penelitian asri dan nur

75
1 1BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sehat adalah karunia Tuhan yang perlu disyukuri, karena sehat merupakan hak asasi manusia yang harus dihargai. Sehat juga investasi untuk meningkatkan produktivitas kerja guna meningkatkan kesejahteraan keluarga. Orang bijak mengatakan bahwa “Sehat memang bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak berarti”, oleh karena itu kesehatan perlu dijaga, dipelihara dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah tangga. Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga. 1 Berdasarkan paradigma sehat, ada 3 pilar yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata, yang ditetapkan sebagai visi Indonesia Sehat 2010. Dalam visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan misi pembangunan yaitu menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Untuk melaksanakan misi pembangunan kesehatan diperlukan promosi kesehatan. Hal ini disebabkan program promosi kesehatan berorientasi pada proses pemberdayaan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat, melalui peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatannya. Hal ini sesuai

Upload: koming-karjoe

Post on 05-Dec-2014

58 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Penelitian Asri Dan Nur

TRANSCRIPT

Page 1: Penelitian Asri Dan Nur

1

1BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sehat adalah karunia Tuhan yang perlu disyukuri, karena sehat merupakan hak asasi

manusia yang harus dihargai. Sehat juga investasi untuk meningkatkan produktivitas kerja

guna meningkatkan kesejahteraan keluarga. Orang bijak mengatakan bahwa “Sehat

memang bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak berarti”, oleh

karena itu kesehatan perlu dijaga, dipelihara dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah

tangga. Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat

menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga.1

Berdasarkan paradigma sehat, ada 3 pilar yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu

lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata,

yang ditetapkan sebagai visi Indonesia Sehat 2010. Dalam visi Indonesia Sehat 2010 telah

ditetapkan misi pembangunan yaitu menggerakkan pembangunan nasional berwawasan

kesehatan. Untuk melaksanakan misi pembangunan kesehatan diperlukan promosi

kesehatan. Hal ini disebabkan program promosi kesehatan berorientasi pada proses

pemberdayaan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat, melalui peningkatan,

pemeliharaan dan perlindungan kesehatannya. Hal ini sesuai dengan yang ditekankan

dalam paradigma sehat, dan salah satu pilar utama Indonesia Sehat 2010.1

Seiring dengan cepatnya perkembangan dalam era globalisasi sekarang ini, serta adanya

transisi demografi dan epidemiologi penyakit, maka masalah penyakit akibat perilaku dan

perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan perilaku dan sosial budaya cenderung akan

semakin kompleks. Perbaikannya tidak hanya dilakukan pada aspek pelayanan kesehatan,

perbaikan pada lingkungan dan merekayasa kependudukan atau faktor keturunan, tetapi

perlu memperhatikan faktor perilaku yang secara teoritis memiliki andil 30 - 35 % terhadap

derajat kesehatan. Perilaku hidup yang bersih dan sehat dapat menghindarkan kita dari

berbagai penyakit di masyarakat yang timbul akibat perilaku hidup yang kurang bersih.1

Mengingat dampak dari perilaku terhadap derajat kesehatan cukup besar, maka

diperlukan berbagai upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat. Salah

Page 2: Penelitian Asri Dan Nur

2

satunya melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Program Perilaku hidup

Bersih dan Sehat (PHBS) telah diluncurkan sejak tahun 1996 oleh Pusat Penyuluhan

Kesehatan Masyarakat, yang sekarang bernama Pusat Promosi Kesehatan.1

Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/kota yang

bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan

dengan tujuan mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni

dengan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang

yang bertempat tinggal di wilayah puskesmas. Dalam hal ini kinerja puskesmas lebih

diutamakan pada pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan

segi penyembuhan dan pemulihan penyakit. Promosi kesehatan yang mana PHBS termasuk

di dalamnya merupakan langkah nyata puskesmas dalam mewujudkan kinerja puskesmas

tersebut secara optimal.1

Di wilayah Puskesmas Kerambitan I telah dilaksanakan program PHBS yang termasuk

dalam program Promosi Kesehatan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemegang

program bekerja sama dengan pihak-pihak seperti bidan desa, kepala puskesmas pembantu,

kader posyandu, dan seluruh kepala desa untuk melakukan pengkajian rumah tangga

walaupun dengan berbagai keterbatasan terutama dalam hal pendanaan. Pengkajian rumah

tangga telah dilakukan secara bertahap dengan mengambil sampel menggunakan sistem

kluster. Dari pengkajian tersebut telah dilakukan pembinaan terhadap rumah tangga yang

belum memenuhi indikator rumah tangga PHBS. Selain itu, berbagai penyuluhan hidup

bersih dan sehat telah dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak posyandu. Namun amat

disayangkan, program PHBS untuk tatanan Rumah Tangga belum terlaksana sesuai target

yang ditetapkan. Menurut laporan tahunan pada akhir tahun 2009, dari 5 kegiatan PHBS (di

tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, institusi sarana kesehatan, institusi Tempat-

Tempat Umum (TTU), dan institusi tempat kerja), PHBS rumah tangga angka

pencapaiannya masih sangat rendah yaitu dari 5698 rumah dilakukan pengkajian terhadap

420 rumah dan hanya 7,37% saja yang memenuhi target rumah tangga ber PHBS. Kondisi

yang serupa juga terjadi hampir di berbagai daerah lain seperti halnya Puskesmas Nusa

Penida yang angka pencapaiannya juga masih rendah Berdasarkan perhitungan dengan C-

Survey dengan 30 kluster terhadap 7.062 KK sampel, didapatkan Rumah Tangga yang ber

Page 3: Penelitian Asri Dan Nur

3

PHBS mencapai 77 RT (36,66%). Di daerah lain seperti 35 Kabupaten/Kota di Jawa

Tengah angka pencapaian PHBS dalam tatanan rumah tangga juga masih rendah, dari

8.434.705 Rumah Tangga yang ada, telah dilakukan pengkajian terhadap sejumlah

1.937.259  Rumah Tangga atau mencapai ( 22.97 % ). Demikian pula daerah-daerah lain

seperti propinsi dengan pencapaian PHBS rendah berturut-turut antara lain Papua (24,4%),

Nusa Tenggara Timur (26,8%), Gorontalo (27,8%), Riau (28,1%) dan Sumatera Barat

(28,2%).

Hal ini sangatlah disayangkan, mengingat kesehatan dan kebersihan lingkungan selalu

dimulai dari individu dalam rumah tangga yang bersih dan sehat pula. Untuk itulah masalah

ini diangkat sebagai topik penelitian, dan diharapkan kita dapat mengetahui masalah di

balik rendahnya pencapaian target PHBS rumah tangga di wilayah puskesmas Kerambitan

1 ini. Selanjutnya dengan teridentifikasinya masalah tersebut, diharapkan akan timbul

intervensi melalui kerja sama pihak puskesmas Kerambitan I dengan segenap warga

masyarakatnya sehingga dapat tercapai lingkungan rumah tangga yang bersih dan sehat

sesuai cita-cita yang tercantum dalam program PHBS.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang

berkaitan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam tatanan rumah

tangga di wilayah Puskesmas Kerambitan I pada tahun 2010?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat

yang berkaitan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam tatanan

rumah tangga di wilayah Puskesmas Kerambitan I pada tahun 2010.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan pertimbangan bagi pelaksana program

dalam upaya peningkatan dan perbaikan pelaksanaan program Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat (PHBS) di lingkungan Puskesmas Kerambitan I, Kecamatan

Kerambitan, Kabupaten Tabanan.

Page 4: Penelitian Asri Dan Nur

4

1.4.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, pengetahuan dan

dorongan bagi masyarakat di lingkungan Puskesmas Kerambitan I untuk

menerapkan pola Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari-

hari.

1.4.3 Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian yang

lebih lanjut.

BAB 2

Page 5: Penelitian Asri Dan Nur

5

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Sasaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

2.1.1. Beberapa Pengertian terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

a. Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui

pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong

dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai

sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.2

b. Perilaku Sehat

Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan

mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan

aktif dalam Gerakan Kesehatan Masyarakat.2

c. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Perilaku hidup bersih dan sehat adalah wujud keberdayaan masyarakat yang sadar, mau dan

mampu mempraktekkan PHBS. Dalam hal ini ada 5 program prioritas yaitu KIA, Gizi,

Kesehatan Lingkungan, Gaya Hidup, Dana Sehat/Asuransi Kesehatan/JPKM.2

d. Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi

perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi,

memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan

perilaku melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support) dan

pemberdayaan masyarakat (empowerment) sebagai suatu upaya untuk membantu

masyarakat mengenali dan mengetahui masalahnya sendiri, dalam tatanan rumah tangga,

agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan

meningkatkan kesehatannya.2

e. Tatanan

Tatanan adalah tempat dimana sekumpulan orang hidup, bekerja, bermain, berinteraksi dan

lain-lain. Dalam hal ini ada 5 tatanan PHBS yaitu Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja,

Sarana Kesehatan dan Tempat Tempat Umum.2

Page 6: Penelitian Asri Dan Nur

6

f. Rumah Tangga

Rumah tangga adalah wahana atau wadah, dimana keluarga yang terdiri dari bapak, ibu dan

anak-anaknya melaksanakan kehidupan sehari-hari.2

g. PHBS Tatanan Rumah Tangga

PHBS tatanan rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga

agar sadar, mau dan mampu melakukan PHBS untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman

penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.2

h. Kabupaten Sehat/Kota Sehat

Kabupaten sehat/kota sehat adalah kesatuan wilayah administrasi pemerintah terdiri dari

desa-desa, kelurahan, kecamatan yang secara terus menerus berupaya meningkatkan

kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dengan prasarana wilayah yang memadai,

dukungan kehidupan sosial, serta perubahan perilaku menuju masyarakat aman, nyaman

dan sehat secara mandiri.2

2.1.2. Sasaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Sasaran PHBS dalam tatanan rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga secara

keseluruhan dan terbagi dalam : 2

1. Sasaran primer

Sasaran primer adalah sasaran utama dalam rumah tangga yang akan dirubah perilakunya

atau anggota keluarga yang bermasalah (individu dalam keluarga yang bermasalah).

2. Sasaran sekunder

Sasaran sekunder adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam keluarga yang

bermasalah misalnya, kepala keluarga, ibu, orang tua, tokoh keluarga, kader tokoh agama,

tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sektor terkait, PKK.

3. Sasaran tersier

Sasaran sekunder dalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam

menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya

pelaksanaan PHBS misalnya, kepala desa, lurah, camat, kepala Puskesmas, guru, tokoh

masyarakat dll.

Page 7: Penelitian Asri Dan Nur

7

2.2 MANFAAT PHBS

Ada beberapa manfaat perilaku hidup bersih dan sehat apabila diterapkan dalam setiap

tatanan kehidupan terutama dalam tatanan rumah tangga, antara lain: setiap rumah tangga

meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit, rumah tangga sehat dapat meningkat

produktivitas kerja anggota keluarga, dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah

tangga maka biaya yang tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk biaya

investasi seperti biaya pendidikan dan usaha lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan

anggota rumah tangga, salah satu indikator menilai keberhasilan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota dibidang kesehatan, dan dapat meningkatkan citra pemerintah daerah

dalam bidang kesehatan, serta dapat menjadi percontohan rumah tangga sehat bagi daerah

lain.2

2.3 STRATEGI PHBS

Menyadari bahwa perilaku adalah sesuatu yang rumit. Perilaku tidak hanya menyangkut

dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma, melainkan juga dimensi ekonomi,

yaitu hal-hal yang mendukung perilaku, maka promosi kesehatan dan PHBS diharapkan

dapat melaksanakan strategi yang bersifat paripurna (komprehensif), khususnya dalam

menciptakan perilaku baru. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga

strategi dasar promosi kesehatan dan PHBS yaitu :2

1. Gerakan Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan

berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran agar

sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari

tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku

yang diperkenalkan (aspek practice). Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu

dan keluarga, serta kelompok masyarakat. Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari

kemauan menuju kemampuan untuk melaksanakan, akan terkendala oleh dimensi

ekonomi.2

Dalam hal ini, salah satu solusi untuk mengatasi kendala yang disebabkan oleh masalah

ekonomi adalah dengan memberikan bantuan secara langsung, tetapi yang seringkali

Page 8: Penelitian Asri Dan Nur

8

diaplikasikan adalah dengan menghimpun individu ke dalam proses pengorganisasian

masyarakat (community organization) atau pembangunan masyarakat (community

development). Sejumlah individu yang telah mau, dihimpun dalam suatu kelompok untuk

bekerjasama memecahkan kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun masih

juga memerlukan bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari dermawan).

Disinilah letak pentingnya sinkronisasi promosi kesehatan dan PHBS dengan program

kesehatan yang didukungnya. Hal-hal yang akan diberikan kepada masyarakat oleh

program kesehatan sebagai bantuan hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan

sebelumnya. Bantuan itu hendaknya juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh

masyarakat.2

2. Binasuasana

Binasuasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu

anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan

terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial dimana pun ia berada

(keluarga di rumah, orangorang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis

agama, dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku

tersebut. Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat, khususnya

dalam upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina

suasana. Terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana, yaitu : pendekatan individu,

pendekatan kelompok, dan pendekatan masyarakat umum.2

3. Advokasi

Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan

komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Pihak-pihak yang

terkait ini bisa berupa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu

kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh

masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh pengusaha, dan lain-lain yang umumnya

dapat berperan sebagai penentu ”kebijakan” (tidak tertulis) dibidangnya dan atau sebagai

penyandang dana non pemerintah. Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang

diupayakan melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat.2

Page 9: Penelitian Asri Dan Nur

9

Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu mengetahui

atau menyadari adanya masalah, tertarik untuk ikut mengatasi masalah, peduli terhadap

pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah,

sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif pemecahan

masalah, dan memutuskan tindak lanjut kesepakatan. Dengan demikian, maka advokasi

harus dilakukan secara terencana, cermat, dan tepat.2

2.4 MANAJEMEN PHBS

Promosi kesehatan dan PHBS di Kabupaten/Kota dikoordinasikan melalui tiga sentra, yaitu

Puskesmas, Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Puskesmas merupakan

pusat kegiatan promosi kesehatan dan PHBS di tingkat kecamatan dengan sasaran baik

individu yang datang ke Puskesmas maupun keluarga dan masyarakat di wilayah

Puskesmas. Program PHBS secara operasional dilaksanakan di Puskesmas oleh petugas

promosi kesehatan Puskesmas dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait

dengan sasaran semua keluarga yang ada di wilayah Puskesmas.1,2

Manajemen PHBS di Puskesmas dilaksanakan melalui penerapan fungsi-fungsi

manejemen secara sederhana untuk memudahkan petugas promosi kesehatan atau petugas

lintas program di Puskesmas dalam pelaksanaan program PHBS di Puskesmas. Manajemen

PHBS di Puskesmas dilaksanakan melalui empat fungsi tahapan Manajemen sesuai

kerangka konsep sebagai berikut :2

Page 10: Penelitian Asri Dan Nur

10

Pengkajian dilakukan terhadap masalah kesehatan, masalah perilaku (PHBS) dan

sumber daya. Luaran pengkajian adalah pemetaan masalah PHBS yang dilanjutkan dengan

rumusan masalah. Perencanaan berbasis data akan menghasilkan rumusan tujuan, rumusan

intervensi dan jadwal kegiatan. Penggerakan pelaksanaan, merupakan inplementasi dari

intervensi masalah terpilih, yang penggerakannya dilakukan oleh petugas promosi

kesehatan, sedangkan pelaksanaannya bisa oleh petugas promosi kesehatan atau lintas

program dan lintas sektor terkait. Pemantauan dilakukan secara berkala dengan

menggunakan format pertemuan bulanan, sedangkan penilaian dilakukan pada enam bulan

pertama atau akhir tahun berjalan.2

2.5 INDIKATOR PHBS

2.5.1 Pengertian Indikator

Page 11: Penelitian Asri Dan Nur

11

Indikator diperlukan untuk menilai apakah aktifitas pokok yang dijalankan telah sesuai

dengan rencana dan menghasilkan dampak yang diharapkan. Dengan demikian indikator

merupakan suatu alat ukur untuk menunjukkan suatu keadaan atau kecenderungan keadaan

dari suatu hal yang menjadi pokok perhatian.2

2.5.2 Persyaratan Indikator

Indikator harus memenuhi persyaratan antara lain :2

1. Sahih (solid) yaitu dapat mengukur sesuatu yang sebenarnya dapat diukur oleh indikator

tersebut.

2. Obyektif yaitu harus memberikan hasil yang sama, walaupun dipakai oleh orang yang

berbeda dan pada waktu yang berbeda.

3. Sensitif, dapat mengukur perubahan sekecil apapun.

4. Spesifik, dapat mengukur perubahan situasi dimaksud.

2.5.3 Sifat Indikator

1. Tunggal (indikator tunggal) yang isinya terdiri dari satu indikator. Misal : Angka

Kematian Bayi (AKB).

2. Jamak (indikator komposit). yang merupakan gabungan dari beberapa indikator.

Misal : Indek Mutu Hidup (IMH) yang merupakan gabungan dari 3 indikator. Yaitu melek

huruf. Angka Kematian Bayi (AKB) dan angka harapan hidup anak usia 1 tahun.

2.5.4 Jenis-jenis indikator

Jenis indikator meliputi 3 hal, yaitu indikator input, indikator proses dan indikator

output/outcome. Apabila diuraikan sebagai berikut :2

Indikator Input

Indikator input yaitu indikator yang berkaitan dengan penunjang pelaksanaan program dan

turut menentukan keberhasilan program, seperti : tersedia air bersih, tersedia jamban yang

bersih, tersedia tempat sampah, dll.

Indikator Proses

Page 12: Penelitian Asri Dan Nur

12

Indikator proses yaitu indikator yang menggambarkan bagaimana proses kegiatan/program

berjalan atau tidak, seperti: terpelihara tempat penampungan air, tersedia alat pembersih

jamban, digunakan dan dipeliharanya tempat sampah dan lain-lain.

Indikator output/outcome

Indikator output/outcome, yaitu indikator yang menggambarkan bagaimana hasil output

suatu program kegiatan telah berjalan atau tidak, seperti : Digunakannya air bersih,

digunakannya jamban, di halaman dan di dalam ruangan dalam keadaan bersih dll.

Ukuran-ukuran yang sering digunakan sebagai indikator adalah angka absolut, rasio,

proporsi, angka/tingkat. Hal yang perlu diingat, suatu indikator tidak selalu menjelaskan

keadaan secara keseluruhan, tetapi kadang-kadang hanya memberi petunjuk (indikasi)

tentang keadaan keseluruhan tersebut sebagai suatu pendugaan (proxy).

2.5.5 Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Mengacu pada pengertian perilaku sehat, indikator ditetapkan berdasarkan area atau

wilayah.

1. Indikator Nasional

Ditetapkan 3 indikator, yaitu:

a. Persentase penduduk tidak merokok.

b. Persentase penduduk yang memakan sayur-sayuran dan buah-buahan.

c. Persentase penduduk melakukan aktifitas fisik/olah raga.

Alasan dipilihnya ke tiga indikator tersebut berdasarkan issue global dan regional (Mega

Country Health Promotion Network. Healthy Asean Life Styles), seperti merokok telah

menjadi permasalahan global, karena selain mengakibatkan penyakit seperti jantung,

kanker paru juga diduga menjadi entry point untuk narkoba.2

Pola makan yang buruk akan berakibat buruk pada semua golongan umur, bila terjadi

pada usia balita akan menjadikan generasi yang lemah/generasi yang hilang dikemudian

hari. Demikian juga bila terjadi pada ibu hamil akan melahirkan bayi yang kurang sehat,

bagi usia produktif akan mengakibatkan produktivitas menurun. Kurang aktivitas fisik dan

olah raga mengakibatkan metabolisme tubuh terganggu, apabila berlangsung lama akan

menyebabkan berbagai penyakit, seperti jantung, paru-paru, dan lain-lain.2

Page 13: Penelitian Asri Dan Nur

13

2. Indikator Lokal Spesifik

Indikator lokal spesifik, yaitu indikator nasional ditambah indikator lokal spesifik masing-

masing daerah sesuai dengan situasi dan kondisi daerah. Ada 16 indikator yang dapat

digunakan untuk rnengukur perilaku sehat sebagai berikut : 2

1. lbu hamil memeriksakan kehamilannya.

2. Ibu melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan.

3. Pasangan usia subur (PUS ) memakai alat KB.

4. Balita ditimbang.

5. Penduduk sarapan pagi sebelum melakukan aktifitas.

6. Bayi di imunisasi lengkap.

7. Penduduk minum air bersih yang masak.

8. Penduduk menggunakan jamban sehat.

9. Penduduk mencuci tangan pakai sabun.

10. Penduduk menggosok gigi sebelum tidur.

11. Penduduk tidak menggunakan napza.

12. Penduduk mempunyai Askes/ tabungan/ uang/ emas.

13.Penduduk wanita memeriksakan kesehatan secara berkala dengan SADARI

(Pemeriksaan Payudara Sendiri).

14. Penduduk memeriksakan kesehatan secara berkala untuk mengukur hipertensi.

15. Penduduk wanita memeriksakan kesehatan secara berkala dengan Pap Smear.

16.Perilaku seksual dan indikator lain yang diperlukan sesuai prioritas masalah kesehatan

yang ada didaerah.

3. Indikator PHBS di Tatanan Rumah Tangga

Rumah Tangga yang sehat adalah Rumah Tangga yang memenuhi 10 indikator sebagai

berikut: 2

1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

2. Bayi diberi ASI eksklusif

3. Jaminan pemeliharaan kesehatan

Page 14: Penelitian Asri Dan Nur

14

4. Ketersediaan air bersih

5. Ketersediaan jamban sehat

6. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni

7. Lantai rumah bukan dari tanah

8. Tidak merokok dalam rumah

9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari

10. Makan buah dan sayur setiap hari

2.5.6 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Wilayah Puskesmas Kerambitan I

Tujuan

Tujuan Umum

Meningkatnya tatanan kehidupan (rumah tangga, sekolah, sarana kesehatan, tempat-tempat

umum, dan tempat kerja) yang ber-PHBS di kabupaten di seluruh Indonesia.

Tujuan khusus

Memberdayakan semua tatanan kehidupan untuk, tahu, mau dan mampu melaksanakan

PHBS dan berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.

Meningkatkan dukungan dan peran aktif Tim penggerak PKK secara berjenjang dalam

pembinaan PHBS di rumah tangga.

Meningkatkan kebijakan yang mendukung pelaksanaan pembinaan PHBS di semua

tatanan kehidupan.

Meningkatkan mutu penilaian pelaksana terbaik PHBS di semua tatanan kehidupan di

tingkat desa dan kecamatan

Memberikan penghargaan kepada pelaksana terbaik PHBS di tingkat desa.

Sasaran

a. Sasaran Pembinaan

Seluruh anggota yang termasuk dalam tatanan kehidupan misalnya bila PHBS di rumah

tangga maka sasarannya adalah Pasangan Usia Subur (PUS), Bumil dan Busui, Anak,

Usila dan pengasuh anak.

Page 15: Penelitian Asri Dan Nur

15

b. Sasaran Penilaian

Seluruh desa atau kelurahan yang telah melaksanakan kegiatan pembinaan PHBS

minimal dalam 1 tahun.

Sistem score dilakukan dengan memberikan pertanyaan terhadap 10 indikator untuk

mengukur perilaku sehat:

1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

2. Bayi diberi ASI eksklusif

3. Jaminan pemeliharaan kesehatan

4. Ketersediaan air bersih

5. Ketersediaan jamban sehat

6. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni

7. Lantai rumah bukan dari tanah

8. Tidak merokok dalam rumah

9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari

10. Makan buah dan sayur setiap hari

Pengkajian dilakukan oleh pihak puskesmas Kerambitan I bekerja sama dengan pihak

Puskesmas Pembantu, bidan desa dan kader posyandu untuk menilai perilaku hidup bersih

dan sehat dalam tatanan rumah tangga. Pengkajian ini dilakukan secara bertahap dengan

mengambil sampel menggunakan sistem kluster. Pengambilan sampel responden dengan

metode cluster yaitu membagi desa/kelurahan/wilayah menjadi 30 kluster, tiap kluster

ditentukan 7 Kepala Keluarga (KK) secara acak, sehingga total sampel tingkat

Desa/Kelurahan adalah 210 KK.

Selain pengkajian ke rumah tangga, dilakukan tindak lanjut berupa pembinaan bagi

rumah tangga yang belum memenuhi indikator rumah tangga berPHBS. Hal ini bertujuan

untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya perilaku

hidup bersih dan sehat. Selain itu, penyuluhan mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS) juga dilakukan oleh pihak puskesmas bekerjasama dengan berbagai pihak seperti

kader posyandu.

Page 16: Penelitian Asri Dan Nur

16

Tabel 2.1 Target dan pencapaian PHBS puskesmas Kerambitan I tahun 2009

Program PHBS Target Pencapaian

Satuan Jumlah Jumlah %

Rumah tangga Rumah 420 30 7,37

Cara mengetahui adanya perubahan perilaku di tempat-tempat program PHBS:

mendatangi kembali tempat-tempat yang diperiksa sebelumnya dengan mengamati dan

menanyakan hal-hal yang sama dengan pertanyaan sebelumnya sehingga diketahui ada

tidaknya perubahan komponen perilaku di berbagai tempat/tingkatan program PHBS.

2.6 Teori Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku

2.6.1 Pengetahuan

Menurut Ki Hajar Dewantoro, pengetahuan adalah merupakan hasil tahu,

hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek

tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan dapat diperoleh dari beberapa faktor baik formal seperti pendidikan yang

didapat di sekolah maupun non formal.3

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang, oleh karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng daripada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

seseorang. Semakin tinggi tingkatan pendidikan seseorang, maka pengetahuan yang

dimiliki juga semakin meningkat. Pengetahuan memiliki enam tingkatan di dalam domain

kognitif, antara lain:3

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai sesuatu kemampuan dalam mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Hal yang termasuk dalam tingkatan pengetahuan ini adalah

Page 17: Penelitian Asri Dan Nur

17

mengingat kembali terhadap suatu hal spesifik yang dipelajari dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang diterima. “Tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah. Kata kerja untuk mengukur pengetahuan ini adalah: menguraikan,

mengidentifikasi, menyatakan dan lain-lain. Misalnya ibu dapat menyebutkan pengertian

imunisasi.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang telah memahami objek tertentu harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang dipelajari. Misalnya ibu dapat

menjelaskan usia pemberian imunisasi pada anak.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi-situasi dan kondisi yang sebenarnya. Mengaplikasikan dapat diartikan dengan

menggunakan hukum-hukum, rumus-rumus, metode, atau prinsip dalarn konteks atau

situasi yang lain. Misalnya ibu dapat mengaplikasikan cara untuk merawat anak akibat

reaksi dari pernberian imunisasi.

4. Analisis (Analysis)

Analisis. adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam

komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih

ada kaitannya satu saran lain. Kemampuan menganalisis ini dapat dilihat dari penggunaan

kata kerja seperti: menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan

lain-lain.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-

bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain mensintesa adalah

kernampuan untuk menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, terhadap suatu

rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Page 18: Penelitian Asri Dan Nur

18

Mengevaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu

objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang dilakukan sendiri atau

kriteria-kriteria yang sudah ada.

2.6.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus

atau objek. Newcomb, salah seorang ahli psikologis, menyatakan bahwa sikap itu

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan

motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu merupakan reaksi tertutup, bukan

merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk

bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek. Sikap

terdiri dari beberapa komponen, antara lain:3,4

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi

memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar tentang

penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini

akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio. Dalam

berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat

mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena polio. Ibu ini

mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit polio.3,4

Selain itu, seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai

tingkatan. Tingkatan dalam sikap meliputi 6 fase, antara lain:3,4

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan

(objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatiaan

orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

Page 19: Penelitian Asri Dan Nur

19

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang

diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Hal ini karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu

benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu

indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang mengajak ibu yang lain

(tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke

posyandu, atau mendiskuksikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah

mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4. Bertanggungjawab (Responsible)

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB,

meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri. Pengukuran sikap

dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan

bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.

2.6.3 Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas makhluk hidup yang

bersangkutan. Pada hakekatnya perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas dari

manusia itu sendiri yang mempunyai rantangan yang sangat luas antara lain: berjalan,

berbicara, menangis, tertawa, kuliah, bekerja, menulis, dan sebagainya. Dari uraian tersebut

dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku adalah semua kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar. Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan

respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Berdasarkan batasan

perilaku Skinner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, pelayanan kesehatan,

makanan, dan minuman, serta lingkungan.3,4

Page 20: Penelitian Asri Dan Nur

20

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan

penilaian atau pendapat terhadap apa yang akan diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia

akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik).

Inilah yang disebut praktek (practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku

kesehatan (overt behaviour). Oleh sebab itu, praktek kesehatan ini juga mencakup hal-hal

tersebut diatas, yakni:3,4

a. Tindakan (praktek) sehubungan dengan penyakit

Tindakan atau perilaku ini mencakup pencegahan penyakit, yang meliputi

mengimunisasikan anaknya, melakukan pengurasan bak mandi seminggu sekali,

menggunakan masker pada waktu bekerja ditempat berdebu, dan sebagainya, dan

penyembuhan penyakit, misalnya: minum obat sesuai dengan petunjuk dokter, melakukan

anjuran-anjuran dokter, berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat, dan

sebagainya.

b. Tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

Tindakan atau perilaku ini mencakup antara lain: mengkonsumsi makanan dengan gizi

seimbang, melakukan olehraga secara teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras

dan narkoba, dan lain sebagainya.

c. Tindakan (praktek) kesehatan lingkungan

Perilaku ini antara lain mencakup: membuang air besar di jamban (WC), membuang

sampah pada tempatnya, menggunakan air bersih untuk mandi, cuci, masak dan

sebagainya.

Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu

mengikuti tahap-tahap yang telah disebutkan diatas, yakni melalui proses perubahan:

pengetahuan (knowledge) – sikap (attitude) - praktek (practice) atau “KAP” (PSP).

Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga

membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori diatas (KAP), bahkan didalam

praktek sehari-hari terjadi sebaliknya. Artinya seseorang telah berperilaku positif, meskipun

pengetahuan dan sikapnya masih rendah.3,4

Page 21: Penelitian Asri Dan Nur

21

Pengetahuan dan sikap amat berpengaruh terhadap perilaku. Sebelum terwujud

dalam suatu perilaku, faktor keyakinan, norma sosial dan pandangan subjektif amat

menentukan sikap seseorang.3-5

Skema 1. Bagan berpikir menurut Notoadmodjo :

2.7 Teori Lawrence Green

Teori perubahan perilaku PSP berkaitan dengan teori Lawrence Green. Lawrence Green

menyatakan bahwa kesehatan individu/masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok,

yaitu faktor perilaku dan faktor non-perilaku. Faktor perilaku ditentukan oleh tiga

kelompok : faktor predisposisi, pendukung, dan pendorong. Faktor predisposisi

(predisposing factors) mencakup kebiasaan, kepercayaan, tradisi pengetahuan, sikap dan

unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Faktor pendukung

(Enabling factors) adalah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk

mencapainya, sedangkan faktor pendorong (Reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku

petugas kesehatan. Model teori Green ini dapat digambarkan dalam skema berikut ini:

Pengetahuan

Tentang Perilaku

Hidup Bersih

dan Sehat

Sikap tentang

Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat

Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat

1. Melakukan Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat

2. Tidak Melakukan

Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat

Page 22: Penelitian Asri Dan Nur

22

Gambar 2.1. Skema Derajat kesehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhi menurut

Lawrence Green. Sumber: Solita Sarwono (1997).

Faktor predisposisi (predisposing factor) misalnya kebiasaan, sikap, pengetahuan,

mitos dan nilai-nilai masyarakat yang mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat.

Faktor pendorong (Reinforcing factors) misalnya peranan para kepala keluarga, tokoh

masyarakat setempat, dokter, perawat, bidan, tenaga kesehatan dan pemegang program

dalam memberikan pendidikan kesehatan. Peranan tokoh masyarakat dan pemerintah

setempat juga sangat penting dalam pendidikan pola hidup bersih dan sehat. Faktor

pendukung (Enabling factors) misalnya tempat yang memadai beserta fasilitas-fasilitas lain

yang memudahkan berbagai macam pelayanan kesehatan demi tercapainya perilaku hidup

bersih dan sehat. 6

Dari kedua teori perubahan perilaku di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku hidup

bersih dan sehat seseorang memang sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuan serta sikap

seseorang tersebut akan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat. Namun, terdapat pula

faktor-faktor lain yang juga menunjang apakah seseorang tersebut akan menerapkan

perilku hidup bersih dan sehat tersebut atau tidak seperti faktor pendukung serta pendorong

seperti yang telah dijelaskan diatas. Jika kedua teori perubahan perilaku tersebut

digabungkan, akan menghasilkan kerangka teori seperti berikut:6

PendidikanKesehatan

Faktor Pre- disposisi

Faktor Pendukung

Faktor Pendorong

Perilaku MasalahKesehatan

NonPerilaku

NonKesehatan

KualitasHidup

Page 23: Penelitian Asri Dan Nur

23

Skema 2. Teori Lawrence Green dan Teori Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku

Dalam penelitian ini, hal yang akan diteliti difokuskan pada faktor pengetahuan, sikap, dan

perilaku masyarakat mengenai pola hidup bersih dan sehat.

Faktor predisposisi-pengetahuan-sikap

Pendidikan PHBS

Faktor pendukung-sarana dan fasilitas

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Faktor pendorong-peranan anggota keluarga, petugas kesehatan, masyarakat

Page 24: Penelitian Asri Dan Nur

24

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Variabel yang diteliti adalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang perilaku hidup bersih

dan sehat, sikap masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat, serta perilaku hidup

bersih dan sehat di masyarakat.

Pengetahuan

Tentang Perilaku

Hidup Bersih

dan Sehat

Sikap tentang

Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat

Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat

1. Melakukan Perilaku

Hidup Bersih dan

Sehat

2. Tidak Melakukan

Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat

Page 25: Penelitian Asri Dan Nur

25

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kerambitan I, kecamatan Kerambitan,

kabupaten Tabanan, Bali. Penelitian dimulai tanggal 1 September 2010 sampai 30 September

2010.

4.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan studi deskriptif cross-sectional untuk mengetahui

tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

Kerambitan I.

4.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh KK yang tinggal diwilayah kerja Puskesmas Kerambitan

I yang berjumlah 19.563 orang.

4.4 Sampel Penelitian

4.4.1 Besar Sampel

Besar sampel ditentukan menggunakan rumus berikut :

= 96,04

Keterangan:

n = besar sampel

Zα = nilai Z untuk α = 95 % yaitu 1.96

p = estimasi populasi dipakai 50%, karena belum ada penelitian

sebelumnya

Page 26: Penelitian Asri Dan Nur

26

q = 1-p

d = ketepatan absolut yang dipakai 10%

Setelah memasukkan angka-angka tersebut didapatkan jumlah sampel sebesar 96,04 ~ 96

sampel. Untuk mempermudah pengambilan sampel maka peneliti mengambil sampel

sebanyak 98 sampel.

4.4.2 Cara Pengambilan Sampel

Sampel penelitian adalah KK yang tinggal diwilayah kerja Puskesmas Kerambitan I yang

dipilih secara stratified random sampling dimana wilayah Puskesmas Kerambitan I yang

mencakup 7 desa (strata I). Dari masing- masing desa dibagi dalam dusun-dusun (strata

II), dari masing-masing dusun diambil sejumlah KK secara acak.

Tabel 4.1 Jumlah Sampel Tiap Desa

No. Nama Desa Nama Dusun Jumlah Sampel Total Sampel

1 Timpag Delod Peken 3Dajan Peken 3Beluluk 2 14Angligan 2Telaga Tunjung 2Sambian Kaja 2

2. Kesiut Kesiut Kawan 3Kesiut TengahKesiut Tengah KajaKesiut Tengah KelodKesiut Kangin

3333

14

3. Meliling Meliling Kawan 4

4. Sembung Gede

Meliling KanginJaga TamuBangkiang mayung

SarasidiPayukbangkahBatuaji Kawan KajaBatuaji Kawan KelodSembung Gede

433

21111

14

14

Page 27: Penelitian Asri Dan Nur

27

Sembung KelodSembung MeranggiMandungMandung KanginSembung Kumpi

11111

5. Samsam

6. Batuaji

7. Pangkung karung

LumajangSamsam ISamsam IIPenyalinKutuh KelodKutuh Kaja

Batuaji KajaBatuaji Tengah Batuaji Kelod

Selingsing KajaSelingsing KelodPangkung Karung KanginPangkung Karung KawanSerunggu PondokSerunggu GedeSerunggu Kemenuh

233222

554

2222222

14

14

14

4.5 Variabel Penelitian.

1. Pengetahuan masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

2. Sikap masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

3. Perilaku masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

4. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

5. Bayi diberi ASI eksklusif

6. Jaminan pemeliharaan kesehatan

7. Ketersediaan air bersih

8. Ketersediaan jamban sehat

9. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni

10. Lantai rumah bukan dari tanah

11. Tidak merokok dalam rumah

Page 28: Penelitian Asri Dan Nur

28

12. Melakukan aktivitas fisik setiap hari

13. Makan buah dan sayur setiap hari

4.6 Definisi Operasional Variabel

1. Pengetahuan masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah

pengetahuan sampel dalam penelitian, dalam hal-hal yang berkaitan dengan

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

2. Sikap masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah pandangan

masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian, terhadap Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat yang dapat berupa persetujuan/dukungan, keragu-raguan, atau

penolakan.

3. Perilaku masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah segala

macam tindakan/perbuatan masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian,

yang terkait dengan dilakukan atau tidak dilakukannya Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat.

4. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, yaitu pertolongan pertama pada

persalinan balita termuda dalam rumah tangga dilakukan oleh tenaga kesehatan

(dokter, bidan dan paramedis lainnya).

5. Bayi diberi ASI eksklusif adalah bayi termuda usia 0-6 bulan mendapat ASI saja

sejak lahir sampai usia 6 bulan.

6. Jaminan pemeliharaan kesehatan adalah anggota- anggota rumah tangga

mempunyai pembiayaan praupaya kesehatan seperti ASKES, Kartu Sehat, Dana

Sehat, JAMSOSTEK, dan lain sebagainya.

7. Ketersediaan air bersih adalah rumah tangga yang memiliki akses terhadap air

bersih dan mengunakannya untuk kebutuhan sehari-hari yang berasal dari air dalam

kemasan, air ledeng, air sumur terlindung, dan penampungan air hujan. Sumber air

pompa, sumur, dan mata air terlindung berjarak minimal 10 meter dari tempat

penampungan kotoran atau limbah.

Page 29: Penelitian Asri Dan Nur

29

8. Ketersediaan jamban sehat adalah rumah tangga yang memiliki atau mengunakan

jamban leher angsa dengan tangki septik atau lubang penampungan kotoran sebagai

pembuangan akhir.

9. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni adalah rumah tangga yang

mempunyai luas lantai rumah yang ditempati dan digunakan untuk keperluan

sehari-hari dibagi dengan jumlah penghuni (9m2 per orang).

10. Lantai rumah bukan dari tanah adalah rumah tangga yang mempunyai rumah

dengan bawah atau dasar terbuat dari semen, papan, ubin, dan kayu.

11. Tidak merokok dalam rumah adalah penduduk anggota keluarga umur 10 tahun ke

atas tidak merokok dalam rumah selama berada bersama anggota keluarga dalam 1

bulan terakhir.

12. Melakukan aktivitas fisik setiap hari adalah penduduk anggota keluarga umur 10

tahun ke atas dalam 1 minggu terakhir melakukan aktivitas fisik (sedang ataupun

berat) minimal 30 menit setiap hari.

13. Makan buah dan sayur setiap hari adalah anggota keluarga umur 10 tahun ke atas

yang mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya

setiap hari dalam 1 minggu terakhir.

4.7 Alat Pengumpul Data

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa daftar pertanyaan

(kuesioner).

4.8 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara KK yang terpilih sebagai sampel

dengan menggunakan kuesioner. Wawancara dilakukan di rumah dan bila pada saat

kunjungan tidak ada, maka akan dilakukan kunjungan ulang sebanyak-banyaknya dua kali.

Bila setelah dua kali kunjungan responden tidak ada, maka tidak dilakukan substitusi.

Selain itu dilakukan pula observasi langsung dalam kunjungan rumah untuk menilai

keadaan rumah tersebut sesuai indikator-indikator yang harus dinilai.

Page 30: Penelitian Asri Dan Nur

30

4.9 Analisa Data

Analisis data yang dilakukan adalah analisis data secara deskriptif. Data yang diperoleh

diolah dengan bantuan komputer menggunakan perangkat lunak SPSS for Windows 16.

Karakteristik responden terdiri dari umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Umur

responden bervariasi dari 30 sampai dengan 90 tahun. Karakteristik umur kemudian

digolongkan lagi menjadi 3 kategori, yaitu:

Kategori umur I untuk umur 30-50 tahun

Kategori umur II untuk umur 51-70 tahun

Kategori umur III untuk umur 71-90 tahun

Pendidikan responden awalnya terbagi menjadi 6 kategori yaitu tidak pernah

sekolah/tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, tamat diploma/akademi, dan

tamat sarjana (S1, S2, S3). Namun selanjutnya tingkat pendidikan ini dikelompokkan lagi

menjadi tiga kategori yaitu pendidikan ’rendah’ (tidak pernah sekolah/tidak tamat SD,

tamat SD), pendidikan ‘sedang’ (tamat SMP, SMA) dan pendidikan ’tinggi’ (tamat

diploma/akademi, dan tamat sarjana S1, S2, S3). Pekerjaan dikategorikan ke dalam:

pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta/dagang, petani, seniman, pensiunan, dan lain-

lain. Pengetahuan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) digolongkan ke dalam

kategori baik dan buruk, sikap responden digolongkan ke dalam kategori positif dan

negatif. Perilaku digolongkan ke dalam kategori perilaku ber-PHBS dan perilaku tidak ber-

PHBS.

Analisis pengetahuan masyarakat tentang PHBS diawali dengan sistem scoring

pada semua aspek pertanyaan mengenai pengetahuan tentang PHBS pada kuesioner C yaitu

dengan memberi nilai 2 pada setiap jawaban yang benar, nilai 1 pada setiap jawaban lain-

lain, dan nilai 0 pada setiap jawaban yang salah. Selanjutnya nilai pada setiap nomor

dijumlahkan sehingga didapatkan nilai kumulatif dari skor pengetahuan. Kemudian dicari

nilai mean dari total skor pengetahuan, didapatkan nilai meannya adalah 13. Pengetahuan

digolongkan ke dalam kategori baik apabila total nilai pengetahuannya ≥ 14, dan

digolongkan ke dalam kategori buruk apabila total nilai pengetahuannya ≤ 13.

Analisis sikap masyarakat tentang PHBS juga diawali dengan sistem scoring pada

semua aspek pertanyaan mengenai pengetahuan tentang PHBS pada kuesioner D yaitu

Page 31: Penelitian Asri Dan Nur

31

dengan memberi nilai 2 pada setiap jawaban setuju, nilai 1 pada setiap jawaban ragu-ragu,

dan nilai 0 pada setiap jawaban tidak setuju, kecuali pertanyaan mengenai sikap merokok

yang diberikan nilai 2 pada setiap jawaban tidak setuju, nilai 1 pada setiap jawaban ragu-

ragu, dan nilai 0 pada setiap jawaban setuju. Selanjutnya nilai pada setiap nomor

dijumlahkan sehingga didapatkan nilai kumulatif dari skor sikap. Kemudian dicari nilai

mean dari total skor sikap, didapatkan nilai meannya adalah 15. Sikap digolongkan ke

dalam kategori positif apabila total nilai sikapnya ≥ 16, dan digolongkan ke dalam kategori

negatif apabila total nilai sikapnya ≤ 15.

Analisis perilaku masyarakat tentang PHBS juga diawali dengan sistem scoring

pada semua aspek pertanyaan mengenai pengetahuan tentang PHBS pada kuesioner E yaitu

dengan memberi nilai 1 pada setiap jawaban ya, dan nilai 0 pada setiap jawaban tidak,

kecuali pertanyaan mengenai sikap merokok yang diberikan nilai 1 pada setiap jawaban

tidak, dan nilai 0 pada setiap jawaban ya. Selanjutnya nilai pada setiap nomor dijumlahkan

sehingga didapatkan nilai kumulatif dari skor perilaku. Perilaku digolongkan ke dalam

kategori ber-PHBS apabila total nilai perilakunya 10, dan digolongkan ke dalam kategori

tidak ber-PHBS apabila total nilai perilakunya ≤ 10.

Page 32: Penelitian Asri Dan Nur

32

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Responden

Responden penelitian ini adalah kepala keluarga yang berasal dari berbagai tingkat

pendidikan dan telah memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian. Seluruh

responden berasal dari 7 desa yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Kerambitan I

yaitu sebanyak 98 responden. Sampel diwawancarai dirumahnya masing-masing. Dari 98

responden yang kami wawancarai, diperoleh karakteristik kepala keluarga yang meliputi

umur, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.

Berdasarkan umur responden, didapatkan bahwa umur responden termuda adalah 30

tahun dan yang tertua adalah 82 tahun. Umur rata-rata 48 tahun, sedangkan umur yang

terbanyak adalah 40 tahun yaitu sejumlah 10 orang (10,2%). Kelompok umur terbanyak

adalah antara 30-50 tahun yang berjumlah 62 orang (63,3%).

Tabel 5.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)

30-50 62 63,3

51-70 34 34,7

71-90 2 2,0

Total 98 100

Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar responden memiliki pendidikan

tamat SMA yaitu sebanyak 36 orang (36,7%). Untuk selanjutnya, pendidikan ini

dikelompokkan menjadi tingkat pendidikan rendah (tidak pernah sekolah/tidak tamat SD

dan tamat SD), tingkat pendidikan sedang (tamat SMP dan tamat SMA), serta tingkat

pendidikan tinggi (tamat diploma/akademi dan sarjana). Sebagian besar responden

termasuk ke dalam golongan tingkat pendidikan sedang (61,2%).

Page 33: Penelitian Asri Dan Nur

33

Tabel 5.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase (%)

Tidak pernah sekolah/ tidak tamat SD

Tamat SD

Tamat SMP

Tamat SMA

Diploma/ akademi

Sarjana (S1,S2,S3)

1

24

24

36

3

10

1

24,5

24,5

36,7

3,1

10,2

Total 98 100

Tabel 5.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

Rendah 25 25,5

Sedang 60 61,2

Tinggi 13 13,3

Total 98 100

Berdasarkan aspek pekerjaan, responden dikelompokkan ke dalam 7 kategori

pekerjaan yaitu tidak bekerja, pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta/dagang, petani,

pensiunan, dan lain-lain. Responden terbanyak adalah kepala keluarga dengan mata

pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 32 orang (32,7%).

Tabel 5.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

Tidak bekerja 2 2,0

Pegawai negeri 12 12,2

Pegawai swasta 15 15,3

Wiraswasta/dagang 17 17,3

Petani 32 32,7

Pensiunan 2 2,0

Page 34: Penelitian Asri Dan Nur

34

Lain-lain 18 18,4

Total 98 100

5.2 Pengetahuan Masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Dari wawancara yang dilakukan terhadap para responden, didapatkan bahwa 42,9%

responden pernah mendengar mengenai program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Dari

seluruh responden hanya 20,4% yang pernah mendapatkan penyuluhan mengenai program

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Tingkat pengetahuan responden dikelompokkan menjadi

dua yaitu: pengetahuan baik (skor ≥14) dan pengetahuan buruk (skor ≤13). Dari 98

responden sebanyak 50 orang (51%) memiliki pengetahuan baik dan 48 orang (49%)

memiliki pengetahuan yang buruk.

Tabel 5.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan PHBS

Tingkat pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Baik 50 51,0

Buruk 48 49,0

Total 98 100

Dari 98 responden, didapatkan bahwa responden yang termasuk dalam tingkat

pengetahuan PHBS baik sebagian besar berasal dari tingkat pendidikan sedang (tamat SMP

dan tamat SMA) yaitu sebesar 66%. Jika dilihat dengan seksama, pada responden dengan

tingkat pendidikan rendah hanya 20% yang memiliki tingkat pengetahuan PHBS yang baik

dan 80%-nya masih memiliki tingkat pengetahuan PHBS yang buruk. Pada responden

dengan tingkat pendidikan sedang, 55% telah memiliki pengetahuan PHBS yang baik dan

hanya berbeda sedikit dengan tingkat pengetahuan PHBS yang buruk yaitu 45%.

Sedangkan pada responden dengan tingkat pendidikan tinggi, sudah 92,3% responden

memiliki pengetahuan PHBS yang baik dan hanya 7,7% yang masih memiliki pengetahuan

PHBS yang buruk.

Page 35: Penelitian Asri Dan Nur

35

Tabel 5.2.2 Distribusi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Tingkat Pengetahuan PHBS

TotalBaik buruk

f % f % f %

Rendah 5 20 20 80 25 100

Sedang 33 55 27 45 60 100

Tinggi 12 92,3 1 7,7 13 100

Total 98 100

5.3 Sikap Masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Sikap responden tentang perilaku hidup bersih dan sehat dikategorikan menjadi dua yaitu

sikap positif (skor ≥16) dan sikap negatif (skor ≤15). Dari 98 responden, diperoleh hasil

bahwa 50 responden (51%) mempunyai sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan

sehat. Namun, terdapat juga responden yang mempunyai sikap negatif, yaitu sebanyak 48

responden (49%).

Tabel 5.3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap

Sikap Frekuensi Persentase (%)

Positif 50 51,0

Negatif 48 49,0

Total 98 100

Berdasarkan tingkat pendidikan, responden yang memiliki sikap positif sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu sebanyak 64%. Untuk responden dengan tingkat

pendidikan tinggi, 84,6%-nya sudah memiliki sikap positif terhadap perilaku hidup bersih

dan sehat dan hanya 15,4% yang masih memiliki sikap negatif. Untuk responden dengan

tingkat pendidikan sedang hasilnya cukup merata yaitu 53% bersikap positif dan 47%

bersikap negatif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Jika dibandingkan dengan

responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah, hanya 28% responden dengan tingkat

Page 36: Penelitian Asri Dan Nur

36

pendidikan rendah yang memiliki sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dan

72%-nya masih bersikap negatif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat.

Tabel 5.3.2 Distribusi Sikap Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Sikap PHBS

TotalPositif Negatif

f % f % f %

Rendah 7 28 18 72 25 100

Sedang 32 53,3 28 46,7 60 100

Tinggi 11 84,6 2 15,5 13 100

Total 98 100

5.4 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Masyarakat

Untuk penilaian perilaku hidup bersih dan sehat digunakan standar penilaian yang

digunakan dalam penilaian indikator. Perilaku dibagi menjadi dua kategori yaitu rumah

tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat (jika semua skor perilaku terpenuhi / skor =

10) dan rumah tangga yang tidak berperilaku hidup bersih dan sehat (skor < 10). Dari hasil

wawancara dan observasi yang dilakukan di rumah masing-masing responden, diperoleh

hasil yaitu hanya 5 rumah tangga (5,1%) dari 98 rumah tangga yang dilibatkan dalam

penelitian ini yang termasuk dalam rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat.

Tabel 5.4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku

Perilaku Frekuensi Persentase (%)

Ber-PHBS 5 5,1

Tidak ber-PHBS 93 94,9

Total 98 100

Jika dihubungkan dengan tingkat pendidikan responden, responden yang telah berperilaku

hidup bersih dan sehat 60%-nya berasal dari responden dengan tingkat pendidikan tinggi

dan sisanya yaitu 40% berasal dari responden dengan tingkat pendidikan sedang. Pada

Page 37: Penelitian Asri Dan Nur

37

golongan responden dengan tingkat pendidikan rendah, 100% responden tidak berperilaku

hidup bersih dan sehat. Untuk responden dengan tingkat pendidikan tinggi, 23,1%-nya

sudah memiliki perilaku hidup bersih dan sehat dan 76,9% yang masih tidak memiliki

perilaku hidup bersih dan sehat. Untuk responden dengan tingkat pendidikan sedang 3,3%

telah berperilaku hidup bersih dan sehat dan 96,7% belum berperilaku hidup bersih dan

sehat.

Tabel 5.4.2 Distribusi Perilaku Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Perilaku PHBS

TotalBer-PHBS Tidak

f % f % f %

Rendah 0 0 25 100 25 100

Sedang 2 3,3 58 96,7 60 100

Tinggi 3 23,1 10 76,9 13 100

Total 98 100

Dari 10 indikator yang digunakan dalam penilaian aspek perilaku hidup bersih dan sehat di

tatanan rumah tangga, perlu dicari tahu pencapaian masing-masing indikator. Dari

penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kerambitan I terhadap 98 responden ini, diperoleh

hasil sebagai berikut:

Tabel 5.4.3 Pencapaian Indikator Perilaku PHBS

Indikator Pencapaian Persentase(%)

Persalinan sehat 95 96,9

ASI eksklusif

Jaminan pemeliharaan kesehatan

Air bersih

Jamban sehat

Kesesuaian luas rumah dengan

jumlah penghuni

32 32,7

61 62,2

96 98

95 96,9

89 90,8

Page 38: Penelitian Asri Dan Nur

38

Lantai sehat

Tidak merokok di dalam rumah

Aktivitas fisik

Konsumsi buah dan sayur

98 100

41 41,8

43 43,9

39 39,8

Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat di wilayah Kerambitan I

paling rendah pencapaian perilaku hidup bersih dan sehatnya adalah pada perilaku

pemberian ASI eksklusif bagi bayi (32,7%).

5.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Hidup Bersih dan Sehat

Berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat, responden

yang memiliki sikap positif sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan yang baik pula

yaitu sebanyak 78%. Sedangkan yang memiliki sikap negatif terhadap perilaku hidup

bersih dan sehat terbanyak adalah kelompok responden dengan tingkat pengetahuan buruk

yaitu sebanyak 77,1%.

Tabel 5.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Hidup Bersih dan Sehat

Tingkat Pengetahuan

Sikap PHBS

TotalPositif Negatif

f % f % f %

baik 39 78 11 22,9 50 51

buruk 11 22 37 77,1 48 49

total 50 100 48 100 98 100

5.6 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat, responden

yang telah berperilaku hidup bersih dan sehat adalah kelompok responden dengan tingkat

pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 100%. Sedangkan yang tidak melakukan perilaku

hidup bersih dan sehat terbanyak adalah kelompok responden dengan tingkat pengetahuan

buruk yaitu sebanyak 51,6%.

Page 39: Penelitian Asri Dan Nur

39

Tabel 5.6 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Tingkat Pengetahuan

Perilaku PHBS

TotalBer-PHBS Tidak

f % f % F %

baik 5 100 45 48,4 50 51

buruk 0 0 48 51,6 48 49

total 5 100 93 100 98 100

5.7 Hubungan Sikap dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Berdasarkan sikap, responden yang telah berperilaku hidup bersih dan sehat adalah

kelompok responden dengan sikap yang positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat

yaitu sebanyak 80%. Sedangkan yang tidak melakukan perilaku hidup bersih dan sehat

terbanyak adalah kelompok responden dengan sikap negatif terhadap perilaku hidup bersih

dan sehat yaitu sebanyak 50,5%.

Tabel 5.7 Hubungan Sikap dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Sikap

Perilaku PHBS

TotalBer-PHBS Tidak

f % f % F %

Positif 4 80 46 49,5 50 51

Negatif 1 20 47 50,5 48 49

Total 5 100 93 100 98 100

5.8 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Tatanan Rumah Tangga di Tiap Desa di

Wilayah Kerja Puskesmas Kerambitan I

Penelitian mengenai gambaran tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat yang

berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan rumah tangga ini dilakukan

di 7 desa yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Kerambitan I. Ketujuh desa tersebut

adalah desa Timpag, Kesiut, Meliling, Sembung Gede, Samsam, Batuaji, dan Pangkung

Page 40: Penelitian Asri Dan Nur

40

Karung. Dari tiap desa diambil 14 kepala keluarga sebagai sampel sehingga diperoleh

jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 98 kepala keluarga.

Dari penelitian ini diperoleh hasil pencapaian rumah tangga yang memenuhi kriteria

rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat di tiap-tiap desa. Hanya 5 dari 98

kepala keluarga yang telah memenuhi syarat rumah tangga beperilaku hidup bersih dan

sehat (5,10%). Dari ketujuh desa yang dilibatkan dalam penelitian, desa Kesiut merupakan

desa dengan pencapaian rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat yaitu sebesar

40%.

Tabel 5.8 Pencapaian Rumah Tangga PHBS di Tiap Desa di Wilayah Puskesmas

Kerambitan I

Desa

Perilaku PHBS

TotalberPHBS Tidak

f % f % F %

Timpag 0 0 14 15,1 14 14,3

Kesiut 2 40 12 12,9 14 14,3

Meliling 0 0 14 15,1 14 14,3

Sembung Gede 0 0 14 15,1 14 14,3

Samsam 1 20 13 14 14 14,3

Batuaji 1 20 13 14 14 14,3

Pangkung Karung 1 20 13 14 14 14,3

Total 5 100 93 100 98 100

BAB 6

Page 41: Penelitian Asri Dan Nur

41

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Responden

Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 98 responden yang seluruhnya

adalah kepala keluarga dari berbagai tingkat pendidikan dan telah memberikan persetujuan

untuk ikut serta dalam penelitian. Sebagian besar responden penelitian ini termasuk dalam

kelompok umur 30-50 tahun dengan responden terbanyak berusia 40 tahun.

Dari tingkat pendidikan, sebagian besar besar memiliki tingkat pendidikan sedang

(tamat SMP dan SMA). Tingkat pendidikan yang cukup tinggi ini akan memudahkan dalam

pemberian intervensi berupa pendidikan mengenai kesehatan terutama mengenai

pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat dalam rumah tangga karena tingkat pemahaman

yang cukup baik. Selain itu, menurut Notoatmodjo (2003), seseorang yang mempunyai

tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas

dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah.

Sebagian besar responden yang dilibatkan dalam penelitian ini bekerja. Mata

pencaharian terbanyak dari 98 responden adalah sebagai petani (32,7%).

6.2 Tingkat Pengetahuan Kepala Keluarga Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat dalam Rumah Tangga

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperolah melalui mata dan telinga.

Berdasarkan hasil analisis dari 98 responden didapatkan bahwa sebagian besar

responden memiliki tingkat pengetahuan baik (51%), walaupun terdapat juga responden

dengan tingkat pengetahuan buruk (49%). Selain itu, diperoleh bahwa hanya sebagian

responden (42,9%) pernah mendengar tentang program perilaku hidup bersih dan sehat.

Hanya 20,4% yang mengaku pernah mendapat penyuluhan mengenai program perilaku

hidup bersih dan sehat dalam tatanan rumah tangga.

Page 42: Penelitian Asri Dan Nur

42

Dari 98 responden, didapatkan bahwa responden yang termasuk dalam tingkat

pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat yang baik sebagian besar berasal

dari tingkat pendidikan sedang (tamat SMP dan tamat SMA) yaitu sebesar 66%. Sedangkan

responden yang termasuk dalam tingkat pengetahuan buruk juga ternyata sebagian besar

berasal dari tingkat pendidikan sedang (tamat SMP dan tamat SMA) yaitu sebesar 56,2%.

Kemungkinan hal ini dapat terjadi oleh karena dari 98 responden yang dilibatkan, hampir

sebagian besar ternyata tergolong tingkat pendidikan sedang (61,2%).

Untuk itu, penulis mencari perbandingan kepala keluarga yang memiliki pengetahuan

PHBS yang baik dan yang buruk di setiap tingkat pendidikannya. Ternyata, pada responden

dengan tingkat pendidikan rendah hanya 20% yang memiliki tingkat pengetahuan PHBS

yang baik dan 80%-nya masih memiliki tingkat pengetahuan PHBS yang buruk. Pada

responden dengan tingkat pendidikan sedang, 55% telah memiliki pengetahuan PHBS yang

baik dan hanya berbeda sedikit dengan tingkat pengetahuan PHBS yang buruk yaitu 45%.

Sedangkan pada responden dengan tingkat pendidikan tinggi, sudah 92,3% responden

memiliki pengetahuan PHBS yang baik dan hanya 7,7% yang masih memiliki pengetahuan

PHBS yang buruk. Dari data di atas dapat kita simpulkan, makin tinggi tingkat pendidikan,

makin besar jumlah kepala keluarga yang memiliki pengetahuan perilaku hidup bersih dan

sehat yang baik. Dengan kata lain, makin tinggi tingkat pendidikan, makin baik

pengetahuan perilaku hidup bersih dan sehat yang dimiliki. Dalam hal ini jelas bahwa

dengan pendidikan yang tinggi, wawasan dan usaha untuk mencari informasi akan lebih

luas, karena orang yang memiliki dasar pendidikan yang tinggi lebih mudah mengerti dan

memahami informasi yang diterimanya bila dibanding dengan responden yang

berpendidikan lebih rendah (Utami Roesli, 2004).

Hal ini sesuai dengan penelitian Notoatmodjo (2003), dimana semakin tinggi

pendidikan yang ditempuh oleh seseorang, maka semakin baik dan semakin luas

pengetahuannya dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah. Pendidikan juga

akan membuat seseorang ingin tahu maupun mencari pengalaman sehingga informasi yang

diterima akan jadi pengetahuan (Azwar, 2005). Selain itu, menurut Notoatmodjo (2003),

pendidikan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tersebut yang kiranya

dapat mengubah sikap dan menanamkan suatu perilaku baru.

Page 43: Penelitian Asri Dan Nur

43

6.3 Sikap Kepala Keluarga Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Rumah

Tangga

Dari 98 responden, diperoleh hasil bahwa sebagian responden (51%) mempunyai sikap

positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Responden yang memiliki sikap positif

terhadap perilaku hidup bersih dan sehat ini sebagian besar berasal dari kelompok

responden dengan tingkat pendidikan sedang. Namun, terdapat juga responden yang

mempunyai sikap negatif, yaitu sebanyak 49% yang sebagian besar dari responden dengan

sikap negatif ini juga merupakan responden dari golongan tingkat pendidikan sedang.

Dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pada aspek pengetahuan, penulis

mencoba mencari proporsi dari responden yang bersikap positif dan bersikap negatif

mengenai perilaku hidup bersih dan sehat pada setiap tingkatan pendidikan. Untuk

responden dengan tingkat pendidikan tinggi, 84,6% nya sudah memiliki sikap positif

terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dan hanya 15,4% yang masih memiliki sikap

negatif. Untuk responden dengan tingkat pendidikan sedang hasilnya cukup merata yaitu

53% bersikap positif dan 47% bersikap negatif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat.

Sedangkan pada responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah, hanya 28% yang

memiliki sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dan 72%-nya masih

bersikap negatif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Dari data di atas dapat kita

simpulkan, makin tinggi tingkat pendidikan, makin besar jumlah kepala keluarga yang

memiliki sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Dengan kata lain, makin

tinggi tingkat pendidikan, makin positif sikap seseorang mengenai perilaku hidup bersih

dan sehat yang dimiliki.

Jika kita menghubungkan tingkat pengetahuan PHBS yang dimiliki responden dengan

sikap PHBS responden diperoleh hasil responden yang memiliki sikap positif sebagian

besar memiliki tingkat pengetahuan yang baik pula yaitu sebanyak 78%. Sedangkan yang

memiliki sikap negatif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat terbanyak adalah kelompok

responden dengan tingkat pengetahuan buruk yaitu sebanyak 77,1%. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan Notoatmodjo (2003) bahwa ada kecenderungan seseorang yang

mempunyai tingkat pengetahuan yang baik mempunyai sikap yang positif juga. Dalam

Page 44: Penelitian Asri Dan Nur

44

penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, dan emosi memegang peranan penting.

Sikap positif dari responden ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mendukung

pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan rumah tangga.

6.4 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Tatanan Rumah Tangga

Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan di rumah masing-masing responden,

diperoleh hasil yaitu hanya 5 rumah tangga (5,1%) dari 98 rumah tangga yang dilibatkan

dalam penelitian ini yang termasuk dalam rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan

sehat. Suatu rumah tangga dikatakan memenuhi persyaratan sebagai rumah tangga yang

berperilaku hidup bersih dan sehat jika kesepuluh indikator perilaku hidup bersih dan sehat

tersebut terpenuhi. Dengan kata lain, bila satu saja dari sepuluh indikator perilaku tersebut

tidak dilakukan oleh rumah tangga, maka rumah tangga tersebut sudah digolongkan ke

dalam rumah tangga yang tidak berperilaku hidup bersih dan sehat.

Jika dihubungkan dengan tingkat pendidikan responden, responden yang telah

berperilaku hidup bersih dan sehat 60%-nya berasal dari responden dengan tingkat

pendidikan tinggi dan sisanya yaitu 40% berasal dari responden dengan tingkat pendidikan

sedang. Pada golongan responden dengan tingkat pendidikan rendah, 100% responden

tidak berperilaku hidup bersih dan sehat. Untuk responden dengan tingkat pendidikan

tinggi, 23,1%-nya sudah memiliki perilaku hidup bersih dan sehat dan 76,9% yang masih

tidak memiliki perilaku hidup bersih dan sehat. Untuk responden dengan tingkat

pendidikan sedang 3,3% telah berperilaku hidup bersih dan sehat dan 96,7% belum

berperilaku hidup bersih dan sehat. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan seseorang

memiliki pengaruh terhadap perilaku seseorang untuk hidup bersih dan sehat.

Tingkat pengetahuan dan sikap yang dimiliki seseorang akan sangat mempengaruhi

perilaku yang ia lakukan. Untuk itu, perlu dicari hubungan antara tingkat pengetahuan dan

mengenai perilaku hidup bersih dan sehat yang dimiliki seseorang dengan keberhasilan

seseorang tersebut melakukan perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan tingkat

pengetahuannya, responden yang telah berperilaku hidup bersih dan sehat adalah kelompok

responden dengan tingkat pengetahuan PHBS yang baik yaitu sebanyak 100%. Sedangkan

yang tidak melakukan perilaku hidup bersih dan sehat terbanyak adalah kelompok

Page 45: Penelitian Asri Dan Nur

45

responden dengan tingkat pengetahuan buruk yaitu sebanyak 51,6%. Berdasarkan sikap

PHBS yang dimiliki responden, responden yang telah berperilaku hidup bersih dan sehat

adalah kelompok responden dengan sikap yang positif terhadap perilaku hidup bersih dan

sehat yaitu sebanyak 80%. Sedangkan yang memiliki tidak melakukan perilaku hidup

bersih dan sehat terbanyak adalah kelompok responden dengan sikap negatif terhadap

perilaku hidup bersih dan sehat yaitu sebanyak 50,5%.

Hal ini sesuai dengan teori menurut Notoatmojo (2003), setelah seorang mengetahui

stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa

yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan

apa yang diketahui atau disikapinya.

Namun teori tersebut sepertinya tidak sepenuhnya berlaku dalam penelitian ini. Dari

hasil analisis ditemukan bahwa pada responden dengan tingkat pengetahuan PHBS yang

baik, masih banyak yang tidak berperilaku hidup bersih dan sehat (48,4%). Demikian pula

pada responden dengan sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat, 49,5%-nya

masih tidak berperilaku hidup bersih dan sehat.

Menurut teori Lawrence Green, perilaku ditentukan oleh tiga hal yaitu faktor

predisposisi, pendukung, dan pendorong. Faktor predisposisi (predisposing factors)

mencakup kebiasaan, kepercayaan, tradisi pengetahuan, sikap dan unsur-unsur lain yang

terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Faktor pendukung (enabling factors) adalah

tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya, sedangkan

faktor pendorong (reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Hal

inilah yang kiranya dapat menjelaskan mengapa pada rumah tangga dengan tingkat

pengetahuan dan sikap PHBS yang baik masih ada yang tidak berperilaku hidup bersih dan

sehat.

Bila kita ambil contoh perilaku merokok di dalam rumah yang termasuk dalam

salah satu indikator rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat, dari hasil penelitian

didapatkan hanya 41,6% rumah tangga yang di dalamnya tidak terdapat kebiasaan merokok

di dalam rumah. Padahal jika dilihat dari tingkat pengetahuan responden tentang merokok,

sudah 88,8% dari responden memiliki pengetahuan yang baik tentang merokok. Dan sudah

60,2% dari responden yang bersikap tidak setuju bila terdapat anggota keluarga yang

Page 46: Penelitian Asri Dan Nur

46

merokok di dalam rumah. Namun mengapa pencapaian rumah tangga yang bebas dari

perilaku merokok di dalam rumah masih rendah? Salah satu yang sangat mempengaruhi

perilaku merokok adalah faktor kebiasaan. Dari 98 responden, 58,2%-nya memiliki

anggota keluarga yang merokok di dalam rumah. Dari 57 responden dengan perilaku

merokok di dalam rumah, 82,5% menyatakan tidak dapat berhenti merokok karena sudah

menjadi kebiasaan walaupun mereka telah mengetahui bahaya dari merokok itu sendiri.

Dari kesepuluh indikator perilaku hidup bersih dan sehat yang digunakan untuk

menilai apakah rumah tangga di wilayah kerja puskesmas Kerambitan I telah berperilaku

hidup bersih dan sehat atau belum, diperoleh pencapaian terendah pada bidang pemberian

ASI eksklusif bagi bayi yaitu hanya sekitar 32,7%. Jika dilihat dari pencapaian program

ASI eksklusif yang didapat dari program promosi kesehatan di Puskesmas Kerambitan I,

pencapaian ASI eksklusif memang masih rendah yaitu 25,70%. Jika dilihat dari tingkat

pengetahuan yang dimiliki oleh responden, pengetahuan tentang ASI eksklusif yang baik

hanya dimiliki oleh 18,4% responden. Ada berbagai alasan mengapa bayi tidak diberi ASI

eksklusif dari lahir hingga usia 6 bulan. 63,6% menyatakan bahwa tidak dapat memberi

ASI eksklusif karena bekerja. Sisanya 12,2% menyatakan tidak memberi ASI eksklusif

karena ASI sedikit dan tidak mau keluar. 12,2% lainnya menyatakan memberi makanan dan

susu tambahan sebelum bayi berusia 6 bulan dengan alasan takut bayi kekurangan gizi.

Untuk mengatasi permasalahan ini penulis merasa perlu dilakukan penyuluhan oleh pihak

puskesmas mengenai pentingnya memberikan ASI eksklusif dari bayi lahir hingga usia 6

bulan. Penyuluhan ini dapat dilaksanakan dengan bekerjasama dengan posyandu dibantu

kader-kadernya. Perlu juga dilakukan pelatihan agar ibu-ibu yang bekerja dapat tetap

memberikan bayi mereka ASI eksklusif seperti cara memeras payudara dan penyimpanan

ASI yang baik dan benar.

6.5 Kelemahan Penelitian

Ada beberapa hal yang penulis rasakan sebagai kelemahan dalam pelaksanaan penelitian

ini. Dalam hal pengumpulan sampel penelitian, karena tidak terdapat data di Puskesmas

Kerambitan I mengenai desa yang memiliki pencapaian terendah dalam perilaku hidup

bersih dan sehat dalam tatanan rumah tangga, maka penulis mengambil sampel dari ketujuh

Page 47: Penelitian Asri Dan Nur

47

desa yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Kerambitan I. Hal ini dirasakan

sebagai hambatan oleh karena cakupan wilayah penelitian yang begitu luas untuk

dilaksanakannya survey.

Dari proses pengambilan sampel yang dilakukan secara stratified random sampling,

karena pengambilan sampel pada tiap dusun dilakukan secara acak, ternyata saat dilakukan

analisis data didapatkan distribusi tingkat pendidikan yang tidak merata. Hampir sebagian

besar (61,2%) responden tergolong tingkat pendidikan sedang. Dan oleh karena sampel

sebagian besar tergolong tingkat pendidikan sedang, saat dilakukan analisis hasil analisis

tersebut kebanyakan berkumpul di kategori tingkat pendidikan sedang tersebut.

Untuk mengevaluasi mengenai perilaku seseorang sebaiknya dilakukan pengamatan

dalam rentang waktu tertentu. Sedangkan dalam penelitian ini, penulis hanya melakukan

pengamatan satu kali pada saat kunjungan ke rumah-rumah tersebut saja. Hal ini juga

dirasakan sebagai kelemahan dalam penelitian ini.

Page 48: Penelitian Asri Dan Nur

48

BAB 7

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Tingkat pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan sehat di Wilayah Kerja

Puskesmas Kerambitan I sebagian besar sudah baik.

2. Kepala keluarga dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki

tingkat pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat yang baik.

3. Sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat ditunjukkan oleh sebagian

besar kepala keluarga yang menjadi sampel penelitian.

4. Kepala keluarga dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki

sikap positif mengenai perilaku hidup bersih dan sehat.

5. Kepala keluarga dengan tingkat pengetahuan perilaku hidup bersih dan sehat yang

baik cenderung memiliki sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan sehat.

6. Perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan rumah tangga hanya dijumpai pada

5,10% dari seluruh responden yang diwawancarai.

7. Kepala keluarga yang memiliki sikap positif terhadap perilaku hidup bersih dan

sehat juga memiliki kecenderungan untuk tidak berperilaku hidup bersih dan sehat

8. Kepala keluarga dengan tingkat pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan

sehat yang baik juga memiliki kecenderungan untuk tidak berperilaku hidup bersih

dan sehat.

9. Pemberian ASI eksklusif bagi bayi merupakan indikator dengan pencapaian

terendah yaitu 32,7% dari 98 responden.

10. Desa Kesiut merupakan desa dengan pencapaian perilaku hidup dan sehat dalam

tatanan rumah tangga yang tertinggi yaitu 40%.

Page 49: Penelitian Asri Dan Nur

49

7.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat penulis sampaikan guna

meningkatkan pencapaian perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan rumah tangga di

Wilayah Kerja Puskesmas Kerambitan I antara lain sebagai berikut :

1. Meskipun pengetahuan masyarakat mengenai perilaku hidup bersih dan sehat sudah

sebagian besar baik, namun sosialisasi terkait program perilaku hidup bersih dan

sehat dalam tatanan rumah tangga kepada masyarakat harus dilakukan lebih intensif

mengingat baru kurang dari setengah responden yang pernah mendengar mengenai

program perilaku hidup bersih dan sehat. Penyuluhan mengenai program perilaku

hidup bersih dan sehat juga belum mencakup seluruh komponen masyarakat.

Metode sosialisasi alternatif bisa dipertimbangkan seperti melatih kader-kader di

setiap dusun untuk memberikan informasi dan membina masyarakat mengenai

perilaku hidup bersih dan sehat. Pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan

sehat juga hendaknya disisipkan dalam pembelajaran pendidikan formal.

2. Selain melakukan penyuluhan, masyarakat juga perlu diberikan motivasi untuk

dapat melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini karena selain

dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap, perilaku hidup bersih dan sehat juga

membutuhkan dukungan segenap pihak meliputi pihak desa dan kader-kadernya

serta pihak puskesmas. Salah satu contoh kegiatan yang dapat dilaksanakan guna

meningkatkan motivasi tiap keluarga untuk berperilaku hidup bersih dan sehat

adalah dengan mengadakan lomba Desa Sehat.

3. Pembinaan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat juga perlu dilakukan dengan

turun langsung ke masyarakat untuk mengkaji dan membina perilaku hidup bersih

dan sehat masing-masing rumah tangga. Pihak promosi kesehatan puskesmas dapat

bekerjasama lintas program dengan pihak kesehatan lingkungan yang memiliki

salah satu program kerja berupa penyehatan lingkungan pemukiman dan jamban

keluarga.

4. Mengingat pencapaian ASI eksklusif sebagai salah satu indikator perilaku hidup

bersih dan sehat masih merupakan indikator dengan pencapaian terendah, bagi

Puskesmas Kerambitan I diharapkan dapat melakukan pendampingan ibu secara

Page 50: Penelitian Asri Dan Nur

50

dini dalam hal pemberian ASI eksklusif, dan juga memberikan pelayanan konseling

baik untuk ibu hamil sebagai calon ibu menyusui nantinya, maupun bagi ibu-ibu

yang sedang menyusui. Bagi ibu-ibu menyusui yang sedang bekerja harus tetap

memberikan ASI eksklusif dengan cara memerah ASI untuk disimpan, yang

nantinya dapat diberikan pada bayinya yang ditinggal bekerja.

5. Dana serta insentif yang cukup untuk mendukung kegiatan operasional yang

dibutuhkan.