pendahuluan - digilib.unimed.ac.iddigilib.unimed.ac.id/4564/8/8. 8136172024 bab i.pdf · matematika...

15
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu usaha dalam menyiapkan peserta didik untuk menghadapi perkembangan zaman. Melalui pendidikan peserta didik dapat mengembangkan kemampuan secara optimal dan dapat mewujudkan fungsi dirinya sesuai dengan kebutuhan pribadi dan lingkungan sekitar. Untuk mencapai fungsi tersebut perlu diadakan peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah indonesia. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan perubahan dan pembaharuan kurikulum. Pada kurikulum 2006 salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting adalah matematika. Hal ini dapat dilihat dari kedudukan mata pelajaran matematika merupakan pelajaran wajib pada kelompok ilmu pengetahuan alam (IPA) maupun pada kelompok ilmu pengetahuan sosial (IPS). Matematika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dan kemajuan teknologi. Menurut Muchlis (2012: 136) mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Untuk mengembangkan kemampuan tersebut, pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri.

Upload: vuhanh

Post on 26-Apr-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu usaha dalam menyiapkan

peserta didik untuk menghadapi perkembangan zaman. Melalui pendidikan

peserta didik dapat mengembangkan kemampuan secara optimal dan dapat

mewujudkan fungsi dirinya sesuai dengan kebutuhan pribadi dan lingkungan

sekitar. Untuk mencapai fungsi tersebut perlu diadakan peningkatan mutu

pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah

indonesia. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan mutu

pendidikan adalah melakukan perubahan dan pembaharuan kurikulum.

Pada kurikulum 2006 salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan

penting adalah matematika. Hal ini dapat dilihat dari kedudukan mata pelajaran

matematika merupakan pelajaran wajib pada kelompok ilmu pengetahuan alam

(IPA) maupun pada kelompok ilmu pengetahuan sosial (IPS). Matematika sangat

diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dan kemajuan teknologi. Menurut

Muchlis (2012: 136) mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua

peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan

kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta

kemampuan bekerja sama. Untuk mengembangkan kemampuan tersebut,

pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan

kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri.

2

Mengajarkan matematika kepada siswa berarti mengajar siswa untuk

memiliki kemampuan berpikir. Salah satu kemampuan yang penting adalah

kemampuan berpikir kritis. Husnidar, dkk (2014: 72) menyatakan bahwa

mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dipandang sebagai

sesuatu yang sangat penting untuk dikembangkan di sekolah agar siswa mampu

dan terbiasa menghadapi berbagai permasalahan di sekitarnya. Kemampuan

berpikir kritis yang tinggi akan memudahkan siswa dalam meyelesaikan

permasalahan matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Somakim (2011: 42)

menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan oleh siswa

dalam mengatasi berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Noer (2009: 424) juga menambahkan bahwa berpikir kritis merupakan

sebuah proses yang bermuara pada penarikan kesimpulan tentang apa yang harus

kita percayai dan tindakan apa yang akan kita lakukan. Bukan untuk mencari

jawaban semata, tetapi yang terlebih utama adalah mempertanyakan jawaban,

fakta, atau informasi yang ada. Pentingnya kemampuan berpikir kritis juga

disebutkan oleh Liberma yaitu berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat

penting bagi setiap orang yang digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan

dengan berpikir serius, aktif, teliti dalam menganalisis semua informasi yang

mereka terima dengan menyertakan alasan yang rasional sehingga setiap tindakan

yang akan dilakukan adalah benar.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

kemampuan berpikir kritis sangat penting pada pembelajaran matematika agar

3

siswa terbiasa dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi dengan alasan

yang rasional dalam memberikan alasan setiap permasalahan yang mereka hadapi.

Namun faktanya, rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa dalam

menyelesaikan masalah matematika masih ditemukan. Banyak siswa yang kurang

terampil dalam menyelesaikan masalah dan tidak menyertakan alasan-alasan

dalam penyelesaian masalah hal ini merupakan pertanda rendahnya kemampuan

berpikir kritis siswa.

Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa diperkuat dengan hasil riset

awal yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 1 Bandar Pulau dengan memberikan

soal-soal uraian yang berkaitan dengan materi perbandingan trigonometri.

Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling yakni 5 siswa dari kelas

XI IPA-1 dan 5 siswa dari kelas IPA-2. Dari 10 siswa tersebut hanya 3 orang yang

menyelesaikan permasalahan dengan tepat dan benar. Permasalahan yang

disajikan oleh peneliti, yakni:

1. Pada sebuah segitiga KLM, dengan siku-siku di L. Jika besar sinus M adalah

3

2dan panjang sisi KL = 10 cm. Tentukanlah panjang sisi segitiga yang lain.

Salah satu dari hasil penyelesaian masalah oleh siswa dapat dilihat pada

Gambar 1.1 berikut.

4

Gambar 1.1 Hasil Jawaban Siswa

Gambar 1.1 adalah jawaban salah satu dari siswa yang menjawab salah.

Berdasarkan pola jawaban siswa di atas terlihat bahwa kemampuan berpikir kritis

siswa masih rendah. Karena indikator berpikir kritis tidak seluruhnya dipenuhi

siswa dalam menyelesaikan masalah. Hal ini dilihat dari indikator fokus, pada

proses penyelesaian masalah terlihat dengan jelas bahwa kemampuan siswa dalam

menghubungkan hal-hal yang diketahui dengan gambar masih belum tepat.

Kemudian siswa tidak menyesuaikan alasannya dengan situasi permasalahan

sehingga kesimpulan yang diambil siswa salah. Siswa juga tidak memeriksa

jawaban secara keseluruhan (tinjauan ulang). Hal-hal tersebut membuat siswa

tidak mampu menyelesaikan masalah dengan baik dan benar.

Alasan yang dikemukakansiswa sudah benar, tetapisiswa tidak menyesuaikanalasan tersebut dengan situasipermasalahan sehingga siswasalah menyimpulkan jawaban

Siswa salah menempatkan hal-hal yangdiketahui dari soal

Siswa tidakmelakukantinjauan ulang

5

Selain dari hasil tes di atas dapat diperkuat lagi dari hasil nilai ujian

semester ganjil tahun ajaran 2014/ 2015 di kelas X-1 yaitu nilai terendah 45, nilai

tertinggi 95 dan nilai rata-rata 60,2 sehingga yang memenuhi kriteria ketuntasan

minimal (KKM) hanya 45,6% dari keseluruhan siswa.

Selain berpikir kritis, ada hal lain yang juga penting dimiliki peserta didik

dalam pembelajaran matematika. Hal tersebut berkaitan dengan sikap peserta

didik terhadap pembelajaran matematika yaitu Self-Efficacy. Menurut Bandura

(Tansil, 2009:184) Self-Efficacy adalah keyakinan yang dimiliki oleh seseorang

akan kemampuan dirinya sendiri dalam melakukan suatu perilaku apakah mampu

atau tidak untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Rachmawati (2012: 3) Self-Efficacy adalah faktor penting dalam

menentukan kontrol diri dan perubahan perilaku dalam individu. Lebih lanjut

dijelaskan oleh Marlina (2014: 38) Self-Efficacy merupakan suatu keyakinan yang

harus dimiliki siswa agar berhasil dalam proses pembelajaran. Hal tersebut sesuai

dengan tujuan pembelajaran matematika yang tercatat didalam KTSP, yaitu

memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam mengemukakan kemampuan komunikasi.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Self-Efficacy

sangat penting bagi peserta didik karena seseorang yang memiliki Self-Efficacy

yang tinggi akan lebih giat dalam melakukan perubahan dan meningkatkan

kemampuan untuk mencapai keberhasilan dalam proses pembelajaran.

6

Akan tetapi pentingnya Self-Efficacy bagi peserta didik masih menjadi

permasalahan dalam pembelajaran matematika dan mengakibatkan Self-Efficacy

peserta didik rendah. Rendahnya Self-Efficacy siswa berakibat pada kurangnya

keyakinan siswa terhadap kemampuannya dalam menyampaikan gagasan atau

ide-ide yang ia miliki. Informasi rendahnya Self-Efficacy siswa diperoleh

berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada salah satu guru matematika di

sekolah tersebut. Selain itu juga dapat dilihat dari hasil observasi awal yang

dilakukan peneliti dikelas X-1 dengan memberikan angket Self-Efficacy berupa

skala angket tertutup yang berisikan 5 butir pernyataan dengan pilihan jawaban

sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS)

kepada siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Bandar Pulau yang berjumlah 36 siswa.

Pada Tabel 1.1 berikut ini akan disajikan hasil jawaban angket Self-Efficacy siswa

Tabel. 1.1. Hasil Observasi Angket Self-Efficacy SiswaNo Pernyataan Banyak siswa yang

menjawabSS S TS STS

1 Saya yakin dapat memahami pelajaranmatematika, meskipun matematika dianggappelajaran sulit

6 4 11 15

2 Saya tidak mencoba menyelesaikan tugas yangtampak sulit

11 11 8 6

3 Saya kurang percaya diri ketika guru menyuruhsaya ke depan kelas untuk mengerjakan soal

10 14 6 6

4 Saya merasa jengkel ketika tidak bisamemecahkan masalah matematika

5 7 15 9

5 Saya selalu cemas terhadap pelajaranmatematika

9 12 9 6

Pada pernyataan nomor (1), yang menjawab tidak setuju 11 siswa dan

sangat tidak setuju 15 siswa, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar mereka

tidak memiliki rasa kepercayaan diri unttuk mampu memahami pelajaran

7

matematika, meskipun matematika dianggap pelajaran yang sulit.

Ketidakpercayaan diri tersebut akan menyebabkan siswa benar-benar sulit

memahami pelajaran matematika. Selanjutnya pada pernyataan nomor (2) terlihat

bahwa 22 siswa tidak mencoba menyelesaiakan tugas matematika yang tampak

sulit. Pada pernyataan nomor (3) terlihat bahwa sebanyak 24 siswa kurang

percaya diri ketika guru menyuruh ke depan kelas untuk mengerjakan soal. Untuk

pernyataan nomor (4) sebanyak 24 siswa tidak merasa jengkel ketika tidak bisa

memecahkan masalah matematika. Sedangkan untuk pernyataan nomor (5)

sebanayak 21 orang siswa merasa cemas terhadap pelajaran matematika. Hal ini

menunjukkan bahwa Self-Efficacy siswa masih rendah.

Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan Self-Efficacy siswa disebabkan

oleh banyak faktor, salah satu faktor yang menjadi penyebab rendahnya

kemampuan berpikir kritis dan Self-Efficacy siswa adalah guru hanya

menggunakan buku yang disediakan sekolah sebagai satu-satunya bahan ajar.

Materi yang disajikan dalam buku tersebut bersifat abstrak sehingga siswa enggan

untuk membacanya. Salah satu dari materi pada buku yang disediakan sekolah

dapat dilihat pada Gambar 1.2 berikut.

8

Gambar 1.2 Buku Siswa Pada Materi Trigonometri

Berdasarkan Gambar 1.2 terlihat bahwa dalam menemukan definisi 1 tidak

melibatkan siswa akan tetapi dengan pemberitahuan secara langsung. Sehingga

materi pada buku ini menjadi hal yang abstrak bagi siswa. Selain itu, soal-soal

yang terdapat dalam buku cetak tersebut merupakan soal yang bersifat rutin dan

memaksa siswa untuk menjawab sesuai dengan ketentuan dalam buku tersebut.

Hal ini diduga sebagai salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa. Karena

tidak ada bahan ajar lain yang digunakan dalam pembelajaran dan guru juga

kurang mampu mengembangkan bahan ajar karena mengalami kesulitan dalam

mengembangkan bahan ajar.

9

Dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa untuk

menyelesaikan permasalahan dengan memberikan alasan-alasan yang rasional

dalam menyelesaikan masalah dan meningkatkan Self-Efficacy siswa terhadap

kemampuan yang dimiliki dalam menyelesaikan masalah. Maka diperlukan suatu

pendekatan yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan Self-Efficacy

siswa dalam pembelajaran matematika. Salah satu pendekatan yang dapat

digunakan adalah pendekatan Scientific. Pada pendekatan Scientific proses

pembelajaran dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengkonstruk

konsep melalui tahapan pembelajaran. Pendekatan Scientific memiliki lima

tahapan yaitu 1) mengamati (Observing), 2) menanya (Questioning), 3)

mengumpulkan informasi (Experimenting), 4) mengolah informasi (Associating),

dan 5) Mengomunikasikan konsep yang ditemukan. Pendekatan Scientific

dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal,

memahami berbagai materi bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan

saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi

pembelajaran yang diharapkan tercipta dan diarahkan untuk mendorong peserta

didik dalam mencari tahu dari berbagai observasi, bukan hanya diberitahu.

Selain dari pendekatan yang digunakan guru dalam pembelajaran

matematika maka guru perlu mengembangkan bahan ajar. Bahan ajar adalah

segala bentuk bahan yang digunakan guru/instruktur dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajar dikelas. Menurut Santyasa (Somayasa, 2013: 4)

keuntungan yang diperoleh dari pembeljaran dengan penerapan bahan ajar adalah:

1) meningkatkan motivasi peserta didik, karena setiap kali mengerjakan tugas

10

pelajaran yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan; 2) setelah

dilakukan evaluasi, pendidik dan peserta didik mengetahui benar pada bahan ajar

yang mana peserta didik telah berhasil dan pada bagian mana mereka belum

berhasil; 3) peserta didik mencapai hasil sesuai dengan kemampuannya; 4) bahan

pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester dan 5) pendidikan lebih

berdaya guma, karena bahan pelajaran disusun menurut jenjang akademik.

Bahan ajar yang akan dikembangkan pada penelitian ini berorientasi dengan

pendekatan Scientific dan dapat disesuaikan dengan kondisi peserta didik. Karena

bahan ajar dirancang dalam bentuk kontekstual sehingga meningkatkan rasa ingin

tahu peserta didik dan proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.

Pengembangan bahan ajar dapat membantu peserta didik tertarik dalam belajar

dengan tujuan meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan Self-Efficacy siswa.

Pengembangan bahan ajar ini mengacu pada model penelitian

pengembangan yang disarankan oleh Thiagarajan, Semmel dan Semmel (Trianto,

2013: 93) adalah model 4D yang terdiri dari 4 tahap yaitu: Define, Design,

Develop, dan Desseminate.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian

berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis dan Self-Efficacy siswa serta

kaitannya dengan keberadaan bahan ajar matematika. Oleh karena itu penelitian

ini diberi judul “Pengembangan Bahan Ajar dengan Pendekatan Scientific Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Self-Efficacy Siswa

SMA Negeri 1 Bandar Pulau”.

11

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, beberapa masalah dapat

diidentifikasi sebagai berikut:

1. Siswa belum mampu menyelesaikan masalah dengan baik dan benar.

2. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa dalam pembelajaran di kelas

termasuk kategori rendah.

3. Self-Efficacy siswa dalam dalam pembelajaran matematika di kelas termasuk

kategori rendah.

4. Hasil belajar siswa masih rendah

5. Guru kurang mampu mengembangkan bahan ajar dengan pendekatan

Scientific.

1.3. Batasan Masalah

Masalah yang diidentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas dan

kompleks, agar penelitian lebih fokus dan mencapai tujuan, maka penulis

membatasi masalah pada:

1. Validitas pengembangan bahan ajar dengan pendekatan Scientific untuk

meningkatakan kemampuan berpikir kritis matematis dan Self-Efficacy siswa.

2. Efektivitas pengembangan bahan ajar dengan pendekatan Scientific untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan Self-Efficacy siswa.

3. Pengembangan bahan ajar dengan pendekatan Scientific untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang dibatasi pada Buku Siswa.

4. Pengembangan bahan ajar dengan pendekatan Scientific untuk meningkatkan

Self-Efficacy siswa yang dibatasi pada Buku Siswa.

12

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, identifikasi masalah dan

batasan masalah, maka rumusan masalah yang dikemukakan pada penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana Validitas bahan ajar yang dikembangkan dengan pendekatan

Scientific yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis

matematis dan Self-Efficacy siswa?

2. Bagaimana efektivitas bahan ajar yang dikembangkan dengan pendekatan

Scientific yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis

matematis dan Self-Efficacy siswa?

3. Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir ktitis matematis siswa dengan

menggunakan bahan ajar yang dikembangkan dengan pendekatan Scientific?

4. Bagaimana peningkatan Self-Efficacy siswa dengan menggunakan bahan ajar

yang dikembangkan dengan pendekatan Scientific?

1.5. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah yang ditetapkan, maka yang menjadi

tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Validitas bahan ajar yang dikembangkan dengan pendekatan Scientific yang

digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan

Self-Efficacy siswa.

2. Efektivitas bahan ajar yang dikembangkan dengan pendekatan Scientific yang

digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan

Self-Efficacy siswa.

13

3. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan bahan ajar yang

dikembangkan dengan pendekatan Scientific.

4. Peningkatan Self-Efficacy matematis siswa dengan bahan ajar yang

dikembangkan dengan pendekatan Scientific.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi banyak pihak

diantaranya: memberikan informasi tentang kemampuan berpikir kritis siswa

pada materi pokok trigonometri.

2. Memberikan informasi tentang Self-Efficacy matematis siswa sebagai bahan

pertimbangan bagi para pendidik untuk meningkatkan Self-Efficacy

matematis.

3. Tersedianya bahan ajar dengan pendekatan Scientific dalam meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa.

4. Menjadikan acuan bagi guru dalam mengimplementasikan pengembangan

bahan ajar dengan pendekatan Scientific untuk materi yang lain, yang relevan

bila diajarkan dengan pendekatan Scientific.

5. Memberikan referensi dan masukan bagi pengayaan ide-ide penelitian

mengenai kemampuan berpikir kritis dan Self-Efficacy matematis dalam

memecahkan masalah siswa yang dikembangkan dimasa yang akan datang.

14

1.7 Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan dari

beberapa istilah yang akan digunakan dalam penelitian ini. Beberapa konsep atau

istilah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pendekatan Scientific

Pendekatan Scientific adalah pendekatan yang bertujuan untuk memberikan

pemahaman peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi

menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja,

kapan saja, tidak tergantung pada informasi searah dari guru. Pendekatan ini

terdiri dari lima langkah, yaitu: mengamati, menanya, pengumpuulan data,

mengasosiasi dan mengomunikasikan.

2. Bahan ajar

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru

melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Bahan ajar yang akan

dikembangkan adalah buku siswa. Pengembangan bahan ajar ini mengacu

pada model penelitian pengembangan yang disarankan oleh Thiagarajan,

Semmel dan Semmel (Trianto, 2013: 93) yaitu model 4D yang terdiri dari 4

tahap : Define, Design, Develop, dan Desseminate.

3. Kemampuan berpikir kritis

Berpikir kritis dalam matematika adalah berpikir yang menguji,

mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada

dalam suatu situasi ataupun suatu masalah. Kemampuan berpikir kritis dapat

dikembangkan dengan cara melatih peserta didik melihat dan mengatasi

15

masalah-masalah sederhana yang kontekstual pada lingkungan sekitar. Adapun

indikator berpikir kritis adalah: fokus, alasan , kesimpulan dan tinjauan ulang.

4. Self-Efficacy

Self-Efficacy adalah keyakinan yang dimiliki seseorang akan kemampuan

dirinya sendiri dalam melakukan suatu perilaku apakah mampu ataupun tidak

untuk mencapai tujuan tertentu. Self-Efficacy seseorang dipengaruhi oleh

empat faktor yaitu: (1) pengalaman keberhasilan, (2) pengalaman orang lain,

(3) pendekatan sosial, dan (4) keadaan psikologis dan emosional.