pemerintahan darurat republik indonesia (pdri)

Upload: maria-eka-andhita

Post on 06-Jul-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    1/13

    4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 1/13

    Beranda Direktori Dokumen Foto Video Perpustakaan Kontak Tentang Kami

    SEJARAH AKADEMIKA: Foto Bersama di Istana Kepresidenan Tampaksiring-KKL

    Jawa-Bali Pendidikan Sejarah 2011

    Tuesday, 27 August 2013

    Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    disusun oleh :

    Dwie Andini, Joewitta F. S, M. Alfan Farizi, Rika Yuanita, Tresna Yuniar, Yayah

    S. Salsiah.Pendidikan Sejarah 2011-Universitas Pendidikan Indonesia

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

      Perjalanan Pemerintahan Republik Indonesia setelah memperoleh kemerdekaan

    lantas tidak berjalan dengan mulus begitu saja. Masih banyak permasalahan yang harus

    dihadapi oleh Bangsa Indonesia ini yaitu pada masa revolusi. Masih banyak usaha-

    usaha yang dilakukan oleh rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan baik 

    secara diplomasi maupun secara militer. Setelah tiga tahun Indonesia merdeka, pada

     bulan November hingga Desember 1948 Belanda kemudian melancarkan kembali

    serangan militer terakhir yang dimaksudkan untuk menghancurkan Republik Indonesia.

    Pada agresi militer Belanda yang kedua ini tentara Belanda berhasil masuk ke

    Yogyakarta dan seluruh kota Yogyakarta yang ketika itu menjadi ibu kota Republik 

    Indonesia berhasil dikuasai oleh Belanda.

      Kerusuhan di ibu kota Republik Indonesia ini tak terelakan. Dengan dikuasainya

    Yogyakarta maka Belanda berhasil menawan Presiden, Wakil Presiden, dan beberapa

     pejabat tinggi lainnya. Mereka kemudian diasingkan ke daerah yang berbeda dengan

    maksud dan tujuan tertentu. Hal inilah yang kemudian membuat para tentara Republik merasa bahwa mereka merupakan satu-satunya penyelamat bagi Republik Indonesia.

    untuk mengisi kekosongan pemerintahan, maka dalam sidang kabinet kemudian

    memutuskan untuk memberikan mandat kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara selaku

    Menteri Kemakmuran Republik Indonesia ketika itu untuk mendirikan atau membentuk 

    Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    Search

    Cari

    Buku Sejarah  (3) Historiografi  (5)

    Kurikulum 2013  (12)

    Problematika Dalam Pendidikan

    Sejarah (12)

    Sejarah Kebangkitan Negara-Negara Asia

    (6) sejarah Lokal (7)Sejarah Peradaban Barat

    (5) Sejarah Peradaban Hindu  (8)

    Sejarah Peradaban Islam

    (18) Sejarah Perekonomian  (6) SejarahPergerakan Nasional Indonesia  (3)

    Sejarah Revolusi Indonesia  (11)

    Kategori Tulisan

    ► 2014 (1)

    ▼ 2013 (46)

    ► December 2013 (6)

    ► November 2013 (6)

    ► October 2013 (1)

    ► September 2013 (7)

    ▼ August 2013 (23)

    Buku Teks dan KurikulumPendidikan Se arah Dalam M...

     

    Daftar Isi Tulisan

    PERISTIWA MEI 1998 SEBAGAITONGGAK REFORMASI

    PERJANJIAN RENVILLE

    KONFERENSI MEJA BUNDAR

    PERUNDINGAN LINGGARJATI

    Pemerintahan Darurat RepublikIndonesia (PDRI)

    PERGERAKAN MAHASISWA ANGKATAN1966 (Peran Mahasiswa Terhadap AksiTritura)

    CIUNG WANARA DALAM SEJARAH DANLEGENDA

    Tulisan Terpopuler

    http://sejarahakademika.blogspot.co.id/http://sejarahakademika.blogspot.co.id/http://sejarahakademika.blogspot.co.id/http://sejarahakademika.blogspot.co.id/http://sejarahakademika.blogspot.co.id/http://sejarahakademika.blogspot.com/http://www.pnri.go.id/ArtikelSuratKabarMajalah.aspxhttp://www.pnri.go.id/KoleksiFoto.aspxhttp://www.pnri.go.id/Video.aspxhttp://www.pnri.go.id/http://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Sejarah%20Revolusi%20Indonesiahttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Sejarah%20Pergerakan%20Nasional%20Indonesiahttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Sejarah%20Perekonomianhttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Sejarah%20Peradaban%20Islamhttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Sejarah%20Peradaban%20Hinduhttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Sejarah%20Peradaban%20Barathttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/sejarah%20Lokalhttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Sejarah%20Kebangkitan%20Negara-Negara%20Asiahttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Problematika%20Dalam%20Pendidikan%20Sejarahhttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Kurikulum%202013http://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Historiografihttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Buku%20Sejarahhttp://www.blogger.com/profile/11478270687180006586https://www.facebook.com/pages/Sejarah-Akademika/152667491608221http://www.pnri.go.id/http://www.pnri.go.id/Video.aspxhttp://www.pnri.go.id/KoleksiFoto.aspxhttp://www.pnri.go.id/ArtikelSuratKabarMajalah.aspxhttp://sejarahakademika.blogspot.com/http://sejarahakademika.blogspot.co.id/http://sejarahakademika.blogspot.co.id/

  • 8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    2/13

    4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 2/13

    Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).

      Berdasarkan mandat dari Presiden dan Wakil Presiden inilah kemudian

    Pemerintahan Darurat Republik Indoensia ini berhasil dibetuk oleh Mr. Sjafruddin

    Prawiranegara di daerah Sumatera. Pemerintah Darurat Republik Indonesia ini

     berlangsung begitu singkat karena kemenangan berhasi diperoleh oleh Republik 

    Indonesia. Agresi militer Belanda kedua ini menimbulkan banyak permasalahan yang

    merugikan bagi pihak Belanda sendiri.

    1.2. Rumusan Masalah

      Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diangkat

    adalah sebagai berikut :

    1.2.1  Bagaimana latar belakang berdirinya Pemerintahan Darurat Republik 

    Indonesia ?

    1.2.2  Siapakah Sjafruddin Prawiranegara dan apa peranannya dalam

    Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ?

    1.2.3  Bagaimana kronologi dari Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ?

    1.3. Tujuan Penulisan

      Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini

    adalah :

    1.3.1  Dapat mengetahui latar belakang berdirinya Pemerintahan Darurat Republik 

    Indonesia.

    1.3.2  Dapat mengetahui biografi Sjafruddin Prawiranegara dan peranannya dalam

    Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.

    1.3.3  Dapat mengetahui kronologi dari Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.

    1.4. Manfaat Penulisan

      Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis

    maupun secara praktis. Secara teoritis laporan ini berguna sebagai pengembangan

     pengetahuan khususnya mengenai Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dan secara praktis laporan ini diharapkan bermanfaat bagi orang lain dan bagi umum khususnya.

    Bagi penulis, manfaat penulisan makalah ini ialah untuk menambah wawasan,

    menambah pengalaman, serta memperkaya konsep keilmuan.

    1.5. Metode Penulisan

    Makalah ini menggunakan berbagai metode dalam pencarian sumber kajian

    keilmuan berupa kajian pustaka dan internet baik konvensional maupun elektronik.

    Kajian pustaka berdasarkan sumber buku yang relevan sehingga tidak menghilangkan

    unsur keilmuan dalam makalah ini. Pencarian sumber di internet dijadikan sebagai

    tambahan ilmu bagi penulis untuk mencari sumber yang relevan dengan makalah.

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1  Latar Belakang Terbentuknya PDRI (Pemerintah Darurat Republik 

    Indonesia)

    Pemerintah Darurat Republik Indonesia atau yang kita kenal dengan

    singkatannya PDRI merupakan penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia yang

    “pembentukannya diresmikan tanggal 22 Desember 1948 di Halaban, dekat

    Payakumbuh” (Poesponegoro dan Notosusanto, 2009: 260). PDRI dipimpin

    oleh Syafrudin Prawiranegara “dan pada tanggal 13 Juli 1949 Sjafrudin Prawiranegara

    mengembalikan mandat kepada Presiden Soekarno” (Poesponegoro dan Notosusanto,

    2009: 261). Sjafrudin Prawiranegara itu sendiri “tidak pernah menyalahgunakanamanah pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia-PDRI untuk mengangkat

    dirinya sebagai Presiden PDRI. Melainkan hanya sebagai Ketua PDRI” (Suryanegara,

    2010: 268).

    Adapun alasan adanya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada

    REVOLUSI KUBA

    Jurnal : FACTUM

    Jurnal : Saung Guru

  • 8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    3/13

    4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 3/13

    masa Revolusi di Indonesia adalah “adanya Agresi Militer II, 19 Desember 1948, Ibu

    Kota RI Yogyakarta diduduki oleh Belanda. Presiden, Wakil Presiden dan beberapa

    Menteri ditangkap dan diasingkan ke Bangka” (Suryanegara, 2010: 265). Yang kita

    ketahui bahwasannya Ibu Kota RI pindah ke Yogyakarta pada tanggal 1946 yang

    menurut Ricklefs bahwasannya “pada bulan Januari 1946, pendudukan kembali

    Belanda atas Jakarta telah berjalan begitu jauh sehingga diputuskan untuk 

    memindahkan pemerintahan republik ke Yogyakarta, yang tepat menjadi ibu kota

    Indonesia yang merdeka selama masa Revolusi” (Ricklefs, 2008: 462). Dan memang

    Yogyakarta sendiri tepat dijadikan ibu kota karena keadaan Yogyakarta yang memiliki

    cukup gedung untuk kebutuhan tempat pemerintahan dibandingkan kota Palangkaraya

    yang diusulkan oleh Presiden Soekarno. Kembali pada topik alasan adanya PDRI, jadi

    ketika Yogyakarta telah menjadi ibu kota Indonesia dan “pada tanggal 19 Desember 

    1948 pasukan payung Belanda melancarkan serangan terhadap Lapangan Terbang

    Maguwo (kini Lanuma Adisucipto) kurang lebih enam kilo meter di sebelah timur 

    ibukota RI Yogyakarta. Dengan serangan itu mulailah Agresi Militer Belanda Kedua”.

    (Poesponegoro dan Notosusanto, 2009: 258). Dan memang pada awalnya alasan

    Belanda memilih melancarkan agresi militer kedua di ibu kota RI (Yogyakarta) adalah

    (Tim Penyusun, 1985: 191-192):

     Pertikaian yang terjadi di kalangan Republik sebagai akibat dari perjanjian

     Renville, kegoncangan di kalangan TNI sehubungan dengan adanya rekonstruksidan rasinalisasi, serta penumpasan pemberontakan PKI yang menelan daya upaya

    dan kekuatan Republik, memberikan kesempatan baik bagi Belanda untuk lebih

    menekan Republik Indonesia. Perundingan-perundingan yang dilakukan di bawah

     pengawasan KTN selalu menemui jalan buntu sebab Belanda sengaja

    mengemukakan hal-hal yang tidak mungkin diterima Republik Indonesia, seperti

     penafsiran “Garis van Mook” sebagai garis demokrasi antara daerah yang masuk 

    kekuasaan Republik dengan daerah yang menjadi kekuasaan daerah yang masuk 

    kekuasaan Republik dengan daerah yang menjadi kekuasaan Belanda, serta

    masalah pembentukan Pemerintah Interim Negara Indonesia Serikat. Pada tanggal 

    18 Desember 1948, pukul 23.30, Dr. Beel memberitahukan kepada delegasi RI dan

     KTN bahwa Belanda tidak lagi mengakui dan terikat pada persetujuan Renville. Delegasi Republik Indonesia tidak dapat menyampaikan berita tersebut ke

    Yogyakarta karena hubungan telepon telah diputuskan. Pada tanggal 19 Desember 

    1948, jam 06.00 pagi, agresi militer kedua dilancarkan Belanda. Dengan pasukan

    lintas udara, serangan langsung ditujukan ke ibukota Republik Indonesia,

    Yogyakarta. Lapangan terbang Maguwo dapat dikuasai Belanda, dan selanjutnya

     seluruh kota Yogyakarta.

    Tidak hanya alasan yang tertera diatas, Belanda juga pada dasarnya hendak 

    menghancurkan Republik Indonesia yang merdeka dengan menghancurkan

     pemerintahannya untuk menghilangkan salah satu pokok atau syarat Hukum

    Internasional, sehingga pada agresi militer Belanda kedua menyerang ibu kota negara

     pada masa Revolusi yaitu Yogyakarta. Tindakan Belanda semakin nyata lagi ketika

    selanjutnya kedua pemimpin RI (Soekarno dan Hatta) ditawan oleh Belanda ke Bangka,

    yang sebelumnya Soekarno ditawan ke Prapat.

    Maka Pemerintahan Darurat Republik Indonesia lahir untuk menjamin

    kelangsungan hidup Republik Indonesia untuk mengisi kekosongan pemerintahan, yang

     pada saat itu juga Ir Soekarno dan Hatta telah diasingkan oleh Belanda ke Bangka.

    PDRI  diketuai oleh Sjafrudin Prawiranegara. Dan pada akhirnya, pada tanggal 19

    Desember 1948 itu juga diadakannya suatu sidang kabinet yang menghasilkan

    “keputusan untuk memberikan mandat melalui radiogram kepada Menteri

    Kemakmuran Mr. Sjarifudin Prawiranegara yang kebetulan sedang berada di Sumatera,

    agar membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)” (Tim Penyusun,

    1985: 192). Dengan upaya mempertahankan kemerdekaan RI berhasil dilakukan,

    “usaha fihak Belanda di Yogya untuk memaksakan Pemerintahan RI menerima

    konsepsi politik mereka, gagal sama sekali” (Nasution, 1979: 190).

    2.2  Tokoh Sjafruddin Prawiranegara serta Peranannya dalam PDRI

  • 8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    4/13

    4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 4/13

    Biografi Sjafruddin Prawiranegara

    Mr. Syafruddin Prawiranegara lahir di Serang, Banten pada tanggal 28 Februari

    1911 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 15 Februari 1989 pada umur 77 tahun.

    Beliau adalah pejuang pada masa kemerdekaan Republik Indonesia. Tokoh yang lahir 

    di Anyar Kidul memiliki nama kecil "Kuding", yang berasal dari kata Udin pada nama

    Syariffudin. Ia memiliki darah keturunan Sunda dari pihak ibu dan Sunda Minangkabau

    dari pihak ayah. Buyutnya dari pihak ayah, Sutan Alam Intan, masih keturunan raja

    Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Ia

    menikah dengan putri bangsawan Banten, melahirkan kakeknya yang kemudianmemiliki anak bernama R. Arsyad Prawiraatmadja. Ayah Syafruddin bekerja sebagai

     jaksa, namun cukup dekat dengan rakyat, dan karenanya dibuang oleh Belanda ke Jawa

    Timur. Syafruddin menempuh pendidikan ELS pada tahun 1925, dilanjutkan ke MULO

    di Madiun pada tahun 1928, dan AMS di Bandung pada tahun 1931. Pendidikan

    tingginya diambilnya di Rechtshoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta

    (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) pada tahun 1939, dan berhasil

    meraih gelar Meester in de Rechten (Anonim, 2013).

    Sebelum kemerdekaan, Syafruddin pernah bekerja sebagai pegawai siaran radio

    swasta (1939-1940), petugas pada Departemen Keuangan Belanda (1940-1942), serta

     pegawai Departemen Keuangan Jepang. Setelah kemerdekaan Indonesia, ia menjadi

    anggota Badan Pekerja KNIP (1945), yang bertugas sebagai badan legislatif di

    Indonesia sebelum terbentuknya MPR dan DPR. KNIP diserahi kekuasaan legislatif 

    dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.

    Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948

    yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta

     penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya

    (Anonim, 2013). Pemerintahan resmi lumpuh. Sesuai dengan rencana yang telah

    dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan dibentuk di

    Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan

    kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada di

    Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin

    Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa ia diangkat sementara membentuk satu kabinet

    dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini kemudian dikenal

    dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (Anonim, 2013). Di sebuah dangau

    kecil yang belakangan dikenal sebagai "Dangau Yaya", Syafruddin mengumumkan

     berdirinya PDRI, pada Rabu 22 Desember 1948. Dari sudut pandang seorang pemuda

     pengikutnya, Kamil Koto, mengalirlah kisah Presiden Syafruddin Prawiranegara, yang

    selama 207 hari nyaris melanjutkan kemudi kapal besar bernama Indonesia yang

    sedang oleng, dan nyaris karam. Sebuah perjuangan yang mungkin terlupakan, tetapi

    sangat krusial dalam memastikan keberlangsungan Indonesia (Nasery, 2011). Atas

    usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian

    Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan

    dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta. Pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara

    PDRI dengan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua

    kabinet. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada

    tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta (Anonim, 2013).

    Syafrudin Prawiranegara pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri,

    Menteri Keuangan, dan Menteri Kemakmuran. Ia menjabat sebagai Wakil Menteri

    Keuangan pada tahun 1946, Menteri Keuangan yang pertama kali pada tahun 1946 dan

    Menteri Kemakmuran pada tahun 1947. Pada saat menjabat sebagai Menteri

    Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer II dan menyebabkan terbentuknya PDRI.

    Seusai menyerahkan kembali kekuasaan Pemerintah Darurat RI, ia menjabat sebagai

    Wakil Perdana Menteri RI pada tahun 1949, kemudian sebagai Menteri Keuanganantara tahun 1949-1950. Selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, pada bulan

    Maret 1950 ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga

    nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal

    dengan julukan Gunting Syafruddin. Syafruddin kemudian menjabat sebagai Gubernur 

  • 8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    5/13

    4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 5/13

    Bank Sentral Indonesia yang pertama, pada tahun 1951. Sebelumnya ia adalah Presiden

    Direktur Javasche Bank yang terakhir, yang kemudian diubah menjadi Bank Sentral

    Indonesia (Anonim, 2013). Meskipun hanya sementara memegang jabatan presiden,

    namun memiliki arti penting pada masanya. Tetapi sosok Syafruddin Prawiranegara

    seolah tenggelam ketika Penguasa Orde Baru menebar jaring kepatuhan tanpa reserve.

    Tampaknya Syafruddin Prawiranegara memang berseberangan dengan Suharto

    (Siswanto, 2009).

    Peranan Sjafruddin Prawiranegara dalam PDRI

    Mr. Syafrudin adalah seseorang yang berjasa dalam menyelamatkan eksistensi

    negara Republik Indonesia. Di sini ada suatu peranan yang diberikan oleh Mr.

    Syafrudin Prawiranegara adalah tetap membuat Indonesia berada dalam pemerintahan

    yang merdeka dan berdaulat. Karena kita ketahui bahwa ketika Soekarno ditahan oleh

     pemerintah Belanda akibat dari Agresi Militer Belanda II maka presiden memberikan

    mandat kepada Mr. Syafrudin ini untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik 

    Indonesia ( PDRI ). Kita telah mengetahui bahwa negara merupakan integrasi dari

    kekuatan politik, negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik (Budiardjo,

    2010: 47). Maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kepala negara adalah suatu

    symbol dari pemerintahan yang merdeka dan berdaulat karena di dalamnya terdapat

    mengenai unsur-unsur yang ada dalam suatu negara. Menurut Konvensi Montevideo

    (sebuah kota di Uruguay), yang merupakan konvensi hukum intenasional dimana

    negara harus mempunyai empat unsur konstitutif sebagai berikut :

    1)  Harus ada penghuni, (rakyat, penduduk, warga negara), nationalen staatsburger,

    atau bangsa (staatsvolk).

    2)  Harus ada wilayah (tertentu) atau lingkungan kekuasaan.

    3)  Harus ada kekuasaan tertinggi (penguasa yang berdaulat), pemerintah yang

     berdaulat.

    4)  Kesanggupan berhubungan dengan negara-negara lainnya.

    5)  Pengakuan (deklaratif)

    Keempat unsur tersebut yaitu penghuni, wilayah pemerintah dan kesanggupan

     berhubungan dengan negara-negara lainnya, merupakan unsur konstitutif. Sedangkan

    unsur yang kelima “pengakuan” merupakan unsur deklaratif. Negara sebagai konsep

    ilmu politik telah terwujud apabila ketiga unsur konstitutif (penghuni, wilayah dan

     pemerintah) telah dipenuhi oleh sesuatu kesatuan politik, yaitu penduduk, wilayah dan

     pemerintah yang berdaulat. Ketiga unsur ini merupakan unsur konstitutif yang

    tradisionil dari negara. Cukup apabila sudah ada ketiga unsur ini negara sebagai

    konsep ilmu politik telah terpenuhi (Nazmi, 2009)  . Dengan adanya PDRI dan Mr 

    Syafrudin dipilih sebagai pejabat presiden sementara maka eksistensi negara Indonesia

    tetap ada serta merdeka dan berdaulat karena di hadapan Pemerintah Belanda,

     pemerintahan RI de facto dipimpin oleh Soekarno dari penjara, meskipun sebenarnya

    de jure pemerintahan berada di tangan Syafruddin Prawiranegara dan kedudukan

    Soekarno yang berada dalam tahanan bukan lagi sebagai kepala negara yang merdeka

    dan berdaulat (Asshidiqie, 2009). Jadi dengan diberikan mandat dari presiden kepada

    kepala pemerintahan darurat RI maka posisi Mr.Syafrudin adalah sebagai  pejabat 

     presiden sementara ( Ketua PDRI ) dan bukan dianggap sebagai presiden RI yang utuh

    karena ia hanya sebagai pemegang jabatan sementara saja berdasarkan mandat yang

    diterimanya dari mandator yaitu Presiden Pertama RI Sendiri. Maka dari fakta sejarah

    ini, Mr.Syafrudin Prawiraegara tidak menyalahgunakan amanah pembentukan

    Pemerintahan Darurat Republik Indonesia – PDRI untuk mengangkat dirinya sebagai

     presiden PDRI.Melainkan hanya sebagai ketua PDRI (Suryanegara, 2010: 268) .

    Ketika di PDRI sendiri Mr.Syafrudin ini sendiri selalu berpindah dari satutempat ke tempat lain bahkan sampai ke pelosok-pelosok daerah terpencil dikarenakan

     pemerintahan PDRI sangat dicari oleh pihak kolonial Belanda untuk dihancurkan.

     Namun ini bukan berarti pemerintahan darurat ini tanpa adanya perlawanan karena

     pada tanggal 1 Januari 1949 PDRI ini membentuk lima wilayah pemerinatahan militer 

  • 8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    6/13

    4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 6/13

    di Sumatera yaitu Aceh dengan Gubernur Militer Tgk Daud Beureuh di Beureuh.

    Daerah Tapanuli dan Sumatra Timur Bagian Selatan dengan Gubernur Militer 

    dr.Ferdinand Lumban Tobing sedangkan Riau dengan Gubernur Militer R.M. Utoyo.

    Sumatera Barat dipimpin oleh Gubernur Militer Mr.Sultan Muhammad Rasjid dengan

    wakil Gubernur Militer Letnan Kolonel Dahlan Ibrahim. Sementara Sumatera Selatan

    dengan Gubernur Militer dr.Adnan Kapau Gani (Anonim, 2013). Mungkin

     pembentukan ini dengan maksud sebagai alat bertahan dan melakukan dari gerakan

    mobilisasi tentara pemerintahan Belanda sehingga pemerintahan PDRI tetap terlindungi

    dari serangan musuh dan eksistensi negara Indonesia tetap ada.

    2.3  Kronologi dari PDRI

    Awal Berdirinya PDRI

      Setelah terjadinya peristiwa pengkudetaan PKI di Madiun 19 September 1948,

    Belanda kembali melancarkan Agresi Militer Kedua pada tanggal 19 Desember 1948

    tepatnya pukul 06.00 pagi. Serangan ini dilakukan oleh pihak Belanda sebagai serangan

    terakhir yang bertujuan untuk menghancurkan Republik Indonesia. Dengan pasukan

    lintas udara, serangan langsung di tujukan ke ibu kota Republik Indonesia, Yogyakarta.

    Lapangan terbang Maguwo dapat dikuasai Belanda, dan selanjutnya seluruh kota

    Yogyakarta (Sudharmono, 1981 : 192). Dengan keberhasilan ini maka Belanda

     beranggapan bahwa mereka dapat dengan mudah menduduki dan melumpuhkan ibu

    kota Republik Indonesia. Dengan adanya Agresi Militer Kedua ini secara fisik Belanda

     berhasil menangkap dan menawan Presiden Soekarno yang diterbangkan ke Prapat dan

    kemudian dipindahkan ke Bangka, Wakil Presiden Mohammad Hatta yang diasingkan

    di Bangka, dan beberapa petinggi lainnya seperti Agus Salim (Menteri Luar Negeri),

    Mohammad Roem dan beberapa menteri lainnya.

      Sebelum para petinggi Republik Indonesia ini ditawan oleh pihak Belanda,

    mereka mengadakan Sidang Kabinet dan mengambil sebuah keputusan untuk 

    memberikan mandat melalui radiogram yang akan dikirimkan kepada Menteri

    Kemakmuran yaitu Mr. Sjafruddin Prawiranegara yang sedang berada di Sumatera.

    Mandat atau materi kawat ini dikirim pada menit-menit terakhir sebelum Soekarno-

    Hatta ditawan. Mandat tersebut berisikan agar Mr. Sjafruddin Prawiranegaramendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Adapun teks Kawat

    Pertama 19/12/1948 berbunyi :

    “Mandat Presiden Soekarno/wakil Presiden Hatta kepada Mr. Syafrudin

     Prawiranegara.

     Kami Presiden Republik Indonesia memberitahukan bahwa pada hari Minggu

    tanggal 19 Desember 1948 jam 06.00 pagi, Belanda telah mulai serangnnja atas

     Ibu Kota Djogjakarta.

     Djika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat menjalankan kewadjibannja lagi,

    kami menguasakan pada Mr. Sjafrudin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran

     Republik Indonesia untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra(Suryanegara, 2010 : 266).”

      Dengan tertangkapnya para petinggi Republik Indonesia lantas tidak berarti

     bahwa pemerintah Republik Indonesia telah berakhir. Pada umumnya tentara Republik 

    tidak dapat memahami alasan menyerahnya para politisi sipil pada Belanda sementara

     para prajurit mengorbankan jiwa mereka demi Republik. Seluruh kekuatan TNI yang

    ada di Yogyakarta diperintahkan keluar kota untuk bergerilya. Pasukan-pasukan

    Republik mengundurkan diri ke luar kota-kota dan memulai perang gerilya secara

     besar-besaran di kedua belah garis van Mook (Ricklefs, 1999: 347). Selain materi

    Kawat yang dikirimkan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Wakil Presiden

    Mohammad Hatta dan Menteri Luar Negeri Hadji Agoes Salim mengirim Kawat kedua

    kepada Dr. Soedarsono, A.N. Palar, Mr. A.A. Maramis di New Delhi yang berbunyi

    sebagai berikut :

    “Kami Presiden Republik Indonesia memberitahukan bahwa pada hari Minggu

    tanggal 19 Desember 1948, jam 06.00 pagi, Belanda mulai seranagannja atas Ibu

     Kota Djogjakarta. Djika ichtiar Mr. Sjafrudin Prawiranegara membentuk 

  • 8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    7/13

    4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 7/13

     Pemerintah Darurat di Sumatera tidak berhasil, kepada Saudara dikuasakan untuk 

    membentuk Exile Goverment Republik Indonesia di India.

     Harap dalam hal ini berhubungan dengan Mr. Sjafrudin Prawiranegara di

    Sumatra.

     Djika hubungan tidak mungkin, harap diambil tindakan seperlunja (Suryanegara,

    2010 : 267).”

      Materi Kawat atau radiogram itu ternyata tidak pernah diterima oleh Mr.

    Sjafrudin, hal ini diperkirakan bahwa dalam keadaan perang itu sangat dituntut

    mobilitas yang tinggi dengan berpindah-pindah kedudukan yang dimaksudkan untuk 

    menghindari serangan dari lawan. Kekhawatiran inilah yang menyebabkan Hatta

    mengirimkan radiogram kepada Dr. Soedarsono, A.N. Palar, Mr. A.A. Maramis.

     Namun, kontroversi mengenai sampai tidaknya radiogram itu berhenti pada tanggal 22

    Desember 1948, ketika di Desa Halaban, dekat Payakumbuh, Sumatera Barat, diadakan

    rapat dengan beberapa tokoh, yang akhirnya memutuskan untuk membentuk 

    Pemerintah Darurat. Mr. Syafroeddin Prawiranegara, terpilih sebagai Ketua Pemerintah

    Darurat Republik Indonesia (PDRI) (Mahendra, 2007). Dan pada tanggal 31 Maret

    1949 berhasil membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

    Susunan Kabinet PDRI

    Setelah terbentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang diketuai oleh Mr.

    Sjafrudin Prawiranegara, kemudian Beliau membentuk susunan kementrian PDRI

    sebagai berikut :

    Ketua dan Menteri

    Pertahanan dan Penerangan : Mr. Sjafrudin Prawiranegara

    Wakil Ketua dan Menteri Kehakiman : Mr. Soesanto Tirtoprodjo

    Menteri Luar Negeri : Mr. A.A. Maramis

    Menteri dalam Negeri

    dan Menteri Kesehatan : Dr. Soekiman Wirjosandjojo

    Menteri Keuangan : Mr. Loekman Hakim

    Menteri Kemakmuran

    dan Pengawasan Makanan Rakjat : I. Kasimo

    Menteri Agama : K.H. Masjkoer 

    Menteri P dan K : Mr. Teuku Mohammad Hasan

    Menteri Perhubungan : Ir. Inderatjaja

    Menteri Pekerdjaan Umum : Ir. Mananti Sitompul

    Menteri Perburuhan dan Sosial : Mr. St. M. Rasjid

      Dari fakta sejarah ini, Mr. Sjafrudin Prawiranegara tidak menyalahgunakan

    amanah pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia – PDRI untuk 

    mengangkat dirinya sebagai Presiden PDRI. Melainkan hanya sebagai Ketua PDRI

    (Suryanegara, 2010 : 268).

    Perjalanan Singkat PDRI

      Setelah ditawannya Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta dan beberapa

    menteri lainnya. Sesuai dengan rencana awal dalam Sidang Kabinet tanggal 19

    Desember 1948 bahwa seluruh kekuatan TNI yang masih ada di Yogyakarta

    diperintahkan keluar kota untuk melakukan gerilya. Angkatan perang yang telah

    membagi wilayah pertahanan Republik menjadi dua komando, yaitu Jawa dan

    Sumatera, siap melaksanakan rencana di bidang pemerintahan tersebut (Sudharmono,1981 : 192). Untuk melancarkan rencananya telah disiapkan konsepsi baru dalam

     bidang pertahanan. Konsepsi tersebut dituangkan dalam Perintah Siasat No. 1 Tahun

    1948 yang pokok isinya adalah sebagai berikut :

    1)  Tidak melakukan pertahanan yang linear;

  • 8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    8/13

    4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 8/13

    2)  Memperlambat setiap majunya serbuan musuh dan pengungsian total, serta

     bumi hangus total;

    3)  Membentuk kantong-kantong di tiap onderdistrik yang mempunyai kompleks

    di beberapa pegunungan; dan

    4)  Pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal menyusup ke

     belakang garis musuh (wingate) dan membentuk kantong-kantong sehingga

    seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.

    Siasat ini berhasil untuk melawan Belanda yang bersenjatakan lengkap.

    Perlahan para TNI ini bergrilya ke luar Yogyakarta. Di Jawa, berdasarkan siasat

    tersebut berlangsung  Long March Siliwangi, yang sangat terkenal itu.Sejumlah 11

    Batalyon Divisi Siliwangi dengan keluarga mereka dan penduduk sipil lainnya mulai

     bergerak kembali ke Jawa Barat dengan berjalan kaki (Sudharmono, 1981 : 196).

     Namun setibanya di Jawa Barat, mereka dihadang oleh Tentara Islam Indonesia yang

    dipimpin oleh Kartosuwirjo. Namun setelah dua bulan melakukan Long March, mereka

     berhasil untuk menguasai atrau memperoleh kedudukan di Jawa Barat sesuai dengan

    yang diharapkan.

      Berkat perjungan Mr. Sjafrudin Prawiranegara dengan PDRI di Bukittinggi,

    Sumatera Barat dan  Exile Government di India, serta perjuangan A.N. Palar selaku

    Wakil Indonesia di PBB, menyebabkan Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi pada tanggal 28 Januari 1949 yang berisi sebagai berikut :

    Pertama, Belanda menghentikan Agresi Militer Belanda Kedua.

    Kedua, Republik Indonesia dan Keradjaan Protestan Belanda, bersedia berunding

    dalam Konferensi Meja Bundar.

    Ketiga, mengembalikan pembesar Republik Indonesia dari tempat pembuangan ke

    Jogyakarta.

    Keempat, menyiapkan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Serikat, paling lambat

    1 Juli 1949.

    Kelima, Komisi Tiga Negara-KTN, Komisi Djasa Baik, digantikan dengan United 

     Nations Commission for Indonesia  – UNCI atau Komisi Perserikatan Bangsa-bangsa

    untuk Indonesia, bertugas memperlancar perundingan.

    (Suryanegara, 2010 : 264).

      Kemudian pada tanggal 1 Maret 1949 terjadilah serang umum terhadao kota

    Yogyakarta yang diduduki oleh Belanda ketika itu. Penyerangn ini dilakukna oleh TNI

    dan dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade 10 daerah wehrkreise

     III  yang membawahi daerah Yogyakarta. Alam penyerangan ini dibentuk sektor-sektor 

    untuk mempermudah pengepungan. Sektor Barat dipimpin oleh Mayor Ventje Sumual,

    sektor selatan dan timur dipimpin oleh Mayor Sardjono, sektor utara dipimpin oleh

    Mayor Kusno. Untuk sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono dan Letnan

    Masduki (Sudharmono, 1981 : 207). Serangna dilakukan dari berbagai penjuru kota,

    sehingga dalam waktu enam jam Yogyakarta berhasil dikepung dan dikuasai oleh TNI.

    Dan serangan umum ini berhasil mencapai tujuannya yaitu mendukung perjuangan

    secara diplomasi dan meninggikan moral rakyat serta TNI yang sedang bergrilya,

    menunjukan kepada dunia internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan yang mampu

    mengadakan ofensif serta mematahkan moral pasukan Belanda.

      Tindak lanjut dari resolusi yang dikeluarkan oleh pihak Dewan Keamanan PBB

    maka dipertemukan perwakilan Indonesia dengan Belanda yang kemudian melahirkan

    Roem-Royen Statements pada tanggal 7 Mei 1949. Isi dari persetujuan ini yaitu :

    Pemerintah Republik Indonesia bersedia :

    1)  TNI segera menghentikian Perang Gerilya.

    2)  Kerjasama menciptakan perdamaian dan ketertiban serta keamanan.

    3)  Bersedia ikut dalam perundingan di Konferensi Meja Bundar – KMB di Den

    Haag.

  • 8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    9/13

    4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 9/13

    Keradjaan Protestan Belanda bersedia :

    1)  Menyetujui kembalinya pemrintahan Republik Indonesia ke Jogjakarta.

    2)  Menghentikan Aksi Militer Belanda Kedua dan membebaskan kembali segenap

    tahanan politik.

    3)  Tidak mendirikan lagi negara boneka sesudah 19 Desember 1948.

    4)  Menyetujui Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.

    5)  Menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar sesudah pemerintah Republik 

    Indonesia kembali ke Jogjakarta.

    Hal ini terjadi ketika serangan gerilya yang sedang dilakukan oleh TNI terutama

    di wilayah Jawa dan Sumatera sedang menggoyahkan moral dari pasukan Belanda.

    namun dengan demikian Mr. Sjafrudin Prawiranegara dan Panglima Besar Jendral

    Sudirman tetap menerima dengan lepang dada keputusan dari Roem-Royen Statemens

    ini. hal ini dilakukan karena ini merupakan persetujuan langsung yang dilakukan oleh

    Presiden dan Wakil Presiden di tempat pengasingan.

    Akhir dari PDRI

    Pemerintahan Darurat Republik Indonesia yang diketuai oleh Sjafrudin

    Prawiranegara yang berada di Bukittinggi ini berawal ketika Soekarno dan anggota

     pemerintahan lainya ditawan oleh Belanda saat ibu kota kepemerintaahan berada di

    Yogyakarta. Dalam hal ini ada dua mandat yang mendasari adanya pemerintahan

    darurat ini yaitu mandat pertama dari Soekarno yang menujuk Hatta untuk memimpin

    suatu kabinet pemerintahan darurat yang bertanggung jawab kepada presiden yang

    kemudian mandat ini jatuh pada Sjafrudin Prawiranegara, untuk mengatur 

    kepemerintahan darurat republik Indonesia jika kepemerintahan di yogakarta tidak bisa

    menjalankan keperintahanya. Hal ini seperti pernyataan yang dinyatakan oleh Rickefs

    dalam bukunya yaitu sebagai berikut :

    “ Dia (Soekarno) menunjuk Hatta untuk memimpin suatu ‘kabinet presidentil’ 

    darurat (1948-9), yang bukan bertanggung jawab pada KNIP tetapi pada Soekarno

     sebagai presiden.” ( Ricklefs, 2008: 475)

      Mandat yang kedua yang berasal dari Mentri Luar Negri yaitu Agus Salim

    kepada Dr. Sudarsono/Palar/Mr. A.A Maramis yang berada di New Delhi, india untuk 

    membentuk Exile Goverment. Dimana kedua mandat ini yang menjadi salah satu dasar 

    hukum dari pendirian pilar PDRI, tetapi kemudian kedua mandat ini tidak pernah di

    keperintahan Bukittinggi itu sendiri yang kemudian dalam buku Chairul Basri yang

    merupakan mantan Wakil Kepala Seksi Intelijen- Komendemen Sumatra mengatakan :

    “Secara Hukum, kawat-kawat inilah yang menjadi sumber hukum berdirinya

     PDRI ditambah dengan dukungan seluruh masyarakat Indonesia. Tetapi kedua

    kawat tersebut tidak pernah diterima di Bukittinggi” (Basri, 2003: 190)

      Yang kemudian pada tanggal 22 Desember 1948, di Halaban salah satu daerah

    selatan Payakumbuh, yang kemudian tersusun kabinetnya dengan Sjafrudin

    Prawiranegara sebagai ketua dari PDRI yang merangkap sebagai mentri pertahanan,

    Jendral Soedirman sebagai sebagai panglima besar angkatan Perang Republik 

    indonesia, A.H. Nasution sebagai panglima tentara teritorial jawa. Seperti yang

    dinyarakan dalam buku Basri yaitu sebagi berikut :

    “ Mr. Sjafrudin Prawiranegara diangkat sebagai perdana mentri yang

    merangkap sebagai menti pertahanan, penerangan dan luar negri. Ad interim dan

     sejumlah anggota kabinet lainya. Letnan Sudirman tetap menjadi panglima besar 

     Angkatan Perang Republik Indonesia, Kolonel A.H Nasution tetap menjadi

     Panglima Besar Angkatan Tentara teritoriial Jawa...” (Basri, 2003: 190)

     Nampaknya salah satu aspek yaitu A.H Nasution tetap menjadi panglima besar 

    angkatan teritorial jawa menyebabkan Jawa segera mengikuti dan mematuhi PDRI, dan

    membentuk komisaris pemerintahan pusat Jawa. Dimana disini kita bisa menerti

    kenapa keperintahan berpindah-pindah yang tak lain dilatar belakangi agar roda

    keperintahan berjalan dengan semestinya.

  • 8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    10/13

    4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 10/13

    Berakhirnya keperintahan PDRI ini kemudian berkaitan erat dengan

     perundingan Roem-Royen dimana Belanda menyetujui pemerintahan republik ke

    Yogyakarta. Dan membebaskan tahannan politik yang ditahan sejak 19 Desember 1948

    tersebut, hal ini juga berarti bahwa pemerintahan kedaulatan akan segera diserahkan

    oleh Belanda kepada RIS, ditambah dengan meninggalnya panglima militer Belanda

    Simon H. Spoor , yaitu salah satu tokoh yang memprakasai perebutan kedaulatan

     pemerintahan Indonesia. Hal ini seperti dinyatakan dalam buku Basri :

    “.... pada tanggal 25 Mei kembali Belanda ditimpa musibah dengan meninggalnya

    Simon H. Spoor Panglima perang Belanda.” (Basri, 2003: 290).

    Walaupun begitu, pertahanan Indonesia di Sumatra tak sepenuhnya aman,

    Belanda yang berkubu di Bukittinggi berusaha berkali-kali tentara Belanda berusaha

    mengusir pasukan kita yang berpangkal di Palupuh. Hingga sampai penyerahan

    kedaulatan oleh Belanda ke Republik Indonesia, pertempuran-pertempuran tidak lagi

    sering terjadi terlebih setelah case fire gerakan Belanda hanya tertuju pada keamanaan

    saja.

    Beberapa tokoh dan agak sedikit bertentangan dengan delegasi-delgasi dengan

    Belanda yang berdampak pada keputusan pengembalian mandat PDRI kepada

    keperintaahan di Yogyakarta. Seperti Sjahrir yang juga tak ikut dalam delgasi-delegasi

    dengan Belanda karena menurut Beliau pemerintahan yang sah pada saat itu adalah

    PDRI, bukan tawan politik belanda. Selain itu ada pula tokoh Muh. Natsir yang

    menganggap adanya pertentangan diantara para pemimpin Indonesia sebelum agresi,

    ditambah dengan tidak dilibatkannya PDRI dalam perundingan Roem-Royen sehingga

     perundingan tersebut diluar persetujuan PDRI.

    Pemerintahan yang berlangsung kurang lebih selama tujuh bulan ini berakhir 

    ketika penyerahan mandat dari PDRI kepada Hatta pada tanggal 14 Juli 1948. Setelah

     perjanjian Roem-Royen disahkan dan Natsir meyakinkan Prawiranegara untuk datang

    dan menyelesaikan dualisme keperintahan yang ada pada saat itu yaitu PDRI, dan

    kabinet Hatta.

    BAB III

    PENUTUP

    3.1  Kesimpulan

    Berdasarkan uraian bab sebelumnya, kami dapat mengemukakan simpulan sebagai

     berikut.

    Latar belakang adanya Pemerintah Darurat Republik Indonesia adalah karena

    adanya Agresi Militer II yang terjadi pada tanggal 19 Desember 1948 di ibu kota RI,

    Yogyakarta yang diduduki oleh Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1948 pasukan

     payung Belanda melancarkan serangan terhadap Lapangan Terbang Maguwo (kini

    Lanuma Adisucipto). Agresi militer ini pada dasarnya keinginan Belanda yang ingin

    menghancurkan Republik Indonesia yang merdeka dengan menghancurkan

     pemerintahannya untuk menghilangkan salah satu pokok atau syarat Hukum

    Internasional. Karena itulah Belanda mengambil kesempatan untuk lebih menekan

    Republik Indonesia pada saat pertikaian yang terjadi di kalangan Republik sebagai

    akibat dari perjanjian Renville, kegoncangan di kalangan TNI sehubungan dengan

    adanya rekonstruksi dan rasinalisasi, serta penumpasan pemberontakan PKI yang

    menelan daya upaya dan kekuatan Republik. Selain itu juga atas dasar perundingan-

     perundingan KTN yang telah mengalami jalan buntu, yang dengan sengaja dilakukan

    oleh Belanda. Sehingga dibentuklah PDRI yang diketuai oleh Sjafrudin Prawiranegara,

    untuk mengisi kekosongan pemerintahan, yang pada saat itu juga Ir Soekarno dan Hatta

    telah diasingkan oleh Belanda ke Bangka.

    Mr. Syafruddin Prawiranegara lahir di Serang, Banten pada tanggal 28 Februari1911 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 15 Februari 1989 pada umur 77 tahun. Mr.

    Syafrudin adalah seseorang yang berjasa dalam menyelamatkan eksistensi negara

    Republik Indonesia. Di sini ada suatu peranan yang diberikan oleh Mr. Syafrudin

    Prawiranegara adalah tetap membuat Indonesia berada dalam pemerintahan yang

  • 8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    11/13

    4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 11/13

    merdeka dan berdaulat. Dengan adanya PDRI dan Mr Syafrudin dipilih sebagai pejabat

     presiden sementara maka eksistensi negara Indonesia tetap ada serta merdeka dan

     berdaulat karena di hadapan Pemerintah Belanda, pemerintahan RI de facto dipimpin

    oleh Soekarno dari penjara, meskipun sebenarnya de jure pemerintahan berada di

    tangan Syafruddin Prawiranegara dan kedudukan Soekarno yang berada dalam tahanan

     bukan lagi sebagai kepala negara yang merdeka dan berdaulat.

    Berawal dari agresi militer Belanda kedua di Yogyakarta sebagai ibu kota

    Republik Indonesia. Lalu Belanda menawan Presiden Soekarno yang diterbangkan ke

    Prapat dan kemudian dipindahkan ke Bangka, Wakil Presiden Mohammad Hatta yangdiasingkan di Bangka, dan beberapa petinggi lainnya seperti Agus Salim (Menteri Luar 

     Negeri), Mohammad Roem dan beberapa menteri lainnya. Sebelum para petinggi

    Republik Indonesia ini ditawan oleh pihak Belanda, mereka mengadakan Sidang

    Kabinet dan mengambil sebuah keputusan untuk memberikan mandat melalui

    radiogram yang akan dikirimkan kepada Menteri Kemakmuran yaitu Mr. Sjafruddin

    Prawiranegara yang sedang berada di Sumatera. Selain materi Kawat yang dikirimkan

    kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Menteri

    Luar Negeri Hadji Agoes Salim mengirim Kawat kedua kepada Dr. Soedarsono, A.N.

    Palar, Mr. A.A. Maramis di New Delhi. Pada tanggal 22 Desember 1948, ketika di

    Desa Halaban, dekat Payakumbuh, Sumatera Barat, diadakan rapat dengan beberapa

    tokoh, yang akhirnya memutuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat. Mr.Syafroeddin Prawiranegara, terpilih sebagai Ketua Pemerintah Darurat Republik 

    Indonesia (PDRI). Dan pada tanggal 31 Maret 1949 berhasil membentuk Pemerintah

    Darurat Republik Indonesia (PDRI). Pemerintahan yang berlangsung kurang lebih

    selama tujuh bulan ini berakhir ketika penyerahan mandat dari PDRI kepada Hatta pada

    tanggal 14 Juli 1948. Setelah perjanjian Roem-Royen disahkan dan Natsir meyakinkan

    Prawiranegara untuk datang dan menyelesaikan dualisme keperintahan yang ada pada

    saat itu yaitu PDRI, dan kabinet Hatta. Berakhirnya keperintahan PDRI ini kemudian

     berkaitan erat dengan perundingan Roem-Royen dimana Belanda menyetujui

     pemerintahan republik ke Yogyakarta. Tahannan politik yang ditahan sejak 19

    Desember 1948 tersebut dibebaskan, hal ini juga berarti bahwa pemerintahan

    kedaulatan akan segera diserahkan oleh Belanda kepada RIS, ditambah denganmeninggalnya panglima militer Belanda Simon H. Spoor , yaitu salah satu tokoh yang

    memprakasai perebutan kedaulatan pemerintahan Indonesia.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. (2013). Sejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dan Peranan

    Sumatera Barat .

      [Online].

      Tersedia:www.marawanews.com / berita-123-sejarah-pemerintahan-darurat-

    republik-indonesia-dan-peranan-sumatera-barat.html.

    Anonim.(2013).Syafruddin Prawiranegara.

    [Online].

    Tersedia:Syafruddin_Prawiranegara

    http://id.wikipedia.org/wiki/Syafruddin_Prawiranegara [12 Juli 2013]

    Anonim.(2013).Agresi Militer Belanda II.

    [Online].

    Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_II [12 Juli 2013]

    Asshidiqie, Jimmy. (2009). Mr. Syafrudin Prawiranegara.

      [ Online].

      Tersedia:http://www.jimly.com/makalah/namafile/76/

    Presiden_Syafruddin_Prawiranegara.pdf [15 Juli 2013].

    Basri, Chairul. (2003). Apa yang saya ingat . Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

    Budiardjo, Miriam. (2010). Dasar-Dasar Ilmu Politik . Jakarta : Gramedia.

  • 8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    12/13

    4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 12/13

    Print PDF Print PDF

    Mahendra, Y.I. (2007).  Menyelamatkan NKRI:Berkaca pada Peran Syafroeddin

     Prawiranegara dan Mohammad Natsir .

    [Online].

    Tersedia: http://www.setneg.go.id/index.php?

    Itemid=54&id=88&option=com_content&task=view [15 Juli 2013]

     Nasery, Akmal. (2011). Presiden Prawiranegara.

    [Online].

    Tersedia:http://www.goodreads.com/book/show/10793219-presiden-

     prawiranegara [12 Juli 2013].

     Nasution, Abdul Haris. (1979). Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia- Jilid 9 (Agresi

     Militer Belanda II . Bandung: Disjarah AD dan Angkasa.

     Nazmi, Didi. 2009.  Pemerintahan Mobile PDRI dan Perjuangan Mempertahankan RI 

    : Kabinet PDRI dan Aparat Pemerintah Mobile PDRI di Sumatera (Kajian dari

     Perspektif Hukum Ketatanegaraan).

    [ Online ].

    Tersedia: http://didinazmi.blogspot.com/2011/04/makalah-pdri_29.html [15 Juli2013].

    Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho. (2009). Sejarah Nasional 

     Indonesia VI . Jakarta: Balai Pustaka.

    Ricklefs, M.C. (1999). Sejarah Indoensia Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada

    University Press.

    Ricklefs, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

    Siswanto, Agus. (2009). Sejarah Bagi Para Pembangkang .

    [Online].

    Tersedia: http://gus7.wordpress.com/2009/08/18/ibsn-sejarah-bagi-para-

     pembangkang/ [12 Juli 2013].

    Sudharmono, S.H. (1981). 30 Tahun Indonesia Merdeka Jilid 1. Jakarta : PT Tema

    Baru.

    Suryanegara, Ahmad Mansur. (2010).  Api Sejarah-2. Bandung: Salamadani Pustaka

    Semesta.

    Tim Penyususn. (1985). 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: PT Citra Lantoro Gung

    Persada.

     jarah Revolusi Indonesia

    M. C. Ricklefs: Laporan Peluncuran dan Diskusi Buku Sejarah Asia Tenggara:

    Dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer

    Peluncuran dan Diskusi Buku Sejarah Asia Tenggara: Dari Masa Prasejarah

    Sampai Kontemporer Karya M.C. Ricklefs, Dkk

    PERUNDINGAN LINGGARJATI

    Perbandingan Strategi Perjuangan Fisik dan Diplomasi Dalam Upaya

    Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia (1945-1949)

    Kiprah Mohamad Roem, Sang Pejuang Perundingan di Panggung Politik Era

    Revolusi (1945-1949)

      -Posted by Dede Yusuf at 09:02 

    Labels: Sejarah Revolusi Indonesia

    Location: Bandung, Jawa Barat, Indonesia

    Artikel Terkait:

    2 comments:

    https://www.blogger.com/share-post.g?blogID=5024626298646556194&postID=1156445597251431988&target=pinteresthttps://www.blogger.com/share-post.g?blogID=5024626298646556194&postID=1156445597251431988&target=facebookhttps://www.blogger.com/share-post.g?blogID=5024626298646556194&postID=1156445597251431988&target=twitterhttps://www.blogger.com/share-post.g?blogID=5024626298646556194&postID=1156445597251431988&target=bloghttps://www.blogger.com/share-post.g?blogID=5024626298646556194&postID=1156445597251431988&target=emailhttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/2013/08/pemerintahan-darurat-republik-indonesia.htmlhttps://plus.google.com/101147649214375394575http://www.printfriendly.com/http://www.printfriendly.com/

  • 8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

    13/13

    Bergabung di Facebook

    Copyright © Sejarah Akademika 2013. Powered by Blogger.