penentuan waktu optimum aktivitas enzim …digilib.unila.ac.id/25096/2/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENENTUAN WAKTU OPTIMUM AKTIVITAS ENZIM KITINASE DANKITIN DEASETILASE DARI ISOLAT Mucor miehei DALAM
DEGRADASI KITIN
(Skripsi)
Oleh
J. JULIANSER NICHO
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2016
ABSTRACT
DETERMINATION OPTIMUM TIME OF CHITINASE AND CHITINDEACETYLASE ENZYME FROM Mucor miehei ISOLATE IN
DEGRADING CHITIN
By
J. Julianser Nicho
This research was conducted to measure the amount of glucosamine product onthe working of chitinase and chitin deacetylase enzyme which is produced byMucor miehei. Degradation from chitin to glucosamine by 2 enzymes occurthrough fermentation reaction. Fermentation process was observed at 1, 2, 3, 4, 8,12 and 24 hours. The highest amount of glucosamine product as freeze-dryfraction was obtained for 82,2% at 2 hours incubation time. The glucosaminelevel from fermentation yield was determined with spectrophotometry UV-Vismethod. The results of the analysis in spectrophotometry UV-Vis were showedthat the highest glucosamine level was obtained for 0,01667% at 3 hoursincubation time.
Key words : Mucor miehei, spectrophotometer UV-Vis, Chitin, Glucosamine,Chitinase, Chitin Deacetylase
ABSTRAK
PENENTUAN WAKTU OPTIMUM AKTIVITAS ENZIM KITINASE DANKITIN DEASETILASE DARI ISOLAT Mucor Miehei DALAM
DEGRADASI KITIN
Oleh
J. Julianser Nicho
Penelitian ini dilakukan untuk melihat jumlah produk glukosamin dari kerja enzimkitinase dan kitin deasetilase yang dihasilkan Mucor miehei. Degradasi kitinmenjadi glukosamin oleh 2 enzim tersebut berlangsung melalui reaksi fermentasi.Proses fermentasi diamati 1, 2, 3, 4, 8, 12 dan 24 jam. Jumlah produk glukosaminhasil fermentasi tertinggi dari fraksi freeze-dry didapatkan pada waktu inkubasi 2jam sebesar 82,2%. Kadar glukosamin dari hasil fermentasi ditentukan denganmetode spektrofotometri UV-Vis. Hasil analisis secara spektrofotometri UV-Vismenunjukkan bahwa kadar glukosamin tertinggi didapatkan pada waktu inkubasi3 jam sebesar 0,01667%.
Kata kunci : Mucor miehei, spektrofotometer UV-Vis, Kitin, Glukosamin,Kitinase, Kitin Deasetilase
PENENTUAN WAKTU OPTIMUM AKTIVITAS ENZIM KITINASE DAN
KITIN DEASETILASE DARI ISOLAT Mucor miehei DALAM
DEGRADASI KITIN
Oleh
J. JULIANSER NICHO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA SAINS
pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, pada tanggal 1 Juli
1993, yang merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara dari Bapak Rolly P. dan Ibu Ayen.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD
Immanuel Bandar Lampung pada tahun 2005,
pendidikan tingkat menengah di SMP Immanuel
Bandar Lampung pada tahun 2008 dan penulis melanjutkan pendidikan tingkat
atas di SMA Immanuel Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2011. Pada tahun
yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa jurusan kimia FMIPA Universitas
Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) tertulis.
Selama menjadi mahasiwa, penulis mendapatkan beasiswa PPA dari tahun 2013-
2015. Aktivitas organisasi penulis dimulai dari menjadi Kader Muda HIMAKI
(Himpunan Mahasiswa Kimia) tahun 2011-2012. Penulis juga pernah menjadi
anggota Bidang Sains dan Penalaran Ilmu Kimia (SPIK) tahun 2012-2013 dan
anggota Biro Penerbitan HIMAKI FMIPA UNILA pada tahun 2013-2014. Selain
itu, penulis juga pernah menjadi asisten pratikum sains dasar jurusan matematika
pada tahun 2014 dan pada tahun 2015 menjadi asisten praktikum kimia dalam
kehidupan jurusan kimia, asisten praktikum biokimia jurusan biologi, asisten
praktikum kimia dasar teknik geofisika dan asisten sains dasar jurusan ilmu
komputer. Penulis pernah melalukan kerja praktik yang berjudul “Isolasi Kitin
dari Kulit Udang dan Peremajaan Mucor miehei” di UPT. Laboratrium
Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung.
MOTTO
“janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang,sebab Aku ini Allahmu; aku akan meneguhkan, bahkan akanmenolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangankanan-Ku yang membawa kemenangan.” (Yesaya 41:10)
“Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamuminta dan doakan, percayalah bahwa kamu telahmenerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.”
(Markus 11:24)
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Kumengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damaisejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikankepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yeremia 29:11)
“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Iayang memelihara kamu.” (1 Petrus 5:7)
“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang
dikehendaki Allah di dalam Yesus Kristus bagi kamu.”
(1 Tesalonika 5:18)
Kupersembahkan karyaku ini sebagai tanda rasa cinta-kasih, bakti dan tanggung jawabku
Kepada
TUHAN YESUS KRISTUS atas segala berkat, kebaikan, kasih, anugrah dan semuanya yang
telah Engkau berikan kepadaku sampai terselesaikan karya ini
PAPA DAN MAMA yang terus memberi semangat dan motivasi untuk menyelesaikan
karya ini serta kesabaran sampai karya ini terselesaikan
ADIK-ADIKKU atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan untuk menyelesaikan karya
ini
SAHABAT-SAHABAT TERBAIKKU DAN TEMAN-TEMAN yang selalu membantu, berbagi
kebersamaan serta keceriaan
Serta
ALMAMATER TERCINTA
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih
karunia, kesanggupan dan berkat-Nya yang telah diberikan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan Waktu Optimum Aktivitas
Enzim Kitinase dan Kitin Deasetilase dari Isolat Mucor miehei dalam
Degradasi Kitin”. Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Lampung.
Dalam pelaksanaan dan penyelesaian ini tidak terlepas dari adanya kesulitan dan
rintangan, tetapi semua dapat terlewati karena penyertaan Tuhan Yesus Kristus
serta bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Ibu Dra. Aspita Laila, M.S., selaku pembimbing utama yang telah
membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberikan banyak ilmu
pengetahuan dan arahan sampai terselesaikannya penulisan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. John Hendri, M.S., selaku pembimbing kedua yang telah
membimbing penulis dengan sabar, memberikan waktu, banyak ilmu
pengetahuan, saran, dukungan dan nasehat hingga penulis menyelesaikan
skripsi ini.
3. Bapak Mulyono, Ph.D., selaku pembahas yang telah memberikan kritik dan
saran demi terselesainya skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Sutopo Hadi, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik atas
bimbingan dan dukungannya selama ini kepada penulis.
5. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku ketua jurusan kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
6. Bapak Prof. Warsito, S.Si., DEA, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
7. Bapak Andi Setiawan, Ph.D., Selaku dosen yang telah membantu dan
membimbing penulis.
8. Kedua orang tuaku, Rolly P. dan Ayen untuk setiap motivasi, dukungan,
semangat, nasihat dan doa yang terus diberikan kepada penulis serta dana
selama penulis menyelesaikan studi.
9. Bapak Ir. Yohanes C. Ginting, M.P. dan Ibu Suyati atas semua bantuan secara
materi dan moril kepada penulis selama ini.
10. Sahabat baik, Ivan H. Aritonang, S.Si., yang telah banyak membantu penulis
dalam berbagai hal serta kebersamaan, motivasi, dukungan sampai penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini, selalu sukses dan terus maju, God Bless You.
11. Sahabat-sahabat dekat grup diskusi, kak Yuridhani Rahman, S.H., Devi
Kathina Rani, S.Kom., Yusuf, S.E., Christin Dian P. (CDP), Dimas A. Y.
Pratama dan Ananda atas kebersamaan yang sudah terjalin sampai sekarang,
canda, tawa, keceriaan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
12. Jelita Purnamasari S., S.Si. dan kak Juliana Mariana, S.E. atas kebersamaan,
dukungan, semangat dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.
13. Teman-teman dekat sehobi, Ari A., Asyiva A., Yosie Aulianissa, Husna
Nabila Z., Fendy H., Gunawan W., Hershintayati P., Fenda, Rega R., Divka
Ayu D., Erica, Yulius atas kebersamaan, keceriaan dan dukungan kepada
penulis.
14. Sahabat-Sahabat dekat, ko Henry T., Onny (Oni-chan), Isyraf Almar, A.Md.
atas kebersamaan, keceriaan, dukungan sampai sekarang kepada penulis
hingga skripsi ini selesai.
15. Kakak tingkatku, cece Chintia Yolanda, S.Si. dan kak Nur Robiah S.Si. atas
bimbingan, arahan, dukungan, motivasi dan kebersamaan yang sudah terjalin
serta kak Putri Amalia, M.Si. yang telah memberikan bantuan sampai skripsi
ini dapat diselesaikan.
16. Anggota Peer Group Biokimia, Febri Windi Asmoro, S.Si., partner yang
sabar dan banyak memberi bantuan kepada penulis. Peer Group Biokimia
2012, Erlita Aisyah, S.Si., Maria Ulfa, S.Si., Ruwaidah Muliana, S.Si., adik-
adik yang telah banyak membantu, memberi dukungan, motivasi kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Ajeng A. Miranti, S.Si., Ayu
Berliana, S.Si., Azies N. Dwiyansyah, Aprilia Isma Denila, S.Si., Ana
Febrianti Wulandari, S.Si. dan Uswatun Hasanah, S.Si. yang memberikan
bantuan dan dukungan kepada penulis.
17. Teman-teman Laboratorium Biopolimer, kak Raffel Stevano, M.Si., pak Iip
Sugiharta, M.Si., Ramos Vicher, S.Si., Sofian Sumilat Rizki, S.Si., Arya
Rifansyah, S.Si., Edi Suryadi, S.Si. dan Suwarda Dua Imatu Dela, S.Si. atas
dukungan, motivasi dan kebersamaan yang sudah terjalin selama ini.
18. Teman-teman POM MIPA, bang Aventus Pande Samosir, bang Nando P.
Siagian, S.Si., bang Berry Sinaga, S.Si., kak Riri Napitupulu S.Si., serta adik-
adik POM MIPA atas dukungan, semangat dan kebersamaan yang telah
terjalin selama ini
19. Teman-teman Cheven (Chemistry Eleven), Ajeng Ayu Miranti, S.Si., Ana
Febrianti Wulandari, S.Si., Anggino Saputra, S.Si., Aprilia Isma Denila, S.Si.,
Ari Susanto, Arik Irawan, Asti Nurul Aini, S.Si., Ayu Berliana, S.Si., Ayu
Fitriani, S.Si., Azies Nur Dwiyansyah, Cindy Moyna Clara L.A., S.Si.,
Daniar Febriliani P., S.Si., Dewi Karlina, S.Si., Dia Tamara, S.Si., Endah
Pratiwi, S.Si., Eva Dewi Noviyanthi Sirait, S.Si., Fatimah Milasari, S.Si.,
Fatma Maharani, S.Si., Febri Windi Asmoro, S.Si., Frederica Giofany T.S.,
S.Si., Irkham Bariklana, Ivan Halomoan, S.Si., Jelita Purnamasari
Saroinsong, S.Si., Jelita Siahaan, S.Si., Junaidi Permana, S.Si., Lewi Puji
Lestari Meratandani, S.Si., Lusi Meliyana S.Si., Mardian Bagus Saputra,
S.Si., Mega Suci Hanifa Putri, S.Si., Melli Novita Windiyani, S.Si., Melly
Antika, S.Si., Miftahur Rahman, S.Si., Mirfat Salim Abdat, S.Si., M. Andri
Nosya, S.Si., M. Yusry Ahmadhani, Nico Mei Chandra, S.Si., Nira Dwi
Puspita, S.Si., Nopitasari, S.Si., Pandegani Paratmadja, Ramos Vicher, S.Si.,
Ridho Nahrowi, S.Si., Rina Wijayanti, S.Si., Rio Febriansyah, Rio
Wicaksono, S.Si., Sanjaya Yudha Gautama, S.Si., Umi Fadilah, S.Si.,
Uswatun Hasanah, S.Si., Vevi Aristiani, S.Si., Wagiran, S.Si., Yulia Ningsih
S.Si., Yunia Hartina, S.Si. atas kebersamaan dan persaudaraan yang terjalin
selama menempuh studi di Universitas Lampung.
20. Teman-teman KKN di Desa Aji Jaya, Mesuji atas kebersamaannya selama 39
hari.
21. Keluarga GKPB MDC Bandar Lampung khususnya Kesan Citra Garden
(Kesan Teluk) atas kebersamaan, doa, semangat dan motivasi yang telah
diberikan kepada penulis.
22. Seluruh staf jurusan kimia yang telah membantu penulis.
23. Seluruh staf GSG pahoman yang telah membantu penulis.
24. Keluarga besar kimia angkatan 2008, 2009, 2010, 2012, 2013, 2014 dan
2015.
25. Seluruh pihak yang telah membantu penulis sampai terselesaikannya skripsi
ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga Tuhan selalu memberikan yang terbaik dan membalas segala kebaikan
yang telah diberikan kepada penulis. Mohon maaf jika masih terdapat kekurangan
dalam penulisan skripsi ini. Tetapi, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat
bagi penulis secara pribadi dan orang lain yang membaca.
Bandar lampung, November 2016
Penulis
J. Julianser Nicho
DAFTAR ISI
HalamanLEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
DAFTAR TABEL .................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... v
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang............................................................................ 1B. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4C. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKAA. Kitin dan Kitosan ....................................................................... 5B. Glukosamin ................................................................................ 8C. Enzim .......................................................................................... 9D. Enzim Kitinase.......................................................................... 13
1. Sumber Kitinase ............................................................... 142. Klasifikasi Kitinase .......................................................... 163. Aplikasi Kitinase .............................................................. 19
E. Enzim Kitin Deasetilase ............................................................ 19F. Jamur Mucor miehei .................................................................. 22G. Fermentasi................................................................................. 23
1. Pengertian Fermentasi ...................................................... 232. Klasifikasi Fermentasi...................................................... 243. Fermentasi Sistem Batch .................................................. 27
H. Fourier Transformed Infra Red (FTIR).................................... 28I. Spektrofotometer UV-Vis .......................................................... 31
III. METODOLOGI PENELITIANA. Waktu dan Tempat ................................................................... 37B. Alat dan Bahan ......................................................................... 37C. Prosedur Penelitian .................................................................. 38
1. Pembuatan Kitin............................................................... 38a) Preparasi Sampel.................................................... 38
iii
b) Deproteinasi ........................................................... 38c) Demineralisasi........................................................ 39
2. Karakterisasi Kitin dengan FTIR ..................................... 393. Persiapan Isolat Mucor miehei ......................................... 40
a) Pembuatan Potato Extract ..................................... 40b) Media PDA (Potato Dextrose Agar) dan
Pertumbuhan Mucor miehei pada Media PDA ...... 40c) Media PDL (Potato Dextrose Liquid) dan
Pertumbuhan Mucor miehei pada Media PDL....... 404. Larutan Buffer Sitrat pH 4................................................ 415. Pembuatan Media Inokulum Mucor miehei ..................... 416. Fermentasi Cair Tertutup (Batch) .................................... 427. Analisis Glukosamin dengan Spektrofotometer UV-Vis . 43
a) Pembuatan Blanko ................................................. 43b) Pembuatan Standar Glukosamin ............................ 43c) Pembuatan Kurva Standar Glukosamin ................. 44d) Pembuatan Sampel Glukosamin ............................ 44e) Analisis Kadar Glukosamin ................................... 44
IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Pembuatan Kitin ....................................................................... 46
1. Deproteinasi ..................................................................... 462. Demineralisasi .................................................................. 47
B. Karakterisasi Kitin dengan FTIR .............................................. 49C. Fermentasi Kitin dengan Mucor miehei.................................... 51D. Analisis Glukosamin dengan Spektrofotometer UV-Vis ......... 56
V. SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan ................................................................................... 62B. Saran.......................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 63
LAMPIRAN........................................................................................... 71
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Perbedaan Fermentasi Solid-state dan Fermentasi Submerged ....... 27
2. Frekuensi Inframerah pada Beberapa Jenis Ikatan .......................... 30
3. Hasil Fermentasi .............................................................................. 73
4. Absorbansi Larutan Glukosamin Standar ........................................ 74
5. Absorbansi Larutan Glukosamin Hasil Fermentasi ......................... 74
6. Konsentrasi Terukur Glukosamin Hasil Fermentasi........................ 75
7. Jumlah Bobot Glukosamin Hasil Fermentasi................................... 76
8. Persentase Kadar Glukosamin Hasil Fermentasi ............................. 77
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman1. Struktur Kitin ..................................................................................... 5
2. Struktur Kitosan ................................................................................. 7
3. Struktur Glukosamin.......................................................................... 8
4. Reaksi Kitin dengan Enzim Eksokitinase ....................................... 16
5. Reaksi Kitin dengan Enzim Endokitinase........................................ 17
6. Reaksi Diasetilkitobiose, Kitotriose, Kitotetraose dengan Enzimβ-1,4-N-asetilglukosamidase ........................................................... 17
7. Jamur Mucor miehei ........................................................................ 23
8. Alat Spektrofotometer UV-Vis ........................................................ 32
9. Skema Alat Spektrofotometer UV-Vis ............................................ 33
10. Filtrat Hasil Deproteinasi ................................................................. 47
11. Filtrat Hasil Demineralisasi ............................................................. 48
12. Kitin Hasil Isolasi ............................................................................ 49
13. Spektrum IR Kitin Hasil Isolasi ....................................................... 50
14. Spektrum IR Kitin Standar............................................................... 51
15. Grafik Hasil Fermentasi (Berat Glukosamin vs Waktu Inkubasi) ... 53
16. Glukosamin Hasil Fermentasi .......................................................... 55
17. Reaksi antara Glukosamin dengan Ninhidrin .................................. 56
18. Kurva Standar Glukosamin.............................................................. 58
vi
19. Grafik Kadar Glukosamin Berbanding Waktu Inkubasi.................. 59
20. Kurva Pertumbuhan Fungi ............................................................... 60
21. Isolat Mucor miehei dengan Media PDA......................................... 78
22. Isolat Mucor miehei dengan Media PDL ......................................... 78
23. Media Inokulum Mucor miehei ....................................................... 78
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Polimer sudah menarik banyak perhatian dikarenakan berbagai manfaatnya
yang membantu kehidupan manusia, contohnya plastik yang digunakan sebagai
plastik kemasan. Plastik termasuk jenis polimer sintentik. Selain itu, terdapat
juga jenis polimer berasal dari alam yang mempunyai banyak fungsi. Contoh
polimer alam yang saat ini sudah banyak diteliti adalah kitin.
Kitin banyak ditemukan pada kulit dari udang, cumi-cumi, kepiting dan
golongan crustaceae lainnya. Udang memiliki kandungan kitin yang cukup
tinggi pada kulitnya sekitar 25-30% (Kurniasih dan Dwiasi, 2007). Di
Indonesia, limbah kulit udang sangat berlimpah dan menimbulkan dampak
negatif seperti pencemaran lingkungan. Limbah kulit udang ini mencemari
banyak perairan yang menyebabkan biota air mati. Pemanfaatan limbah yang
kurang baik mengakibatkan pencemaran yang berkepanjangan. Masyarakat
hanya memanfaatkan sebagian kecil limbah kulit udang sebagai penambah cita
rasa pada kerupuk dan terasi. Hal ini perlu penanganan lebih serius untuk
mengurangi dampak tersebut dengan cara mengonversi kulit udang menjadi
kitin dan turunannya (Arif dkk., 2013).
2
Kitin merupakan polisakarida yang terbuat dari unit N-asetil-D-glukosamin dan
dihubungkan oleh ikatan β-1,4 dan biopolimer yang paling berlimpah di bumi
setelah selulosa (Uno et al., 2012). Kitin dapat didegradasi menjadi produk
turunannya seperti kitosan dan glukosamin yang diketahui bahwa glukosamin
memiliki fungsi untuk mencegah pergeseran struktur tulang persendian pada
manusia yang terkena penyakit osteoarthritis (Sitanggang et al., 2012).
Degradasi kitin dapat dilakukan dengan dua metode yaitu secara konvensional
menggunakan zat kimia atau juga dapat dilakukan secara enzimatik. Metode
secara enzimatik lebih sering digunakan karena lebih ramah lingkungan
dibandingkan dengan metode konvensional. Enzim yang digunakan untuk
mendegradasi kitin adalah enzim kitinase dan enzim kitin deasetilase.
Enzim kitinase adalah enzim yang mampu menghidrolisis polimer linier kitin
yang terdiri atas N-asetilglukosamin dengan ikatan β-1,4 (Arakane dan
Muthukrishnan, 2010). Enzim ini termasuk kelompok enzim hidrolase yang
secara langsung dapat mendegradasi kitin menjadi produk yang berat
molekulnya rendah (Noviendri dkk., 2008). Sedangkan enzim kitin deasetilase
adalah enzim yang dapat mendeasetilasi homopolimer N-asetilglukosamin
dengan ikatan β-1,4 membentuk kitosan yang termasuk polimer dari residu D-
glukosamin ikatan β-1,4 (Dixit et al., 2008). Kedua enzim ini memiliki
aktivitas kitinolitik yang mampu mengonversi kitin menjadi produk
turunannya. Kombinasi dari enzim kitinase dan kitin deasetilase mampu
menghasilkan glukosamin sebagai produk. Enzim-enzim ini dapat ditemukan
pada berbagai sumber seperti bakteri, ragi, tanaman, fungi, dan lain-lain
3
(Bhattacharya et al., 2007). Pada penelitian ini, sumber yang digunakan untuk
menghasilkan enzim kitinase dan enzim kitin deasetilase yaitu fungi.
Fungi yang digunakan termasuk ke dalam ordo Mucorales dengan genus
Mucor. Diketahui bahwa spesies Mucor memiliki sistem enzim kitinolitik yang
dapat membantu hidrolisis kitin seperti enzim kitinase (Inokuma et al., 2013).
Mucor banyak tumbuh di tanah dan serasah tumbuhan secara saprotrop dan
berkembang biak secara aseksual. Spesies Mucor miehei mampu menghasilkan
enzim yang dapat mendegradasi kitin sehingga terbentuk produk turunannya
yaitu glukosamin (Hendri, 2013). Win dan Stevens (2001) melaporkan bahwa
enzim dari spesies Mucor rouxii tidak efektif dalam mendeasetilasi kitin
menjadi produk turunannya sehingga pada penelitian ini digunakan Mucor
miehei untuk membentuk produk turunan kitin dengan kondisi yang sudah
diatur.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yolanda (2014), yaitu
penetapan inkubasi optimum degradasi kitin secara enzimatik oleh Mucor
miehei dengan metode ultraviolet-visible spectrophotometry didapat
glukosamin dengan rendemen 90% sejak 24 jam waktu fermentasi selama 7
hari dengan kemurnian 97% yang diukur pada hari keempat. Hal ini
menunjukkan rendemen dan kemurnian yang didapatkan cukup baik dalam
waktu yang singkat tetapi perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat hasil yang
diperoleh jika waktu lebih diperpendek.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menentukan waktu optimum
aktivitas enzim kitinase dan enzim kitin deasetilase dalam mendegradasi kitin
4
dengan waktu fermentasi setiap 1, 2, 3, 4, 8, 12, dan 24 jam. Perlakuan ini
dicoba untuk mengetahui waktu kinerja enzim yang optimum serta rendemen
dan kemurnian glukosamin yang dihasilkan. Selanjutnya, kadar glukosamin
hasil fermentasi dan rendemennya akan dianalisis menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah
1. Mempelajari aktivitas enzim kitinase dan kitin deasetilase dari Mucor
miehei dalam mendegradasi kitin dengan waktu setiap 1, 2, 3, 4, 8, 12, dan
24 jam fermentasi.
2. Mengetahui jumlah glukosamin dan kemurnian yang terbentuk dalam
waktu setiap 1, 2, 3, 4, 8, 12, dan 24 jam fermentasi menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang waktu aktivitas
enzim kitinase dan kitin deasetilase dari Mucor miehei yang efektif dalam
mendegradasi kitin dengan waktu 1, 2, 3, 4, 8, 12 dan 24 jam fermentasi dan
kadar glukosamin yang diperoleh dari substrat kitin dengan waktu fermentasi
yang singkat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kitin dan Kitosan
Nama kitin diturunkan dari bahasa yunani dari kata ‘chiton’ yang artinya coat
of mail, dan untuk pertama kalinya digunakan secara nyata oleh Bradconnot
tahun 1881. Kitin termasuk biopolimer yang paling berlimpah di bumi setelah
selulosa dan glikan dengan ikatan β(1-4), dan tersusun atas 2-asetamida-2-
deoksi-β-D-glukosa atau yang sering disebut N-asetilglukosamin (Shahidi et
al., 1999). Berikut struktur dari kitin pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kitin (Nelson et al., 2004)
Kitin yang merupakan komponen utama terbesar dalam cangkang udang,
kepiting, tulang muda cumi-cumi, dan kulit terluar dari serangga, juga terjadi
sebagai komponen struktural yang berbentuk kristalin mikrofibril dalam rangka
luar dari arthropoda atau dinding sel fungi dan ragi. Kitin juga diekstraksi dari
6
sejumlah makhluk hidup yang lain pada tanaman kelas bawah dan kingdom
hewan (Abdulkarim et al., 2013).
Sifat fisik kitin adalah berbentuk kristal dengan warna putih, tidak berasa, dan
tidak berbau, sedangkan sifat kimia kitin adalah tidak dapat larut oleh pelarut
alkohol, heksana, aseton serta dalam asam atau basa encer dan pekat,
contohnya HCl, HNO3, H2SO4 tetapi larut dalam asam-asam kuat seperti N,N-
diasetamida dan fluoroalkohol. Kelarutan kitin dipengaruhi oleh berat molekul,
kelengkapan gugus asetil, sumbernya, dan pemakaian metode isolasi (Savitri,
2010; Kurniasih dan Dwiasi, 2007).
Isolasi kitin dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara kimia atau
fermentasi. Secara kimiawi, digunakan larutan NaOH pekat 40-50% pada suhu
115°C. Pada metode fermentasi digunakan mikroba yang dapat menghasilkan
suatu enzim tertentu yang dapat mengubah kitin menjadi turunannya. Isolasi
kitin secara fermentasi disebut metode pengganti metode konvensional yang
menyebabkan masalah lingkungan (Hendri, 2013).
Kitosan adalah senyawa polimer alam yang strukturnya lurus dan disusun oleh
monomer-monomer N-glukosamin dengan jumlah 2000-3000 unit dan
dihubungkan dengan ikatan β-(1,4) glikosidik. Kitosan dapat diperoleh dengan
proses deasetilasi kitin menggunakan larutan NaOH atau KOH (Hendri, 2013).
Struktur kitosan ditunjukkan pada Gambar 2.
7
Gambar 2. Struktur Kitosan
Kitosan dapat diisolasi dengan cara membuat kitin terlebih dahulu lalu
dihilangkan gugus asetil pada kitin menjadi gugus amina menggunakan basa
kuat. Proses deasetilasinya menggunakan larutan NaOH 40-60% dengan suhu
diatas 100°C, Ini disebabkan struktur kitin yang panjang dan ikatan kuat yang
terjadi antara ion nitrogen dan gugus asetil (Pramudita, 2013).
Sifat-sifat kitosan diantaranya tidak larut dalam air, tetapi dapat larut dalam
larutan asam organik seperti asam format, asam asetat, dan asam sitrat
(Mekawati dkk, 2000). Kitosan juga tidak larut dalam basa kuat, asam mineral,
dan beberapa pelarut organik (alkohol, aseton, dimetil formamida, dan dimetil
sulfoksida) (Hendri, 2013). Kitosan dapat larut dalam larutan asam organik
dengan kondisi pH dibawah 6. Rendahnya nilai pH membuat kelarutan kitosan
meningkat. Sebaliknya, meningkatnya nilai pH akan terbentuk polimer yang
tidak larut dan bermuatan netral yang diakibatkan gugus amino kitosan
mengalami deprotonasi (Zhang et al., 2004).
Kitin dan turunannya mempunyai beberapa aplikasi dalam banyak bidang
termasuk biomedikal, makanan, agen pengemulsi, pengolahan limbah air,
biokatalis, agrikultur, tekstil, dan juga industri kertas (Isa et al., 2012).
8
B. Glukosamin
Glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa) adalah monosakarida amino yang
merupakan komponen esensial dari mukopolisakarida dan kitin (Anderson et
al., 2005) serta menjadi prekursor penting untuk beberapa molekul yang akan
dibiosintesis, termasuk glikoprotein, glikolipid, proteoglikan, dan
glukosaminoglikan (mukopolisakarida) (Purnomo dkk, 2012). Berikut struktur
glukosamin ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur Glukosamin
Sumber alami dari glukosamin dapat ditemukan pada limbah dari cangkang
crustaceae seperti udang, kepiting, dan lobster (Sitanggang et al., 2012).
Secara struktural, glukosamin adalah molekul gula amino dengan rumus kimia
C6H13NO5 HCl dan massa molekulnya 215,63 Da. Glukosamin murni
berbentuk kristal putih dengan titik leleh 190-194ºC. Glukosamin sangat
mudah larut dalam air, dengan kelarutan 100 mg/ml pada 20ºC. Glukosamin
dapat diekstraksi dengan berbagai cara yang berbeda-beda, termasuk hidrolisis
secara kimia, proses enzimatik, fermentasi, dan kombinasi beberapa metode-
metode ini (Cahyono dkk, 2014). Sekarang ini pembuatan glukosamin sering
dilakukan dengan cara hidrolisis dan deasetilasi eksoskeleton kerang, kepiting
9
yang kulitnya mengandung kitin dengan menggunakan asam klorida pekat
(Mojarrad et al., 2007). Tetapi, pembuatan glukosamin menggunakan metode
ini memiliki beberapa kekurangan, yaitu kontaminasi logam berat,
menyebabkan alergi, produksi yang bersifat musiman serta faktor yang
menyebabkan penurunan sumber daya laut dunia (Purnomo dkk, 2012). Karena
kelemahan ini, produksi glukosamin dilakukan dengan sistem menggunakan
mikroba, sumber utama untuk produksi alternatif glukosamin adalah bakteri
dan fungi. Bakteri yang digunakan untuk produksi glukosamin adalah E. Coli
(Deng et al., 2005) sedangkan fungi yang digunakan umumnya adalah
Aspergillus, Rhizopus, dan Mucor dengan metode fermentasi (Sitanggang et
al., 2012).
Aplikasi dari glukosamin sangat luas seperti biomedikal, makanan, dan
industri-industri kosmetik. Glukosamin juga telah digunakan untuk mengatasi
gejala-gejala osteoarthritis pada manusia karena glukosamin ada di dalam
tulang rawan sebagai komponen dari glukosaminoglikan dan menunjukkan
efek modifikasi gejala osteoarthritis dengan menormalkan metabolisme tulang
rawan (Liu et al., 2013). Selain itu, glukosamin juga sebagai makromolekul
yang berperan dalam sintesis membran lapisan sel, osteoid, tulang matriks, dan
kolagen dan juga diperlukan untuk membentuk agen perlindungan dan cairan
pelumas (Purnomo dkk, 2012).
C. Enzim
Enzim merupakan katalisator yang termasuk ke dalam golongan protein yang
membantu reaksi-reaksi kimia pada sistem biologis. Katalisator berfungsi
10
untuk mempercepat reaksi kimia. Walaupun dalam reaksi kimia katalisator ini
ikut bereaksi, ia akan kembali ke keadaan awal bila reaksi yang berlangsung
telah selesai (Indah, 2004). Secara biokimia, enzim memiliki peran yang sangat
penting dalam proses aktivitas biologis. Di dalam sel, enzim bertugas sebagai
katalisator dan sifatnya khas. Umumnya, kerja enzim menurunkan energi
aktivasi untuk mempercepat reaksi (Wibisono, 2010). Penamaan untuk enzim
kebanyakan diberi penambahan akhiran –ase pada kata yang menunjukkan
pengubahan senyawa asal oleh enzim atau pada nama jenis reaksi kimia
dimana enzim mengkatalisis reaksi tersebut.
Pengklasifikasian enzim diusulkan oleh The International Union of
Biochemistry pada tahun 1956 beserta nomenklaturnya. Usulan resmi pada
tahun 1961, Penamaan tersebut prinsipnya berdasarkan tipe reaksi yang
dikatalisis dan enzim terbagi menjadi enam golongan utama, yaitu
a. Oksidoreduktase
Enzim oksidoreduktase adalah enzim yang mampu untuk mengkatalisis
reaksi oksidasi atau reduksi suatu bahan. Contoh enzim dari golongan ini
adalah oksidase dan dehidrogenase.
b. Transferase
Enzim transferase adalah enzim yang bekerja dalam reaksi pemindahan
(transfer) suatu gugus atau radikal. Contoh enzim dalam golongan ini adalah
transfosforilase, transaminase, dan lain-lain.
11
c. Hidrolase
Enzim hidrolase adalah enzim yang mengkatalis reaksi hidrolisis suatu
pemecahan substrat yang dibantu dengan molekul air, enzim pada golongan
ini sangat penting pada pengolahan makanan. Contoh enzim dari golongan
ini adalah lipase, glikosidase, selulase, dan lain-lain.
d. Enzim liase
Enzim liase merupakan enzim yang bekerja aktif untuk memecah ikatan C-
C dan C-O dan tidak menggunakan molekul air. Contoh enzim dari
golongan ini adalah enzim dekarboksilase.
e. Isomerase
Enzim isomerase merupakan enzim yang mengkatalisis suatu reaksi dengan
merubah konfigurasi molekul substrat dan menghasilkan produk isomer dari
substrat tersebut atau produk dari perubahan isomer posisinya. Contoh
enzim dari golongan ini adalah fosfoheksosa isomerase.
f. Ligase
Enzim ligase merupakan enzim yang bertindak sebagai katalisator untuk
membentuk ikatan-ikatan tertentu, contohnya pada pembentukkan ikatan C-
O, C-C, dan C-S dalam biosintesis ko-enzim A (Siregar, 2012).
Enzim memiliki sifat-sifat yang khas, salah satunya adalah spesifitas, terdapat
beratus-ratus enzim yang mempunyai kekhasannya tersendiri. Maksudnya
12
adalah suatu enzim hanya mampu mengkatalis untuk tidak semua reaksi
melainkan hanya untuk beberapa reaksi saja. Beberapa enzim juga bisa
memiliki sifat khusus untuk suatu kelompok substrat, sehingga dapat dikatakan
bahwa enzim sifatnya sangat spesifik dalam mengkatalisis suatu reaksi. Selain
itu, sifat kerja enzim dipengaruhi oleh pH dan suhu karena enzim bekerja
secara optimum jika pH dan suhu yang dipakai sesuai serta enzim juga
memerlukan kofaktor dan aktivator sebagai komponen yang mengaktifkan
kerjanya.
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor diantaranya adalah
a. Suhu enzim
Umumnya suhu akan mempengaruhi reaksi kimia, begitu juga dengan
katalis enzim. Pada suhu rendah reaksi kimia yang terjadi akan berlangsung
lambat. Sebaliknya, pada suhu tinggi reaksi kimia akan berlangsung cepat.
Tetapi, karena enzim adalah golongan protein, maka dengan suhu yang
tinggi menyebabkan terjadinya denaturasi pada enzim.
Naiknya temperatur sebelum terjadinya denaturasi membuat kecepatan
reaksi meningkat. Namun dengan naiknya temperatur pada saat proses
denaturasi dimulai akan mengurangi kecepatan reaksi. Kebanyakan enzim
akan mudah terdenaturasi pada temperatur 60°C.
13
b. Nilai pH
Nilai pH juga mempengaruhi kerja enzim karena pH rendah atau pH tinggi
dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi dan aktivitas enzim akan
menurun. Setiap enzim mempunyai nilai pH optimumnya masing-masing
yang tergantung pada jenis enzim dan substratnya.
c. Konsentrasi substrat
Berdasarkan hasil eksperimen, konsentrasi enzim yang tetap dengan adanya
kenaikkan konsentrasi substrat akan meningkatkan kecepatan reaksi. Tetapi,
kecepatan reaksi tidak mengalami kenaikan walaupun konsentrasi substrat
ditambah pada batas konsentrasi tertentu (didasari pada persamaan
Michaelis-Menten).
d. Konsentrasi enzim
Kecepatan suatu reaksi enzimatis tergantung pada konsentrasi enzim. Pada
suatu konsentrasi substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi enzim akan
menyebabkan bertambahnya kecepatan reaksi (Nst, 2012).
D. Enzim Kitinase
Kitinase adalah enzim glikosil hidrolase yang mengkatalisis degradasi senyawa
polimer N-asetilglukosamin dengan ikatan linier β-1,4 atau yang disebut
dengan kitin (Herdyastuti dkk, 2009). Mekanisme dari kerja enzim kitinase
adalah hidrolisis kitin pada limbah kulit udang dan jamur patogen, yang
14
berkaitan dengan adanya kitin pada limbah kulit udang dan dinding sel jamur
yang dapat dipakai oleh enzim kitinase sebagai substratnya (Natsir dkk, 2012).
1. Sumber Kitinase
Sumber penghasil kitinase dapat disintesis dari berbagai organisme termasuk
virus, bakteri, jamur, serangga, tumbuh-tumbuhan kelas atas, dan mamalia.
Kebanyakan organisme (bakteri, tumbuh-tumbuhan, dan serangga) mempunyai
famili kitinase yang luas dengan fungsi yang berbeda-beda, termasuk
pencernaan, perlindungan terhadap patogen, pergantian kutikula, dan
penurunan sel. Sumber penghasil enzim kitinase adalah sebagai berikut:
a. Pada tanaman, kitinase diproduksi sebagai patogenesis mirip protein yang
ditimbulkan oleh serangan pitopatogen dan memberikan tanaman tersebut
kemampuan perlindungan diri terhadap patogen. Kitinase pada tanaman
umumnya endokitinase yang berat molekulnya lebih kecil dari kitinase yang
terdapat pada serangga. Rentang ukurannya dari 25-40 kDa.
b. Pada serangga, kitinase atau kitinase yang mirip protein telah ditemukan
pada semua spesies serangga yang mempunyai tipe berbeda termasuk
dipteran, lepidopteran, coleopteran, hemipteran, dan hymnoteran. Produksi
enzim pada serangga diatur oleh hormon selama transformasi larva. Enzim
ini memainkan peranan penting sebagai enzim pendegradasi selama ekdisis,
dimana kutikula didegradasi ke kitooligosakarida oleh endokitinase, yang
dihidrolisis lebih jauh oleh eksoenzim ke N-asetil-glukosamin. Kemudian
15
ditutupi dengan mensintesis kutikula baru. Berat molekul dari kitinase ini
rentangnya dari 40-85 kDa.
c. Pada mamalia, semua kitinase pada mamalia yang diketahui termasuk ke
dalam family GH18 dan lebih jauh dibagi lagi sebagai kitinase yang nyata
dengan aktivitas kitinolitik dan kitinase seperti protein yang hanya memiliki
kemampuan ikatan kitin tanpa aktivitas enzimatik. Kitotriosidase adalah
kitinase pada manusia yang pertama kali diidentifikasi yang diproduksi oleh
makrofag pada pasien Gaucher dan mempunyai sifat antijamur, kemudian
diusulkan bahwa enzim ini dapat dilibatkan untuk pertahanan terhadap kitin
yang mengandung patogen.
d. Pada mikroorganisme, kitinase secara luas terdistribusi pada bakteri seperti
Chromobacterium, Clostridium, Vibrio, Bacillus, Actinomycetes, etc.
produksi enzim kitinolitik telah diidentifikasi pada berbagai Streptomyces
sp., termasuk S. antibioticus, S. Griseus, S. plicatus, etc. Ragi dan jamur
yang mirip ragi mempunyai jumlah kitinase yang rendah. Gen-gen kitinase
yang telah diidentifikasi terdapat pada saccharomyces cerevisiae, Candida
albicans, Kluyveromyces lactis, etc. Kitinase ditemukan pada jamur
berfilamen termasuk Trichoderma, Penicillium, Mucor, Neurospora,
Aspergillus, etc (Karthik et al., 2014).
Mikroorganisme kitinolitik mampu menghasilkan enzim kitinase yang
potensinya cukup tinggi untuk mendegradasi limbah yang mengandung kitin,
dengan enzim kitinase dapat membuat limbah yang mengandung kitin
dikonversi menjadi bahan yang lebih bermanfaat (Muharni, 2009).
16
2. Klasifikasi Kitinase
Penggolongan kitinase berdasarkan cara kerja dalam mendegradasi kitin dibagi
menjadi tiga tipe, yaitu
a. Eksokitinase (nomor entry dalam Enzyme Nomenclature) adalah enzim yang
secara aktif mengkatalisis reaksi pembebasan unit-unit diasetilkitobiose
tanpa terbentuknya unit monosakarida atau oligosakarida. Enzim ini hanya
memotong ujung nonreduksi mikrofibril secara tidak acak. Reaksi
eksokitinase ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Reaksi kitin dengan enzim eksokitinase
b. Endokitinase (EC. 3.2.1.14) adalah enzim yang bekerja dengan cara
memotong acak ikatan β-1,4 bagian internal mikrofibril kitin. Oligomer
pendek N-asetilglukosamin merupakan produk akhir yang terbentuk setelah
pemotongan dengan berat molekul yang rendah seperti kitotriose, kitotetrose
yang didominasi oleh diasetilkitobiose. Produk yang terbentuk bersifat
mudah larut dalam air. Reaksi endokitinase ditunjukkan pada Gambar 5.
17
Gambar 5. Reaksi kitin dengan enzim Endokitinase
c. β-1,4-N-asetilglukosamidase (EC. 3.2.1.30) adalah enzim kitinolitik
penghasil monomer-monomer GlcNAc yang bekerja dengan cara memutus
diasetilkitobiose, kitotriose dan kitotetraose. Reaksi β-1,4-N-
asetilglukosamidase ditunjukkan pada Gambar 6. (Dewi, 2008).
Gambar 6. Reaksi diasetilkitobiose, kitotriose, kitotetraose dengan enzim β-1,4-asetilglukosamidase
18
Penggolongan kitinase berdasarkan homolog sekuen asam aminonya dibagi
menjadi tiga tipe, yaitu
a. Famili 18
Famili 18 mempunyai tiga sub famili yaitu A, B, dan C. Famili 18 termasuk
kitinase yang didapatkan dari virus, bakteri, jamur, dan hewan. Kelas III dan
V, kitinase berasal dari tumbuh-tumbuhan.
b. Famili 19
Kelas I, II, dan IV berada pada family 19 yang juga berasal dari tumbuhan.
Kitinase yang dikeluarkan oleh tanaman digunakan untuk mempertahankan
diri dari serangan patogen. Kitinase kelas IV untuk family 19 tersebar pada
tanaman dan ditemukan juga pada mikroorganisme Streptomyces sp.
Kitinase pada tanaman kelas I dan II memiliki struktur homolog, tetapi
kitinase kelas II berbeda dari kitinase kelas I karena tidak memiliki domain
yang kaya akan cystein. Untuk kitinase kelas III dan V tidak memiliki
kesamaan dengan kitinase pada kelas I, II, IV (Rostinawati, 2008).
c. Famili 20
Kitinase pada famili ini berasal dari Vibrio harveyi (N-
asetilglukosaminidase), Dictyostelum discoideum, dan juga ditemukan pada
manusia (N-asetilheksosaminidase) (Patil et al., 2000).
19
3. Aplikasi Kitinase
Kitinase umumnya banyak digunakan untuk biokontrol hama tanaman dan juga
digunakan industri-industri yang mengolah limbah yang mengandung kitin,
contohnya pabrik pembekuan kepiting, udang, dan kerang. Limbah cangkang
udang yang dihasilkan oleh pabrik pembekuan akan menimbulkan pencemaran
lingkungan. Dengan enzim kitinase, membuat limbah yang mengandung kitin
dapat diuraikan dan tidak menimbulkan pencemaran. Pada bidang pertanian,
kitinase berfungsi sebagai agen biokontrol pada serangga dan fungi patogen
yang dinding selnya mengandung komponen kitin. Kitinase berperan dalam
proses pembunuhan larva dengan mendegradasi dan melisiskan dinding sel
kulit larva cacing. Pada tanaman, enzim kitinase disemprotkan langsung pada
daun dan buahnya. Setelah diamati, terbukti ditunjukkan pada tanaman
strawberry yang menunjukkan tidak ada hama serangga ataupun fungi patogen
(Pratiwi, 2014). Pada bidang medis, kitinase banyak digunakan untuk berbagai
penyakit yang disebabkan oleh jamur (Muharni, 2009).
E. Enzim Kitin Deasetilase
Kitin deasetilase termasuk ke dalam enzim yang berperan dalam mengubah
kitin menjadi turunannya yang lebih bermanfaat secara enzimatis yaitu
mengkonversi kitin menjadi kitosan dengan proses deasetilase N-asetil-
glukosamin. Enzim ini mampu membuat kitin terhidrolisis dengan memutus
ikatan N-asetamido pada kitin dan mengubahnya menjadi kitosan (Setyahadi
dkk, 2006). Kitin deasetilase banyak digunakan sebagai alternatif untuk
20
mengubah kitin menjadi kitosan karena dapat dikontrol, non degradatif, dan
prosesnya lebih baik dibandingkan dengan secara kimiawi yang prosesnya
tidak ramah lingkungan dan sulit untuk dikendalikan serta mengarah ke
berbagai produk yang berbeda-beda (Kim et al., 2008). Kitin deasetilase adalah
glikoprotein yang memiliki massa molekul pada rentang dari 24 sampai 150
kDa dengan aktivitas enzim yang optimum pada suhu 50°C serta pH optimum
yang bervariasi diantara 4,5 sampai 8,5 (Jeraj et al., 2006). Enzim ini dapat
ditemukan pada beberapa sumber yang telah diteliti diantaranya adalah
a. Deasetilase pada fungi
Kitin deasetilase telah ditemukan pada beberapa fungi. Berdasarkan lokasi
(DIVERSE), kitin deasetilase dibagi ke dalam dua subtipe yaitu M. rouxii
dan A. coerulea yang kitin deasetilasenya tersembunyi dalam periplasma,
dan karena itu disebut kitin deasetilase interseluler, sedangkan kitin
deasetilase pada C. lindemuthianum dan A. nidulans tersembunyi ke dalam
media kultur, karena itu disebut kitin deasetilase ekstraseluler. Enzim ini
juga terdapat pada fungi yang berada di lautan, pada famili Metarrhizium
sp., Trichoderma sp., Fusarium sp., Cladosporium sp., Phoma sp.,
Aspergillus sp., dan lain-lain.
b. Deasetilase pada serangga
Kitin deasetilase juga dideteksi pada serangga, termasuk Anopheles
gambiae, Apis mellifera, Helicorvepa armigera, Mamestra configurata,
Tribolium castaneum dan Trichoplusia ni. Kitin deasetilase pada serangga
21
berhubungan dengan membran peritrophic midgut (PM) dan terdistribusi
merata di seluruh panjang PM, seperti yang ditunjukkan oleh kitin
deasetilase dari T. ni, H. armigera, dan M. configurata.
c. Deasetilase dari bakteri laut
Bakteri laut yang terdistribusi dengan luas di samudra dan muara air adalah
Vibrionaceae, terutama bertanggung jawab atas daur ulang nitrogen yang
terdapat di bahan-bahan yang mengandung kitin dan bersedimentasi lambat
pada air. Vibrionaceae diketahui dapat tumbuh pada N-asetilglukosamin,
kebanyakan tumbuh pada cangkang kepiting dan kitin pada cumi-cumi dan
mengandung gen kitinase. Jadi, kitin termasuk ke dalam fungsi utama pada
metabolisme Vibrionaceae (Zhao et al., 2010).
Kitin deasetilase (EC 3.5.1.41) salah satu anggota dari esterase karbohidrat
family 4, yang telah diidentifikasikan dalam database CAZY (http://afmb.crns-
mrs.fr/~cazy/CAZY). anggota-anggota dari famili ini terbagi ke wilayah yang
dijaga dalam struktur primernya, yang ditetapkan sebagai “domain NodB
homologi” atau “domain polisakarida deasetilase”. Disamping kitin deasetilase,
terdapat beberapa anggota lainnya dalam famili ini, termasuk asetil xilan
esterase (EC 3.1.1.72), kitooligosakarida deasetilase (EC 3.5.1.-),
peptidoglikan GlcNAc deasetilase (EC 3.5.1.-) dan xilanase A, C, D, E (EC
3.2.1.8) (Zhao et al., 2011).
22
F. Jamur Mucor miehei
Mikroorganisme merupakan organisme hidup dengan ukuran yang sangat kecil
dan hanya dapat dilihat dengan bantuan alat seperti mikroskop.
Mikroorganisme dibagi ke dalam 5 tipe yaitu bakteri, protozoa, alga, jamur
mikroskopis dan virus. Umumnya, jamur termasuk ke dalam organisme
eukariotik, mempunyai spora, tidak mempunyai klorofil, berbentuk sel atau
benang yang bercabang-cabang, dindingnya tersusun atas selulosa atau kitin,
atau kedua-duanya, dan dapat berkembang biak secara aseksual maupun
seksual (Mardiana, 2002). Sifat-sifat yang dimiliki jamur adalah heterotrof,
tidak berfotosintesis, tidak berplastid, tidak bersifat fagotrof, umumnya hifa
yang berdinding dapat berinti banyak (multinukleat), atau berinti tunggal
(mononukleat), dan untuk memperoleh nutrisi dengan cara absorpsi
(Mugiyanto, 2012).
Mucor adalah jamur yang berasal dari ordo Mucorales dan bertipikal saprotrof
yang hidup di tanah dan serasah tumbuhan. Jamur ini bersifat mesofilik dan
tumbuh baik pada suhu kamar sekitar 25-30°C. Mucor bersifat aerobik, untuk
pertumbuhannya dibutuhkan O2. Kebanyakan genus Mucor mempunyai
rentang pH yang luas untuk tumbuh yaitu 2-8,5. Tetapi, biasanya akan tumbuh
sangat baik pada pH rendah (asam). Jamur ini adalah multiselular dengan
filamen dan terdiri dari satu talus yang tersusun atas filamen bercabang yang
disebut sebagai hifa. Kumpulan dari hifa-hifa yang terbentuk ini disebut
miselium. Mucor juga disebut jamur dimorfik karena filamen yang dimiliki
23
dapat berubah bentuk seperti khamir. Pertumbuhan yang mirip dengan khamir,
pertumbuhannya berada di kondisi anaerobik dan ada CO2 (Razi, 2012).
Mucor miehei termasuk ke dalam ordo Mucorales dengan talus yang berbentuk
miselium lebat. Secara aseksual, Mucor miehei berkembang biak dengan spora
yang tidak berflagel atau yang disebut aplanospora. Sporangium membentuk
aplanospora ini, sporangium terletak pada ujung sporangiofor atau pada ujung
cabang-cabangnya. Sedangkan secara seksual, pembiakkan Mucorales
melibatkan gametangium yang berinti banyak dan berlangsung ketika dua
gametangium bersatu. Gametangium dibentuk di ujung hifa atau ujung cabang
hifa (Yolanda, 2014). Jamur Mucor miehei dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Jamur Mucor miehei
G. Fermentasi
1. Pengertian Fermentasi
Fermentasi, dalam bahasa latin berasal dari kata fervere yang artinya mendidih,
menggambarkan ekstrak buah dengan aksi ragi dalam pembuatan minuman
24
yang mengandung alkohol. Fermentasi memiliki pengertian yang berbeda
antara ahli mikrobiologi dengan ahli biokimia. Fermentasi menurut ahli
biokimia adalah proses perombakkan senyawa organik yang menghasilkan
energi. Ahli mikrobiologi memperluas arti fermentasi menjadi semua proses
menggunakan kultur organisme dan menghasilkan suatu produk dari kultur
tersebut. Fermentasi juga bisa berarti senyawa-senyawa organik yang
mengalami disimilasi akibat adanya aktivitas mikroorganisme
(Sulistyaningrum, 2008). Prinsip dasar dari fermentasi adalah kegiatan mikroba
tertentu yang aktif dengan tujuan mendapatkan sifat bahan yang lebih baik dan
menjadi lebih bermanfaat (Haloho, 2001).
2. Klasifikasi Fermentasi
Fermentasi berdasarkan substrat yang dipakai dapat dibedakan menjadi dua
tipe, yaitu
a. Fermentasi Solid-state
Fermentasi solid-state didefinisikan sebagai proses fermentasi dimana
mikroorganisme tumbuh berkembang di material padat tanpa adanya cairan.
Fermentasi metode ini menawarkan kelebihan yang sangat baik ketika fungi
digunakan. Tidak seperti mikroorganisme lainnya, jenis-jenis fungi tumbuh
di alam pada substrat padat seperti kayu, biji-bijian, tangkai, akar, dan
bagian kering dari hewan-hewan seperti kulit, tulang dan feses yaitu dalam
kelembaban yang rendah. Pada fermentasi ini, kelembaban diperlukan untuk
pertumbuhan mikroba yang ada dalam kondisi terserap atau dalam
25
kompleks dengan matriks padat. Salah satu aplikasi dari fermentasi solid-
state yang paling penting adalah produksi enzim. Selain itu, keuntungan dari
fermentasi solid-state dibandingkan dengan submerged adalah produktivitas
volumetrik yang tinggi, melibatkan perlengkapan yang murah, rendemen
produk lebih baik, dan lain-lain (Bhargav, 2008).
b. Fermentasi Submerged
Fermentasi submerged memanfaatkan cairan substrat yang mengalir bebas
seperti molase dan broth. Komponen bioaktif yang tersembunyi di dalam
broth fermentasi. Substrat tersebut dipakai dengan cukup cepat. Oleh karena
itu, perlu ditempatkan kembali/diberi suplemen dengan nutrisi-nutrisi secara
konstan. Teknik fermentasi ini paling cocok untuk mikroorganisme seperti
bakteri yang memerlukan kadar kelembaban yang tinggi. Teknik ini juga
membuat pemurnian produk enzim menjadi lebih mudah (Subramaniyam,
2012). Fermentasi submerged juga memiliki keuntungan tersendiri jika
dibandingkan dengan fermentasi solid-state, keuntungannya adalah
1. Komponen-komponen dari medium yang dipakai, jenis dan
konsentrasinya dapat diatur sesuai keinginan,
2. Pertumbuhan mikroorganisme dapat dikondisikan dengan optimum,
3. Medium yang dipakai menjadi lebih efisien (Sulistyaningrum, 2008).
26
Fermentasi yang menggunakan substrat cair dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Batch
Dalam proses batch, kultur medium batch dalam fermentor diinokulasikan
dengan mikroorganisme (kultur starter). Hasil fermentasi untuk durasi
tertentu (waktu fermentasi atau waktu batch), dan produk diambil.
Fermentasi batch biasanya berlangsung selama 4 – 5 hari, tetapi untuk
fermentasi makanan tradisional mungkin berlangsung sampai 1 bulan.
2. Fed-batch
Dalam fermentasi fed-batch, media kultur yang steril ditambahkan secara
terus-menerus atau berkala ke fermentasi batch yang terinokulasi. Volum
broth fermentasi dinaikkan setiap penambahan media, dan fermentor
diambil setelah waktu batch.
3. Kontinyu
Dalam fermentasi kontinyu, media steril ditambahkan secara kontinyu ke
dalam fermentor dan produk terfermentasi secara terus-menerus
dikeluarkan, jadi volum fermentasi yang tersisa tidak berubah. Biasanya,
fermentasi kontinyu dimulai sebagai kultur batch dan penambahan dimulai
setelah populasi mikroba telah mencapai konsentrasi tertentu (Chisti, 1999).
Perbedaan antara fermentasi solid-state dan fermentasi submerged dapat dilihat
pada Tabel 1. (Riadi, 2013).
27
Tabel 1. Perbedaan fermentasi solid-state dan fermentasi submerged
Karakteristik Fermentasi Solid-state
Fermentasi Submerged
Kondisi mikroorganisme dan substrat Statis TeradukStatus substrat Mentah MurniKeadaan alami dari mikroorganisme Sistem fungi -Keberadaan air Terbatas TinggiSuplai oksigen Difusi Menyemburkan atau
menggelembungkanKontak dengan oksigen Langsung Oksigen terlarutKebutuhan media fermentasi Kecil BesarKebutuhan energy Rendah TinggiStudi kinetika Kompleks MudahPerubahan suhu dan konsentrasi Fungsi step SmoothPengendalian reaksi Sulit MudahPotensi kontaminasi Kecil TinggiMasalah Polusi Rendah Tinggi
3. Fermentasi Sistem Batch
Penelitian ini dilakukan dengan cara fermentasi sistem tertutup (batch),
Tahapan-tahapan proses fermentasi fase cair sistem ini secara umum, antara
lain:
1. Substrat yang disiapkan, harus dibuat terlebih dahulu menjadi butiran-
butiran kecil disertai dengan penambahan air dan nutrisi, penambahan ini
berfungsi untuk menambah ketersediaan gizi pada substrat.
2. Inokulum yang dipakai, cara persiapan dan tipenya tergantung dari
mikroorganisme yang digunakan. Proses fermentasi batch banyak yang
melibatkan bakteri dan jamur sehingga digunakan spora hasil inokulasi.
Fungsinya adalah membuat kualitas inokulum menjadi lebih baik dengan
kelangsungan hidup mikroorganisme yang panjang.
28
3. Wadah yang digunakan harus bersih dan steril baik setelah fermentasi
maupun sebelumnya, sebelum ditambahkan substrat.
4. Proses inokulasi dan pengerjaannya, tahapnya adalah dengan disebarkannya
substrat pada media yang sudah steril dengan hati-hati untuk menghindari
kontaminasi.
5. Proses fermentasi batch, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu
suhu, pH medium, dan waktu inkubasi. Aerasi atau penambahan oksigen
dapat dilakukan jika diperlukan.
6. Kultivasi, untuk memisahkan substrat padat dari medium diperlukan
bantuan mekanis seperti penggunaan kertas saring dan sentrifugasi
(Yolanda, 2014).
H. Fourier Transformed Infra Red (FTIR)
FTIR adalah metode analisis yang digunakan dengan mengamati interaksi yang
terjadi antara molekul dengan radiasi elektromagnetik pada daerah panjang
gelombang 0,75 – 1000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000 – 10 cm-1
(Hasanah, 2014). Pada dasarnya, alat spektrofotometer FTIR sama dengan
spektrofotometer IR disperse, yang menjadi pembedanya berada pada
pengembangan sistem optik sebelum berkas sinar infra merah melewati sampel
yang dianalisis (Fannyda, 2014).
Panjang gelombang IR yaitu 0,75 – 1000 µm tergolong pendek sehingga
elektron tidak dapat mengalami transisi, melainkan molekul hanya mampu
29
bervibrasi atau bergetar (Prameswari, 2013). Vibrasi yang terjadi terdiri dari
vibrasi tekuk dan vibrasi ulur. Vibrasi ini dikenal beberapa istilah seperti
rocking, twisting, scissoring, dan wagging. (Soleh dkk., 2008). Prinsip kerja
dari FTIR adalah interaksi yang terjadi antara sinar inframerah dan sampel
mengakibatkan adanya karakteristik vibrasi yang dapat dideteksi untuk
menentukan gugus-gugus fungsi yang terdapat pada suatu molekul
(Prameswari, 2013).
Frekuensi inframerah memiliki satuan bilangan gelombang (wavenumber) dan
diartikan sebagai banyaknya gelombang per sentimeter. Spektrum inframerah
suatu senyawa didapat dengan mudah dan waktunya singkat melalui sedikit
senyawa yang diletakkan ke dalam instrumen dengan sumber radiasi
inframerah. Spektrofotometer akan membaca sejumlah radiasi yang menembus
sampel pada frekuensi tertentu dan merekam radiasi yang ditransmisikan dalam
persen secara otomatis. Pita serapan pada spektrum yang dihasilkan merupakan
radiasi yang diserap oleh molekul. Radiasi spektrofotometer IR memiliki
daerah pada panjang gelombang 12.800 – 10 cm-1. Daerah yang khusus untuk
identifikasi gugus-gugus fungsional ditunjukkan pada daerah 4000 – 1400 cm-1
sedangkan pada daerah 1500 – 800 cm-1 disebut sebagai daerah sidik jari
(fingerprint region) (Soleh dkk., 2008). Adapun frekuensi inframerah dari
berbagai jenis ikatan ditunjukkan pada Tabel 2.
30
Tabel 2. Frekuensi inframerah pada beberapa jenis ikatan (Fannyda, 2014)
Jenis ikatan Gugus Golongan senyawa Rentang frekuensi (cm-1)Ikatan tunggaldenganhidrogen
C-H Alkana 2850 – 3000
=C-HAlkena dan senyawaaromatik
3030 – 3140
O-H Alkohol dan Fenol 3500 – 3700 (bebas)3200 – 3500 (berikatan
hidrogen)Asam karboksilat 2500 – 3000
N-H Amina 3200 – 3600S-H Tiol 2550 – 2600
Ikatan rangkap C=C Alkena 1600 – 1680C=N Imina, oksim 1500 – 1650
Aldehid, keton, ester,asam karboksilat
1650 – 1780
Ikatan rangkaptiga
C≡C Alkuna 2100 – 2260
C≡N Nitril 2200 – 2400
Komponen-komponen pokok penyusun spektrofotometer infra merah tidak
berbeda jauh dari spektrofotometer UV-Vis yang terdiri dari sumber sinar,
monokromator, sel tempat cuplikan, detektor, amplifier dan alat perekam atau
skala pembacaan spektra atau yang disebut recorder (Evrianni, 2009).
Penggunaan spektrofotometer FTIR dapat digunakan untuk analisis secara
kualitatif dan kuantitatif dari suatu sampel. Spektrum inframerah mempunyai
hubungan yang erat dengan ikatan kovalen dalam senyawa organik. Gugus-
gugus fungsi yang terdapat dalam suatu sampel dapat diidentifikasi dengan
membandingkan nilai bilangan gelombang yang muncul pada spektrum dengan
spektrum standarnya (Paramasyanti, 2014). Hal ini disebabkan spektrum yang
muncul pada setiap senyawa mempunyai sifat yang khas. Hampir semua
31
gugus-gugus ini akan muncul sebagai pita serapan pada spektrum di rentang
4.000 – 400 cm-1 (Nasution, 2010).
Pada analisis menggunakan alat spektrofotometer FTIR ini diharapkan muncul
pita serapan melebar dengan intensitas yang kuat pada daerah 3500-3000 cm-1
yang menunjukkan karakteristik vibrasi ulur OH, pita serapan di atas 3300 cm-1
menunjukkan karakteristik vibrasi ulur NH amina. Pita serapan yang lain yang
menunjukkan vibrasi NH amina berada pada daerah 1650-1550 cm-1
menunjukkan vibrasi tekuk NH2 (amina primer), diharapkan juga pita serapan
muncul pada daerah 1250-1000 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur CN,
pita serapan pada daerah 3000-2850 cm-1 menunjukkan karakteristik vibrasi
ulur CH, pita serapan lainnya pada daerah 1470-1350 cm-1 menunjukkan
vibrasi tekuk CH, dan vibrasi tekuk C-O ditunjukkan pada daerah 1250-970
cm-1 (Hendri, 2013).
1. Spektrofotometer UV-Vis
Spektroskopi merupakan ilmu yang berhubungan dengan radiasi sinar tampak
yang berinteraksi dengan suatu molekul pada panjang gelombang tertentu dan
terbentuk suatu spektra, yang merupakan hasil dari interaksi antara energi
radian dengan frekuensi atau panjang gelombang. Sedangkan, ilmu yang
mempelajari tentang pengukuran spektra disebut spektrofotometer.
Spektrofotometer UV-Vis adalah instrumen yang berfungsi untuk mengukur
serapan yang diperoleh dari interaksi kimia antara radiasi elektromagnetik
dengan atom atau molekul dari zat kimia yang diamati pada daerah UV-Vis.
Alat spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat pada Gambar 8.
32
Gambar 8. Alat Spektrofotometer UV-Vis.
Rentang panjang gelombang yang digunakan untuk pengukuran dimulai dari
panjang gelombang pendek ultraviolet hingga garis inframerah. Secara garis
besar daerah spektrum dibagi ke beberapa daerah, yaitu :
a. Daerah ultraviolet jauh : 100 nm – 190 nm
b. Daerah ultraviolet dekat : 190 nm – 380 nm
c. Daerah cahaya tampak : 380 nm – 780 nm
d. Daerah inframerah dekat : 780 nm – 3000 nm
e. Daerah inframerah : 2,5 µm – 40 µm atau 4000 cm-1 – 250 cm(Rusli, 2010).
Prinsip dasar dari spektrofotometer UV-Vis adalah hasil interaksi antara
gelombang elektromagnetik dengan molekul yang menghasilkan spektrum-
spektrum tertentu yang berbeda pada setiap senyawa. Pengukuran ini dapat
terjadi apabila energi tersebut ditransmisikan, diemisikan atau direfleksikan
sebagai fungsi dari panjang gelombang (Fajria, 2011). Skema kerja dari alat ini
dapat pada Gambar 9.
33
yy
Gambar 9. Skema alat spektrofotometer UV-Vis (Wardani, 2012).
Komponen alat spektrofotometer UV-Vis terdiri dari:
a. Sumber radiasi
Sumber cahaya pada alat spektrofotometer berasal dari lampu khusus seperti
untuk UV dengan panjang gelombang 180 nm – 400 nm berasal dari lampu
Deuterium (D2) dan untuk Vis dengan panjang gelombang 400 nm – 800 nm
berasal dari lampu Tungsten/Wolfram (W).
b. Monokromator
Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menyeleksi cahaya yang
masuk dari sumber radiasi dengan panjang gelombang tertentu. Radiasi
cahaya putih yang polikromatis dipisahkan oleh monokromator menjadi
cahaya monokromatis.
c. Kuvet
Alat pada spektrofotometer yang berfungsi sebagai tempat untuk
meletakkan sampel, pada umumnya sampel melibatkan larutan sehingga
diperlukan wadah untuk menempatkan larutan tersebut.
SumberRadiasi
Monokromator SampelKompartemen
Detektor
Visual Display
jjjjjjj
Amplifier
34
d. Detektor
Alat yang berfungsi untuk mendapatkan suatu besaran yang dapat diukur
dengan mengubah energi radiasi yang jatuh mengenainya.
e. Amplifier
Alat yang berfungsi untuk memperkuat sinyal listrik. Tujuannya agar sinyal
listrik dapat dibaca oleh recorder.
f. Recorder
Alat untuk mencatat dan menampilkan hasil analisis, dapat berupa gambar
atau angka-angka.
Analisis dengan spektrofotometer UV-Vis terdapat beberapa syarat, yaitu:
a. Bahan tidak berwarna wajib memiliki gugus kromofor
b. Bahan yang digunakan berwarna
c. Bahan yang tidak berwarna dan tidak memiliki gugus kromofor, maka
ditambahkan pereaksi warna (Vis)
d. Bahan yang tidak ada gugus kromofor, dibuat turunannya untuk mempunyai
gugus kromofor (UV) (Azas, 2013).
Selain persyaratan sampel yang harus dipenuhi, terdapat juga beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometer UV-Vis terutama
senyawa tak berwarna, yaitu:
35
a. Molekul yang dibentuk dapat menyerap sinar UV-Vis
Hal ini dilakukan dengan mereaksikan senyawa tersebut terhadap pereaksi
tertentu atau diubah ke senyawa lain agar dapat menyerap sinar UV-Vis.
b. Waktu kerja (operating time)
Fungsinya adalah untuk mengetahui waktu yang tepat untuk pengukuran
yang stabil. Waktu kerjanya diatur dengan mengukur hubungan antara
absorbansi larutan dan waktu pengukuran.
c. Pemilihan panjang gelombang
Pada analisis kuantitatif, panjang gelombang yang digunakan mempunyai
absorbansi maksimal.
d. Pembuatan kurva baku
Caranya adalah pertama dibuat larutan baku yang berseri dalam berbagai
konsentrasi, kedua dilakukan pengukuran absorbansi untuk setiap
konsentrasi, dan terakhir hasil absorbansi yang didapat dihubungkan dengan
konsentrasi sampel dalam bentuk kurva.
e. Pembacaan absorbansi sampel
Pada spektrofotometer, absorbansi yang terbaca diharapkan berada di antara
0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika terbaca sebagai transmitan. Ini
disebabkan kesalahan fotometrik yang terjadi pada rentang nilai absorbansi
tersebut paling maksimal (Robiah, 2015).
36
Penggunaan spektrofometer UV-Vis pada penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui rendemen glukosamin yang dihasilkan dari proses fermentasi
secara akurat. Hasil yang diharapkan yaitu sebesar diatas 90% dan kemurnian
yang terukur dari glukosamin yang diperoleh hasilnya mendekati 100%.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2015 sampai dengan November
2015 dengan tahapan kegiatan, yaitu pengambilan sampel di Gudang Lelang
Teluk Betung, pembuatan kitin, dan fermentasi kitin di UPT. Laboratorium
Terpadu Sentra Inovasi dan Teknologi Universitas Lampung, karakterisasi
kitin dengan FTIR di Laboratorium Kimia Organik Universitas Gajah Mada
serta analisis produk fermentasi menggunakan Spektrofotometer UV-Vis di
Laboratorium Kimia Anorganik dan Fisik Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas Pyrex,
termometer, oven, kertas saring, neraca digital Wiggen Houser, Heating
Magnetic Stirrer, Laminar Air Flow, autoclave, Incubator Memmer-
Germany/INCO2, Shaker Incubator Biosan/ES-20/60, FTIR Shimadzu,
Centrifuge Hitachi/CF 16 RX II, Freeze-dryer Scanvac Coolsafe,
Spektrofotometer Ultraviolet-Visible Varian 50 Probe.
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk kulit
udang, kitin standar produk WAKO Jepang, glukosamin standar produk
38
WAKO Jepang, kentang, agar for microbiology, dekstrosa, laktosa, bakto
pepton, amonium sulfat ((NH4)2SO4), urea, kalium hidrogen sulfat (KHSO4),
besi (II) sulfat heptahidrat (FeSO4.7H2O), seng (II) sulfat heptahidrat
(ZnSO4.7H2O), asam sitrat, natrium sitrat, monosodium fosfat (NaH2PO4),
disodium fosfat (Na2HPO4), isolat Mucor miehei, NaOH, HCl, natrium asetat,
kalsium klorida, ninhidrin, dan indikator pH universal.
C. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Kitin
Proses untuk membuat kitin dari kulit udang dilakukan dengan cara
mengumpulkan limbah kulit udang dari Gudang Lelang Kecamatan Teluk
Betung, Bandar Lampung dan dibuat secara kimiawi melalui tahapan
deproteinasi menggunakan basa kuat dan demineralisasi menggunakan asam
kuat (Sari, 2010).
a. Persiapan Sampel
Limbah kulit dan kepala udang yang telah dikumpulkan untuk bahan baku
pembuatan kitin, dibersihkan, direbus, dan dikeringkan lalu dihaluskan
menggunakan blender. Setelah itu, diayak menggunakan ayakan sehingga
diperoleh serbuk kulit udang yang akan digunakan sebagai sampel.
b. Deproteinasi
Sebanyak 100 gram sampel serbuk kulit udang ditambahkan 1000 mL
NaOH 20% ditempatkan dalam bejana tahan asam dan basa yang dilengkapi
39
pengaduk dan termometer lalu diletakkan dalam penangas air dan
dipanaskan selama 1 jam pada suhu 90ºC (Pariera, 2004). Setelah kondisi
tercapai, dilakukan penyaringan sehingga diperoleh filtrat dan residu. Filtrat
yang diperoleh kemudian diuji dengan CuSO4. Adapun residunya dicuci
dengan aquades hingga pH 7 yang diukur dengan indikator pH universal dan
dikeringkan dalam suhu 60ºC selama 24 jam (Sari, 2010).
c. Demineralisasi
Kitin kasar hasil deproteinasi ditambahkan HCl 1,25 N dengan
perbandingan 1:10 (w/v) dalam bejana tahan asam dan basa dilengkapi
dengan pengaduk dan termometer dan dipanaskan di atas penangas air
selama 1 jam pada suhu 90ºC (Pariera, 2004). Setelah kondisi tercapai,
dilakukan penyaringan sehingga diperoleh filtrat dan residu. Filtrat yang
diperoleh kemudian diuji dengan (NH4)2C2O4. Adapun residunya dicuci
dengan aquades hingga pH 7 yang diukur dengan indikator pH universal dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 60ºC selama 24 jam (Sari, 2010).
2. Karakterisasi Kitin dengan FTIR
Kitin yang dihasilkan, dikarakterisasi gugus fungsinya dengan alat Fourier
Transform Infrared (FT-IR). Kitin dibuat pelet dengan KBr, kemudian
dilakukan scanning pada daerah frekuensi antara 4000 cm-1 sampai dengan 400
cm-1. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan kitin standar (Mardiana,
2002).
40
3. Persiapan Isolat Mucor miehei
a. Pembuatan Potato Extract
Sebanyak 200 gram kentang dikupas kulitnya lalu dipotong seperti dadu dan
direbus dalam 1000 mL aquades selama 1-1,5 jam. Setelah kondisi tercapai,
disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh ekstrak kentang yang
bening. Ekstrak kentang disimpan dalam botol reagen lalu disterilisasi
dengan autoclave pada suhu 121ºC dan tekanan 2 atm selama 20 menit.
Ekstrak kentang yang telah disterilisasi, didinginkan pada suhu kamar
kemudian disimpan dalam lemari pendingin (kulkas) (DZMZ, 2013).
b. Media PDA (Potato Dextrose Agar) dan Pertumbuhan Mucor miehei
pada Media PDA
Sebanyak 100 mL potato extract ditambahkan 4 gram dekstrosa dan 3 gram
agar dalam labu Erlenmeyer 250 mL lalu disterilisasikan dengan autoclave
pada suhu 121ºC dan tekanan 2 atm selama 20 menit (DZMZ, 2013).
Setelah itu media PDA di-UV selama 10 menit dalam Laminar Air Flow
dan dituang ke dalam cawan petri. Strain jamur Mucor Miehei ditumbuhkan
kurang lebih selama 5 hari sampai spora jamur tumbuh (Alves et al., 2005).
c. Media PDL (Potato Dextrose Liquid) dan Petumbuhan Mucor miehei
pada Media PDL
Sebanyak 100 mL potato extract ditambahkan 4 gram dekstrosa dalam labu
Erlenmeyer 250 mL lalu disterilisasikan dengan autoclave pada suhu 121ºC
41
dan tekanan 2 atm selama 20 menit. Setelah itu media PDL di-UV selama 10
menit dalam Laminar Air Flow. Spora kultur 5 hari dipisahkan dan
dimasukkan dalam media PDL dan diletakkan dalam shaker incubator
dengan kecepatan 175 rpm pada suhu 30ºC selama 5 hari (Alves et al.,
2005).
4. Larutan Buffer pH 4
Asam sitrat seberat 0,96 gram dilarutkan dalam 50 mL aquades dalam labu
takar 50 mL dan dikocok sampai homogen. Larutan ini digunakan sebagai
larutan stok A. lalu dilarutkan natrium sitrat seberat 0,65 gram dalam 25 mL
aquades dalam labu volumetrik 25 mL dan dikocok sampai homogen. Larutan
ini digunakan sebagai larutan stok B.
Pembuatan larutan buffer sitrat pH 4 dilakukan dengan cara sebanyak 33 mL
larutan stok A (asam sitrat 0,10 M) dan 17 mL larutan stok B (natrium sitrat
0,10 M) dilarutkan dalam 100 mL aquades dalam labu volumetrik 100 mL dan
selanjutnya dicek pH-nya (Mardiana, 2002).
5. Pembuatan Media Inokulum Mucor miehei
Substrat yang digunakan adalah kitin yang telah dicuci terlebih dahulu dengan
NaOH 0,5% selama 1 jam berdasarkan metode Gray et al. (1978). Kemudian
kitin disaring, dibilas dengan aquades, dan dikeringkan dalam oven pada suhu
60ºC selama 24 jam.
42
Substrat kitin seberat 0,1 gram dimasukkan ke dalam 7 labu Erlenmeyer 100
mL, lalu ditambahkan 0,01 gram laktosa; 0,03 gram bakto pepton; 0,14 gram
amonium sulfat; 0,03 gram urea; 0,2 gram kalium hidrogen sulfat; 0,03 gram
besi (II) sulfat heptahidrat; 0,03 gram kalsium klorida; dan 0,029 gram seng
(II) sulfat heptahidrat, serta dilarutkan dalam 10 mL larutan buffer sitrat pH 4.
Kemudian campuran diaduk sampai homogen dan disterilisasi dalam autoclave
pada suhu 121ºC dengan tekanan 2 atm selama 20 menit. Selanjutnya media
didinginkan pada suhu ruang dalam Laminar Air Flow. Sebanyak 1 mL kultur
awal dari media PDL diinokulasikan ke dalam media ini dan difermentasi pada
suhu 30ºC dalam shaker incubator dengan kecepatan 250 rpm selama 7 hari
(Chahal et al., 2001).
6. Fermentasi Cair Tertutup (Batch)
Substrat kitin seberat 1,00 gram dimasukkan masing-masing ke dalam 7 labu
Erlenmeyer 100 mL, kemudian ditambahkan 0,02 gram laktosa; 0,06 gram
bakto pepton; 0,28 gram amonium sulfat; 0,06 gram urea; 0,4 gram kalium
hidrogen sulfat; 0,06 gram besi (II) sulfat heptahidrat; 0,06 gram kalsium
klorida; dan 0,057 gram seng (II) sulfat heptahidrat, serta dilarutkan dalam 10
mL larutan buffer sitrat pH 4. Kemudian campuran diaduk hingga homogen
dan disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121ºC dengan tekanan 2 atm
selama 20 menit. Selanjutnya media didinginkan pada suhu ruang dalam
Laminar Air Flow. Sebanyak 10 mL starter diinokulasikan ke dalam media ini
dan difermentasi pada suhu 30ºC dalam shaker incubator dengan kecepatan
250 rpm dengan waktu 1, 2, 3, 4, 8, 12, dan 24 jam (Chahal et al., 2001).
43
Hasil yang diperoleh dari fermentasi batch setiap 1, 2, 3, 4, 8, 12, dan 24 jam
fermentasi dipanaskan dengan waterbath pada suhu 70ºC selama 45 menit.
Kemudian dicampurkan dengan 5 mL aquades dengan membiarkan labu
Erlenmeyer pada rotary shaker selama 1 jam pada 200 rpm. Campuran disaring
dengan kertas saring dan filtratnya disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm
selama 20 menit pada suhu 4ºC. Semua supernatan (filtrat) yang diperoleh
dibekukan di dalam lemari pendingin/freezer selama 24 jam, lalu diliofilisasi
dengan menggunakan freeze-dryer sampai terbentuk kristal glukosamin.
7. Analisis Glukosamin dengan Spektrofotometer UV-Vis
Glukosamin dianalisis dengan alat spektrofotometer UV-Vis dilakukan setelah
didapat kristal glukosamin kering hasil freeze-dryer.
a. Pembuatan Blanko
Aquades sebanyak 10 mL ditambahkan dengan ninhidrin 0,8% dan buffer
fosfat pH 6 sebanyak 25 tetes dan dipanaskan selama kurang lebih 30 menit
sampai 1 jam.
b. Pembuatan Standar Glukosamin
Glukosamin standar seberat 10 mg dilarutkan dalam 100 mL aquades
sehingga didapat konsentrasi akhir 100 mg/L. Selanjutnya larutan
glukosamin standar 100 mg/L ini diencerkan hingga didapat konsentrasi
akhir masing-masing 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120 130, 140 dan 150
mg/L.
44
c. Pembuatan Kurva Standar Glukosamin
Larutan glukosamin standar dengan konsentrasi 50, 60, 70 ,80 ,90 ,100, 110,
120, 130, 140 dan 150 mg/L masing-masing ditambahkan ninhidrin 0,8%
dan buffer fosfat pH 6 sebanyak 0,5 mL (untuk setiap 4 mL larutan).
Kemudian larutan dikocok hingga homogen dan dipanaskan kurang lebih
selama 30 menit sampai 1 jam hingga terjadi perubahan warna larutan
menjadi ungu. Lalu larutan tersebut diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 570 nm (wu et al., 2005)
dan nilai absorbansi tersebut diplotkan terhadap konsentrasi untuk
mendapatkan kurva standar dan persamaan garis yang menunjukkan
hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi glukosamin.
d. Pembuatan Sampel Glukosamin
Kristal-kristal glukosamin yang diperoleh dari proses fermentasi yang telah
dikeringkan dengan freeze-dryer masing-masing dilarutkan sedikit
glukosamin dengan ninhidrin 0,8% dan buffer fosfat pH 6 sebanyak 15 – 20
tetes. Kemudian dipanaskan selama kurang lebih 30 menit sampai 1 jam
hingga larutan terjadi perubahan warna menjadi ungu.
e. Analisis Kadar Glukosamin
Sebanyak 1 mL sampel glukosamin yang telah berubah menjadi ungu
diencerkan hingga menyerupai warna ungu yang sesuai dengan salah satu
konsentrasi larutan glukosamin standar yang telah dibuat sebelumnya.
kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada
45
panjang gelombang 570 nm. Hasil absorbansi yang diperoleh kemudian
dimasukkan dalam persamaan regresi linier dari kurva standar glukosamin
dan diperoleh konsentrasi sampel glukosamin.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Efektivitas Mucor miehei dalam mendegradasi kitin dengan waktu 1 jam
hasilnya sebesar 63%.
2. Waktu inkubasi optimum Mucor miehei berdasarkan hasil freeze dried
adalah jam kedua dengan rendemen 82%.
3. Waktu inkubasi optimum Mucor miehei berdasarkan hasil spektrofotometer
UV-Vis adalah jam ketiga dengan kadar 0,01667%.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh, ada saran untuk penelitian selanjutnya
yaitu
1. Perlu dicari senyawa lain yang dapat mengikat glukosamin untuk dilakukan
analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
2. Perlu dilakukan pengembangan metode, untuk membuat hasil analisis
dengan spektrofotometer UV-Vis lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkarim, A., M. T. Isa., S. Abdulsalam, A. J. Muhammad, A. O. Ameh. 2013.Extraction and Characterisation of Chitin and Chitosan from Mussel Shell.J. of Civil and Environmental Research. 3: 108-114.
Alves, M. H., G. M. D. Campos-Takaki, K. Okada, I. H. F. Pessoa, dan A. I.Milanez. 2005. Detection of Extracellular Protease in Mucor Species. J. ofRev. Iberoam Micol. 22: 114-117.
Anderson, J. W., R. J. Nicolosi, J. F. Borzelleca. 2005. Glucosamine Effects inHumans: a Review of Effects on Glucose Metabolism, Side Effects, SafetyConsiderations and Efficacy. J. of Food and Chemical Toxicology 43: 187-201.
Arakane, Y. dan S. Muthukrishnan. 2010. Review: Insect Chitinase andChitinase-like Proteins. J. of Cellular and Molecular Life Sciences 67: 201-216.
Arif, A. R., Ischaidar, Hasnah Natsir, dan Seniwati Dali. 2013. Isolasi Kitin dariLimbah Udang Putih (Penaeus Merguiensis) Secara Enzimatis. SeminarNasional 2013. 10-16.
Ariyanta, Yahya. 2014. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Inokulum dan MediaFermentasi terhadap Efektivitas Fermentasi Kitin dengan Mucor mieheiumtuk Pembuatan Glukosamin (Skripsi). Universitas Lampung. BandarLampung.
Azas, Q. S. 2013. Analisis Kadar Boraks pada Kurma yang Beredar di PasarTanah Abang dengan Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis (Skripsi).Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah. Jakarta. 57 pp.
64
Bhargav, S., B. P. Panda, M. Ali, dan S. Javed. 2008. Solid-state Fermentation:an Overview. J. of Chem. Biochem. Eng. Q. 22: 49-70.
Bhattacharya, D., A. Nagpure, dan R. K. Gupta. 2007. Bacterial Chitinases:Properties and Potential. J. of Critical Reviews in Biotechnology 27: 21-28.
Cahyono, E., P. Suptijah, I. Wientarsih. 2014. Development of a PressurizedHydrolisis Method for Producing Glucosamine. J. of Asian Journal ofAgriculture and Food Science. 2: 390-396.
Chahal, P.S., D.S. Chahal, dan G. B. B. Lee. 2001. Production of Cellulose inSolid State Fermentation with Trichordema reesi MCG 80 on Wheat Straw.J. of Applied Biochemistry and Biotechnology. 57-58: 433-441.
Chisti, Yusuf. 1999. Fermentation (Industrial). Encyclopedia of FoodMicrobiology. 663-674.
Deng, Ming-De, D. K. Severson, A. D. Grund, S. L. Wassink, R. P. Burlingame,A. Berry, J. A. Running, C. A. Kunesh, L. Song, T. A. Jerrell, R. A. Rosson.2005. Metabolic Engineering of Escherichia coli for Industrial Productionof Glucosamine and N-acetylglucosamine. J. of Metabolic Engineering 7:201-214.
Dewi, I. M.. 2008. Isolasi Identifikasi Bakteri Penghasil Kitinase dari Sumber AirPanas Danau Ranau Sumatera Selatan (Tesis). Universitas Sumatera Utara.Medan.
Dixit, R., Y. Arakane, C. A. Specht, C. Richard, K. J. Kramer, R. W. Beeman, danS. Muthukrishnan. 2008.Domain Organization and Phylogenetic Analysisof Proteins from the Chitin Deacetylase Gene Family of Triboliumcastaneum and Three Other Species of Insects. J. of Insect Biochemistry andMolecular Biology 38: 440-451.
DSMZ. 2013. DSMZ: List of Media for Microorganisms.https://www.dsmz.de/catalogue-microorganisms/culture-technology/list-of-media-for-microorganisms.html. Diakses pada tanggal 28 Mei 2015 Pukul22.25.
65
Evrianni, S. 2009. Reaksi Grating Maleat Anhidrida pada Polipropilena denganInisiator Benzoil Peroksida (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Fajria, M. A. 2011. Pengukuran Zat Besi dalam Bayam Merah dan SuplemenPenambah Darah serta Pengaruhnya terhadap Peningkatan Hemoglobindan Zat Besi dalam Darah (Skripsi). Universitas Indonesia. Depok.
Fannyda, R. 2014. Pengaruh Ekstrak Daun Merang Perawas (Litsea odoriferaVal.) terhadap Tukak Lambung Mus muculus dan Karakterisasi GugusFungsi dengan Spektroskopi FTIR. Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Gray, P., N. Hendy, dan W. Dunn. 1978. Digestion by Cellulolytic Enzymes ofAlkali Pretreated Bagasse. J. Aust. Inst. Agric. Sci. 210-212.
Haloho, N. 2001. Pengaruh Pemberian Dried Poultry Waste Hasil FermentasiStarbio dalam Ransum terhadap Boneless dan Panjang Usus Kelinci Umur16 Minggu (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Hasanah, L. 2014. Pembuatan dan Karakterisasi Plastik Campuran Pati dariTepung Tapioka dan LDPE Menggunakan Single Screw Extruder (Skripsi).Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Hendri, J. dan Aspita Laila. 2013. Kitin Kitosan. Lembaga Penelitian UniversitasLampung. Bandar Lampung.
Herdyastuti, N., T. J. Raharjo, Mudasir, dan S. Matsjeh. 2009. Kitinase danMikroorganisme Kitinolitik: Isolasi, Karakterisasi dan Manfaatnya. J. Indo.Chem. 9 (1): 37-47.
Indah, Mutiara. 2004. Enzim. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Inokuma, K., M. Takano, dan K. Hoshino. 2013. Direct Ethanol Production fromN-acetylglucosamine and Chitin Substrates by Mucor Species. J. ofBiochemical Engineering Journal 72: 24-32.
Isa, M. T., A. O. Ameh, J. O. Gabriel. 2012. Extraction and Characterization ofChitin from Nigerian Sources. Leonardo Electronic Journal of Practicesand Technologies. 73-81.
66
Ismail, Ilmir A., Jutti Levita, dan Ida Musfiroh. 2010. Analisis Kuantitatif Kitosandan Hasil Hidrolisisnya Dihitung sebagai Glukosamin denganSpektrofotometri Ultraviolet Orde Nol dan Orde Dua. UniversitasPadjajaran. Bandung.
Jeraj, N., B. Kunič., H. Lenasi, K. Breskvar. 2006. Purification and MolecularCharacterization of Chitin Deacetylase from Rhizopus nigricans. J. ofEnzyme and Microbial Technology 39: 1294-1299.
Karthik, N., K. Akankhsa, P. Binod, dan A. Pandey. 2014. Production,Purification, and Properties of Fungal Chitinases – a Review. IndianJournal of Experimental Biology. 52: 1025-1035.
Kim, Young-Ju, Y. Zhao, Kyung-Taek Oh, Van-Nam Nguyen, dan Ro-DongPark. 2008. Enzymatic Deacetylation of Chitin by Extracellular ChitinDeacetylase from a Newly Screened Mortierella sp. DY-52. J. Microbiol.Biotechnol 18(4): 759-766.
Kuniasih, M. dan Dian Windy Dwiasi. 2007. Preparasi dan Karakterisasi Kitindari Kulit Udang Putih (Litophanaeus vannamei). J. Molekul 2: 79-87.
Liu, L., Y. Liu, Hyun-dong Shin, R. Chen, J. Li, G. Du, J. Chen. 2013. MicrobialProduction of Glucosamine and N-acetylglucosamine: Advances andPerspectives. J. of Appl. Microbiol. Biotechnol. 97: 6149-6158.
Mardiana. 2002. Studi Pendahuluan Pembuatan Kitosan secara FermentasiMenggunakan Mucor miehei pada Media Kitin dan Kulit Udang Windu(Penaeus monodon) (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Mekawati, Fachriyah E.dan Sumardjo. 2000. Aplikasi Kitosan Hasil tranformasiKitin Limbah Udang (Penaeus merguiensis) untuk Adsorpsi Ion LogamTimbal. Jurnal Sains dan Matematika. 2: 51-54.
Mojarrad, J. S., M. Nemati, H. Valizadeh, M. Ansarin, dan S. Bourbour. 2007.Preparation of Glucosamine from Exoskeleton of Shrimp and PredictingProduction Yield by Response Surface Methodology. J. Agric. Food Chem.55: 2246-2250.
67
Mugiyanto, P. 2012. Uji Efektivitas Fermentasi Kitin Secara Bertahap denganIsolat Actinomycetes ANL-4 dan Mucor miehei untuk PembuatanGlukosamin (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Muharni. 2009. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penghasil Kitinase dari SumberAir Panas Danau Ranau Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains 09: 12-15.
Nasution, R. S.. 2010. Pengaruh Konsentrasi Maleat Anhidrida terhadap DerajatGrafting Maleat Anhidrida pada Propilena Terdegradasi dengan InisiatorBenzoil Peroksida (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Natsir, H., A. R. Patong, M. T. Suhartono, dan A. Ahmad. 2012. Produksi DanAplikasi Kitinase Dari B. licheniformis HSA3-1a dalam MenghidrolisisKitin dari Limbah Udang dan Dinding Sel Jamur Ganoderma sp. SeminarJember 2012. 1-5.
Nelson, David L., Michael M. Cox. 2004. Lehninger Principles of Biochemistry.W. H. Freeman.
Noviendri, D., Y. N. Fawzya, dan E. Chasanah. 2008. Karakteristik dan SifatKinetika Enzim Kitinase dari Isolat Bakteri T5a1 Asal Terasi. JurnalPascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 3: 123-129.
Nst, R. A. 2012. Penentuan pH dan Suhu Optimum untuk Aktivitas Ekstrak KasarEnzim Lipase dari Kecambah Biji Karet (Hevea brasiliensis) terhadapHidrolisis PKO (Palm Kernel Oil) (Skripsi). Universitas Sumatera Utara.Medan.
Paramasyanti, F. 2014. Pengaruh Lama Sonikasi pada Pembuatan Film Pani-Ag/Ni terhadap Kristalinitas dan Kondutivitasnya (Skripsi). UniversitasNegeri Malang. Malang.
Pariera, B. M. 2004. Limbah Cangkang Udang menjadi Kitosan.http://www.chem-is-try.org/ diakses pada tanggal 26 Mei 2015 Pukul 21.03.
Patil, R. S., V. Ghormade, M. V. Deshpande. 2000. Chitinolytic Enzymes: anExploration. J. of Enzyme and Microbial Technology. 26: 473-483.
68
Prameswari, T. 2013. Sintesis Membran Kitosan-silika Abu Sekam Padi untukDekolorasi Zat Warna Congo Red (Skripsi). Universitas Negeri Semarang.Semarang.
Pramudita, I. R. N. 2013. Pembuatan dan karakterisasi Plastik BiodegradableDari Campuran Limbah Plastik Polipropilen dan Kitosan MenggunakanMetode Tanpa Pelarut (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Pratiwi, R. S., T. E. Susanto, Y. A. K. Wardani, A. Sutrisno. 2014. Enzim Kitinasedan Aplikasi di Bidang Industri: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan danAgroindustri. 3: 878-887.
Purnomo, E. H., A. B. Sitanggang, D. Indrasti. 2012. Studi Kinetika ProduksiGlukosamin dalam Water-miscible Solvent dan Proses Separasinya.Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian IPB. 247-261.
Purwanti, Ani. 2014. Evaluasi Proses Pengolahan Limbah Kulit Udang untukMeningkatkan Mutu Kitosan yang Dihasilkan. Jurnal Teknologi. 7 (1): 83-90.
Razi, 2012. Mucor. http: //zaidanalrazi.blogspot.com/2012/04/Mucor.html.diakses pada tanggal 24 April 2015 Pukul 05.45 WIB.
Riadi, L. 2013. Teknologi Fermentasi Ed. 2. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Robiah, N. 2015. Mapping Aktivitas Enzim Kitinase dan Kitin Deasetilase dariIsolat Actinomycetes ANL-4 dalam Degradasi Kitin Selama 24 Jam WaktuInkubasi (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Rostinawati, Tina. 2008. Skrining dan Identifikasi Bakteri Penghasil EnzimKitinase dari Air Laut di Perairan Pantai Pondok Bali (Penelitian Mandiri).Universitas Padjajaran. Bandung.
Rusli, R. 2009. Penetapan Kadar Boraks pada Mie Basah yang Beredar di PasarCiputat dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis menggunakan PereaksiKurkumin (Skripsi). Universitas Negeri Islam (UIN) Syarif Hidayatullah.Jakarta.
69
Sari, I. M. 2010. Pembuatan Glukosamin dari Kitosan dengan Bantuan EnzimLisozim (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Savitri, E., N. Soeseno, T. Adiarto. 2010. Sintesis Kitosan, Poli(2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), Skala Pilot Project dari Limbah Kulit Udang sebagai BahanBaku Alternatif Pembuatan Biopolimer. Prosiding Seminar Nasional TeknikKimia “Kejuangan”. 1-9.
Setyahadi, S., T. K. Bunasor, dan D. Hendarsyah. 2006. Karakterisasi KitinDeasetilase Termostabil Isolat Bakteri Asal Pancuran Tujuh, BaturadenJawa Tengah. Jurnal Teknol. dan Industri Pangan. 17: 44-49.
Shahidi, F., J. K. V. Arachchi, You-Jin Jeon. 1999. Food Applications of Chitinand Chitosan. Trends in Food Science and Technology 10: 37-51.
Siregar, N. A. 2011. Penentuan pH dan Suhu Optimum untuk Aktivitas EkstrakKasar Enzim Lipase dari Kecambah Biji Jarak Kepyar (Ricinus CommunisL) terhadap Hidrolisis Minyak Wijen (Skripsi). Universitas Sumatera Utara.Medan.
Sitanggang, A. B., L. Sophia, H. S. Wu. 2012. MiniReview: Aspects ofGlucosamine Production Using Microorganisms. International FoodResearch Journal 19 (2): 393-404.
Soleh, A. M., L. K. Darusman, dan M. Rafi. 2008. Model Otentikasi KomposisiObat Bahan Alam Berdasarkan Spektra Infra Merah dan Komponen UtamaStudi Kasus: Obat Bahan Alam/Fitofarmaka Penurun Tekanan Darah.Forum Statistika dan Komputasi. 13: 1-6.
Subramaniyam, R. dan R. Vimala. 2012. Solid State and Submerged Fermentationfor The Production of Bioactive Substances: a Comparative Study.International Journal Science and Nature Vol. 3 (3): 480-486.
Sulistyaningrum, L. S. 2008. Optimasi Fermentasi Asam Kojat oleh Galur MutanAspergillus Flavus NTGA7A4UVE10 (Skripsi). Universitas Indonesia.Depok.
70
Uno, K., Y. Higashimoto, T. Chaweepack, dan L. Ruangpan. 2012. Effect ofChitin Extraction Processes on Residual Antimicrobials in Shrimp Shells.Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 12: 89-94.
Wardani, L. A. 2012. Validasi Metode Analisis dan Penentuan Kadar Vitamin Cpada Minuman Buah Kemasan dengan Spektrofotometri UV-Visible(Skripsi). Universitas Indonesia. Depok.
Wibisono, E. 2010. Imobilisasi Enzim Papain yang Diisolasi dari Getah BuahPepaya (Carica papaya L) dengan Menggunakan Kappa Karagenan danKitosan Aktifitas dan Stabilitasnya (Skripsi). Universitas Sumatera. Medan.
Win, N. N. dan W. F. Stevens. 2001. Shrimp Chitin as Substrate for FungalChitin Deacetylase. J. of Appl Microbiol Biotechnol 57: 334-341.
Wu, Y., M. Hussain, dan R. Fassihi. 2005. Development of a Simple AnalyticalMethodology for Determination of Glucosamine Release from ModifiedRelease Matrix Tablets. Journal of Pharmaceutical and BiomedicalAnalysis 38: 263-269.
Yolanda, C. 2014. Penetapan Waktu Inkubasi Optimum Degradasi Kitin secaraEnzimatik oleh Mucor miehei dengan Metode Ultraviolet-VisibleSpectrophotometry (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Zhang, H., Oh M., Allen C. 2004. Monodisperse Chitosan Nanoparticles forMucosal Drug Delivery. Biomacromolecules. 2461-8.
Zhao, Yong, Ro-Dong Park, dan Riccardo A. A. Muzzarelli. 2010. ChitinDeacetylases: Properties and Applications. Marine Drugs 8: 24-46.
Zhao, Yong, Wun-Taek Ju, Gyun-Hyun Jo, Woo Jin-Jung, dan Ro-Dong Park.2011. Perspectives of Chitin Deacetylase Research. InTech. Rijeka.