penanggung jawab - ylbhiylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/bantuan-hukum_edisi01-1.pdf ·...

76
1

Upload: builiem

Post on 11-Mar-2019

246 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

1

Page 2: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

2

Penanggung Jawab

Asfinawati

Pemimpin Redaktur

Siti Rakhma Mary Herwati

Redaktur

Asfinawati

Febionesta

Arip Yogiawan

Muhamad Isnur

Editor

Jane Aileen Tedjaseputra

Siti Rakhma Mary Herwati

Layout

Muhamad Isnur

REDAKSI

Page 3: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

3

PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………………...... 4 FOTO-FOTO KEGIATAN ……………………………………………………………………………………… 5 ARTIKEL

PENEGAKAN HUKUM DAN REFORMASI SEKTOR KEAMANAN …………............. 11 MISKONSEPSI PENGAKUAN AGAMA DI INDONESIA …………………………………… 23 PEMILUKADA DI TENGAH REZIM PEMBANGUNAN EKONOMI…………………… 33 MENJAGA IBU BUMI, MERAWAT IBU PERTIWI ………………………………………… 42 KRIMINALISASI MASYARAKAT ADAT:ANCAMAN DAN USULAN KEBIJAKAN….. 57

PROFIL PBH ……………………………………………………………………………………………………….. 70

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………………………… 74

DAFTAR ISI

Page 4: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

4

YLBHI pernah memiliki jurnal bernama “Diponegoro 74” yang pada masanya menjadi rujukan karena tidak saja mengupas teori-teori hukum dan sosial tetapi memuat fakta-fakta pelanggaran HAM langsung dari tangan pertama yaitu penyintas dan pembelanya dari 15 kantor LBH. Jurnal online edisi pertama ini merupakan “Diponegoro 74” versi digital sesuai perkembangan zaman di mana bahan cetakan/bacaan berbasis kertas menurun peminatnya dan sebaliknya dengan tulisan menggunakan medium internet. Dalam bentuknya kali ini, tulisan-tulisan ini dapat melintasi waktu dan terus menjadi rekaman jejak persoalan hukum bangsa. Pada edisi ini pembaca disajikan materi yang luas cakupannya mulai dari isu sektor keamanan, agraria yang kali ini diwakili oleh kasus Kendeng hingga kebebasan berekspresi. Pembaca juga dapat mengikuti perjalanan penuh perjuangan dari salah satu Pengabdi Bantuan Hukum yang saat ini menjadi direktur LBH Yogyakarta. Tak lupa kami sertakan resensi buku sebagai alat mengintip buku yang menarik. Terakhir, tentu saja selamat menikmati. Kami mohon maaf atas kekurangan di sana sini. Semoga pemikiran mengenai strategi advokasi baru dapat lahir melalui stimulus berupa jurnal ini. Begitu pula dengan semangat baru dan lahirnya pengabdi bantuan hukum baru melalui kisah penyintas yang kita ikuti dalam kasus-kasus yang diangkat. Salam Juang! Asfinawati

PENDAHULUAN

Page 5: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

5

Rakerda dan Kunjungan Asesmen YLBHI ke LBH Manado

Kunjungan Asesmen YLBHI Ke LBH Bandung

Kegiatan Asesmen di LBH Jakarta

FOTO-FOTO

KEGIATAN

Page 6: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

6

Kunjungan Asesmen YLBHI ke LBH Medan

Kegiatan Asesmen YLBHI di LBH Makassar

Kegiatan Asesmen di LBH Banda Aceh

Page 7: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

7

Kegiatan Asesmen di LBH Semarang

Kegiatan Asesmen di LBH Surabaya

Kegiatan Asesmen di LBH Bali

Page 8: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

8

Kunjungan Asesmen YLBHI ke LBH Pekanbaru

Kegiatan Asesmen YLBHI di LBH Padang

Kunjungan Asesmen YLBHI ke LBH Lampung

Page 9: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

9

Kunjungan Asesmen YLBHI ke LBH Papua

Kunjungan Asesmen YLBHI ke LBH Palembang

Kunjungan Asesmen YLBHI ke LBH Yogyakarta

Page 10: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

10

KALABAHU LBH SEMARANG

KALABAHU LBH PADANG

Page 11: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

11

PENEGAKAN HUKUM DAN REFORMASI SEKTOR KEAMANAN

ASFINAWATI1

1 Ketua Umum – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

ARTIKEL

Page 12: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

12

Konsep Sektor Keamanan (Security Sector)

Pembicaraan mengenai sektor

keamanan pada awalnya terfokus pada militer, tetapi kemudian terjadi perkembangan penting yang membuat definisi sektor keamanan menjadi lebih luas dan dalam. Sektor keamanan diartikan sebagai gabungan antara aktor keamanan tradisional, misalnya unit pertahanan, polisi, penjaga perbatasan, badan intelijen, lembaga peradilan, angkatan pertahanan yang tidak resmi seperti perusahaan militer, swasta, kelompok pemberontak, serta manajemen dan organ pengawas seperti kementerian atau parlemen2.

Sektor keamanan saat ini meliputi transformasi sistem keamanan yang mencakup semua aktor, peran mereka, tanggung jawab, dan

2 Heiner Hänggi and Fred Tanner,

‘Promoting Security Sector Governance in the EU’s Neighbourhood’, Challiot Paper no. 80, July 2005, p. 13. And also e.g. Edward Rees, ‘SSR and Peace operations: Matching Mandate and Means’, UN Best Practices, 2005, p. 7 dalam Eirin Mobekk, Transitional Justice and Security Sector Reform: Enabling Sustainable Peace, hal. 3.

tindakan bekerja bersama untuk mengatur dan melaksanakan sistem dalam cara yang lebih konsisten dengan norma demokrasi dan prinsip pemerintahan yang baik sehingga menyumbang kepada kerangka keamanan yang berfungsi baik3. Reformasi sektor keamanan juga digambarkan secara lebih sederhana sebagai sebuah proses untuk mengembangkan struktur keamanan yang profesional dan efektif yang akan membuat warganegara hidup secara aman4.

United Nations Development Programme (UNDP) juga membuat pemahaman yang luas tentang reformasi sektor keamanan dengan mengartikannya sebagai reformasi sektor keadilan dan keamanan, dimana sektor keamanan mencakup orgnisasi peradilan kriminal dan badan pengawas, lembaga militer dan intelijen, institusi non inti seperti pabean,

3 DAC Guidelines and Reference Series,

OECD/DAC Security System Reform, 2005, p. 20 dalam Eirin Mobekk, Transitional Justice and Security Sector Reform: Enabling Sustainable Peace, hal. 3. 4 Dfid, Security Sector Reform Policy Brief ,

2003, p. 2 dalam Eirin Mobekk, Transitional Justice and Security Sector Reform: Enabling Sustainable Peace, hal. 3.

Page 13: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

13

dan tenaga keamanan tidak resmi dan masyarakat sipil.5

Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru

Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan sehingga pembangunisme menjadi kata yang muncul beriringan dengan berlangsungnya Orde Baru6. Turunan dari pembangunan adalah stabilitas karena Orde Baru percaya investasi ditopang upah murah dan stabilitas yang menggantikan

5 UNDP, Justice and SSR, BPCR’s

Programmic Approach, November 2002, p. 8. For more on SSR see e.g. Nicole Ball, ‘Spreading Good Practices in SSR: Policy Options for the British Government’, London: Saferworld, 1998. Alan Bryden and Philipp Fluri (eds.), SSR: Institutions, Society and Good Governance (Baden-Baden: Nomos Verlagsgesellschaft, 2003). DFID, ‘Understanding and Supporting SSR, London, 2002. OECD-DAC, Security System Reform and Governance: Po licy and Good Practice , 2004. Nicole Ball, ‘Justice and SSR: A Conceptual Framework dalam Eirin Mobekk, Transitional Justice and Security Sector Reform: Enabling Sustainable Peace, hal. 3. 6 Lihat Sritua Arief, Pembangunanisme dan

Ekonomi Indonesia : Pemberdayaan Rakyat

dalam Arus Globalisasi, Bandung: Zaman

Wacana Mulia, 1998.

kepastian hukum dan good governance khususnya anti korupsi yang tak mampu dijalankan.

Posisi ABRI (sekarang TNI) menjadi sangat kuat dengan meluasnya peran dan fungsinya melalui dwi fungsi ABRI, konsep yang dicetuskan Jenderal Nasution untuk keterlibatan militer secara langsung dalam kehidupan sosial politik pada seluruh tingkat masyarakat. Melalui konsep dwi fungsi ini ABRI bertindak sebagai alat utama untuk pengembangan dan implementasi kebijakan pemerintah juga sebagai dinamisator dan fasilitator pembangunan nasional. 7

Kuatnya posisi ABRI juga tercermin dari diserapnya polisi sebagai angkatan ke 5. Hal ini dapat dilihat dalam tulisan Jenderal Purnawirawan Kunarto yang saat itu menjabat sebagai Kapolri pada tahun 1991-1993. Ia menunjukkan degradasi kekuasaan polisi yang terjadi di masa Orde Baru, perampasan kekuasaan polisi oleh militer, dan tantangan-tantangan yang dihadapi Polri dalam menyelenggarakan reformasi

7 Andrew Renton-Green, Indonesia After

Soeharto Civil or Military Rule? Working Paper 12/98.

Page 14: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

14

terhadap suatu angkatan yang kekurangan tenaga kerja, tidak memiliki peralatan yang memadai, korup, dibenci masyarakat dan tidak memiliki ingatan kelembagaan akan kemerdekaan kelembagaan sebagai bagian dari sistem penegakan hukum yang bekerja dengan baik.8

Kondisi Terkini Sektor Keamanan

Salah satu buah reformasi dan tonggak penting bagi reformasi sektor keamanan adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri. Bagian menimbang TAP MPR9

8 Kunarto, ‘Jangan Berharap Polri Berubah’

di ICG Asia Report No. 13, Indonesia: Reformasi Kepolisian Nasional. 9 Bagian menimbang TAP MPR VI/MPR/2000

lengkapnya menyatakan

a. bahwa salah satu tuntutan reformasi dan tantangan masa depan adalah dilakukannya demokratisasi, maka diperlukan reposisi dan restrukturisasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;

b. bahwa dengan adanya kebijakan dalam bidang pertahanan/keamanan telah dilakukan penggabungan Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian Negara Republik

benar-benar menggambarkan suasana sosial politik reformasi yaitu:

1. Reposisi dan restrukturisasi ABRI adalah bagian dari demokratisasi

2. Penggabungan Polri ke dalam ABRI telah mengakibatkan kerancuan dan tumpang tindih peran fungsi TNI di bidang pertahanan dan peran fungsi Polri sebagai penjaga kemanan dan ketertiban.

Indonesia dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;

c. bahwa sebagai akibat dari penggabungan tersebut terjadi kerancuan dan tumpang tindih antara peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia sebagai kekuatan pertahanan negara dengan peran dan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan keamanan dan ketertiban masyarakat;

d. bahwa peran sosial politik dalam dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat;

Page 15: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

15

3. Peran sosial politik dalam dwifungsi ABRI adalah penyimpangan yang mengakibatkan tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Penguatan Polri sebagai institusi

reformis tampaknya berpuncak

pada pemisahan dengan TNI.

Dengan meningkatnya demokrasi

secara perlahan-lahan TNI “kembali

ke barak” menjalankan fungsinya

sebagai penjaga pertahanan

nasional10. Sebaliknya Polri menjadi

institusi yang banyak berkiprah

karena mandatanya adalah penjaga

keamanan nasional11. Seiring

dengan hal ini keluhan masyarakat

terhadap Polri secara konsisten

10

Pasal 30 (3): “Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. 11

Pasal 30 (4): “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”.

menempati posisi tinggi di berbagai

lembaga.

Data pengaduan Komnas HAM

menunjukkan selama 3 tahun

berturut-turut sejak 2014

menunjukkan kepolisian

menempati posisi tertinggi sebagai

pihak yang diadukan. Mari kita lihat

perbandingannya dengan institusi

lain sejak tahun 2014 hingga 2016

di bawah ini.

Page 16: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

16

Urutan 2016 2015 2014

1. Kepolisian: 2.290 Kepolisian 2734

Kepolisian: 2.483

2. Korporasi: 1.030 Korporasi: 1.231

Korporasi: 1.127

3. Pemerintah daerah: 931 Pemerintah daerah: 1011

Pemerintah daerah: 771

4. Pemerintah pusat (Kementerian): 619

Lembaga peradilan: 640

Lembaga Peradilan: 641

5. Lembaga peradilan: 436 Pemerintah pusat (Kementerian): 548

Pemerintah pusat (Kementerian): 499

6. BUMN/BUMD: 359

BUMN/BUMD: 381

BUMN/BUMD: 463

7. TNI: 280 TNI: 331 Lembaga Negara (Non kementerian): 282

8. Kejaksaan: 214 Lembaga negara (Non kementerian): 288

TNI: 215

9. Lembaga negara (Non kementerian): 122

Kejaksaan: 252 Kejaksaan: 195

10. Lembaga pendidikan: 108 Lembaga pendidikan: 146

Lembaga Pendidikan: 134

11. Lembaga Organisasi: 55 Organisasi: 58

Page 17: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

17

pemasyarakatan dan / atau Rutan: 56

12. Organisasi: 43

Lembaga pelayanan kesehatan: 44

Lembaga Pemasyarakatan dan/atau Rutan: 44

13. Lembaga pelayanan kesehatan: 28

Lembaga pemasyarakatan dan/atau Rutan: 43

Lembaga Pelayanan Kesehatan: 41

14. Pemerintah negara lain: 15

Pemerintah negara lain: 9

Pemerintah negara lain: 13

15. Lembaga legislatif: 4 Lembaga legislatif: 4

Lembaga legislatif: 1

Masalah yang diadukan ke Komnas HAM pada tahun 201512 adalah:

1. Proses alur penyidikan

dan/atau penyelidikan 1475

(81%);

2. Penangkapan dan/atau

penahanan tidak sesuai dengan

ketentuan 87;

3. Penangkapan dan/atau

penahanan disertai kekerasan

23;

12

Laporan Tahunan 2015 Komnas HAM, Pemulihan Hak-hak Korban Pelanggaran HAM, hal. 87.

4. Tindak kekerasan, pemukulan,

penembakan, dan intimidasi 13;

5. Penyiksaan dalam proses

pemeriksaan 102;

6. Lain – lain 120.

Laporan Komnas HAM dikonfirmasi oleh data pengaduan yang dimiliki Ombudsman RI. Laporan Ombudsman menunjukkan kepolisian berada pada peringkat kedua (45 persen) dalam bentuk penundaan berlarut dengan 11 laporan per hari, institusi pemerintahan (42 persen) dalam bentuk kesalahan prosedur sebanyak lima laporan per hari, dan

Page 18: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

18

praktek suap dan pungli di instansi pemerintah daerah (53 persen) dengan rata-rata dua laporan setiap harinya. Berdasarkan laporan di sektor penegakan hukum, kepolisian paling tinggi terindikasi penundaan berlarut, yaitu 51 persen. Menurut Ombudsman, suap atau pungli biasanya ditandai dengan adanya penundaan berlarut dan pelanggaran prosedur13.

Penundaan berlarut dalam proses penyidikan tak terhindarkan dalam sistem hukum acara pidana Indonesia saat ini karena KUHAP memberikan peluang penafsiran yang berbeda dari semangat peradilan yang cepat, murah, dan sederhana. Meskipun Pasal 50 KUHAP mengatur bahwa: (1) Tersangka berhak segera

mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum;

13

Tempo.co, Ombudsman: Pungli Tertinggi di Kepolisian dan Pemda, 16 Oktober 2016

https://m.tempo.co/read/news/2016/10/16/063812570/ombudsman-pungli-tertinggi-di-kepolisian-dan-pemda.

(2) Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum;

(3) Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan.

Tetapi dalam prakteknya ketiadaan pembatasan waktu membuat pasal ini seolah tidak memiliki kekuatan hukum dan hanya mengikat secara moral. Lebih dari itu, masa penyidikan di tiap-tiap tahap sering diukur dengan masa penahanan maksimal. Meskipun ketentuan penahanan dan perpanjangan penahanan pada setiap tingkat pemeriksaan yaitu di kepolisian, kejaksaan, pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan MA14 menyatakan “tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka atau terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah dipenuhi” tapi pada kenyataannya penerapan ketentuan pasal ini nyaris tidak pernah terdengar. Penahanan di Indonesia sudah berubah dari maksud sebenarnya

14

Lihat Pasal 24 ayat (3), 25 ayat (3), 26 ayat (3), 27 ayat (3), 28 ayat (3), 29 ayat (5) KUHAP.

Page 19: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

19

untuk mempermudah penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan15 menjadi penghukuman serta penyandera hakim agar memutuskan bersalah. Dalam praktek jarang sekali hakim membebaskan terdakwa yang sudah ditahan karena besarnya resiko jika ia menuntut aparat penegak hukum. Komite Menentang Penyiksaan (Committee Against Torture) dalam concluding observations pada sesi keempat tanggal 28 April-16 May 2008 menyoroti lamanya penahanan dan tidak adanya mekanisme membawa tahanan segera ke depan pengadilan untuk menguji penahanannya: “Failure to bring detainees promptly before a

15

Pasal 20 (1) Untuk kepentingan penyidikan,

penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan.

(2) Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan.

(3) Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.

judge, thus keeping them in prolonged police custody for up to 61 days”. Meskipun Indonesia sudah menjadikan Kovenan Hak Sipil dan Politik (KHSP) menjadi hukum Indonesia dengan UU 12/2005 tetapi Pasal 9 KHSP tidak diikuti dengan perubahan sistem peradilan pidana di Indonesia. Pasal 9 ayat (3) menyatakan:

Setiap orang yang ditahan atau ditahan berdasarkan tuduhan pidana, wajib segera dihadapkan ke depan pengadilan atau pejabat lain yang diberi kewenangan oleh hukum untuk menjalankan kekuasaan peradilan, dan berhak untuk diadili dalam jangka waktu yang wajar, atau dibebaskan. Bukan merupakan suatu ketentuan umum, bahwa orang yang menunggu diadili harus ditahan, tetapi pembebasan dapat diberikan atas dasar jaminan untuk hadir pada waktu sidang, pada setiap tahap pengadilan dan pada pelaksanaan putusan, apabila diputuskan demikian.

Kemudian pasal 9 ayat (4) mengatur:

Page 20: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

20

Siapapun yang dirampas kebebasannya dengan cara penangkapan atau penahanan, berhak untuk disidangkan di depan pengadilan, yang bertujuan agar pengadilan tanpa menunda-nunda dapat menentukan keabsahan penangkapannya, dan memerintahkan pembebasannya apabila penahanan tidak sah menurut hukum.

Beberapa orang atau bahkan banyak orang akan berargumen praperadilan adalah bukti telah terpenuhinya ketentuan di atas. Benarkah demikian? Praperadilan bukanlah sebuah kewajiban dari negara melainkan berskema permohonan yang artinya harus dimohonkan dan tidak berlaku otomatis untuk setiap orang. Sedangkan ketentuan di atas jelas sekali menyatakan “setiap orang wajib segera dihadapkan ke pengadilan” yang artinya negara lah yang harus menghadapkan orang-orang yang ditahan tersebut dan bukan orang yang ditahan itu yang harus mengajukan permohonan.

Lamanya masa penahanan dan tiadanya kontrol atas penahanan ini membuka peluang terjadinya penyiksaan dan berujung pada mengadili orang yang salah. Tidak ada ketentuan mengenai pengeyampingan bukti yang diperoleh melalui penyiksaan (exclusionary evidence) membuat penyiksaan masih berlangsung. Pemahaman yang belum bergeser dari HIR yaitu pengakuan tersangka/terdakwa sebagai alat bukti juga membuat pengejaran pengakuan melalui penyiksaan menjadi tujuan. Padahal pengakuan tersangka tidak bisa digunakan karena yang diakui adalah yang ia katakan di sidang dan pengakuannya tidak serta merta membuat terdakwa bersalah melainkan perlu adanya alat bukti lain16.

16

Pasal 189 (1) Keterangan terdakwa ialah apa

yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.

(2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung

Page 21: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

21

Peradilan sesat juga ditopang tidak ada mekanisme pengawas eksternal baik oleh hakim untuk melihat kesahihan penahanan seperti di atas, ataupun penuntut sebagai pengendali perkara. Penyidik yang tidak pernah berangkat ke pengadilan dalam sistem peradilan pidana, tentu memiliki pemahaman yang berbeda tentang bukti apa yang berguna untuk pengadilan. Tiadanya kewajiban untuk mempertahankan bukti itu tentu juga membuat tanggung jawab penyidik berbeda dengan penuntut terhadap kehati-hatian penyusunan bukti-bukti.

Faktor lain berlarutnya penyidikan adalah hubungan antara penuntut dengan penyidik. Tidak adanya kewajiban definitif penyidik menyampaikan surat pemberitahuan dimulainya

oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.

(3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.

(4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertal dengan alat bukti yang lain.

penyidikan kepada penuntut umum membuat pasal 109 KUHAP sering diakali dan pemberitahuan baru diberikan setelah penyidikan berjalan beberapa saat. Putusan MK kemudian mengkoreksi hal ini meskipun menolak permohonan lainnya dalam Putusan No. 130/PUU-XIII/2015 dengan menyatakan “..., penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan”. Masalah lain adalah bolak-balik perkara antara penyidik dengan penuntut yang meskipun tersirat hanya dapat berjalan 2 kali (dilimpahkan oleh penyidik ke penuntut, dikembalikan oleh penuntut kemudian penyidik mengirimkannya kembali17 tetapi dalam prakteknya disimpangi hingga perkara bisa bolak balik lebih dari itu misal dalam kasus Abraham Samad yang dikriminalisasi saat menjadi ketua

17

Lihat pasal 110 dan 138 KUHAP.

Page 22: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

22

KPK yang mengalami 4 kali bolak balilk berkas perkara18.

18Kompas.com, Ditolak Lagi, Berkas Abraham

Samad Sudah 4 Kali Dikembalikan, 28 Juli 2015. Dapat dilihat di http://regional.kompas.com/read/2015/07/28/15344261/Ditolak.Lagi.Berkas.Abraham.Samad.Sudah.4.Kali.Dikembalikan.

Page 23: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

MISKONSEPSI PENGAKUAN AGAMA DI

INDONESIA

FEBIONESTA19

19

Ketua Bidang Pengembangan Organisasi-Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Page 24: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

Telah menjadi pemahaman umum

bahwa Indonesia hanya mengakui

enam agama yang sering pula

disebut sebagai agama-agama yang

resmi diakui negara. Agama-agama

dimaksud antara lain: Budha,

Hindu, Kristen, Katolik, Islam, dan

Konghucu. Agama-agama selain

yang disebut barusan dipandang

bukan sebagai agama resmi yang

diakui di negeri ini.

Diskriminasi Penganut Agama yang

Tidak Diakui

Pemahaman tentang agama yang

“diakui” ini kemudian diadopsi ke

dalam produk legislasi dan praktek

birokrasi. Pemahaman ini ternyata

berimplikasi pada pengecualian

hak-hak kewarganegaraan para

penganut agama yang dinilai tidak

“diakui”. Mulai dari minimnya

pengakuan persamaan kedudukan

di muka hukum dan pemerintahan,

diskriminasi pelayanan publik,

pembatasan hak beragama, bahkan

sampai mendorong intoleransi di

tengah-tengah masyarakat.

Lihat saja KTP para penganut agama

di luar enam agama tersebut.

Identitas keagamaan mereka tidak

dapat dicatatkan ke dalam kolom

agama di KTP mereka. Hal ini

kemudian berimbas pada

diskriminasi dalam pencatatan

perkawinan, kelahiran, bahkan

kematian. Tak berhenti di sini,

diskriminasi terhadap warga negara

penganut agama tidak “diakui” juga

merambah ke sektor pelayanan

publik lainnya. Misalnya di sektor

pendidikan; para siswa yang berasal

dari orang tua penganut agama

atau kepercayaan di luar agama

Page 25: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

25

yang "diakui", selama ini tidak

memperoleh layanan pengajaran

agama di sekolah-sekolah negeri.

Di masa lalu, demi mendapatkan

layanan kependudukan para

penganut agama atau kepercayaan

minoritas terpaksa mencatatkan

salah satu dari agama yang “diakui”

ke dalam kolom agama di KTP-nya,

meski pada kenyataannya mereka

masih mempraktekan agama atau

kepercayaan asalnya.

Baru pada 2006, para penganut

agama atau kepercayaan minoritas

mulai dapat memperoleh KTP

dengan kolom agama yang tidak

diisi. Meski demikian, diskriminasi

tetap saja berlangsung. Sistem

layanan publik yang saat ini serba

terkomputerisasi seringkali tak

dapat mengakomodasi

pengosongan kolom agama. Hal ini

menyebabkan terhambatnya akses

layanan publik yang berkelanjutan.

Misalnya di sektor pendidikan,

ketika para penganut kepercayaan

mencantumkan identitas agama

atau kepercayaan asalnya20 sistem

Data Pokok Pendidikan (DAPODIK)

akan menjawab: “belum diisi

dengan agama yang benar”.

Tak adanya pengakuan terhadap

kelompok agama minoritas di luar

agama yang “diakui” dalam

administrasi kependudukan telah

mendorong aksi intoleransi di

masyarakat. Sebagai contoh,

penganut Kepercayaan Sapto

Darmo di Brebes mengalami

penolakan penguburan jenazah di

Tempat Pemakaman Umum.

Sementara di Tangerang Selatan,

20

Presentasi Dewi Kanti, penganut Sunda Wiwitan.

Page 26: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

26

kegiatan Majelis Luhur Kepercayaan

Indonesia dibubarkan paksa oleh

Front Pembela Islam.21 Dalam

beberapa peristiwa tersebut,

tuduhan bahwa penganut

kepercayaan adalah orang-orang

yang tidak beragama kerap menjadi

dasar penolakan.

Landasan Yuridis Pengakuan

Agama

Masalah pengakuan negara

terhadap suatu agama atau

kepercayaan sebagai agama yang

“diakui” menunjukkan ke-

cenderungan perlakuan dis-

kriminatif dan intoleran terhadap

mereka yang termasuk dalam

kelompok penganut agama atau

21

Periksa http://www.cnnindonesia.com/nasional/20170106084635-20-184477/hantu-aksi-intoleran-di-tahun-ayam-api/

kepercayaan di luar agama yang

“diakui”. Pertanyaannya kemudian

adalah apakah di dalam sistem

hukum dan ketatanegaraan di

Indonesia terdapat pengaturan

tentang agama yang “diakui”?

Sebelum diterbitkannya Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2006

tentang Administrasi Ke-

pendudukan, pengakuan terhadap

lima agama yakni Kristen, Katolik,

Hindu, Islam, dan Budha dapat

ditemukan dalam praktek

pelayanan administrasi

kependudukan. Masyarakat yang

berasal dari agama atau

kepercayaan di luar kelima agama

dimaksud, terpaksa memilih salah

satunya demi memperoleh

kemudahan dalam pelayanan

publik, seperti pengurusan KTP,

layanan kesehatan, perkawinan,

Page 27: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

27

akta kelahiran, pendidikan, atau

pemakaman.

Praktek administrasi kependudukan

yang hanya mengakui lima agama

ternyata didorong oleh adanya

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri

Republik Indonesia No. 477/74054

tanggal 18 Nopember 1978 tentang

Petunjuk pengisian kolom Agama.

Dalam Surat Edaran itu disebutkan

bahwa bagi masyarakat yang tidak

menganut salah satu dari kelima

agama yang resmi diakui oleh

pemerintah, maka kolom agama

pada formulir perdaftaran

perkawinannya cukup diisi dengan

tanda garis pendek mendatar atau

(–).

Pengakuan terhadap lima agama

disebutkan di dalam Surat Edaran

Menteri Dalam Negeri dengan

merujuk pada Undang-Undang

Nomor 1/pnps/1965 tentang

Pencegahan Penyalahgunaan dan

Penodaan Agama.22 Padahal jika

diteliti lebih seksama, penyebutan

enam macam agama, antara lain

Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha

dan Khonghucu23 di dalam Undang-

Undang tersebut adalah untuk

menjelaskan agama-agama yang

dipeluk oleh hampir seluruh

penduduk Indonesia yang dilindungi

dari potensi penyalahgunaan atau

penodaan agama. Namun tidak

22

Undang-Undang Nomor 1/pnps/1965 awalnya merupakan Penetapan Presiden yang kemudian telah ditingkatkan menjadi Undang-Undang melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1969. 23

Khonghucu sempat mengalami pelarangan di era orde baru berdasarkan Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Baru pada 2000, Presiden Abdurahman Wahid menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 yang intinya mencabut Inpres larangan terhadap Khonghucu.

Page 28: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

28

sekali pun Undang-Undang ini

mengatur adanya pengakuan

terhadap keenam agama tersebut.

Hal ini juga dipertegas di dalam

Undang-Undang dengan

menjelaskan bahwa agama-agama

lain, misalnya: Yahudi, Zaratustrian,

Shinto, atau Thaoism, tidak dilarang

dan mendapat jaminan penuh

untuk tetap berada di Indonesia.

Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi

dalam putusannya Nomor

140/PUU-VII/2009 berpendapat

bahwa Undang-Undang Nomor

1/pnps/1965 tentang Pencegahan

Penyalahgunaan dan Penodaan

Agama tidak membatasi

pengakuan atau perlindungan

hanya terhadap enam agama akan

tetapi mengakui semua agama

yang dianut oleh rakyat Indonesia.

Dengan demikian jelas bahwa Surat

Edaran Menteri Dalam Negeri yang

membatasi pengakuan hanya

terhadap lima agama, tidak

memiliki dasar alasan hukum yang

sah.

Ketentuan dalam Undang-Undang

Administrasi Kependudukan

Beberapa kalangan menyebut

bahwa Putusan Mahkamah

Konstitusi No. 140/PUU-VII/2009

hanya berlaku pada Penetapan

Presiden tentang Pencegahan

Penyalahgunaan dan Penodaan

Agama, tetapi tidak berdampak

pada Undang-Undang Administrasi

Kependudukan. Sementara itu,

Undang-Undang Administrasi

Kependudukan secara khusus di

dalam Pasal 61 (2) dan 64 (2)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2006 atau Pasal 64 (5) Undang-

Page 29: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

29

Undang Nomor 24 Tahun 2013

mengatur bahwa keterangan kolom

agama atau elemen data

kependudukan tentang agama bagi

penduduk yang agamanya belum

diakui sebagai agama berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-

undangan atau bagi penghayat

kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap

dilayani dan dicatat dalam database

kependudukan.

Mengacu pada ketentuan Undang-

Undang Administrasi

Kependudukan tersebut, meskipun

tetap dilayani, para penganut

agama atau kepercayaan di luar

enam agama yang dianggap

“diakui”, tidak dapat

mencantumkan agama atau

kepercayaan sesuai yang

diyakininya di dalam kolom agama

atau elemen data

kependudukannya. Walhasil, para

penganut agama atau kepercayaan

demikian kerap kali dipersepsikan

tidak beragama di kalangan

masyarakat.

Meskipun Undang-Undang

Administrasi Kependudukan me-

nyebut istilah “agama yang belum

diakui” namun jika kita telisik lebih

jauh, Undang-Undang tersebeut

tidak jelas mengatur apa yang

dimaksud dengan agama yang

belum diakui. Tidak ditemukan, baik

di dalam batang tubuh maupun

penjelasannya, macam-macam

agama yang diakui atau yang belum

diakui. Undang-Undang hanya

menyebut bahwa agama yang

diakui atau tidak diakui itu

didasarkan pada ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Page 30: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

30

Persoalannya adalah, ketentuan

perundang-undangan yang mana

yang dimaksud sebagai mengatur

pengakuan agama? Satu-satunya

perundang-undangan yang me-

nyebut macam-macam agama

adalah Undang-Undang Nomor

1/pnps/1965 tentang Pencegahan

Penyalahgunaan dan/atau

Penodaan Agama. Namun, perlu

kembali ditegaskan, sebagaimana

dijelaskan oleh Mahkamah

Kontitusi, bahwa Undang-Undang

ini tidak membatasi pengakuan

atau perlindungan hanya terhadap

enam agama akan tetapi mengakui

semua agama yang dianut oleh

rakyat Indonesia. Dengan demikian,

praktek administrasi kependudukan

yang hanya mengakomodasi

pengisian kolom agama terhadap

enam agama, tidak memiliki dasar

yang sah menurut hukum.

Sebaliknya, Undang-Undang Dasar

justru mengatur di pasal 28E (1) dan

(2) dan Pasal 29 (2)-nya mengenai

jaminan bagi setiap orang untuk

memeluk agama atau kepercayaan,

serta beribadah menurut agama

atau kepercayaannya masing-

masing. Jaminan ini kembali

ditegaskan di dalam Pasal 22

Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia

dan Pasal 18 Konvensi Hak Sipil dan

Politik yang telah disahkan menjadi

hukum yang berlaku secara

domestik.

Terlebih, baik Konstitusi maupun

berbagai instrumen hukum yang

mengatur tentang hak asasi

manusia atau peraturan perundang-

undang sektoral lainnya telah

menjamin hak setiap orang untuk

Page 31: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

31

dapat menikmati hak asasinya dan

memperoleh perlakuan yang sama

di muka hukum, pemerintahan,

serta pelayanan publik tanpa

pembedaan (diskriminasi)

berdasarkan latar-belakang

identitas apapun termasuk agama.

Dengan melihat realitas sosial

masyarakat Indonesia, agama yang

hidup dan dianut oleh masyarakat

tidak terbatas pada enam agama

saja. Agama atau kepercayaan di

luar enam agama, seperti Sikh,

Bahai, Sunda Wiwitan, serta

beragam agama atau kepercayaan

lainnya benar-benar ada dan dianut

oleh masyarakat Indonesia

meskipun populasinya relatif lebih

kecil dari para penganut enam

agama. Dengan merujuk pada

Konstitusi dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku

serta Putusan Mahkamah

Konstitusi, beragam agama atau

kepercayaan yang ada di Indonesia

sudah semestinya mendapat

jaminan pengakuan, perlakuan, dan

perlindungan yang sama.

Dari uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa pemahaman

yang selama ini berkembang di

masyarakat dan praktek

administrasi kependudukan me-

ngenai “agama yang diakui”

merupakan miskonsepsi pe-

mahaman hukum dan praktek

birokrasi. Dalam hal ini, secara jelas

dan tegas menurut hukum yang

berlaku, konsepsi ”agama yang

diakui” tidak memiliki landasan

sosiologis dan yuridis.

Dengan demikian, praktek

administrasi kependudukan yang

Page 32: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

32

hanya mengakomodasi pengakuan

terhadap enam agama saja

merupakan praktek yang

diskriminatif yang bertentangan

dengan hukum, bahkan dapat

mendorong tindak intoleransi dan

berbagai pelanggaran hak asasi

lainnya atas dasar agama. Oleh

karena itu, miskonsepsi

pemahaman tentang “agama yang

diakui” ini harus segera

ditinggalkan. Demikian pula segala

tindakan diskriminatif serta

intoleransi atau tindakan-tindakan

pelanggaran hak asasi yang

berangkat dari miskonsepsi

pemahaman ini, harus segera

dihapuskan. Pemerintah perlu

memperbaiki sistem dan perilaku

aparat di bidang administrasi

kependudukan dan menegakkan

hukum untuk melindungi para

penganut agama yang menjadi

korban akibat dari miskonsepsi

pemahaman tentang “agama yang

diakui” ini.

Page 33: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

33

PEMILUKADA DI TENGAH REZIM PEMBANGUNGAN EKONOMI

ARIP YOGIAWAN24

24

Ketua Bidang Kampanye dan Jaringan-Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Page 34: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

Agenda pembangunan ekonomi

di Indonesia kian mengkhawatirkan

dengan mengedepannya investasi

sebagai pilar utama dengan

mengabaikan hak-hak rakyat. Sejak

berkuasanya Presiden SBY,

pemerintah telah merumuskan blue

print pembangunan ekonomi

Indonesia yang diberi nama

Masterplan Percepatan dan

Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia (MP3EI). Dalam dokumen

tersebut Indonesia dibagi-bagi

menjadi enam koridor ekonomi

yaitu koridor Sumatera, Sulawesi,

Kalimantan, Jawa, Bali-Nusa

Tenggara, dan Maluku-Papua.

Setelah Jokowi berkuasa, agenda

pembangunan ekonomi dapat

dilihat dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN). Dalam RPJMN

2015-2019 khususnya di bidang

infrastruktur, rencana pem-

bangunan Jokowi tak jauh berbeda

dengan masa sebelumnya. Jokowi

juga tetap meneruskan proyek

MP3EI masa SBY.

Presiden Jokowi fokus pada

pembangunan ekonomi. Hal ini

dapat dilihat dari beberapa agenda

Konferensi Tingkat Tinggi, misalnya

dalam KTT APEC di Beijing, Jokowi

mengundang negara-negara dan

investor untuk berinvestasi di

Indonesia. Begitu pula dalam KTT G

20 di Brisbane dan KTT G 20 di

Guangzhou, Presiden Jokowi

mengundang para investor untuk

berinvestasi di Indonesia25.

Pembangunan ekonomi dengan

berbagai mega proyek tersebut tak

sepenuhnya memberi manfaat

kepada rakyat, justru sebaliknya

malah menimbulkan kerugian.

Misalnya, penolakan masyarakat

atas pembangunan pabrik semen

PT Semen Indonesia di Rembang.

Masyarakat protes hingga me-

masung kaki-kaki mereka dengan

semen di depan “beranda” istana

sang Presiden. Contoh lain adalah

penolakan masyarakat terhadap

proyek reklamasi di Bali. Reklamasi

tak hanya terjadi di Bali, tetapi juga

di Jakarta dan Makasar. Sedangkan

penolakan masyarakat terhadap

25 Periksa http://www.dw.com/id/pidato-jokowi-di-forum-ktt-apec-di-beijing/a-18055685.

Page 35: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

35

pembangunan infrastruktur juga

terjadi dalam kasus pembangunan

PLTU tenaga batu bara di Batang,

Indramayu, dan Cirebon.

Dalam proyek-proyek pem-

bangunan tersebut, keterlibatan

pemerintah daerah sebagai pe-

megang otoritas di daerah,

terutama dalam mengeluarkan izin

menjadi signifikan. Kita dapat

melihat peran Ganjar Pranowo

dalam pem-bangunan pabrik semen

di Pegunungan Kendeng atau peran

Basuki Tjahaya Purnama dalam

reklamasi Jakarta. Kepala daerah

menjadi kunci penting antara lain

dalam konteks perizinan dalam

pembangunan proyek-proyek pem-

bangunan. Oleh karena itu, posisi

Kepala Daerah menjadi rebutan

banyak orang. Kepala daerah

menjadi posisi yang “basah” karena

massifnya pembangunan proyek-

proyek besar yang menjadi agenda

pembangunan ekonomi di

Indonesia.

Pemilihan Umum Kepala Daerah

yang merupakan bagian dari proses

demokrasi di Indonesia di-

khawatirkan justru kehilangan

makna dalam mengimplemen-

tasikan demokrasi substansial.

Pilkada memperkuat dugaan akan

langgengnya demokrasi prosedural

yang pada akhirnya terpisahkan dari

substansi demokrasi itu sendiri.

Pemilihan Umum Kepala Daerah

Sebelum 2005, Pemilihan Kepala

Daerah dilakukan oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),

tetapi sejak diterbitkan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah, Kepala

Daerah langsung dipilih oleh

penduduk dalam suatu wilayah

administrasi. Awalnya, hal tersebut

dinilai sebagai kemajuan demokrasi

di Indonesia, karena rakyat dapat

memilih langsung kepala daerah.

Bahkan dimungkinkan adanya

seorang calon kepala daerah dari

perseorangan atau lebih dikenal

dengan istilah calon independen,

yaitu calon kepala daerah yang

tidak diusung oleh suatu partai

politik atau gabungan partai politik.

Hal tersebut juga sering dianggap

sebagai “deparpolisasi”, karena

seseorang dapat saja mencalonkan

diri menjadi kepala daerah tidak

Page 36: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

36

melalui partai politik, padahal partai

politik merupakan infrastruktur

politik. Dalam praktek, pemenang

Pemilukada dari jalur independen

masih amat sedikit.

Pemilukada tahun 2017 ini

dilaksanakan secara serentak di 101

daerah, 76 kabupaten, 18 kota, dan

tujuh provinsi yaitu Aceh, Bangka

Belitung, Banten, DKI Jakarta,

Gorontalo, Sulawesi Barat, dan

Papua Barat26.

Pilkada DKI Yang Fenomenal

Pemilihan Umum Kepala Daerah

DKI Jakarta tahun 2017 merupakan

Pilkada yang paling banyak disorot

oleh media baik nasional maupun

internasional. Besarnya sorotan

media kepada Pilkada DKI seolah

menenggelamkan pemberitaan

pilkada di daerah-daerah lain.

Pilkada DKI Jakarta kali ini diikuti

oleh 3 pasangan calon diantaranya

adalah Pasangan Agus Harimurti

dan Sylviana Murni nomor 1, Basuki

Tjahaja Purnama dan Djarot Syaiful

26 Periksa http://pilkada.liputan6.com/read/2436435/ini-101-daerah-yang-gelar-pilkada-serentak-2017.

Hidayat nomor urut 2 serta Anis

Baswedan dan Sandiaga Uno nomor

urut 3. Salah satu Calon Gubernur

yaitu Basuki Tjahaja Purnama

kemudian tersandung dengan

persoalan pidana sebagaimana

diatur dalam pasal 156 a KUHP jo

pasal 28 ayat (2) UU NO 11 tahun

2008 tentang Transaksi Elektronik.

Kasus itu memicu banyaknya aksi

penolakan terhadap calon

Gubernur Basuki Tjahaja Purnama

atau Ahok. Terlebih pasal yang

dikenakan adalah pasal penodaan

agama, yang mana dalam konteks

pe-nyelenggaraan Pilkada menjadi

sangat sensitif, terlebih Ahok tidak

beragama Islam dan berasal dari

etnis Tionghoa. Berbagai

gelombang aksi dengan tema “bela

islam” digelar menuntut agar Ahok

segera dihukum. Dengan jumlah

massa jutaan memasuki Jakarta

tentu saja menjadi suatu berita

yang fenomenal tentang Pilkada

DKI. Begitu massifnya aksi tersebut

sehingga berdampak terhadap

aspek keamanan Ibu Kota

menjelang penyelenggaraan

Pilkada. Hal lain, karena konten

pemberitaan lebih Jakarta sentris,

Page 37: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

37

tentu saja penyelenggaraan Pilkada

Jakarta Jauh lebih banyak dibahas

dan diperhatikan orang dibanding

100 Pilkada lainnya.

Calon Tunggal Melawan Kotak

Kosong

Dalam penyelenggaraan Pilkada

serentak tahun 2017, ada 9 daerah

yang hanya memiliki calon tunggal

sehingga calon kepala daerah akan

melawan kotak kosong. Daerah-

daerah yang hanya memiliki calon

tunggal dan harus melawan kotak

kosong diantaranya adalah Kota

Tebing Tinggi, Kabupaten Tulang

Bawang Barat, Kabupaten Pati,

Kabupaten Landak, Kabupaten

Buton, Kabupaten Maluku Tengah,

Kota Jayapura, Kabupaten

Tanbrauw dan Kota Sorong.27

Sempat tersiar informasi di

Kabupaten Pati bahwa pemenang

Pilkada adalah kotak kosong,

walaupun kemudian KPUD

mengumumkan bahwa calon

27 Periksa https://news.detik.com/berita/3424076/mereka-yang-berjaya-melawan-kotak-kosong.

tunggal yaitu Hariyanto dan Saiful

Arifin dinyatakan sebagai pe-

menang. Suara yang diperoleh oleh

pasangan calon sebanyak 519.675

suara, sedangkan kotak kosong

mendapat 177.762 suara sehingga

total suara sah 697.437, sedangkan

DPT Kabupaten Pati mencapai

1.034.256 suara. Dengan demikian,

tingkat partisipasi sebesar 68,9%.28

Terlepas di sembilan

wilayah ini para pasangan calon

menang dari kotak kosong, tetapi

hal ini sangat menarik. Angka

177.762 pemilih yang memilih kotak

kosong adalah angka yang cukup

besar. Dalam kondisi tersebut

biasanya orang sepintas menilai

bahwa kaderisasi partai tidak

berjalan sehingga tidak mampu

menimbulkan calon-calon kepala

daerah. Terbukti calon kepala

daerah hanya satu pasangan saja,

tidak ada yang mencalonkan dari

jalur perseorangan atau indepeden.

Di bawah ini adalah para pengusung

28 Periksa https://kumparan.com/ananda-wardhiati-teresia/real-count-kpu-pilkada-pati-dimenangkan-paslon-bukan-kolom-kosong.

Page 38: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

38

para calon kepala daerah tunggal

tersebut29:

1. Umar Zunaidi Hasibuan dan Oki

Doni Siregar, pasangan calon

Walikota Tebing Tinggi

Sumatera Utara, diusung oleh

NasDem, Demokrat, Hanura,

Gerindra, PKB, Golkar, PDIP dan

PPP;

2. Umar Ahmad dan Fauzi Hasan,

pasangan calon Bupati Tulang

Bawang Barat Lampung,

diusung oleh PKS, Demokrat,

PPP, PDIP, Gerindra, Golkar,

PAN, PKB, Hanura dan NasDem;

3. Hariyanto dan Syaiful Arifin,

pasangan calon Bupati Pati,

diusung oleh PDIP, Gerindra,

PKS, PKB, Demokrat, Golkar,

Hanura, dan PPP;

4. Karolin Margaret Natasa dan

Herculanus Heriadi, pasangan

calon Bupati Landak, diusung

oleh PDIP, Demokrat, PKB,

Golkar, Hanura, NasDem,

Gerindra, PAN;

29 Periksa https://news.detik.com/berita/3424076/mereka-yang-berjaya-melawan-kotak-kosong.

5. Samsul Umar Abdul Samiun dan

La Bakry, pasangan calon Bupati

Buton, diusung oleh PKB, PKS,

NasDem, PAN, Demokrat,

Golkar, dan PBB;

6. Tuasikal Abua dan Martlatu

Leleuroy, pasangan calon

Bupati Maluku Tengah, diusung

oleh Partai Gerindra, Golkar,

Hanura, Demokrat, NasDem,

PAN, PBB, dan PDIP;

7. Benhur Tomi Mano dan Rustan

Saru, pasangan calon Walikota

Jayapura, diusung oleh partai

PKB, Hanura, PAN, NasDem,

Golkar, PDIP, dan Gerindra;

8. Gabriel Asem dan Mesak

Metusala Yekwan, pasangan

calon Bupati Tambrauw,

diusung oleh NasDem, PDIP,

Golkar, Demokrat, Gerindra,

PKS, PKB dan Hanura;

9. Lamberthus Jitmau dan Pahima

Iskandar, pasangan calon

Walikota Sorong, diusung oleh

partai Golkar, Demokrat, PDIP,

PAN, NasDem, Gerindra,

Hanura, dan PKB.

Kesembilan pasangan calon ini rata-

rata didukung oleh delapan partai

pengusung. Partai-partai pengusung

Page 39: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

39

yang terlibat di sembilan daerah

tersebut hampir semuanya adalah

partai besar atau partai terkenal.

Selanjutnya, yang menggelitik

adalah partai-partai besar ini sudah

berada dalam suatu koalisi sehingga

kekuatan di parlemen untuk kepala

daerah terpilih sangat kuat. Di

samping itu juga menggambarkan

kekuatan politik satu koalisi. Koalisi

tersebut terbangun dengan proses

yang tidak singkat karena sudah ada

pembagian peran dan sudah

terselesaikannya kompromi politik

di antara mereka. Pertanyaan

berikutnya adalah apa yang akan

terjadi setelah terpilih jadi kepala

daerah dengan dukungan mayoritas

partai-partai besar. Saya

menganalisis bahwa antara

eksekutif (kepala daerah) dan

partai-partai pendukung akan

menguasai parlemen. Sehingga

ruang untuk menjadi oposisi atau

kontrol dalam ruang-ruang formil

ketatanegaraan menjadi tertutup.

Kaitan antara Pilkada dengan

proses pembangunan yang sedang

berjalan tersebut amat menarik.

Untuk mempertajamnya, kita bisa

melihat contoh Pilkada melawan

kotak kosong yaitu yang terjadi di

Kabupaten Pati Jawa Tengah. Di

Pati tengah terjadi perlawanan

masyarakat atas rencana

pembangunan pabrik semen PT

Sahabat Mulia Sakti. Bupati terpilih

di Pati adalah petahana yang

didukung oleh 8 partai. Sementara

komposisi di DPRD Pati ada 9 partai

yang mendapat kursi, di antaranya

Nasdem 4 kursi, PKB 6 Kursi, PKS 5

Kursi, PDIP 8 Kursi, Golkar 6 Kursi,

Gerindra 8 Kursi, Demokrat 6 kursi,

PPP3 Kursi, dan Hanura 4 Kursi.

Total keseluruhan ada 50 kursi30.

Sementara itu, pengusung Bupati

ada 8 partai kecuali NasDem. Suara

NasDem sendiri hanya 4 kursi.

Artinya 46 kursi di parlemen adalah

pengusung Bupati terpilih. Terdapat

8 partai atau setara dengan 46 kursi

di Parlemen yang menjadi

pendukung dari Bupati terpilih.

Maka, kebijakan-kebijakan baik

kebijakan politik maupun kebijakan

ekonomi Bupati akan berjalan

mulus tanpa oposisi dari parlemen.

30 Periksa http://www.patinews.com/daftar-jumlah-perolehan-kursi-dprd-kabupaten-pati-per-partai/.

Page 40: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

40

Kekerasan dalam Pilkada

Selain fakta-fakta di atas, cerita

berbeda tersaji di tanah Papua.

Setelah rapat pleno KPU Intan Jaya,

terjadi kerusuhan di Sugapa, ibu

kota Kabupaten Intan Jaya. Tiga

orang dikabarkan meninggal. Selain

itu, 90 orang mengalami luka-luka

dan kantor KPU Intan Jaya

mengalami kerusakan. Peristiwa ini

merupakan catatan penting tentang

penyelenggaraan Pilkada yang

masih saja menimbulkan tindak

kekerasan dan melahirkan korban31.

Pemilukada, Demokrasi, dan

Pembangunan Ekonomi

Penyelenggaraan Pemilukada,

fenomenalnya pemilihan Gubernur

DKI Jakarta, fenomena calon

tunggal melawan kotak kosong, dan

kerusuhan di Intan Jaya Papua

menggambarkan bahwa arus

politik, kekuasaan, dan dampak

terhadap masalah keamanan masih

31 Periksa https://www.merdeka.com/peristiwa/tiga-tewas-dan-90-luka-saat-rusuh-rekapitulasi-pilkada-intan-jaya.html.

menjadi masalah utama di negeri

ini. Kepala daerah hendaknya tak

hanya menjadi kontestasi antar

para calon yang nantinya akan

berkuasa. Pilkada semestinya

menjadi ajang bagi rakyat untuk

menentukan masa depan bangsa

ini. Kontestasi di Pilkada semestinya

adalah kontestasi tokoh-tokoh yang

nantinya akan menjadi pelayan

rakyat dan berorientasi pada

peningkatan kesejahteraan,

pemenuhan hak, dan perwujudan

keadilan. Jika para tokoh itu sudah

bersikap adil secara procedural

maka akan mudah mencapai adil

secara substansial.

Pilkada menjadi signifikan karena

situasi pembangunan ekonomi yang

gencar membangun proyek-proyek

raksasa. Tentu saja akan berdampak

terhadap kehidupan sehari-hari

warga. Kepala Daerah yang dipilih

dengan sistem demokrasi yang adil,

jujur, dan tidak transaksional tentu

akan melahirkan Kepala Daerah

yang peduli terhadap rakyatnya.

Sehingga sederas apapun agenda

pembangunan ekonomi, ia akan

memikirkan bagaimana pemenuhan

hak rakyat, bagaimana rasa

Page 41: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

41

keadilan rakyat, dan yang utama

berorientasi pada kesejahteraan

rakyat.

Jika harapan-harapan di atas dapat

diwujudkan maka demokrasi akan

menemukan maknanya. Yaitu

demokrasi substansial yang

berpihak kepada rakyat.

Page 42: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

42

MENJAGA IBU BUMI,

MERAWAT IBU PERTIWI

MUHAMAD ISNUR32

32 Ketua Bidang Advokasi- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)., 2017-2021.

Perjuangan Warga Pegunungan Kendeng

Menjaga Alam dan Melestarikan

Lingkungan

Page 43: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

Sore itu, Jumat 11 Maret 2017 ada

panggilan suara melalui whatsapp call.

Kang Gun (panggilan keseharian

Gunretno) rupanya. Di ujung telepon

dia bersuara “Nur, iki dulur-dulur wis

rembukan, Senen sesok (14 Maret

2017) aksi cor kaki yo, Minggu dulur-

dulur datang nang YLBHI”. Gelagapan

dan terkaget mendengarnya, saya balas

tanya “mau berapa lama Kang?”, dia

menjawab “pokoke sampai KLHS

(Kajian Lingkungan Hidup Strategis)

selesai, rencanaku seratus orang dicor”.

Entah harus menjawab apa lagi

kemudian saya hanya mengiyakan dan

menyatakan siap membantu.

Kabar ini sangat tiba-tiba, tak ada rapat

persiapan dan perencanaan sama sekali

sebelumnya. Saya hanya melihat Jumat

siang Kang Gun membagikan foto ada

semacam kumpul keluarga, ada

Muhnur dan Sobirin (dua orang pegiat

Kendeng) disana. Saya langsung kontak

Muhnur, ia tak bisa menjelaskan apa-

apa, ia meminta agar tanya Sobirin.

Ketika ditanya Sobirin hanya menjawab

“Yo wis ayo siapkan”.

Walau ini adalah aksi cor kaki dengan

semen yang kedua, tetap saja sangat

mengagetkan bagi saya. Terlebih para

pegiat kendeng dan pendamping yang

biasanya mendampingi dan

berpengalaman pada saat aksi cor

pertama sedang pada berangkat ke

Kongres Aiansi Masyarakat Adat

Nusantara (AMAN) di Medan. Aksi yang

direncanakan Senin (14 Maret 2017)

siang itu hingga Senin pagi sama sekali

belum siap pendukung apapun,

perangkat cor (semen, pasir dan batu

split), perangkat kesehatan (gypsona,

perban, dan Dokter), perangkat

transportasi, menghubungi media dan

lain-lain belum dilakukan. Dulur-dulur

kendeng datang hanya bermodal

badan, beberapa potong baju, dan

kotak-kotak balok kayu untuk

mengecor kaki. Untuk mempersiapkan

banyak kebutuhan itu kemudian

diantara para pegiat/pendamping yang

ikut rapat saling bertanya siapa yang

punya uang, agar bisa dipakai dulu

untuk membeli semua keperluan.

Aksi “Dipasung Semen Jilid 2” yang

dimulai 14 Maret 2017 sampai 20

Maret 2017 adalah aksi yang cukup

berbahaya, membutuhkan energi yang

sangat besar, membutuhkan

kerjasama, bantuan, serta melibatkan

sangat banyak aktor di lapangan. Aksi

ini dilakukan tanpa persiapan panjang,

tanpa intervensi dari LSM dan

pendamping lainnya. Walau belum tau

bagaimana kebutuhan diatas mereka

Page 44: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

44

langsung bergerak, datang ke YLBHI

dan memutuskan aksi.

Keputusan seperti ini pun kerap dan

biasa dalam aksi-aksi lain seperti Cor

Kaki Jilid 1, Aksi Pukul Lesung Depan

Istana 1 dan 2, dan aksi-aksi lainnya.

Keputusan sepenuhnya di tangan

warga. Para pendamping kemudian

memberi masukan dan membantu

segala hal yang diperlukan. Walaupun

ada dinamika, masukan dan pandangan

dari pendamping, tapi secara umum

ide-ide selalu datang dari warga. Jika

biasanya dalam kasus-kasus lain warga

diorganisir oleh pendamping, dalam

kasus kendeng justru pendamping yang

diorganisir oleh warga.

Pendahuluan

Pegunungan Kendeng Utara (atau

yang dikenal sebagai Zona Rembang

menurut van Bemmelen 1949)

membentang dari Kabupaten Pati,

Kabupaten Grobogan, Kabupaten

Rembang, dan Kabupaten Blora di

Jawa Tengah; hingga ke Kabupaten

Bojonegoro, dan Kabupaten

Lamongan di Jawa Timur33. Sebagai

kawasan bentang alam karst,

kawasan ini berlimpah sumber daya

air dan dikenal sebagai kawasan

imbuhan, resapan, dan

penyimpanan air. Kawasan ini juga

merupakan sumber pembelajaran

akademik dan wisata. Tetapi selain

itu kawasan ini juga kaya akan batu

gamping dan tanah liat yang

merupakan bahan baku utama

semen. Potensi inilah yang menjadi

incaran banyak perusahaan semen

untuk mengeksploitasi dan

menambang.

Sejak 2007 hingga kini, warga

Pegunungan Kendeng Utara terus

konsisten menolak pembangunan

pabrik semen dan penambangan.

Penambangan tersebut akan

merusak ekosistem karst dan

33

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kebijakan Pemanfaatan dan Pengelolaan Pegunungan Kendeng yang Berkelanjutan Tahap I (Kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih & Sekitarnya, Kabupaten Rembang), Tim Pelaksanaan KLHS untuk Kebijakan Pemanfaatan dan Pengelolaan Pegunungan Kendeng yang BerkelanjutanKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2017.

Page 45: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

45

berdampak luar biasa bagi ruang

hidup, alam dan pertanian.

Penolakan terus berkembang lintas

wilayah yang melibatkan warga di

lima kabupaten (Pati, Rembang,

Blora, Grobogan, dan Kudus) dan

lintas komunitas, dimana banyak

aktor lintas isu dan sektor seperti

guru besar, seniman, aktivis,

akademisi, dan organisasi-

organisasi non pemerintah.

Di tengah gempuran kepentingan

korporat/pemodal dan juga aparat

pemerintah di berbagai wilayah dan

sektor seperti tambang,

perkebunan, dan properti yang

mengancam ruang-ruang hidup

warga di berbagai penjuru

nusantara, perjuangan warga

Pegunungan Kendeng Utara dengan

konsistensi dan ketahanan dalam

berjuang menjadi oase di tengah

padang tandus beratnya ancaman

dan tumpulnya advokasi.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar

Pranowo dalam sebuah wawancara

mengatakan: “Pabrik (semen) itu

banyak, Holcim di Nusa

Kambangan, silakan di-browsing,

apakah ada penolakan atau tidak?

Kedua, ada semen Bima di

Ajibarang, sudah jalan, silakan di-

browsing, ada enggak penolakan?

Sekarang ada kurang lebih 12 yang

masuk….” “Aneh saja, emang ada

orang demo di Cibinong?” Ketika

ditanya anda tahu perumahan di

Cibinong itu mengeluh soal kualitas

air? “Whatever lah, saya sudah

tidak peduli aja. Itu ada fakta kamu

demo atau enggak. Kenapa di sini,

kenapa tidak di situ?”34. Maka

menjadi menarik untuk diangkat

mengapa perlawanan begitu kuat

dari Kendeng. Pembangunan semen

sangat banyak di mana-mana,

tetapi perlawanan di Kendeng

begitu hebat dan memiliki

ketahanan yang baik.

Jaringan Advokasi Tambang

mencatat Pulau Jawa memiliki

luasan karst paling kecil, yaitu 1.124

hektar dari 15,4 ribu hektar dari

wilayah karst di Indonesia. Artinya,

jika merujuk pada luasan kawasan

34

Wawancara dengan jurnalis tirto.id, 4 Januari 2017, lihat di https://tirto.id/kalau-mau-tutup-tutup-saja-pabrik-semen-indonesia-cefw.

Page 46: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

46

karst, selama ini Pulau Jawa telah

mendapatkan beban sangat berat

karena populasi terbesar tinggal di

pulau Jawa. Saat ini sudah ada 21

pabrik semen berskala besar

beroperasi di Jawa. Jumlah izin

tambang di pulau Jawa kini

mencapai 1.131 izin pertambangan

yang berarti Bertambahnya

tambang gamping dan pabrik

semen akan memperburuk kualitas

lingkungan di Pulau Jawa35.

Pembangunan Pabrik Semen dan

Perlawanan Warga

Kasus bermula di Kecamatan

Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa

Tengah pada tahun 2007 ketika ada

desas-desus calo-calo tanah

berusaha membeli tanah dengan

murah kepada warga. Ternyata,

kejadian ini merupakan rencana

pembangunan pabrik semen PT

Semen Gresik. Masyarakat dan para

aktivis kemudian bergerak. Di

tengah berbagai tekanan,

stereotype, bahkan kriminalisasi,

35

Lihat https://www.jatam.org/2017/04/03/kendeng-ora-didol-izin-tidak-untuk-diobral/.

warga bersama beberapa pegiat

lingkungan hidup melakukan

advokasi, konsolidasi dan

mobilisasi. Diwakili kuasa

hukumnya LBH Semarang, gugatan

pembatalan Izin Eksplorasi diajukan

oleh WALHI yang memiliki legal

standing mengajukan gugatan

lingkungan hidup. PTUN Semarang

kemudian membatalkan Izin

Eksplorasi PT Semen Gresik

tersebut, dan setelah melalui

banding, dan kasasi, putusan ini

berkekuatan hukum tetap melalui

putusan Mahkamah Agung Nomor

103/K/TUN/2010. Upaya dan

putusan ini berhasil membuat PT.

Semen Gresik Tbk (Persero)

hengkang dan menyatakan berhenti

dari rencana pembangunan pabrik

semen pada 2009 dan kemudian

pindah ke Tuban. Dari Tuban, PT

Semen Gresik pindah ke Rembang

pada 2012 dan berganti nama

menjadi PT Semen Indonesia.

Pada 2014, Bupati Pati

mengeluarkan kembali izin

lingkungan kepada PT Sahabat

Page 47: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

47

Mulia Sakti, anak perusahaan

Indocement. Warga kembali

bergerak. Mereka menolak

keberadaan Surat Keputusan Bupati

tersebut dan menggugatnya ke

PTUN Semarang. Gugatan ini

menang di PTUN Semarang, tetapi

kalah pada tingkat kasasi di

Mahkamah Agung. Meski demikian,

pembangunan pabrik belum

dimulai.

Akan halnya kasus PT Semen

Indonesia di Rembang, setelah

dikalahkan di Pengadilan Tata

Usaha Negara Semarang dan

Pengadilan Tinggi Tata Usaha

Negara Jawa Tengah, warga

bersama WALHI sebagai penggugat

serta kuasa hukum dari LBH

Semarang dan para advokat yang

tergabung dalam Jaringan Advokasi

Peduli Lingkungan berhasil

memenangkan gugatan di

Mahkamah Agung melalui upaya

Peninjauan Kembali (PK) pada 2016.

Izin lingkungan pembangunan

pabrik semen PT Semen Indonesia

dibatalkan.

Dengan aksi-aksi yang

‘mengagetkan’ dan kreatif seperti

memukul lesung, jalan kaki sejauh

150 km lebih, dan mengecor kaki di

depan Istana Negara, Presiden Joko

Widodo pun menemui warga.

Pertemuan dengan Presiden

menyepakati penundaan segala

jenis pembangunan dan izin-izin

tambang di Pegunungan Kendeng.

Presiden kemudian memerintahkan

Kantor Staf Presiden dan

Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan untuk membuat Kajian

Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

di Wilayah Pegunungan Kendeng

dengan melibatkan para pakar.

KLHS tahap 1 untuk wilayah

Rembang pun selesai. KLHS ini

menyimpulkan dan me-

rekomendasikan bahwa wilayah

Cekungan Air Tanah Watuputih

dimana ada sekitar 23 perusahaan

yang mendapat konsesi tambang

termasuk PT Semen Indonesia di

Rembang adalah Kawasan

Bentangan Alam Karst (KBAK) dan

Kawasan Lindung yang tidak boleh

ditambang.

Meski rekomendasi KLHS melarang

Page 48: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

48

penambangan, kenyataan di

lapangan sebaliknya. Berdasarkan

keterangan warga yang

menyaksikan langsung, bukti-bukti

fisik dan foto, PT Semen Indonesia

Tbk (Persero) memulai mengebom

kawasan CAT Watuputih untuk

membuat akses conveyor belt dan

memulai produksi semen.

Ketidakpatuhan PT Semen

Indonesia ini belum mendapatkan

tindakan apapun dari pemerintah.

Prinsip, Nilai, dan Sejarah

Perlawanan Sedulur Sikep

Penulis36 memiliki kesamaan

pandangan dengan Watchdoc37

ketika membuat film tentang

36

Diskusi bersama dengan Ali Nursyahid, Sobirin, dan Dhyta Caturani dalam yang sudah bertahun-tahun mendampingi Warga Kendeng, dalam Tour #AkuKendeng, 11 – 14 Mei 2017.

37 Rumah produksi audio visual yang berdiri

sejak 2009, lebih lengkap lihat http://watchdoc.co.id.

perjuangan petani dan sedulur-

dulur Kendeng dengan judul “Samin

Vs Semen”. Penolakan

pembangunan pabrik semen

dipelopori dan dipimpin oleh

Sedulur Sikep38 atau Masyarakat

Samin39. Ali Nursahid, seorang

pegiat lingkungan dari Pati

menjelaskan bahwa lapisan gerakan

Kendeng Lestari terdiri dari Wong

Sikep/Samin, petani, akademisi,

budayawan, seniman, aktivis LSM,

38

Komunitas Sedulur Sikep, barangkali

merupakan masyarakat petani yang paling

banyak diteliti dalam sejarah Indonesia

modern. Sejak zaman kolonial Belanda,

dengan diawali oleh laporan Residen Tuban

J. E. Jasper, banyak peneliti baik dari

Indonesia maupun luar negeri telah menulis

puluhan artikel, makalah, buku dan laporan

riset untuk membahas komunitas

masyarakat ini. Lihat Amrih Widodo, “Untuk

Hidup Tradisi Harus Mati”, dalam Majalah

Basis, edisi September-Oktober tahun 2000.

Yogyakarta: Yayasan B.P Basis. 2000, hal.

16.

39 Disebut Masyarakat Samin karena

komunitas ini pertama kali didirikan oleh Samin Surasentiko (1859-1914) di desa Klopodhuwur, Randublatung, Blora, Jawa Tengah pada pertengahan tahun 1890-an. RPA. Soerjanto Sastroatmodjo, Masyarakat Samin: Siapakah Mereka?, Yogyakarta, Narasi, 2003. hlm. 59.

Page 49: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

49

jurnalis, dan aktor pemerintah yang

berpihak. Seluruh pengambilan

keputusan ada di tangan Sedulur

Sikep. Sesepuh Sedulur Sikep

seperti Mbah Tarno40 atau tokoh-

tokoh muda sedulur sikep seperti

Gunretno41, Gunarti, Sapari dan

lainnya merupakan aktor sentral

dalam advokasi penolakan semen.

Advokasi ini diwadahi dalam

Jaringan Masyarakat Peduli

Pegunungan Kendeng (JMPPK). Ada

juga Kelompok Perempuan Peduli

Lingkungan (KPPL) Simbar Wareh

yang mengkonsolidasikan gerakan

perempuan sehingga dapat

“tampil” dan menjadi duta advokasi

Kendeng.

Kepeloporan Sedulur Sikep dalam

penolakan pabrik semen tak lepas

dari prinsip keyakinan/ajaran,

sejarah perlawanan, dan nilai-nilai

yang tertanam secara intrinsik

40

Tokoh kharismatik Sedulur Sikep asal Dusun Kalioso, Desa Karangrowo, Undakan, Kudus yang kemudian bermukim di Dusun Ngawen, Sukolilo. Meninggal di usia seratus tahun lebih pada 4 Juni 2009.

41 Sebelum terbentuk JMPPK, Gunretno juga

memimpin Serikat Petani Pati.

dalam keseharian mereka.

Penolakan kaum Samin atau

Sedulur Sikep terhadap rencana

eksplorasi dan eksploitasi semen di

kawasan Pegunungan Kendeng

merupakan salah satu ekspresi dari

sikap hidupnya untuk menghargai

keseimbangan alam. Pegunungan

Kendeng yang membujur dari Pati

sampai Blora menyimpan jutaan

kubik karst berfungsi untuk

menyimpan air, resapan air hujan

dan rumah bagi flora fauna. Mereka

bisa melihat dan merasakan

langsung, perusakan oleh tambang

liar di beberapa titik kawasan

pegunungan Kendeng

menyebabkan banjir bandang di

Sukolilo dan Kayen, Pati, pada 3

Desember 201142.

Salah satu keyakinan pandangan

hidup mereka adalah pekerjaan

mengolah tanah atau menjadi

petani merupakan satu-satunya

42

Munawir Aziz , Identitas Kaum Samin Pasca Kolonia Pergulatan Negara, Agama, Dan Adat Dalam Pro-Kontra Pembangunan Pabrik Semen Di Sukolilo, Pati, Jawa Tengah, Jurnal Kawistara, Volume 2 no. 3, 22 Desember 2012 hal. 225-328.

Page 50: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

50

pekerjaan yang demunung (jelas

perkaranya atau asal-usulnya).

Keyakinan ini bersumber dari ajaran

keharusan menjalankan perilaku

dengan jujur, lugu, dan murni.

Perilaku jujur, lugu, dan murni ini

juga harus dipraktekkan dalam hal

usaha memenuhi kebutuhan

sandang dan pangan yang mereka

sebut sebagai tata nggauto (tata

cara mencari nafkah). Keyakinan

bahwa hasil kerja keras untuk

memenuhi sandang dan pangan

haruslah berasal dari sesuatu yang

demunung. Dalam kaitan dengan

konsep demunung inilah pekerjaan

mengolah tanah atau menjadi

petani merupakan satu-satunya

pekerjaan yang demunung bagi

mereka43. Menjadi petani dengan

cara-cara yang alami dan organik

serta sangat mengandalkan air yang

mengalir dari mata air karst adalah

43

Addi Mawahibun Idhom, Resistensi Komunitas Sedulur Sikep Terhadap Rencana Pembangunan Tambang Semen Di Pegunungan Kendeng, Sukolilo, Pati, Jawa Tengah , Skripsi Pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Perbandingan Agama, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta , 2009, hal. 89.

tradisi mereka.

Maka lingkungan yang lestari, air

melimpah yang selama ini dialiri

dari mata air-mata air yang keluar

dari perbukitan karst menjadi

prasyarat utama dalam tata

kehidupan mereka. Perjuangan

melestarikan lingkungan

merupakan prinsip dasar yang

harus dilakukan, karena adanya

pabrik semen dan penambangan

akan merusak lingkungan,

ekosistem dan tradisi pertanian

mereka.

Page 51: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

51

Landasan dan nilai yang sangat

menghargai Bumi sebagai Ibu

nampak dalam tembang yang

senantiasa mereka lantunkan:

”Ibu Bumi Wis Maringi,

Ibu Bumi Dilarani,

Ibu Bumi Kang Ngadili”

(Ibu Bumi telah memberi,

Ibu Bumi disakiti,

Ibu Bumi yang akan mengadili)

Page 52: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

52

bersama tembang mocopat seperti

Pangkur, lagu, atau syair lainnya

yang senantiasa mengiringi warga

Pegunungan Kendeng ketika

mengecor kaki di depan Istana

Negara. Demikian juga tembang-

tembang tersebut dibawakan saat

berjalan ratusan kilometer dari

Rembang dan Pati menuju

Pengadilan Tata Usaha Negara

Semarang atau Kantor Gubernur

Jawa Tengah di Semarang, saat aksi

menabuh lesung, dan ratusan aksi

lainnya. Tembang-tembang yang

penuh kedalaman rasa,

penghayatan jiwa, keluasan pikiran,

kekuatan batin dan kekayaan

pengalaman demi menjaga bumi

yang merupakan ibu yang memberi,

mengasuh, membesarkan, terus

melimpahkan segala hal dengan

anugerahnya.

Aspek Transendental

Selain prinsip di atas, hal lain yang

mempengaruhi perlawanan Sedulur

Sikep adalah aspek transendental.

Sedulur Sikep dan masyarakat lokal

lainnya di Pati memiliki keterkaitan

kultural dengan Pegunungan

Kendeng. Hal ini ditandai dengan

simbol-simbol yang terdapat pada

situs-situs di sekitar Pegunungan

Kendeng seperti Situs Watu Payung.

Situs ini merupakan simbolisasi dari

sejarah pewayangan Dewi Kunti.

Beberapa narasi pewayangan Dewi

Kunti juga terartikulasikan dalam

beberapa relief alam yang terdapat

di Pegunungan Kendeng44.

Warisan Perlawanan dan Spirit

Perjuangan

Politik identitas dan perlawanan

kaum Samin pada masa kini juga

dipengaruhi oleh warisan ingatan

dan spirit perjuangan melawan

rezim penjajah dan perlawanan

44

Diskusi dengan Sobirin di bawah Situs Watu Payung 11 Mei 2017. Sobirin adalah Direktur Yayasan Desantara, yang juga merupakan pendamping Masyarakat Pegunungan Kendeng. Hal ini juga diakui oleh Subarkah dan Anggit Wicaksono (Pengajar Fakultas Hukum Universitas Muria Kudus) dalam Perlawanan Masyarakat Samin (Sedulur Sikep) Atas Kebijakan Pembangunan Semen Gresik Di Sukolilo Pati (Studi Kebijakan Berbasis Lingkungan Dan Kearifan Lokal).

Page 53: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

53

komunitas pada masa Orde Baru45.

Pada masa kolonialisme, Samin

Surosentiko mengajak warganya

untuk menolak menyumbang untuk

lumbung desa yang dikelola

pemerintah kolonial, menolak

menggembala ternak bersama-

sama, dan menolak membayar

pajak46. Amrih Widodo, seorang

peneliti Samin menjelaskan

kemunculan ajaran dan gerakan

saminisme itu dipicu salah satunya

adalah kebijakan pemerintah

Belanda menjadikan hutan sebagai

perusahaan negara (houtvesterijen)

yang menyebabkan petani di sekitar

hutan tidak lagi memiliki akses

untuk memanfaatkan hutan sebagai

sumber kehidupan mereka.47 Pada

45

Munawir Aziz, op.cit hal. 253.

46 Harri J. Benda-Lance Castles dalam King,

V.T., 1973, Some Observations on the Samin

Movement of the North-Central Java. BKI.

Deel 129, 4e avlevering, ‘s-Gravenhage,

Martinus Nijhoff.

47 Amrih Widodo, “Samin In The New Order:

The Politic of Encounter and Isolation”, dalam Jim Schiller dan Barbara Martin Schiller (eds.), Imagining Indonesia, Cultural Politics and Political Culture (Ohio University Press, 1997), hal. 268.

masa Orde Baru (1966-1998), kaum

Samin dianggap sebagai anti-

pembangunan, yang tak mau

menerima bantuan dari

pemerintah, serta tak dapat

disentuh dalam proyek islamisasi

maupun penginjilan. Kaum Samin

juga menolak perangkat agama dan

pemerintahan masuk dalam batas

hidup komunitasnya48.

Dukungan, Kekompakan, dan

Strategi Komunikasi

Ketika saya bertanya kepada para

pegiat Kendeng seperti Sobirin, Ali,

Dhyta, juga beberapa pendamping

mengapa mereka begitu setia dan

konsisten terus mendampingi

warga Kendeng, mereka menjawab.

Pertama, kesetiaan warga akan nilai

dan prinsip-prinsip terhadap

lingkungan dan kehidupan di atas.

Kedua, adanya konsep brotherhood

dan sisterhood. Seluruh warga dan

pendamping dianggap sebagai

saudara, sedulur. Hal inilah yang

kemudian sangat berdampak pada

48

Munawir Aziz, ibid.

Page 54: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

54

hubungan antar aktor; bukan

sekedar pendamping, akademisi

yang melakukan riset, atau LSM

yang melakukan advokasi, tetapi

lebih dari itu menjadi hubungan

persaudaraan, menjadi keluarga.

Maka hingga hari ini, ratusan orang

terus terlibat dan dengan senang

hati terus berpartisipasi dalam

advokasi serta agenda-agenda

kultural yang di dalamnya

dinyalakan api dan semangat

perjuangan, seperti Kupatan

Kendeng, Halal Bihalal, Brokohan

dan lain-lain bersama dulur-dulur

Kendeng.

Ketiga, bagi dulur-dulur,

kekompakan dan kerukunan selalu

menjadi nilai-nilai yang mereka

anggap harus tetap dijaga dan

dipelihara. Dalam keseharian,

mereka selalu menyebut teman

atau tetangga dengan sebutan

dulur (saudara). Meskipun yang

disebut itu bukan termasuk

komunitas Sedulur Sikep, asal

mereka pandang tidak melukai dan

membahayakan diri mereka

masing-masing, mereka

memanggilnya dulur. Menurut

Amrih Widodo, jika dipandang dari

kacamata filsafat politik yang dianut

komunitas Sedulur Sikep, konsep

perwakilan ditolak karena

cenderung mereduksi otonomi

individu dan mensubordinasikan

individu di bawah kelompok49. Oleh

sebab itulah, kekompakan

komunitas ini selalu tampak

mengemuka dengan jelas. Hal ini

karena pada tingkat komunitas,

keputusan-keputusan bersama yang

mengatasnamakan Sedulur Sikep

selalu dihasilkan dari rapat-rapat

yang melibatkan semua individu

dalam komunitas Sedulur Sikep.

Dalam rapat-rapat itu, semua suara

anggota komunitas Sedulur Sikep

ditampung dan dipertimbangkan.

Maka, tak ada upaya membuat

organisasi resmi, tak ada pemimpin

yang ditunjuk, atau pucuk

organisasi. Semua anggota bisa

mewakili dan mengatasnamakan

JMPPK.

Keempat, adanya keluwesan dalam

berkomunikasi. Pada aksi cor kaki

49

Amrih Widodo “Samin In The New Order: The Politic of Encounter and Isolation”, hal. 279.

Page 55: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

55

jilid 1 tahun 2016, Yu Giyem,

perempuan Kendeng yang dicor

kakinya turut berorasi. Bagi Dhyta

Caturani, orasi Yu Giyem sangat

dahsyat. Yu Giyem membuka

orasinya dengan memulai

komunikasi dengan polisi: "Sudah

sarapan? Sarapan apa? Nasi, Nasi

dari mana?” Yu Giyem mengaitkan

Kendeng dengan petani, air, dan

kelestarian alam. Dhyta melihat Yu

Giyem sangat menguasai teknik

ruang dan momentum dalam

berorasi. Walau seorang petani, Yu

Giyem sangat bagus dalam berorasi.

Keluwesan dan kemahiran

berkomunikasi ini juga penulis lihat

dalam berbagai kesempatan

bersama dulur-dulur Kendeng.

Kelihaian mereka sangat terlihat

ketika menggunakan metafora-

metafora dan kesederhanaan dalam

menjelaskan atau berargumen.

Keluwesan juga terlihat mereka

bertemu dengan semua lapisan dan

aktor, ini diperkuar prinsip ‘dulur’

bagi semua dan kelihaian mereka

dalam berkomunikasi.

Kecanggihan anggota komunitas

dalam berbahasa serta kekayaan

pemahaman metaforik

menyebabkan komunitas ini

disegani oleh masyarakat sekitar.

Kebanyakan dari mereka mengakui

bahwa nalar yang dimiliki oleh

“wong samin” tidaklah rendah. Hal

itu tercermin dari cara mereka

membahasakan maksud ucapannya.

Konsistensi anggota Sedulur Sikep

untuk menjalankan ajaran

leluhurnya menunjukkan

keberhasilan pendidikan keluarga

yang dijalankan pada generasi

muda. Di samping itu, tingginya

intensitas jejagongan (berkumpul)

yang dilakukan generasi tua dan

muda di sejumlah rumah tokoh

Sedulur Sikep pada malam-malam

tertentu menyebabkan

transformasi ajaran sikep tak

pernah putus oleh waktu50.

Bagi penulis, nilai-nilai hidup yang

dihayati Sedulur Sikep membuat

mereka teguh melawan berbagai

kekuatan yang ingin merusak alam

dan menjadi pelopor bagi petani

serta jaringan masyarakat lainnya

dalam melawan. Perlawanan

50

Addi Mawahibun Idhom, op.cit, hal. 100.

Page 56: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

56

Sedulur Sikep dan Petani serta

warga Kendeng lainnya menjadi

pembelajaran penting bagi

komunitas-komunitas lain yang

tengah berjuang mempertahankan

ruang hidup dan ketidakadilan

sosial.

Page 57: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

57

KRIMINALISASI MASYARAKAT ADAT: ANCAMAN DAN USULAN KEBIJAKAN51

SITI RAKHMA MARY HERWATI52

51

Pada mulanya naskah ini merupakan makalah yang disampaikan pada Sarasehan “Mencari

Format Pembelaan dan Pendampingan Hukum untuk Masyarakat Adat”, yang

diselenggarakan dalam rangka Kongres Ke-5 Masyarakat Adat Nusantara (KMAN V),

Masyarakat Adat Rakyat Penunggu Kampung Tanjung Gusta, Medan dan Deli Serdang –

Sumatera Utara, 15 Maret 2017. 52

Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Page 58: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

Pendahuluan

Masyarakat-masyarakat adat di

Indonesia dapat digolongkan

sebagai indigenous peoples

sebagaimana dimaksudkan secara

khusus dalam Declaration on the

Rights of Indigenous Peoples yang

diresmikan pada tahun 2007. Selain

terkandung secara khusus dalam

Declaration on the Rights of

Indigenous Peoples itu, hak

masyarakat adat juga terkandung

dalam Kovenan Hak Ekonomi,

Sosial, dan Budaya. Sedangkan hak

atas tanah merupakan isu yang juga

tersebar di beberapa isu yang lain

seperti masyarakat adat, hak atas

perumahan, dan perempuan.

Dalam Kovenan Internasional Hak

Sipil dan Politik, hak atas tanah

disetarakan dengan istilah right to

property.

Bagi masyarakat adat, hak ekonomi,

sosial, dan budaya adalah hak yang

memberikan eksistensi bagi

masyarakat adat dalam rangka

memperoleh harkat dan

martabatnya. Hak ekosob

mencakup beberapa hal: pertama,

mencakup berbagai masalah utama

yang dialami masyarakat adat

sehari-hari menyangkut kebutuhan

dasar dan kelangsungan hidup

komunitas. Kedua, hak ekosob tak

dapat dipisahkan dengan hak asasi

manusia lainnya. Ketiga, hak ekosob

mengubah kebutuhan-kebutuhan

masyarakat adat menjadi hak yang

harus dipenuhi.

Hak ekosob yang paling esensial

bagi masyarakat adat adalah hak

untuk menentukan nasib sendiri

(right to self determination) dan hak

atas tanah dan sumber daya alam

(right to land and natural

resources). Kedua hak ini penting

karena tergolong sebagai hak-hak

kolektif yang menjadi

dasar/landasan perjuangan

masyarakat adat. Hak kolektif itu

terkait dengan tiga hal berikut ini:

kepentingan untuk

mempertahankan identitas budaya

dan bahasa dari suatu komunitas

tertentu, kepentingan untuk

mendapatkan perlindungan atas

hak atas tanah dan sumber daya

alam, dan penentuan nasib sendiri

yang bersifat politis dan hukum

(Saleh, 2007).

Page 59: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

59

Hak-hak tersebut terkandung dalam

bagian pertama pasal 1 ayat 1

Kovenan Ekosob: “Semua bangsa

mempunyai hak untuk menentukan

nasibnya sendiri atas kekuatan itu,

mereka dengan bebas menentukan

status politiknya dan bebas

mengejar perkembangan ekosob

mereka sendiri”

Sedangkan hak atas sumber daya

alam terdapat dalam bagian I pasal

2 ayat 2: “Semua bangsa dapat

secara bebas mengatur segala

kekayaan dan sumberdaya mereka

sendiri, tanpa mengurangi

kewajiban-kewajiban yang mungkin

timbul dari kerjasama ekonomi

internasional. Tidak dapat

dibenarkan suatu bangsa merampas

upaya penghidupan rakyatnya

sendiri”.

Kedua hak kolektif tersebut

terdapat dikuatkan melalui Resolusi

Majelis Umum PBB 1803 (XVII) 1962

yang menyatakan bahwa

kedaulatan permanen atas sumber

daya alam merupakan konsekuensi

logis dari hak penentuan nasib

sendiri.

Hak-hak masyarakat adat dalam

kebijakan nasional dimuat dalam

UUD 1945 Pasal 18B ayat 2 yang

berbunyi: “Negara mengakui dan

menghormati kesatuan-kesatuan

masyarakat hukum adat beserta

hak-hak tradisionalnya sepanjang

masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan

prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia, yang diatur dalam

undang-undang”, dan UUD 1945

Bab XA tentang Hak Asasi Manusia

pasal 28 I ayat 3 yang berbunyi:

“identitas budaya dan hak

masyarakat tradisional dihormati

selaras dengan perkembangan

zaman dan peradaban”.

Selain itu, perlindungan terhadap

masyarakat adat juga terdapat

dalam UU No. 39 tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia,

khususnya pasal 6 ayat 1 dan 2.

Pasal 6 ayat 1 berbunyi:”Dalam

rangka penegakan hak asasi

manusia, perbedaan dan kebutuhan

dalam masyarakat hukum adat

harus diperhatikan dan dilindungi

oleh hukum, masyarakat, dan

pemerintah. Sementara ayat 2

menyebutkan:”Identitas budaya

Page 60: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

60

masyarakat hukum adat, termasuk

hak atas tanah ulayat dilindungi,

selaras dengan perkembangan

zaman.”

Selama Indonesia di masa Orde

Baru berkuasa (1966-1998),

masyarakat adat tidak diakui

keberadaannya apalagi hak-haknya.

Kebijakan-kebijakan yang

dikeluarkan pemerintah justru

mengabaikan hak-hak masyarakat

adat atas wilayah dan sumber daya

alamnya. Beberapa kebijakan Orde

Baru tersebut diantaranya: UU No.

5/1967 tentang Pokok-pokok

Kehutanan, UU No. 1/1967 tentang

Penanaman Modal Asing, dan UU

No.11/1967 tentang Pertambangan.

Pada masa ini, pemerintah juga

meneruskan klaim kolonial Hindia

Belanda terhadap penguasaan

hutan melalui kebijakan Tata Guna

Hutan Kesepakatan (TGHK). Pada

masa ini juga dikeluarkan Inpres No.

1/1976 dan Undang‐undang No.

5/1979 tentang Desa yang bisa

dibaca sebagai niat Orde Baru

untuk menghilangkan hak ulayat

masyarakat adat. Inpres No. 1

Tahun 1976 tentang Sinkronisasi

Pelaksanaan Tugas Bidang

Keagrariaan dengan Bidang

Kehutanan, Pertambangan,

Transmigrasi, dan Pekerjaan Umum.

Pada bagian VI tentang Pelaksanaan

Status Hak Tanah, khususnya di

angka 3 dan 4 menyebutkan bahwa:

“Dalam hal sebidang tanah yang

dimaksud pada ad.ii terdapat tanah

yang dikuasai penduduk atau

masyarakat hukum adat dengan

sesuatu hak yang sah, maka hak itu

dibebaskan terlebih dahulu oleh

pemegang Hak Pengusahaan Hutan

dengan memberikan ganti rugi

kepada pemegang hak tersebut

untuk kemudian dimohonkan

haknya, dengan mengikuti tatacara

yang ditetapkan dalam peraturan

perundang‐undangan agraria yang

berlaku.” Sedangkan angka 4

menyebutkan: “Dalam hal

pengusahaan areal Hak

Pengusahaan Hutan memerlukan

penetapan area sehingga

mengakibatkan penduduk dan atau

masyarakat hutan setempat tidak

melaksanakan hak adanya, maka

Pemegang Hak Pengusahaan Hutan

harus memberikan ganti rugi

kepada penduduk dan atau

masyarakat hukum tersebut.”

(sebagaimana termuat dalam

Page 61: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

61

Rachman, dkk, 2012). Substansi

Inpres ini segaris dengan paradigma

pembangunan Orde Baru yang

berkeinginan mewujudkan

pertumbuhan ekonomi sebesar-

besarnya dengan dengan memberi

kemudahan kepada para

perusahaan-perusahaan ekstraksi

mendapatkan tanah untuk

usahanya. Salah satunya dengan

memfasilitasi proses pelepasan

tanah-tanah ulayat secara mudah.

Sedangkan UU No. 5/1979 tentang

Desa mengubah desa yang beragam

menjadi seragam dan mengubah

masyarakat tradisional atau

masyarakat adat menjadi modern.

Hal ini telah melemahkan,

menghilangkan, bahkan

menghancurkan struktur dan

susunan asli masyarakat adat dan

hak ulayatnya. Proses-proses politik

dan pengambilan keputusan tidak

lahir dari desa tetapi dilakukan oleh

pemerintah pusat. Hal ini

mengakibatkan desa kehilangan

otonominya (Rachman, dkk, 2012).

Pada tahun 1999, keluar kebijakan

pemerintah yaitu Permenag No.

5/1999 tentang Pedoman

Penyelesaian Masalah Hak Ulayat

Masyarakat Hukum Adat. Tetapi

peraturan ini mengandung

beberapa substansi yang justru

merugikan masyarakat adat.

Permenag ini terbit karena desakan

dari satu tekanan besar kelompok-

kelompok masyarakat hukum adat

di berbagai tempat yang menuntut

pemerintah mengakui

keberadaannya, termasuk hak-

haknya atas tanah, sumber daya

alam, dan wilayah kelolanya. Tetapi,

peraturan ini memiliki banyak

kelemahan, salah satunya karena

peraturan ini tidak bisa diterapkan

di atas tanah-tanah ulayat yang

sudah dimiliki perorangan atau

badan hukum. Padahal justru

perampasan tanah ulayat banyak

dilakukan badan hukum maupun

perorangan.

Pada masa Reformasi, meski

terdapat Undang-undang yang

mengakui keberadaan masyarakat

adat yakni UU No. 32/2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup, beberapa

kebijakan pemerintah masa

Reformasi masih tetap

menegasikan hak-hak masyarakat

adat. Beberapa UU di bidang

Page 62: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

62

sumber daya alam terkait adalah:

UU No. 41/1999 tentang Kehutanan

dan UU No. 18/2004 tentang

Perkebunan. Pasal-pasal pidana

dalam perundang-undangan

tersebut telah berhasil

memenjarakan mencerabut hak-

hak masyarakat adat atas tanahnya

dan bahkan memenjarakan mereka.

Sebagai contoh, kriminalisasi

terhadap masyarakat adat Desa

Silat Hulu, Ketapang, Kalimantan

Barat karena memberlakukan

hukum adat berupa denda kepada

perusahaan yang menggusur lahan

masyarakat.

Beberapa upaya masyarakat adat

melalui AMAN (Aliansi Masyarakat

Adat Nusantara) dan masyarakat

sipil/NGOs untuk meninjau kembali

keberadaan pasal-pasal tersebut

telah berhasil. MK telah

membatalkan pasal 21 dan pasal 47

ayat 1 dan 2 UU No.18/2004

tentang Perkebunan melalui Judicial

Review yang dilakukan PiLNet.

Sedangkan AMAN telah berhasil

membuat gebrakan monumental

dengan dibatalkannya pasal 1 angka

6 UU Kehutanan melalui judicial

review yang dilakukan pada tahun

2012. Putusan MK telah

mengkoreksi rumusan Pasal 1 angka

6 sehingga berubah menjadi:

“Hutan adat adalah hutan yang

berada dalam wilayah masyarakat

hukum adat.”

Pada Oktober 2015, beberapa NGO

yaitu Sawit Watch, SPKS, SPI, API,

FIELD, Bina Desa, dan IHCS

mengajukan judicial review

terhadap UU No. 39 tahun 2014

tentang Perkebunan. MK kemudian

memutuskan permohonan

dikabulkan sebagian terkait pasal 27

ayat 3, pasal 29, pasal 30 ayat 1,

pasal 42, pasal 55, dan pasal 107.

Tetapi, apakah dengan

dibatalkannya pasal-pasal

kriminalisasi dalam UU Perkebunan

tersebut mengakibatkan

dihentikannya kriminalisasi?

Ternyata tidak.

Data AMAN menyebutkan 125

masyarakat adat di 10 wilayah

menjadi korban kriminalisasi di

kawasan hutan. Mereka tersebar di

Bengkulu, Sumatera Selatan,

Sumatera Utara, Kalimantan

Selatan, Kalimantan Utara, NTB,

Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah,

Page 63: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

63

Maluku Utara, dan Nusa Tenggara

Timur. Masyarakat dikenakan pasal-

pasal pidana dalam UU No. 41/1999

dan UU No. 18/2013 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan

Perusakan Hutan (P3H). UU P3H

sudah bermasalah sejak awal

pembuatannya. Koalisi Masyarakat

anti Mafia Hutan sudah sejak awal

menolak keberadaan UU ini karena

selain pembahasannya secara diam-

diam, juga mengandung salah

kaprah secara teori hukum pidana.

Undang-undang ini dirumuskan

dengan ceroboh sehingga memberi

ruang terjadinya over kriminalisasi,

yakni dipidananya orang yang

seharusnya dilindungi hukum.

Selain itu, UU ini juga tidak memiliki

konsep terhadap kejahatan seperti

apa yang hendak dicegah, dan tidak

mempunyai arah untuk mengatur

mengenai hak-hak apa saja dan

siapa-siapa yang hendak dilindungi

(Nagara, 2014).

Di luar kasus-kasus kehutanan,

terdapat kriminalisasi masyarakat di

sektor lain seperti perkebunan dan

pertambangan. Di luar perampasan

lahan melalui pemberian izin oleh

Menteri Kehutanan, Badan

Pertanahan Nasional atau

Bupati/Gubernur, modus

perampasan lahan yang digunakan

adalah, jika PTPN, menambah

luasan atau memperluas lahan

perkebunan dari luas yang tertera

di sertifikat HGU. Jika kawasan

hutan, dengan memasukkan

wilayah kelola masyarakat adat ke

dalam hutan negara.

Sedangkan tindak pidana yang

kerap ditujukan pada masyarakat

adalah: memasuki tanah PTPN

tanpa izin, pengrusakan,

penggunaan lahan perkebunan

tanpa izin, penganiayaan,

melakukan kekerasan terhadap

orang atau barang, dan menguasai

tanah tanpa izin. Selain itu, dalam

beberapa kasus yang spesifik,

masyarakat dituduh merintangi

kemerdekaan orang dari bergerak

di jalan umum, pengancaman,

melakukan perbuatan tidak

menyenangkan, dan menghentikan

aktivitas alat berat. Sementara itu

jika berkaitan dengan perlawanan

dengan senjata tajam, masih juga

digunakan Pasal 2 UU Drt

No.12/1951 tentang kepemilikan

senjata tajam.

Page 64: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

64

Pasal-pasal lain yang digunakan

untuk mengkriminalkan masyarakat

adat adalah pasal pencurian (363

(1), jo pasal 64 (1) KUHP). Hal ini

terjadi pada 9 orang masyarakat

adat Kalteng yang dituduh

menyadap karet PT SIL.

Beberapa pasal UU 41/1999 yang

kerap digunakan untuk

mengkriminalkan masyarakat adat

adalah: membawa, menyimpan,

mengangkut hasil hutan tanpa

disertai dokumen lengkap, dan

merambah hutan.

Sementara itu berkaitan dengan UU

P3H, pasal-pasal yang kerap

dikenakan pada masyarakat adalah:

pasal 82 ayat (1) huruf c, pasal 12

huruf c, pasal 94 ayat 1 huruf a dan

b.

Dalam kasus-kasus pidana tersebut,

vonis yang dijatuhkan majelis hakim

rata-rata satu sampai dua tahun

penjara.

Kriminalisasi terhadap para pejuang

agraria juga tergolong sebagai salah

satu bentuk pelanggaran hak asasi

manusia dan pelanggaran hukum.

Pasal 9 Kovenan Internasional Hak

Sipil dan Politik yang telah

diratifikasi menjadi UU No. 12

tahun 2005 menyatakan bahwa

setiap orang berhak atas kebebasan

dan keamanan pribadi. Tidak

seorang pun dapat ditangkap atau

ditahan secara sewenang- wenang.

Tidak seorang pun dapat dirampas

kebebasannya kecuali berdasarkan

alasan-alasan yang sah, sesuai

dengan prosedur yang ditetapkan

oleh hukum. Jaminan perlindungan

kepada tiap warga negara telah

diatur dalam UUD 1945 yang

kemudian dipertegas lagi dalam UU

No. 39 tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia.

Pasal 6 UU No. 39/1999 tentang

Hak Asasi Manusia juga

memberikan perlindungan

terhadap masyarakat hukum adat

dan hak-hak atas tanahnya

termasuk terhadap kriminalisasi

yang selengkapnya berbunyi: “(1)

Dalam rangka penegakan hak asasi

manusia, perbedaan dan kebutuhan

dalam masyarakat hukum adat

harus diperhatikan dan dilindungi

oleh hukum, masyarakat, dan

pemerintah; (2) Identitas budaya

masyarakat hukum adat, termasuk

hak atas tanah ulayat dilindungi,

Page 65: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

65

selaras dengan perkembangan

zaman”. Hak-hak masyarakat atas

tanah atau hak milik yang

dikategorikan sebagai hak atas

properti juga tertuang dalam pasal

17 Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia: (1) Everyone has the right

to own property alone as well as in

association with others, and (2) No

one shall be arbitrarily deprived of

his property, ((1) Setiap orang

berhak memiliki harta/milik, baik

sendiri maupun bersama-sama

dengan orang lain, (2) Tidak

seorang pun boleh dirampas harta

miliknya dengan semena- mena).

Kovenan Internasional tentang Hak

Sipil Politik yang diratifikasi oleh

pemerintah melalui UU No.

12/2005. Pasal 26 Kovenan ini

menyebutkan sebagai berikut:

“Semua orang berkedudukan sama

dihadapan hukum dan berhak atas

perlindungan hukum yang sama

tanpa diskriminasi apapun. Dalam

hal ini hukum harus melarang

diskriminasi apapun, dan menjamin

perlindungan yang sama dan efektif

bagi semua orang terhadap

diskriminasi atas dasar apapun

seperti ras, warna, jenis kelamin,

bahasa, agama, politik atau

pendapat lain, asal-usul kebangsaan

atau sosial, milik, kelahiran atau

status lain) (Herwati, 2015).

Akar Konflik Yang Harus

Diselesaikan

Jika melihat kasus di atas, ketika

terjadi kriminalisasi, praktis seluruh

upaya yang dibangun sejak awal

untuk mengembalikan hak-hak

masyarakat adat menjadi berhenti.

Hampir seluruh kekuatan

dikerahkan untuk mendampingi

masyarakat yang dikriminalkan.

Baik kekuatan seluruh komunitas,

para pendamping, paralegal,

maupun pengacara masyarakat

adat. Penanganan kasus di

pengadilan sungguuh menguras

tenagwa, waktu, pikiran, dan biaya.

Terlebih jika perkara bergulir di

pengadilan, diperlukan biaya besar

bagi anggota keluarga yang

dikriminalisasi untuk mondar-

mandir ke pengadilan menghadiri

Page 66: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

66

persidangan. Belum lagi kalau yang

dikriminalkan adalah tulang

punggung keluarga. Kriminalisasi

adalah jalan praktis dan terkadang

ampuh untuk menghentikan

perjuangan masyarakat adat.

Proses penyelidikan dan penyidikan

di tingkat kepolisian sebenarnya

menentukan apakah perkara akan

dilanjutkan ke tahap berikutnya

atau tidak. Polisi seharusnya tidak

mempergunakan pasal-pasal pidana

terhadap masyarakat adat yang

sedang memperjuangkan haknya.

Maka, pemahaman atas kasus

perampasan tanah adat menjadi

keharusan bagi polisi ketika

mendapat laporan dari perusahaan.

Ada beberapa hal yang berkaitan

dengan akar konflik dan

perkembangan baru kebijakan

kehutanan perlu dipahami oleh

aparat kepolisian:

Pertama, akar konflik adalah

perampasan lahan atau wilayah

kelola masyarakat adat oleh

perusahaan-perusahaan

perkebunan, kehutanan,

pertambangan, maupun

dimasukkannya lahan-lahan

masyarakat adat ke dalam hutan

negara.

Kedua, mengenai keluarnya

putusan MK No.35/PUU/XII/2012

yang disertai dengan kebijakan-

kebijakan penetapan hutan adat

yang dikeluarkan pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah. Di

wilayah-wilayah yang diindikasikan

terjadi konflik berkaitan

penguasaan kawasan hutan antara

masyarakat dengan hutan yang

dikuasai perusahaan maupun hutan

negara, harus dihentikan

penggunaan pasal-pasal pidana

untuk masyarakat adat dikarenakan

sedang terjadi proses penyelesaian

status hukum atas hutan-hutan

masyarakat adat tersebut. Bahkan,

terhadap wilayah-wilayah yang

sudah jelas status hukumnya

sebagai hutan adat, dan terdapat

masyarakat adat yang dikriminalkan

sebelumnya di lokasi hutan adat itu,

harus ada upaya-upaya hukum

untuk membebaskan mereka yang

sedang disangka, didakwa, ataupun

sudah dipidana karena dituduh

menempati hutan negara.

Ketiga, telah dibatalkannya pasal-

pasal pidana (pasal 21 dan 47)

Page 67: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

67

dalam UU Perkebunan No. 18/2004

dan juga putusan judicial review UU

No. 39/2014 harus menjadi catatan

bagi kepolisian untuk menghentikan

penangkapan-penangkapan

masyarakat yang tengah berkonflik

lahan dengan perusahaan

perkebunan. Putusan JR UU No.

39/2014 yang berkaitan dengan

masyarakat adat antara lain

menyatakan anggota masyarakat

hukum adat sah untuk

mengerjakan, menggunakan,

menduduki, dan/atau menguasai

lahan perkebunan. Norma pasal 55

UU Perkebunan yang berbunyi:

“Setiap orang secara tidak sah

dilarang: a. mengerjakan,

menggunakan, menduduki,

dan/atau menguasai lahan

perkebunan; b. mengerjakan,

menggunakan, menduduki,

dan/atau menguasai tanah

masyarakat atau tanah hak ulayat

masyarakat hukum adat dengan

maksud untuk usaha perkebunan; c.

melakukan penebangan tanaman

dalam kawasan perkebunan; atau

memanen dan/atau memungut

hasil perkebunan.”

Frasa “secara tidak sah” dalam

norma pasal a quo, dinyatakan MK

bertentangan dengan UUD 1945

sepanjang tidak dimaknai “tidak

termasuk anggota kesatuan

masyarakat hukum adat yang telah

memenuhi persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam

Putusan MK Nomor 31/PUU-

V/2007.

Keempat, perlunya memahami

putusan MK No 95/PUU-XII/2014

tentang pengujian UU P3H dan UU

No.41/1999. Amar putusan MK

menyatakan bahwa pasal 50 ayat

(3) huruf e UU No. 41/1999

bertentangan dengan UUD 1945

sepanjang tidak dimaknai bahwa

ketentuan dimaksud dikecualikan

terhadap masyarakat yang hidup

secara turun temurun di dalam

hutan dan tidak ditujukan untuk

kepentingan komersial.

MK juga menyatakan bahwa Pasal

50 ayat 3 huruf e juga tidak

mempunyai kekuatan hukum

mengikat sepanjang tidak dimaknai

bahwa ketentuan dimaksud

dikecualikan terhadap masyarakat

yang hidup secara turun temurun di

Page 68: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

68

dalam hutan dan tidak ditujukan

untuk kepentingan komersial.

Pasal 50 ayat 3 huruf e. menebang

pohon atau memanen atau

memungut hasil hutan di dalam

hutan tanpa memiliki hak atau izin

dari pejabat yang berwenang,

dikecualikan terhadap masyarakat

yang hidup secara turun temurun di

dalam hutan dan tidak ditujukan

untuk kepentingan komersial.

Pasal 50 ayat 3 huruf I

bertentangan dengan UUD 1945

sepanjang tidak dimaknai bahwa

ketentuan dimaksud dikecualikan

terhadap masyarakat yang hidup

secara turun temurun di dalam

hutan dan tidak ditujukan untuk

kepentingan komersial;

Pasal 50 ayat 3 huruf i tidak

mempunyai kekuatan hukum

mengikat sepanjang tidak dimaknai

bahwa ketentuan dimaksud

dikecualikan terhadap masyarakat

yang hidup secara turun-temurun di

dalam hutan dan tidak ditujukan

untuk kepentingan komersial.

Pasal 50 ayat 3 huruf i berbunyi:

“Setiap orang dilarang: ….i.

menggembalakan ternak di dalam

kawasan hutan yang tidak ditunjuk

secara khusus untuk maksud

tersebut oleh pejabat yang

berwenang”, dikecualikan terhadap

masyarakat yang hidup secara

turun temurun di dalam hutan dan

tidak ditujukan untuk kepentingan

komersial.”

Peluang Intervensi di Tataran

Kebijakan

Pertama, akar konflik lahan antara

masyarakat adat dengan

perusahaan-perusahaan

perkebunan, tambang, hutan, dan

negara adalah diberikannya

konsesi-konsesi industri-industri

ekstraktif tersebut. Sementara itu

pemerintah daerah juga memiliki

kewenangan sangat besar dengan

memberikan izin-izin lokasi kepada

perusahaan-perusahaan ekstraktif

tersebut. Penulis memandang

bahwa hal ini adalah pangkal atau

akar konflik yang utama. Maka

untuk menghentikannya harus

dimulai dari menghentikan

pemberian-pemberian izin tersebut.

Selanjutnya, pemerintah harus

melakukan review dan pencabutan

atau pembatalan-pembatalan izin

Page 69: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

69

atau hak atas lahan yang terkait

konflik dengan masyarakat adat.

Kedua, beberapa rancangan

Undang-undang perlu diintervensi

oleh masyarakat adat dan

kelompok masyarakat sipil seperti:

RUU Masyarakat Adat, RUU

Kehutanan, dan RUU Pertanahan.

Ketiga, mendorong lebih banyaknya

pengakuan-pengakuan hukum

mengenai hak atas wilayah adat

dan sumber daya alam dalam

bentuk peraturan-peraturan di

tingkat lokal.

Keempat, perlu mendorong

Presiden untuk menyelesaikan

konflik agraria

Kelima, mendorong Presiden untuk

memberikan grasi, amnesti, abolisi,

dan rehabilitasi kepada masyarakat

adat yang sedang menjalani proses

persidangan maupun yang sudah

dipidana. Selain itu, mendorong

penghentian kasus-kasus pidana

yang sedang ditangani kepolisian

dan membebaskan masyarakat adat

dari sangkaan pidana.

Rekomendasi

Masyarakat dan para

pendampingnya perlu melakukan

uji materi kembali untuk dua

Undang-undang yaitu UU No.

41/1999 tentang Kehutanan dan UU

No. 18/2013 tentang Pencegahan

Pemberantasan dan Perusakan

Hutan. Selain itu, harus

diperluasnya bantuan hukum untuk

masyarakat adat dan memperluas

keberadaan paralegal atau

pendamping hukum rakyat untuk

masyarakat adat. Kedua, perlu ada

pendidikan atau penyampaian

informasi kepada kepolisian

mengenai Putusan MK No. 35, UU

Kehutanan, dan UU P3H, serta

memberikan pendidikan hak asasi

manusia kepada aparat penegak

hukum.

Page 70: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

70

HAMZAL WAHYUDIN, SH DIREKTUR - LBH YOGYAKARTA

Didin, begitulah ia dipanggil. Pria

berperawakan tinggi, kekar, dan bermata tajam ini adalah Direktur LBH Yogyakarta. “Saya mulai mengenal LBH Yogya ketika menjabat Gubernur BEM FH Universitas Ahmad Dahlan Yogya. Saya perhatikan, LBH kerap melibatkan mahasiswa dalam diskusi-diskusi menyikapi isu nasional ataupun mengkritisi kebijakan pemerintah. Dari situlah saya sering terlibat aksi bersama LBH”, tuturnya. LBH pun menjadi rumah bersama untuk berkonsolidasi. Didin mengamati, LBH adalah salah satu organisasi yang cukup konsisten gerakan dan keberpihakan pada masyarakat marjinal. Maka, ketika LBH mengadakan Kalabahu (Karya Latihan Bantuan Hukum), Didin pun mendaftar. Metode in class (proses membangun perspektif dan strategi keberpihakan) dan out class

(mewajibkan peserta turun ke lapangan di kantong-kantong organisasi rakyat) membuatnya tambah jatuh hati pada LBH. Ia pun melamar menjadi volunteer LBH dan diterima! Siapa sangka, Direktur LBH Yogyakarta ini dulunya adalah pekerja di kapal pesiar. Sebelum kuliah di Fakultas Hukum, Didin

PROFIL PBH

Page 71: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

71

sempat mengikuti kuliah pariwisata dengan orientasi kerja di kapal pesiar. Setelah belajar satu tahun lebih di bangku kuliah pariwisata, Didin mengikuti tes bekerja di kapal pesiar khusus wilayah Asia (Malaysia, Hongkong, Thailand, Cina) dan ia diterima kerja sebagai pekerja yang khusus di bagian Gudang. Selama bekerja di sana, ia mendapati upah buruh kapal pesiar dari Indonesia lebih rendah dibandingkan buruh Asia lainnya. Didin bekerja di kapal selama dua tahun dan lalu berkuliah dari uang hasil kerjanya.

Mengabdi di LBH ternyata sesuai dengan cita-citanya. Sejak mahasiswa, Didin ingin menjadi pengacara publik yang berorientasi memperjuangkan hak-hak masyarakat miskin dan marjinal. Dalam bekerja, yang dipikirkannya hanyalah berkontribusi dan berkeyakinan untuk memberikan bantuan hukum kepada masyarakat. Maka, ia tak begitu mempedulikan soal pendapatan. Menurutnya. menjadi Pengabdi Bantuan Hukum adalah bagian dari tanggung jawab moral dirinya. Ada banyak tanggung jawab dalam diri Pengabdi Bantuan Hukum yang mesti dilakukan: tanggung jawab

PBH sebagai aktivis untuk mengawal proses demokrasi, sosial, dan ekonomi, dan tanggung jawab melakukan perubahan hukum melalui terobosan kebijakan. Demikian pula tanggung jawab memberikan pelayanan bantuan hukum cuma-cuma terhadap masyarakat miskin dan marginal yang mengalami ketidakadilan. Mengenai hal ini, Didin bercerita tentang pengalamannya: ada satu kasus yang menarik selama dia bekerja sebagai PBH yaitu kasus pengguran masyarakat pesisir pantai Parangkusumo, Kretek, Bantul DIY.

Pada 14 Desember 2016, terjadi tragedi kemanusiaan pada warga pesisir pantai Parangkusumo, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul. Mereka jadi korban penggusuran paksa yang dilakukan Bupati Bantul yang katanya hanya menjalankan perintah dari Gubernur DIY. Kurang lebih 33 KK kehilangan ruang hidupnya. Adapun sumber penghidupan warga selama bermukim di pesisir pantai yaitu ada yang berjualan dengan membuka warung kecil-kecilan, penjaga parkir, peternak, dan nelayan. Tanah yang dikuasai, dikelola, dan dimanfaatkan

Page 72: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

72

masyarakat terdiri atas rumah tinggal, pemilik kandang, dan penggarap dari lahan permukiman serta wisata Pantai Cemoro Sewu yang berada di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY.

Selama ini penentuan kawasan sebagai dasar penetapan kawasan Parangkusumo sebagai kawasan lindung didasarkan pada “Laporan Kajian Restorasi Kawasan Kagungan Dalem Gumuk Pasir” tertanggal 4 September 2015. Laporan ini adalah tindak lanjut hasil pertemuan Gubernur DIY dengan Kepala BIG dan Dekan Geografi UGM pada tanggal 12 Agustus 2015 yang menugaskan Fakultas Geografi UGM menyusun Kajian tentang tentang Restorasi Kawasan Kagungan dalem Gumuk Pasir Parangtritis. Dalam surat tersebut, wilayah itu diklasifikasikan menjadi 3 zona: Zona Inti Gumuk Pasir dengan luas 141,15 ha Zona Terbatas Gumuk Pasir (ZTGP) dengan luas 95,30 ha, dan Zona Penunjang Gumuk Pasir (ZPGP) dengan luas 176,60 ha.

Tetapi, Gubernur mengeluarkan surat tertanggal 12 April 2016, tentang penanganan gumuk pasir di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul. Surat tersebut

ditujukan kepada Bupati Bantul. Dalam surat itu, pemerintah DIY meminta Bupati menjaga kelestarian gumuk pasir di Kawasan Kretek Kabupaten Bantul yang merupakan warisan geologi dan kawasan habitat alami. Berdasar peraturan tersebut, Pemerintah Bantul diharapkan menertibkan wilayah Gumuk Pasir Parangkusumo. Sedangkan K.H.P. Wahonosartokriyo Kraton Ngayogyakarta atau Panitikismo Kraton Ngayogyakarta juga mengeluarkan surat tertanggal 27 Juli 2016 yang ditujukan ke Bupati Bantul perihal Penertiban Zona Gumuk Pasir di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul.

Dalam kasus ini, masyarakat berhadapan dengan negara yang memaksakan kehendak menggusur masyarakat miskin yang sudah hidup di pesisir Pantai Parangkusumo selama lebih dari 10 tahun. Sehingga selain berhadapan dengan Pemerintah DIY, masyarakat juga berhadapan dengan pihak Kraton DIY. Pihak Kraton mengklaim bahwa tanah tersebut adalah Sultan Ground. Maka, terjadilah perampasan lahan-lahan yang ditempati warga

Page 73: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

73

masyarakat pesisir yang diklaim sebagai tanah milik Kraton DIY.

Didin menemukan pelanggaran hukum dan HAM oleh negara dalam kasus ini. Negara berdalih kebijakan, program, dan hukum yang menjadi legitimasi untuk menggusur, merampas, dan mengkriminalisasi rakyatnya yang sedang mempertahankan ruang hidup dan sumber penghidupannya. Melalui bantuan hukum struktural, LBH mengarahkan pola kerja advokasi hukum dan advokasi politik untuk mengontrol, mengkritisi, dan mengubah struktur atau sistem yang menciptakan ketidakadilan, ketimpangan, dan kemiskinan menjadi struktur yang adil. Bantuan hukum struktural memadukan gerakan bersama dalam segala tahapan advokasi baik advokasi hukum maupun advokasi non hukum/politik untuk meminta pertanggungjawaban negara atas tindakan sewenang-wenangnya kepada masyarakat. LBH juga

melakukan pendidikan hukum kritis untuk membangun organisasi rakyat agar memiliki kemampuan untuk memperjuangkan hak-haknya, membangun kekuatan politik jaringan, mahasiswa dan kampus untuk terlibat dalam gerakan bersama dalam menyelesaikan persoalan yang ada. LBH juga membangun opini publik melalui kampanye publik di berbagai media yang bertujuan mendapatkan kepedulian dan solidaritas dari masyarakat umum.

“Advokasi tersebut memerlukan tenaga, pikiran, dan tekad yang sungguh-sungguh dari seorang PBH. Selain itu, PBH juga harus siap menghadapi ancaman dan intimidasi,” tutur Didin. “Maka, bukan PBH namanya jika tidak serius, fokus, dan tak mampu mengorbankan waktu dan kehidupan pribadinya, “ tutupnya.

Page 74: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

74

Aziz, Munawir, 2012. Identitas Kaum Samin Pasca Kolonial. Pergulatan Negara, Agama, Dan Adat Dalam Pro-Kontra Pembangunan Pabrik Semen Di Sukolilo, Pati, Jawa Tengah, Jurnal Kawistara, Volume 2 no. 3, 22 Desember 2012.

Benda, Harri J., dan Castles, Lance dalam King, V.T., 1973. Some Observations on

the Samin Movement of the North-Central Java. BKI. Deel 129, 4e avlevering, ‘s-

Gravenhage, Martinus Nijhoff.

Idhom, Addi Mawahibun. 2009, Resistensi Komunitas Sedulur Sikep Terhadap Rencana Pembangunan Tambang Semen Di Pegunungan Kendeng, Sukolilo, Pati, Jawa Tengah. Skripsi Pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Perbandingan Agama, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

RPA. Soerjanto Sastroatmodjo, 2003. Masyarakat Samin: Siapakah Mereka? Yogyakarta: Narasi.

Tim Pelaksanaan KLHS untuk Kebijakan Pemanfaatan dan Pengelolaan Pegunungan Kendeng yang BerkelanjutanKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2017.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kebijakan Pemanfaatan dan Pengelolaan Pegunungan Kendeng yang Berkelanjutan Tahap I (Kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih & Sekitarnya, Kabupaten Rembang).

Widodo, Amrih, 1997. “Samin In The New Order: The Politic of Encounter and Isolation”, dalam Jim Schiller dan Barbara Martin Schiller (eds.), Imagining Indonesia, Cultural Politics and Political Culture. Ohio University Press,

Widodo, Amrih, 2000. “Untuk Hidup Tradisi Harus Mati”, dalam Majalah Basis, edisi September-Oktober tahun 2000. Yogyakarta: Yayasan B.P Basis.

Arizona, 2016. Masyarakat Adat dan Pembaruan Hukum. Presentasi diunduh dari

https://prezi.com/m/i02fgkxjawgd/masyarakat-adat-dan-pembaruan-hukum-

daerah/ Diakses 13 Maret 2017.

Binadesa, 2014. Mahkamah Konstitusi Mengabulkan Sebagian Gugatan Atas UU

Perkebunan. Diunduh dari: [http://binadesa.org/putusan-mahkamah-konstitusi-

mengabulkan-sebagian-gugatan-takp/]. Diakses 13 Maret 2017.

DAFTAR

PUSTAKA

Page 75: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

75

Herwati, 2015. Pemberian Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi untuk Para Pejuang

Agraria Demi Keadilan. Policy Paper Sayogjo Institute No. 1 tahun 2015. Diunduh

dari <http://sajogyo-institute.org/wp-content/uploads/2016/05/Pemberian-

amnesti-abolisi-dan-rehabilitasi-untuk-para-pejuang-agraria-demi-keadilan.pdf>.

Diakses [13 MAret 2017].

KOMNAS HAM, 2016. Inkuiri Nasional KOMNAS HAM: Hak Masyarakat Hukum Adat

Atas Wilayahnya di Kawasan Hutan. Jakarta: KOMNAS HAM.

Rachman, dkk, 2012. Kajian Kritis Atas Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomo5 5/1999 tentang Pedoman Penyelesaian Permasalahan

Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Kertas kerja Epistema Nomor 1/2012. Jakarta:

Epistema.

Nagara, G., 2014. Pokok-pokok Gugatan Masyarakat Sipil Terhadap UU P3H.

Putusan Nomor 95/MK/PUU-XII/2014.

Saleh, M.R., 2007. Masyarakat Adat dan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

Yogyakarta: Pusham UII.

Page 76: Penanggung Jawab - YLBHIylbhi.or.id/wp-content/uploads/2017/09/BANTUAN-HUKUM_EDISI01-1.pdf · Sektor Keamanan Pada Masa Orde Baru Orde Baru sering disebut sebagai Orde Pembangunan

76