penatalaksanaan fisioterapi pada bells palsy
DESCRIPTION
bells palsyTRANSCRIPT
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELL’S PALSY KIRI DENGAN MODALITAS ELECTRICAL STIMULATION DAN
MASSAGE
Karya Tulis ini Disusun Sebagai
Salah Satu Syarat Dalam Menempuh
Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi
Oleh :
SAMUEL
NIM 09.3.025
AKADEMI FISIOTERAPI WIDYA HUSADA
SEMARANG
2012
BAB IPENDAHULUAN
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi saat ini, diharapkan dapat mewujudkan pembangunan kesehatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi penduduk agar terwujud kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya pelayanan kesehatan masyarkat semula hanya berupa penyembuhan saja, secara berangsur-angsur berkembang sehingga mencakup upaya peningkatan (promotif), upaya pencegahan (preventif), upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan dengan melibatkan peran serta masyarakat ( Dep.Kes RI, 1999).
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutik dan mekanis), pelatihan fungsi, dan komunikasi (KEPMENKES RI, 2007)
Fisioterapi merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang mempunyai tugas meningkatkan derajat kesehatan manusia dalam bidang kapasitas fisik dan kemampuan fungsional, sudah seharusnya ikut serta dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan sesuai dengan bidangnya. Kebutuhan masyarakat terhadap fisioterapi akan meningkat disebabkan selain kesadaran masyarakat dan penghargaan masyarakat terhadap kesehatan meningkat, juga disebabkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Pergeseran pola penyakit tersebut antara lain berkurangnya penyakit infeksi, menurunnya angka kematian bayi, meningkatnya penyakit degeneratif, meningkatnya angka kecelakaan kerja maupun lalu lintas, penyakit – penyakit sistemik, dan penyakit – penyakit akibat kurang gerak. Pergeseran pola penyakit yang demikian banyak berhubungan dengan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional manusia, sehingga fisioterapi akan sangat berperan di masa yang akan datang (WCPT, 1999).
A. Latar Belakang Masalah Kecantikan dan ketampanan adalah idaman setiap manusia. Karena dengan kecantikan dan ketampanan dapat meningkatkan rasa percaya diri. Banyak usaha untuk mencapai hal itu, misalnya dengan cara perawatan, facial, dan operasi plastik. Walau harus mengeluarkan uang yang cukup banyak mereka tidak masalah yang penting bisa mempercantik atau mempertampan diri. Akhir-akhir ini banyak orang terkena penyakit bell’s palsy. Bell’s palsy adalah sebuah kelainan dan ganguan neurologi pada nervus cranialis VII (saraf facialis) di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir selalu terjadi unilateral, namun demikian dalam jarak satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh, yang menyebabkaan kelemahan atau paralisis,ketidaksimetrisan kekuatan/aktivitas muscular pada kedua sisi wajah (kanan dan
kiri), serta distorsi wajah yang khas. Hal ini sangat menyiksa diri karena membuat orang menjadi kurang percaya diri. Wajah kelihatan tidak cantik karena mulut mencong, mata tidak bisa berkedip, mata berair, dll (Attaufiq,2011). Kata Bell’s Palsy itu sendiri diambil dari nama seorang dokter dari abad 19, Sir Charles Bell, orang pertama yang menjelaskan kondisi ini dan menghubungkan dengan kelainan pada saraf wajah. Prevalensi Bell’s Palsy di Indonesia, secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari empat Rumah Sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s Palsy sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21–50 tahun, peluang untuk terjadinya pada wanita dan pria sama. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terkena udara dingin atau angin berlebihan (Annsilva,2010). Untuk mengatasi hal itu dibutuhkan peran fisioterapi. Karena itu penulis tertarik untuk mengangkat judul karya tulis ilmiah ”PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELL’S PALSY KIRI DENGAN MODALITAS ELECTRICAL STIMULATION DAN MASSAGE”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan masalah yang timbul pada Bell’s Palsy Kiri maka penulis ingin mengetahai:
1. Bagimanakah pemberian Electrical Stimulation dapat membantu meningkatkan kekuatan otot dan mendidik otot secara individual pada wajah sebelah kiri ?
2. Bagaimanakah pemberian massage dapat memelihara sifat fisiologisotot, Mengurangi rasa kaku pada wajah, dan mencegah spasme pada sisi yang sehat ?
C. Tujuan PenulisanAdapun tujuan penulisan karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan UmumUntuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Diploma III di Akademi
Fisioterapi ”STIKES Widya Husada ” Semarang.2. Tujuan Khusus
Untuk menegetahui pengaruh Electrical Stimulation danMassage terhadap permasalahan dari pasien dengan kondisi Bell’s Palsy seperti kelemahan otot-otot wajah pada sisi kiri yang mengakibatkan adanya keterbatasan fungsi yang melibatkan otot-otot wajah.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori1. Definisi
Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan facialis perifer akibat proses non supuratif, non neoplasmatik, non degeneratif primertetapi sangat dimungkinkan akibat dari adanya oedema jinak pada bagian nervus facialis di foramen stilomastoideus atau sedikit
proksimal dari foramen stilomastoideus, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Sidharta, 1999).
Bell’s Palsy adalah suatu kelumpuhan akut nervus facialis perifer yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Penyakit ini biasanya hanya mengenai satu sisi wajah (unilateral), tetapi dapat pula mengenai kedua sisi wajah yang sehat dengan bilateral Bell’s Palsy ( Jimmi Sabirin, 1996).
Istilah Bell’s Palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus facialis jenis perifer yang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainanneurologik lain. Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsykelumpuhannya akan sembuh, namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa (Lumbantobing, 2006).
Pada gambar dibawah terlihat penurunan wajah sebelah kiri :
Gambar 2.1 Wajah dengan kondisi Bell’s Palsy (www.medicastore.com, 2010)
2. Anatomi Fungsionala) Nervus Facialis
Nervus Facialis terdiri dari dua nucleus motoris di batang otak, yang terdiri dari:(1) Nucleus Motorik Superior yang bertugas menerima impuls dari gyrus presentralis kortek serebri
kedua belah sisi kanan-kiri dan mengirim serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik di dahi dan orbikularis occuli.
(2) Nucleus Motoris Inferior yang bertugas menerima impuls hanya dari gyrus presentralis dari sisi yang berlawanan dan mengirim serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik bagian bawah dan platisma (Chusid, 1983).
Serabut-serabut nervus facialis didalam batang otak berjalan melingkari nucleus nervus abducens sehingga lesi di daerah ini juga diikuti dengan kelumpuhan nervus abducens. Setelah keluar dari batang otak, nervus facialis berjalan bersama nervus intermedius yang bersifat sensoris dan sekretorik. Selanjutnya berjalan berdekatan dengan nervus oktavus bersama-sama masuk ke dalam canalis austikus internus dan berjalan ke arah lateral, masuk ke canalis falopii (pars petrosa). Kemudian nervus facialis masuk ke dalamcavum timpani setelah membentuk ganglion genikulatum. Di dalam cavum timpani nervus facialis membelok tajam ke arah posterior dan horizontal (pars timpani). Saraf ini berjalan tepat di atas foramen ovale, kemudian membelok tegak lurus ke bawah (genu eksternum) di dalam canalis falopii pars mastoidea. Bagian saraf yang berada didalam canalis falopii pars timpani disebut nervus
facialis pars horizontalis, sedang yang berjalan didalam pars mastoidea disebut nervus facialispars vertikalis atau desenden. Saraf ini keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stylomastoideus. Setelah keluar dari foramen stylomastoideus, syaraf ini bercabang-cabang dan berjalan di antara lobus superfisialis dan profundus glandula parotis dan berakhir pada otot-otot mimik di wajah.
Dalam perjalanan nervus facialis memberikan cabang :(1) Dari ganglion genikulatum mengirimkan serabut saraf melalui ganglion sfenopalatinum sebagai
saraf petrosus superfisialis mayor yang akan menuju glandula lakrimalis.(2) Cabang lain dari ganglion genikulatum adalah sarafpetrosus superficialis minor yang
melalui ganglion otikummembawa serabut sekreto-motorik ke kelenjar parotis.(3) Dari nervus facialis pars vertikalis, memberikan cabang-cabang :(a) Saraf stapedius yang mensarafi m.stapedius. Kelumpuhan saraf ini menyebabkan hiperakusis.(b) Saraf korda timpani yang menuju ⅔ lidah bagian depan dan berfungsi sensorik untuk perasaan
lidah (rasa asam, asin dan manis). Selain itu saraf korda timpani juga mempunyai serabut yang bersifat sekreto-motorik yang menuju ke kelenjar liur submaksilaris dansublingualis (Chusid, 1983)
Perjalanan nervus facialis dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
:
Gambar 2.2Perjalanan nervus facialis (Putz dan Pabst, 2006)
b) Otot-otot wajah Otot-otot pada wajah berserta fungsinya masing-masing dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Otot-Otot Wajah Beserta Fungsinya
No Nama Otot Fungsi Persarafan
1 M.Frontalis Mengangkat alis N. Temporalis
2 M.Corrugator
supercili
Mendekatkan kedua
pangkal alis
N. Zigomatikum
dan
N.Temporalis
3 M.Procerus Mengerutkan kulit antara kedua alis
N. Zigomatikum,
N.Temporalis,
N. Buccal
4 M. Orbicularis Oculli Menutup kelopak mata N.Fasialis,
N.Temporalis, N.
Zigomatikus
5 M. Nasalis Mengembang
Kan cuping hidung
N. Fasialis
6 M. Depresor anguli
oris
Menarik ujung mulut ke
bawah
N. Fasialis
7 M. Zigomaticum
mayor dan M.
Zigomatikum minor
Tersenyum
N. Fasialis
8 M. Orbicularis oris
Bersiul
N. Fasialis
N. Zigomatikum
9 M. Buccinator Meniup sambil menutup
mulut
N. Fasialis,
N. Zigomatikum,
N. Mandibular,
N. Buccal
10 M. Mentalis Mengangkat dagu N. Fasialis dan
N. Buccal
11 M. Platysma Meregangkan kulit leher N. Fasialis
Sedangkan gambar otot-otot wajah dari depan dapat dilihat pada gambar 2. 3 dibawah ini:
Gambar 2.3 Otot – otot wajah dilihat dari anterior (Putz dan Pabst, 2006)
Keterangan Gambar 2.3
1. M.Frontalis 7. M. Zygomaticum mayor2. M.Corrugator supercili 8. M.Zygomaticum minor3. M.Procerus 9. M.Orbicularis oris4. M.Orbicularis oculi 10. M.Buccinator5. M.Nasalis 11. M.Mentalis6. M.Depresor anguli oris 12. M.Platysma
3. EtiologiMenurut etiologi artinya ilmu tentang penyebab penyakit (Dachlan,2001). Ada beberapa
teori yang mengemukakan tentang penyebab Bell’s Palsy antara lain sebagai berikut:a) Teori Infeksi Virus Herpes Zoster
Salah satu penyebab munculnya Bell’s Palsy adalah karena adanya infeksi virus herpes zoster. Herpes zosterhidup didalam jaringan saraf. Apabila radang herpes zoster ini menyerang ganglion genikulatum, maka dapat melibatkanparalisis pada otot-otot wajah sesuai area persarafannya. Jenis herpes zoster yang menyebabkan kelemahan pada otot-otot wajah ini sering dikenal dengan Sindroma Ramsay-Huntatau Bell’s Palsy (Duus Peter, 1996).
b) Teori Iskemia VaskulerMenurut teori ini, terjadinya gangguan sirkulasi darah di kanalis falopii, secara tidak
langsung menimbulkan paralisis pada nervus facialis. Kerusakan yang ditimbulkan berasal dari tekanan saraf perifer terutama berhubungan dengan oklusi dari pembuluh darah yang mengaliri saraf tersebut, bukan akibat dari tekanan langsung pada sarafnya. Kemungkinan terdapat respon simpatis yang berlebihan sehingga terjadi spasme arterioral atau statis vena pada bagian bawah dari canalis fasialis, sehingga menimbulkan oedema sekunder yang selanjutnya menambah kompresi terhadap suplai darah, menambah iskemia dan menjadikan parese nervus facialis (Esslen, 1970).
c) Teori herediterTeori herediter mengemukakan bahwa Bell’s Palsy yang disebabkan karena faktor
herediter berhubungan dengan kelainan anatomis pada canalis facialis yang bersifat menurun (Hamid, 1991).
d) Pengaruh udara dingin
Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah leher atau telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi (proses mengubah dari suatu bentuk kebentuk lain) dan mengakibatkan foramen stilomastoideus bengkak. Nervus facialis yang melewati daerah tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan terhambat yang menyebabkan otot-otot wajah mengalami kelemahan atau lumpuh.
4. Patofisiologipatologi berarti ilmu tentang penyakit, menyangkut penyebab dan sifat penyakit tersebut.
Patologi yang akan dibicarakan adalah mengenai pengaruh udara dingin yang menyebabkan Bell’s Palsy (Dachlan, 2001)
Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah leher atau telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi dan mengakibatkan foramen stilomastoideus bengkak.Nervus facialis yang melewati daerah tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan terhambat yang menyebabkan oto-otot wajah mengalami kelemahan atau kelumpuhan.
5. Tanda dan GejalaTanda dan gejala motorik yang dijumpai pada pasien Bell’s Palsy adalah: adanya
kelemahan otot pada satu sisi wajah yang dapat dilihat saat pasien kesulitan melakukan gerakan-gerakan volunter seperti, (saat gerakan aktif maupun pasif) tidak dapat mengangkat alis dan menutup mata, sudut mulut tertarik ke sisi wajah yang sehat (mulut mencong), sulit
mecucu atau bersiul, sulit mengembangkan cuping hidung, dan otot-otot yang terkena yaitu m. frontalis, m. orbicularis oculi, m. orbicularis oris, m. zygomaticus dan m. nasalis. Selain tanda-tanda motorik, terjadi gangguan pengecap rasa manis, asam dan asin pada ⅔ lidah bagian anterior, sebagian pasien mengalami mati rasa atau merasakan tebal-tebal di wajahnya.
Tanda dan gejala klinis pada Bell’s Palsy menurut (Chusid,1983) adalah:a) Lesi diluar foramen stilomastoideus: Muncul tanda dan gejala sebagai berikut : mulut tertarik ke
sisi mulut yang sehat, makanan terkumpul di antara gigi dan gusi, sensasi dalam pada wajah menghilang, tidak ada lipatan dahi dan apabila mata pada sisi lesi tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus-menerus.
b) Lesi di canalis facialis dan mengenai nervus korda timpani: Tanda dan gejala sama seperti penjelasan pada poin diatas, ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah ⅔ bagian anterior dan salivasi di sisi lesi berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnnyanervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengan nervus facialis di canalis facialis.
c) Lesi yang tinggi dalam canalis facialis dan mengenaimuskulus stapedius: Tanda dan gejala seperti penjelasan pada kedua poin diatas, ditambah dengan adanya hiperakusis(pendengaran yang sangat tajam).
d) Lesi yang mengenai ganglion genikuli: Tanda dan gejala seperti penjelasan pada ketiga poin diatas, disertai dengan nyeri dibelakang dan didalam liang telinga dan dibelakang telinga.
e) Lesi di meatus akustikus internus: Tanda dan Gejala sama seperti kerusakan pada ganglion genikuli, hanya saja disertai dengan timbulnya tuli sebagai akibat terlibatnya nervus vestibulocochlearis.
f) Lesi di tempat keluarnya nervus facialis dari pons: Tanda dan gejala sama seperti di atas disertai tanda dan gejala terlibatnya nervus trigeminus, nervus abducens, nervus vestibulococlearis, nervus accessorius dan nervus hypoglossus.
6. Komplikasikomplikasi atau complication berarti penyakit yang timbul kemudian sebagai tambahan
pada penyakit yang sudah ada(Dachlan, 2001). Komplikasi yang muncul pada pasien Bell’s Palsy merupakan kumpulan gejala sisa paska terjadinya kelemahan otot-otot wajah. Lumbantobing (2006) menjelaskan bahwa beberapa di antara penderita Bell’s Palsy, kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa yang berupa kontraktur, sinkenesis dan spasme spontan.
Kontraktur terlihat jelas saat otot wajah berkontraksi yang ditandai dengan lebih dalamnya lipatan nasolabial dan alis mata lebih rendah dibandingkan sisi yang sehat. Sinkenesis (assosiated movement) dapat terjadi karena kesalahan proses regenerasi sehingga menimbulkan gerakan otot wajah yang berasosiasi dengan gerakan otot lain. Misalnya saat mata ditutup, sudut mulut ikut terangkat. Sedangkan spasme spontan pada otot wajah terjadi bila pasien Bell’s Palsy mengalami penyembuhan yang inkomplit. Otot-otot wajah bergerak secara spontan, tidak terkendali. Hal ini disebut juga tic fasialis.
Gejala sisa yang ditimbulkan paska serangan Bell’s Palsyyaitu sindroma air mata buaya (crocodile tears syndrome) yang merupakan kesalahan regenerasi saraf salivarius menuju ke glandula lakrimalais. Manifestasinya berupa keluarnya air mata pada sisi lesi saat pasien makan (Djamil, 2003).
7. Prognosis dan PengobatanPrognosis berarti ramalan klinis mengenai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi
yang berhubungan dengan penyakit, untuk timbul lagi atau mungkin berakhir sembuh(Dachlan, 2001). Prognosis Bell’s Palsy kesembuhan akan terjadi dalam waktu 2 - 8 minggu untuk pasien yang muda dan pasien yang lebih tua sampai 1-2 tahun. Menjaga agar muka tetap hangat dan selanjutnya hindarkan agar tidak terbuka, terutama terhadap angin dan debu. Lindungi mata dengan kasa steril kalau perlu. Muka dapat ditahan dengan mengaitkan pita atau kawat pada sudut mulut dan diikatkan sekitar telinga. Stimulasi listrik sesudah hari keempat belas dapat dikerjakan untuk membantu mencegah atrofi otot. Lakukan massage perlahan-lahan kearah atas pada otot-otot yang terkena selama 5-10 menit, dua-tiga kali sehari, untuk menjaga tonus otot. Pemanasan dengan memakai lampu inframerah dapat mempercepat penyembuhan. Pada sebagian besar kasus, akan terjadi kesembuhan lengkap ataupartial. Kalau kesembuhannya partial, dapat timbul kontraktur pada sisi yang lumpuh. Kambuhnya penyakit di sisi yang lain kadang-kadang dilaporkan (Chusid, 1983).
B. Deskripsi Problematika Fisioterapi
Berdasarkan gambaran klinis di atas, maka dapat kita simpulkan problematik fisioterapi pada
kasus Bell’s Palsy adalah:
a) Impairment
Merupakan gangguan abnormalitas yang bersifat sementara atau menetap yang mengenai pada sistem organ.
Keterbatasan fisik (impairment) yang dijumpai pada pasien dengan kondisi Bell’s Palsy kiri ini adalah: (1) Adanya penurunan kekuatan otot-otot wajah sisi kiri, (2) Potensial terjadinya atrofi pada otot wajah sisi kiri, (3) Potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan (sehat) oleh karena kontraksi terus menerus pada sisi yang sehat, (4) Potensial terjadinya kontraktur otot wajah sisi kanan.
b) Fungsional limitation
Adanya gangguan fungsi atau keterbatasan fungsi yang disebabkan oleh impairment yang berhubungan dengan motorik.
Adanya keterbatasan fungsi seperti mata kiri tidak bisa menutup rapat, berkumur dan minum mengalami kebocoran, makanan cenderung mengumpul disisi kiri saat mengunyah oleh karena kelemahan otot wajah pada sisi kiri.
C. Teknologi Intervensi Fisioterapi
Modalitas yang dipilih untuk mengurangi problematika fisioterapi pada kasus Bell’s Palsy karena
pengaruh udara dingin Electrical Stimulation dan Massage.
1. Electrical Stimulation dengan Arus Faradik
a) DefinisiArus faradik adalah arus listrik bolak-balik yang tidaksimetris yang mempunyai durasi
0.01-1 ms dengan frekuensi 50-100 cy/detik (Akademi Fisioterapi Surakarta, 1998).b) Fisika dasar arus faradik
Istilah faradik mula-mula digunakan untuk arus yang keluar dari faradik coil, suatu induction coil. Arus ini merupakan bolak-balik yang tidak simetris. Tiap cycle terdiri dari dua fase yang tidak sama. Fase pertama dengan intensitas rendah dan durasi panjang, sedang fase kedua intensitas tinggi dan durasi pendek. Berfrekwensi sekitar 50 cycle/detik. Durasi fase kedua sekitar 1milisecond (0,001 detik).
c) ModifikasiArus faradik pada umumnya dimodifikasi dalam bentuk surged atau interupted (terputus-
putus). Bentuk surged faradikdapat diperoleh dari mesin-mesin modern. Pengontrol durasisurged sebaiknya terpisah dengan pengontrol interval sehingga diperoleh kontraksi yang efektif dari masing-masing penderita. Bentuk – bentuk surged juga bermacam-macam antara laintrapezoid, trianguler, saw tooth dan sebagainya.
d) Efek fisiologisEfek fisiologis terhadap sensoris akan menimbulkan rasa tertusuk halus dan
efek vasodilatasi dangkal, sedangkan efek terhadap motorik adalah kontraksi tetanik yang akan lebih mudah menimbulkan kontraksi. Arus faradik lebih enak bagi pasien karena durasinya pendek.
e) Efek terapeutik(1) Fasilitasi kontraksi otot.
Apabila otot mengalami kesulitan untuk mengadakan kontraksi, stimulasi elektris dapat membantunya terutama kontraksi otot yang terhambat oleh nyeri atau injury yang baru, dimana stimulasi dapat memberikan fasilitas lewat mekanisme muscle spindel.
(2) Mendidik kembali kerja otot Stimulasi faradik diberikan untuk mendapatkan kontraksi dan membantu memperbaiki perasaan gerak. Otot hanya mengenal gerak, sehingga stimulasi diberikan untuk menimbulkan gerakan yang normal. Stimulasi ini merupakan permulaan latihan-latihan aktif.
(3) Melatih otot-otot yang paralysis Pada kasus saraf perifer, impuls dari otak tidak sampai pada otot yang disarafi. Akibatnya kontraksi voluntari hilang. Apabila saraf belum mengalami degenerasi, stimulasi denganarus faradik disebelah distal kerusakan akan menimbulkan kontraksi. Dengan demikian stimulasi dengan arus faradikdapat digunakan untuk melatih otot-otot yang paralisis.
(4) Penguatan dan hypertrofi otot-otot Untuk mendapatkan penguatan dan hypertrofi, otot perlu berkontraksi dalam jumlah yang cukup serta beban (tahanan). Kelenturan-kelenturan tersebut harus dipenuhi bila stimulasi dimaksudkan untuk penguatan. Apabila suatu otot sangat lemah berat dari bagian tubuh yang bergerak memberikan cukup beban. Dalam hal ini stimulasi dapat meningkatkan kekuatan otot.
(5) Memperbaiki aliran darah dan lymfe Aliran darah dapat dipelancar oleh adanya pemompaan dari otot yang berkontraksi dan relaksasi. Efek yang ditimbulkan akan diperoleh secara maksimal dengan menggunakan arus faradik.
(6) Mencegah dan melepaskan perlengketan jaringan Apabila terjadi offusi kedalam jaringan maka perlengketan jaringan akan mudah terjadi. Perlengketan tersebut dapat dicegah dengan selalu mengerakan struktur-struktur didaerah
tersebut. Jika latihan latihan-latihan aktif tidak dimungkinkan, stimulation electrical dapat diberikan. Perlengketan yang telah terjadi dapat dibebankan dan diulur dengan kontraksi otot (Akademi Fisioterapi Surakarta, 1998).
f) Metode pelaksanaan arus faradik(1) Stimulasi secara group
Pada metode ini semua otot dari suatu group otot berkontraksi bersama. Satu elektrode dipasang pada nerve trunk atau daerah origo, sedangkan satu lagi dipasang pada daerah motor point atau ujung dari muscle belly. Semua otot dari grup otot berkontraksi bersama sehingga sangat efektif untuk mendidik otot yang bekerja secara group.
(2) Stimulasi motor point Keuntungan menggunakan metode motor point adalah masing-masing otot berkontraksi
sendiri-sendiri dan kontraksinya optimal. Sedangkan kerugian metode ini ialah apabila otot yang dirangsang banyak, maka sulit untuk mendapatkan jumlah kontraksi yang cukup untuk masing-masing otot.
Berikut ini adalah letak motor point pada wajah :
Gambar 2. 4
Motor point pada otot – otot wajah yang disarafi nervus facialis
(Gersh,1992)
Keterangan gambar:
1. M. Frontalis 7. M. Orbicularis Oris
2. M.Procerus 8. M. Corrugator Supercilli
3. M. Orbicularis Oculi 9. M. Nasalis
4. M. Zygomaticus Mayor 10. M. Depresor Septi
5. N. Risorius 11. M. Mentalis
6. M. Buc
2. Massage
a) Definisi Massage adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan suatu manipulasi yang dilakukan dengan tangan yang ditujukan pada jaringan lunak tubuh, untuk tujuan mendapatkan efek baik pada jaringan saraf, otot, maupun sirkulasi (Gertrude, 1952).
b) Teknik-teknik massage Ada beberapa teknik massage, seperti: stroking, effleurage, petrissage, kneading, finger kneading, picking up, tapping, friction dan tapotemen (hacking, claping, beating, pounding). Pada kasusBell’s Palsy teknik massage yang diberikan yaitu stroking, effleurage, finger kneading dan tapping. Stroking atau gosokan ringan adalah manipulasi yang ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan tangan satu atau permukaan kedua belah tangan dan arah gerakannya tidak tentu. Efekstroking adalah penenangan dan mengurangi rasa nyeri.(Tappan, 1988) Effleurage adalah manipulasi gosokan dengan penekanan yang ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan tangan, sebaiknya diberikan dari dagu ke atas ke pelipis dan dari tengah dahi turun ke bawah menuju ke telinga. Ini harus dikerjakan secara gentle dan menimbulkan rangsangan pada otot-otot wajah. Efek dari effleurage adalah membantu
pertukaran zat-zat dengan mempercepat peredaran darah dan limfe yang letaknya dangkal, menghambat proses peradangan. Finger kneading adalah pijatan yang dilakukan dengan jari-jari dengan cara memberikan tekanan dan gerakan melingkar, diberikan ke seluruh otot wajah yang terkena lesi dengan arah gerakan menuju ke telinga. Efek dari finger kneading adalah memperbaiki peredaran darah dan memelihara tonus otot. Tapping adalah manipulasi yang diberikan dengan tepukan yang ritmis dengan kekuatan tertentu, untuk daerah wajah dilakukan dengan ujung-ujung jari. Efek dari tapping adalah merangsang jaringan dan otot untuk berkontraksi.
c) Aplikasi massage Pemberian massage wajah pada kondisi Bell’s Palsybertujuan untuk mencegah terjadinya perlengketan jaringan dengan cara memberikan penguluran pada jaringan yang superfisial yakni otot-otot wajah. Dengan pemberian massagewajah ini akan terjadi peningkatan vaskularisasi dengan mekanisme pumping action pada vena sehingga memperlancar sirkulasi darah dan limfe. Efek rileksasi dapat dicapai dan elastisitas otot dapat tetap terpelihara serta mencegah timbulnya perlengketan jaringan dan kontraktur otot dapat dicegah (Douglas, 1902) Massage dilakukan selama 5-10 menit, 2-3 kali sehari. Massage ini membantu mempertahankan tonus otot wajah agar tidak kaku (Chusid 1983).
Gerakan massage dapat diamati dari gambar berikut ini :
Gambar 2.5
Arah gerakan Massage pada wajah (Maxwell,1987).
d) Indikasi Massage
Beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian massage, antara lain: spasme otot, nyeri, oedema, kasus-kasus perlengketan jaringan, kelemahan otot jaringan, dan kasus- kasus kontraktur.
e) Kontra Indikasi Massage Masssage tidak selalu dapat diberikan pada semua kasus, ada beberapa kondisi yang merupakan kontra indikasi pemberian massage, yaitu: darah yang mengalami infeksi, penyakit-penyakit dengan ganguan sirkulasi, seperti: tromboplebitis, arteriosclerosis berat, adanya tumor ganas, daerah peradangan akut, jerawat akut,sakit gigi, dan luka bakar.
D. Rencana Pelaksanaan Fisioterapi
Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, fisioterapi seharusnya selalu memulai dengan
melaksanakan assesment yaitu di mulai dari pengkajian data (anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan spesifik, dan lain-lain) kemudian dilanjutkan dengan tujuan terapi, penatalaksanaan
fisioterapi serta tindak lanjut dan evaluasi.
1. Pengkajian DataDalam pengkajian fisioterapi, proses pemeriksaan untuk menentukan problematika
pasien dimulai dari anamnesa, pemeriksaan, dan dilanjutkan dengan menentukan diagnose fisioterapi.
Anamnesa merupakan suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan mengadakan Tanya jawab kepada pasien secara langsung (auto anamnesis) ataupun dengan mengadakan Tanya jawab kepada pasien secara langsung (hetero anamnesis) mengenai kondisi/ keadaan penyakit pasien. Dengan melakukan anamnesis ini akan diperoleh informasi-informasi penting untuk membuat diagnosis. Anamnesis dikelompokan menjadi dua yaitu anamnesis umum dan anamnesis khusus. Pada kasus ini berdasarkan autoanamnesis pada tanggal 19 januari 2012 diperoleh informasi sebagai berikut :
(1) Identitas pasien Data identitas pasien yang diperoleh berupa nama, jenis kelamin, umur, agama, pekerjaan, serta
alamat pasien.
(2) Keluhan utama Merupakan satu atau lebih keluhan atau gejala dominan yang mendorong penderita untuk mencari
pertolongan.
(3) Riwayat penyakit sekarang Merupakan rincian keluhan dan menggambarkan proses terjadinya riwayat penyakit secara
kronologis dengan secara jelas dan lengkap. Yang isinya kapan mulai terjadinya, sifatnya seperti apa,
manifestasi lain yang menyertai, penyebab sakit, dan lain-lain.
(4) Riwayat penyakit dahulu / penyerta Pertanyaan diarahkan pada penyakit-penyakit yang pernah dialami yang tidak berkesinambungan
dengan munculnya keluhan sekarang.
(5) Riwayat pribadi Riwayat pribadi adalah hal-hal atau kegiatan sehari-hari yang dilakukan pasien menyangkut hobi
atau kebiasaan yang berkaitan dengan penyebab bell’s palsy.
(6) Riwayat penyakit keluarga Riwayat keluarga adalah penyakit-penyakit yang bersifat menurun dari orang tua atau keluarga
yang lain (Heredo Familial),yang berhubungan dengan bell’s palsy.
Anamnesis sistem Anamnesis system ini dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang belum diungkapkan
penderita dan untuk melengkapi anamnesis yang belum tercakup diatas, antara lain: kepala dan leher, Kardiovaskuler, Respirasi, Gastrointestinal, Urogenitalis, Muskuloskeletal, Nervorum.
Pemeriksaan yang dilakukan dibagi menjadi dua, antara lain:(1) Pemeriksaan fisik
(a) Tanda – tanda Vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh data sebagai berikut: (1) tekanan darah, (2) denyut nadi,
(3) pernafasan: (4) temperatur, (5) tinggi badan, (6) berat badan.
(b) Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati. Ada dua macam yaitu inspeksi
statis dan inspeksi dinamis. Inspeksi statis adalah inspeksi dimana pasien dalam keadaan diam,
sedangkan inspeksi dinamis adalah inspeksi dimana pasien dalam keadaan bergerak.
(c) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan memegang bagian tubuh pasien
yang akan diperiksa atau yang dikeluhkan pasien.
(d) Perkusi dan Auskultasi
Perkusi adalah cara pemeriksaan dengan jalan mengetuk/vibrasi, seperti mengetuk untuk
mengetahui keadaan suatu rongga pada bagian tubuh tertentu. dan Auskultasi adalah cara pemeriksaan
dengan menggunakan indera pendengaran, biasanya menggunakan alat bantu stetoskop untuk
mengetahui Ronki,denyut jantung,
(e) Pemeriksaan gerak
Meliputi pemeriksaan gerak aktif, pasif, isometrik melawan tahanan. Pada pemeriksaan gerak aktif
yang diperiksa adalah sisi yang lemah, meliputi kemampuan mengerutkan dahi, bersiul, tersenyum dan
menutup mata. Pada pemeriksaan gerak pasif yang diperiksa adalah sisi wajah yang sakit, yaitu menutup
mata, mengerutkan dahi dan tersenyum. Pada pemeriksaan gerak pasif yang dilakukan pada sisi yang
lesi atau kanan gerakan mengerutkan dahi, mendekatkan kedua alis, mencucu,bersiul, menutup mata,
mengkerutkan hidung ke atas, dan tersenyum.
(f) Kemampuan fungsional dan lingkungan Aktivitas
Kemampuan fungsional yaitu kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Sedangkan lingkungan aktivitas adalah keadaan lingkungan sekitar yang berhubungan dengan kondisi
pasien. Pemeriksaan kognitif, intrapersonal dan interpersonal.
Kognitif merupakan pengetahuan seseorang atau perilaku manusia yang dikaitkan dengan susunan saraf
otak. Kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori pemecahan masalah, pengambilan sikap
dan perilaku, orientasi ruang dan waktu.
Intrapersonal adalah kemampuan pasien dalam memahami keadaan dirinya, motivasi dirinya.
interpersonal adalah kemampuan bagaimana berhubungan dengan orang lain disekitarnya.
(2) Pemeriksaan spesifik
Selain pemeriksaan gerak diperlukan juga diperlukan pemeriksaan spesifik untuk lebih memperjelas permasalahan yang dihadapi.
Untuk kasus ini pemeriksaan spesifik yang dilaksanakan berupa : Tanda bell, skala “Ugo Fisch” dan penilaian kekuatan otot wajah dengan menggunakan skala “Daniel’s and Worthingham Manual Muscle Testing”.
(a) Tanda Bell’s
Tanda bell yang terlihat pada pasien yaitu saat mengkerutkan dahi, lipatan kulit dahi hanya terlihat pada sisi lesi, dan saat memejamkan mata, bola mata masih terlihat sedikit pada sisi yang sehat.
(b) Ugo Fisch scale
Ugo Fisch scale bertujuan untuk pemeriksaan fungsi motorik dan mengevaluasi kemajuan motorik otot wajah pada penderita bell’s palsy. Penilaian dilakukan pada 5 posisi, yaitu saat istirahat, mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, dan bersiul. Pada tersebut dinilai simetris atau tidaknya antara sisi sakit dengan sisi yang sehat.(Lumbantobing 2006)
Ada 4 penilaian dalam % untuk posisi tersebut antara lain :a) 0 % (zero) : Asimetris Komplit, tidak ada gerakan volunter sama sekali.
b) 30 % (poor): Simetris ringan, kesembuhan cenderung ke asimetris, ada gerakan volunter.
c) 70 % (fair) : Simetris sedang, kesembuhan cenderung normal.
d) 100 % (normal) : Simetris komplit (normal).
Angka prosentase masing-masing posisi harus dirubah menjadi score dengan kriteria sebagai berikut :
1) Saat istirahat : 20 point
2) Mengerutkan dahi : 10 point
3) Menutup mata : 30 point
4) Tersenyum : 30 point
5) Bersiul : 10 point
Pada keadaan normal untuk jumlah kelima posisi wajah adalah 100 point. Hasil penilaian itu diperoleh dari penilaian angka prosentase dikalikan dengan masing-masing point. Nilai akhirnya adalah jumlah dari 5 aspek penilaian tersebut.
(c) Manual Muscle Testing (MMT) otot-otot wajah
Untuk menilai kekuatan otot fasialis yang mengalami paralisis digunakan skala Daniel andWorthinghom’s Manual Muscle Testing, Yaitu :
a) Nilai 0 (zero) : Tidak ada kontraksi yang tampakb) Nilai 1 (trace) : Kontraksi minimalc) Nilai 3 (fair) : Kontraksi sampai dengan simetris sisi
normal dengan maksimald) Nilai 5 (normal ) : Kontraksi penuh, terkontrol dan simetris.
BAB III
LAPORAN STATUS KLINIS
I. KETERANGAN UMUM PASIEN
Nama : J. S
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru SD
Alamat : Candi Prambanan Barat Rt 13/06 Semarang
II. DATA – DATA MEDIS RUMAH SAKIT
A. DIAGNOSIS MEDIS : Bell’s Palsy sinistra
Diagnosa klinis : kelemahan otot wajah kiri
Diagnosa topis : wajah kiri
Diagnosa etiologi : Idiopatic
B. CATATAN KLINIS : Tanggal 12 Januari 2012
Tanggal 12 Januari 2012 pasien mengeluh wajahnya merot ke kanandan mata kiri tidak bisa
menutup rapat, lalu pasien periksa ke RSUP Dr.Kariadi. Dari dokter saraf kemudian pasien dirujuk ke
Poliklinik fisioterapi RSUP Dr.Kariadi Semarang.
C. TERAPI UMUM ( GENERAL TREATMENT )
1. Dokter :
Medika Mentosa ( Prednison, Nonflet, Dultik. Neutabe)
2. Rehabilitasi Medik :
Fisioterapi :Massage, dan electrical stimulation
D. RUJUKAN FISIOTERAPI DARI DOKTER
Mohon untuk dilakukan tindakan Fisioterapi pada pasien atas namaTn. Johan Setiadi
dengan diagnosa Bell’s Palsy Sinistra.
III. SEGI FISIOTERAPI
Tanggal : 19 Januari 2012
A. ANAMNESIS ( AUTO)
1. KELUHAN UTAMA :
Wajah sebelah kiri terasa lemas dan merot ke sisi kanan.
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Kurang lebih 1 bulan yang lalu, pasien sering tidur pada larut malam saat bangun tidur pasien
mengeluh wajah sebelah kiri terasa lemas. Kemudian pasien datang ke RSUP Dr,Kariadi untuk
memeriksakan dirinya ke dokter saraf poli garuda setelah dilakukan pemeriksaan pasien dirujuk ke
Rehabilitasi medik untuk diberikan tindakan Fisioterapi lebih lanjut dengan kondisi wajah sebelah kiri
lemas dan merot ke kanan.
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Trauma Capitis (-), Sakit Gigi (-)
4. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA
Hipertensi (-), DM (-), Stroke (-),
5. RIWAYAT PRIBADI (KETERANGAN UMUM PENDERITA) :
Pasien adalah seorang guru SD Donorejo, pasien sendiri mempunyai hobby tenis meja, baca
buku, dan mempunyai kebiasaan tidur pada larut malam, pasien mempunyai 1 orang istri dan 1 orang
anak.
6. RIWAYAT KELUARGA :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti ini sebelumnya.
7. ANAMNESIS SISTEM :
a) Kepala & leher :
Tidak ada keluhan pusing dan leher tidak terasa kaku.
b) Kardiovaskuler :
Tidak ada keluhan nyeri dada dan jantung berdebar-debar
c) Respirasi :
Tidak ada keluhan sesak napas dan batuk
d) Gastrointestinalis :
Tidak ada keluhan mual, muntah dan BAB terkontrol
e) Urogenitalis :
BAK terkontrol.
f) Muskuloskeletal :
Kesulitan menggerakkan mimik wajah sisi kiri.
g) Nervorum :
Rasa tebal dirasakan pada wajah sisi kiri dan tidak ada rasa nyeri di belakang telinga maupun sekitarnya.
B. PEMERIKSAAN → Dilakukan Tgl 19 Januari 2012
1. PEMERIKSAAN FISIK
a) TANDA – TANDA VITAL :
(1)Tekanan Darah : 110/80 mmHg
(2)Denyut Nadi : 73 x/menit
(3)Pernafasan : 24 x/menit
(4)Temperatur : 36 °C
(5)Tinggi Badan : 164 cm
(6)Berat Badan : 59 kg
b) INSPEKSI:
Statis
(1) Wajah tampak asimetris
(2) Mulut merot ke kanan
(3) Mata sebelah kiri berair
(4) Alis pada sisi yang lesi atau kiri lebih rendah dari pada yang kanan.
Dinamis
(1) Saat mengangkat alis, kerutan dahinya hanya terlihat pada sisi yang sehat
(2) Saat menutup mata sisi yang sakit belum dapat menutup dengan sempurna dan terlihat pergerakan bola
matanya.
(3) Saat bersiul dan tersenyum wajah kiri belum bisa simetris atau masih mencong ke kanan.
c) PALPASI :
(1) Suhu wajah antara sisi kanan dan kiri teraba sama
(2) Pada sisi yang lesi atau kiri terasa lebih kendor dari pada yang kanan.
(3) Ada spasme pada otot-otot wajah yang sebelah kanan.
d) PERKUSI :
Tidak dilakukan karena masih dalam batas normal
e) AUSKULTASI:
Tidak dilakukan karena masih dalam batas normal
f) GERAKAN DASAR
(1) Gerak Aktif :
(a) Menutup mata sebelah kiri masih belum rapat
(b) Bersiul belum maksimal
(c) Saat tersenyum bibir atau sudut bibir berdeviasi ke sisi kanan
(d) Mengerutkan dahi tidak maksimal
(2) Gerak Pasif :
Dapat dilakukan dan elastisitas otot masih bagus.
(3) Gerak Isometrik Melawan Tahanan :
Tidak dilakukan
g) KOGNITIF, INTRA PERSONAL & INTER PERSONAL :
Kognitif : Pasien tidak mengalami gangguan atensi dan memori jangka panjang dan pendek pasien baik.
Intra personal : Pasien mempunyai motivasi untuk sembuh
Inter personal : Pasien mampu berkomunikasi dan bekerja sama dengan dokter dan fisioterapi dengan
baik.
h) KEMAMPUAN FUNGSIONAL & LINGKUNGAN AKTIVITAS :
(1) Kemampuan Fungsional Dasar :
(a) Pasien belum mampu mengerutkan dahi
(b) Pasien belum mampu mengangkat alis secara simetris antara sisi kiri dengan sisi kanan.
(c) Pasien belum mampu menutup mata dengan sempurna
(d) Pasien belum mampu bersiul, meniup belum simetris
(e) Ketika berkumur masih boco ke sisi kanan.
(2) Aktivitas Fungsional :
(a) Pasien masih dapat membedakan bermacam-macam rasaseperti (manis, pahit, asin, asam)
(b) Saat makan masih kesulitan, terutama saat mengunyah makanan masih mengumpul di sisi yang lesi
(c) Saat minum dan berkumur masih bocor
(d) Belum mampu bersiul
(e) Mata kiri tidak mampu menutup mata rapat.
(3) Lingkungan Aktivitas :
(a) Lingkungan Rumah Sakit sangat mendukung program terapi dan latihan untuk pasien.
(b) Lingkungan rumah pun juga sangat mendukung untuk proses penyembuhan.
2. PEMERIKSAAN SPESIFIK (FT C) tanggal, 19 Januari 2012
a) Tanda Bell’s Palsy (+)
b) Ugo Fisch Scale
Tabel 3.1
Pemeriksaan Ugo Fisch Scale
Posisi Wajah Hasil
Saat diam atau istirahat 20 x 0% = 0
Mengerutkan dahi 10 x 30% = 3
Menutup mata 30 x 70% = 21
Tersenyum 30 x 30% = 9
Mecucu 10 x 30% = 3
Jumlah 36 point
Keterangan :
Derajad I : Normal 100point
Derajad II : Kelumpuhan ringan 75 – 99 point
Derajad III : Kelumpuhan sedang 50 – 75 point
Derajad IV : Kelumpuhan sedang berat 25 – 50 point
Derajad V : Kelumpuhan berat 1 – 25 point
Derajad VI : Kelumpuhan total 0 point
c) MMT otot-otot wajah skala Daniel and Worthinghom’s Manual Muscle Testing.
Tabel 3.2
Pemeriksaan MMT Otot – otot wajah Sinistra
No Nama Otot Nilai
1 M.Frontalis 1
2 M.Corrugator supercili 1
3 M.Procerus 1
4 M. Orbicularis Oculli 3
5 M. Nasalis 1
6 M. Depresor anguli oris 1
7 M. Zigomaticum mayor dan M.
Zigomatikum minor
1
8 M. Orbicularis oris 1
9 M. Buccinator 1
10 M. Mentalis 1
11 M. Platysma 1
C. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
1. Impa i rment
a) Adanya penurunan kekuatan otot-otot wajah sisi kiri
b) Potensial terjadinya atrofi pada otot wajah sisi kiri
c) Potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan (sehat) oleh karena kontraksi terus menerus pada
sisi yang sehat
d) Potensial terjadinya kontraktur otot wajah sisi kanan.
2. Fungsional Limitation
Adanya keterbatasan fungsi seperti mata kiri tidak bisa menutup rapat, berkumur dan minum
mengalami kebocoran, makanan cenderung mengumpul disisi kiri saat mengunyah oleh karena
kelemahan otot wajah pada sisi kiri.
D. PROGRAM / RENCANA FISIOTERAPI
1. Tujuan :
Jangka Pendek
a) Meningkatkan kekuatan otot
b) Mencegah potensial terjadinya atrofi otot sisi kiri
c) Mencegah potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kananoleh karena kontraksi terus menerus
pada sisi wajah kanan
d) Mencegah potensial terjadinya kontraktur otot wajah sisi kanan
Jangka Panjang
a) Melanjutkan tujuan jangka pendek
b) Meningkatkan aktifitas fungsional semaksimal mungkin seperti makan agar tidak mengumpul pada sisi
yang lesi, minum/ berkumur agar tidak bocor serta meningkatkan kepercayadirian pasien.
2. Tindakan Fisioterapi
a) Teknologi Fisioterapi :
(1) Teknologi Alternatif :
(a) IR (Infra Red)
(b) SWD (Short Wave Diathermy)
(c) MWD (Micro Wave Diathermy)
(d) US (Ultra Sound), Massage, ES (Electricel Stimulation)
(2) Teknologi Yang Dilaksanakan :
(a) Massage Wajah
Massage diberikan dengan tujuan memberikan penguluran pada otot-otot wajah yang letaknya superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat dicegah, selain itu memberikan efek rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada wajah. Stroking memiliki efek penenangan dan dapat mengurangi nyeri,Efflurage dapat membantu pertukaran zat-zat dan melancarkan metabolisme dengan mempercepat peredaran darah, Finger Kneading berfungsi untuk memperbaiki peredaran darah dan memelihara tonus otot. Sedangkan tapping dengan ujung jari dapat merangsang jaringan otot untuk berkontraksi. Denganmassage tersebut maka efek relaksasi dapat dicapai dan elastisitas otot tetap terjaga dan potensial timbulnya perlengketan jaringan pada kondisi Bell’s Palsy ini dapat dicegah.
(b) Electrical Stimulation (ES) arus Faradik
Electrical Stimulation arus Faradik yang diberikan dapat menimbulkan kontraksi otot dan membantu memperbaiki perasaan gerak sehingga diperoleh gerak yang normal serta bertujuan untuk mencegah/ memperlambat terjadinya atrofi otot. Pada kasus Bell’s Palsy ini rangsangan gerak dari otak tidak dapat disampaikan kepada otot-otot wajah yang disyarafi. Akibatnya kontraksi otot secara volunter hilang sehingga diperlukan bantuan dari rangsangan arus faradik untuk menimbulkan kontraksi otot. Rangsangan arus faradik yang dilakukan berulang- ulang dapat melatih kembali otot- otot yang lemah untuk melakukan gerakan sehingga dapat meningkatkan kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya.
b) Edukasi
(1) pasien disarankan menghindarkan wajahnya dari paparan udara dingin secara langsung seperti : jangan
tidur dilantai tanpa menggunakan alas dan bantal, jangan menggunakan kipas angin yang secara
langsung dihadapkan dimuka.
(2) Pasien disarankan melindungi matanya dari terpaan debu dan angin secara langsung untuk menghindari
terjadinya iritasi.
(3) Pasien dianjurkan untuk menutup wajah saat mengendarai sepeda motor dengan Helm full face dengan
kaca mata diberikan tertutup.
(4) Pasien diajarkan untuk melatih gerakan-gerakan didepan kaca seperti : mengangkat alis dan mengerutkan
dahi keatas, menutup mata,tersenyum, bersiul, menutup mulut dengan rapat, mengangkat sudut bibir ke
atas dan memperlihatkan gigi-gigi, mengembangkempiskan cuping hidung, mengucapkan kata-kata labil
a,i,u,e,o dengan dosis minimal 4x sehari selama 5-10 menit.
3. Rencana Evaluasi
a) Kemampuan fungsional dasar dengan ugo fish scale
b) Kekuatan otot dengan MMT
E. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Baik
Quo ad Sanam : Baik
Quo ad Fungsionam : Sedang
Quo ad Cosmeticam : Sedang
F. PELAKSANAAN FISIOTERAPI
1. Tanggal 19 Januari 2012
Pelaksanaan Ft dengan Massage
a) Persiapan alat
Menyiapkan media pelicin, bedak dan tisu untuk membersihkannya.
b) Persiapan pasien
Posisi pasien tidur terlentang senyaman mungkin. Area terapi yang hendak dimassage dalam
keadaan bersih. Sebelum massage dilakukan, berikan penjelasan mengenai terapi yang akan dilakukan
c) Pelaksanaan terapi
Terapis berada di sebelah atas wajah pasien. Massage diberikan pada wajah yang lesi.
Sebelumnya tuangkan media pelicin ditangan terapis. Kemudian usapkan pada wajah pasien dengan
gerakan stroking dengan menggunakan seluruh permukaan tangan satu atau permukaan kedua belah
tangan dan arah gerakannya tidak tentu. Lakukan gerakan efflurage secara gentle, gerakan dari dagu
kearah pelipis dan dari tengah dahi turun ke bawah menuju ke telinga. Dilanjutkan dengan finger
kneading dengan jari-jari dengan cara memberikan tekanan dan gerakan melingkar, diberikan ke seluruh
otot wajah yang terkena lesi dari dagu, pipi, pelipis dan tengah dahi menuju ke telinga. Kemudian lakukan
tapping dengan jari-jari dari tengah dahi menuju ke arah telinga, dari dekat mata menuju ke arah telinga,
dari hidung ke arah telinga, dari sudut bibir ke arah telinga dan dari dagu menuju kearah telinga. Khusus
pada bibir, lakukan stretching kearah yang lesi.
Gerakan massage dilakukan dengan pengulangan 15x / menit dan dilakukan selama kurang lebih
5-10 menit. (Chusid 1983)
2. Tanggal 21 Januari 2012
Pelaksanaan FT dengan Electrical Stimulation Arus Faradik
a) Persiapan alat
Menyiapkanan alat, cek kabel, siapkan elektroda. Cek elektrodadengan membasahi
kedua elektroda yang akan dipakai dan sentuhkan pada kulit terapis dengan cara
menjepitkan elektroda diantara kedua jari tangan. Kemudian hidupkan mesin dan naikkan intensitas
perlahan-lahan. Bila ada rasa tusuk-tusuk halus, maka arus keluar dan alat dapat
digunakan.
b) Persiapan pasien
Posisi pasien tidur terlentang dengan nyaman. Area terapi yang hendak diberikan stimulasi bebas
dari pakaian dan dalam keadaan bersih. Sebelum terapi dimulai dilakukan tes sensibilitas rasa tusuk
tajam dan tumpul. Berikan penjelasan pada pasien mengenai rasa yang ditumbulkan dari arus faradik
yaitu rasa tusuk-tusuk halus.
c) Pelaksanaan terapi
Mesin masih dalam posisi off dan tombol intensitas dalam posisi nol. Letakkan elektroda pasif pada
cervical 7, sedangkan aktif elektroda pada motor poin otot wajah kiri. Stimulasi diberikan pada wajah kiri/
wajah yang lesi. Hidupkan alat dan naikkan intensitas sesuai toleransi pasien. Masing-masing motor point
memerlukan 30 kali kontraksi. Pada fase pertama lakukan terlebih dahulu 15 kontraksi pada satu titik
motor point. Kemudian berikan waktu istirahat pada otot yang baru saja distimulasi. Selama waktu
istirahat tersebut lakukan stimulasi pada otot lain. Setelah seluruh titik motor point selesai distimulasi,
lakukan fase kedua dengan mengulangi stimulasi dari awal untuk menyelesaikan 15 kontraksi yang
belum dilakukan. Untuk mengakhiri stimulasi turunkan dahulu intensitas arusnya. Kemudian lepaskan
elektroda dari kulit pasien dan matikan alat.
3. Tanggal 24 Januari 2012
Penatalaksanan sama dengan tanggl 21 Januari 2012, tetapi kontraksi masing-masing motor point
dikurangi dari 30 kontraksi menjadi 20 kontraksi.
4. Tanggal 26 Januari 2012
Penatalaksanan sama dengan tanggal 24 Januari 2012
G. EVALUASI
1. Evaluasi Ugo Fisch Scale
Tabel 3.4
Evaluasi Ugo Fisch Scale
Posisi WajahT1
(19.01.12)
T2
(21.0112)
T3
(24.3.12)T4 (26.01.12)
Istirahat/Diam 20 x 0% = 0 20 x 0% = 0 20 x 0% = 0 20x30%=6
Mengerutkan
dahi
10x30%=3 10x30%=3 10x30%=3 10x30%=3
Menutup mata 30x70%=21 30x70%=21 30x100%=30 30x100%=30
Tersenyum 30x30%=9 30x30%=9 30x30%=9 30x30%=9
Bersiul/
Mecucu
10x30%=3 10x30%=3 10x30%=3 10x30%=3
Jumlah 36poin 36 poin 45poin 51poin
2. Evaluasi Kekuatan otot wajah dengan MMT
Tabel 3.5
Evaluasi Kekuatan otot wajah dengan MMT
No Nama Otot T1 T2 T3 T4
1 M.Frontalis 1 1 3 3
2 M.Corrugator supercili 1 1 3 3
3 M.Procerus 1 1 3 3
4 M. Orbicularis Oculli 3 3 5 5
5 M. Nasalis 1 1 3 3
6 M. Depresor anguli oris 1 1 3 3
7 M. Zigomaticum mayor dan M.
Zigomatikum minor
1 1 3 3
8 M. Orbicularis oris 1 1 3 3
9 M. Buccinator 1 1 3 3
10 M. Mentalis 1 1 3 3
11 M. Platysma 1 1 3 3
H. HASIL TERAPI TERAKHIR
Sesudah dilakukan terapi dengan infra merah dan elektrikel stimulasi selama 4x terapi pada pasien
atas nama Tn. J.S 32 tahun dengan diagnosaBell’s Palsy Kiri didapatkan hasil :
1. Nilai Ugo Fisch meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan evaluasi menggunakan Ugo Fisch Scale.
2. Kekuatan otot meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan evaluasi menggunakan MMT pada otot-
otot wajah.
3. Rasa tebal-tebal pada wajah sisi kiri mulai berkurang.
4. Bibir yang merot sudah berkurang tapi expresi wajah masih asimetris.
BAB IVPENUTUP
A. Pembahasan
Pasien Bell’s palsy pada awalnya merasakan ada kelainan pada mulut yang tampak mencong ke satu sisi, salah satu kelopak mata tidak dapat dipejamkan, mulut tidak dapat mencucu, apabila berkumur atau minum maka air akan tumpah melalui salah satu sisi mulut yang lesi. Keadaan tersebut disebabkan adanya paralisis otot- otot wajah pada sisi yang sakit. Kondisi ini merupakan permasalahan yang dialami pasien sehingga peran fisioterapis diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan meningkatkan kekuatan dan kemampuan fungsional otot- otot wajah serta mencegah komplikasi lebih lanjut Pada bab ini yang akan dibahas mengenai hasil evaluasi terapi dari awal hingga terapi keempat yaitu tanggal 19, 21, 24, 26, Januari 2012 yang dilakukan pada pasien Bell’s Palsy kiri karena pengaruh udara dingin. Pada Karya Tulis Ilmiah ini terapis menggunakan modalitas Electrical Stimulation arus Faradik danMassage. Penjelasan tentang pengaruh dari penggunaannya adalah sebagai berikut : Electrical Stimulation arus Faradik yang diberikan dapat menimbulkan kontraksi otot dan membantu memperbaiki perasaan gerak sehingga diperoleh gerak yang normal serta bertujuan untuk mencegah/ memperlambat terjadinya atrofi otot. Pada kasus Bell’s Palsy ini rangsangan gerak dari otak tidak dapat disampaikan kepada otot-otot wajah yang disyarafi. Akibatnya kontraksi otot secara volunter hilang sehingga diperlukan bantuan dari rangsangan arus faradik untuk menimbulkan kontraksi otot. Rangsangan arus faradik yang dilakukan berulang- ulang dapat melatih kembali otot- otot yang lemah untuk melakukan gerakan sehingga dapat meningkatkan kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya. Massage diberikan dengan tujuan memberikan penguluran pada otot-otot wajah yang letaknya superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat dicegah, selain itu memberikan efek rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada wajah. Stroking memiliki efek penenangan dan
dapat mengurangi nyeri, Efflurage dapat membantu pertukaran zat-zat dan melancarkan metabolisme dengan mempercepat peredaran darah, Finger Kneading berfungsi untuk memperbaiki peredaran darah dan memelihara tonus otot. Sedangkan tapping dengan ujung jari dapat merangsang jaringan otot untuk berkontraksi. Dengan massage tersebut maka efek relaksasi dapat dicapai dan elastisitas otot tetap terjaga dan potensial timbulnya perlengketan jaringan pada kondisi Bell’s Palsyini dapat dicegah.
B. Kesimpulan
Dari uraian tersebut diatas diketahui akan adanya kemajuan yang sangat signifikan dalam proses penyembuhan dibandingkan sebelum dilakukan tindakan fisioterapi, yaitu pada T1.
Kemajuan tersebut selain dari keinginan dan semangat pasien untuk sembuh serta didukung oleh modalitas fisioterapi yang diberikan yaitu berupa Electrical Stimulatin arus Faradik, Massage serta didukung dengan latihan-latihan untuk home program. Diperoleh hasil: (1) Nilai Ugo Fisch meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan evaluasi menggunakan Ugo Fisch Scale, (2) Kekuatan otot meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan evaluasi menggunakan MMT pada otot-otot wajah, (3) Rasa tebal-tebal pada wajah sisi kiri mulai berkurang, (4) Bibir yang merot sudah berkurang tapi expresi wajah masih asimetris.
Dari penatalaksanaan fisioterapi yang dilakukan pada pasien ini, diketahui adanya peningkatan dari T1 sampai dengan T4 dan dengan hasil sebagai berikut:
1. Peningkatan nilai kemampuan fungsional otot-otot wajah dengan Skala Ugo Fisch
Tabel 4.1
Posisi Wajah T1 (19.01.12) T4 (26.01.12)
Istirahat/Diam 20 x 0% = 0 20x30%=6
Mengerutkan dahi 10x30%=3 10x30%=3
Menutup mata 30x70%=21 30x100%=30
Tersenyum 30x30%=9 30x30%=9
Bersiul/ Mecucu 10x30%=3 10x30%=3
Jumlah 36poin 51poin
2. Peningkatan nilai kekuatan otot wajah
Tabel 4.2
No Nama Otot T1
(19.01.12)
T4 (26.01.12)
1 M.Frontalis 1 3
2 M.Corrugator supercili 1 3
3 M.Procerus 1 3
4 M. Orbicularis Oculli 3 5
5 M. Nasalis 1 3
6 M. Depresor anguli oris 1 3
7 M. Zigomaticum mayor dan M. Zigomatikum minor
1 3
8 M. Orbicularis oris 1 3
9 M. Buccinator 1 3
10 M. Mentalis 1 3
11 M. Platysma 1 3
Dari Tabel 4.1 dan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dengan penanganan fisioterapi yang
telah diberikan memperlihatkan adanya peningkatan kemampuan fungsional otot - otot wajah serta peningkatan kekuatan otot dari otot-otot wajah.
C. Saran
Suatu keberhasilan terapi juga ditentukan oleh sikap dari pasien itu sendiri, jadi perlu ada kerjasama dengan baik antara terapis, pasien serta keluarga pasien. Untuk mengoptimalkan hasil terapi yang diberikan maka disarankan kepada:1. Fisioterapis hendaknya sebelum melakukan terapi kepada pasien diawali dengan pemeriksaan
yang teliti, mencatat permasalahan pasien, menegakkan diagnosis dengan tepat, memilih
modalitas yang sesuai dengan permasalahan pasien, melakukan evaluasi dan memberikan
edukasi pada pasien sehingga nantinya akan memperoleh hasil yang optimal.
2. Kepada pasien:
a) Rutin dalam melakukan terapi ke fisioterapi.
b) Sementara waktu menghindari udara dingin dan angin yang langsung mengenai pada wajah atau
jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa wajah secara langsung
serta jangan tidur di lantai tanpa menggunakan alas dan bantal, bila kondisi tubuh tidak baik.
c) Bila mengendarai motor, gunakanlah helm fullface yang benar agar terhindar dari terpaan udara
secara langsung.
d) Pakailah kacamata untuk melindungi mata dari terpaan debu dan angin secara langsung untuk
menghindari iritasi.
3. Keluarga pasien, hendaknya memberikan motivasi kepada pasien untuk rajin terapi dan
melakukan home program/ edukasi- edukasi yang telah diberikan oleh terapis untuk mendukung
proses kesembuhannya.
4. Masyarakat dan pembaca, agar segera konsultasi ke dokter, ke fisioterapi atau tenaga medis
lain, bila dijumpai atau dirasakan keluhan seperti: mulut mencong, salah satu mata sukar ditutup,
dan sebagainya. Ini dimaksud, agar dapat diberikan tindakan sedini mungkin sehingga komplikasi
yang akan timbul dapat dicegah.