pendapat ikatan dokter anak indonesia kejadian luar biasa difteri

12
PENDAPAT IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA KEJADIAN LUAR BIASA DIFTERI Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae yang sangat mudah menular dan berbahaya karena dapat menyebabkan kematian akibat obstruksi larings atau miokarditis akibat aktivasi eksotoksin. Pada kejadian luar biasa (KLB), selain difteri farings, tonsil, dan larings, telah pula dilaporkan terjadinya difteri hidung dan difteri kulit. Difteri sangat menular melalui droplet dan penularan dapat terjadi tidak hanya dari penderita saja, namun juga dari karier (pembawa) baik anak maupun dewasa yang tampak sehat kepada orang-orang di sekitarnya. Kejadian luar biasa yang terjadi di Jawa Timur dan secara sporadik di daerah lain (Pontianak dan Banjarmasin) merupakan indikator bahwa program imunisasi nasional tidak mencapai sasaran. Oleh karena itu, dalam menghadapi dan mengatasi masalah difteri, kita harus memperbaiki pelaksanaan program imunisasi secara menyeluruh. Hal tersebut penting untuk mendapat perhatian yang serius dari semua kalangan kesehatan, khususnya dokter spesialis anak. Analisis Situasi Merebaknya kasus difteri menimbulkan beberapa pertanyaan bagi klinisi yang harus dikaji mengapa hal tersebut dapat terjadi.

Upload: syariadagoetti

Post on 27-Jan-2016

219 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

fyyh

TRANSCRIPT

Page 1: Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia Kejadian Luar Biasa Difteri

PENDAPAT IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA KEJADIAN LUAR BIASA DIFTERI

Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman

Corynebacterium diphtheriae yang sangat mudah menular dan berbahaya

karena dapat menyebabkan kematian akibat obstruksi larings atau miokarditis

akibat aktivasi eksotoksin. Pada kejadian luar biasa (KLB), selain difteri farings,

tonsil, dan larings, telah pula dilaporkan terjadinya difteri hidung dan difteri kulit.

Difteri sangat menular melalui droplet dan penularan dapat terjadi tidak hanya

dari penderita saja, namun juga dari karier (pembawa) baik anak maupun

dewasa yang tampak sehat kepada orang-orang di sekitarnya.

Kejadian luar biasa yang terjadi di Jawa Timur dan secara sporadik di daerah

lain (Pontianak dan Banjarmasin) merupakan indikator bahwa program imunisasi

nasional tidak mencapai sasaran. Oleh karena itu, dalam menghadapi dan

mengatasi masalah difteri, kita harus memperbaiki pelaksanaan program

imunisasi secara menyeluruh. Hal tersebut penting untuk mendapat perhatian

yang serius dari semua kalangan kesehatan, khususnya dokter spesialis  anak.

 

Analisis Situasi

Merebaknya  kasus difteri menimbulkan beberapa pertanyaan bagi klinisi yang

harus dikaji mengapa hal tersebut dapat terjadi.

1.    Cakupan imunisasi gagal mencapai target

Apakah cakupan imunisasi DPT tidak cukup tinggi untuk mencegah

penularan difteri?Data cakupan imunisasi di Indonesia sangat bervariasi

bergantung dari mana dan oleh siapa survei tersebut dilakukan (78%-

90%). Pencatatan yang dilaksanakan kurang akurat sehingga

Page 2: Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia Kejadian Luar Biasa Difteri

menghasilkan data yang kurang akurat pula. Catatan pada KMS atau Buku

Catatan Kesehatan Anak tidak diisi dengan baik oleh petugas kesehatan

yang melakukan imunisasi dan tidak disimpan dengan baik oleh orang tua,

sehingga sulit diketahui apakah imunisasi anaknya sudah lengkap atau

belum.

Adanya negative campaign sebagai gerakan anti imunisasi yang

marak akhir-akhir ini telah menyebabkan banyak orang tua menolak

anaknya diimunisasi. Program imunisasi sebagai program nasional

seharusnya diikuti dan dilaksanakan oleh semua masyarakat. Maka

kelompok anti vaksinasi perlu diatasi dengan cara pendekatan tersendiri

dan terencana.

2.    Imunisasi gagal membentuk antibodi secara maksimal pada anak

Apakah imunisasi tidak lengkap? Apakah imunisasi ulangan tidak

diberikan? Vaksin DPT merupakan vaksin mati sehingga untuk

mempertahankan kadar antibodi menetap tinggi di atas ambang

pencegahan, sangat diperlukan kelengkapan ataupun pemberian

imunisasi ulangan. Imunisasi DPT lima kali harus dipatuhi sebelum anak

berumur 6 tahun.

 

Apakah petugas kesehatan tidak memberikan imunisasi pada anak

yang menderita sakit ringan sehingga mengakibatkan pemberian

imunisasi tidak sesuai jadwal atau bahkan tidak diberikan? Kontra

indikasi absolut imunisasi adalah defisiensi imun dan pernah menderita

syok anafilaksis pada imunisasi terdahulu. Sedangkan demam tinggi atau

sedang dirawat karena penyakit berat merupakan kontra indikasi

sementara, sehingga anak tetap harus diimunisasi apabila telah sembuh.

Jangan sampai terjadimissed opportunity untuk memberikan imunisasi

hanya karena alasan anak sering sakit.

 

Page 3: Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia Kejadian Luar Biasa Difteri

Apakah cold chain di semua fasilitas kesehatan telah diperhatikan

dengan baik?Vaksin Bio Farma yang dipergunakan untuk program

imunisasi nasional telah  dilengkapi dengan vaccine vial monitor (VVM)

yang ditempelkan pada botol vaksin untuk monitor suhu vaksin. Petugas

medis diharapkan memperhatikan VVM, tanggal kadaluwarsa dan

keadaan vaksin (endapan, gumpalan)  sebelum disuntikkan. Penyimpanan

dan transportasi  vaksin harus memperhatikan prosedur baku cold chain,

karena vaksin DPT akan rusak bila membeku atau dibawah 20 C, atau

terpapar suhu di atas 80 C. Hal tersebut perlu mendapat perhatian para

petugas kesehatan baik di rumah sakit, rumah bersalin, ataupun klinik

pribadi.

 

Penanggulangan dari aspek pencegahan

Upaya pencegahan harus dilakukan bersama-sama dengan  tindakan deteksi

dini kasus, pengobatan kasus, rujukan ke rumah sakit, mencegah penularan, dan

memberantas karier. Upaya pencegahan dapat ditujukan kepada anggota IDAI

dan kepada masyarakat.

Untuk anggota IDAI

a. Jangka pendek

Di daerah KLB dilakukan outbreak response immunization (ORI), yaitu

pemberian imunisasi DPT/ DT kepada semua anak berumur <15 tahun

yang tinggal di daerah KLB (umur 2-7 tahun diberikan DPT, >7 tahun

diberikan DT atau dT).

Di daerah non-KLB diperlukan kesiapsiagaan dengan memperhatikan

kelengkapan status imunisasi setiap anak yang berobat. Segera lengkapi

apabila status imunisasi belum lengkap (3x sebelum umur 1 tahun, 1x

pada tahun kedua, 1x pada umur 5 tahun atau sebelum masuk sekolah

dasar).  Selain itu perlu juga dilengkapi imunisasi  yang lainnya.

Page 4: Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia Kejadian Luar Biasa Difteri

b. Jangka panjang, untuk daerah KLB perlu dilakukan gerakan imunisasi

terpadu untuk meningkatkan cakupan imunisasi DPT sehingga mencapai 95%

dari target anak <15 tahun.

c. Seluruh anggota IDAI harus membantu pelaksanaan tindakan preventif

dan kuratifterhadap difteri dengan memberikan edukasi kepada masyarakat

melalui media lokal seperti radio, TV, surat kabar, atau majalah, serta

menyebarkan leaflet berisi penjelasan tentang penyakit, penanggulangan serta

pencegahannya.

d. Seluruh anggota IDAI diharapkan bersedia membantu Pemerintah

Daerah setempat untuk bersama-sama menanggulangi difteri secara khusus dan

meningkatkan cakupan imunisasi di daerah terkait. Kegiatan tersebut dapat

dilakukan dengan kerjasama IDAI Cabang, IDI wilayah, dan IBI wilayah.

e. Seluruh anggota IDAI memantau adanya kasus difteri di daerah masing-

masing dan segera melaporkan kepada Dinas Kesehatan setempat apabila

ditemukan kecurigaan kasus. 

 

Untuk masyarakat

a. Kenali gejala awal difteri.

b. Segera ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat apabila ada anak mengeluh

nyeri tenggorokan disertai suara berbunyi seperti mengorok (stridor), khususnya

anak berumur < 15 tahun.

c. Anak harus segera dirawat di rumah sakit apabila dicurigai menderita difteria

agar segera mendapat pengobatan dan pemeriksaan laboratorium untuk

memastikan apakah anak benar menderita difteria.

d. Untuk memutuskan rantai penularan, seluruh anggota keluarga serumah

harus segera diperiksa oleh dokter apakah mereka juga menderita atau karier

(pembawa kuman) difteri dan mendapat pengobatan (eritromisin 50mg/kg berat

badan selama 5 hari).

Page 5: Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia Kejadian Luar Biasa Difteri

e. Anggota keluarga yang telah dinyatakan sehat, segera dilakukan imunisasi

DPT.

Apabila belum pernah mendapat DPT, diberikan imunisasi primer DPT tiga

kali dengan interval masing-masing 4 minggu.

Apabila imunisasi belum lengkap segera dilengkapi (lanjutkan dengan

imunisasi yang belum diberikan, tidak perlu diulang),

Apabila telah lengkap imunisasi primer (< 1 tahun) perlu ditambah

imunisasi DPT ulangan 1x.

f. Masyarakat harus mengetahui dan memahami bahwa setelah imunisasi DPT,

kadang-kadang timbul demam, bengkak dan nyeri ditempat suntikan DPT, yang

merupakan reaksi normal dan akan hilang dalam beberapa hari. Bila anak

mengalami demam atau bengkak di tempat suntikan, boleh minum obat penurun

panas parasetamol  sehari 4 x sesuai umur, sering minum jus buah atau susu,

serta pakailah baju tipis atau segera berobat ke petugas kesehatan terdekat.

Page 6: Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia Kejadian Luar Biasa Difteri

PENJELASAN KEPADA ORANGTUA MENGENAI IMUNISASI

28.08.2013

Surat Persetujuan (informed consent)

Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) no. 585 tahun 1989 tentang

Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan bahwa informed consent adalah perse-

tujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan

mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut (pasal 1

ayat a).

Informasi harus diberikan kepada pasien baik diminta ataupun tidak diminta

(pasal 4 ayat 1)

Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus

mendapat persetujuan (pasal 2 ayat 2)

Apabila tindakan medik dilakukan tanpa adanya persetujuan dari pasien atau

keluarganya, maka dokter dapat dikenakan sanksi administratif berupa

pencabutan izin prakteknya (pasal 13)

    Di dalam Permenkes tersebut yang dimaksud dengan tindakan medik adalah

tindakan diagnostik atau terapeutik (pasal 1, ayat b), sehingga ada yang

berpendapat bahwa imunisasi tidak perlu persetujuan tindakan medis. Namun, di

Amerika dan Australia persetujuan tindakan medik sebelum imunisasi dianggap

perlu, walaupun tidak harus tertulis. The American Academy of Pediatrics (AAP)

menganjurkan pemberian (berupa brosur) yang disusun dan disediakan oleh

pemerintah bekerjasama dengan AAP dan produsen vaksin. Selain itu AAP

menganjurkan agar setiap kali pemberian imunisasi orangtua menandatangani

persetujuan tertulis, atau dicatat dalam catatan medik bahwa penjelasan telah

dilakukan dan difahami oleh orangtua.

Page 7: Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia Kejadian Luar Biasa Difteri

    The Australian National Health and Medical Research Council (NHMRC) juga

menganjurkan agar setiap kali sebelum imunisasi diberikan penjelasan  tertulis di

samping penjelasan lisan. Pada imunisasi perorangan orangtua diberi daftar

isian (kuesioner) dan keterangan tertulis tentang perbandingan risiko imunisasi

dan bahaya penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut untuk dibaca

dan didiskusikan dengan dokter. Tidak ada keharusan untuk mendapatkan

persetujuan tertulis dari orangtua, cukup dicatat di dalam catatan medik bahwa

orangtua telah diberikan penjelasan. Namun beberapa klinik  meminta

persetujuan tertulis. Imunisasi masal (di sekolah) dilakukan setelah ada

persetujuan tertulis dari orangtua. Namun jika orangtua hadir dibutuhkan

persetujuan lisan dari orangtua. Namun jika orangtua hadir dibutuhkan

persetujuan lisan dari orangtua walaupun telah ada persetujuan tertulis pada

imunisasi sebelumnya.

    Sejalan dengan peningkatan pendidikan dan pengetahuan masyarakat serta

kesadaran konsumen tentang hak-haknya, dihimbau kepada anggota IDAI

sebelum melakukan imunisasi sebaiknya memberikan penjelasan bahwa

imunisasi berguna untuk melindungi anak terhadap bahaya penyakit  mempunyai

manfaat lebih besar dibandingkan dengan risiko kejadian ikutan yang dapat

ditimbulkannya (sesuai maksud pasal 2 ayat 3 Permenkes 585/1989). Cara

penyampaian dan isi informasi disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta

kondisi dan situasi pasien (Permenkes 585/1989, pasal 2 ayat 4). Imunisasi yang

dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah untuk kepentingan masyarakat

banyak (di Posyandu, Puskesmas) tidak diperlukan persetujuan tindakan medik

(sesuai Permenkes 585/1989 pasal 14).

    

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan pada Bayi/ Anak Sebelum Imunisasi

Orangtua atau pengantar bayi /  anak dianjurkan dan memberitahukan hal-hal

tersebut di bawah ini secara lisan tentang hal-hal yang berkaitan dengan indikasi

kontra atau risiko kejadian ikutan pasca imunisasi tersebut di bawah ini,

pernah mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi yang berat pada

imunisasi sebelumnya,

Page 8: Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia Kejadian Luar Biasa Difteri

alergi terhadap bahan yang juga terdapat di dalam vaksin,

sedang mendapat pengobatan steroid, radioterapi atau kemoterapi,

menderita sakit yang menurunkan imunitas (leukimia, kanker, HIV/AIDS),

tinggal serumah dengan orang lain yang imunitasnya menurun (leukimia,

kanker, HIV / AIDS),

tinggal serumah dengan oang lain dalam pengobatan yang menurunkan

imunitas (radioterapi, kemoterapi, atau terapi steroid)

pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup (vaksin

campak, poliomielitis, rubela)

pada 3 bulan yang lalu mendapat imunoglobulin atau transfusi darah

Pemberian Parasetamol Sesudah Imunisasi

Untuk mengurangi ketidaknyamanan pasca vaksinasi, dipertimbangkan untuk

pemberian parasetamol 15 mg/kgbb kepada bayi/anak setelah imunisasi,

terutama pasca vaksinasi DPT. Kemudian dilanjutkan setiap 3-4 jam sesuai

kebutuhan, maksimal 4 kali dalam 24 jam. Jika keluhan masih berlanjut, diminta

segera kembali kepada dokter.

Reaksi KIPI

Orangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa setelah imunisasi dapat timbul

reaksi lokal di tempat penyuntikan  atau reaksi umum berupa keluhan dan gejala

tertentu, tergantung pada jenis vaksinnya. Reaksi tersebut umumnya ringan,

mudah diatasi oleh orangtua atau pengasuh , dan akan hilang dalam 1 - 2 hari.

Di tempat suntikan kadang-kadang timbul kemerahan, pembekakan, gatal, nyeri

selama 1 sampai 2 hari. Kompres hangat dapat mengurangi keadaan tersebut.

Kadang-kadang teraba benjolan kecil yang agak keras selama beberapa minggu

atau lebih, tetapi umunya tidak perlu dilakukan tindakan apapun.

BCG

Orangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa 2-6 minggu setelah imunisasi

BCG dapat timbul bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi

Page 9: Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia Kejadian Luar Biasa Difteri

ulserasi selama 2-4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan

menimbulkan jaringan parut. Bila ulkus mengeluarkan cairan orangtua dapat

mengkompres dengan cairan antiseptik. Bila cairan bertambah banyak, koreng

semakin membesar atau timbul pembesaran kelenjar regional (aksila), orangtua

harus membawanya ke dokter.

Hepatitis B

Kejadian ikutan pasca imunisasi pada hepatitis B jarang terjadi, segera setelah

imunisasi dapat timbul demam yang tidak tinggi, pada tempat penyuntikan timbul

kemerahan, pembengkakan, nyeri, rasa mual dan nyeri sendi. Orangtua /

pengasuh dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah),

jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat

dikompres air dingin, jika demam berikan parasetamol 15 mg/kgbb setiap 3 - 4

jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24 jam bila diperlukan, maksimal 6

kali dalam 24 jam, boleh  mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika

reaksi tersebut menjdai berat dan menetap, atau jika orangtua merasa khawatir,

bawalah bayi / anak ke dokter.

DPT

Reaksi  yang dapat terjadi segera setelah vaksinasi DPT antara lain demam

tinggi, rewel, di tempat suntikan  timbul kemerahan, nyeri dan pembengkakan,

yang akan hilang dalam 2 hari. Orangtua / pengaruh dianjurkan untuk

memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah

pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika

demam berikan parasetamol 15 kg/kgbb setiap 3 - 4 jam bila diperlukan,

maksimal 6 kali dalam 24 jam, boleh mandi atau cukup diseka dengan air

hangat. Jika reaksi-reaksi tersebut berat dan menetap, atau jika orangtua 

merasa khawatir, bawalah bayi / anak ke dokter.

DT

Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi DT antara lain kemerahan,

Page 10: Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia Kejadian Luar Biasa Difteri

pembengkakan dan nyeri pada bekas suntikan. Bekas suntikan yang nyeri dapat

dikompres dengan air dingin . Biasanya tidak perlu tindakan khusus.

Polio Oral

Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio, oleh karena itu orangtua /

pengasuh tidak perlu melakukan tindakan apapun.

Campak dan MMR

Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi campak dan MMR berupa rasa tidak

nyaman di bekas penyuntikan vaksin. Selain itu dapat terjadi gejala-gejala lain

yang timbul 5 12 hari setelah penyuntikan, yaitu demam tidak tinggi atau erupsi

kulit halus/tipis yang berlangsung kurang dari 48 jam. Pembengkakan kelenjar

getah bening di belakang telinga dapat terjadi sekitar 3 minggu pasca imunisasi

MMR. Orangtua / pengasuh dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak

(ASI atau air buah), jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan

yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika demam diberikan parasetamol 15

mg/kgbb setiap 3 - 4 jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24 jam, boleh

mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika  reaksi-reaksi tersebut berat

dan menetap, atau jika orangtua merasa khawatir, bawalah bayi / anak ke

dokter.

Penulis : Soedjatmiko