pendahuluan latar belakang -...

35
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Fungsi akuntansi yang demikian penting dalam kehidupan bisnis dan keuangan, menunjukkan bahwa akuntansi dalam masyarakat bisnis memiliki peran yang vital. Akuntansi harus tanggap terhadap kebutuhan masyarakat yang terus berubah dan harus mencerminkan kondisi budaya, ekonomi, hukum, sosial dan politik dari masyarakat tempat dia beroperasi. Dengan demikian akuntansi harus berada tetap dalam kedudukannya yang berguna secara teknis dan sosial. Peristiwa masa lalu dalam akuntansi biasanya disebut sejarah akuntansi; saat ini adalah waktu di mana akuntansi ada; sedangkan waktu mendatang disebut prediksi (Sukoharsono, 2005). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa akuntansi ada dalam dimensi sosial, dari yang terkecil, seorang individu hingga yang terbesar, perusahaan dan negara. Bahkan, itu dimulai pada masa lalu terus saat ini dan waktu mendatang. Praktek akuntansi dipengaruhi oleh faktor-faktor sekitarnya (sosial, ekonomi, dan politik) di mana akuntansi dijalankan dan melewati perkembangan yang unik di dasar pembangunan ekonomi, sosial, dan politik suatu negara tertentu. Selain itu, munculnya praktik akuntansi di Indonesia dapat dilihat dari pencatatan setiap peristiwa (Sukoharsono & Gaffikin, 1993). Hal ini dapat dilihat dalam abad ke 13 hingga abad ke 16 transaksi pencatatan keuangan seperti perpajakan atau transaksi lain yang ditulis dalam bentuk bahasa Jawa lama, baik dalam prasasti maupun Kitab-Kitab kuno. Pada penelitian sebelumnya di Indonesia, Sukoharsono dan Gaffikin (1993) mempelajari munculnya akuntansi selama era kolonialisme Belanda (pada

Upload: lequynh

Post on 04-Mar-2018

223 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Fungsi akuntansi yang demikian penting dalam kehidupan bisnis dan

keuangan, menunjukkan bahwa akuntansi dalam masyarakat bisnis memiliki

peran yang vital. Akuntansi harus tanggap terhadap kebutuhan masyarakat yang

terus berubah dan harus mencerminkan kondisi budaya, ekonomi, hukum, sosial

dan politik dari masyarakat tempat dia beroperasi. Dengan demikian akuntansi

harus berada tetap dalam kedudukannya yang berguna secara teknis dan sosial.

Peristiwa masa lalu dalam akuntansi biasanya disebut sejarah akuntansi;

saat ini adalah waktu di mana akuntansi ada; sedangkan waktu mendatang disebut

prediksi (Sukoharsono, 2005). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa akuntansi

ada dalam dimensi sosial, dari yang terkecil, seorang individu hingga yang

terbesar, perusahaan dan negara. Bahkan, itu dimulai pada masa lalu terus saat ini

dan waktu mendatang. Praktek akuntansi dipengaruhi oleh faktor-faktor

sekitarnya (sosial, ekonomi, dan politik) di mana akuntansi dijalankan dan

melewati perkembangan yang unik di dasar pembangunan ekonomi, sosial, dan

politik suatu negara tertentu. Selain itu, munculnya praktik akuntansi di Indonesia

dapat dilihat dari pencatatan setiap peristiwa (Sukoharsono & Gaffikin, 1993). Hal

ini dapat dilihat dalam abad ke 13 hingga abad ke 16 transaksi pencatatan

keuangan seperti perpajakan atau transaksi lain yang ditulis dalam bentuk bahasa

Jawa lama, baik dalam prasasti maupun Kitab-Kitab kuno.

Pada penelitian sebelumnya di Indonesia, Sukoharsono dan Gaffikin

(1993) mempelajari munculnya akuntansi selama era kolonialisme Belanda (pada

Page 2: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

2

awal abad ke-17). Penelitian tersebut, menyimpulkan bahwa perkembangan

pertama dari penerapan praktik akuntansi di Indonesia muncul dari pelaksanaan

sistem kolonialisme Belanda dan akuntansi memiliki peran penting pada masa

kolonialisme Belanda dalam kaitannya dengan harga, biaya, dan keuntungan.

Sukoharsono (1998a) melakukan penelitian mengenai perkembangan akuntansi

pada masa transisi dari masa Hindu ke masa Islam. Masuknya Islam ke Nusantara

tidak hanya membawa pengaruh dalam kehidupan keagamaan, melainkan juga

membawa pengetahuan-pengetahuan baru seperti memperkenalkan kertas sebagai

media tulis, huruf latin, angka Arab, dan juga yang tak kalah pentingnya adalah

diperkenalkannya uang logam (coined money) yang sangat penting bagi kemajuan

sistem perdagangan di Nusantara termasuk juga untuk kepentingan pemerintah

(kerajaan) terutama dalam hal pemungutan pajak kepada rakyatnya. Selain itu,

Sukoharsono dan Qudsi (2008) juga melakukan penelitian mengenai praktik

akuntansi pada era keemasan Kerajaan Singosari dan menghubungkannya dengan

aspek sosial, politik dan ekonomi.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka dengan mengembangkan

perspektif baru dalam riset akuntansi, sejarah akuntansi tidak hanya dipandang

sebagai perhitungan sederhana lagi melainkan sebagai bentuk evolusi kronologis.

Studi sejarah akuntansi yang dilakukan oleh para ilmuwan akuntansi dengan

menggunakan pendekatan baru umumnya mengkritisi studi-studi sejarah

akuntansi sebelumnya yang dianggap menggunakan sudut pandang tradisional.

Kritik yang diberikan utamanya adalah bahwa di dalam sudut pandang tradisional,

akuntansi hanya dianggap sebagai peralatan teknis, yaitu sebagai teknik

Page 3: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

3

mengumpulkan dan menyajikan data keuangan untuk kepentingan pengambilan

keputusan (Carmona et al., 2004). Berbeda dengan pendekatan tradisional,

pendekatan baru yang digunakan oleh ilmuwan akuntansi, dikenal dengan istilah

new accounting history, memandang bahwa akuntansi tidak semata-mata

peralatan teknis, melainkan sebuah kekuatan dan pengetahuan (power and

knowledge) yang mampu membentuk kehidupan sosial dalam suatu masyarakat

(Carmona et al., 2004).

Miller dan Napier (dalam Sukoharsono & Qudsi, 2008) juga memberikan

perspektif baru dalam melihat perkembangan akuntansi seperti melihat faktor

eksternal dan menekankan pada penting dari akuntansi perubahan dalam

merespon faktor-faktor internal adalah pengetahuan tentang akuntansi itu sendiri.

Salah satu perspektif yang digunakan dalam paradigma new accounting history

adalah Foucauldian. Penggunaan konsep filosofis Foucauldian dalam studi sejarah

akuntansi disebut sebagai paradigma postmodern dengan melakukan studi sejarah

akuntansi menggunakan konsep yang disampaikan oleh Michael Foucault, yaitu

konsep kekuatan-pengetahuan (power-knowledge) (Sukoharsono & Gaffikin,

1993). Facoult beranggapan bahwa kuasa tidak hanya terpusat dan terkonsentrasi

pada para penguasa yang sedang berkuasa dalam organisasi-organisasi formal,

tetapi juga pada semua aspek kehidupan masyarakat, termasuk ilmu pengetahuan

(knowledge) (Ikhsan & Suprasto, 2008). Perspektif Foucauldian dalam studi atas

sejarah akuntansi telah membuka pikiran para peneliti akuntansi untuk

memandang akuntansi tidak hanya dari satu sudut pandang, tetapi melihatnya

sebagai fenomena sosial, politik, dan ekonomi yang kompleks.

Page 4: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

4

Kerajaan Majapahit berdiri setelah hancurnya kerajaan Singasari.

Pemerintahan kerajaan Majapahit berlangsung dari tahun 1293 M sampai 1520 M

(Wojowasito, 1950). Era keemasan kerajaan Majapahit terjadi pada zaman Raja

Hayam Wuruk yang didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada yaitu pada tahun

1350 M sampai 1389 M. Saat itu di nusantara, pola yang membentuk akuntansi di

era kerajaan-kerajaan di Indonesia dapat diidentifikasi dengan adanya transaksi

ekonomi yang direkam. Mekanisme operasional pemungutan pajak di kerajaan-

kerajaan di Indonesia memperlihatkan bentuk keuangan dan akuntabilitas

administrasi kerajaan. Kerajaan mengatur aturan perpajakan yang wajib

dibayarkan kepada kerajaan. Selain itu, ada juga tarif pajak dan jenis pajak yang

dapat dikumpulkan oleh kerajaan. Keputusan Kerajaan untuk mengumpulkan

pajak bukanlah masalah yang sepele, namun hal ini merupakan dasar dari

akuntansi.

Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui relasi antara akuntansi dan kekuasaan pada era keemasan kerajaan

Majapahit dengan menerapkan paradigma Foucauldian (power-knowledge) yang

akan digunakan sebagai pisau analisis dalam menganalisis akuntansi pada era

keemasan kerajaan Majapahit.

Persoalan Peneltian

Persoalan penelitian yang dapat dirumuskan dari gambaran latar belakang

yang telah dipaparkan adalah bagaimana relasi antara akuntansi dan kekuasaan

pada era keemasan Kerajaan Majapahit berdasarkan kajian paradigma

Foucauldian (power-knowledge)?

Page 5: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

5

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah sebuah penelitian yang “…hanya

berusaha menggambarkan secara jelas dan sekuensial terhadap pertanyaan

penelitian yang telah ditentukan sebelum para peneliti terjun ke lapangan dan

mereka tidak menggunakan hipotesis sebagai penunjuk arah atau guide dalam

penelitian” (Sukardi, 2003). Penelitian deskriptif dalam penelitian ini bertujuan

untuk mengumpulkan informasi mengenai tata pemerintahan dan perekonomian

pada masa keemasan Kerajaan Majapahit.

Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi dan data

yang dibutuhkan dan berkaitan dengan penelitian adalah studi pustaka yaitu teknik

pengumpulan data dengan cara membaca buku, jurnal, dan atau referensi lain

untuk mencari teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian (Sukardi,

2003). Dalam melakukan penelitian ini, penulis akan memakai data-data sekunder

yaitu literatur yang memuat informasi mengenai Kerajaan Majapahit di era

keemasannya, terutama Kitab Negarakertagama. Untuk menjawab persoalan

dalam penelitian, penulis menggunakan pendekatan konseptual. Pendekatan

konseptual dalam penelitian ini memakai salah satu konsep multiparadigma dalam

penelitian akuntansi yaitu paradigma facouldian. Melalui analisis wacana, Penulis

akan mengevaluasi informasi mengenai praktik akuntansi pada masa keemasan

Kerajaan Majapahit berdasarkan pendekatan facouldian. Analisis wacana lebih

bersifat kualitatif daripada yang umum dilakukan dalam analisis isi kuantitatif

Page 6: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

6

karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada

penjumlahan unit kategori, seperti dalam analisis isi (Eriyanto, 2001).

Berdasarkan metode yang dipakai dalam penelitian ini, maka data yang

terkumpul akan dianalisis secara terstruktur sebagai berikut:

1. Analisis Deskriptif

Penulis akan menguraikan secara deskriptif data-data sekunder mengenai

Kerajaan Majapahit di era keemasannya guna lebih memahami fenomena-

fenomena yang terjadi secara menyeluruh.

2. Analisis Wacana (discourse analysis)

Dari data-data sekunder mengenai Kerajaan Majapahit di era

keemasannya, penulis akan mengevaluasi relasi antara akuntansi dan

kekuasaan pada era keemasan Kerajaan Majapahit berdasarkan kajian

paradigma Foucauldian (power-knowledge).

3. Analisis Konklusif

Setelah melakukan analisis-analisis tersebut di atas, penulis akan

memaparkan simpulan dan saran untuk mempertegas penelitian ini.

NEW ACCOUNTING HISTORY DAN PARADIGMA FACOULDIAN

Multiparadigma Dalam Riset Akuntansi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) paradigma bisa berarti

daftar semua bentukan dari sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan

deklinasi kata tersebut; model dalam teori ilmu pengetahuan; kerangka berfikir.

Sedangkan menurut Suriasumantri (2007) paradigma adalah konsep dasar yang

Page 7: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

7

dianut oleh suatu masyarakat tertentu termasuk masyarakat ilmuwan. Paradigma

ini merupakan bukan ilmu melainkan sarana berfikir ilmiah seperti logika,

matematika, statistika dan bahasa. Suatu paradigma terdiri dari asumsi-asumsi

teoritis yang umum dan hukum-hukum serta tehnik-tehnik untuk penerapannya

yang diterima oleh anggota suatu masyarakat ilmiah (Chalmers, 1983).

Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan

bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan

peneliti terhadap ilmu atau teori. Paradigma penelitian juga menjelaskan

bagaimana peneliti memahami suatu masalah, serta kriteria pengujian sebagai

landasan untuk menjawab masalah penelitian (Guba & Lincoln, 1994). Selain

sebagai penjelasan atas suatu fenomena dengan suatu model yang menyesuaikan

dengan kondisi budaya penelitian, paradigma bisa berbentuk dalam suatu

metafora untuk memahami realitas. Berdasarkan hal itulah, maka paradigma bisa

digunakan sebagai alat untuk melihat realitas ilmu dan praktik akuntansi.

Perkembangan riset akuntansi multiparadigma pertama sekali berangkat

dari kerangka filosofis yang dibangun oleh Burel dan Morgan (Ikhsan & Suprasto,

2008). Burrel dan Morgan (dalam Ikhsan & Suprasto, 2008) memandang bahwa

filsafat ilmu harus mampu melihat keterkaitan antara kehidupan manusia dengan

lingkungannya. Berdasarkan hal itu, Burrel dan Morgan (dalam Ikhsan &

Suprasto, 2008) mengelompokkan pengetahuan dalam tiga paradigma modern,

yaitu: fungsionalis-interpretatif, radikal humanis, dan radikal strukturalis.

Selanjutnya muncullah paradigma postmodern yang menyajikan suatu wacana

sosial yang sedang muncul yang meletakkan dirinya di luar paradigma modern.

Page 8: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

8

Paradigma posmodern ini merupakan oposisi dari paradigma modern. Akuntansi

sebagai pengetahuan manusia dapat juga dipandang menurut paradigma-

paradigma tersebut (Ikhsan & Suprasto, 2008).

Traditional Accounting History dan New Accounting History

Dalam Accounting History, terdapat dua paradigma yang digunakan dalam

studi atas sejarah akuntansi (Carmona et al., 2004). Paradigma pertama adalah

traditional accounting history yang merupakan paradigma mainstream dalam

studi sejarah akuntansi. Paradigma kedua adalah paradigma yang memberi

pendekatan alternatif bagi studi sejarah akuntansi, dikenal sebagai new accounting

history. Perbedaan utama antara dua paradigma ini adalah dalam hal sudut

pandang yang digunakan untuk memberikan batasan mengenai apa yang dapat

disebut sebagai akuntansi (what count as accounting). Traditional accounting

history memberikan batasan terhadap akuntansi sesuai dengan pandangan yang

disampaikan oleh A.C. Littleton dalam bukunya Accounting Evolution to 1900

(Carmona et al., 2004), yaitu:

...The early of complete book-keeping is the duality and equilibrium which derive from early record-keeping precedents, the substance consists of proprietary calculation of the gains (or losses) from ventured capital. ...If either property or capital were not present, there would be nothing for records to record. Without money, trade would be barter; without credit, each transaction would be closed at the time; without commerce, the need for financial records would not extend beyond governmental taxes. Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa Littleton (dalam Carmona et al.,

2004) menyebutkan terdapat tiga atribut dari akuntansi, yaitu:

1) sifat dualitas atau berganda atau berpasangan (duality) yang terkait dengan

pencatatan berpasangan;

Page 9: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

9

2) keseimbangan (equilibrium) seperti halnya yang tercermin dari neraca;

3) pengakuan atas kepemilikan individu (proprietary) dan keuntungan maupun

kerugian yang timbul dari kepemilikan tersebut.

Selain tiga atribut tersebut, dapat juga dilihat bahwa Littleton

menyebutkan beberapa kriteria yang harus tersedia agar akuntansi dapat berjalan,

yaitu: modal (capital); uang; kredit; dan perdagangan (commerce). Pandangan

Littleton mengenai esensi daripada akuntansi ini dijadikan pegangan dalam studi

atas sejarah akuntansi khususnya yang dilakukan di bawah paradigma traditional

accounting history (Carmona et al., 2004). Batasan akuntansi dengan

menggunakan pandangan bahwa hanya sistem pencatatan berpasangan (double-

entry) yang dapat disebut sebagai akuntansi, serta keharusan akan adanya mata

uang untuk menunjukkan adanya transaksi, telah menyebabkan studi sejarah

akuntansi (yang tentunya meliputi kondisi di masa lalu) dilakukan dengan sudut

pandang masa kini. Hal ini yang menyebabkan studi maupun gambaran mengenai

sejarah akuntansi selalu bertitik tolak pada kelahiran sistem pencatatan

berpasangan (double-entry bookkeeping).

Di sisi lain, paradigma new accounting history menggunakan pandangan

yang berbeda dengan paradigma traditional accounting history. Di dalam

paradigma new accounting history, akuntansi diberikan batasan yang lebih luas

seperti yang dinyatakan oleh Tinker (1985), yaitu:

Accounting practice is a means of resolving social conflict, a device for appraising the term of exchange between social constituencies, and an institutional mechanism for arbitrating, evaluating, and adjudicating.

Page 10: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

10

Dari batasan akuntansi di atas, terlihat bahwa akuntansi tidak lagi

dipandang terbatas pada sistem pencatatan berpasangan, tetapi lebih luas daripada

itu, akuntansi merupakan suatu mekanisme yang dapat memfasilitasi aktivitas-

aktivitas yang terjadi di dalam kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat.

Tinker (1985) juga menyatakan bahwa meskipun transaksi tidak dicatat dengan

sistem double-entry dan juga tidak dikenal satuan mata uang, yang terpenting

adalah akuntansi dapat membantu pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan

sosial dan ekonomi untuk mendapatkan informasi dan menentukan nilai atas hasil

yang diperoleh dari hubungan sosial ekonomi tersebut.

Selain menggunakan batasan yang berbeda untuk mendefinisikan

akuntansi, studi sejarah akuntansi dalam paradigma new accounting history juga

menggunakan metode yang berbeda dibandingkan paradigma traditional

accounting history. Metode yang dimaksud adalah menggunakan berbagai alat

analisis dalam ilmu sosial, seperti ethnomethodology, Marxism, Habermasism and

critical theory, Giddens’ structuration, Gramscian concept, Derrida’s

deconstructionism, Weberian perspective, dan Foucauldian untuk memahami

sejarah akuntansi (Sukoharsono, 1998b). Studi yang dilakukan dengan paradigma

new accounting history umumnya mengkritisi pendekatan yang digunakan oleh

traditional accounting history. Traditional accounting history dikatakan sebagai

pendekatan yang bersifat ahistoris dan antik (Sukoharsono, 1998b). Dikatakan

ahistoris karena sejarah akuntansi ditulis dengan sudut pandang masa kini, di

mana sejarah akuntansi cenderung disajikan secara kronologis dengan perlahan-

lahan menampilkan kebenaran masa kini. Traditional accounting history

Page 11: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

11

dikatakan ‘antik’ karena studi sejarah akuntansi terkonsentrasi pada penjelasan

mengenai ‘apa’ yang terjadi di masa lalu, dan bukannya menjelaskan ‘bagaimana’

dan ‘mengapa’ akuntansi berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat (Stewart,

dalam Sukoharsono, 1998b).

Paradigma Facouldian: Kuasa-Pengetahuan

Paul Michael Foucault (lahir di Poitiers, 15 Oktober 1926 – meninggal di

Paris, 25 Juni 1984 pada umur 57 tahun) adalah seorang filsuf Prancis,

sejarahwan, intelektual, kritikus, dan sosiolog. Kuasa adalah konsep Foucault

yang paling unik, sekaligus sulit. Foucault tidak pernah memberi definisi yang

ketat mengenai apa yang dimaksudnya dengan kekuasaan. Ia hanya menjelaskan

bagiamana kuasa bekerja. Kuasa sebagai sesuatu yang tidak dapat dimiliki berarti

ia tidak dapat diperoleh, disimpan, dibagi, ditambah, atau dikurangi. Dalam

pandangan Foucault, kuasa dipraktikkan dalam suatu ruang lingkup dimana ada

banyak posisi yang secara strategis berakitan satu sama lain dan senantiasa

mengalami pergeseran (Bertens, 2006).

Sebagai akademisi, Foucault banyak melahirkan pemikiran dan sangat

produktif dalam menuliskan pemikirannya. Sebagai salah seorang filsuf

kontemporer, Foucault dikenal dengan berbagai pemikirannya yang cukup

kontroversial. Keunikan dari filsuf yang banyak bekerja dalam ranah sejarah ini

adalah tema-tema yang ia pilih, mulai dari sejarah kegilaan, sejarah penjara,

rumah sakit, hingga sejarah seksualitas. Setelah membandingkan masyarakat

modern dengan desain penjara bundar yang membuat penjaga penjara lebih

mudah mengawasi para napi, Foucault beranggapan "visibilitas adalah

Page 12: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

12

perangkap". Ia melalui visibilitas ini pula menganggap bahwa masyarakat modern

selalu berlatih mengendalikan sistem kekuasaan dan pengetahuan (istilah Foucault

yang diyakini terhubung fundamentalis dalam satu konsep yang ditulis dengan

tanda "kuasa-pengetahuan").

Berkenaan dengan sejarah kegilaan, Foucault menunjukkan bahwa

predikat ‘gila’ bukanlah sekedar masalah empiris atau medis semata, tapi juga

berkenaan dengan norma-norma sosial dan bentuk-bentuk diskursus tertentu.

Dalam arti, pengertian tentang kegilaan adalah hasil ciptaan manusia. Karena itu

kategori gila terus berubah sesuai dengan zaman. Pada Abad Tengah, orang gila

adalah yang tidak berintegrasi dengan masyarakat. Menurut versi gereja, orang

gila adalah yang tidak memiliki loyalitas pada gereja. Demikian seterusnya,

pengertian gila terus berubah sesuai dengan perspektif dan kepentingan pemegang

kuasa. Foucault membuktikan bahwa kode-kode pengetahuan (dalam konteks ini:

bidang kedokteran) banyak mempengaruhi struktur bawah-sadar masyarakat.

Efek-efek kekuasaan tidak perlu lagi digambarkan sebagai yang

menafikan, menindas, menolak, menyensor, menutupi, menyembunyikan.

Ternyata kekuasaan itu menghasilkan: ia menghasilkan sesuatu yang rill,

menghasilkan bidang-bidang obyek dan ritus-ritus kebenaran (Haryatmoko,

2003). Individu dan pengetahuan melanjutkan produksi itu. Pembicaraan kuasa

dalam pengertian Foucault, mau tidak mau akan menyeret pada apa yang disebut

Foucault sebagai pengetahuan. Bagi Foucault, hubungan pengetahuan dengan

kekuasaan adalah identik. Mengenai hubungan kuasa dan pengetahuan, Kendall &

Wickham (1999) berkomentar:

Page 13: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

13

"Power mobilises non-startified matter and function, it local and unstable, and is flexible. Knowledge is stratified, archivised and rigidly segmented. Power is strategic, but is anonymous. The strategies of power are mute and blind, precsely because the avoid the form of knowledge, the sayable and visible."

Kuasa dan pengetahuan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Kuasa

menemukan bentuknya dalam pengetahuan. Baginya setiap pengetahuan pasti

mengandung kuasa dan setiap kekuasaan produktif menghasilkan pengetahuan.

Artinya tidak ada kebenaran, bahkan dalam ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah

sekalipun. Biologi, ekonomi, komunikasi, dan banyak disiplin ilmu modern

lainnya, tidak lebih dari perwujudan kuasa yang fungsinya membentuk subjek.

Klaim ilmiah yang selama ini menjadi pembenaran akan sifat pengetahuan yang

netral, bagi Foucault adalah strategi kuasa. Pengetahuan adalah cara bagaimana

kekuasaan memaksakan diri kepada subyek tanpa memberi kesan ia datang dari

subyek tertentu (Haryatmoko, 2003).

Kendall dan Wickham (1999) mengemukakan ada lima langkah utama

dalam menggunakan paradigma Foucauldian, yaitu:

1. Memahami terlebih dahulu bahwa sebuah wacana adalah sebuah korpus (data linguistik) pernyataan-pernyataan yang diorganisasikan secara teratur dan sistematis;

2. Mengidentifikasi aturan-aturan yang memproduksi pengetahuan; 3. Mengidentifikasi aturan-aturan yang memberikan batasan-batasan; 4. Mengidentifikasi aturan-aturan yang membuka ruang bagi

pengetahuan baru; 5. Mengidentifikasi aturan-aturan yang menjamin bahwa praktik

pengetahuan bersifat material dan diskursif secara bersamaan.

Studi menggunakan paradigma Foucauldian mungkin misalnya melihat

bagaimana pemimpin yang berkuasa menggunakan bahasa untuk

mengekspresikan dominasi mereka, demi ketaatan dan rasa hormat dari bawahan

Page 14: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

14

mereka. Dalam sebuah contoh khusus, studi dapat melihat bahasa yang digunakan

oleh guru terhadap siswa, atau perwira militer terhadap wajib militer. Pendekatan

ini digunakan untuk mempelajari bagaimana kekuasaan digunakan sebagai bentuk

untuk membentuk pengetahuan.

Sejarah Akuntansi Dalam Paradigma Facouldian

Salah satu perspektif yang digunakan dalam paradigma new accounting

history adalah Foucauldian. Penggunaan konsep filosofis Foucauldian dalam studi

sejarah akuntansi disebut sebagai paradigma postmodern dengan melakukan studi

sejarah akuntansi menggunakan konsep yang disampaikan oleh Michael Foucault,

yaitu konsep kuasa-pengetahuan (power-knowledge) (Sukoharsono & Gaffikin,

1993). Penggunaan konsep power-knowledge dalam melakukan studi sejarah

akuntansi ini ditujukan untuk menganalisis bagaimana akuntansi muncul dan eksis

dalam suatu organisasi maupun dalam masyarakat sebagai suatu kekuatan

disipliner (disciplinary power), yaitu kekuatan yang dapat membentuk

(constitutive) perilaku masyarakat dalam kehidupan sosial.

Berdasarkan sudut pandang akuntansi seperti di atas maka akuntansi dapat

dipahami tidak sebatas sebagai alat pencatatan transaksi terlebih pencatatan yang

menggunakan sistem berpasangan (double-entry) dan dalam satuan mata uang

(monetary unit). Akuntansi hendaknya dipahami sebagai sesuatu yang mencakup

berbagai bentuk mekanisme pencatatan transaksi yang melibatkan berbagai

bentuk instrumen pertukaran (exchange instruments), baik menggunakan mata

uang maupun tidak, yang digunakan oleh manusia pada berbagai masa

(peradaban). Selain itu yang lebih penting lagi adalah akuntansi hendaknya

Page 15: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

15

dipahami sebagai suatu mekanisme yang memungkinkan aktivitas sosial

masyarakat dapat berjalan.

Ilmuwan akuntansi seperti Marquior (1985) dan Poster (1984) (dalam

Sukoharsono, 1998b) mengakui bahwa pendekatan Foucauldian merupakan

pendekatan baru dalam studi sejarah akuntansi. Pendekatan Foucauldian tidak

berusaha untuk menyajikan gambaran sejarah akuntansi secara lengkap dan

kronologis dalam suatu periode, melainkan menguraikan sejarah akuntansi di

masa lalu dengan cara mempelajari bagaimana masa lalu itu berbeda, terlihat

aneh, serta memberikan pengaruh yang kuat. Foucault (dalam Taylor, 1985)

menyatakan:

“Truth is a thing of this world: it is produced only by virtue of multiple forms of constraint. And it includes regular effects of power…Truth is linked in a circular relation with systems of power which produce and sustain it, and to effects of power which it induces and which extend it. A 'regime' of truth.” Berdasarkan hal itulah, maka Paradigma Foucauldian dalam studi atas

sejarah akuntansi telah membuka pikiran peneliti akuntansi untuk memandang

akuntansi tidak hanya dari satu sudut pandang, tetapi melihatnya sebagai

fenomena sosial, politik, dan ekonomi yang kompleks yang juga terjalin dengan

konsep power-knowledge. Loft (dalam Sukoharsono, 1998b) berpendapat bahwa

hendaknya proses awal lahirnya akuntansi tidak semata dipandang sebagai teknik

untuk mengumpulkan dan menyajikan data keuangan untuk kepentingan

pengambilan keputusan, melainkan sebagai kekuatan yang membentuk

(constructive) kehidupan sosial masyarakat. Sejalan dengan konsep power-

knowledge, diyakini bahwa akuntansi dapat menjadi kekuatan yang membentuk

Page 16: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

16

perilaku masyarakat dalam kehidupan sosialnya. Pada gilirannya, kekuatan yang

membentuk perilaku (constructive power) ini akan menjadi kekuatan yang

berperan secara signifikan dalam pembangunan suatu peradaban.

Penelitian Sebelumnya

Pada penelitian sebelumnya di Indonesia, Sukoharsono & Gaffikin (1993)

mempelajari munculnya akuntansi selama era kolonialisme Belanda (pada tahun

1800-1950). Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki kekuatan-pengetahuan

hubungan munculnya, eksistensi, dan penetrasi akuntansi dalam konteks sosial di

Indonesia pada tahun 1800-1950 dan menghubungkannya dengan konsep power-

knowledge Foucauldian. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perkembangan

pertama dari penerapan praktik akuntansi di Indonesia muncul dari pelaksanaan

sistem kolonialisme Belanda dan akuntansi memiliki peran penting pada masa

kolonialisme Belanda dalam kaitannya dengan harga, biaya, dan keuntungan.

Sukoharsono (1998a) juga melakukan penelitian mengenai perkembangan

akuntansi pada masa transisi dari masa Hindu ke masa Islam. Masuknya Islam ke

Nusantara tidak hanya membawa pengaruh dalam kehidupan keagamaan,

melainkan juga membawa pengetahuan-pengetahuan baru seperti

memperkenalkan kertas sebagai media tulis, huruf latin, angka Arab, dan juga

yang tak kalah pentingnya adalah diperkenalkannya uang logam (coined money)

yang sangat penting bagi kemajuan sistem perdagangan di Nusantara termasuk

juga untuk kepentingan pemerintah (kerajaan) terutama dalam hal pemungutan

pajak kepada rakyatnya.

Page 17: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

17

Selain itu, Sukoharsono dan Qudsi (2008) juga melakukan penelitian

praktik akuntansi pada era keemasan Kerajaan Singosari dan menghubungkannya

dengan aspek sosial, politik dan ekonomi. Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan paradigma Foucauldian yaitu power-knowledge. Penelitian ini

menyimpulkan bahwa bahwa akuntansi memiliki peran penting sebagai sarana

pendukung pengembangan kerajaan Singosari—tidak hanya menyediakan

perhitungan teknis, tetapi juga peran yang beragam dalam kehidupan sosial,

ekonomi, dan politik.

AKUNTANSI PADA ERA KEEMASAN KERAJAAN MAJAPAHIT

BERDASARKAN PARADIGMA FACOULDIAN

Kakawin Nagarakertagama

Kakawin Negarakertagama menguraikan keadaan di kerajaan Majapahit

dalam masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk, raja agung di tanah Jawa dan

juga Nusantara. Ia bertakhta dari tahun 1350 sampai 1389 Masehi, pada masa

puncak kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan terbesar yang pernah ada di

Nusantara. Bagian terpenting teks ini tentu saja menguraikan daerah-daerah

"wilayah" kerajaan Majapahit yang harus menghaturkan upeti. Naskah kakawin

ini terdiri dari 98 pupuh (Muljana, 2005). Dilihat dari sudut isinya pembagian

pupuh-pupuh ini sudah dilakukan dengan sangat rapi. Pupuh 1 sampai dengan

pupuh 7 menguraikan raja dan keluarganya. Pupuh 8 sampai 16 menguraikan

tentang kota dan wilayah Majapahit. Pupuh 17 sampai 39 menguraikan perjalanan

keliling ke Lumajang. Pupuh 40 sampai 49 menguraikan silsilah Raja Hayam

Wuruk, dengan rincian lebih detailnya pupuh 40 sampai 44 tentang sejarah raja-

Page 18: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

18

raja Singasari, pupuh 45 sampai 49 tentang sejarah raja-raja Majapahit dari

Kertarajasa Jayawardhana sampai Hayam Wuruk. Pupuh 1 - 49 merupakan bagian

pertama dari naskah ini.

Bagian kedua dari naskah kakawin ini yang juga terdiri dari 49 pupuh,

terbagi dalam uraian sebagai berikut: Pupuh 50 sampai 54 menguraikan kisah raja

Hayam Wuruk yang sedang berburu di hutan Nandawa. Pupuh 55 sampai 59

menguraikan kisah perjalanan pulang ke Majapahit. Pupuh 60 menguraikan oleh-

oleh yang dibawa pulang dari pelbagai daerah yang dikunjungi. Pupuh 61 sampai

70 menguraikan perhatian Raja Hayam Wuruk kepada leluhurnya berupa pesta

srada dan ziarah ke makam candi. Pupuh 71 sampai 72 menguraikan tentang

berita kematian Patih Gadjah Mada. Pupuh 73 sampai 82 menguraikan tentang

bangunan suci yang terdapat di Jawa dan Bali. Pupuh 83 sampai 91 menguraikan

tentang upacara berkala yang berulang kembali setiap tahun di Majapahit, yakni

musyawarah, kirap, dan pesta tahunan. Pupuh 92 sampai 94 tentang pujian para

pujangga termasuk prapanca kepada Raja Hayam Wuruk. Sedangkan pupuh ke 95

sampai 98 khusus menguraikan tentang pujangga prapanca yang menulis naskah

tersebut.

Kakawin ini bersifat pujasastra, artinya karya sastra menyanjung dan

mengagung-agungkan Raja Majapahit Hayam Wuruk, serta kewibawaan kerajaan

Majapahit (Muljana, 2005). Akan tetapi karya ini bukanlah disusun atas perintah

Hayam Wuruk sendiri dengan tujuan untuk politik pencitraan diri ataupun

legitimasi kekuasaan. Melainkan murni kehendak sang pujangga Mpu Prapanca

yang ingin menghaturkan bhakti kepada sang mahkota, serta berharap agar sang

Page 19: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

19

Raja ingat sang pujangga yang dulu pernah berbakti di keraton Majapahit. Artinya

naskah ini disusun setelah Prapanca pensiun dan mengundurkan diri dari istana.

Nama Prapanca sendiri merupakan nama pena, nama samaran untuk

menyembunyikan identitas sebenarnya dari penulis sastra ini. Karena sifat

pujasastra inilah oleh sementara pihak Negarakertagama dikritik kurang netral dan

cenderung membesar-besarkan kewibawaan Hayam Wuruk dan Majapahit, akan

tetapi terlepas dari itu, Negarakretagama dianggap sangat berharga karena

memberikan catatan dan laporan langsung mengenai kehidupan di Majapahit

(Muljana, 2005). Berdasarkan hal itulah maka Kitab Negarakertagama dalam

langkah pertama analisis wacana Foucauldian merupakan sebuah korpus (data

linguistik) pernyataan-pernyataan yang diorganisasikan secara teratur dan

sistematis yang berisi mengenai kehidupan di era keemasan Majapahit pada

pemerintahan Raja Hayam Wuruk—dan dapat digunakan dalam mengungkap

relasi antara kekuasaan relasi antara akuntansi dan kekuasaan pada era keemasan

Kerajaan Majapahit.

Pemerintahan Majapahit

Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur,

Indonesia, yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Pusat atau

Ibukota kerajaan Majapahit berada di Wilwatikta (Trowulan). Sebagian besar

rakyat di Kerajaan Majapahit menganut agama Shiwa-Buddha.

Kerajaan Majapahit mencapai puncak keemasannya menjadi

kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa

kekuasaan Raja Hayam Wuruk (bergelar Rajasanagara), yang berkuasa dari

Page 20: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

20

tahun 1350 hingga 1389. Perluasan wilayah Majapahit dicapai berkat politik

ekspansi yang dilakukan oleh Patih Mangkubumi Gadjah Mada.

Menurut Kakawin Negarakretagama Pupuh 13 sampai Pupuh 15, daerah

kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan,

Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan

Filipina (Muljana, 2005). Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak

kejayaan Kemaharajaan Majapahit (dapat dilihat pada Gambar 1). Namun

demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah

kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat

Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin

berupa monopoli oleh Raja Hayam Wuruk. Majapahit juga memiliki hubungan

dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan

mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.

Gambar 1. Peta Wilayah Kekuasaan Majapahit Berdasarkan Negarakertagama

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit.

Page 21: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

21

Kakawin Negarakertagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung,

anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta

sistem ritual keagamaan yang rumit (Muljana, 2005). Sang pujangga

menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari

Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di

berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan

Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit hanya

mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam

pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan

Majapahit atas mereka (Muljana, 2005). Selama masa pemerintahan Hayam

Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh kerabat

dekat raja (dapat dilihat pada tabel 1.)

Tabel 1. Kerabat Raja Yang Menguasai Administrasi Pemerintahan Kerajaan Majapahit

No Provinsi Gelar Penguasa Hubungan dengan Raja

1 Kahuripan Bhre Kahuripan Tribhuwanatunggadewi ibu suri

2 Daha Bhre Daha Rajadewi Maharajasa bibi sekaligus ibu mertua 3 Tumapel Bhre Tumapel Kertawardhana ayah

4 Wengker Bhre Wengker Wijayarajasa paman sekaligus ayah mertua

5 Matahun Bhre Matahun Rajasawardhana suami dari Putri Lasem, sepupu raja

6 Wirabhumi Bhre Wirabhumi Bhre Wirabhumi anak

7 Paguhan Bhre Paguhan Singhawardhana saudara laki-laki ipar

8 Kabalan Bhre Kabalan Kusumawardhani anak perempuan

9 Pawanuan Bhre Pawanuan Surawardhani keponakan perempuan

10 Lasem Bhre Lasem Rajasaduhita Indudewi sepupu

11 Pajang Bhre Pajang Rajasaduhita Iswari saudara perempuan

12 Mataram Bhre Mataram Wikramawardhana keponakan laki-laki Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit.

Page 22: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

22

Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk ditandai transisi ke sebuah

monarki yang lebih integratif (Hall, 1996). Melalui pola pendekatan ritual dan

pengadilan yang diikuti oleh Hayam Wuruk, raja tidak lagi menjadi terisolasi dari

rakyatnya. Kinerja dan partisipasi dalam ritual suci, baik di pengadilan atau di

antara populasi pedesaan, menyebabkan Hayam Wuruk berada dalam komunikasi

rutin dengan wilayah kekuasaannya dengan cara yang sebelumnya jarang terjadi

di era Raja sebelumnya (Hall, 1996). Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi

dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja

memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-

pejabat di bawahnya, antara lain yaitu (Muljana, 2005):

1. Rakryan Mahamantri Katrini, terdiri dari tiga mahamantri. 2. Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan

pemerintahan. 3. Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan 4. Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan

Selain itu, pada zaman pemerintahan Hayam Wuruk, seperti yang tertera

pada Negarakertagama pupuh 10/1 dan piagam Bendasari, terdapat Panca ri

Wilatikta (Lima orang kepercayaan) Raja Hayam Wuruk (Muljana, 2005):

1. Rakryan Mapatih Amangku Bumi: Gajah Mada 2. Rakryan Demung: Empu Gusti 3. Rakryan Kanuruhun: Empu Turut 4. Rakryan Rangga: Empu Lurukan 5. Rakryan Temenggung: Empu Nala

Uang Sebagai Alat Pertukaran di Kerajaan Majapahit

Kehadiran mata uang khususnya di Kerajaan Majapahit adalah akibat dari

aktivitas perdagangan, yang mana diperlukan alat tukar barang yang praktis,

mudah dibawa, tahan lama dan dapat digunakan sesuai kebutuhan. Menurut

Page 23: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

23

catatan Wang Ta-yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu

ialah lada garam kain dan burung kakak tua sedangkan komoditas impor adl

mutiara emas perak sutra barang keramik dan barang dari besi (Poesponegoro &

Notosusanto, 1990). Satu hal yang patut diketahui bahwa dalam periode masa

keemasan Majapahit mata uang emas dan perak tidak begitu sering lagi

disebutkan di dalam prasasti dan naskah. Mata uang Majapahit dibuat dari

campuran perak timah putih timah hitam dan tembaga (Poesponegoro &

Notosusanto, 1990). Mata uang ini diidentifikasikan sebagai uang lokal Majapahit

yang dinamakan Gobog (dapat dilihat pada Gambar 2).

Uang gobog inilah yang mungkin merupakan bentuk tiruan dari kepeng

Cina, karena dalam beberapa hal dari bentuk dan hiasan mirip dengan kepeng

Cina, walau figur yang digambarkan berciri lokal, mirip wayang kulit (Trigangga,

2009). Alasan penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak disebutkan dalam

catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa dengan semakin

kompleksnya ekonomi Majapahit, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang

receh dalam sistem mata uang Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas

ekonomi sehari-hari di pasar Majapahit.

Gambar 2. Mata Uang Majapahit: Gobog

Sumber: http://www.bi.go.id

Page 24: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

24

Selain Gobog, di Jawa Timur banyak sekali ditemukan uang kepeng Cina,

bahkan dapat dikatakan bahwa kepeng Cina ditemukan di setiap kabupaten di

Jawa Timur. Di kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Trowulan

terdapat koleksi uang kepeng Cina sekitar 40.000 keping (Trigangga, 2009).

Kepeng Cina tersebut berasal dari berbagai dinasti terutama Dinasti Song dan

Ming. Banyaknya kepeng Cina yang beredar pada masa Majapahit diperkuat oleh

temuan berbagai jenis celengan terakota di daerah Trowulan, menandakan bahwa

tradisi menabung telah dikenal pada masa Majapahit (Trigangga, 2009).

Pada masa Majapahit, satuan mata uang mengacu kepada jumlah atau

kuantitas. Di dalam prasasti-prasasti dan naskah-naskah hukum dijumpai berbagai

istilah yang menyatakan jumlah uang, antara lain sātak (200 keping), sātak sawě

(250 keping), samas (400 keping), domas (400 keping), rong tali (2000 keping),

patang tali (4000 keping), salaksa (10.000 keping), sakěţi (100.000 keping),

sakěţi rong laksa (120.000 keping), sakěţi něm laksa (160.000 keping), dan rong

kěţi (200.000 keping) (Trigangga, 2009). Dari hal itulah, maka dapat diasumsikan

bahwa masyarakat Majapahit telah menerapkan pengetahuan akuntansi dalam

aktivitas perekonomiannya.

Akuntansi Pada Era Keemasan Kerajaan Majapahit Dalam Paradigma

Facouldian: Kuasa-Pengetahuan.

Berdasarkan paradigma Facouldian, akuntansi tidak hanya dipandang dari

satu sudut pandang, tetapi melihatnya sebagai fenomena sosial, politik, dan

ekonomi yang kompleks yang juga terjalin dengan konsep power-knowledge.

Sejalan dengan konsep power-knowledge, diyakini bahwa kekuasaan dapat

Page 25: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

25

menjadi kekuatan yang membentuk perilaku masyarakat dalam kehidupan

sosialnya. Pada gilirannya, kekuatan yang membentuk perilaku (constructive

power) ini akan menjadi kekuatan yang berperan secara signifikan dalam

membentuk dasar praktik akuntansi di Kerajaan Majapahit.

Bagi masyarakat Jawa, khususnya yang menganut mistik, para raja

dianggap termasuk unsur-unsur mistik di bumi ini yang amat penuh kuasa, yang

mewadahi kekuatan kosmis. Secara singkat, kekuasaan raja yang besar dapat

ditandai oleh (Moedjanto dalam Susatyo, 2008):

1. luas wilayah kerajaannya; 2. luasnya daerah atau kerajaan taklukan dan berbagai barang

persembahannya disampaikan oleh para raja taklukan; 3. kesetian para bupati dan punggawa lainnya dalam menunaikan tugas

kerajaan dan kehadiran mereka dalam paseban yang diselenggarakan pada hari-hari tertentu.;

4. kebesaran dan kemeriahan upacara kerajaan dan banyaknya pusaka serta perlengkapan upacara yang nampak dalam upacara itu;

5. besarnya tentara dengan segala jenis perlengkapannya; 6. kekayaan, gelar-gelar yang disandang dan kemashurannya; 7. seluruh kekuasaan menjadi satu ditangannya, tanpa ada yang

menyamai dan menandingi

Raja yang dapat melaksanakan hak dan kewajibannya dengan seimbang,

akan mendapat pujian yang begitu tinggi dari rakyatnya. Begitu tinggi

penghormatan dan pujian itu, sehingga raja yang demikian itu digambarkan bukan

lagi sebagai manusia biasa dengan kesaktian yang menumpuk tiada tara

(Moedjanto dalam Susatyo, 2008). Dari keterangan di atas, maka nampak bahwa

kekuasaan Raja-Raja Jawa begitu mutlak. Begitu juga dapat dilihat dalam

penggambaran mengenai Raja Hayam Wuruk oleh Empu Prapanca dalam Pupuh 1

Negarakertagama sebagai berikut:

Page 26: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

26

1. Om! Sembah pujiku orang hina ke bawah telapak kaki pelindung jagat. Siwa-Budha Janma-Bhatara senantiasa tenang tenggelam dalam samadi. Sang Sri Prawatanata, pelindung para miskin, raja adiraja di dunia. Dewa-Bhatara, lebih khayal dari yang khayal, tapi tampak di atas tanah.

2. Merata serta meresapi segala makhluq, nirguna bagi kaum Wisnawa. Iswara bagi Yogi, Purusa bagi Kapila, Hartawan bagi Jambala. Wagindra dalam segala ilmu, Dewa Asmara di dalam cinta berahi. Dewa Yama di dalam menghilangkan penghalang dan menjamin damai dunia.

3. Begitulah pujian pujangga penggubah sejarah, kepada Sri Nata Rajasanagara, Sri Nata Wilwatikta yang sedang memegang tampuk Negara bagai titisan Dewa-Bhatara beliau menyapu duka rakyat semua. Tunduk setia segenap bumi Jawa, bahkan malah seluruh Nusantara.

4. Tahun Saka masa memanah surya (1256) beliau lahir untuk jadi narpati. Selama dalam kandungan di Kahuripan, telah tampak tanda keluhuran Gempa bumi, kepul asap, hujan abu, guruh halilintar menyambar-nyambar. Gunung meletus, gemuruh membunuh durjana, penjahat musnah dari Negara.

5. Itulah tanda bahwa Bhatara Girinata menjelma bagai raja besar terbukti selama bertahta, seluruh Jawa tunduk menadah perintah. Wipra, ksatria, waisya, sudra, keempat kasta sempurna dalam pengabdian. Durjana berhenti berbuat jahat, takut akan keberanian Sri Nata.

Berdasarkan Pupuh 1 Negarakertagama, maka penggambaran mengenai

Raja Hayam Wuruk di Kerajaan Majapahit merupakan constructive power yang

menjadi kekuatan yang berperan secara signifikan dalam membentuk kuasa tata

kelola pemerintahan di Kerajaan Majapahit dan daerah jajahannya. Tata kelola

pemerintahan ini tentunya sangat erat hubungannya dengan berbagai bidang

seperti sosial, budaya dan ekonomi. Dalam bidang ekonomi, khususnya dalam

praktik akuntansi di Kerajaan Majapahit, kekuasaan Raja Hayam Wuruk sangat

mempengaruhi dalam hal pemungutan pajak di Kerajaan Majapahit. Dalam Kitab

Negarakertagama dikisahkan bahwa Raja Hayam Wuruk memerintahkan kepada

bujangga dan mantra untuk menarik upeti dari kerajaan jajahannya.

Page 27: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

27

Dalam Pupuh 15/3 Negarakertagama dinyatakan bahwa:

“Semenjak nusantara menadah perintah Sri Baginda. Tiap musim tertentu mempersembahkan pajak upeti. Terdorong keinginan untuk menambah kesejahteraan. Bujangga dan mantri diperintah menarik upeti.”

Dari pernyataan Pupuh 15/3 Negarakertagama tersebut, dapat dijumpai

perkara penarikan pajak di tanah jajahan Majapahit. Dalam hal penarikan pajak,

Raja tidak tinggal menunggu datangnya utusan dari tanah jajahan yang membawa

upeti untuk dipersembahkan kepadanya. Setiap masa pembayaran upeti atau

pajak, Raja mengirim utusan Bujangga dan Mantri ke tanah jajahan untuk menarik

pajak. Uang pajak itu untuk membiayai usaha Raja dalam memelihara

kesejahteraan umum. Dalam Pupuh 83/5 Negarakertagama, Raja Hayam Wuruk

juga mengambil pajak dari para pembesar dan rakyatnya, disebutkan bahwa:

“Tiap bulan Palguna Sri Nata dihormati di seluruh Negara. Berdesak-desak para pembesar, empat penjuru, para aparatur desa, hakim dan pembantunya, bahkan pun dari Bali mengaturkan upeti. Pekan penuh sesak pembeli penjual, barang terhampar di dasaran.” Dalam hal ini, maka konsepsi kekuasaan Raja Hayam Wuruk pada era

keemasan Majapahit dalam penarikan pajak terhadap daerah jajahan, pembesar

dan rakyatnya sebagai sebuah kepentingan dalam berusaha memenuhi

kesejahteraan wilayahnya. Meskipun demikian, dalam Pupuh 76 sampai Pupuh 80

Negarakertagama, Raja Hayam Wuruk juga menetapkan wilayah-wilayah yang

dibebaskan dari kewajiban membayar pajak kepada kerajaan. Wilayah-wilayah

yang dibebaskan dari pajak tersebut disebut sebagai wilayah perdikan.

Pupuh 83/4 Negarakertagama juga menyebutkan bahwa kemasyuran Raja

Hayam Wuruk telah menarik banyak pedagang asing, di antaranya pedagang dari

Page 28: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

28

India, Khmer, Siam, dan China. Pajak khusus dikenakan pada orang asing

terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan melakukan pekerjaan selain

perdagangan internasional (Poesponegoro & Notosusanto, 1990). Dari hal itulah,

maka dapat dikatakan bahwa kekuasaan Hayam Wuruk mempengaruhi kondisi

perdagangan di Majapahit yang secara logis juga akan berpengaruh terhadap

praktik akuntansi pada Kerajaan Majapahit.

Dalam genealogi kekuasaan, Faucoult membahas bagaimana orang

mengatur diri sendiri dan orang lain melalui produksi pengetahuan. Dalam Pupuh

89/2 Negarakertagama, Hayam Wuruk selaku Raja Majapahit memerintahkan

(Muljana, 2005):

“Negara dan desa berhubungan rapat seperti singa dan hutan. Jika desa rusak, negara akan kekurangan bahan makanan. Kalau tidak ada tentara, negara lain mudah menyerang kita. Karenanya peliharalah keduanya, itu perintah saya!”

Berdasarkan Pupuh 89/2 Negarakertagama, jelas sekali bahwa kekuasaan

juga berelasi dengan perekonomian. Melalui kekuasaan, Raja Hayam Wuruk

mengatur rakyatnya. Dalam hal inilah, maka praktik akuntansi di Majapahit pada

masa keemasannya adalah sebagai suatu mekanisme yang memungkinkan

aktivitas sosial masyarakatnya dapat berjalan melalui kekuasaan, sejalan dengan

konsep power-knowledge. Konsep kuasa Foucault ini membukakan mata kita

terhadap satu mekanisme yang samar dalam praktik akuntansi di Majapahit.

Bahwa kuasa Raja Hayam Wuruk bekerja secara sangat halus, struktural,

menyeluruh, dan diskursif. Kuasa Raja Hayam Wuruk di Majapahit melibatkan

jabatan, profesional dan strategi-strategi yang keseluruhannya bekerja dengan

logika panaptikon—bentuk logika kuasa yang membuat rakyat dan tanah

Page 29: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

29

jajahannya menjadi subjek-subjek yang taat. Sistem ini merupakan model

berfungsinya penegakan disiplin yang dapat diterapkan dalam bidang pemungutan

pajak di Majapahit, misalnya.

Kekuasaan sebagai sebuah kapasitas yang dimiliki Raja Hayam Wuruk

untuk menghasilkan efek yang dikehendaki dan nyata terhadap pemungutan pajak.

Kekuasaan dan pengaruh Raja Hayam Wuruk merupakan istilah yang digunakan

untuk menggambarkan relasi atau aktivitas akuntansi dalam hal pemungutan pajak

yang merupakan bagian dari politik. Pada akhirnya kekuasaan Raja Hayam

Wuruk tersebut akan dijadikan sebagai sebuah bentuk kekuasaan kelompok dalam

melaksanakan agenda yang telah disepakati dalam kebijakan pajak di Majapahit.

Kekuasaan yang dimiliki oleh Raja Hayam Wuruk tersebut merupakan sebuah

modal yang akan dipakai oleh pejabat-pejabat pemungut pajak untuk

mempengaruhi jajahan dan rakyatnya untuk turut serta mendukung dalam hal

pemungutan pajak.

Kuasa tidak selalu bekerja melalui ekspresi dan intimidasi, melainkan

pertama-tama bekerja melalui aturan-aturan dan normalisasi (Facoult dalam

Taylor, 1985). Disiplin dan norma menjadi konsep kunci dalam memahami

kekuasaan Raja Hayam Wuruk. Teknik kekuasaan Hayam Wuruk ini membentuk

kepatuhan dalam masyarakatnya berkenaan dalam pengumpulan pajak atau denda

atas suatu sanksi. Sebagai contoh dalam kitab hukum Majapahit yaitu

Kutâramânawadharmaçâstra, yang merupakan kitab prosa yang menguraikan

aturan-aturan untuk melindungi hak milik rakyat, memberikan sanksi denda bagi

Page 30: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

30

mereka yang bertindak menyalahi aturan yang sudah ditetapkan dalam kitab ini,

misalnya pada Pasal 23 Kutâramânawadharmaçâstra (Wojowasito, 1950):

“Mereka yang memberi tempat tinggal kepada seorang pencuri, juga mereka yang memberi makan kepada seorang pencuri, kalau ada bukti-buktinya, dikenakan denda 20.000 kepeng oleh baginda; isteri dan anak-anaknya tidak dikenakan hukuman; mereka yang menyembunyikan seorang pencuri atau menjaga seorang pencuri, dan mengatakan bahwa ia itu bukan pencuri, atau mereka yang menyingkirkan seorang pencuri, sedang terdapat bukti-bukti yang menyatakan bahwa orang itu pencuri, dikenakan denda 40.000 kepeng oleh baginda; mereka yang membantu pencuri, sedang mereka tahu bahwa orang itu pencuri, atau berdiam diri, sedang mereka itu telah lama bersahabat dengan orang itu, dikenakan denda 10.000 kepeng oleh baginda; kalau mereka itu menghasut pula supaya mencuri, maka mereka itu dikenakan hukuman mati pula oleh baginda.”

Berdasarkan paradigma Foucauldian atas akuntansi di era keemasan

Majapahit, maka praktik akuntansi dalam hal pemungutan pajak dan denda

merupakan fenomena sosial, politik, dan ekonomi yang kompleks yang juga

terjalin dengan konsep power-knowledge. Mekanisme operasional pemungutan

pajak di Kerajaan Majapahit atas wilayah jajahan, pedagang asing, dan rakyatnya,

serta sanksi denda bagi mereka yang bertindak menyalahi aturan memperlihatkan

bentuk akuntabilitas administrasi kerajaan. Sistem pemerintahan Majapahit yang

erat berkaitan dengan kekuasaan mengatur aturan perpajakan yang wajib

dibayarkan kepada kerajaan Majapahit melalui Bujangga dan Mantri. Keputusan

Kerajaan Majapahit untuk memungut pajak serta memungut sanksi denda bagi

mereka yang bertindak menyalahi aturan bukanlah masalah yang sepele, namun

hal ini merupakan dasar dari praktik akuntansi. Dalam kerangka facouldian, maka

praktik kuasa dalam kerajaan Majapahit berfungsi sebagai penggerak sosial dan

perekonomian dalam masyarakat yang erat hubungannya dengan praktik

Page 31: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

31

akuntansi. Power Raja Hayam Wuruk merupakan sebuah mekanisme yang

menciptakan rasionalitas (knowledge) dalam pemungutan pajak dan denda sebagai

sebuah alat untuk menegakkan kekuasaan Kerajaan Majapahit yang lebih besar.

PENUTUP

Simpulan dan Implikasi

Masyarakat Majapahit telah menerapkan pengetahuan akuntansi dalam

aktivitas perekonomiannya. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya mata uang

sebagai alat tukar dalam melakukan aktivitas perekonomian. Uang lokal

Majapahit dinamakan Gobog.

Sejalan dengan konsep power-knowledge, kekuasaan Raja Hayam Wuruk

merupakan kekuatan yang membentuk perilaku masyarakat Majapahit dalam

kehidupan sosialnya. Pada gilirannya, kekuatan yang membentuk perilaku

(constructive power) ini akan menjadi kekuatan yang berperan secara signifikan

dalam membentuk dasar praktik akuntansi di Kerajaan Majapahit. Mekanisme

operasional pemungutan pajak di Kerajaan Majapahit atas wilayah jajahan,

pedagang asing, dan rakyatnya, serta sanksi denda bagi mereka yang bertindak

menyalahi aturan memperlihatkan bentuk akuntabilitas administrasi kerajaan.

Power Raja Hayam Wuruk merupakan sebuah mekanisme yang menciptakan

rasionalitas (knowledge) dalam pemungutan pajak sebagai sebuah alat untuk

menegakkan kekuasaan Kerajaan Majapahit yang lebih besar.

Berdasarkan analisis paradigma Foucauldian, maka dapat disimpulkan,

Pertama, Kitab Negarakertagama merupakan sebuah korpus (data linguistik)

Page 32: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

32

pernyataan-pernyataan yang diorganisasikan secara teratur dan sistematis yang

berisi mengenai kehidupan di era keemasan Majapahit pada pemerintahan Raja

Hayam Wuruk. Kedua, Raja Hayam Wuruk melalui kekuasaannya memberikan

aturan-aturan berkenaan dalam pengumpulan pajak. Ketiga, Raja Hayam Wuruk

melalui kekuasaannya memberikan batasan pengumpulan pajak, seperti misalnya

melalui penetapan wilayah-wilayah yang dibebaskan dari kewajiban membayar

pajak kepada kerajaan; Keempat, Kuasa Raja Hayam Wuruk di Majapahit

melibatkan jabatan, profesional dan strategi-strategi yang keseluruhannya bekerja

dengan logika panaptikon—bentuk logika kuasa yang membuat rakyat dan tanah

jajahannya menjadi subjek-subjek yang taat. Dalam hal penarikan pajak, Raja

tidak tinggal menunggu datangnya utusan dari tanah jajahan yang membawa upeti

untuk dipersembahkan kepadanya. Setiap masa pembayaran upeti atau pajak, Raja

mengirim utusan Bujangga dan Mantri ke tanah jajahan untuk menarik pajak.

Sistem ini merupakan model berfungsinya penegakan disiplin yang dapat

diterapkan dalam bidang pemungutan pajak. Kelima, kuasa Raja Hayam Wuruk

bekerja secara sangat halus, struktural, menyeluruh, dan diskursif—dalam hal ini

pengaturan pembayaran upeti berkala dapat merupakan pengakuan kedaulatan

Majapahit. Dalam hal inilah maka praktik akuntansi, seperti pengumpulan pajak

dapat menjadi sebuah alat untuk menegakkan kekuasaan Kerajaan Majapahit yang

lebih besar.

Penelitian ini relevan dengan penelitian Sukoharsono dan Gaffikin (1993),

Sukoharsono (1998a), dan Sukoharsono dan Qudsi (2008) yang juga menemukan

hubungan antara akuntansi dengan kekuasaan pada suatu era. Hasil penelitian ini

Page 33: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

33

memberikan implikasi bahwa praktik akuntansi dipengaruhi oleh kekuasaan, yang

dalam hal ini sangat berhubungan dengan konsep power-knowledge.

Saran Untuk Penelitian Mendatang

Pada penelitian mendatang, penulis menyarankan untuk melakukan

analisis terhadap pengaruh hegemoni negara-negara maju terhadap standar

akuntansi IFRS (International Financial Reporting Standars) dalam bingkai

paradigma Foucauldian dengan memakai metode mixing yaitu kualitatif dan

kuantitatif.

Page 34: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

34

DAFTAR PUSTAKA

Alwi Hasan, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Bank Indonesia, Koleksi Museum Bank Indonesia: Uang Logam,

http://www.bi.go.id. diakses pada tanggal 12 Juni 2012. Bertens, K. 2006. Filsafat Barat Kontemporer Prancis. Jakarta: Gramedia. Carmona, S., et al. 2004. Accounting History Research: Traditional and New

Accounting History Perspectives. Spanish Journal of Accounting History 1 (Desember).

Chalmers, A.F. 1983. Apa Itu yang dinamakan Ilmu?. Jakarta: Hasta Mitra. Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:

LKiS. Guba, E. G., & Lincoln, Y. S. 1994. Competing paradigms in qualitative

research. In N. K. Denzin & Y. S. Lincoln (Eds.), Handbook of qualitative research (pp. 105-117). Thousand Oaks, CA: Sage.

Hall, Keneth.R., 1996, Ritual Network and Royal Power in Majapahit Java,

Archipel. Volume 52, (pp. 95-118). http://www.persee.fr/. diakses pada tanggal 10 Juni 2012.

Haryatmoko. 2003. Etika Politik dan Kekuasaan. Jakarta: Kompas. Ikhsan, A. & Suprasto, H.B. 2008. Teori akuntansi & Riset Multiparadigma.

Yogyakarta: Graha Ilmu. Kendall, G & Wickham, G. 1999. Using Foucault's Methods. London: Sage

Publications. Muljana, Slamet. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (Sejarah Kerajaan

Majapahit). Yogyakarta: LKiS. Poesponegoro, M.D & Notosusanto, N. (editor utama). 1990. Sejarah Nasional

Indonesia. Edisi ke-4. Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka. Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya.

Jakarta: Bumi Aksara.

Page 35: PENDAHULUAN Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2656/2/T1_222008705_Full... · Teknik penelitian digunakan untuk mendapatkan teori, informasi

35

Sukoharsono, E.G. 1998a. Accounting in A Historical Transition: A Shifting Dominant Belief from Hindu to Islamic Administration in Indonesia. Paper dipresentasikan pada The 2nd Asia Pacific Interdisciplinary Research in Accounting (APIRA), Osaka City University 4–6 Agustus 1998.

Sukoharsono, E.G. 1998b. Accounting in a New History: A Disciplinary Power

and Knowledge of Accounting. Working Paper-University of Wollongong. Sukoharsono, E.G & Gaffikin, M.J.R. 1993. Power and Knowledge in

Accounting: Some Analysis and Thoughts on the Social, Political, and Economic Forces in Accounting, and Profession in Indonesia (1800-1950s). Working Paper-University of Wollongong.

Sukoharsono, E.G & Qudsi, N. 2008. Accounting in the Golden Age of Singosari

Kingdom: A Foucauldian Perspective. Simposiun Nasional Akuntansi (SNA) XI. (Juli).

Suriasumantri, Jujun. 2007. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan. Susatyo, Rachmat. 2008. Seni dan Budaya Politik Jawa. Bandung: Koperasi Ilmu

Pengetahuan Sosial. Taylor, Charles. 1985. Philosophy and The Human Scienses: Philosophical

Papers 2. New York: Cambridge University Press. Tinker, T. 1985. Paper Prophets: A Social Critique of Accounting. New York:

Praeger. Trigangga. 2009. Peredaran Mata Uang di Kota Kerajaan Majapahit,

http://museum-nasional.blogspot.com, diakses pada tanggal 12 Juni 2012. Wikipedia. Majapahit. http://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit. diakses pada

tanggal 10 Juni 2012. Wojowasito, S. 1950. Sedjarah Kebudajaan Indonesia: Indonesia Sedjak

Pengaruh India. Djakarta: Penerbit Siliwangi N.V.