pendahuluan a. latar belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf ·...

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting karena memiliki peran yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 13 memuat jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Ketiga jalur pendidikan tersebut merupakan subsistem pencapaian tujuan pendidikan nasional. Secara khusus pada pasal 26, ayat 2 dinyatakan bahwa “pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional”. Ini berarti bahwa pendidikan nonformal diberi ruang dan tanggung jawab dalam pengembangan sumber daya manusia melalui peningkatan kualitas pengetahuan dan keterampilan yang berguna untuk kehidupan masyarakat.

Upload: others

Post on 24-Aug-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reformasi pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama

dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting

karena memiliki peran yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai

bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah

berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh

layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia

sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pasal 13 memuat jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, pendidikan

nonformal, dan pendidikan informal. Ketiga jalur pendidikan tersebut merupakan

subsistem pencapaian tujuan pendidikan nasional. Secara khusus pada pasal 26,

ayat 2 dinyatakan bahwa “pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan

potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan

keterampilan fungsional”. Ini berarti bahwa pendidikan nonformal diberi ruang

dan tanggung jawab dalam pengembangan sumber daya manusia melalui

peningkatan kualitas pengetahuan dan keterampilan yang berguna untuk

kehidupan masyarakat.

Page 2: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

2

Untuk mencapai kualitas masyarakat sebagaimana yang diuraikan tadi, harus

dilandaskan pada filosofi life long learning yang bertumpu pada pendidikan untuk

hidup (education for life) dan berorientasi pragmatism learning. Pendidikan

berbasis pada kebutuhan aktual masyarakat lokal, nasional dan global. Pendidikan

perlu dirancang dengan paradigma baru, yaitu: homocentric model, yaitu menekan

pada beberapa karakteristik, seperti : 1) Menekankan partisipasi masyarakat dan

lembaga non government organizations dalam proses pendidikan luar sekolah; 2)

memfokuskan human resources quality development; 3) mengarahkan pada life

long learning and community learning; 4) Menekankan pada kebutuhan

masyarakat dalam setiap merancang program pendidikan luar sekolah; 5)

Pemerintah hanya sebagai fasilitator dan motivator dalam proses penyadaran

pendidikan.

Kunci keberhasilan program pendidikan adalah adanya pembinaan tenaga

kependidikan dan kelembagaan yang terpadu, yaitu dengan membuat reposisi

terhadap pembinaan tenaga kependidikan dan kelembagaan, baik di tingkat pusat,

regional propinsi maupun daerah melalui pola pembinaan kemitraan yang

koordinatif, bukan lagi vertikal-direktif (instruktif) . Pemerintah harus berani

mengkaji ulang berbagai tugas dan fungsi, kompetensi ketenagaan dan

kelembagaan. Kajian komprehensif tersebut harus didasarkan pada bentuk dan

kualitas layanan, orientasi produk dan kebutuhan masyarakat yang sedang aktual.

Dengan dukungan tenaga dan lembaga yang kuat, maka kualitas program akan

mampu menjawab berbagai peluang dan tantangan yang ada di tengah-tengah

Page 3: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

3

masyarakat. Tanpa tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas dan

kelembagaan yang sistematis, sesuai perkembangan dalam masyarakat, tentunya

tidak akan menghasilkan program-program yang dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat.

Kelembagaan dan ketenagaan yang sistemik dan komprehensif akan mampu

berkontribusi: Pertama memfokuskan reinforcement sumber daya manusia kita

secara maksimal guna mendukung keberhasilan program pendidikan luar sekolah

dan di masyarakat. Kedua, dapat tetap tergalang adanya sinkronisasi dan

koordinasi dalam setiap bidang dan aspek program, agar pembangunan pendidikan

luar sekolah tetap dalam kerangka pembangunan Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Untuk itu perlu adanya pengkajian perencanaan kelembagaan terpadu

bagi peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga pendidikan nonformal, sehingga

tidak terjadi ketimpangan dari segi kualitas. Ketiga, dapat diciptakan program-

program peningkatan sumber daya manusia yang tidak konvensional lagi, yaitu

mencari paradigma baru pendidikan dan latihan (The new educational and training

paradigms) yang mampu mengubah sikap dan mental pendidik dan tenaga

kependidikan, yang bermental birokrat, menjadi memiliki rasa membutuhkan

prestasi (needs for achievement) dan memiliki motivasi berprestasi tinggi (high of

achievement motivation) yang mandiri, profesional serta memiliki tingkat

pengabdian yang tinggi pula. Dengan paradigma pendidikan dan latihan yang baru

diharapkan akan muncul sumber daya manusia yang solid dalam prestasi dan

mempunyai sikap pengabdian yang tulus. Keempat, pentingnya pengkajian terpadu

Page 4: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

4

secara terus menerus tentang ketenagaan pendidikan luar sekolah. Caranya yaitu

dengan menyusun standar kompetensi, akreditasi dan kualifikasi ketenagaan

(pendidik dan tenaga kependidikan nonformal) secara terpadu khususnya yang ada

di daerah.

Melalui empat kegiatan pengkajian dan penilaian (research and assessment)

di atas, akan dihasilkan profil dan kinerja (performance) ketenagaan yang sesuai

dan mampu menjawab beban tugas yang semakin berat dan kebutuhan belajar

yang berkembang cepat di masyarakat. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa

sistem dan kualitas layanan pendidikan nonformal kedepan akan mampu

memberikan jawaban atas tantangan dan persaingan global yang semakin tajam.

Pendidikan nonformal adalah bagian integral dari pembangunan pendidikan

nasional yang diarahkan untuk menunjang upaya peningkatan mutu sumber daya

manusia Indonesia yang cerdas, sehat, terampil, mandiri dan berakhlak mulia

sehingga memiliki ketangguhan dalam menghadapi berbagai tantangan.

Pembangunan. Pendidikan nonformal secara bertahap terus didorong dan diperluas

guna memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak mungkin dapat terlayani

melalui jalur formal. Sasaran pelayanan Pendidikan nonformal diprioritaskan pada

masyarakat yang tidak pernah sekolah, putus sekolah penganggur/miskin dan

masyarakat lain yang ingin belajar untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan

dan keterampilannya sebagai bekal untuk dapat hidup lebih layak. Konsep ini

sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sudjana (1991:7), yang

memberikan batasan bahwa Pendidikan nonformal adalah :

Page 5: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

5

setiap usaha pendidikan dalam arti luas yang padanya terdapat komunikasi yang teratur dan terarah, diselenggarakan di luar sekolah sehingga seseorang atau sekelompok orang memperoleh informasi tentang pengetahuan, latihan dan bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya dengan tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai yang memungkinkan baginya untuk menjadi peserta yang lebih efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaannya, lingkungan masyarakat dan bahkan lingkungan negara.

Pada penyelenggaraan Pendidikan nonformal, dikenal satuan Pendidikan

nonformal yaitu wadah layanan pendidikan yang menyelenggarakan kegiatan

Pendidikan nonformal. Salah satunya adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

(PKBM). Sebagaimana yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 Pasal 26 ayat

4 menyebutkan bahwa “satuan Pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus,

lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan

majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis”.

Fakta menunjukkan bahwa pendidikan formal dan sistem persekolahan

ternyata tidak mampu menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh

masyarakat. Keadaan ini dapat diukur dari masih rendahnya tingkat pendidikan

masyarakat, tingginya tingkat buta aksara bagi orang dewasa, tingginya tingkat

pengangguran, tingginya tingkat kemiskinan dan sebagainya. Di pihak lain,

kebijakan pemerintah dalam pembangunan pendidikan sangat menitikberatkan

pada pendidikan formal dan sistem persekolahan. Sejalan dengan kondisi tersebut

perhatian pemerintah pada pendidikan non formal masih sangat terbatas. Faktanya

antara lain terlihat pada alokasi anggaran, fasilitas yang tersedia dan hal lain yang

jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan alokasi untuk pendidikan formal.

Page 6: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

6

Upaya untuk mendorong peningkatan keberhasilan penyelenggaraan

pendidikan non formal telah dilakukan melalui berbagai strategi antara lain,

dengan mengkaji ulang kiprah pendidikan non formal selama ini. Negara-negara

yang tergabung dalam UNESCO menyimpulkan bahwa pembangunan pendidikan

non formal haruslah semaksimal mungkin bersifat partisipatif, dilaksanakan oleh

masyarakat itu sendiri dan peran pemerintah sebaiknya diposisikan lebih sebagai

fasilitator. Hal ini terlihat dari berbagai naskah deklarasi antara lain deklarasi

Jomtien, Dakar, dan sebagainya.

Salah satu upaya konkrit dalam mengimplementasikan konsep tersebut yakni

munculnya gagasan untuk mendorong terwujudnya Pusat Kegiatan Belajar

Masyarakat (PKBM) atau Community Learning Centre. PKBM bukanlah

sepenuhnya merupakan suatu konsep yang baru sama sekali. Seperti di Jepang

sejak tahun 1949 dikenal adanya Kominkan. Kominkan telah memberikan

kontribusi yang sangat berarti bagi pembangunan kemajuan masyarakat Jepang

dengan perkembangan yang sanat pesat, bahkan hingga tahun 2004 diperkirakan

telah tersebar sekitar 18.000 Kominkan di seluruh Jepang.

Terilhami oleh perkembangan tersebut, maka untuk menggerakkan

masyarakat dalam mewujudkan kehadiran PKBM di Indonesia, Pemerintah

melalui Departemen Pendidikan Nasional merumuskan berbagai kebijakan dan

program untuk mengidentifikasi dan mendorong agar masyarakat dengan

kesadarannya sendiri membentuk dan mengelola berbagai kegiatan pembelajaran

bagi masyarakat sesuai kebutuhan dan potensi yang mereka miliki. Gagasan

Page 7: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

7

menggulirkan PKBM tersebut juga didasari pertimbangan luasnya sasaran layanan

pendidikan nonformal, kompleksitas permasalahan dan kendala yang dihadapi

masyarakat. Kondisi ini yang mendorong pemerintah melalui Direktorat

Pendidikan Masyarakat untuk menggagas kegiatan pembelajaran masyarakat yang

berpangkal pada masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat, berada dalam

lingkungan masyarakat dan bermakna untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Strategi ini digunakan agar dalam setiap penyelenggaraan program

pembelajaran masyarakat senantiasa dalam koridor pemberdayaan masyarakat.

Dalam perspektif itulah pelaksanaan strategi mendinamisasi peranserta masyarakat

untuk merencanakan, melaksanakan, mengembangkan dan melembagakan

kegiatan belajarnya yang diaktualisasikan dengan pembentukan PKBM.

Keterlibatan masyarakat dalam proses pendidikan secara tidak langsung

akan memberikan ruang gerak yang lebih luas, sehingga masyarakat akan semakin

dewasa dan semakin mandiri dalam menentukan masa depannya. Dengan

demikian pengembangan program-program yang ada di PKBM diarahkan pada

pengembangan potensi masyarakat. Anggota masyarakat yang memiliki kelebihan,

baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan membantu mereka yang

masih ketinggalan. Sehingga masyarakat mampu untuk mandiri, menopang

kehidupan keluarga dan mendukung pembangunan masyarakatnya. Dengan kata

lain, apabila potensi yang ada di masyarakat dapat berkembang secara optimal,

maka keberadaan PKBM akan selalu mendapat tempat dan dukungan dari

masyarakat yang mengarah pada suatu tujuan, yaitu terciptanya masyarakat yang

Page 8: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

8

gemar belajar, kreatif, dinamis, mandiri, memiliki daya saing serta sanggup

menghadapi segala tantangan ke depan. Uuntuk memahami keberadaan PKBM

secara konseptual, Sihombing (Kamil, 2007 : 80), mengemukakan bahwa PKBM

atau Community Learning Centre (CLC), antara lain seperti yang dikemukakan

oleh :bahwa :

PKBM adalah sebuah model pelembagaan yang diartikan, bahwa PKBMa sebagai basis pendidikan masyarakat, dikelola secara profesional oleh LSM atau organisasi kemasyarakatan lainnya, sehingga masyarakat dengan mudah dapat berhubungan dengan PKBM dan meminta informasi tentang berbagai program pendidikan masyarakat, persyarannya, dan jadwal pelaksanaannya.

Sejak tahun 1998 Direktorat Pendidikan Masyarakat Ditjend Pendidikan

Nonformal Pemuda dan Olah Raga Departemen Pendidkan Dan Kebudayaan

ketika itu, merintis pembentukan wadah kegiatan belajar yang disebut PKBM yang

memberikan layanan penyelenggaraan PNF bagi masyarakat yang belum ataupun

tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan layanan pendidikan sekolah.

Di Indonesia hingga tahun 2006 tercatat sekitar 5000 PKBM tersebar di

seluruh tanah air. Dukungan pemerintah dalam upaya meningkatkan kemampuan

kelembagaan PKBM antara lain berupa: 1) peningkatan kemampuan tenaga

pengelola PKBM melalui kegiatan pelatihan, 2) pemberian subsidi kepada PKBM

dengan harapan PKBM mampu mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan belajar

masyarakat yang terus meningkat dan beragam.

Strategi penyelenggaraan PKBM ditempuh dengan cara mengoptimalkan

seluruh potensi yang tersedia di lingkungan belajar. Strategi penyelenggaraan

Page 9: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

9

PKBM ini diupayakan untuk mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya

yang ada dengan cara, 1) mendayagunakan seluruh sumber daya alam, 2)

menggerakkan sumber daya manusia, 3) mendayagunakan sarana/prasarana yang

telah ada di masyrakat.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, diperoleh fakta yang

menunjukkan adanya kendala dan hambatan dalam pengelolaan PKBM, baik yang

disebabkan faktor internal kelembagaan, maupun faktor lingkungan, masyarakat.

Fenomena yang terpantau juga berupa kendala dalam pengelolaan PKBM antara

lain penataan instutisi, yang mencakup: Pertama, belum optimalnya penerapan

akreditasi kelembagaan PKBM, sehingga berpengaruh pada akses layanan dan

tingkat kepercayaan masyarakat terhadap output PKBM. Kedua, pengelolaan

PKBM secara umum belum dilaksanakan sesuai Standar Operasional Prosedur

(SOP) atau Standar Minimal Manajemen (SMM) PKBM sehingga berimbas pada

mutu manajemen pendidikan di PKBM. Rendahnya mutu pengelolaan tersebut

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, : 1) belum tersedianya pendidik dan

tenaga kependidikan yang profesional, 2) belum relevannya kurikulum dan bahan

ajar dengan kebutuhan belajar masyarakat, 3) minimnya fasilitas pendukung

penyelenggara kegiatan pembelajaran, 4) rendahnya partisipasi pengelola PKBM

untuk membadani pengelolaan program pembelajaran baik secara administratif

maupun kelembagaan, 5) minimnya kemampuan personal pengelola PKBM dalam

membangun komunikasi dan interaksi yang positif baik di internal lembaga

maupun di lingkungn masyarakat dan stakeholder yang ada.

Page 10: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

10

Di Provinsi Gorontalo terdapat 103 PKBM yang tersebar di 6 Kabupaten

Kota. Dari Jumlah tersebut, telah terakreditasi sejumlah 79 PKBM. Dalam studi

pendahuluan ini peneliti menemukan fakta bahwa sebahagian besar pengelola

PKBM belum memiliki kemampuan manajerial sebagai pengelola PKBM.

Kompetensi yang terbatas itu hanya mereka peroleh melalui pelatihan

penyelenggara program, orientasi kebijakan dan regulasi di bidang PNF. Kondisi

tersebut menjadi kendala bagi pengelola PKBM dalam menjalankan tugasnya.

Faktor lain yang menjadi penyebab yakni belum adannya Standar kompetensi

untuk pengelola PKBM.

Untuk mewujudkan pengelola PKBM yang mampu menjadi agen

pembangunan, maka pengelola PKBM harus bekerja keras dan gigih untuk

meningkatkan kemampuannya sesuai tuntutan kebutuhan belajar masyarakat.

Pengelola PKBM diharapkan menjadi agen yang memiliki komitmen dalam

mengembangkan kualitas layanan PNF, dan senantiasa mengedepankan prinsip

perubahan bagi kesejahteraan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Jika Pengelola PKBM merasa hanya sebagai pelaksana saja, maka PKBM

sebagai salah satu satuan PNF, tidak akan memberi kontibusi ysng besar bagi

perubahan kehidupan masyarakat. Kemajuan dan perubahan yang terjadi di

lingkungannya masyarakat tidak akan dapat diantisipasi dengan baik oleh

pengelola PKBM desebabkam mereka sulit mengikuti kemajuan yang terjadi

bahkan tugas atau misi yang diembannya tidak akan terlaksana sesuai harapan

masyarakat.

Page 11: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

11

Pengelola PKBM sebagai pucuk pimpinan juga sebagai manajer yang

senantiasa harus menyadari posisi dan tanggung jawabnya. Selain patuh pada

rambu-rambu yang berlaku, Pengelola PKBM harus berani dan kreatif

menciptakan kiat dan langkah yang tepat, mengatasi hambatan dan rintangan yang

mungkin muncul dalam upaya mewujudkan tujuan dan menjalankan fungsinya,

mensiasati perkembangan yang terjadi, agar tidak hanya menjadi leader,

melainkan juga harus menjadi manajer dan supervisor, menerapkan manajemen

yang sanggup menciptakan iklim dan lingkungan kerja serta lingkungan belajar

yang benar-benar kondusif untuk berkreasi dan berprestasi.

Tenaga pendidik bahkan warga belajar harus berperan dan berkontribusi bagi

efisiensi dan keberhasilan pengelolaan PKBM. Dalam kaitan ini PTK dan warga

belajar harus memainkan perannya masing masing untuk membantu Pengelola

PKBM bekerja guna terciptanya iklim kerja lingkungan PKBM yang kondusif dan

mendukung kegiatan pembelajaran.

Peranan pengelola PKBM sebagaimana dikemukakan di atas, tentu saja

menjadi syarat bagi terwujudnya lembaga penyelenggara program PNF yang

representatif produktif dan profesional. Namun realita yang yang ada justru

berbeda dengan harapan yang diinginkan. Fakta empirik yang sangat fundamental

yang ditemukan peneliti antara lain ; 1) pendidik dan tenaga kependidikan tidak

berperan aktif dalam meningkatkan pengelolaan PKBM. Hal ini berkaitan erat

dengan perilaku pendidik dan tenaga kependidikan yang sering kali datang tidak

tepat waktu, tidak adanya perencanaan pembelajaran yang semestinya menjadi

Page 12: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

12

panduan pendidik dan tenaga kependidikan dalam kegiatan di kelompok belajar,

dan tidak dilaksanakannya kegiatan pengelolaan kelas pada waktu kegiatan

pembelajaran berlangsung. 2) lemahnya pengendalian dan pengawasan terhadap

penyelenggaraan program, Rusaknya sistem evaluasi dan pelaporan serta tidak

adanya tindak lanjut pelaksnaan program. 3) kurangnya koordinasi pendidik dan

tenaga kependidikan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran hingga berakibat

terjadinya over lapping dalam proses manajemen PKBM. Akibat perilaku PTK

yang tidak menjabarkan tangung jawab kepemimpinan menyebabkan warga

belajar menjadi tidak bergairah, malas belajar dan bahkan tidak mematuhi

kesepakatan belajar yang sudah dibangun dengan pihak PKBM. Hal ini akan

membawa PKBM pada suasana yang tidak kondusif, sehingga Pengelola akan

mengalami kendala dalam mengendalikan manajemen PKBM.

Selain itu permasalahan yang cukup aktual adalah tidak adanya biaya

operasional pengelolaan PKBM. Keadaan sarana prasarana yang terbatas turut

mempengaruhi pengelolaan PKBM. Minimnya biaya pendanaan kegiatan PKBM

baik yang kokurikuler maupun ekstrakurikuler. Sehingga dapat dipastikan alokasi

anggaran dari pemerintah dalam bentuk blok grant merupakan satu satunya

sumber biaya penyelenggaraan program untuk PKBM selama ini. Sementara untuk

operasional pengelolaan lembaga belum mendapat prioritas. Selain tidak memiliki

sumber dana rutin, di lain pihak penyaluran dana program harus memenuhi

tahapan prosedur dan birokrasi yang terkesan sangat penjang. Birokrasi yang rumit

itu turut mempengaruhi kondisi pengelolaan PKBM.

Page 13: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

13

Sarana dan prasarana merupakan permasalahan yang tidak dapat diabaikan

dalam pengelolaan PKBM. Sarana dan prasarana yang tersedia kadang tidak

memenuhi kebutuhan. Bahkan yang cukup memprihatinkan, sebahagian besar

PKBM tidak mempunyai sarana prasarana belajar yang baik. Hasil survey yang

dilakukan peneliti, merekam ada PKBM yang hanya memanfaatkan gedung atau

rumah penduduk, bahkan ruangan belajarnya yang tidak layak pakai. Kenyataan

seperti ini mengakibatkan kegiatan pembelajaran menjadi tidak nyaman, sehingga

sangat berpengaruh terhadap mutu Pendidikan Nonformal.

Warga belajar sebagai input dalam pengelolaan PKBM hendaknya diberikan

bekal dan pengalaman berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap agar memiliki

budi pekerti luhur serta menjadi manusia pembangunan yang mandiri. Untuk

mensukseskan semua itu diperlukan adanya PTK yang mempunyai kompetensi

serta memiliki kemampuan dan keterampilan yang dapat diandalkan sesuai

bidangnya masing masing.

Kepedulian PTK, warga belajar dan masyarakat dalam pengelolaan PKBM

akan menghasilkan PKBM yang bermutu, bukan saja secara fisik, namun yang

lebih penting adalah proses pembelajaran, output, serta outcome. PKBM akan

dapat menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus

berkembang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan

akan mendorong kegiatan pembelajaran di PKBM menjadi aktif, inovatif, kreatif

dan menyenangkan.

Page 14: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

14

Berdasarkan fakta yang diuraikan di atas, maka menurut peneliti untuk

mewujudkan keberhasilan pengelolaan PKBM dibutuhkan minimal ada dua aspek

yang menjadi kunci pokok dalam pengelolaan PKBM. Kedua aspek tersebut

adalah kepemimpinan dan motivasi kerja. Kepemimpinan berhubungan dengan

ketaatan pengelola PKBM terhadap norma, dan ketentuan yang berlaku di PKBM.

Kepemimpinan juga berkenaan dengan kemampuan pengelola PKBM dalam

mengambil keputusan, keberanian dalam mengambil resiko, melakukan asesmen

kebutuhan belajar, menganalisis data hasil identifikasi, mennyususn perencanaan,

melakukan pengorganisasian, melaksanakan program, pengendalian pelaksanaan

program, melaksanakan penilaian, dan menindaklanjuti pengembangan program

untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di PKBM.

Motivasi kerja berhubungan erat dengan dorongan dari dalam diri pengelola

PKBM untuk melaksanakan tugas yang diembannya atas dasar tanggung jawab

individu dan institusi tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Pengelola PKBM

akan mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) dengan baik

apabila kesejahteraan hidupnya terpenuhi, suasana dan iklim kerja PKBM yang

mendukung pelaksanaan kegiatan, sarana prasarana PKBM yang memadai, serta

terbukanya kesempatan bagi pengelola untuk mengembangkan kemampuan

melalui pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu guna mendorong keberhasilan

pengelolaan PKBM, sebagai kebutuhan vital bagi PKBM kompetitif dan

profesional.

Page 15: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

15

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa semakin baik kepemimpinan

dan motivasi kerja pengelola PKBM, maka dapat diduga ada kecenderungan

makin membaiknya keberhasilan pengelolaan PKBM. Pertanyaan yang timbul

adalah apakah antara Kepemimpinan dan motivasi kerja Pengelola PKBM

memiliki hubungan yang signifikan dengan keberhasilan pengelolaan PKBM ?,

pertanyaan ini yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian dan

pengamatan secara empirik.

B. Identifikasi Masalah

Pengelolaan merupakan sebuah proses penentu bergerak tidaknya komponen

dalam sebuah sistem. Demikian pula PKBM sebagai institusi penyelenggara

program PNF, tentu tidak sekedar menjabarkan tugas dan tanggung jawab

berdasarkan struktur dan fungsi yang ada, namun harus lebih dari itu PKBM dapat

mengoptimalkan fungsi-fungsi manajemen secara progresif dalam

penyelenggaraan kegiatan PNF yang dibinanya. Oleh karena itu kapasitas,

akuntabilitas, kompetensi dan profesionalisme, bahkan kemampuan manajerial

PTK PNF, merupakan syarat mutlak penentu keberhasilan mengelolaan PKBM.

Peranan PKBM sebagai salah satu satuan penyelenggara kegiatan PNF

dalam mengemban misi membelajarkan masyarakat harus dimotori oleh pendidik

serta tenaga kependidikan yang memiliki standar kompetensi yang sesuai dengan

kebutuhan. Hal tersebut akan memberi pengaruh terhadap mutu penyelenggaraan,

mutu lulusan, dan pengakuan masyarakat akan eksistensi lembaga PKBM.

Page 16: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

16

Sehingga harapan untuk menjadikan PKBM Indonesia sebagai model

pengembangan lembaga out of school dapat segera diwujudkan.

Fakta yang paling menonjol sebagai kesenjangan yang terjadi dalam

pengelolaan PKBM antara lain tidak singkronnya antara jenis dan bentuk layanan

pendidikan dan pelatihan yang ditawarkan, dengan kebutuhan belajar masyarakat

yang nyata. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan PKBM belum

didesain berdasarkan identifikasi dan analisis kebutuhan belajar. Fenomena ini

antara lain disebabkan oleh rendahnya kemampuan manajerial Pendidik dan

Tenaga Kependidikan yang seharusnya sudah memahami konsep perencanaan,

pelaksanaan, penilaian, pengendalian mutu, serta pola kepemimpinan dan motivasi

kerja, sehingga akan berkontribusi bagi keberhasilan pengelolaan PKBM.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka

persoalan yang menjadi fokus penelitian ini dapat dirumusankan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan antara Kepemimpinan dengan keberhasilan

Pengelolaan PKBM ?

2. Apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja dengan keberhasilan

Pengelolaan PKBM ?

3. Apakah terdapat hubungan Kepemimpinan dan motivasi kerja dengan

keberhasilan Pengelolaan PKBM ?

Page 17: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

17

D. Tujuan Penelitan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengungkapkan seluas luasnya

hubungan kepemimpinan dan motivasi kerja dengan keberhasilan pengelolaan

PKBM di PKBM Azzikra Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis hubungan kepemimpinan dengan keberhasilan pengelolaan

PKBM,

b. Menganalisis hubungan motivasi kerja dengan keberhasilan pengelolaan

PKBM,

c. Menganalisis hubungan kepemimpinan dan motivasi kerja dengan

keberhasilan pengelolaan PKBM.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pengembangan ilmu, serta

manfaat praktis bagi para .

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangsih untuk

pengembangan ilmu di bidang Pendidikan Luar Sekolah terutama ilmu tentang

Pengelolaan kelembagaan pendidikan Nonformal.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

Page 18: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

18

a. Dinas Pendidikan khususnya Dinas Pendidikan Kota Gorontalo selaku

instansi dan wakil Pemerintah Daerah yang berkewenangan membina

PKBM sebagai salah satu satuan Pendidikan Nonformal, pengelola program

peningkatan mutu dan taraf hidup masyarakat.

b. Pengelola PKBM agar mengembangkan pola dan iklim kerja yang kondusif

bagi pengelolaan sumber daaya yang dimiliki PKBM guna peningkatan

kualitas out put dan keberhasilan lembaga secara konprihensif.

c. Masyarakat selaku mitra PKBM agar dapat meningkatkan dukungan dan

partisipasinya guna kepentingan kemajuan bersama.

F. Kerangka Pemikiran

Kepemimpinan pengelola PKBM pada hakekatnya adalah kemampuan dan

keterampilan serta kepiawaian seorang pimpinan PKBM dalam menjalankan tugas

untuk mengajak dan mempengaruhi bawahannya di PKBM, yang meliputi: (1)

memiliki kekuasaan dan kewenangan, (2) kemampuan membina, dan (3) memiliki

kewibawaan. Merupakan suatu kesempatan bagi pengelola PKBM untuk kreatif

memimpin dan melaksanakan manajemen PKBM sesuai dengan kondisi

PKBMnya. Pengelola PKBM dalam kepemimpinannya bekerja sama dengan

tutor/nara sumber dan staf tanpa adanya intimidasi dari pihak luar sehingga

kemampuan mengelola PKBM semakin baik dengan melihat hasil kinerja

bawahannya. Dengan demikian semakin demokratis kepemimpinannya semakin

baik keberhasilan pengelolaan PKBM.

Page 19: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

19

Dalam Pengelolaan PKBM diperlukan dorongan untuk menggerakkan orang

orang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengelola

PKBM yang termotivasi dalam bekerja akan mampu mengelola PKBM dengan

baik. Dengan demikian bahwa semakin tinggi motivasi kerja maka semakin baik

manajemen Pengelola PKBM.

Keberhasilan pengelolaan PKBM mempersyaratkan upaya penciptaan dan

pembinaan lingkungan kerja yang kondusif bagi tumbuhnya prestasi pengelola

PKBM dalam rangka pencapaian tujuan bersama. Untuk menumbuhkan prestasi

tersebut maka diperlukan kepemimpinan dan motivasi kerja yang baik.

Kepemimpinan berkenaan dengan aturan dan norma norma yang harus

dijalankan oleh pengelola PKBM dalam melaksanakan kegiatan pendidikan

nonformal. Sedangkan motivasi merupakan kekuatan yang mendorong pengelola

PKBM untuk melaksanakan kegiatan pendididikan nonformal.

Motivasi kerja dan kepemimpinan merupakan hal yang tidak dapat diabaikan

dalam meningkatkan keberhasilan pengelolaan PKBM. Diantara kepemimpinan

dan motivasi kerja terdapat kaitan yang interdependensi. Landasan pemikiran

bahwa seorang pengelola PKBM dalam melakukan tugasnya,sangat ditentukan

oleh gaya kepemimpinan yang diterapkannya. Kepemimpinan yang baik tidak

sekedar memenuhi standar normatif, namun juga harus akomodatif, persuasif,

cerdas, reliji, dan bahkan proaktif dalam mengendalikan roda organisasi PKBM.

Page 20: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

20

G. Hipotesis

Bertolak dari kajian teori sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka

rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Terdapat hubungan positif antara kepemimpinan dengan keberhasilan

pengelolaan PKBM

2. Terdapat hubungan positif antara motivasi kerja dengan keberhasilan

pengelolaan PKBM

3. Terdapat hubungan positif antara kepemimpinan dan motivasi kerja dengan

keberhasilan pengelolaan PKBM.

H. Hubungan Antar Variabel

Y X1

Y X1 X2

Y X2

Gambar 1. 1. Hubungan Antar Variabel Keterangan :

X1 = Kepemimpinan Pengelola PKBM

X2 = Motivasi Kerja Pengelola PKBM

Y = Keberhasilan pengelolaan PKBM

YX1 = Hubungan Kepemimpinan dengan Keberhasilan

Pengelolaanb PKBM

X1

X2

Y

Page 21: PENDAHULUAN A. Latar Belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf · bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah berkewajiban

21

YX2 = Hubungan Motivasi Kerja dengan Keberhasilan

Pengelolaanb PKBM

YX1X2 = Hubungan Motivasi Kerja dengan Keberhasilan

Pengelolaanb PKBM