penatalaksanaan fisioterapi pada kasus osteoarthritis …eprints.ums.ac.id/52277/1/naskah...
TRANSCRIPT
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
OSTEOARTHRITIS GENU BILLATERAL DI RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
Disusun Sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Diploma III Pada
Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
RISKA ADITYA N
J100110076
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
HALAMAN PERSETUJUAN
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
OSTEOARTHRITIS GENU BILLATERAL DI RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun Oleh:
RISKA ADITYA N
J100110076
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh
Pembimbing
Arif Pristianto, SSt.FT., M.Fis
i
i
1
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS OSTEOARTHRITIS
GENU BILLATERAL DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
(Riska Aditya Nurfebriana, 2017, 58 halaman)
Abstrak
Latar Belakang: osteoarthritis genu merupakan penyakit degeneratif yang
menyerang kartilago, ligamen, dan tulang pada sendi lutut. Osteoarthritis ditandai
adanya kemunduran tulang rawan sendi dan disertai pembentukan tulang baru dan
jaringan lunak disekitar sendi yang bersangkutan. Permasalahan utama yang
timbul adalah rasa nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi, kaku dipagi hari, dan
devormitas yang menyebabkan perubahan pola jalan. Modalitas fisioterapi yang
dapat digunakan Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), dan Terapi
Latihan.
Tujuan: untuk mengetahui manfaat pemberian terapi dengan modalitas
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), dan Terapi Latihan dalam
mengurangi nyeri, peningkatan Lingkup Gerak Sendi, peningkatan kekuatan otot.
Metode: intervensi yang diberikan terdiri dari Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation (TENS) selama 15 menit, dan Terapi Latihan dengan melakukan
gerakan fungsional sendi lutut yang setiap gerakan dilakukan 8 x 2 pengulangan.
Hasil: setelah dilakukan intervensi 6 kali terapi didaptkan hasil penurunan nyeri,
peningkatan kekuatan otot, peningkatan lingkup gerak sendi, serta peningkatan
kemampuan fungsional pasien.
Kesimpulan: Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dapat
mengurangi nyeri, pada kasus tersebut Terapi Latihan dapat meningkatkan
kekuatan otot, meningkatkan LGS dan kemampuan fungsional pasien.
Kata Kunci: Osteoarthritis Genu Billateral, Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation (TENS), Terapi Latihan.
Abstract
Background: Osteoarthritis genu is a degenerative disease that attacks the
cartilage, ligaments, and bones in the knee joint. Osteoarthritis is characterized
by joint cartilage deterioration and accompanied by new bone formation and soft
tissue around the joints are concerned. The main problem that arises is pain,
limited range of motion, stiffness in the morning, and devormitas which causes
changes in the pattern of the road. Physiotherapy modalities that can be used
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) and exercise therapy.
Objective: to know the benefits of therapy with modalities Transcutaneus
Electrical Nerve Stimulation (TENS) and exercise therapy to reduce pain,
increase range of motion, increase muscle strength.
Methods: The intervention provided consists of Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation (TENS) for 15 minutes, and Therapeutic Exercise by doing functional
movements of the knee joint of each movement performed 8 x 2 repetitions.
Results: After 6 times the therapeutic intervention be obtained results a decrease
in pain, increase muscle strength, increase range of motion, as well as the
improvement of the patient's functional ability
Conclusion: Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) can reduce
pain, in the case of exercise therapy can improve muscle strength, improve the
LGS and the patient's functional ability.
2
Keywords: Osteoarthritis Genu Billateral, Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation (TENS), Therapeutic Exercises.
1. PENDAHULUAN
Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa 40%
penduduk dunia yang bersusia lebih dari 70 tahun menderita osteoarhtritis,
khususnya osteoarthritis genu. Dari jumlah tersebut 80% diantaranya
berdampak pada keterbatasan gerak. Prevalensi osteoarthritis genu di
Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria, dan 12.7% pada
wanita dimana 5% diderita pada usia kurang dari 34 tahun, 30% pada usia 40
sampai 60 tahun, dan 65% pada usia lebih dari 61 tahun (Koentjoro, 2010).
Osteoarthritis genu merupakan penyakit degeneratif yang menyerang
sendi lutut karena adanya abrasi tulang rawan sendi dan pembentukan tulang
baru pada permukaan persendian yang mampu menyebabkan kelemahan otot
dan tendon, sehingga membatasi gerak dan menyebabkan nyeri (Sumual,
2013). Osteoarthritis genu dapat menimbulkan berbagai gangguan yaitu
impairment seperti menurunnya kekuatan otot, keterbatasan lingkup gerak
sendi, adanya nyeri, spasme otot, dan disability seperti ketidakmampuan
melakukan kegiatan tertentu contohnya bangkit dari duduk, jongkok, berlutut
dan berdiri lama. Bahkan tingkat functional limitation seperti gangguan
berjalan, berlari, dan naik turun tangga (Fukuda, 2011).
Tujuan penatalaksanaan pada osteoarthritis untuk meningkatkan kualitas
hidup dan kebebasan dalam pergerakan sendi. Untuk mendapatkan hasil dan
proses penyembuhan yang signifikan, penanganan osteoarthritis genu dapat
dilakukan dengan berbagai cara seperti pertolongan orthopedi, farmakoterapi,
fisioterapi, pembedahan dan rehabilitasi (Michael et al., 2010).
2. METODE PENELITIAN
Penatalaksanaan fisioterapi dilakukan mulai tanggal 2 Februari 2015
sampai 14 Februari 2017 di RSUD Dr Moewardi Surakarta dengan pasien atas
nama Tn. S, 76 tahun diagnosa medis osteoarthritis genu billateral. Modalitas
yang digunakan terapis adalah berupa Transcutaneus Electrical Nerve
3
Stimulation (TENS) dan terapi latihan dengan metode ROM Exercise meliputi
free active movement, resisted active movement dan hold relax. Pemberian
modalitas TENS dengan tipe konvensional dengan arus bi-asym dapat
memberikan efek stimulasi melalui proses blok transmisi nyeri. Sehingga
nyeri dapat berkurang dalam waktu 10-15 menit (Corwin, 2009).
Terapi latihan berupa free active movement dapat mengurangi
perlengketan pada sendi lutut yang menyebabkan imobilisasi sehingga pasien
akan lebih mudah bergerak. Hal tersebut juga dapat terjadi karena mekanisme
penguluran otot yang semula memendek akan dapat memanjang kembali dan
berakibat pada kembalinya fungsi otot secara noramal (Kisner and Colby,
2007). Peberian hold relax dapat menurunkan spsame dan meningkatkan LGS
sendi yang mengalami keterbatasan gerak (Maini, 2013).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Penurunan intensitas nyeri dengan VDS
3.1.1 Lutut kanan
Hasil pemeriksaan nyeri pada lutut kanan sebelum mendapatkan terapi (T0)
untuk nyeri diam dengan nilai 3, nyeri tekan dengan nilai 4 dan nyeri gerak
dengan nilai 5, pada (T6) terdapat penurunan rasa nyeri khususnya pada
nyeri gerak dengan nilai 3, nyeri tekan dengan nilai 2 dan nyeri diam
dengan nilai 1 yang artinya pasien tidak merasakan nyeri.
0
1
2
3
4
5
6
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Nyeri Diam
Nyeri Tekan
Nyeri Gerak
4
3.1.2 Lutut kiri
Pada grafik penurunan nyeri lutut kiri, nyeri tertinggi yang dirasakan
pasien masih tetap sama, yaitu nyeri gerak. Terlihat pada grafik di atas,
sebelum dilakukan terapi (T0) skala nyeri nilai diam dengan nilai 3, nyeri
tekan dengan nilai 4 dan nyeri gerak dengan nilai 5. Setelah dilakukan
terapi 6 kali (T6), terdapat penurunan rasa nyeri pada nyeri gerak turun
menjadi nilai 2, nyeri tekan menjadi nilai 2 dan nyeri diam menjadi nilai 1
yang artinya pasien tidak merasakan nyeri.
Penurunan nyeri yang terjadi pada kedua sendi lutut tersebut dapat
dikarenakan pemberian modalitas terapi berupa TENS yang memiliki
pengaruh terhadap penurunan nyeri osteoarthritis genu (Pranatha, 2011).
Intensitas nyeri menurun ketika dosis yang diberikan sesuai dengan dosis
efektif dengan ambang sensitivitas pasien sehingga pasien nyaman dengan
stimulasi denyutan (Kozier, 2009).
0
1
2
3
4
5
6
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Diam
Tekan
Gerak
5
3.2 Peningkatan kekuatan otot dengan MMT
3.2.1 Lutut kanan
Pada diagram hasil pemeriksaan MMT di atas, dapat disimpulkan
pada T0-T3 kekuatan fleksor knee tidak mengalami perubahan tetap
dengan nilai 4. Namun pada T4-T6 nilai otot kekuatan fleksor knee naik
menjadi 4,5 untuk ekstensor knee terdapat peningkatan dari T5-T6
dengan nilai 4,5.
3.2.2 Lutut kiri
Pada pemeriksaan kekuatan otot lutut kiri, didapatkan hasil belum
ada peningkatan kekuatan otot pada T0-T4 untuk fleksor knee nilai yang
didapat tetap sama yaitu 4, pada T5-T6 mengalami kenaikan menjadi
4,5. Hal yang sama terjadi untuk ekstensor knee, pada T0-T3 belum
terlihat adanya kenaikan, namun pada T4-T5 terdapat kenaikan menjadi
4,5.
Setelah berkurangnya nyeri dan diiringi dengan pemberian terapi
latihan secara active resisted selama 6 kali dengan intensitas terapi 8 x 2
0
1
2
3
4
5
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Fleksor
Ekstensor
0
1
2
3
4
5
T0 T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Fleksor
Ekstensor
6
pengulangnan, dapat meningkatkan recruitment motor unit pada otot-otot
pembentuk sendi lutut. Dengan adanya irradiasi dan overflow reaction
akan mempengruhi motor unit yang merupakan suatu neuron dan grup
otot yang disarafinya. Jumlah motor unit yang besar akan menimbulkan
kontraksi otot yang kuat (Kisner dan Colby, 2007). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa setelah dilakukan terapi latihan resisted active
movement pada pasien osteoarthritis dan diiringi menurunnya intensitas
nyeri pada pasien, dapat meningkatkan kekuatan otot fleksor dan
ekstensor pembentuk kedua sendi lutut.
3.3 Peningkatan LGS
3.3.1 Lutut kanan
Terapi LGS Aktif LGS Pasif
1 S 50 – 0
0 – 100
0 S 5
0 – 0
0 – 105
0
2 S 50 – 0
0 – 100
0 S 5
0 – 0
0 – 105
0
3 S 50 – 0
0 – 105
0 S 5
0 – 0
0 – 110
0
4 S 50 – 0
0 – 105
0 S 5
0 – 0
0 – 110
0
5 S 50 – 0
0 – 110
0 S 5
0 – 0
0 – 115
0
6 S 50 – 0
0 – 110
0 S 5
0 – 0
0 – 115
0
Untuk pemeriksaan LGS sebelum terapi didapatkan hasil pada
bidang gerak LGS aktif S: 50-0
0-100
0 , dan LGS pasif S: 5
0-0
0-105
0.
Dan setelah dilakukan 6 kali terapi terdapat peningkatan LGS pada LGS
aktif sebesar S: 50-0
0-110
0 dan LGS pasif sebesar S: 5
0-0
0-115
0.
3.3.2 Lutut kiri
Terapi LGS Aktif LGS Pasif
1 S 50 – 0
0 – 100
0 S 5
0 – 0
0 – 105
0
2 S 50 – 0
0 – 100
0 S 5
0 – 0
0 – 105
0
3 S 50 – 0
0 – 100
0 S 5
0 – 0
0 – 110
0
4 S 50 – 0
0 – 105
0 S 5
0 – 0
0 – 110
0
5 S 50 – 0
0 – 105
0 S 5
0 – 0
0 – 110
0
6 S 50 – 0
0 – 110
0 S 5
0 – 0
0 – 115
0
7
Dari hasil tabel diatas, lingkup gerak sendi pada lutut kiri
mengalami kenaikan dari T0-T6. untuk LGS aktif, dari S: 50-0
0-100
0
menjadi S: 50-0
0-110
0. Hal yang sama juga terjadi pada LGS pasif
mengalami kenaikan dari S: 50-0
0-105
0 menjadi S: 5
0-0
0-115
0.
Pemberian terapi latihan berupa hold relax dapat menurunkan
spasme dan meningkatkan LGS dari sendi yang mengalami
keterbatasan gerak (Maini, 2013). Sesuai dengan teori yang
menyatakan latihan hold relax bertujuan untuk menurunkan
ketegangan otot, meningkatkan fleksibilitas dan meningkatkan
kekuatan otot (Warma, 2011).
3.4 Peningkatan ADL dengan Skala Jette
Indeks Fungsional T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
- Bangkit dari posisi
duduk
Nyeri
Tingkat kesulitan
Tingkat
ketergantungan
3
3
1
3
3
1
2
2
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
- Berjalan 15 meter
Nyeri
Tingkat kesulitan
Tingkat
ketergantungan
3
3
1
3
3
1
2
2
1
2
2
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
- Naik tangga 3 trap
Nyeri
Tingkat kesulitan
Tingkat
ketergantungan
4
3
1
3
3
1
3
2
1
2
2
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
Jumlah 22 21 16 15 11 9 9
Pada dimensi perubahan gerak untuk skala Jette, terjadi
peningkatan antara T0-T6 dikarenakan adanya penurunan tingkat
8
nyeri pada sendi lutut dan meningkatkan LGS serta kekuatan otot
fleksor dan ekstensor. Pada dimensi ini pasien mampu melakukan
gerakan seperti jongkok ke berdiri yang melibatkan sendi lutut dan
otot-otot besar penggerak pada sendi lutut seperti hamstring dan
quadriceps.
Pada dimensi perpindahan, terlihat peningkatan dari T0-T6,
yaitu pada perpindahan dari posisi diam ke berjalan 15 meter. Hal
itu terjadi karena adanya peningakatan LGS, kekuatan otot dan
penurunan nyeri serta dapat ditempuhnya dimensi sebelumnya,
yaitu dimensi perubahan gerak. Sehingga semakin berkurang
nyeri dan meningkatnya LGS sendi lutut, maka semakin
meningkat pada gerakan tersebut.
Dimensi pembebanan, terjadi peningkatan dari T0-T6 selain
karena faktor penurunan nyeri, dan peningkatan LGS, hal ini
dapat terjadi karena pada saat lutut menaiki tangga, pembebanan
tersebasar adalah pada sendi lutut, sehingga tercapainya dimensi
sebelumnya dapat mempengaruhi kinerja kekuatan sendi lutut
pada gerakan tersebut.
Dengan adanya pengurangan nyeri, pengurangan derajad
kesulitan dan pengurangan derajad ketergantungan terhadap
sesuatu, maka kemampuan fungsional dari penderita akan
meningkat. Sehingga aktivitas sehari- hari dapat dilakukan seperti
keadaan sebelumnya (Ambardini, 2010).
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa setelah
pasien menjalani 6 kali terapi terdapat penurunan intensitas derajad nyeri,
peningkatan kekuatan otot fleksor dan ekstensor kedua sendi lutut,
peningkatan kekuatan otot fleksor ekstensor kedua sendi lutut, dan terdapat
peningkatan aktivitas harian (ADL). Dari hasil data tersebut maka penulis
dapat menyarankan agar teman-teman sejawat fisioterapis dapat
9
mengaplikasikan modalitas TENS dan terapi latihan motode ROM
exercise dengan kasus osteoarthritis genu bilateral.
PERSANTUNAN
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang
telah memberikan kekuatan, kesehatan, dan kesabaran untuk saya dalam
mengerjakan karya tulis ilmiah ini. Dengan segala kerendahan hati karya tulis
ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya dan keluraga besar saya,
terimakasih telah mendukung dan senantiasa mendoakan anakmu sehingga
mampu menyelesaikan pendidikannya. Untuk dosen pembimbing saya bapak
Arif Pristianto yang telah sabar membimbing saya sampai ke titik akhir serta
terimakasih untuk seluruh dosen dan staf program studi Fisioterapi. Tidak
lupa, ucapan terimakasih juga saya haturkan untuk seluruh teman-teman
mahasiswa fisioterapi atas kesediaannya telah membantu menjadi bagian
pembuatan karya tulis ini.
DAFTAR PUSTAKA
Albert, T. J. dan Vaccaro, A. R. 2013. Pemeriksaan Fisik Saraf Spinal. Jakarta:
EGC
Ambardini, R. 2010. Aktivitas Fisik Pada Lanjut Usia. Laporan Penelitian.
Universitas Negeri Yogyakarta.
American College of Rheumatology. 2014. Osteoarthritis. Lake Boulevard NE.
Atlanta.
Anwar, M. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono.
Arif, M. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan sistem Muskuloskeletal.
Editor: Eko Karyuni. Jakarta: EGC
Arifin, S. dan Yani, S. 2013. Atlas Anatomi Otot Manuasia Untuk Fisioterapi.
Yogyakarta: PT. Sejahtera Bersama Yuk.
Arissa, M. I. 2012. Pola Distribusi Kasus Osteoarthritis di RSU Dokter Soedarso
Pontianak Periode 1 Januari 2008-2009.Pontianak: Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura Pontianak.
10
Bjordal, J. M. 2003. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS). A meta-
analysis with assesment of optimal treatment parameters for pain. European
Journal Pain. Vol 7, no 8, hal 182-187.
Center for Disease Control and Prevention (CDC). 2014. Osteoarthritis. Diakses
dari www.cdc.gov/arthritis/bacics/osteoarthritis.html tanggal 08/03/2017.
Corwin, E. J. 2009. Osteoarthritis dalam Buku Saku Patofisiologi. 3th
ed. Jakarta;
EGC (halaman 346-347)
Delp, M. H. dan Manning, R. T. 2003. Mayor’s Physical Diagnosis: an
Introduction to the Clinical Proces. Tokyo: Igaku Shomi
Departement of Rehabilitation Services. 2009. Osteoarthritis of the Knee. Diakses
dari www.bringhamandwomens.org tanggal 21/02/2016.
Dziedzic, K. dan Hammond, A. 2010. Rheumatology Edvidence Based Practice
for Physiotherapist and Occupational Therapist. London: Elsevier. 235-241.
Evenleigh, J. 2013. PNF Stretching. Diakses dari http://www.stretching-exercise-
guide.com/pnf-stretching.html tanggal 18/03/2017.
Flaherty, E. 2012. Pain Assesment for Older Adults. Darthmouth-Hitcock Medical
Center. Issue Number 7.
Fukuda, Y. T. 2011. Pulsed Shortwave Treatmen in Women with Knee
Osteoarthritis. Journal of the American Physical Therapy Association and de
Fysiotherapeut, 91: 1009-1017.
Goodman dan Fuller, K. 2009. Phatology Implications foe the Physical Therapist.
3th
ed. Saunders.
Hamijoyo, L. 2007. Pengapuran Sendi atau Osteoarthritis. Perhimpunan
Rheumatologi Indonesia. Diakses dari
http://rheumatologi.or.id/reuarttail?id=23 tanggal 27/02/1015.
Hamilton, T., Thomas, M. A., Stanley, H., dan Vasantha, L. M. 2008. Treatment
and Rehabilitation of Fracture. Jakarta: EGC
Hellen, V. dan Kriebs, J. M. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. 4th
ed. Jakarta:
EGC.
Helmi, Z. N. 2012. Buku Ajar Gangguan Musculoskeletal. Jakarta: Salemba
Medika.
Helmick., Robinson, J., dan Gee, T. V. 2008. Estimates of The Prevalence of
Arthritis and Other Rheumatic Conditions in The United States. Part 1.
Hunter, D. J. dan Felix, E. 2008. Journal of Anatomy, Exercise and Osteoarthritis.
Diakses dari www.physicaltherapyprotocol.com tanggal 11/03/2017.
11
Imayati, K. 2012. Laporan Kasus Osteoarthritis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.
Jerica, B. 2008. Examination Orthopedic Tests for Knee. Univeristy of
Winsconsin. Diakses dari https://familymedicine.umn.edu tanggal 08/03/2017.
Johnson, M. 2008. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation, Electrotherapy:
Evidence based practice. Edinburg: Churchill Livingstone.
Kisner, C. dan Colby, L. A. 2007. Therapeutic Exercise Foundation and
Thecniques. 5th
ed. Philadelphia: F. A. Davis Company.
Konin, J. G. 2006. Special Tests for Orthopedic Examination. 4th
ed. Slack
Incorporated.
Koentjoro, S. L. 2010. Hubungan Antaara Indeks Masa Tubuh (IMT)dengan
Derajat Osteoarhtritis Lutut Menurut Kellgren dan Lawrance. Skripsi.
Semarang: Program Pendidikan Kedokteran FK Undip, Semarang.
Kozier, B. 2010. Buku Ajar Fundaamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. 7th
ed, vol 1. Jakarta: EGC.
Klippel, J. H. dan Wayne, G. 2010. A National Public Health Agenda for
Osteoarthritis 2010. USA: Athritis Foundation.
Knight, K. L. dan Draper, D. O. 2008. Therapeutic Modalities. Wolters Kluwer,
United States.
Kuntono, H. P. 2011. Nyeri Secara Umum dan Osteoarthritis Lutut dari Aspek
Fisioterapi. Surakarta: Muhammadiyah University Press Universitas
Muhammadiyah.
Lesmana, S. I. 2002. Pemeriksaan Antropometri. Lampung: Pelatihan Asuhan
Fisioterapi II.
Mage, J. D. 2004. Orthopedic Physical Assesment. Philadelphia: Saunders
Company.
Maini, F. 2103. Intervensi Sonophorosis Diclofenac dan Hold Relax Lebih Baik
daripada Intervensi Ultrasound dan Hold Relax dalam Meningkatkan
Kemampuan Fungsional. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro
Semarang.
Mandal, B. K., Wilkins, J., dan Dunbar, H. 2008. Lecture Notes: Penyakit Infeksi.
6th
ed. Alih Bahasa: dr. Juwauta Surapsari. Jakarta: Erlangga
Mardjono, M. dan Sidharta, P. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat. Pp: 185-7.
12
Mandriwati, G. A. 2007. Penuntun Belajar Asuhan Kebidanan Ibu Hamil. Jakarta:
EGC.
Melzack, R. 2009. Pain and Stress: Clues towardunderstanding chronic pain.
Psycology: IUPsyS Global Resource
Michael, J. W. P., Brust, K. U. S., dan Eysel, P. 2010. The Epidemiology,
Etiology, Diagnosis and Treatment of Osteoarthritis of the Knee. Deutsches
Arzteblat International. 107(9): 152-62.
Morton, P. A. 2005. Panduan Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Seistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Neumann. 2012. Gerakan Hip Joint. diakses dari www.ncbi.nlm.nih.gov tanggal
08/03/2017.
Onigbinde, A. T., Akindoyi, O., Faremi, F. A., Akonji, A., Shuaib, O., dan Lance,
O. O. 2014. An Assesment of Hamstring Flexibility of Subject with Knee
Osteoarthritis and Their Age Matched Control. Clinixal Medicine Research.
No. 2, Vol. 6, Hal. 121-125.
Parjoto, S. 2000. Assesment Fisioterapi pada Osteoarthritis Sendi Lutut. TITAFI
XV. Semarang.
________. 2006. Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri. Semarang: Ikatan
Fisioterapi Indonesia.
_________. 2008. Pengaruh AL-TENS dan Kontrol Matriks Terhadap Kualitas
Nyeri pada Penderita Osteoarthritis Lutut. Semarang: FK Undip
Patersson, I. F., Boegard, T., Saxsane, T., Silman, A.J., dan Scensson, B. 2014.
Radiographyc osteoarthritis of the knee classified by the ankle ahlback and
Kellgren dan Lawrance system for tibiofemoral joint in people aged 35-45
years with chronic knee pain. Annals of the Rheumatic Disease: 56: 493-496.
Potter, P. A. dan Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperaawatan:
Konsep, Proses dan Praktik, 4th
ed vol 2. Jakarta: EGC.
Pradana, S. Y. 2012. Sensitifitas dan Spesitifitas kriteria ACR 1987 dan
ACR/EULAR 2010 Pada Penderita Arthritis Rheumatoid di RSUP Dr. Kariadi
Semarang (Skipsi). Semarang: Undip
Pranatha, I. N. A. 2013. Penambahan Latihan Penguatan Dengan EN-TREE pada
Intervensi Ultrasound dan TENS untuk Mengurangi Nyeri pada Penderita
Osteoarthritis Lutut di RSUP Sanglah Denpasar. Skripsi. Denpasar: Program
Studi Fisioterapi Universitas Udayana.
13
Putz, R. dan Pabst, R. 2008. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jilid kedua. Edisi
22. Jakarta: EGC
Ramdhani, N. 2012. Gambaran Fungsi Kognitif dan Keseimbangan pada Lansia
di Kota Manado. Skripsi. Manado: FK UNSRAT
Reeves, J. C. dan Bowling, K. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Salemba Medika
Reis, J. G., Gomes, M. M., Neves, T. M., Petrella, M., Oliveira, R. D. R., dan
Abreu, D. C. C. 2014. Evaluation of postural control and quality of life ini
elderly women with knee osteoarthritis. Revbrasreumatol. 54 (3) : 208-212.
Roos, E. M., Nilsdotter, A. K., Lohmander, L. S., dan Klassbo, M. 2011. Hip
Dissability and Osteoarthritis Outcome Score (HOOS). Validity and
Prevention.
Saifuddin. 2013. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Sasongko, A. D. 2011. Menjaga Kesehatan Tulang. Jakarta: Sunda Kelapa
Pustaka.
Setiawan, A. 2014. Pengaruh Latihan Beban Dengan Metode Set System
Terhadap Kekuatan, Daya Tahan Otot dan Flesksibilitas Members Bahtera
Fitbess Center Yogyakarta. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.
Shankar, G. dan Yogita. 2010. Efectiveness of Passive Stretching versung Hold
Relax Technique in Fleksibility of Hamstring Mescle. OJHAS: Gujarat, India
Soedoko, R. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. 2nd
ed. Jakarta: EGC
Soenarwo, B. M. 2011. Penanganan Praktis Osteoarthritis. Jakarta: AL-
MAWARDI
Sudarsono, C. N. 2006. Pengaruh Latihan Terhadap Otot. Jakarta: Departemen
Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sudaryanto dan Anshar. 2011. Biomekanik Osteokinematika dan
Arthrokinematika. Kementrian Kesehatan RI Politeknik Kesehatan Makassar.
Halaman 28
Sudoyo, A. W., Soeroso, J., dan Isbagio, H. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 4th
ed, Jilid 1. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Sumual, A. S., Danes, V. R., dan Lintong, F. 2013. Pengaruh Berat Badan
Terhadap Gaya Gesek dan Timbulnya Osteoarthritis Pada Orang Diatas 45
Tahun di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandau Manado. Jurnal e-Biomedik (eBM),
I(1), pp.140-146
14
Suratun. 2008. Klien Gangguan sistem Muskuloskeletal. Seri Asuhan
Keperawatan. Editor: Monica Ester. Jakarta: EGC
Syamsumin, K. D. 2009. Osteoarthritis Diagnosa Penanganan dan Perawatan di
Rumah. Yogyakarta: Fitramaya.
Symmons, D., Allison, T., dan Busby, H. 2006. The Global Burden of
Rheumatoid Arthritis in The Year 2000.
Utomo, B. 2010. Hubungan antara Kekuatan Otot dan Daya Tahan Otot Anggota
Gerak Bawah dengan Kemampuan Fungsional Lanjut Usia. Tesis. Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Wahyuningsih N. A. S. 2009. Hubungan Obesitas dengan Osteoarthritis Lutut
pada Lansia di Kelurahan Pucangsawit Kecamatan Jebres Surakarta.
Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Warma, H. 2011. Pengaruh Mobilisasi Sendi dan Hold Relax Terhadap
Problematika Osteoarthritis Lutut. Skripsi. Surakarta: Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Wiyanto, B. T. 2012. Instrument Pemeriksaan Fisioterapi dan Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.