pemikiran saadoe’ddin djambek dalam penentuan awal …

83
PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL WAKTU SHALAT, ARAH KIBLAT, DAN AWAL BULAN QAMARIAH DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh : MIQDAD RIKANIE NIM. 1112044100056 K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1440 H / 2019 M

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL WAKTU SHALAT, ARAH KIBLAT, DAN AWAL BULAN QAMARIAH DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

MIQDAD RIKANIE NIM. 1112044100056

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1440 H / 2019 M

Page 2: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …
Page 3: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …
Page 4: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …
Page 5: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

v

ABSTRAK

Miqdad Rikanie. NIM 1112044100056. PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL WAKTU SHALAT, ARAH KIBLAT, DAN AWAL BULAN QAMARIAH DI INDONESIA. Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M.

Dalam hukum Islam, banyak ibadah yang keabsahannya bergantung pada perjalanan waktu yang didasarkan pada peredaran matahari dan peredaran bulan. Ilmu Falak merupakan sains yang telah dikembangkan oleh umat Islam dan mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan sains. Saadoe’ddin Djambek merupakan salah seorang tokoh Falak Indonesia yang karya-karyanya masih dapat diguanakan sampai saat ini.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui secara mendalam tentang pemikiran Saadoe’ddin Djambek tentang metode penentuan awal waktu shalat, penentuan arah kiblat dan penentuan awal bulan qamariah serta relevansinya dalam bidang ilmu Falak di Indonesia pada era sekarang ini. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis. Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan dokumen yang memiliki keterkaitan dengan pemikiran Saadoe’ddin Djambek serta relevansinya pada saat ini. Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research), karena teknis penekanan analisisnya lebih menggunakan pada kajian teks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pemikiran Saadoe’ddin Djambek tentang perhitungan awal waktu shalat dapat digolongkan sebagai metode kontemporer, mengingat dalam proses perhitungannya dengan mempertimbangkan ketinggian tempat, refraksi dan dip, sehingga berpengaruh terhadap perhitungan terbit dan terbenam matahari. 2) Pemikiran arah kiblat yang digagas oleh Saadoe’ddin Djambek merupakan suatu metode yang dirancang dan diterapkan secara sistematis, yang memadukan antara pesan normativ dengan pesan ilmiah. Metode tersebut dapat memberikan pencerahan karena akurat, tepat dan applicable. 3) Pemikiran Saadoe’ddin Djambek merupakan perpaduan antara kalangan ahli hisab dan astronom. Pemikiran Saadoe’ddin Djambek tentang perhitungan awal bulan qamariah mempunyai teori yang diberi nama ijtima’ dan ufuk mar’i, terkait penentuan awal bulan qamariah yang berlaku untuk semua daerah. Konsistensi pemikiran Saadoe’ddin Djambek dalam perhitungan awal waktu shalat, arah kiblat dan awal bulan qamariah, menjadikan pemikiran tersebut tetap relevan sampai saat ini dan dapat dijadikan pedoman dalam pengembangan Ilmu falak dalam konteks kekinian. Hal ini terlihat dari kesadarannya terhadap realitas adanya problem-problem yang muncul dengan adanya peningkatan kecerdasan umat sehingga ia memunculkan pemikiran baru dalam dunia Ilmu Falak.

Kata kunci : Hisab, Saadoe’ddin Djambek

Dosen Pembimbing : Drs. H. Wahyu Widiana, MA

Bahan Pustaka : 1957 s.d. 2012

Page 6: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada

junjungan kita baginda Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, para

sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis memiliki banyak kendala dan

hambatan yang terus menerus datang silih berganti, baik secara akademis maupun

non akademis. Tetapi, penulis tetap semangat dan tidak pantang menyerah. Berkat

bantuan dan motivasi dari berbagai pihak maka segala kesulitan dan hambatan

tersebut dapat diatasi dan tentunya dengan izin Allah SWT, serta dengan wujud

yang berbeda-beda dapat diminimalisir dengan adanya nasihat dan dukungan yang

diberikan oleh keluarga dan teman-teman penulis.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

tiada terhingga untuk semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril

maupun materil sehingga terselesaikannya skripsi ini. Tentunya kepada:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., SH., MH., MA., selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

serta pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Dr. Hj. Mesraini, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga serta

Ahmad Chairul Hadi, MA., selaku Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga

yang telah bekerja dengan maksimal.

3. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga

periode 2015-2019 serta Indra Rahmatullah, MH., selaku Sekertaris Program

Studi Hukum Keluarga periode 2015-2019 yang telah bekerja dengan

maksimal.

4. Drs. H. Wahyu Widiana, MA., selaku dosen pembimbing skripsi penulis, yang

telah sabar dan terus memberikan arahannya untuk membimbing penulis

dalam proses penyusunan skripsi ini.

Page 7: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

vii

5. Dr. Hj. Azizah, MA., selaku dosen penasehat akademik penulis yang telah

sabar mendampingi hingga semester akhir dan telah membantu penulis dalam

merumuskan desain judul skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu-ilmu

yang tak ternilai harganya, seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas

Syariah dan Hukum, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan bagian tata usaha Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan

pelayanan yang terbaik.

7. Teristimewa terima kasih untuk kedua orang tua penulis, yaitu ayahanda

Muhammad dan ibunda Siti Maryani yang telah memberikan motivasi serta

arahan yang tak pernah jenuh serta tiada henti mendoakan penulis dalam

menempuh pendidikan. Juga kepada adik-adik penulis Silva Kamilah, Husni

Mubarok, dan Fahmi Mubarok serta keluarga penulis baik saudara sepupu,

paman, bibi, kakek dan nenek yang selalu memberikan doa, dukungan dan

semangat dengan penuh keikhlasan dan kesabaran yang tiada tara. Juga

kepada paman saya Husni Alhan yang membantu membimbing penulis

menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabatku yang terbaik Cepi Jaya Permana, Faishal Kamal, Ricky A.

Faisal, M. Zainudin, M. Zaenuri, Humaidi, A. Fikri Habibi, Chairil Izhar, Alif

Rahmat, Abd. Wahid Hasyim, Asep Awaludin, Yuliansyah, Reza Fakhlepi,

Akbarudin Noor, Eka Yulyana Sari, Sarifah Nurfadhilah, Siti Hannah, Indira

Awaliyah, Atiqoh Fathiyah, Husnul Alfia, Ulfah Abdullah, selalu memberikan

doa, dukungan dan semangat dengan penuh keikhlasan dan kesabaran yang

tiada tara. Serta teman-teman progam studi Peradilan Agama Angkatan 2012

yang telah memberikan saran dan motivasi kepada penulis.

9. Kakanda dan adinda yang berkecimpung dalam organisasi IKPA BBPP

BAZIS Prov. DKI Jakarta, terimakasih atas masa-masa indah yang kita lalui di

BAZIS, serta seluruh kader yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Tetaplah semangat berproses.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan banyak

yang perlu diperbaiki lebih dalam. Oleh karena itu, saran dan kritik penulis

Page 8: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

viii

harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi penulis khususnya dan setiap pembaca umumnya serta menjadi amal baik di

sisi Allah SWT. Semoga setiap bantuan, do’a, motivasi, dan semangat yang telah

diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Jakarta, 04 Maret 2019

Miqdad Rikanie

Page 9: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman Transliterasi menggunakan System Library of Congress. Secara garis

besar uraian sebagai berikut:

b = ب

t = ت

ts = ث

j = ج

h = ح

kh = خ

d = د

dz = ذ

r = ر

z = ز

s = س

sy = ش

s = ص

d = ض

t = ط

z = ظ

ع = ‘

gh = غ

f = ف

q = ق

k = ك

l = ل

m = م

n = ن

h = ه

w = و

y = ي

Vokal Pendek Vokal Panjang

<>>>a () = a = ___ آ ___

<i () = i = ___ إ ___

<u () = u = ___ أ ___

Diftong Pembauran

al = (ال) aw (او)

al-sh = (الش) ay (اى)

-wa al = (وال)

Ketentuan penulisan kata sandang al (alif lam), baik alif lam qamariyyah maupun

alif lam syamsiyah ditulis apa adanya (al) contoh:

Al-tafsir = التفسٮر الحدٮث = Al-hadith

Ta’Marbutah di akhir kata

Page 10: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

x

1. Bila dimatikan ditulis “h”,

حكمة = hikmah

Ketentuan ini tidak berlaku pada kosakata Bahasa Arab yang sudah

terserap ke dalam Bahasa Indonesia seperti zakat, salat dan lain-lain

kecuali memang dikehendaki sesuai lafal aslinya.

2. Bila dihidupkan karena berangkaian dengan kata lain, ditulis “t”

نعمة الله = ni’matullah

زكاة الفطر = zakat al-fitri

Istilah keislaman (serapan) : istilah keislaman ditulis dengan berpedoman kepada

Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagai berikut contoh:

No Transliterasi Asal Dalam KBBI

1 Al-Qur’an Alquran

2 Al-Hadith Hadis

3 Sunnah Sunah

4 Nas Nas

5 Tafsir Tafsir

6 Sharh Syarah

7 Matn Matan

8 Salat Salat

9 Tasawwuf Tasawuf

10 Fiqh Fikih

Dan lain-lain (lihat KBBI)

Catatan:

Jenis Font yang digunakan untuk transliterasi Arab-Indonesia menggunakan

Times New Arabic dengan ketentuan ukuran Font 12 pt untuk tulisan pada

artikel dan daftar Pustakanya, ukuran 10 pt untuk catatan kaki.

1. Untuk membuat titik di bawah:

a. Huruf Kapital (H) dengan menekan tombol “H” diikuti

b. Huruf kecil (h) dengan menekan tombol “h” diikuti

Page 11: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

xi

2. Untuk membuat garis di atas huruf:

a. Huruf kapital (A) dengan menekan “A” diikuti

b. Huruf kecil (a) dengan menekan “a” diikuti

Page 12: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN . .............................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iv

ABSTRAK ......................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

PEDOMAN LITERASI . .................................................................................... ix

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................... 6

C. Pembatasan Masalah .................................................................. 6

D. Rumusan masalah ...................................................................... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 7

F. Studi Review Terdahulu ............................................................. 8

G. Metode Penelitian ....................................................................... 10

H. Sistematika Penulisan ................................................................. 12

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG AWAL WAKTU SHALAT,

ARAH KIBLAT, DAN AWAL BULAN QAMARIAH

A. AWAL WAKTU SHALAT

1. Pengertian Shalat .................................................................. 14

2. Dasar Hukum Penentuan Awal Waktu Shalat Wajib ........... 17

3. Pendapat Ulama tentang Penentuan Awal Waktu Shalat ..... 18

B. ARAH KIBLAT

1. Pengertian Kiblat .................................................................. 22

2. Dasar Hukum Menghadap Kiblat ......................................... 24

3. Pendapat Ulama tentang Menghadap Arah Kiblat ............... 26

C. AWAL BULAN QAMARIAH

Page 13: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

xiii

1. Pengertian Bulan Qamariah ................................................. 28

2. Dasar Hukum Penentuan Awal Bulan Qamariah ................. 29

3. Pendapat Ulama tentang Penentuan Awal Bulan Qamariah 31

BAB III BIOGRAFI SAADOE’DDIN DJAMBEK

A. Pendidikan dan Aktivitasnya ...................................................... 36

B. Latar Belakang Keluarga dan Masyarakat ................................. 40

C. Karya-karya Ilmiahnya ............................................................... 41

BAB IV METODE PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK

TENTANG PENENTUAN AWAL WAKTU SHALAT, PENENTUAN ARAH KIBLAT, DAN PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIAH

A. Pemikiran Saadoe’ddin Djambek tentang Perhitungan Awal

Waktu Shalat ............................................................................. 44

B. Pemikiran Saadoe’ddin Djambek tentang Perhitungan Arah Kiblat ................................................................................ 49

C. Pemikiran Saadoe’ddin Djambek tentang Perhitungan Awal Bulan Qamariah. ............................................................... 54

D. Konsistensi Pemikiran Saadoe’ddin Djambek dalam Perhitungan Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat dan Awal Bulan Qamariah. ............................................................... 59

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................. 63

B. Saran-saran ................................................................................. 65

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 67

Page 14: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam hukum Islam, banyak ibadah yang keabsahannya digantungkan

pada perjalanan sang waktu yang didasarkan pada peredaran matahari dan

peredaran bulan. Hal ini berdasarkan firman Allah QS. Yunus ayat 5 yang

berbunyi:

نین والحساب م ره منازل لتعلموا عدد الس ا ھو الذي جعل الشمس ضیاء والقمر نورا وقدل الآیات لقوم یعلمون ذلك إلا بالحق یفص خلق الله

Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menjadikan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. Yunus: 5).

Pada ayat tersebut dapat dipahami bahwa agar manusia mengetahui apa-

apa yang telah disebutkan tentang sifat-sifat cahaya dan ketentuan tempat

edarnya, hitungan waktu baik bulan maupun matahari untuk menentukan

waktu beribadah, ekonomi dan sosial. Dengan adanya keteraturan alam,

sampailah pada Ilmu Pengetahuan Alam. Dan manusia dituntut untuk belajar

guna mengetahui perhitungan tahun dan bulan.

Ilmu Falak merupakan sains yang telah dikembangkan oleh umat Islam.

Ilmu Falak mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan sains.

Dalam sains kebenaran suatu teori itu bersifat relatif. Sebuah teori itu

dianggap benar sampai datang teori baru yang meruntuhkannya. Sehingga

teori yang lama digantikan dengan teori yang baru. Teori yang baru inipun

akan bertahan sampai datang teori yang dapat meruntuhkannya dan

seterusnya. Begitulah perkembangan sains.

Sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia bersifat dinamis. Saat

dunia Islam memasuki periode modernnya pada awal abad ke-20, Ilmu Falak

pun bersentuhan dengan kemodernan; ilmu pengetahuan yang berasal dari

Barat. Teori-teori lama yang sudah out of date mulai dipertanyakan

Page 15: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

2

keabsahannya dan lalu ditinggalkan, lalu digantikan dengan penemuan baru

yang lebih sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ilmu Falak sebagai bagian sains yang berkembang di kalangan umat Islam

mengalami hal yang serupa.

Perkembangan ilmu Falak di Indonesia tidak selalu bersifat linier dengan

perkembangan sains pada masanya. Perkembangan ilmu Falak sekarang telah

berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Namun praktik yang terjadi di lapangan, di tengah-tengah

masyarakat sering kita temui masih mengamalkan atau berpegang pada teori

yang sudah out of date, kurang atau tidak sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan, dan ketetapan syara’.

Pada dasarnya, sejarah pemikiran Islam sejak awal pertumbuhannya

adalah sejarah aliran, madzhab, atau firqah.1 Sejarah fiqih hisab rukyat

(termasuk penetapan awal bulan qamariah) juga tidak bisa dilepaskan dari

persoalan aliran pemikiran tersebut. Dalam wacana pemikiran Islam, aliran

pemikiran itu biasanya disebut madzhab. Kata madzhab biasanya digunakan

dalam terminologi fiqih, yaitu suatu cabang ilmu keislaman yang mempelajari

tentang hukum-hukum agama atau, meminjam istilah Nurcholis Madjid,

disebut bidang jurisprudensi Islam. Jika dilihat secara teliti dalam kamus fiqih,

istilah itu sebenarnya terfokus hanya pada istilah empat madzhab yang ada

dalam sejarah Islam.

Penetapan bulan qamariah merupakan salah satu lahan ilmu hisab rukyat

yang lebih kerap diperdebatkan dibanding dengan lahan-lahan lain seperti

penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat. Menurut Ibrahim Husein,

persoalan ini dikatakan sebagai persoalan “klasik” yang senantiasa “aktual”.

Klasik, karena persoalan ini semenjak masa-masa awal Islam sudah

mendapatkan perhatian dan pemikiran yang cukup mendalam dan serius dari

para pakar hukum Islam. Mengingat hal ini berkaitan erat dengan salah satu

kewajiban (ibadah), sehingga melahirkan sejumlah pendapat yang bervariasi.

1 Ali Abdul Wahdi Wafi, Perkembangan Madzhab dalam Islam, (Jakarta: Minaret, 1987),

h. 50.

Page 16: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

3

Dikatakan aktual karena hampir di setiap tahun terutama menjelang bulan

Ramadhan, Syawal, serta Dzulhijjah, persoalan ini selalu mengundang

polemik berkenaan dengan pengaplikasian pendapat-pendapat tersebut,

sehingga nyaris mengancam persatuan dan kesatuan umat.2

Dalam sejarah perkembangan modern ilmu Falak di Indonesia pada awal

abad ke-20, ditandai dengan penulisan kitab-kitab oleh para ulama ahli Falak

Indonesia. Seiring kembalinya para ulama yang telah berguru di Mekkah pada

awal abad ke-20, ilmu Falak mulai tumbuh dan berkembang di tanah air.

Ketika berguru di tanah suci, mereka tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu

agama seperti tafsir, hadits, fiqih, tauhid, tasawuf, dan pemikiran yang

mendorong umat Islam yang pada masa itu rata-rata di bawah belenggu

kolonialisme untuk membebaskan diri, melainkan juga membawa catatan

tentang ilmu Falak. Kemudian proses transfer knowledge ini berlanjut kepada

para murid mereka di tanah air.3

Dengan semangat menjalankan dakwah Islamiah, di antara para ulama ada

yang berdakwah ke berbagai daerah yang baru. Pada dekade itu misalnya,

Syekh Abdurrahman ibn Ahmad Al-Mishra (berasal dari Mesir) pada tahun

1314 H/1896 M datang ke Betawi. Ia membawa Zij (tabel astronomi) Ulugh

Beik (w. 1449 M) yang masih mendasarkan teorinya pada teori Geosentris. Ia

kemudian mengajarkannya kepada para ulama di Betawi pada waktu itu. Di

antara muridnya adalah Ahmad Dahlan As-Simarani atau At-Tarmasi (w.

1329 H/1911 M) dan Habib Usman ibn Abdillah ibn ‘Aqil ibn Yahya yang

dikenal dengan Mufti Betawi.

Lalu Ahmad Dahlan As-Simarani atau At-Tarmasi mengajarkannya di

daerah Termas (Pacitan) dengan menyusun buku Tadzkirah Al-Ikhwan fi Ba’di

Tawarikhi A’mal Al-Falakiyah bi Samarang yang selesai ditulis pada 1321

H/1903 M. Sedang Habib Usman ibn Abdillah ibn ‘Aqil ibn Yahya tetap

2 Ibrahim Husein, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Penetapan Awal Bulan Ramadhan,

Syawal, dan Dzulhijjah”, dalam Mimbar Hukum, Aktualisasi Hukum Islam, No. 6, th. III, 1992, h. 1-3.

3 Muhyidin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik. (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2008), h. 28-29.

Page 17: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

4

mengajar di Betawi. Ia menulis buku Iqazu An-Niyam fima Yata’allaq bi

Ahillah wa As-Siyam dicetak pada 1321 H/1903 M. Sementara tokoh Falak

yang menonjol di daerah Sumatera adalah Thahir Djalaludin Azhari dan

Syaikh Muhammad Djamil Djambek atau yang dikenal dengan Syaikh

Djambek yang merupakan ayah dari tokoh Falak yang terkenal sampai saat ini

yaitu Saadoe’ddin Djambek.

Saadoe’ddin Djambek merupakan salah seorang tokoh Falak yang telah

diketahui keahliannya, karena kemampuannya di bidang Falak yang terbukti

dari hasil kinerjanya. Ia diberikan kepercayaan untuk menjadi salah satu dari

lima anggota tim perumus Lembaga Hisab dan Rukyat Departemen Agama.

Pada tanggal 16 Agustus 1972 dikeluarkanlah SK Menteri Agama No. 76

Tahun 1972 tentang Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama dengan

beberapa diktum. Ia pun menduduki jabatan sentral sebagai ketua Badan

Hisab dan Rukyat Departemen Agama.4

Guna mengembangkan kemampuannya di bidang ilmu Falak Saadoe’ddin

Djambek mengikuti berbagai kegiatan penunjang keahliannya, seperti

mengikuti kursus Legere Akte ilmu pasti di Yogyakarta, menghadiri

konferensi Mathematical Education di India dan First World Conference on

Muslim Education di Mekkah, mengembangkan penelitian ilmu Hisab Rukyat

dan kehidupan sosial di Mekkah, serta mempelajari sistem Comprehensive

School di berbagai negara yakni Thailand, Belgia, Inggris, Swedia, Amerika

Serikat, dan Jepang.5 Berbagai ilmu yang telah ia peroleh, ia ajarkan di

Indonesia.6 Hal ini menunjukkan peran Saadoe’ddin Djambek dalam keilmuan

Falak di Indonesia.

Dengan ilmu yang diperolehnya itu Saadoe’ddin berusaha

mengembangkan sistem baru dalam perhitungan hisab dengan mengenalkan

teori Spherical Trigonometry (segitiga bola). Menurutnya teori itu dibangun

4 Departemen Agama RI, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Badan Peradilan Agama Islam,

h. 25. 5 Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, Selayang Pandang Hisab

Rukyat, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004), h. 42. 6 Ibid, h. 41.

Page 18: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

5

untuk menjawab tantangan zaman. Artinya dengan meningkatnya kecerdasan

umat di bidang ilmu pengetahuan maka teori-teori yang berkaitan dengan ilmu

hisab perlu didialogkan dengan ilmu astronomi modern sehingga dapat dicapai

hasil yang lebih akurat.7

Dengan menggunakan teori-teori yang terdapat dalam Spherical

Trigonometry Saadoe’ddin mencoba menyusun teori-teori untuk menghisab

arah kiblat, menghisab terjadinya bayang-bayang kiblat, menghisab awal

waktu shalat dan menghisab awal bulan qamariah. Karena sistem ini

dikembangkan oleh Saadoe’ddin maka sistem ini juga dikenal dengan istilah

sistem hisab Saadoe’ddin Djambek.8

Sistem yang dikembangkan Saadoe’ddin relatif lebih mudah dan modern.

Apalagi setelah prosedur perhitungannya dapat menggunakan kalkulator.

Dengan kalkulator tersebut mahasiswa yang tidak mempunyai basic ilmu pasti

dengan mudah dapat mencari fungsi-fungsi geometris sudut tumpul, sudut

negatif, dan sebagainya. Mereka tidak mengalami kesulitan dalam proses

menghitung perkalian atau pembagian bilangan-bilangan pecahan sampai 4

desimal atau lebih.

Karya pertama Saadoe’ddin Djambek terbit pada tahun 1952 yakni Waktu

dan Djadwal Penjelasan Populer Mengenai Perjalanan Bumi, Bulan dan

Matahari. Setelah itu, muncul pula karya lainnya, yaitu Alamanak Djamilijah,

Pedoman Waktu Shalat Sepanjang Masa, Menghisab Awal Waktu Shalat,

Arah Qiblat dan Tjara Menghitungnja dengan Djalan Ilmu Ukur Segitiga

Bola, Shalat dan Puasa di Daerah Kutub dan Hisab Awal Bulan yang menjadi

karya monumentalnya. Saadoe’ddin Djambek yang dikenal dengan Djamil

Djambek ini menjadi maestro Falak asal Minangkabau karena karya-karyanya.

Dari beberapa karya yang dibuatnya, penulis akan membahas tentang

bagaimana pemikiran Saadoe’ddin Djambek secara khusus mengenai metode

penentuan awal waktu shalat, penentuan arah kiblat, dan penentuan awal bulan

7 Saadoe’ddin Djambek. Arah Qiblat dan Cara Menghitungnya dengan Jalan Jalur Ilmu

Ukur Segitiga, cet. II (Jakarta: Tintamas, 1956), h. 3. 8 Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, Selayang Pandang Hisab

Rukyat, h. 41.

Page 19: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

6

qomariyah menurut astronomi modern yang di mana tiga topik ini juga

merupakan masalah-masalah yang selalu aktual. Inilah kiranya hal yang

melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian terhadap hasil karya sang

tokoh fenomenal ini dengan judul penelitian Pemikiran Saadoe’ddin

Djambek Dalam Penentuan Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat, dan Awal

Bulan Qamariah Di Indonesia.

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana konsep penentuan awal waktu shalat, penentuan arah kiblat

dan penentuan awal bulan qamariah menurut Islam?

2. Bagaimana konsep penentuan awal waktu shalat, penentuan arah kiblat

dan penentuan awal bulan qamariah menurut pemikiran Saadoe’ddin

Djambek?

3. Apakah kecenderungan pemikirannya menganut kepada suatu madzhab?

4. Apabila pemikirannya cenderung berpihak kepada suatu madzhab, apakah

kita dapat mengatakan bahwa Saadoe’ddin Djambek pengikut madzhab

tersebut?

5. Sebagai salah seorang tokoh muslim yang dilahirkan di Indonesia dan

hidup di Indonesia, apakah ada faktor sosiologis keIndonesiaan yang

mempengaruhi pemikirannya terhadap metode-metode penghitungannya

tersebut?

C. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis

membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas

dan terarah sesuai yang diharapkan penulis. Di sini penulis hanya akan

membahas tentang bagaimana pemikiran Saadoe’ddin Djambek mengenai

metode penentuan awal waktu shalat, penentuan arah kiblat, dan penentuan

awal bulan qamariah yang di mana tiga topik ini merupakan masalah-masalah

yang selalu aktual serta membahas bagaimana relevansi pemikiran

Saadoe’ddin Djambek sebagai sosok pembaharu dalam bidang ilmu Falak di

Indonesia.

Page 20: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

7

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana metode penentuan awal waktu shalat menurut pemikiran

Saadoe’ddin Djambek?

2. Bagaimana metode penentuan arah kiblat menurut pemikiran Saadoe’ddin

Djambek?

3. Bagaimana metode penentuan awal bulan qamariah menurut pemikiran

Saadoe’ddin Djambek?

4. Bagaimana relevansi metode-metode pemikiran Saadoe’ddin Djambek

dalam bidang ilmu Falak di Indonesia pada era sekarang?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui metode penentuan awal waktu shalat menurut

pemikiran Saadoe’ddin Djambek.

2. Untuk mengetahui metode penentuan arah kiblat menurut pemikiran

Saadoe’ddin Djambek.

3. Untuk mengetahui metode penentuan awal bulan qamariah menurut

pemikiran Saadoe’ddin Djambek.

4. Untuk mengetahui relevansi metode-metode pemikiran Saadoe’ddin

Djambek dalam bidang ilmu Falak di Indonesia pada era sekarang.

Selain dari tujuan yang di atas, manfaat dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Masyarakat

Untuk memberikan informasi mengenai metode-metode pemikiran

Saadoe’ddin Djambek dalam bidang ilmu Falak di Indonesia.

2. Fakultas

Memberikan sumbangsih hasil penelitian guna memperkaya khazanah

kemajemukan mengenai metode-metode pemikiran Saadoe’ddin Djambek

dalam bidang ilmu Falak di Indonesia kepada Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta menambah literatur

kepustakaan mengenai Saadoe’ddin Djambek.

Page 21: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

8

3. Penulis

Untuk menambah wawasan ataupun pengetahuan mengenai metode-

metode hisab menurut pandangan Saadoe’ddin Djambek dan juga sebagai

syarat memperoleh gelar sarjana pada tingkat Strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

F. Studi Review Terdahulu

Sebelum penentuan judul bahasan dalam skripsi ini, penulis melakukan

kajian review terdahulu yang berkaitan dengan judul yang akan penulis bahas.

Sebanyak penelusuran yang dilakukan oleh penulis terhadap berbagai kajian

review yang telah ada, terdapat cukup banyak penelitian yang berkaitan

dengan pembahasan ini. Kalaupun ada penelitian lain yang sejenis tidak akan

mencapai titik substansi yang sama, demi menghindari adanya plagiasi, maka

penulis mencatumkan berbagai penelitian yang telah ditemukan. Kajian

review terdahulu yang berkaitan dengan penulis di antaranya:

1. Skripsi Elly Uzlifatul Jannah, Analisis Pemikiran Saadoe’ddin Djambek

tentang Penentuan Waktu Shalat di Daerah Kutub dalam Perspektif

Astronomi dan Fikih. Program Studi Ilmu Falak Fakultas Syari’ah Institut

Agama Islam Negeri Walisongo Semarang 2014,9 yang mengkaji

pemikiran Saadoe’ddin tentang penentuan awal waktu shalat di daerah

kutub melalui tinjauan astronomi dan fikih. Hasil penelitian ini

menunjukkan; Pertama, Saadoe’ddin tetap berpedoman bahwa waktu

shalat suatu daerah tidak bisa mengikuti daerah lainnya karena berbeda

lintang. Salah satu usaha Saadoe’ddin untuk menengahi permasalahan

tersebut adalah dengan menganalogikan daerah yang tidak teridentifikasi

waktu shalatnya dengan keadaan orang pingsan atau pun tertidur, sehingga

kewajiban shalat tetap harus dilakukan meski waktu shalatnya berbeda

dengan waktu normal sekitar khatulistiwa. Pendapat tersebut dianalisis

sebagai salah satu usaha Saadoe’ddin untuk memadukan perhitungan

9 Elly Uzlifatul Jannah, Analisis Pemikiran Saadoe’ddin Djambek tentang Penentuan Waktu Shalat di Daerah Kutub dalam Perspektif Astronomi dan Fikih. Skripsi: Ilmu Falak Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang 2014.

Page 22: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

9

astronomi waktu shalat dengan ketentuan waktu shalat dalam syariat

Islam. Kedua, Ditinjau dari ilmu astronomi, data-data dan ketentuan untuk

mengetahui posisi Matahari di suatu daerah yang digunakan oleh

Saadoe’ddin adalah benar dan juga memudahkan untuk mengidentifikasi

ada atau tidaknya waktu shalat di daerah-daerah tertentu, namun perlu

diperhatikan lagi untuk perhitungan ketinggian Matahari saat terbit dan

terbenam juga untuk menggunakan waktu daerah bukan menggunakan

mean time.

2. Skripsi Umi Laely Rizkiyani Analisis Pemikiran Saadoe’ddin Djambek

Tentang Penentuan Awal Bulan Kamariah. Jurusan Ilmu Falak Fakultas

Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang 2014.10

Penelitian ini yang mengemukakan tentang pemikiran Saadoe’ddin tentang

awal bulan kamariah. Hasil penelitiannya menunjukkan dua hal, pertama,

Algoritma hisab Saadoe’ddin Djambek meliputi cara menghitung waktu

terbenam Matahari, data-data Bulan, tinggi Bulan, dan seterusnya,

Hisabnya tidak menawarkan perhitungan ijtimak sebagaimana kebanyakan

hisab meskipun ia memang membahas tentang konsep ijtimak.

Penyelesaian perhitungan dengan kaidah logaritma yang sebelumnya

menggunakan tabel logaritma 4 desimal atau 5 desimal, saat ini dapat pula

diterapkan pada kalkulator, sehingga perhitungan menjadi lebih mudah.

Output data yang dihasilkan hanya sedikit dan rumusnya lebih ringkas

dibandingkan hisab yang berkembang saat ini, karena rumus hisabnya

menyesuaikan dengan kalkulator pada masanya yang masih sederhana.

Kedua, Perbedaan hasil perhitungan awal bulan kamariah antara hisab

Saadoe’ddin Djambek yang menggunakan data Almanak Nautika dengan

sistem Ephemeris Win Hisab yakni dalam kisaran detik busur hingga 15’

dan selisih tertinggi mencapai 16’-21’ (menit busur) dalam tinggi bulan

mar’i. Meskipun demikian, model hisab Djambek ini masih dapat

dianggap akurat.

10 Umi Laely Rizkiyani Analisis Pemikiran Saadoe’ddin Djambek Tentang Penentuan Awal Bulan Kamariah. Skripsi: Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang 2014.

Page 23: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

10

3. Skripsi Asma’ul Fauziyah, IAIN Walisongo Semarang, yang berjudul

“Studi Analisis Hisab Awal Waktu Shalat dalam Kitab Natijah Al-Miqaat

Karya Ahmad Dahlan Al-Simarani”, mengkaji mengenai pemikiran

Ahmad Dahlan Al-Siramani mengenai konsep hisab dalam karyanya itu.11

Penelitian mengenai pemikiran hisab awal waktu shalat Ahmad Dahlan

Al-Siramani ini dapat memberikan gambaran untuk memahami bagaimana

pemikirannya dalam sub bahasan lainnya, yaitu mengenai tema awal

waktu shalat yang akan penulis teliti dengan tokoh yang berbeda.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu,

pada penelitian ini akan dilakukan analisis terhadap hisab penentuan awal

waktu shalat, awal bulan qamariah dan penentuan arah kiblat berdsarkan

pemikiran Saadoe’ddin Djambek, serta mengkaji relevansi pemikiran tersebut

dengan perkembangan ilmu falak di Indonesia pada era kekinian.

G. Metode Penelitian

Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan terencana, dilakukan

dengan metode ilmiah bertujuan untuk mendapatkan data baru guna

membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu gejala.12

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai

berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Analisis Kualitatif

pada dasarnya lebih menekankan pada proses deduktif dan induktif serta

pada analisis terhadap dinamika antar fenomena yang diamati, dengan

menggunakan logika ilmiah.13 Di mana penelitian ini terjadi secara

alamiah, dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan

11 Asma’ul Fauziyah, “Studi Analisis Hisab Awal Waktu Shalat dalam Kitab Natijah Al-

Miqaat Karya Ahmad Dahlan Al-Siramani”, Skripsi Sarjana, Semarang: Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2012.

12 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1991), h. 2.

13 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. Ke-5, 2004), h. 5.

Page 24: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

11

kondisinya, menekankan pada deskriptif alami. Pengambilan data atau

penjaringan fenomena dilakukan dari keadaan yang sewajarnya ini dikenal

dengan sebutan “pengambilan data secara alami atau natural”.

Berdasarkan tempat penelitiannya, maka penelitian yang penulis

lakukan termasuk pada penelitian kepustakaan (library research); yaitu

penelitian yang dilakukan dengan menggunakan literatur (kepustakaan),

baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari peneliti

terdahulu.

2. Jenis Data Penelitian

Dalam melakukan penelitian ilmiah ini, penelitian menyusun

berdasarkan sumber data yang terbagi dalam dua kriteria, yaitu sumber

data utama (primer) dan sumber data tambahan (sekunder) ialah:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

diperoleh dari buku-buku karya Saadoe’ddin Djambek yakni buku

yang berjudul Menghisab Awal Waktu Shalat, Arah Qiblat dan Tjara

Menghitungnja dengan Djalan Ilmu Ukur Segitiga Bola, dan Hisab

Awal Bulan.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini yaitu diperoleh dari buku-buku,

makalah seminar, jurnal-jurnal, laporan penelitian, artikel, majalah,

situs, testimoni, blog dan lain yang berhubungan dengan permasalahan

yang menjadi pokok bahasan dalam skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi

kepustakaan (Library Research) yaitu metode yang digunakan untuk

mengumpulkan serta menganalisa data yang diperoleh dari literatur-

literatur yang berkenaan dengan permasalahan yang diangkat dalam

penelitian ini berupa buku, artikel, dan sebagainya.

Page 25: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

12

4. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam menganalisis data ini adalah metode

kualitatif. Menurut Tatang Amrin analisis kualitatif pada dasarnya

menggunakan pemikiran logis, analisis dengan logika induksi, analogi,

komparasi dan sejenisnya. 14 Lihat Hal ini dikarenakan data-data yang akan

dianalisis merupakan data yang diperoleh dengan cara pendekatan

kualiatif.

Analisis data yang akan dilakukan terdiri atas deskripsi dan analisis

isi. Deskripsi penulis akan memaparkan data-data atau hasil penelitian

melalui teknik pengumpulan data yang telah disebutkan di atas. Dari situ

akan diketahui bagaimana konsep hisab yang dimiliki oleh Saadoe’ddin

Djambek dalam menentukan awal waktu shalat, arah kiblat, dan awal

bulan qamariah.

5. Teknik Penulisan Skripsi

Teknik penulisan skripsi ini mengacu kepada Pedoman Penulisan

Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.

H. Sistematika Penulisan

Secara garis besar, skripsi ini terbagi menjadi beberapa sistematika

pembahasan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pembahasan dalam

penulisan. Maka dari itu sistematika pembahasan dalam penelitian ini terbagi

menjadi lima bab, yaitu:

Bab I, bab satu merupakan bagian pendahuluan yang berisi tentang latar

belakang yang menjadi dasar mengapa penulisan ini diperlukan, identifikasi

masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi

terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II, bab ini sebagai kajian teoritis tentang awal waktu shalat, arah kiblat dan

awal bulan qamariah menurut Islam. Landasan teori mengenai awal waktu

14 Tatang Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995),

h. 95.

Page 26: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

13

shalat, arah kiblat, dan awal bulan qamariah akan diuraikan secara jelas pada

bab ini yang terdapat berbagai sub pembahasan, yaitu tentang pengertian

shalat, dasar hukum awal waktu shalat, waktu-waktu shalat wajib, pendapat

ulama tentang waktu shalat; pengertian kiblat, dasar hukum menghadap kiblat,

pendapat ulama tentang arah kiblat; serta tentang pengertian bulan qamariah,

dasar hukum awal bulan qamariah, pendapat ulama tentang awal bulan

qamariah.

Bab III, bab tiga adalah profil tokoh yang akan dikaji pemikirannya, yang

berisikan biografi Saadoe’ddin Djambek. Kajian materi pada bab ini mengenai

biografi Saadoe’ddin Djambek yang mencakup pendidikan dan aktivitas

semasa hidupnya, latar belakang keluarganya dan karya-karyanya.

Bab IV, bab empat merupakan hasil penelitian yang menguraikan metode

pemikiran Saadoe’ddin Djambek tentang penentuan awal waktu shalat,

penentuan arah kiblat, dan penentuan awal bulan qamariah. Pada bab inilah

yang merupakan pokok pembahasan dari skripsi ini, yang mengemukakan

tentang analisis metode pemikiran dan juga relevansi yang terdapat pada buku

karya Saadoe’ddin Djambek.

Bab V, bab lima sebagai bagian penutup dari skripsi ini yang merupakan bab

terakhir yang berisi kesimpulan, saran-saran dan penutup.

Page 27: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

14

BAB II

KAJIAN TEORITIS TENTANG AWAL WAKTU SHALAT, ARAH

KIBLAT, DAN AWAL BULAN QOMARIYAH

A. Awal Waktu Shalat

a. Pengertian Shalat

Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah

mukallaf dan harus dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan.

Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas

lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa

mendirikan shalat, maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa

meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama (Islam).

Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali,

berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib (maktubah) yang harus

dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun

sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat–shalat sunah. Untuk membatasi

bahasan penulisan dalam permasalahan ini, maka penulis hanya membahas

tentang shalat wajib (maktubah) kaitannya dengan kehidupan sehari–hari.

Secara etimologi shalat berarti do’a dan secara terminologi atau istilah,

para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah shalat

berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan

diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut

syarat–syarat yang telah ditentukan.1

Arti shalat secara bahasa tersebut, sebagaimana terdapat dalam Al-Quran

Surat At-Taubah, Allah SWT berfirman:

وصل علیھم

Artinya “Dan berdoalah untuk mereka” (QS. At-Taubah: 103)

Maksud dari kata shalat pada ayat tersebut yakni berdoalah untuk

kebaikan mereka.

1Sidi Gazalba, Asas Agama Islam, (Jakarta: Bulan BIntang, 1975), h. 88.

Page 28: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

15

Adapun secara hakikinya ialah “berhadapan hati (jiwa) kepada Allah,

secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam

jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya” atau

“mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah

dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua–duanya”.2

Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara

hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya

merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang

dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai

dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’.3

Sedangkan menurut istilah agama (Islam), shalat adalah ucapan-ucapan

dan perbuatan-perbuatan yang dibuka (dimulai) dengan ucapan takbir (Allahu

Akbar) dan ditutup (diakhiri) dengan salam (Assalamu’alaikum

Warahmatullah) dengan syarat-syarat yang khusus. Definisi ini tidak meliputi

shalatnya orang bisu, karena mayoritas manusia itu bisa berbicara.

Shalat ini diwajibkan pertama kali pada malam Isra’ Mikraj satu setengah

tahun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Namun, ada sebagian orang

yang berpendapat bahwa diwajibkannya itu setahun sebelum hijrah, dan ada

pula yang mengatakan enam bulan atau setengah tahun sebelum hijrah.

Pertama kali, shalat ini diwajibkan sebanyak lima puluh (50) kali kemudian

dikurangi hingga menjadi lima (5) kali (sehari semalam). Tentang hal ini,

Anas bin Malik RA meriwayatkan:

فرض الله تعالى على الأمة الإسلامیة خمس صلوات فى الیوم واللیلة خلال رحلة النبي فى الإسراء والمعراج، وكانت فى أول الأمر خمسین (صلى الله علیھ وسلم)محمد صلاة فى الیوم واللیلة ولكن نبینا الكریم سأل الله تعالى التخفیف عن أمتھ فى أمر

الفریضة حتى أصبحت خمس صلوات بأجر خمسین صلاة

Artinya: Pada malam Isra diwajibkan kepada Nabi SAW shalat sebanyak

lima puluh kali, kemudian dikurangi hingga menjadi lima kali. Lalu beliau

SAW diseru: “Ya Muhammad, sesungguhnya keputusan ini tidak dapat

2 Hasby Ash-Shidiqy, Pedoman Shalat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 59. 3 Imam Bashori Assuyuti, Bimbingan Shalat Lengkap, (Jakarta: Mitra Umat, 1998), h. 30.

Page 29: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

16

diubah lagi dan sesungguhnya yang lima ini sama nilainya dengan yang lima

puluh itu.””(HR. Syaikhani, Tirmidzi, dan An-Nasa’i)

Shalat mempunyai kedudukan yang penting, bahkan ibadah yang utama

dalam ajaran Islam. Ungkapan hadits “shalat adalah tiang agama”

memberikan isyarat bahwa shalat merupakan ukuran kualitas seseorang,

bahkan ciri keislaman seseorang adalah shalatnya. Kualitas Islam seseorang

dapat dilihat dari sikap mereka tentang shalat. Hal yang membedakan orang

kafir dan muslim adalah shalat. Hal yang membedakan antara orang yang

munafiq dan mukmin sejati adalah shalat juga. Oleh karena itu, Islam

memposisikan shalat sebagai sesuatu yang khusus dan fundamental, yaitu

shalat menjadi salah satu rukun Islam yang harus ditegakkan, sesuai dengan

waktu-waktunya, kecuali ketika dalam keadaan khusus dan tidak aman.4 Hal

ini telah disyariatkan dalam surat An-Nisa’ ayat 103:

لاة كانت على المؤمنین كتابا موقوتا لاة إن الص فإذا اطمأننتم فأقیموا الصArtinya:“Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah

shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang

ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS. An-Nisa’: 103).

Maksud ayat tersebut adalah anjuran untuk melaksanakan shalat sesuai

dengan waktunya. Hal ini berarti kita tidak boleh menunda dalam

menjalankannya sebab waktu-waktunya telah ditentukan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah

merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang

diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun

yang telah ditentukan syara’. Juga shalat merupakan penyerahan diri (lahir

dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon ridho-Nya.

b. Dasar Hukum Penentuan Awal Waktu Shalat Wajib

4 Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, cet: I. (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 173.

Page 30: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

17

Adapun dasar hukum shalat dan ketentuan waktu-waktunya, baik dalam

Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

Allah SWT berfirman:

ی ت یذھبن ٱلس ن ٱلیل إن ٱلحسن لوة طرفي ٱلنھار وزلفا م لك ذكرى ٴ وأقم ٱلص ات ذكرین للذ

Artinya: “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang)

dan pada bagian dari pada permulaan itu menghapus (dosa) perbuatan-

perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS.

Hud: 114).

لوة لدلوك ٱلشمس إلى غسق ٱلیل وقرءان ٱلفجر إن قرءان ٱلفجر كان مشھودا أقم ٱلص Artinya: “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap

malam dan (dirikanlah shalat) shubuh. Sesungguhnya shalat itu disaksikan

(oleh malaikat).” (QS. Al-Isra’: 78).

Dasar hukum shalat, baik yang berkaitan dengan shalat sebagai suatu

kewajiban maupun tentang waktu-waktu shalat, yang berasal dari hadits Nabi

Muhammad SAW adalah sebagai berikut:

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, An-Nasa’i, At-Turmudzi,

dari Jabir ibn Abdullah r.a. sebagai berikut:

ان النبي صلى الله علیھ و سلم جاءه جبریل علیھ السلام فقال لھ : قم فصلھ, فصلى الظھر

حین زالت الشمس. ثم جاءه العصر فقال : قم فصلھ, فصلى العصر حین صار ظل كل شيء

فصلي المغرب حین وجبت الشمس ثم جاءه العشاء مثلھ. ثم جاءه المغرب فقال : قم فصلھ,

فقال : قم فصلھ, فصلى العشاء حین, غاب الشفق. ثم جاءه الفجر فقال : قم فصلھ فصلي

الفجر حین برق الفجر أوقأل سطع الفجر

Artinya: “Bahwasanya Jibril a.s. datang kepada Nabi saw, lalu berkata kepadanya: Bangun dan bershalatlah, maka Nabi pun bershalat dzuhur ketika telah tergelincir matahari. Kemudian Jibril datang pula kepada Nabi pada waktu ashar, lalu berkata: Bangun dan bershalatlah, maka Nabi bershalat ketika bayangan segala sesuatu itu menjadi sepanjang dirinya. Kemudian Jibril datang pula kepada Nabi pada waktu maghrib, lalu berkata:

Page 31: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

18

Bangun dan bershalatlah maka Nabi bershalat maghrib, di waktu telah terbenam matahari. Kemudian Jibril datang lagi pada waktu isya serta berkata: Bangun dan bershalatlah maka Nabi bershalat isya di waktu telah hilang mega-mega merah. Kemudian Jibril datang pula pada waktu shubuh, lalu berkata: Bangun dan shalatlah, maka Nabi bershalat shubuh ketika fajar telah cemerlang.”

Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Nasa’i,

dan Imam Turmudzi r.a sebagai berikut:

ثم جاءه من الغد للظھر فقال : قم فصلھ, فصلى الظھر حین صار ظل كل شیىء مثلھ. ثم

جاءه العصر فقال : قم فصلھ, فصلى العصر حین صار ظل كل شي العصر حین صار ظل

ل عنھ ثم جاءه العشاء حین ذھب نصف كل شیىء مثلیھ. ثم جاءه المغرب وقتا واحدا لم یز

اللیل أوقال ثلث اللیل, فصلى العشاء. ثم جاءه حین اسفر جدا فقال : قم فصلھ, فصلى الفجر,

ثم قال ما بین ھذین الوقتین وقت

Artinya: “Kemudian Jibril a.s. datang lagi kepada Nabi pada waktu dzuhur. Jibril berkata: Bangun dan bershalatlah, maka Nabi bershalat dzuhur ketika bayangan segala sesuatu telah menjadi sepanjang dirinya. Kemudian Jibril datang lagi ketika telah jadi bayangan segala sesuatu dua kali sepanjang dirinya. Kemudian Jibril datang lagi pada waktu maghrib sama seperti waktu beliau datang kemarin. Kemudian datang lagi pada waktu isya ketika telah berlalu separuh malam, atau sepertiga malam, maka Nabi pun shalat isya’. Kemudian Jibril datang lagi di waktu fajar telah bersinar benar, lalu berkata: Bangun dan bershalatlah, maka Nabi pun bangun dan bershalat shubuh. Sesudah itu Jibril berkata: Waktu-waktu di antara kedua waktu ini, itulah waktu shalat.” (HR. Imam Ahmad, Imam Nasa’i, dan Imam Turmudzi). c. Pendapat Ulama tentang Penentuan Awal Waktu Shalat

Waktu dzhuhur bermula dari tergelincirnya matahari hingga bayang-

bayang suatu benda menjadi sama panjang dengannya. Ini adalah pendapat

dua orang sahabat Abu Hanifah dan juga pendapat tiga imam yang lain.

Pendapat ini juga merupakan pendapat yang difatwakan dalam madzhab

Hanafi.5

5 Wahbah Az-Zuhaili. Fiqih Islam Wa Adillatuhu, cet: I. (Jakarta: Gema Insani, 2010), Jilid

1, h. 552.

Page 32: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

19

Mulainya waktu ashar adalah dari masa berakhirnya waktu zhuhur dan

waktu ashar berakhir dengan tenggelamnya matahari. Artinya, waktu ashar

bermula ketika bayang-bayang suatu benda bertambah dari panjang asalnya,

yaitu pertambahan yang paling minimal, menurut jumhur. Adapun menurut

Abu Hanifah, ia bermula dari masa bertambahnya bayangan dua kali lipat

dari benda asalnya.6

Waktu maghrib bermula dari terbenamnya matahari. Ini disepakati oleh

seluruh ulama. Menurut jumhur (ulama Hanafi, Hambali, dan qaul qadim

madzhab Syafi’i) ia berlangsung hingga hilang waktu syafaq (muncul cahaya

merah).7

Adapun waktu isya menurut para madzhab bermula dari hilangnya syafaq

ahmar (cahaya merah) hingga munculnya fajar shadiq. Maksudnya adalah

beberapa saat sebelum muncul fajar. Hal ini berdasarkan kata-kata Ibnu

Umar, yaitu “Syafaq merah, apabila syafaq itu hilang, maka wajib shalat

(Isya).”8

Waktu shubuh bermula dari naiknya fajar shadiq hingga naiknya

matahari. Fajar shadiq adalah cahaya putih yang tampak terang yang berada

sejajar dengan garis lintang ufuk. Ia berlainan dengan fajar kadzib yang naik

bentuknya memanjang mengarah ke atas di tengah-tengah langit seperti

seekor srigala hitam. Hukum-hukum syara’ banyak bergantung kepada fajar

shadiq, yaitu dalam menentukan permulaan puasa, permulaan waktu shubuh,

dan berakhirnya waktu isya’. Sebaliknya hukum-hukum syara’ tidak

bergantung kepada fajar kadzib. Hadits Abdullah bin Amru yang terdapat

dalam Shahih Muslim menyebutkan bahwa waktu shalat shubuh bermula dari

naiknya fajar dan berlangsung hingga matahari belum naik. Waktu antara

naiknya matahari hingga waktu zhuhur dianggap sebagai waktu yang tidak

ada hubungannya dengan kewajiban shalat.9

6 Ibid, h. 553. 7 Ibid, h 554. 8 Ibid, h. 555. 9 Ibid, h. 551.

Page 33: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

20

Berdasarkan batasan-batasan waktu shalat sebagaimana yang telah

ditentukan dalam Al-Qur’an, dalam hadits dan pendapat para ulama, yaitu

sebagai berikut:

a) Waktu Shalat Dzuhur

Waktunya dimulai dari tegak lurusnya bayangan matahari sampai

panjang bayangan, setinggi tongkat yang didirikan.10 Waktu dzuhur

dimulai sejak matahari tergelincir, yaitu sesaat setelah seluruh bundaran

matahari meninggalkan titik kulminasi dalam peredaran hariannya.

Biasanya waktu dzuhur dimulai sekitar 2 menit setelah titik istiwa’ (ketika

matahari pada titik meridian langit) serta berakhir sampai awal waktu

ashar tiba.

Dalam hadits tersebut di atas dikatakan bahwa suatu hari Nabi

Muhammad saw melakukan shalat dzuhur ketika “matahari tergelincir”

sedangkan pada kesempatan yang lain beliau melakukan shalat dzuhur

ketika “bayang-bayang sama panjang dengan dirinya”. Hal ini dalam

analisis ahli hisab tidaklah bertentangan. Menurut mereka, konteks daerah

Saudi Arabia yang berlintang sekitar 20º-30º (LU) memungkinkan

panjang baying-bayang pada saat matahari tergelincir sama panjang

dengan bendanya atau bahkan lebih, yaitu ketika matahari berada pada

jauh di selatan daerah Saudi Arabia, misalnya saat matahari berdeklinasi -

23º (LS).11

b) Waktu Shalat Ashar

Waktunya dimulai dari panjangnya bayangan setinggi tongkat yang

didirikan, sampai memanjang dua kali tinggi tongkat (kedua waktu shalat

tersebut habisnya sampai terbenamnya matahari). Untuk yang

berkehendak menggabungkan shalat ashar dengan shalat dzuhur, maka

diharuskan baginya untuk tetap mengakhirkan ashar baik dalam bepergian

maupun tidak.12

10 Muhammad Taufiq Ali Yahya. Sholat: Hikmah, Syariat dan Wirid-wiridnya, cet: II.

(Jakarta: Penerbit Lentera, 2006), h. 270. 11 Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, h. 180. 12 Muhammad Taufiq Ali Yahya. Sholat: Hikmah, Syariat dan Wirid-wiridnya, h. 270.

Page 34: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

21

Dalam hadits di atas disebutkan bahwa Nabi SAW melakukan shalat

ashar pada saat “panjang bayang-bayang sepanjang dirinya”, dan juga

disebutkan pada saat “panjang bayang-bayang dua kali panjang dirinya”.

Kedua waktu tersebut dapat dikompromikan, yakni pertama, Nabi SAW

melakukan shalat ashar pada saat panjang bayang-bayang sepanjang

dirinya. Ini terjadi ketika saat matahari kulminasi setiap benda tidak

mempunyai bayang-bayang. Kedua, Nabi SAW melakukan shalat ashar

pada saat panjang bayang-bayang dua kali panjang dirinya. Ini terjadi

ketika matahari kulminasi, panjang bayang-bayang sama dengan panjang

dirinya.13

c) Waktu Shalat Maghrib

Waktunya dimulai dari terbenamnya matahari ditandai dengan

hilangnya mega merah di ufuk timur sampai hilangnya mega merah

tersebut dari ufuk barat.14

Waktu maghrib dimulai sejak matahari terbenam sampai tibanya

waktu isya’, yaitu sejak terbenamnya matahari sampai hilangnya mega

merah. Matahari dinyatakan terbenam jika piringan matahari yang sebelah

atas sudah berhimpit dengan ufuk mar’I (ufuk yang terlihat).15

d) Waktu Shalat Isya’

Waktunya dimulai dari terbenamnya mega merah sampai beberapa

saat menjelang pertengahan malam. Adapun habisnya waktu maghrib

adalah sebelum pertengahan malam tiba, sedang habisnya waktu isya’

dengan tibanya pertengahan malam, shalat di luar waktu yang telah

ditentukan, shalatnya dianggap qadha’. Untuk menggabungkan kedua

shalat tersebut, shalat isya’ dilakukan setelah shalat maghrib

(sebagaimana cara penggabungan shalat ashar dengan dzuhur).16

Waktu isya’ dimulai sejak apabila mega warna merah di ufuk barat

sudah hilang. Artinya waktu isya’ itu mulai masuk apabila gelap malam

13 Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, h. 182. 14 Muhammad Taufiq Ali Yahya. Sholat: Hikmah, Syariat dan Wirid-wiridnya, h. 270. 15 Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, h. 184. 16 Muhammad Taufiq Ali Yahya. Sholat: Hikmah, Syariat dan Wirid-wiridnya, h. 270-271.

Page 35: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

22

sudah sempurna karena tidak ada lagi pantulan cahaya matahari pada

awan atau mega yang dapat ditangkap oleh mata.17

e) Waktu Shalat Shubuh

Waktunya dimulai dari terlihatnya cahaya melintang pada ufuk timur

(fajar shadiq) sampai terbitnya matahari.18

Waktu shubuh dimulai sejak terbit fajar shadiq. Diketahui bahwa

fajar pagi hari ada dua macam, yaitu fajar kadzib dan fajar shadiq. Fajar

kadzib (fajar yang dusta) adalah fenomena pantulan sinar matahari

menjelang pagi hari menjelang pagi hari yang membentuk suasana berkas

sinar terang yang memanjang ke atas. Dikatakan kadzib karena seberkas

terang itu tidak menunjukkan datangnya waktu shubuh yang sebenarnya.

Adapun fajar shadiq merupakan fenomena fajar seberkas sinar terang

menjelang pagi yang melebar di ufuq timur dari utara ke selatan. Fajar

inilah yang menunjukkan awal waktu shubuh yang sebenarnya.19

B. Arah Kiblat

a. Pengertian Kiblat

Secara bahasa, kiblat disebut juga jihah atau syathrah dan kadang-

kadang disebut juga dengan qiblah yang berasal dari kata qabbala yaqbulu

yang artinya mengahadap. Kiblat diartikan juga dengan arah ke ka’bah di

Mekkah (pada waktu shalat) sedangkan dalam bahasa latin disebut juga

dengan Azimuth.20 Dalam wacana Ilmu Falak, azimuth diartikan sebagai arah

yang posisinya diukur dari titik utara sepanjang lingkaran horizon searah

jarum jam.21 Dengan demikian dari segi bahasa kiblat berarti menghadap ke

ka’bah ketika shalat.22

Adapun kata kiblat menurut istilah (terminologis), para ulama bervariasi

memberikan definisi tentang arah kiblat, antara lain:

17 Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, h. 185. 18 Muhammad Taufiq Ali Yahya. Sholat: Hikmah, Syariat dan Wirid-wiridnya, h. 271. 19 Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, h. 186. 20 Maskufa, Ilmu Falaq, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), h. 124. 21 Moh. Murtadho,Ilmu Falak Praktis, h. 123-124. 22 Maskufa, Ilmu Falaq, h. 124.

Page 36: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

23

a. Abdul Aziz Dahlan mendefinisikan kiblat sebagai bangunan ka’bah atau

arah yang dituju kaum muslimin dalam melaksanakan sebagian ibadah.

b. Harun Nasution mengartikan kiblat sebagai arah untuk menghadap pada

waktu shalat.

c. Mochtar Effendy mengartikan kiblat sebagai arah shalat, arah ka’bah di

kota Makkah.

Sementara itu terdapat ahli falak yang mengaitkan pengertian arah kiblat

dengan paradigma bumi sebagai planet yang bulat sehingga seseorang yang

menghadap kiblat hendaknya mengambil arah yang paling dekat. Hal ini

didasarkan pada teori bumi bulat yang implikasinya antara “menghadap” dan

“membelakangi” itu sama, yang membedakan hanyalah jarak tempuhnya.

Pengertian arah kiblat yang mengaitkan dengan jarak tempuh dapat

dilihat pada rumusan beberapa ulama, antara lain:

a. Slamet Hambali memberikan definisi arah kiblat yaitu arah menuju

ka’bah (Mekkah) lewat jalur terdekat yang mana setiap muslim dalam

mengerjakan shalat harus menghadap ke arah tersebut.

b. Muhyiddin Khozin yang mendefinisikan arah kiblat adalah arah atau

jarak terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati ka’bah (Mekkah)

dengan tempat kota yang bersangkutan.

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kiblat adalah arah

terdekat dari seseorang menuju ka’bah dan setiap muslim wajib menghadap

ke arahnya saat mengerjakan shalat.23 Para ulama sepakat bahwa bagi orang-

orang yang melihat ka’bah wajib menghadap ‘ain ka’bah dengan penuh

keyakinan. Sementara itu, bagi mereka yang tidak bisa melihat ka’bah maka

para ulama berbeda pendapat. Pertama, jumhur ulama selain Syafi’iyah

berpendapat cukup dengan menghadap jihah ka’bah. Kedua, Syafi’iyah

berpendapat bahwa diwajibkan bagi yang jauh dari Mekkah untuk mengenai

‘ain ka’bah yakni wajib menghadap ka’bah sebagai mana yang diwajibkan

pada orang-orang yang menyaksikan ‘ain ka’bah.24 Dengan kata lain, arah

23 Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, h. 125-126. 24 Maskufa, Ilmu Falaq, h. 128.

Page 37: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

24

kiblat adalah suatu arah yang wajib dituju oleh umat Islam ketika melakukan

ibadah shalat dan ibadah-ibadah yang lain. Arah kiblat adalah arah ka’bah

atau wujud ka’bah, maka orang yang berada di dekat ka’bah tidak sah

shalatnya kecuali menghadap wujud ka’bah (‘ain ka’bah), dan orang yang

jauh dari ka’bah (tidak melihat) maka baginya wajib berijtihad untuk

menghadap kiblat (ke arah kiblat). Dengan demikian yang dimaksud dengan

kiblat secara istilah (terminologi) adalah sesuatu yang wajib dituju oleh umat

Islam ketika melaksanakan ibadah shalat.

b. Dasar Hukum Menghadap Kiblat

Para ulama sepakat bahwa menghadap kiblat dalam melaksanakan shalat

hukumnya adalah wajib karena merupakan salah satu syarat sahnya shalat.

Sebagaimana yang terdapat dalam dalil-dalil syara’. Bagi orang yang berada

di Mekkah dan sekitarnya, persoalan tersebut tidak ada masalah, karena

mereka lebih mudah dalam melaksanakan kewajiban itu. Namun, hal ini

menjadi persoalan bagi orang yang jauh dari Mekkah. Kewajiban seperti itu

merupakan hal yang berat, karena mereka tidak pasti bisa mengarah ke

ka’bah secara tepat. Apalagi para ulama berselisih mengenai arah yang

semestinya sebab mengarah ke ka’bah yang merupakan syarat sahnya shalat

adalah menghadap ka’bah yang haqiqi (sebenarnya).25

Oleh karena menghadap kiblat itu berkaitan dengan ritual ibadah yakni

shalat, maka ia baru boleh dilakukan setelah ada ketetapan atau dalil yang

menunjukan bahwa menghadap kiblat itu wajib. Hal ini sesuai dengan kaidah

fiqhiyyah: “al-ashlu fi al-ibadah al-buthlan hatta yaquuma al-daliilu ‘ala al-

amri, hukum pokok dalam lapangan ibadah itu adalah bathal sampai ada dalil

yang memerintahkan”. Ini berarti bahwa dalam lapangan ibadah, pada

hakikatnya segala perbuatan harus menunggu adanya perintah.26

25 Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, h. 126-127. 26 Maskufa, Ilmu Falaq, h. 125.

Page 38: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

25

Para ulama telah membuat ijma’ yang menetapkan ka’bah sebagai arah

atau kiblat bagi seluruh umat Islam dalam melaksanakan ritual ibadah shalat,

dengan berdasarkan kepada firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW.27

Ada beberapa nash yang memerintahkan kita untuk menghadap kiblat

dalam shalat, baik nash Al-Qur’an maupun Hadits. Adapun nash Al-Qur’an

adalah sebagai berikut:

قد نرى تقلب وجھك في ٱلسماء فلنولینك قبلة ترضٮھا فول وجھك شطر ٱلمسجد

ب لیعلمون أنھ ٱلحق ٱلحرام وحیث ما كنتم فولوا وجوھكم شطرهۥ وإن ٱلذین أوتوا ٱلكت

ا یعملون فل عم بغ بھم وما ٱللہ من ر“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamy ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 144).

Juga terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 150:

ٱلحرام وحیث ما كنتم فولوا وجوھكم ومن حیث خرجت فول وجھك شطر ٱلمسجد

ة إلا ٱلذین ظلموا منھم فلا تخشوھم وٱخشوني و لأتم شطرهۥ لئلا یكون للناس علیكم حج

نعمتي علیكم ولعلكم تھتدون “Dan dari mana saja kamu keluar (datang) maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, dan di mana saja kamu berada maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka, dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atas kamu, dan supaya kamu dapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 150).

Di samping dasar hukum menghadap kiblat yang tertuang dalam Al-

Qur’an, ada juga hadits yang berkaitan dengan sikap, sabda, dan perbuatan

Rasulullah saw sebagai penjelasan dan aplikasi perintah menghadap kiblat

dalam Al-Qur’an. Di antara hadits yang berkaitan dengan penjelasan dan

27 Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, h. 128.

Page 39: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

26

dasar menghadap kiblat adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari

dari sahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda:

استقبل القبلة وكبر

“Menghadaplah ke kiblat lalu takbirlah.” (HR. Bukhari).

Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sahabat

Jabir ra, yang menjelaskan bahwa:

الله صلى الله علیھ وسلم یصلي على راحلتھ حیث توجھت فاذأ أراد الفریضة نزل كان رسول

فاستقبل القبلة

Artinya: “Ketika Rasulullah saw shalat di atas kendaraan (tunggangannya)

beliau menghadap ke arah sekehendak tunggangannya, dan ketika beliau

hendak melakukan shalat fardhu beliau turun kemudian menghadap Kiblat.”

(HR. Bukhari).

c. Pendapat Ulama tentang Menghadap Arah Kiblat

Meskipun para ulama telah sepakat tentang ka’bah sebagai kiblat seluruh

umat Islam dalam melakukan ibadah shalat, akan tetapi dalam tataran teknis

dan tata laksana menghadap kiblat terdapat varian perbedaan pendapat,

terutama pada teritorial daerah yang jauh dari ka’bah. Sebaliknya, pada

daerah yang jauh hingga tidak tampak bentuk fisik ka’bah para ulama masih

berbeda pendapat tentang teknis menghadap kiblatnya.28

Para fuqoha juga sependapat bahwa seseorang yang dapat melihat ka’bah

diwajibkan menghadap tepat ke bangunan ka’bah tersebut dengan yakin.

Begitu juga, wajib menghadap ke arah ka’bah dengan tepat bagi penduduk

kota Mekkah atau ada sesuatu yang menghalangi antara mereka dengan

ka’bah seperti dinding. Pendapat terakhir ini adalah pendapat ulama Hambali.

Menurut pendapat jumhur (kecuali ulama madzhab Syafi’i), orang yang tidak

28 Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, h. 132.

Page 40: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

27

dapat melihat ka'ba’ juga diwajibkan menghadap ke arah Ka’bah. Ini

berdasarkan sabda Rasulullah saw.,

ما بین المشرق والمغرب قبلة

“Di antara timur dengan barat adalah kiblat.”29

Hadits tersebut menunjukkan bahwa semua bagian di antara timur

dengan barat adalah kiblat. Ini disebabkan kalau diwajibkan menghadap tepat

ke ka’bah, niscaya tidak sah shalat orang yang berada dalam barisan (shaff)

yang panjang dan lurus. Dan tidak sah juga shalat sendirian yang dilakukan

dua orang yang berjauhan tempat dan keduanya menghadap ke arah kiblat.

Karena, dalam satu barisan yang panjang tidak mungkin dapat menghadap

tepat ke arah ka’bah kecuali sekadar ukuran searah ka’bah saja.30

Imam Asy-Syafi’i berkata dalam kitab al-Umm, “Orang yang berada di

luar Mekkah diwajibkan tepat menghadap ke ka’bah, karena perintah nash

ada yang mewajibkan menghadap kiblat. Artinya, diwajibkan menghadap

tepat ke ka’bah sebagaimana sebagaimana penduduk Mekkah juga wajib

menghadap tepat ke ka’bah.”31 Ini berdasarkan firman Allah SWT,

… طرهوحیث ما كنتم فولوا وجوھكم ش … “… Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu…” (QS. Al-Baqarah: 144).

Yang diwajibkan adalah menghadap ke arah ka’bah. Ini berarti

diwajibkannya menghadap tepat ke ka’bah sebagaimana juga orang yang

dapat melihat ka’bah.32

Apa yang dimaksudkan oleh para imam madzhab dengan menghadap ke

arah ka’bah adalah menghadapkan tubuh dan pandangan seseorang yang

shalat ke arah ka’bah. Maksudnya, hendaklah sebagian dari mukanya terus

mengarah ke ka’bah, atau ruang udara di atas ka’bah, menurut pendapat

jumhur (kecuali ulama Maliki). Yaitu, jika dipanjangkan garis lurus ke depan

29 Wahbah Az-Zuhaili. Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 631. 30 Ibid, h. 631-632. 31 Ibid, h. 632. 32 Ibid, h. 632.

Page 41: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

28

dari tengah-tengah mukanya, niscaya akan mengenai ka’bah atau ruang udara

di atasnya. Ka’bah berada dari bumi ke tujuh hingga ke Arsy. Oleh sebab itu,

boleh melakukan shalat di atas bukit yang tinggi dan telaga yang dalam,

sebagaimana juga boleh melakukan shalat di atas atap ka’bah dan di

dalamnya. Jika seandainya dinding ka’bah roboh, niscaya sah juga shalat

dengan menghadap kea rah tempat asal bangunan dinding ka’bah tersebut.33

Menurut pendapat ulama Maliki, yang diwajibkan adalah menghadap ke

arah bangunan ka’bah. Oleh sebab itu, tidaklah cukup jika menghadap ke

langit arah ruang udara di atas ka’bah.34

Sebagai pedoman arah kiblat untuk umat Islam di Indonesia, Komisi

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa mengenai arah

kiblat, yaitu fatwa MUI No. 03 Tahun 2010 menyatakan bahwa kiblat umat

Islam Indonesia menghadap ke arah barat dan diperjelas dengan fatwa MUI

No. 05 Tahun 2010 menyatakan bahwa kiblat umat Islam Indonesia

menghadap ke arah barat laut. Sehingga dengan demikian penentuan arah

kiblat menjadi lebih diperjelas dan dimengerti untuk dipraktikan.

C. Awal Bulan Qamariah

a. Pengertian Bulan Qamariah

Dalam bahasa Arab istilah bulan diartikan dengan kata asy-syahr. Kata

asy-syahr memiliki arti tanggal, bulan, kata syahr lebih dijelaskan bermakna

bulan: bagian dari tahun. Adapun kata al-qamar dalam bahasa Indonesia

memiliki dua arti, pertama berarti bulan dan kedua qamar yang berarti

satelit.. Adapun kata al-qamariyah dalam kamus Al-Munawwir diartikan al-

muta’alaqu bil qamar yakni berkaitan dengan piringan bulan (benda langit).35

Istilah Qamar yang diartikan sebagai pringan Bulan memiliki dua gerak

peredaran yakni rotasi dan revolusi. Selain itu terdapat pula peredaran Bulan

dan Bumi bersama-sama mengelilingi Matahari. Peredaran benda langit

33 Ibid, h. 632. 34 Ibid, h. 632. 35 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka

Progressif, 1997), h. 748.

Page 42: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

29

tersebut menciptakan sebuah system perhitungan waktu. Bulan qamariah

dapat diartikan sebagai sebuah perhitungan waktu yang didasarkan pada

peredaran Bulan mengelilingi Bumi dan peredaran kedua benda langit itu

dalam mengelilingi Matahari. Umur Bulan qamariah didasarkan pada waktu

di antara dua ijtimak dengan rata-rata selama 29 hari 12 jam 44 menit 2,8

detik. Jangka waktu perjalanan Bulan ini disebut bulan sinodis atau syahr

iqtironi.36

Satu dua hari sejak terjadinya ijtimak merupakan fase Bulan berawal di

mana Bulan berbentuk sabit (hilal atau crescent). Setelah tujuh hari

berlangsung Bulan tampak berbentuk setengah lingkaran yang disebut Bulan

Perbani (tarbi awwal atau first quarter). Pada malam ke-15 Bulan terlihat

dengan bentuk lingkaran penuh yang dikenal sebagai Bulan Purnama (badr

atau full moon). Saat itu Bulan dan Matahari memiliki selisih bujur 180º.

Posisi ini disebut Bulan sedang beroposisi (istiqbal).37

Rupa semu Bulan semakin mengecil hingga pada hari ke-22 menjadi

setengah lingkaran kembali yang disebut sebagai perempat kedua (last

quarter atau tarbi tsani). Pada hari ke-29 wajah Bulan tidak Nampak lagi

karena tidak mendapat cahaya Matahari disebut dengan Bulan mati (New

moon). Bulan kembali pada posisi ijtimak dan memliki selisih bujur

astronomis dengan Matahari sebanyak +0º. Setelah itu, Bulan akan kembali

pada fase awal sebagai tanda memasuki Bulan qamariah baru.

Secara sederhana dapat dipahami bahwasanya awal bulan qamariah

ditandai dengan munculnya Bulan baru yang disebut hilal atau Bulan sabit.

b. Dasar Hukum Penentuan Awal Bulan Qamariah

Adapun dasar hukum tentang awal bulan qamariah, baik dalam Al-

Qur’an di antaranya adalah sebagai berikut:

36 Departemen Agama RI, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Badan Peradilan Agama Islam,

2007), h. 110. 37 Slamet Hambali, Pengantar Ilmu Falak, (Jawa Timur: Bismillah Publisher, 2012), h.

224.

Page 43: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

30

ت وٱلأرض و م یوم خلق ٱلس ب ٱللہ ٱثنا عشر شھرا في كت ھور عند ٱللہ إن عدة ٱلش

ین ٱلقیم فلا تظلموا فیھن أن لك ٱلد تلوا ٱلمشركین كافة كما منھا أربعة حرم ذ فسكم وق

مع ٱلمتقین تلونكم كافة وٱعلموا أن ٱللہ یق“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi.” (QS. At-Taubah: 36)

ٱلشمس وٱلقمر بحسبان “Matahari dan bulan itu (beredar) menurut perhitungan.” (QS. Ar-Rahman:

5)

نین وٱلحساب ما ھو ٱلذي جعل ٱلشمس ضیاء وٱلقمر نورا وقدرهۥ منازل لتعلموا عدد ٱلس

ت لقوم یعلمون ل ٱلأی لك إلا بٱلحق یفص ذ خلق ٱللہ“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. Yunus: 5)

Dasar hukum penentuan awal bulan qamariah yang berasal dari hadits

Nabi Muhammad saw. yang berbunyi sebagai berikut:

عن أبي ھریرة رضى الله عنھ قال قل النبى صلى الله علیھ و سلم : صو موا لرؤیتھ

وأفطروا لرؤیتھ فان غبي علیكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثین

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Nabi saw bersabda: Berpuasalah kamu ketika melihat hilal dan beridulfitrilah ketika melihat hilal pula; jika hilal di atasmu terhalang awan, maka genapkanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sahabat Ibn ‘Umar r.a., Rasulullah saw bersabda:

عن عبد الله بن عمر رضى الله عنھما ان رسول الله صلى الله علیھ و سلم ذكر

ى تروه فان غم علیكم رمضان فقال لا تصوموا حتى تروا الھلال ولا تفطروا حت

فاقدروا لھ“Dari Ibn ‘Umar r.a. (diriwayatkan) bahwa Rasulullah menyebut-nyebut Ramadhan, dan berkata: Janganlah kamu berpuasa sebelum melihat hilal

Page 44: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

31

dan janganlah kamu beridulfitri sebelum melihat hilal; jika hilal di atasmu terhalang awan, maka estimasikanlah.” (HR. Bukhari dan Muslim) c. Pendapat Ulama tentang Penentuan Awal Bulan Qamariah

Pendapat para fuqoha tentang cara memastikan kemunculan hilal berkisar

di antara tiga kemungkinan, yaitu dengan terlihatnya hilal oleh khalayak

ramai, oleh dua Muslim yang adil (berperangai baik), dan oleh satu pria yang

adil.38

Ulama madzhab Hanafi berpendapat, jika langit cerah, untuk menetapkan

tibanya bulan Ramadhan dan hari Idul Fitri, hilal harus terlihat oleh khalayak

ramai. “Khalayak ramai” adalah sejumlah orang yang dapat memberi

informasi secara pasti (atau hamper pasti). Pengukuran jumlah mereka

diserahkan kepada pemimpin Negara (menurut pendapat paling shahih).

Syarat terlihatnya hilal oleh khalayak ramai adalah karena mathla’ hanya satu

di kawasan itu, sementara tidak ada penghalang (mendung, misalnya), mata

semua orang sehat, dan mereka semua berkeinginan untuk melihat hilal.

Sehingga, dalam kondisi seperti ini, jika hanya satu orang di antara khalayak

yang melihat hilal, ini jelas menunjukkan kekeliruan penglihatannya. Pada

waktu menyampaikan kesaksian, masing-masing dari khalayak ini mesti

mengucapkan “Aku bersaksi”.39 Adapun jika langit tidak cerah karena

mendung atau badai debu misalnya, maka terlihatnya hilal cukup dipastikan

dengan persaksian seorang Muslim yang adil (berbudi luhur), berotak waras,

dan baligh (“orang yang adil” adalah orang yang kebaikannya lebih banyak

daripada keburukannya); atau persaksian seorang Muslim yang tidak

diketahui budi pekertinya (menurut pendapat yang shahih), baik dia laki-laki

maupun perempuan, merdeka ataupun hamba sahaya; sebab ini adalah

perkara keagamaan, sehingga ia mirip dengan periwayatan hadits. Dalam

kondisi ini tidak disyariatkan orang tersebut mengucapkan “Aku bersaksi”. Di

38 Wahbah Az-Zuhaili. Fiqih Islam Wa Adillatuhu, cet: I. (Jakarta: Gema Insani, 2011),

Jilid 3, h. 50. 39 Ibid, h. 50.

Page 45: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

32

kota, persaksian ini diutarakan di hadapan hakim, sedangkan di desa

diutarakan di tengah orang banyak di dalam masjid.40

Ulama madzhab Maliki berpendapat bahwa hilal dipastikan

kemunculannya melalui ru’yah dengan tiga cara berikut41:

Pertama, hilal terlihat oleh khalayak ramai, meskipun mereka tidak

berbudi luhur. “Khalayak ramai” adalah orang-orang dalam suatu jumlah

yang tidak mungkin bersekongkol untuk berdusta. Mereka tidak

disyaratkan harus laki-laki, merdeka, atau berbudi luhur; Kedua, hilal

terlihat oleh dua orang atau lebih yang berbudi luhur. Persaksian mereka

memastikan tibanya hari puasa dan hari Idul Fitri, baik pada waktu

mendung maupun cuaca cerah. “Orang yang berbudi luhur” adalah laki-

laki merdeka, baligh, dan berotak waras, yang tidak pernah melakukan

dosa besar dan tidak terus menerus melakukan dosa kecil, serta tidak

melakukan perkara yang mengurangi kewibawaan. Dengan demikian,

tidak wajib puasa pada waktu cuaca mendung jika yang melihat hilal

hanya satu laki-laki yang berbudi luhur, atau satu perempuan, atau dua

perempuan (menurut pendapat yang mahsyur), tapi orang yang melihat

hilal itu sendiri wajib berpuasa. Boleh memberi kesaksian berdasarkan

kesaksian dua laki-laki berbudi luhur, apabila berita kedua laki-laki

tersebut dinukil oleh dua orang dari masing-masing mereka, tidak cukup

jika yang menukil hanya satu orang. Dalam pernyataan yang disampaikan

oleh dua laki-laki berbudi luhur atau oleh orang yang menukil pernyataan

mereka, tidak harus dipakai ungkapan “Aku bersaksi”. Ketiga, hilal terlihat

oleh satu orang yang berbudi luhur. Jika demikian, hari puasa dan Idul

Fitri sudah pasti bagi orang ini. Begitu pula bagi orang yang diberitahunya

yang tidak berkepentingan dengan penglihatan hilal. Sedangkan bagi orang

yang berkepentingan dengan urusan penglihatan hilal, dia tidak wajib

berpuasa berdasarkan informasi terlihatnya hilal oleh satu orang ini. Begitu

pula dia tidak boleh menghentikan puasa (berhari raya Idul Fitri)

40 Ibid, h. 50. 41 Ibid, h. 51-52.

Page 46: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

33

berdasarkan informasi tersebut. Dengan demikian, penguasa tidak boleh

menetapkan kemunculan hilal berdasarkan penglihatan satu orang saja

yang berbudi luhur. Orang ini tidak disyaratkan harus laki-laki dan tidak

pula harus merdeka. Adapun jika orang yang melihat hilal tersebut adalah

si penguasa sendiri, maka wajib berpuasa dan berhari raya Idul Fitri (bagi

semua orang). Satu atau dua orang yang berbudi luhur berkewajiban

melapor kepada penguasa bahwa dia/mereka telah melihat hilal agar

dilaksanakan acara penyampaian kesaksian, sebab mungkin saja si

penguasa termasuk orang yang berpendapat bahwa kemunculan hilal bisa

dipastikan berdasarkan kesaksian satu orang yang berbudi luhur.

Ulama madzhab Syafi’i berpendapat bahwa kemunculan (untuk

Ramadhan, Syawwal, maupun bulan yang lain) dipastikan dengan

penglihatan satu orang yang berbudi luhur, meskipun orang ini tidak dikenal,

baik langit cerah ataupun tidak, dengan syarat bahwa orang yang melihat

tersebut berbudi luhur, Muslim, baligh, berakal, merdeka, laki-laki, dan

mengucapkan kalimat “Aku bersaksi”. Jadi, hilal tidak dapat dipastikan

kemunculannya berdasarkan penglihatan orang fasik, anak kecil, orang gila,

budak, dan perempuan. Dalil mereka: Suatu ketika Ibnu Umar r.a. melihat

hilal lalu dia melapor kepada Rasulullah saw., kemudian Rasulullah berpuasa

dan memerintahkan orang-orang berpuasa42.

Dipastikannya kemunculan hilal berdasarkan informasi satu orang adalah

untuk ihtiyath puasa. Adapun bagi orang yang melihat hilal itu sendiri, dia

wajib berpuasa meskipun dia bukan orang yang berbudi luhur (yakni dia

orang fasik), atau dia anak kecil, perempuan, atau orang kafir, atau dia tidak

mengucapkan kesaksian di hadapan qadhi (hakim), atau dia sudah bersaksi

tapi kesaksiannya tidak diterima. Puasa juga wajib atas orang yang

membenarkan informasinya dan percaya kepada kesaksiannya.43

Menurut ulama madzhab Hambali untuk memastikan hilal Ramadhan,

dapat diterima perkataan seorang mukalaf yang berbudi luhur, secara zahir

42 Ibid, h. 52. 43 Ibid, h. 53.

Page 47: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

34

dan batin, baik dia laki-laki maupun perempuan, merdeka maupun budak,

meskipun dia tidak mengucapkan “Aku bersaksi bahwa aku sudah melihat

hilal.” Jadi, tidak dapat diterima perkataan seorang mumayiz dan orang yang

tidak diketahui perangainya. Sebab, ucapannya tidak bisa diyakini

kebenarannya, baik dalam cuaca mendung maupun cerah, meskipun orang

yang melihat itu berada di kerumunan orang banyak dan hanya dia seorang

yang melihat hilal. Dalil mereka adalah hadits terdahulu bahwa Nabi saw.

memerintahkan orang-orang berpuasa berdasarkan laporan Ibnu Umar, juga

hadits terdahulu bahwa Nabi saw. menerima laporan laki-laki Badui yang

mengaku telah melihat hilal. Lebih dari itu, pengakuan telah melihat hilal

adalah laporan mengenai urusan keagamaan, dan menerimanya berarti

ihtiyath; di samping tidak adanya kecurangan dalam pengakuan melihat hilal

Ramadhan ini, berbeda dengan pengakuan melihat hilal pada akhir bulan

puasa. Juga karena kondisi orang yang melihat (begitu pula kondisi hilal yang

terlihat) itu berbeda-beda. Karena itu, jika penguasa menetapkan suatu

keputusan berdasarkan kesaksian satu orang, keputusan itu wajib

dilaksanakan masyarakat. Untuk wajibnya puasa, tidak harus menggunakan

lafal “aku bersaksi,” dan tidak pula khusus bagi penguasa. Jadi, siapa pun

yang mendengarnya dari mulut seseorang yang berbudi luhur, maka dia harus

berpuasa. Orang yang melihat hilal tidak wajib memberitahukannya kepada

orang-orang atau melapor kepada qadha atau pergi ke masjid. Wajib puasa

atas orang yang tidak diterima kesaksiannya akibat kefasikan atau faktor lain.

Tapi, dia tidak boleh mengakhiri puasa Ramadhan (berhari raya Idul Fitri)

kecuali bersama khalayak ramai. Sebab, tibanya hari raya Idul Fitri tidak bisa

dipastikan kecuali dengan kesaksian dua orang yang berbudi luhur. Jika dia

melihat hilal Syawwal sendirian, dia tidak boleh berhari raya Idul Fitri.44

Dalilnya adalah hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, sebagai

berikut;

الفطر یوم یفطرون والاضحى یوم یضحون

44 Ibid, h. 53.

Page 48: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

35

Artinya “Hari Idul Fitri adalah hari ketika kaum Muslimin mengakhiri puasa Ramadhan, dan hari Idul Adha adalah hari ketika mereka menyembelih hewan kurban.”

Selain itu, ada kemungkinan dia keliru; juga bisa dia dicurigai ingin

cepat-cepat mengakhiri puasa. Jadi, wajib ber-ihtiyath. Untuk memastikan

awal bulan lain seperti Syawwal (untuk hari raya Idul Fitri) dan lainnya, tidak

dapat diterima kecuali perkataan dua laki-laki yang berbudi luhur.45

Jadi kesimpulannya untuk memastikan kemunculan hilal Ramadhan dan

Syawwal, madzhab Hanafi mensyaratkan terlihatnya hilal oleh khalayak

ramai apabila cuaca cerah, tapi cukup hanya terlihat oleh satu orang yang

berbudi luhur apabila cuaca mendung dan sejenisnya. Sedangkan madzhab

Maliki, mengharuskan terlihatnya hilal oleh dua orang atau lebih yang

berbudi luhur. Mereka berpendapat pula bahwa terlihatnya hilal oleh satu

orang yang berbudi luhur cukup bagi orang yang tidak berkepentingan

dengan urusan kemunculan hilal. Sementara menurut madzhab Syafi’i dan

Hambali, terlihatnya hilal oleh satu orang yang berbudi luhur adalah cukup,

meskipun orang itu tidak diketahui perangainya (menurut madzhab Syafi’i),

tapi tidak cukup jika orang itu tidak diketahui perangainya (menurut madhzab

Hambali). Di samping itu, menurut madzhab Hambali dan Maliki, untuk

memastikan tibanya Idul Fitri, hilal Syawwal harus terlihat dua orang yang

berbudi luhur. Menurut madhzab Hanafi dan Hambali, kesaksian perempuan

dapat diterima; tapi menurut madzhab Maliki dan Syafi’i, kesaksiannya tidak

dapat diterima.46

45 Ibid, h 54. 46 Ibid, h. 55-56.

Page 49: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

36

BAB III

BIOGRAFI SAADOE’DDIN DJAMBEK

A. Pendidikan dan Aktivitasnya

Saadoe’ddin Djambek adalah tokoh muslim Indonesia yang oleh banyak

kalangan disebut-sebut sebagai mujaddid al-hisab (pembaharu pemikiran hisab).1

Nama lengkapnya adalah H. Saadoe’ddin Djambek alias Datuk Sampono Radjo,

dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 29 Rabi’ul Awal 1329 H yang bertepatan

pada tanggal 24 Maret 1911 M adalah putera dari Syaikh Muhammad Djamil

Djambek (1860-1957). Kakeknya bernama Muhammad Saleh Datuk Maleka,

kepala nagari Kurai.2 Beliau dilahirkan pada saat ranah Minang sedang terjadi

pergolakan kebangkitan yang disebut Kaum Muda. Gerakan ini berbeda dengan

gerakan kebangkitan yang terjadi sebelumnya, seperti gerakan Paderi (1803-

1838), di mana gerakan Paderi tersebut lebih menekankan semangat militerisasi.

Gerakan kaum muda lebih bersifat pembaharuan pemikiran, yang ditandai

dengan munculnya berbagai media publikasi, sekolah serta organisasi yang

dikelola secara modern.3 Gerakan kaum muda ini pula yang mengilhami

berdirinya lembaga pendidikan Thawalib School, suatu lembaga pendidikan yang

dikelola secara modern, baik dari segi manajemennya maupun dari segi

kurikulumnya.4

Saadoe’ddin memperoleh pendidikan formal pertama di HIS (Hollands

Inlandsche School) hingga tamat pada tahun 1924. Kemudian ia melanjutkan

studinya ke sekolah pendidikan guru, HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool)

1 Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji. Selayang Pandang Hisab

Rukyat, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004). h. 40. 2 Deliar Noer. Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942, cet: III. (Jakarta: LP3ES,

1985), h. 42-44. 3 Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Penerbit Pustaka

Panjimas, 1990), h. 23-24. 4 Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung,

1985), h. 73.

Page 50: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

37

di Bukittinggi. Setelah tamat dari HIK pada tahun 1927, ia meneruskan lagi ke

Hogere Kweekschool (HKS), sekolah pendidikan guru atas, di Bandung, Jawa

Barat, dan memperoleh ijazah pada tahun 1930.5 Selama empat tahun (1930-

1934 M) ia mengabdikan diri sebagai guru Gouvernements Schakelschool di

Perbaungan, Palembang. Setelah menjalani tugasnya sebagai guru di Palembang,

ia berusaha melanjutkan pendidikannya, ia mengajukan permohonan untuk

dipindahtugaskan ke Jakarta agar dapat melanjutkan pendidikan yang lebih

tinggi.6 Di Jakarta ia bekerja sebagai guru Gouvernements HIS nomor 1 selama

setahun (1934-1935 M).7 Pada 1935 M ia memperoleh kesempatan untuk

melanjutkan pendidikan ke Indische Hoofdakte (program diploma pendidikan) di

Bandung sampai memperoleh ijazah pada 1937 M.8 Pada tahun yang sama, ia

juga memperoleh ijazah bahasa Jerman dan bahasa Perancis.9 Setelah mengikuti

pendidikan di Bandung, ia kembali menjalankan tugas sebagai guru

Gouvernement HIS di Simpang Tiga (Sumatera Timur) selama empat tahun

(1937-1941 M). Sebagai seorang guru, ia tidak pernah berhenti mengembangkan

karier di bidang pendidikan. Kariernya terus meningkat, dari guru sekolah dasar

sampai menjadi dosen di Perguruan Tinggi dan terakhir menjadi pegawai tinggi

di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta.10 Di samping

memperoleh pendidikan formal Saadoe’ddin juga menerima pelajaran

keagamaan khususnya berkaitan dengan falak dari ayahnya, yang termasuk salah

seorang ahli ilmu falak di masanya. Karena itu tidak mengherankan jika

Saadoe’ddin sejak masa mudanya (18 tahun) sudah sangat tertarik dengan ilmu

5 Abdul Aziz Dahlan. Ensiklopedi Hukum Islam, cet: I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,

1997), jilid I, h. 275. 6 Susiknan Azhari. Ensiklopedi Hisab Rukyat, cet: II (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h.

185. 7 Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Ditjen Binbaga Islam, Pedoman Tehnik Rukyat,

(Jakarta: Departemen Agama, 1983/1984), h. 217. 8 Susiknan Azhari. Ensiklopedi Hisab Rukyat, h. 185-186. 9 Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Ditjen Binbaga Islam, Pedoman Tehnik Rukyat,

h. 217. 10 Susiknan Azhari. Ensiklopedi Hisab Rukyat, h. 186.

Page 51: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

38

ini. Ia mulai tertarik mempelajari ilmu hisab pada tahun 1929 M/1348 H. Ia

belajar ilmu hisab dari Syekh Taher Jalaludin, yang mengajar di Al-Jami’ah

islamiah Padang tahun 1939 M.11 Menurut pengakuannya, buku Pati Kiraan

karya Syaikh Thahir Djalaludin adalah yang menarik hatinya dalam mempelajari

ilmu falak. Di samping itu ia juga mempelajari buku-buku lain, seperti Almanak

Jamiliyah karya Syaikh Djambek, Hisab Hakiki karangan K.H. Ahmad Badawi

dan lain sebagainya.

Meskipun Saadoe’ddin banyak mengkaji dan menelaah buku-buku Ilmu

Falak, namun Saadoe’ddin belum merasa puas dengan sistem perhitungan lama

yang keakuratannya perlu diuji lagi. Oleh karena itu pada tahun 1954-1955

Saadoe’ddin mencoba memperdalam pengetahuannya di fakultas Ilmu Pasti

Alam dan Astronomi ITB.12

Dengan ilmu yang diperolehnya itu Saadoe’ddin berusaha mengembangkan

sistem baru dalam perhitungan hisab dengan mengenalkan teori Spherical

Trigonometry (segitiga bola). Menurutnya teori itu dibangun untuk menjawab

tantangan zaman. Artinya dengan meningkatnya kecerdasan umat di bidang ilmu

pengetahuan maka teori-teori yang berkaitan dengan ilmu astronomi hisab perlu

didialogkan dengan ilmu astronomi modern sehingga dapat dicapai hasil yang

lebih akurat.13

Dengan menggunakan teori-teori yang terdapat dalam spherical trigonometry

Saadoe’ddin mencoba menyusun teori-teori untuk menghisab arah kiblat,

menghisab terjadinya bayang-bayang kiblat, menghisab awal waktu shalat dan

menghisab awal bulan qamariah. Karena sistem ini dikembangkan oleh

11 Susiknan Azhari. Ensiklopedi Hisab Rukyat, h. 186. 12 Susiknan Azhari. Pembaharuan Pemikiran Hisab Di Indonesia: Studi atas Pemikiran

Saadoe’ddin Djambek, h. 49. 13 Saadoe’ddin Djambek. Arah Qiblat dan Cara Menghitungnya dengan Jalan Ilmu Ukur

Segitiga, (Jakarta: Tintamas, 1956), h. 3.

Page 52: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

39

Saadoe’ddin maka sistem ini juga dikenal dengan istilah hisab Saadoe’ddin

Djambek.14

Dalam rangka membumikan teori-teorinya itu, Saadoe’ddin mencoba

mengenalkannya di perguruan-perguruan Islam, terutama di IAIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta dan dari sini muncul tokoh-tokoh hisab, misalnya H. Abdur

Rachim dan H. Wahyu Widiana.15

Sistem yang dikembangkan Saadoe’ddin relatif lebih mudah dan modern.

Apalagi setelah prosedur perhitungannya dapat menggunakan kalkulator.

Selain sebagai ahli falak, di antara aktivitasnya yang paling dominan adalah

dalam pendidikan, melalui Muhammadiyah. Aktivitasnya tersebut pada

gilirannya memperoleh pengakuan dari warga Muhammadiyah, sehingga pada

tahun 1969 diberi kepercayaan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah menjadi

ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran di

Jakarta periode 1969-1973.16

Sebagai seorang tokoh, Saadoe’ddin tidak jarang mendapatkan kepercayaan

dari berbagai pihak, baik dari kalangan pemerintah maupun non pemerintah.

Saadoe’ddin pernah diberi kepercayaan untuk menjadi staf ahli Menteri P&K. Di

samping itu, pada tahun 1972 pada saat diadakan musyawarah ahli Hisab dan

Rukyat seluruh Indonesia, di mana disepakati dibentuknya Badan Hisab dan

Rukyat, Saadoe’ddin dipilih dan dilantik sebagai ketua.17

Kunjungan ke luar negeri yang pernah dilakukan Saadoe’ddin antara lain,

antara lain: menghadiri konferensi Mathematical Education di India (1958),

mempelajari sistem Comprehensive School di berbagai Negara seperti India,

14 Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji. Selayang Pandang Hisab

Rukyat, h. 41. 15 Ibid, h. 41. 16 Choirul Fuad Yusuf, Bashori A. Hakim. Hisab Rukyat dan Perbedaannya. (Jakarta: Proyek

Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, 2004). h. 94.

17 Susiknan Azhari. Pembaharuan Pemikiran Hisab Di Indonesia: Studi atas Pemikiran Saadoe’ddin Djambek, h. 52.

Page 53: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

40

Thailand, Swedia, Belgia, Inggris, Amerika Serikat dan Jepang (1971),

penelitian/survey mengembangkan ilmu Hisab dan Rukyat dan kehidupan sosial

di tanah suci Mekkah dan menghadiri First World Conference on Muslim

Education di Mekkah (1977).18

Saadoe’ddin meninggal dunia pada hari Selasa tanggal 11 Zulhijjah 1397 H

bertepatan dengan tanggal 22 Nopember 1977 M di Jakarta. Makamnya dekat

dengan makam Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy.19

B. Latar Belakang Keluarga dan Masyarakat

Saadoe’ddin Djambek berasal dari keluarga besar Djambek yang terpelajar

dan Islami, dihormati dan disegani oleh masyarakat luas pada zamannya.

Ayahnya, Syaikh Muhammad Djamil Djambek atau yang dikenal dengan Syaikh

Djambek (1860-1947) sebagai anak dari Muhammad Saleh Datuk Maleka,

kepala nagari Kurai.20 Syaikh Djambek merupakan tokoh pejuang dan mujaddid

di ranah Minangkabau. Bersama dengan Syaikh Thahir Djalaludin Azhari dan H.

Abdullah Ahmad, ia berjuang untuk memperbaiki pemahaman keagamaan

masyarakat Minangkabau yang pada saat itu banyak dipenuhi dengan faham-

faham takhayul dan khurafat, serta menyebarluaskan pemakaian hisab dalam

menyusun jadwal waktu shalat, penentuan awal Ramadhan dan Syawal.21

Pada saat itu resonansi pembaharuan sangat terasa sekali yang dipelopori

oleh tokoh-tokoh tersebut di atas. Sebagaimana yang dituturkan oleh Deliar Noer

bahwa metode da’wah yang digunakan Syekh Djambek saat itu lebih bersifat

lunak dan kooperatif dibandingkan tokoh-tokoh lainnya. Tidak jarang ia

mengundang tokoh non muslim untuk membicarakan masalah agama. Dalam hal

ini S. Van Ronkel, salah seorang pejabat Belanda yang mempelajari bahasa

18 Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji. Selayang Pandang Hisab

Rukyat, h. 42. 19 Nourouzzaman Shiddiqi. Fiqh Indonesia Penggagas dan Gagasannya, cet: I (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1997), h. 61. 20 Deliar Noer. Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942, h. 42-44. 21 Burhanudin Daya. Gerakan Pembaharuan Islam Kasus Sumatera Thawalib, cet: I

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), h. 201-202.

Page 54: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

41

Indonesia, menyebut Djambek seorang “praktis, caranya sangat bijaksana”. Sikap

ini berbeda dengan Haji Rasul. Pendekatan Haji Rasul bersifat keras, tanpa maaf

dan tanpa kompromi. Tabligh-tablighnya ditandai oleh kecaman dan serangan

terhadap segala perbuatan yang tidak disetujuinya, sampai-sampai persoalan

kecil tidak lepas dari perhatiannya. Menurut Delian Noer sikap lunak Djambek

tersebut mungkin sekali karena Djambek mempunyai darah campuran (Ibunya

berasal dari Jakarta), karena jika tidak lunak mungkin saja ia tidak mendapat

tempat dalam masyarakat yang sedikit banyak masih berpegang pada adat.22

C. Karya-karya Ilmiahnya

Salah satu unsur yang sangat penting yang biasa dijadikan dasar

pertimbangan dalam nilai kualitas intelektual seseorang, terutama pada masa

terakhir ini adalah seberapa banyak dan sejauh mana kualitas karya ilmiah yang

telah dihasilkan. Dilihat dari sisi ini, Saadoe’ddin termasuk salah satu tokoh

hisab yang banyak meninggalkan karya ilmiah.23

Saadoe’ddin baru mulai menulis dalam usia 40-an, sebuah usia yang tidak

muda lagi untuk pekerjaan penulisan. Sekalipun terlambat mulai menulis,

Saadoe’ddin pada akhirnya tampil sebagai prolifik yang handal.24 Keahlian

Saadoe’ddin Djambek dalam ilmu hisab, ilmu falak, astronomi maupun

matematika terlihat dari karya-karya yang ditulisnya.25 Di antara karyanya

adalah:

a. Waktu dan Djadwal Penjelasan Populer Mengenai Perjalanan

Bumi, Bulan dan Matahari (diterbitkan oleh Penerbit Tintamas tahun

1952). Buku ini berisi konsep waktu yang dibahas secara

22 Deliar Noer. Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942, h. 45. 23 Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji. Selayang Pandang Hisab

Rukyat, h. 43. 24 Susiknan Azhari. Pembaharuan Pemikiran Hisab Di Indonesia: Studi atas Pemikiran

Saadoe’ddin Djambek, h. 55. 25 Choirul Fuad Yusuf, Bashori A. Hakim. Hisab Rukyat dan Perbedaannya, h. 95.

Page 55: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

42

komprehensif.26 Hanya saja secara metodologis masih ada kekurangan

dan perlu dikembangkan.27

b. Almanak Djamiliyah (diterbitkan oleh Penerbit Tintamas tahun 1953).

Buku ini merupakan lanjutan dari buku pertama. Buku ini dibagi dalam

dua bagian. Bagian pertama memuat kalender tahun Masehi 1953,

kalender tahun Arab 1372-1373 dan kalender tahun Djawa 1884-1885.

Bagian kedua memuat jadual waktu shalat lima waktu. Akan tetapi hanya

untuk tanggal 1, 5, 9, 13, 17, 25 dan 29 tiap-tiap bulan masehi. Menurut

pengakuannya buku ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran gurunya

(baca: Syaikh Thahir Djalaluddin).28

c. Arah Kiblat dan Tjara Menghitungnya dengan Djalan Ilmu Ukur

Segi Tiga Bola (diterbitkan oleh Penerbit Tintamas tahun 1956). Buku

ini berisi tentang pengetahuan atau konsep mengenai arah kiblat lengkap

dengan rumus dan contoh perhitungannya.29

d. Menghisab Awal Waktu Shalat (diterbitkan oleh Penerbit Tintamas

tahun 1957). Buku ini berisi tentang pengetahuan atau konsep mengenai

awal waktu shalat.

e. Perbandingan Tarich (diterbitkan oleh Penerbit Tintamas tahun 1968).

Isi buku ini secara garis besarnya menjelaskan tentang metode

perbandingan tarich, baik kalender Masehi, kalender Hijriyah maupun

kalender Djawa. Buku ini sangat bermanfaat untuk menentukan dan

mencari hari, pasaran, tanggal, bulan dan tahun yang tidak diketahui.

f. Pedoman Waktu Shalat Sepanjang Masa (diterbitkan oleh Penerbit

Bulan Bintang tahun 1974). Buku ini merupakan pengembangan dari

buku Almanak Djamiliyah.

26 Ibid, h. 96. 27 Susiknan Azhari. Pembaharuan Pemikiran Hisab Di Indonesia: Studi atas Pemikiran

Saadoe’ddin Djambek, h. 55. 28 Ibid, h. 55-56. 29 Choirul Fuad Yusuf, Bashori A. Hakim. Hisab Rukyat dan Perbedaannya, h. 96.

Page 56: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

43

g. Shalat dan Puasa di daerah Kutub (diterbitkan oleh Penerbit Bulan

Bintang tahun 1974). Buku ini menguraikan persoalan shalat dan puasa

di daerah yang letaknya jauh di selatan atau utara khatulistiwa.

h. Hisab Awal bulan Qamariyah (diterbitkan oleh Penerbit Tintamas

tahun 1976). Karya yang terakhir ini merupakan pergumulan

pemikirannya yang akhirnya merupakan ciri pemikiran dalam hisab awal

bulan qamariyah. Dari judul-judul karya tersebut terlihat bahwa titik

perhatian Saadoe’ddin terpusat pada masalah pemikiran hisab. Karya-

karya Saadoe’ddin yang representatif itu merupakan kontribusi yang

berharga dan selalu dikaji baik kalangan tradisional maupun modern

sebagai bahan kajian untuk pengembangan pemikiran hisab di

Indonesia.30

30 Susiknan Azhari. Pembaharuan Pemikiran Hisab Di Indonesia: Studi atas Pemikiran

Saadoe’ddin Djambek, h. 56-57.

Page 57: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

44

BAB IV

METODE PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK TENTANG PENENTUAN AWAL WAKTU SHALAT, ARAH KIBLAT, DAN AWAL

BULAN QAMARIAH

A. Pemikiran Saadoe’ddin Djambek tentang Perhitungan Awal Waktu Shalat

1. Rumus Penghitungan Awal Waktu Shalat menurut Saadoe’ddin Djambek

Dalam menentukan awal waktu shalat Saadoe’ddin Djambek

melakukan dengan langkah-langkah mencari nilai sudut waktu untuk

mengetahui waktu hakiki dan waktu setempat. Untuk mengetahuinya adalah

sebagai berikut: 1

cos t = - tan ϕ tan δ + sec ϕ sec δ cos z 2

keterangan:

t = sudut waktu matahari ϕ = lintang tempat

δ = deklinasi matahari z = jarak pusat matahari dari zenit

Metode tersebut di atas menerapkan rumus yang didasarkan pada

segitiga bola yang terdapat pada gambar 1, yaitu sebagai berikut:

1 M. Yusuf Harun, Pengantar Ilmu Falak, Banda Aceh: Pena, 2007, h. 59 2 Saadoe’ddin Djambek, Menghisab Awal Waktu Shalat, (Jakarta: Tintamas, 1967), h. 11.

Page 58: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

45

Adapula beberapa varian rumus yang bisa digunakan, di antaranya

adalah sebagai berikut:

a. cos t = - tan ϕ tan δ + sec ϕ sec δ cos sin h

b. cos t = - tan ϕ tan δ + 𝑠𝑖𝑛ℎcosϕ 𝑐𝑜𝑠δ

c. sin ½ t = �𝑐𝑜𝑠(𝑧+𝛿)𝑐𝑜𝑠(𝑧+𝛿)cosϕ 𝑐𝑜𝑠𝛿

2 s = 270 – (ϕ +δ+h)

Keterangan:

h = tinggi benda langit diukur dari ufuk sepanjang lingkaran vertikal

Nilai h Matahari awal waktu shalat3:

h dzuhur = 90 (nilai t = 0)

h ashar = cotan h = tan (ϕ – δ) + 1

h maghrib = -1o

h isya’ = -18o

h shubuh = -20o

Rumus Saadoe’ddin Djambek, rumus a dan rumus b perhitungannya

dapat diselesaikan dengan kalkulator. Antara ketiganya hampir tidak ada

perbedaan yang terlalu jauh, hanya selisih dalam kisaran menit. Sedangkan

rumus c hanya dapat diselesaikan pengerjaannya dengan logaritma yang

empat desimal, tetapi bila diselesaikan dengan menggunakan logaritma yang

lima desimal tentu hasil hisabnya menjadi lebih teliti.

Dari keempat rumus di atas, rumus Saadoe’ddin Djambek merupakan

rumus yang digunakan dalam pembuatan jadwal waktu shalat sepanjang masa,

dan rumus b merupakan rumus yang paling sering digunakan dan disebut-

sebut dalam beberapa buku ilmu falak untuk menghitung nilai sudut waktu

Matahari.

Dalam proses perhitungannya, banyak hal yang dipertimbangkan oleh

Saadoe’ddin Djambek, mulai dari masalah ketinggian tempat, refraksi

(pembiasan cahaya) dan dip (kerendahan ufuk) yang semuanya berpengaruh

3 Ibid, h. 11.

Page 59: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

46

pada waktu syuruq (terbit) dan ghurub (terbenam). Saadoe’ddin Djambek

menggunakan istilah jarak zenith (Bu’du as-Sumti) yang nilai ketinggian

Mataharinya dihitung dari zenith sehingga perlu ditambahkan 90˚.

Deklinasi Matahari dan equation of time adalah unsur penting dalam

mengetahui posisi Matahari. Setiap hari, nilai keduanya selalu berubah-ubah.

Setelah diketahui t (sudut waktu) dan w (satuan sudut), lalu diubah

menjadi satuan waktu. Diketahui 1 jam = 15˚, 4 menit = 1˚. Setelah itu,

ditambah saat matahari berkulminasi (Meridian Pass), hasilnya merupakan

awal waktu shalat dengan Local Mean Time (LMT). LMT yang berdasarkan

Bujur Tempat, untuk mendapatkan menit dengan waktu daerah (WIB, WITA,

WIT) dilakukan koreksi Bujur dengan rumus waktu daerah = LMT + (Bujur

Daerah – Bujur Tempat) : 15, maka hasilnya menjadi waktu daerah. Setelah

itu dilakukan koreksi ihtiyat kisaran 1 menit sekian detik sehingga satuan

waktu menjadi satuan menit.

Data untuk bujur daerah; WIB = 105˚, WITA = 120˚ dan WIT = 135˚.

Adapun yg dimaksud dengan ihtiyat (koreksi) yaitu suatu langkah

pengamanan dalam menentukan waktu shalat dengan cara menambahkan atau

mengurangkan waktu agar tidak mendahului awal waktu shalat atau tidak

melampaui batas akhir waktu shalat. Ihtiyat yang dipakai yaitu 1 menit sekian

detik atau 2 menit.

2. Akurasi Hisab Awal Waktu Shalat Menurut Saadoe’ddin Djambek

Dalam mengukur akurasi Pedoman Waktu Shalat Sepanjang Masa

karya Saadoe’ddin Djambek, digunakan kajian data dengan membandingkan

hasil perhitungan data-data lama dengan data-data baru. Selain itu dilakukan

pengujian jadwal waktu shalat sepanjang masa dengan mengamati keadaan

alam pada saat tanda-tanda dimulainya awal waktu shalat tiba sesuai dengan

hasil perhitungan yang terdapat pada jadwal.

Berdasarkan orbit tersebut diperoleh gambaran rerata Grafik deklinasi

Matahari dalam 1 tahun, sebagai berikut:

Page 60: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

47

Varian of the deklinationangle

Gambar 2: Grafik deklinasi Matahari dalam 1 tahun Sumber: http://imageshack.us/photo/my-images/687/deklinasimatahari.jpg

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai deklinasi Matahari sama

besarnya dalam dua hari dalam setahun. Misalnya, pada tanggal 21 Maret dan

23 September deklinasi Matahari sama-sama bernilai 0˚, dan begitu

seterusnya. Dari perubahan kedudukan Matahari selama satu tahun

sebagaimana yang telah digambarkan di atas, teranglah bahwa nilai deklinasi

Matahari senantiasa berubah, tidak saja dari hari ke hari, tetapi juga dari jam

ke jam. Perubahan itu paling besar, dikala Matahari berkedudukan di dekat

equator yakni sekitar tanggal 21 Maret dan 23 September dan perubahan

terkecil terjadi pada tanggal 21 Juni dan 23 Desember.

Memang secara taqribi, Matahari akan berada pada titik-titik yang telah

disebutkan di atas sesuai tanggal dan bulan tersebut. Tetapi secara hakiki, nilai

deklinasi Matahari dari tahun ke tahun tidaklah sama. Seperti contoh berikut:

pada tanggal 21 Maret 2008 pukul 12.00 WIB, nilai deklinasi Matahari adalah

0˚ 22’ 52”, tahun berikutnya bernilai 0˚ 17’ 02”, tahun 2010 nilainya 0˚ 11’

08”, pada tahun 2011 berganti lagi menjadi 0˚ 05’ 33”, dan pada tahun 2012 0˚

23’ 28”. Hal ini akan berpengaruh pada hasil daripada perhitungan waktu

shalat meskipun dengan selisih yang sangat kecil.

Tingkat akurasi sebuah metode memang masih menjadi pertanyaan

sebagian orang, karena hal ini masih belum bisa dibuktikan. Untuk

menganalisis tingkat akurasi Menghisab Awal Waktu Shalat karya

Page 61: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

48

Saadoe’ddin Djambek, diperlukanlah tolak ukur (alat penimbang) yang dalam

hal ini penulis berkiblat pada metode kontemporer (ephemeris). Metode

ephemeris ini dianggap sebagai metode yang paling modern dan memiliki

tingkat akurasi yang tinggi, yang dalam proses perhitungannya dibantu dengan

menggunakan alat-alat canggih seperti kalkulator, GPS dan sebagainya dan

juga menggunakan data-data yang selalu up-to-date setiap tahunnya.

3. Relevansi hisab awal waktu shalat menurut Saadoe’ddin Djambek

Saadoe’ddin Djambek merupakan salah satu tokoh pembaharu hisab

dalam dunia ilmu Falak, ia juga yang mempelopori penggunaan teori

spherical trigonometry dalam pengaplikasian rumus-rumus falak yang sampai

sekarang masih terus berkembang, sehingga tak heran jika hisab yang

digunakan dalam pembuatan jadwalnya tidak jauh berbeda dengan metode

hisab yang digunakan sekarang. Perbedaannya hanya terletak pada data

deklinasi Matahari dan equation of time yang diambil dari Almanak Nautika

tahun 1967 M sebagaimana yang ia ungkapkan sendiri.4

Mengacu kepada buku Menghisab Awal Waktu Shalat yang dibuat oleh

Saadoe’ddin Djambek dapat dikatakan bahwa, pedoman waktu shalat tersebut

tergolong akurat dan bisa dijadikan pegangan oleh masyarakat luas dalam

menjalankan ibadah meskipun waktu shalat tersebut telah dibuat sejak tahun

1967 M. Selain akurasi dilihat dari perbandingan metodenya, akurasi Hisab

Awal Waktu Shalat karya Saadoe’ddin Djambek juga dilihat dari fakta alam

yang menunjukkan awal waktu shalat yang lima dimulai.

Relevansi penentuan awal waktu shalat oleh Saadoe’ddin Djambek

didasarkan pada latar belakang nas-nas yang dijadikan pijakan. Menurut

Susiknan bahwa, Saadoe’ddin Djambek berusaha memadukan penafsiran

ulama dengan teori-teori astronomi dalam memahami nas-nas yang berkaitan

dengan ketentuan-ketentuan awal waktu shalat. 5

4 Saadoe’ddin Djambek, Pedoman Waktu Shalat Sepanjang Masa, (Jakarta: Tintamas,

1974), h. 18. 5 Susiknan Azhari, Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2002), h. 61.

Page 62: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

49

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode hisab yang

digunakan oleh Saadoe’ddin Djambek bisa digolongkan pada metode

kontemporer. Pemikiran hisab Saadoe’ddin Djambek sangat relevan dengan

konteks kekinian. Hal ini terlihat dari kesadarannya terhadap realitas adanya

problem-problem yang muncul dengan adanya peningkatan kecerdasan umat

sehingga ia memunculkan pemikiran baru dalam dunia Ilmu Falak yaitu

tentang shalat di daerah dekat kutub.

B. Pemikiran Saadoe’ddin Djambek tentang Perhitungan Arah Kiblat

1. Penentuan Arah Kiblat menurut Saadoe’ddin Djambek

Pergumulan pemikiran Saadoe’ddin Djambek merupakan perpaduan

antara kalangan ahli hisab dan kalangan astronom. Kalangan ahli hisab yang

sangat mempengaruhi pola pikirnya adalah Syaikh M. Thaher Djalalu’ddin.

Kalangan astronom yang banyak mempengaruhi pola pikirnya adalah dosen-

dosennya ketika kuliah di ITB, di antaranya adalah Prof. Dr. G. B. van Albada

(Direktur Observatorium Bosscha tahun 1949-1958). Yang terakhir ini banyak

mewarnai pola pikirnya.6 Ia membangun teori-teori khususnya yang berkaitan

dengan arah kiblat berbeda dengan tokoh-tokoh pendahulunya. Ini dibuktikan

ketika Saadoe’ddin membahas tentang arah kiblat. Dalam pembahasannya ia

menawarkan spherical trigonometry, hal ini jelas pengaruh dari teori-teori

astronomi. Begitu pula rumus-rumus yang ditampilkan. Aroma astronomi

sangat kelihatan mewarnai paradigmanya. Sebagai missal, rumus-rumus yang

digunakan dipengaruhi dari analogi Napier. Ijtihad Saadoe’ddin Djambek

dalam arah kiblat tak ubahnya seperti Asy-Syafi’i. Artinya dalam pemikiran

arah kiblat ini dikenal istilah qaul qadim dan qaul jadid.7

Maksudnya, pemikiran Saadoe’ddin nampaknya mengikuti irama

perkembangan zaman sesuai dengan kaidah yang artinya: “Tidak dapat

dipungkiri adanya perubahan hukum karena adanya perubahan waktu, tempat

situasi dan kondisi.” Kaitannya dengan persoalan arah kiblat tersebut

6 Ibid, h. 58. 7 Ibid, h. 59.

Page 63: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

50

Saadoe’ddin melakukan taghayyur, yaitu perubahan terhadap lintang dan

bujur Ka’bah. Dalam qaul qadim ia menetapkan bahwa lintang dan bujur

Ka’bah adalah 210 20’ LU dan 400 14’ BT. Sedangkan qaul jadidnya

menetapkan bahwa lintang dan bujur Ka’bah adalah 210 25’ LU dan 390 50’

BT.8

Pendapat kedua ini merupakan hasil penelitian Saadoe’ddin Djambek

yang dilakukan ketika menjabat sebagai ketua Badan Hisab dan Rukyat. Pada

saat itu ia mendapat tugas dari Menteri Agama untuk mengadakan penelitian

dan survey pengembangan Hisab Rukyat dan kehidupan sosial di Tanah Suci

Mekkah. Dari hasil penelitian ini kemudian ia meminta kepada murid-

muridnya untuk mengubah data Lintang dan bujur Ka’bah menjadi 210 25’ LU

dan 390 50’ BT. Data tersebut masih dijadikan patokan oleh Kementrian

Agama RI dalam melakukan perhitungan arah kiblat.9 Penelitian baru yang

menggunakan GPS (Global Positioning System) menunjukkan bahwa lintang

dan bujur Ka’bah adalah 210 25’ 14” LU dan 390 49’ 41” BT. Jika hasil

tersebut dibulatkan maka akan sama dengan data yang ditunjukkan

Saadoe’ddin Djambek.

Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa pemikiran Saadoe’ddin

Djambek mewarnai corak pemikran hisab arah kiblat Indonesia. Ilmu falak tak

ubahnya seperti ilmu-ilmu yang lain yakni on going process, yang dinyatakan

oleh A. Mukti Ali bahwa hisab yang benar akan bisa dibuktikan dengan

rukyah yang benar karena yang menjadi objek adalah sama. Hakekat yang

sesungguhnya adalah empirik, bukan dalan pikiran. Maka dengan sendirinya

akal bisa berhasil atau gagal dalam satu garis sesuai dengan nilai kebenaran

pengetahuannya. Karena itu akal bukanlah alat bagi manusia untuk

“menciptakan” kebenaran melainkan untuk “memahami” kebenaran atau

barangkali “menemukan” kebenaran.

Dalam menentukan arah kiblat suatu tempat, Saadoe’ddin Djambek

menerapkan prinsip segitiga bola (lingkaran yang sisi-sisinya merupakan

8 Ibid, h. 59. 9 Ibid, h. 60.

Page 64: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

51

bagian lingkaran besar). Rumus perhitungan Saadoe’ddin Djambek pada

dasarnya berasal dari aplikasi rumus segitiga bola, yakni:

Cotan B = cotan b x sin a 𝑠𝑖𝑛 𝐶

− cos 𝑎 𝑥 𝑐𝑜𝑡𝑎𝑛 𝐶 10

Berikut adalah gambar bola bumi yang berhubungan dengan penentuan

arah Kiblat:

Gambar 3: Bola Bumi

2. Akurasi Metode Penentuan Arah Kiblat

Dalam tahap mengetahui akurasi dan relevansi metode Saadoe’ddin

Djambek diperlukan perbandingan dengan rumus kontemporer. Tahap ini

bertujuan untuk mendapatkan selisih hasil perhitungan antara metode

perhitungan Saadoe’ddin Djambek dengan metode kontemporer. Data lintang

bujur Ka’bah metode Saadoe’ddin Djambek adalah φ = 21˚ 20’ LU dan λ =

10 Saadoe’ddin Djambek, Arah Qiblat dan Tjara Menghitungnja dengan Djalan Ilmu

Ukur Segitiga Bola, (Jakarta: Tintamas, 1957), h. 21.

Page 65: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

52

40˚ 14’ BT11. Data koordinat ini cukup teliti dan terbukti akurat dalam

prakteknya di lapangan.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menentukan arah kiblat

pemikiran Saadoe’ddin Djambek, yaitu:

a. Menentukan lintang dan bujur tempat yang akan dihitung arah kiblatnya.

b. Menyiapkan tabel logaritma baik 4 desimal ataupun 5 desimal.

c. Menghitung sisi b yakni 90˚ – Lintang Ka’bah 21˚ 20’ hasilnya 68˚ 40’,

sudut C yakni bujur tempat yang dihitung dikurangi bujur Ka’bah 40˚ 14’,

kemudian sisi a yakni 90˚ ditambah lintang tempat yang dihitung arah

kiblatnya.

d. Menghitung arah kiblatnya dengan rumus:

Cotg B = cotg b x sin a sin𝐶

- cos a x cotg C

Akurasi perhitungan Saadoe’ddin Djambek dapat diketahui setelah

adanya perbandingan dengan perhitungan kontemporer di atas. Selisih hasil

perhitungan yang diperoleh dari metode Saadoe’ddin Djambek dengan metode

kontemporer berkisar antara 0-1 menit. Selisih ini masih berada pada arah

kiblat yang diperkenankan (Ihtiyat kiblat) untuk seluruh wilayah Indonesia.

Indonesia memiliki jarak cukup jauh dari Ka’bah sehingga status kiblat

Indonesia adalah kiblat ijtihadi. Dalam konteks kiblat ijtihadi, kiblat

merupakan sebuah lingkaran ekuidistan berjari-jari 45 km yang berpusat di

Ka’bah. Seluruh bagian lingkaran ekuidistan ini adalah kiblat sehingga jika

kita berdiri di sebuah lokasi di Indonesia, sepanjang proyeksi ujung garis

khayal dari tempat kita berdiri tetap berada di dalam lingkaran kiblat maka

secara hukum kita sudah menghadap kiblat.

3. Relevansi Penentuan Arah Kiblat Pemikiran Saadoe’ddin Djambek

Pemikiran arah kiblat Saadoe’ddin Djambek sangat mempengaruhi

corak pemikiran hisab arah kiblat Indonesia. Ia berusaha mengembangkan

sistem baru dalam perhitungan hisab dengan mengenalkan teori spherical

11 Ibid, h. 14.

Page 66: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

53

trigonometry (segitiga bola). Menurutnya teori itu dibangun untuk menjawab

tantangan zaman. Artinya dengan meningkatnya kecerdasan umat di bidang

ilmu pengetahuan maka teori-teori yang berkaitan dengan ilmu hisab perlu

didialogkan dengan ilmu astronomi modern sehingga dapat dicapai hasil yang

lebih akurat.12

Teori spherical trigonometry tersebut kemudian menghasilkan cara

praktis mengetahui arah kiblat yakni dengan peta grafik kiblat. Pembuatan

grafik kiblat tersebut haruslah memperhatikan posisi tempat dari lintang dan

bujurnya. Garis lingkaran besar yang dibuat berdasarkan perhitungan dari titik

potong antara lintang tempat dan garis meridian tempat. Titik-titik potong dari

beberapa tempat tersebut kemudian dipertemukan dan ditariklah garis hingga

menjadi garis lingkaran besar yang menghubungkan tempat menuju ke

Ka’bah.

Menurut Susiknan, secara garis besar pemikiran Saadoe’ddin Djambek

tentang arah kiblat ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Di antara

kelebihannya sebagai berikut: Pertama, dapat menampilkan data lintang dan

bujur Ka’bah terbilang akurat pada masanya. Kedua, pemikirannya telah

menggabungkan ilmu astronomi dan hisab seperti rumus-rumus trigonometri

dan segitiga bola, sehingga Saadoe’ddin Djambek dianggap sebagai Mujaddid

al-Hisab (pembaharu pemikiran hisab) di Indonesia. Ketiga, adanya kesadaran

historis, dalam pemikiran hisab terdapat anomali. Realitas ini sangat disadari

oleh Saadoe’ddin Djambek yang akhirnya melakukan research ini menjadikan

data-data yang digunakan sangat dinamis dan mengikuti perkembangan

zaman. Awalnya pemikiran Saadoe’ddin Djambek hanya dapat diterima

kalangan modernis. Akan tetapi melalui perjalanan panjang akhirnya bisa

diterima baik di kalangan modernis maupun kalangan tradisional. Keempat,

pemikiran arah kiblat Saadoe’ddin Djambek merupakan metode yang masih

akurat karena memang selisih yang diperoleh dengan metode kontemporer

12 Susiknan, Pembaharuan Pemikiran Hisab, h. 50.

Page 67: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

54

rendah yakni berkisar 0’ dan maksimal 1’ sehingga masih relevan digunakan

pada masa sekarang sebagai salah satu cara penentuan arah kiblat. 13

Sedangkan diantara kekurangan dari pemikiran Saadoe’ddin Djambek

dalam buku Arah Qiblat ini adalah: Pertama, Saadoe’ddin Djambek masih

menggunakan perhitungan manual dengan menggunakan tabel logaritma

dalam perhitungan sehingga tidak ada bentuk detik pada hasil akhir

perhitungan arah kiblat, berbeda dengan rumus kontemporer sekarang yang

sangat praktis menggunakan kalkulator dan menghasilkan arah kiblat dalam

bentuk derajat, menit dan detik. Kedua, data lintang dan bujur Ka’bah yang

digunakan Saadoe’ddin Djambek hanya sampai menit saja (21˚ 20’ LU dan

40˚ 14’ BT) sehingga hasil arah kiblatnya pun hanya sampai pada menit saja.14

C. Pemikiran Saadoe’ddin Djambek tentang Perhitungan Awal Bulan Qamariah

1. Perhitungan Awal bulan Qamariah menurut Saadoe’ddin Djambek

Dalam melakukan perhitungan awal bulan qamariah, Saadoe’ddin

Djambek menggunakan input data Almanak Nautika yaitu data astronomis

yang merupakan prediksi terhadap posisi geografis untuk pengamatan benda

angkasa yang dipublikasi secara tahunan oleh United States Naval

Observatory, H.M. Nautical Almanac Office dan Royal Greenwich

Observatory. Informasi yang tersusun dalam tabelnya hingga mendekati

ketelitian 0,1 arc dan 1 detik waktu. Berdasarkan hal tersebut ketelitian data

astronomis ini dapat dikatakan sudah baik.15

Berikut adalah gambar bola langit yang berhubungan dengan penentuan

awal bulan qamariah:

13 Susiknan, Pembaharuan Pemikiran Hisab, h. 95. 14 Ibid, h. 95.

15 http://www.msi.nga.mil/MSISiteContent/StaticFiles/NAV_PUBS/APN/Chapt-19. pdf diakses pada tanggal 4 Juni 2018.

Page 68: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

55

Gambar 3: Bola Langit

Data yang terdapat pada Almanak Nautika diantaranya GHA

(Greenwich Hour Angle). Bulan dan GHA Matahari, berbeda dengan data

yang ditampilkan Ephemeris Win Hisab seperti Ecliptic Longitude Matahari

dan Apparent Longitude Bulan.16 Perbedaan data ini karena tata koordinat

langit yang digunakan, Almanak Nautika dengan tata koordinat equator dan

Ephemeris tata koordinat ekliptika. Perbedaan input data pada kedua

perhitungan ini menjadi hal mendasar yang perlu diperhatikan. Berikut ini

akan dipaparkan perhitungan awal bulan qamariah Saadoe’ddin Djambek17:

a. Mencari saat Matahari terbenam yang sekarang sebagai landasan untuk

perhitungan posisi hilal, dengan rumus:

Cos t = - tan ϕ tan δ + sec ϕ sec δ sin h

Lalu, t : 15 + Meridian Pass + koreksi-koreksi akan didapat saat Matahari

terbenam yang sebenarnya.

16 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Buana

Pustaka, Cet. III, tt), h. 153. 17 Saadoe’ddin Djambek, Hisab Awal Bulan, (Jakarta: Tintamas, 1976), h. 25-30.

Page 69: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

56

b. Dengan data hisab saat Matahari terbenam tersebut sebagaimana yang

terdapat pada no. 1 di atas, dicari tinggi hilal dengan rumus:

Sin h = sin ϕ sin δ + cos ϕ cos δ cos t

Setelah itu dilakukan koreksi-koreksi hilal dengan parallaks (dikurang 10),

refraksi (ditambah 22’), s.g.t. (seperdua garis tengah) atau semi diameter

(ditambah 16’), dan kerendahan ufuk/dip (ditambah 22’).

c. Maka akan diketahui tinggi hilal lihat (tinggi mar’i).

d. Kemudian dicari arah bulan (azimuth) dengan rumus:

Cotan A = cotan t cos (ϕ + q) : sin q

Rumus perhitungan Saadoe’ddin Djambek ini hanya menghasilkan

beberapa output data, seperti data terbenam Matahari, sudut waktu Bulan,

sudut waktu Matahari, tinggi Bulan hakiki, tinggi Bulan mar’i, azimuth Bulan

dan azimuth Matahari, sedangkan output dalam Ephemeris meliputi ijtimak,

nurul hilal, iluminasi hilal, lama hilal dan lainnya.18 Selain itu, rumus

Saadoe’ddin Djambek memang tidak memberikan cara mencari ijtimak dalam

perhitungannya, meskipun ia memang mengakui terhadap teori ijtimak.19

Salah satu alasan Saadoe’ddin Djambek tidak menggunakan konsep ijtimak

yakni kelemahan ijtimak yang sulit dalam observasi/berdasarkan Compton

Pictured Encyclopedia.20 Untuk mengetahui bulan baru ia menggunakan

konsep pergantian siang dan malam di mana Matahari terbenam terlebih

dahulu daripada Bulan.

Hal cukup menarik konsep yang ditawarkan Saadoe’ddin Djambek ini,

namun konsep tersebut bisa jadi lebih menyulitkan dalam aplikasinya. Di sisi

lain, menurut Susiknan Azhari, mengetahui ijtimak sangat penting dalam

penentuan awal bulan qamariah, meskipun hanya sebagian kecil yang

menetapkan bulan qamariah berdasarkan ijtima’ qabl al-ghurub, akan tetapi

18 Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, h.169. 19 Saadoe’ddin Djambek, Hisab Awal Bulan, h. 10. 20 Ibid, h. 10.

Page 70: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

57

mayoritas sepakat bahwa peristiwa ijtimak merupakan batas penentuan secara

astronomis antara bulan qamariah yang berjalan dan bulan berikutnya.21

Dalam istilah astronomis ijtimak disebut konjungsi (conjunction) atau

new moon, sehingga konsep ijtimak lebih sesuai secara astronomis terlebih

lagi hal ini telah disepakati mayoritas ahli.22 Ijtimak merupakan peristiwa di

mana Bumi dan Bulan berada di posisi bujur langit yang sama, jika diamati

dari Bumi. Ijtimak terjadi setiap 29,531 hari sekali, atau disebut pula satu

bulan sinodik. Pada saat sekitar ijtimak, Bulan tidak dapat terlihat dari Bumi,

karena permukaan Bulan yang tampak dari Bumi tidak mendapatkan sinar

matahari, sehingga dikenal istilah Bulan baru. Adapun pembuktian

perhitungan ijtimak (toposentris) dapat dibuktikan dengan peristiwa gerhana

Matahari yang tidak bisa dibuktikan jika tidak terjadi gerhana Matahari,

berdasarkan keterangan NU (Nadhlatul Ulama) pada situs resminya. 23

Setelah membahas seluruh langkah perhitungan maka dapat

disimpulkan kelebihan dan kekurangan hisab awal bulan qamariah

Saadoe’ddin Djambek. Menurut pendapat penulis kelebihannya yakni,

hisabnya mudah diaplikasikan, telah menggunakan kaidah segitiga bola

(spherical trigonometry) dan input data Almanak Nautika yang valid, dapat

dijadikan sebagai metode pembelajaran hisab awal Bulan terutama tentang

kaidah logaritmanya. Terdapat pula kekurangan hisab ini, di antaranya proses

perhitungannya panjang dan konsep masih sederhana karena disesuaikan

dengan kalkulator pada masa itu, serta tidak didukung rumus perhitungan

ijtimak sebagaimana metode hisab pada umumnya sehingga perhitungannya

menjadi lebih sulit.

21 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 94.

22 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, h. 138. 23 http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,14-id,51616-lang,id-t,Gerhana+

Matahari+ 29+April+2014-.phpx diakses pada tanggal 4 September 2018.

Page 71: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

58

2. Relevasi Hisab Awal Bulan Qamariah Saadoe’ddin Djambek

Sesuai perkembangan keilmuan falak, metode-metode perhitungan

dalam penentuan awal bulan qamariah memperoleh hasil akurasi yang

semakin baik.

Hisab Saadoe’ddin Djambek yang tergolong model hisab klasik masih

cukup akurat, akan tetapi ada hal perlu diperhatikan seperti koreksi pada tinggi

Bulan mar’i karena hisabnya ini menggunakan koreksi penambahan semi

diameter. Hal yang yang menjadi pendukung keakuratan hisab yakni

menggunakan data yang valid dan selalu diperbaharui Almanak Nautika.

Hisab Saadoe’ddin Djambek yang menggunakan data Almanak Nautika ini

termasuk metode kontemporer karena telah menggabungkan ilmu hisab dan

astronomi murni, namun rumus-rumus untuk pengolahan data yang digunakan

masih sederhana. Hal ini karena disesuaikan dengan kalkulator dahulu yang

sederhana apabila dibandingkan dengan kalkulator saat ini.

Berdasarkan astronomi, perhitungan awal bulan qamariah Saadoe’ddin

Djambek ini telah mengacu pada tata surya heliosenrik.24 Konsep Saadoe’ddin

Djambek sebagai model hisab kotemporer ini telah menggunakan konsep-

konsep astronomi. Dalam bukunya dinyatakan bahwa hisab Saadoe’ddin

Djambek telah menggunakan perhitungan yang bersifat geosentrik dan

terdapat beberapa koreksi yang dilakukannya sehingga hasil perhitungannya

bersifat toposentris. Hal tersebut tidak sepenuhnya tepat karena data hisab

yang digunakan masih bersifat geosentrik, yakni Almanak Nautika. Dapat

diperhatikan penggunakan koreksi paralaks untuk tinggi mar’i pada rumus

Saadoe’ddin Djambek, hal ini tidak menunjukkan bahwa perhitungan telah

bersifat toposentrik. Perhitungan dapat disebut toposentris apabila telah

menggunakan beberapa koreksi sebagaimana algoritma Jean Meeus, yakni

untuk mendapatkan nilai koreksi paralaks dalam asensiorekta dan deklinasi

24 Slamet Hambali, Pengantar Ilmu Falak, Jawa Timur: Bismillah Publisher, 2012, h.

187.

Page 72: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

59

toposentrik harus diketahui terlebih dahulu nilai geosentrisnya, lalu diubah

menjadi data toposentrik.

Dalam buku Selayang Pandang Hisab Rukyat, dinyatakan bahwa

koreksi-koreksi ini perlu diketahui yakni sebagai pembanding hasil

pengamatan fenomena toposentrik, sehingga kedudukan Bulan geosentrik

secara teoritis faktor koreksi tersebut perlu diperhitungkan walaupun

menghasilkan perbedaan yang kecil. Dalam hal ini, kendatipun rumus

Saadoe’ddin Djambek belum disebut toposentrik, akan tetapi dengan adanya

koreksi tersebut menunjukkan bahwa hisabnya telah memperhatikan

fenomena toposentrik.

Sebagai seorang muslim yang patuh, Saadoe’ddin Djambek menyadari

bahwa membangun konsep tentang bulan baru qamariah harus berhati-hati

karena bukan hanya menyangkut kehidupan kemasyarakatan, akan tetapi,

bahkan yang lebih penting lagi adalah menyangkut masalah pengamalan

ajaran agama. Kesalahan dalam merumuskan konsep bulan baru qamariah

akan berakibat pada kesalahan dalam menunaikan ajaran agama, misalnya

ibadah puasa Ramadhan. Pertimbangan ini rupanya yang mendorong

Saadoe’ddin Djambek membangun teorinya dengan penuh hati-hati dan

bertumpu kepada sumber-sumber Islam, Al-Qur’an dan As-Sunnah.

D. Konsistensi Pemikiran Saadoe’ddin Djambek Dalam Perhitungan Awal

Waktu Shalat, Arah Kiblat dan Awal Bulan Qamariah

Ada hal yang sama secara konsisten yang diterapkan oleh Saadoe’ddin

Djambek dalam melakukan perhitungan awal waktu shalat, arah kiblat dan

awal bulan qamariah. Konsistensi tersebut dapat dikemukakan sebagai

berikut:

1. Saadoe’ddin Djambek memanfaatkan kaidah-kaidah astronomi dalam

menterjemahkan apa yang dimaksud oleh kaidah-kaidah agama dalam

kaitannya dengan penentuan awal waktu shalat, arah kiblat dan awal

bulan qamariah.

Page 73: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

60

Misalnya, dalam menterjemahkan awal waktu Dzuhur,

Saadoe’ddin Djambek menggunakan rumus jam 12 dikurang equation of

time, yaitu sesaat setelah matahari tergelincir. Awal Ashar, tinggi

mataharinya menggunakan rumus: cotan h= tan |p - d| + 1. Rumus ini

menunjukkan bahwa tinggi matahari awal Ashar adalah panjang bayang-

bayang suatu benda saat kulminasi ditambah panjang bendanya. Awal

Maghrib diterjemahkan bahwa tinggi matahari saat ghurub adalah -1˚. Ini

sudah mencakup koreksi parallaks, refraksi, kerendahan ufuk (dip) dan

semidiameter matahari (s.g.t.). Untuk tinggi awal Isya’ menggunakan -

18˚, saat di mana mega merah mulai hilang. Sedangkan untuk awal

Shubuh, tinggi mataharinya adalah -20˚, lebih bawah daripada tinggi

matahari awal Isya’, sebab fajar shidiq akan muncul ketika posisi

matahari 20˚ di bawah ufuq.25

Adapun untuk penentuan arah kiblat, Saadoe’ddin Djambek

menterjemahkan arah atau Syathrol Masjidil Haram itu adalah jarak yang

terdekat dari suatu tempat ke Ka’bah, yaitu menggunakan Segitiga Bola

Besar (Spherical Trigonometry), yang sisi-sinya merupakan bagian dari

lingkaran yang pusatnya berimpit dengan pusat bola bumi itu sendiri.

Sistem ini juga dalam Astronomi dikenal dalam perhitungan Azimuth,

yang artinya arah.26

Untuk penentuan awal bulan qamariah, Saadoe’ddin Djambek

menafsirkan rukyat itu dengan posisi Hilal mar’i di atas ufuk mar’i (ufuk

yang terlihat) saat matahari terbenam tanggal 29 bulan qamariah setelah

terjadi ijtima’. Oleh karena itu, Saadoe’ddin Djambek dalam menghitung

awal bulan qamariah selalu mencantumkan data terjadinya ijtima’ dan

koreksi-koreksi parallaks, refraksi, kerendahan ufuq dan semidiameter

hilal. Ketiga data itu dijadikan koreksi terhadap tinggi hilal hakiki.27

2. Saadoe’ddin Djambek konsisten menggunakan rumus-rumus segitiga bola

(Spherical Trigonometry) untuk penentuan waktu shalat, arah kiblat dan

25 Saadoe’ddin Djambek, Menghisab Awal Waktu Shalat, h. 11. 26 Saadoe’ddin Djambek, Arah Qiblat, h. 5-7. 27 Saadoe’ddin Djambek, Hisab Awal Bulan, h. 25-30.

Page 74: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

61

awal bulan qamariah. Saaddoe’ddin Djambek menganggap bahwa langit

yang terlihat dari bumi merupakan setengah bola besar di mana si

Pengamat berada pada titik pusat bola tersebut. Sementara itu, setengah

bola besar lainnya berada di bawah ufuq yang tidak dapat dilihat oleh

Pengamat. Benda-benda langit seperti Matahari, Bulan atau bintang-

bintang lainnya nampak nempel pada bola langit tersebut dan bergerak

bersama-sama dari arah timur ke barat, sejajar dengan Equator, sebagai

akibat dari rotasi bumi yang bergerak dari barat ke timur.

Oleh karena itu, kaidah-kaidah Ilmu Ukur Segitiga Bola (Spherical

Trigonometry) dapat diterapkan kepada bola langit ini. Dalam Ilmu Ukur

ini, fungsi-fungsi sinus, cosinus, tangent dan lainnya sangat dominan.

Pemanfaatan Ilmu Ukur Segitiga Bola pada bola langit digunakan

untuk perhitungan penetapan awal waktu shalat dan awal bulan qamariah,

sedangkan pemanfaatan Ilmu Ukur Segitiga Bola pada bola bumi

digunakan untuk melakukan perhitungan arah kiblat.

3. Saadoe’ddin Djambek juga konsisten menggunakan data yang up to date

untuk melakukan perhitungan awal waktu shalat, arah kiblat dan awal

bulan qamariah. Data seperti saat ijtima, deklinasi, equation of time atau

Meridian pass, dan data astronomis lainnya, Saadoe’ddin mengambilnya

dari sumber-sumber mutakhir seperti dari Almanak Nautika yang

diterbitkan setiap tahun oleh Jawatan Oseanografi TNI Angkatan Laut.

Demikian juga data Lintang dan Bujur tempat, Saadoe’ddin Djambek

selalu menggunakan data yang mutakhir.

4. Untuk memudahkan para pencinta Ilmu Falak dalam menghitung awal

waktu shalat, arah kiblat dan awal bulan qamariah, Saadoe’ddin Djambek

membuatkan tabel-tabel untuk data tertentu. Tabel tersebut disajikan

berdasarkan suatu rumus tertentu seperti parallaks, kerendahan ufuk dan

refraksi atau didasarkan pada tabel-tabel yang sudah ada namun

disederhanakan, seperti untuk data Lintang dan Bujur Tempat. Bahkan

untuk jadwal waktu shalat sepanjang masa, Saadoe’ddin Djambek

membuat tabel yang lebih detail dan harian berdasarkan lintang suatu

Page 75: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

62

tempat di Indonesia. Sehingga para pencinta Ilmu Falak atau masyarakat

luas dapat membuat jadwal waktu shalat sepanjang masa secara mudah

dan akurat, di mana saja di Indonesia, berdasarkan jadwal yang dibuat

oleh Saadoe’ddin Djambek, dengan hanya melakukan koreksi sederhana

untuk menyesuaikan posisi tempat dan waktu daerah yang digunakan.

Sistem perhitungan dengan menggunakan rumus dan tabel di atas,

mungkin untuk saat ini sudah tidak begitu diperlukan lagi, mengingat ada

sistem perhitungan cepat, seperti smartphone atau computer. Namun pada

tahun-tahun di mana Saadoe’ddin Djambek mulai mengembangkan sistem

ini, sekitar tahun 1970an, penggunaan rumus dengan kalkulator secara

manual, bukan programmer, juga tabel-tabel yang up date adalah hal yang

sangat luar biasa. Mudah namun sangat akurat.

Kinipun, untuk kepentingan ilmiah, rumus-rumus Ilmu Ukur

Segitiga Bola dan data astronomi yang up date, sangatlah diperlukan,

untuk mengetahui dari mana datangnya rumus-rumus tersebut dan sejauh

mana akurasinya.

Page 76: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

63

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari beberapa pembahasan dan analisis yang telah

dilakukan pada sub bab terdahulu, maka penulis dapat menyimpulkan:

1. Pemikiran Saadoe’ddin Djambek tentang perhitungan awal waktu shalat

dapat digolongkan sebagai metode kontemporer, mengingat dalam proses

perhitungannya dengan mempertimbangkan ketinggian tempat, refraksi

dan dip, sehingga berpengaruh terhadap perhitungan terbit dan terbenam

matahari. Di samping itu penggunaan Ilmu Ukur Segitiga Bola menjadikan

sistem yang dikembangkan Saadoe’ddin Djambek menjadi system yang

akurat. Relevansi dari cara perhitungan terebut dapat dikatakan bahwa,

pedoman waktu shalat yang dibuat oleh Saadoe’ddin Djambek tergolong

akurat dan bisa dijadikan pegangan oleh masyarakat luas dalam

menjalankan ibadah shalat dan berlaku sepanang masa. Pemikiran

Saadoe’ddin Djambek merupakan perpaduan antara kalangan ahli hisab

dan astronom. Disamping itu, pemikirannya juga cenderung berupaya

memadukan penafsiran para ulama dengan teori-teori astronomi dalam

memahami nas-nas yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan awal

waktu salat. Pendapat tersebut dianalisir sebagai salah satu usaha

Saadoe’ddin untuk memadukan perhitungan astronomi waktu salat dengan

ketentuan waktu shalat dalam syariat Islam.

2. Pemikiran arah kiblat menurut Saadoe’ddin Djambek merupakan suatu

metode yang dirancang dan diterapkan secara sistematis, yang memadukan

antara pesan normativ dengan pesan ilmiah. Berangkat dari konsepsi dasar

tentang arah kiblat yang dijelaskan melalui pesan teks baik melalui al-

qur’an maupun al-hadits. Saadoe’ddin Djambek mengaplikasikannya

dengan kajian sains yang ilmiah yakni berupa ilmu ukur segitiga bola

(spherical trighonometri). Saadoe’ddin Djambek berusaha menerapkan

Page 77: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

64

kajian arah kiblatnya berdasarkan ilmu matematis karena didalam

kajiannya Saadoe’ddin Djambek menerapkan konsepsi dasar rumus-rumus

segitiga bola yang hingga saat ini masih digunakan untuk penentuan arah

kiblat. Metode arah kiblat yang dirancang oleh Saadoe’ddin jambek dapat

memberikan pencerahan karena konsep dasar yang ditawarkan

Saadoe’ddin Djambek sangat akurasi, tepat dan applicable. Sehingga

sampai saat ini, konsep arah kiblat Saadoe’ddin Djambek masih

diaplikasikan oleh para ahli ilmu falak di Indonesia. Dengan demikian

pemikiran arah kiblat yang ditawarkan Saadoe’ddin Djambek sangat

akurat dan untuk dapat diaplikasikan dalam menentukan arah kiblat.

3. Pemikiran Saadoe’ddin Djambek tentang perhitungan awal bulan

qamariah mempunyai teori yang diberi nama ijtimak dan ufuk mar’i,

terkait penentuan awal bulan qamariah yang berlaku untuk semua daerah,

termasuk kawasan kutub. Menurut teori ini awal bulan qamariah dimulai

saat terbenam Matahari setelah terjadi ijtimak dan pada saat itu Hilal sudah

berada di ufuk mar’i. Adapun yang dimaksud ufuk mar’i adalah bidang

datar yang merupakan batas pandangan mata si pengamat. Semakin tinggi

posisi pengamat di atas Bumi, maka semakin rendah ufuk mar’i.

Lingkaran ufuk mar’i ini tampak sebagai pertemuan antara dinding bola

langit dengan permukaan Bumi. Perbedaan antara ufuk mar’i dengan ufuk

hakiki terletak pada kerendahan ufuk (dip). Menurut teori ini, posisi atau

kedudukan Bulan pada ufuk adalah posisi atau kedudukan piringan atas

Bulan pada ufuk mar’i. Perhitungan awal bulan tersebut, menggabungkan

ilmu astronomi dan hisab seperti rumus-rumus trigonometri dan segitiga

bola menjadikan metode ini termasuk yang akurat pada waktu itu dan

dipakai sebagai pegangan oleh badan hisab rukyat, terutama pada saat ia

menjadi ketuanya.

4. Relevansi pemikiran Saadoe’ddin Djambek ditunjukkan dengan

konsistensinya dalam perhitungan awal waktu shalat, arah kiblat dan awal

bulan qamariah. Konsistensi tersebut diantaranya adalah memanfaatkan

kaidah-kaidah astronomi dalam menterjemahkan apa yang dimaksud oleh

Page 78: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

65

kaidah-kaidah agama dalam kaitannya dengan penentuan awal waktu

shalat, arah kiblat dan awal bulan qamariah. Konsistensi tersebut misalnya

dalam menghitung awal bulan qamariah selalu mencantumkan data

terjadinya ijtima’ dan koreksi-koreksi parallaks, refraksi, kerendahan ufuq

dan semidiameter hilal, menggunakan rumus-rumus segitiga bola

(Spherical Trigonometry) untuk penentuan waktu shalat, arah kiblat dan

awal bulan qamariah. Kaidah-kaidah Ilmu Ukur Segitiga Bola (Spherical

Trigonometry) dapat diterapkan kepada bola langit ini. Saadoe’ddin

Djambek juga konsisten menggunakan data yang up to date untuk

melakukan perhitungan awal waktu shalat, arah kiblat dan awal bulan

qamariah. Data seperti saat ijtima, deklinasi, equation of time atau

Meridian pass, dan data astronomis lainnya. Saadoe’ddin mengambilnya

dari sumber-sumber mutakhir seperti dari Almanak Nautika yang

diterbitkan setiap tahun oleh Jawatan Oseanografi TNI Angkatan Laut.

Demikian juga data Lintang dan Bujur tempat, Saadoe’ddin Djambek

selalu menggunakan data yang mutakhir.

B. Saran-saran

Saran-saran yang dapat penyusun kemukakan dalam rangka memberi

masukan positif dan konstruktif sehubungan dengan analisis yang penyusun

lakukan terhadap kajian pemikiran Saadoe’ddin Djambek tentang

pembaharuan dalam penentuan awal waktu shalat, arah kiblat, dan awal bulan

qamariah di Indonesia adalah:

1. Kepada Kementerian agama, hendaknya dalam merumuskan kajian arah

kiblat tidak hanya melibatkan satu disiplin ilmu saja, akan tetapi harus bisa

mengawinkan disiplin ilmu yang jadikan dasar pokok dengan ilmu yang

dijadikan instrument. Dalam hal ini ilmu falak/astronomi harus

dikawinkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern yang

berkembang seperti saat ini. Arah kiblat merupakan bangun epistimologi

Page 79: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

66

keilmuan yang berdasar pada kajian normative-tekstual, oleh karena itu

kajian arah kiblat yang bersumber dari pesan teks dasar al-Qur’an dan

Hadits harus dipertemukan dengan perkembangan ilmu pengetahuan

seperti ilmu Astronomi, Geodesi, Geologi, Geografi dan ilmu lain yang

terkait. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal,

dengan tujuan memberikan kemantapan, kekusyu’an dan menghilangkan

keraguan dalam beribadah khususnya shalat. Untuk meminimalisir

terjadinya perbedaan dan gonjang-ganjing tentang arah kiblat yang dapat

berimplikasi pada aspek sosial, politik dan ekonomi, maka dalam hal ini

pemerintah sebagai pemegang otoritas dan kaum intelektual yang

mempunyai perhatian terhadap problema keumatan terkait dengan masalah

arah kiblat agar dapat menyadarkan, menjelaskan, menyebarkan informasi,

dan meningkatkan pengertian masyarakat bahwa arah kiblat adalah sistem

yang sederhana yang diusahakan secara sistematik dan ilmiah adalah hal

yang sangat penting sehingga masyarakat akan lebih mengetahui mudah

menerima dan dapat diimplementasikan. Sehingga perlahan perbedaan

pendapat dalam menentukan arah kiblat yang sangat urgen dalam

pelaksanaan ibadah bagi umat Islam tidak lagi menjadi permasalahan.

2. Kepada masyarakat muslim Indonesia, saat ini metode hisab awal bulan

semakin beragam, hendaknya dipertimbangkan lagi dalam memakai acuan

hisab dalam menentukan awal bulan qamariah yang dianggap lebih akurat.

Hisab Saadoe’ddin Djambek ini masih dapat dijadikan sebagai acuan dasar

perhitungan atau pembelajaran hisab awal bulan qamariah.

3. Kepada institusi pendidikan tinggi bahwa mempelajari ilmu falak bersifat

fardu kifayah. Hendaknya ilmu ini tetap dijaga eksistensinya oleh setiap

komponen dan lapisan, dengan cara melakukan pengembangan dan

pembelajaran yang sejalan dengan perkembangan Iptek (ilmu pengetahuan

dan teknologi).

Page 80: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

67

DAFTAR PUSTAKA Amirin, Tatang. Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1995). Arifin, Zainul, Ilmu Falak, (Yogyakarta: Lukita, 2012). Ash-Shidiqy, Hasby, Pedoman Shalat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976). Assuyuti, Imam Bashori, Bimbingan Shalat Lengkap, (Jakarta: Mitra Umat, 1998). Azhari, Susiknan, Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2002). Azhari, Susiknan, Ensiklopedi Hisab Rukyat, cet: II (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2008). Azwar, Saifuddin. Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. Ke-5,

2004). Az-Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, cet: I. (Jakarta: Gema Insani, 2010). Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam, cet: I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van

Hoeve, 1997). Daya, Burhanudin. Gerakan Pembaharuan Islam Kasus Sumatera Thawalib, cet: I

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990). Departemen Agama RI, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Badan Peradilan Agama

Islam. Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji. Selayang Pandang Hisab Rukyat, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004). Djambek, Saadoe’ddin, Pedoman Waktu Shalat Sepanjang Masa, (Jakarta: Tintamas,

1974). Djambek, Saadoe’ddin, Menghisab Awal Waktu Shalat, (Jakarta: Tintamas, 1967). Djambek, Saadoe’ddin, Hisab Awal Bulan, (Jakarta: Tintamas, 1976).

Page 81: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

68

Djambek, Saadoe’ddin, Arah Qiblat dan Tjara Menghitungnja dengan Jalan Ilmu Ukur Segitiga, (Jakarta: Tintamas, 1957).

Gazalba, Sidi, Asas Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975). Hambali, Slamet, Pengantar Ilmu Falak, (Jawa Timur: Bismillah Publisher, 2012). Harun, M. Yusuf, Pengantar Ilmu Falak, (Banda Aceh: Pena, 2007). Husein, Ibrahim. “Tinjauan Hukum Islam terhadap Penetapan Awal Bulan

Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah”, dalam Mimbar Hukum, Aktualisasi Hukum Islam, No. 6, th. 1992.

Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Buana

Pustaka, Cet. III. tt). Khazin, Muhyidin, Kamus Ilmu Falak, (Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet. ke-3,

2005). Maskufa, Ilmu Falaq, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009). Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997). Murtadho, Moh., Ilmu Falak Praktis, cet: I. (Malang: UIN-Malang Press, 2008). Musonnif, Ahmad, Ilmu Falak, (Yogyakarta: Teras, 2011). Mustadjib, A. Aliran-aliran Hisab Falakiah, (Jakarta, 1998). Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942, cet: III. (Jakarta:

LP3ES, 1985). Pardi, M., Almanak Nautika bagi Tjalon P.L.I dan M.P.B.I, (Jakarta: Gunung

Agung, 1963). Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Ditjen Binbaga Islam, Pedoman Tehnik

Rukyat, (Jakarta: Departemen Agama, 1983/1984). Rachim, Abdur, Ilmu Falak, (Yogyakarta: Liberty, 1983). Shadiq, Sriyatin, Ilmu Falak I, (Surabaya: Fakutas Syari’ah Universitas

Muhammadiyah Surabaya, 1994).

Page 82: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

69

Shiddiqi, Nourouzzaman. Fiqh Indonesia Penggagas dan Gagasannya, cet: I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997).

Wafi, Ali Abdul Wahdi. Perkembangan Madzhab dalam Islam, (Jakarta: Minaret,

1987). Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1991). Yahya. Muhammad Taufiq Ali, Sholat: Hikmah, Syariat dan Wirid-wiridnya, cet: II.

(Jakarta: Penerbit Lentera, 2006). Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya

Agung, 1985). Yusuf, Choirul Fuad dan Bashori A. Hakim. Hisab Rukyat dan Perbedaannya.

(Jakarta: Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, 2004).

Yusuf, Yunan, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Penerbit Pustaka

Panjimas, 1990).

Page 83: PEMIKIRAN SAADOE’DDIN DJAMBEK DALAM PENENTUAN AWAL …

70

Artikel: http://www.msi.nga.mil/MSISiteContent/StaticFiles/NAV_PUBS/APN/Chapt-19. pdf

diakses pada tanggal 4 Juni 2018. http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,14-id,51616-lang,id-t,Gerhana+

Matahari+ 29+April+2014-.phpx diakses pada tanggal 4 September 2018. http://www.tecepe.com.br/scripts/AlmanacPagesISAPI.dll/pages?date=09%2F16%2F1974 diakses pada pukul 15.35 WIB tanggal 30 September 2018.