pencahayaan alami pada ruang kuliah

28
PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB (ANALISA METODE PENGUKURAN MANUAL DAN METODE LUX-METER) PENULIS : HAJAR SUWANTORO, ST. NIP. 132 30 6868 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2006 Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB (ANALISA METODE PENGUKURAN MANUAL DAN METODE LUX-METER)

PENULIS :

HAJAR SUWANTORO, ST.

NIP. 132 30 6868

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2006

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 2: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat ridhoNya, maka karya tulis ini

dapat diselesaikan. Terima kasih yang setulusnya disampaikan kepada berbagai pihak

yang telah ikut membantu dan mendukung dengan penuh dedikasi, baik secara moril

dan materil.

Pencahayaan alami adalah salah isu penting dan cukup berpengaruh dalam

perencanaan bangunan dan gedung. Pengukuran dan analisa yang tepat dapat

memberikan hasil yang optimal sebagai bahan untuk merencanakan bangunan dan

gedung yang baik. Maksud dari karya tulis ini adalah untuk memberikan gambaran atau

bahan perbandingan antara dua metode pengukuran pencahayaan alami pada sebuah

ruang sehingga didapat metode yang terbaik dan lebih efisien beserta analisanya.

Karya tulis ini tentu masih belum sempurna, oleh sebab itu penulis akan sangat

menghargai kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan selanjutnya. Semoga

tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Nopember 2006

Penulis

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 3: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I Pendahuluan 1

BAB II Tema, Kasus dan Tujuan 2

BAB III Dasar Teori 3

BAB IV Langkah Kerja dan Alat 9

BAB V Hasil Pengukuran 11

BAB VI Kesimpulan dan saran 21

Lampiran Daftar Pustaka

ii

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 4: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

BAB I PENDAHULUAN

Penerangan cahaya alami siang hari dimanfaatkan antara jam 08.00 pagi sampai

dengan jam 16.00 sore. Pada waktu tersebut, cahaya yang masuk ke dalam ruangan

melalui bukaan atau celah dapat berasal dari cahaya langit dan cahaya matahari

langsung.

Cahaya matahari langsung dapat menimbulkan peningkatan suhu pada ruangan,

dan perubahan warna pada perabotan, misalnya warna menjadi luntur dan permukaan

menjadi silau, maka sebaiknya cahaya langsung dari matahari sedikit dihindarkan agar

tidak terlalu banyak masuk ke dalam ruangan, sedangkan cahaya masuk yang

dikehendaki adalah cahaya terang langit, sebagai sumber cahaya alami yang ideal.

Jumlah cahaya yang masuk ke dalam ruangan selalu berubah dari waktu ke

waktu, tergantung dari waktu, pagi, siang, sore, dan juga keadaan cuaca saat itu,

sehingga tingkat penerangan pada bidang kerja dalam ruangan pun akan selalu

berubah. Namun demikian, perbandingan tingkat penerangan pada lapangan terbuka

pada saat yang sama selalu mempunyai harga yang tetap. Perbandingan tersebut

disebut faktor penerangan alami siang hari.

Pencahayaan alami merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam

perancangan bangunan. Dalam lingkup estetika, pencahayaan dapat digunakan untuk

menciptakan efek-efek tertentu dan mendukung kualitas interior. Permasalahannya

menjadi begitu penting jika ruang yang digunakan mutlak membutuhkan pencahayaan

untuk mendukung fungsi, misalnya dalam kasus ini ruang kuliah (kelas). Perhitungan

besaran iluminasi (luks) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Menggunakan dimensi bukaan (manual)

2. Menggunakan alat ukur luks-meter

1

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 5: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

BAB II TEMA, KASUS DAN TUJUAN

Tulisan ini adalah sebuah studi kasus percobaan dengan tema pencahayaan

alami, dengan mengambil kasus pencahayaan alami pada pada ruang kuliah 6101

Labtek IXB Jurusan Teknik Arsitektur ITB.

Adapun tujuan studi kasus percobaan ini adalah :

1. Membandingkan hasil pengukuran kekuatan cahaya (iluminasi)

alami dengan metode perhitungan manual (pengukuran dimensi bukaan) dan

metode pengukuran dengan menggunakan luks-meter.

2. Mengetahui tingkat kekuatan pencahayaan alami yang ditimbulkan

oleh cahaya matahari ataupun cahaya terang langit pada ruang kuliah.

2

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 6: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

BAB III DASAR TEORI

III.1. Pengertian istilah-istilah

a. Cahaya adalah gejala gelombang elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh

mata.

b. Terang langit adalah sumber cahaya yang diambil sebagai dasar untuk

penentuan syarat-syarat mengenai penerangan alami siang hari.

c. Langit perencanaan adalah langit dalam keadaan yang ditetapkan dan

dijadikan dasar untuk perhitungan.

d. Faktor langit adalah angka karakteristik yang digunakan sebagai ukuran

untuk keadaan penerangan alami siang hari di berbagai tempat dalam suatu

ruangan.

e. Titik ukur adalah titik di dalam ruangan yang keadaan penerangannya dipilih

sebagai indikator untuk keadaan penerangan di seluruh ruangan.

f. Bidang lubang cahaya efektif adalah bidang vertical sebelah dalam dari

lubang cahaya.

g. Lubang cahaya efektif untuk suatu titik ukur adalah bagian dari bidang lubang

cahaya efektif lewat mana titik ukur itu melihat langit.

III.2. Pantulan

a. Tingkat terang pantulan

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat terang pantulan :

Sudut datang sinar

Semakin besar sudut datang sinar, semakin lemah sinar yang dipantulkan

dibandingkan dengan jika sinar tersebut jatuh tegak lurus pada bidang

pantul.

3

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 7: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

Tekstur permukaan benda

Benda yang permukaannya kasar akan memantulkan cahaya ke segala

arah dengan tidak merata, jadi tingkat terang pantulannya cenderung lebih

kecil dibanding bidang pantulan yang halus.

Warna cahaya dan warna bidang

Warna cahaya dan warna bidang juga menentukan tingkat terang

pantulan. Misalnya, warna sinar biru jatuh pada bidang warna yang gelap

seperti hijau, maka sinar tersebut akan dipantulkan dengan intensitas

yang kecil.

Keadaan udara pada saat itu

Semakin bersih udara dari partikel-partikel debu dan asap, maka sinar

yang terkena cahaya semakin terang karena tidak terhalang oleh partikel-

partikel tersebut.

Jarak antara sumber cahaya dengan bidang pantul

Semakin jauh sumber cahaya dari bidang pantul, maka semakin lemah

kekuatan iluminasi cahaya yang dipantulkan, atau dapat dikatakan,

kekuatan iluminasi berbanding terbalik dengan kuadrat jarak sumber

cahaya dengan bidang pantul.

4

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 8: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

b. Bidang pantul dengan pencahayaan ruang

Bidang langit, merupakan bidang yang paling berperan dalam memantulkan

cahaya dari luar. Pada urutan kedua adalah bidang dinding belakang

(terhadap arah datangnya sinar), lalu bidang dinding samping dan terakhir

adalah bidang lantai. Dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa penggunaan warna yang tepat adalah :

Untuk bidang langit-langit sebaiknya warna ringan

Untuk bidang lantai, dapat dipergunakan warna yang gelap

III.3. Daerah bayang-bayang matahari

Sinar matahari disamping memberi terang, juga memberi panas. Dalam

pemecahannya secara teknis, harus diusahakan agar mendapatkan terangnya, tetapi

sekaligus juga menolak atau mengurangi panasnya. Untuk itu, sedapat mungkin

dihindari cahaya langsung dan lebih banyak memanfaatkan cahaya pantulan atau

cahaya bias dengan meletakkan lubang cahaya pada daerah bayang-bayang. Berikut

beberapa kondisi dan alternatif mengurangi intensitas cahaya langsung :

a. Sinar matahari yang langsung jatuh di permukaan bidang kaca, merambatkan panas

ke dalam ruangan sebesar 80%-90%. Dengan demikian, selain mendapatkan

terangnya juga didapat panasnya.

b. Pemasangan tirai di sebelah dalam akan mengurangi masuknya rambatan panas

sinar matahari sehingga tinggal 30%-40% saja. Dalam hal ini akan didapatkan

suasana ruang yang lebih lembut penyinaran dan kehangatan suhunya.

c. Pemasangan jalusi/kisi-kisi di sebelah luar, merupakan hal yang sangat mendukung

usaha untuk menolak panas matahari secara hampir sempurna. Dengan cara

demikian, maka panas yang merambat ke dalam ruangan hanya tinggal 5%-10%

saja. Sedangkan untuk penerangannya, didapatkan sinar-sinar pantul dari kisi-kisi

yang dipasang.

5

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 9: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

d. Terdapatnya overstek/kanopi juga berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang

masuk ke dalam ruangan.

III.4. Perlubangan/bukaan

Fungsi perlubangan :

Untuk mengatur banyaknya sinar yang masuk supaya tidak terlalu berlebihan

tetapi juga mencukupi kebutuhan cahaya dalam sebuah ruangan.

Membantu penghayatan terhadap ruang dan bangunan

Menambah fungsi dari segi estetika pada ruang dan bangunan

Membantu sirkulasi udara pada ruangan agar lebih lancar

a. Letak dan jumlah perlubangan :

Luas dan jendela permanen dengan ambang atas yang tinggi dan jendela

yang panjang akan menghadirkan kekuatan iluminasi di dalam ruangan

secara lebih merata. Hal ini disebabkan berkurangnya kekuatan iluminasi di

bagian tengah. Semakin rendah ambang atas jendela, kekuatan iluminasi di

bagian yang jauh akan semakin kecil.

b. Arah lubang cahaya terhadap mata angin dalam kaitannya dengan peredaran

matahari :

Lubang bukaan yang mengarah ke Utara dan Selatan

6

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 10: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

Lubang bukaan yang mengarah ke Timur dan Barat

Sirip-sirip yang dipasang pada samping-samping bukaan dapat

diperhitungkan panjang dan jaraknya sehingga dapat menahan sinar

matahari langsung masuk ke dalam ruang, terutama pada sore hari.

Perhitungan panjang dan jarak antar sirip tergantung pada kedudukan

bukaan terhadap arah mata angin.

c. Bentuk lubang cahaya

Bentuk lubang cahaya banyak tergantung pada segi arsitektur dan

berpengaruh dalam beberapa hal :

Bentuk bangunan

Sifat ruang

Macam kegiatan

Penyusunan perabot

7

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 11: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

Semakin banyak kusen dan rangka jendela, akan mempersempit luas efektif

lubang bukaan untuk memasukkan cahaya alami ke dalam ruang.

III.5. Perletakan sumber cahaya

a. Pencahayaan tak langsung

Untuk mendapatkan cahaya matahari yang lembut, artinya tidak terlalu silau,

maka sumber cahaya utama tersebut sebaiknya digantungkan pada jarak

45cm dari bidang langit-langit dan ketinggian bidang langit sekurang-

kurangnya berjarak 285cm.

b. Pencahayaan langsung

Pada pencahayaan langsung ini, semua cahaya dari sumber utama

diarahkan ke bawah, sehingga penerangan atas bidang langit-langit

tergantung pada cahaya pantulan dari lantai dan benda-benda yang ada

dalam ruangan tersebut. Dengan demikian, kalau diinginkan terjadinya

cahaya pantul yang dapat menerangi bidang langit-langit, diperlukan bidang

lantai yang berwarna terang dan memiliki angka koefisien pantul yang tinggi.

III.6. Tata letak dan dimensi pohon di sekitar bangunan

Pohon rindang adalah unsur yang sangat penting, vital dan indah dari arsitektur

tropik. Namun hindari penanaman pohon besar yang terlalu dekat dengan

bangunan, karena selain dapat merusak pondasi yang disebabkan oleh akar

bangunan tersebut, penanaman pohon juga dapat menyebabkan sampah dalam

jumlah yang sangat banyak, terkumpul dalam talang-talang atau atap rumah

tersebut. Selain itu, juga dapat menyebabkan lembab pada musim hujan. Tetapi

pohon-pohon yang tidak terlalu dekat dengan bangunan benar-benar merupakan

unsur alam yang menakjubkan karena dapat meningkatkan kualitas suasana

arsitektur menjadi lebih nyaman.

8

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 12: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

BAB IV LANGKAH KERJA DAN ALAT

IV.1. Langkah kerja

1. Pengambilan data

Pekerjaan dibagi atas dua langkah :

a. Pengukuran dan penghitungan secara manual

Pengukuran ini dilakukan dengan cara mengukur dimensi bukaan

pada dinding ruang yang terdiri dari :

Jendela

Pintu

Lubang kaca pada pintu

Setelah didapat dimensi bukaan, lalu dilakukan perhitungan dengan

menggunakan tabel “faktor langit sebagai fungsi dari H/D dan L/D”,

hingga didapat besaran iluminansi (luks) cahaya pada titik tersebut.

Pengukuran ini tidak dipengaruhi faktor langit dan waktu pengukuran.

b. Pengukuran dengan menggunakan luks-meter

Pengukuran ini dilakukan pada empat titik. Pada ruang yang

diperkirakan cukup mewakili, pada empat titik waktu dalam satu hari

pada tanggal 18 Desember 2000, yakni pukul 09.00 pagi, 11.00 pagi,

13.00 siang, dan 15.00 sore. Pengukuran dilakukan diatas meja/kursi

kelas dengan ketinggian ±65cm di atas lantai. Faktor terang langit

adalah hal yang sangat perlu diperhatikan dalam pengukuran ini.

2. Pengolahan data

3. Analisa hasil dan pengolahan data

4. Perbandingan hasil pengukuran

9

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 13: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

IV.2. Alat-alat

1. Meteran gulung

2. Penggaris

3. Luks-meter

4. Alat tulis

5. Kalkulator

6. Kertas grafik milimeter

10

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 14: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

BAB V HASIL PENGUKURAN

V.1. Metode pengukuran manual

Titik pengukuran A Lubang ABCD

Panjang=3.3 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) A : 4.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

ABEF dengan H/D=0.8 dan L/D=0.7333

CDEF dengan H/D=0.555 dan L/D=0.7333

2. Menurut tabel, faktor langit untuk A adalah :

ABEF=3.50%

CDEF=1.76%

ABCD=1.74%

Lubang ABCD

Panjang=3.3 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) A : 3.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

BEFH dengan H/D=1.028 dan L/D=1.257

AEFG dengan H/D=1.028 dan L/D=0.943

CDGH dengan H/D=0.714 dan L/D=0.314

2. Menurut tabel, faktor langit untuk A adalah :

BEFH=7.86%

AEFG=5.43%

CDGH=1.50%

ABCD=0.93%

11

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 15: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

Lubang ABCD

Panjang=3.3 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) A : 8.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

ABEF dengan H/D=0.424 dan L/D=0.388

CDEF dengan H/D=0.294 dan L/D=0.388

2. Menurut tabel, faktor langit untuk A adalah :

ABEF=0.80%

CDEF=0.48%

ABCD=0.32%

Lubang ABCD

Panjang=1.1 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) A : 7.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

BEFH dengan H/D=0.48 dan L/D=0.587

AEFG dengan H/D=0.48 dan L/D=0.440

CDGH dengan H/D=0.33 dan L/D=0.147

2. Menurut tabel, faktor langit untuk A adalah :

BEFH=1.59%

AEFG=1.17%

CDGH=0.16%

ABCD=0.26%

Lubang ABCD

Panjang=2.8 meter, lebar=3.6 meter

Titik Ukur Utama (TUU) A : 1.2 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

EFGH dengan H/D=3.00 dan L/D=3.33

ACEG dengan H/D=3.00 dan L/D=0.50

BDFH dengan H/D=3.00 dan L/D=0.50

12

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 16: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

2. Menurut tabel, faktor langit untuk A adalah :

EFGH =20.22%

ACEG =6.59%

BDFH =6.59%

ABCD=7.04%

Titik pengukuran B

Lubang ABCD

Panjang=3.3 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) B : 4.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

ABEF dengan H/D=0.80 dan L/D=0.7333

CDEF dengan H/D=0.555 dan L/D=0.7333

2. Menurut tabel, faktor langit untuk B adalah :

ABEF=3.50%

CDEF=1.76%

ABCD=1.74%

Lubang ABCD

Panjang=1.1 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) B : 3.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

BEFH dengan H/D=1.028 dan L/D=1.257

AEFG dengan H/D=1.028 dan L/D=0.943

CDGH dengan H/D=0.714 dan L/D=0.314

2. Menurut tabel, faktor langit untuk B adalah :

BEFH=7.86%

AEFG=5.43%

CDGH=1.50%

ABCD=0.93%

13

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 17: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

Lubang ABCD

Panjang=3.3 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) B : 8.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

ABEF dengan H/D=0.424 dan L/D=0.388

CDEF dengan H/D=0.294 dan L/D=0.388

2. Menurut tabel, faktor langit untuk B adalah :

ABEF=0.80%

CDEF=0.48%

ABCD=0.32%

Lubang ABCD

Panjang=1.1 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) B : 7.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

BEFH dengan H/D=0.48 dan L/D=0.587

AEFG dengan H/D=0.48 dan L/D=0.440

CDGH dengan H/D=0.33 dan L/D=0.147

2. Menurut tabel, faktor langit untuk B adalah :

BEFH=1.59%

AEFG=1.17%

CDGH=0.16%

ABCD=0.26%

Lubang ABCD

Panjang=2.8 meter, lebar=3.6 meter

Titik Ukur Utama (TUU) B : 6 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

EFGH dengan H/D=0.60 dan L/D=0.667

ACEG dengan H/D=0.60 dan L/D=0.440

BDFH dengan H/D=0.60 dan L/D=0.147

14

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 18: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

2. Menurut tabel, faktor langit untuk B adalah :

EFGH =2.34%

ACEG =0.42%

BDFH =0.42%

ABCD=1.50%

Titik pengukuran C Lubang ABCD

Panjang=3.3 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) C : 4.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

ABEF dengan H/D=0.8 dan L/D=0.7333

CDEF dengan H/D=0.555 dan L/D=0.7333

2. Menurut tabel, faktor langit untuk C adalah :

ABEF=3.50%

CDEF=1.76%

ABCD=1.74%

Lubang ABCD

Panjang=1.1 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) C : 3.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

BEFH dengan H/D=1.028 dan L/D=1.257

AEFG dengan H/D=1.028 dan L/D=0.943

CDGH dengan H/D=0.714 dan L/D=0.314

2. Menurut tabel, faktor langit untuk C adalah :

BEFH=7.86%

AEFG=5.43%

CDGH=1.50%

ABCD=0.93%

15

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 19: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

Lubang ABCD

Panjang=3.3 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) C : 8.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

ABEF dengan H/D=0.424 dan L/D=0.388

CDEF dengan H/D=0.294 dan L/D=0.388

2. Menurut tabel, faktor langit untuk C adalah :

ABEF=0.80%

CDEF=0.48%

ABCD=0.32%

Lubang ABCD

Panjang=1.1 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) C : 7.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

BEFH dengan H/D=0.48 dan L/D=0.587

AEFG dengan H/D=0.48 dan L/D=0.440

CDGH dengan H/D=0.33 dan L/D=0.147

2. Menurut tabel, faktor langit untuk C adalah :

BEFH=1.59%

AEFG=1.17%

CDGH=0.16%

ABCD=0.26%

Lubang ABCD

Panjang=2.8 meter, lebar=3.6 meter

Titik Ukur Utama (TUU) C : 1.2 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

EFGH dengan H/D=3.00 dan L/D=3.33

ACEG dengan H/D=3.00 dan L/D=0.50

BDFH dengan H/D=3.00 dan L/D=0.50

16

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 20: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

2. Menurut tabel, faktor langit untuk C adalah :

EFGH =20.22%

ACEG =6.59%

BDFH =6.59%

ABCD=7.04%

Titik pengukuran D Lubang ABCD

Panjang=3.3 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) D : 4.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

ABEF dengan H/D=0.8 dan L/D=0.7333

CDEF dengan H/D=0.555 dan L/D=0.7333

2. Menurut tabel, faktor langit untuk D adalah :

ABEF=3.50%

CDEF=1.76%

ABCD=1.74%

Lubang ABCD

Panjang=1.1 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) D : 3.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

BEFH dengan H/D=1.028 dan L/D=1.257

AEFG dengan H/D=1.028 dan L/D=0.943

CDGH dengan H/D=0.714 dan L/D=0.314

2. Menurut tabel, faktor langit untuk D adalah :

BEFH=7.86%

AEFG=5.43%

CDGH=1.50%

ABCD=0.93%

17

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 21: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

Lubang ABCD

Panjang=3.3 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) D : 8.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

ABEF dengan H/D=0.424 dan L/D=0.388

CDEF dengan H/D=0.294 dan L/D=0.388

2. Menurut tabel, faktor langit untuk D adalah :

ABEF=0.80%

CDEF=0.48%

ABCD=0.32%

Lubang ABCD

Panjang=1.1 meter, lebar=1.1 meter

Titik Ukur Utama (TUU) D : 7.5 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

BEFH dengan H/D=0.48 dan L/D=0.587

AEFG dengan H/D=0.48 dan L/D=0.440

CDGH dengan H/D=0.33 dan L/D=0.147

2. Menurut tabel, faktor langit untuk D adalah :

BEFH=1.59%

AEFG=1.17%

CDGH=0.16%

ABCD=0.26%

Lubang ABCD

Panjang=2.8 meter, lebar=3.6 meter

Titik Ukur Utama (TUU) D : 1.2 meter ke dalam ruangan

1. Lubang cahaya dianggap terdiri atas lubang-lubang :

EFGH dengan H/D=0.60 dan L/D=0.667

ACEG dengan H/D=0.60 dan L/D=0.10

BDFH dengan H/D=0.60 dan L/D=0.10

18

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 22: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

2. Menurut tabel, faktor langit untuk D adalah :

EFGH =2.34%

ACEG =0.42%

BDFH =0.42%

ABCD=1.50%

Hasil luminansi masing-masing titik dengan pengukuran manual menggunakan

koefisen faktor langit = 1000 lux adalah :

Titik A = 102.9 lux

Titik B = 47.5 lux

Titik C = 102.9 lux

Titik D = 47.5 lux

V.2. Metode pengukuran lux-meter

Waktu pengukuran

(WIB)

Titik

Pengukuran A

Titik

Pengukuran B

Titik

Pengukuran

C

Titik

Pengukuran

D

09.00 55 35 82 45

11.00 85 50 70 70

13.00 50 30 55 50

16.00 25 13 11 10

V.3. Analisa pengolahan data

Hasil perhitungan dari kedua metode tersebut menunjukkan hasil yang berbeda.

Hasil perhitungan dengan menggunakan metode pertama, menunjukkan

kecenderungan hasil perhitungan yang lebih besar dibanding metode kedua.

Perbedaan hasil tersebut dipengaruhi oleh :

19

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 23: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

1. Vegetasi

Pohon-pohon besar yang ada di sekitar bangunan menghalangi cahaya yang

masuk.

2. Overstek/kanopi bangunan

Overstek/kanopi bangunan yang cukup panjang (lebih dari 2.5 meter) juga

mengurangi intensitas cahaya yang masuk.

3. Bangunan sekitar

Adanya bangunan di sebelah timur, yakni bangunan ruang kuliah Teknik

Geodesi dan bangunan Labtek IXC.

4. Kondisi ruangan

Adanya dua buah papan tulis di dua sisi ruang dan tirai berwarna hitam,

material plafond dengan tekstur berlubang (acoustic tile) dan lantai yang

bertekstur kasar ikut mengurangi pantulan cahaya.

5. Kesalahan paralaks

Beberapa kesalahan paralaks tidak terlalu besar namun perlu diperhatikan,

antara lain :

Kesalahan/ketidaktelitian dalam pembacaan skala luks-meter

Sudut pengamat yang kurang tepat dalam pengukuran

Kesalahan dalam perhitungan analitis

20

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 24: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. Kesimpulan

Dalam merencanakan suatu bangunan, terutama ruang kelas dimana

pencahayaan menjadi hal yang penting, faktor-faktor yang didapat dari hasil analisa

pengukuran kekuatan cahaya alami haruslah menjadi perhatian utama.

VI.2. Saran

Pemayungan atau penyaringan sinar matahari selain bermaksud mengurangi

atau memperlunak sengat dan silau, sekaligus juga mengurangi penyinaran dari energi

kalor yang terpantul dari benda atau bidang-bidang di dalam ruangan.

Pemilihan bahan dan penempatan posisi payung atau filter cahaya tersebut pada

sebuah bangunan atau ruang haruslah direncanakan dengan tepat dan akurat.

Penanaman pohon atau vegetasi haruslah direncanakan dengan dengan baik sehingga

tidak menghalangi cahaya yang masuk, namun juga tetap memberi kenyamanan

dengan menyaring cahaya yang berlebihan.

Tembok dinding di bagian luar ruangan hendaknya diberi warna muda atau agak

terang. Hindari pemakaian pelat-pelat beton atau batu yang mudah menjadi panas

sebagai bahan perkerasan di sekitar bangunan. Gunakan shading vertikal dan

horizontal pada sisi bukaan yang lebar untuk mengurangi cahaya yang berlebihan.

21

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 25: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

LAMPIRAN

Denah dan Potongan Ruang Kuliah

Labtek IXB Teknik Arsitektur ITB

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 26: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

22

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 27: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

23

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006

Page 28: PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH

DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunwijaya, YB., Pengantar Fisika Bangunan, Djambatan, Jakarta, 1997

2. Lippsmeier, George, Bangunan Tropis, Erlangga, Jakarta, 1994

3. Zemansky, Search, Fisika untuk Universitas Jilid I, Binacipta

4. Brown, GZ., Matahari, Angin & Cahaya, Intermatra, Bandung, 1994

24

Hajar Suwantoro : Pencahayaan Alami Pada Ruang Kuliah LabTek IX B Jurusan Teknik Arsitektur ITB, 2006 USU Repository © 2006