pemilu tahun 1955 pesta demokrasi pertama indonesia

28
PEMILU TAHUN 1955 : PESTA DEMOKRASI PERTAMA INDONESIA Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Politik Pemilihan Tingkat Nasional dan Daerah (PPTND) Dosen Pengampu : Andhyka Muttaqin, SAP, MPA Oleh: Dian Purnama Sari 105030100111123 Putri Permata Taqwa 105030100111127 Nurul Afifah 105030100111127 Kelas : I JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013

Upload: muhammand-dicky-hidayat

Post on 31-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

edu

TRANSCRIPT

Page 1: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

PEMILU TAHUN 1955 : PESTA DEMOKRASI PERTAMA INDONESIA

Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Politik Pemilihan Tingkat

Nasional dan Daerah (PPTND)

Dosen Pengampu : Andhyka Muttaqin, SAP, MPA

Oleh:

Dian Purnama Sari 105030100111123

Putri Permata Taqwa 105030100111127

Nurul Afifah 105030100111127

Kelas : I

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2013

Page 2: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1

1.1. Latar Belakang ..............................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah .........................................................................................2

1.3. Tujuan ............................................................................................................2

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................3

2.1. Konsep Sistem Pemilu...................................................................................3

2.2. Konsep Sistem Politik ...................................................................................5

BAB 3 METODE PENULISAN............................................................................7

3.1. Jenis Penulisan ..............................................................................................7

3.2. Objek Penulisan .............................................................................................7

3.3. Teknik Pengambilan Data .............................................................................7

3.4. Prosedur Penulisan ........................................................................................7

3.5. Kerangka Berpikir .........................................................................................8

BAB 4 PEMBAHASAN .........................................................................................9

4.1. Proses dan Sistem Politik Pada Tahun 1955 .................................................9

4.2. Analisis Kelompok : ....................................................................................21

BAB 5 PENUTUP.................................................................................................24

5.1. Kesimpulan ..................................................................................................24

5.2. Rekomendasi ...............................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................26

Page 3: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perjalanan sejarah partai-partai di Indonesia sebenarnya sudah cukup lama

jika dibandingkan sejarah bangsa Indonesia. Partai-partai di Indonesia mulai

berdiri hampir bersamaan dengan kemerdekaan Indonesia, yaitu mulai muncul

sejak dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden 3 November 1945 yang

mengimbau agar bangsa Indonesia mendirikan partai-partai dalam rangka

menyongsong pemilihan umum (baik untuk parlemen/KNIP maupun Badan

Konstituante) yang direncanakan akan segera dilaksanakan.

Sejarah mencatat bahwa rencana tersebut baru dapat terlaksana tujuh tahun

kemudian, tahun 1955. Itu ketika bangsa Indonesia pertama kali melaksanakan

pemilihan umum anggota DPR yang menghasilkan adanya 27 partai yang

memperoleh kursi di parlemen dari 36 partai yang mengikuti pemilihan umum.

Sejarah partai politik Indonesia mencatat bahwa inilah satu-satunya Pemilu

(yang dapat dilaksanakan dalam kurun waktu kurang lebih 20 tahun masa Orde

Lama) yang dapat dipergunakan untuk mengukur kekuatan partai-partai politik

masa Orde Lama. Sampai dengan berakhirnya Orde Lama pada pertengahan

dekade 1960-an, tidak ada lagi pemilihan umum yang dapat dipergunakan untuk

mengukur distribusi kekuatan antarpartai secara nasional.

Pemilu 1955 diwarnai konflik antar aliran politik karena adanya perbedaan

ideologis-kultural. Konflik-konflik tersebut seringkali dapat didamaikan melalui

mekanisme solidaritas di kalangan elite partai. Namun konflik antar partai tersebut

sangat berkepanjangan bahkan sampai menimbulkan korban jiwa (Puspoyo:2012).

Dengan maraknya konflik ideologi dan konflik internal partai pada masa itu,

mengakibatkan kabinet atau parlemen yang dikuasai partai-partai menjadi

melemah. Selain permasalahan di atas, Pemilu tahun 1955 juga diwarnai dengan

jatuh bangunnya kabinet Demokrasi Parlementer. Beerbagai peristiwa di atas

menjadi bukti yang jelas betapa pemerintahan Indonesia pada saat pelaksanaan

Pemilu Orde Lama tidak berada pada kondisi yang stabil.

Page 4: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

2

Berdasarkan paparan di atas, maka kelompok kami memberi judul “Pemilu

1955: Pesta Demokrasi Pertama di Indonesia” untuk makalah kami. Dalam

makalah ini kami akan menganalisis proses Pemilu yang terjadi pada tahun 1955,

mulai dari sistem kepartaian dan berbagai peristiwa yang berkaitan dengan Pemilu

tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

1) Bagaimana proses dan sistem pemilihan umum pada tahun 1955?

1.3. Tujuan

1) Mengetahui proses dan sistem pemilihan umum pada tahun 1955

Page 5: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

3

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Konsep Sistem Pemilu

a. Pemilu

Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para

pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-

jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam,

mulai dari Presiden, wakil rakyat di pelbagai tingkat pemerintahan,

sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga

berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua

kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.

Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga

disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu

menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye.

Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang

hari pemungutan suara.

Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan

dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem

penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui

oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.

Menurut UU no 08 tahun 2008 pasal 1 Pemilu adalah sarana

pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk

memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dalam Negara Kesatuan

Page 6: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

4

Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Sistem Pemilu

Umumnya ada dua sistem pelaksanaan pemilihan umum yang

dipakai, yaitu sebagai berikut:

Sistem Distrik

Sistem ini diselenggerakan berdasarkan lokasi daerah

pemilihan, dalam arti tidak membedakan jumlah penduduk,

tetapi tempat yang sudah ditentukan. Jadi daerah yang sedikit

penduduknya memiliki wakil yang sama dengan daerah yang

padat penduduknya. Oleh karena itu sudah barang tentu

banyak jumlah suara yang akan terbuang di satu pihak tetapi

malahan menguntungkan pihak yang renggang penduduknya.

Tetapi karena wakil yang akan dipilih adalah orangnya

langsung, maka pemilih akrab dengan wakilnya (personan

stetsel). Satu distrik biasanya satu wakil (single member

constituency).

Sistem Proposional

Sistem ini didasari jumlah penduduk yang akan

menjadi peserta pemilih, misalnya setiap 40.000 penduduk

pemilih memperoleh satu wakil (suara berimbang), sedangkan

yang dipilih adalah kelompok orang yang diajukan kontestan

Pemilu, yaitu para partai politik (multi member constituency)

yang dikenal lewat tanda gambar (lijsten stetsel) sehingga

wakil dan pemilih kurang akrab.

Page 7: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

5

2.2. Konsep Sistem Politik

Menurut Pamudji, sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan

yang komplek atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal

atau bagian-bagian yang membrntuk suatu kebulatan atau keseluruhan

yang komplek atau utuh.

Sistem adalah kesatuan yang utuh dari suatu rangkaian , yang kait-

mengkait satu sama lain, bagian atau anak cabang dari suatu sistem,

menjadi induk dari rangkaian selanjutnya.

Politik berasal dari kata “polis” yang berarti negara kota, dengan

politik berarti ada hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama,

dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan, kelakuan pejabat,

legalitas keabsahan, dan akhirnya kekuasaan. Politik juga dapat dikatakan

sebagai kebijaksanaan, kekuasaan, kekuatan, kekuasaan pemerintah,

pengaturan konflik yang menjadi konsensus nasional, serta kemudian

kekuatan masa rakyat.

Menurut Robert Dahl sistem politik mencakup dua hal yaitu: pola

yang tetap dari hubungan manusia, kemudian melibatkan sesuatu yang

luas tentang kekuasaan, aturan dan kewenangan.

Pada dasarnya konsep sistem politik dipakai untuk keperluan

analisa, di mana suatu sistem bersifat abstark pula. Dalam konsteks ini

sistem terdiri dari beberapa variabel. Di samping itu konsep sistem politik

dapat diterapkan pada suatu situasi yang konkrit, misalnya negara, atau

kesatuan yang lebih kecil, seperti kota, atau suku-bangsa, atau pun

kesatuan yang lebih besar seperti bidang internasional, di mana sistem

politik terdiri dari beberapa negara.

Sistem politik menyelenggarakan fungsi-fungsi tertentu untuk

masyarakat. Fungsi-fungsi itu adalah membuat keputusan-keputusan

kebijaksanaan (policy decisions) yang mengikat mengenai alokasi dari

nilai-nilai (baik yang bersifat materiil, maupun yang non-materiil). Sistem

politik menghasilkan “output” yaitu keputusan-keputusan kebijaksanaan-

kebijaksanaan yang mengikat. Dengan kata lain : melalui sistem politik

Page 8: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

6

tujuan-tujuan masyarakat dirumuskan dan selanjutnya dilaksanakan oleh

keputusan-keputusan kebijkasanaan.

Salah satu aspek penting dalam sistem politik adalah budaya

politik (political culture) yang mencerminkan faktor subyektif. Dalam

sistem politik terdapat 4 variabel:

1. Kekuasaan : Sebagai cara untuk mencapai hal yang

diinginkan antara lain membagi sumber-sumber di antara

kelompok-kelompok dalam masyarakat.

2. Kepentingan : Tujuan-tujuan yang dikejar oleh pelaku-pelaku

atau kelompok politik.

3. Kebijaksanaan : Hasil dari interaksi antara kekuasaan dan

kepentingan, biasanya dalam bentuk perundang-undangan.

4. Budaya Politik : Orientasi subyektif dari individu terhadap

sistem politik.

Page 9: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

7

BAB 3

METODE PENULISAN

3.1. Jenis Penulisan

Tulisan dalam makalah ini bersifat kajian pustaka atau library research.

Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif yang disertai dengan analisis

sehingga menunjukkan suatu kajian ilmiah yang dapat dikembangkan dan

diterapkan lebih lanjut.

3.2. Objek Penulisan

Objek penulisan dari makalah ini adalah sistem pemilihan umum pada masa

Orde Lama tahun 1955 beserta bagaimana saja prosesnya, mulai dari kampanye

hingga hasil Pemilu.

3.3. Teknik Pengambilan Data

Informasi yang dikumpulkan adalah informasi yang berkaitan tentang

peristiwa Pemilihan Umum pada tahun 1955. Informasi yang dikumpulkan

meliputi sistem Pemilu yang diterapkan, proses kampanye dan Pemilu, hasil dari

Pemilu itu sendiri beserta peristiwa-peristiwa yang terkait dengan Pemilu tahun

1955. Adapun informasi ini diperoleh dari berbagai literatur, mulai dari majalah.

jurnal ilmiah, internet maupun buku yang relevan dengan objek yang akan dikaji.

3.4. Prosedur Penulisan

Setelah dilakukan pengumpulan data informasi, semua hasil diseleksi untuk

mengambil data dan informasi yang relevan dengan masalah yang dikaji. Untuk

menyajikan masalah yang akan dibahas, maka dalam tulisan ini penyajian dibagi

atas satu pokok bahasan, yaitu proses dan sistem Pemilu yang terjadi pada tahun

1955. Pokok bahasan tersebut nantinya masih akan terbagi ke dalam 4 sub pokok

bahasan yang terdiri dari :

Page 10: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

8

1) Sistem Pemilu yang digunakan pada Pemilu tahun 1955

2) Partai politik yang ikut meramaikan pesta Pemilu tahun 1955

3) Proses Pemilu yang menggambarkan jalannya Pemilu tahun 1955

4) Hasil Pemilu tahun 1955

3.5. Kerangka Berpikir

Tulisan ini memiliki kerangka berpikir dalan proses penulisannya. Kerangka

atau alur berpikir digunakan untuk mempermudah proses penulisan. Adapun

kerangka berpikir dalam tulisan ini akan dijelaskan pada skema di bawah ini.

LATAR BELAKANG

Partai-partai di Indonesia mulai muncul sejak dikeluarkannya

Maklumat Wakil Presiden 3 November 1945 yang mengimbau agar

bangsa Indonesia mendirikan partai-partai dalam rangka

menyongsong pemilihan umum

Pemilu 1955 diwarnai konflik antar aliran politik karena adanya

perbedaan ideologis-kultural.

Pemilu tahun 1955 juga diwarnai dengan jatuh bangunnya kabinet

Demokrasi Parlementer.

Pemilu tahun 1955 satu-satunya pemilu (yang dapat dilaksanakan

dalam kurun waktu kurang lebih 20 tahun masa Orde Lama) yang

dapat dipergunakan untuk mengukur kekuatan partai-partai politik.

masa Orde Lama.

RUMUSAN MASALAH

1) Bagaimana proses dan sistem pemilihan umum pada tahun 1955?

STUDI LITERATUR

Tinjauan tentang sistem Pemilu tahun 1955

Tinjauan tentang proses dan hasil Pemilu tahun 1955

Tinjauan tentang peristiwa-peristiwa pada saat dan setelah Pemilu

tahun 1955

Page 11: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

9

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1. Proses dan Sistem Politik Pada Tahun 1955

A. Sistem Pemilu

pemilu 1955 yang

dilaksanakan pada

tanggal 29 September

1955 untuk memilih

anggota DPR dan

tanggal 15 Desember

1955 untuk memilih

anggota Dewan

Konstituante berada di

bawah rezim hukum konstitusi Pasal 1 Ayat 1, Pasal 35, Pasal 56 s.d. Pasal

60, Pasal 134 dan Pasal 135 UUDS 1950 yang kemudian diderivasi dalam

UU Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum. Pemilu tersebut berada

dalam konteks sistem ketatanegaraan kabinet parlementer dengan sistem

multipartai. Sebenarnya gagasan untuk menyelenggarakan Pemilu sudah

muncul 3 bulan setelah Proklamasi 1945 lewat Maklumat Wakil Presiden

Nomor X tanggal 3 November 1945, namun tidak terlaksana karena

berbagai faktor dan kemudian juga lahir UU Nomor 27 Tahun 1948 tentang

Pemilu yang kemudian diuabah dengan UU Nomor 12 Tahun 1949 yang

merupakan sistem Pemilu bertingkat, jadi Pemilu tidak langsung. Berikut

merupakan isi Maklumat Wakil Presiden Nomor X :

1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena

dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang

teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat.

Gambar 3.1

Page 12: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

10

2. Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun sebelum

dilangsungkan pemilihan anggota Badan-badan Perwakilan Rakyat.

Pemilihan ini diharapkan dapat dilakukan pada bulan Januari 1946.

Pemilu 1955 berlansung dengan sistem proporsional (multimember

contituency) yang dikombinasikan dengan sistem daftar (listsystem) diikuti

oleh lebih dari 30 Partai Politik dan lebih dari 100 organisasi / perkumpulan

dan perseorangan untuk memilih 257 anggota DPR. Dalam sistem Pemilu

proporsional satu wilayah besar memilih beberapa wakil. Dan dalam sistem

ini satu wilayah dianggap sebagai satu kesatuan, dan dalam wilayah tersebut

jumlah kursi dibagi sesuai jumlah suara yang diperoleh oleh para calon atau

kontestan, secara nassional tanpa menghiraukan distribusi suara itu.

Sedangkan maksud sistem daftar disini adalah dimana partai-partai peserta

Pemilu menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup

memilih partai. alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah

ada.

B. Partai Politik

Jika diperhatikan perkembangan kehidupan kepartaian di Indoensia,

maka segera diketahui bahwa pengalaman berpartai masyarakat Indonesia

berlumlah begitu lama. sebelum tercapainya kemerdekaan, khususnya pada

masa Hindia Belanda, kaum pergerakan mendirikan sejumlah partai yang

antara lain dipakai sebagai wahanan untuk pendidikan politik dan mobilisasi

politik dalam rangka perjuangan kemerdekaan. sebelum tahun 1930-an

kehidupan kepartaian dapat dicirikan sebagai radikal dan konservatif,

dengan pengertian yang berani menentang Belanda secara terang-terangan

dan yang lain melakukan perjuangan politik melalui cara persuasif dengan

pemerintah kolonial. Tetapi setelah partai komunis dibubarkan pemerintah

kolonial Belanda menyusul pmberontakan yang gagal tahun 1926/1927 oleh

komunis, kehidupan kepartaian mengalami masa suram. Penyesuaian gaya

kemudian dilakukan disana sini dan baru mulai menjadi radikal lagi

menjelang Jepang mendarat di Indonesia.

Page 13: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

11

Jika dilihat dari mau tidaknya memasuki institusi-institusi kolonial,

maka kehidupan kepartaian pada masa Hindia Belanda ini dicirikan dengan

mereka mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial (kooperasi) dan yang

menolak mamasuki institusi kolonial (non kooperasi).

Seirama dengan ekslarasi perjuangan, beberapa tahun sebelum Jepang

mendarat di Indonesia, terlihat pendekatan partai radikal dengan konservatif

atau antara kaum kooperator dengan non kooperator baik dalam ikatan atas

dasar kebangsaan seperti yang terwujud dalam Gabungan Politik Indonesia

(GAPI) maupun atas dasar ideologi keagamaan seperti terlihat pada majelis

Islam Ala Indonesia (MIAI).

Pada masa pendudukan militer Jepang, kegiatan kepartaian dilarang,

kecuali MIAI yang diperkenankan terus berdiri edngan cara menyesuaikan

AD/ART nya dengan keinginan perang Asia Timur raya. Namun ternyata

MIAI juga tidak dapat bertahan lama, karena kegiatan-kegiatan MIAI

dicurigai Jepang. MIAI lalu dibubarkan dan pemerintah pendudukan Jepang

menggantikannya dengan Masyumi (1943).

Pada awal proklamasi, PPKI merencanakan membentuk partai tunggal

(partai negara) dengan sebutan Partai Nasional Indonesia yang sama sekali

tidak ada hubungan dengan PNI. Gagasan partai tunggal ini diprakarsai

Soekarno sebetulnya tidak begitu disokong oleh Bung Hatta. Hal itu

barangkali karena partai tunggal mirip dengan bentuk kepartaian di negara

komunis, yang dalam aktivitasnya cenderung diktator.

Dalam kenyataannya rencana partai tunggal ini juga terwujud antara

lain karena KNIP mampu mengorganisir massa untuk membela eksistensi

proklamasi.

Penentangan terhadap gagasan partai tunggal diperlihatkan lagi dengan

usulan politik Badan Pekerja KNIP kepada wakil Presiden. Pemerintah

merealisasi usul Badan Pekerja ini melalui Maklumat Wakil Presiden

tanggal 3 November 1945 yang memberi kesempatan kepada masyarakat

untuk mendirikan partai politik. Sejak itu bermunculanlah partai-partai

politik yang jumlahnya tanpa batas. Keadaan ini menjadi runyam karena

Page 14: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

12

sebagian partai-partai ini menuntut untuk diberi tempat dalam pemerintahan

dan KNIP. Keadaan yang sama juga terjadi pada negara/daerah bagian yang

diciptakan Van Mook melalui Konferensi Malino dan Pangkalpinang.

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir sejak bulan Agustus

1950 mewarisi sistem multi partai ini. Jika melihat jumlah partai yang

diwakili dalam parlemen. Sekurang-kurangnya terdapat 27 partai politik.

Partai-partai tersebut adalah:

a. Masyumi (kemudian pecah : PSII menjadi partai politik sendiri

tahun 1947 dan NU tahun 1952).

b. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).

c. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).

d. Partai Kristen Indonesia (PARKINDO).

e. Partai Katolik

f. Partai Nasional Indonesia (PNI)

g. Persatuan Indonesia Raya (PIR)

h. Partai Indonesia Raya (PARINDRA)

i. Partai Rakyat Indonesia (PRI)

j. Partai Demokrasi Rakyat (BANTENG)

k. Partai Rakyat Nasional (PRN)

l. Partai Wanita Rakyat (PWR)

m. Partai Kebangsaan Indonesia (PARKI)

n. Partai Kedaulatan Rakyat (PKR)

o. Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI)

p. Ikatan Nasional Indonesia (INI)

q. Partai Rakyat Djelata (PRD)

r. Partai Tani Indonesia (PTI)

s. Wanita Demokrasi Indonesia (WDI)

t. Partai Komunis Indonesia (PKI)

u. Partai Sosialis Indonesia (PSI)

v. Partai Murba

w. Partai Buruh (dua buah)

Page 15: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

13

x. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (PERMAI)

y. Partai Demokrasi Tionghoa Indonesia (PDTI)

z. Partai Indo Nasional (PIN)

Kehidupan kepartaian diusahakan menjadi modern, kesadaran

berpolitik meningkat. Masyarakat mulai melihat bahwa melalui partai

memungkinkan mereka dapat mengikuti arus mobilisasi sosial, baik vertikal

maupun horizontal. Melalui partai seseorang seringkali mengharapkan

perlindungan, bahkan mungkin juga melalui partai seseorang mungkin bisa

meningkatkan kesejahteraan pribadinya dengan cara memanfaatkan

hubungan teman separtai.

Kehidupan kepartaian juga memasuki dunia pegawai negeri, tidak

terkecuali mereka yang kebetulan sedang menjadi pejabat tinggi, hakim, dan

sebagainya, sebagian besar memutuskan memasuki salah satu partai politik.

Dengan begitu klik sesama teman separtai kemudian terbentuk pada bagian-

bagian tertentu di instansi pemerintah. Pengecualian dari situasi ini adalah

kalangan tentara dan kepolisian negara yang sejak semula memang tidak

diperkenankan menjadi anggota partai. Dengan pengertian lain jika mereka

ingin menjadi anggota partai, dengan sendirinya harus membuka pakaian

seragamnya dan menjadi orang sipil. Walaupun begitu ternyata militer dan

polisi tidak luput dari penetralisasi ideologi kepartaian, yang tergambar

dalam sikap mereka yang secara samar-samar seringkali menyokong

kebijaksanaan partai tertentu.

Orang-orang terkemuka seringkali tidak secara formal menyatakan

dirinya menjadi anggota satu partai. Baik sejumlah anggota parlemen

maupun beberapa pejabat senior pemerintahan seringkali memunculkan

kesan bahwa mereka seorang non partai.

Jumlah anggota partai pada masa ini sukar dihitung. Biasanya masing-

masing partai mengukur sendiri berarnya jumlah anggota mereka.

Pengakuan mengenai jumlah anggota seringkali berlebihan, karena tidak ada

catatan resmi mengenai keanggotaan. PNI umpamanya mengklaim jumlah

Page 16: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

14

anggotanya sebanyak 1.466.783 orang dengan 228 ncabang di seluruh

Indonesia pada tahun 1950. Sementara Masyumi menyebutkan anggotanya

sebanyak 10.000.000 orang dengan 237 cabang. Partai Kristen Parkindo

menyatakan mempunyai anggota sebanyak 320.000 orang. Sementara Partai

Rakyat Nasional menyebutkan anggotanya sebanyak dua juta orang,

Perhatian partai-partai terhadap persoalan-persoalan politik sangat

terasa di Jakarta dibanding dengan daerah-daerah lainnya. Bilamana mereka

bergerak diluar ibukota, biasanya kegiatan lebih banyak terarah kepada

wilayah-wilayah yang memiliki potensi yang mendukung kebijaksanaan

nasional mereka, seperti di kota-kota besar, di kota-kota residensi atau

kabupaten dan wilayah-wilayah yang secara ekonomis merupakan pusat-

pusat produksi untuk pasaran dunia.

Sebagian partai memusatkan perhatiannya di daerah Jawa. Sasaran

mereka adalah mempengaruhi organisasi sosial si pedesaan, para wanita,

pemuda, buruh, petani, alim ulama, tenaga terdidik, budayawan, organisasi,

olahraga, dan kaum veteran. Lapisan mayyarakat ini diikat mereka dengan

ideologi kepartaian dan aliran-aliran tertentu. Dengan demikian orang desa

ini dipaksa untuk menerima kepemimpinan orang kota melalui garis

ideologi. Sebaliknya hubungan desa kota juga menemukan saluran baru.

Hampir bisa dipastikan bahwa partai tidak bisa hidup hanya dari iuran

anggota. Beberapa dana diperoleh dari potongan honorarium anggota

legislatif, organ-organ partai, dan melalui hubungan dengan birokrasi

pemerintah.

C. Proses Pemilu

1. Kampanye Partai Politik Tahun 1955

Kampanye Pemilu yang sangat sengit pada tahun 1955 berlangsung

lama sekali yang memperuncing konflik sosial di banyak daerah.

Ketiadaan konsensus politik yang mencolok pada masa kamanye itu

menjadi jelas lagi pada masa pasca Pemilu, yaitu pada masa kabinet Ali

Sastroamidjojo kedua (Maret 1956-Maret 1957). Dari empat partai yang

Page 17: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

15

keluar sebagai pemenang dalam Pemilu 1955,

PNI, Masyumi, NU dan PKI, semuanya,

kecuali PKI, diwakili dalam kabinet Ali itu.

Tetapi, konflik PNI dan Masyumi berjalan

terus di dalam kabinet itu, sehingga kabinet

dilihat lemah dan kurang tegas. Hal itu

menyuburkan lahan bagi beberapa aktor

politik yang dari dulu merasa diri

dikesampingkan oleh sistem demokrasi

parlementer. Yang paling nyata Presiden

Soekarno dan pimpinan tentara.

Menarik pula perilaku para politikus saat berkampanye. Semua

politikus, termasuk PM Burhanudin Harahap dan para menteri yang

menjadi calon anggota DPR, tidak pernah menggunakan fasilitas negara

maupun memanfaatkan otoritasnya sebagai pejabat negara.

Mereka juga tidak pernah meminta pejabat di bawahnya untuk

menggiring masyarakat masyarakat pemilih untuk mengambil sikap yang

menguntungkan partainya. Sebab, mereka tak menganggap sesama

pejabat negara sebagai pesaing yang menakutkan. Selain itu, tak ada

gelagat dari pejabat negara tertentu untuk menghalalkan segala cara

selama mengikuti kampanye. Teladan para pejabat pada masa lalu inilah

yang kita rindukan bersama saat ini. Tidak diketahui pasti berapa lama

masa kampanye pada Pemilu 1955. Tetapi masa kampanye yang semula

dikhawatirkan gaduh, ternyata berlangsung aman dan tertib.

2. Proses Pemilu

Pada November tahun 1952, Kabinet Wilopo mengajukan rancangan

undang-undang pemilihan umum baru. Sistem perwakilan proporsional

diajukan kepada parlemen dan disetujui secara aklamasi. Undang-undang

tersebut membagi Indonesia ke dalam 16 daerah pemilihan. Pendaftaran

pemilih mulai dilaksanakan pada Mei 1954 dan baru selesai pada

Gambar 3.2

Page 18: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

16

November. Ada 43.104.464 warga yang memenuhi syarat masuk bilik

suara. Dari jumlah itu, sebanyak 87,65% atau 37.875.299 yang

menggunakan hak pilihnya pada saat itu. Pada Pemilu pertama tahun

1955, Indonesia menggunakan sistem proporsional yang tidak murni.

Proposionalitas penduduk dengan kuota 1; 300.000.

Tidak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan

perorangan ikut serta mencalonkan diri dalam Pemilu yang pertama ini.

Keseluruhan peserta Pemilu pada saat itu mencapai 172 tanda gambar.

Pada Pemilu ini, anggota TNI-APRI, juga menggunakan hak pilihnya

berdasarkan peraturan yang berlaku ketika itu. Pada pelaksanaan Pemilu

pertama, Indonesia dibagi menjadi 16 daerah pemilihan yang meliputi

208 daerah kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa. Dengan

perbandingan setiap 300.000 penduduk diwakili seorang wakil. Pemilu

pertama ini diikuti oleh banyak partai politik karena pada saat itu NKRI

menganut kabinet multi partai sehingga DPR hasil Pemilu terbagi ke

dalam beberapa fraksi.

Pemilu tahun 1955 diselenggarakan dalam dua tahap. Tahap-tahap

tersebut antara lain:

a) Tahap 1 (29 September 1955), dilaksanakan untuk memilih

anggota DPR

b) Tahap 2 (15 Desember 1955), dilaksanakan untuk memilih

anggota Dewan Konstituante

Menurut George

McTurnan Kahin,

Pemilu tahun 1955

tersebut begitu penting

sebab dengan itu

kekuatan partai-partai

politik terukur lebih

cermat dan parlemen

yang dihasilkan lebih

Gambar 3.3

Page 19: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

17

bermutu sebagai lembaga perwakilan. Sebelum Pemilu, parlemen selalu

menjadi sasaran kekecewaan, terutama dari kelompok militer yang

merasa kepentingannya selalu dicampuri. Selain itu, masyarakat luas juga

memiliki harapan akan suksesnya Pemilu karena kabinet berulang-kali

jatuh-bangun; wewenang pemerintah yang selalu mendapat rintangan

dari tentara; korupsi; nepotisme dan pemerintah yang terkesan lumpuh di

dalam menghadapi berbagai persoalan. Karena belum ada lembaga

penyelenggara pemilihan umum yang mapan, pengorganisasian

pemungutan suara menjadi tanggungjawab pemerintah dan wakil-wakil

partai politik. Organisasi itu terdapat pada setiap jenjang pemerintahan,

mulai dari pusat sampai ke tingkat desa. Partai-partai berjuang untuk

merebut simpati rakyat dengan berbagai jalan, salah satunya

mengembangkan cara kampanye simpatik dengan mengunjungi rumah

penduduk satu per satu. Penggalangan massa ini dinilai efektif untuk

meyakinkan calon pemilih yang masih ragu-ragu untuk menentukan

pilihannya.

Penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 menelan biaya Rp 479.891.729.

Angka itu dikeluarkan untuk membiayai perlengkapan teknis pemilihan

seperti pembuatan kotak suara dan honorarium panitia penyelenggara

Pemilu. Menurut Herbert Feith dana Pemilu itu sebenarnya terlampau

mahal. Salah satu faktor yang mendongkrak kenaikan biaya adalah

kelambanan unit-unit kerja panitia Pemilu yang pada akhirnya

menambah beban biaya.

D. Hasil Pemilu Tahun 1955

1. Hasil Pemilu Tahap 1 (29 September 1955)

Dari 172 kontestan Pemilu 1955, hanya 28 kontestan (tiga

diantaranya perseorangan) yang berhasil memperoleh kursi. Empat partai

besar secara berturut-turut memenangkan kursi: Partai Nasional

Indonesia (57 kursi/22,3%), Masyumi (57 kursi/20,9%), Nahdlatul

Ulama (45 kursi/18,4%), dan Partai Komunis Indonesia (39

Page 20: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

18

kursi/15,4%). Berikut merupakan tabel hasil Pemilu tahap pertama tahun

1955 :

No

.

Partai Jumlah

Suara

Persentase

(%)

Jumlah

Kursi

1. Partai Nasional Indonesia

(PNI)

8.434.653 22,32 57

2. Masyumi 7.903.886 20,92 57

3. Nahdlatul Ulama (NU) 6.955.141 18,41 45

4. Partai Komunis Indonesia

(PKI)

6.179.914 16,36 39

5. Partai Syarikat Islam

Indonesia (PSII)

1.091.160 2,89 8

6. Partai Kristen Indonesia

(Parkindo)

1.003.326 2,66 8

7. Partai Katolik 770.740 2,04 6

8. Partai Sosialis Indonesia

(PSI)

753.191 1,99 5

9. Ikatan Pendukung

Kemerdekaan Indonesia

(IPKI)

541.306 1,43 4

10. Pergerakan Tarbiyah

Islamiyah (Perti)

483.014 1,28 4

11. Partai Rakyat Nasional

(PRN)

242.125 0,64 2

12. Partai Buruh 224.167 0,59 2

13. Gerakan Pembela Panca

Sila (GPPS)

219.985 0,58 2

14. Partai Rakyat Indonesia

(PRI)

206.161 0,55 2

15. Persatuan Pegawai Polisi

RI (P3RI)

200.419 0,53 2

16. Murba 199.588 0,53 2

17. Baperki 178.887 0,47 1

18. Persatuan Indonesia Raya

(PIR) Wongsonegoro

178.481 0,47 1

19. Grinda 154.792 0,41 1

20. Persatuan Rakyat Marhaen

Indonesia (Permai)

149.287 0,40 1

Tabel 3.1

Page 21: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

19

21. Persatuan Daya (PD) 146.054 0,39 1

22. PIR Hazairin 114.644 0,30 1

23. Partai Politik Tarikat Islam

(PPTI)

85.131 0,22 1

24. AKUI 81.454 0,21 1

25. Persatuan Rakyat Desa

(PRD)

77.919 0,21 1

26. Partai Republik Indonesis

Merdeka (PRIM)

72.523 0,19 1

27. Angkatan Comunis Muda

(Acoma)

64.514 0,17 1

28. R.Soedjono

Prawirisoedarso

53.306 0,14 1

29. Lain-lain 1.022.433 2,71 -

Jumlah 37.785.299 100,00 257

Keseluruhan kursi yang diperoleh adalah sebesar 257 kursi. Tiga

kursi sisa diberikan pada wakil Irian Barat yang keanggotaannya

diangkat Presiden. Selain itu diangkat juga 6 anggota parlemen mewakili

Tonghoa dan 6 lagi mewakili Eropa. Dengan demikian keseluruhan

anggota DPR hasil Pemilu 1955 adalah 272 orang.

2. Hasil Pemilu Tahap 2 (15 Desember 1955)

Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di

Irian Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi

yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante

menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya,

sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan

suaranya merosot 114.267 dibanding-kan suara yang diperoleh dalam

pemilihan anggota DPR. Peserta pemilihan anggota Konstituante yang

mendapatkan kursi itu adalah sebagai berikut:

Page 22: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

20

No. Partai/Nama Daftar Jumlah

Suara

Persentase

(%)

Jumlah

Kursi

1. Partai Nasional Indonesia

(PNI)

9.070.218 23,97 119

2. Masyumi 7.789.619 20,59 112

3. Nahdlatul Ulama (NU) 6.989.333 18,47 91

4. Partai Komunis Indonesia

(PKI)

6.232.512 16,47 80

5. Partai Syarikat Islam

Indonesia (PSII)

1.059.922 2,80 16

6. Partai Kristen Indonesia

(Parkindo)

988.810 2,61 16

7. Partai Katolik 748.591 1,99 10

8. Partai Sosialis Indonesia

(PSI)

695.932 1,84 10

9. Ikatan Pendukung

Kemerdekaan Indonesia

(IPKI)

544.803 1,44 8

10. Pergerakan Tarbiyah

Islamiyah (Perti)

465.359 1,23 7

11. Partai Rakyat Nasional

(PRN)

220.652 0,58 3

12. Partai Buruh 332.047 0,88 5

13. Gerakan Pembela Panca

Sila (GPPS)

152.892 0,40 2

14. Partai Rakyat Indonesia

(PRI)

134.011 0,35 2

15. Persatuan Pegawai Polisi RI

(P3RI)

179.346 0,47 3

16. Murba 248.633 0,66 4

17. Baperki 160.456 0,42 2

18. Persatuan Indonesia Raya

(PIR) Wongsonegoro

162.420 0,43 2

19. Grinda 157.976 0,42 2

20. Persatuan Rakyat Marhaen 164.386 0,43 2

Tabel 3.2

Page 23: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

21

Indonesia (Permai)

21. Persatuan Daya (PD) 169.222 0,45 3

22. PIR Hazairin 101.509 0,27 2

23. Partai Politik Tarikat Islam

(PPTI)

74.913 0,20 1

24. AKUI 84.862 0,22 1

25. Persatuan Rakyat Desa

(PRD)

39.278 0,10 1

26. Partai Republik Indonesis

Merdeka (PRIM)

143.907 0,38 2

27. Angkatan Comunis Muda

(Acoma)

55.844 0,15 1

28. R.Soedjono

Prawirisoedarso

38.356 0,10 1

29. Gerakan Pilihan Sunda 35.035 0,09 1

30. Partai Tani Indonesia 30.060 0,08 1

31. Radja Keprabonan 33.660 0,09 1

32. Gerakan Banteng Republik

Indonesis (GBRI)

39.874 0,11

33. PIR NTB 33.823 0,09 1

34. L.M.Idrus Effendi 31.988 0,08 1

35. Lain-lain 426.856 1,13

Jumlah 37.837.105 514

4.2. Analisis Kelompok :

“Pesta Demokrasi Tersukses sebagai Penutup Demokrasi

Parlementer”

Dalam Pemilu tahun 1955, baik Pemilu tahap I maupun tahap II,

diketahui bahwa tidak ada parpol yang memperoleh suara mayoritas

mutlak, sehingga tujuan Pemilu yang semula dimaksudkan untuk

menghasilkan parlemen yang representatif, stabilitas pemerintahan dan

mampu menghasilkan konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950

tidak berhasil. Pemilu 1955 bahkan berujung pada krisis ketatanegaraan

yang mendorong lahirnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 sebagai

Page 24: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

22

akibat dari kegagalan Dewan Konstituante dalam menghasilkan

konstitusi baru.

Tidak adanya

pemenang mayoritas juga

menimbulkan masalah

lain, dimana kekuasaan

terbagi-bagi ke dalam

berbagai aliran politik

yang akhirnya

mengakibatkan sistem

pemerintahan saat itu

menjadi tidak stabil. Kebebasan politik yang semula dimaksudkan untuk

membangkitkan partisipasi politik masyarakat ternyata lebih banyak

diwarnai oleh kepentingan masing-masing aliran politik.

Menurut Herbert Faith (1999), kegagalan tujuan Pemilu 1955 yang

berujung pada krisis ketatanegaraan Indonesia lebih disebabkan oleh

terjadinya gerakan separatisme dan persekutuan antara Presiden

Soekarno dan militer yang tidak puas dengan sistem parlementer yang

ditandai oleh peranan partai-partai politik yang sangat dominan.

Ketidakpuasan Presiden tersebut disampaikan oleh Presiden Soekarno

melalui pidatonya pada peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1956

dimana beliau mengecam keras keputusan dikeluarkannya Maklumat

Wakil Presiden Nomor X Tanggal 3 November 1945. Maklumat tersebut

oleh Presiden dianggap sebagai kesalahan terbesar yang telah dibuat pada

waktu itu.

Kegagalan dibentuknya konstitusi baru oleh Dewan Konstituante

juga menandai berakhirnya sistem demokrasi parlementer di Indonesia

yang telah dijalankan selama lebih dari satu dasawarsa (3 November

1946-5 Juli 1959). Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945

(Konstitusi pasca Proklamasi 1945) diberlakukan kembali yang berarti

Indonesia kembali ke sistem semi presidensial yang diikuti dengan

Gambar 3.4

Page 25: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

23

penerapan sistem demokrasi terpimpin tanpa tradisi Pemilu untuk jangka

waktu yang cukup panjang (1959-1971) sehingga pengisian para anggota

lembaga perwakilan (MPRS, DPRGR, dan DPRDGR) dilakukan melalui

sistem pengangkatan. Di bidang kepartaian, era demokrasi terpimpin juga

ditandai dengan kebijakan penyederhanaan partai politik melalui regulasi

presiden, yakni Penetapan Presiden (Penpres ) Nomor 7 Tahun 1959

Tentang Syarat-Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian dan Peraturan

Presiden Nomor 13 Tahun 1960 Tentang Pengakuan, Pengawasan, dan

Pembubaran Partai-Partai.

Sebagai akibat regulasi tersebut, jumlah partai politik yang diakui

pemerintah tinggal 10 partai, sedangkan ditolak pengakuannya dan 2

partai dibubarkan, yaitu Masyumi dan PSI. Era demokrasi terpimpin

berujung dengan terjadinya krisis politik pada tahun 1965 yang ditandai

dengan terjadinya G30S/PKI dan muncullah rezim orde baru dengan

sisem demokrasi Pancasila serta jatuhnya pemerintahan Presiden

Soekarno.

Meskipun Pemilu 1955 telah dianggap gagal menghasilkan

pemerintahan yang stabil, menyederhanakan sistem kepartaian, dan

melahirkan suatu konstitusi baru yang dibentuk secara demokratis untuk

menggantikan UUDS 1950, tetapi oleh banyak kalangan, termasuk para

pengamat dari luar negeri dinilai sebagai Pemilu yang paling demokratis

dalam sejarah ketatanegaraan di Indonesia. Dalam Pemilu tersebut relatif

tidak banyak pelanggaran, konflik, dan protes. Hal tersebut bisa dibilang

sukses mengingat pada saat itu Indonesia baru menginjak 10 tahun usia

kemerdekaan dan sedang berada dalam kondisi persaingan ideologi yang

keras antara kelompok nasionalis, islam dan komunis.

Page 26: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

24

BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir sejak bulan Agustus 1950

mewarisi sistem multi partai. Jika melihat jumlah partai yang diwakili

dalam parlemen. sekurang-kurangnya terdapat 27 partai politik.

2. Pemilu 1955 berlansung dengan sistem proporsional (multimember

contituency) yang dikombinasikan dengan sistem daftar (listsystem) diikuti

oleh lebih dari 30 Partai Politik dan lebih dari 100 organisasi /

perkumpulan dan perseorangan untuk memilih 257 anggota DPR. Dari

empat partai yang keluar sebagai pemenang dalam Pemilu 1955, PNI,

Masyumi, NU dan PKI, semuanya, kecuali PKI, diwakili dalam kabinet

Ali Sastroamidjojo.

3. Pada November tahun 1952, Kabinet Wilopo mengajukan rancangan

undang-undang pemilihan umum baru. Sistem perwakilan proporsional

diajukan kepada parlemen dan disetujui secara aklamasi. Undang-undang

tersebut membagi Indonesia ke dalam 16 daerah pemilihan. Pendaftaran

pemilih mulai dilaksanakan pada Mei 1954 dan baru selesai pada

November. Ada 43.104.464 pemilih yang memenuhi syarat masuk bilik

suara.

4. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem

proporsional yang tidak murni. Empat partai besar secara berturut-turut

memenangkan kursi: Partai Nasional Indonesia (57 kursi/22,3%),

Masyumi (57 kursi/20,9%), Nahdlatul Ulama (45 kursi/18,4%), dan Partai

Komunis Indonesia (39 kursi/15,4%).

5. Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian

Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang

dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante

menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya,

sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan

Page 27: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

25

suaranya merosot 114.267 dibanding-kan suara yang diperoleh dalam

pemilihan anggota DPR.

6. Dalam Pemilu tahun 1955, baik Pemilu tahap I maupun tahap II, diketahui

bahwa tidak ada parpol yang memperoleh suara mayoritas mutlak,

sehingga tujuan Pemilu yang semula dimaksudkan untuk menghasilkan

parlemen yang representatif, stabilitas pemerintahan dan mampu

menghasilkan konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950 tidak

berhasil, bahkan berujung pada krisis ketatanegaraan yang mendorong

lahirnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 sebagai akibat dari kegagalan

Dewan Konstituante dalam menghasilkan konstitusi baru.

5.2. Rekomendasi

1. Bahwa kesalahan-kesalahan Pemilu yang telah dilakukan oleh pemerintah

era tahun 1995 diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah masa

kini agar mampu menjalankan sistem Pemilunya lebih baik lagi.

2. Diupayakan agar pemerintah menjalankan sistem Pemilu disesuaikan

dengan kondisi negara pada saat akan dilaksanakan Pemilu.

3. Adanya partisipasi masyarakat untuk ikut serta berperan dalam

pelaksanaan Pemilu di Indonesia.

4. Diharapan pemerintah lebih mengedepankan kepentingan masyarakat

daripada kepentingannya sendiri dalam melaksanakan Pemilu.

Page 28: Pemilu Tahun 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indonesia

26

DAFTAR PUSTAKA

Fadjar, A. Muktakhie, Prof. 2013. Pemilu, Perselisihan Hasil Pemilu, dan

Demokrasi : Membangun Pemilu Legislatif, Presiden, dan Kepala Daerah

dan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu secara Demokratis. Setara

Press : Malang

Feith, Herbert. 1999. Pemilihan Umum 1955 di Jakarta. Kepustakaan Populer

Gramedia.

Gazali, Zulfikar, Anhar Gonggong, JR. Chaniago. 1989. Sejarah Politik

Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah

dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah

Naasional : Jakarta

Muslim, Dudung Abdul. 2004. Pemilu Dari Masa Ke Masa (1) : Meneladani

Para Elite di Tahun 1955 (Online). http://www.suaramerdeka.com.

Diakses pada 9-5-2013

Puspoyo, Widjanarko. 2012. Dari Soekarno Hingga Yudhoyono : Pemilu

Indonesia 1955-2009. Era Adicitra Intermedia : Solo

Rellyanti, Febriantin, dkk. 2012. MEMAHAMI Pemilu INDONESIA TAHUN

1955. (Online). http://mylovelyhomework11.blogspot.com. Diakses pada 9

mei 2013.

Syafiie, Inu Kencana, Azhari, SSTP. 2002. Sistem Politik Indonesia. Refika

Aditama : Bandung