penanganan anak dengan low vision dalam perspektif...
TRANSCRIPT
PENANGANAN ANAK DENGAN LOW VISION DALAM
PERSPEKTIF GENERALIST INTERVENTION MODEL PADA
LAYANAN LOW VISION CENTER YAYASAN PELAYANAN
ANAK DAN KELUARGA (LAYAK) JAKARTA SELATAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh:
DINARA OKTAVIANA
1113054100010
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
i
ABSTRAK
Dinara Oktaviana
Penanganan Anak Dengan Low Vision dalam Perspektif Generalist
Intervention Model pada Layanan Low Vision Center Yayasan
Pelayanan Anak dan Keluarga (LAYAK) Jakarta Selatan
Low vision merupakan gangguan penglihatan yang
membatasi aktivitas sehari-hari dan tidak bisa diperbaiki dengan
kacamata, lensa kontak, obat-obatan, atau pembedahan.
Meskipun tidak dapat diperbaiki secara total namun penyandang
low vision dapat mengikuti rehabilitasi untuk memaksimalkan
sisa penglihatan mereka. Salah satu lembaga yang mengadakan
pelayanan rehabilitasi terhadap penyandang low vision adalah
Low Vision Center LAYAK.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
penanganan anak dengan low vision oleh pekerja sosial dalam
perspektif generalist intervention model (GIM) pada layanan
LVC LAYAK. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan bersama satu
orang pekerja sosial dan tiga orang tua klien. Teknik pemilihan
informan menggunakan snow ball sampling yaitu pengunpulan
data dimulai dari beberapa orang yang memenuhi kriteria untuk
dijadikan anggota sampel.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja sosial
dalam berpraktik memiliki tiga dasar utama pekerjaan sosial yaitu
pengetahuan, keterampilan, dan nilai. Selain itu, pemberian
intervensi kepada klien, pekerja sosial melakukan tahapan yang
sesuai dengan GIM mulai dari keterlibatan, asesmen,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, penghentian, dan tindak
lanjut. Tetapi ada pula ketidaksesuaian dengan GIM terletak pada
sub-langkah tiap tahapan yaitu belum adanya lembar kerja khusus
untuk evaluasi tiap tingkatan rencana intervensi dan lembar
kontrak tertulis, dan pekerja sosial tidak melakukan tindak lanjut
terhadap klien yang sudah diterminasi.
Kata kunci metode generalist intervention model, tahapan
generalist intervention model, anak dengan low vision
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji bagi Allah
SWT yang selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada
peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi berjudul
Penanganan Anak dengan Low Vision dalam Perspektif
Generalist Intervention Model pada Layanan Low Vision Center
Yayasan Pelayanan Anak dan Keluarga (LAYAK) Jakarta
Selatan. Tidak lupa juga shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan selalu kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan sahabatnya.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang wajib diselesaikan
sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial jurusan
Kesejahteraan Sosial. Peneliti menyadari adanya kekurangan dari
skripsi ini, maka kritik dan saran yang membangun akan peneliti
terima dengan senang hati. Dalam proses penyelesaian skripsi,
ada banyak pihak yang membantu baik secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D sebagai Dekan dan Wakil
Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dr. Roudhonah, M.A. sebagai Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum. Dr. Suhaimi, M.Si. sebagai
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
iii
2. Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. sebagai ketua program
studi Kesejahteraan Sosial. Beliau juga merupakan
dosen pembimbing, berkat arahan, dukungan serta
kesabarannya dalam membimbing, peneliti mampu
menyelesaikan skripsi ini.
3. Nunung Khairiyah, M.A. sebagai sekretaris program
studi Kesejahteraan Sosial dan seluruh dosen
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
atas ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan.
4. Seluruh petugas perpustakaan baik perpustakaan
Fakultas maupun Utama yang telah memudahkan
peneliti dalam mencari sumber pustaka mulai dari
buku, skripsi, hingga jurnal internasional.
5. Seluruh anggota keluarga peneliti yaitu kedua orang
tua, bapakku yang selalu menagih undangan wisuda
dan ibuku yang selalu memotivasi dan mendoakan
agar skripsi ini cepat selesai. Terima kasih juga untuk
abangku Dian yang mau meluangkan waktu antar-
jemput ke lokasi penelitian, kakak iparku Dina yang
selalu mentraktir berbagai makanan, adikku Ariq yang
rela berbagi laptop dengan peneliti, dan keponakanku
Shayna yang menghibur dengan suara tawanya.
6. Lucia Rusmiyati, S.Sos. sebagai pekerja sosial LVC
LAYAK yang telah memberikan informasi dan
iv
kesempatan kepada peneliti untuk ikut kegiatan di
sana, hal tersebut akan menjadi pengalaman berharga.
Terima kasih juga untuk bu Lia, bu Tati, bu Erna, bu
Frida, mas Indra, mbak Aci, dan pak Yanto yang telah
menyambut hangat peneliti.
7. Para informan yaitu bu Cut, bu Susi, dan bu Astri
yang sudah meluangkan waktu untuk diwawancarai
oleh peneliti.
8. Teman semasa Aliyah yaitu Indah Pusparita, S.Pd. dan
Dea Herdiana Utami, A.Md.Keb. yang selalu memulai
percakapan dengan pertanyaan ―skripsi belum kelar?‖
9. Teman semasa kuliah dari semester awal sampai
semester akhir yaitu Lisda Nur Asiah, S.Sos. dan Fitri
Komariyah, S,Sos. yang selalu mengingatkan untuk
segera menyelesaikan skripsi dan menjadi pendengar
yang baik atas segala curahan hati peneliti meskipun
mereka telah lulus lebih dulu.
10. Qayumah dan Isra Wahyuni, S.Sos. yang telah
menjadi teman bolak-balik perpustakaan dan tim bus
Transjakarta malam.
11. Rakhmah Maulidina yang telah menjadi partner
berbagi midnight thoughts selama di kosan.
v
12. Teman-teman seperjuangan di program studi
Kesejahteraan Sosial UIN Jakarta angkatan 2013.
13. Terimakasih juga kepada diriku sendiri yang telah
bertahan dan berusaha untuk menyelesaikan skripsi ini
di tengah maraknya pemberitaan negatif tentang
mahasiswa tingkat akhir.
Jakarta, 12 April 2019
Dinara Oktaviana
vi
DAFTAR ISI ABSTRAK ............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1
B. Batasan Masalah ........................................................................ 7
C. Rumusan Masalah ...................................................................... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 8
1. Tujuan Penelitian ................................................................... 8
2. Manfaat Penelitian ................................................................. 8
E. Kajian Terdahulu ....................................................................... 9
F. Metodologi Penelitian .............................................................. 10
1. Pendekatan Penelitian .......................................................... 10
2. Jenis Penelitian ..................................................................... 11
3. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 12
4. Sumber Data ......................................................................... 14
5. Teknik Analisis Data ............................................................ 14
6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data .................................. 15
7. Teknik Pemilihan Informan ................................................. 16
8. Teknik Penulisan .................................................................. 16
vii
9. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 17
G. Sistematika Penulisan .............................................................. 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................. 19
A. Anak dengan Low Vision ........................................................ 19
1. Definisi Low Vision .............................................................. 19
2. Klasifikasi ............................................................................ 21
3. Ciri-ciri Umum Low Vision.................................................. 22
4. Penyebab Low Vision ........................................................... 23
5. Permasalahan Low Vision .................................................... 23
6. Perkembangan anak dengan low vision ............................... 25
B. Generalist Intervention Model ................................................. 28
1. Pengertian Generalist Intervention Model ........................... 28
2. Tahapan Perubahan Terencana dalam Praktik Generalis ..... 30
3. Tahapan Generalist Intervention Model .............................. 33
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA ................................... 52
A. Profil Lembaga ......................................................................... 52
1. Sejarah Berdirinya Yayasan Pelayanan Anak dan Keluarga 52
2. Visi dan Misi ........................................................................ 54
3. Tujuan .................................................................................. 54
4. Data Organisasi .................................................................... 55
5. Struktur Organisasi .............................................................. 55
viii
6. Alamat Lembaga .................................................................. 56
B. Program Utama ........................................................................ 56
1. Pelayanan Sosial .................................................................. 56
2. Penelitian dan Pengembangan ............................................. 57
3. Advokasi dan Jaringan ......................................................... 57
C. Program yang Terlaksana......................................................... 58
D. Jaringan dan Kerja sama Lembaga .......................................... 64
E. Program Low Vision ................................................................ 66
1. Deskripsi Program ............................................................... 66
2. Tujuan Program ................................................................... 67
3. Penerimaan Klien ................................................................. 67
4. Layanan yang Diberikan ...................................................... 68
5. Jaringan Kerja sama dan Kemitraan .................................... 71
BAB IV HASIL TEMUAN ................................................................ 72
A. Profil Informan ......................................................................... 72
B. Temuan Lapangan .................................................................... 76
1. Tahap Keterlibatan (engagement) ........................................ 76
2. Tahap Penilaian (assessment) .............................................. 88
3. Tahap Perencanaan (planning) ........................................... 102
4. Tahap Pelaksanaan (implementation) ................................ 113
5. Tahap Evaluasi (evaluation) .............................................. 120
ix
6. Tahap Penghentian (termination) ....................................... 122
7. Tahap tindak lanjut (follow-up) .......................................... 125
BAB V ANALISIS HASIL TEMUAN ........................................... 127
A. Tahap Keterlibatan (engagement) .......................................... 127
B. Tahap Penilaian (assessment) ................................................ 130
C. Tahap Perencanaan (planning) ............................................... 133
D. Tahap Pelaksanaan (implementation) .................................... 135
E. Tahap Evaluasi (evaluation)................................................... 137
F. Tahap Penghentian (termination) ........................................... 137
G. Tahap Tindak Lanjut (follow-up) .......................................... 139
H. Tabel Analisis Hasil Temuan ................................................. 139
BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ................. 149
A. Kesimpulan ............................................................................ 149
B. Implikasi ................................................................................ 151
C. Saran ...................................................................................... 151
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 153
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Karakteristik Pemilihan Informan ....................................... 16
Tabel 2. 1 Definisi Praktik Generalis ................................................... 29
Tabel 2. 2 Tahapan Perubahan Generalist Intervention Model ........... 31
Tabel 2. 3 Langkah-langkah Keterlibatan ............................................ 34
Tabel 2. 4 Langkah Penilaian ............................................................... 37
Tabel 2. 5 Langkah Perencanaan ......................................................... 41
Tabel 2. 6 Langkah Pelaksanaan .......................................................... 45
Tabel 2. 7 Langkah Evaluasi ................................................................ 47
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4. 1 Recording Form (informasi klien) .................................. 90
Gambar 4. 2 Recording Form (permasalahan dan kebutuhan) ............ 95
Gambar 4. 3 Formulir Saran ................................................................ 97
Gambar 4. 4 Recording Form (luas penglihatan, kepekaan kontras,
penglihatan warna) ............................................................................. 101
Gambar 4. 5 Recording Form (kecepatan membaca dan menulis) .... 102
Gambar 4. 6 Lembar Jadwal Pertemuan ............................................ 118
Gambar 4. 7 Jadwal Pertemuan Klien Fasyah ................................... 119
Gambar 4. 8 Jadwal Pertemuan Klien Leli ........................................ 119
Gambar 4. 9 Jadwal Pertemuan Klien Sekar ...................................... 120
Gambar 4. 10 Lembar Evaluasi.......................................................... 121
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mata merupakan salah satu indera penting bagi
manusia yang berfungsi untuk melihat. Melalui mata,
manusia dapat menyerap informasi visual yang digunakan
untuk melakukan berbagai kegiatan. Namun, gangguan
penglihatan (visual impairment) sering terjadi, mulai dari
gangguan ringan hingga gangguan berat yang dapat
menyebabkan kebutaan (Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI 2014, 2).
Dalam bahasa Indonesia, visual impairment diartikan
menjadi istilah tunanetra. Sebenarnya, di dalam visual
impairment sendiri tidak hanya tunanetra saja, melainkan ada
istilah lain yaitu partially sighted atau yang lebih dikenal
dengan low vision. Low vision diartikan sebagai kondisi
seseorang yang memiliki ketajaman penglihatan (visual
acuity) kurang dari 20/200 tetapi tidak lebih dari 20/70.
Mendefinisikan istilah partially sighted atau low vision lebih
sulit karena boleh jadi dua orang yang memiliki ukuran
ketajaman penglihatan yang sama, dapat menunjukkan fungsi
penglihatan yang berbeda (Zainal Alimin, 43-44). Yang
dimaksud dengan low vision adalah bentuk gangguan
penglihatan yang membatasi aktivitas sehari-hari dan tidak
bisa diperbaiki dengan kacamata, lensa kontak, obat-obatan,
atau pembedahan (Jennifer Hissett 2008, 1032–33).
2
Low vision dapat terjadi pada setiap jenjang usia, dari
bayi hingga lanjut usia. Adapun beberapa penyakit yang
mengakibatkan low vision yaitu katarak, glaukoma,
degenerasi macula, retinopathy diabetika, retinitis
pigmentosa, myopia progressivve, atropi nervus optikus, dan
ambliopia. Selain itu, disebabkan juga karena adanya
kelainan kongenital (kelainan bawaan) seperti abulbi,
glaucoma congenital, leukoma kornea, dan anterior segment
dysgen (Departemen Sosial Republik Indonesia 2009, 49).
Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa
gangguan penglihatan dan kebutaan dapat mengakibatkan
penurunan pada kualitas hidup yang terlihat dari
berkurangnya kemampuan seseorang untuk melakukan
pekerjaan, mengisi waktu luang, dan melakukan kegiatan
sehari-hari (Muhammad Asroruddin 2014, 2). Penyandang
low vision pun mengalami hambatan dalam melakukan
kegiatan sehari-hari seperti membaca, menulis, berjalan,
menonton televisi, mengemudikan kendaraan bahkan
kesulitan mengenali wajah seseorang.
World Health Organization (WHO) memaparkan
estimasi data terkait gangguan penglihatan di seluruh dunia
dengan mengklasifikasikan gangguan penglihatan yang
digunakan berdasarkan tajam penglihatan. Dikatakan low
vision, jika penglihatan berkisar <6/18 - ≥3/60 dan dikatakan
buta, jika tajam penglihatan kurang dari 3/60. Estimasi jumlah
orang dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia pada
3
tahun 2010 adalah 285 juta orang atau 4,24% populasi,
sebesar 0,58% 39 juta orang menderita kebutaan dan 3,65%
atau 246 juta orang mengalami low vision. Sekitar 65% orang
dengan gangguan penglihatan dan 82% dari penyandang
kebutaan berumur 50 tahun atau lebih (World Health
Organization 2012, 5).
Di Indonesia, angka kebutaan menunjukkan angka
1,47% jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka
kebutaan di Thailand (0,3%), India (0,7%), Bangladesh
(1.0%), bahkan lebih tinggi dibandingkan Afrika Sub-Sahara
(1,40%) (Lutfah Rif‘ati, Rabea P. Yekti, dan Lusianawaty
Tana 2009, 30). Menurut Aria Indrawati, ketua Pertuni di
Yogyakarta, Indonesia belum memiliki angka pasti terkait
data penyandang low vision. Alasannya, dikarenakan memang
belum pernah ada pendataan untuk penyandang low vision.
Meskipun begitu, jika dilihat berdasarkan data kementerian
kesehatan jumlah tunanetra mencapai 3,6 juta, maka
diperkirakan tiga perempatnya adalah penyandang low vision
atau berkisar 2,7 juta orang (Rahma Lillahi Sativa 2015).
Masalah kebutaan di Indonesia bukan lagi menjadi
masalah kesehatan, namun adanya keterlibatan masalah
sosial/lintas sektor karena prevalensi kebutaan di atas 1%
sedangkan standar WHO adalah 0,5%. Sama halnya yang
dikatakan oleh Evie Tarigan, ketua umum yayasan LAYAK,
bahwa prevalensi kebutaan juga dipengaruhi faktor sosial
ekonomi seperti minimnya akses layanan untuk mendapatkan
4
pencegahan dan penanganan gangguan penglihatan dan
kebutaan (Rizal Mahmuddhin 2017).
Ketika penglihatan seseorang tidak bisa diperbaiki
dengan menggunakan kacamata, pengobatan atau
pembedahan, maka penyandang low vision membutuhkan
bantuan untuk memaksimalkan sisa penglihatan yang
dimilikinya. Penyandang low vision juga bagian dari
masyarakat yang berhak mendapatkan pemenuhan terhadap
hak-hak dasarnya dalam bidang kesejahteraan sosial. Mereka
dapat mengakses pelayanan sosial yang sesuai dengan
kebutuhannya. Pelayanan sosial sendiri ditujukan untuk
membantu penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam
mengembalikan dan mengembangkan fungsi sosialnya.
Sesuai dengan Pasal 38 Ayat 1 UU Nomor 11 Tahun
2009 tentang Kesejahteraan Sosial yang menyatakan bahwa
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya
untuk berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Peran tersebut dapat dilakukan oleh perseorangan, keluarga,
organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan,
lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, badan
usaha, lembaga kesejahteraan sosial, dan lembaga
kesejahteraan sosial asing (Adi Fahrudin 2012, 131).
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi rehabilitasi
sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan
sosial.
5
Sementara itu, Al-Quran Surat An-Nisaa ayat 9
menegaskan bahwa orang-orang beriman tidak boleh
membiarkan anak-anak mereka dalam keadaan lemah. Allah
SWT berfirman:
Artinya:
―Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang
yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang
lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara
dengan tutur kata yang benar‖ (Departemen Agama RI).
Ayat di atas menerangkan bahwa tidak
dibolehkannya orang-orang beriman membiarkan anak
mereka memiliki fisik, tubuh, atau badan dalam kondisi
lemah. Memperhatikan kualitas kesehatan anak dengan
memberi makanan dan minuman bergizi menjadi
tanggung jawab orang tua (Asep Usman Ismail 2012, 32).
Jika dihubungkan dengan low vision, maka orang tua yang
memiliki anak dengan low vision bertanggung jawab atas
kelangsungan hidup anak mereka agar bisa hidup mandiri
walaupun ada kekurangan dalam penglihatan. Salah satu
usaha yang bisa dilakukan orang tua dari anak dengan low
vision adalah membawa anak mereka ke low vision
center.
6
Salah satu lembaga sosial di Jakarta yang
berpartisipasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial
yang mengangkat isu low vision adalah yayasan
Pelayanan Anak dan Keluarga (LAYAK). LAYAK adalah
yayasan yang bergerak dalam bidang pelayanan anak dan
keluarga bertujuan untuk membantu mereka dalam
menghadapi masalah sosial. LAYAK didirikan oleh
beberapa orang yang berlatar belakang pendidikan pekerja
sosial sehingga dalam pemberian layanan berdasarkan
keilmuan kesejahteraan sosial.
Pada tahun 2015, yayasan LAYAK menjalankan
program Seeing is Believing. Melalui program tersebut
yayasan LAYAK mendirikan layanan low vision center
LAYAK. Target layanan dari program tersebut secara
khusus adalah anak-anak, karena anak dianggap memiliki
kesempatan hidup lebih panjang dan perlu dipersiapkan
perkembangannya untuk masa depan yang mereka miliki.
LVC LAYAK memiliki seorang pekerja sosial
yang bersedia membantu para penyandang low vision
untuk mendapatkan layanan rehabilitasi. Ada beberapa
metode dalam pemberian layanan yaitu case work, group
work, dan Community Organizing-Community
Development. Penanganan klien anak dengan low vision
sendiri menggunakan metode case work dimana metode
tersebut membantu individu agar mampu menolong
dirinya sendiri dan dapat meningkatkan keberfungsian
7
sosialnya. Dalam praktik pekerja sosial, ada beberapa
metode intervensi salah satunya dikenal sebagai generalist
intervention model yaitu model praktik yang memberikan
pedoman langkah-langkah tentang bagaimana melakukan
proses perubahan yang direncanakan, umumnya ditujukan
untuk pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai penanganan terhadap
penyandang low vision khususnya anak-anak yang
dilakukan oleh pekerja sosial Low Vision Center LAYAK
dalam bentuk skripsi yang berjudul Penanganan Anak
dengan Low Vision dalam Perspektif Generalist
Intervention Model pada Layanan Low Vision Center
Yayasan Pelayanan Anak dan Keluarga (LAYAK),
Jakarta Selatan.
B. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, metode intervensi yang diteliti
adalah Generalist Intervention Model (GIM) dan berfokus
pada penerapan proses perubahan terencana dengan target
sistem mikro. Adapun proses perubahan terencana yang
dimaksud adalah keterlibatan, asesmen, perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, terminasi, dan tindak lanjut.
8
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan eksplorasi latar belakang masalah dan
pembatasan masalah di atas, maka masalah penelitan ini
dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut.
Bagaimana penanganan anak dengan low vision dalam
perspektif generalist intervention model pada layanan
Low Vision Center yayasan pelayanan anak dan keluarga
(LAYAK), Jakarta Selatan?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Untuk mendeskripsikan penanganan anak dengan
low vision dalam perspektif generalist intervention model
pada layanan Low Vision Center LAYAK.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik
secara akademis maupun praktis. Adapun manfaat secara
akademis dan praktis sebagai berikut.
a. Manfaat akademis
1) Menjadi referensi tambahan mengenai topik
generalist intervention model dan low vision
bagi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
khususnya program studi kesejahteraan sosial.
2) Menjadi rujukan bagi mahasiswa yang ingin
melakukan penelitian lanjutan tentang generalist
intervention model bagi anak dengan low vision.
9
b. Manfaat praktis
1) Menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi
pekerja sosial di berbagai lembaga rehabilitasi
sosial yang ingin mengimplementasikan
pendekatan generalist intervention model dalam
penanganan masalah yang dihadapi klien.
2) Pengembangan kreasi penerapan generalist
intervention model dengan maksimal dalam
praktik pekerjaan sosial.
E. Kajian Terdahulu
Dalam penulisan penelitian, peneliti terlebih
dahulu melakukan tinjauan kajian pada beberapa
penelitian sebelumnya. Peneliti menggunakan
literatur berupa jurnal yang relevan dengan penelitian ini
sebagai berikut.
1. Jurnal berjudul ―A Model for Advanced Generalist
Practice‖ oleh Cathleen A. Lewandowski, Linnea F.
GlenMaye, dan Brien L. Bolin dari Wichita State
University. Diterbitkan di Peosta oleh penerbit Eddie
Bower Publishing Company tahun 2002. Tulisan mereka
mencoba mendeskripsikan model praktik generalis
lanjutan yang dikembangkan di Wichita State University,
untuk memberikan contoh bagaimana penerapannya
dalam praktik, dan mendiskusikan bagaimana hal itu
10
dapat memenuhi kebutuhan klien di lingkungan layanan
yang kompleks dan selalu berubah.
2. Jurnal berjudul ―Developmental Social Case Work: A
Process Model‖ oleh Adrian van Breda dari University of
Johannesburg. Diterbitkan di Auckland Park oleh penerbit
The Author(s) tahun 2015. Jurnal tersebut menjelaskan
bahwa social case work akan tetap menjadi metode yang
dinamis dan vital dalam pekerjaan sosial seperti
membantu individu tumbuh dan berkembang, mampu
menghadapi kesulitan dan mengenali serta memobilisasi
kekuatan mereka. Sehingga social case work dapat
relevan sesuai dengan pembangunan sosial yang
berkembang saat ini.
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan
suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami
suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah
dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang
mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti
(Haris Herdiansyah 2012, 18). Metode penelitian yang
menghasilkan data secara deskriptif dalam bentuk kata-
kata baik tulisan atau lisan dan perilaku yang dapat
diamati dan diarahkan pada latar serta individu secara
keseluruhan. Yang ditekankan dari pendekatan kualitatif
11
adalah analisis proses dari berpikir induktif berkaitan
dengan dinamika hubungan antarfenomena yang sedang
diamati, dan menggunakan logika ilmiah. Metode ini
dilakukan untuk memahami dan melihat subjek dan objek
penelitian meliputi orang dan lembaga yang didasarkan
pada fakta yang tampil secara apa adanya. Penelitian
kualitatif berusaha memahami dan menggambarkan apa
yang dipahami dan digambarkan subjek penelitian.
Penelitian kualitatif lebih ditujukan untuk mendapat
pemahaman secara mendalam mengenai organisasi atau
peristiwa tertentu, ketimbang mendeskripsikan bagian
permukaan dari sampel besar dari populasi (Imam
Gunawan 2013, 80–85).
Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian
ini dikarenakan agar peneliti mendapatkan data yang tepat
dan hasil yang sesuai dari kondisi di lapangan yang
sebenarnya. Dengan pendekatan kualitatif diharapkan
dapat menggambarkan dan menganalisis penanganan anak
dengan low vision dalam perspektif generalist
intervention model yang dilakukan oleh layanan Low
Vision Center LAYAK.1
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis
penelitian deskriptif. Penelitian sosial menggunakan
kondisi, situasi, atau variabel yang muncul di
masyarakat yang menjadi objek penelitian tersebut.
1Selanjutnya disebut dengan LVC LAYAK.
12
Kemudian menarik ke permukaan sebagai suatu ciri
atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel
tertentu (Burhan Bungin 2013, 48). Penelitian kualitatif
memiliki ciri khas penyajian datanya dalam bentuk
narasi, cerita mendalam atau rinci dari para responden
hasil wawancara dan atau observasi (Hamidi 2010, 55).
Dalam penelitian ini, peneliti akan
menggambarkan secara keseluruhan mengenai
penanganan anak dengan low vision yang dilakukan oleh
LVC LAYAK melalui pengumpulan data dengan
observasi, wawancara, dan hasil dokumentasi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan
sebagai berikut.
a. Metode wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan
untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan
mengajukan pertanyaan kepada narasumber
(informan) untuk mendapatkan informasi yang
mendalam (Rully dan Poppy 2014, 136). Di setiap
penggunaan metode wawancara kerap muncul
beberapa hal, yaitu pewawancara, responden, materi
wawancara, dan pedoman wawancara (opsional).
Wawancara memiliki beberapa bentuk, tetapi dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan metode
wawancara sistematik. Wawancara sistematik adalah
kegiatan wawancara dimana pewawancara telah
13
mempersiapkan pedoman (guide) tertulis terlebih
dahulu. Pedoman wawancara tersebut nantinya
digunakan oleh pewawancara sebagai prosedur yang
harus diikuti, karena pedoman wawancara berisikan
susunan daftar pertanyaan.
b. Metode observasi
Observasi adalah suatu proses melihat,
mengamati, dan mencermati serta ―merekam‖ perilaku
secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu.
Observasi juga berarti kegiatan mencari data yang
dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan
atau diagnosis (Haris Herdiansyah 2012, 131)
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi
dalam bentuk observasi langsung, yaitu pengamatan
yang dilakukan secara langsung pada objek yang
diamati. Artinya, peneliti tidak menggunakan ―media-
media transparan‖, hal tersebut agar peneliti secara
langsung melihat atau mengamati apa yang terjadi di
lapangan.
c. Metode dokumenter
Dokumen adalah segala sesuatu materi dalam
bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia. Dokumen
yang dimaksud adalah segala catatan baik berbentuk
catatan dalam kertas maupun elektronik. Dokumen
dapat berupa buku, artikel media massa, catatan
harian, manifesto, undang-undang, notulen, halaman
web, foto dan lainnya (Samiaji Sarosa 2012, 61).
14
4. Sumber Data
Ada dua macam sumber data dalam penelitian ini
yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data Primer, merupakan data yang didapatkan
langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu
pekerja sosial di LVC LAYAK.
b. Data Sekunder, merupakan data yang didapatkan dari
sumber kedua yang terkait dengan penelitian ini
seperti arsip, dokumen, media cetak atau online,
website dan sebagainya.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencari dan
mengatur secara sistematik hasil dari wawancara, catatan,
bahan-bahan yang dikumpulkan untuk memahami
terhadap semua hal yang telah dikumpulkan dan
menyajikan hasil penemuan (Imam Gunawan 2013).
Dalam menganalisis data penelitian kualitatif ada tiga
tahap yang harus dikerjakan, yaitu reduksi data, paparan
data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Mereduksi data dilakukan untuk merangkum,
memilih hal pokok, dan memfokuskan pada hal-hal yang
penting bertujuan agar memberikan gambaran jelas, dan
memudahkan untuk melakukan pengumpulan data.
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya
memaparkan data. Pemaparan data digunakan untuk lebih
meningkatkan pemahaman terhadap kasus dan menjadi
15
acuan mengambil tindakan yang didasarkan pemahaman
dan analisis sajian data.
Langkah berikutnya penarikan kesimpulan.
Penarikan kesimpulan adalah jawaban dari fokus hasil
penelitian berdasarkan hasil analisis data. Penyajian
kesimpulan dalam bentuk deskriptif objek penelitian
dengan perpedoman pada kajian penelitian.
6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam menguji keabsahan data, peneliti
menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi sebagai
upaya pengecekan keabsahan data dan proses
memantapkan derajat kredibilitas dan konsistensi data,
dengan cara memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data
itu bertujuan untuk pembanding terhadap data itu (Imam
Gunawan 2013).
Adapun teknik triangulasi yang digunakan dalam
penelitian ini sebagai berikut.
a. Triangulasi sumber, artinya membandingkan
informasi yang diperoleh melalui sumber yang
berbeda. Membandingkan hasil wawancara dengan
dokumen yang ada.
b. Triangulasi metode, artinya pengecekan terhadap
pengunaan metode pengumpulan data, apakah
informasi yang didapat dengan metode interview sama
dengan metode observasi, atau apakah hasil observasi
sesuai dengan informasi yang diberikan ketika di-
interview.
16
7. Teknik Pemilihan Informan
Pemilihan informan dalam penelitian ini
menggunakan teknik snow ball sampling. Snow ball
sampling adalah pengumpulan data dimulai dari beberapa
orang yang memenuhi kriteria untuk dijadikan anggota
sampel. Mereka kemudian menjadi sumber informasi
tentang orang lain yang juga dapat dijadikan anggota
sampel (Irawan Soehartono 2011, 63). Snow ball
sampling dipilih karena peneliti menjadikan pekerja
sosial sebagai informan kunci dan pekerja sosial akan
merekomendasikan tiga klien LVC LAYAK yang dapat
memberikan informasi relevan.
Tabel 1. 1 Karakteristik Pemilihan Informan
8. Teknik Penulisan
Dalam teknik penulisan skripsi, peneliti
menggunakan Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Nomor 507 Tahun 2007 tentang Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
17
9. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor Layanan Low
Vision Center LAYAK berlokasi di Jalan Nangka I,
Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan 2 Oktober 2017 hingga 20
Desember 2017.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini terdiri dari enam bab, yaitu.
BAB I Pendahuluan. Bagian ini terdiri dari latar belakang
masalah, batasan masalah, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metode penelitian, teknik penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori. Bagian ini merupakan
pembahasan teori mengenai anak dengan low
vision, dan konsep generalist intervention model.
BAB III Gambaran Umum Lembaga. Bagian ini peneliti
menjelaskan tentang yayasan LAYAK mulai dari
sejarah, visi dan misi, tujuan lembaga, data
organisasi, struktur organisasi, dan program-
program lembaga.
BAB IV Hasil Temuan. Bagian ini berisi uraian penyajian
data dan temuan penelitian pada layanan Low
Vision Center LAYAK.
18
BAB V Analisis Hasil Temuan. Bagian ini berisi uraian
yang mengaitkan latar belakang, teori, dan
rumusan teori.
BAB VI Kesimpulan, Implikasi, dan Saran. Bagian ini
berisi kesimpulan penelitian, keterkaitan penelitian
dengan praktik pekerjaan sosial di lapangan, dan
saran untuk lembaga.
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
BAB ini akan memaparkan dua hal yang berkaitan dengan
penelitian, yaitu mengenai anak dengan low vision, dan konsep
Generalist Intervention Model. Adapun untuk konsep GIM,
skripsi ini menggunakan konsep GIM yang disusun oleh Karen
K, Kirst-Ashman dan Grafton H. Hull, Jr.
A. Anak dengan Low Vision
1. Definisi Low Vision
Dalam mendefinisikan low vision dapat dilihat dari
dua pendekatan yaitu pendekatan klinis dan fungsional.
Pendekatan klinis mengartikan low vision atas dasar tajam
penglihatan dan lapang pandang yang dimiliki
penyandang low vision. Sedangkan, pendekatan
fungsional mengartikan low vision atas dasar sisa
penglihatan yang masih dapat digunakan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari seperti membaca,
menulis, mengenali objek, dan berjalan.
a. Definisi Klinis
Low vision adalah bentuk gangguan penglihatan
yang dapat membatasi aktivitas sehari-hari dan tidak
bisa diperbaiki dengan kacamata, lensa kontak, obat-
obatan, atau pembedahan (Jennifer Hissett 2008,
1032).
20
Low vision adalah seseorang yang setelah melalui
penanganan yang optimal (pengobatan, operasi,
penggunaan kacamata dan lainnya) memiliki
ketajaman penglihatan antara6/18 sampai dengan
60/60, dan atau memiliki lapang pandang atau luas
penglihatan kurang dari 20 derajat dari titik fiksasi
meskipun memiliki ketajaman penglihatan yang
normal (Departemen Sosial Republik Indonesia 2009,
11).
Ketajaman penglihatan 6/18 artinya seseorang
dapat melihat suatu objek dengan baik pada jarak 6
meter, padahalobjek tersebut dapat dilihat oleh orang
normal pada jarak 18 meter. Sedangkan 6/60 artinya
seseorang dapat melihat suatu objek dengan baik pada
jarak 6 meter, padahal objek tersebut dapat dilihat
oleh orang normal pada pada jarak 60 meter.
Lapang pandang adalah luas bidang yang dapat
dilihat oleh mata dalam kondisi penglihatan terfokus
yang pada suatu titik fiksasi (tidak melirik). Lapang
pandang diukur untuk masing-masing mata secara
terpisah atau bergantian.
b. Definisi Fungsional
Low vision adalah seseorang yang memiliki
gangguan atau hambatan fungsi penglihatan tetapi
masih mempunyai sisa penglihatan yang dapat
digunakan untuk melakukan pekerjaan atau aktivitas
keseharian, termasuk membaca dan menulis walaupun
21
harus menggunakan alat atau bantuan khusus. Alat
bantu khusus tersebut di antaranya adalah penggunaan
alat bantu optik dan atau non optik. Alat bantu optik
adalah peralatan yang berhubungan dengan lensa
misalnya kacamata, kaca pembesar, teleskop, hand
held magnifier, dan alat optik lainnya. Sedangkan alat
bantu non optik misalnya pemakaian buku yang
hurufnya dicetak berukuran besar, buku tulis bergaris
tebal, CCTV (alat bantu elektronik berguna untuk
memperbesar huruf dan fokus dapat disesuaikan),
papan baca, dan typoskop.
2. Klasifikasi
Menurut pendekatan klinis, secara garis besar low
vision dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok
yaitu.
a. Low vision ringan, seseorang memiliki tajam
penglihatan 6/18 sampai dengan 6/48.
b. Low vision berat, seseorang memiliki tajam
penglihatan 6/48 sampai dengan 6/60.
Menurut pendekatan fungsional, secara garis besar
low vision dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kelompok:
a. Low vision ringan, yaitu seseorang yang sisa
penglihatannya masih dapat digunakan untuk
keperluan membaca dan menulis,walaupun
harus menggunakan alat atau bantuan khusus.
22
b. Low vision berat, yaitu seseorang yang sisa
penglihatannya tidak dapat digunakan untuk
keperluan membaca dan menulis tetapi dapat
digunakan untuk keperluan lainnya seperti
kegiatan mobilitas, mengenali objek, dan
aktivitas keseharian lainnya (Departemen
Sosial Republik Indonesia 2009, 13).
3. Ciri-ciri Umum Low Vision
Ada beberapa ciri perilaku dari penyandang low
vision, yaitu.
a. Sulit melihat dalam jarak tertentu.
b. Kaca mata biasa sudah dapat lagi membantu
memperbaiki penglihatan.
c. Pada saaat melihat benda cenderung mendekati.
d. Kadang ada kelainan pada tampak fisik mata.
e. Kesulitan ketika berpindah dari ruangan terang ke
gelap atau sebaliknya.
f. Kesulitan mengidentifikasi warna.
g. Kesulitan untuk mengfokuskan penglihatan.
h. Kurang percaya diri dalam berjalan atau badan agak
condong ke depan dan menunduk.
i. Menabrak benda di depannya.
j. Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat
dekat.
k. Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar.
l. Terlihat tidak menatap lurus ke depan.
23
m. Memincingkan mata atau mengerutkan kening,
terutama di cahaya terang atau saat mencoba melihat
sesuatu.
n. Kecenderungan untuk menggunakan mata atau
penglihatannya dalam mengenali objek dan atau
dalam melakukan aktivitas.
o. Membaca atau mengenali objek dalam jarak dekat.
p. Berjalan tanpa tongkat tetapi sering mengalami
sandungan atau menabrak objek di depannya.
q. Bereaksi jika dihadapkan pada cahaya, misalnya
berpaling atau berusaha mencari sumber cahaya.
r. Cenderung lebih berekasi terhadap objek-objek yang
memiliki warna mencolok misalnya mencoba untuk
mengenalinya.
4. Penyebab Low Vision
Adapun beberapa penyakit yang mengakibatkan
low vision yaitu katarak, glaukoma, degenarasi macula,
retinopathy diabetika, retinitis pigmentosa, myopia
progressive, atropi nervus optikus, ambliopia, dan
kelainan congenital, seperti abulbi, glaukoma congenital,
leukoma kornea, anterior segment dysgen (Departemen
Sosial Republik Indonesia 2009, 48).
5. Permasalahan Low Vision
Secara umum permasalahan low vision ada dua
bagian yaitu permasalahan personal dan permasalahan
sosial (Departemen Sosial Republik Indonesia 2009, 15).
24
a. Permasalahan personal
Permasalahan yang dialami secara internal oleh
penyandang low vision berkaitan dengan fisik,
perilaku, dan psikososial.
1) Memiliki keraguan terhadap kemampuan
dirinya.
2) Kurang percaya diri dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.
3) Hambatan dalam mobilitas.
4) Kesulitan untuk membaca, menulis, dan juga
komunikasi melalui bahasa tubuh.
5) Kesulitan dalam persepsi dan tugas visual.
6) Keterbatasan dalam pengembangan karir baik
pendidikan maupun pekerjaan.
7) Hambatan dalam pengembangan konsep diri,
kepercayaan diri, harga diri, dan kemandirian.
8) Kekhawatiran akan penurunan kemampuan
penglihatan yang dapat menurun secara terus
menerus.
b. Permasalahan sosial
Permasalahan atau kendala yang muncul dari
lingkungan seperti keluarga, sekolah, lembaga sosial
maupun masyarakat secara umum. Masalah sosial
berkaitan dengan persepsi, sikap, perlakuan yang
kurang tepat.
1) Penyandang low vision dipandang sebagai
kelompok yang homogen, artinya semua
25
penderita low vision dianggap memiliki sifat,
kebutuhan, dan kemampuan yang sama.
2) Penyandang low vision disamakan dengan
penyandang tuna netra. Sehingga mereka
dipaksakan membaca braille tanpa diberi pilihan
untuk membaca menggunakan huruf awas.
3) Perilaku masyarakat yang kurang menghargai,
menolak, dan malu akan keberadaan penyandang
low vision.
4) Perlakuan terlalu melindungi. Ketika lingkungan
berlebihan dalam memberi perhatian, maka
penyandang low vision cenderung menjadi
pribadi yang tidak mandiri dan selalu dibantu
orang lain.
5) Diskriminasi. Lingkungan tidak memberi
kesempatan yang sama kepada penyandang low
vision.
6) Belum pahamnya keluarga maupun masyarakat
tentang apa itu low vision dan bagaimana
penanganannya.
7) Sulitnya dalam mengakses bangunan atau fasilitas
umum yang kurang mengakodimir untuk
penyandang low vision.
6. Perkembangan anak dengan low vision
Seperti yang telah dipaparkan di atas mulai dari
definisi low vision, klasifikasi, ciri-ciri, penyebab, hingga
26
permasalahan yang dihadapi penyandang low vision, itu
menunjukkan bahwa low vision benar-benar dapat
memberikan dampak signifikan pada kehidupan
seseorang. Terlebih jika penyandang low vision adalah
anak-anak, dimana mereka masih belajar banyak hal
seperti mengenal angka, huruf, warna, dan mengenali
wajah anggota keluarga atau temannya. Tentu itu akan
menghambat tumbuh kembang mereka. Sebaiknya,
apabila anak sudah terdeteksi menyandang low vision
segeralah melakukan proses pengobatan atau kunjungi
pusat rehabilitasi low vision. Hal itu dilakukan agar anak
tidak mengalami keterlambatan pengobatan yang dapat
menyebabkan penurunan penglihatan secara terus
menerus.
Warren menerangkan hubungan gangguan
penglihatan dengan perkembangan anak sebagai
berikut.
―When children have a specific sensory disability
such as visual impairment, they may have more
difficulties exploring and understanding the
(visual) world around them and may, therefore, be
at greater risk of developmental delays.‖
(Ferreira Viviana dan Cristina P. Albuquerque
2017, 1).
―Ketika anak memiliki kecacatan sensorik tertentu
seperti gangguan penglihatan, maka mereka
mungkin lebih banyak menghadapi kesulitan
dalam mengeksplorasi dan memahami dunia
secara visual di lingkungan sekitar mereka.‖
27
Oleh karena itu, sangat penting untuk menilai
perkembangan anak dengan low vision, dimana penilaian
tersebut merupakan langkah penting untuk melakukan
rencana rehabilitasi atau intervensi yang bertujuan untuk
mengetahui kekuatan dan kesulitan mereka. Gangguan
penglihatan juga membatasi pengalaman hidup anak,
kecepatan kerja, pengembangan dan orientasi motorik,
dan menghambat dalam melakukan mata pelajaran
praktik. Gangguan tersebut dapat mempengaruhi
perkembangan anak secara sosial dan emosional.
Di negara berkembang seperti Indonesia, sistem
pemberian informasi dan pendeteksian low vision
kurang baik yang menyebabkan fasilitas perawatan tidak
tersedia, maka dari itu identifikasi terhadap low vision
bukan prioritas. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan
kesehatan dan kurangnya program screening penglihatan
bagi anak yang bersekolah juga menjadi alasan isu low
vision masih awam di masyarakat. Bahkan, anak yang
memiliki masalah penglihatan dan bersekolah di sekolah
khusus tidak melewati tahap pemeriksaan medis terlebih
dahulu, mereka belajar langsung menggunakan braille.
Padahal, ada kemungkinan mereka tidak buta total, namun
tidak mendapat kesempatan atau dorongan untuk
menggunakan sisa penglihatan mereka (World Health
Organization 1997, 2).
28
B. Generalist Intervention Model
Pembahasan mengenai generalist intervention
model dalam penelitian ini merujuk pada tulisan Karen
K. Kirst—Ashman dan Grafton H. Hull, Jr. yang akan
dijelaskan sebagai berikut.
1. Pengertian Generalist Intervention Model
Dalam bukunya yang berjudul Understanding
Generalist Practice edisi kedua, Karen K. Kirst—Ashman
menjelaskan Generalist Intervention Model sebagai
berikut.
―The definition of generalist practice provide the
foundation for the Generalist Intervention Model
(GIM). GIM is a practice model providing step-
by-step direction concerning how to undertake the
planned change process, which is generally
directed at addressing problems.‖
―Definisi praktik generalis memberikan landasan
bagi Model Intervensi Generalis (GIM). GIM
adalah model praktik yang memberikan arahan
langkah demi langkah mengenasi bagaimana
melakukan proses perubahan yang direncanakan,
yang umumnya diarahkan untuk mengatasi
masalah.‖
29
Tabel 2. 1 Definisi Praktik Generalis
Generalist intervention model (GIM) memiliki
tiga fitur utama yaitu pertama, bahwa seorang pekerja
sosial memiliki pengetahuan luas, berbagai keterampilan,
dan basis nilai profesional. Kedua, GIM memiliki proses
tujuh langkah perubahan terencana yang menekankan
penilaian terhadap kekuatan klien. Langkah-langkahnya
adalah engagement (keterlibatan), assessment (penilaian),
planning (perencanaan), implementation (pelaksanaan),
evaluation (evaluasi), termination ( penghentian), dan
follow-up (tindak lanjut). Sedangkan yang ketiga adalah
pendekatan generalisnya, bahwa hampir semua masalah
30
dapat dianalisis dan ditangani dari berbagai tingkat
intervensi. GIM tidak hanya ditujukan pada individu saja
tetapi juga kelompok, organisasi, dan bahkan kebijakan
sosial. Dengan kata lain, model tersebut melibatkan
sistem mikro, meso, dan makro sebagai target perubahan
(Karen K. Kirst-Ashman dan Grafton H. Hull, Jr 1999,
31–32).
Dengan demikian, penelitian ini berfokus pada
penerapan proses perubahan terencana (following a
planned change process) dengan target sistem mikro.
2. Tahapan Perubahan Terencana dalam Praktik Generalis
Berikut adalah tabel dari tahapan perubahan
terencana dalam Generalist Intervention Model.
31
Tabel 2. 2 Tahapan Perubahan Generalist
Intervention Model
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa tiga dasar
utama yang harus dimiliki pekerja sosial dalam intervensi
adalah pengetahuan, keterampilan, dan nilai. Pertama,
dalam berpraktik maka pekerja sosial harus memiliki
pengetahuan luas salah satunya basis pengetahuan
eklektik seperti bidang praktik, teori sistem, perspektif
ekologi, konten kurikulum (kebijakan sosial,
keterampilan dalam praktik, penelitian, perbedaan pada
manusia, keadilan sosial dan ekonomi, kelompok rentan,
lapangan praktik, nilai dan etik). Pengetahuan eklektik
32
merupakan dimensi utama dalam praktik generalis,
eklektik sendiri berarti memilih yang terbaik dari
berbagai metode atau sumber maka diharapkan pekerja
sosial dapat membantu klien dalam memecahkan
masalah dengan memilih langkah terbaik.
Kedua, dalam berpraktik pekerja sosial harus
memiliki berbagai keterampilan. Pekerja sosial
menerapkan keterampilan dalam berbagai ukuran yaitu
keterampilan secara umum (mempersiapkan intervensi,
cara berkomunikasi, analisis situasi masalah, membuat
kontrak, mengansumsikan beragam peran, menstabilkan,
mengevaluasi efektivitas intervensi), keterampilan level
mikro (keterampilan interpersonal dasar, cara
berkomunikasi yang baik, keterampilan membangun
hubungan), keterampilan level meso (memahami
bagaimana menyusun peraturan dan harapan dalam
kelompok, penciptaan interaksi terpimpin,
mendistribusikan kekuatan dalam kelompok), dan
keterampilan level makro (menginisiasi aksi,
menegosiasikan solusi, mengadvokasi atas nama klien,
membantu kelompok mengambil keputusan, mediasi,
menyediakan konsultasi bagi yang membutuhkan
informasi).
Ketiga, pekerja sosial juga memiliki nilai dan etik
dalam berpraktik. Pekerja sosial memiliki kode etik
tertentu yang didasarkan pada nilai-nilai profesional.
Nilai pekerja sosial berfokus pada komitmen terhadap
33
kesejahteraan manusia, keadilan sosial, dan martabat
individu. Etik sendiri melibatkan prinsip yang
menentukan apa yang baik dan yang buruk dan juga
menjelaskan apa yang harus dilakukan dan tidak boleh
dilakukan. Kode etik memiliki enam aspek tanggung
jawab profesional yaitu kepada klien, kolega, pengaturan
praktik, sebagai profesional, ke profesi, dan masyarakat.
3. Tahapan Generalist Intervention Model
Berikut adalah pembahasan mengenai langkah dari
masing-masing tahapan generalist intervention model.
a. Keterlibatan (engagement)
Keterlibatan (engagement) merupakan tahap
pertama pada proses perubahan terencana, yang
berfokus pada penetapan suatu hubungan profesional
antara pekerja sosial dan klien, juga menjadi titik
dimana pekerja sosial dan klien pertama kali bertemu
dan mulai mengidentifikasi kebutuhan klien (Karen K.
Kirst-Ashman dan Grafton H. Hull, Jr 1999, 163–66).
34
Tabel 2. 3 Langkah-langkah Keterlibatan
Dari tabel di atas diketahui bahwa keterlibatan
memiliki tujuh langkah yaitu menyambut klien,
memperlihatkan keterampilan, mendiskusikan pelayanan
agensi dan harapan klien, memutuskan apakah agensi dan
pekerja sosial dapat membantu, menawarkan layanan
kepada klien, berorientasi membangun hubungan, dan
melengkapi dokumen yang dibutuhkan. Berikut adalah
penjelasan dari masing-masing langkah.
1) Menyambut klien untuk mendorong mereka agar
mau berbicara dengan pekerja sosial
Menyambut klien merupakan langkah yang
relatif mudah untuk dilakukan. Pekerja sosial bisa
memulai diskusi dengan cara memperkenalkan
diri, menanyakan nama klien, menawarkan diri
untuk membantu, dan menanyakan alasan apa
yang membuat klien datang ke pekerja sosial. Hal
35
tersebut dilakukan agar mendorong klien untuk
berbicara dengan pekerja sosial.
2) Memperlihatkan keterampilan yang efektif dalam
mengkomunikasikan bahwa pekerja sosial tertarik
pada situasi klien
Keterampilan pekerja sosial dalam
memperhatikan klien memungkinkan untuk
memahami secara tepat apa yang klien ucapkan
baik verbal maupun nonverbal. Pekerja sosial bisa
melakukan kontak mata, posisi tubuh bersandar ke
depan menandakan ketertarikan, mengangguk atau
sebaliknya yang membuat klien tetap melanjutkan
ceritanya.
3) Mendiskusikan pelayanan agensi dan harapan
klien
Pekerja sosial menggambarkan dengat
tepat layanan yang ditawarkan agensi, biaya yang
diperlukan, dan lamanya waktu pemberian
layanan.
4) Memutuskan apakah agensi dan pekerja sosial
dapat membantu
Pekerja sosial bertanggung jawab dalam
menyampaikan sifat dan tingkat dari bantuan yang
ada. Klien diberitahu mengenai layanan dari
agensi dan mereka bisa memilih.
36
5) Menawarkan pelayanan agensi dan pekerja sosial
kepada klien
Setelah klien mengetahui informasi
mengenai layanan yang ada, pekerja sosial
menawarkan layanan yang akan diberikan maka
klien harus memutuskan apakah hubungan dengan
pekerja sosial dan agensi akan berlanjut atau tidak.
6) Berorientasi pada klien untuk membangun
hubungan
Tujuan dari membangun hubungan
profesional adalah untuk mengeksplorasi,
menemukan, atau membangun sumber daya
lainnya yang berguna membantu klien dalam
penyelesaian masalah.
7) Melengkapi dokumen yang dibutuhkan
Pekerja sosial melengkapi dokumen yang
dibutuhkan untuk keperluan pemenuhan lembar
kerja yang dimiliki agensi. Dokumen seperti
lembar asuransi, lembar informasi, dan dokumen
lainnya yang diperlukan untuk layanan.
b. Penilaian (assessment)
Tahap asesmen adalah ketika pekerja sosial
dan klien meninjau informasi yang dimiliki oleh klien
untuk mengembangkan strategi untuk intervensi. Dari
asesmen akan diperoleh pemahaman tentang masalah
atau isu, apa penyebabnya, dan apa yang perlu diubah
37
untuk meminimalkan dan menyelesaikan masalah
(Karen K. Kirst-Ashman dan Grafton H. Hull, Jr 1999,
167).
Tabel 2. 4 Langkah Penilaian
Dari tabel di atas, diketahui bahwa tahap asesmen
memiliki empat langkah yaitu mengidentifikasi klien,
asesmen situasi klien dari beberapa perspektif, mengutip
informasi tentang masalah klien dan kebutuhannya, dan
mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki klien. Berikut
adalah penjelasan dari masing-masing langkah.
1) Identifikasi klien
Langkah pertama dalam asesmen adalah
menentukan siapa klien dari pekerja sosial.
Mengidentifikasi klien adalah proses pengenalan
terhadap klien, tidak hanya berlaku pada klien
yang tercatat pada daftar, tetapi juga melihat
38
lingkungan sekitar klien. Lingkungan sekitar yang
dimaksud seperti keluarga, kelompok, organisasi
atau komunitas. Karena bisa jadi lingkungan
sekitar tersebut memberi pengaruh terhadap
masalah yang dihadapi klien.
2) Asesmen situasi klien dari beberapa perspektif
Setelah mengidentifikasi klien, selanjutnya
proses pengumpulan informasi. Pengumpulan
informasi bertujuan untuk mengetahui apa yang
akan dilakukan pekerja sosial terhadap masalah
klien.
Informasi yang dibutuhkan dibagi dalam
empat aspek yaitu mikro, meso, makro, dan aspek
perbedaan.
a) Aspek Mikro
Terkadang masalah pada individu
disebabkan dari tekanan lingkungan
terdekat. Lingkup terkecil dalam lingkaran
klien adalah keluarga, maka pekerja sosial
dapat memulai asesmen mulai dari
mengeksplorasi keluarga klien.
b) Aspek Meso
Selain keluarga, pekerja sosial juga
mencari informasi klien dalam lingkup
bertetangga, berteman maupun
bermasyarakat. Hal tersebut dikarenakan
dalam pemberian intervensi, lingkungan
39
sosial memiliki peran dalam upaya
penyembuhan individu yang mengalami
masalah keberfungsian sosial.
c) Aspek Makro
Dalam aspek ini, pekerja sosial
menghubungkan layanan atau sumber daya
yang tersedia untuk mengatasi masalah
yang dihadapi klien. Hal ini dilakukan agar
klien mendapatkan layanan sumber daya
yang sesuai kebutuhannya.
d) Aspek Perbedaan
Dalam berhadapan dengan klien,
pekerja sosial pasti menemukan adanya
perbedaan. Mulai dari perbedaan suku,
etnik, umur, agama, geografi, nilai, budaya,
orientasi, kesehatan psikis dan mental, dan
banyak karakteristik perbedaan lainnya.
Untuk berhadapan dengan itu semua,
pekerja sosial tentunya perlu belajar dan
mengevaluasi sikap, jangan sampai
perbedaan yang ada menjadikan pekerja
sosial berlaku sesuai stereotip, prasangka,
diskriminasi, atau penindasan.
3) Mengutip informasi tentang masalah klien dan
kebutuhannya
Mengutip informasi adalah proses
pengumpulan informasi dari klien yang dianggap
40
penting oleh pekerja sosial. Dengan kata lain, hasil
pengutipan tersebut sudah menggambarkan
masalah dan kebutuhan klien.
4) Identifikasi kekuatan klien
Klien terkadang tidak menyadari bahwa
sebenarnya mereka memiliki kekuatan untuk
keluar dari masalah. Maka dari itu, pekerja sosial
bersama klien mengeksplorasi untuk
mengidentifikasi dan menguraikan kekuatan yang
klien miliki. Adapun area potensial dari kekuatan
klien, yaitu.
a) Keluarga dan teman.
b) Pendidikan dan latar belakang pekerjaan.
c) Pemecahan masalah dan kemampuan
membuat keputusan.
d) Sifat dan karakteristik.
e) Fisik dan sumber keuangan.
f) Sikap dan pandangan.
g) Keanekaragaman kekuatan lainnya.
c. Perencanaan (planning)
Tahap ketiga adalah perencanaan. Perencanaan
dibuat berdasarkan asesmen yang telah dilakukan
sebelumnya yang berfungsi untuk memandu pekerja
sosial memberikan intervensi (Karen K. Kirst-Ashman
dan Grafton H. Hull, Jr 1999, 215).
41
Tabel 2. 5 Langkah Perencanaan
Dari tabel di atas, diketahui bahwa
perencanaan memiliki tujuh langkah yaitu bekerja
dengan klien, memprioritaskan masalah,
menerjemahkan masalah menjadi kebutuhan,
mengevaluasi tahap intervensi, menentukan target,
spesifikasi tujuan, dan meresmikan kontrak. Berikut
adalah penjelasan dari masing-masing langkah.
42
1) Bekerja dengan klien
Pekerja sosial harus melibatkan klien
dalam membuat perencanaan, baik mendefinisikan
masalah maupun pengembangan rencana
selanjutnya agar mereka termotivasi dalam
pemecahan masalah.
2) Memprioritaskan masalah
Memprioritaskan masalah adalah proses
pemilahan masalah dari masalah untuk
menentukan masalah mana yang lebih dulu
diselesaikan. Untuk melakukan hal tersebut
langkah pertama adalah klien harus menyadari
adanya masalah. Kedua, pekerja sosial dan klien
mendefinisikan masalah secara jelas dan dapat
dimengerti. Terakhir, melihat masalah secara
realistis apakah pekerja sosial dan klien benar-
benar dapat melakukan sesuatu untuk masalah
tersebut.
3) Menerjemahkan masalah menjadi kebutuhan
Kemampuan pekerja sosial untuk
mengetahui kebutuhan klien dengan cara
mengenali masalah yang dihadapi klien.
4) Evaluasi tahapan intervensi— memilih strategi
Pekerja sosial dapat mengembangkan
strategi dengan melakukan hal berikut.
43
a) Fokus pada kebutuhan yang telah dipilih
bersama klien, mana yang akan
dikerjakan terlebih dahulu.
b) Mengkaji kembali kebutuhan dan
pertimbangkan untuk mengidentifikasi
alternatif di level mikro, meso, makro
untuk mencapai solusi.
c) Menekankan pada kekuatan klien saat
membangun strategi.
d) Mengevaluasi pro dan konra di tiap
strategi yang telah pertimbangkan
bersama klien.
e) Pilihlah strategi yang terlihat paling
efisien dan efektif.
5) Menentukan target
Adapun lima dasar tujuan dari ―penetapan
target‖:
a) Menetapkan target menjamin bahwa
pekerja sosial dan klien sepakat atas apa
yang ingin dicapai.
b) Target memberikan arahan dan
keberlanjutan dalam proses pertolongan
dan mencegah penelusuran yang tidak
perlu.
c) Target membantu dalam identifikasi
rumusan dan evaluasi strategi yang
relevan untuk melanjutkan intervensi.
44
d) Membantu pekerja sosial mengamati dan
menilai kemajuan yang dicapai dalam
intervensi.
e) Berfungsi sebagai kriteria hasil dalam
mengevaluasi efektivitas intervensi.
6) Spesifikasi tujuan
Untuk mengidentifikasi sejauh mana target
tercapai sepertinya sulit dilakukan karena target
cakupannya begitu luas, maka dari itu, pekerja
sosial dan klien harus tahu apa yang perlu
dilakukan guna mencapai target. Untuk mencapai
target tersebut, maka pekerja sosial dan klien harus
membuat spesifikasi tujuan. Dengan kata lain,
pekerja sosial memberitahukan siapa yang
melakukan, apa yang dilakukan, kapan dan
bagaimana melakukannya kepada klien.
7) Meresmikan kontrak
Kontrak adalah kesepakatan antara klien
dan pekerja sosial tentang apa yang akan terjadi
dalam proses intervensi. Dalam praktik mikro,
kontrak merangkum tanggung jawab spesifik
klien, pekerja sosial, agensi, dan pihak terkait
lainnya.
d. Pelaksanaan (implementation)
Tahap pelaksanaan adalah langkah nyata dari
perencanaan. Klien dan pekerja sosial mengikuti
45
rencana yang telah mereka buat sebelumnya. Setiap
kemajuan yang dilakukan klien harus terus dipantau
dan dinilai. Selama pelaksanaan perencanaan ada
kemungkinan munculnya isu baru, situasi, dan kondisi
tertentu yang membuat adanya perubahan rencana.
Tabel 2. 6 Langkah Pelaksanaan
Dari tabel di atas, diketahui bahwa
pelaksanaan memiliki empat langkah yaitu mengikuti
rencana kerja, memantau kemajuan, merevisi rencana,
dan menjalani seluruh rencana. Berikut adalah
penjelasan dari masing-masing langkah.
46
1) Mengikuti rencana
Pekerja sosial dan klien mengikuti
perencanaan yang telah mereka buat
sebelumnya.
2) Memantau kemajuan
Pekerja sosial memantau atau mengecek
setiap kemajuan yang dicapai klien ketika
intervensi berlangsung.
3) Merevisi rencana
Pekerja sosial dapat merevisi
perencanaan sesuai kebutuhan apabila ada
hambatan.
4) Menjalani seluruh rencana
Pekerja sosial dan klien menjalani
seluruh perencanaan agar target intervensi dapat
tercapai.
e. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah proses penilaian terhadap
suatu usaha. Evaluasi juga menentukan apakah usaha
perubahan yang telah diberikan itu bermanfaat.
Pekerja sosial betanggung jawab dan membuktikan
bahwa intervensi yang dilakukan efektif. Tiap tujuan
dievaluasi berkenaan dengan besarnya pencapaian.
Kemudian, keputusan dibuat apakah sebaiknya kasus
diterminasi atau mengulang asesmen untuk
47
menetapkan target baru (Karen K. Kirst-Ashman dan
Grafton H. Hull, Jr 1999, 296).
Tabel 2. 7 Langkah Evaluasi
Dalam GIM diketahui ada beberapa desain
evaluasi untuk praktik langsung, di antaranya yang
paling umum adalah single-subject designs, goal-
attainment scaling, task-achievement scaling, dan
client satification questionnaries. Berikut pengertian
dari masing-masing desain evaluasi (Karen K. Kirst-
Ashman dan Grafton H. Hull, Jr 1999, 308–15).
48
1) Single-Subject Designs
Single-subject designs atau desain subjek
tunggal adalah metode evaluasi yang bertujuan
untuk menentukan apakah suatu intervensi
berhasil atau tidak. Dilihat dari namanya yaitu
single-subject menandakan bahwa desain evaluasi
ini sering digunakan untuk satu kasus atau klien.
Pada dasarnya, desain subjek tunggal
membandingkan keadaan klien dari sebelum
dengan sesudah diberi intervensi.
2) Goal-Attainment Scaling
Desain evaluasi goal-attainment scaling
atau skala pencapaian target merupakan metode
yang menjadikan pentingnya pencapaian target
sebagai kriteria hasil utama. Klien bisa saja
memiliki beragam target dimana satu sama lain
terhubung, padahal diketahui bahwa pencapaian
target tidak mudah diukur. Namun, dengan goal-
attainment scaling bermacam langkah untuk
mencapai target dapat terukur. Sekalipun klien
tidak mencapai target utama, kemungkinan klien
akan terus membuat peningkatan terhadap
penilaian pada diri sendiri dan menjadi mandiri.
Pekerja sosial dapat membuat goal-attainment
scaling seperti sistem poin mengenai
kemungkinan hasil yang didapat dan bentuk grafik
49
mulai dari hasil terburuk (target tidak tercapai)
hingga hasil terbaik (target tercapai).
3) Task-Achievement Scaling
Task-achievement scaling atau skala
pencapaian tugas adalah metode untuk
mengevaluasi sejauh mana serangkaian tugas yang
diidentifikasi telah selesai. Model ini terutama
digunakan pada situasi dimana kontak pekerja dan
klien terbatas seperti tugas perantara, advokasi,
dan koordinasi layanan. Dengan demikian, task-
achievement scaling lebih berfokus pada hasil,
bukan usaha.
4) Client Satification Questionnaries
Client satification questionnaries atau
kuesioner kepuasan klien dapat dilakukan pada
satu kasus, sekelompok klien yang dilayani oleh
pekerja sosial yang sama, atau semua klien yang
dilayani oleh agensi.
f. Penghentian (termination)
Terminasi adalah akhir dari hubungan
profesional antara pekerja sosial dan klien. Terminasi
dilakukan oleh pekerja sosial baik bekerja dengan
individu, keluarga, kelompok, komunitas atau
organisasi. Terminasi harus berdasarkan pada bukti
bahwa target dan tujuan telah tercapai. Adapun tugas
dari terminasi yaitu.
50
1) Memutuskan kapan hubungan profesional pekerja
sosial dan klien berakhir.
2) Mengevaluasi pencapaian tujuan.
3) Mempertahankan dan melanjutkan kemajuan.
4) Mengatasi reaksi emosional pekerja sosial—klien.
5) Membuat arahan yang tepat.
Terminasi ada yang direncanakan dan tidak
direncanakan. Terminasi terencana dapat
memudahkan dalam memprediksi kapan hubungan
pekerja sosial dan klien berakhir. Memprediksi waktu
terminasi merupakan bagian penting dari hubungan
pertolongan profesional. Terminasi tidak terencana
juga bisa terjadi, alasannya karena tidak ada ada
kemajuan dari rencana yang telah dibuat atau
dikarenakan masalah tidak membaik (Karen K. Kirst-
Ashman dan Grafton H. Hull, Jr 1999, 327).
g. Tindak Lanjut (follow-up)
Tindak lanjut adalah perolehan informasi
tentang keberfungsian klien terkait dengan tujuan
intervensi (Karen K. Kirst-Ashman dan Grafton H.
Hull, Jr 1999, 336). Hal tersebut dilakukan setelah
intervensi yang diberikan oleh agensi telah dihentikan
atau terminasi. Tindak lanjut dapat membantu dalam
penentuan apakah intervensi yang diberikan berhasil
atau tidak seperti.
51
1) Klien masih dalam keadaan yang sama
artinya tidak ada perubahan signifikan
seperti saat terminasi.
2) Klien menunjukkan peningkatan semenjak
terminasi.
3) Klien mengalami kemunduran secara
bertahap.
4) Tidak hanya bertahap, klien menunjukkan
kemunduran secara total.
Adapun rintangan dalam melakukan follow-
up tiap klien yaitu banyaknya beban kerja yang
ditanggung pekerja sosial. Untuk mengatasi
rintangan tersebut, pekerja sosial dapat memilih
secara acak kasus yang terakhir ditangani atau
memilih klien yang memiliki kasus risiko tinggi
dengan kemungkinan akan bermasalah kembali.
Selain beban kerja, rintangan pelaksanaan follow-
up adalah tidak adanya kebijakan lembaga yang
mendukung aktivitas ini dan keengganan dari
pekerja sosial itu sendiri.
52
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
BAB ini berisikan infromasi seputar profil Yayasan
LAYAK mulai dari sejarah, program utama, program yang
terlaksana, jaringan dan kerja sama hingga program low vision.
A. Profil Lembaga
1. Sejarah Berdirinya Yayasan Pelayanan Anak dan
Keluarga
Yayasan Pelayanan Anak dan Keluarga
disingkat menjadi LAYAK merupakan yayasan yang
bergerak dalam bidang pelayanan anak dan keluarga
bertujuan untuk membantu mereka dalam
menghadapi masalah sosial. LAYAK didirikan
berdasarkan atas keinginan beberapa orang yang
berlatar belakang pendidikan pekserja sosial,
keinginan mereka untuk membentuk suatu lembaga
sosial yang memiliki warna tersendiri dalam
memberi layanan.
Pada tahun 2001, LAYAK dirintis oleh
pekerja sosial yang cukup lama terjun dalam bidang
pemecahan masalah sosial dan pemberdayaan
masyarakat, seperti HIV/AIDS, kesehatan
reproduksi, anak yang dilacurkan, low vision, anak
jalanan, kesejahteraan anak, dan pendidikan keluarga
dll. Awalnya kegiatan LAYAK dilakukan secara
53
sukarela, namun seiring berkembangnya kegiatan
dalam melayani masyarakat sesuai kebutuhan
mereka, maka LAYAK memerlukan tenaga penuh
waktu untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan
tersebut. Oleh karena itu, pada tahun 2003 LAYAK
diaktenotariskan sebagai sebuah lembaga formal dan
mulai mempekerjakan dua orang tenaga penuh
waktu. Saat ini yayasan LAYAK telah didukung oleh
orang-orang yang datang dari berbagai disiplin ilmu,
namun ciri khas dalam memberikan pelayanan tetap
mempertahankan pendekatan, metode-metode dan
teknik-teknik dari pekerjaan
sosial.
Gambar 3. 1 Tampak depan LVC
LAYAK
54
2. Visi dan Misi
Visi dari yayasan LAYAK adalah
terwujudnya anak dan keluarga yang berdaya.
Berdaya dalam arti mampu mengenali dan
memecahkan masalah secara mandiri di bidang
kesehatan, ekonomi, pendidikan, dan sosial.
―Supaya mereka klien-klien kita itu berdaya
sendiri dan juga keluarga pun yang merasa
anak itu (kasus anak low vision) tadinya
masalah buat mereka, akhirnya mereka tahu
apa yang harus mereka lakukan.‖(Lucia
Rusmiyati 2017a)
Sedangkan misi dari LAYAK adalah
memberdayakan anak dan keluarga melalui
penjangkauan dan pendampingan, layanan
manajemen kasus, mitigasi dampak, pendidikan dan
pelatihan, konseling dan advokasi dengan metode,
nilai dan prinsip-prinsip pekerjaan sosial, dan juga
mengupayakan kemandirian organisasi untuk
keberlanjutan pelayanan.
3. Tujuan
Yayasan LAYAK berdiri didasarkan beberapa
tujuan, yaitu.
a. Turut serta membantu pemerintah dan masyarakat
dengan jalan berpartisipasi aktif dalam bidang
pendidikan formal maupun non formal, umum,
maupun kejuruan, pengajaran dan kebudayaan
dalam arti kata seluas-luasnya.
55
b. Membantu dalam pemecahan permasalahan
sosial dari berbagai kalangan masyarakat
terutama masyarakat menengah ke bawah.
c. Membantu meningkatkan peran dan fungsi sosial
anak dan keluarga khususnya dalam menghadapi
masalah dengan pendekatan pekerja sosial
profesional.
4. Data Organisasi
Yayasan LAYAK telah terdaftar dalam akta
notaris Soekadirman, SH. nomor 3 pada tanggal 8
April 2003 dan nomor 26 pada tanggal 28 Juli 2005,
kemudian diperbaharui dengan akta notaris
Zetsplayer Tarigan, SH. nomor 24 pada tanggal 19
Desember 2014.
5. Struktur Organisasi
Dalam suatu organisasi pasti memiliki anggota
kepengurusan, dimana para anggota berinteraksi
pada kegiatan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan. Berikut susunan kepengurusan yayasan
LAYAK.
Direktur Eksekutif : Dra. Evie Tarigan
Sekretaris : Ribka Pittaria M.Si
Manajer Keuangan : Erna Indiaswari
HRD : Sumarni Surbakti. MBA
56
Direktur Pelayanan : Lucia Rusmiyati S.Sos
Direktur Program : Dra. Frida Girsang
Direktur Litbang : Yeremias Wutun M.Si
Perwakilan Berastagi : Rosmeda Sihotang S.Sos
6. Alamat Lembaga
Yayasan LAYAK memiliki tiga kantor yang
masing-masing beroperasi di Jakarta, Depok, dan
Sumatra Utara. Kantor sekretariat beralamatkan di
Jalan Nangka I, Tanjung Barat, Jakarta Selatan,
kantor operasional beralamatkan di Jalan Citayam
Raya III Gg. Texas, Pancoran Mas, Depok, dan
kantor perwakilan di Jalan Kejora No.1 Berastagi,
Tanah Karo, Sumatera Utara.
B. Program Utama
Yayasan LAYAK memiliki beberapa program
utama mulai dari pelayanan sosial, penelitian dan
pengembangan, serta advokasi dan jaringan. Berikut
rangkaian program utama yayasan LAYAK.
1. Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial mencakup program
pertolongan dan perlindungan kepada mereka yang
membutuhkan. Berikut pelayanan sosial yang
diberikan oleh yayasan LAYAK.
57
a. Pendidikan masyarakat atau penyuluhan.
b. Layanan manajemen kasus.
c. Pusat layanan dan informasi HIV/AIDS,
infeksi menular seksual (IMS), narkotika
psikotropika dan zat adiktif (NAPZA),
gender, dan perlindungan anak.
d. Dukungan nutrisi untuk peningkatan gizi
anak.
e. Konsultasi tentang anak dan keluarga.
f. Layanan home based care (HBC).
2. Penelitian dan Pengembangan
Penelitian dan pengembangan bertujuan untuk
mengembangkan suatu program baru atau
menyempurnakan program yang telah ada. Adapun
kegiatan dalam program ini sebagai berikut.
a. Pelatihan manajemen kasus.
b. Pelatihan pemberdayaan masyarakat.
c. Annual survey dan penelitian singkat.
3. Advokasi dan Jaringan
Advokasi dan jaringan salah satu bentuk
komunikasi persuasif yang bertujuan untuk
mempengaruhi pemangku kepentingan dalam
pengambilan kebijakan. Berikut bentuk advokasi dan
jaringan yang dilakukan yayasan LAYAK.
58
a. Anggota forum lembaga swadaya
masyarakat (LSM) Peduli AIDS
Jabodetabek.
b. Tim pelatih nasional manajer kasus.
c. Bekerja sama dengan lembaga pemerintah
dan non pemerintah.
d. Anggota forum komunikasi Taman Balita
Sejahtera.
C. Program yang Terlaksana
Seiring berjalannya waktu sejumlah program telah
dicapai oleh yayasan LAYAK. Adapun program-program
yang terlaksana yaitu.
1. Program Case Management HIV dan AIDS
kerjasama dengan Family Health International (FHI)
a. Bekerjasama dengan FHI, Departemen Sosial
dan Departemen Kesehatan menyusun dan
mengembangkan modul pelatihan manajemen
kasus HIV dan AIDS dengan mencakupkan
materi yang terkait perempuan.
b. Pelatihan National Care Support and Treatment
bagi 225 rumah sakit rujukan ARV
(antiretroviral) bekerja sama dengan
Departemen Kesehatan.
c. Meningkatkan kapasitas manajer kasus yang
melayani Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
59
melalui pelatihan manajemen kasus HIV dan
AIDS lebih dari 1000 manajer kasus
yangsudah dilatih di 23 provinsi di Indonesia.
d. Pemberian layanan manajemen kasus bagi
ODHA dalam upaya meningkatkan kualitas
hidup ODHA. Bekerjasama dengan 8 rumah
sakit rujukan obat ARV bagi ODHA, 12
puskesmas, lapas di DKI Jakarta. Sejak April
2005-Desember 2012 melayani 1958 ODHA.
e. Memberikan konseling dan edukasi tentang
realitas HIV dan AIDS bagi ODHA dan
keluarga, meliputi kesehatan reproduksi,
kepatuhan berobat, home based care,
disclosure, pencegahan penularan dari ibu ke
anak dan sebagainya.
f. Membentuk dan menyelenggarakan
pertemuan koordinasi tim home base bagi
pelayanan kesehatan dengan mengikutsertakan
tim kesehatan puskesmas dan rumah sakit
setempat di DKI Jakarta.
g. Mengikutsertakan pekerja sosial masyarakat
(PSM) bekerjasama dengan puskesmas dalam
mensosialisasikan PMTCT bagi masyarakat
setempat dalam rangka penanggulangan
penularan HIV dan AIDS dari ibu dan anak.
60
2. Program reintegrasi korban trafficking bekerjasama
dengan International Organization for Migration
(IOM) tahun 2006-2007
Program pendampingan korban trafficking
dalam upaya reintegrasi klien ke keluarga, konseling
dan edukasi terkait HIV dan AIDS, merujuk ke
layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT)
dan layanan manajemen kasus bagi yang terinfeksi
HIV.
3. Program penjangkauan dan pendampingan populasi
kunci bekerjasama dengan GFATM—program
(Global Fund Aids Tuberkolosis dan Malaria) tahun
2009 – 2015
a. Penjangkauan populasi kunci untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian
karena infeksi HIV di DKI Jakarta dan
memperkuat komunitas serta sistem
kesehatan untuk perbaikan kinerjanya.
b. Pendampingan Orang dengan HIV-AIDS
(ODHA). Memberikan edukasi dan dukungan
biopsikososial bagi ODHA dan keluarga
terkait informasi HIV, kepatihan pengobatan,
akses layanan kesehatan, perawatan ODHA
di rumah menuju kepada kemandirian ODHA
dan keluarga.
c. Community organizer: Pemberdayaan
masyarakat di wilayah Jakarta Pusat.
61
Penguatan dan pelibatan kader masyarakat
dalam program penanggulangan HIV dan
AIDS dengan memberdayakan kader sebagai
penyuluh dan pendamping ODHA sebagai
upaya mengurangi stigma dan diskriminasi
masyarakat terhadap ODHA dan
keluarganya.
4. Program intervensi komprehensif dan terpadu bagi
Penasun (Pengguna Napza Suntik) di wilayah Jakarta
Pusat dan Selatan – Dukungan dana USAID (United
States Agency for International) Sum Program tahun
2011 – 2012
Program pencegahan, dukungan dan perawatan
berkelanjutan yang efektif dan terintegrasi bagi 1.500
Penasun di Jakarta Pusat dan Selatan.
5. Program penanggulangan HIV dan AIDS di
Berastagi—Tanah Karo, Sumatera Utara tahun 2014-
sekarang
a. Membangun jejaring kerja sama dengan
pemerintah dan pemangku kepentingan
terkait dalam penanggulangan HIV dan
AIDS.
b. Sosialisasi dan informasi tentang HIV-AIDS
bagi masyarakat, sekolah, dan kelompok
agama.
62
c. Peningkatan kapasitas SDM melalui
workshop dan seminar yang bekerja di bidang
HIV-AIDS.
d. Pelayanan manajemen kasus bagi ODHA.
6. Program penanganan anak buta, low vision, dan
kerusakan penglihatan lainnya di DKI Jakarta dan
Sulawesi Selatan. Dukungan dana oleh Standard
Chartered Bank International mulai Mei 2015 hingga
April 2020
a. Mengkoordinir dan mengelola program low
vision di DKI Jakarta dan Sulawesi Selatan.
b. Pengembangan model layanan low vision
yang komprehensif dan terintegrasi antara
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan
masyarakat.
c. Peningkatan kapasitas SDM tentang
penanganan low vision pada semua level
layanan baik primer, sekunder maupun
tertiary: dokter mata, refraksionis, perawat
kesehatan mata, guru sekolah luar biasa
(SLB), guru sekolah umum dan inklusi, dan
kader masyarakat.
d. Screening dan outreach anak dengan masalah
penglihatan khususnya low vision.
e. Pelayanan rehabilitasi low vision baik klinis
maupun fungsional bagi 1.955 anak dengan
low vision selama masa program.
63
7. Asistensi korban trafficking dan migrasi aman di
kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Dukungan dana
oleh IFRC (The International Federation of Red
Cross) mulai Oktober 2015 hingga September 2017
a. Program pencegahan dengan target 10.500
siswa. Mengembangkan upaya mengurangi
jumlah kasus trafficking sampai 60% dan
meningkatkan migrant domestic worker yang
bermigrasi secara aman melalui penyadaran
kepada anak-anak rawan trafficking usia
sekolah SLTP-SLTA, terintegrasi dengan
kegiatan ekstra kulikuler sekolah melalui
konsep kader dari kalangan anak, dukungan
pemangku kepentingan, dan pengembangan
jaringan community watch di 15 kecamatan di
Indramayu.
b. Penanganan korban dengan jumlah 50 anak
dan 125 dewasa. Mengembangkan upaya
penanganan kasus korban trafficking
khususnya anak yang dieksploitasi seksual
dan perempuan dewasa dengan mendorong
aksesbilitas pelayanan identifikasi,
pemulihan, pemulangan, dan reintegrasi
asisten baik di daerah tujuan wilayah Jakarta,
Kepulauan Riau, dan Subang.
c. Pemetaan dan advokasi. Mapping korban
trafficking dan pekerja migrant domestic dari
64
Indramayu di Jakarta, Kepulauan Riau, dan
Subang melalui koordinasi dengan
stakeholders, sosialisasi, dan pemetaan.
8. HIV dan AIDS Testing and Care Program di DKI
Jakarta dengan dukungan dana AHF (AIDS
Healthcare Foundation) mulai Juli 2016 hingga Juni
2019
a. Melakukan program rapid test HIV berbasis
komunitas, memotivasi lebih banyak MARPs
(Most-at-risk Population) untuk melakukan
rapid test HIV.
b. Menyediakan perawatan dukungan bagi HIV
Positif, mendistribusikan informasi,
melakukan kampanye atau promosi kondom,
dan kampanye lain serupa yang ditujukan
kepada MARPs, serta meningkatkan
kepedulian dan kesadaran komunitas terhadap
HIV dan AIDS.
c. Memperluas komunikasi dan kerja sama
dengan multi sektor untuk mendukung
program rapid test HIV berbasis komunitas
dan program lainnya.
D. Jaringan dan Kerja sama Lembaga
Dalam menjalankan program, yayasan LAYAK
tidak hanya berjejaring dengan swasta namun juga
65
memiliki hubungan kerja sama dengan pemerintah dan
masyarakat, di antaranya.
1. Kementerian Sosial mulai tahun 2004 hingga
sekarang
a. Bekerjasama dalam penyuluhan HIV/AIDS dan
layanan manajemen kasus perempuan pekerja
seks komersial binaan panti sosial karya wanita
(PSKW) Departemen Sosial.
b. Mentoring bagi petugas sosial panti Palamarta
(rumah perlindungan ODHA) dalam
pelaksanaan pelayanan manajemen kasus bagi
ODHA.
c. Pelayanan manajemen kasus bagi gelandangan
dan pengemis yang ada di Panti Sosial Bina
Karya Departemen Sosial.
d. Standarisasi modul pelatihan manajemen kasus
HIV/AIDS di PUSDIKLAT Departemen Sosial.
e. Pelatihan manajemen kasus bagi petugas panti
rehabilitasi di lingkungan Departemen Sosial
dan Dinas Sosial se-Indonesia.
2. Dinas Sosial DKI Jakarta
a. Pelatihan ―Pengenalan Manajemen Kasus dan
Perawatan ODHA di Rumah‖ bagi Pekerja
Sosial Masyarakat (PSM) di 5 wilayah DKI
Jakarta.
66
b. Penguatan PSM dan kader PKK di wilayah
DKI Jakarta dalam program pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak.
3. Komisi Penanggulangan AIDS
a. Pelatihan income generating bagi ODHA.
b. Pelatihan manajemen kasus bagi NGO (Non
Governmental Organization).
4. Masyarakat
Menggalang kepedulian dan kemitraan
dengan masyarakat untuk ikut serta dalam aksi
meredam laju penyebaran HIV dan AIDS tanpa
stigma dan diskriminasi melalui kegiatan kampanye,
sosialisasi program manajemen kasus kepada
stakeholders, institusi pemerintah, lembaga
keagamaan, lembaga pendidikan, dan pilar-pilar di
masyarakat seperti kader PKK, Posyandu, pekerja
sosial masyarakat, dan masyarakat.
E. Program Low Vision
1. Deskripsi Program
Pada tahun 2015, yayasan LAYAK
menjalankan program Seeing is Believing yang
melayani anak-anak dengan low vision di wilayah
Jakarta dan Makasar. Layanan tersebut berada di
jalan nangka I, Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Seeing
is Believing merupakan program rehabilitasi
penyandang low vision yang didukung oleh CBM dan
67
Standard Chartered. Target layanan dari program
tersebut secara khusus adalah anak-anak, karena anak
dianggap memiliki kesempatan hidup lebih panjang
dan perlu dipersiapkan perkembangannya untuk masa
depan yang mereka miliki. Jumlah klien sampai
dengan bulan April 2018 adalah 631 orang, yang
terdiri dari laki-laki 359 orang dan perempuan 272
orang.
2. Tujuan Program
Tujuan dari program ini adalah meningkatkan
akses layanan low vision yang komprehensif,
mengembangkan layanan low vision yang terintegrasi
di layanan rumah sakit, pendidikan dan masyarakat.
3. Penerimaan Klien
Dalam penerimaan klien, LVC LAYAK
mendapatkannya dari berbagai cara yaitu.
a. Screening penglihatan yang dilakukan di
sekolah luar biasa (SLB) dan sekolah inklusi.
b. Rujukan dari layanan rumah sakit, seperti
RSCM, RS Fatmawati, RS Mata Aini dan lain-
lain.
c. Klien yang datang secara mandiri karena
diinformasikan oleh klien lain yang sudah
pernah mendapatkan pelayanan dari LVC
LAYAK sebelumnya.
68
4. Layanan yang Diberikan
Adapun layanan yang diberikan oleh LVC
LAYAK, yaitu.
a. Tes penglihatan dan ukuran kacamata.
b. Layanan diberikan juga kepada anak dengan
disabilitas lain, seperti down syndrome,
kesulitan mendengar, kesulitan berbicara dan
sebagainya.
c. Menyediakan alat bantu low vision yang
dibutuhkan.
d. Melatih menggunakan alat bantu low vision.
e. Memberikan saran meningkatkan penggunaan
penglihatan di rumah, sekolah, tempat kerja.
f. Memberikan konseling kepada orang tua dan
guru.
g. Melayani semua umur dan berkebutuhan
khusus.
Adapun tahap pemeriksaan bagi klien
untuk mendapatkan layanan di atas, sebagai
berikut.
a. Asesmen Klinis
Merupakan tes ketajaman penglihatan
bagi klien. Tajam penglihatan diperoleh dari
hasil pengukuran secara klinis yang dilakukan
oleh dokter ahli mata dan atau refraksionis
optisien (ahli dalam pengukuran kelainan
69
refraksi). Dalam asesmen klinis optisien
menentukan dan meresepkan alat bantu optik
yang dibutuhkan oleh klien. Jenis-jenis alat
bantu optik yaitu kacamata, hand held
magnifier, stand magnifier, kacamata, pocket
magnifier, teleskop dan sebagainya.
b. Asesmen Fungsional
Tujuan asesmen ini untuk mengetahui
kemampuan penglihatan klien setelah
mendapatkan alat bantu optik. Dalam kegiatan
dilakukan asesmen penglihatan disesuaikan
dengan kebutuhan klien, seperti di sekolah,
rumah, tempat kerja dan lain-lain. Dari hasil
asesmen klien mendapatkan dan disarankan
untuk menggunakan alat bantu nonoptik seperti
typoscope, penyangga buku, buku bergaris
tebal, lampu belajar, alat bantu elektronik yang
dapat memperbesar huruf secara otomatis dan
lain-lain.
c. Pelatihan alat bantu optik dan nonoptik
Setelah klien mendapatkan alat bantu
optik dan nonoptik selanjutnya mereka dilatih
menggunakan alat bantu tersebut.
d. Saran dan konseling
Setelah asesmen dilakukan, klien
diberikan lembaran saran untuk guru dan orang
tua. Hal tersebut bertujuan agar guru
70
mengetahui kemampuan penglihatan anak dan
membantu dalam pembelajaran anak di kelas,
contohnya posisi duduk yang tepat bagi anak.
Sedangkan bagi orang tua saran yang diberikan
kepada orang tua seperti modifikasi tata ruang
di rumah, penggunaan warna dengan kontras
tinggi, dan memastikan klien menggunakan alat
bantu yang diberikan dalam aktivitas hariannya.
Konseling diberikan sesuai dengan kebutuhan
klien untuk dukungan psikososial bagi klien dan
orangtua dalam menghadapi masalah
penglihatan yang dihadapi klien.
e. Evaluasi Penglihatan Berkala
Klien yang mendapatkan layanan dari
LVC LAYAK akan dievaluasi
perkembangannya secara berkala. Evaluasi
bertujuan untuk mengetahui efektivitas alat
bantu dan kemajuan penglihatan klien.
Evaluasi dilakukan bertahap mulai tiap tiga
bulan, enam bulan hingga satu tahun.
Rangkaian tahapan pemeriksaan di atas
merupakan sebuah intervensi oleh LVC
LAYAK terhadap klien sebagai upaya
perubahan terencana agar bantuan yang
diberikan dapat dievaluasi dan diukur
keberhasilannya.
71
5. Jaringan Kerja sama dan Kemitraan
Sesuai dengan tujuan dari LVC LAYAK yaitu
meningkatkan akses layanan low vision yang
komprehensif, LVC LAYAK memiliki jaringan kerjasama
dan kemitraan dengan berbagai pihak mulai dari
pemerintah, sekolah, rumah sakit dan komunitas. Berikut
jaringan kerjasama dan kemitraan yang dijalin oleh
LVC LAYAK.
a. Kementerian Kesehatan
b. Kementerian Pendidikan
c. Kementerian Sosial
d. Dinas Kesehatan
e. Dinas Pendidikan
f. Dinas Sosial
g. Sekolah Luar Biasa dan Inklusi Dinas Sosial
h. Rumah sakit, yaitu RSCM, Fatmawati, Aini, dan
Pasar Rebo, Jakarta Eye Center, Klinik Mata
Nusantara dan lain-lain.
i. Lembaga Daya Dharma
j. Mitra Netra/Visi Inklusi
k. Puskesmas Pasar Minggu
Membangun jaringan kerjasama dan
kemitraan dalam pelaksanaan program low vision
bermaksud untuk memfasilitasi atau membuka
akses masyarakat kepada sumber informasi dan
sumber daya lainnya yang dibutuhkan.
72
BAB IV
HASIL TEMUAN
Bab ini berisi hasil temuan peneliti tentang
penanganan anak dengan low vision dalam perspektif
generalist intervention model di layanan low vision center
LAYAK. Hasil temuan ini didapatkan dengan metode
wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Bab ini akan dibagi menjadi dua sub, yaitu profil
informan dan temuan lapangan. Berikut pembahasan
masing-masing hasil temuan.
A. Profil Informan
Penelitian ini memiliki empat informan yaitu
Lucia Rusmiyati, S.Sos yang memberikan dua informasi
di antaranya informasi profil yayasan LAYAK dan proses
intervensi terhadap klien anak dengan low vision. Ibu Luci
dipilih karena beliau seorang direktur pelayanan yayasan
LAYAK yang mengetahui informasi profil tentang
LAYAK dan LVC LAYAK. Selain itu, beliau juga
seorang pekerja sosial yang berhadapan langsung dengan
klien dalam proses intervensi. Sedangkan, tiga informan
lainnya adalah orang tua dari klien anak LVC LAYAK
yaitu Astri, Susi, dan Cut Sukma Murni. Mereka dipilih
karena termasuk orang tua yang aktif berkomunikasi
dengan pekerja sosial. Berikut profil informan lebih
lanjut.
73
1. Pekerja sosial / Direktur Pelayanan LAYAK
Nama : Lucia Rusmiyati, S.Sos
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : Sarjana Kesejahteraan Sosial
Tanggal lahir : Jakarta, 2 Juli 1972
Lama bekerja : Sejak 2007
Lucia Rusmiyati yang biasa dipanggil ibu
Luci adalah seorang direktur pelayanan yayasan
LAYAK. Ibu Luci menempuh pendidikan
kesejahteraan sosial di STISIP Widuri Jakarta dan
lulus tahun 1997. Semasa kuliah, ibu Luci
berpraktikum di Yayasan Nanda Dian Nusantara
dengan kegiatan memberikan pelayanan pendidikan
dan pendampingan pada anak jalanan. Selain itu,
beliau juga pernah menjadi relawan dalam isu
pendidikan dan pendampingan anak jalanan di
program pelayanan Kampus STISIP Widuri. Selama
menjadi pekerja sosial, ibu Luci pernah menangani
kasus dalam isu anak jalanan, HIV dan AIDS,
trafficking dan low vision. Lucia Rusmiyati juga
tergabung dalam IPSPI (Ikatan Pekerja Sosial
Profesional Indonesia) sebagai anggota.
Sebagaimana diketahui bahwa ibu Luci
adalah seorang direktur pelayanan yayasan LAYAK
dan sudah cukup lama bergabung, pastinya beliau
74
mengetahui informasi sejarah tentang LAYAK
beserta layanan apa saja yang diberikan. Selain
sebagai direktur pelayanan, ibu Luci juga merupakan
pekerja sosial LVC LAYAK. Sebelum bergabung
dengan LVC LAYAK, ibu Luci sudah memiliki
pengalaman bekerja menangani anak dengan low
vision di Inverso Baglivo Foundation dari tahun 1997
hingga 2004 dan bekerja di Low Vision Pertuni tahun
2004-2007. Ketika bergabung dengan LVC LAYAK,
ibu Luci mendapatkan pelatihan low vision di LVC
LAYAK dan Malang yang bertujuan untuk
memperkuat kembali kemampuan menangani anak
dengan low vision.
2. Orang tua klien dan Klien
Nama orang tua : Astri
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : Jakarta, 20 April 1978
Pendidikan : SMA
Nama klien : Sekar Arum Widiani
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : Jakarta, 16 Oktober 2008
Sekar Arum ialah anak perempuan berumur
sembilan tahun, pernah menjalani operasi katarak
pada umur tiga tahun di RSCM, dan saat ini
bersekolah di SLB Rawinala.
75
3. Orang tua klien dan Klien
Nama orang tua : Susi
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : Jakarta, 10 Juni 1969
Pendidikan : D3 Manajemen
Nama klien : Leli Komariyah
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : Jakarta, 5 Juli 2001
Leli ialah anak perempuan berumur enam
belas tahun yang pada saat dalam kandungan ibunya
terkena virus rubella, pernah menjalani operasi
katarak pada tahun 2001 di RSCM, dan saat ini
bersekolah di SMP LBN 02 Jakarta.
4. Orang tua dan Klien
Nama orang tua : Cut Sukma Murni
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : Aceh, 26 Desember 1974
Pendidikan : SMA
Nama klien : Fasyah Ramadhan
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : Jakarta, 15 September 2007
Fasyah ialah anak laki-laki berumur tujuh
tahun yang pada saat dalam kandungan terkena virus
rubella, pernah menjalani operasi mata pada umur
enam bulan di RSCM, dan saat ini bersekolah di SLB
Rawinala.
76
B. Temuan Lapangan
Hasil temuan lapangan ini didapatkan
menggunakan metode wawancara dengan pekerja
sosial dan orang tua klien anak LVC LAYAK, metode
observasi yang dilakukan mulai Oktober sampai
Desember 2017 di kantor LVC LAYAK, dan
metode dokumentar yaitu menelusuri artikel dan
laporan yang relevan.
1. Tahap Keterlibatan (engagement)
a. Menyambut klien untuk mendorong mereka agar
mau berbicara
Pekerja sosial menunjukkan rasa
simpatinya dengan menyambut kedatangan klien
secara hangat yang bertujuan agar klien merasa
nyaman ketika datang kesana. Rasa nyaman
tersebut diciptakan oleh pekerja sosial dengan
memulai perbincangan kecil seperti menanyakan
nama atau kesukaan klien. Tahap ini juga menjadi
awal bertemunya klien dengan pekerja sosial.
Sebagaimana wawancara dengan Lucia Rusmiyati
selaku pekerja sosial LVC LAYAK sebagai
berikut.
―Misalnya klien baru datang kita ajak ngobrol
sebentar tidak langsung pemeriksaan. Kita
tanya siapa nama lengkap dia dan
panggilannya, perjalanan mereka menuju
kesini atau kita ajak main. Baru ketika mereka
77
sudah nyaman, kita lanjut pemeriksaan.‖(Lucia
Rusmiyati 2017b)
Hal yang senada dikatakan oleh Cut Sukma
Murni salah satu orang tua dari klien anak
bernama Fasyah. Sebagai orang tua yang memiliki
anak dengan low vision, Cut Sukma Murni merasa
disambut baik kedatangannya ke LVC LAYAK.
Berikut ungkapan dari orang tua klien.
―Pertama saya kesini, saya disambut sangat
ramah dan sangat hangat ya, sama anak-anak
juga sama seperti itu jadi anak kan gak merasa
canggung. Orang-orangnya disini juga baik
ya, mbak.‖ (Cut Sukma Murni 2017)
Tidak hanya Cut Sukma Murni, Susi
selaku orang tua dari klien anak bernama Leli juga
merasakan hal yang sama. Berikut ungkapan dari
orang tua klien.
―Wah baik banget sih ya, mbak. Kalau
orangnya baik kan kitanya juga jadi enak gak
kaku hehe.‖(Susi 2017)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Astri,
orang tua dari klien anak dengan low vision
bernama Sekar Arum.
―Orang-orang yang ada di sini baik-baik ya,
mbak. Mereka hangat kepada anak-anak dan
peduli dengan anak seperti anak kita gini.‖
(Astri 2017)
78
Perrnyataan dari orang tua klien di atas
diperkuat juga dengan hasil observasi peneliti pada
2 Oktober 2017. Saat itu, pekerja sosial
kedatangan klien anak dengan low vision dari
rumah sakit Fatmawati. Pekerja sosial melakukan
pendekatan terhadap anak tersebut dengan cara
bertanya siapa nama lengkap dan panggilannya,
sekolahnya, dan menanyakan hobi.
b. Keterampilan dalam berkomunikasi menunjukkan
pekerja sosial tertarik pada situasi klien
Pekerja sosial menunjukkan ketertarikan
pada situasi klien dengan keterampilannya dalam
berkomunikasi, baik secara verbal maupun
nonverbal kepada klien. Komunikasi nonverbal
yang dilakukan berupa anggukan kepala dan
sentuhan. Berikut pernyataan dari pekerja sosial
LVC LAYAK.
―Kita mendengarkan permasalahan mereka
dengan penuh perhatian, kita perhatikan apa
yang mereka pikirkan dan apa sih yang
dirasakan. Pasti mereka kan ingin didengarkan
masalahnya, nah kita harus bisa memahami
posisi mereka gitu.‖ (Lucia Rusmiyati 2017b)
Cut Sukma Murni selaku orang tua klien
mengungkapkan hal dimana dia merasa dirinya
memiliki wadah untuk bercerita tentang apa yang
dirasakan. Berikut ungkapan dari orang tua klien.
79
―Sewaktu saya kesini saya jadi merasa
menemukan pegangan gitu, mbak, ada yang
bisa dijadikan tempat untuk bercerita. Orang-
orang disini selalu bersedia mendengarkan
dan memahami apa yang saya rasakan.
Sebelumnya kan saya bingung ini gimana ya
Fasyah kendala matanya seperti ini.‖ (Cut
Sukma Murni 2017)
Senada dengan Cut Sukma Murni, Susi
juga mengungkapkan bahwa kemampuan
komunikasi pekerja sosial dirasa baik. Berikut
ungkapan dari orang tua klien.
―Kalau saya lagi cerita gitu ya, bu Luci
atau bu Lia tuh selalu mendengarkan apa
yang saya sampaikan ya, mbak. Ya
terutama kalau bahas Leli.‖ (Susi 2017)
Astri pun mengungkapkan bahwa pekerja
sosial menjadi pendengar yang baik. Berikut
ungkapan dari orang tua klien.
―Iya, mbak. Tiap saya ke sini pasti
perhatian sekali untuk mendengarkan cerita
saya terus jawab-jawab pertanyaan saya.
Apalagi saya melihat penanganan di sini
dengan di rumah sakit itu berbeda.‖ (Astri
2017)
Hasil observasi pada 2 Oktober 2017,
pekerja sosial memperlihatkan keterampilan
berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal
terhadap klien dengan low vision yang berusia 25
tahun. Pekerja sosial memberikan pernyataan
80
dorongan dan sentuhan di pundak klien yang
menandakan agar klien selalu bersemangat.
Pekerja sosial dalam berkomunikasi
menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan
intonasi yang lembut mengingat kebanyakan klien
ialah anak-anak. Pekerja sosial juga sering
berhadapan dengan anak berkebutuhan khusus
seperti tuna wicara dan tuna rungu sehingga dalam
berkomunikasi sering mempertegas gerakan mulut
dan tangan.
c. Mendiskusikan layanan lembaga dan harapan
klien
Pekerja sosial menjelaskan seputar LVC
LAYAK dan sistem pemberian layanannya. Hal
tersebut diperlukan agar klien mengetahui sistem
lembaga dan bersiap diri untuk penyesuaian.
Berikut pernyataan dari pekerja sosial.
―Kita akan menjelaskan LAYAK itu apa, apa
yang kita bisa bantu, dan juga ceritakan cara
kerja kita itu bagaimana, dan nantinya kita
akan menginformasikan layanan seperti apa
yang akan kita berikan pada klien.‖(Lucia
Rusmiyati 2017b)
Sebagai orang tua dari anak dengan low
vision yang nantinya akan menerima intervensi
dari LVC LAYAK, Cut Sukma Murni diberikan
penjelasan oleh pekerja sosial mengenai seperti
81
apa pelayanan lembaga dan cara kerjanya. Berikut
ungkapan dari orang tua klien.
―Iya mbak, dijelaskan tapi saya lupa-lupa
ingat hehe. Ternyata di LAYAK banyak
orang tua yang punya anak low vision.
Dijelasin juga kalau nanti apa saja yang
harus saya lakukan.‖(Cut Sukma Murni
2017)
Susi selaku orang tua dari klien anak
bernama Leli pun mengungkapkan bahwa pekerja
sosial menjelaskan layanan lembaga. Berikut
ungkapan dari orang tua klien.
―Sangat dijelaskan ya, mbak. Kalau dulu
total ya dibiayai dari operasi sampai
kacamata. Kalau sekarang jadi kerjasama
sama orang tua dan ada kemandirian
yayasan juga kan.‖(Susi 2017)
Begitu pun dengan Astri orang tua dari
klien anak Sekar Arum. Berikut ungkapan dari
orang tua klien.
―Iya iya dijelaskan. Yang jelas di sini
menangani anak berkebutuhan khusus.
Sebenarnya di Cipto juga ada dari low
vision juga kerja sama tapi saya kalau ke
sana agak susah jadi mending saya ke sini
aja.‖ (Astri 2017)
Pekerja sosial mendiskusikan layanan
lembaga mulai dari tes pengelihatan mata,
menentukan ukuran kacamata, menginformasikan
bahwa lembaga menerima anak-anak
82
berkebutuhan khusus, penyediaan alat bantu,
pelatihan cara menggunakan alat bantu, lembaga
juga berkoodinir dengan sekolah atau rumah sakit,
dan memberikan konseling kepada orang tua dan
guru.
d. Memutuskan apakah lembaga dan pekerja sosial
dapat membantu
Pekerja sosial dapat memutuskan apakah
layanan lembaga dapat diberikan kepada klien atau
tidak. Dalam memutuskan apakah klien dapat
dibantu atau tidak didasarkan dari hasil
pemeriksaan yang dilakukan LVC LAYAK, klien
akan dibantu apabila benar menyandang low
vision. Berikut pernyataan dari pekerja sosial.
―Kita akan melihat hasil pemeriksaan
penglihatan lebih dulu dan alat bantu mereka
seperti apa. Dari sana kita tahu bahwa mereka
membutuhkan layanan ini.‖ (Lucia Rusmiyati
2017b)
Untuk mendapatkan layanan LVC
LAYAK, klien anak dengan low vision menjalani
pemeriksaan mata terlebih dahulu. Berikut
ungkapan Cut Sukma Murni selaku orang tua yang
anaknya mendapat pemeriksaan di sekolah.
―Iya waktu itu Fasyah diperiksa ya, mbak.
Karena waktu itu kebetulan bertemunya di
Rawinala, jadi Fasyah ditesnya disana.
Sebelumnya, Fasyah juga kan sudah diperiksa
83
dokter mata di Klinik Mata Nusantara.‖ (Cut
Sukma Murni 2017)
Tidak jauh berbeda dengan Cut Sukma
Murni, Susi mengungkapkan juga tentang
pemeriksaan terhadap Leli. Berikut ungkapan dari
orang tua klien.
―Sebelumnya kan saya sudah ke RSCM
kontrol-kontrol biasa menjelang operasi terus
saya disarankan hubungi kesini. Setelah
diperiksa di sini disarankan untuk balik lagi (ke
LVC) setelah operasi.‖(Susi 2017)
Astri juga mengungkapkan pemeriksaan
terhadap anaknya yaitu Sekar Arum. Berikut
ungkapan dari orang tua klien.
―Iya, Arum diperiksa juga di sini. Sama bu Luci
atau bu Lia terus nanti kalau sudah diperiksa
diresepkan kacamata.‖ (Astri 2017)
Kebanyakan klien yang datang ke LVC
LAYAK sudah mendapat rujukan dari rumah sakit
sehingga kemungkinan besar mereka benar-benar
membutuhkan layanan LVC LAYAK, namun
pekerja sosial tetap melakukan pemeriksaan mata
terhadap klien bersama refraksionis optisien.
Apabila hasil pemeriksaan mata tidak
menunjukkan low vision melainkan hanya
kelainan refraksi, maka pekerja sosial hanya
memberikan resep kacamata yang sesuai dan dapat
dibeli di optik.
84
e. Menawarkan pelayanan lembaga dan pekerja
sosial kepada klien
Setelah hasil pemeriksaan menunjukkan
bahwa klien masuk dalam kriteria penyandang low
vision, maka pekerja sosial menawarkan berbagai
layanan yang didapatkan klien selama rehabilitasi
di LVC LAYAK. Berikut pernyataan dari pekerja
sosial.
―Kita kan sudah menjelaskan apa yang kita
bisa bantu, cara memberi bantuannya dan
kemudian kita tanyakan kepada orang tua klien
apakah ya atau tidak. Itu pilihan mereka, kita
tidak memaksa.‖ (Lucia Rusmiyati 2017b)
Hasil observasi peneliti pada 2 Oktober
2017, sikap tidak memaksa tersebut ditunjukkan
pada saat pekerja sosial berhadapan dengan orang
tua klien dari anak dengan low vision yang datang
dari rumah sakit Fatmawati. Saat itu, pekerja
sosial menawarkan layanan lembaga sambil
memberikan ilustrasi mengapa ya dan tidaknya
tawaran tersebut diambil tanpa ada ajakan yang
memaksa.
f. Berorientasi pada klien untuk membangun
hubungan
Jika pekerja sosial sudah dapat
memutuskan bahwa klien berhak menerima
layanan, maka selanjutnya pekerja sosial
85
menjelaskan hubungan profesional antara pekerja
sosial-klien dalam proses pertolongan yang akan
diberikan. Berikut pernyataan dari pekerja sosial.
―Tentu kita menjelaskan proses pertolongan
kepada klien. Kita kasih tahu kepada mereka
mengenai ketentuan yang ada seperti bahwa
pelayanan ini tidak hanya sekali tapi akan
berlanjut. Kita harapkan kerjasama orang tua
agar pelayanan yang kita berikan maksimal.‖
Hal yang sama juga disampaikan oleh Cut
Sukma Murni, selaku orang tua yang diberi
penjelasan mengenai hubungan pertolongan.
Berikut ungkapan dari orang tua klien.
―Waktu itu saya dikasih tahu kalau peran
orang tua juga diperlukan. Jadi antara saya
dengan LAYAK saling mengisi gitu, mbak.‖
Susi pun juga dijelaskan mengenai
hubungan pertolongan tersebut oleh pekerja sosial.
Berikut ungkapan dari orang tua klien.
―Disampaikan kalau disini saya sebagai orang
tua juga harus aktif melihat perkembangan
anak.‖
Begitu juga Astri yang dijelaskan
mengenai hubungan pertolongan tersebut oleh
pekerja sosial. Berikut ungkapan dari orang tua
klien.
―Saya disampaikan bahwa proses rehabilitasi
ini orang tua sangat berperan penting ya,
86
mbak. Karena kan kalau bukan mamanya dan
orangtuanya ya siapa lagi.‖
Dalam menjelaskan proses pertolongan dan
hubungan antara lembaga dan klien, peneliti
melihat pekerja sosial menggunakan bahasa yang
sederhana agar mudah diterima dan dipahami oleh
klien. Adanya kegiatan membangun hubungan
bertujuan untuk mengeksplorasi, menemukan, atau
membangun sumber daya lainnya yang berguna
membantu klien dalam penyelesaian masalah.
g. Melengkapi dokumen yang dibutuhkan
Langkah terakhir dalam tahap keterlibatan
pekerja sosial melengkapi dokumen-dokumen
yang diperlukan. Dokumen yang diperlukan
berupa catatan medis klien apabila sudah
melakukan pemeriksaan dokter dan surat rujukan
rumah sakit. Berikut pernyataan dari pekerja
sosial.
―Mereka yang datang kesini biasanya sudah
punya catatan medis dari dokter atau rujukan
dari rumah sakit. Karena itu informasi banget
buat kita dan penyakit mata kan beda-beda.
Apabila belum punya, maka kita sarankan
untuk melakukan pemeriksaan ke dokter mata
dahulu.‖
Sebelum datang ke LVC LAYAK, Cut
Sukma Murni sudah membawa Fasya ke rumah
87
sakit dan menunjukkan hasilnya kepada pekerja
sosial. Berikut ungkapan dari orang tua kilen.
―Iya, saya bawa. Saya tahu Fasyah low vision
enam bulan setelah operasi mata. Saya
ceritakan lagi di sini kalau Fasyah sudah pakai
kacamata khusus low vision pas umur enam
bulan.‖
Sama halnya dengan Fasyah, Leli pun
sebelum ke LVC LAYAK disarankan untuk
melakukan operasi terlebih dahulu agar penilaian
pekerja sosial tepat. Berikut ungkapan Susi selaku
orang tua dari Leli.
―Karena saya ke sini atas rujukan RSCM jadi
saya sudah punya hasil pemeriksaan dokter.‖
Astri yang sebelumnya sudah membawa
Sekar ke RSCM juga menunjukkan hasil
pemeriksaan ke pekerja sosial. Berikut ungkapan
orang tua klien.
―Saya sebelum ke low vision kan juga sudah
ke Cipto jadi saya ke sini bawa catatan dokter
untuk dilihat.‖
Setelah pekerja sosial memiliki dokumen-
dokumen yang diperlukan seperti catatan medis
klien maka pekerja sosial akan melengkapi lembar
kerjanya yaitu lembar keterangan dokter mata dan
lembar post-operasi.
88
2. Tahap Penilaian (assessment)
a. Identifikasi klien
Dalam mengidentifikasi klien, pekerja
sosial tidak hanya terpaku pada klien yang
terdaftar di lembar kerja, namun diperlukan juga
untuk identifikasi lingkungan sekitar klien seperti
keluarga, teman, tetangga, dan sekolah.
Sebagaimana hasil wawancara dengan Lucia
Rusmiyati selaku pekerja sosial LVC LAYAK.
―Dalam mengidentifikasi klien, kita butuh
rekam jejak medis supaya kita tahu apa yang
dialami klien dan kita tidak salah dalam
memberi penilaian. Kita juga tanyakan
aktivitas anak di rumah dan sekolah kemudian
interaksi anak dengan teman-temannya.‖(Lucia
Rusmiyati 2017b)
Di tahap asesmen, Astri menceritakan
keseharian Arum. Sebagaimana wawancara
dengan orang tua klien.
―Saya ditanyakan tentang kebiasaan Arum
sehari-hari itu bagaimana, apa yang dia suka
misalnya dia suka warna apa.‖
Begitu pun Susi selaku orang tua dari Leli
yang menceritakan kebiasaan anaknya di rumah.
Berikut ungkapan orang tua dari klien.
―Ya saya ceritakan, mbak. Sebelumnya, Leli
kalau buang air besar gak mau di lubangnya
walaupun dia di kamar mandi, baju kotor
dimasukkan ke kolam yang baru saya kuras.
89
Setelah Leli sekolah dan saya ke sini ada
perubahan.‖
Cut Sukma Murni juga menyampaikan
hal-hal yang berkaitan dengan Fasyah. Berikut
ungkapan orang tua dari klien.
―Iya, saya cerita kalau Fasyah itu sebelumnya
sulit untuk fokus, agak susah diajak interaksi
dan main.‖
Dalam tahap asesmen identifikasi klien,
pekerja sosial mengisi data seperti identitas klien
serta keluarga di lembar kerjanya yang disebut
recording form.
90
Gambar 4. 1 Recording Form (informasi klien)
b. Asesmen situasi klien dari beberapa perspektif
Setelah mengidentifikasi klien, selanjutnya
proses pengumpulan informasi. Pengumpulan
informasi bertujuan untuk mengetahui apa yang
akan dilakukan pekerja sosial terhadap masalah
klien. Pekerja sosial mengumpulkan informasi
91
biasa dimulai dari lingkup keluarga, sekolah, dan
rumah sakit. Berikut pernyataan dari pekerja
sosial.
―Mulai dari keluarga, apakah keluarga ayah
ibu paham gak jangankan memahami mereka
tahu gak tentang low vision. Kita tanyakan
kebiasaan anak di rumah misalnya apakah
kalau nonton tv jaraknya dekat sekali atau
tidak, apakah suka menabrak benda di
depannya. Terus kita tanyakan posisi duduk
anak di sekolah sebelah mana...‖
1) Lingkungan keluarga
Tidak semua keluarga dari klien
yang datang ke LVC LAYAK mengetahui
tentang low vision, maka dari itu pada saat
asesmen pekerja sosial pasti memberikan
pengetahuan tentang low vision kepada
orang tua terlebih dahulu dengan bahasa
yang sederhana agar mudah dimengerti dan
dipahami. Cut Sukma Murni orang tua dari
klien Fasyah menyampaikan bahwa
pekerja sosial menjelaskan tentang low
vision. Sebagaimana wawancara dengan
orang tua klien.
―Iya dijelaskan, mbak. Tapi karena
saya sebelumnya sudah pernah ke
Klinik Mata Nusantara jadi sedikit-
sedikit saya sudah mengerti.‖
92
Hal yang sama juga disampaikan
oleh Astri orang tua dari klien Sekar Arum.
Berikut wawancara dengan orang tua klien.
―Dijelaskan ya, mbak. Malah saya
lebih leluasa tanya-tanya di sini, saya
bisa kapan aja ke sini, dan saya rasa
penanganan di sini lebih bersahabat
untuk Arum.‖
Susi selaku orang tua Leli juga
menyampaikan hal yang senada. Berikut
ungkapan orang tua dari klien.
―Iya dong dijelasin pasti sama kayak
waktu saya di rumah sakit juga
dijelasin.‖
2) Lingkungan sekolah
Dalam pengumpulan informasi
klien, pekerja sosial tidak hanya berpusat
pada keluarga, namun kegiatan
bersosialisasi seperti di sekolah juga
menjadi perhatian. Berikut ungkapan dari
Cut Sukma Murni orang tua dari Fasyah.
―Iya, mbak. Saya bilang awalnya di
sekolah Fasyah itu kalau maunya itu ya
itu gak mau berbagi dengan yang lain
gitu.‖
Hal yang sama juga disampaikan
oleh Susi. Berikut ungkapan orang tua dari
Leli.
93
―Iya dibahas juga tentang sekolah
karena kan kita tahu kalau LAYAK
dan sekolah itu ada kerja sama nah
dengan begitu jadi memudahkan sih.‖
Hal senada disampaikan Astri. Berikut
ungkapan orang tua dari Sekar Arum.
―Saya sering lihat bu Luci atau bu Lia
di Rawinala ya, mbak. Mereka juga
kan melihat perkembangan anak-anak
di sekolah bagaimana, gitu.‖
3) Lingkungan rumah sakit
Pekerja sosial dapat mendampingi
para klien dan orang tua ke rumah sakit
apabila diperlukan. Sebagaimana
wawancara dengan pekerja sosial.
―...Jika orang tua ada kesulitan untuk
meyampaikan pertanyaan ke dokter
mata maka kita bantu pendampingan.
Biasanya kan dokter menjelaskan
sekenanya saja tidak mendetail, dan
orang tua cuma bisa iya-iya saja
dikarenakan mereka juga bingung apa
sih yang dijelaskan dokter.‖
Dengan begitu, orang tua yang
tidak memahami istilah-istilah kedokteran
seputar low vision, pekerja sosial akan
menyampaikan ulang dengan bahasa yang
mudah dimengerti sehingga orang tua tidak
hanya mengiyakan saja perkataan dokter.
Selain itu, LVC LAYAK juga
mengirimkan timnya ke rumah sakit seperti
94
RSCM dan RSUP Fatmawati, pekerja
sosial sendiri memiliki beberapa kontak
dokter mata dari masing-masing rumah
sakit tersebut.
4) Aspek Perbedaan
Berhadapan dengan banyak klien dari
latar belakang yang berbeda-beda tidak
menjadikan pekerja sosial bersikap
diskriminasi. Bagi pekerja sosial klien yang
datang ke LVC LAYAK mereka sama, sama-
sama memiliki masalah dan perlu dibantu.
c. Mengutip informasi tentang masalah klien dan
kebutuhannya
Untuk mempermudah pengutipan
informasi yang diperlukan terkait permasalahan
dan kebutuhan klien, pekerja sosial LVC LAYAK
sudah memiliki lembar kerjanya yaitu recording
form bagian Permasalahan dan Kebutuhan.
Sebagimana wawancara dengan pekerja sosial.
―Semua yang diceritakan klien itu informasi
bagi kita. Jadi selama mereka bercerita kita
mencatat poin penting dari cerita tersebut dan
nantinya kita buktikan ketika pemeriksaaan
apakah masalah yang diceritakan sesuai
dengan hasil pemeriksaan...‖
Lembar kerja tersebut berisikan poin-poin
yang berkaitan dengan masalah klien baik
95
berhubungan dengan penglihatan, aktivitas sehari-
hari, pekerjaan, dan cahaya.
Gambar 4. 2 Recording Form (permasalahan
dan kebutuhan)
d. Identifikasi kekuatan klien
Kekuatan klien yang dimaksud tidak hanya
datang dari kemampuan klien dalam menerima
rehabilitasi itu sendiri, melainkan bisa juga datang
dari keluarga, guru-guru di sekolah, dan rumah
96
sakit. Sebagaimana wawancara dengan pekerja
sosial.
―Kita menanyakan kemampuan orang tua dari
segi ekonomi apa pekerjaan mereka apakah
pegawai negeri atau swasta dari situlah kita
bisa memprediksikan bahwa apakah keluarga
mampu atau tidak kemudian latar pendidikan
orang tua...‖
1) Lingkungan keluarga
Dalam proses rehabilitasi klien, peran
keluarga terutama orang tua sangatlah penting.
Proses yang panjang dan menghabiskan
banyak waktu membuat orang tua harus
memiliki komitmen untuk mendampingi
anaknya sampai layanan yang diberikan
berakhir. Hasil observasi pada 6 Desember
2017, LVC LAYAK mengadakan kegiatan
pertemuan orang tua dan orang tua dari
Fasyah, Sekar Arum, serta Leli terlihat hadir
semua. Para orang tua datang menyempatkan
diri untuk mendapat informasi-informasi lebih
banyak mengenai low vision dan menjalin
hubungan dengan orang tua lain yang memiliki
masalah anak yang sama. Pekerja sosial pun
mengakui bahwa orang tua dari Fasyah, Sekar
Arum, dan Leli cukup aktif berkomunikasi
dengan lembaga. Dengan kata lain, mereka
benar-benar mendukung proses rehabilitasi
yang diterima sang anak.
97
2) Lingkungan sekolah
Tiga klien yang menjadi sumber
penelitian adalah seorang siswa-siswi sekolah
luar biasa. Seperti yang telah diketahui bahwa
pekerja sosial juga melihat situasi mereka di
sekolah guna mengetahui kesulitan apa yang
dihadapi dan menjalin hubungan kerja sama
dengan para guru. Pekerja sosial juga
memberikan lembar saran kepada pihak terkait
sebagai informasi kondisi klien.
Gambar 4. 3 Formulir Saran
98
3) Lingkungan rumah sakit
Tidak semua klien LVC LAYAK
datang dari keluarga yang berkecukupan,
sebagian datang dari mereka yang kurang
mampu. Untuk mengatasi hal tersebut, maka
pekerja sosial membantu mereka yang kurang
mampu secara ekonomi dengan berusaha
mengajukan keringanan biaya untuk
mendapatkan alat bantu optik kepada instansi
yang relevan seperti kementerian sosial. Bulan
November 2017, peneliti membantu pekerja
sosial memasukkan data klien yang akan
mendapatkan alat bantu optik dan mengecek
kelengkapan berkas persyaratan seperti KK,
KTP, dan SKTM.
e. Asesmen fungsional
Asesmen fungsional adalah pengkajian
fungsi penggunaan mata pada anak dalam
melakukan kegiatan sehari-hari, seperti membaca,
menulis, mengenali objek, dan berjalan. Tes ini
dapat dilakukan oleh pekerja sosial dengan cara
observasi dan wawancara baik dengan anak
maupun orang tua.
Asesmen fungsional meliputi penilaian
terhadap tajam penglihatan, lapang pandang,
99
kekontrasan, pencahayaan, persepsi warna,
sensitivitas terhadap cahaya, dan kemampuan
mobilitas. Hal tersebut diperkuat dengan hasil
observasi pada tanggal 14 November 2017,
pekerja sosial kedatangan klien anak dengan low
vision dari Bogor. Untuk mengasesmen fungsi
penglihatan klien, pekerja sosial membantu
refraksionis optisien agar klien dapat fokus pada
snellen chart (papan berisikan huruf dan angka)
dengan cara pekerja sosial menunjuk angka atau
huruf dari ukuran terbesar ke ukuran terkecil.
Selain snellen chart, pekerja sosial juga
menggunakan warna untuk mengasesmen
kekontrasan dengan cara meletakkan benda-benda
yang berbeda warna di lantai, lalu
menginstruksikan kepada klien untuk mengambil
benda-benda tersebut. Dalam memberikan
instruksi kepada klien, pekerja sosial
mengerjakannya dengan cara bermain. Warna
yang digunakan beragam dari warna tingkat
kekontrasan rendah hingga yang kontras tinggi
seperti warna putih yang selalu diikut sertakan
dalam pengetesan. Putih selalu digunakan untuk
mengetahui kekontrasan, apakah klien dapat
melihat benda warna putih tersebut atau tidak,
100
mengingat lantai kantor LVC LAYAK juga
berwarna putih.
Pekerja sosial juga melakukan asesmen
kemampuan penglihatan seperti kesadaran atau
perhatian terhadap benda sekitar, tracking
(mengikuti gerakan benda dengan mata atau
kepala), dan scanning (mencari satu benda dari
antara benda-benda di sekitar). Selama
melaksanakan asesmen, pekerja sosial
menjelaskan dengan bahasa yang sederhana,
mencatat kemampuan penglihatan klien dengan
lengkap, memperhatikan kondisi klien (lelah,
bosan, lapar, dan sakit), apabila klien tertarik pada
satu mainan maka mainan tersebut digunakan
untuk asesmen dan mencatat aktivitas yang
dilakukan klien, memberikan contoh kepada klien
yang tidak mengerti apa yang diperintahkan, dan
pekerja sosial selalu menjaga keakraban selama
asesmen berlangsung.
101
Gambar 4. 4 Recording form (luas penglihatan, kepekaan
kontras, penglihatan warna)
102
Gambar 4. 5 Recording form (kecepatan membaca dan
menulis)
3. Tahap Perencanaan (planning)
a. Bekerja dengan klien
Pada tahap ini, pekerja sosial mulai
merancang suatu rencana yang berdasarkan dari
hasil asesmen. Seperti yang telah disebutkan di
atas bahwa LVC LAYAK memiliki recording
form tersendiri, maka dari data yang telah tercatat
itulah yang nantinya akan dikembangkan menjadi
103
perencanaan. Penyusunan rencana juga melibatkan
klien karena bagaimana pun pekerja sosial dan
klien akan terbangun hubungan profesional.
Sebagaimana hasil wawancara dengan Lucia
Rusmiyati selaku pekerja sosial LVC LAYAK.
―Kita menjelaskan kepada mereka bahwa
kita tidak bisa bekerja sendiri artinya peran
orang tua dan keluarga juga penting untuk
proses rehabilitasi anak. Biasanya kita
jelaskan hasil asesmen kita kepada orang
tua hal-hal yang harus dilakukan di rumah
untuk latihan menggunakan alat bantu.‖
(Lucia Rusmiyati 2017b)
Hal serupa juga disampaikan oleh Cut
Sukma Murni, selaku orang tua dari klien bernama
Fasyah. Sebagaimana wawancara dengan orang
tua klien.
―Ya seperti yang saya sampaikan tadi,
mbak. Saya sebagai orang tuanya Fasyah
bersedia membantu proses rehabilitasi
demi kebaikan Fasyah.‖
Tidak hanya orang tua Fasyah, Susi selaku
orang tua dari Leli juga mengatakan hal yang
sama. Berikut ungkapan orang tua klien.
―Iya dong, mbak. Bagaimanapun juga kan
saya orang tuanya Leli pastinya saya
dilibatkan.‖
104
Hal senada juga diungkapkan oleh Astri
selaku orang tua dari Sekar Arum. Berikut
ungkapan orang tua klien.
―Iya mbak. Disampaikan kalau kita sebagai
orang tua juga harus terus mendampingi
anak. Kita harus tahu perkembangan
mereka hari ke hari.‖
b. Memprioritaskan masalah
Kedatangan klien ke pekerja sosial
pastinya mereka memiliki berbagai masalah yang
sebenarnya satu sama lain saling berkaitan, maka
sebagai pekerja sosial harus mampu
memprioritaskan masalah yang ada pada klien.
Sebagaimana wawancara dengan pekerja sosial.
―Biasanya kita dengar dulu kan hal-hal
yang mereka sampaikan baru nanti kita
lihat yang dikerjakan lebih dulu apa
misalnya sudah berobat atau belum karena
kalau belum berobat kita belum bisa
berikan penilaian gitu. Selanjutnya
melakukan pemeriksaan ke kita,
selanjutnya apa dan tahapannya apa nanti
kita kasih tahu...‖
Cut Sukma Murni menyampaikan ada
beberapa hal yang perlu dilakukan. Berikut
ungkapan dari orang tua klien.
―Saya waktu itu ditanya apakah Fasyah
menandai barang dengan rabaan atau
melihat seperti itu. Nah, setelah saya
105
perhatikan menurut saya Fasyah tidak
meraba, karena dia bisa melihat dan bisa
memilih.‖
Senada dengan orang tua Fasyah, Susi pun
mengungkapkan sebagai berikut.
―Iya. Saya ada ketemu dokter mata, ke
rumah sakit terus juga kan dikasih resep
kacamata.‖
Begitu pun dengan Astri menyampaikan
ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Berikut
ungkapan dari orang tua klien.
―Setelah operasi katarak, saya ceritakan
kalau Arum bisa jalan lebih percaya diri,
banyak yang dia lihat dan banyak yang dia
pegang. Saya juga disarankan untuk lihat
apa nih warna kesukaan Arum, gitu.‖
Dalam memprioritaskan masalah klien,
pekerja sosial dapat langsung mengisinya pada
lembar kerja recording form bagian Alat Bantu
yang Didapat dan Rekomendasi seperti pada
gambar 4.5 bersamaan pada saat asesmen
berlangsung.
c. Menerjemahkan masalah menjadi kebutuhan
Sebagai seorang yang berhadapan dengan
banyak klien dengan segala permasalahan yang
klien miliki, maka pekerja sosial dituntut untuk
mampu menerjemahkan masalah menjadi
106
kebutuhan. Sebagaimana wawancara dengan
pekerja sosial.
―Dalam menghadapi kasus-kasus dimana
kita bekerja misalnya seperti low vision
berarti kita telah mempelajari apa sih yang
dibutuhkan mereka untuk keluar dari
masalah dan menjadikan mereka mandiri.
Misalnya mereka membutuhkan
pemeriksaan klinis, selain itu juga kita
harus memikirkan dampak psikologisnya
sosialnya. Kita juga menginformasikan
tentang luas pandang yang mereka miliki.‖
Proses menerjemahkan masalah menjadi
kebutuhan sudah terlihat pada tahap asesmen saat
pekerja sosial mengisi lembar recording form
bagian Permasalahan dan Kebutuhan dimana
lembar tersebut berisikan kendala-kendala klien
dalam beraktivitas dan masalah penglihatan,
kemudian dilanjut dengan bagian rekomendasi
yang ada di bagian akhir recording form. Contoh
permasalahan yang sering dihadapi klien yaitu
kepekaan kontras. Apabila klien tidak mampu
melihat benda berwarna yang berkontras rendah,
maka pekerja sosial akan merekomendasikan
kepada orang tua agar mengganti peralatan makan
dengan warna-warna yang mencolok.
d. Evaluasi tahapan intervensi— memilih strategi
Dikarenakan ketiga klien yang ada dalam
penelitian ini adalah murid sekolah luar biasa,
membuat pekerja sosial melibatkan pihak sekolah
107
agar proses rehabilitasi dilakukan secara
menyeluruh hingga ke bidang pendidikan. Namun,
pekerja sosial tetap menitikberatkan tugas tersebut
pada orang tua, apakah mereka mampu
menginformasikan kebutuhan anaknya di kelas
atau tidak. Jika tidak, maka pekerja sosial akan
membantu mengadvokasi ke sekolah.
Sebagaimana wawancara dengan pekerja sosial.
―Iya memang terkadang apa yang kita
rencanakan tidak selalu terlaksana dengan
baik maka dari itu dalam perencanaan kita
mempunyai strategi. Seperti kita lihat
terkadang ada orang tua yang kooperatif
dan kita lihat kalau orang tuanya mampu
untuk berkomunikasi dengan pihak sekolah
kita gak perlu. Kita memberi tahu ini lho
mah anaknya seperti ini nanti di kelasnya
harus gimana, nah apakah orang tua yang
menyampaikan atau kami yang harus
datang ke sekolah.‖
Sebagai orang tua dari Fasyah, Cut Sukma
Murni menyampaikan bahwa dia tidak ada
kesulitan dalam berkomunikasi kepada pihak
sekolah. Berikut ungkapan dari orang tua klien.
―Enggak, mbak. Waktu ada pemeriksaan di
Rawinala, Fasyah kan dipanggil untuk
pemeriksaan jadi mungkin sekolah yang
merekomendasikan Fasyah.‖
108
Senada dengan Cut Sukma Murni, Susi
juga mengakui tidak mengalami kesulitan. Berikut
ungkapan orang tua klien.
―Enggak sih ya, mbak. Saya kan waktu di
RSCM disarankan Leli untuk sekolah lebih
dini nah dari sana saya diberi tahu sekolah
Rawinala dan Rawinala juga kan kerja
sama dengan LAYAK.‖
Begitu pun dengan Astri orang tua dari
klien Sekar Arum. Berikut ungkapan orang tua
klien.
―Karena ketemunya di Rawinala jadi tanpa
saya menyampaikan ke sekolah yaa
menurut saya sekolah pasti tahu kalau
Arum itu low vision.‖
Hasil observasi peneliti selama di LVC
LAYAK, tidak terlihat adanya lembar kerja
khusus untuk evaluasi tiap tahapan intervensi dan
pekerja sosial juga tidak memiliki lembar kerja
untuk perencanaan secara tersendiri.
e. Menentukan target
Proses intervensi yang dilakukan oleh
pekerja sosial untuk klien pasti memiliki satu
target agar adanya kesepakatan antara kedua belah
pihak atas apa yang ingin dicapai. Sebagaimana
wawancara dengan pekerja sosial.
―Target dari intervensi yang kita lakukan
bersama orang tua yaa umumnya target
109
kita itu bagaimana dia (anak) mengikuti
pelajaran di kelas dengan baik seperti anak
lainnya. Untuk jarak jauhnya jarak
dekatnya kalau pun pakai alat bantu apa
dia menggunakan alat bantunya dengan
baik apakah alat bantu itu benar-benar
menolong dia dan yang biasanya dibantu
teman, dia jadi mandiri.‖
Cut Sukma Murni sebagai orang tua
memiliki harapan terhadap anaknya yang sedang
menjalani rehabilitasi di LVC LAYAK. Berikut
ungkapan orang tua.
―Harapan saya banyak sekali, mbak hehe.
Yang pasti saya harap Fasyah bisa jadi
anak mandiri nantinya. Saya juga kan gak
tahu apakah Fasyah melihat jelas atau
tidak, gitu.‖
Hal serupa disampaikan pula oleh Susi
orang tua dari Leli. Berikut ungkapan orang tua
klien.
―Iya. Minimal komunikasi ke depannya
gimana, belajarnya gimana itu yang utama.
Dulu saya ngebayangin duh ini
perkembangannya gimana ya, nanti
sekolahnya seperti apa terus nanti
komunikasinya bagaimana.‖
Begitu pun Astri orang tua dari Sekar
Arum. Berikut ungkapan orang tua.
―Saya ingin Arum jadi anak yang mandiri.
Namanya umur kita kan gak tahu, mbak.
110
Saya belum tentu bisa sama-sama terus
hehe.‖
Tidak ada target khusus dari masing-
masing intervensi yang diberikan kepada klien,
namun semua target intervensi yang dilakukan
pekerja sosial sama dengan tujuan lembaga yaitu
meningkatkan akses layanan low vision yang
komprehensif, mengembangkan layanan low
vision yang terintegrasi di layanan rumah sakit,
pendidikan dan masyarakat.
f. Spesifikasi tujuan
Untuk mencapai target, maka pekerja
sosial dan klien harus mengetahui apa yang perlu
dilakukan seperti memberitahukan siapa yang
melakukan, apa yang dilakukan, kapan dan
bagaimana melakukannya kepada klien.
Sebagaimana wawancara dengan pekerja sosial.
―Iya kita menjelaskan siapa saja yang
terlibat dalam proses ini selain keluarga
kita juga jelaskan ke pihak sekolah... anak
sudah diberi alat bantu tetapi tidak
digunakan saat di kelas... kita datang ke
sekolahnya beri tahu gurunya tentang
permasalahan dia...‖
Cut Sukma Murni mengungkapkan kalau
Fasyah masih tahap pemeriksaan. Berikut
ungkapan dari orang tua klien.
―Kalau Fasyah sih, mbak, masih dalam
tahap seperti observasi apa ya istilahnya
111
kayak itu tadi Fasyah masih diperiksa
penglihatannya, tapi memang ada beberapa
hal yang disarankan ke saya agar
perkembangan Fasyah semakin baik.‖
Sementara itu, Susi mengungkapkan
bahwa dia diberitahukan pekerja sosial terkait hal-
hal apa yang harus dilakukan terhadap Leli.
Berikut ungkapan orang tua klien.
―Iya iya dijelaskan. Karena kan itu tadi biar
saya tahu gimana ya jika berhadapan anak
seperti ini.‖
Hal serupa juga disampaikan oleh Astri,
dia mengungkapkan kalau saat itu dijelaskan
bagaimana cara untuk mengetahui warna apa yang
disukai Arum. Berikut ungkapan dari orang tua
klien.
―Ya itu tadi mbak, disarankan Arum
sukanya warna apa. Caranya kita kasih
beberapa alat makan warna-warni, nanti
perhatikan mana yang dia suka kalau sudah
diteliti baru kita beli. Arum sukanya warna
merah.‖
Hasil observasi pada tanggal 14 November
2017, pekerja sosial kedatangan klien anak dengan
low vision dari Bogor. Dikarenakan anak tersebut
kesulitan dalam membaca tulisan pada buku, maka
pekerja sosial mengajarkannya menggunakan alat
bantu sebuah stand magnifier untuk membaca.
Selain alat bantu stand magnifier, pekerja sosial
112
juga mengajarkan penggunaan CCTV (alat bantu
elektronik) seperti cara menghidupkan dan
mematikan, mengisi daya alat tersebut, dan
disampaikan pula untuk tidak memainkan alat
bantu. Tidak lupa juga pekerja sosial
mengingatkan kepada orang tua bahwa alat bantu
hanya dipakai untuk keperluan belajar. Alasan
pekerja sosial mengajukan dua alat bantu
bertujuan untuk mengetes alat bantu mana yang
dapat digunakan dengan mudah oleh anak.
g. Meresmikan kontrak
Langkah terakhir tahap perencanaan adalah
meresmikan kontrak. Kontrak merupakan
kesepakatan antara klien dan pekerja sosial tentang
apa yang akan terjadi dalam proses intervensi.
Sebagaimana wawancara dengan pekerja sosial.
―Kalau kontrak biasanya kita sih di awal.
Kita kan sambil beritahu mereka bahwa
bantuan ini tidak cukup sekali atau dua kali
datang saja. Kontrak tertulis tidak ada, kita
hanya memberikan informasi dan
komitmen kepada klien tentang alur
pelayanan yang perlu mereka ikuti secara
bertahap, sehingga hasil pelayanan yang
diberikan bisa maksimal.‖
Cut Sukma Murni orang tua dari Fasyah
mengakui tidak adanya penandatangan kontrak
secara tertulis. Berikut ungkapan orang tua klien.
―Gak ada ya, mbak.‖
113
Susi orang tua dari Leli pun mengatakan
hal yang sama. Berikut ungkapan orang tua klien.
―Seingetku gak ada sih.‖
Begitu pun dengan Astri orang tua dari
Sekar Arum Berikut ungkapan orang tua klien.
―Gak ada deh kayaknya, iya gak ada.‖
Sesuai dari hasil wawancara dengan
pekerja sosial dan orang tua klien terlihat LVC
LAYAK tidak memiliki lembar kerja khusus untuk
kontrak, mereka hanya memberikan informasi dan
komitmen kepada klien ketika awal pertemuan.
4. Tahap Pelaksanaan (implementation)
a. Ikuti rencana kerja
Pekerja sosial membantu klien
melaksanakan apa yang telah direncanakan.
Sebagaimana hasil wawancara dengan Lucia
Rusmiyati selaku pekerja sosial LVC LAYAK.
―Kita melatih klien dalam menggunakan
alat bantu optik maupun nonoptik. Jika
diperlukan kita juga akan memberi
pengertian kepada guru dan temannya di
sekolah kalau anak ini menggunakan alat
bantu untuk belajar dan jangan dijadikan
mainan.‖(Lucia Rusmiyati 2017b)
Cut Sukma Murni mengungkapkan bahwa
pekerja sosial membantunya agar Fasyah tetap
114
mau memakai alat bantu dalam aktivitas sehari-
hari. Berikut ungkapan dari orang tua klien.
―Iya, mbak. Kan namanya anak kadang gak
betah, gitu.‖
Senada dengan orang tua Fasyah, Susi pun
menyampaikan hal serupa. Berikut ungkapan dari
orang tua klien.
―Iya, mbak. Dikasih tahu terus biar alat
bantunya dipakai.‖
Begitu pun dengan Astri. Berikut ungkpan
dari orang tua klien.
―Ya, mbak. Selalu diingatkan biar anak
pakai kaca mata terus‖
b. Memantau kemajuan
Pekerja sosial selalu memantau kemajuan
apa saja yang dicapai klien agar memudahkan
untuk memberi penilaian. Berikut pernyataan
pekerja sosial.
―Kan kita udah ada jadwalnya, nanti kita
ketemu. Misalnya kita tatap muka kadang
tiga bulan kita tanya apakah alat bantunya
membantu tidak. Terus kalau misalnya dia
naik kelas, misalnya dia SD kan tulisan
masih besar-besar ya kita gatau kalo dia
sudah naik kelas 5 atau 6 itu kita lihat lagi,
dia bermasalah atau tidak.‖
Adanya kerja sama antara LVC LAYAK
dengan sekolah klien memudahkan pekerja sosial
115
untuk memantau kemajuan yang dicapai klien. Hal
tersebut juga memudahkan Cut Sukma Murni
selaku orang tua klien. Berikut ungkapan dari
orang tua klien.
―Iya, mbak. Paling sih ketemu di sekolah
karena kan LAYAK lumayan sering ke
sekolah juga.‖
Susi orang tua dari Leli juga
mengungkapkan bahwa dengan adanya kerjasama
antara sekolah dengan LVC LAYAK
memudahkan untuk berkoordinasi.
―Iya. Lagian kan ini sama Rawinala kerja
sama tuh, jadi kalau saya ada perlu atau
nanya-nanya paling saya ketemunya di
Rawinala.‖
Senada dengan Susi, Astri orang tua dari
Sekar Arum juga menyampaikan bahwa dia sering
bertemu LVC LAYAK di Rawinala.
―Iya, mbak. Kalau saya gak sempat ke sini,
saya ketemunya di sekolah, mbak. Bahas-
bahas Arum, gitu‖
Memantau kemajuan klien dapat dilakukan
pekerja sosial dengan cara menelepon klien atau
berkunjung ke sekolah dan berkoordinasi dengan
para guru wali kelas.
116
c. Revisi rencana (jika dibutuhkan)
Dalam melaksanakan intervensi, memang
ada beberapa hal yang tidak sesuai rencana, hal
tersebut membuat pekerja sosial segera membuat
perencanaan yang baru agar intervensi tetap
berjalan baik. Berikut hasil wawancara dengan
pekerja sosial.
―Untuk merevisi planning kita kan ada
jadwal pertemuan yang bisa dibilang juga
perencanaan secara tidak langsung. Kita
langsung menjadwalkan ulang apabila
klien tidak bisa hadir. Jadi revisi planning
itu langsung. Misalnya klien tidak bisa
kegiatan hari ini, pasti kita merencanakan
lagi kapan bertemu mereka, untuk apa
kegiatannya dijelaskan.‖
Cut Sukma Murni mengungkapkan bahwa
dirinya pernah mengatur ulang jadwal pertemuan.
Berikut ungkapan orang tua dari klien.
―Iya, pernah. Waktu itu Fasyah sakit.‖
Hal serupa juga dikatakan oleh Susi.
Berikut ungkapan orang tua dari klien
―Ya, pernah. Karena ada urusan lain.‖
Begitu pun dengan Astri yang sempat
beberapa kali mengatur ulang jadwal pertemuan.
Berikut ungkapan orang tua dari klien.
―Pernah, mbak. Ada beberapa kali.‖
117
Pekerja sosial memiliki lembar kerja yang
disebut jadwal pertemuan. Lembar kerja tersebut
dapat digunakan sebagai perencanaan dan
implementasi secara bersamaan karena berisikan
kolom rencana tanggal-tanggal kegiatan dan
kolom keterangan yang nantinya diisi dengan
keterangan apakah kegiatan tersebut terlaksana
atau tidak. Jika tidak, maka pekerja sosial segera
membuat jadwal pertemuan berikutnya.
d. Menjalani seluruh rencana
Setelah memiliki jadwal pertemuan yang
baru dengan klien untuk kegiatan rehabilitasi
selanjutnya, maka pekerja sosial akan
melaksanakan kegiatan tersebut bersama dengan
tim LVC LAYAK. Sebagaimana hasil wawancara
dengan Lucia Rusmiyati selaku pekerja sosial
LVC LAYAK.
―Kalau sudah terjadwal dan klien
mengkonfirmasi bahwa bisa hadir di
pertemuan berikutnya ya kita lakukan itu.‖
Setelah ada perubahan jadwal pertemuan,
maka orang tua dari masing-masing klien akan
memenuhinya. Berikut ungkapan dari Cut Sukma
Murni.
―Iya datang, mbak. Kan sudah dikasih tahu
jadwal berikutnya.‖
118
Sama halnya dengan Susi. Berikut
ungkapan dari orang tua klien.
―Iya, aku datang. Karena bu Luci biasanya
langsung kasih jadwal selanjutnya.‖
Begitu pun dengan Astri. Berikut ungkapan
ungkapan dari orang tua klien.
―Ya, saya tetap datang, mbak.‖
Gambar 4. 6 Lembar Jadwal Pertemuan
119
Gambar 4. 7 Jadwal Pertemuan Klien
Fasyah
Gambar 4. 8 Jadwal Pertemuan Klien
Leli
120
Gambar 4. 9 Jadwal Pertemuan Klien Sekar
5. Tahap Evaluasi (evaluation)
Pekerja sosial LVC LAYAK selalu
mengevaluasi tiap klien yang ditangani. Evaluasi
bertujuan untuk mengetahui perkembangan atau
kemajuan yang dilakukan klien selama proses
intervensi. Dalam melakukan evaluasi, pekerja sosial
memiliki lembar kerja tersendiri. Sebagaimana hasil
wawancara dengan Lucia Rusmiyati selaku pekerja
sosial LVC LAYAK.
―Evaluasi dilakukan berkala ya mulai tiga
bulan sekali, enam bulan sampai satu tahun.
Kita lihat kemajuan klien apakah alat bantunya
dipakai atau tidak, bagaimana dia di sekolah
apakah alat bantunya dipakai saat belajar dan
apakah ada kesulitan...‖(Lucia Rusmiyati
2017b)
Pada tahap evaluasi pekerja sosial juga
dapat melihat apakah kondisi klien perlu
121
diasesmen ulang atau mungkin diterminasi karena
kehilangan kontak dengan klien. Berikut hasil
wawancara dengan pekerja sosial.
―Yaa apabila sudah dijadwalkan, kita
telepon susah, klien alamatnya juga pindah
dan akhirnya kita sudah tidak tahu
informasi, kita juga konfirmasi ke
sekolahnya juga sudah tidak bersekolah
disitu ya sudah terminasi itu kita lakukan.
Tetapi bila satu waktu dia mengubungi kita
lagi kalau ada kebutuhan kenapa tidak.‖
Gambar 4. 10 Lembar Evaluasi
122
Karena LVC LAYAK menangani satu
kasus yaitu anak dengan low vision, maka lembar
kerja evaluasinya membandingkan kondisi klien
sebelum dan sesudah direhabilitasi. Seperti
kepatuhan dalam menggunakan kacamata,
kemampuan membaca dan menulis.
6. Tahap Penghentian (termination)
Terminasi adalah akhir dari hubungan
profesional antara pekerja sosial dan klien. Ada
beberapa hal yang dilakukan oleh pekerja sosial dalam
terminasi yaitu.
a. Memutuskan kapan hubungan profesional pekerja
sosial dan klien berakhir
Terminasi bisa saja datang dari keinginan
klien itu sendiri. Sebagaimana wawancara dengan
Lucia Rusmiyati selaku pekerja sosial LVC
LAYAK.
―Terminasi bisa jadi karena mereka merasa
tidak perlu lagi, biasanya mereka menelpon
bilang bu saya sudah bisa nanganin jadi
kita tidak perlu bantuan lagi ya sudah kita
terminasi karena itu kan pilihan mereka.
Kita tetap konfirmasi apa yang jadi itu
tidak bermasalah, ini saya sudah bisa itu
sudah bisa, anak saya udah gak masalah
kok bu. Tetapi nanti kalo misalnya ada
masalah atau kebutuhan silakan hubungi
kami.‖(Lucia Rusmiyati 2017b)
123
Terminasi yang dilakukan LVC LAYAK
tidak direncanakan atau dijadwalkan sejak awal
memulai hubungan profesional antara pekerja
sosial dan klien, melainkan terminasi terjadi
dikarenakan keinginan klien yang sudah merasa
mampu dan klien yang apabila dijadwalkan tidak
ada kabar sehingga membuat pekerja sosial
kesulitan untuk menjalankan intervensi.
b. Mengevaluasi pencapaian tujuan
Pekerja sosial juga melakukan evaluasi
terhadap pencapaian atau keberhasilan klien
selama rehabilitasi berlangsung. Sebagaimana
wawancara dengan Lucia Rusmiyati selaku
pekerja sosial LVC LAYAK.
―Melakukan tes kemampuan penglihatan
klien secara berkala dan informasi yang
diberikan klien berkaitan dengan aktivitas
sehari-harinya dalam penggunaan
penglihatan yang didukung dengan alat
bantu.‖
Pekerja sosial melakukan beberapa tes lagi
untuk memastikan bahwa klien sudah cukup
mampu untuk mandiri.
c. Mempertahankan dan melanjutkan kemajuan yang
telah dicapai klien
Pekerja sosial memberikan beberapa saran
kepada klien agar apa yang telah dicapai dapat
124
dipertahankan. Sebagaimana wawancara dengan
Lucia Rusmiyati selaku pekerja sosial LVC
LAYAK.
―Memberi saran pada anak dan orang tua
supaya alat bantu penglihatannya
digunakan untuk aktivitas sehari-hari
sesuai dengan kebutuhannya.‖
d. Mengatasi reaksi emosional antara pekerja sosial
dan klien
Pekerja sosial juga memberikan dukungan
kepada klien pada saat mereka menyampaikan
reaksi emosional seperti rasa sedih karena berpisah
atau rasa terimakasih. Sebagaimana wawancara
dengan Lucia Rusmiyati selaku pekerja sosial
LVC LAYAK.
―Sikap memberikan dukungan bagi klien
untuk memaksimalkan penglihatannya
dengan alat bantu yang digunakan dalam
aktivitas mereka.‖
e. Membuat arahan yang tepat
Pekerja sosial juga memberikan rujukan
kepada instansi terkait untuk pemecahan masalah
klien apabila ada yang dibutuhkan diluar LVC
LAYAK.
―Memberikan surat rujukan dan
menginformasikan kepada lembaga atau
instansi yang dituju mengenai kondisi klien
serta kebutuhannya dirujuk.‖
125
7. Tahap tindak lanjut (follow-up)
Pekerja sosial melakukan tugas tindak lanjut
secara berkala dengan cara menelepon klien atau
menjadwalkan pertemuan. Sebagaimana hasil
wawancara dengan Lucia Rusmiyati selaku pekerja
sosial LVC LAYAK.
―Kita tanyakan perkembangan mereka atau
tindak lanjut ya lewat telepon. Selain itu
kita kan juga ada pertemuan yang
dilakukan beberapa bulan sekali.‖ (Lucia
Rusmiyati 2017b)
Melakukan tindak lanjut tidak selamanya
berjalan lancar, pekerja sosial menemui kesulitan-
kesulitan dalam menghubungi klien, namun tetap
berusaha dalam menghadapi kesulitan tersebut.
Berikut pernyataan pekerja sosial.
―Kita akan terus cari cara agar tahu
perkembangan mereka. Seperti misalnya
apabila orang tua sulit dihubungi karena
nomor teleponnya tidak aktif, kita coba ke
sekolah anaknya dan bertemu dengan guru.
Kalau ke sekolahnya juga sulit ditemui,
kita melakukan kunjungan ke rumah
klien.‖
Pekerja sosial hanya melakukan tindak
lanjut kepada penyandang low vision yang masih
dalam proses rehabilitasi yang diberikan LVC
LAYAK dan biasa dilakukan pada saat memantau
kemajuan klien. Bagi mereka yang sudah
diterminasi atau tidak lagi menjadi klien, LVC
126
LAYAK tidak melakukan tindak lanjut. Berikut
pernyataan pekerja sosial.
―Enggak, kita hanya memfollow-up mereka
yang masih menjadi klien. kalau sudah
terminasi kita tidak lakukan.‖
Hasil observasi pada bulan November
2017, peneliti membantu pekerja sosial
mengumpulkan berkas klien yang akan ditindak
lanjut melalui telepon. Setelah berkas terkumpul,
pekerja sosial mulai menelepon satu per satu klien
dan tidak semua klien dapat dihubungi dengan
beragam alasan seperti nomor telepon yang salah
dan nomor telepon sudah tidak aktif.
127
BAB V
ANALISIS HASIL TEMUAN
Bab ini berisi analisis hasil temuan peneliti tentang
penanganan anak dengan low vision dalam perspektif
generalist intervention model di Layanan Low Vision Center
LAYAK.
A. Tahap Keterlibatan (engagement)
Pada tahap engagement, pekerja sosial LVC
LAYAK telah melakukan langkah-langkah yang sesuai
dengan teori yang tercantum dalam bab II. Berikut
masing-masing kesesuaian langkah yang dilakukan
pekerja sosial.
1. Menyambut klien untuk mendorong mereka agar
mau berbicara dengan pekerja sosial
Sebagaimana hasil temuan di bab IV
halaman 77, pekerja sosial menyambut klien
dengan cara bertanya nama, perjalanan menuju
LAYAK, hingga mengajak bermain yang
bertujuan agar klien mau berbicara, hal tersebut
telah sesuai dengan teori di bab II halaman 34.
2. Memperlihatkan keterampilan yang efektif dalam
mengkomunikasikan bahwa pekerja sosial tertarik
pada situasi klien
128
Sebagaimana hasil temuan di bab IV
halaman 79, pekerja sosial mendengarkan dengan
antusias apa saja permasalahan yang disampaikan
klien dan juga menunjukkan komunikasi
nonverbal dengan cara memberi sentuhan di
pundak klien bermaksud untuk menyemangati
yang bertujuan agar klien merasakan bahwa
pekerja sosial tertarik dengannya, hal tersebut
telah sesuai dengan teori di bab II halaman 35.
3. Mendiskusikan pelayanan agensi dan harapan
klien
Sebagaimana hasil temuan di bab IV
halaman 81, pekerja sosial menjelaskan tentang
layanan yang diberikan LVC LAYAK kepada
klien mulai dari apa saja yang dapat dibantu,
menjelaskan cara kerja lembaga, dan
menginformasikan layanan seperti apa yang akan
diberikan yang bertujuan agar klien mengetahui
sistem lembaga dan bersiap diri untuk
penyesuaian, hal tersebut sesuai dengan bab II
halaman 35.
4. Memutuskan apakah agensi dan pekerja sosial
dapat membantu
Sebagaimana hasil temuan di bab IV
halaman 83, pekerja sosial melakukan
pemeriksaan terlebih dahulu terhadap klien
sebelum memutuskan apakah LVC LAYAK bisa
129
memberikan bantuan atau tidak yang bertujuan
agar klien mengetahui apakah mereka memenuhi
kriteria atau tidak, hal tersebut sesuai dengan bab
II halaman 35.
5. Menawarkan pelayanan agensi dan pekerja sosial
kepada klien
Sebagaimana hasil temuan di bab IV
halaman 84, pekerja sosial mengembalikan kepada
klien apakah mereka mau menerima bantuan dan
bersedia berkomitmen kepada lembaga atau tidak
tanpa adanya paksaan, hal tersebut sesuai dengan
bab II halaman 36.
6. Berorientasi pada klien untuk membangun
hubungan
Sebagaimana hasil temuan di bab IV
halaman 85, pekerja sosial menjelaskan kepada
klien adanya hubungan kerja sama antara klien
dengan lembaga karena bagaimanapun juga
dukungan baik dari klien sendiri maupun
keluarganya akan berpengaruh dalam proses
pemberian bantuan, hal tersebut sesuai dengan bab
II halaman 36.
7. Melengkapi dokumen yang dibutuhkan
Sebagaimana hasil temuan di bab IV
halaman 87, pekerja sosial memerlukan catatan
medis klien dari dokter mata yang bertujuan agar
pekerja sosial dapat melengkapi ketentuan
130
dokumen yang dibutuhkan, hal tersebut sesuai
dengan bab II halaman 36.
B. Tahap Penilaian (assessment)
Pada tahap asesmen, pekerja sosial LVC LAYAK
telah melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan
teori yang tercantum dalam bab II dan memiliki tambahan
model asesmen versi lembaga yaitu asesmen fungsional.
Berikut kesesuaian langkah dan model asesmen tersendiri
yang dilakukan oleh pekerja sosial.
1. Identifikasi klien
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
88, pekerja sosial melakukan identifikasi terhadap
klien mulai dari aktivitas sehari-hari seperti interaksi
dengan keluarga, kegiatan sekolah, hingga kegiatan
klien bersama temannya yang bertujuan agar pekerja
sosial mengetahui lingkungan sekitar klien, hal
tersebut sesuai dengan bab II halaman 37.
2. Asesmen situasi klien dari beberapa perspektif
a) Aspek mikro
Sebagaimana hasil temuan di bab IV
halaman 92, pekerja sosial mengeksplorasi
keluarga klien dengan cara menanyakan
pemahaman mereka terhadap permasalahan low
vision yang bertujuan agar pekerja sosial
mengetahui apakah keluarga klien tahu
bagaimana cara berhadapan dengan penyandang
131
low vision, hal tersebut sesuai dengan bab II
halaman 38.
b) Aspek Meso
Sebagaimana hasil temuan di bab IV
halaman 93, pekerja sosial melakukan pencarian
informasi hingga mengunjungi sekolah klien
yang bertujuan agar pekerja sosial mengetahui
apakah lingkungan sekolah akan berpengaruh
terhadap intervensi, hal tersebut sesuai dengan
bab II halaman 38.
c) Aspek Makro
Sebagaimana hasil temuan di bab IV
halaman 94, pekerja sosial juga mendampingi
klien ke rumah sakit apabila klien kesulitan
untuk memahami hal-hal yang diinformasikan
oleh dokter yang bertujuan agar klien dapat
bertanya kembali dan tidak hanya mengiyakan
pertkataan dokter, hal tersebut sesuai dengan bab
II halaman 39.
d) Aspek Perbedaan
Sebagaimana hasil temuan di bab IV
halaman 95, pekerja sosial banyak berhadapan
dengan beragam klien namun tidak membuat
pekerja sosial melakukan tindak diskriminatif,
hal tersebut sesuai dengan bab II halaman 39.
132
3. Mengutip informasi tentang masalah klien dan
kebutuhannya
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
95, pekerja sosial telah memiliki lembar kerja
tersendiri yang disebut recording form bagian
Permasalahan dan Kebutuhan yang bertujuan
memudahkan pekerja sosial dalam mengutip
informasi penting dari klien, hal tersebut sesuai
dengan bab II halaman 40.
4. Identifikasi kekuatan klien
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
97, pekerja sosial mengidentifikasi kekuatan yang
dimiliki klien mulai dari lingkungan keluarga,
sekolah, dan rumah sakit yang bertujuan agar pekerja
sosial mengetahui kondisi lingkungan klien yang
nantinya akan berdampak pada proses intervensi, hal
tersebut sesuai dengan bab II halaman 40.
5. Asesmen Fungsional
Dalam GIM, langkah asesmen hanya sampai
pada identifikasi kekuatan klien, sedangkan LVC
LAYAK memiliki tambahan asesmen yaitu asesmen
fungsional. Asesmen ini bertujuan untuk mengetahui
fungsi penggunaan mata pada klien dalam melakukan
kegiatan sehari-hari. Sebagaimana hasil temuan di
bab IV halaman 99, pekerja sosial melakukan
rangkaian tes seperti tracking dan scanning kepada
klien.
133
C. Tahap Perencanaan (planning)
Pada tahap perencanaan, pekerja sosial LVC
LAYAK melakukan langkah-langkah agak berbeda dari
teori yang tercantum dalam bab II karena LVC LAYAK
memiliki gaya tersendiri dalam melakukan perencanaan,
namun tidak mengurangi keterampilan pekerja sosial
dalam membantu pemecahan masalah klien. Berikut
langkah-langkah yang dilakukan pekerja sosial dalam
tahap perencanaan.
1. Bekerja dengan klien
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
103, pekerja sosial mengajak orang tua klien untuk
ikut dalam merencanakan proses rehabilitasi dimulai
dengan menjelaskan peran orang tua dan keluarga ke
depannya yang bertujuan agar pekerja sosial dan
orang tua klien dapat bertukar informasi mengenai
perkembangan klien, hal tersebut sesuai dengan bab
II halaman 42.
2. Memprioritaskan masalah
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
105, pekerja sosial mengisi lembar kerja recording
form bagian ―Alat Bantu yang Didapat‖ dan
―Rekomendasi‖ yang bertujuan untuk
memberitahukan kepada klien hal-hal yang perlu
dilakukan terlebih dahulu. Langkah ini telah
dilakukan pada saat asesmen berlangsung, namun hal
tersebut tidak bertentangan karena langkah
134
memprioritaskan masalah tetap dilakukan oleh
pekerja sosial sehingga sesuai dengan bab II halaman
42.
3. Menerjemahkan masalah menjadi kebutuhan
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
106, pekerja sosial melakukan proses menerjemahkan
masalah menjadi kebutuhan dengan cara mengisi
lembar recording form bagian ―Permasalahan dan
Kebutuhan‖, kemudian dilanjut ke bagian
―Rekomendasi‖ yang bertujuan agar pekerja sosial
dapat memberikan apa yang dibutuhkan klien dalam
menghadapi masalah. Langkah ini telah dilakukan
pekerja sosial pada saat asesmen berlangsung, namun
hal tersebut tidak bertentangan karena langkah
memprioritaskan masalah tetap dilakukan oleh
pekerja sosial sehingga sesuai bab II dengan halaman
42.
4. Evaluasi tahapan intervensi – memilih strategi
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
107, pekerja sosial meminta orang tua klien untuk
menyampaikan apa yang dibutuhkan klien kepada
guru di sekolah yang bertujuan agar proses
rehabilitasi berjalan secara komprehensif. Langkah
ini telah dilakukan pekerja sosial, namun lembar
kerja khusus yang berisikan alternatif strategi rencana
intervensi belum ada sehingga hal tersebut kurang
sesuai dengan bab II halaman 42.
135
5. Menentukan target
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
109, pekerja sosial memiliki target yang sama dengan
tujuan lembaga yang bertujuan agar pekerja sosial
dan klien menyepakati apa yang ingin mereka capai
dari proses rehabilitasi, hal tersebut sesuai dengan
bab II halaman 43.
6. Spesifikasi tujuan
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
111, pekerja sosial memberitahukan baik kepada
klien maupun keluarganya mengenai apa yang harus
dilakukan yang bertujuan agar klien dapat mencapai
target dari proses rehabilitasi, hal tersebut sesuai
dengan bab II halaman 44.
7. Meresmikan kontrak
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
113, pekerja sosial menyatakan tidak adanya kontrak
secara tertulis melainkan hanya memberikan
informasi dan komitmen kepada klien, hal tersebut
kurang sesuai dengan bab II halaman 44.
D. Tahap Pelaksanaan (implementation)
Pada tahap pelaksanaan, pekerja sosial melakukan
langkah-langkah yang sesuai dengan teori yang tercantum
dalam bab II. Berikut masing-masing kesesuaian langkah
yang dilakukan pekerja sosial.
136
1. Ikuti rencana kerja
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
114, pekerja sosial melaksanakan rencana kerja yang
telah dibuat sebelumnya seperti membantu klien
menggunakan alat bantu dalam aktivitas sehari-hari,
hal tersebut sesuai dengan bab II halaman 46.
2. Memantau kemajuan
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
115, pekerja sosial memantau kemajuan klien dengan
cara tatap muka, menelepon, dan berkunjung ke
sekolah yang bertujuan agar pekerja sosial
mengetahui kemajuan atau hambatan yang dihadapi
klien, hal tersebut sesuai dengan bab II halaman 46.
3. Revisi rencana (jika dibutuhkan)
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
118, pekerja sosial dapat membuat perubahan
rencana apabila terjadi hambatan di tengah
pelaksanaan yang bertjuan agar pemberian layanan
tetap berjalan lancar, hal tersebut sesuai dengan bab
II halaman 46.
4. Menjalani seluruh rencana
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
118, pekerja sosial melaksanakan seluruh rencana
kerjanya bersama tim LVC LAYAK, hal tersebut
sesuai dengan bab II halaman 46.
137
E. Tahap Evaluasi (evaluation)
Sebagaimana pemaparan di bab II halaman 48,
dalam GIM memiliki beberapa model evaluasi yaitu
single-subject designs, goal-attainment scaling, task-
achievement scaling, dan client satification
questionnaries. Sedangkan pekerja sosial di LVC
LAYAK memiliki lembar kerja evaluasi tersendiri yang
berisikan perbandingan kondisi klien sebelum dan
sesudah mendapatkan rehabilitasi (lihat bab IV halaman
122). Metode evaluasi ini dapat dikategorikan sebagai
single-subject designs karena metode ini digunakan untuk
satu kasus dan melihat apakah intervensi berhasil atau
tidak.
F. Tahap Penghentian (termination)
Pada tahap penghentian, pekerja sosial melakukan
langkah-langkah yang sesuai dengan teori yang tercantum
dalam bab II. Berikut masing-masing kesesuaian langkah
yang dilakukan pekerja sosial.
1. Memutuskan kapan hubungan profesional pekerja
sosial dan klien berakhir
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
124, apabila klien sudah merasa cukup mandiri dan
tidak perlu bantuan lagi maka pekerja sosial dapat
memutuskan hubungan profesional. Terminasi yang
dilakukan LVC LAYAK termasuk terminasi tidak
terencana karena tidak adanya jadwal di tahap awal
138
(engagement) kapan pemberian layanan akan
berakhir, hal tersebut sesuai dengan bab II halaman
50.
2. Mengevaluasi pencapaian tujuan
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
125, pekerja sosial melakukan serangkaian tes
kembali sebelum memutus hubungan profesional
yang bertujuan agar dapat dipastikan bahwa klien
sudah mandiri, hal tersebut sesuai dengan bab II
halaman 50.
3. Mempertahankan dan melanjutkan kemajuan yang
telah dicapai klien
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
125, pekerja sosial memberikan saran-saran kepada
klien yang bertujuan agar klien dapat
mempertahankan kemajuannya dari proses
rehabilitasi, hal tersebut sesuai dengan bab II
halaman 50.
4. Mengatasi reaksi emosional antara pekerja sosial dan
klien
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
126, pekerja sosial memberikan dukungan kepada
klien apabila klien merasa sedih ketika harus berpisah
dengan pekerja sosial, hal tersebut sesuai dengan bab
II halaman 50.
139
5. Membuat arahan yang tepat
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman
126, apabila klien membutuhkan sumber daya lain
diluar LVC LAYAK maka pekerja sosial bersedia
membantu untuk membuat rujukan ke instansi terkait,
hal tersebut sesuai dengan bab II halaman 50.
G. Tahap Tindak Lanjut (follow-up)
Sebagaimana hasil temuan di bab IV halaman 126,
pekerja sosial melakukan tindak lanjut saat implementasi
berlangsung dan tindak lanjut hanya berlaku pada klien
yang masih dalam proses rehabilitasi bukan pada klien
yang telah diterminasi, hal tersebut kurang sesuai dengan
bab II halaman 50.
H. Tabel Analisis Hasil Temuan
Berikut adalah tabel berisikan perbandingan
intervensi yang diberikan GIM dan LVC LAYAK.
140
Tahapan GIM Tahapan LVC LAYAK Keterangan
Keterlibatan (engagement)
Menyambut klien untuk
mendorong mereka agar mau
berbicara dengan pekerja sosial
Pekerja sosial menyambut klien dengan cara bertanya nama,
perjalanan menuju LAYAK.
Sesuai
Memperlihatkan keterampilan yang
efektif dalam mengkomunikasikan
bahwa pekerja sosial tertarik pada
situasi klien
Pekerja sosial mendengarkan dengan antusias apa saja
permasalahan yang disampaikan klien dan juga menunjukkan
komunikasi nonverbal dengan cara memberi sentuhan di pundak
klien.
Sesuai
Mendiskusikan pelayanan agensi
dan harapan klien
Pekerja sosial menjelaskan tentang layanan yang diberikan LVC
LAYAK kepada klien mulai dari apa saja yang dapat dibantu,
menjelaskan cara kerja lembaga, dan menginformasikan layanan
seperti apa yang akan diberikan.
Sesuai
Memutuskan apakah agensi dan Pekerja sosial melakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap Sesuai
Perbandingan tahapan intervensi antara GIM
dan LVC LAYAK
141
pekerja sosial dapat membantu
klien sebelum memutuskan apakah LVC LAYAK bisa
memberikan bantuan atau tidak.
Menawarkan pelayanan agensi dan
pekerja sosial kepada klien
Pekerja sosial mengembalikan kepada klien apakah mereka mau
menerima bantuan dan bersedia berkomitmen kepada lembaga
atau tidak tanpa adanya paksaan.
Sesuai
Berorientasi pada klien untuk
membangun hubungan
Pekerja sosial menjelaskan kepada klien adanya hubungan kerja
sama antara klien dengan lembaga.
Sesuai
Melengkapi dokumen yang
dibutuhkan
Pekerja sosial memerlukan catatan medis klien dari dokter mata. Sesuai
Penilaian (assessment)
Identifikasi klien Pekerja sosial melakukan identifikasi terhadap klien mulai dari
aktivitas sehari-hari seperti interaksi dengan keluarga, kegiatan
sekolah, hingga kegiatan klien bersama temannya.
Sesuai
Asesmen situasi klien dari
perspektif mikro
Pekerja sosial mengeksplorasi keluarga klien dengan cara
menanyakan pemahaman mereka terhadap permasalahan low
vision.
Sesuai
142
Asesmen situasi klien dari
perspektif meso
Pekerja sosial melakukan pencarian informasi hingga
mengunjungi sekolah klien.
Sesuai
Asesmen situasi klien dari
perspektif makro
Pekerja sosial juga mendampingi klien ke rumah sakit apabila
klien kesulitan untuk memahami hal-hal yang diinformasikan oleh
dokter.
Sesuai
Asesmen situasi klien dari aspek
perbedaan
Pekerja sosial banyak berhadapan dengan beragam klien namun
tidak membuat pekerja sosial melakukan tindak diskriminatif.
Sesuai
Mengutip informasi tentang
masalah klien dan kebutuhannya
Pekerja sosial telah memiliki lembar kerja tersendiri yang disebut
recording form bagian ―Permasalahan dan Kebutuhan‖ yang
bertujuan memudahkan pekerja sosial dalam mengutip informasi
penting dari klien.
Sesuai
Identifikasi kekuatan klien
Pekerja sosial mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki klien mulai
dari lingkungan keluarga, sekolah, dan rumah sakit yang bertujuan
agar pekerja sosial mengetahui kondisi lingkungan klien yang
Sesuai
143
nantinya akan berdampak pada proses intervensi.
Asesmen fungsional, asesmen ini bertujuan untuk mengetahui
fungsi penggunaan mata pada klien dalam melakukan kegiatan
sehari-hari.
Asesmen fungsional
merupakan asesmen
tambahan yang
dilakukan oleh LVC
LAYAK.
Perencanaan (planning)
Bekerja dengan klien
Pekerja sosial mengajak orang tua klien untuk ikut dalam
merencanakan proses rehabilitasi dimulai dengan menjelaskan
peran orang tua dan keluarga ke depannya yang bertujuan agar
pekerja sosial dan orang tua klien dapat bertukar informasi
mengenai perkembangan klien.
Sesuai
Memprioritaskan masalah
Pekerja sosial mengisi lembar kerja recording form bagian ―Alat
Bantu yang Didapat‖ dan ―Rekomendasi‖ yang bertujuan untuk
memberitahukan kepada klien hal-hal yang perlu dilakukan
Sesuai
144
terlebih dahulu.
Menerjemahkan masalah menjadi
kebutuhan
Pekerja sosial melakukan proses menerjemahkan masalah menjadi
kebutuhan dengan cara mengisi lembar recording form bagian
―Permasalahan dan Kebutuhan‖, kemudian dilanjut ke bagian
―Rekomendasi‖ yang bertujuan agar pekerja sosial dapat
memberikan apa yang dibutuhkan klien dalam menghadapi
masalah.
Sesuai
Evaluasi tahapan intervensi –
memilih strategi
Pekerja sosial meminta orang tua klien untuk menyampaikan apa
yang dibutuhkan klien kepada guru di sekolah yang bertujuan agar
proses rehabilitasi berjalan secara komprehensif.
Kurang sesuai.
LVC LAYAK telah
memilih strategi yang
termudah namun
belum menyediakan
lembar kerja khusus
yang berisikan
alternatif strategi
145
rencana intervensi.
Menentukan target
Pekerja sosial memiliki target yang sama dengan tujuan lembaga
yang bertujuan agar pekerja sosial dan klien menyepakati apa
yang ingin mereka capai dari proses rehabilitasi
Sesuai
Spesifikasi tujuan Pekerja sosial memberitahukan baik kepada klien maupun
keluarganya mengenai apa yang harus dilakukan yang bertujuan
agar klien dapat mencapai target dari proses rehabilitasi.
Sesuai
Meresmikan kontrak
Pekerja sosial menyatakan tidak adanya kontrak secara tertulis
melainkan hanya memberikan informasi dan komitmen kepada
klien pada tahap keterlibatan.
Kurang sesuai.
LVC LAYAK tidak
menyediakan lembar
kontrak tertulis
kepada klien.
Pelaksanaan (implementation)
Ikuti rencana kerja Pekerja sosial melaksanakan rencana kerja yang telah dibuat
sebelumnya seperti membantu klien menggunakan alat bantu
Sesuai
146
dalam aktivitas sehari-hari.
Memantau kemajuan
Pekerja sosial memantau kemajuan klien dengan cara tatap muka,
menelepon, dan berkunjung ke sekolah yang bertujuan agar
pekerja sosial mengetahui kemajuan atau hambatan yang dihadapi
klien.
Sesuai
Revisi rencana (jika dibutuhkan)
Pekerja sosial dapat membuat perubahan rencana apabila terjadi
hambatan di tengah pelaksanaan yang bertjuan agar pemberian
layanan tetap berjalan lancar.
Sesuai
Menjalani seluruh rencana Pekerja sosial melaksanakan seluruh rencana kerjanya bersama
tim LVC LAYAK.
Sesuai
Evaluasi (evaluation)
Single-subject designs
goal-attainment scaling
task-achievement scaling
Single-subject designs
Sesuai
147
client satification questionnaries
Penghentian (termination)
Memutuskan kapan hubungan
profesional pekerja sosial dan klien
berakhir
Apabila klien sudah merasa cukup mandiri dan tidak perlu
bantuan lagi maka pekerja sosial dapat memutuskan hubungan
professional.
Sesuai
Mengevaluasi pencapaian tujuan
Pekerja sosial melakukan serangkaian tes kembali sebelum
memutus hubungan profesional yang bertujuan agar dapat
dipastikan bahwa klien sudah mandiri.
Sesuai
Mempertahankan dan melanjutkan
kemajuan yang telah dicapai klien
Pekerja sosial memberikan saran-saran kepada klien yang
bertujuan agar klien dapat mempertahankan kemajuannya dari
proses rehabilitasi.
Sesuai
Mengatasi reaksi emosional antara
pekerja sosial dan klien
Pekerja sosial memberikan dukungan kepada klien apabila klien
merasa sedih ketika harus berpisah dengan pekerja sosial.
Sesuai
Membuat arahan yang tepat Apabila klien membutuhkan sumber daya lain di luar LVC Sesuai
148
LAYAK maka pekerja sosial bersedia membantu untuk membuat
rujukan ke instansi terkait.
Tindak Lanjut (follow-up)
Melakukan tindak lanjut terhadap
klien yang telah diterminasi
Hanya melakukan tindak lanjut terhadap klien yang masih
menerima pelayanan.
Kurang sesuai.
149
BAB VI
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini menemukan bahwa ada kesesuaian
dan ketidaksesuaian sub-langkah antara intervensi yang
diberikan GIM dan LVC LAYAK. Adapun
ketidaksesuaiannya yaitu LVC LAYAK tidak
menyediakan lembar kerja kontrak tertulis antara lembaga
dengan klien, lembar kerja khusus yang berisikan
alternatif strategi rencana intervensi, dan tidak
menindaklanjuti klien yang telah diterminasi.
Berdasarkan hasil temuan, pekerja sosial LVC
LAYAK memiliki pengetahuan yang baik mengenai isu
low vision karena sebelumnya telah memiliki pengalaman
bekerja menangani anak dengan low vision dari tahun
1997 hingga 2007 dan mendapatkan pelatihan kembali
sebelum bergabung dengan LVC LAYAK yang bertujuan
untuk memperkuat kemampuannya terdahulu. Pekerja
sosial LVC LAYAK juga merupakan sarjana
kesejahteraan sosial yang telah mengetahui keterampilan
apa saja yang harus dimiliki. Keterampilan yang
ditunjukkan selama intervensi berlangsung antara lain
menyambut hangat setiap klien yang datang,
150
membangun komunikasi yang ramah dengan anak-anak
agar mereka merasa nyaman, membangun hubungan
profesional dan kepercayaan dengan klien,
mendengarkan keluhan klien dengan seksama,
melakukan komunikasi verbal maupun nonverbal,
menyampaikan hal-hal seputar low vision yang tidak
dipahami klien dengan bahasa yang sederhana dan
mudah dimengerti, melakukan serangkaian tes dengan
cara bermain ketika klien anak mulai tidak fokus dan
bosan, mengadvokasi klien ketika mereka tidak mampu
mengakses layanan pendidikan atau kesehatan.
Selain pengetahuan dan keterampilan, nilai atau
prinsip dasar juga ditunjukkan pekerja sosial dalam
proses intervensi seperti tidak membeda-bedakan klien
atau menyudutkannya, menangkap pesan nonverbal dari
klien dan membantu klien untuk mengutarakan apa yang
mereka rasakan, menyadari bahwa tiap klien memiliki
keunikan masing-masing, mengajak klien serta
keluarganya untuk berpartisipasi dalam proses intervensi
dan menyadari masalah yang dihadapi, menjaga rahasia
klien, dan pekerja sosial mengontrol dirinya agar
hubungan profesional dengan klien tetap terjaga.
151
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, penelitian ini memiliki
keterkaitan terhadap praktik pekerjaan sosial. Adanya generalist
intervention model memberikan panduan kepada pekerja sosial
dalam proses pemecahan masalah terutama bagi praktisi
generalis. Pekerja sosial dapat mengikuti tujuh tahap yang
ditawarkan GIM atau bisa dikreasikan dan disesuaikan dengan
isu masalah yang dihadapi tanpa mengurangi esensi dari
tahapan tersebut. GIM juga menekankan bahwa pengetahuan,
keterampilan, dan nilai adalah dasar utama praktik pekerjaan
sosial. Hal tersebut dikarenakan pekerja sosial memainkan
banyak peran sehingga mereka dituntut memiliki pengetahuan
yang luas, beragam keterampilan salah satunya komunikasi dan
menjunjung tinggi nilai guna mempertahankan kepercayaan
klien.
C. Saran
Adapun saran-saran yang ingin peneliti sampaikan
sebagai berikut.
1. Pengadaan lembar kerja kontrak tertulis. Bisa dikatakan
format kontrak yang ada pada LVC LAYAK berwujud
secara lisan karena pekerja sosial tetap
menginformasikan alur pelayanan dan membangun
komitmen dengan klien. Meskipun begitu, ada baiknya
jika memiliki lembar kontrak tertulis yang bertujuan
152
mempertegas kesepakatan dan mempertegas hak serta
tanggung jawab klien.
2. Pengadaan lembar kerja khusus yang berisikan alternatif
strategi rencana intervensi. Adanya lembar kerja ini
diharapkan agar mempermudah pekerja sosial ketika
menghadapi masalah dalam intervensi.
3. Menindaklanjuti klien yang telah diterminasi. Meskipun
klien sudah tidak lagi menerima pelayanan, namun
pekerja sosial harus tetap menghubunginya karena ada
kemungkinan klien mengalami kemunduran dari apa
yang telah dicapai saat intervensi. Jika jumlah klien
terlalu banyak, pekerja sosial bisa memulai dari klien
yang memiliki risiko paling tinggi untuk bermasalah
kembali.
153
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Bungin, Burhan. 2013. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi:
Format-format Kuanttatif dan Kualitatif untuk Studi Sosiologi,
Kebijakan Publik, Komunikasi, Manajemen, dan Pemasaran.
Jakarta: Kencana.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: PT.
Syaamil Cipta Media.
Departemen Sosial Republik Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Netra Low Vision dalam
Panti. Jakarta: Departemen Sosial.
Fahrudin, Adi. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: PT
Refika Aditama.
Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hamidi. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Pendekatan Praktis
Penulisan Proposal Laporan Penelitian. Kedua. Malang: UMM
Press.
Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-
ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Indrawan, Rully, dan Poppy Yaniawati. 2014. Metodologi Penelitian:
Kuantitatif, Kualitatif, dan Campuran untuk Manajemen,
Pembangunan, dan Pendidikan. Bandung: PT Refika Aditama.
154
Ismail, Asep Usman. 2012. Al-Qur’an dan Kesejahteraan Sosial:
Sebuah Rintisan Membangun Paradigma Sosial Islam yang
Berkeadilan dan Berkesejahteraan. Tangerang: Lentera Hati.
Kirst-Ashman, Karen K., dan Grafton H. Hull, Jr. 1999. Understanding
Generalist Practice. Kedua. Chicago: Nelson-Hall, Inc.
Rukminto, Isbandi. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan
Sosial. Jakarta: FISIP UI Press.
Rustanto, Bambang. 2015. Penelitian Kualitatif Pekerjaan Sosial.
Bandung: PT. Remaja Rosadakarya.
Sarosa, Samiaji. 2012. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar. Jakarta:
indeks.
Soehartono, Irawan. 2011. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik
Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial
Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosadakarya.
Jurnal
Ferreira Viviana, dan Cristina P. Albuquerque. 2017. Adaptation of a
Developmental Test to Accommodate Young Children with Low
Vision. Huntington 111 (Journal of Visual Impairment and
Blindness): 1.
Jennifer Hissett. 2008. Low Vision. California 3 (Encyclopedia of
Global Health): 1032–33.
Lutfah Rif‘ati, Rabea P. Yekti, dan Lusianawaty Tana. 2009. Besaran
Masalah Low Vision dan Kebutaan di Indonesia Serta Berbagai
Faktor Risiko: Riset Kesehatan Dasar 2007 Berskala Nasional.
Jakarta 1.1 (Permasalahan Gangguan Penglihatan): 30.
155
Laporan
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. ―Situasi
Gangguan Penglihatan dan Kebutaan.‖ Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infod
atin/infodatin-penglihatan.pdf.
World Health Organization. 1997. ―Management of Low Vision in
Children.‖ WHO/PBL/93.27. Bangkok: World Health
Organization.
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/61105/1/WHO_PBL_9
3.27.pdf.
———. 2012. ―Global Data On Visual Impairment 2010.‖ Geneva:
World Health Organization.
www.who.int/blindness/GLOBALDATAFINALforweb.pdf.
Laman Web
Rahma Lillahi Sativa. 2015. ―Pertuni: Tiga-perempat Tunanetra adalah
Penyandang Low Vision.‖ Yogyakarta, 2015.
https://health.detik.com/read/2015/10/19/183340/3047884/763/
pertuni-tiga-perempat-tunanetra-adalah-penyandang-low-vision.
Rizal Mahmuddhin. 2017. ―Standard Chartered Gandeng Yayasan
LAYAK Gelar Pelatihan Bagi Guru SLB,‖ 9 Agustus 2017.
http://ekonomi.akurat.co/id-56531-read-standard-chartered-
gandeng--yayasan-layak-gelar-pelatihan-bagi-guru-slb.
156
Tesis
Muhammad Asroruddin. 2014. ―Dampak Gangguan Penglihatan dan
Penyakit Mata Terhadap Kualitas Hidup Terkait Penglihatan
Pada Populasi Gangguan Penglihatan Berat dan Buta di
Indonesia; Subpenelitian Studi Validasi Data Kebutaan Hasil
Riskesdas 2013 dan Identifikasi Etiloginya.‖ Jakarta:
Universitas Indonesia.
157
PEDOMAN WAWANCARA
Informan : Direktur Pelayanan Yayasan LAYAK
Materi
Wawancara
Pertanyaan
Profil Lembaga
Apa latar belakang yang membentuk
yayasan LAYAK?
Apa visi dan misi yayasan LAYAK?
Apa saja fungsi dan tugas pokok yayasan
LAYAK?
Dengan siapa saja LAYAK bekerja sama?
Apa saja program-program yayasan
LAYAK?
Salah satu programnya adalah low vision,
bagaimana alur pelayanan di Low Vision
Center LAYAK?
Syarat dan kriteria apa saja untuk menjadi
klien Low Vision Center LAYAK?
Apa saja kegiatan dari Low Vision Center
LAYAK?
Jumlah klien low vision yang telah
ditangani?
Bagaimana Low Vision Center LAYAK
mencari anak dengan low vision yang
membutuhkan layanan ini?
158
Informan : Pekerja Sosial Layanan Low Vision Center
LAYAK
No. Materi Wawancara Pertanyaan
1
Keterlibatan
(engagement)
Bagaimana cara pekerja sosial
menyambut klien anak dengan
low vision agar mereka mau
berbicara dan mengungkapkan
apa yang dirasakan?
Bagaimana cara pekerja sosial
menunjukkan ketertarikan
terhadap situasi klien?
Bagaimana pekerja sosial
mendiskusikan tentang
pelayanan yang akan diberikan
lembaga dan apa yang
diharapkan klien/orang tua
klien?
Bagaimana cara pekerja sosial
memutuskan bahwa lembaga dan
pekerja sosial bisa atau tidaknya
memberikan bantuan?
Bagaimana cara pekerja sosial
menawarkan pelayanan lembaga
kepada klien?
Bagaimana pekerja sosial
mengorientasikan klien ke dalam
hubungan pertolongan?
Bagaimana pekerja sosial
melengkapi dokumen yang
dibutuhkan?
2
Penilaian
(assessment)
Bagaimana cara pekerja sosial
dalam mengidentifikasi klien?
Bagaimana cara pekerja sosial
mengasesmen klien ke dalam
berbagai perspektif (mikro,
mezzo, makro) dan aspek
perbedaan?
Bagaimana cara pekerja sosial
159
mengutip informasi tentang
masalah dan kebutuhan klien?
Bagaimana cara pekerja sosial
mengidentifikasi kekuatan klien?
3
Perencanaan
(planning)
Pada tahapan planning,
bagaimana cara pekerja sosial
bekerja dengan klien?
Bagaimana pekerja sosial dan
klien memprioritaskan salah satu
masalah yang akan dihadapi
terlebih dahulu?
Bagaimana cara pekerja sosial
menerjemahkan masalah yang
dihadapi klien ke dalam
kebutuhan?
Bagaimana cara pekerja sosial
mengevaluasi tahapan intervensi
untuk tiap kebutuhan?
Bagaimana cara pekerja sosial
menetapkan target dari apa yang
telah direncanakan bersama
klien?
Bagaimana pekerja sosial
menjelaskan ‗siapa yang harus
melakukan, apa dan kapan akan
dilakukan dan bagaimana harus
melakukannya‘ terhadap klien
untuk mencapai tujuan yang
telah direncanakan?
Bagaimana cara pekerja sosial
mengajukan kontrak terhadap
klien?
4
Pelaksanaan
(implementation)
Bagaimana pekerja sosial
membantu klien
mengimplementasikan rencana?
Bagaimana cara pekerja sosial
memantau kemajuan klien?
Bagaimana pekerja sosial
160
melakukan revisi planning?
Bagaimana pekerja sosial
menyelesaikan apa yang telah
direncanakan?
5
Evaluasi
(evaluation)
Bagaimana cara pekerja sosial
meninjau sejauh mana tujuan
tercapai?
Pada tahap evaluasi, bagaimana
cara pekerja sosial memilih
antara terminasi atau asesmen
ulang?
6
Penghentian
(termination)
Bagaimana Anda memutuskan
kapan hubungan profesional
pekerja sosial dan klien
berakhir?
Bagaimana Anda mengevaluasi
pencapaian tujuan klien sebelum
terminasi?
Bagaimana Anda
mempertahankan dan
melanjutkan kemajuan yang
telah dicapai klien?
Mengatasi reaksi emosional
antara pekerja sosial dan klien
7
Tindak Lanjut
(follow-Up)
Bagaimana cara pekerja sosial
melakukan follow-up?
Bagaimana pekerja sosial
mengatasi rintangan dalam
melakukan follow-up?
Apakah follow-up diberikan
kepada mereka yang telah
terminasi?
161
Informan : Orang tua dari klien anak dengan low vision
No. Pertanyaan
1 Apakah pekerja sosial menyambut kedatangan Anda dengan
baik?
2 Apakah pekerja sosial mendengarkan dengan baik apa yang
Anda sampaikan?
3 Apakah pekerja sosial menjelaskan tentang LVC LAYAK?
4 Apakah anak Anda menjalani pemeriksaan di LVC
LAYAK?
5 Apakah pekerja sosial menjelaskan keterlibatan Anda
sebagai orang tua dalam proses rehabilitasi?
6 Apakah Anda diminta untuk menunjukkan surat keterangan
dokter?
7 Apakah Anda diminta untuk menceritakan keseharian atau
hal-hal yang berkaitan dengan anak Anda?
8 Apakah pekerja sosial menjelaskan tentang low vision
kepada Anda?
9 Apakah pekerja sosial bertanya aktivitas anak Anda di
sekolah?
10 Apakah pekerja sosial memberitahukan kepada Anda apa
yang harus dilakukan terlebih dahulu?
11 Apakah Anda merasa kesulitan dalam menyampaikan ke
sekolah bahwa anak Anda menyandang low vision?
12 Adakah harapan dari kedatangan Anda ke LVC LAYAK?
13 Apakah pekerja sosial menjelaskan kepada Anda mengenai
apa yang harus Anda lakukan, siapa saja yang terlibat dan
bagaimana cara melakukannya?
14 Apakah Anda menandatangani sebuah kontrak sebelum
layanan ini diberikan?
15 Apakah pekerja sosial mengingatkan Anda agar anak selalu
memakai alat bantu baik di rumah maupun sekolah?
16 Apakah pekerja sosial memberi jadwal pertemuan untuk
melihat perkembangan anak Anda?
17 Apakah Anda pernah mengatur ulang jadwal pertemuan
yang telah ditetaplan pekerja sosial?
18 Apakah Anda tetap datang apabila ada pengaturan ulang
jadwal pertemuan?
162
TRANSKIP WAWANCARA
Hari, tanggal : Selasa, 14 November 2017
Waktu : 08.30 WIB
Lokasi : Di dalam mobil saat perjalanan menuju
SLBN 01 Jakarta
Informan : Lucia Rusmiyati, S.Sos
Pendidikan : Sarjana Kesejahteraan Sosial
Jabatan : Direktur Pelayanan
Materi wawancara : Profil yayasan LAYAK
No. Pertanyaan Jawaban
1 Apa latar belakang yang
membentuk yayasan
LAYAK?
LAYAK terbentuk atas
keinginan pekerja sosial yang
ingin membantu masyarakat
dalam pemecahan masalah
sosial. Misalnya HIV/AIDS,
trafficking atau perdagangan
manusia, kemudian low vision
dan sebagainya. Dengan
harapan, adanya LAYAK dapat
memberi jawaban atas
permasalahan tersebut. Dan
tentu dalam memberikan
layanan dengan metode atau
prinsip dari pekerjaan sosial.
2 Apa visi dan misi
yayasan LAYAK?
Visi yayasan LAYAK itu
terwujudnya anak dan keluarga
yang berdaya. Supaya mereka
klien-klien kita itu berdaya
163
sendiri dan juga keluarga pun
yang merasa anak itu (kasus
anak low vision) tadinya
masalah buat mereka, akhirnya
mereka tahu apa yang harus
mereka lakukan. Berdaya
mampu mengenali memecahkan
masalah secara mandiri di
bidang kesehatan, ekonomi,
pendidikan dan sosial. Disini
misinya memberdayakan anak
dan keluarga melalui
penjangkauan dan
pendampingan, penjangkauan
yaa inilah screening yang kita
lakukan bagaimana kita bisa
mengetahui keberadaan mereka
terus juga mendampingi dalam
arti kita juga menginformasikan
untuk akses layanan kesehatan
dan pengobatan. Ada juga
‗layanan manajemen kasus‘,
biasanya ini untuk ODHA,
kemudian ‗mitigasi dampak‘,
‗pendidikan dan pelatihan‘,
‗konseling dan advokasi‘.
Semua itu kita lakukan
berdasarkan metode, nilai, dan
prinsip pekerjaan sosial. Inget
gak prinsip peksos? Nah seperti
menjaga rahasia, penerimaan
kita terhadap klien, kemudian
setiap klien itu unik meskipun
mereka memiliki masalah yang
164
sama, dan self-determination.
3 Apa saja fungsi dan
tugas pokok yayasan
LAYAK?
Kita membantu masyarakat
menghubungkan ke sumber
daya yang dibutuhkan untuk
pemecahan masalah,
memberikan support bahwa
mereka tidak sendiri,
mendengarkan kesulitan atau
masalah mereka.
4 Dengan siapa saja
LAYAK bekerjasama?
Untuk kerjasama kita ada
dengan tentunya kementerian
sosial, dinas sosial, komisi
penanggulan AIDS. Kalau
untuk low vision center sendiri
kita bekerjasama dengan
kementerian pendidikan,
kementerian kesehatan, sekolah
inklusi dan sekolah luar biasa,
rumah sakit, puskesmas dan
masyarakat juga.
5 Apa saja program-
program yayasan
LAYAK?
Disini kan dijelaskan program
yang sudah terlaksana ada
pelayanan sosial, pendidikan
masyarakat, layanan
manajemen kasus juga sudah
berjalan, pusat layanan
informasi yang sudah berjalan
ya seperti HIV, gender,
perlindungan anak, dan juga
peningkatan gizi anak itu juga
sudah berjalan. Selain itu
konsultasi anak dan keluarga
juga sudah dan layanan home
165
based care juga sudah berjalan.
Penelitian dan pengembangan
seperti pelatihan manajemen
kasus, pemberdayaan
masyarakat, anual survey dan
penelitian singkat. Jadi seperti
sekarang untuk training sendiri,
di LAYAK sendiri kita ada
trainer-trainer untuk manajemen
kasus karena memang itu
kegiatan kita pekerja sosial.
Dan bahwa di dalam dukungan
pelayanan ODHA perlu sekali
layanan manajemen kasus.
Sekarang untuk low vision
sendiri, kita kan juga untuk
menjadi trainer ke guru
bagaimana sih guru bisa
melakukan penilaian
pembelajaran di kelas gitu. Itu
kita lakukan agar mereka
memahami apa nanti guru
sendiri bisa mengatasi
masalahnya gak harus kita lagi.
Paling nanti kita hanya
kaitannya dengan layanan
pemeriksaan. Mungkin nanti
kebutuhan di kelas sudah
tertangani oleh gurunya, kita
hanya tinggal lihat oh iya ini
benar seperti itu. Dan ya nanti
akan banyak anak-anak low
vision, mereka akan lebih
terbantu dan mandiri. Dan juga
166
memang sesuai kebutuhan,
jangan sampai anak masih
memiliki sisa penglihatan
namun mereka di-braille-kan.
6 Salah satu programnya
adalah low vision,
bagaimana alur
pelayanan di Low
Vision Center LAYAK?
Seperti yang sudah aku jelaskan
ke kamu, si calon klien ini harus
melewati beberapa tahap
pemeriksaan. Mulai tes
penglihatan, ukuran kacamata,
jika dia butuh alat bantu dan
bagaimana cara
menggunakannya kita akan
berikan dan ajarkan. Selain itu
juga, kita akan beri saran
kepada orang tua dan guru.
7 Syarat dan kriteria apa
saja untuk menjadi klien
Low Vision Center
LAYAK?
Seperti yang sudah aku jelaskan
low vision itu mereka yang
mempunyai penglihatan terbatas
walaupun mereka sudah ke
dokter, periksa mata,
pengobatan, sudah pakai
kacamata, dan penglihatan
mereka yaa sudah maksimal
kurang dari 6/18 nah itu yang
kita tindak lanjuti untuk
pelayanan, seperti itu.
8 Apa saja kegiatan dari
Low Vision Center
LAYAK?
Kegiatannya kan macam-
macam, kegiatan kan bisa
berkembang. Maksudnya itu
sesuai kebutuhan yang berjalan
dan juga untuk hmm... untuk
kita melihat situasi dimana
situasi yang perlu didukung
167
dengan kegiatan yang lain.
Misalnya seperti low vision kan
belum banyak orang tahu bahwa
orang-orang dengan sisa
penglihatan masih bisa lho
dimaksimalkan dengan alat
bantu baik optik maupun
nonoptik. Makanya kita bekerja
sama dengan kader-kader
masyarakat yang nantinya kita
akan mensosialisasikan tentang
low vision nah selanjutnya nanti
mereka bisa mendeteksi orang-
orang yang low vision yang ada
di masyarakat. Misalnya mereka
menemukan kasus, nanti
mereka bisa mengakses
pelayanan. Kader-kader yang
aktif di masyarakat seperti
posyandu, posbindu dan ibu-ibu
pkk. Jadi nanti kita akan bekerja
sama dengan kader-kader yang
ada dengan menambahkan
informasi tentang low vision,
mungkin nanti mereka tidak
hanya mendeteksi low vision
saja. Mungkin di masyarakat
mereka mampu mendeteksi
anak-anak dengan gangguan
penglihatan lainnya.
9 Jumlah klien low vision
yang telah ditangani?
Jumlah klien sampai dengan
bulan april 2018 adalah 631
orang, yang terdiri dari Laki-
laki 359 orang dan perempuan
168
272 orang.
10 Bagaimana Low Vision
Center LAYAK mencari
anak dengan low vision
yang membutuhkan
layanan ini?
Biasanya mereka yang datang
ke kita itu bisa dari lembaga
yang bekerjasama dengan
LAYAK, dari hasil kunjungan
screening yang kita lakukan,
dari mulut ke mulut maksudnya
dari para orang tua yang sudah
mendapat layanan kita yang
kemudian menginfokan ke yang
lain dan ada juga yang secara
mandiri datang ke kita.
169
TRANSKIP WAWANCARA
Hari, tanggal : Senin, 27 November 2017
Waktu : 14.30 WIB
Lokasi : Kantor Layanan Low Vision Center
LAYAK, Jakarta Selatan
Informan : Lucia Rusmiyati, S.Sos
Pendidikan : Sarjana Kesejahteraan Sosial
Jabatan : Pekerja Sosial / Rehab Worker
Materi wawancara : Tahap pemberian layanan rehabilitasi
No. Pertanyaan Jawaban
Tahap Keterlibatan (engagement)
1 Bagaimana cara pekerja
sosial menyambut klien
anak dengan low vision
agar mereka mau
berbicara dan
mengungkapkan apa yang
dirasakan?
Misalnya klien baru datang
kita ajak ngobrol sebentar
tidak langsung pemeriksaan.
Kita tanya siapa nama lengkap
dia dan panggilannya,
perjalanan mereka menuju
kesini atau kita ajak main.
Baru ketika mereka sudah
nyaman, kita lanjut
pemeriksaan.
2 Bagaimana cara pekerja
sosial menunjukkan
ketertarikan terhadap
situasi klien?
Kita mendengarkan
permasalahan mereka dengan
penuh perhatian, kita
perhatikan apa yang mereka
pikirkan dan apa sih yang
dirasakan. Pasti mereka kan
ingin didengarkan
masalahnya, nah kita harus
bisa memahami posisi mereka
gitu.
3 Bagaimana pekerja sosial Kita akan menjelaskan
170
mendiskusikan tentang
pelayanan yang akan
diberikan lembaga dan
apa yang diharapkan
klien/orang tua klien?
LAYAK itu apa, apa yang kita
bisa bantu, dan juga ceritakan
cara kerja kita itu bagaimana,
dan nantinya kita akan
menginformasikan layanan
seperti apa yang akan kita
berikan pada klien.
4 Bagaimana cara pekerja
sosial memutuskan bahwa
lembaga dan pekerja
sosial bisa atau tidaknya
memberikan bantuan?
Kita akan melihat hasil
pemeriksaan penglihatan lebih
dulu dan alat bantu mereka
seperti apa. Dari sana kita
tahu bahwa mereka
membutuhkan layanan ini.
5 Bagaimana cara pekerja
sosial menawarkan
pelayanan lembaga
kepada klien?
Kita kan sudah menjelaskan
apa yang kita bisa bantu, cara
memberi bantuannya dan
kemudian kita tanyakan
kepada orang tua klien apakah
ya atau tidak. Itu pilihan
mereka, kita tidak memaksa.
6 Bagaimana pekerja sosial
mengorientasikan klien ke
dalam hubungan
pertolongan?
Tentu kita menjelaskan proses
pertolongan kepada klien.
Kita kasih tahu kepada
mereka mengenai ketentuan
yang ada seperti bahwa
pelayanan ini tidak hanya
sekali tapi akan berlanjut. Kita
harapkan kerjasama orang tua
agar pelayanan yang kita
berikan maksimal.
7 Bagaimana pekerja sosial
melengkapi dokumen
yang dibutuhkan?
Mereka yang datang kesini
biasanya sudah punya catatan
medis dari dokter atau rujukan
dari rumah sakit. Karena itu
informasi banget buat kita dan
penyakit mata kan beda-beda.
Apabila belum punya, maka
kita sarankan untuk
melakukan pemeriksaan ke
dokter mata dahulu.
171
Tahap Penilaian (assessment)
1 Bagaimana cara pekerja
sosial dalam
mengidentifikasi klien?
Dalam mengidentifikasi klien,
kita butuh rekam jejak medis
supaya kita tahu apa yang
dialami klien dan kita tidak
salah dalam memberi
penilaian. Kita juga tanyakan
aktivitas anak di rumah dan
sekolah kemudian interaksi
anak dengan teman-temannya.
2 Bagaimana cara pekerja
sosial mengasesmen klien
ke dalam berbagai
perspektif (mikro, mezzo,
makro) dan aspek
perbedaan?
Mulai dari keluarga, apakah
keluarga ayah ibu paham gak
jangankan memahami mereka
tahu gak tentang low vision.
Kita tanyakan kebiasaan anak
di rumah misalnya apakah
kalau nonton tv jaraknya
dekat sekali atau tidak, apakah
suka menabrak benda di
depannya. Terus kita tanyakan
posisi duduk anak di sekolah
sebelah mana. Apakah ada
masalah jika menyalin tulisan
dari papan tulis ya biasanya
kan tulisan guru ada yang
besar sekali ada yang kecil.
Jika orang tua ada kesulitan
untuk meyampaikan
pertanyaan ke dokter mata
maka kita bantu
pendampingan. Biasanya kan
dokter menjelaskan sekenanya
saja tidak mendetail, dan
orang tua cuma bisa iya-iya
saja dikarenakan mereka juga
bingung apa sih yang
dijelaskan dokter. Klien kita
memang kebanyakan anak
tetapi ada juga yang usia
172
dewasa. Nah, biasanya mereka
yang dewasa dan sebelumnya
memiliki mata yang normal
namun ada hal yang membuat
mereka mengalami penurunan
penglihatan, itu kita infokan di
awal jika ada banyak
kemungkinan yang terjadi ke
depan. Apakah
penglihatannya dapat
membaik atau mungkin malah
semakin buruk, tujuannya kita
beri tahu di awal agar si klien
tidak kaget.
3 Bagaimana cara pekerja
sosial mengutip informasi
tentang masalah dan
kebutuhan klien?
Semua yang diceritakan klien
itu informasi bagi kita. Jadi
selama mereka bercerita kita
mencatat poin penting dari
cerita tersebut dan nantinya
kita buktikan ketika
pemeriksaaan apakah masalah
yang diceritakan sesuai
dengan hasil pemeriksaan.
Misalnya, orang tua cerita
kalau anaknya gak bisa lihat
benda atau nendang benda
yang warnanya serupa dengan
lantai berarti dia punya
kontras yang rendah dan
untuk melihat lebih baik, dia
butuh warna-warna dengan
kontras tinggi atau mencolok.
Di sekolah kalau menulis
selalu lewat garis berarti si
anak butuh buku yang
garisnya tebal agar tulisannya
tetap di dalam garis.
4 Bagaimana cara pekerja
sosial mengidentifikasi
Kita menanyakan kemampuan
orang tua dari segi ekonomi
173
kekuatan klien? apa pekerjaan mereka apakah
pegawai negeri atau swasta
dari situlah kita bisa
memprediksikan bahwa
apakah keluarga mampu atau
tidak kemudian latar
pendidikan orang tua. Kita
juga lihat apakah si anak ini
mudah berbaur dengan
temannya atau mungkin
merasa minder, apakah dia
memiliki ketertarikan
terhadap sesuatu.
Tahap Perencanaan (planning)
1 Pada tahapan planning,
bagaimana cara pekerja
sosial bekerja dengan
klien?
Kita menjelaskan kepada
mereka bahwa kita tidak bisa
bekerja sendiri artinya peran
orang tua dan keluarga juga
penting untuk proses
rehabilitasi anak. Biasanya
kita jelaskan hasil asesmen
kita kepada orang tua hal-hal
yang harus dilakukan di
rumah untuk latihan
menggunakan alat bantu
2 Bagaimana pekerja sosial
dan klien memprioritaskan
salah satu masalah yang
akan dihadapi terlebih
dahulu?
Biasanya kita dengar dulu kan
hal-hal yang mereka
sampaikan baru nanti kita
lihat yang dikerjakan lebih
dulu apa misalnya sudah
berobat atau belum karena
kalau belum berobat kita
belum bisa berikan penilaian
gitu. Selanjutnya melakukan
pemeriksaan ke kita,
selanjutnya apa dan
tahapannya apa nanti kita
kasih tahu. Seperti kasus
misalnya waktu klien datang
174
mereka tidak mengetahui
tentang masalah penglihatan
pada orang tua, mereka hanya
tahu setelah operasinya saja,
tetapi mereka tidak tahu
langkah ke depan seperti apa.
Nah kita kasih tahu langkah
ke depan seperti apa, beri tahu
hal-hal yang pokok.
3 Bagaimana cara pekerja
sosial menerjemahkan
masalah yang dihadapi
klien ke dalam
kebutuhan?
Dalam menghadapi kasus-
kasus dimana kita bekerja
misalnya seperti low vision
berarti kita telah mempelajari
apa sih yang dibutuhkan
mereka untuk keluar dari
masalah dan menjadikan
mereka mandiri. Misalnya
mereka membutuhkan
pemeriksaan klinis, selain itu
juga kita harus memikirkan
dampak psikologisnya
sosialnya. Kita juga
menginformasikan tentang
luas pandang yang mereka
miliki
4 Bagaimana cara pekerja
sosial mengevaluasi
tahapan intervensi untuk
tiap kebutuhan?
Iya memang terkadang apa
yang kita rencanakan tidak
selalu terlaksana dengan baik
maka dari itu dalam
perencanaan kita mempunyai
strategi. Seperti kita lihat
terkadang ada orang tua yang
kooperatif dan kita lihat kalau
orang tuanya mampu untuk
berkomunikasi dengan pihak
sekolah kita gak perlu. Kita
memberi tahu ini lho mah
anaknya seperti ini nanti di
kelasnya harus gimana, nah
175
apakah orang tua yang
menyampaikan atau kami
yang harus datang ke sekolah.
Kalau mereka bisa
menyampaikan itu bagus,
kadang orang tua kan lebih
kenal gurunya. Ada mungkin
yang memang meminta kita
untuk memberitahu gurunya,
padahal orang tua sudah
memberitahu tapi guru
mengabaikan karena guru
merasa orang tua bukan
ahlinya. Nah kasus seperti itu
kita datang bertemu gurunya,
kita kasih tahu ini lho bu alat
bantunya cara
menggunakannya seperti ini.
5 Bagaimana cara pekerja
sosial menetapkan target
dari apa yang telah
direncanakan bersama
klien?
Target dari intervensi yang
kita lakukan bersama orang
tua yaa umumnya target kita
itu bagaimana dia (anak)
mengikuti pelajaran di kelas
dengan baik seperti anak
lainnya. Untuk jarak jauhnya
jarak dekatnya kalau pun
pakai alat bantu apa dia
menggunakan alat bantunya
dengan baik apakah alat bantu
itu benar-benar menolong dia
dan yang biasanya dibantu
teman, dia jadi mandiri
6 Bagaimana pekerja sosial
menjelaskan spesifikasi
tujuan terhadap klien
untuk mencapai target?
Iya kita menjelaskan siapa
saja yang terlibat dalam
proses ini selain keluarga kita
juga jelaskan ke pihak
sekolah. Ada kasus seperti
anak sudah diberi alat bantu
tetapi tidak digunakan saat di
176
kelas, dia beralasan lupa cara
pakainya. Kita datang ke
sekolahnya beri tahu gurunya
tentang permasalahan dia, kita
sampaikan sampai gurunya
memahami. Bahkan kita juga
kasih tahu temannya, bahwa
ada teman kamu yang
melihatnya kurang jelas, kita
sampaikan alat bantu ini
membantu teman kamu untuk
melihat dan jangan
dipinjamkan atau jadi mainan.
7 Bagaimana cara pekerja
sosial mengajukan kontrak
terhadap klien?
Kalau kontrak biasanya kita
sih di awal. Kita kan sambil
beritahu mereka bahwa
bantuan ini tidak cukup sekali
atau dua kali datang saja.
Kontrak tertulis tidak ada, kita
hanya memberikan informasi
dan komitmen kepada klien
tentang alur pelayanan yang
perlu mereka ikuti secara
bertahap, sehingga hasil
pelayanan yang diberikan bisa
maksimal.
Tahap Pelaksanaan (implementation)
1 Bagaimana pekerja sosial
membantu klien dalam
melaksanakan intervensi?
Kita melatih klien dalam
menggunakan alat bantu optik
maupun nonoptik. Jika
diperlukan kita juga akan
memberi pengertian kepada
guru dan temannya di sekolah
kalau anak ini menggunakan
alat bantu untuk belajar dan
jangan dijadikan mainan.
2 Bagaimana cara pekerja
sosial memantau
Kan kita udah ada jadwalnya,
nanti kita ketemu. Misalnya
kita tatap muka kadang tiga
177
kemajuan klien? bulan kita tanya apakah alat
bantunya membantu tidak.
Terus kalau misalnya dia naik
kelas, misalnya dia SD kan
tulisan masih besar-besar ya
kita gatau kalo dia sudah naik
kelas 5 atau 6 itu kita lihat
lagi, dia bermasalah atau
tidak.
3 Bagaimana pekerja sosial
melakukan revisi
perencanaan?
Untuk merevisi planning kita
kan ada jadwal pertemuan
yang bisa dibilang juga
perencanaan secara tidak
langsung. Kita langsung
menjadwalkan ulang apabila
klien tidak bisa hadir. Jadi
revisi planning itu langsung.
Misalnya klien tidak bisa
kegiatan hari ini, pasti kita
merencanakan lagi kapan
bertemu mereka, untuk apa
kegiatannya dijelaskan.
4 Bagaimana pekerja sosial
menyelesaikan seluruh
rencana kerja?
Kalau sudah terjadwal dan
klien mengkonfirmasi bahwa
bisa hadir di pertemuan
berikutnya ya kita lakukan itu.
Tahap Evaluasi (evaluation)
1 Bagaimana cara pekerja
sosial meninjau sejauh
mana tujuan tercapai?
Evaluasi dilakukan berkala ya
mulai tiga bulan sekali, enam
bulan sampai satu tahun. Kita
lihat kemajuan klien apakah
alat bantunya dipakai atau
tidak, bagaimana dia di
sekolah apakah alat bantunya
dipakai saat belajar dan
apakah ada kesulitan.
Biasanya kita ikuti
perkembangan mereka karena
kan umumnya kebutuhan
mereka pasti berubah tiap
178
waktu, cara belajar di kelas
juga berbeda-beda gitu. Kita
juga lihat hasil pemeriksaan
mereka apakah ada perubahan
seperti itu
2 Pada tahap evaluasi,
bagaimana cara pekerja
sosial memilih antara
terminasi atau asesmen
ulang?
Yaa apabila sudah
dijadwalkan, kita telepon
susah, klien alamatnya juga
pindah dan akhirnya kita
sudah tidak tahu informasi,
kita juga konfirmasi ke
sekolahnya juga sudah tidak
bersekolah disitu ya sudah
terminasi itu kita lakukan.
Tetapi bila satu waktu dia
mengubungi kita lagi kalau
ada kebutuhan kenapa tidak.
Tahap Penghentian (termination)
1 Bagaimana cara pekerja
sosial memutuskan
hubungan profesional
dengan klien?
Terminasi bisa jadi karena
mereka merasa tidak perlu
lagi, biasanya mereka
menelpon bilang bu saya
sudah bisa nanganin jadi kita
tidak perlu bantuan lagi ya
sudah kita terminasi karena itu
kan pilihan mereka. Kita tetap
konfirmasi apa yang jadi itu
tidak bermasalah, ini saya
sudah bisa itu sudah bisa,
anak saya udah gak masalah
kok bu. Tetapi nanti kalo
misalnya ada masalah atau
kebutuhan silakan hubungi
kami
2 Bagaimana cara pekerja
sosial melakukan evaluasi
pencapaian target yang
telah dilakukan klien
selama intervensi
Melakukan tes kemampuan
penglihatan klien secara
berkala dan informasi yang
diberikan klien berkaitan
dengan aktivitas sehari-
harinya dalam penggunaan
179
berlangsung? penglihatan yang didukung
dengan alat bantu.
3 Bagaimana cara pekerja
sosial mempertahankan
dan melanjutkan
kemajuan yang telah
dicapai klien?
Memberi saran pada anak dan
orang tua supaya alat bantu
penglihatannya digunakan
untuk aktivitas sehari-hari
sesuai dengan kebutuhannya
4 Bagaimana cara pekerja
sosial mengatasi reaksi
emosional klien ketika
terminasi?
Sikap memberikan dukungan
bagi klien untuk
memaksimalkan
penglihatannya dengan alat
bantu yang digunakan dalam
aktivitas mereka.
5 Bagaimana cara pekerja
sosial memberi arahan
kepada klien yang
membutuhan bantuan
sumber daya lain?
Memberikan surat rujukan dan
menginformasikan kepada
lembaga atau instansi yang
dituju mengenai kondisi klien
serta kebutuhannya dirujuk.
Tahap Tindak Lanjut (follow-up)
1 Bagaimana cara pekerja
sosial melakukan tindak
lanjut kepada klien?
Kita tanyakan perkembangan
mereka atau tindak lanjut ya
lewat telepon. Selain itu kita
kan juga ada pertemuan yang
dilakukan beberapa bulan
sekali.
2 Bagaimana cara pekerja
sosial mengatasi kendala
ketika klien sulit
dihubungi?
Kita akan terus cari cara agar
tahu perkembangan mereka.
Seperti misalnya apabila
orang tua sulit dihubungi
karena nomor teleponnya
tidak aktif, kita coba ke
sekolah anaknya dan bertemu
dengan guru. Kalau ke
sekolahnya juga sulit ditemui,
kita melakukan kunjungan ke
rumah klien.
180
3 Apakah pekerja sosial
melakukan tindak lanjut
kepada klien yang telah
diterminasi?
Enggak, kita hanya
memfollow-up mereka yang
masih menjadi klien. kalau
sudah terminasi kita tidak
lakukan.
181
TRANSKIP WAWANCARA
Hari, tanggal : Rabu, 6 Desember 2017
Waktu : 11.00 WIB
Lokasi : Kantor Layanan Low Vision Center
LAYAK
Identitas Orang Tua Klien
Nama : Susi
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : D3
Identitas Klien
Nama : Leli Komariyah
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 5 Juli 2001
No. Pertanyaan Jawaban
1 Apakah pekerja sosial
menyambut kedatangan
Anda dengan baik?
Wah baik banget sih ya,
mbak. Kalau orangnya baik
kan kitanya juga jadi enak
gak kaku hehe.
2 Apakah pekerja sosial
mendengarkan dengan baik
apa yang Anda sampaikan?
Kalau saya lagi cerita gitu
ya, bu Luci atau bu Lia tuh
selalu mendengarkan apa
yang saya sampaikan ya,
mbak. Ya terutama kalau
182
bahas Leli.
3 Apakah pekerja sosial
menjelaskan tentang LVC
LAYAK?
Sangat dijelaskan ya, mbak.
Kalau dulu total ya dibiayai
dari operasi sampai
kacamata. Kalau sekarang
jadi kerjasama sama orang
tua dan ada kemandirian
yayasan juga kan.
4 Apakah anak Anda
menjalani pemeriksaan di
LVC LAYAK?
Sebelumnya kan saya sudah
ke RSCM kontrol-kontrol
biasa menjelang operasi
terus saya disarankan
hubungi kesini. Setelah
diperiksa di sini disarankan
untuk balik lagi (ke LVC)
setelah operasi.
5 Apakah pekerja sosial
menjelaskan keterlibatan
Anda sebagai orang tua
dalam proses rehabilitasi?
Disampaikan kalau disini
saya sebagai orang tua juga
harus aktif melihat
perkembangan anak.
6 Apakah Anda diminta
untuk menunjukkan surat
keterangan dokter?
Karena saya ke sini atas
rujukan RSCM jadi saya
sudah punya hasil
pemeriksaan dokter.
7 Apakah Anda diminta
untuk menceritakan
keseharian atau hal-hal
yang berkaitan dengan
anak Anda?
Ya saya ceritakan, mbak.
Sebelumnya, Leli kalau
buang air besar gak mau di
lubangnya walaupun dia di
kamar mandi, baju kotor
dimasukkan ke kolam yang
baru saya kuras. Setelah Leli
sekolah dan saya ke sini ada
perubahan.
8 Apakah pekerja sosial
menjelaskan tentang low
Iya dong dijelasin pasti sama
kayak waktu saya di rumah
183
vision kepada Anda? sakit juga dijelasin.
9 Apakah pekerja sosial
bertanya aktivitas anak
Anda di sekolah?
Iya dibahas juga tentang
sekolah karena kan kita tahu
kalau LAYAK dan sekolah
itu ada kerja sama nah
dengan begitu jadi
memudahkan sih.
10 Apakah pekerja sosial
memberitahukan kepada
Anda apa yang harus
dilakukan terlebih dahulu?
Iya. Saya ada ketemu dokter
mata, ke rumah sakit terus
juga kan dikasih resep
kacamata.
11 Apakah Anda merasa
kesulitan dalam
menyampaikan ke sekolah
bahwa anak Anda
menyandang low vision?
Enggak sih ya, mbak. Saya
kan waktu di RSCM
disarankan Leli untuk
sekolah lebih dini nah dari
sana saya diberi tahu sekolah
Rawinala dan Rawinala juga
kan kerja sama dengan
LAYAK.
12 Adakah harapan dari
kedatangan Anda ke LVC
LAYAK?
Iya. Minimal komunikasi ke
depannya gimana, belajarnya
gimana itu yang utama. Dulu
saya ngebayangin duh ini
perkembangannya gimana
ya, nanti sekolahnya seperti
apa terus nanti
komunikasinya bagaimana.
13 Apakah pekerja sosial
menjelaskan kepada Anda
mengenai apa yang harus
Anda lakukan, siapa saja
yang terlibat dan
bagaimana cara
melakukannya?
Iya iya dijelaskan. Karena
kan itu tadi biar saya tahu
gimana ya jika berhadapan
anak seperti ini
14 Apakah Anda
menandatangani sebuah
Seingetku gak ada sih
184
kontrak sebelum layanan
ini diberikan?
15 Apakah pekerja sosial
mengingatkan Anda agar
anak selalu memakai alat
bantu baik di rumah
maupun sekolah?
Iya, mbak. Dikasih tahu
terus biar alat bantunya
dipakai
16 Apakah pekerja sosial
memberi jadwal pertemuan
untuk melihat
perkembangan anak Anda?
Iya. Lagian kan ini sama
Rawinala kerja sama tuh,
jadi kalau saya ada perlu
atau nanya-nanya paling
saya ketemunya di Rawinala.
17 Apakah Anda pernah
mengatur ulang jadwal
pertemuan yang telah
ditetaplan pekerja sosial?
Ya, pernah. Karena ada
urusan lain.
18 Apakah Anda tetap datang
apabila ada pengaturan
ulang jadwal pertemuan?
Iya, aku datang. Karena bu
Luci biasanya langsung
kasih jadwal selanjutnya.
185
TRANSKIP WAWANCARA
Hari, tanggal : Rabu, 6 Desember 2017
Waktu : 08.30 WIB
Lokasi : Kantor Layanan Low Vision Center
LAYAK
Identitas Orang Tua Klien
Nama : Cut Sukma Murni
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Identitas Klien
Nama : Fasyah Nur Ramadhan
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir: Jakarta, 15 September 2007
No. Pertanyaan Jawaban
1 Apakah pekerja sosial
menyambut kedatangan
Anda dengan baik?
Pertama saya kesini, saya
disambut sangat ramah dan
sangat hangat ya, sama anak-
anak juga sama seperti itu
jadi anak kan gak merasa
canggung. Orang-orangnya
disini juga baik ya, mbak.
2 Apakah pekerja sosial
mendengarkan dengan baik
apa yang Anda sampaikan?
Sewaktu saya kesini saya
jadi merasa menemukan
pegangan gitu, mbak, ada
186
yang bisa dijadikan tempat
untuk bercerita. Orang-orang
disini selalu bersedia
mendengarkan dan
memahami apa yang saya
rasakan. Sebelumnya kan
saya bingung ini gimana ya
Fasyah kendala matanya
seperti ini.
3 Apakah pekerja sosial
menjelaskan tentang LVC
LAYAK?
Iya mbak, dijelaskan tapi
saya lupa-lupa ingat hehe.
Ternyata di LAYAK banyak
orang tua yang punya anak
low vision. Dijelasin juga
kalau nanti apa saja yang
harus saya lakukan.
4 Apakah anak Anda
menjalani pemeriksaan di
LVC LAYAK?
Iya waktu itu Fasyah
diperiksa ya, mbak. Karena
waktu itu kebetulan
bertemunya di Rawinala,
jadi Fasyah ditesnya disana.
Sebelumnya, Fasyah juga
kan sudah diperiksa dokter
mata di Klinik Mata
Nusantara.
5 Apakah pekerja sosial
menjelaskan keterlibatan
Anda sebagai orang tua
dalam proses rehabilitasi?
Waktu itu saya dikasih tahu
kalau peran orang tua juga
diperlukan. Jadi antara saya
dengan LAYAK saling
mengisi gitu, mbak.
6 Apakah Anda diminta
untuk menunjukkan surat
keterangan dokter?
Iya, saya bawa. Saya tahu
Fasyah low vision enam
bulan setelah operasi mata.
Saya ceritakan lagi di sini
kalau Fasyah sudah pakai
kacamata khusus low vision
187
pas umur enam bulan.
7 Apakah Anda diminta
untuk menceritakan
keseharian atau hal-hal
yang berkaitan dengan
anak Anda?
Iya, saya cerita kalau Fasyah
itu sebelumnya sulit untuk
fokus, agak susah diajak
interaksi dan main.
8 Apakah pekerja sosial
menjelaskan tentang low
vision kepada Anda?
Iya dijelaskan, mbak. Tapi
karena saya sebelumnya
sudah pernah ke Klinik Mata
Nusantara jadi sedikit-sedikit
saya sudah mengerti.
9 Apakah pekerja sosial
bertanya aktivitas anak
Anda di sekolah?
Iya, mbak. Saya bilang
awalnya di sekolah Fasyah
itu kalau maunya itu ya itu
gak mau berbagi dengan
yang lain gitu.
10 Apakah pekerja sosial
memberitahukan kepada
Anda apa yang harus
dilakukan terlebih dahulu?
Saya waktu itu ditanya
apakah Fasyah menandai
barang dengan rabaan atau
melihat seperti itu. Nah,
setelah saya perhatikan
menurut saya Fasyah tidak
meraba, karena dia bisa
melihat dan bisa memilih.
11 Apakah Anda merasa
kesulitan dalam
menyampaikan ke sekolah
bahwa anak Anda
menyandang low vision?
Enggak, mbak. Waktu ada
pemeriksaan di Rawinala,
Fasyah kan dipanggil untuk
pemeriksaan jadi mungkin
sekolah yang
merekomendasikan Fasyah.
12 Adakah harapan dari
kedatangan Anda ke LVC
LAYAK?
Harapan saya banyak sekali,
mbak hehe. Yang pasti saya
harap Fasyah bisa jadi anak
mandiri nantinya. Saya juga
kan gak tahu apakah Fasyah
188
melihat jelas atau tidak, gitu
13 Apakah pekerja sosial
menjelaskan kepada Anda
mengenai apa yang harus
Anda lakukan, siapa saja
yang terlibat dan
bagaimana cara
melakukannya?
Kalau Fasyah sih, mbak,
masih dalam tahap seperti
observasi apa ya istilahnya
kayak itu tadi Fasyah masih
diperiksa penglihatannya,
tapi memang ada beberapa
hal yang disarankan ke saya
agar perkembangan Fasyah
semakin baik.
14 Apakah Anda
menandatangani sebuah
kontrak sebelum layanan
ini diberikan?
Gak ada ya, mbak.
15 Apakah pekerja sosial
mengingatkan Anda agar
anak selalu memakai alat
bantu baik di rumah
maupun sekolah?
Iya, mbak. Kan namanya
anak kadang gak betah, gitu
16 Apakah pekerja sosial
memberi jadwal pertemuan
untuk melihat
perkembangan anak Anda?
Iya, mbak. Paling sih ketemu
di sekolah karena kan
LAYAK lumayan sering ke
sekolah juga.
17 Apakah Anda pernah
mengatur ulang jadwal
pertemuan yang telah
ditetaplan pekerja sosial?
Iya, pernah. Waktu itu
Fasyah sakit
18 Apakah Anda tetap datang
apabila ada pengaturan
ulang jadwal pertemuan?
Iya datang, mbak. Kan sudah
dikasih tahu jadwal
berikutnya.
189
TRANSKIP WAWANCARA
Hari, tanggal : Rabu, 6 Desember 2017
Waktu : 09.00 WIB
Lokasi : Kantor Layanan Low Vision Center
LAYAK
Identitas Orang Tua Klien
Nama : Astri
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Identitas Klien
Nama : Sekar Arum Widiani
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir: Jakarta, 16 Oktober 2008
No. Pertanyaan Jawaban
1 Apakah pekerja sosial
menyambut kedatangan
Anda dengan baik?
Orang-orang yang ada di sini
baik-baik ya, mbak. Mereka
hangat kepada anak-anak
dan peduli dengan anak
seperti anak kita gini.
2 Apakah pekerja sosial
mendengarkan dengan baik
apa yang Anda sampaikan?
Iya, mbak. Tiap saya ke sini
pasti perhatian sekali untuk
mendengarkan cerita saya
terus jawab-jawab
pertanyaan saya. Apalagi
190
saya melihat penanganan di
sini dengan di rumah sakit
itu berbeda.
3 Apakah pekerja sosial
menjelaskan tentang LVC
LAYAK?
Iya iya dijelaskan. Yang
jelas di sini menangani anak
berkebutuhan khusus.
Sebenarnya di Cipto juga
ada dari low vision juga
kerja sama tapi saya kalau ke
sana agak susah jadi
mending saya ke sini aja.
4 Apakah anak Anda
menjalani pemeriksaan di
LVC LAYAK?
Iya, Arum diperiksa juga di
sini. Sama bu Luci atau bu
Lia terus nanti kalau sudah
diperiksa diresepkan
kacamata.
5 Apakah pekerja sosial
menjelaskan keterlibatan
Anda sebagai orang tua
dalam proses rehabilitasi?
Saya disampaikan bahwa
proses rehabilitasi ini orang
tua sangat berperan penting
ya, mbak. Karena kan kalau
bukan mamanya dan
orangtuanya ya siapa lagi.
6 Apakah Anda diminta
untuk menunjukkan surat
keterangan dokter?
Saya sebelum ke low vision
kan juga sudah ke Cipto jadi
saya ke sini bawa catatan
dokter untuk dilihat.
7 Apakah Anda diminta
untuk menceritakan
keseharian atau hal-hal
yang berkaitan dengan
anak Anda?
Saya ditanyakan tentang
kebiasaan Arum sehari-hari
itu bagaimana, apa yang dia
suka misalnya dia suka
warna apa.
8 Apakah pekerja sosial
menjelaskan tentang low
vision kepada Anda?
Dijelaskan ya, mbak. Malah
saya lebih leluasa tanya-
tanya di sini, saya bisa kapan
aja ke sini, dan saya rasa
191
penanganan di sini lebih
bersahabat untuk Arum.
9 Apakah pekerja sosial
bertanya aktivitas anak
Anda di sekolah?
Saya sering lihat bu Luci
atau bu Lia di Rawinala ya,
mbak. Mereka juga kan
melihat perkembangan anak-
anak di sekolah bagaimana,
gitu.‖
10 Apakah pekerja sosial
memberitahukan kepada
Anda apa yang harus
dilakukan terlebih dahulu?
Setelah operasi katarak, saya
ceritakan kalau Arum bisa
jalan lebih percaya diri,
banyak yang dia lihat dan
banyak yang dia pegang.
Saya juga disarankan untuk
lihat apa nih warna kesukaan
Arum, gitu.
11 Apakah Anda merasa
kesulitan dalam
menyampaikan ke sekolah
bahwa anak Anda
menyandang low vision?
Karena ketemunya di
Rawinala jadi tanpa saya
menyampaikan ke sekolah
yaa menurut saya sekolah
pasti tahu kalau Arum itu
low vision.
12 Adakah harapan dari
kedatangan Anda ke LVC
LAYAK?
Saya ingin Arum jadi anak
yang mandiri. Namanya
umur kita kan gak tahu,
mbak. Saya belum tentu bisa
sama-sama terus hehe.
13 Apakah pekerja sosial
menjelaskan kepada Anda
mengenai apa yang harus
Anda lakukan, siapa saja
yang terlibat dan
bagaimana cara
melakukannya?
Ya itu tadi mbak, disarankan
Arum sukanya warna apa.
Caranya kita kasih beberapa
alat makan warna-warni,
nanti perhatikan mana yang
dia suka kalau sudah diteliti
baru kita beli. Arum sukanya
warna merah.
192
14 Apakah Anda
menandatangani sebuah
kontrak sebelum layanan
ini diberikan?
Gak ada deh kayaknya, iya
gak ada.
15 Apakah pekerja sosial
mengingatkan Anda agar
anak selalu memakai alat
bantu baik di rumah
maupun sekolah?
Ya, mbak. Selalu diingatkan
biar anak pakai kaca mata
terus.
16 Apakah pekerja sosial
memberi jadwal pertemuan
untuk melihat
perkembangan anak Anda?
Iya, mbak. Kalau saya gak
sempat ke sini, saya
ketemunya di sekolah, mbak.
Bahas-bahas Arum, gitu
17 Apakah Anda pernah
mengatur ulang jadwal
pertemuan yang telah
ditetaplan pekerja sosial?
Pernah, mbak. Ada beberapa
kali.
18 Apakah Anda tetap datang
apabila ada pengaturan
ulang jadwal pertemuan?
Ya, saya tetap datang, mbak.
193
DOKUMENTASI
Bersama ibu Lucia Rusmiyati selaku pekerja sosial di kantor
LVC LAYAK
Bersama staff LVC LAYAK
194
Kegiatan monitoring bersama para guru di Rawinala
Kegiatan screening di salah satu SLB