pemikiran al-zarnuji tentang cara peserta didik dalam
TRANSCRIPT
1
PEMIKIRAN AL-ZARNUJI TENTANG CARA PESERTA DIDIK DALAM
MENCARI ILMU DALAM TERJEMAHAN KITAB TA’LIM
Al-MUTA’ALLIM THARIQ AL-TA’ALLUM
SKRIPSI
Diajukan kepada Jurusan Tarbiyah untuk Memenuhi Syarat
guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam
dalam Bidang Ilmu Agama Islam
NADYA SARI
NIM. 11 101 021
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
BATUSANGKAR
2016
2
3
4
5
6
7
i
KATA PENGANTAR
Alhamd li Allahi Rabb al „Alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah Swt. Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam
penulis mohonkan kepada Allah Swt. Semoga disampaikan kepada pimpinan umat
Islam sedunia yakni Nabi Muhammad Saw. Yang telah membawa umat manusia dari
alam kebodohan menuju alam yang berilmu pengetahuan dan suri teladan bagi umat
manusia.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik berupa arahan, petunjuk, dorongan dan
semangat kepada penulis. Ucapan terima kasih tersebut penulis tujukan kepada:
1. Bapak Drs.Yahdizer, M.Ag (alm), Bapak Prof. Dr. H. Hasan Zaini, M.A, dan Ibu
Dra. Hj. Eliwatis, M.Ag, pembimbing skripsi yang dengan kesabaran dan
keikhlasan meluangkan waktu dan pikiran, perhatian serta arahan untuk
membimbing penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Fadriati, M.Ag. dan Dra. Fatmawati, M.Ag sebagai penguji yang telah
memberikan kritikan dan saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Abhanda Amra, M.Ag Penasehat Akademik yang telah membantu
penulis baik berupa motivasi dan arahan dalam perkuliahan.
4. Ketua STAIN Batusangkar yang telah memberikan kesempatan bagi penulis
untuk menyelesaikan perkuliahan dan penulisan skripsi ini
5. Ketua, sekretaris Jurusan Tarbiyah, dan Ketua Prodi Pendidikan Agama Islam
6. Seluruh Dosen, Staf dan karyawan STAIN Batusangkar yang telah banyak
memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan
ii
iii
ABSTRAK
NADYA SARI, NIM. 11 101 021, SKRIPSI: “PEMIKIRAN AL-ZARNUJI
TENTANG CARA PESERTA DIDIK DALAM MENCARI ILMU DALAM
TERJEMAHAN KITAB TA’LIM AL-MUTA’ALLIM THARIQ AL-TA’ALLUM”.
Jurusan tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN) Batusangkar 2016, 92 halaman.
Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah tentang cara peserta didik dalam
mencari ilmu dalam kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum dengan fokus masalah
bagaimana pemikiran Al-Zarnuji tentang cara peserta didik dalam mencari ilmu dengan ruang
lingkup pembahasan yaitu niat, memilih ilmu, guru, teman, ketabahan, bersungguh-sungguh,
kontiunitas dan cita-cita, tawakal, istifadah, wara‟ pada masa belajar. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menjelaskan pemikiran al-Zarnuji tentang cara peserta didik mencari ilmu
dalam kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum. Adapun kegunaan penelitian ini adalah
sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Strata Satu (S-1) pada Jurusan
Tarbiyah program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Batusangkar, menambah ilmu pengetahuan tentang pemikiran al-Zanuji tentang
cara peserta didik dalam mencari ilmu.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research). Metode penelitian
adalah metode studi tokoh yaitu memaparkan serta menganalisis tentang cara peserta didik
dalam mencari ilmu menurut pemikiran al-Zarnuji dalam kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Thariq
al-Ta‟allum. Sumber data primer yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah Ta‟lim al-
Muta‟allim Syaikh al-Zarnuji terj. Ahmad Zacky el-Syafa dan Faizah Ulfah Choiri dan
Ta‟lim al-muta‟allim, terj. Aliy As‟ad, sumber data sekunder adalah buku tulisan ilmuwan
yang berkaitan dengan topik pembahasan penulis. Alat pengumpul data penulis gunakan
adalah dokumentasi. Jenis analisis data yang penulis gunakan adalah analisis taksonomi
(taxonomy analysis).
Berdasarkan penelitian yang penulis bahas dapat diketahui bahwa menurut Al-
Zarnuji cara peserta didik dalam mencari ilmu yang pertama ialah niat, Pelajar harus
mempunyai niat untuk mencari ridha Allah Swt, jangan berbuat iffah, kedua Memilih ilmu,
guru, teman, seharusnya memilih ilmu yang baik, mendahulukan belajar ilmu tauhid, hadits
pilih ilmu kuno, jauhi ilmu debat. Cari guru yang wira‟i, intelektualitas yang tinggi , lebih tua
dan bermusyawarah dalam menentukan guru. Pilih teman yang rajin, wira‟i, jujur, dan lurus
dan memahami. Menjauhi teman malas, mengangur, banyak omong, berprilaku rusak.
Ketiga, Bersungguh-sungguh, kontiunitas, cita-cita, belajar harus bersungguh-sungguh.
Waktu belajar yang tepat adalah awal dan akhir malam karena itu waktu yang penuh berkah.
Pelajar harus memiliki tekat kuat untuk belajar. Keempat, Tawakal dan ketabahan, Selalu
pasrah dan berserah diri kepada Allah Swt, Jangan menyibukkan dirinya dengan masalah
rizqi, pusatkan perhatian ke akhirat. Kelima, Istifadah, memanfaatkan semua kesempatan
untuk belajar, hingga dapat mencapai keutamaan. Keenam, Wara‟ (menjaga diri dari yang
haram dan syubhat) pada masa belajar,
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
BIODATA
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGESAHAN TIM PENGUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
ABSRAK ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 8
C. Fokus dan Ruang Lingkup Pembahasan. ................................... 8
D. Definisi Operasional ................................................................... 9
E. Tujuan Penelitian........................................................................ 10
F. Kegunaan Penelitian ................................................................... 10
G. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 11
BAB II. LANDASAN TEORITIS
A. Riwayat Hidup al-Zarnuji........................................................... 13
B. Latar Belakang Pedidikan al-Zarnuji ......................................... 15
C. Latar Belakang Politik al-Zarnuji............................................... 18
D. Karya-Karya al-Zarnuji .............................................................. 22
E. Situasi Pendidikan Pada Masa Zaman al-Zarnuji ............. ......... 25
F. Gambaran Umum Isi Kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim .................... 26
G. Kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim di Indonesia ................................... 38
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .......................................................................... 40
B. Metode Penelitian ...................................................................... 40
C. Sumber Data ............................................................................... 40
D. Teknik dan Langkah Pengumpulan Data.................................... 41
E. Jenis dan Teknik Analisis Data 43
BAB IV. PAPARAN DATA STUDI
A. Niat ketika menuntut ilmu menurut al-Zarnuji ...................... ........ 45
B. Memilih ilmu, Guru, Teman menurut al- Zarnuji ...................... 46
C. Bersungguh-Sungguh, Kontiunitas dan Cita-cita menurut
al-Zarnuji ..................................................................................... 48
v
D. Tawakal dan Ketabahan menurut al-Zarnuji ............................... 51
E. Mengharapkan faedah (istifadah) menurut al-Zarnuji ................ 53
F. Wara‟ ( Menjaga Diri dari yang Haram dan Syubhat) pada Masa
Belajar menurut al-Zarnuji ......................................................... 54
BAB V PEMBAHASAN STUDI
A. Perbandingan Pemikiran al-Zarnuji dan Hasyim Asy‟ari
tentang Cara Peserta Didik dalam Mencari Ilmu
1. Niat Ketika Menuntut Ilmu ..................................................... 60
2. Memilih Ilmu, Guru, Teman .................................................... 63
3. Bersungguh-Sungguh, Kontiunitas dan Cita-cita .................... 72
4. Tawakal dan Ketabahan ........................................................... 77
5. Mengharapkan Faedah (Istifadah) .......................................... 80
6. Wara‟ ( Menjaga Diri dari yang Haram dan Syubhat)
pada Masa Belajar ................................................................. 81
B. Tabel Perbandingan Pemikiran al-Zarnuji dan Hasyim Asy‟ari
tentang Cara Peserta Didik dalam Mencari Ilmu ........................ 86
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 91
B. Saran ....................................................................................... 92
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
menciptakan kelangsungan hidup manusia. Pendidikan juga merupakan proses
untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Dalam UU Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Bab I pasal ayat 1 menyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan
yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2
Adapun fungsi dan tujuan pendidikan yang telah diatur dalam UU No
20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang terdapat dalam bab II
pasal 3 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangasa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 SISDIKNAS Sistem
Pendidikan Nasional 2006 H.2
2 Tim Redaksi Fokus media, Himpunan Peraturan Perundangan Standar Nasional
Pendidikan (Bandung: Fokusmedia, 2005)h.98
2
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.3
Selain itu tujuan pendidikan Islam yang dirumuskan oleh Oemar
Muhammad al-Toumy al-Syaibani yaitu sebagai berikut:
Tujuan pendidikan Islam adalah perubahan yang diinginkan yang
diusahakan dalam proses pendidikan atau usaha pendidikan untuk
mencapainya, baik tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya atau
kehidupan masyarakat serta pada alam sekitar dimana individu itu hidup atau
pada proses pendidikan itu sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu
kegiatan asasi dan sebagai profesi asasi dalam masyarakat.4
Lebih lanjut dijumpai pula pendapat Al-Ghazali, dimana Al-Ghazali
mempunyai pandangan yang berbeda dari kebanyakan ahli filsafat pendidikan
Islam lain mengenai tujuan pendidikan. Beliau menekankan tugas pendidikan
adalah mengarah pada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dimana
fadhilah (keutamaan) dan taqarrub kepada Allah merupakan tujuan yang
paling penting dalam pendidikan.
Pendidikan mengajarkan untuk selalu belajar. Karena itu adalah modal
awal untuk mendapatkan ilmu. Dalam proses pendidikan terdapat tiga unsur
yang tidak dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Yaitu pendidik,
peserta didik atau siswa dan realitas dunia. Peserta didik juga memegang
peranan yang sangat penting. Ia memiliki apa-apa yang akan dikembangkan.
Ia akan mengolah apa-apa yang diajarkan padanya, dan ia juga mempunyai
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Selain itu peserta didik merupakan
subyek dan obyek. Oleh karena itu, aktifitas kependidikan tidak akan
terlaksana tanpa keterlibatan peserta didik didalamnya. Dalam melaksanakan
3 Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang-undang dan
Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. (Jakarta: 2006), h. 8-9 4 Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Batusangkar: STAIN Batusangkar Press,
2000), h. 22
3
proses pendidikan hendaknya peserta didik menyadari tugas dan
kewajibannya.
Menurut imam al-Ghazali dalam buku ilmu pendidikan Islam
karangan Nur Uhbiyati menyatakan adab seorang peserta didik dalam
mengikuti pelajaran ada beberapa macam sebagai berikut:
a. Hendaklah seorang pelajar mengemukakan cita-cita yang suci murni dan
dipenuhi oleh semanggat yang suci, terhindar dari sifat yang tidak
senonoh, dan sebagai peserta didik hendaklah ia mempunyai budi pekerti
yang baik.
b. Hendaklah tidak berhubungan dengan urusan lain. Hendaklah dia
meninggalkan tanah air tumpah darahnya dan keluarganya, apalagi
ditempat lahirnya pula, niscaya akan bimbang pikirannya, antara belajar
dan menginggat keadaan keluarga dikampung. Allah tidak akan
menjadikan dua buah hati dalam badan seseorang.
c. Jangan menyombongkan diri, karena ilmu pengetahuan yang dipelajari.
Jangan menaruh buruk sangka kepada guru yang mengajar. Hendaklah
hati-hati mendengar nasihat guru sebagaimana orang sakit memperhatikan
nasihat dokter.
d. Hendaklah seorang pelajar itu tetap dan tenang belajar menghadapi
seorang guru. Janganlah ia bimbang belajar pada beberapa orang guru
untuk mempelajari satu mata pelajaran.
e. Janganlah mengambil tambahan pelajaran sebelum mengerti pelajaran
lama, karena susunan ilmu itu teratur baik dan dapat membantu pelajaran
lanjutannya.5
Demikian beberapa aturan yang harus ditaati siswa apabila ia benar-
benar menghendaki agar belajarnya memperoleh hasil belajar yang
bermanfaat. Ketidak tercapaian tujuan pendidikan yang hakiki tersebut
5 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005) h.107-
108
4
disebabkan karena telah ditinggalkannya nilai etis humanitis terhadap guru
maupun teman-temannya. Selain itu pula nilai etik spritual yang didasarkan
pada agama dan diganti dengan nilai nilai material6. Dalam keadaan yang
demikian, maka perlu dibangun kembali cara-cara peserta didik dalam
menuntut ilmu.
Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang
untuk merubah tingkah laku dan prilaku kearah yang lebih baik, karena pada
dasarnya ilmu menunjukan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan
kebodohan. Dengan demikian perintah menuntut ilmu tidak dibedakan antara
laki-laki dan perempuan. Hal yang paling diharapkan dari menuntut ilmu ialah
terjadinya perubahan pada diri individu kearah yang lebih baik yaitu
perubahan tingkah laku, sikap, dan perubahan aspek lain yang ada pada setiap
individu.
Manusia dalam pandangan Al-Qur‟an memiliki potensi untuk meraih
ilmu dan mengembangkannya atas izin Allah. Karena itu bertebaran ayat yang
memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal
tersebut. Rasulullah Saw bersabda, dua keinginan yang tidak pernah puas,
keinginan menuntut ilmu dan keinginan menuntut harta. Dari sini jelas
bahwasanya manusia memiliki naluri haus akan pengetahuan. Dan akan
senantiasa untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Menuntut ilmu merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh
seseorang semenjak lahir sampai saat-saat sebelum meningal dunia. Orang
yang menjalani pendidikan ini tentunya mempunyai harapan bahwasanya apa
yang dia pelajari akan mencapai suatu kesuksesan atau keberhasilan yang
nantinya akan dapat dipergunakan sebagai bekal menghadapi masa depannya.
Dalam hal ini indikator yang bisa dijadikan sebagai petunjuk bahwa seseorang
6 Abudin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru Dan Murid (Jakarta:
PT Raja Grafindo, 2001) h. 3
5
dianggap berhasil dalam belajar adalah daya serap terhadap bahan pengajaran
yang diajarkan mencapai prestasi tertinggi. 7
Ilmu merupakan salah satu dari buah pikiran manusia dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan. Ilmu merupakan salah satu dari
pengetahuan manusia. Seperti kata peribahasa perancis, mengerti berarti
memaafkan segalanya, maka pengertian yang mendalam terhadap hakikat
ilmu, bukan saja akan mengikatkan apresiasi kita terhadap ilmu namun juga
membuka mata terhadap berbagai kekurangannya.8
Ilmu telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Indikasi
untuk itu adalah munculnya ilmu tokoh-tokoh yang baru dalam keilmuannya.
Seperti semakin bertambahnya cabang-cabang ilmu tertentu yang telah ada,
serta ditemukannya teori-teori ilmiah dari berbagai bidang oleh tokoh-tokoh
tertentu. Berkembangnya ilmu membawa keuntungan dan kemudahan bagi
kehidupan manusia yaitu banyaknya persoalan yang dapat terpecahkan dan
banyaknya persoalan yang dapat terpecahkan dan banyaknya pekerjaan yang
dapat diselesaikan secara efektif dan efisien.
Penjelasan tersebut merupakan gambaran bahwasanya manusia
termasuk orang yang lemah, karena selalu melakukan kesalahan baik yang
disadari maupun tidak. Karena manusia adalah makhluk yang lemah maka
sudah menjadi kewajiban baginya untuk selalu mencari ilmu guna melengkapi
hidupnya untuk menjadi lebih baik.
7 Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif,
(Jakarta:PT Rineka Cipta,2000) h. 96
8 Jujun S Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia,2009) h.3
6
Seperti firman Allah dalam Q.S Al-Mujadallah:11
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S al-Mujadallah:11)
Ayat tersebut dijelaskan bahwasanya Allah akan meninggikan derajat
bagi manusia yang mempunyai ilmu. Ayat ini menjawab dari fenomena yang
ada diatas bahwasanya manusia yang berilmu akan ditinggikan derajatnya
baik ketika didunia maupun diakhirat. Karena ilmu pengetahuan bagaikan
cahaya penerang, kebodohan adalah kegelapan.
Pada dasarnya siswa merupakan manusia yang mempunyai rasa ingin
tahu yang tinggi terhadap sesuatu. Keingintahuan siswa terbentuk menjadi
sebuah impian yang ingin dicapainya. Kesulitannya adalah keingintahuan dan
impian yang tidak bisa sesuai dengan apa yang diinginkan. Maka yang didapat
adalah kegagalan dalam impiannya. Berbagai permasalahan terjadi pada
pendidik terhadap peserta didik pada saat sekarang ini mengakibatkan peserta
didik tidak menghargai pendidik, diantaranya adalah pendidik tidak memiliki
kesabaran dalam menghadapi peserta didiknya dalam menyelesaikan
permasalahan dan tidak bertanggung jawab terhadap peserta didiknya. Serta
7
banyaknya para pendidik sekarang yang tidak mengerti dan melaksanakan
aturan-aturan dalam undang-undang pendidikan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, sehingga peserta didik pada zaman sekarang banyak yang
memiliki sikap yang tidak seharusnya mereka lakukan seperti perkelahian
antar pelajar, bunuh diri, bolos sekolah, bertengkar, menjajankan uang SPP
untuk pesta bersama temannya, salah satunya adalah akibat dari kesulitan dan
kegagalan apa yang diinginkannya.9
Mendapatkan ilmu bukanlah sesuatu yang mudah, butuh sebuah proses
yang lama untuk bisa mendapatkannya. Karena pengetahuan dikatakan
sebagai ilmu ketika ada sebuah langkah yang jelas, dengan metode yang jelas
dan dapat dibuktikan keabsahan datanya. Banyak sekali buku kajian Islam
yang membahas mengenai tentang itu, tapi siswa terkadang lebih cenderung
memilih orang barat sebagai pedomannya. Karena menurut siswa teori sesuatu
yang sudah lama itu adalah kuno, dan telah tergantikan oleh yang baru.
Dalam pendidikan bagi peserta didik menurut buku Ta‟lim Al
Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum karangan al-Zarnuji prinsip pokoknya ada 13
diantaranya: Esensi ilmu, fikih serta keutamaannya, niat ketika menuntut
ilmu, memilih ilmu, guru, teman dan tentang ketabahan, keagungan ilmu dan
orang yang berilmu, bersungguh-sungguh, kontinu serta cita-cita, permulaan
dalam menuntut ilmu ukuran dan tata tertibnya, tawakal, masa belajar, kasih
sayang dan nasihat, istifadah (mengharap faedah), wara‟ dalam belajar,
penyebab mudah hafal dan lupa, penarik rezeki dan penghalangnya serta
pemanjang dan pengurang umur.
Oleh karena itu penulis meneliti pemikiran al-Zarnuji lebih jauh
mengenai, niat ketika menuntut ilmu, memilih ilmu, guru, teman dan tentang
ketabahan, bersungguh-sungguh, kontinu serta cita-cita, tawakal, istifadah
(mengharap faedah), wara‟ dalam belajar.
9 Observasi Lapangan Penulis, 26 April 2015
8
Berdasarkan permasalahan tersebut penulis merasa sangat penting
untuk dibahas, dengan memunculkan tokoh pendidikan klasik dari dunia
Islam yakni al-Zarnuji yang dikenal sebagai pengarang kitab Ta‟lim al-
Muta‟allim Thariq Al-Ta‟allum dengan mengangkat judul”PEMIKIRAN
AL-ZARNUJI TENTANG CARA PESERTA DIDIK DALAM
MENCARI ILMU DALAM TERJEMAHAN KITAB TA’LIM
MUTA’ALLIM THARIQ AL-TA’ALLUM”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mengidentifikasikan
masalah sebagai berikut:
1. Esensi Ilmu, Fikih serta Keutamaannya menurut al-Zarnuji
2. Niat Ketika Menuntut Ilmu menurut al-Zarnuji
3. Memilih Ilmu, Guru, dan Teman menurut al-Zarnuji
4. Keagungan Ilmu dan Orang yang Berilmu menurut al-Zarnuji
5. Bersungguh-sungguh, Kontiunitas dan Cita-cita menurut al-Zarnuji
6. Permulaan Menuntut Ilmu Ukuran, dan Tata Tertibnya menurut al-Zarnuji
7. Tawakal dan tentang Ketabahan menurut al-Zarnuji
8. Masa Belajar menurut al-Zarnuji
9. Kasih Sayang dan Nasihat menurut al-Zarnuji
10. Mengharapkan Faedah (Istifadah) menurut al-Zarnuji
11. Wara‟ (Menjaga Diri dari yang Haram dan Syubhat) pada Masa Belajar
menurut al-Zarnuji
12. Penyebab Mudah Hafal dan Lupa menurut al-Zarnuji
13. Penarik Rezeki dan Penghalangnya serta Pemanjang dan Pengurang Umur
menurut al-Zarnuji
C. Fokus dan Ruang Lingkup Pembahasan
1. Fokus Pembahasan
Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, maka fokus
masalah penelitian ini adalah :”Bagaimana pemikiran al-Zarnuji tentang
9
cara peserta didik dalam mencari ilmu dalam kitab Ta‟lim al-Muta‟allim
Thariq al-Ta‟allum”
2. Ruang Lingkup Pembahasan
Sedangkan yang menjadi ruang lingkup pembahasan pada skripsi ini
adalah:
a. Niat Ketika Menuntut Ilmu menurut al-Zarnuji
b. Memilih Ilmu, Guru, dan Teman menurut al-Zarnuji
c. Bersungguh-sungguh, Kontiunitas dan Cita-cita menurut al-Zarnuji
d. Tawakal dan tentang Ketabahan menurut al-Zarnuji
e. Mengharapkan Faedah (Istifadah) menurut al-Zarnuji
f. Wara‟ (Menjaga Diri dari yang Haram dan Syubhat) pada Masa
Belajar menurut al-Zarnuji
D. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami judul penelitian
ini, ada beberapa istilah yang perlu penulis jelaskan, yaitu:
Pemikiran al-Zarnuji adalah ide/ gagasan yang direncanakan oleh
salah seorang tokoh pendidikan yaitu Syaikh Burhan al-Islam al-Zarnuji (w
591H/ 1195 M). Ia ahli pendidikan dan pengikut Fiqih hanafi yang mana
beliaulah yang telah mengarang kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim Thariq al-
Ta‟allum. Ia berasal dari Zaradj. Zaradj ini adalah salah satu kota di daerah
yang kini dikenal dengan nama Afganistan. 10
Cara Peserta Didik Mencari Ilmu adalah jalan yang ditempuh, kiat-
kiat, bentuk-bentuk yang digunakan oleh peserta didik untuk merubah tingkah
laku dan perilaku yang kearah lebih baik, karena pada dasarnya ilmu
menunjukan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan.
10 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam ( Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2000) h. 104
10
Yang penulis bahas dalam penelitian ini adalah cara peserta didik
mencari ilmu yang dijelaskan oleh al-Zarnuji yaitu; niat ketika menuntut ilmu,
memilih ilmu-guru-teman-tentang ketabahan, bersungguh-sungguh-
kontiunitas-serta berusaha mencapai cita-cita, tawakal, mengharapkan faedah
(Istifadah), wara‟ (menjaga diri dari yang haram dan syubhat) pada masa
belajar maupun setelah tamat belajar.
Kitab Ta’lim Muta’allim Thariq al-Ta’allum adalah salah satu kitab
yang dikarang oleh Syeih Burhanuddin al-Zarnuji bin Nu‟man bin Ibrahim
yang mempunyai arti “bimbingan bagi penuntut ilmu pengetahuan”. Kitab ini
muncul kurang lebih pada abad VI H, yaitu zaman kemerosotan dan
kemunduran Daulah Abbasiyah atau periode kedua Dinasti ababasiyah sekitar
tahun 296-656 H. Dalam skripsi ini maksudnya adalah mengambil beberapa
bagian dari isi dalam kitab Ta‟lim Muta‟alim Thariq al-Ta‟alum berkenaan
dengan tata cara mencari ilmu.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskan tentang niat ketika menuntut ilmu menurut al-Zarnuji
2. Untuk menjelaskan tentang memilih ilmu, guru, dan teman menurut al-
Zarnuji
3. Untuk menjelaskan tentang bersungguh-sungguh, kontiunitas dan cita-cita
menurut al-Zarnuji
4. Untuk menjelaskan tentang tawakal dan ketabahan menurut al-Zarnuji
5. Untuk menjelaskan tentang mengharapkan faedah (Istifadah) menurut al-
Zarnuji
6. Untuk menjelaskan tentang Wara‟ (menjaga diri dari yang haram dan
syubhat) pada masa belajar menurut al-Zarnuji
11
F. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi salah satu dari syarat-syarat untuk menyelesaikan studi
pada jenjang Strata Satu (S1) pada jurusan Tarbiyah.
2. Untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya penulis tentang pemikiran
al-Zarnuji tentang cara peserta didik dalam mencari ilmu dalam kitab
Ta‟lim Al-Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum
3. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pijakan pendidikan
Agama Islam dalam pengembangan pendidikan Agama Islam khususnya
bagi tenaga pengajar dan peserta didik.
4. Untuk menambah wawasan praktis sebagai pengalaman bagi penulis
sesuai dengan disiplin ilmu yang telah penulis tekuni selama ini.
G. Tinjauan Pustaka
Dengan adanya telaah pustaka adalah sebagai perbandingan terhadap
penelitian yang ada baik mengenai kekurangan atau kelebihan yang ada
sebelumnya. Di samping itu, telaah pustaka juga mempunyai andil besar
dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang ada tentang teori-teori yang
ada kaitannya dengan judul yang digunakan untuk memperoleh landasan teori
ilmiah.
1. Konsep Memuliakan Guru menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta‟lim al-
Muta‟alim, oleh Hildayatus Saihat, 2003, Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang. Pembahasan dalam skripsi ini menitik beratkan
hakekat memuliakan guru menurut al-Zarnuji pada posisi yang tinggi.
Pembahasan dalam skripsi ini menitik beratkan hakekat memuliakan guru
menurut al-Zarnuji pada posisi yang tinggi. Menurut al-Zarnuji terkait
dengan pribadi guru yang ideal yaitu guru yang memenuhi kriteria dan
kualifikasi kepribadian sebagai guru yang memiliki kecerdasan ruhaniah
tinggi disamping kecerdasan intelektual dan mempunyai kesalehan
sebagai aktualisasi keilmuan. Sehingga pemikiran al-Zarnuji berupaya
12
membawa lingkungan belajar pada tingkat ketekunan dan kewibawaan
guru dalam ilmu dan pengajarannya. Sedangkan penelitian yang
dilakukan penulis terfokus pada Cara Peserta Didik Dalam Mencari Ilmu
dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum. Jadi baik secara
tema, judul, maupun fokus pembahasan jelas beda.
2. Persyaratan Mencari Ilmu Bagi Siswa menurut al-Zarnuji (Upaya
Kontekstualisasi Isi Kitab Ta‟lim al-Muta‟alim Thariqat al-Ta‟alum),
oleh Ahmad Munif, 2011, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Enam syarat yang disebutkan oleh al-Zarnuji (cerdas, kemauan keras,
sabar, biaya, petunjuk guru dan waktu yang lama) merupakan tuntunan
yang harus dijadikan modal oleh para pencari ilmu guna mencapai
kesuksesan, yaitu mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Tuntunan tersebut
diharapkan menjadi kepribadian siswa yang akan tercermin dalam setiap
usaha dalam menuntut ilmu, sehingga ilmu yang telah didapatkan tidak
hanya menjadi pengetahuan kognitif saja tapi juga menjadi keterampilan
afektif sekaligus psikomotorik. Sedangkan penelitian yang dilakukan
penulis terfokus pada Cara Peserta Didik Dalam Mencari Ilmu dalam
Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum. Jadi baik secara tema,
judul, maupun fokus pembahasan jelas beda
13
BAB II
RIWAYAT HIDUP TOKOH
A. Riwayat Hidup Al-Zarnuji
Nama lengkap al-Zarnuji adalah Burhanuddin al-Islam al-Zarnuji.
Namun demikian, nama ini sebenarnya masih diperdebatkan kebenaranya,
Karena belum ditemukan data yang valid mengenai nama asli al-Zarnuji.11
Ketidak jelasan ini dikarenakan sedikitnya kitab yang menulis tentang riwayat
hidup al-Zarnuji. Dengan demikian apa yang ada dalam berbagai kajian
tentang kitab Ta‟lim memuat riwayat hidup al-Zarnuji hanya berdasarkan
perkiraan, karena memandang tidak ada kepastian yang menunjukan secara
jelas mengenai riwayat hidup al-Zarnuji.12
Mengenai kelahirannya, al-zarnuji diperkirakan hidup pada tahun 570
H. Adapun mengenai kewafatannya, setidaknya ada dua pendapat yang dapat
dikemukakan disini. Pertama, pendapat mengatakan bahwa Burhanuddin al-
Zarnuji wafat pada tahun 591H /1195 M. Sedangkan pendapat kedua,
mengatakan bahwa ia wafat pada tahun 840 H/ 1243 M.13
Sehubungan dengan hal dia atas, Grunebaum dan Abel mengatakan
bahwa Burhanuddin al-Zarnuji adalah Toward The End Of 12 Th And
Beginning Of The Century A. D.14
Demikian pula mengenai daerah tempat
kelahirannya tidak ada keterangan yang pasti. Namun jika nisbahnya, yaitu
Al-Zarnuji maka sebagian peneliti mengatakan bahwa ia berasal dari Zaradj.
Kaitanya dengan ini, Abd Al-Qadir Ahmad mengatakan bahwa Zaradj ini
adalah salah satu kota di daerah\ yang kini dikenal dengan nama Afganistan.
11 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Seri Kajian Filsafat
Kajian Islam, (Jakarta: Rajawali Persada,2001)h.103
12
Sya‟roni, Model Relasi Ideal Guru Dan Murid, Telaah Atas Pemikiran Al-Zarnuji
Dan Kh.Hasyim Asy‟ari,(Yogyakarta:Teras,2007)H.37-38
13
Sya‟roni, Model Relasi Ideal Guru...,h.38
14
Abuddin Nata, pemikiran para tokoh...,h.103
14
Latar belakang intelektual al-Zarnuji dimulai dengan belajar di
Bukhara dan Samarkand, yang merupakan pusat kegiatan keilmuan,
pengajaran, dan lain-lainya. Masjid di kedua kota tersebut di jadikan sebagai
lembaga pendidikan dan Ta‟lim yang antara lain diasuh Burhanuddin al-
Marginani, Syamsuddin Abd al-Wajdi Muhammad bin Muhammad bin Abd
al-Sattar al-Amidi dan lainya. Selain itu al-Zarnuji juga belajar kepada
Ruknuddin al-Firginani, seorang ahli fiqih sastrawan dan penyair yang wafat
pada tahun 594 H/ 1196 M, Hammad bin Ibrahim, seorang ahli ilmu kalam, di
samping sebagai sastrawan dan penyair, yang wafat pada tahun 594 H/1170M.
Rukn al-Islam Muhammad bin Abi Bakar yang juga dikenal dengan Khawahir
Zada, seorang mufti Bukhara dan ahli dalam bidang fiqih, sastra, dan lain-
lain.15
Berdasarkan informasi ini, ada kemungkinan besar bahwa al-Zarnuji
selain ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf, juga menguasai bidang-
bidang lain, seperti sastra, fiqih, ilmu kalam, dan lain sebagainya, Sekalipun
belum diketahui dengan pasti bahwa untuk bidang tasawuf ia memiliki
seorang guru tasawuf yang masyhur. Namun dapat diduga bahwa dengan
memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang fiqih dan ilmu kalam disertai
jiwa sastra yang halus dan dalam, seorang telah memperoleh peluang yang
tinggi untuk masu kedalam dunia tasawuf.
Mu‟id Khan sebagaimana dikuti Affandi Mukhtar menyimpulkan
bahwa Al-Zarnuji cenderung pada aliran hanafiyah. Indikasinya adalah
referensi pendapat yang di nukilkan oleh al-Zarnuji kebanyakan dari uama-
ulama hanafiyah. Di samping itu, apabila di tinjau dari materi kitab Ta‟lim Al-
Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum maka apa yang ada di dalamnya lebih
cenderung ke pemikiran hanafiyah. Hal ini sebagaimana disoroti oleh Mu‟id
Khan bahwa ada tiga aspek penting yang dapat di cermati, yakni berkaitan
15 Abudin Nata, Pemikiran Parah Tokoh...,h.104
15
dengan pandangan dasar tentang ilmu dan pelajar, klasifikasi pelajaran dan
metode pelajaran. 16
Adapun dalam aliran teologi yang saat itu terjadi perdebatan sengit
antara sunni dan mu‟tazilah. Dalam pencaturan politik kekuasaan terjadi tarik
menarik antara sunni dan syi‟ah, dimana selama sekitar seratus tahun syi‟ah
menjadi mazhab resmi negara yang diterapkan oleh bani buwaih. setelah
kekuasaan bani buwaih runtuh dan digantikan oleh bani seljuk, paham sunni
dikembalikan lagi menjadi mazhab negara sebagaimana semula.17
Di tenggah-
tengah perdebatan ini al-Zarnuji merupakan ulama yang membela dan
melestarikan paham sunni. Hal ini sebagaiman di ungkapkan Syeikh Ibrahim
yang mensyarahi kitab Ta‟lim Al-Muta‟allimnya al-Zarnuji memuji dan
berpegang teguh terhadap paham sunni dan menentang mu‟tazilah yang
dianggap sesat dan menyesatkan.18
B. Latar Belakang Pendidikan al-Zarnuji
Adapun guru-gurunya atau yang pernah hubungan langsung dengan al-
Zarnuji yaitu sebagai berikut:
1. Imam Burhan al-Din bin Abi Bakr al-Farghinani al-Marghinani
(w.593H/1195 M)
2. Imam Fakr al-Islam Hasan bin Mansur al-Farghani Khadikan (w. 592
H/1196M )
3. Imam Zahir al-Din al-Hasan bin Ali al-Marghinani (w. 600H/1204M)
4. Imam Fakr al-Din al-Khasani(w. 587H/1191M) dan Imam rukn al-Din
Muhammad bin Abi Bakr Imam Khwarzade (491-576H).19
Sedangkan menurut para peneliti mengemukakan, bahwa al-Zarnuji
menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkhan, yaitu kota yang menjadi pusat
16 Sya‟roni, Model Relasi Ideal Guru...,h.40
17
Badri Yatim, Sejarah Peradapan Islam,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,2002)h.50
18
Sya‟roni, Model Relasi Ideal Guru...,h.41
19http://mustastghitsin-aghitsna.blogspot.com/2015/11/nilai-etika-kitab-ta‟lim-al
mutaallim.html
16
kegiatan keilmuan, pengajaran dan lain-lainnya. Masjid-masjid di kedua kota
tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan ta‟lim yang diasuh antara
lain oleh Burhanudin al-Marghinani, Syamsuddin abd. al-Wadjdi, Muhammad
bin Muhammad al-Abd as-Sattar al-Amidi dan lain-lainnya.
Selain itu al-Zarnuji belajar dari ulama-ulama lain seperti Ali bin Abi
Bikr bin Abdul Jalil al-Marghinani al-Rustami Ruknul Islam Muhammad bin
Abi Bakar (w. 573/1177), Hammad bin Ibrahim (w. 587/1180), Taruddin al-
Hasan bin Mansyur atau Qadhikhan (w. 592/1196), Ruknuddin al-Farghani(
594/1098) dan al-Imam sadiduddin al-Shirazi.
Dengan demikian berdasar keterangan tersebut dapat diidentifikasi
bahwa pemikiran dan intelektualitas al-Zarnuji sangat banyak dipengaruhi
oleh faham fiqih yang berkembang saat itu, sebagaimana faham yang
dikembangkan oleh para gurunya, yakni fiqih aliran Hanafiyah. Sebagaimana
dikemukakan oleh Muid Khan, dalam studinya tentang kitab Ta‟lim yang
dipublikasikan dalam bahasa inggris, mengenai karakter pemikiran al-Zarnuji,
yang dikutip oleh Affandi Muchtar bahwa dalam kajian tersebut, Muid Khan
memasukkan pemikiran al-Zarnuji kedalam garis pemikiran madzhab
hanafiyah, yang dikuatkan dengan bukti banyaknya ulama‟ hanafiyah yang
dikutip oleh al-Zarnuji, termasuk imam Abu Hanifah sendiri. Dari sekitar 50
ulama yang disebut al-Zarnuji, hanya ada dua saja yang bermadzhab
Syafi‟iyah, yakni imam Syafi‟i sendiri dan imam Yusuf al-Hamdani (w.
1140). Menurut Muid Khan ide-ide mazhab yang dianutnya mempengaruhi
pemikirannya tentang pendidikan. Sehingga Mahmud bin Sulaiman al-
Kaffawi yang wafat tahun 990 H/ 1562 M, dalam kitabnya al-A‟lamul akhyar
min fuqaha‟i madzhab al-nu‟man al-mukhtar, menempatkan al-Zarnuji dalam
peringkat ke-12 dari daftar madzhab hanafi. Disamping ahli dalam bidang
17
pendidikan dan tasawuf, sangat dimungkinkan, bahwa al-Zarnuji juga
menguasai bidang sastra, fiqih, ilmu kalam, dan lain-lain.20
Sejarah peradaban Islam terdapat lima tahap pertumbuhan dan
perkembangan dalam bidang pendidikan Islam. Pertama pendidikan pada
masa nabi Muhammad Saw (571-632 M), kedua pendidikan pada masa
Khulafaur Rasyidin (632-661 M), ketiga pendidikan pada masa bani umayyah
di Damsyik (661-750), dan kelima pendidikan pada masa jatuhnya kekuasaan
khalifah di Baghdad (1250-sekarang).21
Untuk memahami al-Zarnuji sebagai seorang pemikir, maka harus
dipahami ciri zaman yang menghasilkannya, yaitu zaman Abbasiyah yang
menghasilkan pemikir-pemikir ensiklopedik yang sukar ditandingi oleh
pemikir-pemikir yang datang kemudian.22
Sebagaimana dijelaskan di atas, al-
Zarnuji hidup pada awal pemerintahan Abbasiyah di Baghdad yang berkuasa
selama lima abad berturut-turut. 23
Dengan demikian al-Zarnuji hidup pada masa ke-empat dari periode
pendidikan dan perkembangan pendidikan Islam, yakni antara tahun 750-1250
M. Sehingga beliau sangat beruntung mewarisi banyak peninggalan yang
ditinggalkan oleh para pendahulunya dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan. Sebab dalam catatan sejarah periode ini merupakan zaman
kejayaan peradaban Islam pada umumnya dan pendidikan Islam pada masa
khususnya. Menurut Hasan Langgulung bahwa,” zaman keemasan tersebut
mengenai dua pusat, yaitu kerajaan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad,
20 Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam), Cet.2,(Jakarta: Raja Grafindo Persada,2001),h.105
21
Fazlur Rahman, Islam terj. Ahsin Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1997), h.267
22
Hasan Langgulung, Pendidikan Menghadapi Abad 21, ( Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 1988), h. 99
23
Hasan Langgulung, Pendidikan Menghadapi...,h. 99
18
berlangsung kurang lebih lima abad ( 750-1258 M) dan kerajaan Umayyah di
Spanyol kurang lebih delapan abad (711-1492)”.24
Sebagai seorang filosof muslim al-Zarnuji lebih condong kepada al-
Ghazali, sehingga banyak jejak al-Ghazali dalam bukunya dengan konsep
epitemologi yang tidak lebih dari buku pertama dan ihya ulum al-din akan
tetapi al-Zarnuji memiliki sistem tersendiri, yang mana pada setiap bab
dengan bab yang lain, atau setiap kalimat dengan kalimat yang lain, bahkan
setiap kata dengan kata yang lain dalam buku tersebut merupakan sebuah
kerikil dan konfigurasi mosaic kepribadian Al-Zarnuji sendiri.25
C. Latar Belakang Sosial Politik Al-Zarnuji
Selain karena faktor latar belakang pendidikan sebagaimana tersebut
diatas, faktor situasi sosial, politik dan perkembangan masyarakat juga
mempengaruhi pola pikir seseorang. Untuk mengetahui kondisi sosial politik
dan perkembangan masyarakat, maka harus diketahui masa hidup al-Zarnuji.
Al-Zarnuji hidup pada akhir abad ke 12 dan awal abad ke 13. Dari kurun
waktu tersebut dapat diketahui bahwa al-Zarnuji hidup pada masa
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di masa Abasiyah, yaitu
antara tahun 750-1250 M. Dalam catatat sejarah, periode Abbasiyah ini
merupakan zaman keemasan atau kejayaan peradaban Islam pada umumnya,
dan pendidikan Islam khususnya.
Al-Zarnuji hidup pada masa periode ke-empat dari masa pemerintahan
Abbasiyah, selama masa pemerintahan tersebut dawlah Abbasiyah dipimpin
selama sembilan orang khalifah yakni khlaifah yang ke-26 al-Qaim sampai
khalifah yang ke-34 al-Nashir. Dari 9 orang khalifah tersebut, seorang
khalifah dicopot secara in absentia, yakni khalifah yang ke-30 al-Rasyid,
namun tidak ada khalifah yang dibunuh oleh penguasa Saljuq. Memang ada
24 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi Dan
Pendidikan, ( Jakarta: Pustaka Utama,1989),h.13
25
Hasan Langgulung, Pendidikan menghadapi..., h. 59
19
khalifah yang tewas terbunuh, yakni khalifah ke-29 al-Murtasyid. Namun
yang membunuhnya bukanlah penguasa Saljuq, tetapi adalah orang-orang dari
kelompok Bathiniyah, yang sebelumnya juga telah membunuh Wazir Nizham
al Mulk, wazir kepercayaan penguasa bani Saljuq sendiri. Al-Rasyid al
Makhlu‟ akhirnya juga tewas terbunuh, tetapi hal itu adalah resikonya sendiri,
sebab setelah dicopot dari jabatannya khalifah, dia masih brtempur melawan
penguasa Saljuq. Nama-nama khalifah pada masa periode ke-4 dari dawlah
Abbasiyah ini adalah:
1. Abu Ja‟far Abdullah ibn al Qadir, bergelar al-Qa-im ( 21 Dzulhijah 422-
wafat 15 Sya‟ban 466 H)
2. Abu al Qasim „Ubaydullah ibn Muhammad ibn al Qa-im, bergelar al
Muqtadiy ( Sya‟ban 466- wafat 15 Muharram 487 H)
3. Abu al Abbas Ahmad ibn Muqtadiy, bergelar al Mustazhhir ( Muharram
487- wafat 16 Rabi‟al Akhir 512 H)
4. Abu Manshur al Fadhl ibn al Mustazhhir, bergelar al Mustarsyid ( Rabi‟al
Akhir 512- dibunuh 7 Dulhijjah 529 H)
5. Abu Ja‟far al Manshur ibn al Mustarsyid, bergelar al Rasyid ( 9
Dzulhijjah 529- dicopot secara absentia pada tanggal 16 Dzulqaidah 530
H)
6. Abu „Abdillah Muhammad ibn al Muztazhhir, al Muqtadiy (Dzulqaidah
530-wafat 2 Rabi‟al awal 555 H)
7. Abu al Muzhaffar Yusuf ibn al Muqtadiy, bergelar al Mustanjid (Rabi‟al
Awwal 555- wafat 8 Rabi‟al Akhir 566 H)
8. Abu Muhammad al Hasan ibn al Mustanjid, bergelar al Mustadiy (Rabi‟al
Akhir 566-wafat 29 Syawwal 575 H)
20
9. Abu al „Abbas Ahmad ibn al Mustadhiy, bergelar al Nashir (29 Syawwal
575- wafat pada hari minggu 29 Ramadhan 622 H).26
Pada masa ini banyak terjadi gangguan keamanan seperti:
1. Terror orang-orang Bathiniyah
Banyak tokoh yang tewas mereka bunuh, di antaranya adalah wazir
Nizham al-Mulk dan khalifah al Mustarsyid, yang bahkan mereka
mutilasi menjadi beberapa bagian.
2. Pertikaian di kalangan masyarakat
Karena perbedaan keagamaan, seperti pertikaian ahl sunnah dengan
kaum Rafidhah atau pengikut Hanafilah dengan pengikut mazhab lainnya.
3. Perang Salib
Pada periode ini pasukan gabungan eropa mulai menyerang ke wilayah
Syiria, Mesir, dan sekitarnya. 27
Perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan pada masa ini yaitu:
a. Perkembangan pendidikan
Berdirinya Universitas Nizamiyah, sedangkan sultan Maliksyah
mendirikan Madrasah Hanafiyah. kedua perguruan ini terletak di Bagdad.
b. Tokoh-tokoh ilmuwan
1. Dalam bidang fikih
Di antaranya yaitu abu Bakar Muhammad ibn „Abdillah ibn al
Hasan al Nashih al hanafiy ( Mazhab Hanafiyah), Abu al Fadhl
Muhammad ibn Ubaydillah ibn Ahmad al Baghdadiy al Malikiy al
Bazaar ( Mazhab Malikiyah), Abu al Qasim „Abd al Rahman Ibn
Muhammad ibn Ahmad al Fawraniy al Marwaziy al Syafi‟iy, Abu
Ishaq Ibrahim ibn „Ali ibn Yusuf al Syiradziy al Syafi‟iy, Imam al
Haramayn Abu al Ma‟aliy „Abd al Malik ibn „Abdillah ibn Yusuf al
26
Fatmawati, Sejarah Peradapan Islam, ( Batusangkar: STAIN Batusangkar Press,
2010), h. 324-334
27
Fatmawati, Sejarah Peradapan Islam..., h. 334
21
Juwayniy (Mazhab Syafi‟iyah), al Qadhiy Abu Ya‟la Muhammad ibn
al Hasan ibn Muhammad al Hanbaliy, al Syarif Abu Ja‟far Abd al
Khaliq ibn „Isa ibn Ahmad al Hanbaliy ( Mazhab Hanabilah)
2. Dalam bidang hadist
Di antaranya yaitu: Imam Abu Bakar Ahmad ibn Husayn ibn
„Aliy al Bay Haqiy, Imam Abu Bakar Ahmad ibn „Ali ibn Tsabit al
Khathib al Bagdadiy, Imam al Amir Abu Nashr „Ali ibn Hibbatullah
ibn „Ali, dan lainya.
3. Dalam bidang bahasa
Di antaranya yaitu: abu al Husayn „Ali ibn Ismail al Murasiy al
Dharir, Abu Zakariya Yahya ibn “Ali ibn Muhammad al Syaybaniy al
Baghdadiy dan lainya.
4. Dalam bidang sejarah
Di antaranya yaitu: Abu al Muzhafar Muhammad ibn Ahmad
al Abyawardiy, Abu al Qasim „Ali ibn Hibatillah al Dimasqiy, Imam
Abu al Faraj „Abd al Rahman ibn al hasan ibn „Ali al baghdadiy.
5. Dalam bidang tasawuf
Yaitu Abu al Qasim „abd al Karim ibn hawazin al qusyayriy, Abu
Hamid Muhammad ibn Muhammad al Ghazaliy.28
Al-Zarnuji juga ahli dalam bidang tasawuf, sehingga apa yang ada
dalam kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim ini sangat kental nuansa tasawufnya. Hal
ini ditandai dengan berbagai macam ajaran yang ada di dalamnya. Salah satu
dari aspek tasawuf yang sangat kentara adalah mengenai berbagai amalan
ritual yang dikaitkan dengan keberhasilan mencari ilmu. Dan ini oieh
Grunebeum dan Abel dikatakan sebagai allogica, dalam arti tidak dapat
didiskusikan secara rasional. Demikian juga etika yang menjadi karakter
utama kitab ini merupakan inti dari ajaran tasawuf. Selanjutnya tasawuf yang
28 Fatmawati, Sejarah Peradapan Islam...,h. 339-343
22
didalamnya sangat mengagungkan guru Mursyid sebagai manusia yang perfek
sangat mempengaruhi bagaimana al-Zarnuji membuat format etika relasi
proses belajar mengajar antara guru dan murid, dimana kecendrungan murid
harus tunduk, patuh, serta beretika secara mendalam. Sementara pada posisi
lain guru tidak dipahas bagaimana harus beretika kepada muridnya.29
D. Karya-karya al-Zarnuji
Sampai saat ini, hanya ada satu kitab yang dapat dijumpai sebagai
karya Al-Zarnuji, yakni kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum.
Sementara tidak ditemukan kitab lain yang merupakan karya al-Zarnuji.
Karya al-Zarnuji ini sudah banyak debrikan penjelasan, diterjemahkan ke
berbagai bahasa, yang jelas kitab ini merupakan karya monumental yang
diakui otoritasnya sebagai kitab yang membentuk kharakteristik dunia
pendidikan sehingga ia mempunyai sumbangsih yang sangat besar, terutama
di pesantren-pesantren.
Karya al-Zarnuji banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris,
Latin, Jerman dan Indonesia. Kendatipun karya yang sampai kepada generasi
kita hanya satu yaitu Ta‟limul Muta‟allim Wa Thariq Al-Ta‟allum. Para tokoh
yang pernah meneliti pemikiran al-Zarnuji di antaranya adalah Abuddin Nata
dalam bukunya Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Menampilkan sosok
al-Zarnuji sebagai tokoh pendidikan fenomenal yang menekankan nilai etik
yang tinggi bagi murid terhadap gurunya. Dalam buku ini juga dijelaskan
riwayat hidup dan situasi pendidikan pada zaman al-Zarnuji. Al-Zarnuji hidup
di masa keemasan Islam pada umumnya dan pendidikan Islam pada
khususnya. Dalam buku ini juga dipaparkan bagaimana konsep pendidikan al-
Zarnuji mengenai metode belajar, tujuan belajar, prinsip belajar, dan strategi
belajar yang secara keseluruhan didasarkan pada moral religius. Awaluddin
Pimay, dalam tesisnya Konsep Pendidik dalam Islam, IAIN Walisonggo,
29 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh..., h.105
23
1999, memaparkan secara lebih mendalam sosok al-Zarnuji kaitannya dengan
konsep pendidik yang ada di dalam kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim Thariq al-
Ta‟allum. Dalam buku ini Pimay mencoba menguak bagaimana konsep
pendidikan dalam pandangan al-Zarnuji untuk kemudian dikomparasikan
dengan konsep pendidik dalam pandangan al-Ghazali.
Pimay menyebutkan bahwa pendidik dalam pandangan al-Zarnuji
haruslah menyatukan antara ilmu dan amal, harus berakhlak mulia karena
kepribadian pendidik akan berpengaruh besar kepada peserta didiknya. Al-
Zarnuji mencoba membangun gagasan pendidik dengan muatan moral yang
kuat yang tercermin dalam sifat-sifat mulia yang harus dimiliki seorang
pendidik.
Affandi Mukhtar dalam tesisnya The Methode Of Muslim Learning In
Al-Zarnuji Ta‟lim Al-Muta‟allim Tariq Al-Ta‟allum. Dalam tesis ini peneliti
lebih menekankan pada teori belajar. Tokoh lain yang pernah mengkaji al-
Zarnuji adalah M. Djudi dalam bukunya Konsep Belajar: Telaah atas Kitab
Ta‟lim Al-Muta‟allim. dalam buku ini penekanan m.djudi tidak jauh berbeda
dengan affandi mukhtar yaitu dari segi taktik dan strategi belajar. 30
Kitab ini banyak dipergunakan tidak saja terbatas dikalangan ilmuwan
Muslim, tetapi juga oleh para orientalis dan para penulis Barat. Diantara
tulisan yang menyinggung kitab ini dapat dikemukakan antara lain:
1. G.E Von Grunebaum dan T.M Abel yang menulis Ta‟lim Al-Muta‟allim
Thuruq Al-Ta‟allum: Instruction Of The Student: The Method of
Learning;
2. Carl Brockelmann dengan bukunya Geschicte Der Arabischen Litteratur;
3. Mehdi Nakosten dengan tulisannya History Of Islamic Origins Of
Western Education A.D 800-1350, dan lain sebagainya. 31
30 Sya‟roni, Model Relasi Ideal Guru...,h. 16-17
31
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh ..., h. 107-110
24
Keistimewaan lainnya dari buku Ta‟lim Al-Muta‟allim Thariq al-
Ta‟allum tersebut adalah terletak pada materi yang dikandungnya. Sekalipun
kecil dan dengan judul yang seakan-akan hanya membicarakan tentang
metode belajar, namun sebenarnya membahas tentang tujuan belajar, prinsip
belajar, strategi belajar dan lain sebagainya yang secara keseluruhan
didasarkan pada moral religius.
Keterkenalan kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum terlihat
dari tersebarnya buku ini hampir keseluruh penjuru dunia. Kitab telah dicetak
dan diterjemahkan serta dikaji di berbagai negara, baik di Timur maupun di
Barat. kitab ini juga menarik perhatian beberapa ilmuwan untuk memberikan
komentar atau syarah terhadapnya.
Di Indonesia, kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum dikaji
dan dipelajari hampir disetiap lembaga pendidikan Islam, terutama lembaga
pendidikan klasik tradisional seperti pesantren, bahkan dipondok pesantren
sekalipun, seperti halnya di Pondok Pesantren Gontor Ponorogo, Jawa Timur.
Pada kitab ini berisi tiga belas bab yakni hakekat dan keutamaan ilmu,
motivasi belajar, pemeliharaan terhadap mata pelajaran, guru dan teman,
memuliakan ilmu dan ulama, kesungguhan belajar dan keluhuran cita-cita,
permulaan tata tertib belajar, tawakal kepada allah, masa belajar, kasih sayang
dan nasehat, mengambil pelajaran, menjauhi perbuatan maksiat, sebab yang
memudahkan dan melemahkan hafalan, dan hal-hal yang memudahkan dan
menyulitkan riski.
Ada beberapa kemunkinan mengenai karangan al-Zarnuji yang lain,
yakni bahwa sebenarnya ia juga menulis selain kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim
Thariq al-Ta‟allum, akan tetapi adanya serangan tentara mongol yang
membumi hanguskan baghdad menjadikan banyak karya ulama yang hangus.
Dari sini sangat munkin karya al-Zarnuji juga ikut hancur terbakar, sementara
25
hanya kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim Thariq al-Ta‟llum saja yang selamat sampai
sekarang.32
E. Situasi Pendidikan pada Zaman al-Zarnuji
Dalam sejarah pendidikan mencatat, paling kurang ada lima tahap
pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang pendidikan Islam. Pertama
pendidikan pada masa Nabi Muhammad SAW (571-632 H), kedua pendidikan
pada masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M), ketiga pendidikan pada masa
Bani Umayyah di Damsyik, (661-750 M), keempat pendidikan pada masa
kekuasaan Abbasiyah di Baghdad (750-1250 M), dan kelima pendidikan pada
masa jatuhnya kekuasaan Khalifah di Baghdad (1250-sekarang).33
Dalam pada itu di atas disebutkan bahwa al-Zarnuji hidup sekitar akhir
abad ke-12 dan awal abad ke-13 (591-640 H/1195-1243 M). Dari kurun waktu
tersebut dapat diketahui bahwa al-Zarnuji hidup pada masa keempat dari
periode pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam sebagaimana
disebutkan di atas, yaitu antara tahun 750-1250 M. Dalam catatan sejarah,
periode ini merupakan zaman keemasan atau kejayaan peradapan Islam pada
umumnya, dan pendidikan Islam pada khususnya.
Pada masa tersebut, kebudayaan Islam berkembang dengan pesat yang
ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan, mulai tingkat dasar
sampai pendidikan dengan tingkat perguruan tinggi. Di antara lembaga-
lembaga tersebut adalah Madrasah Nizhamah yang didirikan oleh Nizham al-
Muluk (457H/106M), Madrasah An-Nuriyah al-Kubra yang didirikan oleh
Nuruddin Mahmud Zanki pada tahun 563H/1167M. Di damaskus dengan
cabangnya yang amat banyak di kota Damaskus, Madrasah al-Mustansiriyah
yang didirikan oleh Khalifah Abbasiyah, al-Mustansiriyah yang didirikan oleh
Khalifah Abbasiyah, Al-mustansir Billah di Baghdad pada tahun 631
H/1234M. Sekolah yang disebut terakhir ini dilengkapi dengan berbagai
32 Sya‟roni, Model Relasi Ideal Guru...,h.45-46
33
Zuharini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992)h. 7
26
fasilitas yang memadai seperti gedung berlantai dua, aula, perpustakaan
dengan kurang lebih 80.000 buku koleksi, halaman dan lapangan yang luas,
masjid, balai pengobatan, dan lain sebagainya. Keistimewaan lainnya
Madrasah yang disebut terakhir ini adalah karena mengajarkan ilmu fiqih
dalam empat mazhab (Maliki, Hanafi, Syafi‟i dan Ahma Ibn Hambal).
Di samping ketiga madrasah tersebut, masih banyak lagi lembaga-
lembaga pendidikan agama Islam lainnya yang tumbuh dan berkembang pesat
pada masa zaman al-Zarnuji hidup. Dengan memperhatikan informasi
tersebut di atas, tampak jelas bahwa al-Zarnuji pada masa ilmu pengetahuan
dan kebudayaan Islam tengah mencapai puncak keemasan dan kejayaan. Pada
akhir masa Abbasiyah yang ditandai munculnya pemikir-pemikir Islam
ensiklopedik yang sukar ditandingi oleh pemikir-pemikir yang datag
kemudian.
Kondisi pertumbuhan dan perkembangan tersebut di atas amat
menguntungkan bagi pembentukan al-Zarnuji sebagai seorang ilmuwan atau
ulama yang luas pengetahuannya. Atas dasar ini tidak mengherankan jika
Hasan Langgulung menilai bahwa al-Zarnuji termasuk seorag filosof yang
memiliki sistem pemikiran tersendiri dan dapat disejajarkan dengan tokoh-
tokoh seperti Ibn Sina, al-Ghazali dan lain sebagainya.34
F. Gambaran Umum Isi Kitab Ta’lim Al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum
Kitab Ta‟lim al-mutallim thariq al-ta‟allum diterbitkan pada tahun 996
H, kitab ini juga diterjemahkan kedalam bahasa Turki oleh abd. Al-Majid bin
Nusuh bin Isra‟il dengan judul Irshad Al-Ta‟lim fi Ta‟lim Al-Mutallim.
Menurut informasi dari Gesecchiehteder Arabschen Literatur, yang biasa
dikenal dengan singkatan G.A.L karya Cart Brockelmann, menginformasikan
berdasarkan data yang ada di perpustakaan, bahwa kitab Ta‟lim pertama kali
diterbitkan di mursid abad pada tahun 1265 M, kemudian ditulis tahun 1286,
34 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh ..., h.105-107
27
1873, di Kairo 1281, 1307, 1418, di Istambul 1292, dan di Kasan 1898, selain
itu kitab Ta‟lim menurut G.A.L telah diberi catatan atau komentar (syarah),
dalam tujuh penerbitan masing-masing atas nama sebagai berikut:
1. Nau‟i, tanpa keterangan tahun terbit
2. Ibrahim bin Isma‟il pada tahun 996H/1588M
3. As-Sa‟rani 710/711
4. Ishaq ibn. ar-Rumi Qili‟ 720 dengan judul Mir‟atu Atholibin,
5. Qadi B. Zakaria al-Anshari A‟saf,
6. Otman Pazari 1986 dengan judul Tafhim Al-Mutafahhim, dan
7. H.B. al-Faqir, tanpa keterangan tahun penerbitan.
Kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim thariq al-ta‟allum dikaji dan dipelajari
hampir di setiap lembaga pendidikan Islam, terutama lembaga pendidikan
tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modren, karena
pada dasarnya ada beberapa konsep Zarnuji yang banyak berpengaruh dan
patut dindahkan, yakni:
1. Motivasi dan pengahragaan yang besar terhadap ilmu penegtahuan dan
ulama
2. Konsep filter terhadap ilmu pengetahuan dan ulama
3. Pendekatan-pendekatan teknis pendayagunaan potensi otak, baik dalam
terapi alamiyah atau moral-psikologis.35
Poin-poin ini semuanya disampaikan oleh al-Zarnuji dalam konteks
moral yang ketat. Maka, dalam banyak hal, ia tidak hanya berbicara tentang
etika pendidikan dalam bentuk motivasi, tapi juga pengejawantahannya dalam
bentuk-bentuk teknis. Ta‟līm al-Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum tidak hanya
memberikan dorongan moral agar murid menghormati guru, belajar dengan
sungguh-sungguh, atau menghargai ilmu pengetahuan. Tetapi, Ta‟līm al-
Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum juga sudah jauh terlibat dalam mengatur
35 http://www.masterfajar.co.cc/2015/11/analisis-kritis-terhadap-kitab-talimul.html
28
bagaimana bentuk aplikatifnya, seperti seberapa jarak ideal antara murid dan
guru, bagaimana bentuk dan warna tulisan, bagaimana cara orang menghafal,
bagaimana cara berpakaian seorang ilmuwan dan lain sebagainya. Kitab
Ta‟līm al-Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum dikarang oleh al-Zarnuji karena
dilatar belakangi oleh rasa keprihatinan beliau terhadap para pelajar pada
masanya, yang bersungguh-sungguh dalam belajar akan tetapi mengalami
kegagalan, atau kadang-kadang mereka sukses tetapi sama sekali tidak dapat
memetik buah kemanfaatan dari hasil ilmu yang dipelajarinya dengan
mengamalkan atau menyebarluaskan pada orang lain. Motivasi al-Zarnuji
tersebut terungkap dalam kitab Ta‟līm al-Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum yang
tertera dalam Muqoddimah, sebagai berikut :
"Setelah saya mengamati banyaknya penuntut ilmu dimasa saya,
mereka bersungguh-sungguh dalam belajar menekuni ilmu tetapi
mereka mengalami kegagalan atau tidak dapat memetik buah manfaat
ilmunya yaitu mengamalkannya dan mereka terhalang tidak mampu
menyebarluaskan ilmunya. Sebab mereka salah jalan dan
meninggalkan syarat-syaratnya. Setiap orang yang salah jalan pasti
tersesat dan tidak dapat memperoleh apa yang dimaksudkan baik
sedikit maupun banyak".36
Secara tidak langsung, tujuan dari al-Zarnuji mengarang kitab ini
adalah untuk memberi bimbingan kepada para murid (orang yang menuntut
ilmu) untuk mencapai ilmu yang bermanfaat dengan cara dan etika yang dapat
diamalkan secara kontinyu. Sedangkan cara berfikir al-Zarnuji, dapat
dikatakan bercorak spiritual atau bersifat metafisis. Hal itu disebabkan oleh
pengaruh sosial politik yang berlangsung pada saat al-Zarnuji hidup, dimana
zaman kaum saljuk kota Baghdad kembali menjadi ibu kota kerohanian
sebagai tempat persemayaman khalifah Abbasiyah yang sangta kental dengan
dogma-dogma keagamaan. Jadi, corak pemikiran al-Zarnuji banyak
36 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim, Terj. Aliy As‟ad, ( Yogyakarta: Mutiara Kudus,
2007)
29
dipengaruhi oleh ajaran-ajaran ulama Islam seperti al-Ghazali yang hidup
pada masa Abbasiyah.
Secara umum dalam kitab tersebut berisi:
1. Pendahuluan
Pada pendahuluan beliau menuliskan pujian dan rasa syukur kepada
Allah yang telah melimpahkan melebihkan nikmatnya atas ilmu dan amal
atas semesta alam, dan mengucapkan shalawat kepada nabi Muhammad,
tokoh arab dan keluarga, sahabat-sahabat beliau yang merupakan sumber
ilmu pengetahuan.
Kemudian al-Zarnuji menuliskan kegelisahan beliau terhadap penuntut
ilmu yang tekun tapi tidak bisa memetik kemanfaatan dan buahnya. Yaitu
mengamalkan dan menyiarkannya. Karena penuntun tadi salah jalan dan
meninggalkan persyaratan yang menjadi keharusan dilakukan. Manusia
yang salah jalan akan tersesat dan gagal dalam tujuan yang baik besar
atau kecil. Maka dengan adanya kitab ini akan memberikan jalan bagi
penuntut ilmu, agar mereka tidak tersesat.
Kemudian al-Zarnuji mengharapkan do‟a dari gurunya yang alim dan
arif itu untuk para pecinta ilmu semoga diberikannya kebahagian di hari
kemudian, setelah belajar dari kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim Thariq al-
Ta‟allum tersebut.
2. Isi
Kitab ini terdiri dari 13 bab, yaitu:
a. Hakikat Ilmu dan Keutamaannya
Belajar itu hukumnya fardlu bagi setiap muslim, baik laki-laki
maupun perempuan. Namun demikian, menurut Al-Zarnuji manusia
tidak diwajibkan mempelajari segala macam ilmu, tetapi hanya
diwajibkan mempelajari ilm al hal (pengetahuan-pengetahuan yang
selalu dperlukan dalam menjunjung kehidupan agamanya). Dan
sebaik-baik amal adalah menjaga hal-hal.
30
Di samping itu, manusia juga diwajibkan mempelajari ilmu
yang diperlukan setiap saat. Karena manusia diwajibkan shalat, puasa
dan haji, maka ia juga diwajibkan mempelajari segala sesuatu yang
berkaitan dengan kewajiban tersebut. Sebab apa yang menjadi
perantara pada perbuatan wajib, maka wajib pula hukumnya. Demikian
pula, manusia wajib mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
berbagai pekerjaan atau kariernya. Seseorang yang sibuk dengan tugas
kerjanya (misalnya berdagang), maka ia wajib mengetahui bagaimana
cara menghindari haram. Di samping itu, manusia juga diwajibkan
mempelajari ilmu ahwal al-qalb, seperti tawakkal, ridla dan
sebagainya. Akhlak yang baik dan buruk serta cara menjauhinya,
menurut al-Zarnuji juga harus dipelajari, agar ia senantiasa bisa
menjaga dan menghiasi dirinya dengan akhlak mulia. Mempelajari
ilmu yang kegunaannya hanya dalam waktu-waktu tertentu, hukumnya
fardlu kifayah seperti ilmu shalat jenazah. Dengan demikian,
seandainya ada sebagian penduduk kampung telah melaksanakan
fardlu kifayah tersebut, maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya.
Tetapi jika seluruh penduduk kampung tersebut tidak
melaksanakannya, maka seluruh penduduk itu menanggung dosa.
Dengan kata lain, ilmu fardlu kifayah adalah di mana setiap umat
Islam sebagai suatu komunitas diharuskan menguasainya, seperti ilmu
pengobatan, ilmu astronomi, dan lain sebagainya. Sedangkan
mempelajari ilmu yang tidak ada manfaatnya atau bahkan
membahayakan adalah haram hukumnya seperti ilmu nujum (ilmu
perbintangan yang biasanya digunakan untuk meramal). Sebab, hal itu
sesungguhnya tidak bermanfaat dan justru membawa marabahaya
karena lari dari kenyataan takdir Allah tidak akan mungkin terjadi.
Ilmu menurut al-Zarnuji adalah sifat yang kalau dimiliki oleh
seseorang, maka menjadi jelaslah apa yang terlintas di dalam
31
pengertiannya. Adapun fiqh adalah pengetahuan tentang kelembutan-
kelembutan ilmu. Sedangkan mengenai keutamaan ilmu, al-Zarnuji
mengutip ungkapan seorang penyair sebagai berikut: Belajarlah,
karena ilmu adalah hiasan bagi penyandangnya, keutamaan dan tanda
semua akhlak yang terpuji. Usahakanlah, setiap hari menambah ilmu
dan berenanglah di lautan ilmu yang bermanfaat. Belajarlah ilmu fiqh,
karena ia pandu yang paling utama pada kebaikan, taqwa dan adilnya
orang yang paling adil. Ia adalah tanda yang membawa pada jalan
petunjuk, ia adalah benteng yang menyelamatkan dari segala kesulitan.
Karena seorang ahli fiqh yang menjauhi perbuatan haram adalah lebih
membahayakan bagi setan dari pada seribu orang yang beribadah.
b. Niat Belajar
Mengenai niat dan tujuan belajar, al-Zarnuji mengatakan
bahwa niat yang benar dalam belajar adalah untuk mencari keridlaan
Allah SWT., memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat,
berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain,
mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam, dan mensyukuri
nikmat Allah.
Sehubungan dengan hal ini, al-Zarnuji mengingatkan agar
setiap penuntut ilmu tidak sampai keliru menentukan niat dalam
belajar, misalnya belajar yang diniatkan untuk mencari pengaruh,
mendapatkan kenikmatan duniawi atau kehormatan dan kedudukan
tertentu. Jika masalah niat ini sudah benar, tentu ia akan merasakan
kelezatan ilmu dan amal serta berkuranglah kecintaannya pada harta
dunia.
c. Memilih Guru, Ilmu, Teman dan Ketabahan Dalam Belajar
Peserta didik hendaknya memilih ilmu yang terbaik dan ilmu
yang dibutuhkan dalam kehidupan agamanya pada waktu itu, lalu yang
untuk waktu mendatang. Ia perlu mendahulukan ilmu tauhid dan
32
ma‟rifat beserta dalilnya. Semikian pula, perlu memilih ilmu „atiq
(kuno).
Dalam memilih pendidik hendaknya mengambil yang lebih
wara‟, alim, berlapang dada dan penyabar. Dan peserta didik juga
harus sabar dan tabah dalam belajar kepada pendidik yang telah
dipilihnya serta sabar dalam menghadapi berbagai cobaan.
Peserta didik hendaknya memilih teman yang tekun, wara‟,
jujur, dan mudah memahami masalah. Dan perlu menjauhi pemalas,
banyak bicara, penganggur, pengacau dan pemfitnah. Seorang penyair
mengatakan: “Teman durhaka lebih berbahaya dari pada ular yang
berbisa demi Allah Yang Maha Tinggi dan Suci teman buruk
membawamu ke neraka Jahim sedangkan teman baik mengajakmu ke
syurga Na‟im. Di samping itu, al-Zarnuji juga menganjurkan pada
peserta didik agar bermusyawarah dalam segala hal yang dihadapi.
Karena ilmu adalah perkara yang sangat penting, tetapi juga sulit,
maka bermusyawarah di sini menjadi lebih penting dan diharuskan
pelaksanaannya.
d. Menghormati Ilmu dan Ulama
Menurut al-Zarnuji, peserta didik harus menghormati ilmu,
orang yang berilmu dan pendidiknya. Sebab apabila melukai
pendidiknya, berkah ilmunya bisa tertutup dan hanya sedikit
kemanfaatannya. Sedangkan cara menghormati pendidik di antaranya
adalah tidak berjalan di depannya, tidak menempati tempat duduknya,
tidak memulai mengajak bicara kecuali atas izinnya, tidak bicara
macam-macam di depannya, tidak menanyakan suatu masalah pada
waktu pendidiknya lelah, dan tidak duduk tertalu dekat dengannya
sewaktu belajar kecuali karena terpaksa. Pada prinsipnya, peserta didik
harus melakukan hal-hal yang membuat pendidik rela, menjauhkan
amarahnya dan mentaati perintahnya yang tidak bertentangan dengan
33
agama Allah. Termasuk menghormati ilmu adalah menghormati
pendidik dan kawan serta memuliakan kitab. Oleh karena itu, peserta
didik hendaknya tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci.
Demikian pula dalam belajar, hendaknya juga dalam keadaan suci.
Sebab ilmu adalah cahaya, wudlupun cahaya, maka akan semakin
bersinarlah cahaya ilmu itu dengan wudlu. Peserta didik hendaknya
juga memperhatikan catatan, yakni selalu menulis dengan rapi dan
jelas, agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari. Di samping itu,
peserta didik hendaknya dengan penuh rasa hormat, ia selalu
memperhatikan secara seksama terhadap ilmu yang disampaikan
padanya, sekalipun telah diulang seribu kali penyampaiannya. Untuk
menentukan ilmu apa yang akan dipelajari, hendaknya ia musyawarah
dengan pendidiknya, sebab pendidik sudah lebih berpengalaman dalam
belajar serta mengetahui ilmu pada seseorang sesuai bakatnya. Al-
Zarnuji juga mengingatkan agar peserta didik selalu menjaga diri dari
akhlak tercela, terutama sikap sombong.
e. Sungguh-Sungguh, Kontinuitas dan Cita-cita
Peserta didik harus sungguh-sungguh di dalam belajar dan
mampu mengulangi pelajarannya secara kontinu pada awal malam dan
di akhir malam, yakni waktu antara maghrib dan isya‟ dan setelah
waktu sahur, sebab waktu-waktu tersebut kesempatan yang
memberkahi. Peserta didik jangan sampai membuat dirinya terlalu
kepayahan, sehingga lemah dan tidak mampu berbuat sesuatu.
Kesungguhan dan minat yang kuat adalah merupakan pangkal
kesuksesan. Oleh karena itu, barang siapa mempunyai minat yang kuat
untuk menghafal sebuah kitab misalnya. Maka menurut ukuran
lahiriyah, tentu ia akan mampu menghafalnya, separuh, sebagian besar,
atau bahkan seluruhnya.
34
f. Permulaan dan Intensitas Belajar Serta Tata Tertibnya
Belajar hendaknya dimulai pada hari rabu, sebab hari itu Allah
menciptakan nur (cahaya), hari sialnya orang kafir yang berarti hari
berkahnya orang mukmin. Bagi pemula hendaknya mengambil
pelajaran yang sekiranya dapat dikuasai dengan baik setelah di ulangi
dua kali. Kemudian tiap hari ditambah sedikit demi sedikit, sehingga
apabila telah banyak masih mungkin dikuasai secara baik dengan
mengulanginya dua kali, seraya ditambah sedikit demi sedikit lagi.
Selain itu, untuk pemula hendaknya dipilihkan kitab-kitab yang kecil,
sebab dengan begitu akan lebih mudah dimengerti dan dikuasai dengan
baik serta tidak menimbulkan kebosanan. Ilmu yang telah dikuasai
dengan baik, hendaknya dicatat dan diulangi berkali-kali. Jangan
sampai menulis sesuatu yang tidak dipahami, sebab hal itu bisa
menumpulkan kecerdasan dan waktupun hilang dengan sia-sia belaka.
Diskusi, menurut al-Zarnuji juga perlu dilakukan oleh peserta didik.
Manfaat diskusi lebih besar dari pada sekedar mengulangi, sebab
dalam diskusi, selain mengulangi juga menambah ilmu pengetahuan.
Al-Zarnuji juga mengingatkan agar diskusi dilaksanakan dengan penuh
kesadaran serta menghindari hal-hal yang membawa akibat negatif.
Peserta didik hendaknya membiasakan diri senang membeli kitab.
Sebab hal itu akan bisa memudahkan ia belajar dan menelaah
pelajarannya. Oleh karena itu, hendaknya peserta didik berusaha
sedapat mungkin menyisihkan uang sakunya untuk membeli kitab.
Menurut al- Zarnuji peserta didik di masa dahulu belajar bekerja dulu,
baru kemudian belajar, sehingga tidak tamak kepada harta orang lain.
35
g. Tawakkal Kepada Allah Swt
Dalam belajar, peserta didik harus tawakkal kepada Allah dan
tidak tergoda oleh urusan rezeki. Peserta didik hendaknya tidak
digelisahkan oleh urusan duniawi, karena kegelisahan tidak bisa
mengelakkan musibah, bahkan membahayakan hati, akal, badan dan
merusak perbuatan-perbuatan yang baik. Oleh karena itu, hendaknya
peserta didik berusaha untuk mengurangi urusan duniawi. Peserta
didik hendaknya bersabar dalam perjalanannya mempelajari ilmu.
Perlu disadari bahwa perjalanan mempelajari ilmu itu tidak akan
terlepas dari kesulitan, sebab mempelajari ilmu merupakan suatu
perbuatan yang menurut kebanyakan ulama lebih utama dari pada
berperang membela agama Allah. Siapa yang bersabar menghadapi
kesulitan dalam mempelajari ilmu, maka ia akan merasakan lezatnya
ilmu melebihi segala kelezatan yang ada di dunia.
h. Saat Terbaik Untuk Belajar
Masa belajar adalah semenjak dari buaian hingga masuk liang
lahat. Adapun masa yang cemerlang untuk belajar adalah awal masa
muda. Belajar dilakukan pada waktu sahur dan waktu antara maghrib
dan isya‟. Namun sebaiknya peserta didik memanfaatkan seluruh
waktunya untuk belajar. Bila telah merasa bosan mempelajari suatu
ilmu hendaknya mempelajari ilmu yang lain.
i. Kasih Sayang dan Memberi Nasehat
Orang alim hendaknya memiliki rasa kasih sayang, mau
memberi nasehat dan jangan berbuat dengki. Peserta didik hendaknya
selalu berusaha menghiasi dirinya dengan akhlak mulia. Dengan
demikian orang yang benci akan luluh sendiri. Jangan berburuk sangka
dan melibatkan diri dalam permusuhan, sebab hal itu hanya
menghabiskan waktu serta membuka aib sendiri.
36
j. Mengambil Pelajaran
Peserta didik hendaknya memanfaatkan semua kesempatannya
untuk belajar, hingga dapat mencapai keutamaan. Caranya dengan
menyediakan alat tulis disetiap saat untuk mencatat hal-hal ilmiah
yang diperolehnya. Al-Zarnuji mengingatkan bahwa umur itu pendek
dan ilmu itu banyak. Oleh karena itu peserta didik jangan sampai
menyia-nyiakan waktunya, hendaklah ia selalu memanfaatkan waktu-
waktu malamnya dan saat-saat yang sepi. Di samping itu peserta didik
hendaknya berani menderita dan mampu menundukkan hawa
nafsunya.
k. Wara‟ (Menjaga Diri dari yang Syubhat dan Haram) pada Masa
Belajar
Di waktu belajar hendaknya peserta didik berlaku wara‟, sebab
dengan begitu ilmunya akan lebih bermanfaat, lebih besar faedahnya
dan belajarpun lebih mudah. Sedangkan yang termasuk perbuatan
wara‟ antara lain menjaga diri dari terlalu kenyang, terlalu banyak
tidur dan terlalu banyak membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Di samping itu, jangan sampai mengabaikan adab kesopanan dan
perbuatan-perbuatan sunnah. Hendaknya memperbanyak shalat dan
melaksanakannya secara khusyuk, sebab hal itu akan membantunya
dalam mencapai keberhasilan studinya. Dalam hal ini al-Zarnuji juga
mengingatkan kembali agar peserta didik selalu membawa buku untuk
dipelajari dan alat tulis untuk mencatat segala pengetahuan yang
didapatkannya.ada ungkapan bahwa barang siapa tidak ada buku di
sakunya maka tidak ada hikmah dalam hatinya.
l. Penyebab Hafal dan Lupa
Yang paling kuat menyebabkan mudah hafal adalah
kesungguhan, kontinu, mengurangi makan, melaksanakan shalat
malam, membaca al-Quran, banyak membaca shalawat Nabi dan
37
berdoa sewaktu mengambil buku serta seusai menulis. Adapun
penyebab mudah lupa antara lain perbuatan maksiat, banyak dosa,
gelisah karena urusan-urusan duniawi dan terlalu sibuk dengan urusan-
urusan duniawi.
m. Masalah Rezeki dan Umur
Peserta didik perlu mengetahui hal-hal yang bisa menambah
rizki, umur dan lebih sehat, sehingga dapat mencurahkan segala
kemampuannya untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Bangun
pagi-pagi itu diberkahi dan membawa berbagai macam kenikmatan,
khususnya rizki. Banyak bersedekah juga bisa menambah rizki.
Adapun penyebab yang paling kuat untuk memperoleh rizki adalah
shalat dengan ta‟zhim, khusyu‟ sempurna rukun, wajib, sunnah dan
adatnya. Di antara faktor penyebab tambah umur adalah berbuat
kebajikan, tidak menyakiti orang lain, bersilaturrahim dan lain
sebagainya. Terlalu berlebihan dalam membelanjakan harta, bermalas-
malasan, menunda-nunda dan mudah menyepelekan suatu perkara,
semua itu bisa mendatangkan kefakiran seseorang.
Menurut al-Zarnuji, peserta didik juga harus belajar ilmu
kesehatan dan dapat memanfaatkannya dalam menjaga kesehatan
dirinya. Demikianlah deskripsi isi kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Thuruq
al-Ta‟allum karya al-Zarnuji. Beliau menulis kitab seperti itu, karena
di masanya beliau mengetahui banyak peserta didik yang telah belajar
dengan sungguh-sungguh, tetapi tidak bisa menyiarkannya. Menurut
al-Zarnuji hal tersebut dikarenakan mereka salah jalan dan
meninggalkan syarat-syarat yang seharusnya mereka penuhi. Oleh
karena itu, beliau menulis kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Thuruq al-
Ta‟allum dengan maksud menjelaskan kepada para peserta didik
tentang cara yang seharusnya mereka tempuh agar tidak salah jalan,
38
sehingga studi yang ditempuhnya bisa berhasil secara optimal dan
bermanfaat.
3. Penutup
Kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim thariq al-ta‟allum diakhiri dengan
bab yang ke 13 berisi tentang fasal pendatang dan penghalang rizki, serta
pemanjang dan pengurang umur. Setelah itu beliau mengucapkan rasa
syukur kepada Allah yang telah mengajarkan manusia sesuatu yang tidak
diketahuinya, yang memberikan nikmat dan kemulyaannya dengan
adanya petunjuk. Dan dengan adanya kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim Thariq
al-Ta‟allum yang ditulis oleh Syekh Ibrahim bin Ismail al-Zarnuji semoga
dapat memberi manfaat kepada para penuntut ilmu.37
G. Kitab Ta’lim Al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum di Indonesia
Belum pernah diketahui secara pasti, kapan kitab Ta‟lim Al-
Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum pertama kali masuk ke negeri kita. jika
diasumsikan dibawa oleh para Wali Songo, maka kitab tersebut telah
diajarkan disini mulai abad 14 Masehi. tapi jika diasumsikan bahwa dia
masuk bersamaan periode kitab-kitab karangan Imam Nawawi Banten, maka
Ta‟lim Al-Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum baru masuk ke Indonesia pada akhir
abad 19 Masehi. Jika diasumsikan pada perspektif madzhab, di mana kaum
muslimim Indonesia mayoritas bermadzhab Syafi‟i sedangkan Ta‟lim Al-
Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum bermadzhab Hanafi, maka kitab itu masuk
lebih belakangan lagi.
Berdasarkan tiga asumsi di atas, maka kitab tersebut diajarkan di
Indonesia pertama kali tentu tidak di sekolah-sekolah, karena waktu itu masih
dalam era kolonial dan mereka tidak pernah mendirikan sekolah agama Islam.
Satu-satunya kemungkinan, dan insya Allah ini pasti, yaitu diajarkan pertama
kali di Pondok Pesantren.
37 AL-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim, Terj. Ahmad Zacky el-Syafa Dan Faizah Ulfah
Choiri, ( Yogyakarta: Mutiara Media, 2014)
39
Kenyataan yang ada sampai sekarang, Ta‟lim Al-Muta‟allim Thariq
al-Ta‟allum sangat populer di setiap Pesantren, bahkan seakan menjadi buku
wajib bagi setiap santri. Sedang di madrasah luar Pesantren apalagi di
sekolah-sekolah negeri, kitab tersebut tidak pernah dikenal, dan baru sebagian
kecil mulai mengenalnya semenjak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Hipothesa ini diperkuat dengan kenyataan adanya perbedaan sikap moral
keilmuan yang dimiliki oleh para alumni Pesantren dengan alumni sekolah-
sekolah non Pesantren. Sikap keilmuan para alumni pesantren rata-rata lebih
moralis dibanding non Pesantren. Keilmuan alumni sarat dengan nilai moral
spiritual sebagaimana yang diajarkan dalam kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim
Thariq al-Ta‟allum, sementara yang non Pesantren relatif kecil atau bahkan
hampa dari nilai-nilai tersebut. Meski demikian, tidak berarti Pesantren lebih
sempurna dibanding sekolah non Pesantren.38
38 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim, Terj. Aliy As‟ad, (Yogyakarta: Mutiara Kudus,
2007) h.ix-x
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam melakukan sebuh karya ilmiah penulis mengemukakan
pengumpulan data metode yang digunakan adalah berbentuk kajian
kepustakaan (library research). Langkah awal dari penelitian ini adalah
mengumpulkan bahan-bahan yang berkenaan dengan pembahasan penelitian
diPerpustakaan.39
B. Metode Penelitian
Metode penelitian ini yang digunakan dalam pembahasan ini adalah
metode studi tokoh. Jadi dalam pembahasan ini penulis akan memaparkan
atau mengambarkan serta menganalisis tentang cara peserta didik dalam
mencari ilmu menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta‟lim Muta‟allim Thariq al-
Ta‟allum.
C. Sumber Data
1. Sumber data primer
Sumber data primer pada penulisan skripsi ini yakni karya- karya yang
ditulis oleh al-Zarnuji seperti:
a. Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim, Terj. Ahmad Zacky el-Syafa dan
Faizah Ulfah Choiri, Yogyakarta: Mutiara Media, 2014
b. Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim, Terj. Aliy As‟ad, Yogyakarta:
Mutiara Kudus, 2007
2. Sumber data sekunder
Sedangkan yang menjadi data sekunder adalah buku dan karya-karya
al-Zarnuji lainnya yang berkenaan dengan pendapat al-Zarnuji seperti:
39Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Batusangkar, Buku pedoman Penulisan
Skripsi STAIN Batusangkar 2004, h.18
41
a. Buku Abbudin Nata, Pemikiran para tokoh pendidikan
Islam,Jakarta:PT Grafindo Persada,2000
b. Buku terj: kitab adabul alim wal muta‟allim Hasyim Asy‟ari, tt.
c. Beberapa tokoh pendidikan Indonesia dan buku-buku pendidikan
kemudian referensi lain yang menunjang permasalahan yang terdapat
dalam proposal skripsi ini.
D. Teknik dan Langkah Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah studi
dokumentasi (naskah). Naskah yang diteliti adalah buku karangan al-Zarnuji
sebagai sumber utama. Selain itu buku-buku lain yang termasuk sumber
pendukung yang berkaitan dengan penelitian yang diteliti. Peneliti menyeleksi
bahan-bahan agar dapat dipisahkan antara data yang relevan dengan yang
tidak relevan yang sesuai dengan pokok-pokok permasalahan yang diteliti.
Penulis melakukan teknik dokumentasi karena tokoh yang penulis teliti sudah
meninggal dunia dan tidak munkin lagi untuk melakukan wawancara dan
observasi langsung kepada tokoh yang penulis teliti.
Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Menentukan persoalan bidang keilmuan yang dianggap penting
2. Memilih tokoh pendidikan.
3. Identifikasi kelebihan, keberhasilan, dan kehebatan sang tokoh.
4. Menentukan fokus studi.
5. Menentukan instrumen studi yang cocok dengan penelitian yang penulis
teliti, adapun instrumen yang penulis gunakan adalah catatan
dokumentasi.
6. Melaksanakan studi. Maksudnya adalah menghimpun berbagai data dan
fakta mengenai keistimewaan sang tokoh secara mendalam dan
komprehensif berdasarkan fokus studi yang telah ditentukan.
7. Pengecekan keabsahan data
42
8. Menarik kesimpulan.40
Berdasarkan langkah-langkah pengumpulan di atas maka penulis
dalam penulisan ini melakukan pengumpulan data sebagai berikut :
1. Menentukan persoalan bidang keilmuan yang dianggap penting. Dalam
penelitian ini bidang keilmuan yang penulis bahas adalah cara peserta
didik dalam mencari ilmu.
2. Memilih tokoh pendidikan. Dalam penelitian ini penulis memilih al-
Zarnuji, mengenai pemikirannya tentang cara peserta didik dalam mencari
ilmu
3. Identifikasi kelebihan, keberhasilan, dan kehebatan sang tokoh.
Maksudnya adalah penulis mengidentifikasi kelebihan, keberhasilan, dan
kehebatan al-Zarnuji, mengenai pemikirannya tentang cara peserta didik
dalam mencari ilmu
4. Menentukan fokus studi. Maksudnya adalah penulis memilih konsep
pendidikan dalam pendidikan agama Islam sebagai fokus studi dalam
penelitian ini.
5. Menentukan instrumen studi yang cocok dengan penelitian yang penulis
teliti. Instrument yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
catatan dokumentasi tentang pemikiran al-Zarnuji.
6. Melaksanakan studi. Maksudnya adalah penulis menghimpun berbagai
data dan fakta mengenai keistimewan al-Zarnuji mendalam dan
komprehensif berdasarkan fokus studi yang telah ditentukan.
7. Pengecekan keabsahan data. Maksudnya adalah penulis membandingkan
pemikiran al-Zarnuji yang dijelaskan dalam pembahasan studi.
8. Menarik kesimpulan. Maksudnya adalah penulis menyimpulkan hasil
pemikiran al-Zarnuji tentang cara peserta didik dalam mencari ilmu.
40Arief Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh Metode Penelitian Mengenai Tokoh,
( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005) h. 41-44
43
E. Jenis dan Teknik Analisis Data
Jenis analisis data yang penulis teliti adalah jenis analisis taksonomi
(taksonomi analysis). Analisis taksonomi adalah analisis yang tidak hanya
penjelajahan umum, melainkan analisis yang memusatkan perhatian pada
domain tertentu yang sangat berguna untuk menggambarkan fenomena atau
masalah yang menjadi sasaran studi. Jadi analisis taksonomi merupakan
analisis seluruh data yang terkumpul berdasarkan dengan domain yang telah
ditetapkan, dengan demikian domain yang telah ditetapkan menjadi acuan
atau cover term sehingga bisa menganalisis data tersebut secara mendalam
dan menyeluruh. 41
Arief Furchan mendefenisikan bahwa analisis taksonomi merupakan
analisis yang tidak hanya berupa penjelajahan umum, melainkan analisis yang
memusatkan perhatian pada domain tertentu yang sangat berguna untuk
mengambarkan fenomena atau masalah yang menjadi sasaran studi.42
Teknik ini menggunakan pendekatan kontras non kontras antar
elemen. Teknik ini diawali dengan memfokuskan perhatian pada salah satu
domain yang digeluti tokoh, kemudian membaginya menjadi sub domain.43
Pada teknik analisis ini, domain-domain yang dipilih untuk diteliti
secara mendalam merupakan fokus studi yang perlu diacak struktur internal
masing-masing, yang mana secara keseluruhan konsep yang akan dibahas
menjadi lebih terarah, lebih terperinci, dan lebih mendalam.
Analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
analisis data kualitatif dalam studi tokoh dapat dilakukan melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Menemukan pola atau tema tertentu. Artinya peneliti berusaha
menangkap karakteristik pemikiran sang tokoh dengan menata dan
41 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung:
Alfabeta, 2011) hal.261
42 Arief Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh....hal.65-66
43
Arief Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh....hal 65
44
melihat berdasarkan dimensi suatu bidang keilmuwan sehingga dapat
ditentukan pola atau tema tertentu.
b. Mencari hubungan logis antar pemikiran sang tokoh dalam berbagai
bidang, sehingga dapat ditemukan alasan mengenai pemikiran tersebut.
c. Mengklafikasi dalam arti membuat pengelompokan pemikiran sang tokoh
sehingga dapat dielompokan kedalam berbagai bidang atau aspek
kependidikan pendidikan Islam yang sesuai.
d. Mencari gagasan yang spesifik. Artinya, berdasarkan temuan-temuan
yang spesifik tentang sang tokoh, diharapkan peneliti dapat menemukan
aspek-aspek yang dapat digeneralisasikan untuk tokoh lain yang serupa.44
44 Arief Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh....hal.61-62
45
BAB IV
PAPARAN DATA STUDI
Cara Peserta Didik dalam Mencari Ilmu Menurut al-Zarnuji
Macam-macam cara yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam
mencari ilmu menurut al-Zarnuji dapat diuraikan sebagai berikut.
A. Niat Ketika Menuntut Ilmu
Sebuah keharusan bagi seorang pelajar untuk berniat ketika belajar,
sebab niat adalah pokok dari segala perbuatan, sebagaimana yang
disabdakan oleh Rasulullah Saw,” Sesungguhnya sahnya perbuatan itu
tergantung niatnya.” dalam niat dibutuhkan keikhlasan. Menjadi pribadi
yang ikhlas ini memang sangat sulit. Bahkan Rasulullah Saw sendiri yang
terkenal dengan “madinat al-„ilm” (kota ilmu) harus berpikir keras hingga
mengernyitkan dahi ketika beliau ditanya para sahabat tentang defenisi
ikhlas. Setelah terdiam, Rasulullah memusatkan perhatian dan
menyampaikan pertanyaan serupa kepada Jibril.”aku bertanya kepada
Jibril tentang ikhlas, apakah ikhlas itu?”lalu Jibril bertanya kepada Tuhan
yang mahasuci tentang ikhlas,”apakah sebenarnya ikhlas itu ?”Allah Swt
menjawab Jibril dengan berfirman ,” Suatu rahasia dari rahasia-Ku yang
Aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang Ku- cintai.45
Kalau gambaran ikhlas itu sebagaimana yang diajarkan Allah melalui
Jibril yang disampaikan kepada Rasulullah Saw tersebut, maka betapa
banyaknya di antara kita yang tidak memiliki rasa ikhlas. Realitas
membuktikan bahwa betapa banyak orang yang mengorbankan keikhlasan
demi meraih prestise duniawi. Berapa banyak pula keikhlasan dikorbankan
demi meraih kepentingan sesaat. 46
45 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim, Terj. Ahmad Zacky el-Syafa dan Faizah Ulfah
Choiri, ( Yogyakarta: Mutiara Media, 2014) h. 33-36
46
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 36
46
Jadi ikhlas adalah bersihnya hatinya dari segala penyakit yang
mengotorinya. Ia tidak dilingkupi oleh ego yang mengotori hati. Ia keluar
dari ego itu menuju Allah ,”Fafirru Ilallah,” maka larilah sekencang-
kencangnya menuju Allah. Karena itu hendaknya para pelajar mempunyai
niat yang sungguh-sungguh untuk menutut ilmu dengan niatan mencari
ridha Allah Swt, serta kebahagian diakhirat kelak. Hendaklah seorang
pelajar mempunyai niat untuk bersyukur atas anugerah akal dan badan
sehat. Janganlah berniat mencari popularitas (ketenaran) di hadapan
manusia, mencari harta benda serta kemuliaan di hadapan penguasa atau
yang lainnya. 47
Sebaiknya, bagi setiap pelajar untuk berpikir secara sungguh-sungguh
terhadap hal-hal yang telah diuraikan diatas. Karena itu, hendaknya ia
belajar dengan mencurahkan segenap daya dan upayanya, agar
memperoleh pengetahuan yang banyak. Namun demikian, pengetahuan
(ilmu) tersebut janganlah dipergunakan untuk mencari harta dunia yang
rendah yang tak ada nilainya, serta akan hancur binasa. Sebaiknya bagi ahli
ilmu jangan sampai berbuat dan bertindak dengan hal-hal yang dapat
merendahkan dirinya sendiri, seperti berlaku tamak terhadap sesuatu yang
tidak semestinya, karena sifat itu akan dapat menjerumuskannya ke dalam
kehinaan ilmu dan ahli ilmu. Karenanya, ia harus berlaku tawaduk (
merendahkan diri), yakni sifat yang berada di tengah-tengah sombong dan
kecil hati serta berbuat „iffah( menjaga harga diri).
B. Memilih Ilmu, Guru, Teman
Sepatutnya bagi pelajar untuk memilih ilmu yang baik, yang
diperlukan bagi (kebaikan) urusan agama, dan dapat dipergunakan pada
masa yang akan datang. Karena itu, hendaknya ia mendahulukan
(mempelajari) ilmu tauhid (ilmu yang mempelajari tentang ketuhanan),
47 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim...,h. 40-41
47
sehingga dapat mengetahui dan memahami Allah Swt dengan dalil-dalil
dan bukti-bukti yang jelas, bukan hanya sekedar mengikuti tanpa dalil yang
jelas (taklid). Meskipun taklid dalam urusan iman itu sah, namun berdosa
apabila meninggalkan bukti-buktinya. Hendaknya, seorang pelajar juga
memilih ilmu kuno, janganlah ia memilih ilmu yang hadits (baru). Para
ulama berkata, “tetaplah kalian pada ilmu kuno, dan janganlah kalian
mempelajari ilmu yang baru. Dan janganlah pula kalian mempelajari
(mempergunakan) ilmu jadal (debat), yaitu ilmu yang lahir pasca ulama-
ulama besar meninggal dunia. Karena itu debat itu akan dapat menjauhkan
seorang pelajar untuk mempelajari ilmu fiqih, menyia-nyiakan umur,
menimbulkan permusuhan.”Selain itu , ilmu debat merupakan salah satu
tanda dicabutnya ilmu dan fiqih.48
Dalam memilih suatu cabang ilmu atau spesialisasi tertentu, al-Zarnuji
menekankan seorang murid tidak boleh memilihnya sendiri, akan tetapi
harus menyerahkannya kepada guru. Karena guru lebih mengetahui ilmu
yang cocok baginya berdasarkan watak dan kecendrungan muridnya.
Berbeda dengan murid-murid sekarang yang selalu memilih pengajiannya
sendiri, akibatnya mereka tidak berhasil meraih ilmu yang dicita-citakan.
Untuk memperkuat penjelasannya ini, al-Zarnuji menceritakan bahwa
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, memulai mengaji dari bab shalat di
hadapan Muhammad bin al-Hasan. Lalu gurunya itu berkata:” pergilah dan
belajarlah ilmu hadis.” Gurunya menyarankan demikian karena ia
mengetahui watak dan kecenderungan imam al-Bukhari. Kemudian Imam
al-Bukhari menuntut ilmu hadis, akhirnya ia menjadi pelopor seluruh
ulama hadis.
Adapun memilih guru, hendaknya seorang pelajar memilih guru yang
benar-benar memiliki intelektualitas yang tinggi, lebih wira‟i (menjaga
48 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim...,h. 48-49
48
kehormatan diri) dan lebih tua. Al-Hakim berujar,” jika engkau inggin
melanglang buana ke daerah Bukharah, janganlah tergesa-gesa larut dalam
perselisihan para iman. Tenanglah terlebih dahulu selama dua bulan,
sehingga engkau dapat mempertimbangkan sekaligus merenungkan dalam
memilih guru. Maka sesungguhnya jika engkau pergi belajar kepada orang
alim dan mulai belajar kepadanya, namun engkau tidak cocok kepada
pelajarannya, sehingga engkau meninggalkan dan mencari guru yang lain,
akhirnya engkau tidak mendapatkan dalam belajarmu. Pertimbangkan dan
renungkanlah selama dua bulan dalam memilih guru. Musyawarahlah
dalam memilih guru, sehingga tepat dan tidak meninggalkan dan berpaling
darinya. Jika itu engkau lakukan, maka engkau akan mendapat kemantapan
dan berkah dalam belajarmu, dan pada gilirannya ilmu yang engkau
peroleh mempunyai nilai kemanfaatan yang banyak. Ketahuilah bahwa
sesungguhnya sabar dan tabah kala menuntut ilmu merupakan pangkal
keutamaan dalam setiap perkara, namun jarang yang mampu
melakukannya.
Adapun dalam memilih teman, hendaklah seorang pelajar memilih
teman yang rajin, wira‟i, berwatak jujur dan lurus, serta teman yang mudah
memahami, baik memahami masalah maupun memahami teman lainnya,
juga hendaklah ia juga menjauhi (lari) teman yang malas, suka
menganggur, banyak omong, berperilaku rusak, serta suka memfitnah.
C. Bersungguh-sungguh, Kontiunitas dan Cita-cita
Selanjutnya menurut al-Zarnuji yaitu hendaklah seorang pelajar selalu
bersungguh-sungguh, kontinu dan mulazamah, sebab ketiganya itu telah
diisyaratkan oleh Allah Swt dalam Al-Qur‟an. Sebagaimana firman Allah
Swt dalam Q.S al-Ankabut: 69
49
“ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami,
benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan
Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat
baik.” (Q.S al-Ankabut:69)49
Siapa mencari sesuatu disertai kesungguhan, tentu ia akan
memperoleh apa yang diharapkannya. Siapa yang mengetuk pintu berkali-
kali, maka pasti dapat memasuki. Dalam belajar dan memahami ilmu fiqih
pasti membutuhkan kesungguhan tiga orang, yaitu:
1. Orang belajar
2. Guru pengajar
3. Bapaknya, bila masih hidup50
Hendaknya juga seorang pelajar membiasakan diri untuk terjaga
diwaktu malam sebagaimana yang tertuang dalam sebuah syair:
“Sesuai dengan kadar kesungguhan, akan diperoleh derajat
yang luhur. Barang siapa mengharapkan derajat yang luhur, maka
baginya terjaga di waktu malam. Engkau mengharapkan derajat yang
luhur, namun engkau tidur tiap malam. Ketahuilah, intan permata kan
didapat hanya dengan menyelam di lautan. Derajat yang luhur hanya
bisa diperoleh dengan cita-cita yang tinggi. Kemudian seorang
hanyalah bisa diperoleh dengan terjaga di waktu malam. Barang siapa
yang menghendaki keluhuran tanpa mau bersusah payah. Maka ia
telah menyia-nyiakan umur untuk meraih sesuatu tak pernah didapat.
Semoga Allah memberikan pertolongan kepadaku agar berhasil dalam
menuntut ilmu. Dan semoga pula ia menyampaikan kepadaku pada
ketinggian ilmu. karena itu, jadikanlah waktu malam sebagai
kendaraan yang dapat membawamu menuju cita-cita yang engkau
idam-idamkan. Kurangilah makan, supaya mampu terjaga di waktu
malam. Jika engkau inggin wahai saudaraku mencapai segala
kesempurnaan. dikatakan,” barang siapa yang selalu terjaga malam,
maka ia akan merasakan kebahagiaan saat siang telah tiba.”51
49 Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Semarang: Menara Kudus, 2006)
50
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h.73-74
51
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h.75-77
50
Bagi seorang pelajar, hendaklah ia selalu kontinu dalam belajar, selalu
mengulang-ngulang pelajarannya, terutama saat awal dan akhir malam,
karena sesungguhnya antara Maghrib dan Isya serta waktu sahur
merupakan waktu yang penuh dengan berkah. Seorang pelajar hendaknya
mempergunakan masa muda, dimana dia masih kuat dan gagah, untuk
dijadikan kesempatan dalam meraih cita-cita dan harapan. Dan janganlah
membuat payah diri sendiri, sehingga menjadi lemah tak berdaya
(memaksakan diri sendiri) dan tak mampu berbuat apa-apa. Ia harus
berlaku sopan santun terhadap diri sendiri, karena hal itu merupakan dasar
utama setiap hal.
Rasulullah Saw bersabda,” ingatlah bahwa Islam ini adalah agama
yang kuat. Maka dari itu, lakukanlah agama itu dengan santun terhadap diri
sendiri. Janganlah engkau membuat dirimu jengkel dan sengsara lantaran
beribadah kepada Allah. Karena orang yang telah hilang kekuatannya tak
akan bisa memutus bumi dan tiada pula mampu untuk kembali (menjadi
sehat seperti sedia kala).”52
Sebaiknya bagi seorang pelajar mempunyai cita-cita yang tinggi dan
luhur dalam menuntut ilmu, sebab orang bisa terbang dangan cita-citanya
laksana burung yang terbang dengan kedua sayapnya. Orang yang terkecil
akan nampak mulia, bila ia mempunyai cita-cita yang besar. Sebaliknya,
orang yang besar akan tampak kecil, bila ia mempunyai cita-cita yang
rendah (kecil). Pangkal untuk menghasilkan segala sesuatu adalah dengan
ketekunan dan cita-cita yang luhur. Namun ia mempunyai cita-cita yang
luhur, tetapi tiada diimbangi dengan kesungguhan atau bersungguh-
sungguh, dan tidak diimbangi dengan cita-cita yang luhur, maka ia tidak
akan berhasil memperoleh ilmu, kecuali hanya sedikit saja.
52 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h.78-79
51
Maka dari itu, sebaiknya seorang pelajar senantiasa tekun dan kontinu
serta mengingatkan diri (memperdayah diri) dalam menghayati semua
keutamaan ilmu, karena ilmu akan kekal (tetap) sementara harta benda
akan hancur dan tiada abadi. Dikatakan ilmu yang bermanfaat apabila
orang itu telah berhasil mengamalkannya, sehingga ia memperoleh predikat
yang baik (sebutan yang baik). Walaupun ia telah meninggal dunia, namun
namanya harum sepanjang masa. Syaik al-Islam Burhanuddin bersyair
yang berbunyi orang bodoh laksana orang yang sudah mati, meskipun
belum datang saat kematiannya. Dan jasadnya bagai sudah terkubur,
meskipun belum dikubur. Sesungguhnya orang tiada hidup dengan ilmu,
bagaikan mayat. Ketika ia bangkit dari kuburnya. Hidupnya hati adalah
ilmu, karena itu pergunakanlah, sedang hati yang mati adalah wujud
kebodohan, karena itu jauhilah. Maka bersungguh-sungguhlah dalam
mempelajari segala yang tak tahu. Sebab awal kebahagian, begitu juga
dengan ilmu. 53
D. Tawakal dan Ketabahan
Selanjutnya menurut al-Zarnuji, hendaknya seorang pelajar selalu
berserah diri (tawakal) kepada Allah selama menuntut ilmu. Janganlah
hatinya terkait dengan urusan rezeki, dan sibuk untuk memikirkan akan
hali itu. Seorang pelajar seharusnya mengurangi ketergantungan hatinya
dari urusan keduniawian menurut kadar kemampuannya. Dan atas dasar
inilah, para ulama memilih mengembara, merantau, mencari ilmu ke kota
lain ( dalam istilah sekarang mondok atau nyantri). Namun demikian
seorang pelajar harus pula mampu memikul beban penderitaan saat
merantau mencari ilmu, sebagaimana perkataan Nabi Musa alaihis salam-
kala beliau merantau mencari ilmu,” Sungguh telah kualami beban
penderitaan kala aku berkenan mencari ilmu.” Perkataan nabi musa
53 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h.80-90
52
tersebut hanyalah berkaitan dengan kepergian beliau untuk mencari ilmu
semata, supaya para pelajar saat ini mengerti bahwa sesungguhnya
menuntut ilmu tidaklah sepi dari kepayahan dan keprihatinan, di samping
karena mencari ilmu adalah perintah yang agung. 54
Maka dianjurkan agar setiap orang mampu menundukan nafsunya
dengan cara banyak-banyak beramal shaleh, sehingga tidak ada lagi
peluang untuk menuruti hawa nafsu. Tidak sepatutnya bagi orang yang
berakal digelisahkan oleh urusan duniawi, susah gelisah disini tidak akan
dapat menolak musibah, tidak juga bermanfaat bahkan membahayakan
hati, akal dan badan, lagi pula merusaka amal kebajikan. Tapi hendaklah
memusatkan perhatian pada urusan akhirat, karena hal inilah yang bakal
bermanfaat. 55
Sebaiknya seorang pelajar mempunyai ketabahan dan kesabaran dalam
belajar kepada seorang guru, dalam menelaah kitab, sehingga tidak
meninggalkan sia-sia sebelum mempelajarinya dengan sempurna. Tabah
dan sabar dalam menghadapi satu bidang ilmu pengetahuan dan tidak
berpindah kepada ilmu yang lainya, tetap dalam satu daerah dan tidak
berpindah ke daerah yang lain. Maka jika hal itu dilakukan , maka akan
dapat membuat urusan menjadi tak karuan, meresahkan hati, waktupun
menjadi sia-sia serta menyakiti hati sang guru.56
Seorang pelajar juga harus bersabar atas segala bencana dan ujian
seperti yang dikatakan,” Gudang di mana anugrah tersimpan penuh dengan
ujian dan bencana.” Aku pernah dibacakan senandung syair Sayyidina Ali
bin Abu thalib Karramallahu Wajhah yang berbunyi sebagai berikut,
ingatlah,,,!engkau takkan memperoleh ilmu tanpa memenuhi enam syarat.
54 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 119
55
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim, Terj. Aliy As‟ad...,h.101-102
56 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim...,h. 49-53
53
Kututurkan ini kepadamu, kan kujelaskan segalanya. Cerdas, loba, sabar,
berbekal, petunjuk guru dan waktu yang panjang.
Menuntut ilmu juga merupakan perbuatan yang lebih mulia bila
dibandingkan dengan perang menurut mayoritas agama. Karena itu, pahala
yang didapat sebanding dengan tingkat kepayahan kala mencarinya.
Barang siapa yang bersabar, maka ia akan menemukan manisnya ilmu
mengungguli segala bentuk kemanisan (kelezatan) yang ada di dunia ini.57
E. Mengharapkan Faedah ( Istifadah)
Seorang pelajar seharusnya senantiasa mengharap faedah di setiap
waktunya, sehingga ia benar-benar berhasil meraih keutamaan, dengan
jalan hendaklah ia di setiap kesempatan selalu membawa alat tulis (tempat
tinta, pulpen dan buku tulis). Dan dengan alat tulis itu, ia akan mencatat
semua apa yang didengar, yang berkaitan dengan faedah keilmuan.
Dikatakan,” barang siapa yang hafal, tentu suatu saat akan hilang (lupa),
namun barang siapa yang mencatat pastiakan tetap sepanjang masa.
Dikatakan pula, bahwa yang dinamakan ilmu adalah sesuatu yang diambil
dari perkataan ulama, karena mereka menghafalkan hal-hal yang baik dari
apa yang didengarnya, dan diucapkannya, yang kesempatannya itu berasa l
dari hafalannya yang paling baik.58
Syaik al-Shadrus Syahid Husamuddin berwasiat kepada putranya
Syaikh Syamsuddin agar senantiasa setiap hari menghafalkan sedikit demi
sedikit dari ilmu dan hikmah, karena hal itu mempermudah menghafalnya,
sekaligus akan dapat memperbanyak hafalan. Karena itu, Syaikh Isham bin
Yusuf membeli pulpen seharga satu dirham yang dipergunakan untuk
mencatat apa yang didengarnya pada waktu-waktu tertentu. Sebab umur
sangatlah pendek, sementara ilmu sangatlah luas dan banyak. dengan
demikian, sepatutnya seorang pelajar tidak menyia-nyiakan waktu dan
57 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 126-127
58
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 142-143
54
kesempatan, dengan mengunakan (untuk belajar dan mengharapkan
faedah) saat malam telah kelam atau tempat-tempat yang sunyi. Seorang
pelajar hendaknya tabah dalam memikul beban penderitaan selama masa
menuntut ilmu dan selalu merasakan keterpautan hati, meskipun hal itu
tidak diperkenankan dan merupakan tindakan yang hina, namun hal itu
diperbolehkan pada saat menuntut ilmu. Oleh karena itu, seharusnya
seorang belajar selalu terpaut hatinya kepada guru-guru dan teman-
temannya serta yang lainya, yang kesemuanya itu tiada lain kecuali
mengharapkan faedah dari mereka. Dikatakan, ilmu tak akan ditentukan
tanpa kehinaan yang tiada kemuliaan di dalamnya.” Dikatakan dalam
sebuah syair: aku melihat napasmu mengingatkan kemuliaan. Maka engkau
tak akan pernah memperoleh kemuliaan tanpa merendahkan nafsu yang
bersemayam dalam dirimu itu. 59
F. Wara’ (Menjaga Diri dari yang Haram dan Syubhat) pada Masa
Belajar
Dalam kaitannya dengan masalah wara‟ ini para ulama meriwayatkan
sebuah hadis Rasulullah Saw. Beliau bersabda ,”barang siapa yang tidak
bersikap wira‟i dalam belajarnya maka Allah Swt akan menimpakan
bencana kepadanya dari salah satu tiga perkara;
1. Mati dalam usia remaja
2. Ditempatkan diperkampungan orang bodoh
3. Ia akan dijadikan abdi penguasa.60
Jikalau masih ada seorang pelajar yang hidup wara‟ dalam belajarnya,
maka ilmunya akan menjadi lebih bermanfaat dan dimudahkan belajarnya
serta akan memperoleh faedah yang banyak. “
Sebagian dari sifat wara‟ adalah hendaklah seorang pelajar menjaga
diri dari kekenyangan, suka tidur dan suka bicara yang tiada manfaat.
59Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 144-146
60
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 147
55
Begitu pula hendaknya ia sebisa mungkin untuk tidak makan makanan
pasar, karena makanan pasar itu lebih mendekatkan kepada makanan najis
dan kotor, di samping itu pula dapat menjauhkan diri kepada Allah Swt,
serta dapat mengakibatkan mudah lupa. Hal lain yang menjadi alasan
barangkali saat itu ada para fakir yang melihatnya dan mereka
mengingginkan makanan tersebut, namun tidak mampu untuk membelinya,
sehingga menyebabkan sakit hati. Karenanya, memakan makanan pasar
akan dapat menghilangkan berkah makanan tersebut.
Demikian para pelajar tempo dulu berbuat waro‟ dan ternyata mereka
mendapat taufiq ilmu dan penyebarannya sehingga keharuman nama
mereka abadi sepanjang masa.61
Termasuk sebagian dari sifat wara‟ adalah
hendaknya menjauhi orang yang rusak, suka berbuat maksiat dan orang
yang suka menganggur, karena kesemuanya itu pasti akan membawa
pengaruh. hendaknya juga seorang pelajar yang wira‟i selalu menghadap
kiblat saat belajar, berlaku sebagaimana sunnah nabi Muhammad Saw.
Memohon doa kepada orang yang baik, serta menjaga diri dari doa orang
yang teraniaya.
Seyogyanya seorang pelajar tidak menganggap remeh terhadap adab
(etika, tata krama) dan kesunahan ( ibadah-ibadah sunnah). Sebab barang
siapa yang menganggap remeh perbuatan sunnah, maka tertutup baginya
untuk menjalankan perbuatan fardhu. Dan kalau perbuatan fardhu sudah
dianggap remeh, maka akan terhalang baginya pahala akhirat. Sebagian
ulama mengatakan hadis tersebut berasal dari Rasulullah Saw. Begitu juga
sebaiknya seorang pelajar selalu memperbanyak melakukan shalat sunnah
dan mendirikan shalat dengan khusuk, karena hal itu dapat memberi
pertolongan kepada keberhasilan memperoleh ilmu dan belajar. Sebaiknya
seorang pelajar ber-musahabah (berteman) atau selalu membaca buku
61 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim, Terj. Aliy As‟ad..., h. 123
56
catatan pelajaran di setiap kesempatan, agar dapat dipelajari (muthala‟ah).
Sebab dikatakan ,”barang siapa yang tidak menaruh buku catatan di lengan
bajunya, maka hikmah yang diperolehnya tidak akan bersemayam dalam
kalbunya . Begitu pula hendaknya buku yang dibawa itu berwarna putih
(buku yang masih kosong dan belum ada tulisannya) dan juga tidak lupa
membawa alat tulis, supaya dapat mencatat segala ilmu yang didengar. 62
62 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h.147-154
57
BAB V
PEMBAHASAN STUDI
Dengan penelitian ini peneliti memilih Hasyim Asy‟ari yang kitabnya
yaitu Adab Alim Wal Muta‟allim sebagai pembanding pemikiran al-Zarnuji
tentang cara peserta didik dalam mencari ilmu. Adapun alasan kenapa peneliti
memilih Hasyim Asy‟ari sebagai tokoh pembanding pemikiran al-Zarnuji
mengenai cara peserta didik dalam mencari ilmu, karena Hasyim Asy‟ari juga
salah satu tokoh pendidikan Islam yang juga ada mengemukakan tentang cara
peserta didik dalam mencari ilmu.
K.H Hasyim Asy‟ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari 1871, di
Pesantren Gedang, desa Tambakrejo, sekitar dua kilo meter kearah utara kota
Jombang, Jawa Timur. Ayahnya Asy‟ari, adalah pendiri Pesantren keras di
Jombang, Sementara kakeknya, Kiai Usman, adalah Kiai terkenal dan pendiri
dipesantren gedang yang didirikan pada akhir abad ke-19. Selain itu,
moyangnya, Kiai Sihah, adalah pendiri Pesantren Tambakberas, Jombang.
Wajar saja apabila K.H. Hasyim Asy‟ari menyerap lingkungan agama dari
lingkungan Pesantren keluarganya dan mendapat ilmu pengetahuan agama
Islam. Ayah K.H Hasyim Asy‟ari sebelumnya merupakan santri terpandai di
Pesantren Kiai Usman. Ilmu dan akhlaknya sangat mengagumkan sang Kiai
sehingga dia dikawinkan dengan anaknya Halimah ( perkawinan merupakan
hal yang biasa dilakukan di Pesantren untuk menjalin ikatan antar Kiai). 63
Pada tahun 1876, ketika K.H Hasyim Asy‟ari berumur enam tahun,
ayahnya mendirikan Pesantren keras, sebelah selatan Jombang, suatu
pengalaman yang kemungkinan besar memegaruhi beliau untuk kemudian
mendirikan Pesantren sendiri. Oleh karena itu, jelaslah bahwa kehidupan masa
kecilnya di lingkungan pesantren berperan besar dalam pembentukan
63 Syamsul Kurniawan Dan Erwin Mahrus, Jejak Tokoh Pemikiran Tokoh
Pendidikan Islam, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2011) hal. 203
58
wataknya yang haus ilmu pengetahuan dan kepedulian nya kepada
pelaksanaan ajaran – ajaran agama yang baik.
Bakat kepemimpinan Kiai Hasyim sudah tampak sejak masa kanak-
kanak. Ketika bermain dengan teman teman sebayanya, Hasyim kecil selalu
jadi penengah. Jika melihat temannya melanggar aturan permainan, ia akan
menegurnya. Dia membuat temannya senang bermain karena sifatnya yang
suka menolong dan melindungi sesama. Selain itu, sejak kecil kiai hasyim
juga sudah menunjukkan tanda-tanda kecerdasanya. Pada usia 13 tahun, dia
sudah bisa membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih besar (senior)
darinya. Ia juga dikenal rajin bekerja. Watak kemandirian yang ditanamkan
sang kakek (Kiai Usman), mendorong untuk berusaha, memenuhi kebutuhan
diri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Itu sebabnya, Hasyim selalu
memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar mencari nafkah dengan bertani
dan berdagang. Hasilnya, hasilnya kemudian dibelikan kitab dan digunakan
untuk bekal menuntut ilmu.64
Semangatnya dalam menuntut ilmu membawa dirinya sampai ketanah
suci, Makkah. Selama di Makkah, ia berguru kepada sejumlah ulama besar,
diantaranya Syeikh Syuaib bin Abdurrahman, Syaikh Mahfudzh Al-Tirmasi
(Tremas, Pacitan), Syaikh Khatib al-Minangkabawi, Syaikh Ahmad al- Athar,
Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said al-Yamani, Syaikh Rahmatullah, dan
Syaikh Bafaddhal. Sejumlah Sayyid juga menjadi gurunya, antara lain Sayyid
Abbas al-Maliki, Sayyid Sulthan Hasyim al-Daghistani, Sayyid Abdullah al-
Zawawi, Sayyid Ahmad Bin Hasan al-Atthas, Sayyid Alwi al-Segaf, Sayyid
Abu Bakar, Syatha al-Dimyathi, dan Sayyid Husain al-Habsyi yang saat itu
menjadi Mufti di Makkah. Diantara mereka, ada tiga orang yang sangat
64 Syamsul Kurniawan Dan Erwin Mahrus, Jejak Tokoh Pemikiran ..., hal. 204
59
memengaruhi wawasan keilmuan kiai hasyim, yaitu Sayyid Alwi Bin Ahmad
Al-Segaf, Sayyid Husain al-Habsyi, dan Syaikh Mahfudzh al-Tirmasi.65
K.H. Hasyim Asy‟ari dikenal sebagai seorang pendidik sejati. Hampir
sepanjang hidupnya, beliau mengabdikan diri pada lembaga pendidikan,
terutama terutama di Ponpes Tebuireng, Jombang. Selain ahli dalam bidang
agama, Kiai Hasyim juga ahli dalam mengatur kurikulum pesantren, mengatur
strategi pengajaran. Di dunia pendidikan, ia adalah seorang pendidik yang
sulit dicari tandingannya. Ia menghabiskan waktu dari pagi hingga malam
untuk mengajar para santrinya. Kegiatan mengajar ia mulai pada pagi hari,
selepas memimpin shalat subuh. Ia mengajarkan kitab kepada santri hingga
menjelang matahari terbit. Dalam hal menjalankan praktik ibadah, Kiai
Hasyim senantiasa membimbing para santrinya. Ia terlihat dalam rutinitas
harian beliau yang kerap berkeliling pondok pada dini hari hanya untuk
membangunkan para santri agar segera mandi atau berwudhu guna
melaksanakan shalat tahajud dan shalat subuh. Kecintaan Kiai Hasyim pada
dunia pendidikan terlihat dari pesan yang selalu disampaikan kepada setiap
santri yang telah selesai belajar di Tebuireng. “pulanglah kekampungmu.
Mengajarlah di sana, minimal mengajar ngaji,” demikian isi pesan Kiai
Hasyim kepada para santrinya.
Sejak awal berdirinya hingga tahun 1916, pesantren Tebuireng
menggunakan sistem pengajarn sorogan dan bandongan. Dalam sistem
pengajaran ini, tidak dikenal yang namanya jenjang kelas. Kenaikan kelas
diwujudkan dengan bergantinya kitab yang telah selesai dibaca (khatam).
Materinya hanya berkisar pada materi pengetahuan agama Islam dan Bahasa
Arab. Bahasa pengantarnya adalah Bahasa Jawa dengan huruf pegon (tulisan
Arab berbahasa Jawa ). Seiring perkembangan waktu, sistem dan metode
65 Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Tokoh Pemikiran...hal. 206
60
pengajaran pun ditambah, di antaranya dengan menambah kelas musyawarah
jumlahnya yang sangat kecil, karena seleksinya yang sangat ketat.66
Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam
Tradisional, K.H.Hasyim Asy‟ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti
kebangkitan ulama. Organisasi ini pun berkembang dan banyak anggotanya.
Pengaruh K.H.Hasyim Asy‟ari pun semakin besar dengan mendirikan
Organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan
dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. KH. Hasyim Asy‟ari dikenal
sebagai salah seorang pendiri Nu (Nahdatul Ulama). Hasyim Asy‟ari
dianugerahi gelar pahlawan kemerdekaan nasional oleh Presiden RI. Pada
tahun 1926, K.H. Hasyim Asy‟ari mendirikan partai Nahdatul Ulama(NU).
Sejak didirikan sampai tahun 1947 Rais „Am (ketua umum) dijabat oleh KH.
Hasyim Asy‟ari. Ia pernah menjabat sebagai kepala kantor Urusan Agama
pada zaman pendudukan Jepang untuk wilayah Jawa dan Madura. K.H.
Hasyim Asy‟ari wafat pada tahun 1947 di Tebuireng, Jombang Jawa Timur.
hampir seluruh waktunya diabdikan untuk kepentingan agama dan
pendidikan. 67
Berikut penulis akan mencoba membandingkan tentang cara peserta
didik dalam mencari ilmu menurut Al-Zarnuji dengan cara peserta didik
dalam mencari ilmu menurut Hasyim Asy‟ari
Perbandingan cara peserta didik dalam mencari ilmu menurut al-
Zarnuji dengan pemikiran Hasyim Asy’ari
A. Niat Ketika Menuntut Ilmu
1. al-Zarnuji
Seorang pelajar untuk berniat ketika belajar, sebab niat adalah
pokok dari segala perbuatan, sebagaimana yang disabdakan oleh
Rasulullah Saw,” Sesungguhnya sahnya perbuatan itu tergantung
66 Syamsul Kurniawan Dan Erwin Mahrus, Jejak Tokoh Pemikiran ..., hal. 208-209
67
Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Tokoh Pemikiran...hal.210-211
61
niatnya.” Dalam niat dibutuhkan keikhlasan. Menjadi pribadi yang
ikhlas ini memang sangat sulit.68
Jadi, menurut al-Zarnuji niat memegang peranan yang sangat
penting dalam proses belajar, baik atau tidak suatu proses belajar
tergantung pada niat dari niat siswa tersebut.
Selain itu, hendaknya para pelajar mempunyai niat yang
sungguh-sungguh untuk menuntut ilmu dengan tujuan mencari ridha
Allah Swt, serta kebahagian diakhirat kelak. Hendaklah seorang
pelajar mempunyai niat untuk bersyukur atas anugerah akal dan badan
sehat. Janganlah berniat mencari popularitas (ketenaran) di hadapan
manusia, mencari harta benda serta kemuliaan di hadapan penguasa
atau yang lainnya.
Menurut al-Zarnuji, sebaiknya bagi setiap pelajar untuk
berpikir secara sungguh-sungguh terhadap hal-hal yang telah diuraikan
diatas. Karena itu, hendaknya ia belajar dengan mencurahkan segenap
daya dan upayanya, agar memperoleh pengetahuan yang banyak.
Namun demikian, pengetahuan (ilmu) tersebut janganlah
dipergunakan untuk mencari harta dunia yang rendah yang tak ada
nilainya, serta akan hancur binasa. Sebaiknya bagi ahli ilmu jangan
sampai berbuat dan bertindak dengan hal-hal yang dapat merendahkan
dirinya sendiri, seperti berlaku tamak terhadap sesuatu yang tidak
semestinya, karena sifat itu akan dapat menjerumuskannya ke dalam
kehinaan ilmu dan ahli ilmu. Karenanya, ia harus berlaku tawaduk (
merendahkan diri), yakni sifat yang berada di tengah-tengah sombong
dan kecil hati serta berbuat „iffah( menjaga harga diri).69
68 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim, Terj. Ahmad Zacky el-Syafa dan Faizah Ulfah
Choiri, ( Yogyakarta: Mutiara Media, 2014) h. 33
69
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h.40-43
62
Menurut penulis berdasarkan paparan di atas, peserta didik
harus berniat bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, dan berniat
untuk mencapai ridha Allah Swt serta mendapatkan kebahagian dunia
dan akhirat.
Selain itu, dalam menuntut ilmu peserta didik harus merendahkan diri
dan menjaga dirinya, al-Zarnuji juga mengingatkan agar peserta didik
jangan sampai keliru dalam mempergunakan ilmu yang didapatkan,
contohnya: ilmu digunakan untuk mencari harta sebanyak-banyaknya.
Peserta didik juga dilarang untuk melakukan perbuatan yang dapat
merugikan diri sendiri, karena hal itu akan merusak ilmu yang peserta
didik dapatkan
2. Hasyim Asy‟ari
Menurut Hasyim Asy‟ari perserta didik itu harus memperbaiki
niat dalam mencari ilmu, dengan tujuan untuk mencari ridha Allah
Swt, serta mampu mengamalkannya, menghidupkan syari‟at, untuk
menerangi hati, menghiasi batin dan mendekatkan diri kepada Allah
Swt. Tidak bertujuan untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi,
misalnya menjadi pimpinan, jabatan, harta benda, mengalahkan teman
saingan, biar dihormati masyarakat, dan sebagainya.70
Jadi penurut penulis berdasarkan pemikiran diatas, al-Zarnuji
dan Hasyim Asy‟ari sama sama berpendapat bahwa peserta didik itu
harus mempunyai niat untuk menuntut ilmu dengan niatan mencati
ridha Allah Swt, bukan untuk memperoleh tujuan duniawi dan
popularitas di hadapan manusia.
Tetapi menurut al-Zarnuji niat itu harus dengan sungguh-
sungguh dan disertai dengan berprilaku tawaduk dan iffah. Sedangkan
menurut Hasyim Asy‟ari tujuan dalam menuntut ilmu bukan hanya
70 Hasyim Asy‟ari, terj. Adab „Alim wal Muta‟allim, tt
63
untuk mencari ridha Allah Swt saja tetapi juga menghidupkan syari‟at,
menghiasi batin serta mampu mengamalkannya. Sebagaimana hadist
Rasulullah,
وَكَمْ مِنْ . النِّيَّةِ مِنْ اَعْمَالِ الْآخِرَةِ كَمْ مِنْ عَمَلِ يُتَصَوَّرُ بِصُوْرَةِ أَعْمَالِ الدُّنْيٰا وَيَصِيْرُ بِحُسْن
عَمَلٍ يُتَصَوَّرُ بِصُوْرَةِ اَعْمَالِ الْآخِرَةِ ثُمَّ يَصِيْرُ مِنْ اَعْمَال الدُّنْيٰا بِسُوْٓءِ النِّيَّة
Rasulullah bersabda, “banyak perbuatan atau amal yang tampak
dalam bentuk amalan keduniaan, tapi karena didasari niat yang baik
(ikhlas ) maka menjadi atau tergolong amal – amal akhirat. Sebaliknya
banyak amalan yang sepertinya tergolong amal akhirat, kemudian menjadi
amal dunia, karena didasari niat yang buruk (tidak ikhlas)”.
B. Memilih Ilmu, Guru, dan Teman
1. al-Zarnuji
Menurut al-Zarnuji seharusnya pelajar untuk memilih ilmu
yang baik, yang diperlukan bagi ( kebaikan ) urusan agama, dan dapat
dipergunakan pada masa yang akan datang. Karena itu, hendaknya ia
mendahulukan (mempelajari) ilmu tauhid (ilmu yang mempelajari
tentang ketuhanan), sehingga dapat mengetahui dan memahami Allah
Swt dengan dalil-dalil dan bukti-bukti yang jelas, bukan hanya sekedar
mengikuti tanpa dalil yang jelas (taklid). Meskipun taklid dalam
urusan iman itu sah, namun berdosa apabila meninggalkan bukti-
buktinya. Hendaknya, seorang pelajar juga memilih ilmu kuno,
janganlah ia memilih ilmu yang hadits (baru). Janganlah pula kalian
mempelajari (mempergunakan) ilmu jadal (debat), yaitu ilmu yang
lahir pasca ulama-ulama besar meninggal dunia. Karena itu debat itu
akan dapat menjauhkan seorang pelajar untuk mempelajari ilmu fiqih,
64
menyia-nyiakan umur, menimbulkan permusuhan.”Selain itu , ilmu
debat merupakan salah satu tanda dicabutnya ilmu dan fiqih.71
Jadi dalam memilih ilmu al-Zarnuji berpendapat bahwa ilmu
yang harus dipelajari pertama kali adalah ilmu tauhid, karena dengan
mempelajari ilmu tauhid kita akan dapat mengetahui dan memahami
Allah, dalilnya dan bukti-bukti yang jelas. Sedangkan untuk memilih
hadits pilihlah hadits yang kuno dan adanya pelarangan untuk
mempelajari ilmu debat, karena dengan ilmu tersebut akan
menghilangkan ilmu fikih.
Adapun memilih guru, hendaknya seorang pelajar memilih
guru yang benar-benar memiliki intelektualitas yang tinggi, lebih
wira‟i (menjaga kehormatan diri) dan lebih tua. Pertimbangkan dan
renungkanlah selama dua bulan dalam memilih guru. Musyawarahlah
dalam memilih guru, sehingga tepat dan tidak meninggalkan dan
berpaling darinya. Jika itu engkau lakukan, maka engkau akan
mendapat kemantapan dan berkah dalam belajarmu, dan pada
gilirannya ilmu yang engkau peroleh mempunyai nilai kemanfaatan
yang banyak. Ketahuilah bahwa sesungguhnya sabar dan tabah kala
menuntut ilmu merupakan pangkal keutamaan dalam setiap perkara,
namun jarang yang mampu melakukannya.72
Peserta didik dalam memilih guru hendaknya guru tersebut
benar-benar memiliki pengetahuan yang tinggi dan profesional
dibidangnya, guru tersebut harus mampu menjaga kehormatan dirinya
dan hendaknya lebih tua dari penuntut ilmu. Apabila peserta didik
ingin mendapatkan hasil yang baik dalam menuntut ilmu, maka al-
Zarnuji menawarkan dalam memilih guru hendaklah bermusyawarah.
71 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 48
72
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h.49-52
65
Karena apabila bermusyawarah peserta didik tidak akan berpaling dari
guru tersebut.
Adapun dalam memilih teman, hendaklah seorang pelajar
memilih teman yang rajin, wira‟i, berwatak jujur dan lurus, serta
teman yang mudah memahami, baik memahami masalah maupun
memahami teman lainnya, juga hendaklah ia juga menjauhi (lari)
teman yang malas, suka menganggur, banyak omong, berperilaku
rusak, serta suka memfitnah. 73
Jadi dalam memilih teman hendaklah memilih teman yang
rajin, karena itu akan mempengaruhi kepada kita dalam belajar. selain
itu pilihlah teman yang berwatak jujur, dan lurus, serta teman yang
mudah memahami, baik memahami masalah maupun memahami
teman lainnya. Hendaklah kita menjauhi teman yang mempunyai
prilaku yang jelek seperti malas, suka mengangur, banyak omong,
berprilaku rusak serta suka memfitnah.
2. Hasyim Asy‟ari
Menurut Hasyim Asy‟ari peserta didik itu harus memulai
pelajarannya dengan pelajaran-pelajaran yang bersifatnya fardhu „ain,
sehingga pada langkah pertama ini ia cukup menghasilkan empat ilmu
pengetahuan yaitu:
a. Pelajar harus mengetahui tentang ilmu tauhid, ilmu yang
mempelajari tentang ke Esaan Tuhan. Ia harus mempunyai
keyakinan bahwa Allah Swt itu ada, mempunyai sifat dahulu,
kekal serta tersucikan dari sifat-sifat kurang dan mempunyai sifat
sempurna.
b. Cukuplah bagi pelajar untuk mempunyai keyakinan, bahwa dzat
yang maha luhur mempunyai sifat kuasa, menghendaki, sifat ilmu,
73 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 53
66
hidup, mendengar, melihat, kalam. seandainya ia menambahnya
dengan dalil-dalil atau bukti-bukti dari Al-qur‟an dan as-sunnah
maka itu merupakan kesempurnaan ilmu.
c. Ilmu fiqh, ilmu yang dipergunakan untuk mengetahui ilmu- ilmu
syari‟at Islam yang diambil dari dalil-dalil syara‟ tafsily. Ilmu ini
merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mampu mengantarkan
kepada pemiliknya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt
(taat), dimulai dari cara-cara bersuci, shalat, puasa. Apabila pelajar
(murid) termasuk orang-orang yang mempunyai harta melimpah
(min jumlatil agniya‟) maka ia harus mempelajari ilmu yang
mempunyai kaitan dengan harta tersebut, ilmu ekonomi, iqtishad.
ia tidak diperbolehkan untuk mengamalkan,
mengimplementasikan, sebuah ilmu sebelum ia mengerti tentang
hukum-hukum Allah Swt.
d. Ilmu tasawuf, ilmu yang menjelaskan tentang keadaan –keadaan
maqam, tingkatan, dan membahas tentang rayuan dan tipu daya
nafsu dan hal-hal yang berkaitan dengannya.74
Setelah pelajar mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat fadhu „ain
maka hendaklah dalam langkah selanjutnya ia mempelajari ilmu-ilmu
yang berkaitan dengan kitab Allah ( tafsir al-qur‟an) sehingga ia
mempunyai keyakinan dan i‟tiqad yang sangat kuat. Sejak awal pelajar
harus bisa menahan diri dan tidak terjebak dalam pembahasan
mengenai hal-hal yang masih terdapat perbedaan pandangan, tidak ada
persamaan persepsi di antara para ulama‟ (khilafiah) secara mutlak
baik yang berhubungan dengan pemikiran-pemikiran atau yang
bersumber dari tuhan, karena apabila hal itu masih dilakukan oleh
pelajar maka sudah barang tentu akan membuat hatinya bingung, dan
74 Hasyim Asy‟ari, terj. Adab „Alim wal Muta‟allim, tt
67
membuat akal fikiran tidak tenang. Bahkan sejak awal dia harus bisa
meyakinkan dirinya untuk berpegang pada hanya satu kitab saja dalam
materi pelajaran, dan beberapa kitab pada beberapa materi pelajaran
dengan syarat apabila ia mampu dengan menggunakan satu metode
dan mendapat izin dari sang guru, namun apabila sistem pengajaran
yang telah diberikan oleh gurunya itu hanya menukil, memindah
pendapat dari beberapa mazhab dan masih ada ikhtilaf di kalangan
ulama itu sendiri sedangkan ia sendiri tidak mempunyai satu
pendapatpun, hendaknya ia mampu menjaga dari hal seperti itu karena
antara manfaat dan kerusakan (mafsadat) masih lebih banyak
kerusakannya. 75
Begitu juga seorang santri ketika masih dalam tahap permulaan
dalam belajar hendaknya ia menghindari diri mempelajari berbagai
macam buku, dan kitab karena hal itu akan bisa menyia-nyiakan
waktunya dan hatinya tidak bisa konsentrasi, tidak bisa fokus pada satu
pelajaran bahkan ia harus memberikan seluruh kitab-kitab dan
pelajaran yang ia ambil kepada gurunya untuk dilihat sampai dimana
kemampuan pelajar sehingga guru bisa memberikan bimbingan dan
arahan sampai pelajar yakin dan mampu menguasai pelajarannya.
Begitu juga menukilkan. memindah, meresum dari satu kitab pada
kitab yang lain tanpa adanya hal-hal yang mewajibkan, karena hal itu
dilakukan maka akan muncul indikasi, pertanda kebosanan dan
menjadi tanda bagi orang yang tidak bisa memperoleh kebahagiaan.76
Sebelum menghafalkan sesuatu hendaknya pelajar mentasihkan
terlebih dahulu kepada orang seorang guru atau orang yang mempunyai
kapabilitas dalam ilmu tersebut, setelah selesai diteliti oleh gurunya
barulah ia menghafalkannya dengan baik dan bagus. Setelah
75 Hasyim Asy‟ari, terj. Adab „Alim wal Muta‟allim, tt
76
Hasyim Asy‟ari, terj. Adab „Alim wal Muta‟allim, tt
68
menghafalkan materi pelajaran, hendaklah di ulang-ulangi sesering
mungkin dan menjadikan kegaitan taqrar sebagai wadhifah, kebiasaan
yang dilakukan setiap hari. Janganlah menghafalkan sesuatu sebelum
diteliti, ditashih oleh seorang guru atau orang yang mempunyai
kemampuan dalam bidang itu, karena akan
mengakibatkan,menimbulkan akibat yang negatif. Ketika sedang
mengkaji sebuah ilmu pengetahuan, hendaknya pelajar mempersiapkan
tempat tinta, pulpen dan pisau untuk memperbaiki dan membenarkan
hal-hal yang perlu diperbaiki baik dalam segi bahasa atau i‟rab. 77
Jadi peserta didik dalam memilih ilmu Hasyim Asy‟ari
berpendapat seharusnya peserta didik harus mendahulukan ilmu fhardu
„ain yang berupa ilmu tauhid, ilmu fikih, ilmu tasawuf. disamping itu
peserta didik harus mempelajari ilmu yang berkaitan dengan kitab-kitab
Allah (tafsir al-Qur‟an) agar ia mempunyai keyakinan dan i‟tiqad yang
sangat kuat. Dalam mepelajari suatu ilmu hendaknya pada peserta didik
yang permulaan berpegang pada satu kitab saja, karena dengan banyak
kitab akan membuat dia bingung, tetapi adakalanya diperbolehkan
dengan syarat siswa mampu menggunakan satu metode dan
mendapatkan izin dari gurunya. Peserta didik tidak bisa langsung
menghafal suatu materi melainkan materi tersebut harus dipelajari
terlebih dahulu dengan guru yang profesional. Dalam mempelajari
tersebut peserta didik harus mempersiapkan tempat tinta, pulpen dan
pisau untuk memperbaiki bahasa atau i‟rab. Setelah itu baru dihafal
hendaknya diulang-ulang sesering mungkin.
Adapun dalam memilih guru menurut Hasyim Asy‟ari peserta
didik harus berfikir ulang mendalam kemudian melakukan shalat
istikharah, kepada siapa ia harus mengambil ilmu dan mencari
77 Hasyim Asy‟ari, terj. Adab „Alim wal Muta‟allim, tt
69
bagusnya budi pekerti darinya. Jika memunkinkan seorang pelajar
hendaklah memilih guru yang sesuai dalam bidangnya, ia juga
mempunyai sifat kasih sayang, menjaga muru‟ah (etika). Menjaga diri
dari perbuatan yang merendahkan martabat seorang guru. Ia juga
seorang yang bagus metode pengajaran dan pemahamannya.
Bersungguh-sungguh dalam mencari seorang guru, ia termasuk orang
yang mempunyai perhatian khusus terhadap ilmu syari‟at dan termasuk
orang–orang yang dipercaya oleh guru-guru pada zamannya, sering
diskusi serta lama dalam perkumpulan diskusinya, bukan termasuk
orang-orang yang mengambil ilmu berdasarkan makna yang tersurat
dalam sebuah teks saja. 78
Dalam memilih guru harus sesuai dengan bidangnya, seorang
guru harus memiliki sifat kasih sayang, seorang guru juga harus mampu
menjaga kehormatannya, selain itu seorang guru juga mampu
menguasai metode pengajaran dan pemahaman akan materi yang akan
diajarkan.
Menurut Hasyim Asy‟ari dalam memilih teman seorang perserta
didik harus meninggalkan pergaulan, karena meninggalkannya itu lebih
penting dilakukan bagi pencari ilmu, apalagi bergaul dengan lawan
jenis khususnya, jika terlalu banyak bermain dan sedikit menggunakan
akal pikiran, karena watak dari manusia adalah banyak mencuri
kesempatan. Bahaya dari pergaulan adalah menyia-nyiakan umur tanpa
guna dan berakibat hilangnya agama, apabila bergaul bersama orang
yang tidak beragama. Jika ia membutuhkan orang yang bisa
menemaninya, maka orang itu harus shaleh, kuat agamanya, memiliki
harga diri yang baik, sedikit perselisihannya, jika ia lupa, maka
78 Hasyim Asy‟ari, terj. Adab „Alim wal Muta‟allim, tt
70
temannya mengingatkan, dan bila ia ingat, maka berarti temannya telah
menolongnya. 79
Jadi, jika ingin memiliki ilmu maka peserta didik harus
meninggalkan pergaulan, khususnya dengan lawan jenis, jika memang
benar-bemar membutuhkan orang lain pilihlah orang yang beramal
shaleh.
Berdasarkan paparan diatas bahwa al-Zarnuji berpendapat
seharusnya peserta didik seharusnya memilih ilmu yang baik, dan
mendahulukan mempelajari ilmu tauhid, sehingga dapat mengetahui
dan memahami Allah Swt dengan dalil-dalil dan bukti-bukti yang jelas.
Dalam memilih hadits pelajar juga harus memilih ilmu kuno, jangan
memilih ilmu baru, dan jangan mempelajari ilmu debat. karena debat
akan menjauhkan seorang pelajar untuk mempelajari ilmu fikih,
menyia-nyiakan umur dan menimbulkan permusuhan. Sedangkan
Hasyim Asy‟ari berpendapat seharusnya peserta didik harus
mendahulukan ilmu fhardu „ain yang berupa ilmu tauid, ilmu fikih, ilmu
tasawuf. Disamping itu peserta didik harus mempelajari ilmu yang
berkaitan dengan kitab-kitab Allah (tafsir al-Qur‟an) agar ia mempunyai
keyakinan dan i‟tiqad yang sangat kuat. Dalam mepelajari suatu ilmu
hendaknya pada peserta didik yang permulaan berpegang pada satu ktab
saja, karena dengan banyak kitab akan membuat dia bingung, tetapi
adakalanya diperbolehkan dengan syarat siswa mampu menggunakan
satu metode dan mendapatkan izin dari gurunya. Peserta didik tidak
bisa langsung menghafal suatu materi melainkan materi tersebut harus
dipelajari terlebih dahulu dengan guru yang profesional. Dalam
mempelajari tersebut peserta didik harus mempersiapkan tempat tinta,
79 Hasyim Asy‟ari, terj. Adab „Alim wal Muta‟allim, tt
71
pulpen dan pisau untuk memperbaiki bahasa atau i‟rab. Setelah itu baru
dihafal hendaknya diulang-ulang sesering mungkin.
Dalam memilih guru al-Zarnuji dan Hasyim Asy‟ari sama- sama
berpendapat hendaknya seorang pelajar memilih guru yang mampu
menjaga diri atau etikanya.
Selain itu al-Zarnuji juga berpendapat hendaknya pelajar
memilih guru yang benar-benar memiliki pengetahuan yang tinggi, guru
yang mampu menjaga kehormatan diri, dan hendaknya guru lebih tua
dari pelajar dan bermusyawarah dalam menentukan guru hendaknya
agar kita tidak akan salah dalam memilih seorang guru.
Sedangkan memurut Hasyim Asy‟ari berpendapat dalam
memilih guru harus sesuai dengan bidangnya, mempunyai sifat kasih
sayang, bagus metode pengajarannya dan pemahamannya. Dalam
memilih teman menurut al-Zarnuji kita harus memilih teman yang rajin,
wira‟i, berwatak jujur, dan lurus dan teman yang mudah memahami,
baik memahami masalah maupun memahami teman lainnya. sebaiknya
menjauhi teman yang malas, suka mengangur, banyak omong,
berprilaku rusak serta suka memfitnah. Sedangkan Hasyim Asy‟ari
berpendapat jika ingin memiliki ilmu maka peserta didik harus
meninggalkan pergaulan, khususnya dengan lawan jenis, jika memang
benar-bemar membutuhkan orang lain pilihlah orang yang beramal
shaleh.
72
Firman Allah Swt dalam Q.S al-Furqan:27-29 yaitu:
Artinya: dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim
menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku
mengambil jalan bersama-sama Rasul". Kecelakaan besarlah bagiku;
kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku).
Sesungguhnya Dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al
Quran itu telah datang kepadaku. dan adalah syaitan itu tidak mau
menolong manusia.
C. Bersungguh-sungguh, Kotiunitas, dan Cita-cita
1. al-Zarnuji
Hendaklah seorang pelajar selalu bersungguh-sungguh, kontinu
dan mulazamah, sebab ketiganya itu telah diisyaratkan oleh Allah Swt.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur‟an surat al-Ankabut:69
“ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan)
Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang
berbuat baik.80
80 Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Semarang: Menara Kudus, 2006)
73
Siapa mencari sesuatu disertai kesungguhan, tentu ia akan
memperoleh apa yang diharapkannya. Siapa yang mengetuk pintu
berkali-kali, maka pasti dapat memasuki. Dalam belajar dan
memahami ilmu fiqih pasti membutuhkan kesungguhan tiga orang,
yaitu:
2. Orang belajar
3. Guru pengajar
4. Bapaknya, bila masih hidup81
Menurut al-Zarnuji dalam belajar harus bersungguh-sungguh,
apabila bila belajar dilakukan dengan sungguh-sungguh maka kita kita
akan mendapatkan ilmu tersebut dan niat belajar tersebut harus benar-
benar datang dari hati atau tidak.
Hendaknya juga seorang pelajar membiasakan diri untuk
terjaga diwaktu malam sebagaimana yang tertuang dalam sebuah syair:
Sesuai dengan kadar kesungguhan, akan diperoleh
derajat yang luhur. Barang siapa mengharapkan derajat yang
luhur, maka baginya terjaga di waktu malam. Engkau
mengharapkan derajat yang luhur, namun engkau tidur tiap
malam. Ketahuilah, intan permata kan didapat hanya dengan
menyelam di lautan. Derajat yang luhur hanya bisa diperoleh
dengan cita-cita yang tinggi. Kemudian seorang hanyalah bisa
diperoleh dengan terjaga di waktu malam. Barang siapa yang
menghendaki keluhuran tanpa mau bersusah payah. Maka ia
telah menyia-nyiakan umur untuk meraih sesuatu tak pernah
didapat. Semoga Allah memberikan pertolongan kepadaku
agar berhasil dalam menuntut ilmu. Dan semoga pula ia
menyampaikan kepadaku pada ketinggian ilmu. karena itu,
jadikanlah waktu malam sebagai kendaraan yang dapat
membawamu menuju cita-cita yang engkau idam-idamkan.
Kurangilah makan, supaya mampu terjaga di waktu malam.
Jika engkau inggin wahai saudaraku mencapai segala
kesempurnaan. dikatakan,” barang siapa yang selalu terjaga
81 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim,..., h.73-74
74
malam, maka ia akan merasakan kebahagiaan saat siang telah
tiba.”82
Bagi seorang pelajar, hendaklah ia selalu kontinu dalam
belajar, selalu mengulang-ngulang pelajarannya, terutama saat awal
dan akhir malam, karena sesungguhnya antara Maghrib dan Isya serta
waktu sahur merupakan waktu yang penuh dengan berkah. Seorang
pelajar hendaknya mempergunakan masa muda, dimana dia masih kuat
dan gagah, untuk dijadikan kesempatan dalam meraih cita-cita dan
harapan. Dan janganlah membuat payah diri sendiri, sehingga menjadi
lemah tak berdaya (memaksakan diri sendiri) dan tak mampu berbuat
apa-apa. Ia harus berlaku sopan santun terhadap diri sendiri, karena hal
itu merupakan dasar utama setiap hal. 83
Seorang pelajar harus mengulang pelajarannya. waktu yang
tepat adalah awal dan akhir malam, karena mengulang pelajaran pada
saat awal malam ilmu yang dipelajari akan mudah didapat dan begitu
juga mengulang pelajaran pada akhir malam atau sesudah shalat subuh
akan mudah masuk kepikiran kita. Karena siaat itu pikiran kita masih
segar atau belum terlalu banyak yang dipikirin dan diwaktu tersebut
merupakan waktu yang penuh berkah.
Sebaiknya bagi seorang pelajar mempunyai cita-cita yang
tinggi dan luhur dalam menuntut ilmu, sebab orang bisa terbang
dangan cita-citanya laksana burung yang terbang dengan kedua
sayapnya. Orang yang terkecil akan nampak mulia, bila ia mempunyai
cita-cita yang besar. Sebaliknya, orang yang besar akan tampak kecil,
bila ia mempunyai cita-cita yang rendah (kecil). Pangkal untuk
menghasilkan segala sesuatu adalah dengan ketekunan dan cita-cita
yang luhur. Namun ia mempunyai cita-cita yang luhur, tetapi tiada
82 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim,..., h.75-77
83
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim,..., h.78-79
75
diimbangi dengan kesungguhan atau bersungguh-sungguh, dan tidak
diimbangi dengan cita-cita yang luhur, maka ia tidak akan berhasil
memperoleh ilmu, kecuali hanya sedikit saja. 84
Jadi, seorang pelajar harus memiliki cita-cita yang tinggi, atau
tekad untuk mempelajari ilmu tersebut, dengan memiliki tekad yang
kuat maka akan bersungguh-sungguh dalam mempelajari sesuatu
pelajaran, dan pelajaran itu akan mudah di dapat, di pahami, serta
bermanfaat bagi dirinya. Maka dari itu, sebaiknya seorang pelajar
senantiasa tekun dan kontinu serta mengingatkan diri (memperdayah
diri) dalam menghayati semua keutamaan ilmu, karena ilmu akan
kekal (tetap) sementara harta benda akan hancur dan tiada abadi.
Dikatakan ilmu yang bermanfaat apabila orang itu telah berhasil
mengamalkannya, sehingga ia memperoleh predikat yang baik
(sebutan yang baik). Walaupun ia telah meninggal dunia, namun
namanya harum sepanjang masa. Syaik Al-Islam Burhanuddin bersyair
yang berbunyi:
Orang bodoh laksana orang yang sudah mati, meskipun
belum datang saat kematiannya. Dan jasadnya bagai sudah
terkubur, meskipun belum dikubur. Sesungguhnya orang tiada
hidup dengan ilmu, bagaikan mayat. Ketika ia bangkit dari
kuburnya. Hidupnya hati adalah ilmu, karena itu
pergunakanlah, sedang hati yang mati adalah wujud
kebodohan, karena itu jauhilah. Maka bersungguh-sungguhlah
dalam mempelajari segala yang tak tahu. Sebab awal
kebahagian, begitu juga dengan ilmu. 85
Abu Thayyib berkata:
“Cita-cita akan tercapai sejauh orang-orang akan
bercita-cita. Kemuliaan akan tercapai sejauh seseorang berbuat
mulia. Sesuatu yang kecil akan tampak besar bagi orang-orang
yang bercita-cita kecil. Dan sesuatu yang besar akan tampak
kecil bagi orang-orang yang bercita-cita besar.”86
84 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim,..., h.79-81
85
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h.80-90
86
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 80
76
2. Hasyim Asy‟ari
Menurut Hasyim Asy‟ari peserta didik harus selalu
bersungguh-sungguh dalam setiap pelajaran yang diterangkan oleh
gurunya dengan tekun, konsentrasi, dan penuh perhatian, apabila hal itu
bisa ia lakukan dan hatinya tidak merasa keberatan dan selalu
mengadakan musyawarah dengan para sahabatnya sehingga setiap
pelajaran yang telah disampaikan oleh gurunya ia kuasai dengan baik.
Apabila ia tidak mampu untuk menguasai secara keseluruhan, maka
hendaknya ia memprioritaskan \pelajaran yang lebih penting terlebih
dahulu kemudian baru pelajaran yang lain. Seharusnya pelajar selalu
mengingat-ingat setiap peristiwa, kejadian yang terjadi dalam forum
diskusi dengan gurunya, beberapa manfaat, qaidah-qaidah, defenisi,
batasan dan lain sebagainya. Di samping itu pelajar hendaknya
mengulangi perkataan guru ketika sedang terjadi pross diskusi, karena
mengingat-ingat sesuatu hal itu mempunyai manfaat yang sangat luar
biasa. 87
Jadi peserta didik harus memperhatikan guru dengan sungguh-
sungguh, konsentrasi, penuh perhatian pada saat menerangkan materi.
selain itu, dalam menguasai suatu materi hendaknya menguasai meteri
yang penting terlebih dahulu. Setelah menghafal materi peserta didik
hendaklah di ulang-ulang sesering mungkin dan kebiasaan yang
dilakukan setiap hari. Dan pelajar hendaknya juga memiliki cita-cita
tinggi, sangat luhur, ibaratnya kaki boleh dibumi tapi cita-cita
menggelantung diangkasa, sehingga tidak boleh merasa cukup hanya
memiliki ilmu yang sedikit, padahal ia masih mempunyai kesempatan
yang cukup untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya, pelajar tidak
boleh bersifat qana‟ah (menerima apa adanya ) seperti yang diwariskan
87 Hasyim Asy‟ari, terj. Adab „Alim wal Muta‟allim, tt
77
oleh nabi, yaitu menerima sesuatu walaupun hanya sedikit. Pelajar tidak
boleh menunda-nunda dalam mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan
dan manfaat yang sangat munkin ia peroleh, karena menunda sesuatu itu
mengandung beberapa bahaya, disampingnya itu apabila pelajar bisa
mendapatkan ilmu secara cepat dan tepat waktu maka pada waktu yang
lain ia bisa mendapatkan sesuatu yang lain.88
Seorang pelajar hendaknya memiliki cita-cita yang tinggi
begitu juga dengan ilmu serta mempunyai tekad yang kuat, pelajar harus
mencari ilmu yang sebanyak-banyaknya, dan tidak boleh pelajar itu
menerima apa adanya saja.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam Q.S Al-Imran: 159 yang
berbunyi:
....
Artinya: .....Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-nya.
Pelajar harus selalu menggunakan kesempatan dengan sebaik-
baiknya terhadap waktu luangnya, kecekatannya, ketelitiannya, dan
waktu sehatnya dan dimasa mudanya sebelum datangnya perkaranya
yang bisa mencegah untuk mencari, menimba ilmu pengetahuan. 89
Pelajar harus bisa menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk
belajar agar ilmu yang dipelajari mudah di dapat dan bermanfaat.
88 Hasyim Asy‟ari, terj. Adab „Alim wal Muta‟allim, tt
89
Hasyim Asy‟ari, terj. Adab „Alim wal Muta‟allim, tt
78
D. Tawakal dan Tentang Ketabahan
1. al-Zarnuji
Selanjutnya, hendaknya seorang pelajar selalu berserah diri
(tawakal) kepada Allah selama menuntut ilmu. nJanganlah hatinya
terkait dengan urusan rezeki, dan sibuk untuk memikirkan akan hal itu.
90
Seorang pelajar seharusnya mengurangi ketergantungan
hatinya dari urusan keduniawian menurut kadar kemampuannya. Maka
dianjurkan agar setiap orang mampu menundukan nafsunya dengan
cara banyak-banyak beramal shaleh, sehingga tidak ada lagi peluang
untuk menuruti hawa nafsu. Tidak sepatutnya bagi orang yang berakal
digelisahkan oleh urusan duniawi, susah gelisah disini tidak akan
dapat menolak musibah, tidak juga bermanfaat bahkan membahayakan
hati, akal dan badan, lagi pula merusaka amal kebajikan. Tapi
hendaklah memusatkan perhatian pada urusan akhirat, karena hal
inilah yang bakal bermanfaat. 91
Dalam menuntut ilmu hendaklah berserah diri kepada Allah
dan memusatkan perhatian pada urusan akhirat dan tidak memikirkan
urusan dunia karena urusan akhirat lebih bermanfaat.
Menuntut ilmu juga merupakan perbuatan yang lebih mulia
bila dibandingkan dengan perang menurut mayoritas agama. Karena
itu, pahala yang didapat sebanding dengan tingkat kepayahan kala
mencarinya. Barang siapa yang bersabar, maka ia akan menemukan
manisnya ilmu mengungguli segala bentuk kemanisan (kelezatan)
yang ada di dunia ini.92
90 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 119
91
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim, Terj. Aliy As‟ad...,h.101-102
92 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 126-127
79
Sebagai contoh dapat dikemukakan kemenangan kaum
muslimin dalam perang badar. Jumlah kaum Quraisy tiga kali lipat
dibandingkan dengan kaum muslimin. Persenjataannya pun jauh lebih
lengkap. menurut perhitungan akal sehat, bisa dipastikan kaum
muslimin akan hancur. Tapi pasa saat-saat yang menentukan, justru
kemenangan berada dipihak pasukan Islam. Salah satu senjatanya yang
paling ampuh adalah sikap tawakal, yakni maju kemedan perang
dengan gagah dan berani sambil berserah diri kepada Allah Swt,
segala daya dan upaya dilakukan.93
Maka sebaiknya seorang pelajar mempunyai ketabahan dan
kesabaran dalam belajar kepada seorang guru, dalam menelaah kitab,
sehingga tidak meninggalkan sia-sia sebelum mempelajarinya dengan
sempurna. Tabah dan sabar dalam menghadapi satu bidang ilmu
pengetahuan dan tidak berpindah kepada ilmu yang lainya, tetap dalam
satu daerah dan tidak berpindah ke daerah yang lain. Maka jika hal itu
dilakukan, maka akan dapat membuat urusan menjadi tak karuan,
meresahkan hati, waktupun menjadi sia-sia serta menyakiti hati sang
guru. Karena itu, sebaiknya ia mampu menahan diri dan tidak
memperturutkan hawa nafsunya, sebagaimana syair:
Sesungguhnya hawa nafsu eksistensinya begitu rendah
dan hina. Orang yang terjajah oleh nafsu, maka ia laksanakan
jajahan nafsu itu sendiri.94
Seorang pelajar harus tabah dalam menghadapi seorang guru
dalam menelaah kitab, tabah disini yaitu tidak berpindah ke ilmu
lainnya.
93 Jiddan, Artikel Media Muslim, (http: myqalbu. wordpress.com diakses 27 Januari
206)
94
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 53
80
2. Hasyim Asy‟ari
Menurut Hasyim Asy‟ari hendaknya pelajar selalu pasrah dan
berserah diri kepada Allah, ia tidak boleh menyibukkan dirinya dengan
masalah rizqi, permusuhan dan bertentangan dengan seseorang,
menjauhkan diri dari pergaulan orang-orang yang ahli dalam hal
bicara, ahli kerusakan, maksiat, dan orang–orang yang tidak
mempunyai pekerjaan tetap (pengangguran). Karena berdampingan,
hidup bertetangga dengan orang –orang seperti itu pasti menimbulkan
dampak yang negatif.
Hendaknya pelajar ketika sedang pelajar menghadap kearah
kiblat, banyak mengamalkan, melakukan tradisi-tradisi Rasulullah
Saw, mengikuti ajakan ahli kebaikan, menjauhkan diri dari doanya
orang yang aniaya(madzlum), dan memperbanyak shalat dengan segala
kekhusukan.95
Dalam tawakal ini al-Zarnuji dan Hasyim Asy‟ari sama-sama
berpendapat bahwa pelajar harus pasrah dan berserah diri kepada
Allah Swt dan Ia tidak boleh menyibukkan diri dengan masalah rizqi.
Selain itu al-Zarnuji juga berpendapat bahwa peserta didik itu
sebaiknya mengurangi keduniawian, menuntukkan nafsu dengan cara
beramal shaleh, serta memusatkan perhatian ke akhirat. Sedangkan
menurut Hasyim Asy‟ari tidak boleh menyibukkan diri dengan
bermusuhan dan bertentangan dengan seseorang karena menuntut ilmu
merupakan perbuatan yang mulia.
E. Mengharapkan Faedah (Istifadah)
1. al-Zarnuji
Seorang pelajar seharusnya senantiasa mengharap faedah di
setiap waktunya, sehingga ia benar-benar berhasil meraih keutamaan,
95 Hasyim Asy‟ari, terj. Adab „Alim wal Muta‟allim, tt
81
dengan jalan hendaklah ia di setiap kesempatan selalu membawa alat
tulis (tempat tinta, pulpen dan buku tulis). Dan dengan alat tulis itu, ia
akan mencatat semua apa yang didengar, yang berkaitan dengan
faedah keilmuan. Dikatakan,” barang siapa yang hafal, tentu suatu saat
akan hilang (lupa), namun barang siapa yang mencatat pasti akan tetap
sepanjang masa. Dikatakan pula, bahwa yang dinamakan ilmu adalah
sesuatu yang diambil dari perkataan ulama, karena mereka
menghafalkan hal-hal yang baik dari apa yang didengarnya, dan
diucapkannya, yang kesempatannya itu berasa l dari hafalannya yang
paling baik.96
Sepatutnya seorang pelajar tidak menyia-nyiakan waktu dan
kesempatan, dengan mengunakan (untuk belajar dan mengharapkan
faedah) saat malam telah kelam atau tempat-tempat yang sunyi.
Seorang pelajar hendaknya tabah dalam memikul beban penderitaan
selama masa menuntut ilmu dan selalu merasakan keterpautan hati,
meskipun hal itu tidak diperkenankan dan merupakan tindakan yang
hina, namun hal itu diperbolehkan pada saat menuntut ilmu. Oleh
karena itu, seharusnya seorang belajar selalu terpaut hatinya kepada
guru-guru dan teman-temannya serta yang lainya, yang kesemuanya
itu tiada lain kecuali mengharapkan faedah dari mereka. Dikatakan,
ilmu tak akan ditentukan tanpa kehinaan yang tiada kemuliaan di
dalamnya.”
Dikatakan dalam sebuah syair:
Aku melihat napasmu mengingatkan kemuliaan. Maka
engkau tak akan pernah memperoleh kemuliaan tanpa
merendahkan nafsu yang bersemayam dalam dirimu itu. 97
96 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 142-13
97
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 144-146
82
Berdasarkan paparan diatas peserta didik hendaknya
memanfaatkan semua kesempatannya untuk belajar, hingga dapat
mencapai keutamaan. Caranya dengan menyediakan alat tulis disetiap
saat untuk mencatat hal-hal ilmiah yang diperolehnya. Kita haru ingat
bahwa umur itu pendek dan ilmu itu banyak. Oleh karena itu, peserta
didik janganlah menyia-nyiakan waktunya, sebaiknya kita selalu
memanfaatkan waktu-waktu malam dan saat-saat sepi.
2. Hasyim Asy‟ari
Sedangkan dalam hal ini penulis tidak menemukan bahwa
Hasyim Asy‟ari membahas tentang mengharapkan faedah (istifadah)
ini.
F. Wara’ ( Menjaga Diri dari yang Haram dan Syubhat) pada Masa
Belajar
Yang dimaksud dengan wara‟ itu ialah menjauhkan diri dari
perbuatan dosa. Di antara tanda-tanda sifat wara‟ adalah:
1. Sangat berhati-hati dari yang haram dan syubhat
2. Membuat pembatas diantaranya dan yang dilarang
3. Menjauhi dari semua yang diragukan
4. Tidak berlebihan dalam persoalan yang boleh
5. Tidak memberikan fatwa tanpa berdasarkan ilmu
6. Meninggalkan perkara yang tidak berguna.98
1. al-Zarnuji
Dalam kaitannya dengan masalah wara‟ ini para ulama
meriwayatkan sebuah hadis Rasulullah Saw. Beliau bersabda ,”barang
siapa yang tidak bersikap wira‟i dalam belajarnya maka Allah Swt
akan menimpakan bencana kepadanya dari salah satu tiga perkara;
a. Mati dalam usia remaja
98 Mahmud Muhammad al-Khazandar, Sifar Wara‟, Terj. Team Indonesia, Eko
Haryanto Abu Ziyad, (http:www. Islamhouse.com diakses 27 Januari 2016)
83
b. Ditempatkan diperkampungan orang bodoh
c. Ia akan dijadikan abdi penguasa.99
Jikalau masih ada seorang pelajar yang hidup wara‟ dalam
belajarnya, maka ilmunya akan menjadi lebih bermanfaat dan
dimudahkan belajarnya serta akan memperoleh faedah yang banyak.
Sebagian dari sifat wara‟ adalah hendaklah seorang pelajar
menjaga diri dari kekenyangan, suka tidur dan suka bicara yang tiada
manfaat. Begitu pula hendaknya ia sebisa mungkin untuk tidak makan
makanan pasar, karena makanan pasar itu lebih mendekatkan kepada
makanan najis dan kotor, di samping itu pula dapat menjauhkan diri
kepada Allah Swt, serta dapat mengakibatkan mudah lupa. Hal lain
yang menjadi alasan barangkali saat itu ada para fakir yang melihatnya
dan mereka mengingginkan makanan tersebut, namun tidak mampu
untuk membelinya, sehingga menyebabkan sakit hati. Karenanya,
memakan makanan pasar akan dapat menghilangkan berkah makanan
tersebut.100
Berdasarkan pendapat diatas seharusnya peserta didik
menjauhkan diri dari perbuatan dosa, yaitu dengan cara menjaga diri
dari kekenyangan, suka tidur, dan suka bicara yang tiada manfaat,
tidak memakan makanan pasar, karena makanan pasar itu lebih
mendekatkan kepada makanan najis dan kotor serta dapat menjauhkan
diri kepada Allah Swt.
Termasuk sebagian dari sifat wara‟ adalah hendaknya
menjauhi orang yang rusak, suka berbuat maksiat dan orang yang suka
menganggur, karena kesemuanya itu pasti akan membawa pengaruh.
hendaknya juga seorang pelajar yang wira‟i selalu menghadap kiblat
saat belajar, berlaku sebagaimana sunnah nabi Muhammad Saw.
99Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 147
100
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 148
84
Memohon doa kepada orang yang baik, serta menjaga diri dari doa
orang yang teraniaya.101
Seyogyanya seorang pelajar tidak menganggap remeh terhadap
adab (etika, tata krama) dan kesunahan ( ibadah-ibadah sunnah). Sebab
barang siapa yang menganggap remeh perbuatan sunnah, maka
tertutup baginya untuk menjalankan perbuatan fardhu. Dan kalau
perbuatan fardhu sudah dianggap remeh, maka akan terhalang baginya
pahala akhirat. Sebagian ulama mengatakan hadis tersebut berasal dari
Rasulullah Saw.
Jadi seorang pelajar hendaknya melakukan shalat sunnah dan
shalat dengan khusuk, karena hal itu akan mempermudah proses
belajar. selain itu pelajar hendaknya selalu membaca buku catatan
pada setiap kesempatan.
Begitu juga sebaiknya seorang pelajar selalu memperbanyak
melakukan shalat sunnah dan mendirikan shalat dengan khusuk,
karena hal itu dapat memberi pertolongan kepada keberhasilan
memperoleh ilmu dan belajar. Sebaiknya seorang pelajar ber-
musahabah (berteman) atau selalu membaca buku catatan pelajaran di
setiap kesempatan, agar dapat dipelajari (muthala‟ah). Sebab
dikatakan,”barang siapa yang tidak menaruh buku catatan di lengan
bajunya, maka hikmah yang diperolehnya tidak akan bersemayam
dalam kalbunya . Begitu pula hendaknya buku yang dibawa itu
berwarna putih (buku yang masih kosong dan belum ada tulisannya)
dan juga tidak lupa membawa alat tulis, supaya dapat mencatat segala
ilmu yang didengar. 102
101 Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h. 150
102
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim..., h.152-154
85
2. Hasyim Asy‟ari
Menurut Hasyim Asy‟ari seorang pelajar itu harus mengambil
tindakan terhadap diri sendiri dengan bersifat wira‟i (menjaga diri dari
perbuatan merusak harga diri) serta berhati-hati dalam setiap keadaan,
memperhatikan kehalalan makanannya, baik itu berupa makanan,
minuman, pakaian, dan tempat tinggal dan setiap sesuatu yang ia
butuhkan, agar hatinya terang dan pantas untuk menerima ilmu,
cahaya ilmu dan mengambil kemanfaatan ilmu. Seyogyanya pencari
ilmu juga menggunakan kemudahan-kemudahan pada tempatnya
ketika dibutuhkan dan adanya sebab-sebabnya, karena Allah Swt
menyukai kemurahan-kemurahannya dilaksanakan sebagaimana dia
menyukai ketetapan- ketepan-Nya dilaksanakan.103
Seorang pelajar harus menjaga diri dari perbuatan yang
merusak harga diri dengan cara berhati-hati setiap saat yaitu dengan
cara memperhatikan kehalalan makanan, minuman dan tempat tinggal
dan semua yang dibutuhkan, agar hatinya kterang dan pantas untuk
menerima ilmu, cahaya ilmu dan manfaat ilmu.
Harus mempersedikit makan yang merupakan salah satu sebab
tumpulnya otak, lemahnya panca indra, seperti buah apel, yang
masam, kacang sayur, minum cuka, begitu juga makanan yang
menimbulkan dahak, yang dapat mempertumbul akal pikiran dan
memperberat badan, seperti terlalu banyak minum susu, makan ikan,
dan lain sebagainya. Seyogianya juga ia menjauhkan diri dari hal-hal
yang menyebabkan lupa secara khusus seperti memakan makanan
yang telah dimakan tikus, membaca tulisan di maesan (pathok
pekuburan), masuk di antara dua ekor yang ditarik dan menjatukan
103 Hasyim Asy‟ari, terj. Adab „Alim wal Muta‟allim, tt
86
kutu dalam keadaan hidup. 104
Harus berusaha mengurangi tidur
selama tidak menimbulkan bahaya pada tubuh dan akal pikirannya.
Jam tidur tidak boleh melebihi dari delapan jam dalam sehari
semalam. Dan itu sepertiga dari waktu satu hari (dua puluh empat
jam). Jika keadaannya memunkinkan untuk melakukannya. Apabila ia
merasa terlalu lelah, maka tidak ada masalah untuk memberikan
kesempatan untuk beristirahat terhadap dirinya, hatinya dan
penglihatannya dengan cara mencari hiburan, bersantai ketempat
tempat hiburan sekiranya pulih kembali dan tidak menyia-nyiakan
waktu. 105
Berdasarkan paparan diatas al-Zarnuji dan Hasyim Asy‟ari
mempunyai pendapat yang sama yaitu sebagai peserta didik sebaiknya
mempersedikit makan atau menjaga diri dari kekenyangan serta
mengurangi tidur.
Sedangkan perbedaannya al-Zarnuji mengatakan kita sebagai
peserta didik juga harus menjaga diri dari suka tidur, jangan bicara
yang tiada bermanfaat dan sebisa mungkin tidak makan makanan
pasar, serta menjauhi orang yang rusak, suka berbuat maksiat dan
orang yang suka mengangur. Sedangkan menurut Hasyim Asy‟ari kita
sebagai peserta didik hendaklah menjaga diri dari perbuatan merusak
harga diri, serta berhati-hati dalam setiap keadaan, memperhatikan
kehalalan makanan.
104 Hasyim Asy‟ari, terj. Adab „Alim wal Muta‟allim, tt
105
Hasyim Asy‟ari, terj. Adab „Alim wal Muta‟allim, tt
87
TABEL
Perbandingan Pemikiran al-Zarnuji dengan Hasyim Asy’ari tentang Cara
Peserta Didik dalam Mencari Ilmu
No Ruang Lingkup
Pembahasan
Persamaan/ Perbedaan
1 Niat Ketika
Menuntut Ilmu
Persamaannya: al-Zarnuji dan Hasyim Asy‟ari sama
sama berpendapat bahwa peserta didik itu harus
mempunyai niat untuk menuntut ilmu dengan tujuan
mencari ridha Allah Swt, bukan untuk memperoleh tujuan
duniawi dan popularitas di hadapan manusia.
Perbedaannya: al-Zarnuji niat itu harus dengan sungguh-
sungguh dan disertai dengan berprilaku tawaduk dan iffah.
Sedangkan menurut Hasyim Asy‟ari tujuan dalam
menuntut ilmu bukan hanya untuk mencari ridha Allah
Swt saja tetapi juga menghidupkan syari‟at, menghiasi
batin serta mampu mengamalkannya.
2 Memilih Ilmu,
Guru, Teman
Dalam memilih ilmu Al-Zarnuji dan Hasyim Asy‟ari
berbeda pendapat, al-Zarnuji berpendapat seharusnya
peserta didik seharusnya memilih ilmu yang baik, dan
mendahulukan mempelajari ilmu tauhid, sehingga dapat
mengetahui dan memahami Allah Swt dengan dalil-dalil
dan bukti-bukti yang jelas. Dalam memilih hadits pelajar
juga harus memilih ilmu kuno, jangan memilih ilmu baru,
dan jangan mempelajari ilmu debat. Karena debat akan
menjauhkan seorang pelajar untuk mempelajari ilmu
fikih, menyia-nyiakan umur dan menimbulkan
permusuhan. Sedangkan Hasyim Asy‟ari berpendapat
seharusnya peserta didik harus mendahulukan ilmu
88
fhardu „ain yang berupa ilmu tauid, ilmu fikih, ilmu
tasawuf. Disamping itu peserta didik harus mempelajari
ilmu yang berkaitan dengan kitab-kitab Allah (tafsir al-
Qur‟an) agar ia mempunyai keyakinan dan i‟tiqad yang
sangat kuat. Dalam mepelajari suatu ilmu hendaknya
pada peserta didik yang permulaan berpegang pada satu
kitab saja, karena dengan banyak kitab akan membuat dia
bingung, tetapi adakalanya diperbolehkan dengan syarat
siswa mampu menggunakan satu metode dan
mendapatkan izin dari gurunya. Peserta didik tidak bisa
langsung menghafal suatu materi melainkan materi
tersebut harus dipelajari terlebih dahulu dengan guru yang
profesional. Dalam mempelajari tersebut peserta didik
harus mempersiapkan tempat tinta, pulpen dan pisau
untuk memperbaiki bahasa atau i‟rab. Setelah itu baru
dihafal hendaknya diulang-ulang sesering mungkin.
Didalam memilih teman al-Zarnuji mempunyai
Persamaan yaitu al-Zarnuji dan Hasyim Asy‟ari sama-
sama berpendapat hendaknya seorang pelajar memilih
guru yang mampu menjaga diri atau etikanya.
Perbedaannya: al-Zarnuji berpendapat hendaknya
pelajar memilih guru yang benar-benar memiliki
pengetahuan yang tinggi, guru yang mampu menjaga
kehormatan diri, dan hendaknya guru lebih tua dari
pelajar dan bermusyawarah dalam menentukan guru
hendaknya agar tidak akan salah dalam memilih seorang
guru. Sedangkan memurut Hasyim Asy‟ari berpendapat
dalam memilih guru harus sesuai dengan bidangnya,
89
mempunyai sifat kasih sayang, bagus metode
pengajarannya dan pemahamannya.
Dalam memilih teman menurut al-Zarnuji kita harus
memilih teman yang rajin, wira‟i, berwatak jujur, dan
lurus dan teman yang mudah memahami, baik memahami
masalah maupun memahami teman lainnya. sebaiknya
menjauhi teman yang malas, suka mengangur, banyak
omong, berprilaku rusak serta suka memfitnah.
Sedangkan Hasyim Asy‟ari berpendapat jika ingin
memiliki ilmu maka peserta didik harus meninggalkan
pergaulan, khususnya dengan lawan jenis, jika memang
benar-bemar membutuhkan orang lain pilihlah yang
beramal shaleh.
3 Bersungguh-
sungguh,
Kontiunitas, dan
Cita-cita
Perbedaannya: Menurut al-Zarnuji dalam belajar harus
bersungguh-sungguh, apabila bila belajar dilakukan
dengan sungguh-sungguh maka akan mendapatkan ilmu
tersebut dan niat belajar tersebut harus benar-benar datang
dari hati atau tidak. Seorang pelajar harus mengulang
pelajarannya. Waktu yang tepat adalah awal dan akhir
malam, karena mengulang pelajaran pada saat awal malam
ilmu yang dipelajari akan mudah didapat dan begitu juga
mengulang pelajaran pada akhir malam atau sesudah shalat
subuh akan mudah masuk kepikiran. Karena saat itu
pikiran masih fres atau belum terlalu banyak yang dipikirin
dan diwaktu tersebut merupakan waktu yang penuh
berkah. Seorang pelajar harus memiliki cita-cita yang
tinggi, bukan hanya cita-cita tetapi cita-cita tersebut harus
diimbangi dengan sungguh-sungguh atau dengan niat yang
90
ikhlas.
Sedangkan menurut Hasyim Asy‟ari peserta didik harus
memperhatikan guru dengan sungguh-sungguh,
konsentrasi, penuh perhatian pada saat menerangkan
materi. Selain itu, dalam menguasai suatu materi
hendaknya menguasai meteri yang penting terlebih dahulu.
Setelah menghafal materi peserta didik hendaklah di
ulang-ulang sesering mungkin dan kebiasaan yang
dilakukan setiap hari. Seorang pelajar hendaknya memiliki
cita-cita yang tinggi begitu juga dengan ilmu, pelajar harus
mencari ilmu yang sebanyak-banyaknya, dan tidak boleh
pelajar itu menerima apa adanya saja.
4 Tawakal dan
Tentang
Ketabahan
Persamaannya: al-Zarnuji dan Hasyim Asy‟ari sama-
sama berpendapat bahwa pelajar harus pasrah dan
berserah diri kepada Allah Swt dan Ia tidak boleh
menyibukkan diri dengan masalah rizqi.
Perbedaanya: al-Zarnuji juga berpendapat bahwa peserta
didik itu sebaiknya mengurangi keduniawian,
menuntukkan nafsu dengan cara beramal shaleh, serta
memusatkan perhatian ke akhirat. Sedangkan menurut
Hasyim Asy‟ari tidak boleh menyibukkan diri dengan
bermusuhan dan bertentangan dengan seseorang karena
menuntut ilmu merupakan perbuatan yang mulia.
Menurut al-Zarnuji Seorang pelajar harus tabah dalam
menghadapi seorang guru dalam menelaah kitab, tabah
disini yaitu tidak berpindah ke ilmu lainnya. Sedangkan
Hasyim Asy‟ari tidak ditemukan membahas tentang
ketabahan.
91
5 Mengharapkan
faedah
(istifadah)
Menurut al-Zarnuji peserta didik hendaknya
memanfaatkan semua kesempatannya untuk belajar,
hingga dapat mencapai keutamaan. Caranya dengan
menyediakan alat tulis disetiap saat untuk mencatat hal-
hal ilmiah yang diperolehnya. Harus ingat bahwa umur
itu pendek dan ilmu itu banyak. Oleh karena itu, peserta
didik janganlah menyia-nyiakan waktunya, sebaiknya
selalu memanfaatkan waktu-waktu malam dan saat-saat
sepi.
Sedangkan Hasyim Asy‟ari tidak ditemukan membahas
tentang istifadah ini.
6 Wara‟ (Menjaga
Diri dari yang
Haram dan
syubhat) pada
Masa Belajar
Persamaannya: al-Zarnuji dan Hasyim Asy‟ari
mempunyai pendapat yang sama yaitu sebagai peserta
didik sebaiknya mempersedikit makan atau menjaga diri
dari kekenyangan serta mengurangi tidur.
Perbedaanya: al-Zarnuji mengatakan kita sebagai peserta
didik juga harus menjaga diri dari suka tidur, jangan bicara
yang tiada bermanfaat dan sebisa mungkin tidak makan
makanan pasar, serta menjauhi orang yang rusak, suka
berbuat maksiat dan orang yang suka mengangur.
Sedangkan menurut Hasyim Asy‟ari sebagai peserta didik
hendaklah menjaga diri dari perbuatan merusak harga diri,
serta berhati-hati dalam setiap keadaan, memperhatikan
kehalalan makanan.
92
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mengenai
pemikiran Al-Zarnuji tentang cara peserta didik mencari ilmu dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Niat Ketika Menuntut Ilmu
Seorang pelajar itu harus mempunyai niat yang sungguh-sungguh
dengan tujuan mencari ridha Allah Swt, bukan tujuan duniawi atau
popularitas, mencari harta benda serta jabatan, dan berbuat iffah
2. Memilih ilmu, Guru, Teman
Dahulukan ilmu tauhid, hadits pilihlah ilmu kuno, jangan mempelajari
ilmu debat. Pilih guru yang wira‟i, intelektualitas, lebih tua,
bermusyawarah dalam menentukan guru. Pilih teman yang rajin, wira‟i,
berwatak jujur, dan lurus dan teman yang memahami. Jauhi teman yang
malas, mengangur, banyak omong, berprilaku rusak serta suka memfitnah.
3. Bersungguh-sungguh, Kontiunitas dan Cita-cita
Harus bersungguh-sungguh, apabila bila belajar dilakukan dengan
sungguh-sungguh akan mendapatkan ilmu tersebut dan niat belajar tersebut
harus benar datang dari hati. Waktu yang tepat adalah awal dan akhir
malam, diwaktu tersebut merupakan waktu yang penuh berkah. Seorang
pelajar harus memiliki cita-cita yang tinggi, dan tekad yang kuat dan
menuntut ilmu, dan diimbangi dengan niat yang ikhlas.
4. Tawakal dan Tentang Ketabahan
Hendaklah selalu pasrah dan berserah diri kepada Allah Swt, jangan
menyibukkan dirinya dengan masalah rizqi, sebaiknya mengurangi
keduniawian, menuntukkan nafsu dengan cara beramal shaleh, serta
memusatkan perhatian ke akhirat. Harus tabah dalam menghadapi guru
dalam menelaah kitab, tabah disini yaitu tidak berpindah ke ilmu lainnya.
93
5. Mengharapkan Faedah (Istifadah)
Manfaatkan kesempatannya untuk belajar, hingga dapat mencapai
keutamaan. Caranya dengan menyediakan alat tulis disetiap saat untuk
mencatat hal-hal ilmiah yang diperolehnya. Ingat bahwa umur itu pendek
dan ilmu itu banyak. Oleh karena itu, janganlah menyia-nyiakan waktunya,
sebaiknya kita selalu memanfaatkan waktu-waktu malam dan saat-saat
sepi.
6. Wara‟ (Menjaga Diri dari yang Haram dan Syubhat) pada Masa Belajar
Pelajar sebaiknya menjaga diri dari kekenyangan serta kurangi tidur.
Jangan bicara yang tiada bermanfaat dan sebisa mungkin tidak makan
makanan pasar, menjauhi orang yang rusak,
B. Saran
Dari kesimpulan penelitian yang penulis ungkapkan diatas, penulis
menyarankan sebagai berikut:
1. Bagi sekolah-sekolah dalam melaksanakan kegiatan pendidikan,
hendaknya memasukkan pikiran-pikiran al-Zarnuji ini agar peserta didik
dapat mencapai tujuan belajarnya dengan baik.
2. Kepada para pendidik agar merealisasikan pendapat yang dikemukakan
oleh al-Zarnuji dalam menjalankan tugasnya sebagai orang yang
bertanggung jawab dalam pendidikan dan pengajaran
3. Kepada pelajar agar merealisasikan pendapat yang dikemukakan oleh al-
Zarnuji dalam menjalankan tugasnya sebagai orang yang sedang mencari
ilmu untuk mencapai tujuan yang diharapkan serta pembelajaran yang
dilakukan mendapatkan nilai ibadah disisi Allah Swt.
4. Penulis mengharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat
menyempurnakan penelitian yang penulis lakukan ini, penulis juga terbuka
menerima saran serta kritikan dari semua pihak, demi sempurnanya
penelitian ini.
94
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2000
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Seri Kajian Filsafat
Kajian Islam, Jakarta: Rajawali Persada,2001
Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam), Cet.2, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2001
Abudin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru Dan Murid, Jakarta:
PT Raja Grafindo, 2001
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Semarang: Menara Kudus, 2006
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim, Terj. Ahmad Zacky el-Syafa dan Faizah Ulfah
Choiri, Yogyakarta: Mutiara Media, 2014
Al-Zarnuji, Ta‟lim Al-Muta‟allim, Terj. Aliy As‟ad, Yogyakarta: Mutiara Kudus,
2007
Arief Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh Metode Penelitian Mengenai
Tokoh, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005
Badri Yatim, Sejarah Peradapan Islam, Jakarta:Raja Grafindo Persada,2002
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Batusangkar: STAIN Batusangkar Press,
2000
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang- undang
dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: 2006
Fatmawati, Sejarah Peradaban Islam, Batusangkar, STAIN Batusangkar press,
2010
Fazlur Rahman, Islam terj. Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka, 1997
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi Dan
Pendidikan, Jakarta: Pustaka Utama,1989
95
Hasan Langgulung, Pendidikan Menghadapi Abad 21, Jakarta: Pustaka Al-Husna,
1988
Hasyim Asy‟ari, Adab „Alim Wal Muta‟allim, tt
http://mustastghitsin-aghitsna.blogspot.com/2015/11/nilai-etika-kitab-ta‟lim al-
mutaallim.html
http://www.masterfajar.co.cc/2015/11/analisis-kritis-terhadap-kitab-talimul.html
Jiddan, Artikel Media Muslim, http: myqalbu. wordpress. com diakses 27 Januari
2016
Jujun S Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia,2009
Mahmud Muhammad al-Khazandar, Sifat Wara‟, Terj. Team Indonesia, Eko
Haryanto Abu Ziyad, http: www.Islamhouse. com diakses 27 Januari 2016
Nur Hayati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005
Obsevasi Lapangan Penulis, 26 April 2015
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Batusangkar, Buku pedoman Penulisan
Skripsi STAIN Batusangkar2004
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2011
Sya‟roni, Model Relasi Ideal Guru Dan Murid, Telaah Atas Pemikiran Al-Zarnuji
Dan Kh.Hasyim Asy‟ari, Yogyakarta:Teras,2007
Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:PT
Rineka Cipta,2000
Syamsul Kurniawan Dan Erwin Mahrus, Jejak Tokoh Pemikiran Tokoh
Pendidikan Islam, Jogjakarta:Ar-Ruzz media, 2011
Tim Redaksi Fokus media, Himpunan Peraturan Perundangan Standar Nasional
Pendidikan, Bandung: Fokusmedia, 2005
96
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 SISDIKNAS Sistem
Pendidikan Nasional 2006
Zuharini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992
97