pendahuluan laporan kkp

60
1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat adalah dengan meningkatkan produksi di sektor perikanan. Udang merupakan komoditi primadona, karena kemampuannya menembus pasar internasional, juga memberikan andil yang tidak sedikit dalam meningkatkan devisa negara (Haliman dan Adijaya, 2005) Kurun waktu terakhir ini produksi udang dari hasil budidaya mengalami penurunan drastis akibat serangan patogen, baik bakteri maupun virus. Upaya pemerintah dalam rangka untuk memulihkan kondisi budidaya yang sedang menurun tersebut dilakukan melalui alternatif udang vaname, yang pada akhirnya udang jenis ini mampu menjadi komoditas perikanan yang memiliki prospek yang cukup baik karena bernilai ekonomis dan banyak diminati masyarakat (Haliman dan Adijaya, 2005). Untuk mengantisipasi hal tersebut, dilakukan melalui upaya pembenihan udang vaname baik berskala kecil atau skala mini hatchery hingga usaha pembenihan yang dimiliki pemerintah. Benur merupakan salah satu faktor utama keberhasilan dalam budidaya, karena itu benur yang banyak diminati para petambak ini harus ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini selayaknya mampu menjadi 1

Upload: dede-muhamad-kafilatul-filah

Post on 07-Feb-2016

87 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

perikanan, hatchery, udang

TRANSCRIPT

Page 1: Pendahuluan Laporan Kkp

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat

adalah dengan meningkatkan produksi di sektor perikanan. Udang merupakan

komoditi primadona, karena kemampuannya menembus pasar internasional, juga

memberikan andil yang tidak sedikit dalam meningkatkan devisa negara (Haliman

dan Adijaya, 2005)

Kurun waktu terakhir ini produksi udang dari hasil budidaya mengalami

penurunan drastis akibat serangan patogen, baik bakteri maupun virus. Upaya

pemerintah dalam rangka untuk memulihkan kondisi budidaya yang sedang

menurun tersebut dilakukan melalui alternatif udang vaname, yang pada akhirnya

udang jenis ini mampu menjadi komoditas perikanan yang memiliki prospek yang

cukup baik karena bernilai ekonomis dan banyak diminati masyarakat (Haliman

dan Adijaya, 2005).

Untuk mengantisipasi hal tersebut, dilakukan melalui upaya pembenihan

udang vaname baik berskala kecil atau skala mini hatchery hingga usaha

pembenihan yang dimiliki pemerintah. Benur merupakan salah satu faktor utama

keberhasilan dalam budidaya, karena itu benur yang banyak diminati para

petambak ini harus ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hal

ini selayaknya mampu menjadi pendorong dalam menghasilkan benur yang benar-

benar berkualitas bagi pengembangan budidaya udang vanname di Indonesia.

Berdasarkan permasalahan di atas penulis merasa tertarik melakukan Kuliah Kerja

Profesi di PT. Tri Karta Pratama di daerah Kabupaten Pandeglang dengan topik

teknik pemeliharaan larva udang vaname (Litopenaeus vannamei).

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari Kuliah Kerja Profesi (KKP) di PT. Tri Karta Pratama

yaitu untuk mengetahui tentang teknik pembenihan khususnya teknik

pemeliharaan larva udang vaname. Serta memperoleh pengetahuan dan

keterampilan tentang teknik pemeliharaan larva udang vaname di hatchery.

1

Page 2: Pendahuluan Laporan Kkp

1.3. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari kegiatan KKP, teknik pemeliharaan larva

udang vaname di PT. Tri Karta Pratama Kabupaten Pandeglang adalah sebagai

berikut :

1.  Dapat memperoleh gambaran secara langsung tentang lingkungan kerja yang

sebenarnya serta meningkatkan pengetahuan dan mempraktekan secara

langsung bagaimana cara memelihara larva udang vanname yang berkualitas.

2.  Menambah wawasan terhadap masalah – masalah di lapangan, sehingga dapat

memahami tentang cara memelihara larva udang vanname yang berkualitas

dengan cara memadukan antara teori yang diterima dengan kenyataan yang ada

dilapangan.

3.  Dapat membandingkan antara teori yang telah didapat selama perkuliahan

dengan praktek produksi di lapangan usaha perikanan pembenihan.

2

Page 3: Pendahuluan Laporan Kkp

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi udang vaname (Litopenaeus vannamei)

Udang vaname merupakan salah satu jenis udang yang memiliki

pertumbuhan cepat dan nafsu makan tinggi, namun ukuran yang dicapai pada saat

dewasa lebih kecil dibandingkan udang windu (Paneus monodon), habitat aslinya

adalah di perairan Amerika, tetapi spesies ini hidup dan tumbuh dengan baik di

Indonesia. Di pilihnya udang vanname ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu,

sangat diminati di pasar Amerika, lebih tahan terhadap penyakit di banding udang

putih lainnya, pertumbuhan lebih cepat dalam budidaya, mempunyai toleransi

yang lebar terhadap kondisi lingkungan (Ditjenkan, 2006). Udang vaname

termasuk genus paneus, namun yang membedakan dengan genus paneus lain

adalah mempunyai sub genus litopenaeus yang dicirikan oleh bentuk thelicum

terbuka tetapi tidak ada tempat untuk penyimpanan sperma (Ditjenkan, 2006).

2.1.2. Klasifikasi udang vanname

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), taksonomi udang vaname

(Litopenaeus Vannamei) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Sub kingdom : Metazoa

Filum : Artrhopoda

Sub filum : Crustacea

Kelas : Malascostraca

Sub kelas : Eumalacostraca

Super ordo : Eucarida

Ordo : Decapoda

Sub ordo : Dendrobrachiata

Infra ordo : Penaeidea

Super famili : Penaeioidea

Famili : Penaeidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

3

Page 4: Pendahuluan Laporan Kkp

Gambar 1. Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)

Udang vaname termasuk crustacea, ordo decapoda seperti halnya udang

lainnya, lobster dan kepiting. Dengan kata lain decapoda dicirikan mempunyai 10

kaki, carapace berkembang baik menutup seluruh kepala. Udang paneid berbeda

dengan decapoda lainnya. Perkembangan larva dimulai dari stadia nauplis dan

betina menyimpan telur didalam tubuhnya (Ditjenkan, 2006). Udang vaname

termasuk genus penaeus dicirikan oleh adanya gigi pada rostrum bagian atas dan

bawah, mempunyai dua gigi dibagian ventral dari rostrum dan gigi 8 - 9 di bagian

dorsal serta mempunyai antena panjang (Elovaara, 2001).

2.1.3 Morfologi

Menurut Haliman, R.W dan Adijaya, D.S (2005) tubuh udang vaname

dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Vaname

memiliki tubuh berbuku - buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton

secara periodik (moulting). Bagian tubuh udang vanname sudah mengalami

modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut :

1. Makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing).

2. Menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas.

3. Organ sensor, seperti pada antena dan antenula.

Kepala udang vanamei terdiri dari antenula, antena, mandibula, dan dua

pasang maxillae. Kepala udang vanname juga dilengkapi dengan tiga pasang

maxillipied dan lima pasang kaki berjalan (periopoda) atau kaki sepuluh

(decapoda). Maxillipied sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ

untuk makan. Endopodite kaki berjalan menempel pada chepalothorax yang

dihubungkan oleh coxa.

4

Page 5: Pendahuluan Laporan Kkp

Gambar 2. Morfologi Litopenaeus vannamei

Bentuk periopoda beruas-ruas yang berujung di bagian dactylus. Dactylus

ada yang berbentuk capit (kaki ke-1, ke-2, dan ke-3) dan tanpa capit (kaki ke-4

dan ke-5). Di antara coxa dan dactylus, terdapat ruang berturut-turut disebut basis,

ischium, merus, carpus, dan cropus. Pada bagian ischium terdapat duri yang bisa

digunakan untuk mengidentifikasi beberapa spesies penaeid dalam taksonomi.

2.1.4 Perkembangan Larva Udang Vaname

Telur yang telah menetas pada dasarnya masih bersifat planktonis dan

bergerak mengikuti arus air. Menurut Wyban dan Sweeney (1991) dalam

pertumbuhan, larva akan berkembang dengan sempurna pada kondisi suhu 26-

28ºC, oksigen terlarut 5-7 mg/l, salinitas 35 ppt. Setelah menetas larva akan

berkembang menjadi 3 stadia yaitu nauplius, zoea, mysis. Setiap stadia akan

dibedakan menjadi sub stadia sesuai dengan perkembangan morfologinya.

Pergantian stadia terjadi setelah larva mengalami pergantian kulit (moulting).

Menurut Lim et al., (1989), perkembangan larva udang penaeid terdiri dari

beberapa stadia yaitu:

a. Stadia nauplius

Nauplius bersifat planktonik dan phototaxis positif, dalam stadia ini masih

memiliki kuning telur sehingga belum memerlukan makanan. Perkembangan

stadia nauplius terdiri dari enam sub stadium. Nauplius memiliki 3 pasang organ

tubuh yaitu antena pertama, antena kedua dan mandible. Antena pertama

uniramous, sedangkan 2 alat lainnya biramous. Bentuk tubuh nauplius dapat di

lihat pada Gambar 3.

5

Page 6: Pendahuluan Laporan Kkp

Gambar 3. Nauplius

b. Stadia Zoea

Perubahan bentuk dari nauplius menjadi zoea memerlukan waktu kira-kira

40 jam setelah penetasan. Pada stadia ini larva dengan cepat bertambah besar.

Tambahan makanan yang diberikan sangat berperan dan mereka aktif memakan

phytoplankton. Stadia akhir zoea juga memakan zooplankton. Zoea sangat sensitif

terhadap cahaya yang kuat dan ada juga yang lemah diantara tingkat stadia zoea

tersebut. Zoea terdiri dari tiga sub stadia secara kasar tubuhnya di bagi kedalam

tiga bagian, yaitu carapace, thorax dan abdomen. Tiga sub stadia tersebut dapat di

bedakan berdasarkan segmentasi abdomen dan perkembangan dari lateral dan

dorsal pada setiap segmen. Bentuk tubuh zoea dapa di lihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Zoea

c. Stadia mysis

Larva mencapai stadia mysis pada hari ke lima setelah penetasan. Larva

pada stadia ini kelihatan lebih dewasa dari dua stadia sebelumnya. Stadia mysis

lebih kuat dari stadia zoea dan dapat bertahan dalam penanganan. Stadia mysis

memakan phytoplankton dan zooplankton, akan tetapi lebih menyukai

6

Page 7: Pendahuluan Laporan Kkp

zooplankton menjelang stadia mysis akhir (M3). Mysis memilki tiga sub stadia

dimana satu dengan lainnya dapat dibedakan dari perkembangan bagian dada dan

kaki renang. Dimana bentuk tubuh larva pada stadia mysis dapat di lihat pada

Gambar 5.

Gambar 5. Mysis

d. Stadia post larva

Perubahan bentuk dari mysis menjadi post larva terjadi pada hari

kesembilan. Stadia post larva mirip dengan udang dewasa, dimana lebih kuat dan

lebih dapat bertahan dalam penanganan. Kaki renang pada stadia post larva

bertambah menjadi tiga segmen yang lebih lengkung. Post larva bersifat

planktonik, dimana mulai mencari jasad hidup sebagai makanan. Bentuk tubuh

post larva dapat di lihat pada Gambar 6.

7

Page 8: Pendahuluan Laporan Kkp

Gambar 6. Post Larva

2.2. Manajememn Pakan Larva Udang Vaname

2.2.1. Persyaratan Nutrisi Pakan

Menurut Ghufron (2010) nutrisi adalah kandungan gizi yang terkandung

dalam pakan. Apabila pakan yang diberikan kepada udang pemeliharaan

mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi, maka hal ini tidak saja akan

menjamin hidup dan aktifitas udang, tetapi juga akan memper cepat

pertumbuhannya. Dengan demikian, sebelum membuat pakan, nutrisi yang di

dibutuhkan udang perlu di ketahui terlebih dahulu. Banyaknya zat - zat gizi yang

di butuh kan ini disamping tergantung pada spesies udang, juga pada ukuran atau

besarnya udang serta keadaan lingkungan tempat hidupnya. Nilai nutrisi pakan

pada umumnya dilihat dari komposisi zat gizinya. Beberapa komponen nutrisi

yang penting dan harus tersedia dalam pakan udang antara lain protein, lemak,

karbohidrat, vitamin dan mineral.

a. Protein

Protein merupakan senyawa organik kompleks, tersusun atas banyak asam

amino yang mengandung unsur-unsur C (carbon), H (hidrogen), O (oksigen), dan

N (nitrogen) yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein

mengandung pula fospor dan sulfur. Protein sangat penting bagi tubuh, karena zat

ini mempunyai fungsi sebagai bahan–bahan dalam tubuh serta sebagai zat

pembangun (membentuk berbagai jaringan baru untuk pertumbuhan), zat pengatur

(pembentukan enzim dan hormon penjaga dan pengatur proses metabolisme) dan

zat pembakar (unsur karbon yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan

sebagai sumber energi (Ghufron, 2010). Hasil penelitian dilakukan oleh Colvin

dan Brand (1977) menunjukan bahwa untuk pertumbuhan udang jenis Penaeus

californiensis, penaeus stylirostris dan penaeus vaname  ukuran pasca lava

dibutuhkan 40% protein dalam pakannya, sedangkan untuk juvenil dibutuhkan

protein 30%.

b. Lemak

Lemak dibutuhkan sebagai sumber energi yang paling besar diantara protein

dan karbohidrat. Untuk udang, asam lemak mempunyai peranan penting, baik

sebagai sumber energi maupun sebagai zat yang esensial untuk udang. Satu gram

8

Page 9: Pendahuluan Laporan Kkp

lemak dapat menghasilkan 9 kkal per gram sedangkan karbohidrat dan protein

hanya menghasilkan 4 kkal per gram. Lemak juga berfungsi membantu proses

metabolisme, osmoregulasi, dan menjaga keseimbangan organisme di dalam air.

Pakan yang baik bagi larva udang vaname mengandung lemak atau minyak antara

4-18%. Sedangkan pada larva udang membutuhkan pakan dengan kandungan

lemak 12-15%, juvenile 8-12%, dan untuk udang yang berukuran lebih dari 1 gr

antara 3-9%. Beberapa sumber lemak dapat ditambahkan ke dalam pakan sebagai

sumber energi, seperti minyak ikan, minyak jagung. Namun kadar lemak dalam

pakan buatan tidak boleh berlebihan karena akan mempengaruhi mutu pakan

(Ghufron, 2010).

c. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon,

hidrogen, danoksigen dalam perbandingan tertentu. Udang pada stadia larva

memerlukan karbohidrat dalam jumlah yang relatif kecil, hal ini di sebabkan pada

stadia larva mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, sehingga yang di

perlukan adalah zat putih telur atau protein. Kandungan karbohidrat untuk larva

udang agar di capai pertumbuhan optimal adalah lebih rendah dari 20%

(Wardiningsih, 1999).

d. Vitamin

Vitamin adalah zat organik yang diperlukan tubuh udang dalam jumlah

sedikit, tetapi sangat penting untuk mempertahankan pertumbuhan dan

pemeliharaan kondisi tubuh. Walaupun jumlah vitamin yang diperlukan udang

sangat sedikit di banding kan dengan zat yang lain nya, namun kekurangan dari

salah satu vitamin akan menyebab kan gejala tidak normal pada udang sehingga

akan mengganggu proses pertumbuhannya (Ghufron, 2010). Menurut Kanazawa

(1976) bahwa pertumbuhan juvenile penaeus untuk setiap 100 gr pakan perlu

ditambahkan 300 mg vitamin C, 400 mg inisitol, 6 - 12 mg vitamin B1 dan 12 mg

vitamin B6.

e. Mineral

Mineral adalah bahan organik yang dibutuhkan oleh udang dengan cara

menyerapnya dari air atau tempat media hidupnya. Udang memerlukan mineral

untuk pembentukan jaringan tubuh, proses metabolisme serta untuk mempertahan

9

Page 10: Pendahuluan Laporan Kkp

kan keseimbangan osmosis antara cairan jaringan tubuh dan air di lingkungannya

(Wardiningsih, 1999). Menurut penelitian kanazawa (1976) bahwa pertumbuhan

terbaik dapat dicapai oleh udang melalui pemberian pakan dengan penambahan

1,04% fosfor dan 1,24 % kalsium.

2.2.2. Pemberian Pakan

Menurut Wardiningsih (1999), menyatakan bahwa ada beberapa hal yang

diperhatikan didalam pemberian pakan yaitu jenis pakan, Secara umum pakan

yang diberikan pada larva udang vaname selama proses pemeliharaan ada dua

jenis yaitu pakan alami (phytoplankton dan zooplankton) dan pakan komersil

(buatan). Secara alami makanan udang adalah plankton. Adapun jenis plankton

yang baik dan memenuhi syarat di jadikan makanan larva udang, khususnya pada

stadia zoea dan mysis memerlukan pakan plankton berupa Tetracellmis,

Chaetoceros calcitrans, sedangkan pada stadia akhir mysis sampai pada post larva

makanan yang paling baik adalah artemia salina.

2.2.3. Pakan Alami

 Jenis - jenis pakan alami yang dikonsumsi udang sangat bervariasi

tergantung umurnya. Dalam usaha budidaya biasanya menggunakan pakan alami

plankton. Plankton adalah jasad renik yang melayang di dalam kolom air

mengikuti gerakan air. Plankton dapat di kelompokkan menjadi dua :

Fitoplankton, jasad nabati yang dapat melakukan fotosintesis karena

mengandung klorofil, terdiri dari satu sel atau banyak sel.

Zooplankton, jasad hewani yang tidak dapat melakukan fotosintesis

zooplankton memakan fitoplankton.

Zooplankton juga merupakan jasad hewani mikro yang melayang di dalam

air yang pergerakannya dipengaruhi arus. Zooplankton adalah kategorisasi untuk

organisme kecil. Menurut Cahyaningsih (2006), pakan alami dari jenis

zooplankton yang diberikan pada larva udang vaname antara lain dapat berupa

artemia salina. Dengan cara dilakukan pengkulturan selama 24 jam dalam wadah

berupa gallon air minum volume 20 liter , baru kemudian dapat diberikan pada

larva udang vaname pada M3- PL1 dengan kepadatan 3 – 4 individu / ml, pada

PL2 - PL5 dengan kepadatan 8 - 10 individu / ml, dan PL6 – PL10 dengan

kepadatan 11 - 13 individu / ml. Nauplius artemia merupakan zooplankton yang

10

Page 11: Pendahuluan Laporan Kkp

banyak diberikan pada larva udang. Hal ini di karenakan nauplius artemia banyak

mengandung nilai nutrisi yang dibutuhkan oleh larva udang. Kandungan nutrisi

nauplius artemia terdiri atas protein, karbohidrat, lemak, air, dan abu. Adapun

kandungan nutrisi naupli artemia dapat dilihat pada Tabel 1.  

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Nauplius Aretemia

Jenis Nutrisi Komposisi %

Protein 52,50 %

Karbohidrat 14,8 %

Lemak 23,40 %

Air 5 – 10 %

Abu 3 – 4 %

Sumber : Leger, (1987)

Teknik penetasan kista artemia di lakukan dengan conical tank  yang

berkapasitas 200 liter. Sedangkan bahan yang di gunakan untuk proses

dekapsulasi kista artemia adalah klorin (NaOCl) dan soda api. Sumber air di

peroleh dari air laut dengan menggunakan pompa air dan sumber air tawar berasal

dari sumur. Kualitas air yang terukur adalah suhu air 31°C, salinitas 34 ppt, pH 8

dan cahaya dari dua buah lampu 40 watt. Pemanenan nauplius artemia dilakukan

setiap hari dan langsung di konsumsikan pada larva udang vaname stadia post

larva (PL1 - PL4). Proses pemberian nauplius artemia dilakukan sebanyak 3 kali

yaitu pada pukul 08.00, 13.00, 19.00. Selain pemberian nauplius artemia larva

udang vaname juga diberikan pakan alami Chaetoceros gracilis dan pakan buatan

dari pabrik (Purnomo, 2008).

2.2.4. Pakan Buatan

a. Persyaratan Bahan Pakan Buatan

Menurut Wardiningsih (1999), menyatakan bahwa untuk membuat pakan

buatan bagi udang, maka pertama - tama kita harus mengetahui terlebih dahulu

komposisi yang baik pada pakan udang yang baik pada udang tersebut. Sebelum

kita membahas tentang komposisi dari pakan buatan untuk udang maka sebaiknya

kita lihat persyaratan bagi bahan - bahan yang akan diramu menjadi pakan buatan

bagi udang. Dalam memilih bahan ramuan pakan yang harus di perhatikan adalah

11

Page 12: Pendahuluan Laporan Kkp

kandungan asam aminonya. Selain itu bahan - bahan tersebut harus memenuhi

beberapa persyaratan, diantaranya sebagai berikut :

Mempunyai nilai gizi yang tinggi.

Kandungan proteinnya relatif tinggi  dan  bermutu.

Mudah diperoleh dan diolah.

Tidak mengandung racun.

Harganya relatif murah.

b. Penyediaan Pakan Buatan

Pakan buatan merupakan alternatif yang penyediaannya secara kontinyu

memungkinkan dan dapat digunakan sebagai pengganti atau pelengkap makanan

hidup (Sumeru dan Anna, 1992). Bentuk dan ukuran pakan buatan dapat di lihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Bentuk Dan Ukuran Pakan Buatan

No Bentuk Pakan Ukuran Pakan Stadia Larva

1 Powder (Serbuk) < 20 mikron Larva

2 Flake (Serpihan) 0,5 mm PL 1 – 15

3 Crumble (Remahan) 1 mm PL 20 ke atas

Sumber: Umiyati dan Kusnendar, (1987).

c. Dosis Pakan Buatan

Menurut Sumeru dan Anna (1992), bahwa pengaturan jumlah pemberian

pakan selama pemeliharaan dihitung berdasarkan hasil sampling. Untuk

mempermudah penghitungannya, maka jumlah pakan yang di berikan mengikuti

ketentuan sebagai berikut :

1. Udang stadia zoea, yaitu dengan jumlah 1,5 ppm.

2. Udang stadia mysis, yaitu dengan jumlah 1 ppm.

3. Udang stadia post larva, yaitu dengan jumlah 1 ppm.

d. Cara Pemberian Pakan Buatan

Menurut Mudjiman (2004), bahwa untuk burayak dan benih yang masih

kecil, pakan di berikan dengan menyebar kan secara merata di seluruh permukaan

air. Apabila berbentuk larutan maka pemberiannya di lakukan dengan alat

penyemprot (spriyer). Pakan yang berbentuk tepung remah dapat di berikan

dengan cara di taburkan menggunakan tangan.

12

Page 13: Pendahuluan Laporan Kkp

e. Frekuensi dan Waktu Pemberian Pakan

Menurut Mudjiman (2004), bahwa pemberian pakan untuk burayak dan

benih lebih sering di lakukan kurang lebih 6 kali sehari. Apabila pakan sifatnya

sebagai pakan pokok, maka pemberian pakan perlu dilakukan sesering mungkin.

Tenggang waktu antara pemberian pakan yang pertama dengan pemberian pakan

berikutnya sekitar 2 jam.

2.3. Pemeliharaan Udang Vaname

2.3.1. Persiapan Bak Pemeliharaan

Menurut Subaidah (2006), bak pemeliharaan larva di lapisi dengan cat

berwarna biru muda dan di lengkapi dengan pipa saluran udara, instalasi air laut

instalasi alga, dan saluran pengeluaran yang di lengkapi saringan sirkulasi dan

pipa goyang, serta terpal sebagai penutup agar suhu stabil selama proses

pemeliharaan. Sedangkan dalam proses pengeringan, pencucian bak dilakukan

dengan menggunakan kaporit 60% sebanyak 100 ppm yang dicampur dengan

deterjen 5 ppm dan dilarutkan dengan air tawar pada wadah atau ember kemudian

dinding dan dasar bak digosok - gosok dengan menggunakan scoring pad dan di

bilas dengan air tawar hingga bersih dan kemudian di lakukan pengeringan selama

dua hari. Pencucian dan pengeringan bak ini bertujuan untuk menghilangkan dan

mematikan mikroorganisme pembawa penyakit, pengisian air laut dalam bak

pameliharaan disaring dengan menggunakan filter bag. Berdasarkan bentuknya

bak pembenihan dapat di bedakan menjadi bak persegi empat, bak berbentuk

lingkaran, bentuk bulat telur dan bak yang berbentuk kerucut yang biasa disebut

conical tank  (Martosudarmo dan Ranoemirahardjo,1980).

Larva udang vanname dapat di pelihara dalam bak yang terbuat dari semen

atau fiberglass. Keuntungan menggunakan bak berbahan semen antara lain mudah

dalam pembuatan, tahan lama dan mudah dalam memperoleh bahan baku.

Kerugiannya antara lain jika lumut tumbuh maka akan sulit di bersihkannya dan

bak dapat membuat larva menjadi stress jika tidak ada treatment terlebih dahulu,

oleh karena itu bak tidak boleh langsung digunakan karena berpengaruh buruk

dalam kehidupan larva. Bak harus direndam dan dicuci terlebih dahulu dengan air

tawar. Bak dapat pula dicat untuk menutup pori - pori. Bak dapat berbentuk bulat,

13

Page 14: Pendahuluan Laporan Kkp

oval atau persegi empat berbentuk tumpul. Bak pemeliharaan larva sebaiknya di

tempatkan dalam ruangan tertutup untuk menjaga kestabilan suhu dan menjaga

intensitas cahaya. Atap bangunan bak pemeliharaan larva dengan menggunakan

asbes dengan 20% di antaranya menggunakan atap fiber untuk pencahayaan

(Subaidah, dkk , 2006).

2.3.2. Persiapan Air Media

Kualitas air harus di atur dan di pelihara pada kondisi menyerupai

lingkungan alami udang Penaeid. Air laut yang di masukkan ke bak harus

mengalami beberapa perlakuan dahulu, antara lain penghilangan materi organik

yang terlarut dengan cara filtrasi dan pengendapan, ozonisasi untuk

menghilangkan sebagian besar mikroorganisme, dan pendinginan air (25°C -

28°C) agar di dapat suhu yang menyerupai habitat asli udang penaeid. Thermostat

di atur pada suhu 27°C dan fluktuasi temperatur harian di atur agar kurang dari

0,5°C (Wyban et al.,1991).

2.3.3. Penebaran Naupli

Telur yang telah menetas dan menjadi naupli kemudian di pindahkan

kedalam bak larva. Naupli udang penaeid pada umumnya mengalami 6 kali

metamorfosis dalam waktu 45 - 50 jam dan tumbuh menjadi zoea, selanjutnya

berkembang menjadi mysis dan post larva (Nurdjana et al., 1983). Menurut

Heryadi, D dan Sutadi (1993) sebelum naupli ditebar ke dalam bak perlu

diperhatikan salinitas, kondisi naupli, dan suhu air media. Penebaran nauplius

dilakukan pada pagi hari dengan tujuan untuk menghindari perubahan suhu yang

terlalu tinggi dengan cara aklimatisasi 30 menit atau sampai suhu didalam wadah

dengan suhu diluar wadah sama (Ditjenkan, 2006).

2.3.4. Pengelolaan Pakan

Jenis pakan yang di berikan pada larva udang vaname selama proses

pemeliharaan ada dua jenis yaitu pakan alami ( phytoplakton dan zooplakton ) dan

pakan komersil (buatan). Masing-masing makanan tersebut diberikan dengan

jumlah dan frekuensi tertentu sesuai dengan stadia larva. Menurut

14

Page 15: Pendahuluan Laporan Kkp

Cahyaningsih dkk (2006), pakan alami dari jenis zooplankton yang diberikan pada

larva udang vaname antara lain dapat berupa artemia salina dengan cara dilakukan

pengulturan selama 24 jam dalam wadah berupa gallon air minum volume 20

liter, baru kemudian dapat di berikan pada larva udang vannamei pada M3 – PL1

dengan kepadatan 3 - 4 individu / ml, pada PL2 – PL5 dengan kepadatan 8 – 10

individu / ml, dan PL6 – PL10 dengan kepadatan 11 - 13 individu / ml. Selain

pakan alami selama proses pemeliharaan larva udang vaname di berikan juga

pakan tambahan berupa pakan buatan yang tujuannya untuk menjaga agar tidak

sampai terjadi under feeding selama pemeliharaan larva.

2.3.5. Monitoring Pertumbuhan

Pengamatan pertumbuhan larva udang di lakukan bertujuan untuk

mengontrol pertumbuhan larva. Menurut Amri dan Kana, (2008), mengatakan

apabila pakan yang diberikan berkualitas baik, jumlahnya mencukupi, dan kondisi

lingkungan mendukung, maka dapat di pastikan laju pertumbuhan udang akan

lebih cepat sesuai yang di harapkan. Sedangkan untuk mengamati kesehatan larva

perlu di lakukan dengan pengamatan makroskopis dan mikroskopis antara lain

yaitu :

a. Pengamatan Makroskopis

Pengamatan makroskopis dilakukan secara visual dengan mengambil

sampel langsung dari bak pemeliharaan sebanyak 1 liter becker glass  kemudian

diarahkan ke cahaya untuk melihat kondisi tubuh larva, pigmentasi, usus, sisa

pakan kotoran atau feces dan butiran - butiran yang dapat membahayakan larva.

b. Pengamatan Mikroskopis

Dilakukan dengan cara mengambil beberapa ekor larva dan di letakkan di

atas gelasobjek, kemudian diamati di bawah mikroskop. Pengamatan ini di

lakukan untuk mengamati morfologi tubuh larva, keberadaan parasit, pathogen

yang menyebabkan larva terserang penyakit. (Subaidah dkk, 2006).

15

Page 16: Pendahuluan Laporan Kkp

3. KEADAAN UMUM LOKASI KKP

3.1 Keadaan Umum Lokasi KKP

PT. Tri Karta Pratama merupakan sebuah perusahaan dalam bidang

hatchery udang yang memperoduksi benur dari stadia naupli dan stadia post larva

(PL) udang vaname, perusahaan ini memiliki dua anak perusahaan yaitu Benih

Alam Anyer (BAA) yang berlokasi di anyer dan satu lagi berlokasi di kalianda

lampung. PT. Tri Karta Pratama menempati lahan seluas 3 Ha, dan berada di

salah satu kawasan Perikanan di Banten. Hatchery ini baru 2 tahun menempati

bangunan milik negara yang dahulu digunakan sebagai lokasi Proyek Udang

Nasional (PUN), sebelumnya perusahaan ini bernama PT. Komindo Traiding

Utama. Hatchery ini memproduksi naupli perharinya bisa mencapai sebanyak

10.000.000 sampai dengan 15.000.000 ekor, dan menyuplai kebutuhan nauplius

ke perusahaan cabangnya. PT. Tri Karta Pratamasendiri terletak di Desa

Penjamben, Kampung Kubang Barat, Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang.

Di hatchery ini terdapat beberapa sarana dan prasarana sebagai penunjang atau

pendukung untuk mencapai maksud dan tujuan dalam suatu kegiatan pembenihan

udang vaname. Sarana dan prasarana yang terdapat di PT. Tri Karta Pratama

yaitu :

1. Sarana Dan Prasarana

a. Sarana Pemeliharan Induk

Untuk memproduksi naupli udang vaname di butuhkan bak induk yang di

bedakan menjadi beberapa fungsi yaitu :

Bak penampungan / karantina: berfungsi untuk menampung induk yang baru

datang, diadaptasi dan dilakukan pengecekan penyakit. Bentuk bak bulat,

warna dasar bak putih dan warna dinding bak gelap, atau, fiber glass atau

plastik. Kapasitas volume air 5 ton.

Bak pematangan dan perkawinan : berfungsi untuk pematangan gonad induk

setelah matang gonad dilakukan pada bak yang sama. Bentuk bak bulat, warna

dasar bak cerah dan warna dinding bak gelap, atau warna keseluruhannya

cerah. Bak terbuat dari semen, fiber glass atau plastik.

16

Page 17: Pendahuluan Laporan Kkp

Tank Spawning : berfungsi untuk memijahkan induk yang telah matang gonad,

bentuk bulat, kerucut, bak pemijahan ada yang berfungsi sabagai bak

penetasan. bak terbuat fiber glass atau plastik.

b. Sarana Pemeliharaan Larva dan Pakan Alami

Bak pemeliharaan larva dan bak pakan alami pada pembenihan udang

umumnya sama terbuat dari semen coran. Namun hanya berbeda pada ukuran

dimana kolam pemelihan larva memiliki panjang 9 meter dan lebar 6 meter

mempunyai kapasitas volume air 60 ton. Jumlah bak terdapat 22 bak

pemeliharaan 2 bak digunakan sebagai bak penampungan. Sedangkan bak pakan

alami memiliki ukuran yang lebih kecil yang memiliki kapasitas volume air 5 dan

23 ton untuk plankton intermediete dan masal, kolam bervolume air 15 dan 30 ton

untuk kolam biomass artemia. Bak pemeliharaan larva di PT. Tri Karta Pratama

dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Sarana Bak Pemeliharaan Larva

c. Alat Transportasi

Sarana transportasi sangat diperlukan untuk pemasaran maupun

pengangkutan larva juga untuk keperluan lainnya. Beberapa jenis sarana

transportasi yang terdapat di Tri Karta Pratama yaitu, mobil jenis avanza untuk

kendaraan operasional kegiatan bagian marketing, mobil L 300 untuk kegiatan

pengiriman benur. Di PT. Tri Karta Pratama dilengkapi dengan fasilitas, sarana

dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan antara lain :

17

Page 18: Pendahuluan Laporan Kkp

1. Ruang office sebagai ruangan pimpinan. ruangan staf dan tata usaha.

2. Laboratorium.

3. Modul A dan B Pemeliharaan Post Larva ( PL).

4. Modul A, B, C, Pemeliharaan induk.

5. Modul D, Pemeliharaan Biomass Artemia.

6. Modul Intermediet, Massal Plankton.

7. Resevoar (Water Treatment).

8. Gudang Pakan Buatan.

9. Gudang Peralatan Budidaya.

10. Gudang Peralatan Instalasi dan Genset.

11. Rumah dinas pimpinan.

12. Mushalla.

Gedung guest house.

Mess Pegawai.

13. Kantin.

Gambar 8. Keadaan Bangunan Gedung di PT. Tri Karta Pratama

3.1.1. Struktur Organisasi

Pembagian tugas dan fungsi kerja di PT. Tri Karta Pratama dengan susunan

organisasi terdiri dari Executive Comitte, Chief Operating Officer, General

Manager, Manager QC dan Data, Manager Unit, Manager Pemasaran, Manager

Keuangan. Adapun tugas tugasnya yaitu :

1. Executive Comitte, sebagai pemegang saham perusahaan

18

Page 19: Pendahuluan Laporan Kkp

2. Chief Operating Officer, mempunyai tugas membuat dan menentukan SOP

perusahaan

3. General Manager bertugas untuk merumuskan kegiatan, mengkoordinasi dan

mengarahkan tugas penerapan teknik produksi.

4. Manager QC dan Manager unit rmempunyai tugas untuk menyiapkan bahan

standar teknik produksi dan pengawasan pembenihan dan pemeliharaan induk

dan benur udang vannamei.

5. Manager Pemasaran bertugas mengatur pemasaran produksi.

6. Manager administrasi dan Keuangan mempunyai tugas melakukan administrasi

keuangan, kepegawaian, persuratan, perlengkapan dan rumah tangga serta

pelaporan.

3.1.2. Visi dan Misi

Visi PT. Tri Karta Pratama yaitu memproduksi benur udang unggulan yang

memiliki kualitas baik, bebas dari penyakit, maupun virus.

Misi menciptakan teknik produksi berbasis good aquaculture serta

memperhatikan pada keramahan lingkungan.

19

EXECUTIVE CIMITTEE

(Shareholders)

CHIEF OPERATING OFFICER

GENERAL MANAGER

Manager QC & Data. Manager Unit, Marketing, Manager Keungan.

Page 20: Pendahuluan Laporan Kkp

4. PELAKSANAAN KKP

4.1. Waktu

Kegiatan magang teknik pemeliharaan larva udang vanname dilaksanakan

dari tanggal 19 Januari sampai 19 Februari 2014. Oleh mahasiswa semester 8

Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang

Banten.

4.2. Tempat

Kegiatan kuliah kerja profesi (KKP) teknik pemeliharaan larva udang

vaname dilaksanakan di PT. Tri Karta Pratama Desa Pejamben, Kecamatan Carita

Kabupaten Pandeglang.

4.3. Sumber Data

Adapun sumber data yang dikumpulkan adalah data primer dan data

sekunder. Menurut Subagyo (1981), data primer adalah data yang diperoleh secara

langsung dari sumbernya sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh

secara tidak langsung melainkan data yang telah tersusun dalam bentuk dokumen-

dokumen.

4.4. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam kegiatan magang teknik

pemeliharaan larva udang vaname yaitu :

4.5. Metode Survai

Metode survai dilakukan melalui pengamatan dan kegiatan langsung di

lapangan serta mewawancarai pelaksana teknis di lapangan diluar jam kerja atau

pada waktu senggang baik dengan teknisi atau karyawan yang dianggap

berkompeten.

4.6. Metode Praktik

Metode kerja dilakukan dengan cara mengikuti langsung tahap kegiatan

dalam teknik pemeliharaan benur udang vaname, mulai dari teknis :

1. persiapan bak

2. persiapan media

3. stocking dan penebaran naupli

4. pengelolaan pakan

5. pemanenan

20

Page 21: Pendahuluan Laporan Kkp

6. Pengepakan

Pengamatan ini dilakukan dengan cara berpartisipasi aktif dengan mengikuti

setiap kegiatan kerja dilapangan. Adapun tahap - tahap kegiatan dalam

pemeliharaan larva udang vannamei adalah sebagai berikut : Tahap persiapan,

tahap pemeliharaan, proses panen.

4.7. Analisa Data

Menurut Narbuko dan Ahmadi (2001), setelah data primer dan data

sekunder terkumpul kemudian data tersebut diolah dengan cara :

a. Editing : Kegiatan mengecek, memeriksa dan mengoreksi data yang telah

terkumpul.

b. Tabulating : Menyusun data ke dalam bentuk tabel agar mudah dimengerti.

Data yang di ambil adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan

data primer dilakukan dengan cara mengamati dan mengikuti secara langsung

kegiatan yang sedang berlangsung. Sedangkan data sekunder diambil dengan cara

mengumpulkan literatur - literatur yang ada di perpustakaan dan sumber lainnya.

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Penggunaan analisis

deskriptif bertujuan agar menyajikan data sesuai dengan keadaan yang sebenarnya

tanpa memberikan perlakuan apapun, sehingga dapat dengan mudah mengambil

kesimpulan. (Surayabrata, S. 1991).

21

Page 22: Pendahuluan Laporan Kkp

5. PEMBAHASAN

5.1. Persiapan Bak Pemeliharaan Larva Vaname

Di PT. Tri Karta Pratama modul A dan B bak pemeliharaan larva dilapisi

dengan cat berwarna putih dan dilengkapi dengan pipa saluran udara (instalasi

aerasi), instalasi air laut, instalasi alga, dan saluran pengeluaran yang dilengkapi

pipa goyang, serta terpal sebagai penutup agar suhu stabil selama proses

pemeliharaan larva. Kemiringan bak adalah 3 %, hal ini, bertujuan untuk

memudahkan dalam pengeringan. Persiapan bak pemeliharaan larva dilakukan

yang mana pencucian bak dilakukan dengan menggunakan detergen dan

dilarutkan dengan air tawar kemudian dinding dan dasar bak digosok-gosok

dengan menggunakan scoring pad dan dasar bak digosok dengan menggunakan

spon untuk menghilangkan kotoran yang menempel di bak, kemudian dibilas

dengan air tawar sampai bersih setelah itu disenfikasi bak dan saluran pipa untuk

pengisian air ke bak dengan larutan kaporit 60% sebanyak 100 ppm, ke seluruh

permukaan bak yang berfungsi untuk membersihkan bak dari penyakit yang masih

tersisa di bak pemeliharaan sebelumnya dan biarkan hingga kering. Kemudian

dilakukan pengeringan selama beberapa hari 3 sampai 5 hari. Pencucian dan

pengeringan bak ini bertujuan untuk menghilangkan dan mematikan

mikroorganisme pembawa penyakit. Cara pencucian bak dapat di lihat pada

Gambar 9.

Gambar 9. Pencucian Bak Pemeliharaan Larva

Selang pemberat dan batu aerasi direndam dengan vikron aquatic selama 24

jam, kemudian dicuci dan di jemur guna untuk menghilangkan dan mematikan

mikroorganisme pembawa penyakit yang kemungkinan besar bisa terbawa oleh

selang aerasi tersebut. Apabila bak akan digunakan, maka bak dan perlengkapan

22

Page 23: Pendahuluan Laporan Kkp

lainnya dilakukan pembilasan, dicuci kembali dengan deterejen guna

menghilangkan sisa kaporit yang menempel di dasar, di dinding, maupun di

seluruh permukaan bak. kemudian bak di keringkan kembali 1 sampai 2 hari, Lalu

setelah itu dilakukan pemasangan selang dan batu aerasi. Adapun sistem aerasi

pada bak pemeliharaan larva menggunakan aerasi gantung dengan jarak baiknya 5

cm dari dasar bak agar sisa pakan dan kotoran tidak teraduk. Aerasi dipasang pada

bak pemeliharaan larva udang vannamei berjumlah 13 titik. Cara pemasangan

batu aerasi dapat di lihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Pemasangan Batu Aerasi

Cara pemasangan aerasi yaitu dengan menyesuaikan ukuran panjang dan

pendeknya. Jarak antar titik selang aerasi tidak kurang dari 40 cm. Kemudian

pasang timah pemberat dan batu aerasi pada selang aerasi. Jarak batu aerasi

dengan lantai maksimal 10 cm. Setelah persiapan selesai, maka bak sudah siap

digunakan untuk pemeliharaan larva.

5.1.1. Persiapan Air

Persiapan air di bak pemeliharaan sebelum naupli di tebar ke bak yaitu

pengisian air dari resevoar yang telah di treatmetn terlebih dahulu dengan

perlakuan diantaranya pemberian kaporit 25 ppm, pengadukan selama 6 jam, dan

pengendapan selama 2 jam. Setelah air jernih dan netral air siap di alirkan ke

modul. Air dari resevoar di tampung di bak penampungan di dalam modul, di

aerasi dan baru di alirkan dengan pompa dan di filter air lagi ke bak yang akan di

isi naupli dengan volume air 24 m3. Penyetelan aerasi (dengan tekanan kecil pada

saat stadia naupli), treatment air bak yang akan di isi naupli dengan pemberian

EDTA 8 ppm malam harinya sebelum pagi harinya naupli di tebar. Fungsi EDTA

23

Page 24: Pendahuluan Laporan Kkp

untuk mengabsorbsi kandungan logam di air. Sebelum naupli masuk ke bak

pemeliharaan dilakukan cek kualitas air di bak meliputi : pH 8,1 , Suhu 32 °C,

Salinitas 31 ppt, klorin 0,03 ppm, Alkalinitas 100 – 200. Jika smuanya sudah

memenuhi standar operasional perusahaan selanjutnya bak siap di isi benur.

Parameter kualitas air yang digunakan dalam pemeliharaan di PT. Tri Karta

Pratama dapat di lihat pada Tabel 3.

Tabel 3.  Parameter Kualitas Air Pemeliharaan Larva

Parameter Ukuran

Suhu 32°C

Salinitas 31 ppt

Ph 8,1

Alkalinitas 100 – 200

Klorin 0.03 ppm

Sumber : PT. Tri Karta Pratama (2014).

5.1.2. Proses Stocking dan Penebaran Naupli Udang Vanname

Setelah pemanenan telur di masukan ke bak hatching sekitar pukul 03.00

tunggu menetas kira – kira jam 11 siang. Penetasan telur  biasanya berkisar antara

8- 12 jam selama itu dilakukan pengadukan telur selain dengan bantuan aerasi

juga dilakukan dengan menggunakan lempengan plastik PVC frekuensi

pengadukan 2  jam sekali dengan cara mengaduk tanpa menyentuh dasar tank ,

apabila menyentuh dasar tank di khawatirkan dapat merusak telur. Pengadukan

bertujuan agar telur tidak mengendap di dasar dan dapat menetas dengan optimal.

Persiapan wadah untuk panen naupli muali di siapkan mulai jam 23.00 siapkan

wadah ember yang berukuran 40 liter yang telah di isi air thank hatching dengan

parameter yang telah siap pakai, kemudian di aerasi dengan alat aerasinya yaitu

bubble. Persiapan panen nauplii dilakukan pada pukul 04.00, diawali dengan

pencabutan selang aerasi dengan tujuan agar nauplii berkumpul di atas sehingga

dapat memudahkan proses pemanenan. Pemanenan nauplii dilakukan dengan cara

menyeser bagian atas permukaan air  sedangkan bagian tengah dan bawah tidak

diseser karena diketahui bahwa nauplii yang baik akan selalu mendekati cahaya.

Frekuensi penyeseran nauplii dilakukan sebanyak 3 - 4 kali dengan tujuan untuk

24

Page 25: Pendahuluan Laporan Kkp

memaksimalkan hasil panen. Nauplii tersebut terlebih dahulu di cuci dengan air

laut yang mengalir pada bak plastik sebelum ditampung di ember yang telah berisi

air laut dan aerasi. Setelah itu sekitar pukul 06.00 dilakukan estimasi atau

penghitungan populsai, setelah di hitung dan megetahui jumlah populasinya

naupli langsung di tebar ke bak pemeliharaaan. Penebaran larva dilakukan pada

pagi hari dengan tujuan untuk menghindari perubahan suhu yang terlalu tinggi.

Menurut Wyban dan Sweeney (1991). Naupli yang akan ditebar pada bak

pemeliharaan harus mempunyai kualitas yang baik, berikut adalah ciri naupli yang

mempunyai kualitas baik :

1. Gerakan berenang ke permukaan aktif.

2. Warna coklat atau orange.

3. Respon terhadap rangsangan bersifat fototaktis positif.

Di PT Tri Karta Pratama pemindahan larva udang dilakukan pada saat stadia

N4 – 5 karena stadia N 4 – 5 sudah dianggap cukup kuat. Penebaran dilakukan

pada pagi hari sekitar pukul 07.30. Caranya naupli yang telah di hitung di

masukan ke wadah ember ukuran 10 liter lalu ditebarkan ke dalam bak

pemeliharaan dengan menjungkirkan baskom yang berisi naupli perlahan-lahan

dengan tujuan penyesuaian air di ember dengan di bak pemeliharaan. Padat tebar

nauplii yang aman berkisar 100 - 150 ekor per liter. kepadatan larva yang ditebar

dalam bak pemeliharaan larva paling sedikit adalah 75 ekor naupli per liter. naupli

yang ditebar dalam bak pemeliharan larva mempunyai kepadatan 100 sampai

dengan 150 ekor naupli per liter atau atau 100.000 sampai dengan 150.000 ekor

naupli per ton.

5.2. Manajemen Pakan Larva Udang Vaname

Jenis pakan yang diberikan pada larva udang vaname terdiri dari pakan

alami dan pakan buatan. Pakan alami yang digunakan adalah chaetocceros sp. dan

artemia. Sedangkan untuk pakan buatan menggunakan beberapa merek seperti.

Biosphere Zoea, MPZ, Sp Moss, Flake Top, Bk 505, Ultra diet 1, MP1, Seafood

100 – 200, MP2, MP3, Feng lie. Hal ini sesuai pendapat Wardiningsih (1999),

yang menyatakan bahwa, secara umum pakan yang di berikan pada larva udang

25

Page 26: Pendahuluan Laporan Kkp

vaname selama proses pemeliharaan ada dua jenis yaitu pakan alami

(phytoplankton dan zooplankton) dan pakan komersil (buatan).

5.2.1. Pemberian Pakan Alami

Pemberian pakan alami telah diketahui merupakan salah satu faktor penentu

keberhasilan usaha pembenihan, karena jenis pakan tersebut belum sepenuhnya

dapat digantikan oleh pakan buatan, terutama pada tahap - tahap awal

pemeliharaan. Pakan alami mengandung asam lemak essensial yang sangat

menentukan pertumbuhan optimal dan kelangsungan hidup larva. Pakan alami

yang diberikan selama masa pemeliharaan larva udang vaname di PT. Tri Karta

Pratama yaitu phytoplankton jenis Chaetoceros karena phytoplankton tersebut

memiliki ukuran sel yang lebih kecil (5 – 9 mikron) mengingat kebutuhan jenis

udang vaname yang memiliki ukuran mulut lebih kecil dibanding dengan udang

Windu. Kelebihan lain dari Chaetoceros adalah populasinya dapat tumbuh di

media pemeliharaan. Selama stadia nauplii. larva masih belum membutuhkan

makanan dari luar, karena energi yang digunakan untuk aktifitasnya diperoleh dari

cadangan kuning telur dalam tubuhnya. Di PT Tri Karta Pratama pakan alami

yang di berikan antara lain.

a. Pemberian Phytoplankton (Chaetoceros sp)

Untuk pemberian pakan Chaetoceros di PT. Tri Karta Pratama mengingat

ukurannya yang lebih kecil sehingga sulit untuk dipanen dengan metode filterisasi

maka menggunakan metode transfer media budidayanya langsung dengan

menggunakan pompa ke masing-masing bak pemeliharaan di modul melalui

instalasi pipa. Sedangkan untuk pemberian Chaetoceros sp. mengikuti aturan

sebagai berikut :

1. Plankton diberikan pada stadia Zoea - 1 sampai dengan PL 2.

2. Frekuensi pemberian plankton dapat diatur per hari dengan menjaga

populasinya di media pemeliharaan (40.000 sampai 80.000 sel / mlt).

3. Lakukan penebaran plankton ke dalam bak pemeliharaan dengan menggunakan

pompa secara merata melalui instalasi pipa.

4. waktu pemberian yaitu pada pagi dan sore hari pukul 10.00 dan 16.00 WIB.

26

Page 27: Pendahuluan Laporan Kkp

b. Pemberian Zooplankton Artemia

Pemberian pakan artemia adalah memberikan makanan nauplii artemia hidup

ke media pemeliharaan saat larva menginjak stadia PL. Zooplankton jenis artemia

sebelum di berikan ke media pemeliharaan terlebih dahulu untuk ditetaskan di

media bak yang ada di ruang kultur artemia. Adapun teknis pemberian pakan

nauplii artemia di PT. Tri Karta Pratama yaitu :

1. Artemia diberikan pada stadia PL1 sampai dengan panen antara PL10.

2. Naupli artemia terlebih dahulu dilakukan kultur selama 24 jam.

3. Frekuensi pemberian artemia yaitu 2 kali per hari (pukul 08.00 dan 20.00

WIB).

4. Lakukan penebaran artemia ke dalam bak pemeliharaan secara merata dengan

menggunakan gayung pakan.

5.2.2 Persiapan Pakan Alami

a. Kultur Phytoplankton (Chaetoceros sp)

Di PT. Tri Karta Pratama penyiapan pakan alami phytoplankton, telah di

siapkan oleh bagian manajemen plannkton dimana tahap persiapannya yaitu :

1. Kultur plankton skala lab (dengan media wadah toples ukuran 7 liter, galon)

2. Kultur plankton skala intermediet (dengan media kolam beton berkapasitas 5

ton air)

3. Kultur plankton skala masal (dengan media kolam beton berkapasitas 23 ton

air).

Gambar 11. Kultur Plankton di Lab dan Intermediete

27

Page 28: Pendahuluan Laporan Kkp

Gambar 12. Kultur Plankton di Bak Massal

b. Kultur Artemia

Jenis peralatan yang digunakan pada kultur Artemia di PT. Tri Karta

Pratama yaitu :

Tank fiber kerucut 500 liter ( dengan dasar yang di cat putih ).

Ember plastik (40 lt).

Seser artemia mesh - 200.

Cyste Artemia (Artemia Mackay).

Semua peralatan dan bak yang digunakan untuk kultur artemia dicuci

dengan detergent.  Keringkan semua peralatan dan bak setelah dicuci. Untuk bak

kultur harus dikeringkan selama sedikitnya 24 jam sebelum dipergunakan.

Buka kran air dan isi tank yang akan digunakan untuk kultur dengan air laut

masukan 4 - 5 buah selang aerasi gantung sehingga menghasilkan gelembung

udara yang cukup besar untuk mengaduk cyste artemia yang akan ditetaskan

nantinya.

Masukkan cyste kedalam bak kultur dengan kepadatan 1 - 2 gram per liter.

Inkubasikan selama 24 - 30 jam dengan menggunakan aerasi kuat.

Setelah 24 jam, artemia yang sudah menetas siap untuk dipanen.

28

Page 29: Pendahuluan Laporan Kkp

Gambar 13. Penuangan Cyste Artemia ke Tank Penetasan

c. Proses panen

Pasang pipa panen pada lubang pengeluaran di dalam bak. Pipa panen

berukuran 1,5 inch sepanjang 15 - 20 cm di bagian bawah untuk mengeluarkan

naupli yang dipanen.

Matikan aerasi selama 10 - 15 menit untuk membiarkan cangkang naik ke

permukaan air dan terpisah dari nauplii artemia yang menetas.

Selama aerasi dimatiakan, tutup bagian atas bak dengan penutup warna hitam

dengan tujuan untuk menghindari masuknya cahaya kedalam bak penetasan.

Cahaya yang masuk dapat mengakibatkan naupli artemia berenang ke

permukaan (fototaksis positif) sehingga bercampur dengan cangkang dan

akhirnya menyulitkan pemisahan dan pemanenan.

Buka kran pengeluaran air yang terdapat disisi luar bak yang akan dipanen dan

biarkan nauplii artemia keluar dengan kecepatan aliran air sedang.

Cuci naupli artemia yang sudah terpanen dengan menggunakan air tawar yang

mengalir dengan tujuan naupli bersih dari lendir.

29

Page 30: Pendahuluan Laporan Kkp

Masukan ke wadah ember dan kemudian siap untuk di berikan pakan PL (post

larva).

5.2.3. Pemberian Pakan Buatan

Pemberian pakan buatan (artificial feed) diberikan mulai stadia Zoea 1

sampai akhir masa pemeliharaan. Pada produk-produk komersial biasanya telah

ditetapkan dan di rekomendasikan cara penyimpanan maupun jumlah yang harus

diberikan pada setiap stadia. Jenis pakan buatan yang digunakan mengikuti SOP

yang di tetapkan perusahaan. Yang harus diperhatikan dalam pemberian pakan

buatan adalah pemberiannya tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan

kualitas media pemeliharaan menjadi buruk yang pada akhirnya dapat menjadi

pemicu timbulnya suatu penyakit.

1. Jenis Pakan Buatan

Di PT. Tri karta pratama, pemeberian pakan buatan dilakukan sebanyak 8

kali dalam sehari dengan jumlah yang disesuaikan dengan kebutuhan tergantung

pada kemampuan makan larva, stadianya dan kepadatannya. Di Tri Karta Pratama

di setiap stadia ada beberapa jenis nama pakan buatan yang diberikan yaitu :

a. Stadia Zoea 1 – 3 : ( Biosphere Zoea , MPZ, Sp Moss, Flake Top, Bk 505 ).

b. Stadia Mysis – 3 : ( Ultra diet 1, MP1, Sp Moss, Flake Top, Bk 505 ).

c. Stadia MPl 1-5 : ( Bio Sphere Pl 150, MP1, MP2, Seafood 100 – 200, Flake

Top, Bk 505 ).

d. Stadia Pl 5 – Pl 10 : ( Bio Sphere Pl 150, MP3, Seafood 100 – 200, Feng lie,

Flake Top, Bk 505 )

Gambar 14. Pakan Buatan

30

Page 31: Pendahuluan Laporan Kkp

2. Persiapan Pengadukan Pakan

Di PT. Tri karta Pratama dilakukan pengadukan pakan yaitu dengan cara

mencampur beberapa pakan dengan masing masing takarannya ke dalam satu

wadah, lalu di kocok hingga semuanya tercampur merata, kemudian pakan di

timbang sesuai takaran gram nya per bak, dimasukan ke plastik yang telah di

tandai degan nomer bak.

3. Cara Dan Waktu Pemberian Pakan

Pemberian pakan buatan di berikan selama 8 kali perhari pada waktu pagi

hari 07.00 dan 09.00 WIB, Siang hari 13.00 WIB, Sore hari 16.00 WIB. Malam

hari 19.00 dan 21.00 WIB, dan pada dini hari 01.00, 04.00 WIB. Pada pemberian

pakan buatan, sebelumnya dilakukan penyaringan, hal tersebut dimaksudkan agar

pakan buatan yang tersaring sesuai dengan bukaan mulut dari larva udang pada

tiap stadia. Cara pemberian pakan buatan dapat di lihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Pemberian Pakan Buatan

Adapun langkah langkah yang perlu di perhatikan dalam pemberian pakan

buatan yaitu :

a. tuang pakan ke dalam saringan pakan dengan ukuran sesuai stadia benur,

kemudian di kucek serta larutkan di dalam air laut kurang lebih 10 lt yang

sudah dipersiapkan di dalam ember. Tujuan dilakukan penyaringan agar ukuran

partikel pakan sesuai dengan ukuran bukaan mulut larva.

b. Saringan yang digunakan berukuran 10 sampai 80 mikron diberikan sampai

pada stadia zoea tiga. Pada stadia mysis pakan buatan diberikan dengan cara

disaring menggunakan saringan berukuran 50 sampai 150 mikron, Pakan

buatan yang diberikan pada stadia PL1 sampai PL8 sebelumnya disaring

menggunakan saringan berukuran 200 sampai 300 mikron, sedangkan pada

31

Page 32: Pendahuluan Laporan Kkp

stadia PL9 sampai dengan panen sebelumnya disaring menggunakan saringan

dengan ukuran  300 sampai 500 mikron.

c. Sebarkan pakan secara merata ke dalam bak pemeliharaan dengan

menggunakan gayung.

5.3. Pengelolaan Kualitas Air

Menurunnya kualitas air di bak - bak pemeliharaan larva umumnya

disebabkan oleh terakumulasinya sisa pakan maupun produk buangan benur itu

sendiri (feces) sehingga menyebabkan peningkatan jumlah bakteri, kandungan

dalam air. Untuk mempertahankan kualitas air selama masa pemeliharaan,

diperlukan pengelolaan yang baik sebagai berikut :

1. Pada saat stadia larva (Z3 – M2) hanya dilakukan penambahan air sebanyak

10 - 15% per hari, dengan cara memasang filter bag pada pipa pengeluaran air,

kemudian membuka kran air sehingga mencapai kebutuhan yang diharapkan.

2. Pergantian air dilakukan pada pagi atau sore hari, mulai stadia M3 sampai

akhir masa pemeliharaan. Pada prinsipnya pergantian air ini adalah untuk

membuang sebagian air yang mengandung metabolit dengan air baru yang

lebih bersih. Bertujuan menciptakan lingkungan perairan di wadah

pemeliharaan yang bersih guna merangsang proses moulting benur. Pergantian

air dengan cara membuang air kira – kira 4 ton dan diganti dengan air baru, 2

ton air laut 2 ton plankton.

5.4. Monitoring Kondisi Benur

Di PT. Tri Karta Pratama dilakukan pengamatan kondisi dan perkembangan

larva, ini penting dilakukan karena larva udang memiliki beberapa stadia.

Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik dan perkembangan

tubuh larva yang dapat digunakan untuk mengetahui jumlah populasi sehingga

dapat menetukan jumlah pakan yang diberikan. Pengamatan dilakukan secara

makroskopis. Pengamatan makroskopis dilakukan secara visual dengan

mengambil sampel langsung dari bak pemeliharaan menggunakan backer glass

kemudian diarahakan ke cahaya untuk melihat kondisi tubuh larva, pigmentasi,

usus, sisa pakan, dan kotoran atau feses. Pengamatan ini dilakukan untuk

32

Page 33: Pendahuluan Laporan Kkp

mengamati morfologi tubuh larva, keberadaan parasit, patogen yang

menyebabkan larva terserang penyakit. Pengamatann ini biasanya dilakukan oleh

teknisi, ada beberapa ciri yang bisa di lihat dari pengamatan makroskopis yaitu :

1. Pada fase naupli gerakannya berenang dan berhenti.

2. Fase zoea gerakannya konstan, pergerakannya melingkar dan selalu makan

sehingga dibagian tubuh belakangnya menempel kotoran yang mirip ekor. Fase

ini berlangsung selama 4 hari.

3. Fase mysis gerakannya kadang menjentik atau membengkokkan tubuhnya dan

berenang mundur, fase ini berlangsung selama 3 hari.

4. Larva masuk stadia PL apabila badan lurus, berenang maju dan sudah tampak

seperti udang dewasa.

Perbedaan tiap stadia ini sesuai dengan pendapat Martosudarmo dan

Ranoemiraharjo (1980) yang menyatakan bahwa fase naupli berenang sesuai

pergerakan air, fase zoea telah tampak alat pencernaan, fase mysis bergerak

cukup aktif dan fase post larva sudah berbentuk udang dewasa. Adapun

mikroskopis di lakukan dengan cara mengambil beberapa ekor larva dan di

letakkan di atas gelas objek, kemudian di amati di bawah mikroskop. Pengamatan

ini di lakukan untuk mengamati morfologi tubuh larva, keberadaan parasit,

pathogen yang menyebabkan larva terserang penyakit. Pengamatan kondisi

perkembangan larva secara makroskopis dpat di lihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Monitoring Kondisi Benur Secara Makroskopis

5.5. Pengendalian Penyakit

Di PT. Tri Kata Pratama proses pencegahan penyakit di lakukan mulai dari

penerapan biosekuriti dengan kaporit sebanyak 1 sampai 2 ppm yang ditempatkan

pada awal pintu masuk ruangan. Selain penerapan biosekuriti juga dilakukan

33

Page 34: Pendahuluan Laporan Kkp

sanitasi peralatan yang dilakukan sebelum dan sesudah pemakaian peralatan

dengan cara merendam menggunakan kaporit atau 100 ppm dan alat berupa

selang, timah, batu aerasi di rendam selama 24 jam dengan vikron aquatic. Pada

pemeliharaan larva dilakukan pemberian obat - obatan yang aman seperti

Ethylene Diamine Tetra Acetic (EDTA), Treflan, dan probiotik. Pemberian EDTA

berfungsi sebagai pengikat bahan organik dan logam berat, pemberian treflan jika

kondisi larva mengalami gangguan seperti adanya penempelan atau tumbuhnya

jamur di bak, sedangkan pemberian probiotik yang dilakuakan secara rutin dapat

meningkatkan kekebalan tubuh larva terhadap serangan pathogen. Probiotik juga

dapat menekan pertumbuhan bakteri Vibrio harveyi, jenis organisme yang

umumnya menyerang larva udang vaname adalah golongan protozoa, virus,

jamur, bakteri, dan cacing. Adapun jenis obat – obatan yang digunakan dalam

pengendalian penyakit di PT. Tri Karta Pratama yaitu pemberian probiotik,

treflan, dan EDTA.

1. Pemberian Probiotik

Pemberian probiotik diberikan dengan frekuensi satu kali perhari pada jam

10.00 WIB. Pemberian probiotik di mulai dari stadia Zoea sampai menginjak

stadia PL2. Nama probiotik yang digunakan dengan nama dagang yaitu Pro 4000

x. Pemberian probiotik ini bertujuan untuk meningkatkan kekebalan tubuh larva

terhadap srangan phatogen. Caranya dengan pengkulturan terlebih dahulu pada

tank kultur probiotik selama 24 jam. Untuk kemudian siap di berikan pada bak

larva. Contoh Probiotik yang siap di berikan kepada larva dapat di lihat pada

Gambar 17.

Gambar 17. Probiotik Dalam Tank Kultur

34

Page 35: Pendahuluan Laporan Kkp

2. Pemberian EDTA dan Treflan

EDTA di berikan sebelum naupli masuk ke bak pemeliharaan, malam hari

bak yang telah di isi air yang besok paginya akan di isi naupli di berikan EDTA

dengan banyaknya pemberian 200 gr. Selanjutnya tiap naik stadia diberikan

EDTA sebanyak 100 gr. Berfungsi sebagai pengikat bahan organik dan logam

berat. Adapun pemberian trefflan sebanyak 18 ml per bak, pemberian treflan di

berikan ketika kondisi larva mengalami gangguan seperti penempelan filamen

atau tumbuhnya jamur di bak (darurat). Dan langkah – langkah pemberian EDTA

maupun pemberian trefflan yaitu :

Ambil jenis obat yang akan diberikan, kemudian timbang dan ukur sesuai

kebutuhan.

Larutkan dengan air tawar hingga homogen.

Encerkan larutan obat pada wadah ember 10 lt untuk dan kemudian sebarkan

merata ke seluruh bagian permukaan air dalam bak larva.

Cuci ember yang telah digunakan hingga bersih dan atur menjadi rapi kembali.

Pemberian EDTA dan Trefflan dapa dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Pemberian EDTA dan Trefflan

5.6. Pemanenan

Pemanenan larva udang vannamei biasanya di lakukan saat stadia minimal

post larva amtara PL 8 – PL10. Namun hal tersebut dapat berubah sesuai dengan

permintaan pembeli atau konsumen. Proses dan tahap panen dan pengepakan

benur di PT. Tri Karta Pratama yaitu :

a. Persiapan air

Tahap - tahap persiapan panen meliputi persiapan air, persiapan kantung

benur dan wadah sterefoam box yang di siapkan beberapa waktu sebelum proses

35

Page 36: Pendahuluan Laporan Kkp

panen di mulai. Tank besar berukuran 3 ton di isi air dan suhunya diturun kan

menjadi 20 °C, Kemudian siapkan 6 bak yang berukuran volume air 300 liter di

isi air dan suhunya masing – masing bak di atur tiga bak bersuhu 28 °C, dua bak

bersuhu 26 dan 24 °C, dan satu bak lagi yang terakhir bersuhu 22 °C. Kemudian

air di tiap bak di aerasi dan di beri oksigen murni. Kantung Benur di hitung dan di

siapkan, Siapkan es batu balokan yang terlebih dulu di pecah dan dikemas dengan

plastik kecil, Wadah stereofoam box di siapkan sebanyak yang dibutuhkan.

Tahapan pengaturan suhu air dapat di lihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Proses Penurunan Suhu Air Dengan Menggunakan Es Batu

b. Penurunan air bak

Lakukan penurunan air di bak pemeliharaan yang akan dipanen dari volume

air 32 sampai ke 20 ton. Tujuannya agar ketika panen arus air tidak terlalu besar

yang dapat mengganggu kondisi benur, kemudian pasang rangka dan jaring net

panen pada pipa pembuangan di luar bak dan tutup sebagian siring (jalan air) yang

terdapat di dalam bak panen dengan papan sampai ketinggian tertentu agar air

tetap tergenang. Hal ini dilakukan untuk menghindari terlalu kencangnya tekanan

air yang keluar dari bak dan juga untuk menjaga agar benur yang akan

dikeluarkan nantinya tetap berada atau terendam dalam air. Selanjutnya Cabut

pipa saluran pembuangan dan buka kran pipa di saluran pembuangan agar benur

dapat keluar. Penurunan air bak dapat dilihat pada Gambar 20.

36

Page 37: Pendahuluan Laporan Kkp

Gambar 20. Penurunan Air Bak

c. Penyeseran dan Transfer Benur

Siapkan rangka panen yang berbentuk kotak terbuat dari pipa dan

dilengkapi dengan net panen mesh 56, lalu siapkan seser benur (hand catch net)

ember untuk wadah mentransfer benur di isi dengan air bak, di aerasi, dan siapkan

juga selang 0.5 inch untuk penyiponan. Benur yang keluar dan tertampung dalam

net panen diseser dengan menggunakan hand catch net mesh 56, kemudian

tampung dalam ember transfer. Kepadatan benur per ember 100.000 ekor benur,

bawa ember berisi benur tersebut ke packing area dan masukkan ke bak

penampungan benur yang sudah disiapkan dengan kepadatan maksimal 500.000

ekor benur per tank dengan suhu bak 28 °C. Penyeseran benur dapat di lihat pada

Gambar 21.

Gambar 21. Penyeseran Benur dan Transfer Benur

37

Page 38: Pendahuluan Laporan Kkp

d. Aklimatisasi Benur

Pindahkan benur dari bak yang bersuhu 28°C dengan mempergunakan hand

catch net mesh 56 dari bak penampungan ke bak aklimatisasi dengan suhu 26oC

dan tampung di dalam net aklimatisasi dengan kepadatan maksimal 100.000 ekor

benur,  Lakukan penyesuaian suhu (aklimatisasi) minimal selama dua menit.

Selanjutnya pindahkan ke net aklimatisasi berikutnya (24oC dan 22oC) dengan

rentang waktu yang sama. Pada masing-masing net aklimatisasi, lengkapi dengan

aerasi oksigen murni dan aerasi blower untuk mensupply oksigen bagi benur,

seser benur dari net aklimatisasi terakhir dengan hand catch net mesh 56,

kemudian lakukan penakaran (Scooping). Proses aklimatisasi dapatdi lihat pada

Gambar 22.

Gambar 22. Aklimatisasi Kondisi Benur

e. Penakaran / Scooping

Sebelumnya lakukan uji coba penakaran untuk memberikan perkiraan

ukuran takarannya terhadap benur yang akan dimasukan per kantung penakaran

dilakukan sebanyak 3 kali percobaan sampai dirasa stabil. Penakaran (scooping)

benur dengan menggunakan saringan dan masukkan kedalam wadah air 1,8 liter

lalu masukan benur ke kantung dengan kepadatan benur per takar (per kantong)

adalah 2000 – 2500 ekor. Selama dilakukan penakaran, posisi seser (hand catch

net) harus tetap terendam air dan lengkapi dengan aerasi dan oksigen murni pada

bagian luar seser agar supply oksigen tetap terjamin. Setelah benur di scooping

sesuai takaran dan dimasukan ke kantung benur, selanjutnya di beri oksigen dan

di ikat dengan karet gelang. Cara scooping dapat di lihat pada Gambar 23.

38

Page 39: Pendahuluan Laporan Kkp

Gambar 23. Penakaran Benur (Skooping)

f. Pengepakan

Setelah kantung benur di beri oksigen dan di ikat selanjutnya dilakukan

pengepakan, dengan cara kantung benur di masukan ke stereofoam box dengan

jumlah 8 kantung benur per box stereofoam, lalu di dalam box di beri batu es yang

telah dikemas plastik. Kemudian box di tutup dan dilakban untuk selanjutnya di

bawa ke mobil untuk siap di kirim. Proses packing dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. Packing Benur di PT. Tri Karta Pratama

39

Page 40: Pendahuluan Laporan Kkp

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil mengikuti kegiatan pemeliharaan larva udang vaname yang telah

dilaksanakan di PT. Tri Karta Pratama penulis dapat mengambil kesimpulan, pada

pemeliharaan larva banyak hal yang perlu di perhatikan karena pada fase ini

merupakan fase yang sangat rentan terserang penyakit dan yang lainnya, selain

parameter kualitas air dan biosecuriti, manajemen pakan yang diterapkan

pada pemeliharaan udang vannamei harus benar – benar di perhatikan dengan

baik dengan pemberian pakan yg berkualitas baik, serta dosis pemberian pakan

tepat dan frekuensi dan cara pemberian pakan yang diberikan tepat, dapat

berpengaruh baik terhadap keseragaman pertumbuhannya namun ketika dalam

cara persiapan media, penerapan biosecuriti dan pemberian pakan yang kurang di

perhatikan dengan baik dan tepat kemungkinan besar dapat mempengaruhi

pertumbuhan larva menjadi tidak seragam dan laju pertumbuhan lambat serta

tingkat bertahan hidup benur (SR) rendah.

6.2. Saran

Saran yang dapat saya berikan pada PT. Tri Karta Pratama dalam pemberian

pakan larva udang vannamei sebaiknya di lakukan dengan cara yang baik dan

benar, yakni dengan terpal penutup bak larva dibuka ketikamalam hari sehingga

tidak mempersulit pada saat pakan ditebar dan agar pembagian pakan merata ke

seluruh sudut bak.

40