penelitian dm ultimate fix

93
FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 di PUSKESMAS KECAMATAN PASAR REBO TAHUN 2015 Pembimbinng: dr Jerry M Lohhy MKM dr Yunita R.M. Berliana S, MKK, Sp. OK dr Louisa Ariantje Langi M.Si Disusun Oleh : Kelompok Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Septiana Ferdinand Nauw 0761050199 Samuel Keryanto Rumende 0961050192 Dian Nur Martika Anggraini 0961050177 Ilham Suryo Wibowo 1061050190 Kharisma Pertiwi 1061050168 Wilona Devina 1061050187 Dyah Anjani Kumara Sari 1061050198 Dini Ibrati 1161050259

Upload: nur-hani

Post on 25-Jan-2016

47 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

h

TRANSCRIPT

Page 1: Penelitian DM Ultimate Fix

FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 di PUSKESMAS KECAMATAN PASAR REBO TAHUN 2015

Pembimbinng: dr Jerry M Lohhy MKMdr Yunita R.M. Berliana S, MKK, Sp. OKdr Louisa Ariantje Langi M.Si

Disusun Oleh :

Kelompok Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo

Septiana Ferdinand Nauw 0761050199Samuel Keryanto Rumende 0961050192Dian Nur Martika Anggraini 0961050177Ilham Suryo Wibowo 1061050190Kharisma Pertiwi 1061050168Wilona Devina 1061050187Dyah Anjani Kumara Sari 1061050198Dini Ibrati 1161050259

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PERIODE 11 MEI – 25 JULI 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Page 2: Penelitian DM Ultimate Fix

JAKARTA 2015

Page 3: Penelitian DM Ultimate Fix

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui penelitian yang disusun oleh Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia kelompok kerja Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Periode 11 Mei-25 Juli pada:

Hari/Tanggal :

Tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Demikianlah hasil penelitian kami buat, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

Samuel K Rumende Dian Nur Martika Dini Ibrati

Ketua Wakil Ketua Sekretaris

Mengetahui,

Dr.Adolfina R. Amahorseja, MS

Kepala Departemen IKK FK-UKI

i

Page 4: Penelitian DM Ultimate Fix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena memberikan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Faktor Risiko DM Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Tahun 2015”. Dalam pelaksanaan penyusunan penelitian ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal ibadah bagi keluarga, dan rekan-rekan, sehingga memperoleh balasan yang lebih dari Tuhan Yang Maha Esa. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada para dokter-dokter yang telah membimbing kami:

1. dr Jerry M Lohhy MKM2. dr Yunita R.M. Berliana S, MKK, Sp. OK3. dr Louisa Ariantje Langi M.Si

Kami selaku peneliti berharap apa yang kami hadirkan dalam penelitian ini bisa memberi sedikit gambaran tentang “Faktor Risiko DM Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Tahun 2015”. Besar harapan kami semoga penelitian ini bisa menjadi tambahan informasi dan menambah wawasan bagi pembaca, baik itu orang tua, mahasiwa ataupun dosen pembimbing akademik.

Akhir kata, kami sebagai penyusun penelitian sadar bahwa penelitian yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan penelitian ini menjadi lebih baik lagi.

Demikianlah penelitian ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan, kami mohon maaf.

Jakarta, 30 April 2015

Penulis

ii

Page 5: Penelitian DM Ultimate Fix

ABSTRAK

Jumlah kasus Diabetes militus (DM) di Indonesia menempati urutan keempat Dunia. Diperkirakan jumlah kasus sebesar 8,4 juta di tahun 2000 akan meningkat menjadi 21,3 juta pada tahun 2015. Dan diperkirakan 2030 jumlah penderita diabetes di seluruh dunia mencapai 450 juta orang. DM tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh berbagai macam faktor resiko. Faktor resiko yang diambil yaitu jenis kelamin, umur, riwayat keluarga, obesitas, status ekonomi, dan pendidikan. Dari penelitian ini dapatlah kita simpulkan seberapa besar pengaruh berbagai faktor-faktor resiko terjadinya DM. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian analitik dengan desain penelitian Cross Sectional, populasinya adalah pasien diabetes melitus dewasa yang berobat di puskesmas kecamatan Pasar Rebo. Metode accidental sampling dengan pengambilan data sekunder.

Kata kunci: faktor resiko, diabetes melitus, Jenis kelamin, umur, riwayat keluarga, obesitas, status ekonomi, pendidikan

ABSTRACT

The number of cases DM in Indonesia ranks fourth in the word. Estimed number of cases of eight million in 2000, be increase to 21,3 million in 2015. And in 2030, the case in the world can reach 450 million. DM type 2 is the chronic disease caused by many risk factors. The risk factors are gender, age, family history, obesity, economic status, and education. From this study we can conclude how big is the influence from the risk factor of DM. The method of this study is analytic study with cross sectional. The population is mature patients who take medicine at Pasar Rebo Public Health Center, the sampling method is using accidental sampling, took from secondary data.

Key words: risk factor, diabetes mellitus, gender, age, family history, obesity, economic status, education

iii

Page 6: Penelitian DM Ultimate Fix

DAFTAR SINGKATAN

DM : Diabetes melitus

IMT : Index masa tubuh

GDP : Gula darah puasa

GDPP : Gula darah post prandial

TTGO : Test toleransi glukosa oral

TGT : Toleransi glukosa terganggu

GDPT : Gula darah puasa terganggu

iv

Page 7: Penelitian DM Ultimate Fix

DAFTAR ISI

Lembar pengesahan………………………………………………………………….. i

Kata pengantar………………………………………………………………………. ii

Abstrak ........................................................................................................................iii

Daftar singkatan …………………………………………………………………….. iv

Daftar isi .......................................................................................................................v

Pendahuluan .................................................................................................................1

Tinjauan pustaka ..........................................................................................................8

Kerangka teori dan kerangka konsep .........................................................................33

Metodologi penelitian ................................................................................................36

Hasil penelitian............................................................................................................40

Pembahasan.................................................................................................................51

Kesimpulan .................................................................................................................54

Daftar pustaka .............................................................................................................55

Lampiran......................................................................................................................57

v

Page 8: Penelitian DM Ultimate Fix

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Latar belakang

Menurut Departemen Kesehatan pada tahun 2000 Paradigma sehat sebagai suatu

gerakan nasional dalam rangka pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2015

merupakan upaya meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat proaktif dalam menjaga

kesehatannya dan menyadari pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan

preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.1 Saat ini perhatian penyakit

tidak menular semakin meningkat karena frekuensi kejadiannya pada masyarakat semakin

meningkat salah satunya diabetes milletus.2 Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia

WHO Indonesia merupakan urutan ke-7 terbesar, dalam jumlah penderita Diabetes Melitus di

dunia pada tahun 2013. Sementara berdasarkan data IDF pada tahun 2014 (International

Diabetes Federation), Indonesia menduduki urutan ke 5 terbsar di dunia. Prevalensi diabetes

mellitus di dunia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data statistik organisasi

kesehatan dunia menurut WHO pada tahun 2003 menunjukkan jumlah penderita diabetes di

dunia sekitar 194 juta dan diprediksikan akan mencapai 333 juta jiwa tahun 2025 dan

setengah dari angka tersebut terjadi di negara berkembang terutama di Indonesia. Di Asia

Tenggara terdapat 46 juta jiwa dan diprediksikan meningkat hingga 119 juta jiwa. Di

Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 diperkirakan menjadi 21,3 juta pada tahun 2030

menurut WHO tahun 2008. 1,2

Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

prevalensi global penderita DM pada tahun 2012 sebesar 8,4 % dari populasi penduduk

1

Page 9: Penelitian DM Ultimate Fix

dunia, dan mengalami peningkatan menjadi 382 kasus pada tahun 2013. IDF memperkirakan

pada tahun 2035 jumlah insiden DM akan mengalami peningkatan menjadi 55% (592 juta) di

antara usia penderita DM 40-59 tahun (IDF, 2013). Indonesia merupakan negara urutan ke 7

dengan kejadian diabetes mellitus tertinggi dengan jumlah 8,5 juta penderita setelah Cina

(98,4 juta), India (65,1 juta), Amerika (24,4 juta), Brazil (11,9 juta), Rusia (10,9 juta),

Mexico (8,7 juta), Indonesia (8,5 juta) Jerman (7,6 juta), Mesir (7,5 juta), dan Jepang (7,2

juta). Antara 2010 dan 2030, kasus DM pada orang dewasa akan meningkat 69% di Negara

berkembang dan 20% di Negara maju (Shaw, 2010). Berdasarkan data Riskesdas 2013,

prevalensi diabetes mellitus di Pulau Jawa adalah di provinsi DKI Jakarta sebesar 1,8%,

diambil dari pola penyakit terpilih diwilayah kecamatan pasar rebo berdasarkan pasien yang

berkunjung ke puskesmas yaitu 10 penyakit terbanyak sabagai berikut pertama ispa dengan

jumlah 3101 orang ke dua penyakit pulpa dan jaringan periapikal dengan jumlah 1505 orang,

ke tiga penyakit pada system otot dan jaringan pengikat dengan jumlah 958 orang, ke empat

penyakit darah tinggi dengan jumlah 652 orang, ke lima penyakit diabetes milletus dengan

jumlah penderita 595 orang, ke enam pneumonia dengan jumlah 586 orang, ke tujuh diare

dengan jumlah 376 orang, ke delapan tonsillitis dengan jumlah 367 orang, ke sembilan

penyakit lainnya dengan jumlah 363 orang dan yang terakhir penyakit kulit alergi dengan

jumlah 319 orang. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa penyakit diabetes milletus

menduduki peringkat ke 5 di kecamatan pasar rebo dengan jumlah penduduk di wilayah

kecamatan pasar rebo Jakarta timur tahun 2013 berjumlah 204.599 jiwa, sedangkan di

provinsi Jawa Barat sebesar 0,8%, di provinsi Jawa Tengah sebesar 0,8%, di provinsi D.I

Yogyakarta sebesar 1,1%, di provinsi Jawa Timur sebesar 1,0%, dan di provinsi Banten

sebesar 0,5%.3

Menurut World Health Organisazation (WHO) pada tahun 2014 menunjukkan

adanya kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi DM tipe II di berbagai

2

Page 10: Penelitian DM Ultimate Fix

penjuru dunia serta Indonesia menempati urutan keempat terbesar yang menderita DM tipe II.

Data dari Ditjen Bina Yanmedik tahun 2009 mencatat kasus diabetes melitus II sebesar

2.178 atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada Millenium Development

Goals (MDGs) tahun 2013 tercatat jumlah penduduk di Indonesia yang mengidap penyakit

diabetes melitus tipe II sebesar 5,7% dari keseluruhan jumlah penduduk dan 1,1%

diantaranya meninggal dunia karena penyakit tersebut. Berdasarkan data dari Badan Pusat

Statistik Indonesia jumlah penduduk Indonesia dengan prevalensi diabetes melitus tipe II di

daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural 7,2% dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah

penduduk dengan asumsi prevalensi diabetes melitus tipe II mencapai 12 juta. 3

Menurut Departemen Kesehatan ada beberapa jenis diabetes mellitus yaitu Diabetes

Mellitus Tipe I, Diabetes Mellitus Tipe II, Diabetes Mellitus Tipe Gestasional, dan Diabetes

Mellitus Tipe Lainnya. Jenis Diabetes Mellitus yang paling banyak diderita adalah Diabetes

Mellitus Tipe II.4

Menurut penelitian di Swiss dikutip oleh Suwondo pada tahun 2012 bahwa pada usia

lebih dari 60 tahun tiga kali lebih banyak dari usia muda terkena diabetes karena pada usia

tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun sehingga terjadinya penurunan sekresi atau

resistensi insulin yang fungsinya untuk membawa gula ke sel-sel tubuh sehingga dikarenakan

fungsi insulin menurun kemampuan terhadap pengendallian glukosa darahnya menjadi

tinggi.5 Pada saat ini, jumlah usia lanjut berumur >65 tahun di dunia diperkirakan mencapai

450 juta orang 7% dari seluruh penduduk dunia, dan nilai ini diperkirakan akan terus

meningkat. Sekitar 50% lansia mengalami intoleransi glukosa dengan kadar gula darah puasa

normal.3,5 Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus maupun

Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) meningkat seiring dengan pertambahan usia, menetap

sebelum akhirnya menurun.6 Dari data WHO didapatkan bahwa setelah mencapai usia 30

tahun, kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg%/tahun pada saat puasa dan akan naik sebesar

3

Page 11: Penelitian DM Ultimate Fix

5,6-13 mg%/ tahun pada 2 jam setelah makan. Seiring dengan pertambahan usia, lansia

mengalami kemunduran fisik dan mental yang menimbulkan banyak konsekuensi.

Menurut Riskesdas 2013 Penyakit Diabetes Mellitus ini pun sebagian besar dapat

dijumpai pada perempuan dibandingkan laki – laki. Hal ini disebabkan karena pada

perempuan memiliki LDL atau kolesterol jahat tingkat trigliserida yang lebih tinggi

dibandingkan dengan laki – laki, dan juga terdapat perbedaan dalam melakukan semua

aktivitas dan gaya hidup sehari –hari yang sangat mempengaruhi kejadian suatu penyakit, dan

hal tersebut merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit Diabetes Mellitus. Jumlah

lemak pada laki – laki dewasa rata – rata berkisar antara 15 – 20 % dari berat badan total, dan

pada perempuan sekitar 20 – 25 %. Jadi peningkatan kadar lipid (lemak darah) pada

perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki -laki, sehingga faktor risiko terjadinya

Diabetes Mellitus pada perempuan 3-7 kali lebih tinggi dibandingkan pada laki – laki yaitu 2-

3 kali. 7 Menurut IDF 2011 Tingkat pendidikan juga mempengaruhi aktivitas fisik seseorang

karena terkait dengan pekerjaan yang dilakukan. Orang yang tingkat pendidikan tinggi

biasanya lebih banyak bekerja di kantor dengan aktifitas fisik sedikit sementara orang

dengan tingkat pendidikan rendah lebih banyak menjadi buruh maupun petani dengan

aktivitas fisik cukup berat.8 Berdasarkan data Riskesdas 2011, prevalensi kurang melakukan

aktivitas fisik di DKI Jakarta sebesar 54,7%, di Jawa Barat sebesar 52,4%, di Jawa Tengah

sebesar 44,2%, di D.I Yogyakarta sebesar 45,3%, di Jawa Timur sebesar 44,7%, dan di

Banten sebesar 55,0%.

Diperkirakan naiknya risiko diabetes pada group pendapatan rendah terkait dengan

prevalensi obesitas . Selama ini sudah jelas bahwa rendahnya status sosio-ekonomi dikaitkan

dengan lebih tingginya prevalensi obesitas, khususnya pada perempuan. Sedangkan pada

sumber lain dikatakan prevalensi diabetes menjadi 2 kali lipat pada populasi masyarakat

dengan pendapatan yang lebih tinggi.9 Berdasarkan data Riskesdas 2011 obesitas berkaitan

4

Page 12: Penelitian DM Ultimate Fix

dengan terjadinya diabetes milletus, prevalensi penduduk menurut IMT di masing-masing

kabupaten/kota. Prevalensi IMT di provinsi DKI Jakarta adalah kurus 12,5%, 60,6% normal,

11,9% berat badan lebih, dan 15,0% obes, di provinsi Jawa Barat adalah 14,6% kurus, 63,3%

normal, 9,3% berat badan lebih, dan 6,5% obes, di provinsi Jawa Tengah adalah 17,0%

kurus, 65,9% normal, 8,0% berat badan lebih, dan 20% obes, di provinsi D.I Yogyakarta

adalah 17,6% kurus, 63,7% normal, 8,5% berat badan lebih, dan 10,2% obes, di provinsi

Jawa Timur adalah 10,1% kurus, 10,5% normal, 9,1% berat badan lebih, dan 11,3% obes,

dan di provinsi Banten adalah 16,4% kurus, 67,0% normal, 8,1% berat badan lebih, dan 8,5%

obes.9 Timbulnya penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 sangat dipengaruhi oleh genetik. Bila

terjadi mutasi gen menyebabkan kekacauan matabolisme yang berujung pada timbulnya DM

tipe 2. Risiko seorang anak mendapat DM tipe 2 adalah 15 % bila salah satu orang tuanya

menderita DM. Jika kedua orang tuanya memiliki DM maka risiko untuk menderita DM

adalah 75 %, orang yang memiliki ibu dengan DM memiliki risiko 10 – 30 % lebih besar dari

pada orang yang memiliki ayah dengan DM ini karena penuruna gen sewaktu dalam

kandungan lebih besar dari ibu.10 Sebuah penelitian oleh Fatmawati di RSUD Sunan Kalijaga

tahun 2010 memakai desain studi kasus kontrol dari hasil penelitian didapatkan bahwa

riwayat keluarga merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes mellitus tipe

2. Orang yang memiliki riwayar keluarga DM memiliki risiko 2,97 kali untuk kejadian DM

tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat.

5

Page 13: Penelitian DM Ultimate Fix

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Faktor risiko apa sajakah yang berperan untuk terjadinya DM tipe 2 di pukesmas

Pasar Rebo?

1.3. Hipotesis

1. Riwayat keluarga DM, umur, jenis kelamin, obesitas dan status ekonomi yang

rendah berperan dalam terjadinya DM tipe 2 di puskesmas Pasar Rebo.

I.4. Tujuan

I.4.1. Tujuan Umum

1. Diketahui faktor risiko penderita DM tipe 2 di puskesmas Pasar Rebo tahun 2015

I.4.2. Tujuan Khusus

1 Diketahui hubungan antara umur dengan terjadinya DM tipe 2 di puskesmas Pasar

Rebo tahun 2015

2 Diketahui hubungan antara riwayat keluarga DM dengan terjadinya DM tipe 2 di

puskesmas Pasar Rebo tahun 2015

3 Diketahui hubungan antara jenis kelamin dengan terjadinya DM tipe 2 di

puskesmas Pasar Rebo tahun 2015

4 Diketahui hubungan antara obesitas dengan terjadinya DM tipe 2 di puskesmas

Pasar Rebo tahun 2015

5 Diketahui hubungan antara status ekonomi dengan terjadinya DM tipe 2 di

puskesmas Pasar Rebo tahun 2015

6 Diketahui hubungan antara pendidikan terakhir dengan terjadinya DM tipe 2 di

puskesmas Pasar Rebo tahun 2015

6

Page 14: Penelitian DM Ultimate Fix

I.5. Manfaat penelitian

I.5.1. Bagi Peneliti

1. Memperoleh pengalaman belajar langsung dan pengetahuan dalam menyusun dan

melakukan penelitian

2. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama ini

3. Meningkatkan kemampuan komunikasi dengan masyarakat

4. Mengembangkan daya nalar, minat, dan kemampuan dalam bidang penelitian.

I.5.2. Bagi Instansi Pendidikan

1. Mewujudkan Universitas Kristen Indonesia sebagai Research University dalam

rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi

2. Sebagai bahan bacaan untuk mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Kristen

Indonesia

3. Sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya atau masalah yang sama dan untuk

mendapatkan informasi ilmiah tentang faktor risiko penderita DM tipe 2 di

puskesmas Pasar Rebo.

I.5.3. Manfaat bagi masyarakat

1. Merupakan masukan bagi instansi pendidikan, kesehatan, media informasi dan

komunikasi, serta pihak-pihak yang terkait

2. Bahan masukan dalam melaksanakan penyuluhan mengenai faktor risiko DM tipe

2

I.6. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan latar belakang maka penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Pasar Rebo

terhadap penderita DM tipe 2. Adapun variabel yang diteliti yaitu pola hidupa.

1. Variabel terikat : DM tipe 2

2. Variabel bebas : Umur, riwayat keluarga DM, jenis kelamin, obesitas, status

ekonomi, pendidikan terakhir.

7

Page 15: Penelitian DM Ultimate Fix

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980

dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu

jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan

problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat

defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.11

Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya

hiperglikemia sebagai hasil dari efek dalam sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.

Keadaan hiperglikemia kronik biasanya disertai dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi,

dan kegagalan dari berbagai organ, terutama pada mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh

darah.

Diabetes mellitus menyebabkan berbagai macam komplikasi kronis, terutama pada

pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah yang terkena dibagi menjadi dua jenis, yaitu

pembuluh darah besar (makroangiopati) dan pembuluh darah kecil (mikroangiopati). Yang

termasuk pembuluh darah besar, yaitu jantung, pembuluh darah tepi, terutama tungkai, yang

disebut sebagai Penyakit Arteri Perifer (PAP), dan juga dapat menyebabkan kerusakan pada

pembuluh darah otak.

Yang termasuk pembuluh darah kecil seperti pembuluh darah ke mata dan ginjal.

Komplikasi kronis pada luka di kaki sebagai hal menakutkan bagi penderita DM, sehingga

komplikasi kaki diabetik ini harus diwaspadai. Bagi penderita DM dengan kadar gula darah

yang tidak terkendali, menjadikan luka  kaki sangat sulit sembuh. Jika tidak diatasi secara

dini, luka itu akan menjadi infeksi serius, sehingga kaki harus diamputasi, atau nyawa

penderita DM terenggut.13

2. Fisiologi Pembentukan dan Sekresi Insulin

8

Page 16: Penelitian DM Ultimate Fix

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel

beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin

disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan

regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama

dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada

retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami

pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-

gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim

peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah

siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.10

Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal,

karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada

dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang

memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa,

beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam

rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis

dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan

belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.

Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan

oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk

dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter

(GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan

dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa

masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat

dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah,

melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul

glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian

membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap

selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan

ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya

9

Page 17: Penelitian DM Ultimate Fix

tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel.

Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan

kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme

yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.( Gambar 1 )11

Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya

disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh

pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut,

misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor

yang sama dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membran sel

beta.

3. Patofisiologi Diabetes Melitus

10

Glucose signaling

Glucose GLUT-2

Glucose

Glucose-6-phosphate

ATP

Depolarization

of membrane

K+ channel shut

Ca2+ Channel Opens

Insulin + C peptide

Cleavage

enzymes

Proinsulin

preproinsulin Preproinsulin

Insulin SynthesisB. cell

K+ ↑↑

Gambar 1: Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi

Glukosa ( Kramer, 2011)

Dinamika sekresi insulin

Insulin Release

Exocytosis

secretory

Page 18: Penelitian DM Ultimate Fix

Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia yang bersifat kronik yang

dapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Diabetes mellitus

disebabkan oleh sebuah ketidakseimbangan atau ketidak adanya persediaan insulin atau tak

sempurnanya respon seluler terhadap insulin ditandai dengan tidak teraturnya metabolisme.

Orang dengan metabolisme yang normal mampu mempertahankan kadar glukosa

darah antara 80-140 mg/dl (euglikemia) dalam kondisi asupan makanan yang berbeda – beda

pada orang non diabetik kadar glukosa darah dapat meningkat antara 120-140 mg/dl setelah

makan (post prandial) namun keadaan ini akan kembali menjadi normal dengan cepat.

Sedangkan kelebihan glukosa darah diambil dari darah dan disimpan sebagai glikogen dalam

hati dan sel – sel otot (glikogenesis). Kadar glukosa darah normal dipertahankan selama

keadaan puasa, karena glukosa dilepaskan dari cadangan – cadangan tubuh (glikogenolisis)

dan glukosa yang baru dibentuk dari trigliserida (glukoneogenesis). Glukoneogenesis

menyebabkan metabolisme meningkat kemudian terjadi proses pembentukan keton

(ketogenesis) terjadi peningkatan keton didalam plasma akan menyebabkan ketonuria (keton

didalam urine) dan kadar natrium serta PH serum menurun yang menyebabkan asidosis. 12

Resistensi sel terhadap insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi

menurun sehingga kadar glukosa darah dalam plasma tinggi (hiperglikemia). Jika

hiperglikeminya parah dan melebihi ambang ginjal maka timbul glikosuria. Glukosuria ini

akan menyebabkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan

timbul rasa haus (polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi. Glukosuria menyebabkan

keseimbangan kalori negatif sehingga menimbulkan rasa lapar (polifagi) Selain itu juga

polifagi juga disebabkan oleh starvasi (kelaparan sel). Pada pasien DM penggunaan glukosa

oleh sel juga menurun mengakibatkan produksi metabolisme energy menjadi menurun

sehingga tubuh menjadi lemah. Hiperglikemia juga dapat mempengaruhi pembuluh darah

kecil (arteri kecil) sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang yang

akan menyebabkan luka tidak sembuh sembuh . Karena suplai makanan dan oksigen tidak

adekuat mengakibatkan terjadinya infeksi dan terjadi ganggren atau ulkus. Gangguan

pembuluh darah juga menyebabkan aliran ke retina menurun sehingga suplai makanan dan

oksigen berkurang, akibatnya pandangan menjadi kabur. Akibat perubahan mikrovaskuler

adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal sehingga terjadi nefropati. Diabetes juga

mempengaruhi saraf – saraf perifer, sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat sehingga

mengakibatkan neuropati.12

11

Page 19: Penelitian DM Ultimate Fix

Gambar 2: Patofisiologi Diabetes Melitus (EGC 2007)

4. Faktor Risiko

Faktor risiko Diabetes Mellitus antara lain adalah kadar glukosa darah yang tinggi,

riwayat keluarga menderita DM, obesitas, kurang aktivitas fisik, usia, hipertensi, riwayat DM

12

Page 20: Penelitian DM Ultimate Fix

saat hamil, dan Sindrom Polikistik pada wanita (Michael dkk, 2005). Pengukuran faktor

risiko DM dilakukan terhadap masyarakat yang berusia 20 tahun ke atas sesuai dengan jenis

faktor risiko yang disebutkan pada consensus PERKENI 2006 (Kemenkes RI, 2008). Ruang

Lingkup Faktor Risiko DM dibagi atas dua faktor yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan

yang tidak dapat dimodifikasi.

Faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi (unmodifiable risk faktor), Faktor risiko

yang sudah melekat pada seseorang sepanjang hidupnya. Sehingga faktor risiko tersebut tidak

dapat dikendalikan. Faktor risiko DM yang tidak dapat di modifikasi antara lain:

1. Ras dan Etnik

Ras atau etnik yang dimaksud adalah seperti suku atau kebudayaan setempat dimana

suku atau budaya dapat menjadi salah satu faktor risiko DM yang berasal dari lingkungan.

Biasanya, penyakit yang berhubungan dengan ras atau etnik pada umumnya berkaitan

dengan faktor genetik dan faktor lingkungan (Masriadi, 2012)

2. Usia

Usia merupakan salah satu karakteristik yang melekat pada host atau penderita

penyakit. Usia mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya fisik, serta sifat

resistensi tertentu. Usia juga berhubungan erat dengan sikap dan perilaku, juga karakteristik

tempat dan waktu. Perbedaan pengalaman terhadap penyakit menurut usia sangat

berhubungan dengan perbedaan tingkat keterpaparan dan proses patogenesis (Masriadi,

2012). Hasil analisis multivariat pada penelitian ”Gaya Hidup dan Status Gizi Serta

Hubungannya Dengan Diabetes Mellitus Pada Wanita Dewasa di DKI Jakarta” menunjukkan

bahwa faktor-faktor risiko Diabetes Mellitus pada perempuan dewasa antara lain usia > 45

tahun baik pada wanita obes maupun tidak obes. Dalam penelitian Radio Putro tentang “Studi

Kasus di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Kariadi” bahwa salah satu faktor risiko

yang terbukti berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 adalah usia ≥ 45 tahun. Diabetes

seringkali ditemukan pada masyarakat dengan usia tua karena pada usia tersebut, fungsi

tubuh secara fisiologis menurun dan terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga

kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal

(Gusti & Erna, 2014).

Dari data WHO didapatkan bahwa setelah mencapai usia 30 tahun, kadar glukosa

darah akan naik 1-2 mg%/tahun pada saat puasa dan akan naik sebesar 5,6-13 mg%/tahun

13

Page 21: Penelitian DM Ultimate Fix

pada 2 jam setelah makan.12 Seiring dengan pertambahan usia, lansia mengalami kemunduran

fisik dan mental yang menimbulkan banyak konsekuensi. Selain itu, kaum lansia juga

mengalami masalah khusus yang memerlukan perhatian antara lain lebih rentan terhadap

komplikasi makrovaskular maupun mikrovaskular dari DM dan adanya sindrom geriatri.13

Seiring dengan proses penuaan, semakin banyak lansia yang berisiko terhadap

terjadinya DM, sehingga sekarang dikenal istilah prediabetes. Prediabetes merupakan kondisi

tingginya gula darah puasa (gula darah puasa 100-125mg/dL) atau gangguan toleransi

glukosa (kadar gula darah 140-199mg/dL, 2 jam setelah pembebanan 75 g glukosa).

Modifikasi gaya hidup mencakup menjaga pola makan yang baik, olah raga dan penurunan

berat badan dapat memperlambat perkembangan prediabetes menjadi DM. Bila kadar gula

darah mencapai >200 mg/dL maka pasien ini masuk dalam kelas Diabetes Melitus (DM). 14

Gangguan metabolisme karbohidrat pada lansia meliputi tiga hal yaitu resistensi insulin,

hilangnya pelepasan insulin fase pertama sehingga lonjakan awal insulin postprandial tidak

terjadi pada lansia dengan DM, peningkatan kadar glukosa postprandial dengan kadar gula

glukosa puasa normal. Di antara ketiga gangguan tersebut, yang paling berperanan adalah

resistensi insulin. Hal ini ditunjukkan dengan kadar insulin plasma yang cukup tinggi pada 2

jam setelah pembebanan glukosa 75 gram dengan kadar glukosa yang tinggi pula.13,15

Timbulnya resistensi insulin pada lansia dapat disebabkan oleh 4 faktor1 perubahan

komposisi tubuh: massa otot lebih sedikit dan jaringan lemak lebih banyak, menurunnya

aktivitas fisik sehingga terjadi penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan

insulin, perubahan pola makan lebih banyak makan karbohidrat akibat berkurangnya jumlah

gigi sehingga, perubahan neurohormonal (terutama insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan

dehidroepiandosteron (DHEAS) plasma) sehingga terjadi penurunan ambilan glukosa akibat

menurunnya sensitivitas reseptor insulin dan aksi insulin. Selain gangguan metabolisme

glukosa, pada DM juga terjadi gangguan metabolisme lipid sehingga dapat terjadi

peningkatan berat badan sampai obesitas, dan bahkan dapat pula terjadi hipertensi. Bila

ketiganya terjadi pada seorang pasien, maka pasien tersebut dikatakan sebagai mengalami

sindrom metabolik.15

Pada lansia juga terdapat aspek khusus berkenaan dengan DM yang dikenal dengan

sindrom geriatri. Kejadian depresi pada lansia penderita DM adalah 2 kali lipat dibandingkan

dengan lansia pada umumnya, dan prevalensi pada wanita lebih banyak (28%:18%).

Sayangnya, depresi pada lansia ini seringkali tidak terdeteksi.19,20 Depresi tentu meningkatkan

biaya pelayanan kesehatan dan member pengaruh buruk pada pengobatan DM karena tata

laksana DM yang efektif memerlukan partisipasi pasien. Sebuah studi memperlihatkan bahwa

14

Page 22: Penelitian DM Ultimate Fix

terdapat hubungan yang bermakna antara keparahan depresi dan keberhasilan pengobatan.

Jadi, tata laksana DM kurang berhasil pada pasien yang menderita depresi. Mekanisme

hubungan antara DM dan depresi belum jelas, tetapi hiperglikemia dapat menyebabkan

depresi dan sebaliknya, depresi dapat menyebabkan hiperglikemia. Metaanalisis dari 24 studi

memperlihatkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara nilai HbA1C dan gejala depresi.

Tata laksana depresi dapat meningkatkan proporsi pasien dengan kontrol gula darah yang

baik.15 Karena depresi dapat mengganggu tata laksana DM, sebaiknya dilakukan skrining

berkala atas depresi pada lansia penderita DM. Saat ini tersedia berbagai modalitas skrining

antara lain Geriatric Depression Scale, Beck Depression Inventory, atau Zung’s Mood Scale.

Pada lansia penderita DM yang mengalami depresi rekuren, perlu ditelaah kembali obat yang

diterimanya, adakah obat yang menyebabkan

depresi di antara obat-obatan tersebut.16

3. Riwayat Keluarga Menderita DM

Faktor genetik merupakan faktor penting pada DM. Kelainan yang diturunkan dapat

langsung mempengaruhi sel beta dan mengubah kemampuannya untuk mengenali dan

menyebarkan sel rangsang sekretoris insulin. Keadaan ini meningkatkan kerentanan individu

tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan yang dapat mengubah integritas dan fungsi sel

beta pankreas (Price & Wilson, 2012).

Gen adalah unit-unit herediter yang ditransmisikan dari satu generasi ke generasi

berikutnya atau diwariskan atau diturunkan. Gen terletak pada molekul-molekul panjang

asam deoksiribonukleat (deoxyribonuletic acid, DNA) yang terdapat pada semua sel DNA,

bersama dengan suatu matriks protein, membentuk nukleoprotein dan terorganisasi menjadi

struktur kromosom yng ditemukan dalam nukleus atau daerah inti sel (Elrord&Stansfield,

2011). Dalam penelitian diketahui bahwa berkurangnya kemampun dari pankreas untuk

membentuk insulin ditentukan oleh reseptor D. Jika seseorang yang menderita diabetes,

sedangkan kedua orang tuanya normal, maka dapat dipastikan kedua orang tuanya normal,

maka dapat dipastikan kedua orang tua merupakan heterizigot. Bukti untuk determinan

genetik diabetes adalah kaitan dengan tipe-tipe histokompatibilitas HLA (human leukocyte

antigen) spesifik. Tipe dari gen histokompabilitas yang berkakitan dengan diabetes (DW 3

dan DW 4) adalah yang memberi kode kepada protein-protein yang berperan penting dalam

interkasi monositlimfosit. Protein-protein ini mengatur respon sel T yang merupakan bagian

15

Page 23: Penelitian DM Ultimate Fix

normal dari respon imun. Jika terjadi kelainan, maka limfosit T akan terganggu dan sangat

berperan penting pada patogenesis perusakan sel-sel pulau Langerhans.17

Secara genetic resiko DM tipe 2 meningkat pada saudara kembar monozigotik

seorang DM tipe 2, ibu dari neonates yang beratnya lebih dari 4 kg, individu dengan gen

obesitas, ras atau etnis tertentu yang mempunyai insiden tinggi terhadap DM (Price &

Wilson,2012). SIperstein dalam Waspadji (2011) menyatakan dalam penelitiannya pada

pasien DM didapatkan 90% memliki kelainan pada membrane basal otot dan kelainan serupa

didapatkan pada 53% orang non DM yang kedua orangtuanya mengidap DM. Risiko seorang

anak mendapat DM tipe 2 adalah 15% bila salah seorang tuanya menderita DM dan

kemungkinan 75% bilamana kedua-duanya menderita DM. Pada umumnya apabila seseorang

menderita DM maka saudara kandungnya mempunyai risiko DM sebanyak 10%

(KemenkesRI, 2011). Risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30% dari pada

ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar

dari ibu (Trisnawati & Soedijono, 2013).

4. Pernah melahirkan Bayi dengan Berat Badan ≥4.000 gram

Wanita yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram

dianggap berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus baik tipe 2 maupun gestasional.

Wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg (4.000 gram/ 9 pounds)

biasanya dianggap sebagai praDiabetes (Lanywati, 2011)

5. Riwayat lahir dengan berat badan <2500 gram

Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) ialah apabila seseorang ketika

lahir dengan berat badan <2500 gram. Seseorang yang lahir dengan BBLR dimungkinkan

memiliki kerusakan pancreas sehingga kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin

akan terganggu. Hal tersebut menjadi dasar mengapa riwayat BBLR seseorang dapat

berisiko terhadap kejadian BBLR (Kemenks, 2013). Sebuah penelitian cross sectional di

Cina dilakukan tehadap 973 orang dewasa dari tahun 2002-2004 untuk mengetahui

hubungan berat badan saat lahir dengan risiko penyakit Diabetes Mellitus tipe 2. Didapatkan

bahwa responden dengan kadar gula darah tinggi lebih banyak ditemukan pada kelompok

subjek dengan BBLR (<2500 gram). Sehingga disimpulkan bahwa status BBLR sebagai

variabel independen berhubungan dengan risiko penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 (Tian dkk,

2011).

16

Page 24: Penelitian DM Ultimate Fix

6. Faktor Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi baik dinilai oleh pendapatan, pendidikan, atau pekerjaan terkait

dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk di dalamnya bayi berat lahir rendah, penyakit

kardiovaskuler, hipertensi, arthritis, diabetes dan kanker. Kejadian Diabetes Melitus lebih

tinggi dialami oleh individu yang berasal dari kondisis sosial ekonomi yang baik. Hal ini

kemungkinan dikaitkan dengan akses kesehatan, pengetahuan dan obesitas yang terjadi

karena ketidaksimbangan gizidan. Faktor kebudayaan juga dapat memicu timbulnya diabetes

seperti pada budaya timur yang cenderung banyak mengkonsumsi makanan berkarbohidrat

tinggi yang dapat menaikan kadar gula darah seseorang. Untuk pasien dengan penyakit DM

untuk asuransi kesehatan menjadi hal yang penting untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

yang terbaik (Brown at al, 2011). Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa pola

makan berpengaruh pada risiko terkena DM. Namun makan bukan hanya saja proses

memasukan makanan ke dalam mulut, tetapi juga merupakan peristiwa sosial yang penting.

Pemilihan makanan dan akses kepada makanan dapat berpengaruh kepada beberapa faktor

(Wiley dan Sons, 2010).

Sosial ekonomi yang rendah berdasarkan pendapatan pribadi atau rumah tangga,

pendidikan, pekerjaan dan area tempat tinggal berhubungan dengan rendahnya tinggkat

kesehatan baik fisik maupun emosi. Status sosial ekonomi yang rendah dikaitkan dengan

tingkat kematian yang tinggi (Adler dan Newman, 2012). Hal ini dapat menyebabkan

meningkatnya risiko penyakit Kardiovaskular dan Kontrol glikemik yang buruk. (Brown at

al, 2011). Tinggkat pendidikan yang di kaitkan dengan “ Health Literacy “ yaitu kemampuan

menulis dan berhubungan dengan kesehatan. Semakin rendah pendidikan semakin terkait

dengan rendahnya kesadaran dalam kesehatan. Hal ini juga terjadi pada orang Diabetes

Militus, mereka yang pendidikannya rendah cenderung tidak mengetahui gejala – gejala

Diabetes Militus (Brown at al, 2011).

Selain pekerjaan dan pendidikan terdapat pula faktor lain yang terkait dengan risiko

penyakit Diabetes militus yaitu status Pernikahan. Penilitian yang di lakukan oleh Nezhad et

al, pada tahun 2012 membuktikan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara prevalensi

Diabetes Militus pada orang yang telah bercerai dan orang yang masi menikah. Beberapa

penilitian menyatakan status perceraian merupakan faktor yang dapat merugikan kesehatan

(Nezhad, 2012). World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa lebih dari 347

juta orang di seluruh dunia mengidap diabetes. Jumlah ini kemungkinan akan lebih dari dua

17

Page 25: Penelitian DM Ultimate Fix

kali lipat pada tahun 2030 tanpa intervensi. Hampir 80% kematian diabetes terjadi di negara

berpenghasilan rendah dan menengah (Anonim, 2010).

7. Jenis Kelamin

Berdasarkan analisis antara jenis kelamin dengan kejadian DM tipe 2, prevalensi

kejadian DM tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Wanita lebih berisiko

mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa

tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse

yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal

tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes mellitus tipe2 (Irawan, 2010).

Ada pengaruh hormonal yang berperan dalam pengaruh jenis kelamin terhadap

penyakit diabetes mellitus. (Tulane University Health Sciences Center in New Orleans,

Louisiana, American Diabetes Association 75th Scientific Sessions, 2015). Estrogen

melindungi, menjaga sensitivitas insulin dan sekresi insulin, dan membantu sel beta penghasil

insulin di pankreas untuk beradaptasi pada stress metabolik. Efek ini dimediasi oleh reseptor

estrogen. Saat wanita berhenti memproduksi estrogen saat menopause, wanita menjadi rentan

terhadap penyakit DM tipe 2.

Pada pria, testosteron dikonversi menjadi estrogen, dimana mempunyai efek

antidiabetik pada reseptor estrogen pada pria. Efek androgen banyak dihasilkan dari efek

testosteron di reseptor androgen, dimana meningkatkan sensitivitas insulin dan mencegah

penumpukan lemak viseral. Terdapat reseptor androgen di sel beta yang menolong sekresi

insulin sel beta untuk menghasilkan lebih banyak insulin. Pria yang kehilangan produksi

androgen karena penuaan atau pria dengan hypogonadism dan testosterone yang rendah,

rentan terkena penyakit DM tipe 2. Dimana hormon androgen pada pria relatif tidak menurun

drastis sesuai dengan peningkatan umur.19 Analisis data Riskesdas 2011 yang dilakukan oleh

Irawan mendapatkan bahwa perempuan lebih berisiko untuk menderita DM tipe 2 dibanding

laki-laki (Irawan 2010).

8. Obesitas

Obesitas merupakan suatu keadaan di mana berat badan seseorang jauh melampaui

berat badan standar berdasarkan tinggi badan (Mahan, 2011). Menurut standar indeks masa

tubuh (IMT), seseorang dikatakan mengalami obesitas bila nilai IMT-nya lebih atau sama

18

Page 26: Penelitian DM Ultimate Fix

dengan 25. Orang dengan obesitas memiliki masukan kalori yang berlebih. Indeks masa

tubuh secara bersama sama dengan variabel lainya mempunyai hubungan yang signifikan

dengan diabetes melitus. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sunjaya, menemukan

bahwa individu yang mengalami obesitas mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar untuk

terkena diabetes melitus dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami masalah

obesitas. Adanya pengaruh indeks masa tubuh terhadap diabetes melitus ini disebabkan oleh

tingginya konsumsi karbohidrat, lemak dan protein serta kurangnya aktivitas merupakan

faktor faktor risiko dari obesitas.

Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa obesitas merupakan faktor

predisposisi terjadinya resistensi insulin. Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh

sel-sel beta yang membentuk pulau sehingga disebut pulau langerhans di kelenjar pangkreas.

Fungsi utama hormon insulin adalah menurunkan kadar glukosa di dalam sel. Pada orang

dengan obesitas, Sel beta kelenjar pankreas akan mengalami kelelahan dan tidak mampu

untuk memproduksi insulin yang cukup untuk mengimbangi kelebihan masukan kalori.

Akibatnya kadar glukosa darah tinggi yang akhirnya menjadi DM.

Pada penderita obesitas akan berkembang resistensi terhadap aksi seluler insulin yang

dikarakteristikkan oleh berkurangnya kemampuan insulin untuk menghambat pengeluaran

glukosa dari hati dan kemampuannya untuk mendukung pengambilan glukosa pada lemak

dan otot (Park, 2012). DM tipe 2 sering ditemukan pada orang-orang yang kelebihan berat

badan karena kadar lemak yang tinggi, terutama pada daerah perut, diketahui menyebabkan

tubuh menjadi resisten terhadap efek insulin.

Resistensi insulin menyebabkan penurunan pengambilan glukosa oleh jaringan otot

dan lemak serta ketidakmampuan hormon untuk menekan glukoneogenesis di hati. Obesitas,

terutama obesitas sentral berhubungan langsung dengan derajat insulin. Disfungsi sel beta

pada DM tipe 2 menunjukkan ketidakmampuan dari sel-sel ini untuk menyesuaikan diri

sendiri terhadap kebutuhan dalam waktu lama dari resistensi insulin perifer dan peningkatan

sekresi insulin.15

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan

mengeluarkan tenaga dan energi. Aktivitas fisik sangat berperan dalam mengontrol gula

darah. Berdasarkan penelitian bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat

menambah sensitifitas insulin. Prevalensi diabetes mellitus mencapai 2-4 kali lipat terjadi

pada individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu yang aktif. Pada saat tubuh

melakukan aktivitas fisik, maka sejumlah glukosa akan diubah menjadi energi. Aktivtas fisik

mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang.

19

Page 27: Penelitian DM Ultimate Fix

Semakin kurang aktifitas fisik, maka semakin mudah seseorang terkena diabetes. Pada orang

yang jarang berolahraga atau aktivitas fisik, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak

dibakar tetapi ditimbun menjadi lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk merubah

glukosa menjadi energi, maka dapat timbul diabetes mellitus.14

9. Pendidikan Terakhir

Menurut Azwar (2011), pendidikan merupakan suatu factor yang mempengaruhi perilaku

seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta berprilaku baik, sehingga

dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat. Dengan pendidikan yang tinggi

seseorang diharapkan dapat berprilaku sehat yaitu mencegah penyakit diabetes mellitus pada

dirinya dan menghindari faktor-faktor resiko diabetes mellitus.

Tingkat pendidikan seseorang sangat menentukan kemudahan dalam menerima setiap

pembaharuan. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin tanggap beradaptasi

dengan perubahan kondisi lingkungan. Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, maka semakin dapat menghasilkan keadaan sosio- ekonomi yang semakin baik

dan kemandirian yang semakin mantap pula (Darmojo dan Hadi, 2010 dalam Wahyuanasari,

2012). Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik yang saling berhubungan.

Pendidikan dapat menentukan jenis pekerjaan seseorang. Pekerjaan akan mempengaruhi

pendapatan yang diterima oleh seseorang. Pendapatan dapat mempengaruhi daya beli

keluarga akan bahan makanan yang bergizi karena tingkat penghasilan menentukan jenis

pangan yang akan dibeli. Dengan meningkatnya pendapatan dan adanya perubahan gaya

hidup, maka dapat mengancam kehidupan penduduk golongan menengah ke atas serta

kelompok usia lanjut. Ancaman tersebut akan berupa makin meningkatnya prevalensi

penyakit non infeksi, terutama dalam bentuk kegemukan, penyakit jantung, diabetes mellitus

(Soekirman dalam Praditiwi, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lely S dan Indrawati T dalam Media

Litbang Kesehatan (2010) menyebutkan bahwa penderita diabetes tertinggi pada pendidikan

SMA yaitu sebesar 29,7% dan terendah pada pendidikan tidak sekolah yaitu sebesar 1,3%.15

5. Klasifikasi Diabetes Melitus

20

Page 28: Penelitian DM Ultimate Fix

5.1 Diabetes tipe 1 (destruksi sel β, biasanya mengarah ke defisiensi insulin)

Immune-mediated diabetes

Bentuk diabetes ini merupakan 5-10% tipe dari diabetes, biasanya disebut sebagai

insulin-dependent diabetes (IDDM) , diabetes tipe 1, atau juvenile-onset diabetes, sebagai

hasil dari destruksi cellular-mediated autoimun dari sel beta pancreas. Marker dari destruksi

sel β termasuk autoantibodi pulau Langerhans, autoantibodi terhadap insulin, autoantibodi

terhadap asam glutamat dekarboksilase, dan autoantibodi terhadapa tirosine phosphatase IA-2

dan IA-2β. Satu dan biasanya lebih dari autoantibodi ini muncul dalam 85-90% individu saat

glukosa puasa dideteksi. Dan juga, penyakit ini punya hubungan kuat dengan HLA, dengan

hubungan dengan gen DQA dan DQB, dan terpengaruh dengan gen DRB. Alel HLA-DR/DQ

bisa juga menjadi predisposisi.15

5.2 Diabetes Idiopatik

Sebagian bentuk dari diabetes tipe 1 tidak diketahui etiologinya. Sebagian pasien

mempunyai insulinopenia yang permanen dan rentan mengalami ketoasidosis, tapi tidak

mempunyai bukti adanya autoimun.Walau hanya minoritas pasien dengan diabetes tipe 1

yang termasuk dalam kategori ini, sebagian besarnya dialamai oleh orang keturunan Afrika

21

Page 29: Penelitian DM Ultimate Fix

atau Asia. Pasien dengan diabetes bentuk ini menderita dengan ketoasidosis episodic dan

mengalami berbagai derajat defisiensi insulin diantara episode. Bentuk diabetes ini sangat

kuat diwariskan, sangat kurang mengenai bukti imunologis tentang autoimunitas dari sel beta,

dan tidak berhubungan dengan HLA. Pasien harus mendapat terapi penggantian insulin

absolut secara terus menerus.

5.3 Diabetes tipe 2 ( mulai secara dominan dari resistensi insulin dengan

defisiensi insulin secara relatif menuju ke defek sekresi insulin dengan resistensi

insulin)

Diabetes bentuk ini merupakan 90-95% dari tipe diabetes yang banyak dialami.

Sering disebut sebagai non-insulin dependent diabetes (NIDDM), diabetes tipe 2, atau adult-

onset diabetes, mengarah pada individu yang mengalami resistensi insulin dan biasanya

secara relatif mengalami defisiensi insulin. Dan sering seiring dengan perjalanan hidupnya,

tidak membutuhkan terapi insulin untuk bertahan hidup.

Kebanyakan pasien dengan diabetes disebabkan obesitas, dan obesitas itu sendiri

menyebabkan adanya resistensi insulin. Diabetes bentuk ini seringkali tidak terdiagnosa

selama beberapa tahun karena hiperglikemia berkembang bertahap dan pada tahap awal

seringkali belum cukup parah untuk pasien menyadari adanya gejala klasik dari diabetes.

Namun, pasien dengan diabetes tipe ini berisiko mendapat komplikasi makrovaskular dan

mikrovaskular.

Risiko mendapat diabetes tipe ini meningkat dengan peningkatan umur, obesitas, dan

kurangnya aktivitas fisik. Sering didapat pada individu dengan hipertensi atau dislipidemia.

Sering juga berhubungan kuat dengan predisposisi genetik. Namun, genetik pada bentuk

diabetes ini sangat kompleks dan belum jelas diketahui.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus

berdasarkan perawatan dan gejala:

- Diabetes tipe 1, yang meliputi gejala ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di dalam

pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik.

Diabetes melitus dengan patogenesis jelas, seperti defisiensi mitokondria, tidak

termasuk pada penggolongan ini.

- Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai

dengan sindrom resist e nsi insulin

22

Page 30: Penelitian DM Ultimate Fix

- Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT

dan gestational diabetes mellitus, GDM.16

Dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:

- Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C.

- Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin endogen tidak

cukup untuk mencapai gejala normogli k emia , jika tidak disertai dengan tambahan

hormon dari luar tubuh.

- Not insulin requiring diabetes.

Kelas empat pada tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris:

insulin-dependent diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam merupakan anggota

klasifikasi NIDDM (bahasa Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus).

6. Gejala Diabetes Mellitus

Pasien sering kali tidak menyadari bahwa dirinya mengidap diabetes melitus, bahkan

sampai bertahun-tahun kemudian. Namun, harus dicurigai adanya DM jika seseorang

mengalami keluhan klasik DM berupa:

• Poliuria (banyak berkemih)

• Polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum)

• Polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus)

• Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

Untuk memperkuat diagnosis dapat diperiksa keluhan tambahan DM berupa:

• Lemas, mudah lelah, kesemutan, gatal

• Penglihatan kabur

• Penyembuhan luka yang buruk

• Disfungsi ereksi pada pasien pria

• Gatal pada kelamin pasien wanita

Pasien - pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar

glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang

parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 ± 180

mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus ± tubulus renalis tidak dapat menyerap

23

Page 31: Penelitian DM Ultimate Fix

kembali semua glukosa.

Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri

disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan

dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urin maka pasien akan

mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi

polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi

cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh

dan juga  berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.17

7. Komplikasi DM

DM akan menyebabkan komplikasi kronik baik mikroangiopati maupun

makroangiopati. Adanya pertumbuhan sel dan kematian sel yang tidak normal adalah dasar

terjadinya komplikasi kronik pada DM.

1. Mikroangiopati

- Retinopati diabetikum

Yang disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina. Ada dua klasifikasi dari

retinopati, yaitu non-proliferatif dan proliferatif.

- Nefropati diabetikum

Yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam urin. Hal ini

disebabkan adanya kerusakan pada glomerulus berupa penebalan glomerulus pada awalnya.

- Nefropati diabetikum

Merupakan faktor risiko terjadinya gagal ginjal kronik.

- Neuropati diabetikum

Biasanya ditandai dengan hilangnya rasa sensorik terutama bagian distal diikuti

dengan hilangnya refleks. Selain itu bisa terjadi poliradikulopati diabetikum yang merupakan

suatu sindroma yang ditandai dengan gangguan pada satu atau lebih akar saraf dan dapat

disertai dengan kelemahan motoric. Biasanya self-limitted dalam waktu 6-12 bulan.18

24

Page 32: Penelitian DM Ultimate Fix

Gambar 3: Komplikasi Diabetes Melitus

2. Makroangiopati

- Coronary heart disease

Dimana berawal dari berbagai bentuk dislipidemia, yaitu hipertrigliseridemia dan

penurunan kadar HDL. Pada DM sendiri tidak meningkatkan kadar LDL, namun sedikit

partikel LDL pada DM tipe 2 yang sangat bersifat aterogenik karena mudah mengalami

glikosilasi dan oksidasi.19

- Cerebrovascular disease

- Peripheral vascular disease / Peripheral Arterial Disease

Dengan tanda klinis :

- Nyeri kaki bila berjalan dan hilang bila beristirahat, yang disebut sebagai

klaudikasio intermiten

- Perubahan warna pada kaki

- Nyeri otot pada kaki

- Kaki terasa dingin

25

Page 33: Penelitian DM Ultimate Fix

- Kaki terlihat membiru (sianosis)

- Pulsasi lemah atau hilang

Faktor risiko terjadinya aterosklerosis adalah hiperkolesterolemia, merokok,

hipertensi, dan diabetes. PAP dan diabetes memerlukan perhatian sebab dibandingkan dengan

PAP dengan faktor risiko lain.

PAP pada diabetes berbeda dalam biologi, gambaran klinik dan penatalaksanaan.

Keterlibatan vaskular sedikit unik dimana tersering pada pembuluh darah dibawah lutut dan

hampir selalu disertai dengan neuropati.

8. Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis

tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,

pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik

dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun

kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik

yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil

pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.20

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya

DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.q

Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang

tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal,

mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Diagnosis DM

dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka

pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis

DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah

diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM.

Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan

spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan

tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang

26

Page 34: Penelitian DM Ultimate Fix

dilakukan. Langkah diagnostik DM dapat dilihat pada bagan 1.22

Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil, dapat dilihat pada tabel-2. Apabila

hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke

dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh. TGT: Diagnosis TGT

ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban

antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L). GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah

pemeriksaanglukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).

9. Komplikasi

Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun

komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Di Amerika

Serikat, DM meru- pakan penyebab utama dari end-stage renal di- sease (ESRD),

nontraumatic lowering amputation, dan adult blindness.

Sejak ditemukan banyak obat untuk menurunkan glukosa darah, terutama setelah

ditemukan- nya insulin, angka kematian penderita diabetes akibat komplikasi akut bisa

menurun drastis. Kelangsungan hidup penderita diabetes lebih panjang dan diabetes dapat

dikontrol lebih lama. Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat dia- betes yang tidak

terkendali adalah:

9.1. Kerusakan saraf (Neuropati)

Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan sumsum tulang

belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta susunan saraf otonom yang

menga- tur otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal ini biasanya terjadi setelah glukosa

darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih.

Apabila glukosa darah berhasil diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa

terjadi. Namun bila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi

normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembu- luh darah kapiler yang

memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik

(diabetic neuropathy). Neuro- pati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim

atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau ter- lambat kirim.

27

Page 35: Penelitian DM Ultimate Fix

Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena. Prevalensi

Neuropati pada pasien DM tipe 1 pada populasi klinik berkisar 3% s/d 65.8% dan dalam

penelitian pada populasi berkisar 12.8% s/d 54%. Sedangkan pada pasien DM tipe 2

prevalensi neuropati pada populasi klinik berkisar 7.6% s/d 68.0% dan dalam penelitian pada

populasi berk- isar 13.1% s/d 45.0%.21

9.2. Kerusakan ginjal (Nefropati)

Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah kecil yang

disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan da- rah. Bahan yang tidak berguna

bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja selama 24 jam sehari untuk

membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada

nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang

seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan

makin lama terkena tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami

kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropathy

atau kerusakan saraf.

Prevalensi mikroalbuminuria dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 4.3% s/d 37.6%

pada populasi klinis dan 12.3% s/d 27.2% dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada

pasien DM tipe 2 prevalensi mikroalbuminuria pada populasi klinik berkisar 2.5% s/d 57.0%

dan dalam peneli- tian pada populasi berkisar 18.9% s/d 42.1%.

Prevalensi overt nephropathy dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 0.7% s/d 27% pada

populasi klinis dan 0.3% s/d 24% dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada pasien

DM tipe 2 prevalensi overt nephropathy pada populasi klinik berkisar 5.4% s/d 20.0% dan

dalam penelitian pada populasi berkisar 9.2% s/d 32.9%.

9.3. Kerusakan mata (Retinopati)

Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadipenyebab utama

kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu: 1)

retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang sangat

kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina; 2) katarak, lensa yang

28

Page 36: Penelitian DM Ultimate Fix

biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh sehingga menghambat masuknya sinar

dan makin diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi; dan 3) glaukoma, terjadi

peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata. Prevalensi retinopati

dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 10.8% s/d 60.0% pada polpulasi klinik dan 14.5% s/d

79.0% dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi etinopati

pada populasi klinik berkisar 10.6% s/d 47.3% dan dalam penelitian pada populasi berkisar

10.1% s/d 55.0%.19

9.4. Penyakit jantung koroner (PJK)

Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di

dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot

jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian mendadak bisa terjadi.

Prevalensi Penyakit jantung koroner dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar

1.0% s/d 25.2% pada polpulasi klinik dan 1.8% s/d 43.4% dalam penelitian pada populasi.

Lima puluh persen dari prevalensi penyakit jantung koroner berkisar 0.5% s/d 8.7% dengan

Diabetes tipe 1 dan berkisar 9.8% s/d 22.3% dengan Diabetes tipe 2.

9.5. Stroke

Prevalensi stroke dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d 11.3%

pada populasi klinik dan 2.8% s/d 12.5% dalam penelitian pada populasi. Lima puluh persen

dari prevalensi stroke berkisar 0.5% and 4.3% dengan Diabetes tipe 1 dan berkisar 4.1% and

6.7% dengan Diabetes tipe 2.

9.6. Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhanyang dramatis

seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat hipertensi dapat memicu

terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Risiko serangan jantung

dan stroke menjadi dua kali lipat apabila penderita diabetes juga terkena hipertensi.

9.7. Penyakit pembuluh darah perifer

Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang dinamakan

Peripheral Vaskular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya lebih cepat pada

29

Page 37: Penelitian DM Ultimate Fix

penderita diabetes daripada orang yang tidak mendertita diabetes. Denyut pembuluh darah di

kaki terasa lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun

lebih, sepertiga pria dan wanita dapat mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD

disamping diikuti gang- guan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh,

pasien biasanya sudah mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung.

9.8. Gangguan pada hati

Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan gula bisa bisa

mengalami kerusakan hati (liver). Anggapan ini keliru. Hati bisa terganggu akibat penyakit

diabetes itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes, penderita diabetes

lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau hepati- tis C. Oleh karena itu, penderita

diabetes harus menjauhi orang yang sakit hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan

vaksinasi untuk pencegahan hepatitis.22 Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga

mudah terjadi karena infeksi atau radang hati yang lama atau berulang. Gangguan hati yang

sering ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan hati atau fatty liver, biasanya

(hampir 50%) pada penderita dia- betes tipe 2 dan gemuk. Kelainan ini jangan dibi- arkan

karena bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya.

9.9. Penyakit paru

Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberkulosis paru dibandingkan orang

biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosioekonomi cukup. Diabetes

memperberat infeksi paru, demikian pula sakit paru akan menaikkan glukosa darah.

9.10. Gangguan saluran cerna

Gangguan saluran cerna pada penderita diabetes disebabkan karena kontrol glukosa

darah yang tidak baik, serta gangguan saraf otonom yang mengenai saluran pencernaan.

Gangguan ini dimulai dari rongga mulut yang mudah terkena infeksi, gangguan rasa

pengecapan sehingga mengurangi nafsu makan, sampai pada akar gigi yang mudah terserang

infeksi, dan gigi menjadi mudah tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah,

mual, bahkan muntah dan diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf

otonom pada lambung dan usus. Keluhan gangguan saluran makan bisa juga timbul akibat

pemakaian obat-obatan yang diminum.24

30

Page 38: Penelitian DM Ultimate Fix

9.11. Infeksi

Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh dalam menghadapi

masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah terkena infeksi. Tempat yang

mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat

kelamin. Kadar glukosa darah yang tinggi juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi

kepekaan penderita terhadap adanya infeksi.

10. Penatalaksanaan

Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe-2, dan

sebagian besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka tatalaksana DM tipe-2

memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali glikemik dan kendali faktor risiko

kardiovaskular. Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011,

penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM,

yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis.

10.1. Edukasi

Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang

memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi dilakukan secara

komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat.

Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes

untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah

kesehatan/komplikasi yang mungkin timbul secara dini/saat masih reversible, ketaatan

perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan

perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan.

Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan

kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan

mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.

10.2. Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang,

31

Page 39: Penelitian DM Ultimate Fix

sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan memperhatikan keteraturan

jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari

karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet

cukup serat sekitar 25g/hari.23

10.3. Latihan Jasmani

Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang lebih

30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging,

bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat

menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin.

10.4. Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan pasien,

pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk

suntikan.

32

Page 40: Penelitian DM Ultimate Fix

BAB III

III. 1. Kerangka Teori

III. 2. Kerangka Konsep

33

Diabetes Melitus tipe 2

Variabel independen Variabel dependen

Diabetes Melitus tipe 2

Status Ekonomi

Gaya hidup

Page 41: Penelitian DM Ultimate Fix

Definisi operasional variabel

No Variabel Definisi operasional

Cara pengukuran

Hasil Skala pengukuran

1. Riwayat Keluarga

Seorang anak merupakan keturunan pertama dari orang tua dengan DM(Ayah, ibu, saudara laki-laki, saudara perempuan).

Status pasien Ya Tidak

Nominal

2. Jenis kelamin Tanda fisik yang teridentifikasi pada pasien dan dibawa sejak dilahirkan.

Status pasien Pria Wanita

Nominal

3. Obesitas Obesitas didapatkan berdasarkan status gizi dengan perhitungan Index Massa Tubuh (IMT) > 25,01

Status pasien Berat badan

normal: < 23 Berat badan

lebih: IMT 23

Numerik

4. Status ekonomi

Jumlah pendapatan selama 1 bulan

Status pasien Status ekonomi kurang (0-4 juta)

Status ekonomi baik (4-8 juta)

numerik

5. Diabetes Mellitus

Anamnesis didapatkan gejala DM dan pemeriksaan laboratorium terdapat

Status pasien Diabetes mellitus

Bukan diabetes mellitus

nominal

34

Page 42: Penelitian DM Ultimate Fix

kenaikkan kadar GDP >126 mg/dl atau GDPP >200 mg/dl

6. Usia Lamanya hidup dalam satuan tahun sejak kelahiran hingga saat ini

Status pasien 20-39 tahun 40- 59 tahun 60-79 tahun

Numerik

7. Pendidikan Jenis jenjang pendidikan terakhir pasien

Status pasien Rendah (Tidak sekolah, SD, SMP, SMA)

Tinggi (perguruan tinggi)

Ordinal

BAB IV

35

Page 43: Penelitian DM Ultimate Fix

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode analitik dengan desain Cross Sectional, dimana data

yang menyangkut variabel independen dan variabel dependen dikumpulkan dalam waktu

yang bersamaan.

B. Waktu, lokasi, dan sasaran penelitian

Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penelitian ini adalah 4 minggu selama bertugas

di puskesmas pada tahun 2015, mulai tanggal 18 Mei sampai tanggal 15 Juni. lokasi

penelitian adalah Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, sasaran penelitian adalah pasien

diabetes melitus dewasa yang berobat di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo selama periodea

C. Populasi dan sampel

Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah pasien dewasa yang dicurigai menderita DM

yang berobat di puskesmas kecamatan Pasar Rebo. Sampel dalam penelitian ini adalah

pasien dewasa yang dicurigai menderita DM yang pernah berobat di puskesmas kecamatan

Pasar Rebo selama periode Mei dan Juni tahun 2015 yang memenuhi kriteria penelitian.

Teknik sampling yang digunakan adalah teknik consecutive sampling sampai jumlah sampel

terpenuhi selama periode tanggal pengambilan sampel.

D. Kriteria penerimaan dan penolakkan

Kriteria inklusi:

1. Pasien dewasa yang berusia 20-79 tahun

2. Pasien yang menderita DM tipe 2

Kriteria eksklusi:

36

Page 44: Penelitian DM Ultimate Fix

1. Pasien yang tidak memiliki data yang lengkap untuk memenuhi hasil

penelitian (tidak ada data usia, jenis kelamin, riwayat keluarga penderita DM,

pendapatan perbulan, pendidikan terakhir, berat badan dan tinggi badan)

D. Cara pengumpulan data

Untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian digunakan data sekunder. Data

sekunder adalah data yg diperoleh dari status yang ada direkam medik.

E. Instrumen penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa tabel instrumen penelitian

F. Pengolahan dan analisis data

Untuk proses pengolahan dan analisis data, peniliti menggunakan cara pengolahan data

manual. Dengan urutan kerja sebagai berikut: penyusunan data, klasifikasi, dan melakukan

pengolahan data dengan cara :

• Editing :

o Mengumpulkan data dari status pasien

o Menjumlah banyaknya data yang diperlukan

o Memindahkan data ke tabel instrument penelitian

o Memeriksa apakah ada data yang kurang

• Tabulating : pembuatan variabel dan grafik.

G. Analisis data

Setelah melakukan pengolahan data, selanjutnya melakukan analisis data, analisis data dapat

dijabarkan sebagai berikut:

37

Page 45: Penelitian DM Ultimate Fix

1. Analisis Univariat

Sebelum dilakukan analisis multivariat dilakukan uji normalitas dengan uji Kolmogorov-

Smirnov karena jumlah n >30. Data dengan distribusi normal akan ditampilkan dalam bentuk

rerata dan simpang baku sedangkan yang tidak berdistribusi normal ditampilkan dalam

bentuk median dan nilai minimum-maksimum Data yang terkumpul di olah dan dianalisis

secara deskriptif yaitu data untuk variabel disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Analisis untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel. Variabel bebas yang digunakan yaitu

keturunan, umur, jenis kelamin, obesitas, pendidikan dan status ekonomi dan variabel terikat

yaitu pasien diabetes melitus tipe 2. Untuk variabel bebas yang berskala numerik (usia, status

ekonomi, IMT) digunakan uji t tidak berpasangan bila sebaran datanya normal atau uji Mann

Whiteney U bila sebaran datanya tidak normal. Untuk variabel lainnya yang berskala

kategorik (jenis kelamin, riwayat DM dalam keluarga, pendidikan) digunakan uji Chi

Square.

3. Analisis Multivariat

Variabel-variabel independent yang pada uji bivariatnya didapatkan p < 0,25 akan

dimasukkan dalam analisis multivariat. Karena variabel bebas berskala nominal maka untuk

analisis multivariat digunakan uji regresi logistik. Variabel yang pada uji regresi logistik

nilai p < 0,05 merupakan faktor risiko yang berhubungan bermakna untuk terjadinya DM.

Tingkat kemaknaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu p < 0,05 atau dengan Z 1,96

(IK=95%). Untuk managemen data digunakan piranti lunak SPSS versi 20.

H. Besar Sampel

Jumlah pasien DM digunakan dengan rumus Rule of Thumb dimana untuk setiap 1 variabel

bebas diperlukan 10 subyek penelitian sehingga pada penelitian ini karena menggunakan 6

variabel bebas maka subyek yang diperlukan 6x10 = 60. Dengan prevalensi DM 57 % maka

jumlah sample yang diperlukan 60 : 57 % = 102 jadi kami bulatkan menjadi 100 (n=100).

I. Pelaksanaan

38

Page 46: Penelitian DM Ultimate Fix

Yang menjadi pelaksana dalam penelitian Puskesmas ini adalah dokter muda kepaniteraan

IKM di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta tahun 2015

BAB V

39

Page 47: Penelitian DM Ultimate Fix

HASIL PENELITIAN

5.1 Tabel univariat

A. Karakteristik

Tabel I.I.1 Distribusi usia penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Tahun 2015

USIA JUMLAH PRESENTASE (%)

20-39 0 0

40-59 24 48

60-79 26 52

TOTAL 50 100

Dari Tabel diatas, dapat dilihat distribusi usia penderita DM tipe 2 sebagian besar responden

(52%) berusia 60-79 tahun, dua puluh empat orang (48%) diantara responden berusia 40-59

tahun, dan tidak ada responden yang berusia 20-39 tahun.

Tabel I.I.2 Tabel Distribusi Usia yang Bukan Penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Tahun 2015

USIA JUMLAH PRESENTASE (%)

20-39 1 2

40-59 18 36

60-79 31 62

TOTAL 50 100

Dari tabel diatas, dapat dilihat distribusi usia yang bukan penderita DM tipe 2 juga sebagian

besar responden (62%) berusia 60-79 tahun, delapan belas orang (36%) diantara responden

berusia 40-59 tahun, dan hanya ada satu orang (2%) responden yang berusia 20-39 tahun.

40

Page 48: Penelitian DM Ultimate Fix

Tabel I.I.3 Tabel Distribusi Pendidikan Terakhir Penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Tahun 2015

Pendidikan Terakhir JUMLAH PRESENTASE (%)

SD 1 2

SMP 6 12

SMA 16 32

D3/S1/S2 27 54

TOTAL 50 100

Pendidikan Terakhir JUMLAH PRESENTASE (%)

SD 5 10

SMP 10 20

SMA 19 38

D3/S1/S2 16 32

TOTAL 50 100

Jenis Kelamin JUMLAH PRESENTASE (%)

Perempuan 26 52

Laki-laki 24 48

TOTAL 50 100

Tabel I.I.6 Tabel Distribusi Jenis Kelamin yang Bukan Penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Tahun 2015

Jenis Kelamin JUMLAH PRESENTASE (%)

Perempuan 29 58

Laki-laki 21 42

41

Page 49: Penelitian DM Ultimate Fix

TOTAL 50 100

Dari Tabel diatas, dapat dilihat jenis kelamin yang bukan penderita DM tipe 2 didominasi

oleh kelompok perempuan sebanyak 29 orang responden (58%), diikuti oleh kelompok laki-

laki sebanyak 21 orang responden (42%).

Tabel I.I.7 Distribusi Status Ekonomi Penderita DM tipe 2 di Puskesmas Kecamatan

Pasar Rebo Tahun 2015.

PENDAPATAN JUMLAH PERSENTASE (%)

< 2 juta 32 64

2-4 juta 14 28

4-6 juta 2 4

6-8 juta 2 4

TOTAL 50 100

Dari tabel diatas, pendapatan per bulan penderita DM tipe 2, didominasi oleh kelompok < 2

juta sebanyak 32 (64 %), sedangkan 14 orang diantaranya (28%) memiliki pendapatan 2-4

juta, kemudian 2 orang (4 %) berpendapatan 4-6 juta, dan 2 orang lainnya (4 %)

berpendapatan 6-8 juta.

Tabel I.I.8 Distribusi Status Ekonomi yang Bukan Penderita DM tipe 2 di Puskesmas

Kecamatan Pasar Rebo Tahun 2015.

42

Page 50: Penelitian DM Ultimate Fix

PENDAPATAN JUMLAH PERSENTASE (%)

< 2 juta 30 60

2-4 juta 20 40

4-6 juta 0 0

6-8 juta 0 0

TOTAL 50 100

Dari tabel diatas, pendapatan per bulan bukan penderita DM tipe 2, didominasi oleh

kelompok < 2 juta sebanyak 30 (60 %), sedangkan 20 orang diantaranya (40 %) memiliki

pendapatan 2-4 juta, dan tidak ada yang berpendapatan 4-6 juta dan 6-8 juta.

Tabel I.I.9 Distribusi Riwayat Keluarga penderita DM tipe 2 di Puskesmas Kecamatan

Pasar Rebo tahun 2015.

RIWAYAT KELUARGA DM

JUMLAH PERSENTASE (%)

Ya 35 70

Tidak 15 30

TOTAL 50 100

Dari tabel di atas, dapat dilihat riwayat keluarga penderita DM pada responden penderita DM

tipe 2 didominasi oleh kelompok penderita yang memiliki riwayat keluarga DM sebanyak 35

(70%).

Tabel I.I.10 Distribusi Riwayat Keluarga yang Bukan Penderita DM tipe 2 di

Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo tahun 2015.

RIWAYAT KELUARGA DM

JUMLAH PERSENTASE (%)

43

Page 51: Penelitian DM Ultimate Fix

Ya 10 20

Tidak 40 80

TOTAL 50 100

Dari tabel di atas, dapat dilihat riwayat keluarga penderita DM pada responden bukan

penderita DM tipe 2 didominasi oleh kelompok penderita yang tidak memiliki riwayat

keluarga DM sebanyak 40 (80 %).

Tabel I.I.11 Distribusi IMT penderita DM tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo

tahun 2015.

IMT JUMLAH PERSENTASE (%)

< 23 20 40

> 23 30 60

TOTAL 50 100

Dari tabel diatas, dapat dilihat IMT penderita DM tipe 2 didominasi kelompok > 23 sebanyak

30 orang responden (60 %).

Tabel I.I.12 Distribusi IMT yang bukan penderita DM tipe 2 di Puskesmas Kecamatan

Pasar Rebo tahun 2015.

IMT JUMLAH PERSENTASE (%)

< 23 15 30

44

Page 52: Penelitian DM Ultimate Fix

> 23 35 70

TOTAL 50 100

Dari tabel diatas, dapat dilihat IMT bukan penderita DM tipe 2 didominasi kelompok > 23

sebanyak 35 orang responden (70 %)

Pada Variabel I.II.1 Memperlihatkan uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnova untuk variabel yang berskala numerik yaitu usia, status ekonomi, IMT, GDP dan GDPP

Variabel I.II.1 Uji Normalitas

 Kolmogorov-Smirnova

Statistik df Signifikansi

Usia 0,15 23 0,20*

Status ekonomi 0,28 23 0,00

IMT 0,12 23 0,20*

Pada uji Kolmogorov-Smirnov data yang berdistribusi normal didapatkan pada usia dan IMT

(p>0,05), sedangkan status ekonomi tidak berdistribusi normal (p<0,05).

Variabel I.II.2 Memperlihatkan data demografi dan klinis

45

Page 53: Penelitian DM Ultimate Fix

Variabel I.II.2 Variabel Karakteristik Demografi dan Klinis

No VARIABEL RERATA (SIMPANG BAKU)

MEDIAN

( MIN - MAX )

1

2

3

USIA ( Thn)

I M T (kg)

Status ekonomi (Rp)

58 (SB 7,30)

24 (SB 3,89)

1,700,000 (600,000 – 7,200,000)

Untuk menentukan variabel-variabel independen yang akan diikut sertakan dalam analisis multivariat, maka dilakukan terlebih dahulu analisis bivariat pada masing-masing variabel independen tersebut.

Variabel independen yang berskala nominal (usia, jenis kelamin, riwayat keluarga DM, pendidikan, status ekonomi) akan dilakukan uji hipotesis chi square / x2 , sedangkan yang berskala numerik akan dilakukan uji t tidak berpasangan bila distribusi normal atau Mann Withney U test bila distribusai tidak normal. Variabel-variabel independen yang pada uji bivariat didapatkan nilai p<0,25 maka variabel tersebut akan diikutsertakan dalam analisis berikutnya yaitu dengan regresi logistik.

Pada Tabel II.I.1 Memperlihatkan perbedaan rerata usia pada pasien DM dan tidak DM

dengan uji t tes tidak berpasangan

Variabel II.I.1 Perbedaan rerata usia pada pasien DM dan tidak DM.

Diagnosa n Rerata (SB)

Usia

Perbedaan rerata

(IK 95%)

Signifikansi

46

Page 54: Penelitian DM Ultimate Fix

DM

Tidak DM

50

50

60,10 (SB 8,45)

60,08 (SB 8,82)

0,02 (3,41 – 3,45) p = 0,45

Pada Tabel II.I.2 Memperlihatkan perbedaan rerata IMT pada pasien DM dan tidak DM

dengan uji t tidak berpasangan

Variabel II.I.2 Perbedaan rerata IMT pada pasien DM dan tidak DM.

Diagnosa n Rerata (SB)

IMT

Perbedaan rerata

(IK 95%)

Signifikansi

DM

Tidak DM

50

50

24,43 (SB 3,75)

23,69 (SB 3,52)

0,73 (0,70 – 2,18) p = 0,55

47

Page 55: Penelitian DM Ultimate Fix

Mann Whitney U Test

Perbedaan status ekonomi (sebaran data tidak normal) antara kedua kelompok (DM dan tidak DM) dilakukan dengan Mann Whitney U test (Tabel II.II.1)

Tabel II.II.1 Perbedaan antara status ekonomi pada pasien dengan DM dan tidak DM

Hipotesis Nol Hipotesis Signifikansi

Distribusi status ekonomi sama pada kedua kelompok (DM &

tidak DM)Mann Whitney U Test p = 0,609

Tabel II.III.1 memperlihatkan hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian DM dengan

menggunakan uji chi square

Tabel II.III.1 Hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian DM

Diagnosis

TotalDM

Tidak DM

Signifikansi

Jenis kelamin

laki 23 19 42

perempuan 27 31 58 p = 0,54

Total 50 50 100

Page 56: Penelitian DM Ultimate Fix

Tabel II.III.2 memperlihatkan hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DM

dengan menggunakan uji chi square

Tabel II.III.2 Hubungan antara Pendidikan dengan kejadian DM

DiagnosisTotal

Signifikansi

DM Tidak DM

Pendidikan Tinggi 28 16 50 p = 0,02

Rendah 22 34 50

50 50 100

Pada Tabel II.III.3 Memperlihatkan hubungan antara riwayat DM dalam keluarga dengan

kejadian DM dengan menggunakan uji chi square

Tabel II.III.3 Hubungan antara Riwayat DM dalam keluarga dengan kejadian DM

DiagnosisTotal

Signifikansi

DM Tidak DM

Riwayat Keluarga DM

ya 31 4 35

tidak19 46 65

p = 0,00

Total 50 50 100

Pada variabel tersebut didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga DM dalam keluarga dengan kejadian DM (p<0,05)

Page 57: Penelitian DM Ultimate Fix

Berdasarkan analisis Bivariat di atas, nilai p < 0,25 didapatkan pada pendidikan, pekerjaan & riwayat DM, sehingga ke-3 variabel tersebut selanjutnya diikutsertakan dalam analisis multivariat dengan regresi logistik.

Tabel III.I.1 Memperlihatkan pengaruh pendidikan, pekerjaan dan riwayat DM dalam

keluarga terhadap kejadian DM dengan uji multivariat regresi logistik

Tabel III.I.1 Pengaruh pendidikan & riwayat DM dalam keluarga terhadap kejadian DM

Berdasarkan analisa multivariat di atas ternyata didapatkan hanya pendidikan dan riwayat keluarga DM yang berpengaruh terhadap kejadian DM (p<0,05).

Variabel Koefisien Signifikansi OR (IK 95%)

Pendidikan

Riwayat keluarga DM

1,32

- 3,06

P = 0,0

P = 0,00

3,75 (1,30 – 0,72)

0,05 (0,01 – 0,16)

Page 58: Penelitian DM Ultimate Fix

BAB VI

PEMBAHASAN

Tabel I.I.1 Distribusi usia penderita DM tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo tahun

2015.

Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa 55% responden berusia 60-79 tahun.

Hal ini mungkin dikarenakan pada lansia fungsi tubuh secara fisiologis menurun dan terjadi

penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap

pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal.

Tabel I.I.2 Distribusi pendidikan terakhir penderita DM tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar

Rebo tahun 2015.

Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa 43 % responden berpendidikan

perguruan tinggi (D3,S1,S2,S3). Hal ini mungkin dikarenakan lebih dari hampir separuh dari

penderita DM di Kecamatan Pasar Rebo bekerja sebagai PNS dan hanya diedukasi untuk

mengurangi makanan yang manis saja, mereka tidak pernah mendapatkan konsultasi gizi

secara detail dan mereka hanya mendapatkan saran sederhana dari dokter dan perawat tentang

makanan yang tidak boleh dimakan.

Tabel I.I.3 Distribusi Jenis Kelamin Penderita DM tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo

tahun 2015.

Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa 55% responden berjenis kelamin

perempuan. Hal ini mungkin dikarenakan secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan

indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome),

pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat

proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes mellitus tipe 2.

Page 59: Penelitian DM Ultimate Fix

Tabel I.I.4 Distribusi Status Ekonomi Penderita DM tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar

Rebo Tahun 2015.

Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa sebanyak 46 % responden mempunyai

pendapatan keluarga kurang dari Rp 2.000.000,- perbulan. Hal ini mungkin terjadi karena

rendahnya pendapatan mempengaruhi tingkat kesehatan dan meningkatkan resiko kontrol

glikemik yang buruk.

Tabel I.I.5 Distribusi Riwayat Keluarga penderita DM tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar

Rebo tahun 2015

Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa sebanyak 59% responden tidak

memiliki riwayat keluarga DM. Hal ini mungkin terjadi karena data diambil dari status

pasien dan mungkin saja dokter tidak menanyakan riwayat DM di keluarga pada semua

pasien.

Tabel I.I.6 Distribusi IMT penderita DM tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo tahun

2015.

Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa sebanyak 56% responden mempunyai

IMT > 23. Hal ini mungkin terjadi karena obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya

resistensi insulin. Adanya pengaruh indeks masa tubuh terhadap diabetes melitus ini juga

disebabkan oleh tingginya konsumsi karbohidrat, lemak dan protein serta kurangnya

aktivitas merupakan faktor faktor risiko dari obesitas.

Tabel II.III. Hubungan antara jenis kelamin, pendidikan, riwayat keluarga dengan kejadian DM

Dari hasil analisis bivariat yang didapat, variabel bebas yang bermakna adalah jenis kelamin, pendidikan dan riwayat keluarga sehingga diikutsertakan dalam analisis multivariat. (p<0,25)

Page 60: Penelitian DM Ultimate Fix

Tabel III.I.1 Pengaruh pendidikan & riwayat DM dalam keluarga terhadap kejadian DM

Berdasarkan analisa multivariat di atas ternyata didapatkan hanya pendidikan dan

riwayat keluarga DM yang berpengaruh terhadap kejadian DM (p<0,05). Hal ini mungkin

terjadi karena banyak penduduk yang memiliki riwayat keluarga DM yang tidak menjaga

pola hidupnya untuk tetap sehat. Risiko seorang anak mendapat DM tipe 2 adalah 15% bila

salah seorang tuanya menderita DM dan kemungkinan 75% bilamana kedua-duanya

menderita DM. Pada umumnya apabila seseorang menderita DM maka saudara kandungnya

mempunyai risiko DM sebanyak 10%. Pada penelitian sebelumnya terdapat hubungan antara

riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM tipe 2 pada pasien rawat jalan di

Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Tingkat pendidikan

yang rendah berhubungan terhadap tindakan yang akan dilakukan untuk upaya pencegahan.

Tingkat pendidikan yang rendah berhubungan dengan pengetahuan yang dapat

mempengaruhi pola makan yang salah sehingga menyebabkan kegemukan. Beberapa

penelitian yang pernah dilakukan menjelaskan bahwa tingkat pendidikan mempunyai

pengaruh terhadap kesehatan. Orang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi biasanya

memiliki pengetahuan tentang kesehatan sehingga orang akan memiliki kesadaran dalam

menjaga kesehatan (Irawan, 2010). Dalam penelitian ini mendapatkan hasil bahwa terdapat

hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DM tipe 2. Hasil yang sama juga

diperoleh pada penelitian Irawan (2010) mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara

tingkat pendidikan dengan kejadian DM, orang dengan tingkat pendidikannya rendah 1,27

kali berisiko menderita DM daripada orang yang berpendidikan tinggi. Orang dengan tingkat

pendidikan rendah biasanya memiliki pengetahuan yang sedikit.

Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan peneltian, yaitu:

Penelitian Faktor Risiko DM tipe 2 ini dilakukan pada pasien puskesmas Kecamatan Pasar

Rebo selama periode 2 bulan yaitu Mei dan Juni.

Page 61: Penelitian DM Ultimate Fix

BAB VII

KESIMPULAN

Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa 55% responden berusia 60-79 tahun.

Lalu 43 % responden berpendidikan perguruan tinggi (D3,S1,S2,S3). Kemudian dari data

yang diperoleh, dapat dilihat bahwa 55% responden berjenis kelamin perempuan. Dan

sebanyak 46 % responden mempunyai pendapatan keluarga kurang dari Rp 2.000.000,-

perbulan. Kemudian sebanyak 59% responden tidak memiliki riwayat keluarga DM. Lalu

sebanyak 56% responden mempunyai IMT > 23. Berdasarkan penelitian ini yang merupakan

faktor risiko DM tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo adalah riwayat keluarga dan

pendidikan.

Page 62: Penelitian DM Ultimate Fix

DAFTAR PUSTAKA

1.  Nurlaili. HK. Hubungan Empat Pilat Pengendalian DM tipe 2 dengan Kadar Gula Darah Tahun 2011. Penerbit Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Indonesia 2012

2. Shara KT, Soedijono S. Faktor Risiko Kejadian Diabeter Millitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakata Barat Tahun 2012. Penerbit Program Studi S1 Kesahatan Masyarakat STIKes MH.Thamrin 2013.

3. Agus S, Noor AS, Diah AF. Hubungan Antara Pola Makan Genetik Dan Kebiasaan Plahraga Terhadap Kejadian Diabetes Millitus Tipe II Di Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan Banjarmasin. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta 2013.

4. Indra K. Diabetes Mellitus  Tipe 2 pada Usia Lanjut 2013 . Penerbit Klinik Usila Puskesmas Pangkaldalam, Kepulauan Bangka Belitung. 2013

5. Gupta V, Suri P. Diabetes in Elderly Patients. JK Practitioner. Available from: http://medind.nic.in/jab/t02/i4/jabt02i4p258o.pdf. 2002

6. Wallace JI. Management of Diabetes in the Elderly. Clin Diab. Available from: http:// journal.diabetes.org/clinicaldiabetes/v17n11999/Pg19.htm . 1991

7. Lee FT. Advances in Diabetes Therapy in the Elderly. J Pharm Pract Res. Available from: http://jppr.shpa.org.au/lib/pdf/gt/2009-03_Lee_GT.pdf. . 2009

8. Ganesan VS, Balaji V, Seshaiah V. Diabetes in the Elderly. Int J Diab Dev Countries. 1994;14:119-23.

9. Subramaniam I, Gold JL. Diabetes Mellitus in Elderly. J Indian Acad Geri. Available from: http://www.jiag.org/sept/diabetes.pdf. 

10. Diabetes in Elderly Patients. ACP Diabetes Care Guide. Available from:http://diabetes.acponline.org/custom_resources/ACP_DiabetesCareGuide_Ch14.pdf. 2007

11. Sheperd PR, Kahn BB. Glucose Transporter and Insulin Action. The New England Journal of Medicine; 1999. 

12. Kramer W, The molecular interaction of sulphonylureas. DRCP 28: 67 – 80, 201113. Sylvia PA, Lorraine WM. Patofisiologi, Vol.2. EGC. 200714. Alonso Alvaro, McManus D. Peripheral Vascular Disease. 201115. Almahameed A. Peripheral Arterial Disease : Recognition and Medical Management

Cheleveland Clinic Journal of Medicine.200616. Antono  Dono . Diagnosis dan Penatalakasanaan Penyakit Arteri Perifer pada

Penyakit Diabetes Melitus Dalam Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovascular VII. Alwi I Wijaya IP (eds). Jakarta Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2008. h 4-13.

17. Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta18. Lamina C, Meisinger C, Heid IM, Rantner B, Doring A, Lowel H. Ankle Brachial

Index and Peripheral Arterial Disease.Gesundheitwesen.200519. Mark A Creager Peter Libbi Chapter 57: PAD, in Braunwald’s Heart Disease : A text

book of cardiovascular med. Peter Libbi, Roret O Bonow, Douglas L. Mann, Douglas p. Zipes, Eugene Brunwald  (eds) 8th ed. Filadelfia, USA Soundares Lcefier , 2008 p.1491-1513.

20. Meijer WT, Hoes AW, Rutgers D, Bots ML, Hofman A, Grobbee DE. Arteriosclerosis, Thrombosis and Vascular Biology. American Health Association.2007

21. Price, SylviaA dan Wilson, Lorrain M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses- proses Penyakit, edisi 6, Jakarta: EGC.

Page 63: Penelitian DM Ultimate Fix

22. R. Putz, R. Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21 Jilid 2. Jakarta: EGC. 2006

23. Shrikhande G.V, McKinsey J.F. Diabetes and Peripheral Vascular Disease: Diagnosis and Management .2012

24. Steven Levene, Richard D. Management of type 2 diabetes mellitus . 201125. Tzou W.S, Mohler ER, Peripheral Arterial Disease : Diagnosis and Medical

Management. Hospital Physician.2006

Page 64: Penelitian DM Ultimate Fix

LAMPIRAN

Jadwal Kegiatan

KEGIATAN Minggu Ke

I II III IV V VI VII VIII IX

Penyusunan proposal

Penyusunan instrument

Persiapan lapangan

Uji coba instrumen

Pengumpulan data

Analisis data

Penyusunan laporan

Laporan anggaran

Proposal

Biaya print proposal Rp 15.000,- Fotokopi sumber-sumber tinjauan pustaka Rp 50.000,- Fotokopi perbanyak proposal Rp 45.000,-

Pengumpulan data

Transportasi Rp 100.000,-

Analisa data dan penyusunan laporan

Biaya rental dan print Rp 50.000,- Penjilidan Rp 10.000,- Fotokopi laporan penelitian Rp 40.000,-

______________________+ Rp 310.000,-

Page 65: Penelitian DM Ultimate Fix