bahrudin 106034001221 jurusan tafsir hadis fakultas...

78
SALAT SUNNAH ISTIKHÂRAH DALAM PERSPEKTIF HADIS” Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S, Th.i) Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M / 1432 H

Upload: tranlien

Post on 25-May-2019

258 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

“SALAT SUNNAH ISTIKHÂRAH DALAM PERSPEKTIF HADIS”

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S, Th.i)

Bahrudin

106034001221

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M / 1432 H

Page 2: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat
Page 3: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat
Page 4: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 Juni 2011

Bahrudin

Page 5: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan

semesta alam yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah

memberikan segala nikmat Iman Islam karena atas kehendak dan kuasanya,

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Salat Sunnah Istikharah

Dalam Perspektif Hadis” dengan sebaik-baiknya. Sholawat serta salam tidak

lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammmad SAW, suri tauladan dalam

aktivitas kehidupan, serta kepada para keluarga dan sahabatnya.

Dengan penuh kesadaran penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh

dari kesempurnaan dan tidak akan selesai tanpa dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak baik secara moril maupun materil.

Karena itu, dari lubuk hati yang paling dalam penulis mengucapkan

terima kasih yang tak terhingga kepada segenap pihak yang telah membantu

menyelesaikan skripsi ini. Sebagai rasa syukur penulis mengucapkan terima

kasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr. Zainul Kamaluddin, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Bustamin, M.Si, selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin

dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 6: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

3. Bapak Drs. H. Harun Rasyid, MA., Dosen Pembimbing yang dengan penuh

kesabaran telah banyak memberi semangat dan dorongan serta arahan dalam

membimbing di tengah kesibukan Beliau, sehingga pada akhirnya skripsi ini

menjadi lebih baik dan sempurna.

4. Seluruh Dosen Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang

telah banyak memberikan ilmu dan pembelajaran kepada penulis.

5. Pimpinan dan Seluruh Staf Karyawan Perpusatakaan Utama dan Perpustakaan

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

menyediakan fasilitas berupa sumber-sumber yang berkaitan dengan skripsi

penulis.

6. Ayahanda Drs. Mustafa dan Ibunda Komariah, terima kasih atas segala kasih

sayang, perhatian, pengertian dan motivasinya yang sangat berperan dalam

hidup, semoga Ayahanda dan Ibunda selalu diberi kesehatan, kebahagiaan dan

umur panjang sehingga ananda diberi kesempatan untuk menunjukkan

besarnya cinta ananda pada kalian.

7. Yang tak lupa kekasih tercinta, yang selalu hadir dan mendampingi penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini, yang selalu memberikan masukan,

memberikan waktu tanpa mengenal lelah, letih dan tak lupa selalu

memberikan kasih sayang yang tak ternilai dengan apapun.

Page 7: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

8. Sahabatku TH angkatan 2006, khusus nya kawan-kawan yang jomblodet.

Makasih atas kebersamaannya kita saling mengenal, berbagi dan menjalin

persahabatan bahkan persaudaraan.

Mudah-mudahan segala bantuan serta budi baik yang penulis terima selama

menjalani pendidikan mendapatkan ridha dari Allah SWT. Penulis menyadari masih

banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis

mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif agar lebih baik lagi.

Akhirnya penulis menyerahkan semuanya kepada Allah SWT. Mudah-mudahan

dapat balasan yang lebih baik. Harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan fikiran dan saran untuk

perkembangan dalam pendidikan khususnya bidang tafsir dan hadis

.

Jakarta, 15 Juni 2011

Bahrudin

Page 8: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

Pedoman Transliterasi

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

h ha dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis bawah ص

d de dengan garis bawah ض

t te dengan garis bawah ط

z zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik keatas, menghadap ke kanan ‘ ع

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

Page 9: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

w we و

h ha ه

apostrof ‘ ء

y ye ي

Page 10: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………. v

TRANSLITERASI …………………………………………………….. viii

DAFTAR ISI …………………………………………………………. x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……………………………. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………. 7

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ………….. 8

D. Metodologi Penelitian ……………………………….. 9

E. Kajian Pustaka ……………………………………..... 10

F. Sistematika Penulisan ……………………………….. 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SALAT

SUNNAH ISTIKHARAH

A. Salat Sunnah

1. Pengertian Salat Sunnah …………………………. 13

2. Macam-macam Salat Sunnah ……………………. 15

3. Fadilah Salat Sunnah ……………………………. 20

B. Salat Sunnah Istikharah

1. Pengertian, Waktu, Hukum, dan Pelaksanaan

Salat Istikharah …………………………………... 25

2. Hajat Apa Yang Dimaksud ……………………… 33

Page 11: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

3. Anjuran Salat Istikharah ………………………… 33

4. Syarat-syarat Sebelum Salat Istikharah ………… 34

5. Hikmah Salat Sunnah Istikharah ……………….. 37

BAB III ANALISA KANDUNGAN HADIS TENTANG

SALAT SUNNAH ISTIKHARAH

A. Teks-teks Hadis dalam Al-Kutub Al-Sittah ………… 40

B. Syarah Hadis ………………………………………... 44

C. Pandangan ulama hadis tentang salat Istikharah ……. 56

D. Kandungan Hadis …………………………………… 60

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………. 62

B. Saran-saran ……........................................................ 63

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 65

Page 12: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ibadah dalam Islam bukan semata-mata melaksanakan ritus yang

diwajibkan, tetapi lebih jauh lagi adalah berserah diri sepenuhnya kepada

Allah SWT, melaksanakan kehendak-Nya melalui jalan dan cara yang

ditetapkan-Nya. Ibadah mencakup sekaligus makna sepenuh hati dan

penyembahan yakni, seseorang tidak hanya melaksanakan ritusnya saja,

tetapi juga memahami dan melaksanakan yang terkandung di dalamnya.1

Al-Qur‟an dan hadis sehubungan dengan itu, telah menggambarkan

kepada seluruh umat Islam mengenai taat ibadah kepada Allah SWT, hal ini

dimaksudkan agar dalam pelaksanaannya dilakukan dengan baik dan benar

sesuai dengan kehendak-Nya. Salat adalah salah satu ibadah yang

dimaksudkan, yang tata cara dan ketentuannya telah digariskan lewat syariat.

Ibadah salat memiliki keistimewaan tersendiri sehingga posisinya tidak kalah

penting dengan syahadat. Oleh karenanya, tidak heran bila salat memiliki

konsep yang jelas, tegas dan baik dalam al-Qur‟an maupun hadis, yang

pelaksanaannya tidak cukup hanya dengan memenuhi syarat dan rukun saja.

Salat akan lebih berarti bila nilai yang tertanam di dalamnya dapat

diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

1 M. al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, Penerjemah H. M. Rifa‟i, (Semarang :

Wicaksana, 1995), h.10

Page 13: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

2

Salat adalah ibadah yang paling awal diwajibkan langsung, yang

diwahyukan oleh Allah SWT, dan diwajibkan tanpa melalui malaikat Jibril.

Salat diwajibkan pada waktu Mi‟raj Nabi Muhammad SAW, berbeda dengan

perintah-perintah yang lain, ketika Allah SWT memerintahkan puasa cukup

dengan menurunkan ayatnya, saat memerintahkan orang yang mampu untuk

melaksanakan haji cukup dengan firman-Nya, waktu Allah SWT

memerintahkan untuk kita membayar zakat juga sekedar menurunkan wahyu-

Nya. Itulah salah satu keistemewaan dari salat.2

Salat bukanlah semata-mata gerakan badan dan bacaan yang hampa dari

makna esensinya, melainkan simbol ajaran hidup dalam kehidupan manusia,

misalnya tentang hakekat keutamaan salat tepat pada waktunya, mengerjakan

bagaimana pentingnya waktu dalam kehidupan, salat dikerjakan dengan

khusyu‟, disini ada pesan tersendiri dalam kesungguhan atau melatih

konsentrasi dalam pekerjaan.

Tak ada satupun yang lebih dipentingkan oleh al-Qur‟an selain salat, al-

Qur‟an mengatakan kewajiban salat dengan berbagai susunan kata-kata

dengan perintah yang tegas, memuji-muji orang salat dan mencela orang

yang meninggalkannya. Supaya kita dapat memahami bahwa salat itu tiang

agama.3

2 Dewan Hisbah Persatuan Islam, Risalah Salat, (Bandung : PT Remaja Rosda,

1996), Cet ke-1, h.74

3 Abu Muhammad Izzudin, Salat Tiang Agama, (Malaysia : Percetakan Ja‟far sdn,

1996), Cet 1, h.38

Page 14: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

3

Salat merupakan ibadah paling utama yang membuktikan ke-Islaman

seseorang, dan untuk mengukur keimanan seseorang dapat dilihat dari

kerajinan dan keikhlasan dalam mengerjakan salat. Islam memandang salat

sebagai tiang agama dan intisari Islam terletak dalam salat. Sebab dalam

salat terkumpul seluruh rukun agama. Didalam salat terdapat ucapan

“syahậdataỉn”, kesucian hati terhadap Allah SWT, agama dan manusia.

Salat merupakan rukun Islam yang terbesar dan absolute. Karena

besarnya kedudukan dan posisi salat, maka ia tidak boleh ditinggalkan oleh

seorang Muslim bagaimanapun kondisinya, kecuali bagi mereka yang

kewajiban salatnya telah gugur, seperti orang hilang akal, serta wanita haid

dan nifas. Salat wajib dilakukan baik orang sakit, sehat, fakir, kaya dalam

kondisi takut, aman dan lain-lain.

Selain salat fardu Nabi Muhammad SAW. juga melakukan salat

sunnah, salat itu dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW, untuk mendekatkan

diri kepada Allah SWT, dan mengharapkan tambahan pahala. Salat sunnah

banyak macamnya, diantaranya ada yang disunnahkan berjamaah dan ada

pula yang tidak disunnahkan berjamaah. Salat sunnah dianjurkan dalam

beribadah kepada Allah SWT,4 sebagaimana di bawah ini :

4 Muhammad Rifa‟i, Fiqih Islam lengkap, (Kuala Lumpur : Pustaka Jiwa, 1996),

h.195

Page 15: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

4

“Menceritakan kepada kami „Alȋ bin Nasir bin „Alȋ al-Juhdamȋ

menceritakan kepada kami Sahl bin Hammâd menceritakan kepada kami

Hammâm berkata : menceritakan kepada kami Qatâdah dari al-Hasan dari

Huraĩts bin Qobȋ sah berkata : Aku mendengar Abȋ Huraȋ rah berkata :

Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya amalan-

amalan manusia yang mula-mula dihisab pada hari kiamat ialah salat.

Jika salatnya sempurna dicatatlah beruntung dan lulus, dan jika terdapat

sesuatu kekurangan Allah berfirman pula : periksalah, apakah hamba-Ku

mempunyai amalan salat sunnah? Jika ia mempunyai amalan salat sunnah

lalu Allah berfirman : sempurnakan salat fardu hamba-Ku yang kurang

dengan salat sunnahnya kemudian diperhitungkan amalan-amalan itu

dengan cara demikian”. (HR. al-Tirmidzȋ )

Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang sangat lemah, mereka

sangat membutuhkan bantuan dari Allah Ta‟ala dalam semua urusan mereka.

Hal itu karena dia tidak mengetahui hal yang ghaib sehingga dia tidak bisa

mengetahui mana amalan yang akan mendatangkan kebaikan dan mana yang

akan mendatangkan kejelekan bagi dirinya. Karenanya, terkadang seseorang

hendak mengerjakan suatu perkara dalam keadaan ia tidak mengetahui akibat

yang akan lahir dari perkara tersebut atau hasilnya mungkin akan meleset dari

perkiraannya. Oleh karena itulah, Rasulullah SAW mensyariatkan adanya

5 Muhammad bin „Isậ bin Sûrah bin Mûsậ bin al-Dahhak al-Sulam ȋ al-Bugȋ al-

Tirmidzȋ , Sunan al-Tirmidzȋ , Kitab al-Salah, bab Mậ Ja’a anna awwalu mâ yuhasabu

bihi al’abdu yaûmal qiyậmati al-Salah, Juz.1, (Beirut: Dậr al-Fikr, t. th), h.421

Page 16: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

5

Istikhậrah yaitu permintaan kepada Allah agar berkenan memberikan

hidayah kepadanya menuju kepada kebaikan. Yang mana doa Istikhậrah ini

dipanjatkan kepada Allah setelah dia mengerjakan salat sunnah dua rakaat.

Allah berfirman dalam surat al-Qashash ayat 68-70

Artinya: “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan

memilihnya. sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha

Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan

(dengan Dia). Dan Tuhanmu mengetahui apa yang

disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka

nyatakan. Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak

disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan

di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan Hanya

kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. (Q.S. al-Qasas:68-70)

Muhammad ibn Ahmad al-Qurtubî berkata, “Sebagian ulama

mengatakan ”Tidak sepantasnya bagi seseorang untuk mengerjakan sesuatu

urusan dari urusan dunia kecuali setelah dia meminta pilihan kepada Allah

dalam urusan tersebut”. Yaitu dengan salat dua rakaat salat Istikhârah.

Menurut Abû Ubaidah Masyhûr ibn Hasan Mahmûd ibn Salmân

menyatakan bahwa para ulama sepakat sesungguhnya orang yang

beristikhârah melakukan apa yang menjadi kelapangan atau kemantapan

dalam hatinya, bukan sekedar melalui mimpi atau orang lain, sebab ia

Page 17: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

6

berdo‟a kepada Allah melalui salat, sedangkan salat itu sendiri adalah do‟a

yang dengannya Allah memilihkan sebuah kebaikan dari setiap urusan,

kemudian menyempurnakannya.6

Jika Allah memberikan kelapangan dada dan kemantapan hati maka

Allah memberikan pula kemudahan untuk mendapatkan kebaikan, yang

akhirnya berbuah ridha dan bahagia. Akan tetapi, jika hal itu adalah hal yang

tidak dikehendaki, ketahuilah bahwa sesungguhnya itu juga sebuah kebaikan,

dia harus ridha dengan setiap ketentuan-Nya.7

Yang selama ini yang kita tahu bahwa jika seseorang mengalami

kegundahan dalam memilih sesuatu antara dua hal, yang mana kita ingin

mengetahui diantara kedua hal ini, yang lebih baik kita kerjakan terlebih

dahulu, maka dengan adanya hal tersebut masyarakat meyakini bahwa

dengan Istikhậrah kita akan mendapatkan yang lebih baik.

Salat Istikhậrah akan memberikan kita inspirasi untuk sampai kepada

keputusan yang membahagiakan itu. Kecemasan dan kegalauan akan

dikendurkan melalui istikhậrah. Rupanya, salat ini diciptakan agar kita

mengalami flow dari masalah yang sedang meruwetkan. Begitu pikiran

6 Masyhûr ibn Hasan Mahmûd ibn Salmân, Al-Qaulu al-Mubĭn Akhtâ’I al-

Muslim, (Bandung: Pustaka Azzam, 2000), h. 63

7 Muhammad Abu Ayyash, Keajaiban Salat Istikhậrah, (Jakarta: Qultum Media,

2008), h. 53-55

Page 18: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

7

dipenuhi kebimbangan akan satu masalah atau kebingungan memilih jalan ini

atau itu .8

Dalam salat Istikhârah terdapat perbedaan mengenai jumlah rakaatnya

dikemukakan para ulama hadis dan fiqh tentang pendapatnya berdasarkan

nash yang sama. Sehingga timbul perbedaan mengenai salat Istikhârah dalam

perspektif hadis dan fiqh.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji sebuah

penelitian dengan judul “SALAT SUNNAH ISTIKHÂRAH DALAM

PERSPEKTIF HADIS”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mengkaji atau meneliti suatu permasalahan tentunya tidak terlepas dari

pembatasan dalam berbagai aspek terkait dengan permasalahan tersebut.

Untuk lebih mengarahkan penulisan dalam skripsi ini, penulis perlu

memberikan pembatasan dalam penelitian, yaitu :

1. Hadis yang akan penulis teliti adalah hadis-hadis yang termaktub dalam

al-Kutub al-Sittah tentang salat sunnah istikhậrah.

2. Syarah hadis Ibnu Hajar al-Asqalânî

3. Pandangan ulama hadis tentang salat sunnah istikharah

Dengan adanya pembatasan di atas, penulis mengarahkan

pembahasan ini dengan rumusan masalah yang akan menjadi bahasan

dalam skripsi adalah Bagaimana pemahaman Ibnu Hajar al-Asqalânî

8 Qomaruzzaman Awwab, Istikhậrah for Muslimah, (Bandung: DAR! Mizan, 2008),

h.16

Page 19: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

8

tentang salat sunnah istikhậrah dalam kehidupan sehari-hari menurut hadis

Nabi SAW?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian dari skripsi ini di bagi pada dua hal yaitu:

a. Tujuan Akademis

Secara akademis tujuan penelitian ini adalah sebagai syarat meraih

gelar sarjana (S1), serta pengembangan dan sumbangan terhadap

hazanah perkembangan ilmu hadis khususnya di Indonesia.

b. Tujuan Umum

Adapun secara umum ialah menjadi bahan wacana terhadap

pengembangan hazanah keilmuan di bidang hadis, juga untuk

mengetahui bagaimana pemahaman Îbnu Hajar al-Asqalânî tentang

salat sunnah istikhậrah dalam kehidupan sehari-hari.

2. Manfaat penelitian ialah memberikan pemahaman tentang maksud hadis-

hadis yang membahas salat Istikhậrah serta menggambarkan pemahaman

tentang salat Istikhậrah itu sendiri dari sudut pandang hadis dan

ungkapan para ulama fiqih. Agar tidak terjebak dalam pemahaman yang

salah karena kurangnya pengetahuan akan hadis.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Penulis memakai metode penelitian dalam skripsi ini adalah metode

penelitian pustakaan (library research) artinya data-datanya berasal dari

sumber keperpustakaan, baik berupa buku-buku, jurnal, ensiklopedi, dan

Page 20: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

9

sebagainya, termasuk juga data primer seperti kitab-kitab hadis, maupun data

sekunder, seperti data-data yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji

dalam skripsi ini.

2. Metode Pembahasan

Pembahasan ini pada dasarnya adalah analisa hadis, yaitu studi objek

kajiannya adalah hadis-hadis Nabi SAW. Yang dalam hal ini berkaitan erat

dengan masalah salat sunnah istikharah sebagai studi hadis, studi ini

menggunakan metode pencarian hadis, artinya pembahasan ini berupaya

mencari hadis-hadis yang berkaitan dengan salat sunnah istikharah, kemudian

mengemukakan hadis-hadis yang berkaitan dengan salat sunnah dan

macamnya, setelah itu baru dianalisis kandungan hadis-hadis tersebut.

3. Metode penulisan

Adapun penulisan skripsi merujuk kepada buku “Pedoman Penulisan

Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang disusun oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta9 dengan beberapa pengecualian:

1. Kutipan ayat Al-Qur‟ân tidak diberi catatan kaki dan terjemahannya

diambil dari “Al-Qur‟ ân dan terjemah” yang diterbitkan oleh

Departemen Agama R.I., Jakarta, Proyek Pengadaan.

2. Kutipan yang menggunakan ejaan yang lama diganti dengan ejaan yang

disempurnakan (EYD) kecuali nama orang/pengarang.

9 Hamid Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah(Skripsi, Tesis dan

Disertasi), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: CeQda, 2007), cet. Ke-2

Page 21: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

10

E. Kajian Pustaka

Berdasarkan hasil pengamatan dan studi di Perpustakaan telah

ditemukan beberapa penelitian sebelumnya. Adapun review studi terdahulu

yang penulis telah kaji adalah:

1. Salat Fajar dalam al-Kutub al-Sittah: Sebuah Kajian Tematik Hadis, ditulis

Oleh Bambang Triatmojo Jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2007.

Skripsi diatas menjelaskan waktu dan di anjurkannya salat fajar.

2. Fadilah Salat Sunnah Rawatib dalam Perspektif Hadis, ditulis Oleh

Fitriyah Jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2006.

Tema tentang salat banyak dibahas, namun dalam judul berbeda-beda

diantaranya tentang salat sunnah rawatib, dalam skripsi tersebut

menjelaskan tentang fadilah salat sunnah rawatib dan fungsinya. Skripsi

tersebut didapat dari perpustakaan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Keajaiban Salat Istikhârah, ditulis oleh Muhammad Abu Ayyash

diterbitkan oleh Qultum Media Tahun 2008.

Salat Istikharah ditulis oleh Moh. Rifa‟i.

Buku ini menjelaskan akan fadilah dan hikmah salat sunnah Istikharah

menurut ulama Fiqh.

Page 22: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

11

Secara khusus penulis berbeda dengan skripsi dan buku di atas, karena

skripsi ini lebih menjelaskan akan kaîfiyah salat Istikharah daripada fadilah-

nya.

F. Sistematika Penulisan

Untuk keserasian pembahasan dan mempermudah analisis materi

dalam penulisan skripsi ini, maka berikut ini penulis jelaskan dalam

sistematika penulisan.

Secara garis besar skripsi ini terdiri dari empat bab. Setiap bab dibagi

menjadi sub bab, dan setiap sub bab mempunyai pembahasan masing-masing

yang antara satu dan lainnya saling berkaitan.

Pada bab pertama, merupakan pendahuluan yang di dalamnya

dijelaskan tentang latar belakang munculnya permasalahan penelitian ini.

Setelah itu permasalahan yang muncul dibatasi dan menetapkan

permasalahan yang menjadi masalah utama serta arti penting dan manfaat

yang ingin dicapai dalam penelitian ini bagi studi Islam.

Karena penelitian ini bersifat ilmiah maka diadakan tinjauan pustaka

dengan tujuan untuk memposisikan studi ini diantara studi-studi terkait

lainnya yang pernah dilakukan atau searah dengan penelitian ini. Kemudian

diuraikan metode penelitian yang akan penulis pakai untuk menyelesaikan

penelitian ini. Dan pada pembahasan terakhir dari bab pertama ini, penjelasan

mengenai sistematika pembahasan.

Kemudian Pada bab kedua, memaparkan tentang salat sunnah dan salat

istikharah, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bahwa salat istikharah

Page 23: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

12

adalah termasuk salat sunnah. Dan juga untuk mengetahui pandangan dari

para ulama hadis dan ulama fiqh akan letak perbedaan kedua pendapat

tersebut.

Kemudian pada bab ketiga, bab ini merupakan analisa hadis. Pada

bagian ini dikumpulkan hadis-hadis yang terdapat dalam al-Kutub al-Sittah

beserta syarah hadis Ibnu Hajar al-Asqalânî. Hal ini dimaksudkan untuk

mengetahui pemahaman Ibnu Hajar al-Asqalânî tentang salat Istikharah

tersebut. Dengan demikian akan ditemukan sebuah kesimpulan yang akan

dipaparkan dalam bab keempat yang juga merupakan penutup.

Page 24: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

13

BAB II

SALAT SUNNAH ISTIKHÂRAH

A. Salat Sunnah

1. Pengertian Salat Sunnah

Sesungguhnya salat sunnah itu merupakan saham pelaburan-

pelaburan yang akan mendatangkan keuntungan yang banyak kepada

pengamalnya di samping salat wajib yang merupakan simpanan tetap.10

Diantara sejumlah keutamaan umat Nabi Muhammad SAW, bahwa

Allah SWT menganugerahkan pahala yang besar kepada orang yang

mengamalkan salat-salat nafilah di rumah, bahkan oleh Rasulullah SAW itu

disebut sebagai nur (cahaya). Mengenai hal itu beliau mengatakan bahwa

salat nafilah yang dilakukan orang di rumahnya adalah cahaya terang. Karena

itu hendaklah rumah kalian dengan cahaya itu.

Yang dinamakan cahaya terang ialah cahaya yang menerangi hati agar

dalam khalwat-nya (kesendiriannya di rumah) hati orang yang bersangkutan

lebih merasa tunduk dan khusu’ terhadap Allah SWT, dengan demikian ia

tidak menjadi lengah bahkan lebih mesra hubungan antara seorang hamba

dengan Tuhannya, ia dapat mengutarakan bisikan hatinya kepada Allah SWT

hingga ia benar-benar merasakan betapa agungnya kebesaran Allah SWT. Ia

akan merasa betapa rendah dan hinanya ia berada di hadapan Allah SWT.

10

Abdul Ghani Azmi bin Idris, Pedoman Salat-salat Sunnah, (Kuala lumpur : Dârul

Nu‟mân, 1996), Cet.2, h. 29

Page 25: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

14

Menganjurkan agar orang mengamalkan salat-salat nafilah di rumah dengan

maksud agar rahmat Allah SWT melambai-lambai di atasnya lalu meratakan

cahaya iman terang benderang. Selain itu juga dimaksudkan agar orang seisi

rumah itu merasakan kedekatan terhadap Allah SWT. Semua fadĩlah yang

diberikan Allah SWT itu patut dipuji dan disyukuri sebagai nikmat yang

dilimpahkan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya. Seseorang dari kalian

jika telah menunaikan salatnya di masjid hendaknya ia mengamalkan salat-

salat nafilahnya agar di rumahnya memperoleh bagian dari salatnya. Allah

akan menjadikan sebagian dari salatnya itu sebagai kebajikan rumahnya.11

Allah akan merahmati rumah yang di dalamnya terdapat ketaatan

kepada Allah SWT. Zikir, ibadah, tasbih dan membaca al-Qur‟an sama

dengan tempat bernaungnya orang-orang yang salat. Rumah yang suasananya

demikian itu penuh kesejahteraan dan keridhaan. Sedangkan rumah yang

kosong dari zikir dan tidak mengingat Allah SWT, maka rumah itu akan

tandus, gersang dan bobrok. Rumah yang penghuninya seperti itu jauh dari

suasana tentram, bahkan penuh dengan hawa nafsu amarah yang diliputi

dengan kedengkian dan kedurhakaan. Di dalam rumah seperti itu setan-setan

berpesta pora, lain halnya dengan rumah yang di dalamnya disebut-sebut

keagungan Allah SWT (zikrullah).

Disamping itu juga terdapat fadilah dalam mengerjakan salat sunnah

yang dilakukan di rumah dibandingkan melakukan salat sunnah di depan

orang banyak. Seseorang yang melakukan salat sunnah di rumah lebih

11

Abdul Ghani Azmi bin Idris, Pedoman Salat-salat Sunnah, Cet.2, h. 30

Page 26: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

15

banyak mendatangkan rahmat Allah SWT dan terhindar dari kemungkinan

timbulnya kemunafikan dan jauh dari mata orang-orang yang memujinya,

sedangkan jika kita melaksanakan salat sunnah di depan banyak orang dapat

membangkitkan perasaan riya dan pujian orang lain.

2. Macam-macam Salat Snnah

Salat sunnah terbagi dua macam, yaitu :12

1. Salat Mutlaq

Dalam salat sunnah mutlaq ini, cukuplah seseorang berniat saja.

Jika ia melakukan salat sunnah dan tidak menyebutnya berapa raka‟at

yang akan dikerjakan dalam salatnya itu, ia boleh mengucapkan salam

pada satu raka‟at atau lebih, berapapun jumlahnya baik pada raka‟at

ganjil atau pada raka‟at genap.

2. Salat Muqayyậd

Salat muqayyậd terbagi menjadi dua macam :

a. Yang disyariatkan sebagai salat-salat sunnah yang mengikuti salat

fardu yang disebut salat sunnah rawatib. Seperti salat sunnah zuhur

dan sebagainya.

Beberapa pendapat tentang salat sunnah rawatib menurut para

ulama, yaitu :

Menurut Mazhab Syafi’iyah, salat sunnah rawatib ada sebelas

raka‟at, yaitu dua raka‟at sebelum subuh, dua raka‟at sebelum zuhur dan

12

Muhammad Jawad Mugniyah, al-Fiqh ‘alâ al-Madzahib al-Khamsah, (Beirut :

Dâr al-Jawad), h.72

Page 27: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

16

dua raka‟at sesudahnya. Dua raka‟at setelah maghrib dan dua raka‟at

setelah isya‟.

Menurut Mazhab Hanbali, sepuluh raka‟at, yaitu dua raka‟at

sebelum dan sesudah zuhur, dua raka‟at sesudah maghrib, dua raka‟at

setelah isya‟ dan dua raka‟at sebelum salat subuh.

Menurut Mazhab Hanafiyah, salat rawatib itu terbagi menjadi

kepada sunnah masnunah dan salat sunnah mandudah.13

Salat

masnunah ada lima salat, yaitu: dua raka‟at sebelum subuh, empat

raka‟at sebelum zuhur dan dua raka‟at setelahnya selain hari jum‟at, dua

raka‟at setelah maghrib dan empat raka‟at setelah isya‟. Sedangkan

salat-salat yang mandudah ada empat salat, yaitu empat raka‟at sebelum

aşar, dan kalau mau dua raka‟at saja, enam raka‟at setelah maghrib,

empat raka‟at sebelum isya‟ dan empat raka‟at setelahnya.

Menurut Mazhab Mâlikiyah, untuk salat-salat sunnah rawatib

tidak ada batas tertentu dan tidak ada pula jumlah khusus, hanya yang

paling utama adalah empat raka‟at sebelum zuhur dan enam raka‟at

setelah maghrib.

13

Mazhab Hanafiyah mempunyai istilah-istilah tentang apa yang wajib

dikerjakannya dan yang tidak boleh ditinggalkannya, yang sama dibagi dua, yaitu : fardu

apabila perbuatan itu ditetapkan berdasarkan dalil qat’I (pasti), seperti al-Qur‟an, hadis

yang mutawattir dan ijma‟. Kedua, wajib apabila ditetapkan berdasarkan dalil Danni

(perkiraan), seperti qiyas dan hadis yang diriwayatkan oleh satu orang. Sedangkan

perbuatan yang lebih baik (kuat) untuk dikerjakannya dari pada ditinggalkan di bagi

kedalam dua bagian juga, yaitu masnun : perbuatan yang dilakukan oleh Nabi,

Khulafa’ur Rasyidîn, yang kedua mandud, perbuatan yang diperintahkan oleh Nabi tetapi

tidak bisa dilakukan oleh beliau sendiri. Juga perbuatan yang wajib ditinggalkannya dan

tidak boleh dilakukannya, kalau ia ditetapkan berdasarkan dalil qat’I (pasti), maka

perbuatan yang dilarang itu adalah haram. Bila perbuatan yang ditetapkan berdasarkan

dalil Danni (perkiraan), maka larangan tersebut adalah makruh yang mendekati haram.

Page 28: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

17

Menurut Mazhab Imâmiyah, salat rawatib itu setiap hari ada tiga

puluh empat raka‟at, yaitu : delapan raka‟at sebelum zuhur, delapan

raka‟at sebelum aŝar, empat raka‟at sesudah maghrib dan dua raka‟at

sesudah isya‟, tetapi dua raka‟at yang terakhir ini (dua raka‟at sesudah

isya‟) dilakukan sambil duduk, dan ia hitung satu raka‟at serta

dinamakan salat witir, dan delapan raka‟at salat malam, dua raka‟at

untuk meminta syafa’at, satu raka‟at untuk witir14

dan dua raka‟at untuk

salat subuh, yang dinamakan salat fajar.

Salat sunnah rawatib terbagi menjadi dua macam, yaitu :

1. Salat Sunnah Muakkad (sangat dianjurkan)

Salat sunnah muakkad adalah salat sunnah yang sering

dikerjakan Rasulullah dan jarang sekali ditinggalkan. Salat sunnah

rawatib yang muakkad terdiri dari sepuluh raka‟at, yaitu: dua

raka‟at sebelum subuh, dua raka‟at sebelum dan sesudah zuhur, dua

raka‟at sesudah maghrib dan dua raka‟at sesudah isya‟.

2. Salat Sunnah Ghairu Muakkad

Salat sunnah ghairu muakkad adalah salat sunnah yang

jarang dikerjakan dan yang sering ditinggalkan. Yaitu dua raka‟at

sebelum salat zuhur dan raka‟at sesudahnya. Jadi, salat sunnah

zuhur yaitu empat raka‟at sebelumnya dan empat raka‟at

sesudahnya ; dua raka‟at penting, sedangkan dua raka‟at lagi kurang

14

Salat witir menurut Hanafiah ada tiga rakaat dengan satu salam. Waktunya

berlaku mulai tenggelamnya syafaq ahmar (awan merah ) sampai terbitnya fajar.

Page 29: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

18

penting. Empat raka‟at sebelum Asar dan dua raka‟at sebelum

maghrib.15

Sabda Rasulullah SAW :

“Menceritakan kepada kami Abû Bakar Muhammad bin Ishaq al-

Baghdâdȋ , menceritakan kepada kami „Abdullâh bin Yûsuf al-Tinĭsĭ

al-Sya‟mĭ, menceritakan kepada kami al-Hārits bin Humȋ d,

memberitahukan kepadaku al-„Alậ yaitu Ibn al-Hârits dari al-Qâsim

Abĭ „Abdurrahmân dari „Anbasah bin Abĭ Sufyân, berkata : Aku

mendengar saudara perempuanku Ummî Habîbah istri Rasulullah

SAW berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda :”Siapa

orang yang mengerjakan salat empat raka‟at sebelum zuhur dan empat

raka‟at sesudahnya, Allah mengharamkan api neraka baginya”.(HR.

al-Tirmidzĭ).

Sabda Rasulullah SAW :

15 Sulaiman Rasjid, Fiqhul Islam, (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2006), Cet.

Ke-36, h. 144-145

16

Muhammad bin „Isậ bin Sûrah bin Mûsậ bin al-Dahhak al-Sulam ȋ al-Bugȋ

al-Tirmidzȋ , Sunan al-Tirmidzȋ , Juz.1, (Beirut: Dậr al-Fikr, t. th), h.213

Page 30: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

19

“Menceritakan kepada kami Yahâya bin Mûsậ dan Mahmûd bin

Ghaȋ lận dan Ahmad bin Ibrahîm al-Dauraqĭ, mereka berkata :

Menceritakan kepada kami Abû Dâwud al-Tayalisî menceritakan

kepada kami Muhammad bin Muslim bin Mihran kakeknya mendengar

dari Ibn „Umar, Nabi SAW bersabda:“Allah memberi rahmat kepada

seorang manusia yang salat empat raka‟at sebelum asar”.(HR. al-

Tirmidzĭ)

b. Yang terkait dengan waktu tertentu, seperti : salat sunnah duha, witir dan

lain sebagainya.

Salat sunnah tatawwu adalah salat duha yang hukumnya

sunnah. Waktunya dimulai sejak matahari sudah naik kira-kira

sepenggalah sampai dengan tergelincir. Tetapi yang lebih utama

ialah dikerjakan sesudah lewat seperempat siang hari.

Zaîd bin Arqam meriwayatkan yang artinya :

“Rasulullah keluar menuju penduduk Qubâ yang sedang

mengerjakan salat duhâ, lalu katanya : salat Awwabin (salat yang

kembali kepada Allah) ialah salat yang dilakukan di waktu anak-

17 Muhammad bin „Isậ bin Sûrah bin Mûsậ bin al-Dahhak al-Sulam ȋ al-Bugȋ

al-Tirmidzȋ , Sunan al-Tirmidzȋ , Juz.2, h.276

18

Muhammad bin „Isậ bin Sûrah bin Mûsậ bin al-Dahhak al-Sulam ȋ al-Bugȋ

al-Tirmidzȋ , Sunan al-Tirmidzȋ , Juz.1, h. 113

Page 31: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

20

anak unta bangkit Karena kepanasan waktu duha. (HR. al-

Tirmidzĭ).

Selain sunnah duhâ, yang termasuk salat tatawwu adalah

salat witir yang terikat dengan waktu, hukumnya adalah sunnah

muakkad. Menurut Mazhab Hanafiah, witir adalah wajib, dan yang

dimaksud dengan wajib disini adalah fardu „amâlî suatu kewajiban

yang bersifat perbuatan, bukan keyakinan : dalam arti orang yang

mengingkarinya tidak dianggap kafir.

Sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abŭ Basrah :

“Menceritakan kepada kami „Alĭ bin Ishâq menceritakan kepada kami

„Abdullah- yaitu „Ibn al-Mubārak- memberitahukan kepada kami Sa‟ĭd bin

Yazĭd menceritakan kepadaku Ibn Hubairah dari Abĭ Tamĭm al-Jaisyānî,

„Umar bin al-„As berkata : sesungguhnya Ayah Basrah menceritakan

kepadaku bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Allah telah menambahkan

kepadamu suatu salat, yakni witir. Karena itu, kerjakanlah salat itu di

antara salat isya‟ sampai dengan salat fajar”. (HR. Ahmad)

3. Fadilah Salat Sunnah

Salat sunnah memiliki banyak fadĭlah atau keutamaan. Berbagai

keutamaan tersebut merupakan bagian dari ungkapan kasih sayang Allah

19

Abdullah Ibn Muhammad Ibn Hanbâl, Musnad Ahmad Ibn Hanbâl, Juz 9, no.

23912, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1991/1411), hal. 225

Page 32: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

21

terhadap hamba-hamba-Nya yang gemar beribadah dan mendekatkan diri

kepada-Nya dengan mendirikan salat-salat sunnah selain salar fardu. Diantara

keutaman-keutamaan salat sunnah adalah :20

1. Menyempurnakan Nilai Salat Fardu

Untuk memperbaiki nilai salat fardu yang dilaksanakan kurang

sempurna, maka Allah SWT memberikan solusi yakni salat sunnah.

Salat sunnah ini, khususnya salat sunnah rawatib dapat menjadi

penyempurna salat fardu kita.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Menceritakan kepada kami „Alĭ bin Nasĭr bin „Alĭ al-Juhdamî

menceritakan kepada kami Sahl bin Hammâd menceritakan kepada

kami Hammâm berkata : menceritakan kepada kami Qatâdah dari al-

Hasan dari Harĭts bin Qubaidah berkata: Aku mendengar Abĭ Hurairah

berkata Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya

amalan manusia yang mula-mula dihisab pada hari kiamat ialah salat.

20

Firdaus Wajdi, Salat Sunnah Favorit Nabi, (Jakarta : Alifbata, 2006), Cet.1, h. 3

21 Muhammad bin „Isậ bin Sûrah bin Mûsậ bin al-Dahhak al-Sulam ȋ al-Bugȋ al-

Tirmidzȋ , Sunan al-Tirmidzȋ , Juz.1, h.322

Page 33: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

22

Jika salatnya sempurna dicatatlah sempurna, dan jika terdapat sesuatu

kekurangan Allah berfirman pula : periksalah, apakah hamba ku

mempunyai amalan salat sunnah? Jika ia mempunyai amalan salat

sunnah lalu Allah berfirman : sempurnakanlah salat fardu hambaku

dengan salat sunnahnya. Kemudian diperhitungkan amalan-amalan itu

dengan cara demikian. (HR. Al-Tirmidzĭ)

2. Mengurangi Dosa yang Telah Lalu

Banyak dosa-dosa kecil yang tidak sengaja kita lakukan dalam

aktivitas kita sehari-hari. Dengan membiasakan diri untuk melaksanakan

salat sunnah maka dosa-dosa tersebut dapat dikurangi. Hal ini

diinformasikan melalui hadis Nabi Muhammad SAW :

“Menceritakan kepada kami Abŭ „Âmir menceritakan kepada kami

Hisyâm yaitu Ibn Sa‟ad dari Zaĭd yaitu Ibn Aslam dari „Atâ bin Yasâr

dari Zaĭd bin Khâlid al-Juhanî bahwa Rasulullah SAW bersabda: siapa

yang berwudu dan ia membaguskan wudunya kemudian salat (sunnah)

dua raka‟at ia tidak lupa/lalai akan keduanya maka Allah ampuni dosa-

dosanya yang telah lalu”.(HR. Ahmad)

22

Abdullâh Ibn Muhammad Ibn Hanbâl, Musnad Ahmad Ibn Hanbâl, Juz 8, hal. 365

Page 34: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

23

3. Mengangkat Derajat

Allah SWT mengangkat derajat hamba-hamba-Nya yang

melaksanakan salat-salat sunnah dengan rutin disertai niat ikhlas

beribadah kepada Allah.23

4. Mendapatkan Rumah di Surga

Dalam sebuah hadis dikatakan :

“Menceritakan kepada kami Muhammad bin „Abdullâh bin Numaîr,

menceritakan kepada kami Abû Khâlid yaitu Sulaîmân bin Hayyân dari

Dâwud bin Abî Hindi dari al- Nu‟mân bin Sâlim dari „Amr bin Aûs,

berkata : Menceritakan kepadaku „Anbasah bin Abĭ Sufyân ketika

beliau dalam keadaan sakit, berkata : aku mendengar Ummi Habîbah, ia

berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda Ummu Habîbah

berkata : aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : siapa yang salat

12 raka‟at dalam sehari semalam akan dibangun baginya sebuah rumah

di surga”.(HR. al-Bukhârî)

Adapun manfaat salat sunnah secara umum untuk mendekatkan diri

kepada Allah SWT dan menjadikan sipelakunya sebagai orang-orang yang

dicintai-Nya. Meningkatkan derajat dan martabat serta menjernihkan akal

23 Firdaus Wajdi, Salat Sunnah Favorit Nabi, h. 5

24

Muhammad Ibn Ismâ‟îl al-Bukhârî, Sahîh al- Bukhârî, Juz 4, (Beîrût: Dâr al-

Fikr, 1995), h. 154

Page 35: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

24

pikiran dan untuk mencegah dari perbuatan yang keji dan munkar.

Sebagaimana yang diterangkan oleh Allah SWT di dalam firman-Nya surat

al-Ankabut ayat 45 :

Artinya: “Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al

Kitab (Al-Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat

itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.

dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih

besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah

mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Ankabut : 45)

Allah SWT memberi petunjuk kepada kita terutama kepada umatnya

kepada jalan yang lurus bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu yang lebih tawar

atau manis bagi seorang manusia melebihi dari bermunajat kepada Tuhannya

berdiri dihadapan-Nya dan dekat dengan Tuhannya.

Seorang manusia ketika melanggengkan makan dengan satu menu

makanan maka dengan segera ia merasakan bosan meskipun kenikmatan

makanan itu sangatlah nikmat. Adapun jika berganti-ganti dari satu menu ke

menu yang lainnya, maka ia akan menemukan kenikmatan menyantap tanpa

ada rasa bosan, inilah sesuatu yang hampir menjadi tabi‟at bagi semua

manusia karena itulah Allah menganjurkan salat sunnah (nafilah) baik

sebelum ataupun sesudah salat wajib agar ia dapat berganti-ganti dari salat

fardu yang telah diwajibkan. Agar itu semua menjadi faktor pendorong untuk

lebih giat lagi menunaikan salat wajib dengan hati yang ikhlas tanpa ada

paksaan dan rasa bosan.

Page 36: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

25

Ada hikmah yang lain lagi yaitu bahwa salat wajib yang telah

ditetapkan kepada manusia untuk dikerjakan pada saat melakukannya hati

diharuskan untuk dapat menjadi seperti cermin yang tercetak di dalamnya

hal-hal yang dapat dilihat sesuai dengan gambar alaminya. Sedangkan salat

sunnah yang dilakukan sebelum salat wajib itu menjadi seperti

kemengkilapan bagi hati sampai ia mengerjakan salat fardu. Setelah

melakukan salat sunnah kotoran-kotoran dan noda was-was serta segala

urusan dunia yang mengganggu pada hatinya itu akan hilang. Ia pun akan

dapat sepenuhnya menghadapkan untuk bermunajat kepada Tuhannya dan

bersih hatinya dari semua yang selainnya.

B. Salat Istikharah

1. Pengertian, Waktu dan Hukum Salat Istikhârah

a. Pengertian Salat Istikharah

Istikharah secara bahasa dari kata خار– خير ت- اختاره artinya

“memilih” atau “ minta dipilihkan”. Ketika ada tambahan huruf Alif, Sĩn

dan Ta menjadi طلب الخيرة– استخار maka dalam tata bahasa Arab berubah

menjadi mencari pilihan.25

Menurut istilah salat sunnah Istikhârah ialah salat sunnah dua

raka‟at untuk memohon kepada Allah ketentuan pilihan yang lebih baik

diantara dua hal atau lebih yang belum jelas ketentuan baik buruknya.26

25 Ahmad Marson Munawwir, Kamus Lengkap al-Munawwir Arab Indonesia,

(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), cet. Ke-14, h. 32

26 M. Abdul Mujib dan Mabrur Tholhah. Said, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta, Pustaka

Firdaus, 1995), h. 132

Page 37: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

26

Arti Istikhârah menurut syariat Islam, disebutkan ada dua makna

Istikhârah, yaitu meminta kepada Allah suatu kebaikan, sedangkan yang

kedua meminta pilihan yang terbaik kepada Allah.27

Yakni apabila seseorang berhajat atau bercita-cita akan

mengerjakan sesuatu maksud, sedang ia ragu-ragu dalam pekerjaan atau

maksud itu, apakah dilakukan terus atau tidak. Maka memilih salah satu

dari dua hal diteruskan atau tidak, disunahkan salat Istikhârah dua

raka‟at.28

Rasulullah SAW memberitahukan kepada umat Islam tentang

tanda-tanda kebahagiaan, jalan menuju kebaikan serta keselamatan

dengan menyandarkan dan menyerahkan segala persoalan kepada Allah

SWT. Sebagaimana sabda beliau:

“Sa‟ad Ibn Abî Waqqâs ra. Berkata, Rasulullah bersabda: “ salah satu dari

kebahagian anak Adam adalah menyerahkan pilihannya kepada Allah

„Azza wa Jalla”. (HR. Ahmad)

Salat sunnah Istikhârah bukan berarti mencari mimpi, yakni

sesudah salat Istikhârah kemudian tidur untuk mendapatkan impian yang

27

Muhammad Abu Ayyash, Keajaiban Salat Istikhârah, h. 16

28 Mawardi Labay El-Sulthani, Zikir dan Do’a Mendirikan Salat yang Khusyu

Mencegah Manusia dari Perbuatan Keji dan Mungkar, (Jakarta: Al-Mawardi Prima,

1999), cet. Ke-2, h. 217

29

Abdullâh Ibn Muhammad Ibn Hanbâl, Musnad Ahmad Ibn Hanbâl, Juz 8, hal.

519

Page 38: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

27

memberikan alamat tentang maksud hajat itu. Salat Istikhârah ialah

mencari kebaikan, artinya kalau kita mempunyai hajat, lalu

melaksanakan salat Istikhârah, maka jika maksud hajat itu dilaksanakan

kita akan memperoleh barakah dan jika tidak dilaksanakan juga akan

memperoleh barakah.30

Di dalam hadis menerangkan tentang salat Istikhârah tidak

disebutkan surat apa yang dibaca pada setiap raka‟atnya. Akan tetapi

mengingat bahwa dalam salat sunnah yang terdiri dari dua raka‟at,

Rasulullah SAW biasa membaca surat al-Kâfirûn di raka‟at yang

pertama sesudah surat al-Fâtihah, dan surat al-Ikhlâs, di raka‟at yang

kedua, maka alangkah baiknya jika kita meneladani Rasulullah SAW.

Imam Al-Nawâwî menjelaskan, Ia membaca pada rakaat pertama

sesudah al-Fâtihah adalah al-Kâfirûn dan rakaat kedua al-Ikhlâs. Beliau

bahkan menegaskan, Jika berhalangan mendirikan salat, maka boleh ber-

Istikhârah dengan berdo‟a saja. Dan disunnahkan memulai do‟a tersebut

dan menutupnya dengan Alhamdulillah, shalawat dan salam. Untuk

Rasulullah SAW Istikhârah itu disunnahkan dalam segala urusan,

sebagaimana diterangkan oleh nas hadis diatas yang shahih. Dan jika

telah ber-Istikhârah, lakukanlah menurut yang kuat dorongannya di

dalam hati.31

30

T.A. Lathief Rousydiy, Salat-Salat Sunnah Rasulullah SAW, Cet. 1, (Medan:

Firma “Rimbou” Medan, 1984), hal. 208

31 Zaîd Huseîn al-Hamîd, Terjemahan al-Adzkâr al-Nawâwî: Intisari Ibadah dan

Amal, (Bandung: Pustaka Azzam, 1994), cet. 1, h. 84

Page 39: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

28

Dalam mengerjakan salat Istikhârah tidak terdapat suatu bacaan

tertentu sebagaimana juga tidak perlu dikerjakan berulang-ulang. Salat

Istikhârah dilakukan seperti halnya kita melakukan salat sunnah lainnya,

yaitu dengan niat cukup di dalam hati untuk melakukan Istikhârah.

Dalam salat, niat cukup dilafalkan dalam hati seperti halnya Rasulullah

SAW mengajarkan. Dalam Islam, setiap amalan ibadah seperti salat

tidak ada pelafalan niat kecuali pada ibadah-ibadah tertentu yang sudah

ada nasnya.32

Demikian seorang mu‟min yang tidak pernah putus hubungannya

dengan Allah SWT yang Maha Mengetahui segala sesuatu, maka setiap

kali ia menghadapi sesuatu persoalan dan setiap kali ia melakukan

sesuatu tindakan atau perbuatan, terlebih dahulu ia beristikhârah

(meminta pilihan) kepada Allah SWT, apakah yang harusnya dan

bagaimana sebaiknya langkah yang harus diambil. Sampai-sampai ketika

hendak melakukan sesuatu perjalanan untuk mencari rezeki dan karunia

Allah di muka bumi, ia tetap melakukan istikhârah terlebih dahulu.

Bukan seperti orang-orang zaman jahiliyah dahulu yang selalu mengundi

nasib atau meminta tolong dengan mendatangi tukang tenun dan tukang

sihir.33

Allah menamakan sebagai perbuatan fasik karena beralih kepada

orang yang mengaku-ngaku mengetahui barang yang ghaib. Mereka

32

Muhammad Abu Ayyash, Keajaiban Salat Istikhârah, h. 51

33 Latief Rousydi, Salat-salat Sunnah Rasulullah SAW, h. 209-213

Page 40: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

29

menempuh jalan Kahanah atau tenung, mereka meminta petunjuk

kepada tukang ramal.

Rasulullah SAW bersabda:

“Menceritakan kepada kami Muhammad Ibn al-Mutsannâ al-„Anazî,

Menceritakan kepada kami Yahyâ yaitu Ibn Saîd dari „Ubaîdillah dari

Nâfi‟ dari Safiyyah dari salah satu istri Nabi SAW bersabda : “Barang

siapa yang mendatangi tukang ramal dan meminta sesuatu kepadanya,

maka salatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari”. (HR.

Muslim)

b. Waktu Salat Istikhârah

Ketahuilah bahwa salat istikhârah itu tidak ada waktu yang khusus

seperti halnya salat fardu. Karenanya, maka boleh dikerjakan pada siang

hari atau malam hari asal tidak pada waktu yang dilarang. Akan tetapi

karena salat istikhârah itu merupakan permohonan, maka sebaiknya di

kerjakan pada waktu yang mustajab. Misalnya di waktu sepertiga malam

yang terakhir atau di setiap selesai salat fardu. Sebab, pada saat-saat

tersebut terdapat waktu yang sangat mustajab untuk memohon kepada

Allah.

Page 41: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

30

Rasulullah SAW bersabda:

34

“Menceritakan kepada kami Yahyâ Ibn Abî Katsĭr dari Abî Salamah dari

Abî Huraîrah berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Apabila telah lewat

sebagian malam atau dua sepertiganya (tinggal yang sepertiga) Allah

yang Maha Tinggi akan turun ke langit dunia, lalu berfirman: Tiada

seorang pun yang meminta, pasti akan kuberi. Tiada seorang pun yang

berdo‟a. pasti akan Ku kabulkan do‟anya dan tiada seorang pun yang

memohon ampun pasti Ku ampuni, sehingga datang waktu subuh”. (HR.

al-Bukhârî)

Sedangkan menurut al-Nawawi, do‟a istikharah itu disunnahkan

meskipun setelah salat fardu maupun salat sunnah lainnya. Yang jelas,

ketika mendapatkan masalah atau ingin melakukan sesuatu maka

beristikhârahlah.

Sedangkan menurut al-„Iraqî menyebutkan jika perkaranya datang

sebelum salat sunnah yang lain maka jangan melakukannya, akan tetapi

lakukanlah istikhârah itu setelah melakukan salat sunnah tersebut.

Dalam riwayat al-Tirmidzî disebutkan bahwa di suatu hari ada

seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW. “Ya Rasulullah,

do‟a manakah yang sangat didengar oleh Allah? Beliau menjawab:

34 Muhammad Ibn Ismâ‟îl al-Bukhârî, Sahîh al- Bukhârî, Juz 4, hal. 59

Page 42: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

31

35

“Menceritakan kepada kami Muhammad Ibn Yahyâ al-Tsaqafĭ al-

Marwazî, menceritakan kepada kami Hafs Ibn Ghiyâts dari Ibn Juraîj

dari „Abdurrahmân Ibn Sâbit dari Abî Umâmah berkata: Rasulullah

bersabda: “Pada waktu tengah malam dan sesudah salat fardu”. (HR. Al-

Tirmidzî )

Melihat kedudukan salat Istikhârah begitu penting, Rasulullah

mengajarkan para sahabat dan kepada kita untuk tidak meninggalkannya,

ketika datang sebuah masalah, pilihan atau akan melakukan sesuatu.

Karena itu, merupakan bentuk penyerahan kepada Allah, agar Dia

menuntun langkah kita dan memilihkan yang terbaik untuk dunia dan

akhirat kita.36

c. Hukum Salat Istikhârah

Hukum salat sunnah istikhârah ialah Sunnah Mu‟akkad bagi yang

sedang menghajatkan petunjuk itu. Anjuran sunnah istikharah, itu sesuai

dengan sabda Nabi Muhammad SAW:

35 Muhammad bin „Isậ bin Sûrah bin Mûsậ bin al-Dahhak al-Sulam ȋ al-Bugȋ

al-Tirmidzȋ , Sunan al-Tirmidzȋ , Juz.2, hal. 256

36 Muhammad Abu Ayyash, Keajaiban Salat Istikhârah, h. 47

Page 43: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

32

“Tidak akan kecewa bagi orang yang melaksanakan salat istikhârah, dan

tidak akan menyesal bagi orang yang suka bermusyawarah, dan tidak

akan kekurangan bagi orang yang suka berhemat”. (HR. Al-Tabrânî)

Dalam Kitab Sahih al-Bukhâri dimuat hadis yang menganjurkan

salat istikhârah jika menghadapi sesuatu hal, sebagaimana sabda Nabi

Muhammad Saw. Sebagai berikut:

Anjuran beliau dinyatakan dalam hadis sebagai berikut yang

artinya: “Jika kamu menghendaki sesuatu perkara, hendaklah kamu salat

dua raka‟at (bukan salat fardhu) lalu berdo‟alah ……….”.

37 Muhammad Ibn Ismâ‟îl al-Bukhârî, Sahîh al- Bukhârî, Juz 4, h. 154

Page 44: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

33

2. Hajat yang di Istikhârahkan

Hajat yang dimaksud dalam istikharah ialah sesuatu yang bersifat

mubah. Sedang urusan-urusan yang wajib atau sunnah, kita disuruh

mengerjakannya, sedangkan yang haram atau makruh, kita disuruh

meninggalkannya. Andaikata kita memenuhi syarat diwajibkannya

mengerjakan ibadah haji, maka untuk melaksanakan kewajiban ini kita juga

disunnahkan beristikharah, tetapi bukan untuk memilih apakah jadi

melaksanakan atau tidak, akan tetapi istikharah yang dimaksud ialah untuk

memperoleh barakah dan ketenangan dalam menunaikannya.38

3. Anjuran Salat Istikharah

Salat istikharah dianjurkan berdasarkan hadis riwayat Bukhâri yang

bersumber dari Jâbir Ibn Abdullah r.a. bahwa ia berkata:

38

Moh. Rifa‟I, Salat Istikharah: Arti Salat Istikharah, Waktunya, Dasar Hukumnya,

Hajat apa yang dimaksud, Hasilnya serta Tata Caranya dan Do’a-do’anya, hal. 8

39 Muhammad Ibn Ismâ‟îl al-Bukhârî, Sahîh al- Bukhârî, Juz 4, h. 154

Page 45: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

34

“Adalah Rasulullah SAW mengajarkan salat istikharah kepada kami dalam

beberapa perkara yang penting, beliau bersabda: “Apabila salah seorang

diantara kalian ragu terhadap sesuatu perkara, maka hendaklah ia salat

istikharah dua raka‟at, kemudian berdo‟a: Wahai Tuhanku, Sesungguhnya

aku memohon kepada-Mu memilih mana yang baik menurut pengetahuan-

Mu dan aku memohon kepada-Mu untuk memberi ketentuan dengan

kekuasaan-Mu dan aku memohon anugerah-Mu yang agung, karena

sesungguhnya Engkau Yang Berkuasa dan aku tidak kuasa, Engkau Maha

Mengetahui dan aku tidak mengetahui akan hal yang ghaib. Wahai Tuhanku

……” (HR. Bukhârî)

4. Syarat-syarat sebelum di Istikhârahkan

Ada dua hal yang mendasarkan mengapa kita melakukan salat

istikharah, yaitu ketika menghadapi masalah berupa pilihan dan ketika akan

melakukan sesuatu hal. Maka, hendaknya setiap kita memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:40

1) Yang pertama ketika masalah yang kita hadapi berupa pilihan maka

syaratnya antara lain:

a. Ketika ada pilihan maka dipastikan sebelum melakukan salat

istikhârah kedua pilihan tersebut sudah melewati proses analisis

terkait dengan baik dan buruk kedua hal tersebut, efek negatif dan

positifnya dan besarnya prosentase antara maslahat dan mudaratnya.

b. Ketika kebaikan lebih banyak dari pada keburukannya, ketika efek

positif lebih banyak dari pada efek negatifnya, dan maslahat lebih

banyak dari pada mudaratnya, hal yang harus dilakukan adalah

memilih yang lebih baik tadi. Berarti dianjurkan baginya untuk

beristikhârah ketika akan melakukan sesuatu. Tinggal bagaimana ia

40

Moh. Rifa‟I, Salat Istikharah: Arti Salat Istikharah, Waktunya, Dasar Hukumnya,

Hajat apa yang dimaksud, Hasilnya serta Tata Caranya dan Do’a-do’anya, hal. 10

Page 46: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

35

bertekad, setelah bertekad tinggal meningkatkan ketawakalannya

pada Allah. Allah SWT berfirman pada surat al-„Imran (2): 159,

yang berbunyi:

ا

Artinya:“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku

lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi

berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.

Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,

dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian

apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah

kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

bertawakkal kepada-Nya”. (Q.S. al-„Imran (2): 159,)

c. Ketika akan melakukan salat istikhârah dan sudah melewati proses

analisis, dipastikan keduanya mempunyai poin fifty-fifty, tidak ada

kecenderungan pada salah satu dari keduanya. Karena dikhawatirkan

jika hal ini terjadi, hawa nafsunyalah yang memilih. Imam al-

Nawawi menyampaikan, “Hendaknya seseorang itu melakukan apa

yang sudah menjadi kemantapan hatinya setelah Istikharah, bukan

berdasarkan atas pilihan pada salah satu diantara keduanya sebelum

Istikharah. Jika hal itu terjadi, bukanlah ia beristikharah kepada

Allah, akan tetapi beristikharah kepada hawa nafsunya, dan

terkadang sering terjadi tidak ada kejujuran”.41

41

Muhammad Abu Ayyash, Keajaiban Salat Istikharah, h. 44

Page 47: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

36

2) Yang kedua, Istikhârah dilakukan ketika kita akan melakukan sesuatu

maka syarat yang harus dilakukan sebagai berikut:42

a. Niatkan segala sesuatunya kepada Allah, karena segala sesuatu itu

tergantung niatnya, seperti dalam sebuah hadis yang sering kita

dengar, diriwayatkan dari Amîr al-Mu‟minîn Abû Hafs Umar Ibn

Khattâb r.a. berkata, Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung dari niatnya dan setiap-

setiap orang berada pada apa yang ia niatkan, barangsiapa yang

hijrahnya pada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang

hijrahnya kepada dunia yang akan diperolehnya atau kepada wanita

yang akan dinikahinya maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan.”

(HR. Mutafaq ‘Alaih)

b. Sudah mengalami proses penilaian dan manajemen yang baik.

maksudnya adalah mengambil pilihan yang terbaik ketika ada

beberapa pilihan. Contohnya adalah ketika seseorang mau menikah,

kemudian dihadapkan pada sebuah pilihan terhadap beberapa calon

42

Nasruddin Razak, Ibadah Salat Menurut Sunnah Rasulullah, (Bandung: PT. Al-

Ma‟arif, 1993), Cet. VIII, hal. 87

Page 48: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

37

pendamping hidupnya43

. Maka, perlu jika suatu diantara mereka

lebih baik agama dan akhlaknya berarti lebih baik menjatuhkan

pilihan padanya. Berbeda halnya jika keduanya mempunyai potensi

yang sama bagi agama dan akhlaknya maka perlu untuk melakukan

Istikharah.

c. Bukan suatu kekurangan jika kita meminta pendapat orang lain yang

lebih berpengalaman untuk memberikan masukan tentang baik

buruknya sesuatu.44

5. Hikmah Salat Istikhârah

Hikmah kenapa kita harus beristikharah kepada Allah,45 diantaranya

sebagai berikut:

a. Keridhaan46 Terhadap Apa pun yang Allah Berikan47

Menurut Syaikh Muhammad Ibn Salih al-Utsaimin dalam kitabnya

al-Qaulul Mufia „ala Kitab al-Tauhih, membagi sabar menjadi tiga

bagian:

43

Al-Ghazali, Rahasia-rahasia Salat, Penerjemah: Moh. Al-Baqir, (Bandung:

Karisma, 1984), hal. 79

44 Muhammad Abu Ayyash, Keajaiban Salat Istikharah, h. 42-46

45 Muhammad Abu Ayyash, Keajaiban Salat Istikharah, h. 32-38

46 Keridhaan merupakan buah dari kesabaran yang bertahta di dada. Bersabar atas

segala ketentuan Allah SWT.

47 Muhammad Abu Ayyash, Keajaiban Salat Istikharah, h. 33

Page 49: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

38

1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah

Bersabar dalam menjalankan segala ketaatan, bersabar menjalankan

semua kewajiban yang telah dibebankan kepada kita. Seperti dalam

firman-Nya pada surat Taha: 132

2. Bersabar terhadap kemaksiatan

Bersabar untuk tidak melakukan kemaksiatan, seperti halnya

kesabaran Nabi Yusuf terhadap godaan Zulaikha, permaisuri tuannya.

Seperti dalam firman-Nya pada surat Yusuf : 33.

3. Bersabar dan beriman terhadap takdir Allah

Beriman terhadap takdir Allah merupakan urutan keenam dalam

rukun iman. Sedangkan faidahnya diantaranya sebagai berikut :

1) Merupakan ciri kenabian

2) Akan membuat hati menjadi tenang

3) Menghilangkan kesedihan jika musibah datang

4) Sesungguhnya Allah tidak menciptakan takdir, melainkan atas

sebab yang dilakukan manusia itu sendiri.

b. Mendapatkan jiwa yang tenang48

Ketika semua persoalan dan pilihan sudah kita serahkan kepada

Allah, akan ada ketenangan dalam jiwa. Karena itulah sebuah pilihan

terbaik yang Allah pilihkan kepada kita. Di sinilah pentingnya percaya

kepada Allah, percaya terhadap setiap skenario Allah. Setidaknya,

keteladanan ibu Nabi Musa mengajarkan kita tentang hal ini.

48

Muhammad Abu Ayyash, Keajaiban Salat Istikharah, h. 36

Page 50: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

39

c. Akan di lapangkan dada kita terhadap pilihan yang Allah pilihkan49

Itulah buah Istikhârah kepada Allah. Salah satu ciri yang diberikan

adalah dilapangkan dada dan dimantapkan hati terhadap pilihan kita

setelah melakukan Istikhârah. Seperti dalam firman-Nya pada surat al-

Takwir :29

d. Tidak menyesal dengan pilihan yang Allah berikan kepada Kita

49

Muhammad Abu Ayyash, Keajaiban Salat Istikhârah, h. 37

Page 51: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

40

BAB III

ANALISA KANDUNGAN HADIS TENTANG

SALAT SUNNAH ISTIKHÂRAH

A. Teks-teks Hadis dalam Al-Kutub Al-Sittah

Hadis yang diriwayatkan Al-Bukhari

Sahîh al-Bukhârî hadis ke-1096

Sahîh al-Bukhârî Hadis ke- 5903

50

Muhammad Ibn Ismâ‟îl al-Bukhârî, Sahîh al- Bukhârî, Juz 4, (Beîrût: Dâr al-Fikr,

1995), hal. 347

Page 52: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

41

51

Sahîh al-Bukhârî Hadis ke- 6841

52

51

Muhammad Ibn Ismâ‟îl al-Bukhârî, Sahîh al- Bukhârî, Juz 4, hal. 480

52 Muhammad Ibn Ismâ‟îl al-Bukhârî, Sahîh al- Bukhârî, juz 22, hal. 389

Page 53: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

42

Hadis yang diriwayatkan Abû Dâud

Sunan Abû Dâud hadis ke-1315

53

Hadis yang diriwayatkan al-Tirmidzî

Sunan Al-Tirmidzî hadis ke-442

53

Sulaîmân Ibn al-Asy‟ats al-Sijistânî, Sunan Abû Dâwud, (Beîrut: Dâr al-Fikr,

t.th), juz 4 hal 337

Page 54: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

43

54

Hadis yang diriwayatkan Al-Nasâi

Sunan Al-Nasâi hadis ke-3201

54

Moh. Zuhri, Tarjamah Sunan al-Tirmidzî, (Semarang: CV As-syifa), juz 2, hal

298.

Page 55: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

44

55

Hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah

Sunan Ibnu Mâjah hadis ke-1373

56

B. Syarah Hadis

55

Ahmad Ibn Syu‟aib Abû „Abdurrahmân al-Nasâî, Sunan Al-Nasâî, (Beîrut: Dâr al-

Fikr, t.th), juz 10, hal 368

56 Muhammad Ibn Yazîd al-Qazwînî Ibn Mâjah, Sunan Ibnu Mâjah, (Riyadh:

Dârussalâm, 1999), juz 4, hal 293.

Page 56: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

45

Dari Jabir ra, dia berkata, “ Nabi SAW mengajarkan Istikhârah kepada

kami dalam segala urusan sebagaimana beliau mengajarkan sûrah al-

Qur‟an kepada kami. (Beliau bersabda), “Apabila seseorang di antara

kalian hendak mengerjakan suatu urusan, maka hendaklah dia shalat dua

rakaat selain shalat fardhu, kemudian berdoa, „Ya Allah, sesungguhnya

aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu-Mu dan aku

memohon kekuatan dari-Mu dengan kekuasaan-Mu. Aku memohon

kepada-Mu dari anugerah-Mu yang agung, karena sesungguhnya Engkau

Maha Kuasa sedang aku tidak kuasa, Engkau Mengetahui sedang aku

tidak mengetahui dan Engkau Mengetahui hal-hal yang ghaib. Ya Allah,

jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini adalah baik bagiku dalam

agamaku dan kehidupanku serta akibatnya terhadap diriku atau beliau

menyebutkan : di dunia atau di akhirat – maka mudahkanlah untukku.

Akan tetapi jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini buruk bagiku

dalam agamaku, kehidupanku serta akibatnya terhadap diriku. Atau

beliau menyebutkan : di dunia atau di akhirat – maka palingkanlah

perkara itu dariku, dan palingkanlah aku darinya, dan mudahkanlah

kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian

ridhakanlah aku dengannya‟. Kemudian menyebutkan hajatnya”.

Imam al-Tirmidzî mengatakan, kami tidak mengetahuinya kecuali dari

hadis Ibnu Abî al-Mawwal. Dia orang Madinah, dan lebih dari satu orang

yang meriwayatkan darinya. Mengenai masalah ini ada juga riwayat Ibnu

Mas‟ûd dan Abû Ayyûb.

Ibnu Hajar mengatakan, ada juga riwayat dari Abû Sa‟îd, Abû

Huraîrah, Ibnu „Abbâs dan Ibnu Umar. Hadis Ibnu Mas‟ûd dinukil al-

Tabarânî dan dinyatakan sahih oleh al-Hâkim. Hadis Abû Ayyûb dinukil oleh

al-Tabarânî dan dinyatakan sahih oleh Ibnu Hibbân dan al-Hâkim. Hadis Abû

57

Muhammad Ibn Ismâ‟îl al-Bukhârî, Sahîh al- Bukhârî, Juz 4, hal. 480

Page 57: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

46

Sa‟îd dan Abû Huraîrah dinukil Ibnu Hibbân dalam kitab sahih-nya. Hadis

Ibnu Umar dan Ibnu Abbâs adalah sama, yang dinukil al-Tabarânî dari jalur

Ibrâhîm bin Abî Albah, dari Ata‟ dari keduanya. Dari hadis ini tidak

menyebutkan salat kecuali pada hadis Jâbir, hanya saja redaksi riwayat Abû

Ayyûb adalah, ء ثن صل ها متة اهلل لل ض ضا فاحسي ال ت Sembunyikan) امتن الخطثح

lamaran dan berwudhulah, lalu baguskanlah wudhu-mu, kemudian

laksanakanlah salat yang telah Allah wajibkan kepada kamu). Disebutkannya

dua raka‟at adalah khusus dalam hadis Jabir. Penyebutan Istikhârah

dicantumkan dalam hadis Sa‟ad secara marfu’ , اهلل هي سؼادج اتي ادم استخاست (Di

antara kebahagiaan anak Adam adalah beristikhârah [meminta pilihan yang

terbaik] kepada Allah), dinukil Imam Ahmad dan Sanad-nya hasan. Asalnya

terdapat dalam riwayat al-Tirmidzî namun dengan menyebutkan “keridhaan

dan kemurkaan”, bukan “Istikhârah”. Disebutkan dalam hadis Abû Bakar al-

Siddiq, سلن ماى إرا أساد اهشا قال صلى اهلل ػل اختشلى : أى الث ن خشلى ألل (bahwa

Nabi SAW apabila menghendaki sesuatu perkara, Beliau mengucapkan, Ya

Allah baikkanlah untukku dan pilihkanlah yang baik untukku), yang dinukil

al-Tirmidzi dengan sanad yang lemah. Disebutkan dalam hadis Anas secara

marfu’, ها خاب هي استخاس (tidak akan kecewa orang yang beristikhârah), hadis

ini dinukil al-Tabarânî dalam al-Mu‟jam al-Saghîr dengan sanad yang

lemah.58

58

Syihaduddin Ahmad Ibn „Alî Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al-Bârî: Syarah Sahih

al-Bukhârî, Penerjemah: Amiruddin dan Amir Hamzah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009),

Jilid 30, hal. 631

Page 58: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

47

ا الاستخاسج ؼلو سلن ػل صلى الل Nabi SAW mengajarkan) ماى سسل الل

Istikhârah kepada kami), Dalam riwayat Ma‟an disebutkan dengan redaksi,

ؼلن اصحات (mengajarkan kepada sahabatnya). Demikian juga dalam jalur

Bisyr bin Umar.

ا “ ,Ibnu Abî Hamzah mengatakan .(Dalam segala urusan) ف الأهس مل

ini redaksi umum tapi yang dimaksud adalah khusus, karena untuk perkara

yang wajib dan sunnah tidak perlu Istikhârah untuk melakukannya, demikian

juga yang haram dan makruh tidak perlu Istikhârah untuk meninggalkannya.

Jadi masalahnya terbatas pada hal-hal yang mubah saja, yaitu bila ada dua

perkara mubah dan ingin menetapkan mana yang harus dilakukan terlebih

dahulu atau mana yang dipilih.59

-sebagaimana halnya [beliau mengajarkan] sûrah al) ما لسسج هي القشآى

Qur‟an). Disebutkan dalam riwayat Qutaîbah dari „Abdurrahmân yang telah

dikemukakan pada bab salat malam, ا السسج هي القشآى ؼلو (sebagaimana beliau

mengajarkan surah al-Qur‟an kepada kami). Ada pendapat menyebutkan

bahwa letak keserupaannya adalah perlunya segala urusan terhadap

Istikhârah seperti perlunya salat terhadap al-Qur‟an.

ن أحذمن Pada kalimat ini .(apabila seseorang di antara kalian hendak) إرا

ada kalimat yang tidak disebutkan secara redaksional, ن أحذمن اقائال إرا ؼلو :

(mengajarkan kepada kami dengan mengatakan, apabila seseorang di antara

seseorang hendak). Redaksi ini disebutkan dalam riwayat Qutaibah, ن إرا

59

Syihaduddin Ahmad Ibn „Alî Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al-Bârî: Syarah Sahih

al-Bukhârî, Penerjemah: Amiruddin dan Amir Hamzah, Jilid 30, hal. 632

Page 59: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

48

ل :ق (Beliau bersabda, “Apabila hendak"). Dalam riwayat Abû Dâud dari

Qutaîbah ada tambahan, ا .(kepada kami) ل60

Ibnu Abî Jamrah mengatakan, “Urutan yang terbesit dalam hati adalah

di mulai dari kehendak, langkah, pikiran, niat, keinginan dan tekad. Tiga

yang pertama tidak diperhitungkan, beda halnya dengan tiga yang lainnya.

Jadi sabda beliau, ن mengisyaratkan untuk Istikhârah (apabila hendak) إرا

pada proses pertama yang terbesit dalam hati, sehingga dengan keberkahan

salat dan do‟a tersebut akan tampak yang baik baginya. Beda halnya dengan

suatu perkara sudah mantap dalam hatinya, keinginannya sudah kuat dan

tekadnya pun telah bulat, sehingga petunjuk yang telah tergambar

dikhawatirkan akan samar karena didominasi oleh kecenderungannya”.61

ي شمغ سمؼت Kalimat ini .(Maka hendaklah ia salat dua raka‟at) فل

membatasi hadis Abu Ayyub yang menyebutkan, صل ها متة اهلل لل

(Laksanakanlah salat yang diwajibkan Allah kepadamu). Bisa juga

dipadukan, bahwa yang dimaksud adalah tidak hanya satu raka‟at, karena

nashnya menyebutkan dua raka‟at, sehingga penyebutan dua raka‟at ini

sebagai pemberitahuan tentang jumlah minimal. Seandainya melaksanakan

lebih dari dua raka‟at, maka itu diperbolehkan. Secara zhahir disyaratkan

salam pada setiap dua raka‟at sehingga tercapailah sebutan dua raka‟at.

60

Al-Nawawi, Syarah Sahih al-Muslim, Penerjemah Hazim Muhammad, (Jakarta:

Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), 149

61 Syihaduddin Ahmad Ibn „Alî Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al-Bârî: Syarah Sahih

al-Bukhârî, Penerjemah: Amiruddin dan Amir Hamzah, hal. 633

Page 60: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

49

Dengan begitu, tidak sah jika salat empat raka‟at – misalnya - dengan satu

salam. Namun, pendapat al-Nawâwî menunjukan itu sah.

ش الفشضح هي غ (Selain salat Fardu). Ini mengeluarkannya dari salat

Subuh. Kemungkinan juga bahwa yang dimaksud dengan faridah adalah yang

fardu dan yang terkait dengannya, sehingga tidak termasuk salat sunnah

rawatib, seperti dua raka‟at salat fajar. Tampaknya yang lebih tepat adalah

jika seseorang meniatkan salat tersebut (salat sunnah tersebut) dan salat

Istikhârah bersamaan, maka itu sah. Ini berbeda halnya jika tidak diniatkan

demikian. Hal ini juga dibedakan dari salat Tahiyatul Masjid, karena

maksudnya adalah mengisi tempat dengan do‟a, sedangkan yang dimaksud

dengan salat Istikhârah adalah menempatkan do‟a setelahnya atau di

dalamnya. Jika melaksanakan salat sebelum adanya perkara yang dimaksud,

maka tidak sah, karena konteks kalimatnya menunjukan bahwa salat dan do‟a

itu setelah adanya perkara yang dimaksud.

Al-Nawâwî menyatakan bahwa pada dua raka‟at salat Istikhârah

dibacakan surat Al-Kâfirûn dan surat al-Ikhlâs. Guru kami mengatakan dalam

Syarh Al-Tirmidzî, “Aku tidak menemukan dalilnya. Kemudian

mengaitkannya dengan dua raka‟at fajar dan dua raka‟at setelah maghrib”.

Al-Nawâwî mengatakan, “Kedua surat itu sangat cocok dengan kondisinya

karena mengandung keikhlasan dan tauhid, sementara orang yang

beristikharah memang memerlukan hal itu”. Guru kami mengatakan,

“Cocoknya adalah dengan membaca misalnya surah Al-Qasas ayat 68, ستل

ختاس Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan) خلق ها شاء

Page 61: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

50

memilihnya) dan surah Al-Ahzâb ayat 36, ح ٳرا قضى الل لا هؤه ها ماى لوؤهي

ٲهشا ٲى سسل (Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak

(pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah

menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan [yang lain])”62

.

Saya (Ibnu Hajar) katakan, yang lebih sempurna adalah membaca surah dan

ayat pertama tadi pada raka‟at pertama dan yang lainnya pada raka‟at

kedua.63

Disimpulkan dari sabda beliau, ش الفشضح ,(selain yang fardu) هي غ

bahwa perintah melaksanakan dua raka‟at salat Istikhârah adalah tidak wajib.

Guru kami mengatakan dalam Syarh Al-Tirmidzî, “Saya belum pernah

melihat orang yang menyatakan wajibnya Istikhârah dengan alasan adanya

perintah untuk melakukannya diserupakannya dengan mengajarkan surah al-

Qur‟an, sebagaimana dia berdalil yang seperti itu dalam mewajibkan

tasyahhud dalam salat karena adanya perintah ungkapan, قل hendaklah) فل

mengucapkan) yang juga diserupakan dengan mengajarkan surah al-Qur‟an.

Jika ada yang mengatakan bahwa perintah tersebut terikat dengan syarat

(condition), yaitu ucapan beliau, ن أحذمن تالأهش Apabila seseorang dari) ٳرا

kalian hendak [melakukan] suatu perkara), maka kami katakana, Demikian

juga tasyahhud, karena itu juga diperintahkan bagi orang yang salat. Jadi

62

Muhyiddin Abî Zakariyyâ Yahya Ibn Syaraf al-Nawâwî, Al-Adzkâr, (Surabaya: al-

Hidayah, 1995), h. 111

63 Syihaduddin Ahmad Ibn „Alî Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al-Bârî: Syarah Sahih

al-Bukhârî, Penerjemah: Amiruddin dan Amir Hamzah, hal. 635

Page 62: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

51

walaupun keduanya serupa tapi bisa dibedakan, karena tasyahhud merupakan

bagian dari salat, maka landasan yang mewajibkannya adalah sabda beliau

SAW, ٲصل تو ا موا سأ Salatlah kalian sebagaimana kalian melihatku) صل

salat), sedangkan yang menunjukan tidak wajibnya salat Istikharah adalah

dalil yang menunjukan tidak wajibnya salat selain yang lima waktu, yaitu

yang disebutkan dalam hadis, ا؟ قال ش غ ع, :ل ػل إلا أى تط (Adakah yang

wajib atasku selain itu? Beliau menjawab, “Tidak ada, kecuali engkau mau

bertatawwu”). Walaupun dapat menggunakan dalil tersebut untuk

menyatakan tidak wajibnya dua raka‟at Istikhârah, namun tidak menghalangi

untuk dijadikan dalil akan wajibnya doa Istikhârah.64

Tampaknya yang

mereka pahami bahwa perintah itu sebagai anjuran sehingga mereka

mengalihkannya dari status wajib, tetapi karena mengandung zikir kepada

Allah dan menyerahkan perkara kepada-Nya, maka itu menjadi sunnah.

Kami katakan, secara zhahir menunjukan untuk berdo‟a setelah salat,

tapi bila do‟a itu di tengah, maka itu pun sah. Jadi kemungkinan maksud

pengurutannya adalah memulai salat sebelum do‟a, karena letak do‟a setelah

salat adalah saat sujud atau tasyahhud. Ibnu Abî Jamrah mengatakan,

“Hikmah mendahulukan salat daripada do‟a, adalah karena tujuan Istikhârah

adalah tercapainya kebaikan dunia dan akhirat, maka perlu mengetuk pintu

Yang Maha Raja. Untuk itu, tidak ada yang lebih manjur daripada salat yang

64

Syihaduddin Ahmad Ibn „Alî Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al-Bârî: Syarah Sahih

al-Bukhârî, Penerjemah: Amiruddin dan Amir Hamzah, hal. 636

Page 63: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

52

di dalamnya mengandung pengagungan Allah, pujian kepada-Nya dan

menampakan kebutuhan terhadap-Nya”65

شك تؼلول أستخ ن أ Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan) الل

kepada-Mu dengan ilmu-Mu). Huruf ba di sini berfungsi menunjukan alasan.

Maksudnya, (aku minta pilihan kepada-Mu) karena Engkau lebih

mengetahui. Demikian juga pada kalimat تقذستل (dengan kekuasan-Mu), bisa

juga berfungsi untuk meminta pertolongan seperti firman-Nya dalam surah

Huud ayat 41, ا هجشا Dengan menyebut nama Allah di waktu) تسن الل

berlayar), dan bisa juga sebagai penggabung seperti pada firman-Nya sûrah

al-Qasas ayat 17, ؼوت ػل Musa berkata, “Ya Tuhanku, demi) قال سب توا أ

nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku ).

أستقذ سك ( Dan aku mohon kekuatan dari-Mu). Maksudnya, aku

memohon dari-Mu agar memberikan kemampuan/kekuatan untuk

menghadapi perkara tersebut. Bisa juga maknanya adalah “Aku memohon

dari-Mu agar memudahkan perkara itu untukku”.

ال أػلن تؼلن ال أقذس، ل تقذس Karena sesungguhnya Engkau Maha) فئ

Kuasa sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui sedang aku tidak

mengetahui). Ini mengisyaratkan bahwa ilmu dan kekuasaan hanyalah milik

Allah semata, tidak ada hamba yang memiliki itu kecuali apa yang telah

ditetapkan Allah untuknya. Seakan-akan dia mengatakan, “Engkau wahai

65

Syihaduddin Ahmad Ibn „Alî Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al-Bârî: Syarah Sahih

al-Bukhârî, Penerjemah: Amiruddin dan Amir Hamzah, hal. 637

Page 64: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

53

Tuhanku, telah menetapkan sebelum Engkau menciptakan kemampuan

padaku, ketika menciptakan padaku dan setelah menciptakannya”.66

زا األهش ت تؼلن أى ن إى م Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa) الل

perkara ini). Dalam riwayat ini dan yang lainnya disebutkan, زا ت تؼلن أى م

Abû Dâud menambahkan dalam .(jika Engkau mengetahui perkara ini) األهش

riwayat Abdurrahmân bin Muqatil dari Abdurrahmân bin Abî al-Mawwal,

ذ ش ,dan menambahkan dalam riwayat Ma‟an ,(yang hendak) الزي تؼ سو ثن

(kemudian menyebutkan perkaranya), ini juga disebutkan di akhir hadis bab

ini. Secara zhahir konteks redaksinya menunjukan bahwa apa yang menjadi

hajatnya itu diucapkan. Bisa juga hanya dengan menghadirkannya dalam hati

saat berdo‟a. Berdasarkan pendapat pertama, maka yang jadi hajatnya itu

diucapkan setelah do‟a, dan berdasarkan pendapat kedua, maka diucapkan

saat berdo‟a. Kalimat ت تؼلن disini pernah (Jika Engkau mengetahui) إى م

ditanyakan kepada al-Karmani karena bernada ragu, padahal tidak boleh

keraguan karena Allah Maha Mengetahui. Ia menjawab, bahwa keraguannya

karena pengetahuan itu terkait dengan kebaikan atau keburukan.

هؼاش (Dan kehidupanku). Abu Daud menambahkan, هؼا دي (Dan

tempat kembaliku), ini menegaskan bahwa yang dimaksud dengan الوؼاش

disini adalah اج الوؼاش Mungkin juga dimaksud dengan .(kehidupan) الح

adalah kehidupan yang dijalani, karena itulah yang disebutkan dalam hadis

Ibnu Mas‟ud pada salah satu jalur periwayatannya yang dikemukakan oleh

66

Syihaduddin Ahmad Ibn „Alî Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al-Bârî: Syarah Sahih

al-Bukhârî, Penerjemah: Amiruddin dan Amir Hamzah, hal. 638

Page 65: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

54

al-Tabarânî di dalam al-Mu’jam al-Aûsat, اي د dalam agamaku dan) ف د

duniaku). Disebutkan dalam hadis Abû Ayyûb yang dinukil oleh al-Tabarânî,

آخشت اي Ibnu Hibbân menambahkan .(dalam duniaku dan akhiratku) ف د

dalam riwayatnya, د (dan agamaku), dan dalam hadis Abû Sa‟îd, ف د

هؼشت (dalam agamaku dan penghidupanku).67

– ػاقثح أهشي آجل قال ف ػاجل أهشي أ (Serta akibatnya terhadap diriku -

atau beliau mengatakan: di dunia atau akhirat). Ini keraguan dari riwayat dan

tidak ada perbedaan pada jalur-jalur periwayatannya. Sementara dari hadis

Abû Sa‟îd hanya disebutkan, ػاقثح أهشي, demikian juga pada hadis Ibnu

Mas‟ûd. Ini menguatkan salah satu kemungkinannya, bahwa الؼاجل dan اجل

Disebutkan sebagai ganti ketiga kata itu, atau pengganti kata terakhir.

Berdasarkan ini al-Karmanî mengatakan, “Tidaklah seseorang yang berdo‟a

dengan do‟a Rasulullah SAW dianggap serius, kecuali dia berdo‟a tiga kali,

yaitu sekali mengucapkan هؼاش ف د ػاقثح أهشي , dan sekali lagi dengan

mengucapkan, ػاجل أهشي ف آجل ”.

ل Abû al-Hasan al-Qabisî .(Maka mudahkan untukku) فاقذس

mengatakan, “Orang-orang negeri kami mengucapkan Faqdir, sedangkan

orang-orang Masyriq al-Faqdur‟. Al-karmanî mengatakan, “Maknanya adalah

‟jadikanlah itu ditetapkan untukku, atau tetapkanlah itu”. Ada juga yang

mengatakan, bahwa maknanya adalah „Mudahkanlah untuk-ku‟. Ma‟an

67

Syihaduddin Ahmad Ibn „Alî Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al-Bârî: Syarah Sahih

al-Bukhârî, Penerjemah: Amiruddin dan Amir Hamzah, hal. 639

Page 66: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

55

menambahkan dalam riwayatnya, تاسك ل ف ل سش (Dan mudahkan itu

untuku, serta berkahilah aku padanya)

ػ اصشف ػ Maka palingkanlah perkara itu dariku, dan) فاصشف

palingkanlah darinya). Maksudnya, sampai hatiku tidak terpaut dengan

perkara itu. Ini sebagai dalil bagi Ahlussunnah, bahwa keburukan itu

termasuk takdir Allah terhadap hamba, karena jika hamba itu bisa

membuatnya, tentu dia pun bisa memalingkannya sendiri.

ث ماى ش ح الخ اقذس ل (Dan takdirkanlah[mudahkanlah] kebaikan

untukku di mana saja ia berada). Dalam hadis Abu Sa‟id, setelah redaksi

ث ماى ش ح الخ اقذس ل disebut ج إال تالل ال ق ل tidak ada daya dan upaya) ال ح

kecuali dengan [kehendak] Allah).

Dalam riwayat Qutaibah .(kemudian jadikanlah aku ridha) ثن أسض

disebutkan, Pada .(Jadikanlah aku ridha [rela] dengannya) ثن اسض ت

sebagian jalur periwayatannya hadis Ibnu Mas‟ud yang dinukil al-Thabarani

dalam al-Mu’jam al-Ausath disebutkan, سض تقضا ءك (Dan jadikanlah aku

ridha dengan ketetapan-Mu). 68

Dalam hadis Abû Ayyûb disebutkan, سض تقذسك (Dan jadikanlah aku

ridha dengan takdir-Mu). Rahasia yang terkandung adalah, agar hatinya tidak

terus terpaut dengan perkara itu sehingga perasaannya tidak tenteram.

Keridhaan adalah ketenangan jiwa terhadap qadha‟.69

68

Syihaduddin Ahmad Ibn „Alî Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al-Bârî: Syarah Sahih

al-Bukhârî, Penerjemah: Amiruddin dan Amir Hamzah, hal. 639

69 Syihaduddin Ahmad Ibn „Alî Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al-Bârî: Syarah Sahih

al-Bukhârî, Penerjemah: Amiruddin dan Amir Hamzah, hal. 640

Page 67: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

56

Hadis ini menunjukan kasih sayang Nabi SAW terhadap umatnya

sehingga beliau mengajarkan kepada mereka semua yang bermanfaat bagi

agama dan dunia. Pada salah satu jalur periwayatannya yang dinukil al-

Tabarânî pada hadis Ibnu Mas‟ûd disebutkan bahwa Nabi SAW berdoa

dengan doa ini bila hendak membuat suatu keputusan. Hadis ini juga

menunjukan bahwa seorang hamba tidak akan memiliki kemampuan dan

kekuatan kecuali disertai perbuatan. Allah-lah yang menciptakan

pengetahuan tentang sesuatu pada hamba-Nya, keinginannya terhadap

sesuatu itu dan keberhasilannya meraih sesuatu itu, maka sudah seharusnya

seorang hamba mengembalikan segala urusan kepada Allah dan menyatakan

bahwa tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan kehendak Allah, serta

senantiasa memohon kepada Allah dalam segala urusan.70

Hadis ini sebagai dalil bahwa perintah melakukan sesuatu bukan

sebagai larangan melakukan yang sebaliknya. Sebab jika demikian, maka

cukuplah dengan ungkapan, شل خ ت تؼلن أ Jika Engkau mengetahui) إى م

bahwa itu baik untukku) dan tidak perlu menyatakan ungkapan, ت تؼلن أ إى م

karena jika tidak ,(dan jika Engkau mengetahui bahwa itu buruk bagiku) ششل

baik sudah pasti buruk.

Kemudian ada perbedaan pendapat mengenai apa yang dilakukan

setelah melakukan salat Istikhârah. Ibnu Abdussalâm mengatakan,

“melakukan apa yang sesuai dengannya”. Dia berdalil dengan redaksi pada

70

Syihaduddin Ahmad Ibn „Alî Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al-Bârî: Syarah Sahih

al-Bukhârî, Penerjemah: Amiruddin dan Amir Hamzah, hal. 641

Page 68: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

57

salah satu jalur periwayatan hadis Ibnu Mas‟ûd, yang dibagian akhir

disebutkan, ؼزم yang di awal hadisnya ,(kemudian hendaklah bertekad) ثن

disebutkan, قل Apabila seseorang diantara kalian hendak) إرا أساد أحذمن أهشا فل

[melakukan] suatu perkara, maka hendaknya mengucapkan). Al-Nawawi

mengatakan, Setelah ber-Istikhârah hendaknya melakukan apa yang

menentramkan hatinya. Hal ini berdasarkan hadis anas sunni, ووت تاهش إرا

ش ف سثق ف قلثل، فئى الخ ظش إلى الزي Jika engkau hendak) فاستخش ستل سثؼا، ثن ا

[melakukan] suatu perkara, maka beristikharahlah kepada Tuhanmu tujuh

kali, kemudian lihatlah apa yang muncul di hatimu, karena di situ ada

kebaikan). Jika hadis ini akurat tentu bisa dijadikan sandaran, sayangnya

sanad-nya sangat lemah. Adapun yang bisa dijadikan sandaran, hendaknya

tidak melakukan apa yang terdetik dalam hatinya yang berupa keinginan kuat

sebelum melakukan Istikhârah. Itulah yag diisyaratkan dengan ucapan, ال

ج ٳال تا لل ال ق حل (tidak ada daya dan upaya, kecuali dengan [kehendak]

Allah) di akhir hadis Abû Sa‟îd. 71

C. Pandangan Ulama

Menurut Sayyid Sâbiq berkata sesudah beristikhârah haruslah

mengerjakan apa yang dirasa lebih baik untuk diri dan hendaklah bebas dari

kehendak pribadi.72

Jadi jangan sampai lebih mengutamakan sesuatu yang

71

Muhyiddin Abî Zakariyyâ Yahya Ibn Syaraf al-Nawâwî, Al-Adzkâr, (Surabaya: al-

Hidayah, 1995), h. 113

72 Sayyid Sâbiq, Fiqih Sunnah, (Bandung: Pustaka al-Ma‟arif), cet. 14 hal. 67

Page 69: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

58

demikian baik pada waktu sebelum beristikhârah, sebab kalau demikian

maka sama halnya dengan tidak beristikhârah kepada Allah atau kurang

menyerah terhadap pengetahuan serta kekuasaan Allah. Karena itu, haruslah

ia mempercayai benar-benar kehendak Allah yang akan ditetapkan hingga

dengan demikian terlepaslah ia dari usaha, kekuatan atau pilihan dirinya

pribadi.

Menurut Allamah Sayyid M. Husaîn Tabatabâ‟i apabila seseorang

berniat untuk melakukan suatu langkah atau tindakan tertentu, maka ia tak

memiliki pilihan selain melakukan investigasi mengenai langkah atau

tindakan yang ia ingin lakukan, dan sejauh kemampuannya ia harus berfikir

keras apabila ia harus melakukan atau tidak melakukan tindakan itu. Bila ia

tidak mampu untuk mengembil keputusan, maka ia meminta nasihat orang

lain, jika cara ini tidak berhasil maka ia tidak memiliki alternatif lain kecuali

berada memohon kepada Allah dan meminta petunjuk dari-Nya tentang apa

yang benar-benar terbaik kepadanya. Singkatnya tidak berdosa seseorang

melakukan Istikhârah, karena Istikhârah tidak bermakna apa-apa selain

untuk menentukan pilihan mana yang harus seseorang tempuh. Salat tidak

mengubah aturan-aturan Allah. Istikhârah juga tidak menginformasikan

hamba Allah tentang apa yang tersembunyi di balik tirai-tirai pengetahuan

Allah SWT.73

73

M. Baqir Haideri, Istikharah Cara Praktis Meminta Petunjuk dan Jalan Keluar

dari Allah SWT., (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), cet. 1, hal. 57

Page 70: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

59

Dari riwayat-riwayat autentik telah dinyatakan bahwa Rasulullah

senantiasa memohon yang terbaik dan mendorong orang-orang di sekitarnya

(keluarga dan sahabat) untuk melakukan Istikhârah. Rasulullah melarang

banyak orang yang memandang remeh Istikhârah dengan sabdanya

“walaupun kadang-kadang hasil Istikhârah yang dilakukan oleh orang-orang

adalah buruk, namun hal itu menunjukan bahwa mereka telah bergantung

kepada Allah dan tetap melakukan pekerjaaannya. Oleh sebab itu, tidak ada

masalah dengan Istikhârah entah melalui al-Qur‟an atau melalui cara-cara

lain. Karena jika hasil suatu Istikhârah akan melaksanakan yang ia

Istikhârah-kan dengan hati yang puas dan jiwa yang murni dan jika hasil

Istikhârah itu buruk, maka berarti ia telah bergantung kepada Allah dan tetap

melakukan hidupnya seperti biasa.74

Menurut Abû „Ubaîdah Masyhûr Ibn Hasan Mahmûd Ibn Salmân

dalam menyatakan bahwa para ulama sepakat bahwa sesungguhnya orang

yang beristikharah melakukan apa yang menjadi kelapangan dan kemantapan

dalam hatinya, bukan sekedar melalui mimpi atau orang lain, sebab ia telah

berdo‟a kepada Allah melalui salat, sedangkan salat itu sendiri adalah do‟a

yang dengannya Allah memilihkan sebuah kebaikan dari setiap urusan,

kemudian menyempurnakannya.75

74

M. Baqir Haideri, Istikhârah Cara Praktis Meminta Petunjuk dan Jalan Keluar

dari Allah SWT., hal. 58-59

75 Masyhûr ibn Hasan Mahmûd ibn Salmân, Al-Qaulu al-Mubĭn Akhtâ’I al-

Muslim, h. 98

Page 71: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

60

Jika Allah memberikan kelapangan dada dan kemantapan hati maka

Allah akan memberikan pula kemudahan untuk mendapatkan kebaikan, yang

akhirnya berbuah ridha dan bahagia. Akan tetapi, jika hal itu adalah hal yang

tidak di kehendaki, ketahuilah bahwa sesungguhnya itu juga sebuah

kebaikan, dia harus ridha dengan setiap ketentuannya.

Menurut Abû Bakar Jâbir al-Jazaîrî berkata salat istikhârah tidak

dilakukan kecuali karena urusan-urusan yang diperbolehkan, bukan urusan-

urusan yang wajib. Karena, urusan-urusan yang wajib itu diperintahkan, dan

urusan-urusan yang haram dilarang. Jadi orang muslim tidak dituntut

mengerjakan salat istikhârah karena urusan yang diperintahkan

mengerjakannya atau karena urusan yang diperintahkan meninggalkannya.

Menurut Syaîkh Ibn Taîmiyah mengatakan boleh membaca do‟a

istikhârah ketika dalam salat atau sesudah salam. Menurut Syaîkh Jibrîl

dalam mengatakan bukan suatu keharusan do‟a ini harus dihafal, boleh

dibaca dengan membaca teks do‟a tersebut.

Muhammad Harun mengatakan bahwa hendaknya setiap seseorang

melakukan Istikhârah dalam memilih sebuah pilihan yang sama, jangan

memilih terlebih dahulu sebelum melakukan Istikhârah atau memaksakan

pilihannya dalam do‟anya, karena di khawatirkan ketika ia memilih

pilihannya kemudian terjadi kesalahan maka akan timbul kekecewaan atau

bahkan akan menyalahkan takdir Allah SWT.

Page 72: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

61

D. Kandungan Hadis

Hadis yang diriwayatkan oleh Anas dan dikeluarkan oleh al- Nasâî

sebagai berikut:

“Memberitahukan kepada kami Suwaîd Ibn Nasr berkata:

memberitahukan kepada kami „Abdullah, berkata: memberitahukan

kepada kami Sulaîmân Ibn al-Mugîrah dari Tsâbit dari Anas ra. Berkata:

“ketika masa iddah Zaîd telah habis, maka Rasulullah SAW berkata

kepada Zaîd: “tolong lamarkan dia untukku, wahai Zaîd”. Maka Zaîd

segera pergi kerumah Zaînab dan berkata: “wahai Zaînab bergembiralah

Rasulullah SAW telah mengutusku melamar dirimu untuk beliau”. Kata

Zaînab: “aku tidak dapat berbuat apa-apa hingga aku menyerahkan

urusanku kepada Allah”. Kemudian ia salat di musholah rumahnya. Maka

turunlah ayat ke-37 surat al-Ahzab. Lalu Rasulullah datang kepadanya

dan menikahinya tanpa ada masalah. (HR. al-Nasâî)

Kandungan hadis di atas berkenaan dengan kasus Zaînab Ibn Jahesî

yang dipinang oleh Rasulullah SAW untuk mantan anak yang di adopsinya

yakni Zaîd Ibn Haritsah. Zaînab pada mulanya menolak demikian juga

saudara Zaînab, Abdullah. Keduanya merasa memiliki garis keturunan

76

Ahmad Ibn Syu‟aib Abû „Abdurrahmân al-Nasâî, Sunan Al-Nasâî, h. 174

Page 73: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

62

terhormat dari suku Quraisy, sedang status Zaîd sebelum di posisi Nabi

adalah seorang budak. Ada beberapa riwayat tentang sikap Zaînab ketika itu.

Ada yang mengatakan bahwa dia meminta agar diberi waktu untuk

Istikhârah, dia menerima pinangan Rasulullah walau dengan berat hati.

Maka turun ayat al-Qur‟an surat Al-Ahzâb (33) ayat 36 , yaitu

Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak

(pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah

menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain)

tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-

Nya Maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. Al-Ahzâb

(33): ayat 36).

Ayat diatas menegaskan bahwa, “Dan tidaklah kepatutan bahkan tidak

akan ada wujudnya bagi laki-laki yang mukmin siapapun dia dan akan pula

bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah

menetapkan suatu ketetapan hukum, tiadalah bagi mereka pilihan yang lain

tentang urusan mereka yang bersifat pribadi sekalipun setelah ketetapan

Allah dan Rasul-Nya. Ini bila Allah dan Rasul-Nya tidak memberi pilihan

lain. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dengan menolak

ketetapan-Nya maka sesungguhnya ia telah sesat, kesesatan yang nyata”.77

Al-Biqâ‟I berpendapat bahwa ketaatan Zaînab ra. Kepada Allah dan

Rasul-Nya itu, mendapatkan imbalan yang luar biasa, yakni perkawinan

77

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian, Jilid

11(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 276-277

Page 74: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

63

beliau dan Rasul setelah dicerai oleh Zaîd dan ini juga yang mengantar beliau

akan bersama Rasulullah SAW di surga kelak.78

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan segala hal yang telah penulis kemukakan dalam bab I

hingga bab III penulis dapat menyimpulkan beberapa poin penting dalam

memahami salat sunnah istikhârah yaitu:

Jumlah raka‟at salat sunnah istikhârah tidak terbatas. Walaupun nash

hadis menyebutkan dua raka‟at, akan tetapi penyebutan ini sebagai

pemberitahuan tentang jumlah minimalnya. Adapun waktu mengerjakannya

tidak ditentukan, sehingga dapat dikerjakan kapan saja, baik siang maupun

malam. Namun yang lebih utama dikerjakan pada malam hari sebagaimana

salat Tahajjud, yaitu pada sepertiga malam yang terakhir.

a. Di dalam hadis terkandung pengertian bahwa salat istikhârah itu

disyariatkan dalam segala urusan, baik urusan itu besar maupun kecil.

b. Para ulama berpendapat bahwa salat sunnah istikhârah hukumnya sunah

mu‟akad bagi yang sedang menghajatkan petunjuk itu.

c. Bahwa hadis-hadis tentang salat Istikharah dapat dipertanggungjawabkan,

karena tidak bertentangan dengan al-Qur‟an dan hadis lain.

78

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian, hal. 277

Page 75: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

64

B. Saran-saran

Studi-studi literatur hadis sangat membutuhkan ketelitian yang

mendalam dan pemahaman yang menyeluruh. Dalam hal ini dibutuhkan

pengetahuan dari berbagai sisi baik itu dalam hal sisi sosial historis dan

kultur budaya yang berkembang. Hal ini karena lahirnya sebuah teks seperti

hadis tidak terlepas dari kultur dan budaya masyarakat sekelilingnya.

Karena kemudian, para pelajar studi literatur hadis harus sangat

familiar dengan sejarah, budaya yang baerkembang bersamaan dengan

lahirnya teks hadis. Jadi dalam hal ini penguasaan akan kaedah dan teori

tentang analisis memang penting. Namun, penguasaan dalam sisi kesejarahan

juga tidak bias dielakan kepentingannya.

Selanjutnya, sudah menjadi kewajiban kita sebagai generasi yang lahir

jauh setelah masa kenabian untuk menggali lebih dalam hal yang belum

tersentuh oleh ulama terdahulu. Karena masih banyak yang harus dilakukan

untuk membenahi pengetahuan kita akan pemahaman yang sebenarnya dari

permasalahan keagamaan yang telah diajarkan oleh Nabi kepada sahabatnya.

Ketahuilah tanpa pembelajaran dan pencarian kita seperti orang buta yang

Page 76: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

65

mencari jalan pulang. Akhirnya, semoga Tuhan membimbing kita dalam

pencarian ini. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ayyash, Muhammad. Keajaiban Salat Istikhârah. Jakarta: Qultum Media,

2008.

Al-Asqalânî, Ahmad Ibn „Alî Ibn Hajar. Fath al-Bârî: Syarah Sahih al-Bukhârî.

Penerjemah: Amiruddin dan Amir Hamzah. Jakarta: Pustaka Azzam. 2009.

Al-Bukhârî, Muhammad Ibn Ismâ‟îl. Sahîh al- Bukhârî. Beîrût: Dâr al-Fikr. 1995.

Al-Ghazali. Rahasia-rahasia Salat. Penerjemah: Moh. Al-Baqir. Bandung:

Karisma. 1984.

Al-Ghazali, Muhammad,. Akhlak Seorang Muslim. Penerjemah H. M. Rifa‟i,

Semarang: Wicaksana. 1995.

Al-Hamîd, Zaîd Huseîn, Terjemahan al-Adzkâr al-Nawâwî: Intisari Ibadah dan Amal,

Bandung: Pustaka Azzam, 1994

Al-Nasâî Abû, „Abdurrahmân. Sunan Al-Nasâî. Beîrut: Dâr al-Fikr, t.th.

Al-Nawâwî, Muhyiddin Abî Zakariyyâ Yahya Ibn Syaraf, Al-Adzkâr, Surabaya: Pustaka

al-Hidayah, 1995

Al-Sulthani, Mawardi Labay. Zikir dan Do’a Mendirikan Salat yang Khusyu

Mencegah Manusia dari Perbuatan Keji dan Mungkar. Jakarta: Al-

Mawardi Prima, 1999.

Al-Tirmidzȋ , Muhammad bin „Isậ bin Saûrah bin Mûsậ bin al-Dahhak al -

Sulam ȋ al-Bugȋ . Sunan al-Tirmidzȋ . Beîrût: Dậr al-Fikr, t.th.

Page 77: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

66

Awwab, Qomaruzzaman. Istikharah for Muslimah. Bandung: DAR! Mizan, 2008.

Azmi, Abdul Ghani bin Idris. Pedoman Salat-salat Sunnah. Kuala lumpur: Darul

Nu‟man, 1996, Cet.2.

Dewan Hisbah Persatuan Islam. Risalah Salat. Bandung : PT Remaja Rosda,

1996, Cet ke-1.

Haideri, M. Baqir. Istikharah Cara Praktis Meminta Petunjuk dan Jalan Keluar

dari Allah SWT.. Jakarta: Pustaka Zahra, 2003, cet. 1.

Ibn Mâjah, Muhammad Ibn Yazîd al-Qazwînî, Sunan Ibnu Mâjah, Riyadh:

Dârussalâm, 1999.

Ibnu Hanbâl, Abdullah Ibn Muhammad. Musnad Ahmad Ibn Hanbâl. Beirut:

Dâr al-Fikr. 1991/1411.

Ibnu Salmân, Masyhûr ibn Hasan Mahmûd, Al-Qaulu al-Mubĭn Akhtâ’I al-

Muslim, Bandung: Pustaka Azzam, 2000.

Izzudin, Abu Muhammad. Salat Tiang Agama. Malaysia: Percetakan Ja‟far sdn.

1996, Cet 1.

Labib MZ. Pelajaran Salat Istikharah. Surabaya: Bintang Usaha Jaya, t.th.

Mugniyah, Muhammad Jawâd. al-Fiqh ‘alâ al-Madzahib al-Khamsah.

Penerjemah Maykur, Baîrut: Dâr al-Jawâd, t. th.

Muh. Said, Thohuri. Salat Malam Sebagai Pengobat Jiwa. Surabaya: PT. Bina

Ilmu. 1993.

M. Abdul Mujib dan Mabrur Tholhah. Said. Kamus Istilah Fiqh. Jakarta, Pustaka

Firdaus. 1995.

Munawwir, Ahmad Marson. Kamus Lengkap al-Munawwir Arab Indonesia.

Surabaya: Pustaka Progressif. 1997.

Rasjid, Sulaiman. Fiqhul Islam. Bandung : Sinar Baru Algesindo. 2006, Cet. 36.

Razak, Nasruddin. Ibadah Salat Menurut Sunnah Rasulullah. Bandung: PT. Al-

Ma‟arif. 1993, Cet. VIII.

Rifa‟I, Muhammad. Fiqih Islam lengkap. Kuala Lumpur: Pustaka Jiwa. 1996.

Rousydiy, T.A. Lathief. Salat-salat Sunnah Rasulullah SAW. Medan: Firma

“Rimbou” Medan. 1984, Cet. 1.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian. Jakarta:

Lentera Hati. 2002.

Page 78: Bahrudin 106034001221 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4564/1/BAHRUDIN-FUF.pdfjurusan tafsir hadis . fakultas ushuluddin dan filsafat

67

Al-Sijistânî, Sulaîmân Ibn al-Asy‟ats al-Asha., Sunan Abû Dâud. Beîrut: Dâr al-

Fikr, t.th.

Wajdi, Firdaus. Salat Sunnah Favorit Nabi. Jakarta : Alifbata. 2006, Cet.1.

Zuhri, Moh.. Tarjamah Sunan al-Tirmidzi. Semarang: CV As-Syifa. t.th.