penampang balok tereduksi ( reduced beam …konteks.id/p/06-074.pdf · sambungan terprakualifikasi,...
TRANSCRIPT
KoNTekS 6 S-73
Universitas Trisakti , Jakarta 1-2 November 2012
PENAMPANG BALOK TEREDUKSI (REDUCED BEAM SECTION)
DALAM PERATURAN BAJA STRUKTURAL INDONESIA UNTUK GEDUNG
SNI 1729-20xx
Suradjin Sutjipto1
1Jurusan Teknik Sipil, FTSP, Universitas Trisakti, Jl. Kiyai Tapa No. 1, Jakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK Penampang Balok Tereduksi (PBT) merupakan salah satu inovasi dalam perancangan gedung
baja struktural tahan gempa setelah terjadinya gempa Northridge tahun 1994, yang
memastikan konsep “strong column - weak beam” dapat terjadi sebagai mana mestinya. Pada
dasarnya, balok baja struktural diperlemah dalam arti yang sebenarnya dengan mereduksi
dimensi sayap-sayapnya agar sendi plastis terbentuk di lokasi yang sedikit jauh dari muka
kolom sehingga kegagalan pada sambungan balok ke kolom dapat terhindari. Persyaratan dan
ketentuan perancangan PBT diatur dalam ANSI/AISC 358-10/358s1-11 - Prequalified
Connections for Special and Intermediate Steel Moment Frames for Seismic Applications,
yang telah diadopsi sebagai bagian ketiga dari Peraturan Baja Struktural Indonesia untuk
gedung yang baru, SNI 1729-20xx, yang akan diterbitkan dalam waktu dekat ini. Makalah ini
akan memaparkan persyaratan desain dan detail-detail dari PBT disertai dengan penjelasan
latar belakangnya.
Kata kunci: Penampang Balok Tereduksi (PBT), gedung baja struktural tahan gempa,
sambungan terprakualifikasi, SNI 1729-20xx.
1. PENDAHULUAN
Gempa Northridge 17 Januari 1994 sungguh membuka mata semua ahli struktur. Gempa tersebut
memperlihatkan bahwa sambungan kaku balok-kolom pada rangka penahan momen struktur baja
mengalami kerusakan di luar mekanisme yang diyakini oleh semua ahli sampai saat itu. Hasil survey
sambungan balok-kolom pada 2,066 rangka struktur baja (8,675 sambungan dilakukan secara visual dan
7,812 sambungan dilakukan dengan menggunakan ultrasonic test), menunjukkan kegagalan tipikal terjadi
sebesar 50% pada sambungan las di sayap balok bagian bawah, 18% pada sambungan las di sayap balok
bagian atas, 15% pada sayap kolom di bagian pertemuan dengan sayap balok bagian bawah. Pada beberapa
sambungan terjadi sobekan vertikal di badan balok di sepanjang deretan baut penahan. Gambar 1
memperlihatkan berbagai kondisi kegagalan tersebut. Intinya kegagalan terjadi pada sambungan, bukan
pada balok akibat mekanisme sendi plastis.
Berbagai kiat dilakukan untuk memperbaiki kinerja sambungan kaku balok-kolom pada rangka penahan
momen struktur baja. Diantaranya dengan menambah pelat pengganda di atas dan di bawah sayap balok
(Gambar 2a), menambah pelat pengaku segi tiga di atas dan di bawah sayap balok (Gambar 2b), dan
menambah pelat samping yang menghubungkan sayap balok bagian atas dan bawah membentuk
penampang boks (Gambar 2c). Alih-alih memperkuat sambungan, muncul ide memperlemah balok dengan
mencoak sebagian dari sayap atas dan bawahnya, sedikit menjauh dari muka kolom, memaksa terjadi sendi
plastis di bagian itu dan menyelamatkan sambungan las dan baut antara balok dan kolom. Ide ini terus
dikembangan dan dikonfirmasi perilakunya melalui uji-uji siklik. Berbagai varian dibuat, mulai dari bentuk
coakan poligon, “dog bone” dari Arbed Histar (Gambar 2d dan 3), sampai bentuk radius yang diterima oleh
AISC 358 – Prequalified Connections for Special and Intermediate Steel Moment Frames for Seismic
Applications (Gambar 4), yang kemudian diadopsi dalam bagian ketiga dari Peraturan Baja Indonesia SNI
1729-20xx.
Mengantisipasi penggunaan struktur baja yang kian banyak untuk gedung-gedung tinggi tahan gempa di
Indonesia, dan akan berlakunya Peraturan Baja Indonesia SNI 1729-20xx sebentar lagi, makalah ini ingin
mensosialisasikan ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan dalam perancangan Penampang Balok
Tereduksi (PBT) atau Reduced Beam Section (RBS) yang merupakan salah satu sambungan yang sudah
Struktur
S-74 KoNTekS 6
Universitas Trisakti , Jakarta 1-2 November 2012
terprakualifikasi sebagai sambungan handal untuk rangka penahan momen khusus dan menengah baja
struktural gedung tahan gempa.
Gambar 1. Kegagalan sambungan balok-kolom pada rangka momen baja akibat gempa Northridge.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2. Kiat-kiat memperkuat sambungan balok-kolom pada rangka momen baja setelah gempa
Northridge,
(a) pelat pengganda, (b) pelat pengaku, (c) pelat samping – sistem MNH dan (d) sistem “dog bone” dari
Arbed.
Struktur
KoNTekS 6 S-75
Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Gambar 3. Prototipe Penampang Balok Tereduksi (PBT) dalam berbagai pengujian.
2. PENAMPANG BALOK TEREDUKSI – SNI 1729-20xx
Ketentuan, persyaratan dan prosedur perancangan Penampang Balok Tereduksi (PBT) atau Reduced Beam
Section (RBS), diatur dalam Bab 5 di Bagian Ketiga SNI 1729-20xx, yang terdiri dari 8 pasal.
(a) (b)
Gambar 4. Penampang Balok Tereduksi (PBT) dalam SNI 1729-20xx.
Seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 4a, bagian atas dan bawah sayap balok dicoak sedikit di depan
sambungan balok-kolom. Coakan ini dimaksudkan untuk memperlemah penampang balok sehingga
mengurangi besarnya momen dan deformasi inelastis di muka kolom. Dengan demikian, pelelehan balok
(pembentukan sendi plastis) terjadi di situ dan sambungan balok-kolom dapat terlindungi dari kerusakan.
Sistem sambungan PBT termasuk dalam kategori sambungan terprakualifikasi untuk penggunaannya dalam
sistem Rangka Momen Khusus (RMK) dan Rangka Momen Menengah (RMM) baja untuk bangunan
gedung tahan gempa melalui banyak pengujian, dengan berbagai variasi, oleh para peneliti dari institusi-
institusi di seluruh dunia, terutama di Amerika Serikat dan Jepang.
Struktur
S-76 KoNTekS 6
Universitas Trisakti , Jakarta 1-2 November 2012
3. PERSYARATAN BALOK PBT
Menurut Pasal 5.3 SNI 1729-20xx, berdasarkan rekomendasi Connection Prequalification Review Panel
(CPRP), balok PBT harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
• Balok harus berupa profil WF gilas standar atau profil I tersusun yang ekuivalen yang memenuhi syarat
Pasal 2.3 Bagian Ketiga SNI 1729-20xx, dengan seri tinggi penampang maksimum 920 mm, berat per
satuan panjang maksimum 447 kg/m1 dan tebal sayap maksimum 44 mm.
• Rasio bentang bersih/tinggi penampang balok harus minimum 7 untuk Rangka Momen Khusus dan
minimum 5 untuk Rangka Momen Menengah.
• Rasio lebar/tebal untuk sayap dan badan balok harus memenuhi persyaratan SNI Ketentuan Seismik
untuk Bangunan Gedung Baja Struktural, dengan nilai bf minimum selebar sayap pada ujung-ujung
bagian 2/3 tengah dari penampang tereduksi di mana beban gravitasi tidak menggeser lokasi sendi
plastis secara signifikan dari pusat penampang balok tereduksi.
• Pengekang lateral (lateral bracing) pada balok harus mengacu pada ketentuan SNI Ketentuan Seismik
untuk Bangunan Gedung Baja Struktural. Pengekang lateral tambahan harus ada di dekat penampang
tereduksi memenuhi ketentuan pengekang lateral di dekat sendi plastis pada SNI Ketentuan Seismik
untuk Bangunan Gedung Baja Struktural, yang pengikatannya ke balok harus ditempatkan maksimum
d/2 dari ujung penampang balok tereduksi yang terjauh dari muka kolom, dan tidak boleh berada di
daerah antara muka kolom dan akhir dari penampang tereduksi yang terjauh dari muka kolom. Gambar
5 memperlihatkan penempatan elemen struktur di daerah sendi plastis yang dilarang oleh ketentuan ini.
• Pada zona terlindung (bagian balok mulai dari muka kolom sampai dengan ujung penampang balok
tereduksi yang terjauh dari muka kolom), pengekang lateral tambahan untuk sayap bagian atas dan
bawah balok tidak diperlukan bila terdapat pelat beton struktural yang terhubung dengan balok melalui
shear connector berjarak maksimum 300 mm.
Gambar 5. Penempatan elemen struktur di daerah sendi plastis balok yang dilarang.
4. PERSYARATAN KOLOM
Kolom penopang balok PBT harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
• Kolom harus berupa profil gilas atau penampang tersusun yang memenuhi syarat Pasal 2.3 Bagian
Ketiga SNI 1729-20xx, dengan seri tinggi penampang maksimum 920mm, tanpa pembatasan berat per
satuan panjang dan persyaratan tambahan mengenai ketebalan sayapnya. Dimensi kolom king-cross
tidak boleh melebihi tinggi dan lebar penampang profil gilas. Dimensi kolom boks tersusun atau boks
WF tidak boleh melebihi 610 mm bila merupakan bagian dari rangka momen ortogonal.
• Balok PBT harus tersambung ke sayap kolom.
• Rasio lebar/tebal untuk sayap dan badan kolom harus memenuhi persyaratan SNI Ketentuan Seismik
untuk Bangunan Gedung Baja Struktural.
Struktur
KoNTekS 6 S-77
Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
• Kebutuhan akan pengekang lateral kolom harus memenuhi persyaratan SNI Ketentuan Seismik untuk
Bangunan Gedung Baja Struktural.
5. PERSYARATAN HUBUNGAN KOLOM-BALOK
Menurut Pasal 5.4 Bagian Ketiga SNI 1729-20xx, sambungan balok ke kolom harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
• Zona panel harus memenuhi persyaratan SNI Ketentuan Seismik untuk Bangunan Gedung Baja
Struktural.
• Rasio momen kolom-balok harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Pada sistem Rangka Momen Khusus, rasio momen kolom-balok harus memenuhi persyaratan SNI
Ketentuan Seismik untuk Bangunan Gedung Baja Struktural. Nilai ΣM*pb harus diambil sama
dengan Σ(Mpr + Muv), dengan Mpr dihitung menurut Persamaan 5.8-5, dan Muv = momen tambahan
akibat amplifikasi geser dari pusat penampang balok tereduksi ke sumbu kolom. Muv = VRBS (a +
b/2 + dc/2), dengan VRBS = geser pada pusat penampang balok tereduksi.
b. Pada sistem Rangka Momen Menengah, rasio momen kolom-balok harus memenuhi persyaratan
SNI Ketentuan Seismik untuk Bangunan Gedung Baja Struktural.
6. PERSYARATAN LAS SAYAP BALOK KE SAYAP KOLOM
Sambungan sayap balok ke sayap kolom diatur dalam Pasal 5.5 Bagian Ketiga SNI 1729-20xx, harus
memenuhi persyaratan berikut:
• Sayap balok harus dilas ke sayap kolom dengan menggunakan las tumpul penetrasi penuh yang
memenuhi persyaratan las kritis perlu yang disyaratkan dalam SNI Ketentuan Seismik untuk Bangunan
Gedung Baja Struktural.
• Geometri lubang akses las harus mengikuti persyaratan SNI Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja
Struktural.
7. PERSYARATAN SAMBUNGAN BADAN BALOK KE SAYAP KOLOM
Seperti yang diatur dalam Pasal 5.6 Bagian Ketiga SNI 1729-20xx, sambungan badan balok ke sayap kolom
harus memenuhi persyaratan berikut:
• Kekuatan geser perlu sambungan badan balok harus ditentukan menurut Persamaan 5.8-9.
• Baik pada sistem Rangka Momen Khusus (RMK) maupun pada sistem Rangka Momen Menengah
(RMM), badan balok harus dilas ke sayap kolom menggunakan las tumpul penetrasi penuh mulai dari
lubang akses las atas sampai dengan lubang akses las bawah dengan pelat geser sebagai backing.
Ketebalan pelat geser minimum10 mm. Adanya lubang baut pada badan balok untuk keperluan ereksi
masih diizinkan.
• Namun demikian, untuk RMM, sambungkan badan balok ke sayap kolom boleh berupa sambungan
geser pelat tunggal berbaut yang dirancang sebagai sambungan slip-kritis memenuhi SNI Spesifikasi
untuk Bangunan Gedung Baja Struktural. Kekuatan geser desain sambungan geser pelat tunggal harus
ditentukan berdasarkan pada pelelehan geser penampang bruto dan pada keruntuhan geser penampang
neto. Pelat harus dilas ke sayap kolom dengan las tumpul penetrasi penuh, atau dengan las sudut dua
sisi dengan ukuran minimum 0.75 ketebalan pelat. Lubang-lubang baut berslot pendek (dengan slot
sejajar sayap-sayap balok) diperkenankan pada badan balok atau pada pelat, tetapi tidak pada
keduanya. Pemberian gaya pratarik pada baut boleh dilakukan sebelum atau sesudah pengelasan.
Struktur
S-78 KoNTekS 6
Universitas Trisakti , Jakarta 1-2 November 2012
8. PERSYARATAN PEMOTONGAN SAYAP BALOK PBT
Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam pembentukan penampang balok tereduksi, yang diatur
dalam Pasal 5.7 Bagian Ketiga SNI 1729-20xx, adalah sebagai berikut:
• Pemotongan sayap balok PBT harus dilakukan dengan menggunakan pemotongan termal agar
diperoleh lengkungan yang mulus. Kekasaran permukaan hasil pemotongan termal harus maksimum 13
mikron (berdasarkan ANSI B46.1), seperti yang diukur menggunakan AWS C4.1–77 Sampel 4 atau
suatu komparator visual serupa. Untuk memperkecil efek takik akibat transisi yang mendadak, transisi
antara penampang balok tereduksi dan sayap balok yang tidak dimodifikasi harus dibundarkan dalam
arah panjang sayap. Sudut pertemuan antara sisi penampang tereduksi dan bagian atas dan bagian
bawah sayap harus diratakan agar tidak tajam, tetapi pembentukan chamfer atau radius minimum tidak
diperlukan.
• Toleransi pemotongan termal adalah ± 6 mm dari garis pemotongan teoretis dan toleransi lebar sayap
efektif balok pada setiap penampang adalah ± 10 mm.
• Ketidaksempurnaaan dalam pemotongan termal pada permukaan PBT dapat diperbaiki dengan cara
digerinda bila tidak lebih dalam dari 6 mm. Daerah yang tidak sempurna harus digerinda sampai
terbentuk transisi yang mulus, dan panjang total area transisi harus minimal lima kali kedalaman celuk.
Bila terdapat celuk yang tajam, area tersebut harus diperiksa dengan uji partikel magnetik sesudah
proses penggerindaan untuk memastikan bahwa seluruh celuk telah hilang. Penggerindaan yang
mengikis PBT lebih dari 6 mm tidak diperkenankan.
• Celuk yang lebih dalam dari 6 mm, tetapi tidak lebih dari 12 mm, dan perbaikannya melalui proses
penggerindaan yang mengikis PBT melebihi toleransi, dapat diperbaiki dengan pengelasan. Celuk
harus dihilangkan dan diratakan agar menghasilkan suatu radius root minimum 6 mm untuk persiapan
pengelasan. Area perbaikan harus dipanaskan dulu sampai temperatur minimum dengan nilai terbesar
antara 65°C atau seperti yang disyaratkan dalam AWS D1.1/D1.1M, yang diukur pada area perbaikan
las.
• Celuk yang lebih dalam dari 12 mm, hanya boleh diperbaiki dengan suatu metode yang disetujui oleh
ahli struktur penanggung jawab.
9. PROSEDUR PERANCANGAN BALOK PBT
Prosedur perancangan balok PBT yang ditetapkan dalam Pasal 5.8 Bagian Ketiga SNI 1729-20xx terdiri
dari 11 langkah berikut ini:
1) Dimensi penampang balok, kolom dan PBT ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
0,5bbf ≤ a ≤ 0,75bbf (1)
0,65d ≤ b ≤ 0,85d (2)
0,1bbf ≤ c ≤ 0,25bbf (3)
dengan
bbf = lebar sayap balok (mm)
a = jarak horizontal dari muka sayap kolom ke awal pemotongan PBT (mm)
b = panjang pemotongan PBT (mm)
c = kedalaman pemotongan pada pusat penampang balok tereduksi (mm)
d = tinggi penampang balok (mm)
Lakukan pemeriksaan bahwa balok dan kolom memenuhi syarat kekuatan untuk semua kombinasi
pembebanan dan simpangan antar tingkat rangka memenuhi persyaratan peraturan bangunan yang
berlaku. Untuk memperhitungkan efek reduksi sayap balok sampai dengan 50%, simpangan elastis
efektif boleh dihitung dengan mengalikan simpangan elastis berdasarkan penampang balok bruto
dengan nilai 1.1. Diperbolehkan untuk melakukan interpolasi linier untuk nilai reduksi yang lebih kecil
dari reduksi lebar balok.
Struktur
KoNTekS 6 S-79
Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
2) Modulus penampang plastis pada pusat penampang balok tereduksi dihitung menurut formula:
ZRBS = Zx − 2ctbf (d − tbf) (4)
dengan
ZRBS = modulus penampang plastis pada pusat penampang balok tereduksi (mm3)
Zx = modulus penampang plastis terhadap sumbu-x, untuk penampang balok penuh (mm3)
tbf = ketebalan sayap balok (mm)
3) Momen maksimum yang mungkin terjadi, Mpr pada pusat penampang balok tereduksi dihitung dengan
Mpr = CprRyFyZRBS (5)
4) Gaya geser pada pusat penampang balok tereduksi di setiap ujung balok dihitung melalui diagram free
body dari bagian balok antara pusat penampang balok tereduksi. Diasumsikan momen pada pusat setiap
penampang balok tereduksi adalah Mpr dan termasuk beban gravitasi yang bekerja pada balok
berdasarkan kombinasi beban 1,2D + f1L + 0,2S, dimana f1 adalah faktor beban ditentukan oleh
peraturan bangunan gedung yang berlaku untuk beban hidup, minimum 0,5.
5) Momen maksimum yang mungkin terjadi pada muka kolom dihitung dari diagram free body segmen
balok antara pusat penampang balok tereduksi dan muka kolom.
Mf = Mpr + VRBSSh (6)
dengan
Mf = momen maksimum yang mungkin terjadi pada muka kolom (N-mm)
Sh = jarak dari muka kolom ke sendi plastis (mm)
VRBS = terbesar dari dua nilai gaya geser pada pusat penampang balok tereduksi pada setiap ujung
balok (N)
6) Momen plastis balok berdasarkan tegangan leleh ekspektasi dihitung dengan
Mpe = RyFyZx (7)
7) Kekuatan lentur balok pada muka kolom harus memenuhi
Mf ≤ dφ Mpe (8)
8) Kekuatan geser yang disyaratkan dari balok dan sambungan badan balok-ke-kolom:
Vu = 2 Mpr / Lh + Vgravitasi (9)
dengan
Vu = kekuatan geser perlu dari balok dan sambungan badan balok-ke-kolom (N)
Lh = jarak antara lokasi sendi plastis (mm)
Vgravitasi = gaya geser balok yang dihasilkan dari 1,2D + f1L + 0,2S (dimana f1 adalah faktor beban
ditentukan oleh peraturan bangunan gedung yang berlaku untuk beban-beban hidup,
minimum 0,5) (N)
Kekuatan geser desain dari balok harus memenuhi Bab G SNI Spesifikasi untuk Bangunan Gedung
Baja Struktural.
9) Desain sambungan badan balok-ke-kolom harus memenuhi Pasal 5.6.
10) Kebutuhan akan pelat penerus bilamana diperlukan harus diperiksa.
11) Hubungan kolom-balok harus memenuhi Pasal 5.4.
Struktur
S-80 KoNTekS 6
Universitas Trisakti , Jakarta 1-2 November 2012
10. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. PBT menjamin terjadinya mekanisme “strong column – weak beam” pada rangka momen struktur
baja dengan memperlemah bagian balok diluar sambungan.
2. PBT menjamin keamanan pada sambungan momen balok-kolom.
3. PBT mensyaratkan pendetailan khusus yang harus diikuti untuk menjamin kehandalannya.
DAFTAR PUSTAKA
ANSI/AISC 358-10/358s1-11. Prequalified Connections for Special and Intermediate Steel Moment
Frames for Seismic Applications, American Institute of Steel Construction, Chicago, IL.
Bonowitz, D., Youssef, N. (1995). “Steel Moment Resisting Frames After Northridge – Statistics on
Northridge damage point to the need for probabilistic approaches to evaluation and design”. Modern
Steel Construction, May, hal. 46 – 55.
Englehardt, M. D., Sabol, T. A., Aboutaha, R. S. Frank, K. H. (1995). “Testing Connections – An overview
of the AISC Northridge Moment Connection Test Program”. Modern Steel Construction, May, hal. 36
– 44.
Iwankiw, N. R., Carter, C. J. (1996). “The Dogbone: A New Idea to Chew On”. Modern Steel Construction,
April, hal. 18 – 23.
Nelson, R. F. (1996). “Proprietary Solution – One remedy for special moment-resisting frame problems in
the use of a system developed by MNH-SMRF”. Modern Steel Construction, January, hal. 40 – 44.
Sabol, T. A. (1994). “Steel Damage in LA: What Went Wrong – Case studies on localized steel problems in
buildings affected by the Northridge Earthquake”. Modern Steel Construction, June, hal. 18 – 24.
SNI 1729-20xx (3). Sambungan Terprakualifikasi untuk Rangka Momen Baja Khusus dan Menengah
dalam Aplikasi Seismik, Badan Standarisasi National, Jakarta.
Sutjipto, Suradjin. (2001). Design Concepts of Steel Structures. Simposium Asosiasi Masyarakat Baja
Indonesia.
Sutjipto, Suradjin. (2012). Peraturan Baja Struktural Indonesia untuk Gedung SNI 1729-20xx. Seminar
Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia.
Zekioglu, A., Mozaffarian, H., Chang, K. L., Uang, C. M., Noel, S. (1997). “Designing After Northridge”.
Modern Steel Construction, March, hal. 36 – 42.