pemeriksaan napza
DESCRIPTION
NAPZATRANSCRIPT
CARA MENEGAKKAN DIAGNOSIS NAPZA
Sulit oleh manipulatif, tertutup dan menghindar, sehingga diperlikan :
a. Sikap mental petugas
b. Tehnik wawancara
c. Pemeriksaan
A. Sikap Mental Petugas :
a. Bersikap positif
b. Penuh perhatian
c. Menerima apa adanya
d. Empati
e. Tidak menghina, mengkritik, mengejek, menyalahkan
B. Tehnik Wawancara :
a. Alloanamnesa sebelum autoanamnesa
b. Alloanamnesa setelah autoanamnesa
c. Alloanamnesa dan autoanamnesa secara bersamaan
C. Pemeriksaan
a. Fisik
b. Psikiatrik
c. Penunjang :
1. Lab
2. EKG, EEG, Rontgen
Evaluasi psikologi, sosial
PENEGAKAN DIAGNOSA
Anamnesa
Autoanamnesa
Tujuannya untuk membentuk rasa percaya pasien terhadap terapis sehingga pasien
merasa yakin bahwa data tentang dirinya akan terjamin jerahasiannya di tangan terapis. Data
pribadi dan data demografi pengguna zat psikoaktif yang perlu diketahui meliputi nama, umur,
jenis kelamin, alamat tempat tinggal, tingkat pendidikan, agama yang dianut, etnik, status
perkawinan, anak nomor berapa dari orang tuanya, pekerjaan ayah, ibu, maupun pengguna.
Adapun pertanyaan yang dapat diajukan anatara lain :
a. Zat psikoaktif apa saja yang pernah dikonsumsi?
b. Sejak usia berapa menggunakan zat tersebut?
c. Zat psikoaktifa apa yang satu bula terakhir ini masih digunakan dan kapan terakhir
dikonsumsi?
d. Berapa kali setiap hari dikonsumsi?
e. Berapa jumlah setiap kali mengkonsumsi?
f. Bagaimana cara mengkonsumsi zat tersebut?
g. Bila dengan cara menyuntik, bagaimana cara mensterilkan jarum suntiknya?
h. Apakah pernah bertukar jarum suntik?
i. Alasan menggunakan zat tersebut?
j. Komplikasi apa saja yang pernah dialami selama pemakaian zat tersebut?
k. Apa pernah dirawat di rumah sakit atau di panti rehabilitasi??
Aloanamnesa
Aloanamesa dilakukan terhadap orang tua, guru, atau orang dekat lainnya berkisar pada
perubahan perilaku dan kebiasaan penderita. Yang dapat ditanyakan antara lain:
a. Apakah terjadi perubahan dalam pola tidur, makan, pola tidur, tampak mengantuk?
b. Apakah sering berpergian malam hari dan tanpa memberitahu kepergiannya?
c. Apakah sering tidak masuk sekolah?
d. Apakah sifatnya berubah?
e. Apakah sering berbohong?
f. Apakah anggota kelyarga sering kehilangan uang atau benda berharga?
Pemeriksaan Fisik
o Kesadaran = somnolen
o Kesadaran = spoor-koma
o Denyut nadi lambat
o Mulut akan tercium bau tidak enak
o Jantung akan mengalami aritmia
o Saraf otak = timbul diplopia, dismetria, dan disarti
o Ataksia
o Hiprefleksi
Pemeriksaan Psikiatri
Bertujuan mengetahui ada tidaknya gangguan psikiatri yang sering kali terdapat
bersamaan dengan pengguna zat psikoaktif. Pada penyalahgunaan nikotin ini akan tampak
gangguan emosi berupa euphoria, gelisah, dan iritabel.
Pemeriksaan Psikologis
Dilakukan dengan melakukan tes DAP, tes baum, MMPI, SSCT, dan sebagainya.
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan dengan menganalisis air seni untuk mengetahui zat psikoaktif yang
dikonsumsi penderita. Air seni sebaiknya diambil kurang dari 48 jam sejak penggunaan zat
psikoaktif terakhir.
Ada beberapa teknik pemeriksaan analisis air seni yaitu paper chromatography, thin
layer chromatography, gas chromatography, atau high power TLC. Selain tes anlisis urin dapat
pula dilakukan pemeriksaa darah rutin, kimia darah, tes fungsi hati, dan tes fungsi ginjal apabila
ada indikasi untuk diperiksa.
Pemeriksaan Flouroskopi dan elektrofisiologis
Pemeriksaan Flouroskopi berupa foto paru, foto tengkorak, USG, CT Scan, dan MRI sedangkan pemeriksaan elektofisiologi berupa EEG, EKG, dan EMG
DIAGNOSIS
Menetapkan diagnosis suatu kondisi klinis akibat penggunaan zat psikoaktif bukan
merupkan hal yang mudah, lebih-lebih bila zat psikoaktif yang digunakan lebih dari satu, seperti
pada polydrug use karena gejala akibat pengguna suatu jenis zat psikoaktif dapat berbaur atau
tertutup oleh gejala akibat pengguna zat psikoaktif lain, yang digunakan secara bersamaan waktu
atau bercampur dengan gejala putus zat psikoaktif lain.
Kesulitan lain disebabkan oleh pengguna sering kali tidak berterus terang karena takut
ancaman hukuman, dikeluarkan dari sekolah, dipecat dari pekerjaan, atau orang tuanya marah,
serta perasaan malu. Sebaliknya, terdapat juga pengguna zat psikoaktif yang membesar-besarkan
masalahnya, misalnya mengaku pernah menggunakan semua jenis zat psikoaktif yang
ditanyakan kepadanya, atau menyebut jumlah dosis penggunaan yang besar, hal ini dilakukan
agar ia dipandang hebat.
Diagnosa Multiaksial
Sejak tahun 1974 telah dikembangkan metode diagnosis multiaksial, khususnya dalam
bidang psikiatrik. Di Indonesia, pada tahun 1983 telah diterbitkan buku Pedoman Penggolongan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ), yang menggunakan metode diagnosis
multiaksial, mengganti metode diagnosis multiaksial diperoleh diskripsi yang lebih menyeluruh
tentang kondisi penyakit pasien.
Saat ini, PPDGJ-III beserta suplemennya untuk menetapkan diagnosis gangguan jiwa.
Dalam buku nini klasifikasi dan criteria diagnosis berbagai kondisi klinis yang berkaitan dengan
penggunaan zat psikoaktif mengikuti ICD-10, sedangkan metode diagnostic multiaksial
mengikuti DSM-IV.
Diagnose multiaksial dapat ditetapkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan medis. Anamnesa
terdiri atas pemeriksaan fisik, pemeriksaan psikiatrik, pemeriksaan laboratorium. Fluoroskopi,
elektrofisiologi, tes psikologis, dan evaluasi social.
Kelima aksis dalam diagnosis multiaksial adalah sebagai berikut ;
Aksisi I : gangguan klinis
Kondisi lain yang dapat menjadi pusat perhatian klinis
Aksis II : gangguan kepribadian
Retardasi mental
Aksis III : kondidi medis umum
Aksis IV : masalah psikososial dan lingkungan
Aksis V : asesmen fungsi secara global.
Autoanamnesa
Tahap pertama autoanamnesa bertujuan untuk membentuk rasa percaya pasien terhadap
terapis sehingga pasien merasa yakin bahwa data tentang dirinya akan terjamin kerahasiannya di
tangan terapis.
Bila pasien bersikap terbuka dan mengakui secara terus terang tentang penggunaan zat
psikoaktif, terapis dapat langsung menanykana seputar penggunaan zat psikoaktif tersebut.
Sebaliknya, bila langsung menanyakan seputar penggunaan zat psikoaktif, melainkan tanyakan
apa masalah yang dihadapinya dan apa yang terapis dapat lakukan untuk membantunya. Terapis
dapat menanyakan apakah pasien mempunyai kesulitan pada pelajarn atau masalah lain di
sekolah, apakah mengalami kesulitan tidur, apakah ada masalah dengan orangtua, teman atau
guru. Bagi mereka yang sudah bekerja, terapid menanyakan apakah ada masalah di tempat kerja,
dan bai yang sudah berkeluarga, menanyakan apakah ada masalah dengan pasangan. Sudah
berapa lam penggunaan zat psikoaktif itu mempunyai masalah dan usaha apa saja yang sudah
dilakukan untuk mengatasinya.
Aloanamnesa
Biasanya seorang anak menggunakan zat psikoaktif secara sembunyi-sembunyi, tidak
diketahui oleh orang tuanya, terutama bila zat psikoaktif yang digunakan ditolak oleh masyarakat
umum atau dilarang oleh undang-undang. Orang tua baru mulai ragu apakah anaknya
menggunakan zat psikoaktif atau tidak dari perubahan perilaku atau kebiasaan hidupnya.
Aloanamnesa terhadap orang tua, guru, atau orang dekat lainnya berkisar pada perubahan
perilaku dan kebiasaan tersebut.
Penggunaan zat psikoaktif seringa terdapat pada mereka yang sebelumnya menderita
gangguan jiwa atau gangguan kepribadian. Oleh karena itu, perlu ditanyakan pula kepada orang
tua perihal riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak, riwayat pendidikan, riwayat
pekerjaan, riwayat perkawinan, dan ciri-ciri masa kanak dan remaja.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan cermat dan menyeluruh. Dibawah ini
diuraikan beberapa gejala klinis yang sering ditemukan berkaitan dengan penggunan zat
psikoaktif. Pemeriksaan fisik hendaknya tidak hanya terbatas untuk menemukan gejala-gejala
yang disebutkan dibawah ini.
Pemeriksaan Hasil Keterangan
Kesadaran Somnolen Pada intoksikasi opiode, sedative hipnotik, alkoho, dan
Sopor koma
Berkabut
inhalan, atau pada putus zat amfetamin, dan kokain
Pada keadaan kelebihan dosis yang berat zat apapun
Pada putus zat sedative-hipnotik atau alkoho, pada intoksikasi
amfetamin atau PCP
Denyut nadi Bertambah
cepat
Lambat
Pada intoksikasi amfetamin atau LSD, pada putus zat opioida
Pada intoksikasi opioida, sedative-hipnotik, alcohol atau
inhalan
Suhu badan Naik
Turun
Pada pengguna LSD, amfetamin; putus alcohol, sedative-
hipnotik, atau opioid; adanya penyakit infeksi
Pada intoksikasi opioid
Pernapasan Lambat
Cepat dan
dangkal
Pada pemakaian sedative-hipnotik, alcohol atau opioid
Pada intoksikasi sedative-hipnotik, dosis tinggi
Tekanan
darah
Naik
Turun
Pada pemakaian amfetamin, kokain, LSD, ganja
Pada putus alcohol, opiod walaupun pada awalnya tekanan
darah naik
Hidung Rinore
Ulkus atau
perforasi
Putus zat opiiod
Pada pengguna kokain secara inhalan
Pemeriksaan Psikiatrik
Bertujuan mengetahui ada tidaknya gangguan psikiatirk yang sering kali terdapat
bersamaan dengan penggunaan zat psikoaktif.
Agitatif : intoksikasi amfetamin, kokain, kafein, PCP
Agresif : intoksikasi amfetamin, kokain, PCP
Depresi : putus amfetamin, kokain, sedative-hipnotk, alcohol
Disforia : pengguna pemula ganja atau opioid
Euphoria : intoksikais semua jenis zat psikoaktif
Gelisah : penggunaan amfetamin, kokain, halusinogen, kafein, PCP, ganja, dan putus
zat opioid, sedative-hidptonik, alcohol, dan nikotin
Impulsiff ; intoksikasi PCP
Iritabel : intoksikasi alcohol , sedative-hipnotik, inhalan, atau pada putuss zat alcohol,
sedative hipnotik, nikotin.
Labil : intoksitasi sedative-hipnotik, alcohol, PCP.
Gangguan Bicara
Banyak bicara : intoksitasi alkoho, sedative hipnotik, amfetamin, kokain, kafein
Cadel : intoksikasi alcohol, sedative-hipnotik, opioid, inhalan.
Gangguan Persepsi
Halusinasi : intoksikasi amfetamin, halusinogen, putus alcohol
Ilusi : intoksikasi halusinogen
Sinestesi : intoksikasi halusinogen
Pemeriksaan Laboratorium
Analisis air seni diperlukan untuk memgetahui zat psikoaktif apa saja yang dikonsumsi
pasien. Air seni sebaiknya diambil kurang dari 48 jam sejak penggunaan zat psikoaktif terakhir
karena setalah 48 jam, banyak zat yang tidak terdeteksi lagi dalam air seni. Harus dijaga agar
yang diperiksa adalah benar air seni pasien dan bukanny air seni orang lain. Jangka waktu
sesudah mengkonsumsi yang masih terdeteksi
Amfetamin : 2 hari
Barbiturat, kerja jangka pendek : 1 hari
Barbiturate, kerja jangka panjang : 21 hari
Benzodiazepine : 3 hari
Benzodiazepine, jangka panjang : 7 hari
Ganja : 7-10 hari
Heroin : 1-2 hari
Kodein : 1-2 hari
Kokain : 2-4 hari
Metadon : 3 hari
Morfin : 2-5 hari
Pemeriksaan Khusus
Tes Nalokson
Nalokson HCl (narcan) adalah antagonis opiod berjangka kerja pendek. Pada orang yang
mengalami ketergantungan opioid, bila diberi narcan, ia akan memperlihatkan gejala putus
opioid. Seseorang yang tidak mengalami ketergantungan opioid bila diberikan Narcan, ia tidak
akan memperlihatkan gejala putus opioid.
Sebelum dilakukan tes nalokson, terlebih dahulu pemeriksaaan fisik dilakukan dan hasil
pemeriksaan dicatat yaitu denyut nadi, suhu badan, tekanan darah, ukuran pupil mata, apakah
ada piloereksi di dada, apakah terdapat lakrimasi, rinore, dan banyak berkeringat.
Suntikan 0,16 mg narcan im pada otot trisep seseudah 20-30 menit, pemeriksaaaan tersebut
di ulang dan hasilnya dicatat. Tes dinyatakan positif bila denyut adi bertambah cepa, suhu badan
menurun, pupil midriasis, berkeringat, lakrimasi, rinore tekanan darah naik piloereksi di dada,
dan menguap berulang-ulang.
Tes Nembutol
Nembutol (penobarbiturat) adalah barbiturate jangka kerja pendek. Tes ini dimaksud untuk
mengetahui derajt toleransi pasien terhadap sedative-hinotik atau alcohol.