pend-di-era-sby-jk

5
 MENIMBANG PROSPEK PENDIDIKAN NASIONAL DI ERA PEMERINTAHAN BARU SBY-KALLA Oleh: M. Nawawi Pendahuluan “Akar-akar pendidikan itu pahit, tetapi buahnya manis”. Demikian kesimpulan Aristoteles. Atas dasar pendapat ini bisa dipahami mengapa Prof. Dr. Imam Bernadib merumuskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan sistematis untuk mencapai tarap hidup dan kemajuan yang lebih baik. Kata kunci ungkapan Arestoteles bahwa buah pendidikan itu manis , dapat memberikan pemahaman bahwa out came (hasil  prose s) pendi dikan har uslah mampu mengubah ka adaan si dinidik (peserta didik) menjadi lebih baik dari kaadaan sebelumnya ; Secara personal tumbuh menjadi lebih dewasa, berinisiatif, lebih kreatif dan lebih bertangggung jawab dan pada gilirannya lebih mandiri. Secara sosial-emosional menjadi le bih berdaya dan merdeka melalui  prose s saling member dayakan dan saling memer dekakan. Se cara mor al-spir itual mengalami peningkatan kualitas keimanan dan ketaqawaan, dan secara otomatis akan mengalami pencerahan budi dan jiwa. Secara pragmatis untuk mempertahankan kehidupan sehari-hari. Mengingat sedemikian penting nilai pendidikan bagi manusia, maka sesungguhnya ia merupakan tradisi umat yang sama tuanya dengan usia manusia, sebab  pendidi kan itu se jak zaman d ahulu merupakan s alah sat u bentuk us aha manu sia dala m rangka mempertahankan keberlangsungan eksistensi kehidupan maupun kebudayaan mereka. Dalam perjalanan sejarahnya, pendidikan mengandung banyak gagasan, visi dan ideologi. Oleh karena itu, maka pendidikan dapat muncul dalam berbagai bentuk dan paham. Dari sejarah perjalanan pemikiran manusia tentang pendidikan telah melahirkan ideologi dan paradigma tentang hakikat dan tujuan pendidikan yang  beraga m. Sebagi an kalangan berpe ndirian ba hwa hakik at pend idikan ada lah demi untuk menjaga, mempertahankan dan menanamkan nilai –nilai yang mereka anut. Sebagian yang lain berpendirian bahwa pendidikan harus mampu mengantarkan manusia supaya memiliki kemampuan personal yang efektif, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan  perkem bangan sis tem sos ial poli tik dan s trukt ur ekonomi yang sar at denga n  persai ngan; siapa yang kuat , maka dia lah yang menang. D ari per jalanan s ejarahny a itulah, maka pendidikan dinilai tidak terbebas dari kepentingan sosial, politik dan ekonomi.. Bahkan pendidikan tidak jarang dipergunakan oleh penguasa demi melanggengkan dan melegitimasi kekuasaan mereka. Bertitik tolak dari perjalanan pendidikan tersebut, manarik utuk dikaji  bagaima na masa depan pe rjalanan pendidi kan Nasi onal kit a, mengi ngat tel ah terjadi  pergant ian kepe mimpi nan Nas ional yang baru, ya ng dikemas denga n mengus ung  jargon ( seboyan) ”peruba han”. Kemana arus per ubahan ya ng akan te rjadi ?, a pakah  politi k pendi dikan yang digagas pemer intahan SB Y- Kal la akan ber pihak pa da usaha  pembe basan ma nusia dar i berbag ai beleng gu , sehing ga buahnya dirasa kan manis sebagaimana disampaikan Aristoteles, atau sebaliknya. Kekuasaan dan Pendidikan   Mantan Aktivis PMII Cabang Surabaya. Sekarang aktif sebagai staf pengajar STAI Qomaruddin dan IAIN Surabaya

Upload: amrzaqi

Post on 18-Jul-2015

44 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/16/2018 pend-di-era-sby-jk - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pend-di-era-sby-jk 1/4

 

MENIMBANG PROSPEK PENDIDIKAN NASIONAL

DI ERA PEMERINTAHAN BARU SBY-KALLA

Oleh: M. Nawawi∗

Pendahuluan

“Akar-akar pendidikan itu pahit, tetapi buahnya manis”. Demikian kesimpulan

Aristoteles. Atas dasar pendapat ini bisa dipahami mengapa Prof. Dr. Imam Bernadibmerumuskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan sistematis untuk mencapai

tarap hidup dan kemajuan yang lebih baik. Kata kunci ungkapan Arestoteles bahwa

buah pendidikan itu manis, dapat memberikan pemahaman bahwa out came (hasil proses) pendidikan haruslah mampu mengubah kaadaan si dinidik (peserta didik)

menjadi lebih baik dari kaadaan sebelumnya; Secara personal tumbuh menjadi lebihdewasa, berinisiatif, lebih kreatif dan lebih bertangggung jawab dan pada gilirannya

lebih mandiri. Secara sosial-emosional menjadi lebih berdaya dan merdeka melalui proses saling memberdayakan dan saling memerdekakan. Secara moral-spiritual

mengalami peningkatan kualitas keimanan dan ketaqawaan, dan secara otomatis akan

mengalami pencerahan budi dan jiwa. Secara pragmatis untuk mempertahankankehidupan sehari-hari.

Mengingat sedemikian penting nilai pendidikan bagi manusia, makasesungguhnya ia merupakan tradisi umat yang sama tuanya dengan usia manusia, sebab

 pendidikan itu sejak zaman dahulu merupakan salah satu bentuk usaha manusia dalam

rangka mempertahankan keberlangsungan eksistensi kehidupan maupun kebudayaanmereka. Dalam perjalanan sejarahnya, pendidikan mengandung banyak gagasan, visidan ideologi. Oleh karena itu, maka pendidikan dapat muncul dalam berbagai bentuk 

dan paham. Dari sejarah perjalanan pemikiran manusia tentang pendidikan telah

melahirkan ideologi dan paradigma tentang hakikat dan tujuan pendidikan yang beragam. Sebagian kalangan berpendirian bahwa hakikat pendidikan adalah demi untuk 

menjaga, mempertahankan dan menanamkan nilai –nilai yang mereka anut. Sebagian

yang lain berpendirian bahwa pendidikan harus mampu mengantarkan manusia supayamemiliki kemampuan personal yang efektif, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan

 perkembangan sistem sosial politik dan struktur ekonomi yang sarat dengan

 persaingan; siapa yang kuat , maka dialah yang menang. Dari perjalanan sejarahnya

itulah, maka pendidikan dinilai tidak terbebas dari kepentingan sosial, politik danekonomi.. Bahkan pendidikan tidak jarang dipergunakan oleh penguasa demi

melanggengkan dan melegitimasi kekuasaan mereka.

Bertitik tolak dari perjalanan pendidikan tersebut, manarik utuk dikaji

 bagaimana masa depan perjalanan pendidikan Nasional kita, mengingat telah terjadi

 pergantian kepemimpinan Nasional yang baru, yang dikemas dengan mengusung jargon (seboyan) ”perubahan”. Kemana arus perubahan yang akan terjadi ?, apakah

 politik pendidikan yang digagas pemerintahan SBY- Kalla akan berpihak pada usaha

 pembebasan manusia dari berbagai belenggu , sehingga buahnya dirasakan manissebagaimana disampaikan Aristoteles, atau sebaliknya.

Kekuasaan dan Pendidikan

  Mantan Aktivis PMII Cabang Surabaya. Sekarang aktif sebagai staf pengajar STAI Qomaruddin dan IAIN

Surabaya

5/16/2018 pend-di-era-sby-jk - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pend-di-era-sby-jk 2/4

 

Ketika proses pencalonan dan selama masa kampanye pilpres pada pemilu

 presiden 2004 , pasangan SBY- Kalla tidak luput dari sorotan berbagai

 pengamat politik, bahkan tidak sedikit gerakan pemuda (termasuk mahasiswa) yang malakukan demonstrasi menolak pencalonannya sebagai

 presidan. Di antara alasan penolakan yang muncul ke permukaan adalah

kehawatiran mereka terhadap kebijakan-kebijakan yang diambilnya nanti(setelah terpilih sebagai presiden), akan merugikan masyarakat, mengingat

SBY seorang mantan anggota militer. Mereka hawatir bahkan takut, jika

negara Indonesia yang mereka cintai ini akan dipimpin dan dikendalikan

dengan pola militeristik yang represif. Apalagi sejarah pemerintahansemasa Orde Baru yang “otoreter” (kebetulan disokong militer) masih

 baru saja mereka saksikan dan rasakan sendiri, dan dampak negatifnya

sampai saat ini masih sangat kuat.

Dalam konteks proses pendidikan, mungkinkah kekuasaan (secara husus

kekuasaan negara) mendapatkan tempat. Dalam ungkapan lain mungkinkah sistem pendidikan itu menjadi subordinat dari sumber-sumber kekuasaan, artinya terjadi

 perampasan kebebasan baik secara individu maupun kelembagaan. Bagaimana

sebenarnya hubungan antara kekuasaan dan pendidikan.

Sebagaimana telah dijelaskan di depan bahwa pendidikan dimaksudkan untuk 

mencapai tarap hidup dan kemajuan yang labih baik, maka pada dasarnya pendidikan

itu diarahkan kepada tranformasi sosial. Lalu siapa saja yang terkait dalam prosestransformasi sosial tersebut. Dalam masyarakat tradisional di Indonesia dikenal tiga

sumber kekuasaan yang mengayomi masyarakatnya, yaitu 1) guru; 2) ratu atau pemerintah; dan 3) orang-orang tua atau pemimpin informal. Ketiga sumber kekuasaaninilah yang dapat mempengaruhi dan meguasai proses pendidikan di Indonesia.

Persoalan yang muncul adalah bagaimana pola kekuasaan yang diterapkan dalam

kepemimpinan mereka. Dalam pendidikan terdapat dua jenis kekuasaan: 1) kekuasaanyang transformatif ; dan 2) kekuasaan yang transmisif . Pada jenis kekuasaan yang

 pertama tidak terjadi hubungan subordinasi, sebab kekuasaan yang transformatif 

 berusaha membangkitkan refleksi dan pada gilirannya melahirkan aksi. Jadi orientasi

kekuasaannya bersifat advokasi. Sedangkan pada pola kekuasaan transmisif terjadi proses transmisi yang diinginkan oleh subyek pemegang kekuasaan terhadap subyek 

yang dikuasai. Maka orientasinya bersifat legitimatif . Dengan demikian yang terjadi

adalah proses aksi yang bersifat robotik, karena sekedar menerima . Inilah yang disebutoleh Paulo Freire sebagai proses sistem banking (banking   system).

Hubungan antara pendidikan dan kekuasaan negara biasanya terkait denganideologi dan karakter kepemimpinan yang diusung oleh penguasa yang bersangkutan.

Peranan ideologi itu sangat menentukan bagi keberlangsungan proses pendidikan. Ia

tidak saja merasuki struktur pendidikan, tetapi juga masuk dalam isi (kurikulum)nya.

Pengalaman selama pemerintahan Orde Baru menunjukkan betapa ideologi telahdijadikan sumber indoktrinasi yang telah mematikan kreatifitas peserta didik. Ideologi

yang seharusnya menjadi pembimbing, telah berubah menjadi alat penekan dalam

mengendalikan sistem dan isi pendidikan nasional.

Ketika Pemerintah Orde Baru memiliki kekuatan ekonomi dan politik secara

dominan , maka pada tahun antara 1976-1978 dimulailah usaha indoktrinasi ideologidalam pendidikan. Beban ideologi-politik dalam pendidikan ini mulai terasa ketika

terjadi penggantian pelajaran dari mata pelajaran civic (kewarganegaraan) menjadi

mata pelajaran PMP (pendidikan moral Pancasila). Penggantian ini memiliki implikasi politik yang cukup besar. Dalam pelajaran civic materi yang disajikan adalah mengenai

5/16/2018 pend-di-era-sby-jk - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pend-di-era-sby-jk 3/4

 

hak dan kewajiban warga negara serta hak dan kewajiban negara terhadap warganya.

Sehingga menimbulkan sikap kritis dikalangan rakyat. Hal ini dirasa tidak 

menguntungkan penguasa. Untuk itu maka diganti dengan pelajaran PMP, sebabdalam mata pelajaran PMP ini yang diutamakan adalah terwujudnya warga negara yang

taat dan patuh pada ideologi negara saja tetapi tidak diperkenalkan dengan hak-haknya.

Maka wajar jika kemudian produk pendidikan yang dilahirkan adalah genrrasi bangsayang patuh, takut, dan sekaligus tidak kritis serta tidak memiliki prinsip yang

independen. Beban politik ini menjadi sangat sempurna setelah diwajibkannya seluruh

komponen bangsa supaya mengikuti penataran P4 sejak tahun 1980-an. Bahkan untuk 

memantapkan kesempurnaan beban politik itu, maka pada kurikulum 1984ditambahkan pelajaran PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa). Penambahan

mata pelajaran yang terahir ini dimaksudkan supaya lulusan pendidikan formal

memiliki apresiasi yang tinggi terhadap ABRI.

Mengapa terjadi indoktrinasi demikian kuat. Jawabnya adalah karena karakter 

kepenguasaan yang diterapkan adalah bersifat transmisif , dan hal ini tidak bisadilepaskan dari kekuasaan dan dukungan yang berasas militeristik. Itulah sebabnya

mengapa terdapat kehawatiran terhadap pencalonan SBY-Kalla.

Menakar Politik Pendidikan Pemerintahan SBY-Kalla

Tidak bijaksana menetapkan kesimpulan tunggal tentang arah pendidikan yanghendak dibangun oleh kabinet SBY-Kalla, sebab umur pemerintahannya belum genap

satu bulan. Tetapi tidak ada salahnya jika dicoba menanalisis berbagai kemungkinanyang bakal terjadi, mengingat berbagai indikator yang ada bisa digunakan untuk menetapkan beberapa asumsi.

Sejak tahun 900-an sebelum Masehi ketika sistem pendidikan dilembagakan dikota Sparta , ia tidak pernah diarahkan untuk dirinya sendiri. Pendidikan selalu

dijadikan sebagai alat berbagai kepentingan. Oleh karena itu pendidikan diabdikan

kepada sebuah atau beberapa tujuan. Dalam tujuan terkandung visi dan missi. Nah di

sinilah terjadi perebutan pengaruh dari berbagai kekuatan lengkap dengan ideologinya.Berbicara tentang arah pendidikan yang hendak dibangun oleh kabinet SBY-Kalla,

tentu secara normatif akan didasarkan pada ketentuan konstitusi (Pancasila dan UUD

1945). Hal ini telah diungkapkan berulang kali, baik ketika masa kampanye maupun pada saat pidato politik setelah dilantik menjadi presiden. Namun persoalannya bukan

 pada tataran teori dan norma, tetapi lebih pada tataran implementasi. Pemerintah Orde

Baru (bertumpu pada kekuatan militer) secara simbolik dan normatif telah mengklaimsebagai penyelamat Pancasila dan akan mengamalkannya secara murni dan konsekuen,

tetapi ternyata dalam praktiknya banyak melahirkan kebijakan yang justru bertentangan

dengan Pancasila. Sistem pendidikan yang dibangun justru tidak mampu melahirkan

SDM yang dapat dibanggakan, bahkan yang terjadi malah sebaliknya; SDMmasyarakat Indonesia berada pada peringkat ke 100 lebih, dan secara moral juga sangat

rendah. Hali ini terbukti dengan prestasi sebagai negara terkorup di Asia. Anggaran

yang semestinya diperuntukkan membangun kesejahtraan, pendidikan, penyediaan

 pangan dan lapangan kerja habis dikorup. Oleh karena itu kehawatiran terjadinya penyelewengan dalam pemerintahan SBY-Kalla dapat dipahami, mengingat latar 

 belakang militer yang cukup kental, sebagaimana Seoharto pada era Orde Baru.Apalagi pada era pemerintahan Megawati yang notabena betrlatar belakang sipil-pun

gagal mengurangi penyelewengan.

5/16/2018 pend-di-era-sby-jk - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pend-di-era-sby-jk 4/4

 

 Namun demikian, menyamakan pemerintahan SBY-Kalla dengan pemerintahan

Seoharto-Orde Baru, tidak sepenuhnya benar. Tidak sedikit indikator yang dapat

digunakan untuk menolak asumsi di atas. Pertama, era kemunculan fenomena Soehartodan SBY-Kalla di panggung politik sangat berbeda. Jika pada era kemunculan Soeharto

kondisi sebagian besar masyarakat indonesia masih tertutup dan kesadaran politiknya

relatif rendah, maka pada era kemunculan SBY-Kalla, kaadaan sebagian besar masyarakat sudah banyak mengalami pergeseran nilai. Pergeseran ini menyangkut

 beralihnya keyakinan politik dari suprioritas tatanan otoriter menuju suasana yang lebih

terbuka dan demokratis. Proses deotorisasi ini kemudian memberikan jalan untuk 

melakukan proses demiliterisasi pada sistem politik yang ada. Jika pada erakemunculan Soeharto, produksi ide-ide yang bermanfaat bagi keberlangsungan hidup

 bangsa dan negara didominasi oleh kelompok elit yang kebetulan berkuasa, maka pada

saat ini ruang lingkup pertukaran ede menjadi semakin luas dan melibatkan semakin

 banyak unsur komponen masyarakat. Kaadaan ini pada gilirannya akan memperkuat posisi tawar masyarakat. Kedua , kebebasan pers yang sulit dibendung. Hal ini bukan

saja di sebabkan oleh adanya kesadaran nilai baru yang dianut oleh secara global bangsa-bangsa di dunia, tetapi juga oleh perkembangan tehnologi informasi yang juga

menggelobal, dan mampu menerobos kebalik dinding-dinding kekuasaan. Kaadaan ini

 pada gilirannya mempersulit kontrol penguasa terhadap kebebasan pers itu sendiri. Darigambaran tersebut, agaknya pemerintahan SBY-Kallah tidak akan berbuat lain kecuali

memenuhi janji “ perubahan”nya untuk mensejahtrakan dan memberdayakan

masyarakat Indonesia. Dengan demikian secara teoritik arah sistem pendidikan yang

hendak dibangun akan diimplementasikan sesuai dengan amanat undang-undang.

Sungguhpun demikian , bukan berarti tidak ada hambatan. Belajar dari pengalaman pemerintahan sebelumnya, SBY-Kalla harus mewaspadai hambatan berokrasi yang masih cenderung korup dan bermental kapitalis, yang dapat menjadi

 batu sandungan terhadap plat form visi perubahannya.. Disamping itu tidak kalah

 penting adalah penataan struktur anggaran yang akan dibangun. Dalam suasana negarayang diwarisi hutang luar biasa berat ini, SBY-Kallah akan mengalami kesulitan

mengalokasikan 20 % dana pendidikan dari total APBN, belum lagi ia harus

meyakinkan kepada departemen-depatemen yang tidak akan begitu saja dapat

menerima pengurangan anggaran yang selama ini dinikmati. Tetapi dengan tekadkebersamaan dan keteladanan yang akan dijadikan maskot dalam kabenet Indonesia

Bersatu, mari kita do’akan semoga berhasil berkat rahmat dan ijin Allah. Selamat

 bekerja SBY-Kalla.

Sampurnan, 24. 10. 2004