penanganan permukiman kumuh dengan pendekatan karakteristik dan faktor penyebab kekumuhan (studi...
TRANSCRIPT
-
7/24/2019 Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan (Studi Kasu
1/10
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 261
Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan
Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan (Studi Kasus:
Permukiman Kumuh di Kelurahan Tamansari dan Kelurahan
Braga)
Erick Sulestianson (1), Petrus Natalivan Indrajati(2)
(1) Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK),ITB.
(2)
Kelompok Keilmuan Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
(SAPPK), ITB.
Abstrak
Pertumbuhan dan perkembangan kota telah memberikan dampak terhadap tingginya laju urbanisasi
dan tingginya kebutuhan lahan permukiman. Salah satu dampak tersebut adalah timbulnyapermukiman kumuh. Kelurahan Braga dan Kelurahan Tamansari merupakan permukiman kumuh
dengan tingkat kekumuhan tinggi yang terdapat di Kota Bandung. Terdapat banyak model
penanganan permukiman kumuh di Kota Bandung namun pendekatan yang dilakukan masih berupa
pendekatan fisik. Penelitian ini bertujuan utuk merumuskan model penanganan permukiman kumuh
di Kelurahan Tamansari dan Kelurahan Braga berdasarkan pendekatan karakteristik dan faktor
penyebab kekumuhan. Metode penelitian adalah metode penelitian kombinasi yang menggabungkan
model kualitatif dan kuantitaif. Tahapan penelitian dimulai dengan perumusan karakteristik, faktor
penyebab dan model penanganan permukiman kumuh yang ada berdasarkan literatur yang
kemudian akan diperoleh variabel yang digunakan dalam penelitian. Selanjutnya dilakukan
perumusan karakteristik, faktor penyebab serta model penanganan permukiman kumuh yang
terdapat pada Kelurahan Tamansari dan Kelurahan Braga berdasarkan karakteristik kawasan melalui
survey yang dilakukan dengan metode statistik deskriptif dan distribusi frekuensi. Fakor yang diduga
menyebabkan kekumuhan pada kawasan studi adalah faktor padatnya penduduk pada lingkungan
perumahan, rendahnya pendapatan masyarakat, kurangnya kepedulian masyarakat, kepadatan
bangunan yang tinggi, kondisi prasarana yang buruk, kepemilikan lahan oleh pemerintah, adanya
kegagalan kebijakan. Model penanganan yang sesuai adalah model Slum Upgradingyang memiliki
kesamaan dengan peremajaan kota dengan melakukan konsolidasi lahan yang di sesuaikan dengan
kondisi kawasan studi. Model pendamping yang berasal dari program BCCF dan Bandung juara
dilambil untuk mewujudkan model penanganan yang komprehensif terkait dengan penyelesaian
persoalan permukiman kumuh yang terdapat pada Kelurahan Tamansari dan Kelurahan Braga.
Kata-kunci: permukiman kumuh, karakteristik, faktor penyebab, model penanganan
Pengantar
Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota
membawa pengaruh terhadap struktur maupun
kegiatan dalam suatu kota. Terpusatnya
kegiatan pada kota mempengaruhi laju
urbanisasi menuju kota tersebut. Tingginya laju
urbanisasi suatu kota memberikan dampak pada
suatu kota, baik dampak yang bersifat positif
maupun dampak yang bersifat negatif. Salah
satu dampak tingginya laju urbanisasi adalah
peningkatan jumlah penduduk dan tidak
terkendalinya pertumbuhan dan perkembangan
wilayah perkotaan.
Peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan
perpindahan penduduk ke daerah perkotaan,
merupakan penyebab utama pesatnya
-
7/24/2019 Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan (Studi Kasu
2/10
Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan
262 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2
perkembangan kegiatan suatu kota.
Perkembangan tersebut menyebabkan
terjadinya perubahan terhadap struktur kota.
Perubahan tersebut akan mengarah pada
kemerosotan suatu lingkungan permukiman,
tidak efisiennya penggunaan tanah kawasan
pusat kota, dan mengungkapkan bahwa
penurunan kualitas tersebut bisa terjadi di setiap
bagian kota. Kemerosotan lingkungan seringkali
dikaitkan dengan masalah sosial, seperti
kriminalitas, kenakalan remaja, dan prostitusi
(Sujarto, 1980:17).
Salah satu sifat urbanisasi yang terjadi pada
negara yang sedang berkembang umumnya
dikatakan sebagai Pseudo Urbanization atau
urbanisasi semu. Sebagai lawannya adalah sifat
urbanisasi di negara-negara industri yang maju
yang dikatakan sebagai True urbanizationatau
urbanisasi murni. Hal ini dikaitkan dengan
kenyataan bahwa di negara-negara maju
perpindahan penduduk dari desa ke kota telah
dijamin oleh tersedianya lapangan pekerjaan
non pertanian di kota-kota, tetapi umumnya di
negara sedang berkembang pekerjaan non
pertanian di kota tidak terjamin (Sujarto, 2013).
Kebanyakan kaum urbanis adalah mereka yang
ingin berjualan di pasar dan sebagian besar
mereka dari golongan ekonomi menengah ke
bawah. Mereka mencari tempat tinggal di
sekitar kawasan pusat perdagangan dan
kawasan pusat aktivitas lainnya. Dengan adanya
pemusatan kegiatan akan menyebabkan
masalah bagi struktur perencanaan kota
(Endang, 2006).
Tingginya laju urbanisasi penduduk menuju
perkotaan di negara berkembang saat ini tidakdiikuti dengan keterampilan yang cukup
sehingga menyebabkan adanya sebagian
penduduk yang tidak mampu bersaing sehingga
menyebabkan penduduk tersebut tidak
mempunyai kemampuan untuk menyediakan
kebutuhan hidupnya salah satunya dibidang
perumahan. Fenomena ini menyebabkan
terjadinya kantung-kantung permukiman kumuh
pada kawasan perkotaan. Persoalan
permukiman kumuh ini harus diselesaikan untuk
mewujudkan lingkungan permukiman yanglayak dan sesuai standar hidup pada suatu kota.
Permukiman kumuh adalah permukiman yang
tidak layak huni karena ketidakteraturan
bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang
tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat.
Perumahan kumuh adalah perumahan yang
mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai
tempat hunian (Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan Dan Kawasan Permukiman).
Perkembangan pembangunan di Kota Bandung
seperti di perkotaan lain di Indonesia, sangat
dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi
(manusia) akibat urbanisasi, terutama para
pendatang yang akhirnya menetap.
Pertumbuhan di semua sektor pembangunan
lingkungan perkotaan adalah akibat gelombang
urbanisasi yang dipacu oleh pembangunan fisik
sarana dan prasarana kota yang merupakan
daya tarik sekaligus daya dorong bagi para
warga yang ingin memperoleh peluang
kehidupan lebih baik. Laju pembangunan itu
pula yang menyebabkan perkembangan kota
seolah tanpa arah (Dwyangga, 2009).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dokumen
Strategi Kawasan Hunian Kumuh Perkotaan
(Penyusunan Program Penataan Kawasan
Hunian Kumuh Perkotaan), teridentifikasi
kawasan permukiman kumuh di Kota Bandung
berada di 185 RW yang tersebar di 30
kecamatan. Berdasarkan hasil kajian yang ada,
Pemerintah Kota Bandung telah menetapkan
lokasi permukiman kumuh melalui SK Walikota
Nomor 648/Kep.455-distarcip/2010 tentang
Penetapan Lokasi Lingkungan Perumahan dan
Permukiman kumuh di Kota Bandung.
Berdasarkan klasifikasi tingkat kekumuhannya,permukiman kumuh dengan tingkat kekumuhan
tinggi terdapat pada lima kecamatan yakni pada
Kecamatan Astana Anyar, Kecamatan Bojongloa
Kidul, Kecamatan Bandung Wetan, Kecamatan
Kiaracondong dan Kecamatan Sumur Bandung.
Pemerintah Kota Bandung telah melaksanakan
program-program terkait dalam usaha perbaikan
permukiman kumuh, diantaranya adalah
program peningkatan sarana dan prasarana
permukiman, penataan bangunan danlingkungan, penyehatan lingkungan permukiman
-
7/24/2019 Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan (Studi Kasu
3/10
Erick Sulestianson
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 263
dan persampahan, peningkatan kualitas
lingkungan warga, bantuan untuk rumah tidak
layak huni, pembangunan rumah susun,
penanganan lingkungan perumahan dan
permukiman kumuh berbasis kawasan
(PLP2KBK) telah dilakukan sebagai bentuk
penanganan terhadap permukiman kumuh di
Kota Bandung (Dinas Tata Ruang dan Cipta
Karya, 2013). Bentuk penanganan permukiman
kumuh yang telah dilakukan selama ini masih
cenderung kepada pendekatan perbaikan fisik
kawasan tanpa mengatasi persoalan non fisik
yang terdapat pada kawasan tersebut.
Dalam Instruksi Wali Kota Bandung Nomor 2
Tahun 2013 terdapat Rencana Aksi Menuju
Bandung Juara yang memiliki kegiatan kegiatan
yang bertujuan untuk mewujudkan Bandung
Juara. Langkah langkah dalam mewujudkan
Bandung Juara ini merupakan langkah yang
terencana, terpadu, terkoordinasi dan selaras
dengan potensi sosial budaya, ekonomi dan
kearifan lokal yang tertuang dalam rencana aksi.
Dalam kaitannya dengan penanganan
permukiman kumuh di Kota Bandung, banyak
kelompok kerja yang memiliki program dapat
sejalan dengan penanganan permukiman kumuh
di Kota Bandung, diantaranya adalah programkampung juara yang didalamnya terdapat
kegiatan seperti pembentukan komunitas warga
pada setiap kampung, penyediaan MCK
komunal, reservoar komunal dan pemberdayaan
masyarakat dengan kegiatan satu kampung
untuk satu produk. Program lainnya yang
berhubungan dengan penanganan permukiman
kumuh adalah program revitalisasi Bandung
yang didalamnya terdapat kegiatan seperti
bedah rumah masyarakat miskin, revitalisasi
kota tua Braga, dll.
Untuk mewujudkan program penanganan
permukiman kumuh di Kota Bandung perlu
pendekatan yang tidak hanya fokus terhadap
pendekatan fisik namun perlu memperhatikan
pendekatan terhadap karakteristik penghuni
(masyarakat) yang tinggal dikawasan
permukiman kumuh, karakteristik hunian,
karakteristik prasarana pendukung perumahan
penunjang dan karakteristik spasial permukiman
kumuh tersebut untuk melihat faktor penyebabpermukiman kumuh secara menyeluruh
sehingga solusi yang dihasilkan mampu
menyelesaikan persoalan permukiman kumuh di
Kota Bandung. Program penanganan baik fisik
maupun non fisik dapat diselaraskan dengan
program pemerintah Kota Bandung yang sedang
berjalan seperti perwujudan Bandung Juara.
Untuk menghasilkan solusi yang sesuai perlu
diketahui karakteristik penghuni, hunian, sarana
dan prasarana penunjang serta karakteristik
spasial serta faktor-faktor lain yang menjadi
penyebab terbentuknya permukiman kumuh di
Kota Bandung. Oleh sebab itu penting dilakukan
penelitian untuk melihat karakteristik, faktor
penyebab dan model penanganan permukiman
kumuh yang sesuai untuk diterapkan guna
menyelesaikan persoalan permukiman kumuh di
Kota Bandung.
Metode
Metode penelitan yang dipakai adalah Model
Concurrent (kombinasi campuran) antara
pendekatan penelitian kuantitatif dan metode
penelitian kualitatif.
Metode campuran atau concurrent mix method
merupakan prosedur dimana didalamnya peneliti
mempertemukan atau menyatukan data
kuantitatif dan kualitatif untuk memperoleh
analisis komprehensif atas masalah penelitian.
Dalam metode ini, peneliti mengumpulkan dua
jenis data pada satu waktu, kemudian
menggabungkannya menjadi satu informasi
secara keseluruhan. (John W. Creswell-Research
Design, 2002)
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data untuk memperoleh
data primer dan data sekunder dilakukan
melalui langkah-langkah sebagai berikut.
1.Data primer diperoleh dari observasi dapat
diwujudkan dalam bentuk foto, wawancara
dan penyebaran kuesioner kepada masyarakat
yang bermukim dalam wilayah objek
penelitian serta di dukung dengan wawancara
dan kuisioner kepada pihak-pihak terkait.
2.Data Sekunder, pengumpulan data dilakukan
melalui kajian literatur terhadap dokumen-dokumen tertulis seperti penelitian-penelitian
-
7/24/2019 Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan (Studi Kasu
4/10
Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan
264 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2
terdahulu, peraturan, buku teks, situs
internet, surat kabar, dan lain sebagainya.
Penelitian ini menggunakan sampel sebagai
instrument penelitian. Dengan melihat
kemungkinan jumlah sampel yang besar dan
tersebarnya lokasi di beberapa RW maka
pemilihan sample menggunakan probability
sampling dengan teknik cluster sampling.
Adapun penentuan jumlah sampel yang diambil
dalam studi ini ditentukan dengan menggunakan
Metode Slovin. Penentuan ukuran sampel
dengan menggunakan Metode Slovin harus
memenuhi kaidah yang ditentukan. Ketentuan
menggunakan Metode Slovindalam menentukan
ukuran sampel (Nugraha Setiawan, 2007)
adalah sebagai berikut:
Penentuan ukuran sampel dengan memakai
rumus Slovin hanya dapat digunakan untuk
penelitian yang bertujuan mengukur proporsi
populasi.
Rumus Slovin mengasumsikan tingkat
keandalan 95% dan rumus Slovin memakai
pendekatan distribusi normal.
Rumus Slovin masih memberi kebebasan
untuk menentukan nilai batas kesalahan atau
galat pendugaan
Ukuran populasi diketahui pasti
Karena data yang digunakan merupakan
proporsi populasi, maka dalam penelitian ini
untuk menentukan ukuran sampel
menggunakan rumus Slovin. Adapun rumus
menentukan ukuran sample menurut Slovin
adalah sebagai berikut:
Keterangan:
n = Ukuran Sampel, N = Populasi, D = Galat
Pendugaan (1%, 5%, 10%)
1. Jumlah Sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan
berdasarkan Rumus Slovin, dimana sampel yang
diperoleh untuk Kelurahan Taman Sari adalah
95 sampel dan Kelurahan Braga 94 sampel.
Jumlah sampel yang dikumpulkan digenapkan
menjadi 100 sampel pada masing masing
kelurahan.
2. Pemilihan Sampel
Berdasarkan ukuran sampel yang diperoleh
dengan menggunakan rumus Slovin,maka 100
sampel pada masing-masing kelurahan
dilakukan dengan cara acak. Pemilihan secara
acak dilakukan dengan bantuan deliniasi pada
peta kawasan studi. Setelah melakukan deliniasi
maka dilakukan penyebaran titik-titik sebaran
sampel pada peta. Kendala yang dihadapi di
lapangan apabila penduduk tersebut tidak
berada di tempat atau tidak bisa ditemui, maka
yang menjadi sampel adalah penduduk yang
terdapat disebelah kiri atau kanan rumah
penduduk yang telah terpilih.
3.Waktu pengambilan sampel
Penyebaran kuesioner dilakukan pada tanggal 2-
20 April tahun 2014.
4.Kendala selama survey
Kendala yang dialami selama survey adalahbanyak ditemukannya responden yang tidakbersedia mengisi kuisioner yang disebar.
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis data kuantitatif dari
hasil suvey dengan menggunakan analisis
distribusi frekuensi untuk melihat karakteristik
permukiman kumuh di Kelurahan Tamansari dan
Kelurahan Braga, sedangkan analisis kualitatifdilakukan dengan analisis deskriptif. Analisis
deskriptif dilakukan untuk mengelompokkan
faktor yang diduga mnyebabkan kekumuhan
dan perumusan model penanganan yang sesuai
dengan karakteristik dan faktor yang diduga
penyebab kekumuhan pada kawasan studi.
Diskusi
Karakteristik dan faktor yang diduga penyebab
kekumuhan
-
7/24/2019 Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan (Studi Kasu
5/10
Erick Sulestianson
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 265
Berdasarkan karakteristik permukiman kumuh
yang terdapat pada Kelurahan Tamansari dan
Kelurahan Braga, secara keseluruhan
karakteristik kedua permukiman ini adalah
identik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 1 Karakteristik Permukiman Kumuh
Karakteristik KelurahanTamansari
KelurahanBraga
Faktor yang diduga penyebab kekumuhan
Karakteristik Penghuni
Kepadatanpenduduk
244 jiwa/ha 104 jiwa/ha
Ukuran keluarga
74% memilikianggota keluargabesar terdiri dari 3
orang
76% memilikianggota keluargabesar terdiri dari 3
orang
Pekerjaan76% bekerja disektor swasta
85% bekerja disektor swasta
Pendapatan80% penduduk
memiliki
pendapatan dibawah UMR
70% pendudukmemiliki
pendapatan dibawah UMR
Tingkatpendidikan
95% memilikitingkat
pendididkan SMAdan tingkat
pendidikan dibawahnya
96% memilikitingkat
pendididkan SMAdan tingkat
pendidikan dibawahnya
Keanggotaankomunitas
27% penduduktergabung dan
mengikutikegiatan
komunitas
31% penduduktergabung dan
mengikutikegiatan
komunitasKarakteristik Hunian
Kepadatan
Jenis bangunan Permanen Permanen
Tapak bangunan
65% pendudukmemiliki kavlingbangunan lebihkecil dari 40 m2
81% pendudukmemiliki kavlingbangunan lebihkecil dari 40 m2
Luas bangunan
65% pendudukmemiliki kavling
bangunan lebihkecil dari 40 m2
81% pendudukmemiliki kavling
bangunan lebihkecil dari 40 m2
Jarak antarbangunan
0-1 meter 0-1 meter
Kepemilikanlahan
59% lahanmerupakan lahanmilik pemerintah
dan dan tidak
bersertifikat
61% lahanmerupakan lahanmilik pemerintah
dan dan tidak
bersertifikat
Karakteristik Prasarana
Jalan Kecil Kecil
Air bersih58%
menggunakan airsumur
58%menggunakan air
sumur
Sampah100% ada sistem
pengelolaan55% ada sistem
pengelolaan
LimbahLangsung dibuang
ke sungaiLangsung dibuang
ke sungai
Drainase Tersumbat Tersumbat
Karakteristik SpasialKesesuaiandengan RTRW
Terdapatperumahan di
Terdapatperumahan di
kawasan lindung kawasan lindung
Alasan tinggal di permukiman kumuh
Karakteristik Penghuni
Daerah asal40% pendudukberasal dari luar
kelurahan
68% pendudukberasal dari luar
kelurahan
Lama tinggal
70% penduduk
telah tinggal lebih
dari 30 tahun
56% penduduk
telah tinggal lebih
dari 30 tahun
Penggunaanfasilitas
64% pendudukmenggunakan
fasilitas diperumahan
82% pendudukmenggunakan
fasilitas diperumahan
Karakteristik Hunian
Kepemilikan
lahan
59% lahanmerupakan lahanmilik pemerintah
dan dan tidakbersertifikat
61% lahanmerupakan lahanmilik pemerintah
dan dan tidakbersertifikat
Kepemilikanbangunan
70% bangunanmerupakan
bangunan miliksendiri
63% bangunanmerupakan
bangunan miliksendiri
Karakteristik Spasial
Kawasanterhadapsekitarnya
Penting Penting
Tempat bekerja
penghuni
89% bekerja padakawasan
kelurahan dansekitarnya
95% bekerja padakawasan
kelurahan dansekitarnya
Kendaraan ketempat kerja
62% pendudukjalan kaki ketempat kerja
71% pendudukjalan kaki ketempat kerja
Biayatransportasi
63% penduduktidak memiliki
biaya transportasi
71% penduduktidak memiliki
biaya transportasi
Tempat aktivitas
keluarga
83% berkegiatanpada kawasan
kelurahan dansekitarnya
87% berkegiatanpada kawasan
kelurahan dansekitarnya
Alasan tinggal di permukiman kumuh
Karakteristik Penghuni
Tingkat
kesehatan
43% penduduksering mengalami
gangguankesehatan
74% penduduksering mengalami
gangguankesehatan
Tingkatkeamanan
21% pendudukpernah
mengalamigangguan
keamanan
32% pendudukpernah mengalami
gangguankeamanan
Persepsi
37% penduduk
berpendapatbahwa kondisipermukimankurang baik
50% penduduk
berpendapatbahwa kondisipermukimankurang baik
Keluhan
74% pendudukmengeluhkan
buruknya kondisipermukiman
95% pendudukmengeluhkan
buruknya kondisipermukiman
Harapan
88% inginpermukiman yang
lebih baik
89% inginpermukiman yang
lebih baik
Keinginan
pindah
58% memilikikeinginan pindah
dari permukimankumuh
79% memilikikeinginan pindah
dari permukimankumuh
-
7/24/2019 Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan (Studi Kasu
6/10
Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan
266 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2
Dari tabel perbedaan dan persamaan antara
karakteristik penduduk yang terdapat pada
Kelurahan Tamansari dan Kelurahan Braga
dapat kira simpulkan bahwa secara keseluruhan
karakteristik yang terdapat pada dua kelurahan
ini hampir sama. Perbedaan yang terdapat pada
dua kelurahan ini adalah penduduk yang
terdapat pada Kelurahan Tamansari mayoritas
merupakan penduduk asli kelurahan ini
sedangkan penduduk yang terdapat pada
Kelurahan Braga mayoritas merupakan
penduduk pendatang. Dilihat dari keinginan
pindah dari lokasi perumahan yang saat ini
mereka tempati, penduduk Kelurahan Braga
lebih besar proporsinya dibandingkan dengan
penduduk yang terdapat pada kelurahan
Tamansari. Perbedaan lainnya terdapat padasumber air bersih yang digunakan, pada
Kelurahan Braga lebih banyak penduduk
menggunakan sumber air bersih yang berasal
dari air ledeng yang terdapat pada WC umum
dilingkungan perumahan jika dibandingkan
dengan penduduk yang terdapat pada
Kelurahan Tamansari.
Secara umum, terdapat kesamaan antara faktor
penyebab permukiman kumuh secara umum
dengan faktor penyebab kekumuhan yangterdapat pada Kelurahan Tamansari dan
Kelurahan Braga. Faktor penyebab permukiman
kumuh yang memiliki kesamaan adalah faktor
ekonomi, kegagalan kebijakan serta padatnya
penduduk dan bangunan. Lama tinggal dilokasi
perumahan tidak mempengaruhi kekumuhan
penduduk pada Kelurahan Tamansari dan
Kelurahan Braga. Faktor lain yang menjadi
faktor penyebab kekumuhan di kekumuhan
adalah faktor buruknya kondisi sarana dan
prasarana serta rendahnya kepedulianmasyarakat terhadap keadaan lingkungan
tempat tinggal.
Berdasarkan tabel alasan pemilihan lokasi
tempat tinggal oleh penduduk di Kelurahan
Tamansari dan Kelurahan Braga dapat kita
simpulkan bahwa yang menjadi alasan utama
penduduk tinggal di permukiman kumuh
tersebut adalah:
Sebagian besar penduduk yang berasal daridaerah di luar kelurahan dan tidak memiliki
tanah di kota sehingga mereka memilih
tinggal di permukiman kumuh.
Penduduk yang telah lama tinggal dan merasa
sudah nyaman, lama tinggal penduduk juga
dipengaruhi oleh belum mampunya mereka
memenuhi kebutuhan akan lahan perumahan.
Sebagian besar penduduk menggunakan
fasilitas yang terdapat dikelurahan dan
sekitarnya. Lengkapnya fasilitas ini
menjadikan alasan penduduk merasa betah
tinggal dilokasi permukiman kumuh.
Tersedianya lahan pemerintah menyebabkan
masyarakat memilih tinggal pada lahan
tersebut. Tinggal di lahan pemerintah dan
kawasan lindung dirasa mayarakat lebih
mudah dari pada menyediakan lahan
perumahan sendiri dengan biaya yang besar. Masyarakat merasa betah tinggal dilokasi
perumahan karena mereka memiliki bangunan
sendiri tanpa harus mengeluarkan biaya sewa.
Kawasan permukiman kumuh merupakan
tempat masyarakat dan anggota keluarga
beraktivitas. Kelurahan Tamansari dan
Kelurahan Braga yang terdapat pada pusat
kota mengakibatkan mudahnya lokasi
tersebut diakses dari segala arah dan
merupakan lokasi strategis.
Berdasarkan survey lapangan yang telah
dilakukan, terdapat beberapa dampak yang
ditimbulkan akibat tinggal dipermukiman kumuh
yang terdapat pada kelurahan tamansari dan
kelurahan braga. Dampak tersebut berupa
dampak sosial dan persepsi masyarakat
terhadap lingkungan tempat mereka tinggal.
Adapun dampak dan persepsi masyarakat yang
tinggal dilokasi permukiman kumuh adalah
sebagai berikut:
Seringnya terjadi hal-hal yang menganggu
keamanan dan kenyamanan penduduk pada
kelurahan tersebut. Gangguan keamanan
yang terjadi biasanya adalah kemalingan dan
kebisingan. Pada kelurahan ini juga sering
terjadi banjir apabila terjadi hujan dengan
tingkat intensitas yang tinggi.
Gangguan kesehatan sering dialami penduduk
terkati kondisi lingkungan yang kurang sehat.
Gangguan kesehatan yang paling sering
-
7/24/2019 Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan (Studi Kasu
7/10
Erick Sulestianson
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 267
dialami penduduk adalaha demam, batuk, flu,
gangguan penyakit kulit dan sakit perut.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan,
persepsi masyarakat tentang lokasi
perumahan tempat mereka tinggal, penduduk
sebenarnya mengerti kalau kondisi
permukiman mereka adalah permukiman
kumuh namun mereka memiliki alasan
ekonomi sehingga mereka harus bertahan
pada permukiman tersebut.
Mayoritas penduduk memiliki kelurahan
terkait kondisi permukiman kumuh tempat
mereka tinggal
Penduduk umumnya memiliki harapan
tentang terwujudnya lingkungan permukiman
yang lebih baik.
Sebagian besar penduduk memiliki keinginanuntuk pindah dari lokasi perumahan namun
mereka tidak memiliki biaya dalam
merealisasikannya.
Berdasarkan penjabaran tentang faktor yang
diduga penyebab kekumuhan yang terdapat
pada permukiman di Kelurahan Tamansari dan
Kelurahan Braga, Alasan pemilihan tempat
tinggal oleh penduduk serta dampak sosial dan
persepsi masyarakat yang tinggal pada
permukiman kumuh dapat dirumuskan modelpenanganan yang sesuai untuk menyelesaikan
persoalan permukiman kumuh yang terdapat
pada Kelurahan Tamansari dan Kelurahan
Braga.
Model penanganan permukiman kumuh
Model yang digunakan dalam penanganan
persoalan permukiman kumuh berdasarkan
karakteristik dan faktor yang diduga penyebab
kekumuhan pada Kelurahan Tamansari danKelurahan Braga adalah Model Slum Upgrading.
Penerapan model ini tentunya tidak secara
langsung diadaptasi secara untuh. Untuk
kepemilikan lahan yang sebagian besar dimiliki
oleh pemerintah Kota Bandung harus terlebih
dahulu diurus kepemilikannya. Model Slum
Upgrading memiliki persamaan dengan model
peremajaan kota. Perbedaan dari model ini
adalah model slum upgrading lebih lengkap
mencakup kondisi sosial dan lebih lengkap dari
model peremajaan kota. Model slum upgradingharus terlebih dahulu melakukan konsolidasi
lahan agar dapat berjalan dengan baik. Model
konsolidasi lahan dipilih karena:
Lokasi perumahan masuk kedalam lokasi
strategis dan berada pada pusat kota.
Penduduk masih bisa tinggal dan beraktifitas
di sekitar lokasi perumahan
Adanya kemungkinan pengurusan izin lahan
yang dimiliki pemerintah Kota Bandung
menjadi milik masyarakat untuk kebutuhan
perumahan sesuai dengan Undang-Undang
No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
Untuk Kepentingan Umum.
Sebagian besar penduduk tinggal dilahan
yang merupakan hak milik pemerintah kota
dan kawasan lindung disepanjang Sungai
Cikapundung.
Lahan milik pemerintah dan kawasan lindung
yang terdapat pada lokasi perumahan bisa
disesuaikan dengan rencana tata ruang
Tingginya minat penduduk untuk pindah
memberikan sebuah keuntungan dimana
lahan hasil konsolidasi tidak akan cukup
menampung semua penduduk mengingat
adanya lahan yang akan difungsikan sebagai
kawasan lindung dan pembangunan fasilitas
perumahan.
Terciptanya kondisi perumahan yang ideal dilokasi perumahan penduduk yang terdapat
pada Kelurahan Tamansari dan Kelurahan
Braga.
Model konsolidasi lahan yang dipilih tidak
menggunakan model konsolidasi lahan yang
konvensional. Terdapat penyesuaian luasan
lahan hasil konsolidasi mengingat kavling lahan
yang kecil pada kawasan studi. Harus ada
sebahagian penduduk yang menempati tanah
negara dipindahkan ke lokasi lain. Hal ini diambilmengingat tingginya keinginan untuk pindah
penduduk pada kedua kelurahan. Selain
keuntungan permasalahan yang akan dihadapi
dengan terpilihnya model slum upgrading yang
diikuti konsolidasi lahan, maka permasalahan
yang mungkin akan dihadapi adalah:
Perlu dicarikan alternatif lokasi perumahan
bagi penduduk yang ingin pindah dari lokasi
perumahan
Perlu biaya dari pemerintah atau investorterkait pelaksanaan pekerjaan yang
-
7/24/2019 Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan (Studi Kasu
8/10
Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan
268 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2
membutuhkan biaya besar mengingat
penduduk yang bermukim pada Kelurahan
Braga dan Kelurahan Tamansari memiliki
jumlah pendapatan yang kecil.
Penyesuaian rencana tata ruang terkait lokasi
perumahan yang masih memanfaatkan
sebagian tanah milik pemerintah kota.
Model slum upgrading dan konsolidasi lahan
sebenarnya telah lama dijadikan sebagai metoda
penanganan permukiman kumuh namun tidak
mencapai hasil yang maksismal. Beranjak dari
permasalahan ini perlu model slum upgrading
dan konsolidasi lahan didampingi dengan
penanganan secara non fisik agar tidak
terciptanya kembali permukiman kumuh dimasa
yang akan datang. Model pendamping slumupgrading dan konsolidasi lahan dapat
disesuaikan dengan program dari Pemerintah
Kota Bandung dan Bandung Creative CityForum
yang saat ini sedang melaksanakan kegiatan
yang berbasis kepada komunitas. Hal ini perlu
dilakukan mengingat selama ini kurangnya
partisipasi dan perhatian masyarakat dalam
kelembagaan yang terdapat pada Kelurahan
Tamansari dan Kelurahan Braga. Alternatif
program dari Pemerintah Kota Bandung dan
Bandung Creative City Forum adalah sebagaiberikut:
Kampung Kreatif (Bandung Creative City
Forum). Program ini berupa pembentukan
komunitas pada lokasi perumahan sehingga
pihak BCCF dapat memberikan penyuluhan
dan menggali potensi ekonomi masyarakat
pada kawasan ini, Hal ini mengingat sebagian
besar anggota keluarga tidak bekerja dan
beraktifitas disekitar lokasi perumahan.
Dengan adanya pelatihan dan sarana bertukarinformasi terkait peluang dan potensi
pengembangan kreatifitas pada lokasi
perumahan. Program ini memberikan dampak
jangka panjang terhadap warga yang terdapat
pada lokasi perumahan.
Design Action (Bandung Creative City Forum).
Dibentuknya forum diskusi pada lokasi
perumahan terkait dengan pengembangan
potensi masyarakat. Dengan adanya forum
diskusi, masyarakat dapat bertukar fikiran dan
saling memberi motivasi untuk mewujudkankesejahteraan masyarakat. BCCF juga
mengadakan forum diskusi regular pada
setiap minggunya sehingga kader yang
berada pada lokasi perumahan dapat
berdiskusi tentang permasalahan yang
dihadapi dengan fasilitator dari pihak BCCF
setiap minggunya.
Kelompok Kerja Kolaborasi Bandung (Program
Bandung Juara Pemerintah Kota Bandung).
Dengan adanya forum dan kegiatan yang
bersifat terorganisir pada kawasan perumahan
diharapkan akan mampu menyelesaikan dan
menghadapi permasalahan sosial di lokasi
perumahan pada masa yang akan datang.
Kelompok Kerja Bandung Juara (Program
Bandung Juara Pemerintah Kota Bandung).
Program yang terdapat pada kelompok kerja
Bandung Juara ini memiliki focus terhadappengawasan dan pengendalian kondisi
lingkungan perumahan. Dengan adanya
program kelompok Bandung Juara pada
kawasan ini diharapkan akan mampu menjaga
kualitas perumahan sehingga tidak akan
kumuh kembali pada masa yang akan datang.
Pada kelompok kerja ini juga ada program
terkait dengan kreatifitas warga yaitu satu
kampung, satu produk. Sejalan dengan
program BCCF pemerintah dapat menggali
potensi ekonomi yang terdapat padamasyarakat di permukiman hasil slum
upgrading sehingga dapat mengembangkan
potensi yang memiliki nilai ekonomi untuk
kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang karakteristik dan
faktor penyebab permukiman kumuh yang
terdapat pada Kelurahan Tamansari dan
Kelurahan Braga, dapat kita tarik kesimpulansebagai berikut:
Secara keseluruhan karakteristik permukiman
kumuh yang terdapat pada Kelurahan
Tamansari dan Kelurahan Braga adalah
identik baik itu karakteristik penghuni,
karakteristik hunian, karakteristik prasarana
pendukung perumahan maupun karakteristik
spasial.
Berdasarkan karakteristik permukiman kumuh
pada Kelurahan Tamansari dan KelurahanBraga, ditemukan tiga faktor penting terkait
-
7/24/2019 Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan (Studi Kasu
9/10
Erick Sulestianson
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 269
kekumuhan yaitu Alasan penduduk tinggal
dilokasi permukiman kumuh serta akibat dari
kekumuhan pada Kelurahan Tamansari dan
Kelurahan Braga.
Faktor yang diduga menjadi penyebab utama
kekumuhan pada Kelurahan Tamansari dan
Kelurahan Braga adalah faktor padatnya
penduduk pada lokasi perumahan, rendahnya
tingkat pendapatan, kurangnya kepedulian
masyarakat terhadap lingkungan permukiman,
padatnya bangunan yang terdapat pada
kelurahan ini, kepemilikan lahan yang dimiliki
oleh pemerintah Kota Bandung, kondisi
prasarana perumahan yang buruk serta
adanya kegagalan kebijakan.
Faktor yang menjadi alasan penduduk
memilih tinggal dilokasi permukiman kumuhyang terdapat pada kawasan studi adalah
daerah asal penduduk yang mayoritas berasal
dari luar kawasan perumahan tersebut,
Penduduk telah lama tinggal dilokasi
perumahan tersebut, fasilitas perumahan
yang lengkap, ketersediaan lahan yang tidak
harus dibeli oleh masyarakat, kawasan
merupakan lokasi tempat bekerja dan
beraktifitas serta terdapat pada kawasan
strategis.
Dampak tinggal pada lokasi permukimankumuh adalah adanya gangguan keamanan
dan kesehatan serta adanya persepsi
masyarakat yang mengatakan adanya keluhan
tentang lokasi perumahan yang saat ini
mereka tempati.
Berdasarkan persepsi masyarakat terdapat
hal-hal penting yang jadi pertimbangan dalam
pemilihan model penanganan yang paling
sesuai untuk dilaksanakan.
Model penanganan yang cocok diterapkan
pada permukiman kumuh yang terdapat padaKelurahan Tamansari dan Kelurahan Braga
adalah model penaganganan yang sama yaitu
model slum ugrading diikuti oleh konsolidasi
lahan.
Model konsolidasi lahan tidak menggunakan
model konvensional, terdapat penyesuaian
terkait relokasi sebahagian penduduk yang
menempati tanah negara dan memiliki kavling
lahan kecil dan mempunyai keinginan untuk
pindah dari lokasi perumahan,
Metode penanganan tambahan terkait dengan
perbaikan kondisi sosial masyarakat adalah
penyesuaian dengan program kampung
creative dan design action yang berasal dari
program Bandung Creative City Forum serta
penyesuaian dengan Program Bandung Juara
oleh pemerintah Kota Bandung yang berasal
dari program Kelompok Kerja Kolaborasi
Bandung dan Kelompok Kerja Kampung Juara.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.
Petrua Natalivan Indrajati selaku pembimbing,
atas bimbingannya dalam menyusun penelitian
ini.
Daftar Pustaka
Basri, Hasyim. (2010). Model Penanganan
Permukiman Kumuh Studi Kasus Permukiman
Kumuh Kelurahan Pontap Kecamatan Wara
Timur Kota Palopo. Seminar Nasional
Perumahan Permukiman Dalam Pembangunan
Kota.
Cahyono, Jaka E. (2003). Rumahku Istanaku:
Panduan Membeli Rumah Untuk Hunian.
Jakarta: Elex Media.
Catanese, Anthony J. (1992). Perencanaan Kota
(Terjemahan). Jakarta: Penerbit Erlangga
Creswell, John. W. (2009). Design Qualitative,
Quantitative, and Mixed Methods Approaches,
third edition. Thousand Oaks, California: Sage
Publication.
Drabkin, H. (1980). Land Policy and Urban
Growth. London. Pergamon Press.
Dywangga, Auliannisa. (2009). Permukiman
Kumuh di Kota Bandung. Depok: Universitas
Indonesia.Instruksi Wali Kota Bandung Nomor 2 Tahun
2013 Tentang Rencana Aksi Menuju Bandung
Juara
Kelurahan Braga: Monografi Kelurahan Braga
Tahun 2013
Kelurahan Tamansari: Monografi Kelurahan
Tamansari 2013
http://www.sappk.itb.ac.id/pwd/index.php?option=com_content&task=view&id=69&Itemid=99http://www.sappk.itb.ac.id/pwd/index.php?option=com_content&task=view&id=69&Itemid=99 -
7/24/2019 Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan (Studi Kasu
10/10
Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan
270 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2
Kementerian Perumahan Rakyat. (2013) Buku
Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan
Dan Permukiman Kumuh Berbasis Kawasan.
Jakarta: Kementerian Perumahan Rakyat
Koestoer, Raldi Hendro. (1997). Perspektif
Lingkungan Desa-Kota: Teori dan Kasus.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Nova, Elly Luchritia. (2010). Peremajaan
Permukiman Kumuh di Kelurahan Gunung
Elai, Lok Tuan, dan Guntung Kota Bontang.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Luhst, K. M. (1997). Real Estate Evaluation.
USA: Principles Aplication Press.
Ministry of Social Development and Human
Security. (2013). Baan Mankong: Thailands
City-wide, Community-Driven Slum Upgrading
and Community Housing Development atNational Scale Community Organizations.
Bangkok, Thailand: Ministry of Social
Development and Human Security.
Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman
Kumuh Daerah Penyangga Kota Metropolitan
Direktorat Jenderal Cipta Karya - Kementrian
Pekerjaan Umum Tahun 2006
Penetapan Kebijakan, Strategi dan Program
Perumahan Kota Bandung Tahun 2011. Dinas
Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung
Tahun 2011.Petunjuk Pelaksanaan Peremajaan Permukiman
Kumuh Di Perkotaan Dan Perdesaan Tahun
2006. Kementrian Pekerjaan Umum Tahun
2006
Rencana Rinci PLP2KBK 2011. Dinas Tata Ruang
dan Cipta Karya Kota Bandung Tahun 2011.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung
2011-2031, BAPPEDA Kota Bandung
Sihombing, Antony. (2010). Penataan
Permukiman Kumuh Di Kampung Kota
Berbasis Penataan Infrastruktur. Depok:Universitas Indonesia
Strategi Pengembangan Permukiman Dan
Infrastruktur Kota Bandung Tahun 2011,
Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota
Bandung Tahun 2011.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit
Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kombinasi.
Bandung: Penerbit Alfabeta
Sujarto, Djoko. (2013). Modul Kuliah
Perencanaan Pengembangan Kota. Bandung:
Institut Tekonologi Bandung
Surtiani, Eny Endang. (2006). Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Terciptanya Kawasan
Permukiman Kumuh Di Kawasan Pusat Kota
(Studi Kasus: Kawasan Pancuran, Salatiga).
Semarang: Universitas Diponegoro.Turner, John F. (1976). Housing by People.
Toward Autonomy in Building Environments.
London: Marion Boyars.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan
Kawasan Permukiman
UN-Habitat cities alliance for action plan moving
slum upgrading to scale tahun 2003
UN-Habitat . States of the world cities 2006/7
Un-Habitat. The Challenge of Slums: Global
Report On Human Settlements 2003 - RevisedAnd Updated Version (April 2010)
UN-Habitat what are slums and why do they
exist? 2007
Yeate, Maurice and Barry Garner. (1980). The
North American City.Boston: Addison Wesley
Publishing Company.