persyaratan mencari ilmu bagi siswa menurut al...
TRANSCRIPT
PERSYARATAN MENCARI ILMU BAGI SISWA
MENURUT AL-ZARNUJI
(Upaya Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum)
SKRIPSI
Disusun Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Oleh:
AHMAD MUNIF
NIM : 3105139
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
TAHUN 2011
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ahmad Munif
NIM : 053111139
Jurusan/ Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya
saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Semarang, 18 Juni 2011
Saya yang menyatakan,
Ahmad Munif
NIM: 053111139
iv
NOTA PEMBIMBING Semarang, 31 Mei 2011
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
di Semarang
Assalamu’alaikum wr. wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi
naskah skripsi dengan:
Judul : Persyaratan Mencari Ilmu Bagi Siswa Menurut Al Thariqat Al-
Zarnuji (Upaya Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim Al-Muta’alim
Thariqat Al-Ta’alum)
Nama : Ahmad Munif
NIM : 053111139
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam sidang munaqosyah.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
v
ABSTRAKSI
Judul : Persyaratan Mencari Ilmu Bagi Siswa Menurut Al Thariqat Al-Zarnuji
(Upaya Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim Al-Muta’alim Thariqat Al-
Ta’alum).
Nama : Ahmad Munif
NIM : 053111139
Banyak sekali fenomena-fenomena negatif yang terjadi dalam pendidikan di
sekolah. Selain fenomena internal siswa, juga terdapat diluar lembaga pendidikan.
Peran guru sebagai pendidik juga sangat penting dalam mengarahkan peserta didik
agar mampu melihat secara nyata terhadap peristiwa tersebut. Term guru dan murid
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan kata lain tidak ada
proses pendidikan jika tidak ada kedua unsur tersebut. Keduanya memegang peranan
yang urgen. Seorang guru memegang kunci keberhasilan dan keberlangsungan
pendidikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Persyaratan mencari ilmu bagi
siswa menurut imam al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-
Ta’alum; (2) Makna kontekstual dari enam syarat mencari ilmu bagi siswa menurut
imam al-zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum.
Skripsi ini tergolong dalam penelitian kepustakaan (library research) dengan
pendekatan kontekstual, yaitu mengkontekstualisasikan enam syarat mencari ilmu
menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum (variabel 1)
dengan proses mencari ilmu bagi siswa atau peserta didik (variabel 2). Dalam hal ini,
upaya kontekstualisasi dalam penelitian ini dibangun berdasarkan reinterpretasi
terhadap enam syarat tersebut secara kontekstual.
Data yang sudah terkemupul kemudian diinterpretasikan kembali dengan
menggunakan metode analisis deskriptif untuk mengetahui rumusan kontekstualisasi
enam syarat mencari ilmu bagi siswa menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-
Muta’alim Thariqat al-Ta’alum. Upaya kontekstualisasi pemikiran al-Zarnuji tersebut
sangatlah diperlukan oleh siswa dalam proses mencari ilmu sebagai landasan etis-
epistemologis. Sebab, kegiatan mencari ilmu yang didalam Islam merupakan suatu
kewajiban bagi setiap orang akan mencapai kesuksesan jika dilakukan berdasarkan
prosedur-prosedur atau tuntunan yang telah diajarkan oleh ilmuwan-ilmuwan Islam
itu sendiri. Mereka adalah para ulama terdahulu (salaf) yang dapat dijadikan
suritauladan oleh generasi Islam sesudahnya, sehingga kejayaan Islam dalam bidang
ilmu pengetahuan yang telah dicapai oleh para ilmuwan Islam terdahulu dapat
dihidupkan kembali.
Hasil penelitian membuktikan bahwa pemikiran imam al-Zarnuji tentang
persyaratan mencari ilmu dapat menjadi inspirasi bagi para pencari ilmu lintas zaman.
vi
Pemikiran al-Zarnuji tersebut meskipun telah ditulis beberapa abad yang lalu ternyata
masih memiliki relevansi dengan teori-teori pendidikan kontemporer. Enam syarat
yang disebutkan oleh al-Zarnuji (cerdas, kemauan keras, sabar, biaya, petunjuk guru
dan waktu yang lama) merupakan tuntunan yang harus dijadikan modal oleh para
pencari ilmu guna mencapai kesuksesan, yaitu mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
Tuntunan tersebut diharapkan menjadi kepribadian siswa yang akan tercermin dalam
setiap usaha dalam menuntut ilmu, sehingga ilmu yang telah didapatkan tidak hanya
menjadi pengetahuan kognitif saja tapi juga menjadi keterampilan afektif sekaligus
psikomotorik.
Dengan demikian, diharapkan penelitian ini bisa memperkaya khazanah
keilmuan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan menjadi terobosan
ilmiah yang konstruktif bagi segenap praktisi pendidikan Islam dalam rangka
menciptakan satu pola pendidikan yang Islami untuk menjawab tantangan dan
perkembangan zaman. Wallahu a’lam.
vii
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini saya persembahkan kepada :
Keluarga saya bapak Khanafi ibu Murminah, dan kakak khafidhoh dan zaidatun
nikmah yang telah memberi semangat dan kasih sayang yang tak terhingga dan yang
senantiasa menghadiahkan do`a demi keberhasilan dan kesuksesanku.
Sahabat-sahabat terdekatku (Sigit, Sofyan, Humam, Abadi, Mbah Din, Eko, Chepin,
dan Lisin) yang selalu memberikan semangat dan dukungan sepenuhnya hingga
skripsi ini dapat saya selesaikan.
Sahabat-sahabatku dari berbagai kontrakan (Talenta, Irkos, Sahabat, D-max,
Labiba), organisasi (TSC, PMII, Labiba,Kucing Miring, B-One) dan masih banyak
lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang selalu menemaniku dalam suka
dan duka.
Semoga semuanya mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amien…..
viii
MOTTO
$ pκš‰r' ‾≈ tƒ t Ï% ©! $# (#þθ ãΖtΒ#u #sŒ Î) Ÿ≅Š Ï% öΝä3 s9 (#θ ßs ¡¡x� s? † Îû ħ Î=≈ yf yϑø9 $# (#θ ßs |¡øù$$ sù Ëx|¡ø�tƒ
ª! $# öΝä3 s9 ( #sŒ Î)uρ Ÿ≅Š Ï% (#ρ â“ à±Σ$# (#ρ â“ à±Σ$$ sù Æì sùö�tƒ ª! $# t Ï% ©! $# (#θ ãΖtΒ#u öΝä3ΖÏΒ t Ï% ©! $#uρ (#θ è?ρ é&
zΟ ù=Ïèø9 $# ;M≈ y_ u‘ yŠ 4 ª!$#uρ $ yϑÎ/ tβθè=yϑ÷ès? ×��Î7yz ∩⊇⊇∪
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.1(Q.S. Al Mujadillah : 11).
1 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an dan Terjemahannya Departemen Agama RI,
(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1998), hlm. 1011.
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang maha pengasih dan penyayang, bahwa atas
rahmat dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang
berjudul “Persyaratan Mencari Ilmu Bagi Siswa Menurut Al-Zarnuji (Upaya
Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim Muta’alim Thariqat Al-Ta’alum)” ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1)
Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti tentunya tidak terlepas dari bimbingan
dan saran-saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebanyak-
banyaknya kepada:
1. Dr. Sudjai, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang.
2. Nasirudin, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
3. Mahfud Sidiq, L.C. selaku Dosen Wali yang selalu membimbing peneliti
selama studi di bangku perkuliahan.
4. Drs. Darmuin, M.Ag dan A. Muthohar M.Pd, selaku dosen pembimbing, yang
selalu menyempatkan waktunya disela-sela kesibukannya yang super padat
hanya sekedar memberikan bimbingan dan arahannya.
5. Para Dosen di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, yang telah
membekali berbagai pengetahuan, sehingga peneliti mampu menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini.
6. Semua kerabat saya yang telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan
skripsi ini.
7. Serta berbagai pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan, kepada semuanya,
peneliti mengucapkan terima kasih disertai doa semoga budi baiknya diterima
oleh Allah SWT, dan mendapatkan balasan berlipat ganda dari Allah SWT
Amin......
x
Pada akhirnya peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai
kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya, namun peneliti tetap berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi peneliti sendiri khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Semarang, 19 Juni 2011
Peneliti,
Ahmad Munif
NIM: 053111139
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ..................................................................................................... i
Pernyataan Keaslian ................................................................................................. ii
Halaman Pengesahan ........................................................................................... iii
Halaman Nota Pembimbing ................................................................................. iv
Abstrak .. ............................................................................................................... v
Halaman Persembahan ......................................................................................... vi
Halaman Moto ......................................................................................... ............. vii
Halaman Kata Pengantar . ..................................................................................... ix
Halaman Daftar Isi . .............................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah . ................................................................... 1
B. Penegasan Istilah . ............................................................................. 5
C. Rumusan Masalah .............................................................................. 8
D. Tujuan Penelitian . .............................................................................. 8
E. Kajian Pustaka . .................................................................................. 9
F. Metode Penelitian . ............................................................................. 11
G. Sistematika Penulisan Skripsi . ........................................................... 14
BAB II KONSEPSI NORMATIF FILOSOFIS TENTANG HAKIKAT
MANUSIA DAN ILMU
A. Hakekat Manusia . .............................................................................. 16
B. Hakikat Ilmu . .................................................................................... 22
C. Hubungan Manusia dan Ilmu . ........................................................... 29
D. Sifat Manusia . .................................................................................... 29
E. Kewajiban Penuntut Ilmu . ................................................................. 32
F. Pentingnya Ilmu Pengetahuan bagi Manusia . .................................... 33
xii
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG KITAB TA’LIM AL-
MUTA’ALIM THARIQAT AL TA’ALUM
A. Biografi al-Zarnuji . ............................................................................ 37
B. Latar Belakang Pendidikan al-Zarnuji . .............................................. 40
C. Latar Belakang Sosial Politik . ........................................................... 43
D. Hasil karya al-Zarnuji . ....................................................................... 46
E. Gambaran Umum Isi Kitab Ta’lim al Muta’alim . ............................. 47
F. Persyaratan Mencari Ilmu Dalam Kitab Ta’lim al Muta’alim . ........ 49
1) Cerdas . ........................................................................................... 52
2) Rasa Ingin Tahu yang Tinggi . ....................................................... 53
3) Sabar . ............................................................................................. 54
4) Biaya . ............................................................................................ 55
5) Petunjuk dari Guru . ....................................................................... 56
6) Waktu yang Lama . ........................................................................ 57
BAB IV ANALISIS KONTEKTUALISASI PERSYARATAN MENCARI ILMU
DALAM KITAB TA’LIM AL MUTA’ALIM
A. Cerdas . ................................................................................................. 60
B. Rasa ingin tahu yang tinggi . ................................................................ 64
C. Sabar .. .................................................................................................. 66
D. Biaya ... ............................................................................................... 67
E. Petunjuk dari Guru . ............................................................................. 68
F. Waktu yang Lama .. ............................................................................. 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan . ....................................................................................... 75
B. Saran-saran . ......................................................................................... 77
C. Penutup . ............................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Banyak sekali fenomena-fenomena negatif yang terjadi dalam pendidikan di
sekolah. Siswa bunuh diri akibat dia tidak lulus dalam ujian akhir nasional sekolah,
tawuran antar sekolah, merokok dan nongkrong di jalanan, bolos sekolah, menjajakan
uang SPP untuk pesta bersama temanya dan lain-lainya. Ini merupakan contoh dari
fenomena internal siswa. Lalu apa yang menyebabkan siswa melakukan hal tersebut?
Tapi tidak jarang pula pendidikan memberikan kontribusi yang besar terhadap dunia.
Tentunya dengan adanya teknologi-teknologi canggih yang memudahkan manusia
untuk melakukan aktifitasnya.
Selain fenomena internal siswa, juga terdapat diluar lembaga pendidikan.
Diantaranya anggapan masyarakat yang mengatakan bahwasanya anak disekolahkan
adalah untuk mencari pekerjaan dan mendapatkan yang lebih baik dari orang tuanya.
Sehingga yang terjadi siswa tidak peduli yang namanya pelajaran (ilmu) yang
diajarkan oleh guru, yang penting ketika lulus dia mendapatkan pekerjaan dan materi
yang layak. Atau selain itu ilmu sebagai batu loncatan digunakan untuk mencari
pekerjaan.
Fenomena tersebut merupakan hal yang wajar terjadi pada siswa apabila siswa
tersebut belum mempunyai bekal yang cukup dari dirinya sendiri. Seperti pada
fenomena internal yang berkenaan dengan kenakalan siswa; ketika kembali
mengingat pada waktu kecil anak ditanya, nanti kalau besar mau jadi apa? banyak
anak-anak yang menjawab dengan unik. Siswa pun juga sama ketika siswa masuk ke
lembaga sekolah dia sebenarnya punya cita-cita yang besar, tapi karena kesulitan dan
kegagalan dalam meraih cita-citanya yang terjadi adalah siswa melakukan apa yang
diinginkannya.
2
Fenomena eksternal lembaga salah satunya terjadi karena adanya masyarakat. Ini
terjadi karena pengetahuan masyarakat yang melihat secara nyata banyak orang yang
berilmu tapi tidak mempunyai kehidupan yang layak. Layak disini diartikan
mempunyai uang yang banyak. Anggapan seperti itu akan membentuk karakter siswa
menjadi manusia yang materialis yang tidak mau tahu terhadap tujuan didirikannya
sekolah. Padahal sekolah adalah lembaga formal untuk menimba ilmu dan
pembentukan akhlak yang mulia. Inilah yang menyebabkan nilai yang ada didalam
ilmu hilang. Sehingga yang terjadi ilmu tidak akan berkembang tapi akan berjalan
stagnan.
Fenomena tersebut terlihat jelas bahwasanya pada dasarnya manusia mempunyai
keinginan untuk mendapatkan sesuatu atau kepuasan untuk dirinya. Jika kepuasan
yang satu tidak didapatkan maka manusia tersebut akan mencari kepuasan yang lain.
Teori tersebut akan senantiasa ada pada diri manusia karena didalam diri manusia
terdapat nafsu. Tapi beda ketika kepuasan tersebut dialihkan dengan objek ilmu,
maka yang terjadi adalah kebaikan bagi manusia dan lingkungannya.
Peran guru sebagai pendidik sangat penting dalam mengarahkan peserta didik
agar mampu melihat secara nyata terhadap peristiwa tersebut. Tepat sekali apa yang
dikatakan oleh Ho Chi Minh bapak bangsa Vietnam yaitu No teachers No education
artinya tanpa guru tidak ada pendidikan. Ungkapan ini menyiratkan makna yang
mendalam yaitu guru berada dalam posisi sentral dan harus terjamin otonomi
pedagogisnya.1 Term guru dan murid merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dengan kata lain tidak ada proses pendidikan jika tidak ada kedua unsur
tersebut. Keduanya memegang peranan yang urgen. Seorang guru memegang kunci
keberhasilan dan keberlangsungan pendidikan.
Pendidikan mengajarkan kita untuk selalu belajar. Karena itu adalah modal awal
untuk mendapatkan ilmu. Dalam proses pendidikan terdapat tiga unsur yang tidak
bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Yaitu pendidik, peserta didik atau
1 Mohamad Surya, Percikan Perjuangan Menuju Guru Profesional, Sejahtera, dan Terlindungi, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2006 ), hlm. 2
3
siswa dan realitas dunia. Pendidik dan siswa adalah subjek sadar sedangkan realitas
dunia adalah objek tersadar atau disadari. Subjek sadar berarti orang yang dengan
kesadarannya melakukan suatu pekerjaan secara aktif, sedangkan objek tersadar
berarti sesuatu yang dikenai pekerjaan dan hanya bersifat pasif. Ketiga unsur tersebut
dalam pendidikan akan selalu terkait dalam membentuk suatu struktur keilmuan. Ilmu
akan mudah didapatkan dalam lembaga pendidikan apabila terdapat kerjasama yang
baik antara guru dan murid dalam menangkap sebuah realitas dunia.
Lembaga pendidikan dikatakan berhasil itu bukan ketika lembaga tersebut
tekenal, tapi lembaga tersebut mampu menciptakan pelajar yang mempunyai ilmu
sesuai dengan keinginannya. Dan ilmu yang didapatkannya mampu diaplikasikan
dalam bentuk nyata, seperti pengabdian kepada masyarakat. Selain itu ilmu bila
diaplikasikan dalam bentuk kesadaran diri juga akan membentuk sebuah prilaku yang
mulia. Itulah yang sebenarnya inti dari adanya pendidikan.
Mencari ilmu merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh seseorang
semenjak lahir sampai saat-saat sebelum meninggalkan dunia. Orang yang menjalani
pendidikan ini tentunya mempunyai harapan bahwasanya apa yang dia pelajari akan
mencapai suatu kesuksesan atau keberhasilan yang nantinya akan dapat dipergunakan
sebagai bekal menghadapi masa depannya. Dalam hal ini indikator yang bisa
dijadikan sebagai petunjuk bahwa seseorang dianggap berhasil dalam belajar adalah
daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tertinggi.2
Ilmu merupakan salah satu dari buah pemikiran manusia dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan. Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Seperti
kata peribahasa Perancis, mengerti berarti memaafkan segalanya, maka pengertian
yang mendalam terhadap hakekat ilmu, bukan saja akan mengikatkan apresiasi kita
terhadap ilmu namun juga membuka mata kita terhadap berbagai kekurangannya.3
2 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 96. 3 Jujun S Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), hlm. 3.
4
Penjelasan tersebut merupakan gambaran bahwasanya manusia termasuk orang
yang lemah, karena akan selalu melakukan kesalahan baik yang disadarinya maupun
tidak. Karena manusia adalah mahluk yang lemah maka sudah menjadi kewajiban
baginya untuk selalu mencari ilmu guna melengkapi hidupnya untuk menjadi lebih
baik. Seperti firman Allah dalam surat al-Mujaadilah ayat 11:
<>@ ABC@ا FGHI اJKGLML N@MOP@ا QL اJKBGHR <>@ STU ا إذاJXYZ [I\B@ا M]Iأ MI ا@ABC ا@JXYZ [I\Bا LaI واcdeML واcdeا STU وإذا <Cf@ا اJRأو [I\B@وا <>XY
aThi نJCPfR MPk ABC@ت واMnدر) q@ د MOP@١١ا (
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. al-Mujaadillah: 11).4
Ayat tersebut dijelaskan bahwasanya Allah akan meninggikan derajat bagi
manusia yang mempunyai ilmu. Ayat ini menjawab dari fenomena yang ada diatas
bahwasanya manusia yang berilmu akan ditinggikan derajatnya baik ketika didunia
maupun diakhirat. Karena Ilmu pengetahuan bagaikan cahaya penerang, kebodohan
adalah kegelapan. Ilmu adalah makanan ruhani, seperti makanan yang dibutuhkan
oleh badan.
Pada dasarnya siswa merupakan manusia yang mempunyai rasa ingin tahu yang
tinggi terhadap sesuatu. Keingitahuan siswa terbentuk menjadi sebuah impian yang
ingin dicapainya. Kesulitannya adalah keingintahuan dan impian tidak bisa sesuai
dengan apa yang diinginkan. Maka yang didapat adalah kegagalan dalam impiannya.
Inipun juga terjadi pada siswa, fenomena kenakalan siswa, seperti bunuh diri, bolos
4 Yayasan Penerjemah Dan Penafsir Al-Qur’an Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang:
Toha Putra Semarang, 1995), hlm. 910-911.
5
sekolah, bertengkar, menjajakan uang SPP untuk pesta bersama temanya, salah
satunya adalah akibat dari kesulitan dan kegagalan dalam apa yang diinginkannya.
Mendapatkan ilmu bukanlah sesuatu yang mudah, butuh sebuah proses yang
lama untuk bisa mendapatkannya. Karena pengetahuan dikatakan sebagai ilmu ketika
ada sebuah langkah yang jelas, dengan metode yang jelas dan dapat dibuktikan
keabsahan datanya. Banyak sekali buku kajian khazanah islam klasik yang membahas
mengenai hal itu, tapi siswa terkadang lebih cenderung memilih orang barat sebagai
pedomannya. Karena menurut siswa teori sesuatu yang sudah lama itu adalah kuno,
dan telah tergantikan oleh yang baru. Pada hal itu peneliti ingin mencoba
membuktikan bahwasanya khazanah islam klasik mempunyai peranan yang besar
dalam kesuksesan dalam hal mencari ilmu. seperti salah satunya yang ditulis oleh al-
Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum. Untuk menyesuaikan
dengan konteks sekarang perlu adanya interpretasi baru mengenai syarat-syarat
tersebut dengan cara membandingkan pengertian dari beberapa penulis dan mencoba
membaca fenomena yang ada.
Pada uraian tersebut, muncul sebuah gagasan untuk menyusun sebuah karya
ilmiah dengan tema yang menyoroti persyaratan dalam mencari ilmu, oleh karena itu
penulis memilih Skripsi dengan judul “PERSYARATAN MENCARI ILMU BAGI
SISWA MENURUT AL-ZARNUJI (Upaya Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim al-
Muta’alim Thariqat al-Ta’alum)”
B. Penegasan Istilah
a. Persyaratan
Syarat adalah segala sesuatu yang perlu (harus ada) atau ketentuan
(peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan.5 Dalam hal ini
syarat berarti merupakan suatu kemutlakan yang harus dipenuhi dalam
hubungannya dengan mencari ilmu, sehingga apabila syarat tersebut tidak
5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1997), hlm. 830.
6
dipenuhi baik itu sebagian atau secara keseluruhan maka seseorang tidak bisa
menguasai suatu disiplin ilmu.
b. Ilmu
Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.6
Dalam hal ini kami tidak hanya membatasi ilmu dalam kajian Syar’i
(ukhrowi) saja, seperti ilmu fiqih dan tauhid, tapi kami perluas kedalam kajian
ilmu-ilmu umum (duniawi) seperti halnya ilmu ekonomi, fisika, kimia, dan
lain-lain.
Untuk selanjutnya, dalam penulisan skripsi ini menuntut ilmu kami sebut
juga dengan istilah belajar dan proses belajar mengajar atau interaksi antara
guru dan murid kami sebut juga dengan istilah pendidikan atau pembelajaran.
c. Siswa
Siswa adalah Murid (anak atau orang yang sedang belajar/ bersekolah),
atau pengikut suatu ajaran agama, kepercayaan. Jadi penting kiranya untuk
menerapkan syarat menuntut ilmu bagi siswa, karena pada dasarnya siswa
dituntut untuk selalu belajar dan harus tahu bahwa syarat tersebut memang
harus dipenuhi, agar menjadi anak bangsa yang mempunyai sikap cinta
bangsa dan tanah air.
d. Al-Zarnuji
Adalah Syaikh Burhan Al-Islam Al-Zarnuji (w 602H/ 1223M). seorang
penulis dan Mushonnif beberapa kitab yang dijadikan panduan dan pegangan
berbagai kalangan. Salah satu yang terkenal adalah kitab Ta’lim al-Muta’alim,
yang menjelaskan metode belajar dan etika-etika mencari ilmu.
Bahwasanya al-Zarnuji merupakan ahli pendidikan dan pengikut fiqih
hanafi yang anak beliaulah yang telah mengarang kitab Ta’lim al-Muta’alim.
6 Ibid., hal. 371.
7
Ada orang lain lagi yang dikenal sebagai al-Zarnuji, yaitu Nu’man Ibrahim
Al-Zarnuji (640 H/ 1242 H) seorang ahli bahasa dari Bukhara dan penulis
kitab al-Muwadloh fi Syarhi Maqomat al-Hariri.7
e. Upaya Kontekstualisasi
Upaya adalah usaha (bekerja keras) dengan akal untuk mencapai suatu
maksud memecahkan persoalan, mencari jalan keluar.8 Konteks berasal dari
kata kerja latin contexere yang berarti “menjalin bersama”. Kata “konteks”
merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang atau lingkungan yang
berhubungan dengan diri, yang terjalin bersamanya.9
Jadi upaya kontekstualisasi adalah usaha dengan sungguh-sungguh
untuk membaca makna yang sebenarnya dan mencoba menyesuaikan dengan
keadaan sekarang. Seperti halnya pada siswa yang dituntut berusaha berfikir
secara jelas sampai pengetahuan itu terbukti kebenarannya.
f. Isi Kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum
Isi adalah sesuatu yang termuat dalam sesuatu. kitab Ta’limul
Muta’alimin adalah salah satu kitab yang dikarang oleh Syeih Burhanuddin
al-Zarnuji bin Nu’man bin Ibrahim yang mempunyai arti “Bimbingan bagi
penuntut ilmu pengetahuan”. Kitab ini muncul kurang lebih pada abad VI H,
yaitu zaman kemerosotan dan kemunduran Daulah Abbasiyah atau periode
kedua Dinasti Abbasyiah sekitar tahun 296-656 H. 10
Dalam skripsi ini maksudnya adalah mengambil salah satu bagian dari isi
dalam kitab Ta’lim Muta’alim Thariqat al-Ta’alum berkenaan dengan
persyaratan mencari ilmu. Setelah itu membaca asal-asulnya dan mencoba
7 Imam Ghozali Said, Ta’limut Muta’alim Thariqat Ta’alum, (Surabaya: Diyantama, 1997), hlm. 15. 8 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 1787. 9 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching Learning. : Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar
Mengasyikkan dan Bermakna, terj. Ibnu Stiawan, (Bandung : Mizan, 2006), hlm. 83. 10Aliy As’ad, Terjemah Ta’limul Muta’allim, (Kudus: Menara Kudus, 1995), hlm. 1.
8
untuk mengaplikasikan pada saat sekarang dengan dipandu beberapa buku
yang berkaitan dengan isi tersebut.
C. Rumusan Masalah
a. Apa syarat mencari ilmu menurut imam al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-
Muta’alim Thariqat al-Ta’alum?
b. Bagaimana kontekstualisasi enam syarat mencari ilmu dalam kitab Ta’lim al-
Muta’alim Thariqat al-Ta’alum menurut imam al-Zarnuji?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
a. Untuk mengetahui persyaratan mencari ilmu bagi siswa menurut imam al-
Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum
b. Untuk mengetahui makna secara kontekstual dari enam syarat mencari
ilmu bagi siswa menurut imam al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-
Muta’alim Thariqat al-Ta’alum.
2. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dalam skripsi ini adalah memberikan kontribusi
dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi siswa dan
pendidikan Islam.
b. Manfaat praktis
Diharapkan akan dapat dijadikan tuntunan bagi siswa dalam
mencapai kesuksesan dalam belajar, dan dapat diaplikasikan dalam
prilaku sehari-hari.
9
E. Kajian Pustaka
Mencari ilmu bagi manusia adalah hal yang wajib dikarenakan adanya akal
sebagai tingkat kesempurnaan manusia. Kewajiban itu akan senantiasa dilakukan
karena itu merupakan tanda eksistensi dari manusia. Ketika manusia tidak berfikir
berati dia tidak menyadari keberadaan dirinya atau dikatakan mati. Bagi seorang
siswa mencari ilmu adalah wajib hukumnya. Tidak ada yang menolak mengenai
hal seperti ini. Bagaimana keberadaan ilmu akan membuat siswa semakin cerdas
dalam menangkap sebuah realitas dan menjadikan ilmu tersebut menjadi sebuah
sikap dan membentuk insanul kamil
Dengan adanya telaah pustaka adalah sebagai perbandingan terhadap
penelitian yang ada baik mengenai kekurangan atau kelebihan yang ada
sebelumnya. Di samping itu, telaah pustaka juga mempunyai andil besar dalam
rangka mendapatkan suatu informasi yang ada tentang teori-teori yang ada
kaitannya dengan judul yang digunakan untuk memperoleh landasan teori ilmiah.
a. Konsep memuliakan guru menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-
Muta’alim, oleh Hildayatus Saihat, 2003, Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang. Pembahasan dalam skripsi ini menitik beratkan
hakekat memuliakan guru menurut al-Zarnuji pada posisi yang tinggi.
Menurut al-Zarnuji terkait dengan pribadi guru yang ideal yaitu guru yang
memenuhi kriteria dan kualifikasi kepribadian sebagai guru yang memiliki
kecerdasan ruhaniah tinggi disamping kecerdasan intelektual dan
mempunyai kesalehan sebagai aktualisasi keilmuan. Sehingga pemikiran
al-Zarnuji berupaya membawa lingkungan belajar pada tingkat ketekunan
dan kewibawaan guru dalam ilmu dan pengajarannya.
b. Penyebab Hafal Dan Lupa Dalam Aktifitas Belajar (studi analisis kitab
Ta’lim al-Muta’alim karya al-Zarnuji), oleh Mujibur Rahman, 1999,
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Skripsi ini berisi tentang
pandangan al-Zarnuji dalam penyebab hafal dan lupa. Dan juga berbicara
mengenai konsep belajar, jenis-jenis belajar, dan faktor yang
10
mempengaruhi belajar. Konsep belajar selalu menunjukkan kepada suatu
proses perubahan perilaku atau pribadi individu berdasarkan praktek atau
pengalaman tertentu. Jenis-jenis belajar terdiri dari belajar berdasarkan
praktek, belajar berdasarkan hafalan, belajar berdasarkan permasalahan
dan belajar berdasarkan emosi. Dan faktor yang mempengaruhinya adalah
jasmaniah, psikologis, kelelahan, non sosial, dan lingkungan.
c. Adab Guru Terhadap Murid Dalam Perspektif Psikologi Pembelajaran
(studi analisis kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim karya hadratus syekh
Hasyim Asy’ari Jombang)” yang ditulis oleh Moh. Ali, 2005, Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Yang berisi tentang sikap guru
terhadap murid agar murid tersebut dapat menerima pelajaran secara
nyaman. Bahwa yang harus dilakukan oleh seorang guru hendaknya
bersikap sabar atau tidak menyurutkan semangat belajar siswa, dan
memperlakukan siswa dengan baik dalam memberikan pengajaran dan
pendidikan kepada siswa. Caranya yaitu: Pertama, Memahami dan
menghormati anak didik. Kedua, menghormati bahan pelajaran yang
diberikannya, artinya guru dalam mengajar harus menguasai sepenuhnya
bahan pelajaran yang diajarkan. Ketiga, menyesuaikan metode mengajar
dengan bahan pelajaran. Keempat, menyesuaikan bahan pelajaran dengan
kesanggupan individu. Kelima, mengaktifkan siswa dalam konteks
belajar. Keenam, memberi pengertian bukan hanya kata-kata belaka.
Ketujuh, menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan siswa. Kedelapan,
mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikan.
Kesembilan, jangan terikat dengan satu buku teks (teks book). Kesepuluh,
tidak hanya mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan saja kepada
anak didik, melainkan senantiasa mengembangkan kepribadiannya.
11
F. Metode Penelitian
Seorang peneliti harus benar-benar tepat dalam menggunakan metode,
kesesuaian dan ketepatan dalam mempergunakan metode adalah syarat pokok
dalam pencarian data. Sebaliknya jika orang tersebut mengalami hambatan maka
kemungkinan hasil penelitian tidak valid dan tidak sesuai dengan harapan. Oleh
Karena itu, langkah-langkah yang harus dipenuhi dalam penelitian, karena
mengingat penelitian merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis
dan analisis maka pelaksanaan penelitian adalah aktifitas utama.
Dalam skripsi ini metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti lebih menekankan pada upaya
kontekstualisasi enam persyaratan dalam mencari ilmu bagi siswa dalam
kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum karya Imam al-Zarnuji.
2. Metode pengumpulan data.
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian kepustakaan, (library reseach) yaitu dengan mengumpulkan
data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan
permasalahanya yang diambil dari dari sumber kepustakaan, dalam hal ini
ada dua sumber diantaranya:
a. Sumber data primer
Data ini meliputi bahan yang lansgsung berkaitan dengan pokok
permasalahan yang menjadi objek penelitian ini, berupa kitab
Syarah Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum yang di tulis
oleh syekh Ibrahim bin ismail.
b. Sumber data sekunder
Adapun sumber data sekunder yaitu adalah informasi yang tidak
secara langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab
12
terhadap informasi yang ada padanya.11 Sumber ini diperoleh dari
berbagai data, buku-buku yang secara tidak langsung berkait erat
dengan pokok permasalahan misalnya, pertama, Islam Berbagai
Perspektif, didedikasikan untuk 70 tahun Prof. Dr. H. Munawir
Sadzali. Didalamnya membahas biografi al-Zarnuji dan
pemikirannya terhadap pendidikan. Kedua, Metode belajar dalam
kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum, Yundri Akhyar,
Pusat Bahasa Uin Suska Riau. Yang didalamnya membahas
mengenai biografi beliau dan metode belajar yang ditulis dalam 13
pasal. Isi dalam pasal tersebut mendeskripsikan tentang hakekat
ilmu dan keutamaannya.
3. Metode Analisis Data.
Metode analisis data yang penulis gunakan yaitu metode deskripsi.
Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara non statistik,
adapun data yang terkumpul berupa data deskriptif. Menurut Sanapiah
Faisal, metode deskriptif yaitu usaha untuk mendeskripsikan apa yang
ada, pendapat yang sedang tumbuh. Prosedur yang sedang berlangsung
yang telah berkembang.12 Dalam skripsi ini peneliti memaparkan dan
menginterpretasikan persyaratan mencari ilmu bagi siswa dalam upaya
membaca makna secara kontekstual. Adapun metode yang digunakan
seperti di bawah ini:
a. Metode Interpretasi
Menurut Anton Bakker, interpretasi yaitu menyelami buku-buku
untuk dengan setepat mungkin mampu mengungkapkan arti dan
makna, uraian yang disajikan.13 Metode ini digunakan untuk
11 Mohammad Ali, Penelitian Analisis Kependidikan, Prosedur dan Strategi, (Bandung: Angkasa, 1987), hlm. 42. 12 Sanapiah Faisal, Metodologi Penelitian Pendidikan, ( Surabaya : Usaha Nasional, 1982), hlm 119. 13 Anton Baker, Metodologi Penelitian Filsafat, ( Yogyakarta : Kanisius, 1999), hlm 69.
13
mengungkapkan makna dan arti isi kitab Ta’lim al-Muta’alim
Thariqat al-Ta’alum.
b. Metode Content Analysis
Menurut Soejono content analysis yaitu usaha untuk
mengungkapkan isi sebuah buku yang menggambarkan situasi penulis
dan masyarakatnya pada waktu buku itu ditulis.14 Dengan
menggunakan metode content analysis, peneliti mengungkapkan isi
pemikiran tokoh yang diteliti dengan memaparkan kerangka berfikir
al-Zarnuji. Dan content analysis ini terbagi menjadi beberapa langkah:
1. Pengumpulan data
Langkah ini dilakukan untuk mengumpulkan data sebanyak-
banyaknya berkenaan dengan al-Zarnuji, meliputi biografi beliau,
situasi sosial, karya-karyanya dan pemikiran pendidikan beliau.
Data yang diambil dari beberapa buku yang menulis tentang
beliau, misalnya islam berbagai perspektif, ditulis oleh Menawir
Sadzali, pemikiran para tokoh pendidikan islam, metode belajar
dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum, dan buku-
buku yang terkait lainnya. Dengan data yang sudah terkumpul
akan memudahkan peneliti dalam memahami isi dari kitab Ta’lim
al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum dan melakukan penelitian.
2. Interpretasi bahasa
Langkah ini dimaksudkan untuk memahami isi dari buku.
Dengan cara memahami arti perkata dari kitab Ta’lim al-
Muta’alim Thariqat al-Ta’alum. Kata-kata tersebut dibedah secara
etimologis. Dengan interpretasi ini akan memudahkan peneliti
dalam memahami arti perkata dalam sebuah tulisan. Seperti kata
ilmu, cerdas, bersungguh-sungguh, sabar, biaya, petunjuk guru,
14 Soedjono, Metode Penelitian Suatu Pemikiran Dan Penerapan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), hlm 14.
14
waktu yang lama dan lain-lainya. Selain itu yang dianalisis adalah
pemikiran konsep persyaratan mencari ilmu bagi siswa menurut
Imam al-Zarnuji dengan tetap memperhatikan konteks dan latar
belakang historis, kultural serta segala sesuatu yang mempengaruhi
munculnya pemikiran tersebut.
3. Metode deduktif
Penelitian ini menggunakan metode deduktif artinya pola
berfikir bertolak dari hal-hal yang sifatnya umum menuju kepada
hal-hal bersifat khusus. Dengan metode ini kitab Ta’lim al-
Muta’alim yang berisi tentang enam persyaratan mencari ilmu
dijadikan sebagai pedoman atau teori untuk memecahkan suatu
masalah atau kasus tertentu. Jadi skripsi ini berupaya untuk
interpretasi secara kontekstual mengenai enam persyaratan
mencari ilmu tersebut.
Sehingga dengan mengetahui persyaratan mencari ilmu bagi
siswa, itu merupakan sebagai cerminan diri dalam motivasi
pembelajaran, maka proses kegiatan belajar akan semakin bermakna
dan akan terciptalah hubungan yang harmonis antara siswa dan
lingkungan sekitarnya. Yang pada akhirnya akan membentuk siswa
yang mempunyai sikap yang mulia dan dapat memberikan contoh
kepada siswa lain.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk memberikan gambaran secara jelas agar pembaca segera
mengetahui pokok-pokok pembahasan skripsi ini, maka penulis menyusun
sistematika sebagai berikut:
Pada bab pertama berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, penegasan istilah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
15
Pada bab kedua berisi landasan teori yang menderkripsikan konsepsi
normative-filosofis tentang hakekat manusia dan ilmu. dalam bab ini terbagi
menjadi tiga sub, sub pertama adalah hakekat manusia, kedua hakekat ilmu
dalam tinjauan ontologis, epistemologis, dan aksiologis, ketiga hubungan
manusia dan ilmu, yang mendeskripsikan sifat dasar manusia, kewajiban
menuntut ilmu, dan pentingnya ilmu bagi manusia.
Pada bab ketiga berisi tentang gambaran umum al-Zarnuji dalam kitab
Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum, yang meliputi : pertama biografi
al-Zarnuji, latar belakang pendidikan, amal dan perjuanganya, serta karya-
karya beliau, kedua tentang isi kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-
Ta’alum, yang meliputi latar belakang penyusunan, sistematika pembahasan,
isi kitab, persayaratan mencari ilmu dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim
Thariqat al-Ta’alum.
Pada bab keempat berisi tentang analisis persyaratan mencari ilmu bagi
siswa dan upaya kontekstualisasi dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat
al-Ta’alum. Dalam bab ini mendeskripsikan tentang makna enam persyaratan
mencari ilmu menurut al-Zarnuji dikaitkan dengan konteks kekinian yang
meliputi cerdas, sungguh-sungguh, sabar, biaya, petunjuk guru dan waktu
yang lama.
16
BAB II
KONSEPSI NORMATIF-FILOSOFIS TENTANG HAKEKAT MANUSIA DAN ILMU
A. Hakekat Manusia
Secara sederhana hakekat sering disamakan sebagai sesuatu yang
mendasar, suatu esensi, yang substansial, yang hakiki, yang penting, yang
diutamakan dan berbagai makna sepadan dengan pengertian itu. Dengan
ringkas diformulasikan, hakikat merupakan syarat eksistensi, dalam bahasa
lebih luas dapat dinyatakan dengan hakikat tidak lain adalah sesuatu yang
mesti ada pada sesuatu yang jikalau sesuatu itu tidak ada maka sesuatu itu pun
tidak wujud.1
Seperti halnya pengertian dari hakikat manusia, yang diambil dari buku
manusia dalam al-Qur’an yaitu:
Banyak para pakar pengetahuan mendefinisikan manusia dengan istilah bermacam-macam seperti Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi (akal), Animale Rasional yaitu binatang yang berpikiran. Revesz menyebut manusia Homo Loquen yaitu makhluk yang pandai menciptakan bahasa, menjelmakan pikiran dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun. Bergson menyebut manusia sebagai Homo Faber yaitu makhluk yang “tukang”, dia pandai membuat alat perkakas. Aristoteles sendiri mengatakan manusia Zoon Politicon atau Animal Ridens, makhluk yang bisa humor. Homo Economicus yaitu manusia itu makhluk pada undang-undang ekonomi dan dia bersifat ekonomis, Homo Religious yaitu manusia pada dasarnya beragama.2 Manusia dalam islam adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki
fitrah, akal, kalbu, kemauan serta amanah. Manusia dengan segenap potensi
(kemampuan) kejiwaan naluriah, seperti akal pikiran, kalbu kemauan yang
ditunjang dengan kemampuan jasmaniahnya, manusia akan mampu
1 Juraid Abdul Latif, Manusia, Filsafat Dan Sejarah, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 14. 2 Syahid Mu’ammar Pulungan, Manusia Dalam al-Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), hlm. 15-16.
17
melaksanakan amanah Allah dengan sebaik-baiknya sehingga mencapai
derajat manusia yang sempurna (beriman, berilmu dan beramal) manakala
manusia memiliki kemaunan serta kemampuan menggunakan dan
mengembangkan segenap kemampuan.
Manusia juga dianggap sebagai khalifah di bumi yang mengemban
tanggung jawab sosial yang berat. Sebagai khalifah Allah, manusia
merupakan mahluk sosial yang multi-interaksi, yang memiliki tanggung
jawab baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Hubungan dengan
Allah merupakan hubungan yang harus dibina manusia dimanapun ia berada.
Hubungan manusia dengan manusia harus dibangun atas dasar saling
menghargai atau menghormati agar tercipta suasana yang ideal. Karena
manusia terbaik adalah manusia yang paling bermanfaat bagi sesamanya.3
Dengan kebesaran-Nya, Allah SWT menciptakan segalanya dari tiada menjadi
ada. Kehendaknya adalah sumber ciptaan dan setiap unsur dalam ciptaan
memanifestasikan kekuasaan Allah SWT. Karena itu setiap objek dalam
ciptaan menunjukkan kualitas dan sifat-sifat Tuhan. Dalam manusia terdiri
dari tiga unsur, Seperti segitiga yang sama panjang sisinya, yaitu:
1. Badan
Badan sama artinya dengan jasmani dan merupakan lawan dari ruhani.
merupakan bagian paling luar dalam diri manusia, dapat dilihat dengan
panca indera yang mempunyai fungsi untuk menangkap dan merasakan
apa yang ada diluar manusia. Sedangkan ruhani merupakan keakuan dan
tidak dapat dilihat dengan panca indera. Jasmani merupakan tempat ruh
bergantung. Eksistensi badan berupaya untuk menangkap sesuatu dan
menyampaikanya kepada akal. Akal berusaha merekam segala apa yang
telah ditangkap oleh badan dan mengolah menjadi sebuah data
pengetahuan.
3 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 185-186.
18
Jasmani manusia terdapat susunan syaraf yang mengandung beragam
nukleus. Nukleuslah yang membentuk susunan anggota tubuh dan
fungsinya secara umum. Nekleus merupakan bagian dari sel yang
dianggap penting untuk melangsungkan kehidupan. Dalam tubuh manusia
terdapat banyak sel-sel yang sangat besar yang mempunyai peran
pembentukan protein. Dan protein yang telah terbentuk didalam sel ini
lalu terbagi menjadi protein pembangun jaringan dan protein aktivitas atau
yang disebut dengan enzim. Protein pertama berfungsi untuk
merekontruksi sel dan protein kedua berfungsi untuk lancarnya aktivitas
yang ada dalam sel. 4
Sesungguhnya jasmani manusia sangat kecil bila dibanding dengan
beragam aktivitas internal yang ada dalam tubuh. Apabila satu aktivitas
tersebut harus ditangani oleh satu anggota tubuh, maka tentunya bentuk
tubuh manusia akan sangat besar dari bentuknya saat ini. Namun ternyata
bentuk tubuh mampu mengatasi problematika ini, yakni tetap kecil walau
memiliki beragam fungsi dengan anggota tubuh yang terbatas. Kolaborasi
semua anggota tubuh ini mampu merealisasikan tujuan tersebut.5
Proses saling menyempurnakan antarinternal dan eksternal tubuh
menghasilkan dua hal terbesar bagi manusia yaitu:
a. Membuatnya mampu memprosuksi kebutuhan hidupnya sendiri serta
mampu mempertahankan hidup melalui dua proses tubuh, yakni
memberikan nutrisi dan menjaga ketahanan tubuh.
b. Memberikannya kemampuan untuk bergerak dan bekerja dengan
segala hal yang didinginkannya sesuai dengan intruksi akal.6
4 Muhamad Izzudin Taufiq, Panduan Praktis dan Lengkap Psikologi Islam, (Jakarta: Gema Insani press, 2006), hlm. 186-187. 5 Ibid., hlm. 187. 6 Ibid., hlm. 188.
19
Jadi jasmani yang sehat akan membantu akal dalam melakukan
aktifitasnya baik menangkap sebuah objek dan membentuk pengetahuan
ataupun dalam tingkah laku dalam keseharian.
2. Akal
Akal pikiran merupakan potensi sentral manusia. Menurut Prof. Dr.
Hasan Langgulung dalam buku yang berjudul Manusia dan Pendidikan
menyatakan bahwa; akal dalam pandangan Islam adalah substansi
rohaniyah yang dengannya ruh berfikir dan membedakan yang baik dari
yang bathil.7 Menurut Abdul Fattah Jalal sebagaimana dikutip Ahmad
Tafsir bahwa, kata ‘Aqala dalam al-Qur’an kebanyakan dalam bentuk fi’il
(kata kerja); hanya sedikit dalam bentuk ism (kata benda)”8. Lebih lanjut
Abdul Fattah Jalal mengatakan bahwa, “kata ‘aqal menghasilkan
‘aqaluhu, ta’qilana, na’qilu, ya’qiluha dan ya’qiluna dimuat dalam al-
Quran di 49 tempat. Kata albab, jamak kata lubbun yang berari akal
terdapat di 16 tempat dalam al-Quran”.9 Akal merupakan aspek manusia
yang terpenting yang digunakan untuk berfikir, menimbang dan
membedakan perkara yang baik dari yang buruk.
Al-Qur’an menekankan pentingnya penggunaan akal fikiran. Dalam
QS. Al-Anfal ayat 22 disebutkan :
)٢٢اBCDE ل ( إن+ >;+ ا,5+واب8 567 ا,"3 ا,1.12 ا,0/. ا,+*'( ) '&$" ن
Sesungguhnya binatang (manusia) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa. (Q.S. al-Anfal 22).10
Ayat ini menandakan bahwasanya akal sangat penting dan yang
membedakan secara jelas antara manusia dan binatang. Manusia dengan
7 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta : Al Husna Zikra, 1995), hlm. 93. 8 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 39. 9 Ibid., hlm. 53. 10 Soenarjo, S.H.dkk. Al Qur’an dan Terjamahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, hlm. 263.
20
mempergunakan akalnya akan mampu memahami dan mengamalkan
wahyu Allah serta mengamati gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas
segala perbuatannya dan berakhlak.
Peranan akal juga membentuk adanya kesadaran diri (self-conscousness). Kesadaran diri dimaksudkan kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang dirinya. Untuk menunjukkan kesadaran, dalam bahasa latin dan bahasa-bahasa yang ditunjukan daripadanya, dipakai kata conscientia. Kata itu berasal dari kata kerja scire (mengetahui) dan awalan con-(bersama dengan, turut). Dengan demikian conscientia sebenarnya berarti “ turut mengetahui” dan mengingatkan kita pada gejala “penggandaan”11 Seperti contoh: dalam kebun binatang ada anak kecil berumur empat
tahun bertanya pada ibunya “mami, apakah gajah ini tahu bahwa dia
seekor gajah” artinya gajah tidak bias berefleksi terhadap dirinya sendiri.
Sedangkan ketika manusia melihat pohon yang ada di taman, bukan saja
manusia melihat pohon itu tapi manusia itu juga menyadari bahwa dialah
yang melihatnya.12
Adanya akal dan kesadaran merupakan suatu inti bahwa manusia
dikatakan mahluk yang sempurna diantara mahluk-mahluk lainnya. Akal
dan kesadaran manusia akan selalu mengolah apa yang ditangkap oleh
indera dan akan membentuk sebuah pengetahuan. Pengetahuan akan
bertambah banyak ketika rasa keingintahuan manusia meningkat. Seperti
halnya ketika bayi baru lahir, dia tidak tahu apa-apa, yang dia tahu hanya
menangis karena rasa sakit sebab lapar. Tapi setelah di kasih asi (air susu
ibu) rasa lapar itu pun hilang. Bayi yang berumur satu tahun ketika
melihat suatu api ada sebuah respon dari tangan (panca indera) yang
ingin mencoba mengetahui benda apa itu. Dari contoh-contoh tadi
11 Penggandaan adalah bahwa dalam proses pengenalan bukan saja manusia berperan sebagai subjek, melainkan juga sebagai objek. 12 K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 52-53.
21
menunjukkan bahwasanya bayi mempunyai keingintahuan yang begitu
besar terhadap apa yang dia lihat dan rasakan.
3. Ruh
Ruh atau jiwa sering dijelaskan dalam proses kejadian manusia yang
terjadi dalam dua tahap yaitu penyempurnaan fisiknya dan penghembusan
ruh ilahi kepadanya. Dalam QS. al-Mu’minun :12 dijelaskan proses
reproduksi manusia: dari saripati tanah, kemudian pertemuan sperma dan
ovum, kumudian berdempetnya zyghote ke dinding rahim, kemudian
menggumpal menjadi daging dan tulang. Dan kemudian dijadikan oleh
Allah mahluk yang berbeda dengan mahluk yang lain yaitu dengan jalan
ditiupkannya ruh ilahi kepadanya. 13
Peniupan ruh tersebut menunjukkan bahwa manusia telah
menyempurnakan sisi kemanusiaanya sebelum ia keluar ke dunia. Disaat
ia keluar, ia telah menyempurnakan karakteristik kemanusiaannya. Bentuk
tubuhnya tidak akan serupa dengan tubuh lainnya dalam genetik yang
diturunkan padanya. Manusia pun menjadi leih khas dengan ruh yang
dimilikinya. Tidak seorang pun dapat memindahkannya atau pun
menghilangkannya. 14
Ruh dalam perpektif islam adalah sisi non-visual dalam diri/ ghaib
dalam diri manusia. Dengan ruh inilah manusia berkorelasi dengan alam
gaib sebagaimana dengan jasadnya ia berkorelasi dengan alam nyata. Ruh
ilahi mengantarnya berhubungan dengan penciptanya, karena jiwa tersebut
bersumber langsung dari-Nya. Ruh ilahi adalah adalah daya tarik yang
mengangkat manusia ke tingkat kesempurnaan, ahsan taqwim. Apabila
manusia melepaskan diri dari daya tarik tersebut, ia akan jatuh meluncur
13 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati,2005), hlm. 381. 14 Muhammad Izzudin Taufik, op. cit., hlm. 188.
22
ke tempat sebelum daya tarik tadi berperan dan ketika itu terjadilah
kejatuhan manusia.15
Jiwa manusia terdapat dua kekuatan yaitu:
a. Spirit sebagai kekuatan penggerak kehidupan pribadi manusia.
Spirit adalah kekuatan untuk menjalankan gagasan-gagasan yang
telah diputuskan oleh akal melalui pemilihan berbagai alternatip
gagasan.
b. Nafsu sebagai stimuli gerakan fisis dan kejiwaan dan merupakan
kekuatan paling kongkrit dalam diri manusia. Nafsu ini terbentuk
dari segenap kekuatan keinginan dan selera yang sangat erat
berhubungan dengan fungsi-fungsi jasmaniah. 16
Hakikat jiwa manusia terwujud dengan adanya kekuatan-kekuatan serta
aktivitas-aktivitas jiwa dalam diri manusia, yang semua itu menghasilkan
tingkah laku yang lebih sempurna dari pada makhluk-makhluk lain.
Tiga unsur ini adalah unsur pokok dalam kepribadian insan. Kemajuan,
kebahagiaan dan kesempurnaan. Kepribadian insan banyak bergantung
kepada keselarasan dan keharmonisan antara tiga unsur pokok tersebut.17
Jadi manusia membentuk dirinya ketika terjadi perpaduan seimbang
antara badan, akal dan ruh, antara kebutuhan fisik dan jiwa. Dan apabila
hanya memperhatikan dan melayani kebutuhan-kebutuhan jasmaninya saja,
maka ia akan kembali atau dikembalikan kepada proses awal kejadiannya,
sebelum ruh ilahi itu menyentuh fisiknya.
B. Hakekat Ilmu
1. Ilmu dalam tinjauan ontologis
15 Ibid., hlm. 381. 16 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), hlm. 12. 17 Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1979), hlm. 132.
23
Ontologi adalah membahas tentang apa yang ingin diketahui,
seberapa jauh ingin tahu atau dengan perkataan lain suatu pengkajian
mengenai teori tentang “ada”, yang tidak terikat oleh satu perwujudan
tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal,
menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari
inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens
Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua
bentuknya.18
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi
pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah,
tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-
aliran materialisme, idealisme, atau naturalisme. Lorens Bagus
memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi
fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik
menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi
bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu
yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang
menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi
adalah abstraksi metaphisik. Sedangkan metode pembuktian dalam
ontologi oleh Lorens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu : pembuktian a
priori dan pembuktian a posteriori.
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakekat kebenaran
dan kenyataan yang inhern dengan pengetahuan ilmiah yang tidak terlepas
dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana. Secara ontologism,
artinya secara metafisis umum, objek materi yang dipelajari di dalam
pluralitas ilmu pengetahuan bersifat monistik pada tingkat yang paling
abstrak. Seluruh objek materi pluralitas ilmu pengetahuan, seperti
18 Lorens Bagus, Kamus Filsafat , (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005). 347.
24
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan zat kebendaan berada pada
tingkat abstrak tertinggi, yaitu dalam kesatuan dan kesamaannya sebagai
mahluk. Dengan kata lain, pluralitas ilmu pengetahuan berhakikat satu,
yaitu dalam kesatuan objek materinya.
Disamping objek materi, keberadaan ilmu pengetahuan juga lebih
ditentukan oleh objek forma. Objek forma ini sering dipahami sebagai
sudut atau titik pandang (point of view), yang selajutnya menentukan
ruang lingkup studi (scope of the study). Berdasarkan ruang lingkup studi
inilah selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi plural, berbeda-
beda dan cenderung saling terpisah antara satu degan yang lain.
Dibandingkan dengan pengetahuan pada umumnya, ilmu pengetahuan
mempersoalkan kebenaran secara khusus, konkret dan objektif, yang
selanjutnya disebut kebenaran objektif. Dalam hubungannya dengan
prilaku, kebenaran objektif memberikan landasan yang stabil dan
establish, sehingga suatu perilaku dapat diukur nilai kebenarannya, dan
bisa dipakai sbagai pedoman bagi semua pihak.19
Ilmu membatasi diri hanya pada kejadian yang bersifat empiris. Objek
penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh
panca indera manusia. Melalui pendekatan kualitatif, aspek ontologi ilmu
pengetahuan dengan hakikat keberadaan pluralitas ilmu pengetahuan,
dapat digolongkan kedalam tingkat-tingkat; abstrak universal, teoretis
potensial dan konkret fungsional. Pada tingkat abstrak universal, pluralitas
ilmu pengetahuan tidak tampak, yang menampak adalah bahwa ilmu
pengetahuan itu satu dalam jenis, sifat, dan bentuknya di dalam ilmu
pengetahuan filsafat. Dari keseluruhan segi itulah filsafat mempersoalkan
nilai kebenaran hakiki objek materinya, yaitu kebenaran universal yang
19 Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2005), hlm.154-155.
25
berlaku bagi semua ilmu pengetahuan yang berbeda dalam jenis, sifat, dan
dalam bentuk yang bagaimanapun.
Selanjutnya pada tingkat teoritis potensial, pluralitas ilmu
pengetahuan mulai tampak. Pada tingkat teoretis suatu teori berlaku bagi
banyak jenis ilmu pengetahuan serumpun, tetapi tidak berlaku bagi jenis
ilmu pengetahuan yang tidak serumpun. Seperti teori ilmu pengetahuan
sosial, cenderung tidak dapat digunakan dalam rumpun ilmu pengetahuan
alam, karena perbedaan objek materi. Karena kondisi teoritis potensial
ilmu pengetahuan ditentukan oleh sifat dan watak khusus objek materi,
maka sifat kebenaran ilmiahnya juga cenderung relative berbeda-beda
menurut kondisi objek materi.20
Kemudian pada tingkat praktis fungsional, pluralitas ilmu
memberikan kontribusi praktis secara langsung terhadap upaya reprduksi
demi kelangsungan eksistensi kehidupan manusia. Pada tingkat praktis
fungsional ini, pluralitas dalam hal perbedaan dan keterpisahan ilmu
pengetahuan, tersatukan dalam satu system teknologi, yang semata-mata
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan demi kelangsungan eksistensi
kehidupan.
2. Ilmu dalam tinjauan epistemologi
Epistemologi merupakan sejarah mengenai pengenalan cabang ilmu
pengetahuan yang menitik beratkan terhadap timbulnya pengertian-
pengertian atau konsep-konsep waktu, ruang kualitas, kesadaran
keabsahan pengetahuan.21 Epistemologi secara etimologi berasal dari kata
episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori.22
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan,
metode-metode dan sahnya pengetahuan. Jadi pertanyaan yang mendasar
20 Ibid., hlm. 156. 21 Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm. 73. 22 Tim dosen filsafat ilmu, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2003), hlm. 32.
26
mengenai epistemologi ilmu adalah apakah ilmu itu? Apa yang
menyebabkan asal mula ilmu itu? Bagaimanakah cara mengetahui bahwa
ketika mendapatkan ilmu itu? Bagaimana cara memperoleh ilmu?23
Pengetahuan manusia itu terbagi menjadi tiga kategori yaitu:
pengetahuan indera, pengetahuan ilmu, dan pengetahuan filsafat.
Pengetahuan adalah hasil dari pekerjaan tahu. Hasil dari pekerjaan tahu
adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, pandai.24 Jadi dapat
disimpulkan, semua milik atau isi pikiran ialah pengetahuan.
Ilmu (science; belanda: watenschap), lengkapnya pengetahuan ilmu.
Seperti halnya contoh dari proses terjadinya hujan, ilmu bertugas
menjangkau apa yang berada dibalik pengetahuan indera. Kenapa awan
berubah menjadi titik-titik air?, dari mana datangnya awan? Kenanap titik-
titik air itu mula-mula menghilang sampai di tanah? Kemana arus-arus air
itu akhirnya sampai? Apa sebabnya titik-titik air itu jatuh ke tanah (ke
bumi) dan tidak ke langit.
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu
yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu
dengan buah pemikiran lainnya. Ditinjau dari pengetahuan, ilmu lebih
bersifat merupakan kegiatan daripada sekedar produk yang siap
dikonsumsikan. Kata sifat “keilmuan” lebih mencerminkan hakekat ilmu
daripada istilah “ilmu” sebagai kata benda. Kegiatan ilmu juga tidak
dinamis dan statis. Kegiatan dalam mencari pengetahuan, selama itu
terbatas pada objek empiris dan pengetahuan diperoleh dengan
menggunakan keilmuan, adalah syah untuk disebut keilmuan.
Orang bisa membahas sesuatu kejadian sehari-hari secara keilmuan,
asalkan dalam proses pengkajian masalah tersebut dia mempunyai
persyaratan yang telah digariskan. Sebaliknya tidak semua tidak semua
23 Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tim Wacana Yogya, 2004), hlm. 74. 24 Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: PT Bulan Bintang), 1992, hlm. 4.
27
yang diasosiasikan dengan eksistensi ilmu adalah keilmuan. Seorang
sarjana mempunyai profesi bidang ilmu belum tentu mendekati masalah
ilmunya secara keilmuan. Hakekat ilmu tidak berhubungan dengan title,
profesi atau kedudukan. Hakekat keilmuan ditentukan oleh cara berfikir
yang dilakukan menurut persyaratan keilmuan.25
Ilmu itu terdiri dari tiga kategori: hipotesa, teori, dan dalil hukum.
Ilmu haruslah sistematis dan berdasarkan metodologi dan ia berusaha
mencapai generalisasi. Dalam kajian ilmiah, kalau data yang baru
terkumpul sedikit atau belum cukup, maka ilmuwan membina hipotesa.
Hipotesa adalah dugaan pikiran berdasarkan sejumlah data. Hipotesa
memberi arah kepada penelitian dalam menghipun data. Data yang cukup
sebagai hasil penelitian dihadapkan kepada hipotesa. Kalau data itu
mensahihkan (valid) hipotesa, maka hipotesa menjadi tesis, atau hipotesa
menjadi teori. Kalau teori mencapai generalisasi yang umum, menjadi
dalil. Dan kalau teori memastikan hubungan sebab akibat yang serba
tetap, maka ia menjadi hukum.
3. Aksiologis ilmu
Aksiologi, membahas tentang masalah nilai. Istilah axiologi berasal
dan kata axios dan logos. Axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga,
logos artinya akal, teori. Axiologi artinya teori nilai, penyelidikan
mengenai kodrat, kriteria, dan status metafisik dari nilai. Dalam pemikiran
filsafat Yunani, studi mengenai nilai ini mengedepan dalam pemikiran
Plato mengenai ide tentang kebaikan, atau yang lebih dikenal dengan
Summum Bonum (Kebaikan tertinggi). Tokoh zaman pertengahan,
Thomas Aquinas, membangun pemikiran tentang nilai dengan
mengidentifikasi fllsafat Aristoteles tentang nilai tertinggi dengan
25 Jujun Suparjan Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, (Jakarta: Gramedia, 1996), hlm. 9.
28
penyebab final (causa prima) dalam diri Tuhan sebagai keberadaan
kehidupan, keabadian, dan kebaikan tertinggi.26
Dalam buku k. Bertens dijelaskan mengenai maksud dari nilai, yaitu:
Tidak mudah untuk menjelaskan apa itu suatu nilai. Setidak-tidaknya dapat dikatakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, dan diinginkan, singkatnya sesuatu yang baik. Menurut perkataan filsuf jerman-amerika, Hans Jonas, nilai adalah the addressee of a yess, artinya sesuatu yang ditujukan dengan ‘ya’.27
Berarti nilai mempunyai konotasi positif sedangkan sesuatu yang kita
jauhi, yang membuat melarikan diri, seperti penderitaan, penyakit, atau
kematian adalah lawan dari nilai, yaitu non nilai.
Salah satu cara yang sering digunakan untuk menjelaskan apa itu nilai
adalah memperbandingkannya dengan fakta. Jika kita berbicara tentang
nilai, kita maksudkan sesuatu yang berlaku sesuatu yang memikat atau
mengimbau kita. Perbedaan antara fakta ini kiranya dapat diilustrasikan
dengan contoh berikut ini. Ada gunung berapi meletus. Hal itu merupakan
suatu fakta yang dapat dilukiskan secara objektif. Karena bisa mengukur
tingginya awan, menentukan kekuatan gempa bumi beserta letusan, dan
seterusnya. Serentak juga letusan gunung berapi bisa dilihat sebagai nilai
atau justru disesalkan sebagai non nilai. Untuk petani dan sekitarnya debu
panas yang dimuntahkan gunung bisa mengancam hasil pertanian yang
sudah hampir panen (non nilai), tapi dalam jangka waktu panjang tanah
bisa bertambah subur akibat kejadian itu (nilai). Contoh ini kiranya cukup
jelas untuk memperlihatkan perbedaan antara fakta dan nilai. Nilai selau
berkaitan dengan penilaian seseorang, sedangkan fakta menyangkut ciri-
ciri objektif saja. Dan fakta selalu mendahului nilai.
Nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga cara berikut ini:
26 Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 26. 27 K. Bertens, op. cit., hlm. 139.
29
1. Nilai berkaitan dengan subjek. Kalau tidak ada subjek yang menilai,
maka tidak ada nilai juga. Entah manusia hadir atau tidak, gunung
tetap meletus. Tapi untuk dapat dinilai sebagai indah atau merugikan
memerlukan subjek yang menilai.
2. Nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subjek ingin
membuat sesuatu konteks praktis, dimana subjek ingin membuat
sesuatu.
3. Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang “yang ditambah” oleh subjek
pada subjek yang dimiliki oleh objek. Nilai tidak dimiliki oleh objek
pada dirinya.28
Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif
dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana
kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan,
seperti kawasan sosial, kawasan simbolik ataupun fisik-material. Lebih
dari itu nilai-nilai juga ditunjukan oleh aksiologi ini sebagai suatu yang
wajib dipatuhi dalam kegiatan berfikir, baik dalam melakukan penelitian
maupun di dalam menerapkan ilmu. Keberadaan aksiologis dari ilmu
adalah analisis tentang penerapan hasil-hasil temuan ilmu pengetahuan.
Penerapan ilmu pengetahuan dimaksudkan untuk memudahkan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan keluhuran hidup manusia.
C. Hubungan Manusia dengan Ilmu:
1. Sifat Manusia
Menurut John Amos Comenius, manusia mempunyai tiga komponen
jiwa yang menggerakkan aktifitas jiwa-raga. Tiga syaraf tersebut meliputi:
syaraf pertumbuhan, perasaan dan intelek. Oleh karena itu dikatakan,
bahwa manusia mempunyai tiga sifat dasar, yaitu:
28 Ibid., hlm. 140-141.
30
1. Sifat biologis; sifat ini telah membuat manusia tumbuh secara
alami dengan prinsip-prinsip biologis dengan menggunakan
lingkungannya.
2. Sifat hewani; dengan adanya perasaan-perasaan hakiki, manusia
mengalami desakan-desakan internal untuk mencari keseimbangan
hidup. Melalui peralatan inderanya, manusia menjadi sadar dan
menuruti keinginan-keinginan dan seleranya.
3. Sifat intelektual; dengan sifat ini, manusia mampu menemukan
benar atau salahnya sesuatu, dapat membedakan baik dan
buruknya objek, serta dapat mengarahkan keinginan dan emosinya.
Sifat intelektual manusia inilah yang membedakan manusia dari
makhluk-makhluk lain. Dengan adanya sifat intelektual ini,
manusia dilebihkan derajatnya dari makhluk lain.29
Penjelasan tersebut sangat jelas bahwasanya manusia secara hakiki
mempunyai dorongan-dorongan keinginan yang sulit dibendung.
Keinginan adalah kekuatan untuk mendapatkan objek yang menurut
idenya menyenangkan dan menolak objek yang menurut idenya tidak
menyenangkan.30 Keinginan terbagi menjadi dua macam yakni:
1. Keinginan yang tidak dipelajari; bersifat instinsif dan berasal dari
rasa cinta diri dan kasih saying.
2. Keinginan yang dipelajari; bersifat cultural dan berasal dari
interaksi serta pengalaman sosial.31
Keinginan-keinginan tersebut merupakan dorongan rasa ingin tahu
terhadap sesuatu yang akibatnya manusia merasa senang atau tidak
terhadap hasil dari keingintahuan tersebut. Apabila manusia merasakan
29 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), hlm. 10. 30 Ibid., hlm. 14. 31 Ibid.
31
senang maka manusia tersebut akan melakukannya. Sedangakan apabila
tidak maka manusia tersebut akan menjahuinya.
Sepeti telah diketahui pada saat manusia dilahirkan dari rahim ibunya,
manusia merupakan mahluk yang paling lemah dan tak berdaya.
Kelemahan itu ditandai dengan tidak adanya pengetahuan dalam dirinya
yang membuatnya harus dituntun dan diperkenalkan mengenai alam
sekitar (sesuatu yang ada diluar manusia). Berdasarkan dorongan-
dorongan keinginan dari bayi tersebut maka manusia menjadi semakin
tahu apa yang harus dilakukannya.
Banyak sekali sesuatu yang ada diluar manusia dan tidak akan pernah
habis untuk diketahui dan dipahami. Dan itu merupakan pondasi awal
untuk mendapatkan pengetahuan. Sifat dasar ketiga pada manusia yaitu
intelektual manusia, sifat ini berperan untuk mampu menemukan benar
atau salahnya sesuatu, dapat membedakan baik dan buruknya suatu objek.
Sesuatu pengetahuan yang benar harus dicari dengan cara yang benar.
Inilah yang menyebabkan manusia harus menggunakan akalnya dengan
bersungguh-sungguh untuk mencari tahu sebuah kebenaran. Karena setiap
pengetahuan yang ada akan membentuk sikap dan tingkah laku bagi yang
mengetahuinya.
Keingintahuan yang kuat terhadap objek dapat menjadi pemicu
kreatifitas yang efektif. Banyak penemuan penting yang berawal dari rasa
ingin tahu penemunya. Issac Newton menemukan teori gravitasi. Yang
sangat penting itu, dari rasa ingin tahunya penyebab terjadinya buah apel
jatuh dikepalanya. Pada usia tiga sampai lima tahun, anak-anak selalu
menanyakan penyebab segala hal yang dilihatnya. Kenyataan itu
menegaskan bahwa rasa ingin tahu merupakan hakikat dasar manusia.32
32 Bije Widjajanto, Cara Aman Memulai Bisnis, (Jakarta: Grasindo, 2007), hlm. 17.
32
Untuk menjawab keingintahuan tersebut terjadi sebuah pertempuran
akal dan indera dan proses tersebut disebut berfikir. Berfikir merupakan
ciri manusia dan karena berfikirlah dia menjadi manusia. Berfikir pada
dasarnya merupakan sebuah proses membuahkan pengetahuan. Proses ini
merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran
tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa
pengetahuan.
Proses berpikir merupakan sebuah akibat adanya rasa ingin tahu
terhadap objek. Dan menjadi sebab terbentuknya sebuah pengetahuan
baru. Pengetauan baru akan bermunculan menggantikan pengetahuan yang
lama. Proses ini akan senantiasa berjalan selama manusia masih
mempunyai akal yang sehat. Dan akan dikatakan mati ketika manusia
tidak ingin tahu terhadap sesuatu.
Konsepsi manusia tersebut sangat penting artinya dalam suatu sistem
pemikiran dan di dalam kerangka berfikir seorang pemikir, karena itu
termasuk bagian dari pandangan hidup.33 Karenanya meskipun manusia
tetap diakui sebagai misteri yang tidak pernah tuntas, keinginan untuk
mengetahui hakikatnya ternyata tidak pernah berhenti. Pandangan
manusia mengenai ilmu sangat berkaitan erat dan bahkan merupakan
bagian dari sistem kepercayaan yang akhirnya akan memperlihatkan corak
peradabannya.
2. Kewajiban menuntut ilmu
Manusia dibedakan dengan makhluk hidup yang lain seperti hewan.
Bumi diserahkan kepada hewan-hewan itu sudah siap pakai. Akan tetapi
manusia tidak demikian, bumi diserahkan kepada manusia itu sudah siap
olah, manusia berkewajiban mengolah. Yang berarti manusia dituntut
33 M. Yasir Nasution, Manusia Menurut al-Ghazali, (Jakarta: Rajawali Press, 1988), hlm. 01.
33
berupaya, berusaha, dan bekerja keras. Dalam arti belajar dengan tekun
bagi para penuntut ilmu untuk mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan.
Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang
untuk merubah tingkah laku dan perilaku kearah yang lebih baik,karena
pada dasarnya ilmu menunjukkan jalan menuju kebenaran dan
meninggalkan kebodohan. Dengan demikian perintah menuntut ilmu tidak
di bedakan antara laki-laki dan perempuan. Hal yang paling di harapkan
dari menuntut ilmu ialah terjadinya perubahan pada diri individu ke arah
yang lebih baik yaitu perubahan tingkah laku, sikap dan perubahan aspek
lain yang ada pada setiap individu.
Manusia dalam pandangan al-Qur’an memiliki potensi untuk meraih
ilmu dan mengembangkannya atas izin Allah. Karena itu bertebaran ayat
yang memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk
mewujudkan hal tersebut. Rasulullah Saw bersabda; dua keinginan yang
tidak pernah puas, keinginan menuntut ilmu dan keinginan menuntut
harta. Dari sini jelas bahwasanya manusia memiliki naluri haus akan
pengetahuan. Dan akan senantiasa untuk mendapatkan apa yang
diinginkannya.
3. Pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia
Ilmu pengetahuan merupakan ciri yang membedakan antara makhluk
manusia dengan makhluk lain. Setidak-setidaknya ada alasan mengapa
manusia harus berilmu pengetahuan agar menghadapi kehidupannya
secara optimal. Manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah.
Ibadah yang dilakukan adalah bentuk penghambaan manusia karena telah
diberikannya nikmat yang begitu besar. Dan cara untuk beribadah kepada
Allah itu adalah memamahami apa yang telah diturunkannya yaitu al-
Qur’an. Dalam memahami al-Qur’an membutuhkan ilmu. jadi peranan
ilmu dalam membentuk umat yang saleh adalah sangat penting karena itu
34
bagian dari ibadah syukur karena telah diberikannya nikmat berupa al-
Qur’an tersebut.
Begitu pentingnya ilmu dimata Allah dan Nabi-Nya, sehingga ia
memerintahkan Nabinya berdoa agar memperoleh lebih banyak ilmu, do’a
itu berbunyi: “ya Tuhanku perbanyaklah ilmuku”. Oleh karena itu, nabi
memerintahkan semua orang yang beriman agar mencari ilmu dan pergi
ke Cina. Selanjutnya dapat dicatat bahwa islam mengutamakan baik ilmu
rasiona maupun ilmu empiris.34
Ilmu pengetahuan amatlah luas, jika di pelajari tidak akan pernah
selesai, selama bumi masih berputar, selama hayat di kandung badan
selama itu pula manusia memerlukan ilmu pengetahuan. Islam tidak cukup
pada perintah menuntut ilmu, tetapi menghendaki agar seseorang itu terus
menerus melakukan belajar, karena manusia hidup di dunia ini perlu
senantiasa menyesuaikan dengan alam dan perkembangan zaman. Jika
manusia berhenti belajar sementara zaman terus berkembang maka
manusia akan tertinggal oleh zaman sehingga tidak dapat hidup layak
sesuai dengan tuntutan zaman, terutama pada zaman sekarang ini, zaman
yang di sebut dengan era globalisasi, orang di tuntut untuk memiliki bekal
yang cukup banyak, berupa ilmu pengetahuan. Bahkan kalau perlu
menuntut ilmu di lakukan tidak hanya di tempat yang dekat tetapi kalau
perlu harus mengembara untuk menuntut ilmu di tempat yang jauh.
Di negara-negara maju dalam perkiraan komite tetap oraganisasi
konferensi islam (OIC), menghabiskan sekitar 97 persen dari seluruh
anggaran belanja mereka untuk keperluan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga mereka mencapai kemajuan-kemajuan yang sangat
besar dalam bidang tersebut. Sedangkan dunia muslim hanya
menggunakan sekitar 2 persen saja dari keseluruhan anggaran belanja
34 C. A. Qodir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor Islam, 1991), hlm. 16-17.
35
untuk keperluan yang sama, dan tergolong bangsa-bangsa non-ilmiah,
artinya terbelakang.35
Ilmu pengetahuan sangat penting bagi manusia, segala jenis pekerjaan
yang dilakukan selalu memerlukan ilmu pengetahuan, dalam kehidupan
sehari-hari misalnya, panen padi membumbung tinggi karena tahu cara
menanam padi yang benar, menyelesaikan tugas secara cepat, dll. Dapat
dilihat bahwa pada umumnya orang yang memiliki ilmu pengetahuan
yang tinggi, taraf kehidupannya lebih baik dari pada orang yang tidak
memiliki ilmu pengetahuan atau orang ilmu pengetahuannya rendah, baik
ilmu agama maupun ilmu umum biasanya mengalami kesulitan dalam
memenuhi atau menyediakan kebutuhan hidup sehari-hari, misalnya untuk
makan, pakaian, obat-obatan dan tempat tinggal.
Ilmu telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Indikasi
untuk itu adalah munculnya ilmu-ilmu tokoh-tokoh yang baru dalam
keilmuannya. Seperti semakin bertambahnya cabang-cabang dari ilmu
tertentu yang telah ada, serta ditemukannya teori-teori ilmiah dalam
berbagai bidang oleh tokoh-tokoh tertentu. Berkembangnya ilmu
membawa keuntungan dan kemudahan bagi kehidupan manusia yaitu
banyaknya persoalan yang dapat terpecahkan dan banyaknya pekerjaan
yang dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Tidak dapat dipungkiri
bahwa ilmu beserta penerapannya, yaitu teknologi, merupakan unsur
kebudayaan yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Dampak
negatif dari keilmuan tersebut adalah tidak adanya dalam keilmuan
tersebut.
Berkembangnya ilmu yang demikian pesat tidak selalu mendatangkan
keuntungan bagi umat manusia. Sejarah telah mencacat tragedi
kemanusiaan yang luar biasa dasyat diantaranya dijatuhkannya bom atom
35 Ibid., hlm. 191.
36
di Hirozima dan Nagasaki dalam perang dunia II, kebocoran reaktor nuklir
di Chernobyl, dan penggunaan bom biologis dalam peperangan di
beberapa tempat.
Ilmu tidak terlepas dari sistem nilai. Kebenaran ilmiah yang berusaha
ditemukan melalui kegiatan keilmuan merupakan nilai. Nilai kebenaran
ilmiah juga dijadikan acuan dalam kegiatan tersebut. Jadi ketika tidak
memberikan kesejahteraan bagi umat manusia maka ilmu tersebut
dianggap non nilai. Karena bahwasanya ilmu dikembangkan demi mencari
dan memperoleh penjelasan tentang berbagai persoalan dalam alam
semesta ini dan memudahkan manusia dalam kehidupannya.
37
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG KITAB TA’LIM AL
MUTA’ALLIM THARIQAT AL TA’ALUM
A. Biografi al-Zarnuji
Al-Zarnuji adalah orang yang diyakini sebagai satu-satunya pengarang
kitab Ta’lim Muta’alim akan tetapi nama beliau tidak begitu dikenal dari apa
yang telah ditulisnya. Dalam hal ini terdapat perbedaan pada penelitian
dengan memberikan nama lengkap (gelar) kepada Syekh al-Zarnuji.
Sebagaimana dipaparkan oleh Awaludin Pimay, dalam tesisnya tentang
perbedaan nama lengkap (gelar) dari pengarang kitab Ta’lim Muta’alim ini,
sebagi berikut:
Khairudin al-Zarkeli menuliskan nama al-Zarnuji dengan Nu’man bin Ibrahim bin Khalil Al-Zarnuji Tajuddin. Seperti dikutip oleh Tatang M. Amirin, M. Ali Chasan Umar dalam kulit sampul buku al-Zarnuji yang diterjemahkannya, menyebutkna nama lengkap al-Zarnuji sebagai Syeh Nu’man bin Ibrahim bin Al-Khalil Al-Zarnuji, sementara dalam kata al-Khalil al-Zarnuji. Busyairi Madjidi yang mengutip dari buku Fuad al-Ahwani menyebutkan al-Zarnuji isinya. Nama dengan Burhanudin al-Zarnuji. Demikian juga Muchtar Affandi dan beberapa literature yang dikutip dalam atau Burhan al-Din al-Zarnuji. Kecuali itu ditemukan pula sebutan lain untuk al-Zarnuji yaitu Burhan al-Islam al-Zarnuji.1
Sedangkan berkaitan dengan pertanyaan dimana al-Zarnuji hidup, Van
Grunebaum dan Abel memberikan informasi, sebagaimana dikutip oleh
Maemonah dalam tesisnya,2 mereka berpendapat bahwa al-Zarnuji adalah
seorang sarjana muslim yang hidup di Persia. Lebih lanjut dia menyatakan
bahwa al-Zarnuji ahli hukum dari sekolah imam Hanafi yang ada di Khurasan
1 Awaludin Pimay, Konsep Pendidik Dalam Islam (Studi Komparasi Pandangan Al-Ghazali Dan
Al-Zarnuji), tesis PPS IAIN Walisongo Semarang, (Semarang: Perpustakaan Pasca Sarjana IAIN Walisongo, 1999), hlm. 29-30, t.d. 2 Muchtar Affandi dalam Maemonah, Reward And Punishment Sebagai Metode Pendidikan Anak
Menurut Ulama’ Klasik (Study Pemikiran ibnu Maskawaih al-Ghazali dan al-Zarnuji (Semarang: Tesis program Pasca sarjana IAIN Walisongo 2009), hlm. 52, t.d.
38
dan Transoxiana, sayangnya tidak tersedia fakta yang mendukung informasi
ini. Meskipun begitu seorang penulis muslim membuat spekulasi bahwa al-
Zarnuji aslinya berasal dari daerah Afganistan, kemungkinan ini diketahui
dengan adanya nama Burhan al-Din, yang memang disetujui oleh penulis
bahwa hal itu biasanya digunakan di negara ini. Terkait dengan hal tersebut,
beberapa peneliti berpendapat bahwa dilihat dari nisbahnya nama al-Zarnuji
diambil berdasar pada daerah dari mana ia berasal yaitu “daerah Zarand”3
Zarand adalah salah satu daerah diwilayah Persia yang pernah menjadi ibu
kota Sidjistan yang terletak disebelah selatan heart.
Dalam masalah riwayat hidup penulis kitab Ta’lim ini juga terjadi ketidak
jelasan seperti dikemukakan oleh Abdul Qadiri Ahmad, bahwa sedikit sekali
dan dapat dihitung dengan jari kitab yang menulis riwayat hidup penulis kitab
tersebut.4 Dan beberapa kajian terhadap kitab Ta’lim, tidak dapat
menunjukkan secara pasti mengenai waktu kehidupan dan karir yang
dicapainya. Sehingga pengetahuan kita tentang al-Zarnuji sementara ini
berdasar pada studi M. Plessner yang dimuat dalam Encyclopedia of Islam.5
Dalam buku “Islam Berbagai Perspektif, Didedikasikan untuk 70 Tahun
Prof. H. Munawir Sadzali, MA.” Affandi Muchtar mendapat informasi lain
tentang al-Zarnuji berdasar pada data dari Ibn Khalikan.6 Yaitu: Menurutnya
imam al-Zarnuji adalah salah seorang guru imam Rukn Addin Imam Zada
(wafat 573/ 1177-1178) dalam bidang fiqih. Imam Zada juga berguru pada
syekh Ridau al-Din an Nishapuri (wafat antara Tahun 550 dan 600) dalam
bidang mujahadah. Kepopuleran imam Zada diakui karena prestasinya dalam
bidang ushuluddin bersama dengan kepopuleran ulama lain yang juga
3 Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam), cet. 2, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm 104. 4 Abdul Qadir Ahmad dalam Awaludin, op. cit., hlm. 30. 5 M. Plessner, Al-Zarnuji dalam First Encyclopedia of Islam, vol VIII, (London: New York: E.J Brill’s, 1987), hlm. 1218.
6 Sudarnoto Abdul Hakim, dkk, Islam Berbagai Perspektif, Didedikasikan untuk 70 tahun prof. Dr.
H. Munawir Sadzali, MA, (Yogyakarta: LPMII, 1995), hlm. 20.
39
mendapat gelar rukn (sendi). Mereka antara lain Rukn ad-Din al-Amidi
(wafat:615) dan Rukn ad-Din at-Tawusi (wafat: 600). Dari data ini dapat
dikatakan bahwa al-Zarnuji hidup sezaman dengan syaikh Rida ad-Din an-
Nisaphuri.
Sehingga tokoh mengenai kelahiran atau masa hidup al-Zarnuji hanya
dapat diperkirakan lahir pada sekitar tahun 570 H.7 sedangkan tentang
kewafatan al-Zarnuji terdapat perbedaan, ada yang menyatakan al-Zarnuji
wafat pada tahun 591 H (1195 M).8 Dan menurut keterangan Plessner,
bahwasanya ia telah menyusun kitab tersebut setelah tahun 593 H (1197),9
perkiraan tersebut berdasar adanya fakta bahwa al-Zarnuji banyak mengutip
pendapat dari guru beliau yang ditulis dalam kitab Ta’lim, dan sebagian guru
beliau yang ditulis dalam kitab tersebut meninggal dunia pada akhir abad ke-6
H, dan beliau menimba ilmu dari gurunya saat masih muda, selain itu
ditemukan bukti yang memperkuat pendapat ini yakni tulisan dalam bukunya
al-Jawahir yang menyebutkan al-Zarnuji merupakan ulama’ yang hidup satu
periode dengan Nu’man bin Ibrahim al-Zarnuji yang meninggal pada tahun
yang sama, beliaupun meninggal tidak jauh dari tahun tersebut karena
keduanya hidup dalam satu periode dan generasi.10 Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa al-Zarnuji wafat sekitar tahun 620 H.11 atau dalam kata
lain al-Zarnuji hidup pada seperempat akhir abad ke-6 sampai pada dua
pertiga dari abad ke-7 H.
7 Ghazali Said, op. cit., hlm. 19. 8 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988), hlm. 31. 9 M. Plessner, loc. cit. 10 Ghazali Said, op. cit., hlm. 18-19. 11 Ibid., hlm. 18-19.
40
B. Latar Belakang Pendidikan al-Zarnuji
Adapun guru-gurunya atau yang pernah hubungan langsung dengan al-
Zarnuji yaitu sebagai berikut:
1) Imam Burhan al-Din Ali bin Abi Bakr al-Farghinani al-Marghinani (w.
593 H/ 1195 M).
2) Imam Fakhr al-Islam Hasan bin Mansur al-Farghani Khadikan (w. 592 H/
1196M).
3) Imam Zahir al-Din al-Hasan bin Ali al-Marghinani (w. 600 H/ 1204 M).
4) Imam Fakhr al-Din al-Khasani (w. 587 H/ 1191 M) dan Imam rukn al-Din
Muhammad bin Abi Bakr Imam Khwarzade (491-576 H).12
Sedangkan menurut para peneliti mengemukakan, bahwa al-Zarnuji
menuntut ilmu di Bukhara dan Sar Khan, yaitu kota yang menjadi pusat
kegiatan keilmuan, pengajaran dan lain-lainnya. Masjid-masjid di kedua kota
tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan Ta’lim yang diasuh antara
lain oleh Burhanudin al-Marghinani, Syamsuddin Abd. al-Wadjdi,
Muhammad bin Muhammad al-Abd as-Sattar al-Amidi dan lain-lainnya.13
Selain itu al-Zarnuji belajar dari ulama’-ulama lain seperti Ali bin Abi
Bikr bin Abdul Jalil al-Farghani al-Marghinani al-Rustami Ruknul Islam
Muhammad bin Abi Bakar (W. 573/ 1177), Hammad bin Ibrahim (W. 587/
1180), Taruddin al-Hasan bin Mansyur atau Qadhikhan (W. 592/ 1196),
Ruknuddin al-Farghani (W. 594/ 1098) dan al-Imam Sadiduddin al-Shirazi.14
Dengan demikian berdasar keterangan tersebut dapat diidentifikasi bahwa
pemikiran dan intelektualitas al-Zarnuji sangat banyak dipengaruhi oleh
faham fiqih yang berkembang saat itu, sebagaimana faham yang
dikembangkan oleh para gurunya, yakni fiqih aliran Hanafiyah.
12 http://mustastghitsin-aghitsna.blogspot.com/2009/11/nilai-etika-kitab-talim-al-mutaallim.html
13 Djudi, Konsep Belajar Menurut al-Zarnuji, (Semarang: Pusat Penelitian IAIN Walisongo, 1997), hlm. 10. 14 Awaludin, op. cit., hlm. 31.
41
Sebagaimana dikemukakan oleh Muid Khan, dalam studinya tentang
kitab Ta’lim yang dipublikasikan dalam bahasa Inggris, mengenai karakter
pemikiran al-Zarnuji, yang dikutip oleh Affandi Muchtar bahwa dalam kajian
tersebut, Muid Khan memasukkan pemikiran al-Zarnuji kedalam garis
pemikiran madzhab hanafiyah, yang dikuatkan dengan bukti banyaknya
ulama’ hanafiyah yang dikutip oleh al-Zarnuji, termasuk imam Abu Hanifah
sendiri. Dari sekitar 50 ulama’ yang disebut al-Zarnuji, hanya ada dua saja
yang bermadzhab Syafi’iyah, yakni imam Syafi’i sendiri dan imam Yusuf al-
Hamdani (wafat : 1140). Menurut Muid Khan ide-ide mazhab yang dianutnya
mempengaruhi pemikirannya tentang pendidikan.15 Sehingga Mahmud bin
Sulaiman al-Kaffawi yang wafat tahun 990 H/ 1562 M, dalam kitabnya al-
A’lamul Akhyar min Fuqaha’i Madzhab al-Nu’man al-Mukhtar,
menempatkan al-Zarnuji dalam peringkat ke-12 dari daftar madzhab Hanafi.16
Disamping ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf, sangat dimungkinkan,
bahwa al-Zarjuji juga menguasai bidang sastra, fiqih, ilmu kalam, dan lain-
lain.17
Sejarah peradaban Islam terdapat lima tahap pertumbuhan dan
perkembangan dalam bidang pendidikan Islam. Pertama pendidikan pada
masa nabi Muhammad SAW (571-632 M); kedua pendidikan pada masa
Khulafaur Rasyidin (632-661M); ketiga pendidikan pada masa bani umayyah
di Damsyik (661-750); dan kelima pendidikan pada masa jatuhnya kekuasaan
khalifah di Baghdad (1250-sekarang).18
Untuk memahami al-Zarnuji sebagai seorang pemikir, maka harus
dipahami ciri zaman yang menghasilkannya, yaitu zaman Abbasiyah yang
menghasilkan pemikir-pemikir ensiklopedik yang sukar ditandingi oleh
15 Sudarnoto, op.cit., hlm. 25. 16 M. Plessner, op. cit., hlm. 1281. 17 Abudin Nata, op. cit., hlm. 105. 18 Fazlur Rahman, Islam terj. Ahsin Muhammad, (Bandung: Pustaka 1997), hlm. 267.
42
pemikir-pemikir yang datang kemudian.19 Sebagaimana dijelaskan di atas, al-
Zarnuji hidup pada awal pemerintahan Abbasiyah di Baghdad yang berkuasa
selama lima abad berturut-turut.20
Dengan demikian al-Zarnuji hidup pada masa ke-empat dari periode
pendidikan dan perkembangan pendidikan Islam, yakni antara tahun 750-1250
M. sehingga beliau sangat beruntung mewarisi banyak peninggalan yang
ditinggalkan oleh para pendahulunya dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan. Sebab dalam catatan sejarah periode ini merupakan zaman
kejayaan peradaban Islam pada umumnya dan pendidikan Islam pada masa
khususnya. Menurut Hasan Langgulung bahwa, “zaman keemasan tersebut
mengenai dua pusat, yaitu kerajaan abbasiyah yang berpusat di Baghdad,
berlangsung kurang lebih lima abad (750-1258 M) dan kerajaan umayah di
Spanyol kurang lebih delapan abad (711-1492)”.21
Abudin Nata, dalam bukunya pemikiran para tokoh pendidikan Islam
menggambarkan bahwa dalam masa tersebut, kebudayaan Islam berkembang
dengan pesat yang ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan,
mulai dari tingkat perguruan tinggi. Diantara lembaga-lembaga tersebut
adalah madrasah nizamiyah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk (457 H/ 106
M), madrasah an-Nuriyah al-Kubra yang didirikan oleh Nuruddin Mahmud
Zanki pada tahun 563 H/ 1167 M. dengan cabangnya yang amat banyak di
kota Damascus; madrasah al-Mutansiriyah yang didirikan oleh khalifah
abbasiyah, al-Muntansyir Billah di Baghdad pada tahun 631 H/ 1234 M.
sekolah yang disebut terakhir ini dilengkapai dengan berbagai fasilitas yang
memada seperti gedung berlantai II, aula, perpustakaan dengan kurang lebih
80.000 buku koleksi, halaman dan lapangan yang luas, masjid balai
pengobatan dan lain sebagainya. Keistimewaan lainnya madrasah yang
19 Hasan Langgulung, Pendidikan Menghadapi Abad 21, (Jakarta: Pustaka al-Husna,1988), hlm. 99. 20 Ibid., hlm. 98.
21 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Utama, 1989), hlm. 13.
43
disebut terakhir ini adalah karena mengajarkan ilmu fiqih dalam empat
madzhab (Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Ahmad Ibnu Hambal). 22 Sebagai
seorang filosof muslim al-Zarnuji lebih condong kepada al-Ghazali, sehingga
banyak jejak al-Ghazali dalam bukunya dengan konsep epistemologi yang
tidak lebih dari buku pertama dalam ihya ulum al-din akan tetapi al-Zarnuji
memiliki sistem tersendiri, yang mana pada setiap bab dengan bab yang lain,
atau setiap kalimat dengan kalimat yang lain, bahkan setiap kata dengan kata
yang lain dalam buku tersebut merupakan sebuah kerikil dan konfigurasi
mosaic kepribadian al-Zarnuji sendiri.23
C. Latar Belakang Sosial Politik
Dalam waktu yang diperkirakan sebagai masa hidup al-Zarnuji yakni
abad VI H dan memasuki abad VII H atau abd 12-13 M merupakan zaman
kemunduran dan kemerosotan daulah Abbasiyah sekitar tahun 292-656 H. 24
Pada masa ini dunia Islam telah mengalami kontak senjata dengan orang-
orang Kristen dalam perang salib sejak tahun 1097 M.25 sampai dengan tahun
1291 M26 dimana kaum muslimin dapat merebut kembali akka. Pada periode
yang sama daulah Abbasiyah sedang memasuki periode ke empat (447 H/
1055 M-590 H/1194 M), masa kekuasaan bani saljuk dalam pemerintahan
khalifah Abbasiyah yang disebut masa pengaruh Turki kedua, dan periode ke
lima (590 H/ 1194 M-656 H/ 1258), pada masa ini kekuasaan khalifah telah
bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaan khalifah hanya efektif
disekitar kota Baghdad.27
22 Abudin Nata, op. cit., hlm. 106. 23 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, op. cit., hlm. 59. 24 Busyairi Madjidi, Konsep Pendidikan Para Filosouf Muslim, (Yogyakarta: Amin Press, 1997), hlm. 101. 25 Muhammad Sayid al-Wakil, Wajah Dunia Islam dan Dinasti Bani Ummayah Hingga
Imperealisme Modern, (Jakarta: Pustak al-Kautsar, 1999), hlm. 173. 26 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 79. 27 Ibid., hlm. 150.
44
Menurut Luthfi Jum’ah dalam bukunya “Tarikh Falsafatil Islam fil
Masyriq wal Maghrib” yang dikutip oleh Busyairi Madjidi, menyatakan
bahwa pemimpin-pemimpin militer yang berkebangsaan Turki zaman ini
memegang kekuasaan dalam pemerintahan, sedangkan kekuasaan khalifah
semakin lemah. Karena itu banyak amir-amir melepaskan diri dari
pemerintahan pusat (Baghdad) dan mendirikan daulat-daulat (kesultanan)
yang berdiri sendiri-sendiri.28
Hal senada juga dikemukakan oleh Philip K. Hitti, bahwa dunia Islam
waktu itu sedang mengalami disintegrasi politik. Baghdad sebagai pusat
pemerintahan Islam tidak dapat mengendalikan kekuasaannya di daerah-
daerah. Hal ini diikuti oleh sikap penguasa daerah yang melepaskan diri dari
pemerintahan pusat.29 Akan tetapi bahkan ada yang kemudian menguasai
pemerintahan pusat (Baghdad), diantaranya dinasti Buwaihiyyah (320-447 H/
932-1055 M), dinasti saljuk (saljuk besar) didirikan oleh Rukh al-Din Abu
Thalib Thughrul Bek ibn Mika’il ibn Saljuk ibn Tuqa, yang menguasai
Baghdad dan memerintah selama 93 tahun (429-522 H/ 1037-1127).30 Dua
dinasti ini yang memerintah pada masa al-Zarnuji serta dinasti ayubiyah (564-
648 H/ 1167-1250 M).31
Di zaman kaum saljuk, kota Baghdad mendapatkan kembali sebagian dari
daerah kedudukannya yang semula sebagai ibukota kerohanian tempat
persemayaman khalifah abbasiyah yang menikmati pengaruh keagamaan, dan
menikmati kembali kehebatan serta keagungan yang pernah dinikmati
sebelumnya. Hal ini mungkin dikarenakan kesendirian di Baghdad serta
mendapat kehormatan dan sanjungan dari sultan-sultan kaum saljuk. Dan
28 Busyairi Madjidi, loc. cit. 29 Awaludin Pimay, op. cit., hlm. 33. 30 Badri Yatim, op. cit., hlm. 65-66. 31 Ibid.
45
pengaruh politik terus berada di ibukota kaum saljuk di nisabur kemudian di
Raiyi.32
Dalam zaman inilah para ulama’ dengan dukungan penguasa mulai
dengan keras mengecam filsafat dan failosof bahkan dengan ilmu hikmah
(ilmu pengetahuan umum) pada umumnya. Akan tetapi pandangan mereka
terhadap filsafat dan mantiq terbalik arah, semula ilmu hikmah diabadikan
kepada agama tetapi pada akhirnya hampir saja agama itu dibunuhnya ibnu
Khaldun sendiri mengatakan bahwa filsafat itu besar mudharatnya terhadap
agama. 33
Fazlur Rahman dalam bukunya Islam dan modernitas, menggambarkan
kegiatan intelektual yang dilakukan pada umumnya waktu itu dengan
pernyataan sebagai berikut:
Suatu perkembangan besar yang efeknya sangat merugikan kualitas ilmu pengetahuan pada abad-abad pertengahan Islam adalah penggantian naskah-naskah mengenai teologi, filsafat, yurisprudensi dan sebagainya. Sebagai materi-materi pengajaran tertinggi, dengan komentar-komentar dan superkomentar-superkomentar. Proses pengkajian komentar-komentar menghasilkan keasikan dengan detil-detil yang pelik dengan mengesampingkan masalah-masalah pokok dalam obyek yang dikaji. Perselisihan pendapat (jadal) menjadi prosedur yang paling digemari untuk memenangkan suatu poin, dan hampir-hampir menggantikan upaya intelektual yang asli untuk membangkitkan dan menangkap masalah-masalah yang riil dalam obyek yang dikaji.34
Prof. Dr. Ahmad Syalabi menjelaskan bahwa zaman kaum saljuk banyak
terjadi kebangkitan pikiran yang pesat, yang dasarnya telah dirintis oleh
Nizamul Mulk wazir kepada Alb Arislan dan Malik Syah. Wazir yang berilmu
pengetahuan ini telah mendirikan sekolah-sekolah yang menggunakannya,
yaitu Nizamiyah. Sekolah-sekolah tersebut terdapat ditempat-tempat sebagai
32 Ahmad Salabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, terj. Labib Muhammad, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1997), hlm. 340. 33 Busyairi Madjid, op. cit., hlm. 101-102. 34 Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual, (Bandung: Pustaka, 2000), hlm. 43.
46
berikut: Baghdad, Balkan, Nisabur, Haraf, Afghan, Basrah, Marwqa, Amal
dan Mausil. Menurut as-Subki, Nizamul Mulk mempunyai sekolah di setiap
kota di Iraq dan Khurasan.35
Pada zaman pemerintahan bani saljuk dan bani ayyub, aliran syi’ah dan
mu’tazilah mulai redup. Karena kedua pemerintahan ini lebih condong ke
sunni. Kecenderungan itu tampak dengan adanya pemberian dukungan kepada
lembaga-lembaga pendidikan sunni.36
D. Hasil Karya al-Zarnuji
Peneliti tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah kitab yang telah
ditulis oleh al-Zarnuji. Peneliti hanya mengetahui kitab Ta’lim al-Muta’alim
adalah satu-satunya karya imam al-Zarnuji yang dapat dijumpai sampai
sekarang dan tanpa keterangan tahun penerbitan. Peneliti sudah berusaha
semaksimal mungkin, tetapi beberapa referensi yang peneliti dapatkan
menyebutkan bahwa hanya kitab Ta’lim al-Muta’alim karya al-Zarnuji.
Apakah dia hanya menulis sebuah kitab saja, ataukah juga menulis kitab-kitab
yang lainnya tidak ditemukan catatan yang melaporkan hal itu, tetapi ada
indikasi bahwa al-Zarnuji menulis kitab lain namun sudah musnah karena
termasuk yang termusnahkan akibat tragedi sejarah. Sejarah menyebutkan
tokoh Jengis Khan dan pasukannya selama 5 tahun (1220-1225 M/ 1617-1622
H) menaklukan dan menghancurkan Persia timur. Ada kemungkinan karya al-
Zarnuji lainnya ikut musnah kecuali kitab Ta’lim al-Muta’alim sebagai satu-
satunya karya yang terselamatkan, namun Djudi al-Falasany penulis yang
berpendapat demikian tidak dapat menguatkan pemikirannya yaitu tentang
bagaimana kitab Ta’lim al-Muta’alim itu bisa terselamatkan.37
35 Ahmad Syalabi, op.cit., hlm. 351. 36 Fazlur Rahman, Islam, (Bandung: Pustaka, 1997), hlm. 267. 37 Awaludin Pimay, op. cit., hlm. 29-30.
47
Maemonah dengan mengutip pendapatnya Ghazali Said menyatakan
bahwa karya al-Zarnuji adalah kitab Ta’lim al-Muta’alim merupakan bagian
dari karya al-Zarnuji yang masih ada sampai sekarang ini.
E. Gambaran Umum Isi Kitab Ta’lim Al-Muta’alim
Kitab Ta’lim al-Muta’alim diterbitkan pada tahun 996 H, kitab ini juga
diterjemahkan kedalam bahasa Turki oleh abd. Al-Majid bin Nusuh bin Isra’il
dengan judul Irshad al-Ta’lim fi Ta’lim al-Muta’allim. Menurut informasi
dari Gesechiehteder Arabschen litteratur, yang biasa dikenal dengan
singkatan G.A.L karya Cart Brockelmann,38 Menginformasikan berdasarkan
data yang ada di perpustakaan, bahwa kitab Ta’lim pertama kali diterbitkan di
mursid abad pada tahun 1265 M, kemudian ditulis tahun 1286, 1873, di Kairo
1281, 1307, 1418, di Istambul 1292, dan di Kasan 1898, selain itu kitab
Ta’lim menurut G.A.L. telah diberi catatan atau komentar (syarah), dalam
tujuh penerbitan masing-masing atas nama 1. Nau’i, tanpa keterangan tahun
penerbitan, 2. Ibrahim bin Isma’il pada tahun 996 H/ 1588, 3. As-Sa’rani
710/711, 4. Ishaq ibn. Ar-Rumi Qili’ 720 dengan judul Mir’atu Atholibin, 5.
Qadi B. Zakariya al-Anshari A’saf, 6. Otman Pazari 1986 dengan judul
Tafhim al-Mutafahhim, dan 7. H.B. al-Faqir, tanpa keterangan tahun
penerbitan.
Kitab Ta`lim al-Muta`allim Thariqat al-Ta`alum dikaji dan dipelajari
hampir di setiap lembaga pendidikan Islam, terutama lembaga pendidikan
tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modern, karena
Pada dasarnya ada beberapa konsep pendidikan Zarnuji yang banyak
berpengaruh dan patut diindahkan, yakni :
1. Motivasi dan penghargaan yang besar terhadap ilmu pengetahuan
dan ulama
2. Konsep filter terhadap ilmu pengetahuan dan ulama
38
Ibid.
48
3. Pendekatan-pendekatan teknis pendayagunaan potensi otak, baik
dalam terapi alamiyah atau moral-psikologis.39
Sedangkan cara berpikir al-Zarnuji, dapat dikatakan bercorak spiritual
atau bersifat metafisis. Hal itu disebabkan oleh pengaruh sosial-politik yang
berlangsung pada saat al-Zarnuji hidup, di mana di zaman kaum saljuk kota
Baghdad kembali menjadi ibukota kerohanian sebagai tempat persemayaman
khalifah Abbasiyah yang sanngat kental dengan dogma-dogma keagamaan.
Jadi, corak pemikiran al-Zarnuji banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran ulama
Islam seperti al-Ghazali yang hidup pada masa Abbasiyah.
Secara umum dalam kitab tersebut berisi:
1. Pendahuluan
Pada pendahuluan beliau menuliskan pujian dan rasa syukur kepada
Allah yang telah melimpahkan melebihkan nikmatnya atas ilmu dan amal
atas semesta alam, dan mengucapkan shalawat kepada Muhammad, tokoh
arab, dan keluarga, sahabat-sahabat beliau yang merupakan sumber ilmu
pengetahuan dan hikam.
Kemudian al-Zarnuji menuliskan kegelisahan beliau terhadap penuntut
ilmu yang tekun tapi tidak bisa memetik kemanfaatan dan buahnya. Yaitu
mengamalkan dan menyiarkannya. Karena penuntun tadi salah jalan dan
meninggalkan persyaratan yang menjadi keharusan untuk dilakukan.
Manusia yang salah jalan akan tersesat dan gagal dalam tujuannya baik
besar atau kecil. Maka dengan adanya kitab ini akan memberikan jalan
bagi penuntut ilmu, agar mereka tidak tersesat.
Kemudian al-Zarnuji mengharapkan doa dari gurunya yang alim dan
arif itu untuk para pecinta ilmu semoga diberikannya kebahagiaan di hari
kemudian, setelah belajar dari kitab Ta’lim al-Muta’alim tersebut
39 http://www.masterfajar.co.cc/2010/02/analisis-kritis-terhadap-kitab-talimul.html
49
2. Isi
Kitab ini terdiri dari 13 bab, yaitu:
a. Fasal tentang pengertian ilmu dan fiqh serta keutamaannya.
b. Fasal tentang niat di waktu belajar
c. Fasal tentang memilih ilmu, guru, teman, dan mengenai ketabahan.
d. Fasal tentang menghormati ilmu dan ulama’
e. Fasal tentang tekun, kontinuitas dan minat
f. Fasal tentang permulaan, ukuran dan tata tertib belajar.
g. Fasal tentang tawakal
h. Fasal tentang masa pendapatan buah hasil ilmu.
i. Fasal tentang kasih sayang dan nasehat.
j. Fasal tentang istifadah.
k. Fasal tentang wara’ dikala belajar
l. Fasal tentang penyebab hafal dan lupa
m. Fasal tentang pendatang dan penghalang rizki, serta pemanjang dan
pengurang umur.
3. Penutup
Kitab Ta’lim al-Muta’alim diakhiri dengan bab yang ke 13 berisi
tentang fasal pendatang dan penghalang rizki, serta pemanjang dan
pengurang umur. Setelah itu beliau mengucapkan rasa syukur kepada
Allah yang telah mengajarkan manusia sesuatu yang tidak diketahuinya,
yang memberikan nikmat dan kemulyaannya dengan adanya petunjuk.
Dan dengan adanya kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum yang
ditulis oleh syekh Ibrahim bin Ismail al-Zarnuji semoga dapat memberi
manfaat kepada para penuntut ilmu.
F. Persyaratan Mencari Ilmu Dalam Kitab Ta’lim Muta’alim
Kemulyaan ilmu sudahlah jelas dapat diketahui oleh setiap orang, sebab
ilmu itu khusus dimiliki manusia. Dan dengan ilmu pula, Allah
50
mengunggulkan Adam as. Diatas malaikat dan bahkan kepada Adam pula ia
diperintah agar sujud menghormati kepadanya. Karena ilmu ditafsiri dengan
sifat yang kalau dimiliki oleh seseorang maka menjadi jelaslah apa yang
terlintas didalam pengertiannya.40 Dikatakan tidak ada ilmu kecuali dengan
diamalkan, hal tersebut adalah adalah meninggalkan tujuan duniawi menuju
tujuah ukhrawi. Setiap orang seharusnya tidak sampai melupakan dirinya dari
hal-hal yang berguna, agar akal dan ilmu tidak menjadi dalih dan
menyebabkannya bertambah maksiyat.41
Menurut al-Zarnuji, mencari ilmu bernilai ibadah dan mengantarkan
seseorang untuk kebahagian duniawi dan ukhrawi. Kebahagian duniawi yang
dimaksud adalah sejalan dengan konsep pemikiran ahli pendidikan yakni
proses belajar hendaknya mampu untuk ilmu yang mencakup tiga ranah yakni
kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan dimensi ukhrowi adalah
sebagai perwujudan rasa syukur manusia sebagai hamba Allah yang telah
mengaruniai akal.42
Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi berkaitan dengan atmosfir
akademik dan nilai estetik relasi antara guru dan murid sebagaimana
dituangkan dalam Ta’lim al-Muta’allim, yakni pertama, titik tolak pemikiran
pendidikan al-Zarnuji bermula dari pembicaraan tentang substansi dan esensi
kehidupan. Dia cenderung menggunakan term-term tasawuf dalam pemikiran
pendidikannya. Oleh karena itu, al-Zarnuji sangat menekankan pendidikan
akhlak. Baginya, pendidikan yang utama adalah berangkat dari hal-hal yang
substansial, yakni masalah moral (akhlak). Dengan kata lain, dari masalah
yang substansi dan esensi ini akan melahirkan perform yang sejati.43
40 Aliy As’ad, Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan terj. Ta’lim al-Muta’alim, (Kudus: Menara Kudus), hlm. 5-9. 41 Ibid.
42 http://hilmanswork.wordpress.com/2009/04/15/teori-belajar-menurut-islam/ (24 Maret 2010). 43 http://mustastghitsin-aghitsna.blogspot.com/2009_11_01_archive.html.
51
Persyaratan dalam mencari ilmu demi mendapat kesuksesan juga ditulis
al-Zarnuji dalam bentuk syair. Syair tersebut berbunyi:
KLMNل ا QRS T Tا UVWX Tا *Z[ ءQ]^_ `a _ZX Qba cdefن Q
44و ا رQv د ا[QV ذ و ct ل ز Qf ن ٭ ر وUpLXا QZno ذ آQ ء و jk ص و
Tidak akan berhasil seseorang dalam mencari ilmu kecuali dengan enam syarat maka akan aku sampaikan kepadamu keseluruhan syarat-syarat tersebut dengan jelas, cerdas, rasa ingin tahu yang tinggi, sabar, mempunyai biaya, adanya petunjuk dari seseorang guru dan dalam waktu yang lama.45
Syair tersebut diambil al-Zarnuji dari sahabat Ali bin Abi Thalib. Syair
ini muncul pada saat Islam sedang dalam masa perkembangannya, dimana
orang Islam sedang dalam kondisi ingin memaknai Islam agar menjadi agama
yang diakui oleh masyarakat luas di seluruh penjuru dunia. Pada saat itu
agama Islam sudah mulai maju dan kekuasaan kekhalifahan Islam juga sudah
makin luas sehingga pengembangan agama Islam sudah tidak begitu terfokus
pada pengembangan dan perluasan wilayah Islam, akan tetapi lebih terfokus
pada pengembangan sumber daya manusianya, hal ini bertujuan untuk lebih
menguatkan Islam dari dalam supaya tidak mudah hancur apabila menghadapi
serangan baik dari dalam maupun dari luar
Terkait alasan al-Zarnuji mengapa mengutip syair Ali Bin Abi Thalib,
penulis tidak menemukannya dalam isi kitab Ta’limul Mutaallim karena hal
itu memang tidak dijelaskan oleh al-Zarnuji dalam kitab tersebut. Namun,
sebagaimana dijelaskan di atas bahwa al-Zarnuji hidup pada abad ke-6 H yang
sangat dekat dengan masa khulafaurrasyidin, adalah hal yang lazim jika
pemikiran-pemikirannya banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran
khulafaurrasyidin utamanya oleh Ali Bin Abi Thalib, mengingat sahabat Ali
44 Muhammad bin Ahmad Nubhan, Sarah Ta’limul Muta’alim, (Surabaya: Darul Kitab Islami), hlm. 15. 45 Syekh Ibrahim bin Ismail al-Zarnuji, Ta’limul Muta’alim, (Semarang: CV Toha Putra), hlm. 15.
52
merupakan khalifah yang banyak mengeluarkan ajaran-ajaran tentang
pendidikan atau mencari ilmu.
Keenam syarat sukses yang ditulis al-Zarnuji antara lain:
1. Cerdas )ء Qذ آ(
Cerdas dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum
berarti URnwNا Uaj]46 yang berati kecepatan dalam berfikir. Hal ini
adalah kecerdasan akal (intelligence).47 Cerdas bisa diartikan sebagai
sempurna dalam perkembangan akal dan budi (untuk berfikir,
mengerti). Jadi cerdas bukan hanya menguasai banyak informasi tetapi
juga mampu mengolah informasi menjadi sesuatu hal yang baru atau
teori baru.
Anak yang cerdas juga bisa diartikan sebagai anak yang tajam
pikirannya. Sehingga anak tersebut dapat mengingat, menghafal dan
memahami segala sesuatu dengan cepat. Dalam definisi yang lain,
kecerdasan adalah kemampuan untuk memahami keterkaitan antara
berbagai hal, kemampuan untuk memahami keterkaitan antara
berbagai hal, kemampuan untuk mencipta memperbaharui, mengajar,
berfikir, mamahami, mengingat, merasakan, dan berimajinasi,
memecahkan permasalahan, dan kemampuan untuk mengerjakan
berbagai pekerjaan dalam berbagai tingkat kesulitan.48 Oleh karena itu
kecerdasan menduduki urutan pertama dalam proses pembelajaran
yang terjadi di lembaga pendidikan. Jika seorang anak memiliki suatu
tingkat kecerdasan yang tinggi maka anak tersebut tidak akan
mengalami kesulitan dalam menyerap suatu ilmu dan dia akan
46 Penjelasan ditulis oleh al Imam al Alim al Alamah al Jalil al Syekh Ibrahim bin Isma’il, atas karya imam al-Zarnuji yang bernama Sarah Ta’lim al Muta’alim Thariqat al Ta’alum, hlm. 15. 47 Ilyas al Ashri, Kamus Arab Inggris, (Beirut : Darul Jail, 1979), hlm. 232. 48 Hasan Sadily, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud, 1997), hlm. 186.
53
cenderung membutuhkan waktu yang lebih cepat apabila ingin
menguasai suatu ilmu.
2. Rasa ingin tahu yang tinggi ) ص jk(
Rasa ingin tahu yang tinggi dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim
Thariqat al-Ta’alum صjkxL_yzS {La 49 اي berati yang
dihasilkan dari kecerdasan. Hal ini diartikan sebagai kemauan keras
untuk bisa mengetahui suatu ilmu pengetahuan yang belum diketahui
(dikuasai), sehingga dengan kemauan tersebut akan membuat
seseorang menjadi termotivasi untuk bisa menguasai ilmu
pengetahuan tersebut dan nantinya akan menjadikan dirinya menjadi
giat dan gigih serta ulet dalam menghadapi problem-problem yang ada
selama proses belajar. Rasa ingin tahu yang tinggi akan menimbulkan
suatu unsur dalam diri yang disebut kemauan. Kemauan disebut juga
sebagai kekuatan, kehendak, dapat diartikan sebagai kekuatan untuk
memilih dan merealisasi tujuan, dan untuk merealisasikan suatu tujuan
memerlukan suatu kekuatan yang disebut kemauan.50
Seseorang yang menginginkan kesuksesan dalam mencari ilmu
haruslah memenuhi syarat jk ص (rasa ingin tahu yang tinggi). Pada
dasarnya rasa ingin tahu yang tinggi mempunyai dual elemen, yaitu
elemen dalam (inner component) dan elemen luar (outer
componenet).51
a. Elemen dalam (inner cmponent)
Elemen ini berupa perubahan yang terjadi didalam diri seseorang,
berupa keadaan tidak puas atau ketegangan psikologis. Rasa tidak
puas ini bisa timbul karena keinginan-keinginan untuk
49 Syekh Ibrahim bin Ismail. loc. cit.
50 Wasty Soemanto, Psikologi Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 40. 51 Ibid., hlm. 27.
54
memperoleh penghargaan, pengakuan serta berbagai macam
kebutuhan lainnya.
b. Elemen luar (outer componenet)
Elemen luar dari motivasi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh
seseorang. Tujuan itu sendiri berada di luar diri seseorang, namun
mengarahkan tingkah laku orang itu untuk mencapainya.
Seseorang yang diasumsikan mempunyai kebutuhan akan
penghargaan dan pengakuan, maka timbullah tujuan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
3. Sabar ) QZno را(
Sabar yang mempunyai arti xS Q_LXو xRzf {La ر QZno52وا
berarti atas rintangannya dan cobaannya. Tahan dalam menghadapi
cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa dan tidak patah
hati).53 Seorang manusia yang sabar akan terus berupaya untuk selalu
mempertahankan dorongan keagamaan yang ada pada dirinya,
walaupun terkadang dorongan keagamaan tersebut terkesan sulit untuk
bisa diperjuangkan.
Antara sabar dan syukur ada keterkaitan seperti keterkaitan antara
nikmat dan cobaan. Setiap orang tidak dapat terlepas dari nikmat dan
cobaan itu dalam menjalankan kehidupan di dunia. Kesabaran itu
dibagi menjadi tiga macam:
a. Sabar dalam ketaatan kepada allah.
b. Sabar dari kemaksiatan.
c. Sabar ketika mendapat cobaan.
Semua itu (ketaatan, kemaksiatan dan cobaan) merupakan
gambaran sebuah kehidupan. Oleh karenanya, sabar adalah
52 Syekh Ibrahim bin Ismail. loc. cit.
53 Ilyas al-Asri, op. cit., hlm. 364.
55
separuh keimanan karena setiap cabang-cabang iman memerlukan
sifat sabar. 54
Sabar dan tabah itu pangkal keutaman dalam segala hal, tetapi
jarang yang bisa melakukan. Maka sebaiknya siswa mempunyai hati
tabah dan sabar dalam belajar kepada sang guru, dalam mempelajari
suatu kitab jangan sampai ditinggalkan sebelum sempurna dipelajari,
dalam suatu bidang ilmu jangan sampai berpindah bidang lain sebelum
memahaminya benar-benar, dan juga dalam tempat belajar jangan
sampai berpindah ke lain daerah kecuali karena terpaksa.55
4. Biaya ) UpLX (
pLX }_zX ~_MNا `f U� Qwاي آ UT �Vz� j_pNا {Nرزق ا jfا {�
KLMNا �yzS `�d� �� �L�Nس اcW� ج Q_Vk Tن ا Q�56
Yang berati kepeluan hidup sehingga tidak membutuhkan urusan-
usrusan rizki atau yang lain, maka sesungguhnya kebutuhan akan hal
itu akan mengganggu hati maka kemungkinan ilmu itu tidak
didapatkan. Biaya disini diartikan sebagai ongkos yang mencukupi
untuk biaya hidup, sekiranya orang tersebut (yang menuntut ilmu)
tidak lagi membutuhkan pertolongan dari orang lain dalam masalah
rejeki.57 Jadi seumpama pencari ilmu juga dilibatkan dalam mencari
biaya pendidikan menyebabkan adanya gangguan dan menyebabkan
tidak konsentrasinya dalam mencari ilmu.
Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat
penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Hampir tidak ada
pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat
54 Sa’id Hawwa, Tazkiyatun Nafs Intisari, Ihya Ulumunddin, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2005), hlm. 386. 55 Aliy As’ad, op. cit., hlm. 18-19.
56 Syekh Ibrahim bin Ismail. loc. cit.
57 Ibid.
56
dikatakan dapat dikatakan bahwa tanpa biaya proses pendidikan tidak
akan berjalan.
Biaya dalam pendidikan memiliki arti jenis pengeluaran yang
berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk
uang maupun barang dan tenaga. Dalam pengertian ini, misalnya,
iuran siswa adalah jelas merupakan biaya, tetapi sarana fisik, buku
sekolah dan guru juga adalah biaya. Bagaimana biaya-biaya itu
direncanakan, diperoleh, dialokasikan, dan dikelola merupakan
persoalan pembiayaan atau pendanaan pendidikan58
5. Petunjuk dari guru ( )ذ QV]د ا Qvا ر
ذوارQv د ا[QV دUNT ا[QV ذ La} و�x اcyNاب 59
Yang berarti arahan guru atas sisi yang benar. Arahan guru disini
adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan,
sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya baik
khalifah maupun ‘abd.60 Oleh karena itu guru mempunyai peran yang
sangat penting bagi seorang murid. Guru bertanggung jawab tidak
sebatas dinding sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Hal ini mau tidak
mau menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku
guru, dan perbuatan anak didiknya tidak hanya di lingkungan sekolah,
tapi juga di luar sekolah. Dengan kata lain tugas guru adalah
melahirkan atau membentuk manusia yang pandai tetapi berakhlak
mulia dan bertakwa kepada Allah.
Selain persyaratan diatas, seorang guru yang ideal seharusnya juga
mempunyai sifat dan sikap seperti halnya berikut, antara lain:
58 Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 3-4.
59 Syekh Ibrahim bin Ismail. loc. cit.
60 H. Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 42.
57
a) Adil
Yaitu tidak membeda-bedakan dalam memperlakukan anak didik.
b) Percaya dan suka kepada murid-muridnya
Percaya dalam hal ini guru harus mengakui bahwa anak-anak
mempunyai suatu kemauan dan mempunyai kata hati untuk selalu
berbuat yang terbaik bagi dirinya. Sedangkan suka kepada murid-
muridnya berarti seorang guru akan selalu setia mendampingi dan
membimbing anak didiknya dalam berbagai macam situasi.
c) Sabar dan rela berkorban
d) Memiliki wibawa terhadap anak didiknya
e) Benar-benar menguasai pelajarannya
Apabila seorang guru memiliki pengetahuan yang luas (sesuai
dengan mata pelajarannya/ bidangnya) maka akan mempunyai
dampak yang sangat besar pada anak didiknya, hal ini dikarenakan
guru tersebut akan dapat memberikan petunjuk dan penjelasan
yang sejelas-jelasnya dan secara mendalam kepada anak didiknya
sehingga anak tersebut akan betul-betul memahami pelajarannya.61
6. Waktu yang lama ) ن Qf ل ز ct(
Yang dimaksud dengan waktu yang lama adalah
� �ن ��� ����� ��ل ز�� ن ��� � �� ا� اي � �� �� ��و�
62آ%�$ ة � " �� !� اد ن ا��� ن
Wajib membutuhkan waktu yang lama sehingga menghasilkan
atau mendapatkan ilmu karena sesungguhnya dasar-dasarnya ilmu
sangat banyak sehingga ilmu tidak bisa didapatkan dalam waktu yang
cepat. Waktu yang lama suatu proses agar benar-benar menguasai
61 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1994), hlm. 84-85.
62 Syek Ibrahim bin Ismail, loc. cit.
58
suatu ilmu maka haruslah mempelajari ilmu tersebut, Sebab hal-hal
yang berhubungan dengan ilmu tersebut sangat banyak sehingga tidak
bisa ditempuh dalam waktu yang singkat.63
Hal ini dikarenakan suatu ilmu mempunyai suatu rangkaian yang
sangat erat dengan ilmu yang lain. Dan ilmu itu tidak akan pernah
habis apabila dipelajari terus menerus. Contoh yang berhubungan
dengan al-Qur’an yaitu bahasa arab, sedangkan orang yang ingin
menguasai bahasa arab harus mempelajari ilmu nahwu, sharaf,
balaghah, dan lain-lain. Apabila ilmu tersebut sudah terkuasai, maka
orang tersebut masih harus menguasai ilmu tafsir lengkap dengan
asbabul nuzul. Singkatnya selesaikanlah pendidikan itu sampai tuntas,
jangan sampai berhenti di tengah jalan.
Belajar adalah proses mencari tahu terhadap sesuatu yang
ditangkap oleh indera, dan mampu melakukan apa yang diketahuinya.
Belajar tidak akan pernah berhenti, karena itu dimaknai dengan waktu
yang lama dan tidak akan pernah selesai bagi orang yang ingin
ditinggikan derajatnya oleh Allah. Manusia yang semakin tahu
terhadap sesuatu maka semakin kecil pengetahuan yang mereka punya.
63 Ibid.
59
BAB IV
ANALISIS KONTEKSTUALISASI PERSYARATAN MENCARI ILMU
DALAM KITAB TA’LIM AL-MUTA’ALIM
A. Kontekstualisasi Persyaratan Mencari Ilmu
Belajar merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan oleh seseorang
apabila menginginkan suatu kesuksesan dalam pendidikan, Belajar yang
dimaksudkan adalah belajar dengan giat dan gigih demi untuk mencapai tujuan.
Belajar diartikan sebagai rasa ingin tahu yang tinggi, dan mampu
mengaplikasikan dalam bentuk tingkah laku berkenaan dengan apa yang dia
ketahui. Jadi letak kesuksesan dalam belajar adalah ketika seseorang mampu
mengaplikasikan pengetahuan tersebut.
Proses pembelajaran terdapat tiga unsur yang tidak bisa dipisahkan antara
yang satu dengan yang lain. Yaitu pendidik, siswa dan realitas dunia. Pendidik
dan siswa adalah subjek sadar sedangkan realitas dunia adalah objek tersadar
atau disadari. Subjek sadar berarti orang yang dengan kesadarannya melakukan
suatu pekerjaan secara aktif, sedangkan objek tersadar berarti sesuatu yang
dikenai pekerjaan dan hanya bersifat pasif. Ketiga unsur tersebut dalam
pendidikan akan selalu terkait dalam membentuk suatu struktur keilmuan. Ilmu
akan mudah didapatkan dalam lembaga pendidikan apabila terdapat kerjasama
yang baik antara guru dan murid dalam menangkap sebuah realitas dunia.
Dalam psikologi terdapat dua sarana dalam belajar yang perlu diperhatikan
yakni:
1. Sarana fisik
Sarana fisik tersebut adanya dua panca indera manusia yang
membantunya untuk melakukan kegiatan belajar yakni mata dan telinga.
Tidak bisa dipungkiri kedua panca indera ini menjadi sesuatu yang
mutlak digunakan ketika belajar.
60
2. Sarana psikis
Akal dan qalb yang merupakan bagian dari sarana psikis. Akal dapat
diartikan sebagai daya pikir atau potensi intelegensi. Akal identik
dengan daya pikir otak yang mengantarkannya pada pemikiran logis dan
rasional. Sedangkan qalb mempunyai dua arti jantung dan karunia
Tuhan yang halus yang bersifat rohaniah.1
Sarana tersebut adalah proses seperti halnya syarat-syarat menuntut ilmu
dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim yang di tulis al-Zarnuji yang merupakan
sesuatu yang harus dipegang kalau siswa ingin mendapatkan kesuksesan,
walaupun cara pandang akan nilai suatu ilmu telah mengalami pergeseran, tapi
syarat ini masih tetap relevan dengan kondisi sekarang. Syarat tersebut yaitu:
1. Cerdas
Kecerdasan merupakan anugerah dari Tuhan YME yang berkaitan
dengan keturunan, kesehatan jiwa dan fisik. Seorang anak yang mampu
memahami suatu permasalahan dan mampu menyelesaikannya dengan baik
dikatakan sebagai anak yang cerdas, sedangkan pada jaman dahulu cerdas
diartikan hanya sebagai kecerdasan akal yang pada masa kini dikenal dengan
istilah IQ (intelligence Quotion). Anak yang mempunyai IQ tinggi bukan
menjadi tolak ukur bahwa anak itu dikatakaan anak yang cerdas. Tapi
kecerdasan anak terletak pada peran akal dalam menangkap informasi setelah
itu mampu mengolah informasi tersebut menjadi sebuah pengetahuan yang
baru atas dasar pengetahuan yang memahamkan.
Kecerdasan merupakan ranah kognitif siswa yang menekankan tujuan
intelektual, yang terbagi menjadi enam tingkatan yaitu:
1. Pengetahuan
Pengetahuan didefinisikan sebagai suatu ingatan terhadap materi
yang telah dipelajari. Hal itu meliputi ingatan terhadap jumlah materi
1 http://fisikaumm.blogspot.com
61
yang banyak, dari fakta-fakta yang khusus hingga teori-teori yang
lengkap.
Pengetahuan didasarka dalam tiga komponen, yaitu IQ (inteligent
Quotion), EQ (Emotional Quotion), dan SQ (Spiritual Quotion). Yang
mana ketiga komponen itu saling berkaitan. Seseorang dengan IQ yang
tinggi tanpa dibarengi dengan pengolahan emosi yang baik akan
cenderung memiliki sifat-sifat penuh ambisi dan produktif. Sebaliknya,
orang yang tinggi kecerdasan emosionalnya secara social mantap, mudah
bergaul dan jenaka, tidak mudah takut atau gelisah, mereka
berkemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orang lain untuk
memikul tanggung jawab , mempunyai pandangan moral, simpatik, dan
hangat dalam berhubungan. Kehidupan sosialnya akan matang, yang
mana orang ayang ada di sekelilingnya akan merasa nyaman.
2. Pemahaman
Pemahaman diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam menangkap
makna suatu bahan ajar. Hal itu dapat diperlihatkan dengan cara
menerjemahkan bahan dari bentuk satu ke bentuk yang lain.
3. Penerapan
Penerapan yang dimaksudkan menunjuk pada kemampuan menggunakan
bahan ajar yang telah dipelajari pada situasi yang baru dan konkret. Hal
itu meliputi hal-hal seperti penerapan aturan, metode, konsep, prinsip,
hukum, dan teori-teori.
4. Analisis
Analisis menuntut suatu kemampuan memilah-milah suatu bahan pada
bagian-bagian komponennya sehingga sturuktur bahan tersebut dapat
dipahami. Hal itu meliputi identifikasi bagian-bagiannya, analisis
hubungan antara bagian-bagian, dan pengenalan terhadap prinsip-prinsip
pengorganisasian unsur yang terkait.
5. Sintesis
62
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk menghimpun atau
menyatukan bagian-bagian atau elemen-elemen untuk membentuk pola
baru. Seperti bentuk komunikasi yang unik, rancangan operasional atau
skema yang mengklasifikasikan informasi.
6. Evaluasi
Evaluasi merujuk pada kemampuan untuk memutuskan atau menentukan
nilai suatu materi untuk satu tujuan yang telah ditentukan. Putusan-
putusan tersebut tentu saja harus didasari kriteria yang pasti.2
Dalam kajian ilmu modern, terdapat delapan kecerdasan yaitu:
a. kecerdasan linguistik, yaitu bakat dalam kemampuan berbahasa.
b. kecerdasan matematis/logis, yaitu kemampuan dalam menangani angka
dan berpikir logis.
c. Kecerdasan visual, yaitu kecerdasan untuk membayangkan sesuatu dalam
pikiran.
d. Kecerdasan musical, yaitu kecerdasan dalam menciptakan dan
menafsirkan music.
e. Kecerdasan fisik, yaitu kemampuan dalam melakukan gerakan-gerakan
yang bagus.
f. Kecerdasan inter-personal, yaitu kemampuan berkomunikasi dan bergaul
dengan baik.
g. Kecerdasan intra-personal, yaitu kemampuan melakukan analisis diri.
h. Kecerdasan naturalis, yaitu kemampuan dalam mengenali unsur-unsur
alam.3
Kecerdasan-kecerdasan tersebut terbentuk dari pengetahuan.
Pengetahuan merupakan hasil dari keingintahuan manusia. Manusia
merupakan mahluk yang berfikir. Dan dalam proses mendapatkan sebuah
2 Hisyam Zaini, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2002), hlm. 69-70. 3 Collin rose, Kuasai Lebih Cepat, (Bandung: Kaifa, 2002), hlm. 24-25
63
pengetahuan perlu adanya langkah-langkah yang sistematis agar membentuk
sebuah ilmu pengetahuan benar. Oleh karena itu pengetahuan yang benar
apabila didapatkan dengan cara yang benar pula. Maka, pengetahuan bukan
dijadikan sebagai informasi saja, yang bisa disahkan kebenaranya, tanpa
mengetahui bagaimana pengetahuan itu terbentuk. Selain itu pengetahuan
harus menjadi pijakan awal dalam melangkah untuk menemukan
pengetahuan yang baru, bukan sekedar menjadi sebuah informasi yang benar
yang tidak dapat disalahkan. Jadi Kecerdasan tidak hanya dilihat dari
banyaknya informasi yang didapatkan, tapi ada peranan akal dalam berfikir
untuk membangun informasi baru.
Cerdas bagi seorang siswa dalam pembelajaran adalah mampu untuk
menangkap pelajaran secara clear and distint. Yakni tahu dasar-dasar
pengetahuan itu didapatkan dan bisa membedakan antara ilmu satu dengan
yang lain. Selain itu siswa juga harus membentuk pengetahuan yang
didapatkan menjadi sebuah prilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dengan ini
siswa akan menjadi sumber daya manusia yang berguna bagi masyarakat.
Cerdas dalam pembelajaran sekolah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kemampuannya dalam menelaah dan memahami sesuatu lebih kuat
dari pada anak yang lain.
b. Kemampuannya dalam belajar dan menyerap berbagai pemikiran
serta pengetahuan sangat cepat.
c. Selalu dapat menyikapi dan memecahkan permasalahan belajar
dengan tepat.
d. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam memahami keterkaitan
antara berbagai hal, angka-angka dan antara kalimat-kalimat.
e. Kreativitasnya tinggi, mampu untuk berbuat perencanaan dan upaya
untuk mencapai suatu tujuan.
f. Pandai beradaptasi dengan berbagai lingkungan yang berbeda dan
berubah.
64
g. Memiliki sifat dan kemauan yang keras.4
Cerdas sebagai siswa bukan hanya membentuk dalam sekolah formal tapi
juga akan terbentuk dalam hal non formal seperti sikap terhadap teman,
terhadap guru, orang tua dan masyarakat, kemudian ketika menghadapi
masalah belajar siswa yang cerdas tidak akan lari dari masalah tersebut tapi
akan mencoba menyelesaikan masalah tersebut.
Cerdas disini tidak hanya diperuntukan untuk siswa, tapi sebagai
pendidik juga harus memegang prinsip ini. Cerdas bagi seorang pendidik
bukan hanya mampu mentransfer pengetahuannya saja tapi juga mampu
mampu memberikan metode yang cocok guna mempermudah siswa dalam
pemahaman dan membimbing mereka sampai anak tersebut sukses dalam
belajar.
2. Rasa ingin tahu yang tinggi
Rasa ingin tahu merupakan merupakan motif naluriah yang mempunyai
urgensitasnya tersendiri dalam kehidupan manusia dan demikian pula
membentuk motif kognitif. Motif kognitif yang dapatkan dalam proses
pembelajaran adalah salah satu keistimewaan manusia dan merupakan
motivasi tertinggi atau motivasi yang membuat manusia mampu
mendapatkan semua hak-haknya. Motif kognitif merupakan motif mandiri
yang berinterrelasi dengan penciptaan kedua dalam diri manusia, yakni
ruhnya, yang dari hal tersebutlah timbul kehidupan berpikir dan
berintegrasi.5
Rasa ingin tahu merupakan lanjutan dari seorang yang cerdas. Orang
yang cerdas apabila tidak disertai dengan rasa ingin tahu yang tinggi, maka
dalam keadaan yang merugi. Karena landasan dasar orang mendapatkan
4 Muhammad Said Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah, terj. Ali Yahya, (Jakarta : CV. Cendekia Centra Muslim, 2001, hal. 234. 5 Muhammad Izzudin Taufiq, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 692.
65
pengetahuan adalah rasa ingin tahu yang tinggi. Begitu juga siswa rasa
keingintahuan akan membentuk sikap siswa dalam pengetahuan.
Rasa ingin tahu atau kemauan mengandung pengertian bahwa seseorang
apabila menginginkan kesuksesan dalam mencari ilmu diharuskan
mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi sehingga akan membuat dirinya
menjadi semangat dan tekun dalam belajar, artinya siswa tersebut harus
mempunyai motivasi yang kuat untuk terus belajar tanpa kenal menyerah
dalam menuntut ilmu. Dalam hal ini berarti siswa harus selalu belajar sendiri
dengan mengulang-ulang materi pelajaran yang telah dipelajarinya disekolah
agar informasi yang telah diterimanya tidak akan hilang dan selalu melekat
kuat didalam memorinya.
Pada dasarnya terdapat dua prinsip dasar tentang bagaimana cara sukses
untuk belajar, pertama bagaimana cara menyerap informasi dengan benar
(modalitas), dan yang kedua bagaimana mengatur dan mengolah informasi
tersbut (dominasi otak).6 Seseorang siswa walaupun mempunyai IQ rendah
akan tetapi mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi dan berusaha dengan giat,
tekun belajar secara terus menerus (continue), maka lama kelamaan
kemampuannya dalam menguasai suatu bidang keilmuan akan terus
bertambah sehingga akhirnya akan bisa mengejar ketertinggalan dari teman-
temannya. Dengan belajar secara continue maka lama kelamaan apa yang
dulunya sulit untuk dipelajari dan dipahami maka sedikit demi sedikit akan
dapat dimengerti sehingga akhirnya akan dapat dipahami secara keseluruhan.
Prinsip tersebut akan membentuk anak yang cerdas dan tangguh dalam
meraih kesuksesannya. Orang yang memiliki ketekunan akan selalu giat
dalam berusaha dan belajar dari kegagalan yang pernah dirasakannya, yang
dengan kegagalan tersebut akan menjadikannya suatu bahan acuan yang
nantinya menjadi pedoman untuk terus berusaha mengatasi kegagalan-
6 Bobby de Porter dan Mike Hernacki, Quantum learning, (Bandung: Kaifa, 1999), hlm. 110
66
kegagalan yang pernah dirasakannya, dengan adanya penjelasan “ingin tahu”
seperti diatas, maka bisa dikatakan bahwasanya “ingin tahu” merupakan
salah satu bagian dari kemampuan seseorang dalam mengendalikan emosi
yang ada pada dirinya dan menjadikannya sebagai motivasi yang mendorong
menuju keberhasilan, seperti pepatah :
C و EC FHE
Artinya: “siapa yang berusaha (dengan keras) maka akan mendapatkannya”.7 Dengan terus berusaha, maka orang akan belajar dari kesalahnnya untuk
kemudian memperbaiki kesalahan tersebut, sehingga lama kelamaan dia akan
bisa mengatasi masalah yang dihadapi dan akhirnya bisa mendapatkan
keinginannya.
3. Sabar
Lawan dari sifat sabar adalah keluh kesah (jaza’), yang merupakan
perbuatan tercela, atau kufur yang akan membawa kepada kehancuran.8
Sedangkan sabar yaitu mengetahui konsekuensi dan mau melakukan
konsekuensi. Artinya tahu apa yang harus dilakukan dan mau melakukan
apa yang harus dilakukan. Seperti contoh, siswa bodoh, dikatakan bodoh
karena siswa belum mengetahui pelajaran. Siswa yang bodoh tahu
bahwasanya belum tahu (bodoh) itu harus mencari tahu atau belajar kalau
siswa tersebut ingin sukses. Maka konsekuensi siswa tersebut adalah belajar.
Manusia dalam belajar itu ada tingkatan yaitu tahu, mau dan mampu. Apabila
ketiga tingkatan tersebut terpenuhi maka siswa tersebut akan sukses dalam
mencari ilmu.
Sabar terbagi menjadi dua bentuk:
a. Sabar yang berkaitan dengan tubuh, yaitu menanggung beban yang
berat dengan anggota tubuh, baik secara pekerjaan seperti
7 Imam Muhyiddin An-Nawawi, Al Addzkar, Darul Ihya’, Indonesia, tth, hal. 4
8 ibid., Hlm. 386.
67
mengerjakan pekerjaan yang berat dalam beribadah dan lainnya
maupun menanggung beban yang berat dengan ketabahan (hati).
b. Kesabaran yang paling sempurna, yaitu sabar dalam menghadapi
keinginan syahwat dan hawa nafsu. Sabar dalam menghadapi syahwat
perut dan kemaluan disebut dengan iffah (menjaga diri).9
Bagi seorang siswa, dalam belajar terdapat rintangan yang berasal dari
dua sisi, yaitu internal (dalam diri) dan eksternal (dari luar). Rintangan dari
dalam diantaranya adalah kesulitan dalam memahami suatu kajian dalam
mata pelajaran. Apabila seseoarang mampu bersabar dengan tidak menyerah
pada dirinya sendiri yang agak kesulitan dalam memahami materi pelajaran
yang diterimanya dan terus berusaha mengatasi ketidakmampuannya dengan
terus menerus belajar dan berusaha, maka lama kelamaan kesulitan tersebut
akan bisa diatasi.
Sedangkan rintangan dari luar, misalnya berupa kesulitan seperti contoh
transportasi dan komunikasi. Dengan adanya faktor transportasi dan
komunikasi yang tidak lancar maka akan mengganggu kondisi siswa dalam
berkonsentrasi untuk menuntut ilmu. Apabila anak tersebut menyerah pada
situasi yang demikian maka akan berakibat pada kecenderungan untuk malas
dalam menuntut ilmu dan akhirnya akan menghalangi kesuksesan dalam
belajar. Akan tetapi apabila anak tersebut bersabar dan berusaha untuk tidak
menyerah dengan berusaha mencari solusi yang terbaik dari rintangan yang
menghalanginya, maka hal ini akan berbuah pada kesuksesan dalam belajar.
4. Biaya
Biaya merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan disekolah. Dalam setiap upaya pencapaian
tujuan pendidikan baik tujuan-tujuan yang yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif, biaya pendidikan memiliki peranan yang menentukan. Hampir
9 ibid., Hlm. 388.
68
tidak ada upaya pendidikan tanpa yang dapat mengabaikan peranan biaya.
Biaya dalam pendidikan memiliki arti jenis pengeluaran yang berkenaan
dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun
barang dan tenaga. Dalam pengertian ini, misalnya, iuran siswa adalah jelas
merupakan biaya, tetapi sarana fisik, buku sekolah dan guru juga adalah
biaya. Bagaimana biaya-biaya itu direncanakan, diperoleh, dialokasikan, dan
dikelola merupakan persoalan pembiayaan atau pendanaan pendidikan.10
Belajar melalui guru dalam bentuk formal (sekolahan) atau non formal
(ngaji) jelas membutuhkan biaya. Baik biaya transportasi ataupun biaya
administrasi. Biaya disini diartikan sebagai ongkos yang mencukupi untuk
biaya hidup. Biaya disini mempunyai relevansi yang sangat kuat dengan
prinsip pendidikan modern. Hal ini dikarenakan biaya merupakan syarat
mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang ingin sekolah. Seperti
yang kita ketahui bahwasanya proses belajar yang baik adalah disekolahan.
Bisa dibayangkan apabila orang tidak mempunyai sedikitpun biaya
pendidikan. Maka siswa pun tidak bisa bersekolah atau belajar.
Permasalahanya adalah bagaimana dengan nasib siswa yang tidak punya
biaya dalam sekolah, apakah siswa tidak bisa sukses? Biaya (ongkos) tidak
hanya diartikan sebagai materi saja tapi diartikan sebagai modal atau usaha
untuk mendapatkan pengetahuan. Ongkos itu bisa berupa kesabaran,
ketekunan, keyakinan. Bekenanaan dengan biaya dalam administrasi dan
transportasi dalam pendidikan itu bisa dicari dengan modal ketekunan,
semangat dan kesabaran. Jadi letak dari penekanan biaya disini diartikan
sebagai ongkos diri dalam mengatasi masalah pendidikan. Bukan
melemahkan siswa karena tidak punya biaya.
10 Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, (Bandung: PT Remaja rosdakarya, 2006), hlm. 3-4.
69
Biaya dalam pendidikan tidak akan menjadi kendala bagi siswa yang
ingin menjadi sukses dalam menuntut ilmu. Karena yang ada di benaknya
adalah bagaimana siswa tersebut mendapatkan ilmu. Dari keyakinan tersebut
akan membentuk mental yang kuat dari siswa ketika terdapat rintangan yang
membentang dan terbuka jalan bagi siswa untuk mengatasi segala
permasalahan pendidikan.
5. Petunjuk guru
Guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat
kedewasaan, sehingga ia mampu menuanaikan tugas-tugas kemanusiaannya
baik khalifah maupun ‘abd.11 Oleh karena itu guru mempunyai peran yang
sangat penting bagi seorang siswa, Guru bertanggung jawab tidak sebatas
dinding sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Hal ini mau tidak mau menuntut
guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku guru, dan perbuatan anak
didiknya tidak hanya di lingkungan sekolah, tapi juga di luar sekolah.
Dengan kata lain tugas guru adalah melahirkan atau membentuk manusia
yang pandai tetapi berakhlak mulia dan bertakwa kepada Allah.
Dalam pembelajaran di sekolah seorang guru mempunyai peranan penuh
dalam mewujudkan kesuksesan siswa. Seorang guru mempunyai peran
sangat penting bagi perkembangan pemikiran siswanya. Guru berperan
sebagai motivator yang selalu memberikan semangat bagi muridnya untuk
terus belajar dan berusaha dan juga berfungsi sebagai pembimbing bagi
siswa-siswa apabila apa yang mereka lakukan seakan mengalami jalan buntu
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Bagaimanapun seorang
guru dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya akan dapat
membantu siswa dengan baik apabila siswa tersebut mengalami kebuntuan
dalam berpikir.
11 H. Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 42.
70
Selain itu guru juga mampu mengarahkan siswa menuju belajar yang
efektif dan efisien. Artinya belajar secara cepat yang memahamkan dan tidak
membuang waktu yang lama. Karena sekarang ilmu telah terbagi menjadi
banyak kelompok, dan bagi seorang siswa, mereka merupakan manusia yang
tidak tahu apa-apa. Walaupun terdapat buku atau media lain, hal tersebut
belumlah cukup untuk menggantikan seorang guru.
Tugas guru yang begitu berat harus didukung dengan peran siswa yang
harus mematuhi dan melaksanakan, agar terjadi kesinambungan antara guru
dan siswa. Dalam agama arahan guru sangatlah penting karena dalam zaman
globalisasi banyak pemikiran agama yang liberal, yang menuntut siswa untuk
berfikir rasional. Kerasionalan tanpa didukung dari arahan guru akan
membuat siswa tersesat.
6. Waktu yang lama
Yang dimaksud dengan waktu yang lama adalah bahwasanya di dalam
mencari ilmu apabila seseorang menginginkan agar benar-benar menguasai
suatu ilmu maka haruslah mempelajari ilmu tersebut dalam waktu yang
relatif lama, sebab hal-hal yang berhubungan dengan ilmu tersebut sangat
banyak sehingga tidak bisa ditempuh dalam waktu yang singkat.12
Hal ini dikarenakan suatu ilmu mempunyai suatu rangkaian yang sangat
erat dengan ilmu yang lain. Dan ilmu itu tidak akan pernah habis apabila
dipelajari terus menerus. Contoh yang berhubungan dengan al-Qur’an yaitu
bahasa arab, sedangkan orang yang ingin menguasai bahasa arab harus
mempelajari ilmu nahwu, sharaf, balaghah, dan lain-lain. Apabila ilmu
tersebut sudah terkuasai, maka orang tersebut masih harus menguasai ilmu
tafsir lengkap dengan asbabul nuzul. Singkatnya selesaikanlah pendidikan itu
sampai tuntas, jangan sampai berhenti di tengah jalan.
12 Syekh Ibrahim bin Ismail al-Zarnuji, Ta’limul Muta’alim, (Semarang: CV Toha Putra), hlm. 15.
71
Dijaman globalisasi seperti sekarang ini persaingan dalam segala bidang
semakin ketat sehingga menuntut adanya suatu kecenderungan untuk
melakukan segalanya dengan cepat dan efektif, begitu pula dalam dunia
pendidikan, seseorang dituntut untuk menguasai suatu keterampilan
(penguasaan dalam materi pelajaran) secara tepat dan efektif, sehingga tidak
ada waktu yang terbuang secara sia-sia karena waktu seakan berjalan dengan
cepat sehingga seseorang tidak boleh berlama-lama dalam menguasai segala
macam sesuatunya yang ia butuhkan dalam menghadapi masa depannya.
Seseorang tetap membutuhkan waktu yang relative lama untuk dapat
benar-benar menguasai suatu disiplin ilmu dikarenakan banyaknya cabang
ilmu yang harus dikuasai (seperti contoh diatas), hanya saja dengan adanya
metode yang ada sekarang ini dengan dibantu adanya media pembelajaran
yang semakin canggih dan lengkap akan mampu paling tidak lebih
mempercepat waktu yang dibutuhkan dalam upaya untuk menguasai ilmu
yang diinginkan.
Maksud dari cepat dan efektif dimaksudkan agar siswa mampu untuk
memanage waktu sebaik mungkin dalam belajar. Bukan diartikan sebagai
waktu yang singkat dalam menuntut ilmu. Menuntut ilmu bagi siswa tidak
akan pernah berhenti, Karena itu merupakan anjuran dari agama. Jadi waktu
yang lama ini diartikan proses belajar tidak akan pernah berhenti walaupun
sudah menyelesaikan study di sekolah. Barang siapa yang tidak belajar maka
siswa tersebut akan tersesat di jalan dunia. Karena ilmu cahaya penerang
dalam dunia.
Keenam syarat mencari ilmu diatas memiliki korelasi dengan aspek
sosiologis dan psikologis. Dalam hubungannya dengan aspek sosiologis
keenam syarat tersebut terdapat dua syarat yang sebenarnya berhubungan dan
relevan dengan teori-teori dalam ilmu sosial, salah satunya adalah teori
sosiologi pengetahuan.
72
Pada hakekatnya, dapat dikatakan bahwa sosiologi pengetahuan
merupakan suatu cabang dari ilmu-ilmu sosiologi. Dalam bidang ini
dipelajari bagaimana hubungan antara pengetahuan dan masyarakat, yaitu
bagaimana pengetahuan diproduksi, didistribusi dan direpoduksi di tengah
masyarakat melalui relasi-relasi sosial.13 Dalam konteks ini, produksi,
distribusi, dan reproduksi pengetahuan melalui relasi-relasi sosial perlu
dibangun berdasarkan kecerdasan (dzakain) dan kemauan keras (hirshin)
masyarakat itu sendiri.
Demikian pula dalam hubungannya dengan aspek psikologis, di mana
beberapa dari enam syarat di atas juga memiliki korelasi yang signifikan
dengan teori-teori psikologi, salah satunya tori behavior. Teori belajar
behavior menerangkan adanya perubahan perilaku yang dapat diamati,
diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan
(stimulan), yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon)
berdasarkan hukum-hukum mekanistik.14 Stimulan tersebut seperti adanya
peran guru dan biaya yang merupakan sebuah proses pembentukan siswa di
lingkungan sekolah. Dan respon yang terjadi adanya kesabaran, kemauan
keras dan sikap cerdas.
13http://kuliahsosiologi.blogspot.com/2011/05/konsep-dan-teori-sosiologipengetahuan.html 14 http://www.scribd.com/doc/26566908/Teori-Psikologi-Belajar-Dan-Aplikasinya-Dalam-Pendidikan
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari bab pertama sampai bab keempat maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Syarat mencari ilmu yang ditulis al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’alim
Thariqat al-Ta’alum yang diambil dari sahabat Ali bin Abi Thalib
terdapat enam syarat : yaitu, cerdas, rasa ingin tahu, sabar, biaya, petunjuk
dari guru dan waktu yang lama. Syarat tersebut merupakan hal yang
diperuntukkan bagi siswa agar mencapai kesuksesan dalam hal
pembelajaran baik formal maupun non formal.
2. Kontekstualisasi syair dari enam syarat mencari ilmu yang ditulis al-
Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’alim Thariqat al-Ta’alum adalah :
a. Cerdas
Cerdas bagi seorang siswa dalam pembelajaran adalah mampu untuk
menangkap pelajaran secara clear and distint. Yakni tahu dasar-dasar
pengetahuan itu didapatkan dan bisa membedakan antara ilmu satu
dengan yang lain. Selain itu siswa juga harus membentuk pengetahuan
yang didapatkan menjadi sebuah prilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan ini siswa akan menjadi sumber daya manusia yang berguna
bagi masyarakat. Cerdas disini tidak hanya diperuntukan untuk siswa,
tapi sebagai pendidik juga harus memegang prinsip ini. Cerdas bagi
seorang pendidik adalah mampu memberikan metode yang cocok guna
mempermudah siswa dalam pemahaman.
b. Rasa ingin tahu yang tinggi
Ingin tahu merupakan proses dasar bagi orang yang ingin
mendapatkan ilmu pengetahuan. Kesalahan dan kebenaran dalam
pengetahuan dapat diketahui ketika ada rasa keingintahuan. Dalam
74
pembelajaran siswa dituntut untuk selalu ingin tahu agar mencapai
kesuksesan. Pengetahuan dari guru tidak mungkin bisa memahamkan
semua siswa secara menyeluruh. Jadi keikutsertaan siswa yang aktif
akan memperjelas dan membantu siswa dalam mendukung kesuksesan
belajar mereka.
c. Sabar
Sabar adalah tahu konsekwensi dan mau melakukan konsekwensi
tersebut. Dalam pembelajaran siswa tahu apa yang harus dilakukan itu
merupakan konsekwensi. Tapi kalau tidak ada peran aktif dari siswa
untuk melakukan maka hal tersebut tidak bisa dinamakan sabar.
Kesabaran akan mendukung siswa dalam sukses.
d. Biaya
Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat
penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Hampir tidak ada
pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat
dikatakan dapat dikatakan bahwa tanpa biaya proses pendidikan tidak
akan berjalan. Peranan biaya sangat membantu siswa dalam belajar
jadi siswa tersebut dapat fokus tanpa memikirkan biaya yang harus
didapat untuk belajar
e. Petunjuk guru
Petunjuk guru menjadi hal yang penting dalam belajar, karena guru
akan memberikan pemahaman dan mentransfer ilmu pengetahuan nya
apabila tidak ada kepahaman dari siswa tersebut. Fungsi guru juga
akan membimbing bukan hanya dalam segi ilmu tapi juga secara
pengalaman ketika guru tersebut ingin mendapat kesuksesan dalam hal
ilmu.
f. Waktu yang lama
Waktu yang lama memiliki pengertian bahwa suatu ilmu hanya akan
bisa dikuasai secara sepenuhnya apabila dipelajari dalam waktu yang
75
lama. Dalam pembelajaran siswa harus sabar dalam memahami satu
ilmu, karena satu macam ilmu mempunyai cabang ilmu yang lain
apabila ingin mengetahui satu cabang ilmu tersebut. tidak ada kata
selesai dalam belajar, karena semakin banyak ilmu yang didapat
semakin bodohlah kita.
B. SARAN-SARAN
1. Setiap siswa dianjurkan untuk mengamalkan enam persyaratan yang
ditulis al-Zarnuji karena enam persyaratan tersebut merupakan hal yang
pokok apabila siswa ingin mendapatkan kesuksesan. Selain itu enam
persyaratan tersebut masih relevan apabila dipraktekan pada zaman
sekarang.
2. Sebagai penuntut ilmu hendaklah terus belajar dan mengkaji buku-buku
yang ada agar terdapat pengetahuan-pengetahuan baru baik yang sifatnya
modern ataupun yang klasik. Karena dengan belajar akan meningkatkan
kemampuan siswa dan menjadikan siswa tersebut menjadi manusia yang
sempurna.
3. Kepada pakar pendidikan hendaknya tidak acuh terhadap kitab-kitab
zaman dahulu, dan mencoba mengkaji dan memperdalam dan memberikan
semangat kepada siswa sebagai generasi muda Indonesia.
4. Ada kesinambungan antara guru dan murid dalam mengembangkan
pengetahuan.
C. Penutup
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skirpsi ini dengan baik.
Tulisan tentang persyaratan menuntut ilmu bagi siswa menurut al-Zarnuji
(upaya kontekstualisasi kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum),
76
sebenarnya masih dapat ditingkatkan, dikembangkan atau disempurnakan lagi.
Namun apa yang dituangkan dalam skripsi ini adalah hasil maksimal dan
keterbatasan penulis.
Skripsi ini diharapkan menjadi pelengkap dari tulisan-tulisan yang telah
ada selama ini. Dan tidak menutup mata, karya ini masih banyak kekurangan
dan kesalahan yang perlu disempurnakan oleh karena itu masih diperlukan
saran dan kritik yang bersifat konstruktif. Semoga skripsi ini nantinya dapat
bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca pada umumnya. Semaoga
Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan taufik dan hidayahnya serta
meridhoi cita-cita yang mulia kepada umatnya yang selalu gigih dalam
berusaha.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Muchtar, Reward And Punishment Sebagai Metode Pendidikan Anak
Menurut Ulama’ Klasik (Study Pemikiran ibnu Maskawaih al-Ghazali dan al-
Zarnuji Semarang: Tesis program Pasca sarjana IAIN Walisongo 2009.
Al Ashri, Ilyas, Kamus Arab Inggris,Beirut : Darul Jail, 1979.
Ali, Mohammad, Penelitian Analisis Kependidikan, Prosedur dan Strategi, Bandung:
Angkasa, 1987.
Al-Wakil, Muhammad Sayid, Wajah Dunia Islam dan Dinasti Bani Ummayah
Hingga Imperealisme Modern, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1999.
Al-Zarnuji, Syekh Ibrahim bin Ismail, Ta’limul Muta’alim, Semarang: CV Toha
Putra.
Al-Zarnuji, Syekh Ibrahim bin Ismail, Ta’limul Muta’alim, Semarang: CV Toha
Putra.As’ad, Aliy Terjemah Ta’limul Muta’allim, Kudus: Menara Kudus,
1995.
Al-Zarnuji, Syekh Ibrahim bin Ismail, Ta’limul Muta’alim, Semarang: CV Toha
Putra.
An-Nawawi, Imam Muhyiddin, Al Addzkar, Darul Ihya’, Indonesia.
As’ad, Aliy, Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan terj. Ta’lim al-Muta’alim,
Kudus: Menara Kudus.
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Baker, Anton, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta : Kanisius, 1999.
Bertens, K, Etika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1997.
Djudi, Konsep Belajar Menurut al-Zarnuji, Semarang: Pusat Penelitian IAIN
Walisongo, 1997.
Faisal, Sanapiah, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional,
1982.
Fajar, Master, http://www.masterfajar.co.cc/2010/02/analisis-kritis-terhadap-kitab-
talimul.html.
Gazalba, Sidi, Sistematika Filsafat, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992.
Hakim, Sudarnoto Abdul dkk, Islam Berbagai Perspektif, Didedikasikan untuk 70
tahun prof. Dr. H. Munawir Sadzali, MA, Yogyakarta: LPMII, 1995.
Hasan, Aliah B. Purwakania, Psikologi Perkembangan Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006.
Hawwa, Sa’id, Tazkiyatun Nafs Intisari, Ihya Ulumunddin, Jakarta: Pena Pundi
Aksara, 2005.
http://hilmanswork.wordpress.com/2009/04/15/teori-belajar-menurut-islam/ (24
Maret 2010)
Johnson, Elaine B, Contextual Teaching Learning. : Menjadikan Kegiatan Belajar
Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, terj. Ibnu Stiawan, Bandung :
Mizan, 2006.
Kattsoff, Louis O, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tim Wacana Yogya, 2004.
Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, Jakarta: Pustaka al-
Husna, 1988.
, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan
Pendidikan, Jakarta: Pustaka Utama, 1989.
, Manusia dan Pendidikan, Jakarta : Al Husna Zikra, 1995.
, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1979.
Latif, Juraid Abdul, Manusia, Filsafat Dan Sejarah, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006.
Madjidi, Busyairi, Konsep Pendidikan Para Filosouf Muslim, Yogyakarta: Amin
Press, 1997.
Mursi, Muhammad Said, Melahirkan Anak Masya Allah, terj. Ali Yahya, Jakarta :
CV. Cendekia Centra Muslim, 2001.
Mustagfirin, http://mustastghitsin-aghitsna.blogspot.com/2009/11/nilai-etika-kitab-
talim-al-mutaallim.html.
Mustaghfirin, http://mustastghitsin-aghitsna.blogspot.com/2009_11_01_archive.html
Mustansyir, Rizal dan Misnal, Munir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002.
Nasution, M. Yasir, Manusia Menurut al-Ghazali, Jakarta: Rajawali Press, 1988.
Nata, Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam), cet. 2, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Nubhan, Muhammad bin Ahmad, Sarah Ta’limul Muta’alim, Surabaya: Darul Kitab
Islami.
Pimay, Awaludin, Konsep Pendidik Dalam Islam (Studi Komparasi Pandangan Al-
Ghazali Dan Al-Zarnuji), tesis PPS IAIN Walisongo Semarang, Semarang:
Perpustakaan Pasca Sarjana IAIN Walisongo, 1999.
Plessner, Al-Zarnuji dalam First Encyclopedia of Islam, vol VIII, (London: New
York: E.J Brill’s, 1987.
Porter, Bobby de dan Hernacki, Mike, Quantum learning, Bandung: Kaifa, 1999.
Pulungan, Syahid Mu’ammar, Manusia Dalam al-Qur’an, Surabaya: Bina Ilmu,
1984.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008.
Qodir, C. A, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, Jakarta: Yayasan Obor
Islam, 1991.
Rahman, Fazlur, Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual, Bandung:
Pustaka, 2000.
Rahman, Fazlur, Islam terj. Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka 1997.
Rizal, H. Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Rose, Collin, Kuasai Lebih Cepat, Bandung: Kaifa, 2002.
Sudrajat, Ahmad, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-
karakter-di-smp/.
Sadily, Hasan, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud, 1997.
Said, Imam Ghozali, Ta’limut Muta’alim Thoriqut Ta’alum, Surabaya: Diyantama,
1997.
Salabi, Ahmad, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, terj. Labib Muhammad, Jakarta: Al-
Husna Zikra, 1997.
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2005.
Soedjono, Metode Penelitian Suatu Pemikiran Dan Penerapan, Jakarta : Rineka
Cipta, 1999.
Soemanto, Wasty, Psikologi Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta: Rineka
Cipta, 1998.
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990.
Soenarjo, S.H.dkk. Al Qur’an dan Terjamahnya, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah al-Qur’an.
Supriadi, Dedi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2006.
Suriasumantri, Jujun S, Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2009.
Surya, Mohamad Percikan Perjuangan Menuju Guru Profesional, Sejahtera, dan
Terlindungi, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2006.
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2000.
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990.
Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1993.
Suhartono, Suparlan, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2005.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 1994.
Taufiq, Muhammad Izzudin, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam, Jakarta:
Gema Insani, 2006.
Tim dosen filsafat ilmu, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2003.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998.
Yayasan Penerjemah Dan Penafsir Al-Qur’an Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Semarang: Toha Putra Semarang, 1995.
Widjajanto, Bije, Cara Aman Memulai Bisnis, Jakarta: Grasindo, 2007.
Zaini, Hisyam, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga, 2002.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ahmad Munif
Tempat tanggal lahir : Semarang, 25 Februari 1987
Alamat : Pedurungan Lor RT. 08 RW. 01 Kec. Pedurungan,
Semarang
Phone : 081390531098
Pendidikan Formal : SD N Pedurungan lor 03 (lulus 1999)
MTs Futuhiyyah (Lulus 2002)
MA Futuhiyyah (Lulus 2005)
S1 IAIN Walisongo Semarang 2005 - 2011
Non formal : Komputer
Pengalaman Organisasi :
Sekretaris TSC Tahun 2007
Pengurus PMII Rayon Tarbiyah Tahun 2007
Sekretaris MPM Tarbiyah Tahun 2008
Pengurus PMII komisariat Walisongo Semarang Tahun 2008
Pengurus DEMA IAIN Walisongo Semarang Tahun 2009
Pengurus LABIBA Tahun 2005- 2011
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Semarang, 19 Juni 2011
Ahmad Munif
NIM : 053111139