pendahuluan a. latar belakanga-research.upi.edu/operator/upload/t_pls_0809616_chapter1.pdf ·...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Reformasi pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama
dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting
karena memiliki peran yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai
bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu pemerintah
berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh
layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia
sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 13 memuat jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, pendidikan
nonformal, dan pendidikan informal. Ketiga jalur pendidikan tersebut merupakan
subsistem pencapaian tujuan pendidikan nasional. Secara khusus pada pasal 26,
ayat 2 dinyatakan bahwa “pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan
potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional”. Ini berarti bahwa pendidikan nonformal diberi ruang
dan tanggung jawab dalam pengembangan sumber daya manusia melalui
peningkatan kualitas pengetahuan dan keterampilan yang berguna untuk
kehidupan masyarakat.
2
Untuk mencapai kualitas masyarakat sebagaimana yang diuraikan tadi, harus
dilandaskan pada filosofi life long learning yang bertumpu pada pendidikan untuk
hidup (education for life) dan berorientasi pragmatism learning. Pendidikan
berbasis pada kebutuhan aktual masyarakat lokal, nasional dan global. Pendidikan
perlu dirancang dengan paradigma baru, yaitu: homocentric model, yaitu menekan
pada beberapa karakteristik, seperti : 1) Menekankan partisipasi masyarakat dan
lembaga non government organizations dalam proses pendidikan luar sekolah; 2)
memfokuskan human resources quality development; 3) mengarahkan pada life
long learning and community learning; 4) Menekankan pada kebutuhan
masyarakat dalam setiap merancang program pendidikan luar sekolah; 5)
Pemerintah hanya sebagai fasilitator dan motivator dalam proses penyadaran
pendidikan.
Kunci keberhasilan program pendidikan adalah adanya pembinaan tenaga
kependidikan dan kelembagaan yang terpadu, yaitu dengan membuat reposisi
terhadap pembinaan tenaga kependidikan dan kelembagaan, baik di tingkat pusat,
regional propinsi maupun daerah melalui pola pembinaan kemitraan yang
koordinatif, bukan lagi vertikal-direktif (instruktif) . Pemerintah harus berani
mengkaji ulang berbagai tugas dan fungsi, kompetensi ketenagaan dan
kelembagaan. Kajian komprehensif tersebut harus didasarkan pada bentuk dan
kualitas layanan, orientasi produk dan kebutuhan masyarakat yang sedang aktual.
Dengan dukungan tenaga dan lembaga yang kuat, maka kualitas program akan
mampu menjawab berbagai peluang dan tantangan yang ada di tengah-tengah
3
masyarakat. Tanpa tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas dan
kelembagaan yang sistematis, sesuai perkembangan dalam masyarakat, tentunya
tidak akan menghasilkan program-program yang dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Kelembagaan dan ketenagaan yang sistemik dan komprehensif akan mampu
berkontribusi: Pertama memfokuskan reinforcement sumber daya manusia kita
secara maksimal guna mendukung keberhasilan program pendidikan luar sekolah
dan di masyarakat. Kedua, dapat tetap tergalang adanya sinkronisasi dan
koordinasi dalam setiap bidang dan aspek program, agar pembangunan pendidikan
luar sekolah tetap dalam kerangka pembangunan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Untuk itu perlu adanya pengkajian perencanaan kelembagaan terpadu
bagi peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga pendidikan nonformal, sehingga
tidak terjadi ketimpangan dari segi kualitas. Ketiga, dapat diciptakan program-
program peningkatan sumber daya manusia yang tidak konvensional lagi, yaitu
mencari paradigma baru pendidikan dan latihan (The new educational and training
paradigms) yang mampu mengubah sikap dan mental pendidik dan tenaga
kependidikan, yang bermental birokrat, menjadi memiliki rasa membutuhkan
prestasi (needs for achievement) dan memiliki motivasi berprestasi tinggi (high of
achievement motivation) yang mandiri, profesional serta memiliki tingkat
pengabdian yang tinggi pula. Dengan paradigma pendidikan dan latihan yang baru
diharapkan akan muncul sumber daya manusia yang solid dalam prestasi dan
mempunyai sikap pengabdian yang tulus. Keempat, pentingnya pengkajian terpadu
4
secara terus menerus tentang ketenagaan pendidikan luar sekolah. Caranya yaitu
dengan menyusun standar kompetensi, akreditasi dan kualifikasi ketenagaan
(pendidik dan tenaga kependidikan nonformal) secara terpadu khususnya yang ada
di daerah.
Melalui empat kegiatan pengkajian dan penilaian (research and assessment)
di atas, akan dihasilkan profil dan kinerja (performance) ketenagaan yang sesuai
dan mampu menjawab beban tugas yang semakin berat dan kebutuhan belajar
yang berkembang cepat di masyarakat. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa
sistem dan kualitas layanan pendidikan nonformal kedepan akan mampu
memberikan jawaban atas tantangan dan persaingan global yang semakin tajam.
Pendidikan nonformal adalah bagian integral dari pembangunan pendidikan
nasional yang diarahkan untuk menunjang upaya peningkatan mutu sumber daya
manusia Indonesia yang cerdas, sehat, terampil, mandiri dan berakhlak mulia
sehingga memiliki ketangguhan dalam menghadapi berbagai tantangan.
Pembangunan. Pendidikan nonformal secara bertahap terus didorong dan diperluas
guna memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak mungkin dapat terlayani
melalui jalur formal. Sasaran pelayanan Pendidikan nonformal diprioritaskan pada
masyarakat yang tidak pernah sekolah, putus sekolah penganggur/miskin dan
masyarakat lain yang ingin belajar untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan
dan keterampilannya sebagai bekal untuk dapat hidup lebih layak. Konsep ini
sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sudjana (1991:7), yang
memberikan batasan bahwa Pendidikan nonformal adalah :
5
setiap usaha pendidikan dalam arti luas yang padanya terdapat komunikasi yang teratur dan terarah, diselenggarakan di luar sekolah sehingga seseorang atau sekelompok orang memperoleh informasi tentang pengetahuan, latihan dan bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya dengan tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai yang memungkinkan baginya untuk menjadi peserta yang lebih efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaannya, lingkungan masyarakat dan bahkan lingkungan negara.
Pada penyelenggaraan Pendidikan nonformal, dikenal satuan Pendidikan
nonformal yaitu wadah layanan pendidikan yang menyelenggarakan kegiatan
Pendidikan nonformal. Salah satunya adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM). Sebagaimana yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 Pasal 26 ayat
4 menyebutkan bahwa “satuan Pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus,
lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis”.
Fakta menunjukkan bahwa pendidikan formal dan sistem persekolahan
ternyata tidak mampu menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat. Keadaan ini dapat diukur dari masih rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat, tingginya tingkat buta aksara bagi orang dewasa, tingginya tingkat
pengangguran, tingginya tingkat kemiskinan dan sebagainya. Di pihak lain,
kebijakan pemerintah dalam pembangunan pendidikan sangat menitikberatkan
pada pendidikan formal dan sistem persekolahan. Sejalan dengan kondisi tersebut
perhatian pemerintah pada pendidikan non formal masih sangat terbatas. Faktanya
antara lain terlihat pada alokasi anggaran, fasilitas yang tersedia dan hal lain yang
jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan alokasi untuk pendidikan formal.
6
Upaya untuk mendorong peningkatan keberhasilan penyelenggaraan
pendidikan non formal telah dilakukan melalui berbagai strategi antara lain,
dengan mengkaji ulang kiprah pendidikan non formal selama ini. Negara-negara
yang tergabung dalam UNESCO menyimpulkan bahwa pembangunan pendidikan
non formal haruslah semaksimal mungkin bersifat partisipatif, dilaksanakan oleh
masyarakat itu sendiri dan peran pemerintah sebaiknya diposisikan lebih sebagai
fasilitator. Hal ini terlihat dari berbagai naskah deklarasi antara lain deklarasi
Jomtien, Dakar, dan sebagainya.
Salah satu upaya konkrit dalam mengimplementasikan konsep tersebut yakni
munculnya gagasan untuk mendorong terwujudnya Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) atau Community Learning Centre. PKBM bukanlah
sepenuhnya merupakan suatu konsep yang baru sama sekali. Seperti di Jepang
sejak tahun 1949 dikenal adanya Kominkan. Kominkan telah memberikan
kontribusi yang sangat berarti bagi pembangunan kemajuan masyarakat Jepang
dengan perkembangan yang sanat pesat, bahkan hingga tahun 2004 diperkirakan
telah tersebar sekitar 18.000 Kominkan di seluruh Jepang.
Terilhami oleh perkembangan tersebut, maka untuk menggerakkan
masyarakat dalam mewujudkan kehadiran PKBM di Indonesia, Pemerintah
melalui Departemen Pendidikan Nasional merumuskan berbagai kebijakan dan
program untuk mengidentifikasi dan mendorong agar masyarakat dengan
kesadarannya sendiri membentuk dan mengelola berbagai kegiatan pembelajaran
bagi masyarakat sesuai kebutuhan dan potensi yang mereka miliki. Gagasan
7
menggulirkan PKBM tersebut juga didasari pertimbangan luasnya sasaran layanan
pendidikan nonformal, kompleksitas permasalahan dan kendala yang dihadapi
masyarakat. Kondisi ini yang mendorong pemerintah melalui Direktorat
Pendidikan Masyarakat untuk menggagas kegiatan pembelajaran masyarakat yang
berpangkal pada masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat, berada dalam
lingkungan masyarakat dan bermakna untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Strategi ini digunakan agar dalam setiap penyelenggaraan program
pembelajaran masyarakat senantiasa dalam koridor pemberdayaan masyarakat.
Dalam perspektif itulah pelaksanaan strategi mendinamisasi peranserta masyarakat
untuk merencanakan, melaksanakan, mengembangkan dan melembagakan
kegiatan belajarnya yang diaktualisasikan dengan pembentukan PKBM.
Keterlibatan masyarakat dalam proses pendidikan secara tidak langsung
akan memberikan ruang gerak yang lebih luas, sehingga masyarakat akan semakin
dewasa dan semakin mandiri dalam menentukan masa depannya. Dengan
demikian pengembangan program-program yang ada di PKBM diarahkan pada
pengembangan potensi masyarakat. Anggota masyarakat yang memiliki kelebihan,
baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan membantu mereka yang
masih ketinggalan. Sehingga masyarakat mampu untuk mandiri, menopang
kehidupan keluarga dan mendukung pembangunan masyarakatnya. Dengan kata
lain, apabila potensi yang ada di masyarakat dapat berkembang secara optimal,
maka keberadaan PKBM akan selalu mendapat tempat dan dukungan dari
masyarakat yang mengarah pada suatu tujuan, yaitu terciptanya masyarakat yang
8
gemar belajar, kreatif, dinamis, mandiri, memiliki daya saing serta sanggup
menghadapi segala tantangan ke depan. Uuntuk memahami keberadaan PKBM
secara konseptual, Sihombing (Kamil, 2007 : 80), mengemukakan bahwa PKBM
atau Community Learning Centre (CLC), antara lain seperti yang dikemukakan
oleh :bahwa :
PKBM adalah sebuah model pelembagaan yang diartikan, bahwa PKBMa sebagai basis pendidikan masyarakat, dikelola secara profesional oleh LSM atau organisasi kemasyarakatan lainnya, sehingga masyarakat dengan mudah dapat berhubungan dengan PKBM dan meminta informasi tentang berbagai program pendidikan masyarakat, persyarannya, dan jadwal pelaksanaannya.
Sejak tahun 1998 Direktorat Pendidikan Masyarakat Ditjend Pendidikan
Nonformal Pemuda dan Olah Raga Departemen Pendidkan Dan Kebudayaan
ketika itu, merintis pembentukan wadah kegiatan belajar yang disebut PKBM yang
memberikan layanan penyelenggaraan PNF bagi masyarakat yang belum ataupun
tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan layanan pendidikan sekolah.
Di Indonesia hingga tahun 2006 tercatat sekitar 5000 PKBM tersebar di
seluruh tanah air. Dukungan pemerintah dalam upaya meningkatkan kemampuan
kelembagaan PKBM antara lain berupa: 1) peningkatan kemampuan tenaga
pengelola PKBM melalui kegiatan pelatihan, 2) pemberian subsidi kepada PKBM
dengan harapan PKBM mampu mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan belajar
masyarakat yang terus meningkat dan beragam.
Strategi penyelenggaraan PKBM ditempuh dengan cara mengoptimalkan
seluruh potensi yang tersedia di lingkungan belajar. Strategi penyelenggaraan
9
PKBM ini diupayakan untuk mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
yang ada dengan cara, 1) mendayagunakan seluruh sumber daya alam, 2)
menggerakkan sumber daya manusia, 3) mendayagunakan sarana/prasarana yang
telah ada di masyrakat.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, diperoleh fakta yang
menunjukkan adanya kendala dan hambatan dalam pengelolaan PKBM, baik yang
disebabkan faktor internal kelembagaan, maupun faktor lingkungan, masyarakat.
Fenomena yang terpantau juga berupa kendala dalam pengelolaan PKBM antara
lain penataan instutisi, yang mencakup: Pertama, belum optimalnya penerapan
akreditasi kelembagaan PKBM, sehingga berpengaruh pada akses layanan dan
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap output PKBM. Kedua, pengelolaan
PKBM secara umum belum dilaksanakan sesuai Standar Operasional Prosedur
(SOP) atau Standar Minimal Manajemen (SMM) PKBM sehingga berimbas pada
mutu manajemen pendidikan di PKBM. Rendahnya mutu pengelolaan tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, : 1) belum tersedianya pendidik dan
tenaga kependidikan yang profesional, 2) belum relevannya kurikulum dan bahan
ajar dengan kebutuhan belajar masyarakat, 3) minimnya fasilitas pendukung
penyelenggara kegiatan pembelajaran, 4) rendahnya partisipasi pengelola PKBM
untuk membadani pengelolaan program pembelajaran baik secara administratif
maupun kelembagaan, 5) minimnya kemampuan personal pengelola PKBM dalam
membangun komunikasi dan interaksi yang positif baik di internal lembaga
maupun di lingkungn masyarakat dan stakeholder yang ada.
10
Di Provinsi Gorontalo terdapat 103 PKBM yang tersebar di 6 Kabupaten
Kota. Dari Jumlah tersebut, telah terakreditasi sejumlah 79 PKBM. Dalam studi
pendahuluan ini peneliti menemukan fakta bahwa sebahagian besar pengelola
PKBM belum memiliki kemampuan manajerial sebagai pengelola PKBM.
Kompetensi yang terbatas itu hanya mereka peroleh melalui pelatihan
penyelenggara program, orientasi kebijakan dan regulasi di bidang PNF. Kondisi
tersebut menjadi kendala bagi pengelola PKBM dalam menjalankan tugasnya.
Faktor lain yang menjadi penyebab yakni belum adannya Standar kompetensi
untuk pengelola PKBM.
Untuk mewujudkan pengelola PKBM yang mampu menjadi agen
pembangunan, maka pengelola PKBM harus bekerja keras dan gigih untuk
meningkatkan kemampuannya sesuai tuntutan kebutuhan belajar masyarakat.
Pengelola PKBM diharapkan menjadi agen yang memiliki komitmen dalam
mengembangkan kualitas layanan PNF, dan senantiasa mengedepankan prinsip
perubahan bagi kesejahteraan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Jika Pengelola PKBM merasa hanya sebagai pelaksana saja, maka PKBM
sebagai salah satu satuan PNF, tidak akan memberi kontibusi ysng besar bagi
perubahan kehidupan masyarakat. Kemajuan dan perubahan yang terjadi di
lingkungannya masyarakat tidak akan dapat diantisipasi dengan baik oleh
pengelola PKBM desebabkam mereka sulit mengikuti kemajuan yang terjadi
bahkan tugas atau misi yang diembannya tidak akan terlaksana sesuai harapan
masyarakat.
11
Pengelola PKBM sebagai pucuk pimpinan juga sebagai manajer yang
senantiasa harus menyadari posisi dan tanggung jawabnya. Selain patuh pada
rambu-rambu yang berlaku, Pengelola PKBM harus berani dan kreatif
menciptakan kiat dan langkah yang tepat, mengatasi hambatan dan rintangan yang
mungkin muncul dalam upaya mewujudkan tujuan dan menjalankan fungsinya,
mensiasati perkembangan yang terjadi, agar tidak hanya menjadi leader,
melainkan juga harus menjadi manajer dan supervisor, menerapkan manajemen
yang sanggup menciptakan iklim dan lingkungan kerja serta lingkungan belajar
yang benar-benar kondusif untuk berkreasi dan berprestasi.
Tenaga pendidik bahkan warga belajar harus berperan dan berkontribusi bagi
efisiensi dan keberhasilan pengelolaan PKBM. Dalam kaitan ini PTK dan warga
belajar harus memainkan perannya masing masing untuk membantu Pengelola
PKBM bekerja guna terciptanya iklim kerja lingkungan PKBM yang kondusif dan
mendukung kegiatan pembelajaran.
Peranan pengelola PKBM sebagaimana dikemukakan di atas, tentu saja
menjadi syarat bagi terwujudnya lembaga penyelenggara program PNF yang
representatif produktif dan profesional. Namun realita yang yang ada justru
berbeda dengan harapan yang diinginkan. Fakta empirik yang sangat fundamental
yang ditemukan peneliti antara lain ; 1) pendidik dan tenaga kependidikan tidak
berperan aktif dalam meningkatkan pengelolaan PKBM. Hal ini berkaitan erat
dengan perilaku pendidik dan tenaga kependidikan yang sering kali datang tidak
tepat waktu, tidak adanya perencanaan pembelajaran yang semestinya menjadi
12
panduan pendidik dan tenaga kependidikan dalam kegiatan di kelompok belajar,
dan tidak dilaksanakannya kegiatan pengelolaan kelas pada waktu kegiatan
pembelajaran berlangsung. 2) lemahnya pengendalian dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan program, Rusaknya sistem evaluasi dan pelaporan serta tidak
adanya tindak lanjut pelaksnaan program. 3) kurangnya koordinasi pendidik dan
tenaga kependidikan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran hingga berakibat
terjadinya over lapping dalam proses manajemen PKBM. Akibat perilaku PTK
yang tidak menjabarkan tangung jawab kepemimpinan menyebabkan warga
belajar menjadi tidak bergairah, malas belajar dan bahkan tidak mematuhi
kesepakatan belajar yang sudah dibangun dengan pihak PKBM. Hal ini akan
membawa PKBM pada suasana yang tidak kondusif, sehingga Pengelola akan
mengalami kendala dalam mengendalikan manajemen PKBM.
Selain itu permasalahan yang cukup aktual adalah tidak adanya biaya
operasional pengelolaan PKBM. Keadaan sarana prasarana yang terbatas turut
mempengaruhi pengelolaan PKBM. Minimnya biaya pendanaan kegiatan PKBM
baik yang kokurikuler maupun ekstrakurikuler. Sehingga dapat dipastikan alokasi
anggaran dari pemerintah dalam bentuk blok grant merupakan satu satunya
sumber biaya penyelenggaraan program untuk PKBM selama ini. Sementara untuk
operasional pengelolaan lembaga belum mendapat prioritas. Selain tidak memiliki
sumber dana rutin, di lain pihak penyaluran dana program harus memenuhi
tahapan prosedur dan birokrasi yang terkesan sangat penjang. Birokrasi yang rumit
itu turut mempengaruhi kondisi pengelolaan PKBM.
13
Sarana dan prasarana merupakan permasalahan yang tidak dapat diabaikan
dalam pengelolaan PKBM. Sarana dan prasarana yang tersedia kadang tidak
memenuhi kebutuhan. Bahkan yang cukup memprihatinkan, sebahagian besar
PKBM tidak mempunyai sarana prasarana belajar yang baik. Hasil survey yang
dilakukan peneliti, merekam ada PKBM yang hanya memanfaatkan gedung atau
rumah penduduk, bahkan ruangan belajarnya yang tidak layak pakai. Kenyataan
seperti ini mengakibatkan kegiatan pembelajaran menjadi tidak nyaman, sehingga
sangat berpengaruh terhadap mutu Pendidikan Nonformal.
Warga belajar sebagai input dalam pengelolaan PKBM hendaknya diberikan
bekal dan pengalaman berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap agar memiliki
budi pekerti luhur serta menjadi manusia pembangunan yang mandiri. Untuk
mensukseskan semua itu diperlukan adanya PTK yang mempunyai kompetensi
serta memiliki kemampuan dan keterampilan yang dapat diandalkan sesuai
bidangnya masing masing.
Kepedulian PTK, warga belajar dan masyarakat dalam pengelolaan PKBM
akan menghasilkan PKBM yang bermutu, bukan saja secara fisik, namun yang
lebih penting adalah proses pembelajaran, output, serta outcome. PKBM akan
dapat menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus
berkembang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan
akan mendorong kegiatan pembelajaran di PKBM menjadi aktif, inovatif, kreatif
dan menyenangkan.
14
Berdasarkan fakta yang diuraikan di atas, maka menurut peneliti untuk
mewujudkan keberhasilan pengelolaan PKBM dibutuhkan minimal ada dua aspek
yang menjadi kunci pokok dalam pengelolaan PKBM. Kedua aspek tersebut
adalah kepemimpinan dan motivasi kerja. Kepemimpinan berhubungan dengan
ketaatan pengelola PKBM terhadap norma, dan ketentuan yang berlaku di PKBM.
Kepemimpinan juga berkenaan dengan kemampuan pengelola PKBM dalam
mengambil keputusan, keberanian dalam mengambil resiko, melakukan asesmen
kebutuhan belajar, menganalisis data hasil identifikasi, mennyususn perencanaan,
melakukan pengorganisasian, melaksanakan program, pengendalian pelaksanaan
program, melaksanakan penilaian, dan menindaklanjuti pengembangan program
untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di PKBM.
Motivasi kerja berhubungan erat dengan dorongan dari dalam diri pengelola
PKBM untuk melaksanakan tugas yang diembannya atas dasar tanggung jawab
individu dan institusi tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Pengelola PKBM
akan mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) dengan baik
apabila kesejahteraan hidupnya terpenuhi, suasana dan iklim kerja PKBM yang
mendukung pelaksanaan kegiatan, sarana prasarana PKBM yang memadai, serta
terbukanya kesempatan bagi pengelola untuk mengembangkan kemampuan
melalui pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu guna mendorong keberhasilan
pengelolaan PKBM, sebagai kebutuhan vital bagi PKBM kompetitif dan
profesional.
15
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa semakin baik kepemimpinan
dan motivasi kerja pengelola PKBM, maka dapat diduga ada kecenderungan
makin membaiknya keberhasilan pengelolaan PKBM. Pertanyaan yang timbul
adalah apakah antara Kepemimpinan dan motivasi kerja Pengelola PKBM
memiliki hubungan yang signifikan dengan keberhasilan pengelolaan PKBM ?,
pertanyaan ini yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian dan
pengamatan secara empirik.
B. Identifikasi Masalah
Pengelolaan merupakan sebuah proses penentu bergerak tidaknya komponen
dalam sebuah sistem. Demikian pula PKBM sebagai institusi penyelenggara
program PNF, tentu tidak sekedar menjabarkan tugas dan tanggung jawab
berdasarkan struktur dan fungsi yang ada, namun harus lebih dari itu PKBM dapat
mengoptimalkan fungsi-fungsi manajemen secara progresif dalam
penyelenggaraan kegiatan PNF yang dibinanya. Oleh karena itu kapasitas,
akuntabilitas, kompetensi dan profesionalisme, bahkan kemampuan manajerial
PTK PNF, merupakan syarat mutlak penentu keberhasilan mengelolaan PKBM.
Peranan PKBM sebagai salah satu satuan penyelenggara kegiatan PNF
dalam mengemban misi membelajarkan masyarakat harus dimotori oleh pendidik
serta tenaga kependidikan yang memiliki standar kompetensi yang sesuai dengan
kebutuhan. Hal tersebut akan memberi pengaruh terhadap mutu penyelenggaraan,
mutu lulusan, dan pengakuan masyarakat akan eksistensi lembaga PKBM.
16
Sehingga harapan untuk menjadikan PKBM Indonesia sebagai model
pengembangan lembaga out of school dapat segera diwujudkan.
Fakta yang paling menonjol sebagai kesenjangan yang terjadi dalam
pengelolaan PKBM antara lain tidak singkronnya antara jenis dan bentuk layanan
pendidikan dan pelatihan yang ditawarkan, dengan kebutuhan belajar masyarakat
yang nyata. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan PKBM belum
didesain berdasarkan identifikasi dan analisis kebutuhan belajar. Fenomena ini
antara lain disebabkan oleh rendahnya kemampuan manajerial Pendidik dan
Tenaga Kependidikan yang seharusnya sudah memahami konsep perencanaan,
pelaksanaan, penilaian, pengendalian mutu, serta pola kepemimpinan dan motivasi
kerja, sehingga akan berkontribusi bagi keberhasilan pengelolaan PKBM.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka
persoalan yang menjadi fokus penelitian ini dapat dirumusankan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara Kepemimpinan dengan keberhasilan
Pengelolaan PKBM ?
2. Apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja dengan keberhasilan
Pengelolaan PKBM ?
3. Apakah terdapat hubungan Kepemimpinan dan motivasi kerja dengan
keberhasilan Pengelolaan PKBM ?
17
D. Tujuan Penelitan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengungkapkan seluas luasnya
hubungan kepemimpinan dan motivasi kerja dengan keberhasilan pengelolaan
PKBM di PKBM Azzikra Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis hubungan kepemimpinan dengan keberhasilan pengelolaan
PKBM,
b. Menganalisis hubungan motivasi kerja dengan keberhasilan pengelolaan
PKBM,
c. Menganalisis hubungan kepemimpinan dan motivasi kerja dengan
keberhasilan pengelolaan PKBM.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pengembangan ilmu, serta
manfaat praktis bagi para .
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangsih untuk
pengembangan ilmu di bidang Pendidikan Luar Sekolah terutama ilmu tentang
Pengelolaan kelembagaan pendidikan Nonformal.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
18
a. Dinas Pendidikan khususnya Dinas Pendidikan Kota Gorontalo selaku
instansi dan wakil Pemerintah Daerah yang berkewenangan membina
PKBM sebagai salah satu satuan Pendidikan Nonformal, pengelola program
peningkatan mutu dan taraf hidup masyarakat.
b. Pengelola PKBM agar mengembangkan pola dan iklim kerja yang kondusif
bagi pengelolaan sumber daaya yang dimiliki PKBM guna peningkatan
kualitas out put dan keberhasilan lembaga secara konprihensif.
c. Masyarakat selaku mitra PKBM agar dapat meningkatkan dukungan dan
partisipasinya guna kepentingan kemajuan bersama.
F. Kerangka Pemikiran
Kepemimpinan pengelola PKBM pada hakekatnya adalah kemampuan dan
keterampilan serta kepiawaian seorang pimpinan PKBM dalam menjalankan tugas
untuk mengajak dan mempengaruhi bawahannya di PKBM, yang meliputi: (1)
memiliki kekuasaan dan kewenangan, (2) kemampuan membina, dan (3) memiliki
kewibawaan. Merupakan suatu kesempatan bagi pengelola PKBM untuk kreatif
memimpin dan melaksanakan manajemen PKBM sesuai dengan kondisi
PKBMnya. Pengelola PKBM dalam kepemimpinannya bekerja sama dengan
tutor/nara sumber dan staf tanpa adanya intimidasi dari pihak luar sehingga
kemampuan mengelola PKBM semakin baik dengan melihat hasil kinerja
bawahannya. Dengan demikian semakin demokratis kepemimpinannya semakin
baik keberhasilan pengelolaan PKBM.
19
Dalam Pengelolaan PKBM diperlukan dorongan untuk menggerakkan orang
orang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengelola
PKBM yang termotivasi dalam bekerja akan mampu mengelola PKBM dengan
baik. Dengan demikian bahwa semakin tinggi motivasi kerja maka semakin baik
manajemen Pengelola PKBM.
Keberhasilan pengelolaan PKBM mempersyaratkan upaya penciptaan dan
pembinaan lingkungan kerja yang kondusif bagi tumbuhnya prestasi pengelola
PKBM dalam rangka pencapaian tujuan bersama. Untuk menumbuhkan prestasi
tersebut maka diperlukan kepemimpinan dan motivasi kerja yang baik.
Kepemimpinan berkenaan dengan aturan dan norma norma yang harus
dijalankan oleh pengelola PKBM dalam melaksanakan kegiatan pendidikan
nonformal. Sedangkan motivasi merupakan kekuatan yang mendorong pengelola
PKBM untuk melaksanakan kegiatan pendididikan nonformal.
Motivasi kerja dan kepemimpinan merupakan hal yang tidak dapat diabaikan
dalam meningkatkan keberhasilan pengelolaan PKBM. Diantara kepemimpinan
dan motivasi kerja terdapat kaitan yang interdependensi. Landasan pemikiran
bahwa seorang pengelola PKBM dalam melakukan tugasnya,sangat ditentukan
oleh gaya kepemimpinan yang diterapkannya. Kepemimpinan yang baik tidak
sekedar memenuhi standar normatif, namun juga harus akomodatif, persuasif,
cerdas, reliji, dan bahkan proaktif dalam mengendalikan roda organisasi PKBM.
20
G. Hipotesis
Bertolak dari kajian teori sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat hubungan positif antara kepemimpinan dengan keberhasilan
pengelolaan PKBM
2. Terdapat hubungan positif antara motivasi kerja dengan keberhasilan
pengelolaan PKBM
3. Terdapat hubungan positif antara kepemimpinan dan motivasi kerja dengan
keberhasilan pengelolaan PKBM.
H. Hubungan Antar Variabel
Y X1
Y X1 X2
Y X2
Gambar 1. 1. Hubungan Antar Variabel Keterangan :
X1 = Kepemimpinan Pengelola PKBM
X2 = Motivasi Kerja Pengelola PKBM
Y = Keberhasilan pengelolaan PKBM
YX1 = Hubungan Kepemimpinan dengan Keberhasilan
Pengelolaanb PKBM
X1
X2
Y
21
YX2 = Hubungan Motivasi Kerja dengan Keberhasilan
Pengelolaanb PKBM
YX1X2 = Hubungan Motivasi Kerja dengan Keberhasilan
Pengelolaanb PKBM