pendahuluan troponin
TRANSCRIPT
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang semakin
meningkat. Pencegahan primer dan sekunder dari penyakit kardiovaskuler merupakan
prioritas kesehatan masyarakat. Data yang substansial mengindikasikan bahwa
penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang dimulai dengan evolusi faktor
resiko dan kembali memberikan kontribusi terhadap terjadinya atherosklerosis klinis.
Onset penyakit kardiovaskuler itu sendiri memperburuk prognosis dengan semakin
besarnya resiko serangan ulang, morbiditas, dan mortalitas. Ia juga semakin jelas
bahwa walaupun penilaian klinis merupakan kunci manajemen pasien, evaluasi itu
memiliki keterbatasan. Dokter telah menggunakan alat tambahan untuk membantu
penilaian klinis dan meningkatkan kemampuannya untuk mengidentifikasi pasien
yang rentan untuk resiko penyakit kardiovaskuler, seperti yang disampaikan oleh
National Institutes of Health (NIH) panel baru-baru ini. Biomarker merupakan salah
satu alat tersebut untuk mengidentifikasi dengan lebih baik orang dengan resiko
tinggi, untuk mendiagnosis kondisi penyakit dengan tepat dan akurat dan
memprognosiskan secara efektif dan merawat pasien dengan penyakit kardiovaskuler.
Pada akhir tahun 80-an kemajuan penting terjadi terhadap perkembangan pertanda
baru yang jauh lebih spesifik dan sensitif dibandingkan dengan enzim sebelumnya
yaitu dengan penetapan kadar troponin T (TnT) yang merupakan suatu komponen
protein kontraktil otot jantung sebagai ukuran kerusakan otot jantung.
Selama lebih dari 20 tahun ini, standard emas untuk mendeteksi IMA (Infark Miocard
Acute) adalah pengukuran creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB) dalam serum.
Peningkatan maupun penurunan CK-MB serial sangat berkaitan dengan IMA.
Namun, petanda enzim ini tidak kardiospesifik, dapat meningkat pada trauma otot,
tidak cukup sensitif untuk memprediksi IMA pada 0-4 jam setelah nyeri dada dan
tidak mendeteksi jejas pada pasien dengan onset IMA yang lama. Di samping itu CK-
MB juga tidak bisa mendeteksi adanya jejas miokard yang kecil, yang berisiko tinggi
untuk IMA dan kematian jantung mendadak.
Keterbatasan CK-MB membuat petanda biokimia yang banyak diteliti dan lebih
disukai untuk mendeteksi adanya kerusakan otot jantung adalah troponin jantung (T
atau I). Troponin jantung hampir spesifik absolut terhadap jaringan miokard dan
mempunyai sensitivitas yang tinggi, bahkan dapat menunjukkan adanya nekrosis
miokard yang kecil (microscopic zone). Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien
dengan IMA non-Q atau ATS, troponin serum dapat digunakan untuk stratifikasi
risiko mortalitas dan kejadian kardiak jangka pendek dan jangka lama. Penggunaan
TnI/ TnT belum dipakai secara rutin di rumah sakit di Indonesia.
Penelitian diluar negri menunjukan bahwa troponin T ini mempunyai sensitifitas 97%
dan spesifitas 99% dalam deteksi kerusakan sel miokard. Bahkan disebutkan penanda
ini dapat mendeteksi kerusakan sel miosit jantung yang sangan minimal (mikro
infark), yang mana oleh penanda jantung yang lain, hal ini tidak ditemukan . Sehingga
pada keadaan ini dikatakan sensitifitas dan spesitifitas troponin T lebih superior
dibandingkan pemeriksaan enzim-enzim jantung lainnya. Penelitian petanda biokimia
ini banyak yang berfokus pada diagnosa dini dan juga untuk menilai prognostik,
karena jika ditemukan dalam plasma, penanda ini dapat mengenali kelompok pasien
yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya serangan jantung baik saat dirawat di
rumah sakit (fase akut) maupun sesudah keluar dari rumah sakit . Beberapa penelitian
melaporkan dengan pengukuran troponin T, suatu protein yang dilepas dari kerusakan
otot jantung, merupakan indikator terbaik yang dapat digunakan untuk menilai
penderita yang mempunyai resiko kematian dari serangan jantung.
Penelitian pada pusat kedokteran Universitas Duke di Amerika Serikat menyimpulkan
pemeriksaan troponin T adalah indikator yang baik dari kerusakan otot jantung,
terutama jika dipakai pada penderita yang dengan pemeriksaan CK-MB dan EKG
tidak menunjukan suatu kerusakan otot jantung yang nyata.
Dari laporan pertama Hamm dkk (1992) tentang penelitian troponin T yang meninggi
pada populasi kecil dengan pasien angina pektoris tak stabil, disebutkan bahwa resiko
kematian dan infark miokard selama dirawat di rumah sakit sangat meningkat,
meskipun diberikan pengobatan yang adekuat .
Hal yang sama pada studi FRISC, menyatakan nilai prognostik penderita sindroma
koroner akut berhubungan erat dengan kadar absolut troponin T saat dirawat. Nilai
troponin T yang tinggi dalam 24 jam pertama saat dirawat, merupakan petunjuk yang
baik sebagai nilai prognostik bebas (independent).
Dengan banyaknya penelitian yang telah mempublikasikan tentang penggunaan klinik
pemeriksaan troponin – T serum dalam mendeteksi kerusakan miokard, baik pada
infark miokard akut, angina pektoris tak stabil maupun menilai secara dini
keberhasilan reperfusi terapi trombolitik, strarifikasi resiko dan meramalkan serangan
jantung serta prediktor prognastik, sehingga pemeriksaan kwalitatif troponin T ini
telah disetujui oleh Food and Drug Administration di Amerika untuk digunakan di
klinik, dan saat ini telah dikembangkan alat generasi ke II (Troponin-T ELISA) dari
alat ini yang dapat memeriksa troponin T secara kwantitaif yang lebih sensitif dari
Boehringer Mannheim.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai
troponin khususnya dalam kaitannya dengan penyakit jantung koroner (IMA).
B. Ruang Lingkup
Pada tulisan ini akan dibahas mengenai troponin, sensitivitas dan spesifisitas troponin
sebagai petanda biokimia diagnosis sindroma koroner akut (SKA), kegunaan troponin
pada stratifikasi risiko dan kemampuannya dalam memprediksi kematian dan kejadian
kardiak di kemudian hari serta implikasi terapi pada pasien dengan troponin positif.
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai troponin,
baik dari aspek asalnya maupun dikaitkan dengan aspek klinisnya terutama yang
berkaitan dengan penyakit jantung.