pendataan penyebaran merkuri pada wilayah pertambangan di

12
PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBERDAYA GEOLOGI PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH SELOGIRI, KAB.WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH Denni Widhiyatna, R.Hutamadi, Asep Ahdiat Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Wilayah penambangan emas di Kecamatan Selogiri hanya terdapat di sekitar Gunung Tumbu – Kalipuru yang ditempati oleh batuan mikrodiorit terkersikkan dan sebagian ubahan argilik dengan membawa mineralisasi emas, perak dan logam dasar berupa endapan primer tipe urat. Mineralisasi utama terjadi berupa pengisian rekahan oleh jaringan urat kuarsa halus yang mengandung mineral-mineral sulfida berupa pirit dan kalkopirit yang berasosiasi dengan logam mulia emas dan perak. Metode penambangan yang dilakukan berupa tambang dalam, sedangkan pengolahan bijih emas berupa amalgamasi dengan menggunakan gelundung/tromol yang digerakkan oleh generator diesel atau dinamo listrik. Lokasi pengolahan bijih umumnya dilakukan di sekitar lubang tambang.Tidak ada pengolahan yang dilakukan di sungai karena debit airnya kecil bahkan terkadang tidak berair. Hanya terdapat beberapa kelompok penambang yang mengolah tailing dengan menggunakan sluice box dan dulang untuk mendapatkan konsentrat logam berat dan amalgam yang selanjutnya dilakukan proses amalgamasi untuk mendapatkan emasnya. Walaupun kegiatan ini dapat meningkatkan perolehan pengolahan namun karena dilakukan di Kali Jendi dan Kali Puru maka menyebabkan air sungai menjadi keruh dan terkontaminasi unsur merkuri dan logam dasar yang lepas dalam tailing. Hasil analisis conto sedimen sungai aktif menghasilkan 3 kelompok unsur konsentrasi merkuri. Kelompok pertama berkisar antara 76.000 ppb – 194.000 ppb yang terdapat pada sungai- sungai di wilayah pertambangan, antara lain di Kali Nglenggong, Kali Puru, Kali Jendi dan Kali Geritan. Kelas kedua memiliki kisaran nilai unsur merkuri antara 1000 ppb – 76.000 ppb Hg, yang tersebar di bagian tengah hingga hilir Kali Puru dan Kali Jendi sampai di Kali Blatukan. Kelas ketiga berkisar antara 42 ppb – 1000 ppb yang mana kelompok konsentrasi ini dapat dianggap sebagai rona awal kadar merkuri pada sedimen sungai di wilayah Selogiri. Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa peninggian konsentrasi unsur merkuri dalam conto sedimen sungai masih bersifat lokal di sekitar penambangan dan adanya penurunan konsentrasi ke arah hilir. Peninggian konsentrasi merkuri dan logam dasar dapat diakibatkan antara lain : Kontaminasi merkuri yang ditambahkan pada proses amalgamasi untuk menangkap emas yang ikut terbuang ke dalam tailing dan yang menjadi uap merkuri saat penggarangan amalgam. Dispersi alami dari tubuh bijih yang mengandung merkuri dan logam dasar. Kontaminasi dari batuan atau bijih emas yang mengandung merkuri dan logam dasar yang terbuang sebagai tailing. Kontaminasi dari aktivitas manusia di sekitar penambangan seperti pemakaian pestisida, penggunaan peralatan yang mengandung logam, gas buang kendaraan dll yang mengandung unsur merkuri dan logam lainnya. Upaya untuk mengurangi resiko terjadinya kontaminasi merkuri dan logam dasar lainnya antara lain kolam pengendap tailing harus dibuat secara baik dan apabila telah penuh maka tailing yang ada harus diangkat dan disimpan di tempat tertentu yang lebih aman dan proses penggarangan harus dilakukan di tempat tertutup dengan menggunakan alat kondensator sehingga uap merkuri yang dihasilkan tidak menyebar ke udara terbuka dan dapat didaur ulang.

Upload: lekhue

Post on 12-Jan-2017

242 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBERDAYA GEOLOGI

PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN

DI DAERAH SELOGIRI, KAB.WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH

Denni Widhiyatna, R.Hutamadi, Asep Ahdiat

Kelompok Program Penelitian Konservasi

SARI

Wilayah penambangan emas di Kecamatan Selogiri hanya terdapat di sekitar Gunung Tumbu – Kalipuru yang ditempati oleh batuan mikrodiorit terkersikkan dan sebagian ubahan argilik dengan membawa mineralisasi emas, perak dan logam dasar berupa endapan primer tipe urat. Mineralisasi utama terjadi berupa pengisian rekahan oleh jaringan urat kuarsa halus yang mengandung mineral-mineral sulfida berupa pirit dan kalkopirit yang berasosiasi dengan logam mulia emas dan perak.

Metode penambangan yang dilakukan berupa tambang dalam, sedangkan pengolahan bijih emas berupa amalgamasi dengan menggunakan gelundung/tromol yang digerakkan oleh generator diesel atau dinamo listrik. Lokasi pengolahan bijih umumnya dilakukan di sekitar lubang tambang.Tidak ada pengolahan yang dilakukan di sungai karena debit airnya kecil bahkan terkadang tidak berair. Hanya terdapat beberapa kelompok penambang yang mengolah tailing dengan menggunakan sluice box dan dulang untuk mendapatkan konsentrat logam berat dan amalgam yang selanjutnya dilakukan proses amalgamasi untuk mendapatkan emasnya. Walaupun kegiatan ini dapat meningkatkan perolehan pengolahan namun karena dilakukan di Kali Jendi dan Kali Puru maka menyebabkan air sungai menjadi keruh dan terkontaminasi unsur merkuri dan logam dasar yang lepas dalam tailing.

Hasil analisis conto sedimen sungai aktif menghasilkan 3 kelompok unsur konsentrasi merkuri. Kelompok pertama berkisar antara 76.000 ppb – 194.000 ppb yang terdapat pada sungai-sungai di wilayah pertambangan, antara lain di Kali Nglenggong, Kali Puru, Kali Jendi dan Kali Geritan. Kelas kedua memiliki kisaran nilai unsur merkuri antara 1000 ppb – 76.000 ppb Hg, yang tersebar di bagian tengah hingga hilir Kali Puru dan Kali Jendi sampai di Kali Blatukan. Kelas ketiga berkisar antara 42 ppb – 1000 ppb yang mana kelompok konsentrasi ini dapat dianggap sebagai rona awal kadar merkuri pada sedimen sungai di wilayah Selogiri. Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa peninggian konsentrasi unsur merkuri dalam conto sedimen sungai masih bersifat lokal di sekitar penambangan dan adanya penurunan konsentrasi ke arah hilir.

Peninggian konsentrasi merkuri dan logam dasar dapat diakibatkan antara lain : Kontaminasi merkuri yang ditambahkan pada proses amalgamasi untuk menangkap emas yang ikut terbuang ke dalam tailing dan yang menjadi uap merkuri saat penggarangan amalgam. • Dispersi alami dari tubuh bijih yang mengandung merkuri dan logam dasar. • Kontaminasi dari batuan atau bijih emas yang mengandung merkuri dan logam dasar yang

terbuang sebagai tailing. • Kontaminasi dari aktivitas manusia di sekitar penambangan seperti pemakaian pestisida,

penggunaan peralatan yang mengandung logam, gas buang kendaraan dll yang mengandung unsur merkuri dan logam lainnya.

Upaya untuk mengurangi resiko terjadinya kontaminasi merkuri dan logam dasar lainnya antara lain kolam pengendap tailing harus dibuat secara baik dan apabila telah penuh maka tailing yang ada harus diangkat dan disimpan di tempat tertentu yang lebih aman dan proses penggarangan harus dilakukan di tempat tertutup dengan menggunakan alat kondensator sehingga uap merkuri yang dihasilkan tidak menyebar ke udara terbuka dan dapat didaur ulang.

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBERDAYA GEOLOGI

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Di daerah Selogiri terdapat aktivitas penambangan emas yang dilakukan di sekitar Kalipuru – G.Tumbu. Metode pengolahan yang dilakukan untuk memperolah logam mulianya digunakan dengan cara amalgamasi mengingat cara tersebut merupakan teknologi sederhana dan murah. Metode amalgamasi menggunakan merkuri sebagai zat yang mengikat emas dan perak, namun umumnya kurang optimal, karena merkuri tersebut dapat terlepas ke lingkungan sekitar pada saat pencucian dan penggarangan.

Selanjutnya dampak negatif terhadap lingkungan adalah terlepasnya merkuri dan logam berat ke dalam badan sungai dan lingkungan sekitarnya sehingga mengakibatkan kontaminasi terhadap ekosistem daerah aliran sungai.

1.2. Maksud dan Tujuan

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana unsur merkuri terdistribusi pada lingkungan sekitar akibat adanya usaha pertambangan dan pengolahan emas dan kualitas lingkungan pada wilayah pertambangan. Dari hasil pendataan ini diharapkan dapat memberikan gambaran sebaran unsur merkuri di daerah kegiatan sebagai data/bahan kajian untuk instansi terkait lainnya dalam upaya menentukan kebijakan lebih lanjut dan sebagai upaya mencegah adanya penurunan kualitas lingkungan lebih dini. 1.3. Lokasi dan Pencapaian Daerah Kegiatan

Kegiatan pendataan dilakukan di Daerah Selogiri dan sekitarnya yang secara administratif termasuk ke dalam Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Yang secara geografis terletak antara 110°45’ - 110°56’ Bujur Timur dan antara 7°45’ - 7°56’ Lintang Selatan.

Lokasi daerah kegiatan sekitar 3 Km ke arah barat laut dari Kota Wonogiri. Sungai-sungai di daerah kegiatan termasuk ke dalam sistem Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo.

2. METODE PENYELIDIKAN Secara garis besar metoda yang digunakan

pada kegiatan ini dapat dibagi dalam tahapan :

1. Pengumpulan data sekunder yang terkait;

2. Memetakan aktifitas penambangan rakyat dan tempat pengolahan bijih;

3. Pemercontoan sedimen sungai aktif; 4. Pemercontoan tanah; 5. Pemercontoan tailing; 6. Pemercontoan air permukaan; 7. Pemercontoan batuan.

3.PERTAMBANGAN DAN SEBARAN

MERKURI 3.1. Wilayah Pertambangan

Wilayah pertambangan emas di Kecamatan Selogiri hanya terletak di sekitar Gunung Tumbu – Kalipuru yang ditempati oleh mikro diorit terkersikkan dan sebagian ubahan argilik dengan membawa mineralisasi emas, perak dan logam dasar.

Mineralisasi utama terjadi berupa pengisian rekahan oleh jaringan urat kuarsa halus yang mengandung mineral-mineral sulfida berupa pirit dan kalkopirit yang berasosiasi dengan logam mulia emas dan perak. Urat kuarsa halus “veinlets” tersebut memotong batuan yang mengalami ubahan argilik dan pengersikan yang umumnya mengandung mineral pirit dan/atau kalkopirit. Pada daerah yang mengalami oksidasi seperti tersingkap di sekitar Nglenggong dijumpai ubahan argilik, sebagian pengersikan dan terlimonitkan.

3.2. Sistim Pengolahan Proses pengolahan bijih emas yang berupa

proses amalgamasi dimana proses penggilingan dan pembentukan amalgam dilaksanakan bersamaan di dalam suatu amalgamator yang disebut gelundung.

Di lokasi ini, tenaga penggerak gelundung menggunakan 2 jenis, yakni dengan dinamo yang menggunakan energi listrik dan dengan tenaga generator diesel. Proses amalgamasi yang menggunakan tenaga penggerak listrik umumnya hanya menggunakan satu gelundung dan tercatat yang paling banyak lima gelundung. Sedangkan proses amalgamasi yang menggunakan tenaga penggerak diesel rata-rata mampu menggerakkan delapan

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBERDAYA GEOLOGI

gelundung dengan waktu pengolahan yang relatif sama yaitu 6 – 7 jam sekali proses, sehingga dalam sehari rata-rata penambang hanya melakukan 2 kali proses pengolahan.

Pertimbangan ekonomi merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan penggunaan jenis tenaga penggerak tersebut dimana tenaga penggerak dinamo listrik relatif lebih ekonomis dibanding tenaga penggerak generator diesel.

Adapun prosedur pengolahan batuan untuk memperoleh logam mulianya adalah tahap penumbukan , amalgamasi, pencucian dan penggarangan.

3.3. Perolehan Pengolahan

Berdasarkan informasi lisan, saat ini perolehan emas dan perak di daerah kegiatan berkisar 0,5 gram / hari, dari 2 (dua) kali proses pengolahan dengan rata-rata berat bijih yang diolah 80 kg.

Tahun 1994 – 1995, tercatat sebagai saat terbanyak para penambang melakukan kegiatan di tempat ini. Kedalaman lubang sekitar 12 – 20 meter dari permukaan, diperkirakan bahwa pada saat itu bijih yang diolah berasal dari zone epitermal yang banyak mengandung emas dan perak.

Sedangkan pada saat ini hanya beberapa kelompok penambang yang masih aktif. Kedalaman lubang berkisar antara 47 – 60 meter dari permukaan, dengan perolehan emas yang relatif lebih kecil. Diperkirakan bahwa pada saat ini bijih yang diolah berasal dari zone epitermal bagian bawah yang kandungan emas dan peraknya berkurang, namun memiliki kadar logam berat yang relatif besar.

Upaya peningkatan perolehan dilakukan dengan cara mengumpulkan tailing dari beberapa tempat pengolahan, selanjutnya dilewatkan ke sluice box dan didulang untuk diperoleh konsentrat logam berat dan amalgam untuk diolah kembali agar diperoleh emas dan peraknya. Berdasarkan informasi dari para penambang tersebut umumnya diperoleh rata-rata 0,4 gram dalam setiap 10 Kg konsentrat yang dianggap masih ekonomis. 3.4. Penanganan Merkuri

Para penambang umumnya memahami akan bahaya yang diakibatkan pencemaran oleh merkuri, namun upaya dalam menangani

limbah hasil dari amalgamasi belum dilakukan secara optimal.

Pada beberapa lokasi pengolahan telah disediakan bak pengendap “tailing pond” untuk menampung tailing hasil pencucian, sebagian tailing kemudian dimasukkan ke dalam karung untuk diolah kembali, namun masih terdapat tailing yang berceceran di lingkungan sekitar yang berpotensi mengkontaminasi lingkungan sekitarnya.

3.5. Sebaran Unsur Contoh Sedimen Sungai

Aktif Pengambilan conto sedimen sungai aktif

dilakukan secara sistematik dengan interval conto pada sungai utama yang terdapat aktifitas penambangan berkisar 0,5 km. Luas daerah kegiatan adalah 98 km2sedangkan conto yang terkumpul sebanyak 68 buah sehingga 1 conto mewakili luas daerah 1.5 km2.. Conto-conto tersebut dianalisis unsur Hg, Cu, Pb, Zn, As dan Cd total dengan metoda AAS (Atomic Absorption Spectrometri) di Laboratorium Kimia Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi

Pengolahan data dilakukan secara unsur tunggal, dimana tiap unsur diolah tanpa memperhatikan hubungan atau asosiasinya dengan unsur yang lain. Sebaran unsur dibagi ke dalam 3 kelas yang berdasarkan kondisi geologi dan lingkungan di lapangan. Pembahasan tentang besaran kandungan unsur dengan membandingkan beberapa peraturan dan standar yang dapat dianggap sebagai tolok ukur kualitas konsentrasi unsur di alam, antara lain :

1. Peraturan Pemerintah no.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,.

2. Kandungan rata-rata setiap unsur pada kerak bumi untuk penyelidikan geokimia regional,

3. Data hasil analisis lapangan untuk beberapa lokasi contoh yang dianggap sebagai nilai rona awal.

4. Kelimpahan rata-rata atau dispersi unsur untuk eksplorasi mineral logam untuk mengetahui daerah prospek/mineralisasi seperti pada Tabel.1.

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBERDAYA GEOLOGI

3.5.1. Sebaran Unsur Merkuri (Hg) Dalam

Conto Sedimen Sungai. Analisis kimia terhadap conto sedimen

sungai menunjukkan nilai konsentrasi antara 42 ppb – 194.000 ppb. Dalam eksplorasi mineral logam untuk mengetahui daerah termineralisasi, referensi yang sering digunakan adalah data kelimpahan rata-rata atau dispersi unsur (Tabel.1). Konsentrasi unsur merkuri dalam sedimen sungai aktif berkisar antara < 10 ppb sampai dengan 100 ppb, hal ini mengindikasikan bila konsentrasi unsur merkuri di atas 100 ppb menunjukkan adanya mineralisasi sulfida terutama pada endapan tipe epithermal. Namun mengingat lokasi pengambilan conto dilakukan pada daerah lokasi pengolahan emas (amalgamasi), maka nilai konsentrasi unsur Hg dalam sedimen sungai aktif perlu dipertimbangkan batasan anomalinya karena selain kemungkinan adanya pengaruh mineralisasi juga dapat disebabkan adanya kontaminasi merkuri yang lepas pada saat amalgamasi.

Pengolahan data hasil analisis conto sedimen sungai aktif menghasilkan 3 kelompok unsur konsentrasi merkuri. Kelompok pertama memiliki kisaran konsentrasi unsur merkuri antara 76.000 ppb – 194.000 ppb yang terdapat pada sungai-sungai di wilayah pertambangan, antara lain dalam conto yang diambil di Kali Nglenggong, Kali Puru, Kali Jendi dan Kali Geritan. Tingginya konsentrasi unsur merkuri di lokasi-lokasi tersebut diintepretasikan sebagai pengaruh dari kontaminasi unsur merkuri yang ditambahkan pada proses amalgamasi maupun yang berasal dari mineral yang mengandung merkuri seperti sinabar pada batuan yang termineralisasi. Kontaminasi ini dapat disebabkan antara lain oleh tailing yang mengandung merkuri bercampur dengan lumpur di sungai seperti pada Kali Nglenggong dan tailing amalgamasi yang dibawa ke sungai yaitu di Kali Jendi dan Kali Puru diolah kembali dengan menggunakan sluice box dan didulang untuk diperoleh logam berat dan amalgamnya kemungkinan lepas ke badan air sehingga mengkontaminasi sungai tersebut. Terlokalisirnya kelompok pertama di sekitar penambangan dan pengolahan dapat disebabkan oleh perilaku penambang yang mengolah bijih emas di darat sehingga pasokan kontaminan ke sungai relatif kurang intensif,

namun masih adanya tailing yang terbuang langsung ke sungai seperti di Kali Nglenggong dan Kali Puru serta perilaku penambang yang menggunakan sluice box dan dulang untuk mengolah tailing amalgamasi di sungai memungkinkan untuk terjadinya kontaminasi merkuri. Selain itu adanya kelas pertama yang hanya di wilayah pertambangan tersebut kemungkinan disebabkan oleh pasokan kontaminan yang sedikit dan sifat sungai yang intermitten seperti Kali Jendi dimana debit airnya rendah dan terkadang menggenang atau tak berair yang memperlambat dispersi unsur merkuri, sehingga kelompok pertama masih terdapat di sekitar pengolahan bijih emas. Adanya kecenderungan kelas pertama terkonsentrasi di sekitar lokasi penambangan dan pengolahan ini menunjukkan bahwa dispersi merkuri di daerah ini masih terbatas di sekitar pengolahan, hal ini kemungkinan karena merkuri merupakan logam berat yang mobilitasnya rendah.

Kelas kedua memiliki kisaran nilai unsur merkuri antara 1000 ppb – 76.000 ppb Hg, tersebar di bagian tengah hingga hilir Kali Puru dan Kali Jendi sampai di Kali Blatukan tempat pertemuan dengan Sungai Bengawan Solo, kondisi ini menunjukkan bahwa konsentrasi merkuri dalam sedimen sungai telah mengalami penurunan karena kemampuan mobilitas merkuri yang rendah sehingga belum banyak mencapai ke bagian hilirnya. Sedangkan hal yang memungkinkan membantu dispersi unsur merkuri adalah aliran air yang terus menerus seperti Kali Puru yang merupakan sungai permanent dimana sepanjang tahun terus berair atau aliran banjir yang membantu dispersi merkuri pada sungai permanen atau intermitten seperti Kali Jendi. Selain itu, pada daerah tersebut dan 3 conto yang terdapat di Kali Pacinan merupakan areal pesawahan sehingga terdapat kemungkinan tingginya konsentrasi merkuri di wilayah tersebut karena kontamisasi merkuri dari pestisida yang dipakai. Hal ini karena di daerah Pacinan tidak terdapat pengolahan emas maupun batuan yang termineralisasi.

Kelas ketiga berkisar antara 42 ppb – 1000 ppb, kelompok konsentrasi ini dapat dianggap sebagai rona awal kadar merkuri pada sedimen sungai di wilayah Selogiri. Sebaran kelompok ini terdapat di daerah aliran sungai Kali Bulu dari bagian hulu hingga hilir, Bagian hulu Kali

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBERDAYA GEOLOGI

Puru sebelum pengolahan emas seperti Kali Bunet, Kali Pakelan, Kali Kedungjero dan Kali Congklok, aliran Kali Tangkluk hingga Bendungan Krisak dan aliran Kali Pacinan yang dihuni oleh breksi vulkanik dan lava andesitik tak termineralisasi dan tidak terdapat penambangan dan pengolahan bijih emas. Peta sebaran unsur merkuri dalam conto sedimen sungai tersebut dapat dilihat pada gambar 3.

3.5.2. Sebaran Unsur Merkuri (Hg) Dalam

Conto Tanah. Analisis kimia terhadap conto tanah

menunjukkan nilai konsentrasi antara < 40 ppb pada conto SLG/S.13 (Kali Puru) dan S.15 (Kali Ngemplak) yang merupakan batas kemampuan deteksi alat hingga 117.000 ppb pada conto SLG/S.02 yang diambil di sekitar amalgamator Ibu Repi di Desa Jendi. Dalam eksplorasi mineral logam untuk mengetahui daerah termineralisasi, referensi yang sering digunakan adalah data kelimpahan rata-rata atau dispersi unsur (Tabel 1), konsentrasi unsur merkuri dalam tanah berkisar antara < 10 ppb sampai dengan 30 ppb, hal ini mengindikasikan bila konsentrasi unsur merkuri di atas 30 ppb menunjukkan adanya mineralisasi sulfida terutama pada endapan tipe epithermal. Namun mengingat lokasi pengambilan conto dilakukan pada daerah lokasi pengolahan emas (amalgamasi), maka nilai konsentrasi unsur Hg dalam tanah perlu dipertimbangkan batasan anomalinya karena selain kemungkinan adanya pengaruh mineralisasi juga dapat disebabkan adanya kontaminasi merkuri yang lepas pada saat amalgamasi.

Pengolahan data hasil analisis conto tanah menghasilkan 3 kelompok unsur konsentrasi merkuri. Kelompok pertama memiliki nilai konsentrasi unsur merkuri lebih dari 58.000 ppb yang terdapat dalam conto tanah di sekitar lokasi pembuangan tailing dan pembakaran amalgam di sekitar lokasi pertambangan, antara lain di lokasi amalgamator Ibu Repi dan conto tanah sawah di bagian bawahnya, amalgamator pak Kadus dan amalgamator penambang dari Tasikmalaya dan Pak Sam di Desa Jendi. Tingginya konsentrasi unsur merkuri dalam tanah di lokasi-lokasi tersebut diintepretasikan sebagai pengaruh dari kontaminasi unsur merkuri dari tailing yang masuk ke dalam tanah karena meluap dari

kolam pengendap dan terserak di tanah sekitarnya, selain itu dapat disebabkan oleh uap merkuri yang mengendap ke dalam tanah pada saat penggarangan amalgam.

Kelas kedua memiliki kisaran nilai unsur merkuri antara 1000 ppb – 58.000 ppb Hg, terdapat pada conto-conto tanah yang diambil di sawah dan tebing sungai bagian hilir Kali Puru dan Kali Jendi, hal ini dapat disebabkan oleh kontaminasi merkuri yang terbawa oleh lumpur dari bagian hulu sungai yang terdapat amalgamator pada saat debit air tinggi atau banjir maupun pemakaian pestisida oleh petani.

Kelas ketiga berkisar antara 44 ppb – 1000 ppb, kelompok konsentrasi ini dapat dianggap sebagai rona awal kadar merkuri dalam tanah di wilayah Selogiri. Sebaran kelompok ini terdapat di tebing-tebing sungai Kali Bulu, bagian hulu Kali Puru dan Kali Nglenggong. Peta sebaran unsur merkuri dalam conto tanah tersebut dapat dilihat pada gambar 3.

3.5.3. Merkuri Dalam Tailing

Tailing hasil amalgamasi dapat dikategorikan sebagai limbah padat hasil suatu proses. Sebagai “pembanding” ambang batas adalah Peraturan Pemerintah no.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, nilai ambang batas (NAB) untuk unsur Hg : 0,01 mg/lt atau 10 ppb, Pb : 2,5 mg/lt atau 2,5 ppm dan Cd : 0,05 mg/lt atau 0,05 ppm.

Hasil analisis 9 conto tailing terdapat pada tabel di bawah ini.Tabel di atas menunjukkan bahwa conto tailing dari 9 lokasi pengolahan emas di daerah Selogiri semuanya menunjukkan nilai konsentrasi Hg yang tinggi yaitu 0,299 ppm – 460 ppm. Tingginya konsentrasi merkuri dalam conto tailing pada umumnya disebabkan oleh proses amalgamasi yang tidak sempurna. Dari beberapa penelitian, diperoleh data yang menunjukkan merkuri yang hilang setelah amalgamasi dapat mencapai 5% - 10% dalam satu kali proses. Sebagai pembanding, kadar merkuri dalam tailing dari daerah Sangon (Tjahyono,B, drr, 2004) menunjukkan kisaran nilai 800 ppm – 6900 ppm Hg. dibandingkan kadar merkuri pada batuan

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBERDAYA GEOLOGI

yang termineralisasi yang mengandung 1 – 4 ppm Hg. Kenaikan konsentrasi merkuri yang sangat tinggi berhubungan erat dengan pemakaian merkuri dalam proses penggilingan bijih dengan menggunakan alat gelundung.

Conto tailing yang diambil dari lokasi pengolahan bijih juga masih mengandung emas, perak dan logam-logam lainnya yang tinggi, yaitu 5,1 ppm – 178 ppm Au, 3 – 27 ppm Ag, 92– 116.145 ppm Cu, 416 – 2945 ppm Pb, 5338 – 39.557 ppm Zn, 50 – 1740 ppm As dan 13 – 117 ppm Cd. Kadar emas yang masih tinggi terdapat pada conto tailing yang masih akan diolah kembali, sehingga diharapkan recovery pengolahan emas akan optimal Sedangkan tingginya kadar logam berat, Arsen dan Kadmium pada conto tailing kemungkinan berasal dari sulfida logam yang terbuang bersama material tailing.

Tingginya konsentrasi Au dan Ag dalam conto tailing menunjukkan besarnya konsentrasi emas dan perak yang terbuang, hal ini mengindikasikan bahwa tingkat perolehan pengolahan emas dengan cara amalgamasi masih rendah. Kondisi tersebut memungkinkan untuk dilakukan upaya pemanfaatan/pengolahan limbah amalgamasi dengan untuk diperoleh kembali emas dan perak yang terbuang ke dalam tailing. Cara pengolahan tailing dengan menggunakan sluice box kemudian didulang selanjutnya dilakukan amalgamasi merupakan metode untuk memperoleh kembali emas dan perak yang ikut tercampur ke dalam tailing, namun dampak kegiatan ini adalah tingginya konsentrasi unsur merkuri dan logam dasar pada conto sedimen sungai dan air yang disebabkan terlepasnya merkuri dan logam dasar ke aliran sungai karena proses pengolahan tailing tersebut dilakukan di dalam sungai.

3.5. Merkuri Dalam Batuan

Hasil analisis kimia 10 conto batuan termineralisasi berupa batuan yang diolah dan batuan sampingnya yang diambil dari lokasi penggalian bijih menunjukkan kadar unsur merkuri berkisar antara 1440 ppb – 202,400 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa batuan di sekitar lokasi penambangan memiliki kadar merkuri yang tinggi.

Hasil analisis kimia dari conto-conto batuan menunjukkan bahwa batuan penyusun di wilayah pertambangan Selogiri memiliki kadar unsur merkuri yang relatif tinggi, sehingga apabila batuan tersebut ditambang dan diolah dengan cara amalgamasi, maka akan memberikan dampak lingkungan yang signifikan karena merkuri dan logam dasar lainnya akan terbuang bersama-sama tailing. Oleh karena itu, tingginya konsentrasi merkuri dalam conto sedimen sungai aktif, tailing, tanah dan air dapat disebabkan oleh terlepasnya kandungan merkuri dari batuan yang diolah dan merkuri yang ditambahkan pada proses amalgamasi.

4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan

Wilayah penambangan emas di Kecamatan Selogiri hanya terdapat di sekitar Gunung Tumbu – Kalipuru, yang secara administratif termasuk ke dalam Desa Jendi dan Desa Keloran. Endapan emas berupa endapan primer tipe urat. Metode penambangan dilakukan dengan cara tambang dalam. Pengolahan bijih emas menggunakan gelundung/tromol yang digerakkan dengan generator diesel atau dinamo listrik. Kedua cara pengolahan menggunakan proses amalgamasi dengan merkuri sebagai media untuk menangkap emas.

Lokasi pengolahan bijih umumnya dilakukan di sekitar lubang tambang, tidak ada pengolahan yang dilakukan di sungai karena debit airnya kecil bahkan terkadang tidak berair. Terdapat beberapa kelompok penambang yang membawa tailing untuk diolah dengan menggunakan sluice box dan dulang yang selanjutnya dilakukan proses amalgamasi untuk mendapatkan emasnya. Walaupun kegiatan ini meningkatkan perolehan pengolahan namun karena dilakukan di Kali Jendi dan Kali Puru maka dapat menyebabkan air sungai menjadi keruh dan terkontaminasi merkuri dan logam dasar yang lepas dalam tailing.

Metode amalgamasi merupakan proses yang dipilih oleh para penambang untuk memperoleh logam mulia dari batuannya, hal ini disebabkan karena proses tersebut merupakan teknologi sederhana, ekonomis dan mudah digunakan. Namun metode ini

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBERDAYA GEOLOGI

berpotensi mencemari lingkungan sekitar oleh unsur merkuri pada tahap penggerusan, pencucian untuk memperoleh amalgam, penggarangan amalgam untuk memperoleh bullion emas dan perak dan penanganan tailing yang kurang sempurna.

Perlu diwaspadai kemungkinan pencemaran merkuri dan logam berat lainnya yang disebabkan oleh pola pembuangan tailing yang ditampung pada kolam pengendap tanpa lapisan kedap air dan dibiarkan meluap ke lingkungan sekitarnya. Hal ini dikhawatirkan apabila terjadi kondisi asam akan melarutkan merkuri menjadi unsur yang tidak stabil serta berubah menjadi merkuri organik yang akan bersifat racun.

Hasil analisis conto sedimen sungai aktif dan tanah menunjukkan bahwa nilai-nilai konsentrasi tinggi unsur merkuri dan logam dasar terdapat di sekitar lokasi pertambangan dan pengolahan, hal ini dapat diakibatkan antara lain : • Kontaminasi merkuri yang ditambahkan

pada proses amalgamasi untuk menangkap emas yang ikut terbuang ke dalam tailing dan yang menjadi uap merkuri saat penggarangan amalgam.

• Dispersi alami dari tubuh bijih yang mengandung merkuri dan logam dasar.

• Kontaminasi dari batuan atau bijih emas yang mengandung merkuri dan logam dasar yang terbuang sebagai tailing.

• Kontaminasi dari aktivitas manusia di sekitar penambangan seperti pemakaian pestisida, penggunaan peralatan yang mengandung logam, gas buang kendaraan dll yang mengandung unsur merkuri dan logam lainnya.

4.2. Saran

• Untuk menghindari terus berlangsungnya kontaminasi merkuri di Wilayah Selogiri dan sekitarnya, dalam melakukan penambangan dan pengolahan bijih emas perlu diupayakan penangkapan kembali merkuri yang digunakan agar tidak ada yang terbuang ke dalam lingkungan sekitarnya.

• Perlu dipasang sluice box sebelum tailing dimasukkan ke dalam kolam pengendap agar logam mulia, amalgam dan logam berat masih dapat diperoleh sebelum masuk ke dalam kolam

pengendap sehingga dapat mengoptimalkan perolehan pengolahan.

• Kolam pengendap tailing harus dibuat secara baik dan apabila telah penuh maka tailing yang ada harus diangkat dan disimpan di tempat tertentu yang dapat mengurangi resiko pencemaran.

• Apabila kondisi lingkungan terlanjur terkontaminasi merkuri, maka perlu dilakukan upaya penyehatan kembali lingkungan sekitarnya. Caranya dengan memindahkan sedimen atau tailing yang mengandung merkuri kemudian diisolasi atau dapat dilakukan penyemenan untuk membentuk blok beton yang kemudian dikubur sedalam 2 meter.

• Proses penggarangan harus dilakukan di tempat tertutup dengan menggunakan alat kondensator sehingga uap merkuri yang dihasilkan dapat didaur ulang serta menghindari kontaminasi merkuri karena proses penggarangan

DAFTAR PUSTAKA Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral,

2000, Penanggulangan Masalah Pertambangan Tanpa Izin (PETI), Jakarta.

Djumsari, A, Dkk, 1995, Pemetaan Geokimia dan Aplikasi dengan Studi Lingkungan di Direktorat Jendral Geologi dan Sumberdaya Mineral, Bandung.

Gunradi, R, dkk, 2000, Laporan Penyelidikan Pernantauan Unsur Hg (mercury) Akibat Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di Daerah Pongkor, Jawa Barat, Dengan Pemetaan Geokimia, Koordinator Urusan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Propinsi Jawa Barat.

Herman, D.Z, dkk, 1996, Laporan Eksplorasi Mineral Logam Mulia Di Daerah Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah, Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung.

Herman, D.Z, 2001, Tinjauan Terhadap Hubungan Mineralisasi Dengan Fasies Vulkanik Di Daerah Selogiri, Kabupaten Wonogiri-Jawa Tengah, Direktorat Sumber Daya Mineral, Bandung.

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBERDAYA GEOLOGI

Kompas (2 Desember 2004), Pencemaran Merkuri dari Darat ke Laut.

Levinson, A, 1974, Introduction to Exploration Geochemistry.

Sukandar,M, 1991, Penerapan Beberapa Metode Pelarutan Dalam Penetapan Kadar Emas Dengan AAS dan Fire Assay, Direktorat Sumber Daya Mineral, Bandung.

Surono, B.Toha, dkk, 1992, Geologi Lembar Surakarta – Giritontro, Jawa, Puslitbang Geologi Bandung,.

Reedman, J.H., 1979, Techniques in Mineral Exploration, Applied Science Publisher LTD, London.

Gambar 1. Peta Lokasi kegiatan di KabWonogiri, Prov Jawa Tengah

Gambar 2. Gelundung yang digerakkan dengan menggunakan tenaga dynamo listrik.

( Lokasi milik Warijo, Dusun Nglenggong)

Gambar 3. Tailing yang meluap ke sekitar lokasi pengolahan yang berpotensi mencemari

lingkungan sekitarnya ( Lokasi Desa Jendi, Ibu.Repi)

Gambar 4. Tailing yang dimasukkan ke dalam sluice box kemudian di dulang untuk memperoleh

logam berat dan amalgam. ( Lokasi Kali Jendi )

Gambar 5. Peta Sebaran Unsur Merkuri dalam Conto Sedimen Sungai Aktif

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBERDAYA GEOLOGI

Tabel.1 Kelimpahan Beberapa Unsur Logam

Kelimpahan (dalam pbb)

Unsur Tanah Air Sedimen Sungai

Au < 10 - 50 0.002 - Ag < 0.1 - 1 0.01 – 0.7 - Hg < 10 - 30 0.01 – 0.05 < 10 - 100 As 1000 - 50000 1 – 30 1000 – 50000 Cu 5000 - 100000 8 5000 – 80000 Pb 5000 -50000 3 5000 – 80000 Zn 10000 -300000 1 – 20 10000 - 200000 Cd < 1000 - 1000 0.2 -

Sumber Techniques in Mineral Exploration

Tabel 2. Hasil Analisis Konsentrasi Unsur Pada Conto Tailing

NO KODE CONTO LOKASI Cu

ppm Pb

ppm Zn

ppm Ag

ppmAs

ppm Cd

ppm Au ppb

Hg ppb

1 SLG/TL.01 Kolam Penampung Tailing Bu Repi 8700 416 5488 20 740 15 15200 150000

2 SLG/TL.03 Kolam Penampung Tailing Samino

116145 1730 13000 27 702 39 178000 376000

3 SLG/TL.04 Kolam Penampung Tailing Samino 3650 1140 5338 8 810 17 16200 391000

4 SLG/TL.05 Kali Geritan 19590 1020 8675 11 1740 23 96400 2995 SLG/TL.11 Nglenggong 2 2620 1444 39557 3 86 117 30500 3096 SLG/TL.16 Kali Puru 1510 2028 11688 6 60 28 12240 2560007 SLG/TL.16.A Kali Puru 1590 1053 6525 6 650 13 13780 3170008 SLG/TL.71 Penambang Pak Sam 92 509 7050 3 70 20 5130 3780009 SLG/TL.73 Penambang Tasik 278 2945 7450 5 50 21 39500 460000

Tabel 3. Hasil Analisis Konsentrasi Unsur Pada Conto Batuan

NO KODE CONTO

LOKASI Cu ppm

Pb ppm

Zn ppm

Ag ppm

As ppm

Cd ppm

Au ppb

Hg ppb

1 SLG/R.1 Amalgamator Bu Repi 9810 679 9100 16 560 21 69700 133600 2 SLG/R.2 Amalgamator Bu Repi 266 114 300 5 130 4 30600 108000 3 SLG/R.3 Amalgamator Samino 86175 3931 17363 128 1630 76 731000 202400 4 SLG/R.11 Amalgamator Warijo 133800 129 379 6 4 5 1348 104000 5 SLG/R.12 Nglenggong 3 179 61 61 5 6 4 169 1440 6 SLG/R.71 Amalgamator Pak Sam 159 184 63 10 40 5 57500 132800 7 SLG/R.71.A Amalgamator Pak Sam 88338 3818 160125 63 1560 491 2128 142400 8 SLG/R.72 G.Tumbu 78 125 156 6 40 5 2710 2896 9 SLG/R.73 Penambang Tasik 478 1023 6063 10 50 10 54100 109200

10 SLG/R.74 Jalan Jendi 62788 1869 11288 94 1580 30 142950 176800