penelitian asri dan nur
DESCRIPTION
Penelitian Asri Dan NurTRANSCRIPT
1
1BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sehat adalah karunia Tuhan yang perlu disyukuri, karena sehat merupakan hak asasi
manusia yang harus dihargai. Sehat juga investasi untuk meningkatkan produktivitas kerja
guna meningkatkan kesejahteraan keluarga. Orang bijak mengatakan bahwa “Sehat
memang bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak berarti”, oleh
karena itu kesehatan perlu dijaga, dipelihara dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah
tangga. Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat
menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga.1
Berdasarkan paradigma sehat, ada 3 pilar yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu
lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata,
yang ditetapkan sebagai visi Indonesia Sehat 2010. Dalam visi Indonesia Sehat 2010 telah
ditetapkan misi pembangunan yaitu menggerakkan pembangunan nasional berwawasan
kesehatan. Untuk melaksanakan misi pembangunan kesehatan diperlukan promosi
kesehatan. Hal ini disebabkan program promosi kesehatan berorientasi pada proses
pemberdayaan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat, melalui peningkatan,
pemeliharaan dan perlindungan kesehatannya. Hal ini sesuai dengan yang ditekankan
dalam paradigma sehat, dan salah satu pilar utama Indonesia Sehat 2010.1
Seiring dengan cepatnya perkembangan dalam era globalisasi sekarang ini, serta adanya
transisi demografi dan epidemiologi penyakit, maka masalah penyakit akibat perilaku dan
perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan perilaku dan sosial budaya cenderung akan
semakin kompleks. Perbaikannya tidak hanya dilakukan pada aspek pelayanan kesehatan,
perbaikan pada lingkungan dan merekayasa kependudukan atau faktor keturunan, tetapi
perlu memperhatikan faktor perilaku yang secara teoritis memiliki andil 30 - 35 % terhadap
derajat kesehatan. Perilaku hidup yang bersih dan sehat dapat menghindarkan kita dari
berbagai penyakit di masyarakat yang timbul akibat perilaku hidup yang kurang bersih.1
Mengingat dampak dari perilaku terhadap derajat kesehatan cukup besar, maka
diperlukan berbagai upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat. Salah
2
satunya melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Program Perilaku hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) telah diluncurkan sejak tahun 1996 oleh Pusat Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat, yang sekarang bernama Pusat Promosi Kesehatan.1
Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan
dengan tujuan mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni
dengan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
yang bertempat tinggal di wilayah puskesmas. Dalam hal ini kinerja puskesmas lebih
diutamakan pada pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan
segi penyembuhan dan pemulihan penyakit. Promosi kesehatan yang mana PHBS termasuk
di dalamnya merupakan langkah nyata puskesmas dalam mewujudkan kinerja puskesmas
tersebut secara optimal.1
Di wilayah Puskesmas Kerambitan I telah dilaksanakan program PHBS yang termasuk
dalam program Promosi Kesehatan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemegang
program bekerja sama dengan pihak-pihak seperti bidan desa, kepala puskesmas pembantu,
kader posyandu, dan seluruh kepala desa untuk melakukan pengkajian rumah tangga
walaupun dengan berbagai keterbatasan terutama dalam hal pendanaan. Pengkajian rumah
tangga telah dilakukan secara bertahap dengan mengambil sampel menggunakan sistem
kluster. Dari pengkajian tersebut telah dilakukan pembinaan terhadap rumah tangga yang
belum memenuhi indikator rumah tangga PHBS. Selain itu, berbagai penyuluhan hidup
bersih dan sehat telah dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak posyandu. Namun amat
disayangkan, program PHBS untuk tatanan Rumah Tangga belum terlaksana sesuai target
yang ditetapkan. Menurut laporan tahunan pada akhir tahun 2009, dari 5 kegiatan PHBS (di
tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, institusi sarana kesehatan, institusi Tempat-
Tempat Umum (TTU), dan institusi tempat kerja), PHBS rumah tangga angka
pencapaiannya masih sangat rendah yaitu dari 5698 rumah dilakukan pengkajian terhadap
420 rumah dan hanya 7,37% saja yang memenuhi target rumah tangga ber PHBS. Kondisi
yang serupa juga terjadi hampir di berbagai daerah lain seperti halnya Puskesmas Nusa
Penida yang angka pencapaiannya juga masih rendah Berdasarkan perhitungan dengan C-
Survey dengan 30 kluster terhadap 7.062 KK sampel, didapatkan Rumah Tangga yang ber
3
PHBS mencapai 77 RT (36,66%). Di daerah lain seperti 35 Kabupaten/Kota di Jawa
Tengah angka pencapaian PHBS dalam tatanan rumah tangga juga masih rendah, dari
8.434.705 Rumah Tangga yang ada, telah dilakukan pengkajian terhadap sejumlah
1.937.259 Rumah Tangga atau mencapai ( 22.97 % ). Demikian pula daerah-daerah lain
seperti propinsi dengan pencapaian PHBS rendah berturut-turut antara lain Papua (24,4%),
Nusa Tenggara Timur (26,8%), Gorontalo (27,8%), Riau (28,1%) dan Sumatera Barat
(28,2%).
Hal ini sangatlah disayangkan, mengingat kesehatan dan kebersihan lingkungan selalu
dimulai dari individu dalam rumah tangga yang bersih dan sehat pula. Untuk itulah masalah
ini diangkat sebagai topik penelitian, dan diharapkan kita dapat mengetahui masalah di
balik rendahnya pencapaian target PHBS rumah tangga di wilayah puskesmas Kerambitan
1 ini. Selanjutnya dengan teridentifikasinya masalah tersebut, diharapkan akan timbul
intervensi melalui kerja sama pihak puskesmas Kerambitan I dengan segenap warga
masyarakatnya sehingga dapat tercapai lingkungan rumah tangga yang bersih dan sehat
sesuai cita-cita yang tercantum dalam program PHBS.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang
berkaitan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam tatanan rumah
tangga di wilayah Puskesmas Kerambitan I pada tahun 2010?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
yang berkaitan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam tatanan
rumah tangga di wilayah Puskesmas Kerambitan I pada tahun 2010.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan pertimbangan bagi pelaksana program
dalam upaya peningkatan dan perbaikan pelaksanaan program Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) di lingkungan Puskesmas Kerambitan I, Kecamatan
Kerambitan, Kabupaten Tabanan.
4
1.4.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, pengetahuan dan
dorongan bagi masyarakat di lingkungan Puskesmas Kerambitan I untuk
menerapkan pola Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari-
hari.
1.4.3 Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian yang
lebih lanjut.
BAB 2
5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Sasaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
2.1.1. Beberapa Pengertian terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
a. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong
dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai
sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.2
b. Perilaku Sehat
Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan
mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan
aktif dalam Gerakan Kesehatan Masyarakat.2
c. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah wujud keberdayaan masyarakat yang sadar, mau dan
mampu mempraktekkan PHBS. Dalam hal ini ada 5 program prioritas yaitu KIA, Gizi,
Kesehatan Lingkungan, Gaya Hidup, Dana Sehat/Asuransi Kesehatan/JPKM.2
d. Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi
perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi,
memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support) dan
pemberdayaan masyarakat (empowerment) sebagai suatu upaya untuk membantu
masyarakat mengenali dan mengetahui masalahnya sendiri, dalam tatanan rumah tangga,
agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan
meningkatkan kesehatannya.2
e. Tatanan
Tatanan adalah tempat dimana sekumpulan orang hidup, bekerja, bermain, berinteraksi dan
lain-lain. Dalam hal ini ada 5 tatanan PHBS yaitu Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja,
Sarana Kesehatan dan Tempat Tempat Umum.2
6
f. Rumah Tangga
Rumah tangga adalah wahana atau wadah, dimana keluarga yang terdiri dari bapak, ibu dan
anak-anaknya melaksanakan kehidupan sehari-hari.2
g. PHBS Tatanan Rumah Tangga
PHBS tatanan rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga
agar sadar, mau dan mampu melakukan PHBS untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman
penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.2
h. Kabupaten Sehat/Kota Sehat
Kabupaten sehat/kota sehat adalah kesatuan wilayah administrasi pemerintah terdiri dari
desa-desa, kelurahan, kecamatan yang secara terus menerus berupaya meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dengan prasarana wilayah yang memadai,
dukungan kehidupan sosial, serta perubahan perilaku menuju masyarakat aman, nyaman
dan sehat secara mandiri.2
2.1.2. Sasaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Sasaran PHBS dalam tatanan rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga secara
keseluruhan dan terbagi dalam : 2
1. Sasaran primer
Sasaran primer adalah sasaran utama dalam rumah tangga yang akan dirubah perilakunya
atau anggota keluarga yang bermasalah (individu dalam keluarga yang bermasalah).
2. Sasaran sekunder
Sasaran sekunder adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam keluarga yang
bermasalah misalnya, kepala keluarga, ibu, orang tua, tokoh keluarga, kader tokoh agama,
tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sektor terkait, PKK.
3. Sasaran tersier
Sasaran sekunder dalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam
menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya
pelaksanaan PHBS misalnya, kepala desa, lurah, camat, kepala Puskesmas, guru, tokoh
masyarakat dll.
7
2.2 MANFAAT PHBS
Ada beberapa manfaat perilaku hidup bersih dan sehat apabila diterapkan dalam setiap
tatanan kehidupan terutama dalam tatanan rumah tangga, antara lain: setiap rumah tangga
meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit, rumah tangga sehat dapat meningkat
produktivitas kerja anggota keluarga, dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah
tangga maka biaya yang tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk biaya
investasi seperti biaya pendidikan dan usaha lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan
anggota rumah tangga, salah satu indikator menilai keberhasilan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dibidang kesehatan, dan dapat meningkatkan citra pemerintah daerah
dalam bidang kesehatan, serta dapat menjadi percontohan rumah tangga sehat bagi daerah
lain.2
2.3 STRATEGI PHBS
Menyadari bahwa perilaku adalah sesuatu yang rumit. Perilaku tidak hanya menyangkut
dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma, melainkan juga dimensi ekonomi,
yaitu hal-hal yang mendukung perilaku, maka promosi kesehatan dan PHBS diharapkan
dapat melaksanakan strategi yang bersifat paripurna (komprehensif), khususnya dalam
menciptakan perilaku baru. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga
strategi dasar promosi kesehatan dan PHBS yaitu :2
1. Gerakan Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran agar
sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari
tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku
yang diperkenalkan (aspek practice). Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu
dan keluarga, serta kelompok masyarakat. Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari
kemauan menuju kemampuan untuk melaksanakan, akan terkendala oleh dimensi
ekonomi.2
Dalam hal ini, salah satu solusi untuk mengatasi kendala yang disebabkan oleh masalah
ekonomi adalah dengan memberikan bantuan secara langsung, tetapi yang seringkali
8
diaplikasikan adalah dengan menghimpun individu ke dalam proses pengorganisasian
masyarakat (community organization) atau pembangunan masyarakat (community
development). Sejumlah individu yang telah mau, dihimpun dalam suatu kelompok untuk
bekerjasama memecahkan kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun masih
juga memerlukan bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari dermawan).
Disinilah letak pentingnya sinkronisasi promosi kesehatan dan PHBS dengan program
kesehatan yang didukungnya. Hal-hal yang akan diberikan kepada masyarakat oleh
program kesehatan sebagai bantuan hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan
sebelumnya. Bantuan itu hendaknya juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat.2
2. Binasuasana
Binasuasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu
anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan
terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial dimana pun ia berada
(keluarga di rumah, orangorang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis
agama, dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku
tersebut. Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat, khususnya
dalam upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina
suasana. Terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana, yaitu : pendekatan individu,
pendekatan kelompok, dan pendekatan masyarakat umum.2
3. Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Pihak-pihak yang
terkait ini bisa berupa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu
kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh
masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh pengusaha, dan lain-lain yang umumnya
dapat berperan sebagai penentu ”kebijakan” (tidak tertulis) dibidangnya dan atau sebagai
penyandang dana non pemerintah. Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang
diupayakan melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat.2
9
Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu mengetahui
atau menyadari adanya masalah, tertarik untuk ikut mengatasi masalah, peduli terhadap
pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah,
sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif pemecahan
masalah, dan memutuskan tindak lanjut kesepakatan. Dengan demikian, maka advokasi
harus dilakukan secara terencana, cermat, dan tepat.2
2.4 MANAJEMEN PHBS
Promosi kesehatan dan PHBS di Kabupaten/Kota dikoordinasikan melalui tiga sentra, yaitu
Puskesmas, Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Puskesmas merupakan
pusat kegiatan promosi kesehatan dan PHBS di tingkat kecamatan dengan sasaran baik
individu yang datang ke Puskesmas maupun keluarga dan masyarakat di wilayah
Puskesmas. Program PHBS secara operasional dilaksanakan di Puskesmas oleh petugas
promosi kesehatan Puskesmas dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait
dengan sasaran semua keluarga yang ada di wilayah Puskesmas.1,2
Manajemen PHBS di Puskesmas dilaksanakan melalui penerapan fungsi-fungsi
manejemen secara sederhana untuk memudahkan petugas promosi kesehatan atau petugas
lintas program di Puskesmas dalam pelaksanaan program PHBS di Puskesmas. Manajemen
PHBS di Puskesmas dilaksanakan melalui empat fungsi tahapan Manajemen sesuai
kerangka konsep sebagai berikut :2
10
Pengkajian dilakukan terhadap masalah kesehatan, masalah perilaku (PHBS) dan
sumber daya. Luaran pengkajian adalah pemetaan masalah PHBS yang dilanjutkan dengan
rumusan masalah. Perencanaan berbasis data akan menghasilkan rumusan tujuan, rumusan
intervensi dan jadwal kegiatan. Penggerakan pelaksanaan, merupakan inplementasi dari
intervensi masalah terpilih, yang penggerakannya dilakukan oleh petugas promosi
kesehatan, sedangkan pelaksanaannya bisa oleh petugas promosi kesehatan atau lintas
program dan lintas sektor terkait. Pemantauan dilakukan secara berkala dengan
menggunakan format pertemuan bulanan, sedangkan penilaian dilakukan pada enam bulan
pertama atau akhir tahun berjalan.2
2.5 INDIKATOR PHBS
2.5.1 Pengertian Indikator
11
Indikator diperlukan untuk menilai apakah aktifitas pokok yang dijalankan telah sesuai
dengan rencana dan menghasilkan dampak yang diharapkan. Dengan demikian indikator
merupakan suatu alat ukur untuk menunjukkan suatu keadaan atau kecenderungan keadaan
dari suatu hal yang menjadi pokok perhatian.2
2.5.2 Persyaratan Indikator
Indikator harus memenuhi persyaratan antara lain :2
1. Sahih (solid) yaitu dapat mengukur sesuatu yang sebenarnya dapat diukur oleh indikator
tersebut.
2. Obyektif yaitu harus memberikan hasil yang sama, walaupun dipakai oleh orang yang
berbeda dan pada waktu yang berbeda.
3. Sensitif, dapat mengukur perubahan sekecil apapun.
4. Spesifik, dapat mengukur perubahan situasi dimaksud.
2.5.3 Sifat Indikator
1. Tunggal (indikator tunggal) yang isinya terdiri dari satu indikator. Misal : Angka
Kematian Bayi (AKB).
2. Jamak (indikator komposit). yang merupakan gabungan dari beberapa indikator.
Misal : Indek Mutu Hidup (IMH) yang merupakan gabungan dari 3 indikator. Yaitu melek
huruf. Angka Kematian Bayi (AKB) dan angka harapan hidup anak usia 1 tahun.
2.5.4 Jenis-jenis indikator
Jenis indikator meliputi 3 hal, yaitu indikator input, indikator proses dan indikator
output/outcome. Apabila diuraikan sebagai berikut :2
Indikator Input
Indikator input yaitu indikator yang berkaitan dengan penunjang pelaksanaan program dan
turut menentukan keberhasilan program, seperti : tersedia air bersih, tersedia jamban yang
bersih, tersedia tempat sampah, dll.
Indikator Proses
12
Indikator proses yaitu indikator yang menggambarkan bagaimana proses kegiatan/program
berjalan atau tidak, seperti: terpelihara tempat penampungan air, tersedia alat pembersih
jamban, digunakan dan dipeliharanya tempat sampah dan lain-lain.
Indikator output/outcome
Indikator output/outcome, yaitu indikator yang menggambarkan bagaimana hasil output
suatu program kegiatan telah berjalan atau tidak, seperti : Digunakannya air bersih,
digunakannya jamban, di halaman dan di dalam ruangan dalam keadaan bersih dll.
Ukuran-ukuran yang sering digunakan sebagai indikator adalah angka absolut, rasio,
proporsi, angka/tingkat. Hal yang perlu diingat, suatu indikator tidak selalu menjelaskan
keadaan secara keseluruhan, tetapi kadang-kadang hanya memberi petunjuk (indikasi)
tentang keadaan keseluruhan tersebut sebagai suatu pendugaan (proxy).
2.5.5 Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Mengacu pada pengertian perilaku sehat, indikator ditetapkan berdasarkan area atau
wilayah.
1. Indikator Nasional
Ditetapkan 3 indikator, yaitu:
a. Persentase penduduk tidak merokok.
b. Persentase penduduk yang memakan sayur-sayuran dan buah-buahan.
c. Persentase penduduk melakukan aktifitas fisik/olah raga.
Alasan dipilihnya ke tiga indikator tersebut berdasarkan issue global dan regional (Mega
Country Health Promotion Network. Healthy Asean Life Styles), seperti merokok telah
menjadi permasalahan global, karena selain mengakibatkan penyakit seperti jantung,
kanker paru juga diduga menjadi entry point untuk narkoba.2
Pola makan yang buruk akan berakibat buruk pada semua golongan umur, bila terjadi
pada usia balita akan menjadikan generasi yang lemah/generasi yang hilang dikemudian
hari. Demikian juga bila terjadi pada ibu hamil akan melahirkan bayi yang kurang sehat,
bagi usia produktif akan mengakibatkan produktivitas menurun. Kurang aktivitas fisik dan
olah raga mengakibatkan metabolisme tubuh terganggu, apabila berlangsung lama akan
menyebabkan berbagai penyakit, seperti jantung, paru-paru, dan lain-lain.2
13
2. Indikator Lokal Spesifik
Indikator lokal spesifik, yaitu indikator nasional ditambah indikator lokal spesifik masing-
masing daerah sesuai dengan situasi dan kondisi daerah. Ada 16 indikator yang dapat
digunakan untuk rnengukur perilaku sehat sebagai berikut : 2
1. lbu hamil memeriksakan kehamilannya.
2. Ibu melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan.
3. Pasangan usia subur (PUS ) memakai alat KB.
4. Balita ditimbang.
5. Penduduk sarapan pagi sebelum melakukan aktifitas.
6. Bayi di imunisasi lengkap.
7. Penduduk minum air bersih yang masak.
8. Penduduk menggunakan jamban sehat.
9. Penduduk mencuci tangan pakai sabun.
10. Penduduk menggosok gigi sebelum tidur.
11. Penduduk tidak menggunakan napza.
12. Penduduk mempunyai Askes/ tabungan/ uang/ emas.
13.Penduduk wanita memeriksakan kesehatan secara berkala dengan SADARI
(Pemeriksaan Payudara Sendiri).
14. Penduduk memeriksakan kesehatan secara berkala untuk mengukur hipertensi.
15. Penduduk wanita memeriksakan kesehatan secara berkala dengan Pap Smear.
16.Perilaku seksual dan indikator lain yang diperlukan sesuai prioritas masalah kesehatan
yang ada didaerah.
3. Indikator PHBS di Tatanan Rumah Tangga
Rumah Tangga yang sehat adalah Rumah Tangga yang memenuhi 10 indikator sebagai
berikut: 2
1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
2. Bayi diberi ASI eksklusif
3. Jaminan pemeliharaan kesehatan
14
4. Ketersediaan air bersih
5. Ketersediaan jamban sehat
6. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni
7. Lantai rumah bukan dari tanah
8. Tidak merokok dalam rumah
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
10. Makan buah dan sayur setiap hari
2.5.6 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Wilayah Puskesmas Kerambitan I
Tujuan
Tujuan Umum
Meningkatnya tatanan kehidupan (rumah tangga, sekolah, sarana kesehatan, tempat-tempat
umum, dan tempat kerja) yang ber-PHBS di kabupaten di seluruh Indonesia.
Tujuan khusus
Memberdayakan semua tatanan kehidupan untuk, tahu, mau dan mampu melaksanakan
PHBS dan berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.
Meningkatkan dukungan dan peran aktif Tim penggerak PKK secara berjenjang dalam
pembinaan PHBS di rumah tangga.
Meningkatkan kebijakan yang mendukung pelaksanaan pembinaan PHBS di semua
tatanan kehidupan.
Meningkatkan mutu penilaian pelaksana terbaik PHBS di semua tatanan kehidupan di
tingkat desa dan kecamatan
Memberikan penghargaan kepada pelaksana terbaik PHBS di tingkat desa.
Sasaran
a. Sasaran Pembinaan
Seluruh anggota yang termasuk dalam tatanan kehidupan misalnya bila PHBS di rumah
tangga maka sasarannya adalah Pasangan Usia Subur (PUS), Bumil dan Busui, Anak,
Usila dan pengasuh anak.
15
b. Sasaran Penilaian
Seluruh desa atau kelurahan yang telah melaksanakan kegiatan pembinaan PHBS
minimal dalam 1 tahun.
Sistem score dilakukan dengan memberikan pertanyaan terhadap 10 indikator untuk
mengukur perilaku sehat:
1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
2. Bayi diberi ASI eksklusif
3. Jaminan pemeliharaan kesehatan
4. Ketersediaan air bersih
5. Ketersediaan jamban sehat
6. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni
7. Lantai rumah bukan dari tanah
8. Tidak merokok dalam rumah
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
10. Makan buah dan sayur setiap hari
Pengkajian dilakukan oleh pihak puskesmas Kerambitan I bekerja sama dengan pihak
Puskesmas Pembantu, bidan desa dan kader posyandu untuk menilai perilaku hidup bersih
dan sehat dalam tatanan rumah tangga. Pengkajian ini dilakukan secara bertahap dengan
mengambil sampel menggunakan sistem kluster. Pengambilan sampel responden dengan
metode cluster yaitu membagi desa/kelurahan/wilayah menjadi 30 kluster, tiap kluster
ditentukan 7 Kepala Keluarga (KK) secara acak, sehingga total sampel tingkat
Desa/Kelurahan adalah 210 KK.
Selain pengkajian ke rumah tangga, dilakukan tindak lanjut berupa pembinaan bagi
rumah tangga yang belum memenuhi indikator rumah tangga berPHBS. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya perilaku
hidup bersih dan sehat. Selain itu, penyuluhan mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) juga dilakukan oleh pihak puskesmas bekerjasama dengan berbagai pihak seperti
kader posyandu.
16
Tabel 2.1 Target dan pencapaian PHBS puskesmas Kerambitan I tahun 2009
Program PHBS Target Pencapaian
Satuan Jumlah Jumlah %
Rumah tangga Rumah 420 30 7,37
Cara mengetahui adanya perubahan perilaku di tempat-tempat program PHBS:
mendatangi kembali tempat-tempat yang diperiksa sebelumnya dengan mengamati dan
menanyakan hal-hal yang sama dengan pertanyaan sebelumnya sehingga diketahui ada
tidaknya perubahan komponen perilaku di berbagai tempat/tingkatan program PHBS.
2.6 Teori Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
2.6.1 Pengetahuan
Menurut Ki Hajar Dewantoro, pengetahuan adalah merupakan hasil tahu,
hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek
tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan dapat diperoleh dari beberapa faktor baik formal seperti pendidikan yang
didapat di sekolah maupun non formal.3
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang, oleh karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
seseorang. Semakin tinggi tingkatan pendidikan seseorang, maka pengetahuan yang
dimiliki juga semakin meningkat. Pengetahuan memiliki enam tingkatan di dalam domain
kognitif, antara lain:3
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai sesuatu kemampuan dalam mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Hal yang termasuk dalam tingkatan pengetahuan ini adalah
17
mengingat kembali terhadap suatu hal spesifik yang dipelajari dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang diterima. “Tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur pengetahuan ini adalah: menguraikan,
mengidentifikasi, menyatakan dan lain-lain. Misalnya ibu dapat menyebutkan pengertian
imunisasi.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah memahami objek tertentu harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang dipelajari. Misalnya ibu dapat
menjelaskan usia pemberian imunisasi pada anak.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi-situasi dan kondisi yang sebenarnya. Mengaplikasikan dapat diartikan dengan
menggunakan hukum-hukum, rumus-rumus, metode, atau prinsip dalarn konteks atau
situasi yang lain. Misalnya ibu dapat mengaplikasikan cara untuk merawat anak akibat
reaksi dari pernberian imunisasi.
4. Analisis (Analysis)
Analisis. adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam
komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih
ada kaitannya satu saran lain. Kemampuan menganalisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja seperti: menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
lain-lain.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-
bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain mensintesa adalah
kernampuan untuk menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, terhadap suatu
rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
18
Mengevaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang dilakukan sendiri atau
kriteria-kriteria yang sudah ada.
2.6.2 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus
atau objek. Newcomb, salah seorang ahli psikologis, menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan
motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu merupakan reaksi tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek. Sikap
terdiri dari beberapa komponen, antara lain:3,4
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).
Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi
memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar tentang
penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini
akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio. Dalam
berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat
mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena polio. Ibu ini
mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit polio.3,4
Selain itu, seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan. Tingkatan dalam sikap meliputi 6 fase, antara lain:3,4
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
(objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatiaan
orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
19
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Hal ini karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu
benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu
indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang mengajak ibu yang lain
(tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke
posyandu, atau mendiskuksikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4. Bertanggungjawab (Responsible)
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB,
meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri. Pengukuran sikap
dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan
bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.
2.6.3 Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas makhluk hidup yang
bersangkutan. Pada hakekatnya perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia itu sendiri yang mempunyai rantangan yang sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, kuliah, bekerja, menulis, dan sebagainya. Dari uraian tersebut
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Berdasarkan batasan
perilaku Skinner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, pelayanan kesehatan,
makanan, dan minuman, serta lingkungan.3,4
20
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan
penilaian atau pendapat terhadap apa yang akan diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia
akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik).
Inilah yang disebut praktek (practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku
kesehatan (overt behaviour). Oleh sebab itu, praktek kesehatan ini juga mencakup hal-hal
tersebut diatas, yakni:3,4
a. Tindakan (praktek) sehubungan dengan penyakit
Tindakan atau perilaku ini mencakup pencegahan penyakit, yang meliputi
mengimunisasikan anaknya, melakukan pengurasan bak mandi seminggu sekali,
menggunakan masker pada waktu bekerja ditempat berdebu, dan sebagainya, dan
penyembuhan penyakit, misalnya: minum obat sesuai dengan petunjuk dokter, melakukan
anjuran-anjuran dokter, berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat, dan
sebagainya.
b. Tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
Tindakan atau perilaku ini mencakup antara lain: mengkonsumsi makanan dengan gizi
seimbang, melakukan olehraga secara teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras
dan narkoba, dan lain sebagainya.
c. Tindakan (praktek) kesehatan lingkungan
Perilaku ini antara lain mencakup: membuang air besar di jamban (WC), membuang
sampah pada tempatnya, menggunakan air bersih untuk mandi, cuci, masak dan
sebagainya.
Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu
mengikuti tahap-tahap yang telah disebutkan diatas, yakni melalui proses perubahan:
pengetahuan (knowledge) – sikap (attitude) - praktek (practice) atau “KAP” (PSP).
Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga
membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori diatas (KAP), bahkan didalam
praktek sehari-hari terjadi sebaliknya. Artinya seseorang telah berperilaku positif, meskipun
pengetahuan dan sikapnya masih rendah.3,4
21
Pengetahuan dan sikap amat berpengaruh terhadap perilaku. Sebelum terwujud
dalam suatu perilaku, faktor keyakinan, norma sosial dan pandangan subjektif amat
menentukan sikap seseorang.3-5
Skema 1. Bagan berpikir menurut Notoadmodjo :
2.7 Teori Lawrence Green
Teori perubahan perilaku PSP berkaitan dengan teori Lawrence Green. Lawrence Green
menyatakan bahwa kesehatan individu/masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok,
yaitu faktor perilaku dan faktor non-perilaku. Faktor perilaku ditentukan oleh tiga
kelompok : faktor predisposisi, pendukung, dan pendorong. Faktor predisposisi
(predisposing factors) mencakup kebiasaan, kepercayaan, tradisi pengetahuan, sikap dan
unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Faktor pendukung
(Enabling factors) adalah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk
mencapainya, sedangkan faktor pendorong (Reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku
petugas kesehatan. Model teori Green ini dapat digambarkan dalam skema berikut ini:
Pengetahuan
Tentang Perilaku
Hidup Bersih
dan Sehat
Sikap tentang
Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat
Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat
1. Melakukan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat
2. Tidak Melakukan
Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat
22
Gambar 2.1. Skema Derajat kesehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhi menurut
Lawrence Green. Sumber: Solita Sarwono (1997).
Faktor predisposisi (predisposing factor) misalnya kebiasaan, sikap, pengetahuan,
mitos dan nilai-nilai masyarakat yang mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat.
Faktor pendorong (Reinforcing factors) misalnya peranan para kepala keluarga, tokoh
masyarakat setempat, dokter, perawat, bidan, tenaga kesehatan dan pemegang program
dalam memberikan pendidikan kesehatan. Peranan tokoh masyarakat dan pemerintah
setempat juga sangat penting dalam pendidikan pola hidup bersih dan sehat. Faktor
pendukung (Enabling factors) misalnya tempat yang memadai beserta fasilitas-fasilitas lain
yang memudahkan berbagai macam pelayanan kesehatan demi tercapainya perilaku hidup
bersih dan sehat. 6
Dari kedua teori perubahan perilaku di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku hidup
bersih dan sehat seseorang memang sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuan serta sikap
seseorang tersebut akan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat. Namun, terdapat pula
faktor-faktor lain yang juga menunjang apakah seseorang tersebut akan menerapkan
perilku hidup bersih dan sehat tersebut atau tidak seperti faktor pendukung serta pendorong
seperti yang telah dijelaskan diatas. Jika kedua teori perubahan perilaku tersebut
digabungkan, akan menghasilkan kerangka teori seperti berikut:6
PendidikanKesehatan
Faktor Pre- disposisi
Faktor Pendukung
Faktor Pendorong
Perilaku MasalahKesehatan
NonPerilaku
NonKesehatan
KualitasHidup
23
Skema 2. Teori Lawrence Green dan Teori Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Dalam penelitian ini, hal yang akan diteliti difokuskan pada faktor pengetahuan, sikap, dan
perilaku masyarakat mengenai pola hidup bersih dan sehat.
Faktor predisposisi-pengetahuan-sikap
Pendidikan PHBS
Faktor pendukung-sarana dan fasilitas
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Faktor pendorong-peranan anggota keluarga, petugas kesehatan, masyarakat
24
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Variabel yang diteliti adalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang perilaku hidup bersih
dan sehat, sikap masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat, serta perilaku hidup
bersih dan sehat di masyarakat.
Pengetahuan
Tentang Perilaku
Hidup Bersih
dan Sehat
Sikap tentang
Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat
Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat
1. Melakukan Perilaku
Hidup Bersih dan
Sehat
2. Tidak Melakukan
Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat
25
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kerambitan I, kecamatan Kerambitan,
kabupaten Tabanan, Bali. Penelitian dimulai tanggal 1 September 2010 sampai 30 September
2010.
4.2 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan studi deskriptif cross-sectional untuk mengetahui
tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Kerambitan I.
4.3 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh KK yang tinggal diwilayah kerja Puskesmas Kerambitan
I yang berjumlah 19.563 orang.
4.4 Sampel Penelitian
4.4.1 Besar Sampel
Besar sampel ditentukan menggunakan rumus berikut :
= 96,04
Keterangan:
n = besar sampel
Zα = nilai Z untuk α = 95 % yaitu 1.96
p = estimasi populasi dipakai 50%, karena belum ada penelitian
sebelumnya
26
q = 1-p
d = ketepatan absolut yang dipakai 10%
Setelah memasukkan angka-angka tersebut didapatkan jumlah sampel sebesar 96,04 ~ 96
sampel. Untuk mempermudah pengambilan sampel maka peneliti mengambil sampel
sebanyak 98 sampel.
4.4.2 Cara Pengambilan Sampel
Sampel penelitian adalah KK yang tinggal diwilayah kerja Puskesmas Kerambitan I yang
dipilih secara stratified random sampling dimana wilayah Puskesmas Kerambitan I yang
mencakup 7 desa (strata I). Dari masing- masing desa dibagi dalam dusun-dusun (strata
II), dari masing-masing dusun diambil sejumlah KK secara acak.
Tabel 4.1 Jumlah Sampel Tiap Desa
No. Nama Desa Nama Dusun Jumlah Sampel Total Sampel
1 Timpag Delod Peken 3Dajan Peken 3Beluluk 2 14Angligan 2Telaga Tunjung 2Sambian Kaja 2
2. Kesiut Kesiut Kawan 3Kesiut TengahKesiut Tengah KajaKesiut Tengah KelodKesiut Kangin
3333
14
3. Meliling Meliling Kawan 4
4. Sembung Gede
Meliling KanginJaga TamuBangkiang mayung
SarasidiPayukbangkahBatuaji Kawan KajaBatuaji Kawan KelodSembung Gede
433
21111
14
14
27
Sembung KelodSembung MeranggiMandungMandung KanginSembung Kumpi
11111
5. Samsam
6. Batuaji
7. Pangkung karung
LumajangSamsam ISamsam IIPenyalinKutuh KelodKutuh Kaja
Batuaji KajaBatuaji Tengah Batuaji Kelod
Selingsing KajaSelingsing KelodPangkung Karung KanginPangkung Karung KawanSerunggu PondokSerunggu GedeSerunggu Kemenuh
233222
554
2222222
14
14
14
4.5 Variabel Penelitian.
1. Pengetahuan masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
2. Sikap masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
3. Perilaku masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
4. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
5. Bayi diberi ASI eksklusif
6. Jaminan pemeliharaan kesehatan
7. Ketersediaan air bersih
8. Ketersediaan jamban sehat
9. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni
10. Lantai rumah bukan dari tanah
11. Tidak merokok dalam rumah
28
12. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
13. Makan buah dan sayur setiap hari
4.6 Definisi Operasional Variabel
1. Pengetahuan masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah
pengetahuan sampel dalam penelitian, dalam hal-hal yang berkaitan dengan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
2. Sikap masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah pandangan
masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian, terhadap Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat yang dapat berupa persetujuan/dukungan, keragu-raguan, atau
penolakan.
3. Perilaku masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah segala
macam tindakan/perbuatan masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian,
yang terkait dengan dilakukan atau tidak dilakukannya Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat.
4. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, yaitu pertolongan pertama pada
persalinan balita termuda dalam rumah tangga dilakukan oleh tenaga kesehatan
(dokter, bidan dan paramedis lainnya).
5. Bayi diberi ASI eksklusif adalah bayi termuda usia 0-6 bulan mendapat ASI saja
sejak lahir sampai usia 6 bulan.
6. Jaminan pemeliharaan kesehatan adalah anggota- anggota rumah tangga
mempunyai pembiayaan praupaya kesehatan seperti ASKES, Kartu Sehat, Dana
Sehat, JAMSOSTEK, dan lain sebagainya.
7. Ketersediaan air bersih adalah rumah tangga yang memiliki akses terhadap air
bersih dan mengunakannya untuk kebutuhan sehari-hari yang berasal dari air dalam
kemasan, air ledeng, air sumur terlindung, dan penampungan air hujan. Sumber air
pompa, sumur, dan mata air terlindung berjarak minimal 10 meter dari tempat
penampungan kotoran atau limbah.
29
8. Ketersediaan jamban sehat adalah rumah tangga yang memiliki atau mengunakan
jamban leher angsa dengan tangki septik atau lubang penampungan kotoran sebagai
pembuangan akhir.
9. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni adalah rumah tangga yang
mempunyai luas lantai rumah yang ditempati dan digunakan untuk keperluan
sehari-hari dibagi dengan jumlah penghuni (9m2 per orang).
10. Lantai rumah bukan dari tanah adalah rumah tangga yang mempunyai rumah
dengan bawah atau dasar terbuat dari semen, papan, ubin, dan kayu.
11. Tidak merokok dalam rumah adalah penduduk anggota keluarga umur 10 tahun ke
atas tidak merokok dalam rumah selama berada bersama anggota keluarga dalam 1
bulan terakhir.
12. Melakukan aktivitas fisik setiap hari adalah penduduk anggota keluarga umur 10
tahun ke atas dalam 1 minggu terakhir melakukan aktivitas fisik (sedang ataupun
berat) minimal 30 menit setiap hari.
13. Makan buah dan sayur setiap hari adalah anggota keluarga umur 10 tahun ke atas
yang mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya
setiap hari dalam 1 minggu terakhir.
4.7 Alat Pengumpul Data
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa daftar pertanyaan
(kuesioner).
4.8 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara KK yang terpilih sebagai sampel
dengan menggunakan kuesioner. Wawancara dilakukan di rumah dan bila pada saat
kunjungan tidak ada, maka akan dilakukan kunjungan ulang sebanyak-banyaknya dua kali.
Bila setelah dua kali kunjungan responden tidak ada, maka tidak dilakukan substitusi.
Selain itu dilakukan pula observasi langsung dalam kunjungan rumah untuk menilai
keadaan rumah tersebut sesuai indikator-indikator yang harus dinilai.
30
4.9 Analisa Data
Analisis data yang dilakukan adalah analisis data secara deskriptif. Data yang diperoleh
diolah dengan bantuan komputer menggunakan perangkat lunak SPSS for Windows 16.
Karakteristik responden terdiri dari umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Umur
responden bervariasi dari 30 sampai dengan 90 tahun. Karakteristik umur kemudian
digolongkan lagi menjadi 3 kategori, yaitu:
Kategori umur I untuk umur 30-50 tahun
Kategori umur II untuk umur 51-70 tahun
Kategori umur III untuk umur 71-90 tahun
Pendidikan responden awalnya terbagi menjadi 6 kategori yaitu tidak pernah
sekolah/tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, tamat diploma/akademi, dan
tamat sarjana (S1, S2, S3). Namun selanjutnya tingkat pendidikan ini dikelompokkan lagi
menjadi tiga kategori yaitu pendidikan ’rendah’ (tidak pernah sekolah/tidak tamat SD,
tamat SD), pendidikan ‘sedang’ (tamat SMP, SMA) dan pendidikan ’tinggi’ (tamat
diploma/akademi, dan tamat sarjana S1, S2, S3). Pekerjaan dikategorikan ke dalam:
pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta/dagang, petani, seniman, pensiunan, dan lain-
lain. Pengetahuan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) digolongkan ke dalam
kategori baik dan buruk, sikap responden digolongkan ke dalam kategori positif dan
negatif. Perilaku digolongkan ke dalam kategori perilaku ber-PHBS dan perilaku tidak ber-
PHBS.
Analisis pengetahuan masyarakat tentang PHBS diawali dengan sistem scoring
pada semua aspek pertanyaan mengenai pengetahuan tentang PHBS pada kuesioner C yaitu
dengan memberi nilai 2 pada setiap jawaban yang benar, nilai 1 pada setiap jawaban lain-
lain, dan nilai 0 pada setiap jawaban yang salah. Selanjutnya nilai pada setiap nomor
dijumlahkan sehingga didapatkan nilai kumulatif dari skor pengetahuan. Kemudian dicari
nilai mean dari total skor pengetahuan, didapatkan nilai meannya adalah 13. Pengetahuan
digolongkan ke dalam kategori baik apabila total nilai pengetahuannya ≥ 14, dan
digolongkan ke dalam kategori buruk apabila total nilai pengetahuannya ≤ 13.
Analisis sikap masyarakat tentang PHBS juga diawali dengan sistem scoring pada
semua aspek pertanyaan mengenai pengetahuan tentang PHBS pada kuesioner D yaitu
31
dengan memberi nilai 2 pada setiap jawaban setuju, nilai 1 pada setiap jawaban ragu-ragu,
dan nilai 0 pada setiap jawaban tidak setuju, kecuali pertanyaan mengenai sikap merokok
yang diberikan nilai 2 pada setiap jawaban tidak setuju, nilai 1 pada setiap jawaban ragu-
ragu, dan nilai 0 pada setiap jawaban setuju. Selanjutnya nilai pada setiap nomor
dijumlahkan sehingga didapatkan nilai kumulatif dari skor sikap. Kemudian dicari nilai
mean dari total skor sikap, didapatkan nilai meannya adalah 15. Sikap digolongkan ke
dalam kategori positif apabila total nilai sikapnya ≥ 16, dan digolongkan ke dalam kategori
negatif apabila total nilai sikapnya ≤ 15.
Analisis perilaku masyarakat tentang PHBS juga diawali dengan sistem scoring
pada semua aspek pertanyaan mengenai pengetahuan tentang PHBS pada kuesioner E yaitu
dengan memberi nilai 1 pada setiap jawaban ya, dan nilai 0 pada setiap jawaban tidak,
kecuali pertanyaan mengenai sikap merokok yang diberikan nilai 1 pada setiap jawaban
tidak, dan nilai 0 pada setiap jawaban ya. Selanjutnya nilai pada setiap nomor dijumlahkan
sehingga didapatkan nilai kumulatif dari skor perilaku. Perilaku digolongkan ke dalam
kategori ber-PHBS apabila total nilai perilakunya 10, dan digolongkan ke dalam kategori
tidak ber-PHBS apabila total nilai perilakunya ≤ 10.
32
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Responden
Responden penelitian ini adalah kepala keluarga yang berasal dari berbagai tingkat
pendidikan dan telah memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian. Seluruh
responden berasal dari 7 desa yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Kerambitan I
yaitu sebanyak 98 responden. Sampel diwawancarai dirumahnya masing-masing. Dari 98
responden yang kami wawancarai, diperoleh karakteristik kepala keluarga yang meliputi
umur, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.
Berdasarkan umur responden, didapatkan bahwa umur responden termuda adalah 30
tahun dan yang tertua adalah 82 tahun. Umur rata-rata 48 tahun, sedangkan umur yang
terbanyak adalah 40 tahun yaitu sejumlah 10 orang (10,2%). Kelompok umur terbanyak
adalah antara 30-50 tahun yang berjumlah 62 orang (63,3%).
Tabel 5.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)
30-50 62 63,3
51-70 34 34,7
71-90 2 2,0
Total 98 100
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar responden memiliki pendidikan
tamat SMA yaitu sebanyak 36 orang (36,7%). Untuk selanjutnya, pendidikan ini
dikelompokkan menjadi tingkat pendidikan rendah (tidak pernah sekolah/tidak tamat SD
dan tamat SD), tingkat pendidikan sedang (tamat SMP dan tamat SMA), serta tingkat
pendidikan tinggi (tamat diploma/akademi dan sarjana). Sebagian besar responden
termasuk ke dalam golongan tingkat pendidikan sedang (61,2%).
33
Tabel 5.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase (%)
Tidak pernah sekolah/ tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Diploma/ akademi
Sarjana (S1,S2,S3)
1
24
24
36
3
10
1
24,5
24,5
36,7
3,1
10,2
Total 98 100
Tabel 5.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
Rendah 25 25,5
Sedang 60 61,2
Tinggi 13 13,3
Total 98 100
Berdasarkan aspek pekerjaan, responden dikelompokkan ke dalam 7 kategori
pekerjaan yaitu tidak bekerja, pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta/dagang, petani,
pensiunan, dan lain-lain. Responden terbanyak adalah kepala keluarga dengan mata
pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 32 orang (32,7%).
Tabel 5.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
Tidak bekerja 2 2,0
Pegawai negeri 12 12,2
Pegawai swasta 15 15,3
Wiraswasta/dagang 17 17,3
Petani 32 32,7
Pensiunan 2 2,0
34
Lain-lain 18 18,4
Total 98 100
5.2 Pengetahuan Masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Dari wawancara yang dilakukan terhadap para responden, didapatkan bahwa 42,9%
responden pernah mendengar mengenai program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Dari
seluruh responden hanya 20,4% yang pernah mendapatkan penyuluhan mengenai program
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Tingkat pengetahuan responden dikelompokkan menjadi
dua yaitu: pengetahuan baik (skor ≥14) dan pengetahuan buruk (skor ≤13). Dari 98
responden sebanyak 50 orang (51%) memiliki pengetahuan baik dan 48 orang (49%)
memiliki pengetahuan yang buruk.
Tabel 5.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan PHBS
Tingkat pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Baik 50 51,0
Buruk 48 49,0
Total 98 100
Dari 98 responden, didapatkan bahwa responden yang termasuk dalam tingkat
pengetahuan PHBS baik sebagian besar berasal dari tingkat pendidikan sedang (tamat SMP
dan tamat SMA) yaitu sebesar 66%. Jika dilihat dengan seksama, pada responden dengan
tingkat pendidikan rendah hanya 20% yang memiliki tingkat pengetahuan PHBS yang baik
dan 80%-nya masih memiliki tingkat pengetahuan PHBS yang buruk. Pada responden
dengan tingkat pendidikan sedang, 55% telah memiliki pengetahuan PHBS yang baik dan
hanya berbeda sedikit dengan tingkat pengetahuan PHBS yang buruk yaitu 45%.
Sedangkan pada responden dengan tingkat pendidikan tinggi, sudah 92,3% responden
memiliki pengetahuan PHBS yang baik dan hanya 7,7% yang masih memiliki pengetahuan
PHBS yang buruk.
35
Tabel 5.2.2 Distribusi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pengetahuan PHBS
TotalBaik buruk
f % f % f %
Rendah 5 20 20 80 25 100
Sedang 33 55 27 45 60 100
Tinggi 12 92,3 1 7,7 13 100
Total 98 100
5.3 Sikap Masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Sikap responden tentang perilaku hidup bersih dan sehat dikategorikan menjadi dua yaitu
sikap positif (skor ≥16) dan sikap negatif (skor ≤15). Dari 98 responden, diperoleh hasil
bahwa 50 responden (51%) mempunyai sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan
sehat. Namun, terdapat juga responden yang mempunyai sikap negatif, yaitu sebanyak 48
responden (49%).
Tabel 5.3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap
Sikap Frekuensi Persentase (%)
Positif 50 51,0
Negatif 48 49,0
Total 98 100
Berdasarkan tingkat pendidikan, responden yang memiliki sikap positif sebagian besar
memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu sebanyak 64%. Untuk responden dengan tingkat
pendidikan tinggi, 84,6%-nya sudah memiliki sikap positif terhadap perilaku hidup bersih
dan sehat dan hanya 15,4% yang masih memiliki sikap negatif. Untuk responden dengan
tingkat pendidikan sedang hasilnya cukup merata yaitu 53% bersikap positif dan 47%
bersikap negatif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Jika dibandingkan dengan
responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah, hanya 28% responden dengan tingkat
36
pendidikan rendah yang memiliki sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dan
72%-nya masih bersikap negatif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat.
Tabel 5.3.2 Distribusi Sikap Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Sikap PHBS
TotalPositif Negatif
f % f % f %
Rendah 7 28 18 72 25 100
Sedang 32 53,3 28 46,7 60 100
Tinggi 11 84,6 2 15,5 13 100
Total 98 100
5.4 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Masyarakat
Untuk penilaian perilaku hidup bersih dan sehat digunakan standar penilaian yang
digunakan dalam penilaian indikator. Perilaku dibagi menjadi dua kategori yaitu rumah
tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat (jika semua skor perilaku terpenuhi / skor =
10) dan rumah tangga yang tidak berperilaku hidup bersih dan sehat (skor < 10). Dari hasil
wawancara dan observasi yang dilakukan di rumah masing-masing responden, diperoleh
hasil yaitu hanya 5 rumah tangga (5,1%) dari 98 rumah tangga yang dilibatkan dalam
penelitian ini yang termasuk dalam rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat.
Tabel 5.4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku
Perilaku Frekuensi Persentase (%)
Ber-PHBS 5 5,1
Tidak ber-PHBS 93 94,9
Total 98 100
Jika dihubungkan dengan tingkat pendidikan responden, responden yang telah berperilaku
hidup bersih dan sehat 60%-nya berasal dari responden dengan tingkat pendidikan tinggi
dan sisanya yaitu 40% berasal dari responden dengan tingkat pendidikan sedang. Pada
37
golongan responden dengan tingkat pendidikan rendah, 100% responden tidak berperilaku
hidup bersih dan sehat. Untuk responden dengan tingkat pendidikan tinggi, 23,1%-nya
sudah memiliki perilaku hidup bersih dan sehat dan 76,9% yang masih tidak memiliki
perilaku hidup bersih dan sehat. Untuk responden dengan tingkat pendidikan sedang 3,3%
telah berperilaku hidup bersih dan sehat dan 96,7% belum berperilaku hidup bersih dan
sehat.
Tabel 5.4.2 Distribusi Perilaku Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Perilaku PHBS
TotalBer-PHBS Tidak
f % f % f %
Rendah 0 0 25 100 25 100
Sedang 2 3,3 58 96,7 60 100
Tinggi 3 23,1 10 76,9 13 100
Total 98 100
Dari 10 indikator yang digunakan dalam penilaian aspek perilaku hidup bersih dan sehat di
tatanan rumah tangga, perlu dicari tahu pencapaian masing-masing indikator. Dari
penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kerambitan I terhadap 98 responden ini, diperoleh
hasil sebagai berikut:
Tabel 5.4.3 Pencapaian Indikator Perilaku PHBS
Indikator Pencapaian Persentase(%)
Persalinan sehat 95 96,9
ASI eksklusif
Jaminan pemeliharaan kesehatan
Air bersih
Jamban sehat
Kesesuaian luas rumah dengan
jumlah penghuni
32 32,7
61 62,2
96 98
95 96,9
89 90,8
38
Lantai sehat
Tidak merokok di dalam rumah
Aktivitas fisik
Konsumsi buah dan sayur
98 100
41 41,8
43 43,9
39 39,8
Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat di wilayah Kerambitan I
paling rendah pencapaian perilaku hidup bersih dan sehatnya adalah pada perilaku
pemberian ASI eksklusif bagi bayi (32,7%).
5.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Hidup Bersih dan Sehat
Berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat, responden
yang memiliki sikap positif sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan yang baik pula
yaitu sebanyak 78%. Sedangkan yang memiliki sikap negatif terhadap perilaku hidup
bersih dan sehat terbanyak adalah kelompok responden dengan tingkat pengetahuan buruk
yaitu sebanyak 77,1%.
Tabel 5.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Hidup Bersih dan Sehat
Tingkat Pengetahuan
Sikap PHBS
TotalPositif Negatif
f % f % f %
baik 39 78 11 22,9 50 51
buruk 11 22 37 77,1 48 49
total 50 100 48 100 98 100
5.6 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat, responden
yang telah berperilaku hidup bersih dan sehat adalah kelompok responden dengan tingkat
pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 100%. Sedangkan yang tidak melakukan perilaku
hidup bersih dan sehat terbanyak adalah kelompok responden dengan tingkat pengetahuan
buruk yaitu sebanyak 51,6%.
39
Tabel 5.6 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Tingkat Pengetahuan
Perilaku PHBS
TotalBer-PHBS Tidak
f % f % F %
baik 5 100 45 48,4 50 51
buruk 0 0 48 51,6 48 49
total 5 100 93 100 98 100
5.7 Hubungan Sikap dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Berdasarkan sikap, responden yang telah berperilaku hidup bersih dan sehat adalah
kelompok responden dengan sikap yang positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat
yaitu sebanyak 80%. Sedangkan yang tidak melakukan perilaku hidup bersih dan sehat
terbanyak adalah kelompok responden dengan sikap negatif terhadap perilaku hidup bersih
dan sehat yaitu sebanyak 50,5%.
Tabel 5.7 Hubungan Sikap dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Sikap
Perilaku PHBS
TotalBer-PHBS Tidak
f % f % F %
Positif 4 80 46 49,5 50 51
Negatif 1 20 47 50,5 48 49
Total 5 100 93 100 98 100
5.8 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Tatanan Rumah Tangga di Tiap Desa di
Wilayah Kerja Puskesmas Kerambitan I
Penelitian mengenai gambaran tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat yang
berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan rumah tangga ini dilakukan
di 7 desa yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Kerambitan I. Ketujuh desa tersebut
adalah desa Timpag, Kesiut, Meliling, Sembung Gede, Samsam, Batuaji, dan Pangkung
40
Karung. Dari tiap desa diambil 14 kepala keluarga sebagai sampel sehingga diperoleh
jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 98 kepala keluarga.
Dari penelitian ini diperoleh hasil pencapaian rumah tangga yang memenuhi kriteria
rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat di tiap-tiap desa. Hanya 5 dari 98
kepala keluarga yang telah memenuhi syarat rumah tangga beperilaku hidup bersih dan
sehat (5,10%). Dari ketujuh desa yang dilibatkan dalam penelitian, desa Kesiut merupakan
desa dengan pencapaian rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat yaitu sebesar
40%.
Tabel 5.8 Pencapaian Rumah Tangga PHBS di Tiap Desa di Wilayah Puskesmas
Kerambitan I
Desa
Perilaku PHBS
TotalberPHBS Tidak
f % f % F %
Timpag 0 0 14 15,1 14 14,3
Kesiut 2 40 12 12,9 14 14,3
Meliling 0 0 14 15,1 14 14,3
Sembung Gede 0 0 14 15,1 14 14,3
Samsam 1 20 13 14 14 14,3
Batuaji 1 20 13 14 14 14,3
Pangkung Karung 1 20 13 14 14 14,3
Total 5 100 93 100 98 100
BAB 6
41
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Responden
Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 98 responden yang seluruhnya
adalah kepala keluarga dari berbagai tingkat pendidikan dan telah memberikan persetujuan
untuk ikut serta dalam penelitian. Sebagian besar responden penelitian ini termasuk dalam
kelompok umur 30-50 tahun dengan responden terbanyak berusia 40 tahun.
Dari tingkat pendidikan, sebagian besar besar memiliki tingkat pendidikan sedang
(tamat SMP dan SMA). Tingkat pendidikan yang cukup tinggi ini akan memudahkan dalam
pemberian intervensi berupa pendidikan mengenai kesehatan terutama mengenai
pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat dalam rumah tangga karena tingkat pemahaman
yang cukup baik. Selain itu, menurut Notoatmodjo (2003), seseorang yang mempunyai
tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas
dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah.
Sebagian besar responden yang dilibatkan dalam penelitian ini bekerja. Mata
pencaharian terbanyak dari 98 responden adalah sebagai petani (32,7%).
6.2 Tingkat Pengetahuan Kepala Keluarga Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat dalam Rumah Tangga
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperolah melalui mata dan telinga.
Berdasarkan hasil analisis dari 98 responden didapatkan bahwa sebagian besar
responden memiliki tingkat pengetahuan baik (51%), walaupun terdapat juga responden
dengan tingkat pengetahuan buruk (49%). Selain itu, diperoleh bahwa hanya sebagian
responden (42,9%) pernah mendengar tentang program perilaku hidup bersih dan sehat.
Hanya 20,4% yang mengaku pernah mendapat penyuluhan mengenai program perilaku
hidup bersih dan sehat dalam tatanan rumah tangga.
42
Dari 98 responden, didapatkan bahwa responden yang termasuk dalam tingkat
pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat yang baik sebagian besar berasal
dari tingkat pendidikan sedang (tamat SMP dan tamat SMA) yaitu sebesar 66%. Sedangkan
responden yang termasuk dalam tingkat pengetahuan buruk juga ternyata sebagian besar
berasal dari tingkat pendidikan sedang (tamat SMP dan tamat SMA) yaitu sebesar 56,2%.
Kemungkinan hal ini dapat terjadi oleh karena dari 98 responden yang dilibatkan, hampir
sebagian besar ternyata tergolong tingkat pendidikan sedang (61,2%).
Untuk itu, penulis mencari perbandingan kepala keluarga yang memiliki pengetahuan
PHBS yang baik dan yang buruk di setiap tingkat pendidikannya. Ternyata, pada responden
dengan tingkat pendidikan rendah hanya 20% yang memiliki tingkat pengetahuan PHBS
yang baik dan 80%-nya masih memiliki tingkat pengetahuan PHBS yang buruk. Pada
responden dengan tingkat pendidikan sedang, 55% telah memiliki pengetahuan PHBS yang
baik dan hanya berbeda sedikit dengan tingkat pengetahuan PHBS yang buruk yaitu 45%.
Sedangkan pada responden dengan tingkat pendidikan tinggi, sudah 92,3% responden
memiliki pengetahuan PHBS yang baik dan hanya 7,7% yang masih memiliki pengetahuan
PHBS yang buruk. Dari data di atas dapat kita simpulkan, makin tinggi tingkat pendidikan,
makin besar jumlah kepala keluarga yang memiliki pengetahuan perilaku hidup bersih dan
sehat yang baik. Dengan kata lain, makin tinggi tingkat pendidikan, makin baik
pengetahuan perilaku hidup bersih dan sehat yang dimiliki. Dalam hal ini jelas bahwa
dengan pendidikan yang tinggi, wawasan dan usaha untuk mencari informasi akan lebih
luas, karena orang yang memiliki dasar pendidikan yang tinggi lebih mudah mengerti dan
memahami informasi yang diterimanya bila dibanding dengan responden yang
berpendidikan lebih rendah (Utami Roesli, 2004).
Hal ini sesuai dengan penelitian Notoatmodjo (2003), dimana semakin tinggi
pendidikan yang ditempuh oleh seseorang, maka semakin baik dan semakin luas
pengetahuannya dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah. Pendidikan juga
akan membuat seseorang ingin tahu maupun mencari pengalaman sehingga informasi yang
diterima akan jadi pengetahuan (Azwar, 2005). Selain itu, menurut Notoatmodjo (2003),
pendidikan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tersebut yang kiranya
dapat mengubah sikap dan menanamkan suatu perilaku baru.
43
6.3 Sikap Kepala Keluarga Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Rumah
Tangga
Dari 98 responden, diperoleh hasil bahwa sebagian responden (51%) mempunyai sikap
positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Responden yang memiliki sikap positif
terhadap perilaku hidup bersih dan sehat ini sebagian besar berasal dari kelompok
responden dengan tingkat pendidikan sedang. Namun, terdapat juga responden yang
mempunyai sikap negatif, yaitu sebanyak 49% yang sebagian besar dari responden dengan
sikap negatif ini juga merupakan responden dari golongan tingkat pendidikan sedang.
Dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pada aspek pengetahuan, penulis
mencoba mencari proporsi dari responden yang bersikap positif dan bersikap negatif
mengenai perilaku hidup bersih dan sehat pada setiap tingkatan pendidikan. Untuk
responden dengan tingkat pendidikan tinggi, 84,6% nya sudah memiliki sikap positif
terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dan hanya 15,4% yang masih memiliki sikap
negatif. Untuk responden dengan tingkat pendidikan sedang hasilnya cukup merata yaitu
53% bersikap positif dan 47% bersikap negatif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat.
Sedangkan pada responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah, hanya 28% yang
memiliki sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dan 72%-nya masih
bersikap negatif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Dari data di atas dapat kita
simpulkan, makin tinggi tingkat pendidikan, makin besar jumlah kepala keluarga yang
memiliki sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Dengan kata lain, makin
tinggi tingkat pendidikan, makin positif sikap seseorang mengenai perilaku hidup bersih
dan sehat yang dimiliki.
Jika kita menghubungkan tingkat pengetahuan PHBS yang dimiliki responden dengan
sikap PHBS responden diperoleh hasil responden yang memiliki sikap positif sebagian
besar memiliki tingkat pengetahuan yang baik pula yaitu sebanyak 78%. Sedangkan yang
memiliki sikap negatif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat terbanyak adalah kelompok
responden dengan tingkat pengetahuan buruk yaitu sebanyak 77,1%. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Notoatmodjo (2003) bahwa ada kecenderungan seseorang yang
mempunyai tingkat pengetahuan yang baik mempunyai sikap yang positif juga. Dalam
44
penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, dan emosi memegang peranan penting.
Sikap positif dari responden ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mendukung
pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan rumah tangga.
6.4 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Tatanan Rumah Tangga
Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan di rumah masing-masing responden,
diperoleh hasil yaitu hanya 5 rumah tangga (5,1%) dari 98 rumah tangga yang dilibatkan
dalam penelitian ini yang termasuk dalam rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan
sehat. Suatu rumah tangga dikatakan memenuhi persyaratan sebagai rumah tangga yang
berperilaku hidup bersih dan sehat jika kesepuluh indikator perilaku hidup bersih dan sehat
tersebut terpenuhi. Dengan kata lain, bila satu saja dari sepuluh indikator perilaku tersebut
tidak dilakukan oleh rumah tangga, maka rumah tangga tersebut sudah digolongkan ke
dalam rumah tangga yang tidak berperilaku hidup bersih dan sehat.
Jika dihubungkan dengan tingkat pendidikan responden, responden yang telah
berperilaku hidup bersih dan sehat 60%-nya berasal dari responden dengan tingkat
pendidikan tinggi dan sisanya yaitu 40% berasal dari responden dengan tingkat pendidikan
sedang. Pada golongan responden dengan tingkat pendidikan rendah, 100% responden
tidak berperilaku hidup bersih dan sehat. Untuk responden dengan tingkat pendidikan
tinggi, 23,1%-nya sudah memiliki perilaku hidup bersih dan sehat dan 76,9% yang masih
tidak memiliki perilaku hidup bersih dan sehat. Untuk responden dengan tingkat
pendidikan sedang 3,3% telah berperilaku hidup bersih dan sehat dan 96,7% belum
berperilaku hidup bersih dan sehat. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan seseorang
memiliki pengaruh terhadap perilaku seseorang untuk hidup bersih dan sehat.
Tingkat pengetahuan dan sikap yang dimiliki seseorang akan sangat mempengaruhi
perilaku yang ia lakukan. Untuk itu, perlu dicari hubungan antara tingkat pengetahuan dan
mengenai perilaku hidup bersih dan sehat yang dimiliki seseorang dengan keberhasilan
seseorang tersebut melakukan perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan tingkat
pengetahuannya, responden yang telah berperilaku hidup bersih dan sehat adalah kelompok
responden dengan tingkat pengetahuan PHBS yang baik yaitu sebanyak 100%. Sedangkan
yang tidak melakukan perilaku hidup bersih dan sehat terbanyak adalah kelompok
45
responden dengan tingkat pengetahuan buruk yaitu sebanyak 51,6%. Berdasarkan sikap
PHBS yang dimiliki responden, responden yang telah berperilaku hidup bersih dan sehat
adalah kelompok responden dengan sikap yang positif terhadap perilaku hidup bersih dan
sehat yaitu sebanyak 80%. Sedangkan yang memiliki tidak melakukan perilaku hidup
bersih dan sehat terbanyak adalah kelompok responden dengan sikap negatif terhadap
perilaku hidup bersih dan sehat yaitu sebanyak 50,5%.
Hal ini sesuai dengan teori menurut Notoatmojo (2003), setelah seorang mengetahui
stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa
yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan
apa yang diketahui atau disikapinya.
Namun teori tersebut sepertinya tidak sepenuhnya berlaku dalam penelitian ini. Dari
hasil analisis ditemukan bahwa pada responden dengan tingkat pengetahuan PHBS yang
baik, masih banyak yang tidak berperilaku hidup bersih dan sehat (48,4%). Demikian pula
pada responden dengan sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat, 49,5%-nya
masih tidak berperilaku hidup bersih dan sehat.
Menurut teori Lawrence Green, perilaku ditentukan oleh tiga hal yaitu faktor
predisposisi, pendukung, dan pendorong. Faktor predisposisi (predisposing factors)
mencakup kebiasaan, kepercayaan, tradisi pengetahuan, sikap dan unsur-unsur lain yang
terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Faktor pendukung (enabling factors) adalah
tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya, sedangkan
faktor pendorong (reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Hal
inilah yang kiranya dapat menjelaskan mengapa pada rumah tangga dengan tingkat
pengetahuan dan sikap PHBS yang baik masih ada yang tidak berperilaku hidup bersih dan
sehat.
Bila kita ambil contoh perilaku merokok di dalam rumah yang termasuk dalam
salah satu indikator rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat, dari hasil penelitian
didapatkan hanya 41,6% rumah tangga yang di dalamnya tidak terdapat kebiasaan merokok
di dalam rumah. Padahal jika dilihat dari tingkat pengetahuan responden tentang merokok,
sudah 88,8% dari responden memiliki pengetahuan yang baik tentang merokok. Dan sudah
60,2% dari responden yang bersikap tidak setuju bila terdapat anggota keluarga yang
46
merokok di dalam rumah. Namun mengapa pencapaian rumah tangga yang bebas dari
perilaku merokok di dalam rumah masih rendah? Salah satu yang sangat mempengaruhi
perilaku merokok adalah faktor kebiasaan. Dari 98 responden, 58,2%-nya memiliki
anggota keluarga yang merokok di dalam rumah. Dari 57 responden dengan perilaku
merokok di dalam rumah, 82,5% menyatakan tidak dapat berhenti merokok karena sudah
menjadi kebiasaan walaupun mereka telah mengetahui bahaya dari merokok itu sendiri.
Dari kesepuluh indikator perilaku hidup bersih dan sehat yang digunakan untuk
menilai apakah rumah tangga di wilayah kerja puskesmas Kerambitan I telah berperilaku
hidup bersih dan sehat atau belum, diperoleh pencapaian terendah pada bidang pemberian
ASI eksklusif bagi bayi yaitu hanya sekitar 32,7%. Jika dilihat dari pencapaian program
ASI eksklusif yang didapat dari program promosi kesehatan di Puskesmas Kerambitan I,
pencapaian ASI eksklusif memang masih rendah yaitu 25,70%. Jika dilihat dari tingkat
pengetahuan yang dimiliki oleh responden, pengetahuan tentang ASI eksklusif yang baik
hanya dimiliki oleh 18,4% responden. Ada berbagai alasan mengapa bayi tidak diberi ASI
eksklusif dari lahir hingga usia 6 bulan. 63,6% menyatakan bahwa tidak dapat memberi
ASI eksklusif karena bekerja. Sisanya 12,2% menyatakan tidak memberi ASI eksklusif
karena ASI sedikit dan tidak mau keluar. 12,2% lainnya menyatakan memberi makanan dan
susu tambahan sebelum bayi berusia 6 bulan dengan alasan takut bayi kekurangan gizi.
Untuk mengatasi permasalahan ini penulis merasa perlu dilakukan penyuluhan oleh pihak
puskesmas mengenai pentingnya memberikan ASI eksklusif dari bayi lahir hingga usia 6
bulan. Penyuluhan ini dapat dilaksanakan dengan bekerjasama dengan posyandu dibantu
kader-kadernya. Perlu juga dilakukan pelatihan agar ibu-ibu yang bekerja dapat tetap
memberikan bayi mereka ASI eksklusif seperti cara memeras payudara dan penyimpanan
ASI yang baik dan benar.
6.5 Kelemahan Penelitian
Ada beberapa hal yang penulis rasakan sebagai kelemahan dalam pelaksanaan penelitian
ini. Dalam hal pengumpulan sampel penelitian, karena tidak terdapat data di Puskesmas
Kerambitan I mengenai desa yang memiliki pencapaian terendah dalam perilaku hidup
bersih dan sehat dalam tatanan rumah tangga, maka penulis mengambil sampel dari ketujuh
47
desa yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Kerambitan I. Hal ini dirasakan
sebagai hambatan oleh karena cakupan wilayah penelitian yang begitu luas untuk
dilaksanakannya survey.
Dari proses pengambilan sampel yang dilakukan secara stratified random sampling,
karena pengambilan sampel pada tiap dusun dilakukan secara acak, ternyata saat dilakukan
analisis data didapatkan distribusi tingkat pendidikan yang tidak merata. Hampir sebagian
besar (61,2%) responden tergolong tingkat pendidikan sedang. Dan oleh karena sampel
sebagian besar tergolong tingkat pendidikan sedang, saat dilakukan analisis hasil analisis
tersebut kebanyakan berkumpul di kategori tingkat pendidikan sedang tersebut.
Untuk mengevaluasi mengenai perilaku seseorang sebaiknya dilakukan pengamatan
dalam rentang waktu tertentu. Sedangkan dalam penelitian ini, penulis hanya melakukan
pengamatan satu kali pada saat kunjungan ke rumah-rumah tersebut saja. Hal ini juga
dirasakan sebagai kelemahan dalam penelitian ini.
48
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Tingkat pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan sehat di Wilayah Kerja
Puskesmas Kerambitan I sebagian besar sudah baik.
2. Kepala keluarga dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki
tingkat pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat yang baik.
3. Sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat ditunjukkan oleh sebagian
besar kepala keluarga yang menjadi sampel penelitian.
4. Kepala keluarga dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki
sikap positif mengenai perilaku hidup bersih dan sehat.
5. Kepala keluarga dengan tingkat pengetahuan perilaku hidup bersih dan sehat yang
baik cenderung memiliki sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat.
6. Perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan rumah tangga hanya dijumpai pada
5,10% dari seluruh responden yang diwawancarai.
7. Kepala keluarga yang memiliki sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan
sehat juga memiliki kecenderungan untuk tidak berperilaku hidup bersih dan sehat
8. Kepala keluarga dengan tingkat pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan
sehat yang baik juga memiliki kecenderungan untuk tidak berperilaku hidup bersih
dan sehat.
9. Pemberian ASI eksklusif bagi bayi merupakan indikator dengan pencapaian
terendah yaitu 32,7% dari 98 responden.
10. Desa Kesiut merupakan desa dengan pencapaian perilaku hidup dan sehat dalam
tatanan rumah tangga yang tertinggi yaitu 40%.
49
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat penulis sampaikan guna
meningkatkan pencapaian perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan rumah tangga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kerambitan I antara lain sebagai berikut :
1. Meskipun pengetahuan masyarakat mengenai perilaku hidup bersih dan sehat sudah
sebagian besar baik, namun sosialisasi terkait program perilaku hidup bersih dan
sehat dalam tatanan rumah tangga kepada masyarakat harus dilakukan lebih intensif
mengingat baru kurang dari setengah responden yang pernah mendengar mengenai
program perilaku hidup bersih dan sehat. Penyuluhan mengenai program perilaku
hidup bersih dan sehat juga belum mencakup seluruh komponen masyarakat.
Metode sosialisasi alternatif bisa dipertimbangkan seperti melatih kader-kader di
setiap dusun untuk memberikan informasi dan membina masyarakat mengenai
perilaku hidup bersih dan sehat. Pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan
sehat juga hendaknya disisipkan dalam pembelajaran pendidikan formal.
2. Selain melakukan penyuluhan, masyarakat juga perlu diberikan motivasi untuk
dapat melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini karena selain
dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap, perilaku hidup bersih dan sehat juga
membutuhkan dukungan segenap pihak meliputi pihak desa dan kader-kadernya
serta pihak puskesmas. Salah satu contoh kegiatan yang dapat dilaksanakan guna
meningkatkan motivasi tiap keluarga untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
adalah dengan mengadakan lomba Desa Sehat.
3. Pembinaan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat juga perlu dilakukan dengan
turun langsung ke masyarakat untuk mengkaji dan membina perilaku hidup bersih
dan sehat masing-masing rumah tangga. Pihak promosi kesehatan puskesmas dapat
bekerjasama lintas program dengan pihak kesehatan lingkungan yang memiliki
salah satu program kerja berupa penyehatan lingkungan pemukiman dan jamban
keluarga.
4. Mengingat pencapaian ASI eksklusif sebagai salah satu indikator perilaku hidup
bersih dan sehat masih merupakan indikator dengan pencapaian terendah, bagi
Puskesmas Kerambitan I diharapkan dapat melakukan pendampingan ibu secara
50
dini dalam hal pemberian ASI eksklusif, dan juga memberikan pelayanan konseling
baik untuk ibu hamil sebagai calon ibu menyusui nantinya, maupun bagi ibu-ibu
yang sedang menyusui. Bagi ibu-ibu menyusui yang sedang bekerja harus tetap
memberikan ASI eksklusif dengan cara memerah ASI untuk disimpan, yang
nantinya dapat diberikan pada bayinya yang ditinggal bekerja.
5. Dana serta insentif yang cukup untuk mendukung kegiatan operasional yang
dibutuhkan.