���tah
� ta䉀��thtt䉀h
Nilai μ step ke-8
�݅ ���
�t
��݅�݅
�h ���
䉀h䉀
��h�
� ta�h�lhl��l
Nilai μ step ke-9
�݅ ���
�t
��݅�݅
�� ���
䉀h䉀
��h�ah � ta�htht���h
Nilai HVL pada tegangan 90 kV
�� ��� � �䉀 � �t � �� � �h � �l � �h � �h � ��
�
�� ��ah��lt�h䉀l
�� ta䉀t�䉀�tt��
tt�� ���� ����䉀���
�tal�t
ta䉀t�䉀�tt��� ta��t�h
84
Lampiran 4 SK Dosen Pembimbing
85
Lampiran 5 SK Dosen Penguji