pendapat ikatan dokter anak indonesia kejadian luar biasa difteri
DESCRIPTION
fyyhTRANSCRIPT
PENDAPAT IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA KEJADIAN LUAR BIASA DIFTERI
Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Corynebacterium diphtheriae yang sangat mudah menular dan berbahaya
karena dapat menyebabkan kematian akibat obstruksi larings atau miokarditis
akibat aktivasi eksotoksin. Pada kejadian luar biasa (KLB), selain difteri farings,
tonsil, dan larings, telah pula dilaporkan terjadinya difteri hidung dan difteri kulit.
Difteri sangat menular melalui droplet dan penularan dapat terjadi tidak hanya
dari penderita saja, namun juga dari karier (pembawa) baik anak maupun
dewasa yang tampak sehat kepada orang-orang di sekitarnya.
Kejadian luar biasa yang terjadi di Jawa Timur dan secara sporadik di daerah
lain (Pontianak dan Banjarmasin) merupakan indikator bahwa program imunisasi
nasional tidak mencapai sasaran. Oleh karena itu, dalam menghadapi dan
mengatasi masalah difteri, kita harus memperbaiki pelaksanaan program
imunisasi secara menyeluruh. Hal tersebut penting untuk mendapat perhatian
yang serius dari semua kalangan kesehatan, khususnya dokter spesialis anak.
Analisis Situasi
Merebaknya kasus difteri menimbulkan beberapa pertanyaan bagi klinisi yang
harus dikaji mengapa hal tersebut dapat terjadi.
1. Cakupan imunisasi gagal mencapai target
Apakah cakupan imunisasi DPT tidak cukup tinggi untuk mencegah
penularan difteri?Data cakupan imunisasi di Indonesia sangat bervariasi
bergantung dari mana dan oleh siapa survei tersebut dilakukan (78%-
90%). Pencatatan yang dilaksanakan kurang akurat sehingga
menghasilkan data yang kurang akurat pula. Catatan pada KMS atau Buku
Catatan Kesehatan Anak tidak diisi dengan baik oleh petugas kesehatan
yang melakukan imunisasi dan tidak disimpan dengan baik oleh orang tua,
sehingga sulit diketahui apakah imunisasi anaknya sudah lengkap atau
belum.
Adanya negative campaign sebagai gerakan anti imunisasi yang
marak akhir-akhir ini telah menyebabkan banyak orang tua menolak
anaknya diimunisasi. Program imunisasi sebagai program nasional
seharusnya diikuti dan dilaksanakan oleh semua masyarakat. Maka
kelompok anti vaksinasi perlu diatasi dengan cara pendekatan tersendiri
dan terencana.
2. Imunisasi gagal membentuk antibodi secara maksimal pada anak
Apakah imunisasi tidak lengkap? Apakah imunisasi ulangan tidak
diberikan? Vaksin DPT merupakan vaksin mati sehingga untuk
mempertahankan kadar antibodi menetap tinggi di atas ambang
pencegahan, sangat diperlukan kelengkapan ataupun pemberian
imunisasi ulangan. Imunisasi DPT lima kali harus dipatuhi sebelum anak
berumur 6 tahun.
Apakah petugas kesehatan tidak memberikan imunisasi pada anak
yang menderita sakit ringan sehingga mengakibatkan pemberian
imunisasi tidak sesuai jadwal atau bahkan tidak diberikan? Kontra
indikasi absolut imunisasi adalah defisiensi imun dan pernah menderita
syok anafilaksis pada imunisasi terdahulu. Sedangkan demam tinggi atau
sedang dirawat karena penyakit berat merupakan kontra indikasi
sementara, sehingga anak tetap harus diimunisasi apabila telah sembuh.
Jangan sampai terjadimissed opportunity untuk memberikan imunisasi
hanya karena alasan anak sering sakit.
Apakah cold chain di semua fasilitas kesehatan telah diperhatikan
dengan baik?Vaksin Bio Farma yang dipergunakan untuk program
imunisasi nasional telah dilengkapi dengan vaccine vial monitor (VVM)
yang ditempelkan pada botol vaksin untuk monitor suhu vaksin. Petugas
medis diharapkan memperhatikan VVM, tanggal kadaluwarsa dan
keadaan vaksin (endapan, gumpalan) sebelum disuntikkan. Penyimpanan
dan transportasi vaksin harus memperhatikan prosedur baku cold chain,
karena vaksin DPT akan rusak bila membeku atau dibawah 20 C, atau
terpapar suhu di atas 80 C. Hal tersebut perlu mendapat perhatian para
petugas kesehatan baik di rumah sakit, rumah bersalin, ataupun klinik
pribadi.
Penanggulangan dari aspek pencegahan
Upaya pencegahan harus dilakukan bersama-sama dengan tindakan deteksi
dini kasus, pengobatan kasus, rujukan ke rumah sakit, mencegah penularan, dan
memberantas karier. Upaya pencegahan dapat ditujukan kepada anggota IDAI
dan kepada masyarakat.
Untuk anggota IDAI
a. Jangka pendek
Di daerah KLB dilakukan outbreak response immunization (ORI), yaitu
pemberian imunisasi DPT/ DT kepada semua anak berumur <15 tahun
yang tinggal di daerah KLB (umur 2-7 tahun diberikan DPT, >7 tahun
diberikan DT atau dT).
Di daerah non-KLB diperlukan kesiapsiagaan dengan memperhatikan
kelengkapan status imunisasi setiap anak yang berobat. Segera lengkapi
apabila status imunisasi belum lengkap (3x sebelum umur 1 tahun, 1x
pada tahun kedua, 1x pada umur 5 tahun atau sebelum masuk sekolah
dasar). Selain itu perlu juga dilengkapi imunisasi yang lainnya.
b. Jangka panjang, untuk daerah KLB perlu dilakukan gerakan imunisasi
terpadu untuk meningkatkan cakupan imunisasi DPT sehingga mencapai 95%
dari target anak <15 tahun.
c. Seluruh anggota IDAI harus membantu pelaksanaan tindakan preventif
dan kuratifterhadap difteri dengan memberikan edukasi kepada masyarakat
melalui media lokal seperti radio, TV, surat kabar, atau majalah, serta
menyebarkan leaflet berisi penjelasan tentang penyakit, penanggulangan serta
pencegahannya.
d. Seluruh anggota IDAI diharapkan bersedia membantu Pemerintah
Daerah setempat untuk bersama-sama menanggulangi difteri secara khusus dan
meningkatkan cakupan imunisasi di daerah terkait. Kegiatan tersebut dapat
dilakukan dengan kerjasama IDAI Cabang, IDI wilayah, dan IBI wilayah.
e. Seluruh anggota IDAI memantau adanya kasus difteri di daerah masing-
masing dan segera melaporkan kepada Dinas Kesehatan setempat apabila
ditemukan kecurigaan kasus.
Untuk masyarakat
a. Kenali gejala awal difteri.
b. Segera ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat apabila ada anak mengeluh
nyeri tenggorokan disertai suara berbunyi seperti mengorok (stridor), khususnya
anak berumur < 15 tahun.
c. Anak harus segera dirawat di rumah sakit apabila dicurigai menderita difteria
agar segera mendapat pengobatan dan pemeriksaan laboratorium untuk
memastikan apakah anak benar menderita difteria.
d. Untuk memutuskan rantai penularan, seluruh anggota keluarga serumah
harus segera diperiksa oleh dokter apakah mereka juga menderita atau karier
(pembawa kuman) difteri dan mendapat pengobatan (eritromisin 50mg/kg berat
badan selama 5 hari).
e. Anggota keluarga yang telah dinyatakan sehat, segera dilakukan imunisasi
DPT.
Apabila belum pernah mendapat DPT, diberikan imunisasi primer DPT tiga
kali dengan interval masing-masing 4 minggu.
Apabila imunisasi belum lengkap segera dilengkapi (lanjutkan dengan
imunisasi yang belum diberikan, tidak perlu diulang),
Apabila telah lengkap imunisasi primer (< 1 tahun) perlu ditambah
imunisasi DPT ulangan 1x.
f. Masyarakat harus mengetahui dan memahami bahwa setelah imunisasi DPT,
kadang-kadang timbul demam, bengkak dan nyeri ditempat suntikan DPT, yang
merupakan reaksi normal dan akan hilang dalam beberapa hari. Bila anak
mengalami demam atau bengkak di tempat suntikan, boleh minum obat penurun
panas parasetamol sehari 4 x sesuai umur, sering minum jus buah atau susu,
serta pakailah baju tipis atau segera berobat ke petugas kesehatan terdekat.
PENJELASAN KEPADA ORANGTUA MENGENAI IMUNISASI
28.08.2013
Surat Persetujuan (informed consent)
Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) no. 585 tahun 1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan bahwa informed consent adalah perse-
tujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut (pasal 1
ayat a).
Informasi harus diberikan kepada pasien baik diminta ataupun tidak diminta
(pasal 4 ayat 1)
Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan (pasal 2 ayat 2)
Apabila tindakan medik dilakukan tanpa adanya persetujuan dari pasien atau
keluarganya, maka dokter dapat dikenakan sanksi administratif berupa
pencabutan izin prakteknya (pasal 13)
Di dalam Permenkes tersebut yang dimaksud dengan tindakan medik adalah
tindakan diagnostik atau terapeutik (pasal 1, ayat b), sehingga ada yang
berpendapat bahwa imunisasi tidak perlu persetujuan tindakan medis. Namun, di
Amerika dan Australia persetujuan tindakan medik sebelum imunisasi dianggap
perlu, walaupun tidak harus tertulis. The American Academy of Pediatrics (AAP)
menganjurkan pemberian (berupa brosur) yang disusun dan disediakan oleh
pemerintah bekerjasama dengan AAP dan produsen vaksin. Selain itu AAP
menganjurkan agar setiap kali pemberian imunisasi orangtua menandatangani
persetujuan tertulis, atau dicatat dalam catatan medik bahwa penjelasan telah
dilakukan dan difahami oleh orangtua.
The Australian National Health and Medical Research Council (NHMRC) juga
menganjurkan agar setiap kali sebelum imunisasi diberikan penjelasan tertulis di
samping penjelasan lisan. Pada imunisasi perorangan orangtua diberi daftar
isian (kuesioner) dan keterangan tertulis tentang perbandingan risiko imunisasi
dan bahaya penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut untuk dibaca
dan didiskusikan dengan dokter. Tidak ada keharusan untuk mendapatkan
persetujuan tertulis dari orangtua, cukup dicatat di dalam catatan medik bahwa
orangtua telah diberikan penjelasan. Namun beberapa klinik meminta
persetujuan tertulis. Imunisasi masal (di sekolah) dilakukan setelah ada
persetujuan tertulis dari orangtua. Namun jika orangtua hadir dibutuhkan
persetujuan lisan dari orangtua. Namun jika orangtua hadir dibutuhkan
persetujuan lisan dari orangtua walaupun telah ada persetujuan tertulis pada
imunisasi sebelumnya.
Sejalan dengan peningkatan pendidikan dan pengetahuan masyarakat serta
kesadaran konsumen tentang hak-haknya, dihimbau kepada anggota IDAI
sebelum melakukan imunisasi sebaiknya memberikan penjelasan bahwa
imunisasi berguna untuk melindungi anak terhadap bahaya penyakit mempunyai
manfaat lebih besar dibandingkan dengan risiko kejadian ikutan yang dapat
ditimbulkannya (sesuai maksud pasal 2 ayat 3 Permenkes 585/1989). Cara
penyampaian dan isi informasi disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta
kondisi dan situasi pasien (Permenkes 585/1989, pasal 2 ayat 4). Imunisasi yang
dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah untuk kepentingan masyarakat
banyak (di Posyandu, Puskesmas) tidak diperlukan persetujuan tindakan medik
(sesuai Permenkes 585/1989 pasal 14).
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan pada Bayi/ Anak Sebelum Imunisasi
Orangtua atau pengantar bayi / anak dianjurkan dan memberitahukan hal-hal
tersebut di bawah ini secara lisan tentang hal-hal yang berkaitan dengan indikasi
kontra atau risiko kejadian ikutan pasca imunisasi tersebut di bawah ini,
pernah mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi yang berat pada
imunisasi sebelumnya,
alergi terhadap bahan yang juga terdapat di dalam vaksin,
sedang mendapat pengobatan steroid, radioterapi atau kemoterapi,
menderita sakit yang menurunkan imunitas (leukimia, kanker, HIV/AIDS),
tinggal serumah dengan orang lain yang imunitasnya menurun (leukimia,
kanker, HIV / AIDS),
tinggal serumah dengan oang lain dalam pengobatan yang menurunkan
imunitas (radioterapi, kemoterapi, atau terapi steroid)
pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup (vaksin
campak, poliomielitis, rubela)
pada 3 bulan yang lalu mendapat imunoglobulin atau transfusi darah
Pemberian Parasetamol Sesudah Imunisasi
Untuk mengurangi ketidaknyamanan pasca vaksinasi, dipertimbangkan untuk
pemberian parasetamol 15 mg/kgbb kepada bayi/anak setelah imunisasi,
terutama pasca vaksinasi DPT. Kemudian dilanjutkan setiap 3-4 jam sesuai
kebutuhan, maksimal 4 kali dalam 24 jam. Jika keluhan masih berlanjut, diminta
segera kembali kepada dokter.
Reaksi KIPI
Orangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa setelah imunisasi dapat timbul
reaksi lokal di tempat penyuntikan atau reaksi umum berupa keluhan dan gejala
tertentu, tergantung pada jenis vaksinnya. Reaksi tersebut umumnya ringan,
mudah diatasi oleh orangtua atau pengasuh , dan akan hilang dalam 1 - 2 hari.
Di tempat suntikan kadang-kadang timbul kemerahan, pembekakan, gatal, nyeri
selama 1 sampai 2 hari. Kompres hangat dapat mengurangi keadaan tersebut.
Kadang-kadang teraba benjolan kecil yang agak keras selama beberapa minggu
atau lebih, tetapi umunya tidak perlu dilakukan tindakan apapun.
BCG
Orangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa 2-6 minggu setelah imunisasi
BCG dapat timbul bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi
ulserasi selama 2-4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan
menimbulkan jaringan parut. Bila ulkus mengeluarkan cairan orangtua dapat
mengkompres dengan cairan antiseptik. Bila cairan bertambah banyak, koreng
semakin membesar atau timbul pembesaran kelenjar regional (aksila), orangtua
harus membawanya ke dokter.
Hepatitis B
Kejadian ikutan pasca imunisasi pada hepatitis B jarang terjadi, segera setelah
imunisasi dapat timbul demam yang tidak tinggi, pada tempat penyuntikan timbul
kemerahan, pembengkakan, nyeri, rasa mual dan nyeri sendi. Orangtua /
pengasuh dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah),
jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat
dikompres air dingin, jika demam berikan parasetamol 15 mg/kgbb setiap 3 - 4
jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24 jam bila diperlukan, maksimal 6
kali dalam 24 jam, boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika
reaksi tersebut menjdai berat dan menetap, atau jika orangtua merasa khawatir,
bawalah bayi / anak ke dokter.
DPT
Reaksi yang dapat terjadi segera setelah vaksinasi DPT antara lain demam
tinggi, rewel, di tempat suntikan timbul kemerahan, nyeri dan pembengkakan,
yang akan hilang dalam 2 hari. Orangtua / pengaruh dianjurkan untuk
memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah
pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika
demam berikan parasetamol 15 kg/kgbb setiap 3 - 4 jam bila diperlukan,
maksimal 6 kali dalam 24 jam, boleh mandi atau cukup diseka dengan air
hangat. Jika reaksi-reaksi tersebut berat dan menetap, atau jika orangtua
merasa khawatir, bawalah bayi / anak ke dokter.
DT
Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi DT antara lain kemerahan,
pembengkakan dan nyeri pada bekas suntikan. Bekas suntikan yang nyeri dapat
dikompres dengan air dingin . Biasanya tidak perlu tindakan khusus.
Polio Oral
Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio, oleh karena itu orangtua /
pengasuh tidak perlu melakukan tindakan apapun.
Campak dan MMR
Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi campak dan MMR berupa rasa tidak
nyaman di bekas penyuntikan vaksin. Selain itu dapat terjadi gejala-gejala lain
yang timbul 5 12 hari setelah penyuntikan, yaitu demam tidak tinggi atau erupsi
kulit halus/tipis yang berlangsung kurang dari 48 jam. Pembengkakan kelenjar
getah bening di belakang telinga dapat terjadi sekitar 3 minggu pasca imunisasi
MMR. Orangtua / pengasuh dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak
(ASI atau air buah), jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan
yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika demam diberikan parasetamol 15
mg/kgbb setiap 3 - 4 jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24 jam, boleh
mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi-reaksi tersebut berat
dan menetap, atau jika orangtua merasa khawatir, bawalah bayi / anak ke
dokter.
Penulis : Soedjatmiko