pembuatan serbuk pewarna alami dari kulit buah …repository.ub.ac.id › 3741 › 1 › septian...

63
PEMBUATAN SERBUK PEWARNA ALAMI DARI KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) (KAJIAN PROPORSI PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN DAN PUTIH TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK SERBUK) SKRIPSI Oleh : Septian Rachman Hadi NIM. 125100307111083 JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 29-Jan-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PEMBUATAN SERBUK PEWARNA ALAMI DARI KULIT

    BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) (KAJIAN PROPORSI PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN DAN PUTIH TELUR

    TERHADAP KARAKTERISTIK SERBUK)

    SKRIPSI

    Oleh : Septian Rachman Hadi NIM. 125100307111083

    JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG 2017

  • i

    LEMBAR PERSETUJUAN

    Judul TA : Pembuatan Serbuk Pewarna Alami Dari Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) (Kajian Proporsi Penambahan Maltodekstrin dan Putih Telur Terhadap Karakteristik Serbuk)

    Nama : Septian Rachman Hadi Nim : 125100307111083 Juruasan : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian

    Telah disetujui oleh : Pembimbing I Irnia Nurika, STP, MP. PhD NIP. 19740526 199903 2 001 Tanggal Persetujuan……

    Pembimbing II Nur Lailatul Rahmah, S.Si, M.Si. NIP. 19840522 201212 2 002 Tanggal Persetujuan……

  • ii

    LEMBAR PENGESAHAN

    Judul TA : Pembuatan Serbuk Pewarna Alami Dari Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) (Kajian Proporsi Penambahan Maltodekstrin dan Putih Telur Terhadap Karakteristik Serbuk)

    Nama : Septian Rachman Hadi Nim : 125100307111083 Juruasan : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian

    Penguji I

    Prof.Dr.Ir.Wignyanto, MS NIP. 19521102 198103 1 001

    Pembimbing I Irnia Nurika, STP, MP. PhD NIP. 19740526 199903 2 001

    Pembimbing II Nur Lailatul Rahmah, S.Si, M.Si. NIP. 19840522 201212 2 002

    Ketua Jurusan

    Dr. Sucipto, STP, MP.

    NIP. 19730602 1999903 1 001

  • iii

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis lahir di Gresik pada tanggal 2 September 1994 dari Bapak Agus Mulyo Sunarto dan Ibu Ferijana. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Pongangan 2 Manyar pada tahun 2006, kemudian melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama di SMP Muhammadiyah 12 GKB dan selesai pada tahun 2009, selanjutnya pendidikan

    dilanjutkan ke sekolah menengah atas di SMA Muhammadiyah 1 Gresik dan selesai pada tahun 2012.

    Pada tahun 2012 penulis masuk perguruan tinggi negeri Universitas Brawijaya Malang dan pada tahun 2017 penulis telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Pada masa pendidikannya, penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian pada tahun 2012-2015. Penulis juga aktif dalam kegiatan diluar kampus.

  • iv

    PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

    Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama Mahasiswa : Septian Rachman Hadi NIM : 125100307111083 Jurusan : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian Judul Tugas Akhir : Pembuatan Serbuk Pewarna Alami Dari

    Kulit Buah Naga (hylocereus polyrhizus) Kajian Proporsi Penambahan Maltodekstrin dan Putih Telur Terhadap Karakteristik Serbuk

    Menyatakan bahwa, Tugas akhir dengan judul diatas merupakan karya asli penulis diatas. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar saya bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku. Malang, 8 Agustus 2017 Pembuat Pernyataan Septian Rachman Hadi NIM. 125100307111083

  • v

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir yang berjudul Pembuatan Serbuk Pewarna Alami Dari Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) (Kajian Proporsi Penambahan Maltodekstrin dan Putih Telur Terhadap Karakteristik Serbuk).

    Selama penyusunan tugas akhir ini penulis dapat banyak bimbingan, saran dan bantuan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih pada :

    1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal ini.

    2. Bapak Dr. Sucipto, STP .MP selaku ketua jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya

    3. Keluarga khususnya kedua orang tua yang telah memberi support, doa, kasih sayang, motivasi, dukungan dan inspirasi, sehingga penulis dapat melaksanakan tugas akhir dengan lancar.

    4. Kakak pertama yang telah memberi support, doa, serta motivasi yang menyentuh sehinggal penulit dapat menyelesaikan tugas akhir.

    5. Ibu Irnia Nurika, STP, MP. PhD selaku dosen pembimbing 1 dan ibu Nur Lailatul Rahmah, S.Si, M.Si. selaku dosen pembimbing 2 yang memberikan bimbingan, saran serta motivasi yang dapat membangun dan bermanfaat bagi penulis.

    6. Marisa Ayu Andarini yang selalu memberi motivasi dan dukungan serta semangat yang luar biasa sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan

    7. Teman-teman dulurmu Malang Alto, Dwi, Iqbal, Hafiz, Anging, Dipo, Mufid, Bayu, Amin, Revin, Leho dan lainnya yang memberi semangat dan dukungan dengan canda tawa di setiap hari.

    8. Teman-teman jurusan TIP FTP UB yang telah berjuang bersama melewati masa-masa kuliah di jurusan dan saling membantu satu sama lain.

  • vi

    9. Teman-teman di Gresik Bleki, Bolot, Hilman, Rijal, Ahong yang selalu memberikan support dan motivasi.

    10. Teman kosan mbak yayuk Mbah Teguh, Ipin, Leho, Hafiz yang selalu mengajari dan memberi semangat untuk penyelesaian tugas akhir ini.

    11. Teman-teman semasa maba sampai sekarang Anging, Hafiz, Dipo yang memberikan pelajaran dan pengalaman serta motivasi yang baik Dalam penulisan tugas akhir ini penulis sangat

    menyadari masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan dan kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang.

    Malang, 8 Agustus 2017

    Penulis

  • x

    DAFTAR ISI

    Lembar Persetujuan ................................................................ i Lembar Pengesahan ................................................................ ii Riwayat Hidup ......................................................................... iii Pernyataan Keaslian Tugas Akhir.......................................... iv Kata Pengantar......................................................................... v Ringkasan................................................................................ vi Summary ............................................................................... viii Daftar Isi ................................................................................... x Daftar Tabel ............................................................................ xii Daftar Gambar ....................................................................... xiii Daftar Lampiran .................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1 1.2 Tujuan .................................................................................. 4 1.3 Rumusan Masalah ............................................................... 4 1.4 Manfaat ................................................................................ 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................. 5 2.1 Buah Naga ........................................................................... 5 2.2 Pewarna Alami ..................................................................... 7 2.3 Spektrofotometri ................................................................... 8 2.4 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Pewarna ...... 10

    2.4.1 Ekstrasi Dengan Pelarut ............................................... 11 2.4.2 Bahan Pengisi Maltodekstrin ........................................ 12

    2.5 Metode Pengeringan Foam-mat Drying.............................. 13 2.6 Peneliti Terdahulu .............................................................. 16 2.7 Hipotesis ............................................................................ 18 BAB III METODE PELAKSANAAN ....................................... 19 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ....................................... 19 3.2 Alat dan Bahan .................................................................. 19

    3.2.1 Alat ............................................................................... 19 3.2.2 Bahan .......................................................................... 19

    3.3 Batasan Masalah ............................................................... 19 3.4 Prosedur Penelitian ............................................................ 20

    3.4.1 Identifikasi Masalah ...................................................... 21

    3.4.2 Studi Literatur ............................................................... 21

  • xi

    3.4.3 Penelitian Pendahuluan ............................................... 21

    3.4.4 Hipotesis ...................................................................... 22

    3.4.5 Rancangan Percobaan ................................................ 22

    3.4.6 Pelaksanaan Penelitian dan Pengambilan Data ........... 25

    3.4.6.1 Tahap Ekstraksi Pewarna Alami Kulit Buah Naga .. 25

    3.4.7 Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 26

    3.4.8 Pemilihan Perlakuan Terbaik ........................................ 26

    BAB IV PEMBAHASAN .......................................................... 28

    4.1 Rendemen ......................................................................... 28

    4.2 Kadar Air ............................................................................ 30

    4.3 Kadar Zat Warna ................................................................ 34

    4.4 Penentuan Perlakuan Terbaik ............................................ 37

    BAB V PENUTUP .................................................................... 39

    5.1 Kesimpulan ........................................................................ 39

    5.2 Saran ................................................................................. 39

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 40

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Kandungan nutrisi dalam 100 gr daging buah naga ... 6 Tabel 2.2 Spektrum Cahaya Tampak dan Warna-warna Komplementer ......................................................................... 10 Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan ............................................... 23 Tabel 3.2 Matriks Rancangan Percobaan ................................ 24 Tabel 3.3 Pemilihan Perlakuan Terbaik ................................... 27 Tabel 4.1 Rerata Nilai Kadar Air Pengaruh Maltodekstrin ........ 32 Tabel 4.2 Rerata Nilai Kadar Air Pengaruh Putih Telur ............ 33 Tabel 4.3 Analisis Perlakuan Terbaik ....................................... 37

  • xiii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Rumus Struktur Betasianin .................................... 8 Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ........................................ 20 Gambar 3.2 Diagram Alir Ekstraksi Kulit Buah Naga ............... 22 Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Maltodekstrin dan Putih Telur Terhadap Rendemen ............................................................... 28 Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Maltodekstrin dan Putih Telur Terhadap Kadar Air .................................................................. 31 Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Maltodekstrin dan Putih Telur Terhadap Warna ...................................................................... 34

  • xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Prosedur Analisa .................................................. 48 Lampiran 2 Diagram Alir ......................................................... 50 Lampiran 3 Analisis Ragam Annova Rendemen ..................... 51 Lampiran 4 Analisis Ragam Annova Kadar Air ....................... 53 Lampiran 5 Analisis Ragam Annova Kadar Zat Warna ........... 56 Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian ........................................ 59

  • vi

    Septian Rachman Hadi. 125100307111083. Pembuatan Serbuk Pewarna Alami Dari Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) (Kajian Proporsi Penambahan Maltodekstrin dan Putih Telur Terhadap Karakteristik Serbuk). Tugas Akhir. Pembimbing : Irnia Nurika, STP, MP, PhD. dan Nur Lailatul Rahma S.Si, M.Si.

    RINGKASAN

    Buah naga termasuk dalam kelompok tanaman kaktus atau famili cactaceae dan subfamili hylocereanea, yang memiliki 4 jenis buah diantaranya buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus polyrhizus), buah naga daging super merah (Hylocereus costaricensis), dan buah naga kulit kuning daging putih (Selenicereus megalanthus). Buah naga memiliki kulit buah sekitar 30-35%, namun sering kali kulit buah dianggap sebagai limbah dan hanya dibuang begitu saja. Luas lahan buah naga merah adalah sekitar 10 hektar, dimana setiap batang menghasilkan 2-8 kg buah segar, jadi potensi buah naga merah di Malang raya sekitar 80-320 kg ton per tahun. Kulit buah naga memiliki manfaat yang tidak banyak digunakan seperti bahan tambahan makanan sebagai pewarna makanan, karena kulit buah naga memiliki kandungan pigmen alami yang dapat digunakan sebagai pewarna alami pangan. Pigmen pewarna yang terkandung dalam kulit buah naga adalah pigmen betasianin. Betasianin merupakan salah satu pigmen yang dapat digunakan sebagai pewarna alami dan dapat diekstrak dari tumbuhan. Pada tumbuhan, betasianin terdapat pada bunga, buah, kulit, dan daun yang memiliki warna merah keunguan.

    Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Faktor yang tersusun terdiri dari 2 faktor yaitu, konsentrasi maltodekstrin dan konsentrasi putih telur. Konsentrasi maltodekstrin terdiri dari 4 level yaitu (4%, 6%, 8%, 10%), konsentrasi putih telur terdiri dari 3 level (5%, 10%, 15%). Faktor tersebut akan berpengaruh pada hasil uji kadar air, rendemen, dan perhitungan konsentrasi zat warna. Data hasil uji akan dianalisa menggunakan analisis ragam (ANNOVA). Untuk

  • vii

    proses pemilihan perlakuan terbaik akan dilakukan menggunakan pendekatan secara teoritis dengan parameter kadar air dengan batasan terendah, rendemen dengan batasan tertinggi, dan zat warna dengan batasan tertinggi.

    Hasil Penelitian didapatkan dengan penambahan maltodekstrin sebanyak 8% dan putih telur sebanyak 15% dapat menghasilkan serbuk pewarna dengan kandungan secara fisik dan kimia yang terbaik. Nilai rendemen terbaik didapat sebesar 9% dan nilai kadar air terbaik didapat sebesar 3%, sedangkan untuk nilai zat warna didapat sebesar 17ppm. Dimana dengan penambahan maltodekstrin dan putih telur ini dapat mempengaruhi hasil rendemen, kadar air, kadar zat warna. Pada penelitian ini interaksi maltodekstrin dan putih telur tidak memberikan beda nyata terhadap kadar air, namun menunjukan beda nyata terhadap rendemen dan kadar zat warna.

    Kata Kunci : Kulit Buah naga, Pewarna alami, Konsentrasi Maltodekstrin dan Putih Telur

  • viii

    Septian Rachman Hadi. 125100307111083. Pembuatan Serbuk Pewarna Alami Dari Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) (Kajian Proporsi Penambahan Maltodekstrin dan Putih Telur Terhadap Karakteristik Serbuk). Tugas Akhir. Pembimbing : Irnia Nurika, STP, MP, PhD. dan Nur Lailatul Rahma S.Si, M.Si.

    SUMMARY

    Dragon fruit belong to the plant cactus or members of the family cactaceae and a subfamily hylocereanea, having 4 kinds of fruit are the dragon white flesh (hylocereus undatus), the dragon red meat (hylocereus polyrhizus), the dragon super red meat (hylocereus costaricensis), and the dragon yellow skin white flesh (selenicereus megalanthus) . Dragon fruit havie a rind about 30-35 % , but the it often regarded as waste and only discarded . An area of land the fiery red dragon is about 10 acres, than every single stam produce 2-8 kg fresh fruits, so the potential of red dragon unfortunatily highway about 80-320 kg tons per year. The rind dragon have alot of benefit wich not usefull as an additional ingredient food as dye food, because the rind dragon has any natural pigment that can be used for natural dye food. Colouring pigment wich contained in the dragon rind is called by pigment betasianin. Betasianin is one kind of pigment that can be used as a natural colouring and can be extracted from plants . In plants, betasianin founded in flowers, fruit, the skin, and leaves that have a red purplish.

    This research using random design group. Containing factors was consisting of 2 factors are, maltodekstrin concentration and egg whites concentration . Maltodekstrin concentration consisting of 4 level (4%, 6%, 8%, 10%), egg whites concentration consisting of 3 level (5%, 10%, 15%). The factors are going to affect the test water levels, rendemen, and calculation concentration dyestuff. The result test data will be analyzed by using Analysis of variance (ANNOVA). For best treatment selection process will be used the theoretically with water content parameters with the lowest limit levels, rendemen with the highest limit, and dyestuff with the highest limit.

  • ix

    Research results obtained by the addition of maltodekstrin about 8 % and egg whites about 15 % can produce the dyestuff with the best physically and chemistry.The best rendemen obtained by 9 % and the value of the water level best obtained by 3 % , while to value dyestuff obtained by 17ppm. Where the maltodekstrin and egg whites it can affect the rendemen result, the water level, dyestuff level. In this study, the interaction between maltodekstrin and egg whites did not make a significant difference to water content levels, but real showed a signifficant different levels of rendemen and dyestuff .

    Keywords: the rind dragon fruit, a natural dye, concentration maltodekstrin and egg whites

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Buah naga termasuk dalam kelompok tanaman kaktus atau

    famili cactaceae dan subfamili hylocereanea, yang memiliki 4 jenis buah diantaranya buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus polyrhizus), buah naga daging super merah (Hylocereus costaricensis), dan buah naga kulit kuning daging putih (Selenicereus megalanthus). Buah naga dikonsumsi dalam bentuk segar, karena kandungan air buah ini sangat tinggi serta rasa buah yang manis, buah ini dapat menghilangkan dahaga. Menurut Tulus Subagyo dalam Wahyuni, Rekna (2013), luas lahan buah naga merah adalah sekitar 10 hektar, dimana setiap batang menghasilkan 2-8 kg buah segar. Jadi potensi buah naga merah di Malang raya sekitar 80-320 kg ton per tahun. Menurut Saati (2009), buah naga memiliki kulit buah sekitar 30-35%, namun sering kali kulit buah dianggap sebagai limbah dan hanya dibuang begitu saja. Kulit buah naga memiliki manfaat yang tidak banyak digunakan seperti bahan tambahan makanan sebagai pewarna makanan, karena kulit buah naga memiliki kandungan pigmen alami yang dapat digunakan sebagai pewarna alami pangan. Kandungan nutrisi yang terdapat pada kulit buah naga seperti karbohidrat, lemak, protein, serat pangan, vitamin C, fosfor, kalsium, vitamin B1, vitamin B2, dan Vitamin B12. Kandungan lain yang dimiliki oleh kulit buah naga adalah zat warna betasiani yang cukup tinggi.

    Buah naga memiliki kandungan pigmen warna yang disebut dengan pigmen betasianin. Betasianin merupakan salah satu pigmen yang dapat digunakan sebagai pewarna alami dan dapat diekstrak dari tumbuhan. Betasianin memiliki sifat mudah larut dalam pelarut air, sehingga sangat baik dikembangkan sebagai pewarna alami. Pada tumbuhan, betasianin terdapat pada bunga, buah, dan daun yang memiliki warna merah

  • 2

    keunguan (Strack et al, 2003). Betasianin sangat sensitif terhadap beberapa faktor, diantaranya faktor yang mempengaruhi kestabilan betasianin adalah suhu, pH, cahaya, oksigen, dan ion logam (Herbach et al, 2006). Warna yang dimiliki pigmen betasianin berwarna merah muda keunguan. Betasianin umumnya ditemukan di buah bit, namun belakangan ini, betasianin juga ditemukan dalam kulit buah naga. Betasianin memiliki warna dominan merah (a) dan sedikit (b) dalam pengujian warna (Mal et al., 2011).

    Pewarna yang digunakan dalam pembuatan produk pangan memiliki pengaruh terhadap penampilan, aroma dan rasa yang terdapat pada produk, dimana pewarna dapat dihasilkan dari tumbuhan dan hewan dan juga dapat dibuat dari bahan zat kimia sintetik. Pewarna yang dibuat dari tumbuhan dan hewan sering disebut dengan pewarna alami, sedangkan pewarna yang dibuat dari bahan kimia sintetik disebut dengan pewarna sintetik. Pewarna alami yang dibuat ini memiliki kelemahan yaitu warna yang tidak homogen, kurang stabil, dan harga yang relatif mahal, jika dibandingkan dengan pewarna sintetis yang memiliki sifat yang homogen, penggunaanya sangat efisien karena hanya perlu jumlah sedikit dan memiliki harga yang murah. Tumbuhan yang dapat menghasilkan pewarna alami sebagian telah dikenal dan mudah untuk dibudidayakan. Beberapa tanaman yang dapat menghasilkan pewarna alami adalah pandan, daun jati, kulit manggis, bunga rosella, kunyit, kayu secang, bunga talang, daun alpukat, dan kulit buah naga (Zumiati, 2009).

    Permasalahan yang terdapat pada pewarna alami yang ada dipasaran masih banyaknya produk pewarna alami yang masih dalam bentuk cair. Pewarna alami dalam bentuk cair kurang efisien dalam penyimpanan, transportasi dan umur masa simpan yang kurang tahan lama. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut, dalam penelitian ini dilakukan pembuatan pewarna alami dari kulit buah naga yang diproduksi dalam bentuk bubuk dengan pengeringan. Dalam pembuatan bubuk pewarna alami dibutuhkan penambahan bahan pengisi dan bahan pembusa,

  • 3

    yang diharapkan dengan penambahannya dapat menghasilkan produk yang terbaik. Bahan pengisi yang biasa digunakan pada penelitian adalah maltodekstrin dan dekstrin, dimana pada penelitian ini bahan pengisi yang dipilih yaitu maltodekstrin. Pemilihan maltodekstrin sebagai bahan pengisi dikarenakan maltodekstrin memiliki kelebihan yaitu mudah larut dalam air dingin. Maltodekstrin memiliki sifat-sifat seperti mengalami dispersi cepat, sifat higroskopis rendah, sifat browning yang rendah. Bahan pembusa yang digunakan adalah putih telur. Penggunaan putih telur bertujuan karena proses pengeringan pada penelitian ini menggunakan metode Foam-mat drying. Keuntungan menggunakan metode foam-mat drying tidak perlu menggunakan suhu tinggi, bubuk yang dihasilkan memiliki kualitas warna dan rasa baik, biaya lebih murah, dan bubuk memiliki densitas yang rendah. Pada penelitian ini akan mengetahui penambahan konsentrasi maltodekstrin dan putih telur yang tepat untuk menghasilkan bubuk pewarna alami dari kulit buah naga. Dalam penelitian Wulansari (2012), perlakuan terbaik pembuatan pewarna alami dari biji buah pinang yaitu diperoleh hasil terbaik dengan konsentrasi maltodekstrin sebesar 15% dan konsentrasi putih telur sebesar 5%. Pada penelitian Faidah dan Teti (2009), perlakuan terbaik pembuatan pewarna alami dari limbah daun teh dengan maltodekstrin sebesar 18% dengan konsentrasi putih telur 1% Penggunaan maltodekstrin dan putih telur dalam pembuatan bubuk pewarna alami kulit buah naga dapat memberikan hasil intensitas warna yang terbaik. Oleh karena itu perlu adanya penentuan konsentrasi penambahan maltodekstrin dan putih telur yang tepat sehingga dapat menghasilkan bubuk pewarna alami dari kulit buah naga yang memiliki kualitas terbaik secara fisik dan kimia.

  • 4

    1.2 Rumusan Masalah

    Berapa konsentrasi penambahan maltodekstrin dan putih telur yang tepat untuk mampu menghasilkan bubuk pewarna alami dari kulit buah naga yang memiliki kualitas terbaik secara fisik dan kimia (parameter perhitungan rendemen, kadar air, dan kadar zat warna) ?

    1.3 Tujuan

    Untuk mengetahui proporsi penambahan konsentrasi maltodekstrin dan putih telur yang tepat untuk mampu menghasilkan bubuk pewarna alami dari kulit buah naga yang memiliki kualitas terbaik secara fisik dan kimia (parameter perhitungan rendemen, kadar air, dan kadar zat warna).

    1.4 Manfaat

    Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. untuk meningkatkan penggunaan kulit buah naga sebagai pewarna alami untuk produk pangan yang aman bagi kesehatan 2. meningkatkan nilai guna dan nilai jual dari kulit buah naga sebagai bahan baku pewarna alami yang aman bagi makanan

  • 5

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Buah Naga

    Buah naga biasa dikenal dengan sebutan Dragon Fruit, yang mana salah satu buah yang mulai banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Buah naga merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah beriklim tropis kering. Pertumbuhan buah naga dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara, keadaan tanah dan curah hujan. Habitat asli buah naga berasal dari negara Meksiko, Amerika Utara dan Amerika Selatan bagian utara. Namun buah naga saat ini telah dibudidayakan di Indonesia seperti di Jember, Malang, Pasuruan dan daerah lainnya (Kristanto, 2008). Buah naga di Indonesia termasuk komoditas yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dibandingkan dengan buah yang lainnya. Semakin banyak konsumsi buah naga akan meningkatkan jumlah limbah kulit buah naga. Menurut Wahyuni (2010) buah naga memiliki manfaat untuk tubuh manusia. Sehingga sangat disayangkan jika kulit buah naga yang memiliki khasiat tidak dapat dimanfaatkan, sebab dalam satu buah naga memiliki 30-35% bagian kulit buah naga.

    Buah naga memiliki 4 jenis buah yang dibedakan berdasarkan warnanya. Menurut Muaris (2012), 4 jenis buah naga yang ada yaitu, Hylocereus Undatus (kulit merah, daging putih), Hylocereus Polyrhizus (kulit merah, daging merah), Hylocereus Megalanthus (kulit kuning, daging putih), Hylocereus Costaricensis (kulit merah, daging super merah). Buah naga termasuk dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Cactales, family Cactaceae, spesies Hylocereus polyrhizus (Kristanto, 2008).

    Kandungan yang terdapat dalam buah naga memiliki banyak manfaat dan khasiat bagi kesehatan manusia, hal ini dikarenakan buah naga memiliki berbagai kandungan gizi yang berguna untuk sistem metabolisme tubuh. Menurut Muaris

  • 6

    (2012), buah naga mengandung berbagai vitamin salah satunya vitamin C, kalsium, fosfor, dan serat. Buah naga juga dikenal sebagai salah satu sumber betakaroten yang merupakan provitamin A, yang akan diubah menjadi vitamin A didalam tubuh. Buah naga juga mengandung vitamin B1 (mengawal kepanasan badan), vitamin B2 (menambah selera), dan vitamin B3 (menurunkan kolesterol) (Zain, 2006). Pada tabel 2.1 menunjukan kandungan yang terdapat pada buah naga dalam berat 100gr. Tabel 2.1 Kandungan nutrisi dalam 100 gr daging buah naga

    Kandungan Hylocereus Polyrhizus

    Air (g) Protein (g) Lemak (g) Serat Kasar (g) Abu (g) Kalsium (kg) Fosfor (mg) Besi (mg) Karoten (mg) Thiamin (mg) Niasin (mg) Vitamin C (mg)

    82,5-83,0 0,16-0,23 0,1 0,70-0,90 0,28-0,4 6,30-0,80 30,2-36,1 0,3 Sangat sedikit Sangat sedikit 1,29-1,30 8,00-9,00

    (Sumber: Badan Litbang Pertanian Indonesia, 2014)

    Menurut Nurliyana et al. (2010), menyatakan dalam 1 mg/ml kulit buah naga dapat menghambat sebanyak 83,48 ± 1,02% radikal bebas, sedangkan untuk 1 mg/ml daging buah naga hanya dapat menghambat radikal bebas sebanyak 27,45 ± 5,03%. Menurut Jaafar et al (2009), menyatakan jika kulit buah naga memiliki potensi sebagai antioksidan yang lebih tinggi daripada dagingnya.

  • 7

    2.2 Pewarna Alami

    Zat pewarna alami mempunyai warna yang indah dan khas yang sulit ditiru dengan zat pewarna sintetik, sehingga banyak disukai. Sebagian besar bahan pewarna alami diambil dari tumbuh-tumbuhan merupakan pewarna yang mudah terdegradasi. Menurut Agoes (2007) Bagian-bagian tanaman yang dapat dipergunakan untuk pewarna alami adalah kulit, ranting, batang, daun, akar, biji, bunga, dan getah. Menurut Petijo (2009) untuk memperoleh pewarna alami dari tumbuhan dan buah, dapat dilakukan dengan berbagai cara yang sederhana dan dilakukan di industri rumah tangga seperti ekstraksi, fermentasi, perebusan dan proses kimiawi.

    Pewarna alami yang biasa dikenal sebagai pewarna nabati merupakan pewarna yang diperoleh dari ekstrak pigmen tumbuhan dan buah-buahan yang dimana aman dan tidak menimbulkan efek negatif baik bagi penggunanya maupun bagi kesehatan. Menurut Suryatin (2004), pewarna alami dibagi berdasarkan sumbernya seperti zat pewarna alami berasal dari tumbuhan yaitu antosianin, karotenoid, betalain, kurkumin, dan klorofil. Pigmen zat pewarna alami yang didapatkan dari bahan alami seperti karoten, yang menghasilkan warna jingga hingga merah yang didapat dari wortel, pepaya dan lain-lain. Klorofil yang menghasilkan warna hijau yang didapat dari daun suji, pandan dan lain-lain. Antosianin, menghasilkan warna merah, oranye, ungu, biru, kuning, banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti buah anggur, strawberry, duwet, bunga mawar, kana, rosella, pacar air, kulit manggis, kulit rambutan, ubi jalar ungu, daun bayam merah dan lain-lain. Betalain menghasilkan warna merah violet yang dihasilkan dari kulit buah naga, buah bit dan lain-lain (Hidayat, 2006)

    Warna yang dihasilkan dari kulit buah naga merah berasal dari pigmen betalain. Betalain merupakan pigmen bernitrogen dan bersifat larut dalam air. Betalain ini telah menarik untuk dimanfaatkan secara aplikatif karena kegunaannya sebagai pewarna makanan dan adanya sifat

  • 8

    antioksidan dan radical scavenging sebagai perlindungan terhadap gangguan yang disebabkan oleh stres oksidatif tertentu (Retno,2010). Betalain dibagi menjadi 2 kelompok yaitu betasianin dengan warna pigmen merah keunguan dan betaxantin dengan warna pigmen kuning (Coultate, 1996).

    Gambar 2.1 Rumus Struktur Betasianin

    Menurut Von Elbe (1974), tanaman yang mengandung betalain memiliki warna yang sama dengan tanaman yang mengandung antosisanin. Namun di alam kedua kelas ini bersifat mutual exclusive yang artinya saling terpisah satu sama lain, sehingga pada satu tanaman tidak mungkin mengandung dua jenis pigmen antosianin dan betasianin. Menurut Mal et al. (2011), Betasianin memiliki warna dominan merah (a+) dan sedikit (b-) dalam pengujian warna

    2.3 Spektrofotometri

    Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat

  • 9

    pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Kelebihan spektrofotometer dengan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih di deteksi dan cara ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau celah optis. Pada fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek pada panjang gelombang tertentu (Gandjar,2007). Menurut Marzuki Asnah (2012), Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah cahaya. Suatu daerah akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan panjang gelombang cahaya yang diabsorbsi dapat menunjukan struktur senyawa yang diteliti. Spektrum elektromagnetik meliputi suatu daerah panjang gelombang yang luas dari sinar gamma gelombang pendek berenergi tinggi sampai pada panjang gelombang mikro

    Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil. Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca langsung dicatat oleh detector dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun grafik yang sudah diregresikan (Yahya S, 2013). Menurut Khopkar (2008), faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit:

    1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna.

    2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.

    3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).

  • 10

    Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan yang berwarna maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap secara selektif dan radiasi sinar lainnya akan diteruskan. Absorbansi maksimum dari larutan berwarna terjadi pada daerah warna yang berlawanan dengan warna yang diamati, misalnya larutan berwarna merah akan menyerap radiasi maksimum pada daerah warna hijau. Dengan kata lain warna yang diserap adalah warna komplementer dari warna yang diamati (Khopkar, 2008). Untuk spesifikasi warna komplementer dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Spektrum Cahaya Tampak dan Warna-warna Komplementer

    Panjang Gelombang (nm)

    Warna Warna

    Komplementer

    400-435 435-480 480-490 490-500 500-560 560-580 580-595 595-610 610-750

    Violet Biru

    Hijau-Biru Biru-Hijau

    Hijau Kuning-Hijau

    Kuning Oranye Merah

    Kuning-Hijau Kuning Oranye Merah Ungu Violet Biru

    Hijau-Biru Biru-Hijau

    (Sumber: Day dan AL Underwood,2002)

    2.4 Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Pewarna Alami

    Dalam proses pembuatan produk serbuk pewarna alami dari kulit buah naga terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas produk, sehingga dalam proses pembuatan produk harus teliti dengan faktor yang akan mempengaruhi. Faktor faktro yang mempengaruhi kualitas produk serbuk pewarna alami dari kulit buah naga diantaranya

  • 11

    yaitu proses ekstraksi menggunakan pelarut dan penambahan bahan pengisi yang ditambahkan berupa maltodekstrin.

    2.4.1 Ekstraksi Dengan Pelarut

    Ekstrasi menggunakan pelarut merupakan salah satu cara yang digunakan untuk bisa mendapatkan hasil ekstrak yang diinginkan dari suatu bahan, misalnya pembuatan serbuk pewarna dari kulit buah naga. Menurut Guenter (1987), pelarut adalah salah satu faktor yang mampu menentukan hasil dari proses ekstraksi, sehingga banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut. Pelarut sangat mempengaruhi proses ekstraksi. Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi faktor – faktor antara lain (Guenter, 1987):

    1. Selektivitas, yaitu pelarut harus dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan cepat dan sempurna.

    2. Pelarut harus mempunyai titik didih yang cukup rendah agar pelarut mudah diuapkan tanpa mengunakan suhu tinggi.

    3. Pelarut harus bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lain.

    4. Pelarut harus mempunyai titik didih seragam, dan jika diuapkan tidak tertinggal dalam produk.

    5. Harga pelarut harus semurah mungkin. 6. Pelarut harus tidak mudah terbakar.

    Aquades dapat disebut juga Aqua purificate (air murni) H2O. Air murni adalah air yan dimurnikan dari proses destilasi. Satu molekul air memiliki dan hidrogen atom kovalen terikat untuk satu oksigen. Aquades memiliki berat molekul sebesar 18,0 g/mol dan pH antara 5-7. Rumus kimia aquades yaitu H2O, dengan memiliki allotrop berupa es dan uap. Senyawa ini tidak berwarna, tidak berbau dan tidak memiliki rasa. Aquades merupakan elektrolit lemah. Air dihasilkan dari pengoksidasian hidrogen dan banyak digunakan sebagai bahan pelarut bagi kebanyakan senyawa (Sarjoni, 2003). Keunggulan dan

  • 12

    kelemahan dalam penggunaan aquades sebagai bahan pelarut ini adalah (Winarno, 1992): 1. Keunggulan : Murah dan mudah diperoleh, stabil,

    tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, dan tidak mudah beracun.

    2. Kelemahan : Tidak selektif, dapat ditumbuhi mikroorganisme sehingga cepat rusak, dan untuk pengeringan diperlukan waktu lama.

    Menurut jurnal yang ditulis oleh Hardjanti (2008), rasio daun dan air 1:2. Berdasarkan hasil orientasi, maka dipilih rasio penambahan air tersebut karena kadar khlorofilnya paling tinggi. Kadar air daun katuk 67,66%, kadar klorofil daun katuk 2,74%, ekstrak daun katuk yang diperoleh sebesar 95,48%, kadar klorofil ekstrak daun katuk sebesar 2,22%db.

    2.4.2 Bahan Pengisi Maltodekstrin

    Bahan pengisi berfungsi untuk melindungi komponen bahan pangan yang sensitif, mengurangi kehilangan nutrisi, menambah komponen bahan pangan bentuk cair ke bentuk padat yang lebih mudah ditangani. Selain itu penggunaan bahan pengisi juga bertujuan untuk melapisi komponen vapor serta meningkatkan jumlah total padatan, memperbesar volume, mempercepat proses pengeringan dan mencegah kerusakan bahan akibat panas (Pratiwi, 2011). Bahan pengisi yang biasa digunakan pada makanan adalah maltodekstrin dan dekstrin. Selain itu terdapat bahan pengisi lain yang digunakan untuk pembuatan detergen yaitu tetra sodium pyrophospate dan sodium sitrat (Permono, 2007).

    Maltodekstrin merupakan salah satu produk modifikasi pati secara kimia atau biokimia dan hasil dari hidrolisis baik menggunakan asam maupun enzim yang seringdimanfaatkan sebagai bahan pengisi pada poduk-produk tepung atau pengganti lemak dan gula (Jati, 2006). Produk hasil hidrolisis enzimatis pati mempunyai karakteristik yaitu tidak higroskopis,

  • 13

    meningkatkan viskositas produk, mempunyai daya rekat, dan ada yang dapat larut dalam air seperti laktosa (Anonim, 2006).

    Pada penelitian yang dilakukan oleh Hayati et al (2015), pengaruh konsentrasi maltodekstrin terhadap kadar air dan waktu melarutnya santan kelapa bubuk (Coconut Milk Powder) dalam air menunjukan bahwa kadar air paling baik untuk standar produk bubuk yaitu pada konsentarsi maltodekstrin 6%. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardjanti (2008), pada penelitiannya dijelaskan bahwa bubuk ekstrak daun katuk paling disukai adalah pada suhu pengeringan 90 0C dengan penambahan maltodekstrin 4%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Srihari (2010), pengaruh penambahan maltodekstrin pada pembuatan santan kelapa bubuk didapatkan hasil dengan kadar air, wettability, solubility yang paling baik dengan penambahan kadar maltodekstrin sebanyak 4%.

    2.5 Metode Pengeringan Foam-mat Drying

    Proses pengeringan pada produk pangan sangatlah beragam, salah satu diantaranya adalah pengeringan dengan menggunakan bahan tambah pembusa, atau yang lebih dikenal dengan istilah foam-mat drying. Pengeringan dengan metode foam-mat drying adalah metode yang sering digunakan untuk pengolahan produk pangan siap jadi. Pengeringan busa, tergolong dalam atmospheric drying, digunakan untuk mempersingkat waktu pengeringan bahan cair, semi cair, dengan tetap mempertahankan aroma, densitas dan zat-zat volatil yang akan hilang jika menggunakan pengeringan non busa. Menurut Aji (2010), metode foam-mat drying ini termasuk dalam teknik pengeringan yang umum digunakan dalam aplikasi seperti bubuk sari kedelai, serta susu segar yang ingin dibuat instan atau tepung. Prinsip dasar kerja dari foam-mat drying adalah penggunaan udara panas untuk menghilangakan kandungan air yang ada pada bahan dengan menggunakan prinsip evaporasi dan bantuan foaming agent, sehingga didapatkan hasil berupa

  • 14

    produk instant (Zubaedah, 2003). Menurut Mulyoharjo (1988), konsentrasi busa yang semakin banyak akan meningkatkan luas permukaan dan memberi struktur berpori pada bahan, sehingga akan meningkatkan kecepatan pengeringan. Menurut Falade (2003), keuntungan dari proses pengeringan menggunakan metode foam-mat drying yaitu : 1. Berbentuk busa, sehingga penyerapan air lebih mudah dalam

    proses pencampuran. 2. Suhu pengeringan tidak terlalu tinggi, sebab dengan adanya

    busa mampu mempercepat proses penguapan, dengan suhu yang digunakan sekitar 500C-800C dan dapat menghasilkan kadar air hingga 3%, produk yang dikeringkan dengan suhu 710C menghasilkan kadar air 2%.

    3. Bubuk yang dihasilkan dari metode pengeringan foam-mat drying mempunyai kualitas warna dan rasa yang bagus, karena dipengaruhi oleh suhu yang tidak terlalu tinggi sehingga warna tidak rusak dan rasa tidak banyak terbuang.

    4. Biaya yang dikeluarkan untuk metode pengeringan foam-mat drying lebih murah dibandingkan dengan vakum atau freeze drying.

    5. Bubuk yang dihasilkan memiliki densitas yang rendah (ringan), dengan banyak gelembung gas yang terkandung pada produk sehingga mudah larut dalam air.

    6. Foam-mat drying baik digunakan karena strukturnya mudah menyerap air, dan relatif stabil saat penyimpanan.

    Hal ini didukung oleh penelitian Kadam dan Balasubramanian (2010), pengolahan bubuk tomat yang dikeringkan dengan metode foam-mat drying suhu 600C dan 700C adalah suhu paling baik dalam menjaga kandungan nutrisi tomat. Menurut Kudra (2006), terdapat beberapa faktor yang dapat berpengaruh besar terhadap kualitas produk instan yang dihasilkan yaitu: 1. Suhu Pengeringan

    Pengaturan suhu dalam proses pengeringan sangat diperlukan karena akan sangat berpengaruh terhadap kualitas fisik produk yang akan dihasilkan, karena pengaturan

  • 15

    suhu yang tepat mampu mencegah penggumpalan pada produk.

    2. Filler Pemilihan Filler yang digunakan harus sesuai dengana karakteristik bahan yang akan dikeringkan, umumnya filler yang digunakan dalam foaming agent adalah dekstrin, maltodekstrin, dan methylcellulose. Filler yang digunakan pada konsentrasi tertentu akan mempengaruhi rendemen produk, lama pengeringan, dan karakteristik bahan.

    3. Ketebalan Larutan Pada Loyang Ketebalan larutan bahan pada loyang penting untuk diperhatikan karena akan mempengaruhi massa jenis produk serta lama proses pengeringan dan karakteristik fisik produk yang dihasilkan

    4. Masa Jenis Larutan Masa jenis bahan yang akan dikeringkan mempengaruhi proses pengeringan bahan, semakin besar masa jenis bahan akan semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeringan dan menghasilkan rendemen yang relative tinggi.

    Bahan yang digunakan dalam proses pengeringan dengan menggunakan metode foam-mat drying ini adalah putih telur. Menurut De man (1997) Putih telur ini tersusun atas 86,7% air, 0,025% lemak, 0,2-1% karbohidrat, 0,65% abu, dan sisanya merupakan protein. Dalam buih putih telur merupakan bagian dari telur yang mengandung 5 protein diantaranya, ovalbumin 54%, konalbumin 13%, ovomukoid 11%, lisozim 3,5%, ovumucin 1,5%, dan protein lain 17%. Menurut Susrini dan Thohari (1989), putih telur mempunyai sifat yang fungsinya sebagai berikut: A. Leaving Agent

    Mempengaruhi tekstur dari hasil olahan dan dapat digunakan untuk melihat performa dari fungsi putih telur seperti volume, tekstur dan sifat lain.

    B. Binding Agent

  • 16

    Kemampuan untuk mengikat bahan-bahan lain sehingga dapat menyatu

    C. Thickening Agent Sifat ini dapat diamati bila putih telur dicampur dengan bahan lain yang dipanaskan sehingga membentuk gel

    D. Coating Agent Mencegah oksidasi dan membuat permukaan bahan olahan yang lebih kuat dan mengkilap

    E. Foaming Agent Pengembangan dari pembentukan busa yang mengandung putih telur terjadi akibat penghamburan gas dalam cairan bahan. Putih telur yang diaduk akan membentuk gelembung-gelembung udara yang akan terikat dalam cairan putih telur dan berbentuk busa

    Menurut Aisyah (2010), dalam jurnal yang berjudul pembuatan kefir bubuk dengan metode foam-mat drying digunakan penambahan buih putih telur 0%, 10%, 20%. Hasil terbaik yang diperoleh dengan penambahan buih putih telur sebanyak 10%, dengan menghasilkan kadar air 7,15%, kelarutan 75,485%, kecepatan larut 0,561 gr/detik, tingkat kecerahan bubuk 76,6. Menurut Zubaedah (2003), dalam jurnal yang membahas tentang pembuatan laru yoghurt dengan metode foam-mat drying kajian penambahan busa putih telur terhadap sifat fisik dan kimia menambahkan busa putih telur 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%. Mendapatkan hasil yoghurt terbaik dengan penambahan busa putih telur sebanyak 15%, dengan parameter asam laktat sebesar 1,5 105 cfu/g, total lactobasillus 1,5 104 cfu/g, total ragi dan jamur 1,6 104 cfu/g, lama pengeringan 3,16 jam, pH 4,5

    2.6 Penelitian Terdahulu

    Penelitian terdahulu dari jurnal yang berjudul “Potensi Daun Katuk sebagai Suumber Zat Pewarna Alami dan Stabilitasnya Selama Pengeringan Bubuk dengan Menggunakan Binder Maltodekstrin” oleh Hardjanti (2008)

  • 17

    melakukan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut air. Disebutkan bahwa kelemahan dalam ekstraksi yang menghasilkan filtrat yaitu tidak praktis dalam penggunaan. Binder yang digunakan yaitu maltodekstrin dengan konsentrasi 4%, 5%, dan 6% dan menggunakan suhu pengeringan 80 dan 90. Hasil terbaik diperoleh pada konsentrasi 4% dan suhu pengeringan 90 menghasilkan kadar air 5,64%. Pada penelitian dari jurnal yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Maltodekstrin Terhadap Kadar Air Dan Waktu Melarutnya Santan Kelapa Bubuk (COCONUT MILK POWDER) Dalam Air” oleh Hayati (2015) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh maltodekstrin terhadap kadar air dan waktu melarutnya santan bubuk dalam air. Variasi maltodekstrin yang digunakan yaitu 2%, 4%, 6%, 8%, 10%, yang medapatkan hasil bahwa kadar air yang paling baik untuk standar produk bubuk yaitu dengan penambahan sebanyak 6%.

    Hasik penelitian dari jurnal yang berjudul “Pengaruh Lama Pengeringan Dan Konsentrasi Maltodekstrin Terhadap Karakteristik Fisik Kimia Dan Organoleptik Minuman Instan Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L)” oleh Yuliawaty (2015) mempelajari tentang pengaruh lama pengeringan dan konsentrasi maltodektrin terhadap karakteristik fisik, kimia dan organoleptik minuman instan daun mengkudu. Dengan penambahan konsentrasi maltodekstrin 5%, 10% dan 15%, yang didapatkan hasil terbaik dengan konsentrasi maltodekstrin sebanyak 5%. Pada jurnal yang berjudul “Pemanfaatan Maltodekstrin Dari Pati Singkong Sebagai Bahan Penyalut Lapis Tipis Tablet” penelitian ini menjelaskan kemampuan maltodekstrin DE 5-10 sebagai bahan penyalut lapis tipis tablet, dengan konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25%. Hasil yang terbaik didapatkan pada konsentrasi 10%, dimana hasilnya lebih baik dari tablet yang disalut dengan hidroksimetil selulosa.

  • 18

    2.7 Hipotesis Diduga terdapat proporsi perlakuan antara konsentrasi

    bahan pengisi malodekstrin dan putih telur yang mampu menghasilkan serbuk pewarna alami yang terbaik.

  • 19

    BAB III METODE PENELITIAN

    3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

    Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Agrokimia, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai Februari 2017.

    3.2 Alat dan Bahan

    3.2.1 Alat

    Alat-alat yang digunakan untuk penelitian pembuatan bubuk pewarna alami yaitu tunnel dryer, timbangan digital SF-400, timbangan analitik, pisau, gelas ukur, beaker glass, pipet tetes, pengaduk, erlenmeyer, kain saring, loyang, oven, blender National, mixer National, ayakan 60 mesh, spektrofotometer Genesys 10 uv Thermo scientific, dan baskom

    3.2.2 Bahan

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah naga yang diperoleh dari pasar tradisional. Maltodekstrin diperoleh dari toko Makmur Sejati Malang, akuades diperoleh dari toko Makmur Sejati Malang. Telur ayam yang diperoleh dari pasar tradisional Malang.

    3.3 Batasan Masalah

    Batasaan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pewarna

    alami adalah kulit buah naga yang sudah matang dan berwarna merah

  • 20

    2. Pengeringan menggunakan Tunnel Dryer 3. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium. 4. Analisa yang dilakukan pada pewarna bubuk alami ini

    meliputi analisa rendemen, analisa kadar air, konsentrasi zat warna.

    3.4 Prosedur Penelitian

    Prosedur penelitian meliputi identifikasi masalah hingga kesimpulan yang dapat dilihat pada Gambar 3.1

    Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

    Identifikasi

    Masalah

    Studi Pustaka

    Penelitian Pendahuluan

    Penentuan Rancangan

    Percobaan

    Pelaksanaan Penelitian dan Pengambilan

    Data

    Pengolahan dan Analisa

    Data

    Pemilihan Perlakuan Terbaik

    Hasil dan Pembahasan

    Kesimpulan

  • 21

    3.4.1 Identifkasi masalah

    Pembuatan pewarna alami dari kulit buah naga masih banyak dimanfaatkan dalam bentuk cair, yang mana pewarna dalam bentuk cair memiliki umur masa simpan yang tidak lama dan kurang praktis. Pewarna alami serbuk kulit buah naga dengan metode pengeringan akan mengurangi kadar air sehingga mampu memperpanjang umur simpan pewarna alami serbuk dibandingkan dengan pewarna dalam bentuk cair. Pada pembuatan pewarna ditambahkan bahan pengisi maltodekstrin dan putih telur yang bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan bahan untuk menjadi bubuk. Sehingga dalam hal ini perlu dilakukan penelitian untuk pembuatan serbuk pewarna alami dari kulit buah naga dengan penambahan maltodekstrin dan putih telur.

    3.4.2 Studi Literatur

    Pada studi literatur ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi, literatur dan data-data pendukung baik dari jurnal, buku maupun media internet yang berguna bagi penelitian. Informasi dan data yang dikumpulkan meliputi informasi tentang pewarna alami, buah naga, maltodekstrin, putih telur, pengeringan, pengujian, dan analisisnya.

    3.4.3 Penelitian Pendahuluan

    Penelitian Pendahuluan dilakukan untuk menentukan faktor apa yang akan diteliti. Setelah menentukan faktor apa yang akan diteliti maka selanjutnya yaitu menentukan level faktor yang akan diteliti. Penelitian pendahuluan juga berguna untuk mengetahui keberhasilan pembuatan bubuk pewarna alami sesuai faktor yang telah ditentukan. Faktor yang dipilih dalam penelitian ini yaitu menggunakan maltodekstrin sebanyak 4 level yaitu 4%, 6%, 8%, 10% dan putih telur sebanyak 3 level yaitu 5%, 10%, dan 15%

  • 22

    3.4.4 Hipotesis

    Hipotesis merupakan pendugaan awal pada identifikasi permasalahan bahwa rancangan penelitian yang dilakukan berpengaruh terhadap kadar air, rendemen, dan perhitungan kadar/konsentrasi zat warna.

    3.4.5 Rancangan Percobaan

    Penentuan rancangan percobaan dilakukan untuk menentukan metode rancangan percobaan yang akan digunakan. Pada penelitian ini, metode rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan percobaan RAK (Rancangan Acak Kelompok) yang tersusun dari 2 faktor. Pada penelitian ini faktor 1 yaitu konsentrasi maltodekstrin terdiri dari 4 level (4%, 6%, 8%, 10%) terhadap filtrat dan faktor 2 yaitu konsentrasi putih telur terdiri dari 3 level (5%, 10%, 15%) terhadap filtrat sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan dan masing-masing dilakukan perulangan sebanyak 3 kali, sehingga didapatkan total 36 percobaan. Filtrat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah zat hasil proses penyaringan. Variabel proporsi perlakuan dan faktor dijelaskan sebagai berikut: Faktor 1: Konsentrasi maltodekstrin terhadap filtrat (b/v) (M) M1: 4% terhadap filtrat (b/v) M2: 6% terhadap filtrat (b/v) M3: 8% terhadap filtrat (b/v) M4: 10% terhadap filtrat (b/v) Faktor 2: Konsentrasi putih telur terhadap filtrat (b/v) (P) P1: 5% terhadap filtrat (b/v) P2: 10% terhadap filtrat (b/v) P3: 15% terhadap filtrat (b/v) Berdasarkan kedua faktor yang digunakan proporsi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.1

  • 23

    Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan M1 M2 M3 M4

    P1 P2 P3

    M1P1 M1P2 M1P3

    M2P1 M2P2 M2P3

    M3P1 M3P2 M3P3

    M4P1 M4P2 M4P3

    Keterangan:

    M1P1: konsentrasi maltodekstrin 4% terhadap filtrat (b/v) dengan konsentrasi putih telur 5% terhadap filtrate (b/v)

    M1P2: konsentrasi maltodekstrin 4% terhadap filtrat (b/v) dengan konsentrasi putih telur 10% terhadap filtrate (b/v)

    M1P3: konsentrasi maltodekstrin 4% terhadap filtrat (b/v) dengan konsentrasi putih telur 15% terhadap filtrate (b/v)

    M2P1: konsentrasi maltodekstrin 6% terhadap filtrat (b/v) dengan konsentrasi putih telur 5% terhadap filtrate (b/v)

    M2P2: konsentrasi maltodekstrin 6% terhadap filtrat (b/v) dengan konsentrasi putih telur 10% terhadap filtrate (b/v)

    M2P3: konsentrasi maltodekstrin 6% terhadap filtrat (b/v) dengan konsentrasi putih telur 15% terhadap filtrate (b/v)

    M3P1: konsentrasi maltodekstrin 8% terhadap filtrat (b/v) dengan konsentrasi putih telur 5% terhadap filtrate (b/v)

    M3P2: konsentrasi maltodekstrin 8% terhadap filtrat (b/v) dengan konsentrasi putih telur 10% terhadap filtrate (b/v)

    M3P3: konsentrasi maltodekstrin 8% terhadap filtrat (b/v) dengan konsentrasi putih telur 15% terhadap filtrate (b/v)

    M4P1: konsentrasi maltodekstrin 10% terhadap filtrat (b/v) dengan konsentrasi putih telur 5% terhadap filtrate (b/v)

  • 24

    M4P2: konsentrasi maltodekstrin 10% terhadap filtrat (b/v) dengan konsentrasi putih telur 10% terhadap filtrate (b/v)

    M4P3: konsentrasi maltodekstrin 10% terhadap filtrat (b/v) dengan konsentrasi putih telur 15% terhadap filtrate (b/v)

    Berikut Tabel 3.2 matriks dari rancangan percobaan penelitian dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK): Tabel 3.2 Matriks Rancangan Percobaan Maltodekstrin Putih

    telur

    Ulangan

    1 2 3

    4%

    5% M1P1 M1P1 M1P1

    10% M1P2 M1P2 M1P2

    15% M1P3 M1P3 M1P3

    6%

    5% M2P1 M2P1 M2P1

    10% M2P2 M2P2 M2P2

    15% M2P3 M2P3 M2P3

    8%

    5% M3P1 M3P1 M3P1

    10% M3P2 M3P2 M3P2

    15% M3P3 M3P3 M3P3

    10%

    5% M4P1 M4P1 M4P1

    10% M4P2 M4P2 M4P2

    15% M4P3 M4P3 M4P3

  • 25

    3.4.6 Pelaksanaan Penelitian dan Pengambilan Data

    Penelitian dilakukan dalam satu tahap yaitu pembuatan serbuk pewarna alami dari kulit buah naga merah. Kulit buah naga merah dijadikan serbuk pewarna alami dengan metode pengeringan foam-mat drying dengan perlakuan yang diamati yaitu perbedaan konsentrasi maltodekstrin dan putih telur. Konsentrasi maltodekstrin yang digunakan yaitu sebesar 4%, 6%, 8%, 10% (b/v) serta konsentrasi putih telur dengan sebanyak 5%, 10%, 15% (b/v).

    3.4.6.1 Tahap Ekstraksi Pewarna Alami Kulit Buah Naga

    Pelaksanaan penelitian dilakukan untuk pembuatan serbuk pewarna alami dari kulit buah naga. Percobaan dilakukan sesuai dengan kajian yaitu penambahan bahan pengisi maltodekstrin dan bahan pembusa berupa putih telur. Tahap pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut (Waladi, 2015):

    1. Pemilihan bahan baku kulit buah naga yang segar dan tidak busuk

    2. Kulit dicuci dengan air sampai bersih agar tidak ada kotoran yang menempel dan dapat mengkontaminasi saat proses ekstrasi

    3. Kulit buah naga ditimbang sebanyak 100 gram tiap perlakuan dan dirajang hingga halus

    4. Bahan dihancurkan menggunakan blender dengan penambahan aquades sebanyak 200ml

    5. Ekstrak disaring dengan menggunakan kain saring agar terpisah antara filtrat dan ampasnya.

    6. Filtrat diukur volumenya sebanyak 100 ml untuk masing-masing perlakuan

    7. Filtrat yang diperoleh ditambahkan dengan bahan pengisi maltodekstrin dengan perbandingan konsentrasi (4%, 6%, 8%, 10%) (b/v) lalu diaduk hingga rata.

    8. Filtrat kemudian ditambahkan dengan bahan pembusa putih telur dengan perbandingan konsentrasi (5%, 10%,

  • 26

    15%) (b/v) lalu kemudian di mixer menggunakan kecepatan 450 rpm hingga berbuih

    9. Setelah berbuih filtrate dituangkan kedalam Loyang dengan ketebalan ±1cm

    10. Dilakukan pengeringan dengan menggunakan tunnel dryer pada suhu 55-70°C selama ±5 jam.

    11. Dilakukan penghancuran menggunakan alu dan mortar hingga halus, lalu dilakukan pengayakan 60 mesh

    12. Serbuk pewarna alami dari kulit buah naga Untuk lebih jelasnya tahap ekstraksi pewarna kulit buah

    naga dapat dilihat pada Lampiran 2 sebagai berikut:

    3.4.7 Pengolahan dan Analisis Data

    Setelah dilakukan penelitian, dilakukan pengujian terhadap sifat fisik dan kimia dari bubuk pewarna meliputi dari uji kadar air, uji rendemen, dan uji perhitungan kadar/konsentrasi dengan tahapan tertentu. Untuk tahapan cara pengujian dapat dilihat pada Lampiran 1. Langkah selanjutnya untuk data hasil pengujian tersebut kemudian dilakukan analisis menggunakan analisis ragam ANNOVA. Apabila dari hasil uji f didapatkan adanya pengaruh maka akan dilanjutkan dengan melakukan uji BNT dengan tingkat kepercayaan 95%. Jika terdapat interaksi pada bahan maka akan dilanjutkan dengan uji DMRT dengan selang kepercayaan 95%.

    3.4.8 Pemilihan Perlakuan Terbaik

    Dalam proses pemilihan perlakuan terbaik dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara teoritis. Parameter yang digunakan untuk menentukan perlakuan terbaik adalah hasil analisis kadar air, analisis rendemen, dan perhitungan konsentrasi zat warna. Lebih jelas dapat dilihat ada Tabel 3.3

  • 27

    Tabel 3.3 Pemilihan Perlakuan Terbaik

    Parameter Batasan

    Terendah Tertinggi

    Kadar Air ✓ Rendemen ✓

    Konsentrasi zat warna

  • 28

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Rendemen

    Pengukuran rendemen pada pewarna alami serbuk kulit buah naga bertujuan untuk mengetahui kuantitas yang dihasilkan dalam 100 gr kulit buah naga menjadi serbuk pewarna alami. Pengukuran rendemen ini diperoleh dengan cara membadingkan berat serbuk pewarna alami kulit buah naga yang dihasilkan dengan berat kulit buah naga yang digunakan. Berdasarkan hasil analisis ANOVA (Analisys of Variance), menunjukan bahwa interaksi antara maltodekstrin dengan putih telur memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rendemen serbuk pewarna alami dari kulit buah naga karena nilai signifikan ˂0,05 terhadap nilai rendemen serbuk pewarna alami kulit buah naga. Untuk perhitungan ANOVA (Analisys of Variance) dapat dilihat pada Lampiran 2. Grafik rerata nilai rendemen serbuk pewarna alami kulit buah naga dengan perbedaan konsentrasi maltodekstrin dengan putih telur dapat dilihat pada Gambar 4.1

    Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Maltodekstrin dan Putih Telur Terhadap Rendemen

  • 29

    Pada hasil perhitungan nilai rendemen serbuk pewarna alami kulit buah naga berkisar 4,46%-10,90%. Dari data tersebut dapat diketauhui bahwa kenaikan rendemen berbanding lurus dengan jumlah penambahan konsentrasi bahan pengisi maltodekstrin, yaitu semakin besar konsentrasi maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan. Data hasil perhitungan rerata rendemen serbuk pewarna alami dari kulit buah naga dapat dilihat pada Lampiran 2B. Nilai rerata rendemen tertinggi didapat dari kombinasi maltodekstrin 10% dengan penambahan putih telur 15% yang menghasilkan 10,90%. Nilai rerata rendemen terendah didapat dari kombinasi maltodekstrin 4% dengan penambahan putih telur 5% yang menghasilkan 4,46% rendemen. Dalam hal ini sesuai dengan Ghozali (2011), bahwa rendemen sangat dipengaruhi oleh penambahan bahan pengisi (filler) yang secara umum rendemen akan meningkat sebanding dengan penambahan konsentrasi bahan pengisi. Dengan ditambahkannya bahan putih telur sebagai metode pengeringan foam-mat drying, bahan akan menghasilkan gelembung udara yang berfungsi sebagai rongga udara untuk dapat mempercepat proses pengeringan. Dengan kata lain penambahan konsentrasi antara maltodekstrin dengan putih telur yang tinggi akan menghasilkan produk dengan rerata total rendemen yang tinggi pula.

    Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai konsentrasi maltodekstrin dan putih telur dalam pembuatan serbuk pewarna alami kulit buah naga, maka nilai rendemen meningkat. Rendemen serbuk pewarna alami kulit buah naga meningkat seiring dengan meningkatnya maltodekstrin yang ditambahkan pada ekstrak kulit buah naga sebelum proses pengeringan. Hal ini sesuai dengan Badarudin (2006), dalam penelitiannya tentang pembuatan yoghurt bubuk, perbedaan rendemen dalam pembuatan yoghurt bubuk disebabkan oleh perlakuan pemberian maltodekstrin dengan level yang berbeda. Dengan penambahan level maltodekstrin yang berbeda berarti adanya penambahan total padatan yang terdapat pada maltodekstrin, sehingga dapat menaikan total padatan yoghurt

  • 30

    bubuk. Sehingga konsentrasi penambahan maltodekstrin yang tinggi akan mempertinggi total rendemen dari yoghurt bubuk. Total rerata rendemen serbuk pewarna alami kulit buah naga cenderung meningkat dengan meningkatnya konsentrasi penambahan putih telur. Hal ini disebabkan penambahan busa putih telur dapat meningkatkan total padatan pada bahan sesuai dengan pernyataan Nakai dan Modler (1996), bahwa putih telur mengandung 86,7% air, sehingga sisanya adalah total padatan. Peningkatan total padatan dapat meningkatkan berat produk akhir yang berakibat pada naiknya total rendemen.

    4.2 Kadar Air

    Pengukuran kadar air penting untuk menentukan kualitas suatu produk hasil pengeringan. Hal ini dikarenakan kadar air pada bahan pangan dapat mempengaruhi kualitas dan masa simpan suatu produk. Kadar air yang rendah dapat mencegah tumbuhnya bakteri atau jamur yang dapat menyebabkan kerusakan suatu produk. Pada hasil analisis ragam ANOVA (Analisys of Variance) bahwa perlakuan penambahan maltodekstrin memberikan pengaruh yang beda nyata terhadap kadar air, begitu juga dengan penambahan putih telur memberikan pengaruh yang beda nyata terhadap kadar air. Namun tetapi, interaksi antara maltodekstrin dengan putih telur mendapatkan nilai yang tidak signifikan, sehingga interaksi bahan tambah maltodekstrin dengan putih telur tidak memiliki pengaruh yang beda nyata terhadap kadar air yang dihasilkan oleh pewarna alami dari kulit buah naga (Lampiran 3).

    Pada Gambar 4.2 menunjukan bahwa produk dengan konsentrasi maltodekstrin dan putih telur yang semakin tinggi, membuat kadar air produk semakin rendah. Hal ini disebabkan karena penambahan maltodekstrin dapat meningkatkan ukuran filtrat dari kulit buah naga. Menurut Utomo (2013), semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin berpengaruh pada semakin rendahnya kadar air serbuk effervescent murbei. Hal ini di karenakan maltodekstrin memiliki kandungan padatan yang

  • 31

    cukup tinggi. Manurut Puspanignrum (2003), dengan penggunaan maltodekstrin yang semakin banyak, maka total padatan didalam bahan yang dikeringkan akan semakin besar sehingga kadar airnya akan semakin sedikit.

    Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Maltodekstrin dan Putih Telur Terhadap Kadar Air

    Pada Gambar 4.2 memperlihatkan pada penambahan

    konsentrasi putih telur yang semakin banyak maka kadar air yang dihasilkan akan semakin menurun, hal ini disebabkan faktor banyaknya udara yang masuk melalui proses pengeringan sehingga dapat mempengaruhi kadar air produk serbuk pewarna alami kulit buah naga. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Ratri dan Kudra (2006), yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah busa putih telur yang digunakan maka akan memperbesar luas permukaan dan memberikan struktur berpori pada bahan, sehingga dapat menyebabkan kecepatan proses pengeringan, karena sistem transportasi dipercepat dalam mengeluarkan air yang terdapat dalam bahan pada proses penguapan. Penambahan putih telur yang banyak juga berpengaruh pada penurunan kadar air. Pengaruh penambahan konsentrasi maltodekstrin dan

  • 32

    penambahan konsentrasi putih telur terhadap rerata nilai kadar air serbuk pewarna alami kulit buah naga dapat dilihat pada Tabel 4.1.

    Tabel 4.1 Tabel rerata nilai kadar air pengaruh maltodekstrin

    Keterangan : Notasi yang berbeda menandakan beda nyata antar perlakuan

    Pada Tabel 4.1 dapat dilihat hasil rerata kadar air serbuk pewarna alami kulit buah naga dengan penambahan konsentrasi maltodekstrin terlihat bahwa kadar air akan semakin menurun dengan meningkatnya penambahan bahan maltodekstrin yang diberikan. Hasil kadar air serbuk pewarna alami kulit buah naga yang didapat kan berkisar 8,41%-2,22%, nilai kadar air terendah 2,22% dengan penambahan maltodekstrin sebanyak 10%, sedangkan nilai kadar air tertinggi 8,41% dengan penambahan maltodekstrin sebanyak 4%. Hal ini disebabkan oleh penambahan maltodekstrin dapat meningkatkan luas volume atau ukuran volume filtrat serbuk pewarna alami kulit buah naga. Sesuai dengan pernyataan Dewi (2000), bahan pengisi merupakan bahan yang ditambahkan pada proses pengolahan pangan untuk melapisi komponen-komponen flavor, meningkatkan jumlah total padatan, memperbesar volume, dan mencegah kerusakan bahan akibat panas. Air yang terkandung dalam pewarna alami kulit buah naga ini termasuk dalam jenis air yang terikat secara kimia, yang mana air akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (2004), air yang terkandung dalam bahan pangan merupakan

    Maltodekstrin %

    Rata-rata Kadar air (%)

    4 8,41d

    6 6,30c

    8 3,78b

    10 2,22a

  • 33

    molekul air yang terikat secara kimia membentuk ikatan hidrogen dengan molekul lainnya yag mana jenis air ini terdapat pada mikrokapiler, jika dihilangkan maka kadar air bahan berkisar 3-7%..Untuk nilai rerata kadar air serbuk pewarna alami kulit buah naga dapat dilihat pada Tabel 4.2.

    Tabel 4.2 Tabel rerata nilai kadar air pengaruh putih telur Putih Telur

    (%) Rata-rata

    Kadar air (%)

    5 6,39c

    10 5,06b

    15 4,08a

    Keterangan : Notasi yang berbeda menandakan beda nyata antar perlakuan

    Pada Tabel 4.2 hasil rerata kadar air serbuk pewarna alami kulit buah naga dengan penambahan konsentrasi putih telur terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi putih telur menghasilkan kadar air yang semakin rendah. Hasil nilai rerata kadar air dengan penambahan putih telur berkisar 6,39%-4,08%, nilai kadar air tertinggi diperoleh 6,39% dengan penambahan konsentrasi putih telur sebanyak 5%, sedangkan nilai kadar air terendah diperoleh 4,08% dengan penambahan putih telur sebanyak 15%. Hal ini disebabkan karena metode pengeringan dengan menggunakan foam-mat drying yang memanfaatkan putih telur sebagai bahan untuk menghasilkan foam. Sehingga semakin banyak penambahan putih telur akan menghasilkan foam atau rongga udara yang dapat mempercepat pengeringan dan mempengaruhi penurunan kadar air. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Ratri dan Kudra (2006) yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah busa putih telur yang digunakan, semakin memperbesar luas permukaan dan memberikan struktur berpori

  • 34

    pada bahan, sehingga akan menyebabkan kecepatan proses pengeringan, karena sistem transportasi dipercepat dalam mengeluarkan air yang terdapat dalam bahan pada proses penguapan. Penambahan putih telur dengan konsentrasi yang meningkat juga berpengaruh pada penurunan kadar air. Hal ini disebabkan busa putih telur memberikan struktur berpori pada bahan sehingga proses penguapan pada bahan dipercepat.

    4.3 Kadar Zat Warna

    Hasil analisis ragam ANNOVA (Lampiran 4), menunjukan bahwa interaksi maltodekstrin dengan putih telur memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar zat warna pada pewarna alami kulit buah naga. Hasil rerata nilai kadar zat warna berkisar antara 7,83-17ppm, dengan nilai rerata terendah didapatkan 7,8ppm dari kombinasi penambahan maltodekstrin 4% dan putih telur 5%, sedangkan nilai rerata tertinggi didapatkan 17ppm dari kombinasi penambahan maltodekstrin 8% dan putih telur 15%. Nilai rerata konsentrasi zat warna serbuk pewarna alami kulit buah naga dapat dilihat pada Lampiran 4B.

    Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Maltodesktrin dan Putih Telur Terhadap Kadar Zat Warna

  • 35

    Pada Gambar 4.3 dapat dilihat tren grafik yang

    terbentuk, nilai kadar zat warna meningkat pada penambahan maltodekstrin 4-6% dengan penambahan putih telur 5-15%. Tren grafik mengalami penurunan kadar zat warna dimulai dari penambahan maltodekstrin 8-10% dengan penambahan putih telur 5 dan 10%. Tren grafik berbeda ditunjukan pada penambahan maltodekstrin 8% dengan penambahan putih telur 15% yang menunjukan peningkatan dan berada pada titik tertinggi kadar zat warna tertinggi yaitu 17ppm, kemudian pada penambahan maltodekstrin 10% dengan putih telur 15% mengalami penurunan. Peningkatan kadar zat warna pada penambahan maltodekstrin 4-6 % dikarenakan maltodekstrin mampu melindungi komponen bahan pangan dan dapat mempercepat proses pengeringan, dengan proses pengeringan yang dipercepat maka pengurangan kadar air akan semakin banyak dan kadar zat warna akan semakin meningkat . Sesuai dengan pernyataan Puspaningrum (2013), bahwa dengan penambahan maltodekstrin maka akan dapat menambah total padatan didalam bahan dan melindungi bahan saat proses pengeringan, sehingga tidak banyak kandungan zat warna yang hilang saat proses pengeringan. Pada tren ini dapat dilihat bahwa semakin banyak penambahan maltodekstrin 8-10% menyebabkan kadar zat warna semakin menurun, karena proses pengeringan yang lebih cepat dan banyak zat warna yang akan hilang akibat panas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hardjanti (2008), dimana semakin banyak penambahan maltodekstrin akan membuat kadar zat warna semakin menurun, dikarenakan sifat maltodekstrin yang dapat mempercepat proses pengeringan, dengan cepatnya proses pengeringan akan dapat menghilangkan banyak kandungan zat warna. Sehingga dalam pembuatan serbuk pewarna alami kulit buah naga ini didapatkan penambahan maltodekstrin yang tertinggi yaitu sebanyak 8%. Peningkatan konsentrasi putih telur dapat mempengaruhi kadar zat warna yang terkandung pada

  • 36

    serbuk pewarna alami, karena fungsi dari putih telur sebagai bahan metode foam-mat drying yang dapat mempercepat proses pengeringan. Hal ini sesuai denga pernyataan Falade (2003), dimana penambahan putih telur untuk pengeringan dengan metode foam-mat drying memiliki keuntungan yaitu produk yang dihasilkan akan memiliki kualitas warna yang baik, karena dipengaruhi oleh suhu yang tidak terlalu tinggi sehingga tidak merusak warna yang terkandung pada produk. Absorbansi merupakan faktor yang penting untuk menentukan jumlah kadar zat warna atau kualitas warna yang terkandung pada suatu produk pewarna. Sebagaimana yang dikatakan oleh Neldawati (2013), bahwa kadar zat warna yang diekstrak sebanding dengan absorbansinya. Dengan kata lain nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang terkandung didalam serbuk pewarna. Pengukuran absorbansi dengan alat spektofotometer UV-Vis menunjukan nilai panjang gelombang yang mengidentifikasi warna produk. Pengujian absorbansi serbuk pewarna alami kulit buah naga menggunakan panjang gelombang 490 – 500 nm. Hasil pengujian terlihat bahwa penyerapan sampel serbuk pewarna alami kulit buah naga pada panjang gelombang 490 500 nm, merupakan warna merah. Warna komplementer yang terlihat oleh mata warna merah menyerap warna cahaya yaitu biru kehijauan. Pada penelitian ini panjang gelombang maksimum yang didapatkan yaitu sebesar 500 nm, yang mana panjang gelombang ini akan menjadi standar atau menjadi panjang gelombang yang memiliki sifat absorbansi terbaik untuk konsentrasi zat warna pada serbuk pewarna alami kulit buah naga. Menurut Sudarmaji (2010), pada panjang gelombang 490 – 500 nm merupakan serapan warna merah. Dalam metode spektrofotometer apabila nilai absorbansi semakin besar menunjukan bahwa konsentrasi suatu zat dalam larutan sampel semakin besar, begitu juga sebaliknya. Kenaikan nilai absorbansi menunjukan kenaikan intensitas warna yang terekstrak (Nashirudin, 2011).

  • 37

    4.4 Penentuan Perlakuan Terbaik

    Pada penelitian ini didapatkan hasil uji yang meliputi parameter uji rendemen, kadar air, dan kadar zat warna. Dalam proses penentuan perlakuan terbaik dilakukan dengan pendekatan secara teoritis, dimana memilih kadar rendemen tertinggi, kadar air terendah, dan kadar zat warna tertinggi. Berdarsarkan hasil uji ditentukan bahwa perlakuan terbaik didapatkan dengan penambahan maltodekstrin 8% dan putih telur 15% yang menghasilkan rendemen sebanyak 9%, kadar air sebesar 3%, dan kadar zat warna sebesar 17ppm.

    Tabel 4.3 Analisis Penentuan Perlakuan Terbaik

    Konsentrasi

    Parameter

    Rendemen (%) Kadar Air (%) Kadar Zat

    Warna (ppm)

    M1P1 4,46 10,22 7,83 M1P2 5,63 8,11 8,88 M1P3 6,36 6,89 9,50 M2P1 6,51 7,56 9,34 M2P2 7,28 6,11 10,9 M2P3 7,66 5,22 11,73 M3P1 7,86 4,56 8,52 M3P2 8,08 3,78 9,67 M3P3* 9* 3* 17*

    M4P1 9,65 3,22 8,30 M4P2 10,27 2,22 9,12 M4P3 10,9 1,22 10,79

    Keterangan : Tanda * menunjukan perlakuan terbaik

    Pemilihan perlakuan terbaik ini dilihat berdasarkan perbandingan hasil rendemen, kadar air, dan kadar zat warna. Pada penambahan maltodekstrin 8% dan putih telur 15% menghasilkan rendemen sebesar 9%, pemilihan ini karena selisih dari rendemen yang tertinggi tidak terlalu banyak dengan rendemen tertinggi, sedangkan kadar air sebesar 3% dimana

  • 38

    penentuan ini tidak hanya berdasarkan selisih nilai kadar air namun juga berdasarkan SNI (01-3722-1995) kadar air serbuk yang berkisar antara 3-5%, kadar zat warna menghasilkan sebesar 17ppm, hasil ini merupakan hasil yang paling besar dan selisih dengan nilai kadar zat warna yang lain berbeda jauh, nilai parameter dapat dilihat pada Tabel 4.3.

  • 39

    BAB V PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Pada penelitian ini konsentrasi maltodekstrin 8% dan putih telur 15% dapat menghasilkan produk serbuk pewarna alami dari kulit buah naga yang terbaik secara fisik dan kimia dengan nilai rendemen sebebanyak 9%, nilai kadar air sebesar 3%, dan nilai kadar zat warna sebesar 17ppm. Dimana dengan perbedaan penambahan maltodekstrin dan putih telur dapat mempengaruhi hasil rendemen, kadar air dan kadar zat warna. Interaksi maltodekstrin dan putih telur tidak memiliki hubungan secara nyata terhadap kadar air serbuk pewarna alami kulit buah naga, sedangkan terhadap rendemen dan kadar zat warna interaksi maltodekstrin dan putih telur memiliki hubungan secara nyata.

    5.2 Saran

    1. Diperlukan penelitian lanjutan untuk dapat mengetahui karakteristik serbuk pewarna terhadap kelarutan didalam air, karena serbuk pewarna pada penelitian ini sukar larut pada air dan mudah menggumpal. 2. Serbuk pewarna alami ini dapat diaplikasikan kedalam produk pangan, sehingga butuh pengembangan lebih lanjut dalam penelitian skala ganda.

  • 40

    DAFTAR PUSTAKA

    Aisyah. 2010. Pembuatan Kefir Bubuk Dengan Metode Foam-mat Drying (Kajian Proporsi Buih Putih Telur dan Konsentrasi Dekstrin). Skripsi. Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang

    Aji, B.S, 2010. Optimasi Konsentrasi Dekstrin dan Suhu Pengeringan dalam Pembuatan Bubuk Sari Kedelai dari Kedelai Lokal Varietas Grobokan dengan Foam-mat Drying Method. Skripsi. Teknologi Industri Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

    Anonim. 2006. Teknoloi Modifikasi Pati. http://ebookpangan.com//teknologi_modifikasi_pati (2 Mei 2010) Agoes, Goeswin. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung: ITB

    Press. Andarwulan, N. Dan Faradila R. H. F. 2012. Pewarna Alami

    Untuk Pangan. South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 145-147

    Anwar, E. 2002. Pemanfaatan Maltodekstrin Dari Pati Singkong Sebagai Bahan Penyalut Lapis Tipis Tablet. Jurnal Makara, Sains, Vol. 6:1

    Badarudin, T. 2006. Penggunaan Maltodekstrin Pada Yoghurt Bubuk Ditinjau dari Uji Kadar Air, Keasaman, pH, Rendemen, Reabsorbsi Uap Air, Kemampuan Keterbasahan, dan Sifat Kedispersian. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang

    Citramukti, I. 2008. Ekstraksi dan Uji Kualitas Pigmen Antosianin Pada Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus costaricensis), (Kajian Masa Simpan Buah dan Penggunaan Jenis Pelarut). Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

    http://ebookpangan.com/teknologi_modifikasi_pati

  • 41

    Coultate, T. P. 1996. Food the Chemistry of Its Components, 3rd edition. The Royal Society and Chemistry Company. Cambridge

    Day, R. A dan A. L. Underwood. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga: Jakarta

    De man, M. J. 1997. Kimia Makanan. Terjemah Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung. Pp 190-195

    Dewi, A.K. 2000. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthoriza roxb). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

    Faidah, N.N. dan Teti Estiasih. 2009. Aplikasi Bubuk Pewarna Berantioksidan Dari Limbah Teh Untuk Biskuit Hiplogikemik Subtitusi Tepung Suweg. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

    Falade, K.O. Adeyanju, K.I. Uzo-Peters, P.I. 2003. Foam-Mat Drying of Cowpeaa (Vigna Unguiculata) Using Glyceryl Monostearate And Egg Albumin as Foaming Agents. Euro Food Res Technology. 217 :486-491

    Gandjar, G.H., dan Rohman, A., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta: hal.120, 164, 166.

    Ghozali, T.G. 2011. Rekayasa Proses Pembuatan Susu Bubuk Dengan Metode Foam-mat Drying: Kajian 9 Pengaruh Jenis Dan Konsentrasi Emulsifier Terhadap Kualitas Fisik Susu Bubuk). Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

    Guenter, E. 1987. Minyak Atsiri. jilid 1. UI Press. Jakarta. Gonnissen Y, Remon J.P. and Vervaet C. 2008. Effect of

    Maltodextrin and Superdisintegrant in Directly Compressible powder Mixtures Prepared via co-spray Drying. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. 68 : 277–282.

  • 42

    Handayani, A.P dan A. Rahmawati.2012. Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Dragon Fruit) Sebagai Pewarna Alami Makanan Pengganti Pewarna Sintetis. Jurnal Bahan Alam Terbarukan. Vol 1: 19-24.

    Hayati, H.R. Anisa, K.D. Ratri, K. N. dan Loekman, S. 2015. Pengaruh Konsentrasi Maltodekstrin Terhadap Kadar Air Dan Waktu Melarutnya Santan Kelapa Bubuk (Coconut Milk Powder) Dalam Air. Jurnal Teknologi Vol 7 : 1

    Hardjanti, Sri. 2008. Potensi Daun Katuk sebagai Sumber Zat Pewarna Alami dan Stabilitasnya selama Pengeringan Bubuk dengan Menggunakan Binder Maltodekstrin. Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 13, No. 1, April 2008: 1-18

    Herbach, K. M., FC. Stintzing dan R Carle. 2006. Betalain Stability and Degradation Structural and Chromatic Aspects. Journal Agriculture Food Chemistry (71)4

    Herminiwati, 1997, Aspek Mekanik Penggunaan Karbon Aktif Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Pengisi Sol Sepatu Olahraga, Thesis S-2, Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

    Hidayat, Nur dan Anis, Elfi. 2006. Membuat Pewarna Alami. Surabaya : Trubus Agrisarana.

    Hui, Y. H. 1992 dalam Wulansari, A. 2012. Aplikasi dan Analisis Kelayakan Pewarna Bubuk Merah Alami Berantioksidan dari Ekstrak Biji Buah Pinang (Areca catechu) sebagai Bahan Pengganti Pewarna Sintetik pada Produk Pangan. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

    Jaafar, Ali. 2009. Proximate Analysis of Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus). American Journal of Applied Sciences 6:1341-1346

    Jati, P. W. 2006. Pengaruh Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi HCL terhadap Nilai Dextore Equivalent (DE) dan Karakteristik Mutu Pati Termodifikasi dengan Metode Hidrolisis Asam. Skripsi. Institute Pertanian Bogor

  • 43

    Kadam, D. dan Balasubramnian, S. 2010. Foam-Mat Drying Of Tomato Juice. Journal of Food Proccesing and Preservation. 35(4):488-495

    Kamsiati, E. 2006. Pembuatan Bubuk Sari Buah Tomat (Licopersico nesculentum mill) Dengan Metode“Foam-Mat Drying”. Jurnal Teknologi Pertanian 7(2):113-119

    Khopkar, S. M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta

    Kristanto. D. 2008. Buah Naga Pembudidayaan di Pot dan di kebun. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Kudra, T. dan Ratri, C. 2006. Foam-mat Drying: Energy And Cost Analyses. Canadian Biosystem Engineering. 48: 3.27-3.32

    Kumalaningsih, S. Suprayogi, dan Beni, Y. 2005. Membuat Makanan Siap Saji. Trubus Agrisarana. Surabaya. Hal 5-18

    Luthana, Y.K. 2008. Maltodekstrin. http://www. Yongkikastanyaluthana.wordpress.com (2 Mei

    2010) Mai D. S., Tong V. T., dan Hong N. L. 2011. Survey of

    Betacyanin Extraction from Skin of Vietnamase Dragon Fruit. Ho Chi Minh City University Of Industry. Vietnam

    Marzuki, Asnah. 2012. Kimia Analisis Farmasi. Makassar : Dua Satu Press

    Moldovan, B., David, L., Chisbora, C., and Cimpoiu, C. 2012. Degradation Kinetics of Anthocyanins from European Cranberrybush (Viburnum opulus L.) Fruit Extracts. Effects of Temperature, pH and Storage Solvent. Journal Molecules 17(10):11655-11666.

    Muaris, H. 2012. Buah Naga (Buah Sehat Kaya Khasiat) + 40 Resep Makanan Lezat Olahannya. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

    Mulyani, Sri.E.S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Kanisius. Yogyakarta.

  • 44

    Mulyoharjo, M dan D. Wijoyono. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

    Muzzarelli, R. A. 1978. Chitin. Pergamon press Nakai, S and H.W. Modler. 1996. Food Proteins Properties

    and Characterization. Willey VC. USA. Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi. 2013. Analisis Nilai

    Absorbansi dalam Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat. Pillar of Physics 1(2):76-83

    Nugroho. Eko. 2007. Pengenalan Teori Warna. Yogyakarta : Penerbit ANDI. Kamus Besar Bahasa Indonesia

    Nurliana, R. 2010. Antioxidant Study of Pulp and Peel Dragon fruits: a Comparative Study. Int. Food Research Journal 17:365-375.

    Perisa, S. H. 2007 dalam Marwati, S. 2011. Kestabilan Warna Ekstrak Kubis Ungu (Brassica Oleracea) sebagai Indikator Alami Titrasi Asam Basa. Prosiding Seminar Nasional Penlitian, Pendidikan dan Penerapan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Pendidikan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta.

    Petijo, S dan Zumiati. 2009. Pewarna Nabati Makanan, Cetakan Ke 5, Yogyakarta: Kanisius

    Permono, Ajar. 2007. Membuat Detergen Bubuk. Penebar Swadaya. Jakarta

    Pomeranz, Y dan Meloan, CE. 1994. Food Analysis Theory and Practice. Van Nostrand Reinhold Company. New York

    Pratiwi, A. N. 2011. Optimasi Formula Sediaan Fast Dissolving Tablet Lidah Buaya dengan Bahan Penghancur Sodium Starch Glycolate dan Bahan Pengisi Sorbitol. Thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta

    Puspaningrum, D. 2003. Pengaruh Jenis Bahan Pengisi dan Proporsi Filtrat : Bahan Pengisi Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik Bubuk Sari Buah Jambu Biji.

  • 45

    Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

    Rajkumar, P., R Kailappan, R.Viswanathan, G.S.V. Raghavan and C. Ratti. 2005. Studies on Foam-mat Drying of Alphonso Mango Pulp In Proceedings 3rd Inter-American Drying Conference. Department of Bioresource Engineering. Mcill University

    Ramadhia, M., Kumalaningsih, S., Santoso, I. 2012. Pembuatan Tepung Lidah Buaya (Aloe vera L.) dengan Metode FoamMat-Drying. Jurnal Teknologi Pertanian 13(2):125-137.

    Retno dan Mastuti. 2010. Pigmen Betalanin pada Famili Amaranthaceae. Basic Science Seminar VII FMIPA. Malang.

    Rowe, R.C., Sheskey, P.J. and Quinn M., E. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Lexi-Comp: American Pharmaceutical Association, Inc. Page 418, 685.

    Saati, E. A. 2009. Identifikasi dan Uji Kualitas Pigmen Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) pada Beberapa Umur Simpan Dengan Perbedaan Jenis Pelarut. Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. UMM. Malang.

    Sarjoni, dan Basri. 2003. Kamus Kimia. PT Bineka Cipta ; Jakarta

    Sudarmadji, S., Haryono B., dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta

    Suryatin, Budi. 2004. Sains Materi dan Sifatnya. Grasindo. Jakarta

    Susrini, I. M. dan Thohari. 1989. Ilmu Pengetahuan Telur dan Pemanfaatannya. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

    Srihari, E. Farid, S. Rossa, H. Helen, W. 2010. Pengaruh Penambahan Maltodekstrin Pada Pembuatan Santan Kelapa Bubuk. Jurnal Rekayasa Kimia Dan Proses.

  • 46

    Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang

    Strack, D. Vogt T. dan Schliemann W. 2003. Review Recent Advances in Betalain Research. Phytochemistry 62:247-269

    Tama, J.B. 2014. Studi Pembuatan Bubuk Pewarna Alami dari Daun Suji (Pleomele angustifolia N.E.Br) Kajian Konsentrasi Maltodekstrin dan MgCO3). Skripsi. Jurusan Teknologi 10 Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

    Utomo, D. 2013. Pembuatan serbuk effervescent murbei (Morus Alba L.) dengan kajian konsentrasi maltodekstrin dan suhu pengering. Jurnal Teknologi Pangan. 5 (1).

    Von E. J. H., Maing I. Y., dan Amundson C. H. 1974. Colour Stability Of Betanin. Journal Food Science 39:334-337

    Wahyuni, Rekna. 2013. Optimasi Pengolahan Kembang Gula Jelly Campuran Kulit dan Daging Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) dan Prakiraan Biaya Produksi. http:jurnal.yudharta.ac.id Tanggal 09/08/2015

    Wahyuni, R. 2010. Pemanfaatan Kulit Buah Naga Super Merah (Hylocereus Costaricensis) sebagai Sumber Antioksidan dan Pewarna Alami pada Pembuatan Jelly. Jurnal Teknologi Pangan, 2 (1): 68-85.

    Whitsler, J. 1997 dalam Faidah, N. N. 2008. Bubuk Pewarna Berantioksidan dari Limbah Teh dan Aplikasinya untuk Biskuit Hipoglisemik Subtitusi Tepung Suweg (Amorphophallus campanulatus) terhadap Terigu. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

    Wilde, P.J. and D.C. Clark. 1996. Foam Formation and Stability Methods of Testing Protein Functionality. G. M. Hall, Blackie Academic & Professional: 111-152.

    Winarno, F. G. 2004. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia Indonesia. Jakarta

  • 47

    Winarsih, Hery M. S. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal. Kanisius. Jakarta

    Wiyono, R. 2011. Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi asam Sitrat dan NaBikarbonat. Jurnal Teknologi Pangan 1(1):56-85.

    Wulansari, A. 2012. Aplikasi dan Analisis Kelayakan Pewarna Bubuk Merah Alami Berantioksidan dari Ekstrak Biji Buah Pinang (Areca catechu) sebagai Bahan Pengganti Pewarna Sintetik pada Produk Pangan. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

    Yahya, S. Adam, F., Thiam S,C., and. 2013. Bio-template Synthesis of SilikaRuthenium Catalyst of Benzylation of Toluene. Journal of Physical Science. Vol. 24 : 29-35

    Yoga. 2006. CorelDraw untuk Bisnis. PT Elex Media Komputindo. Jakarta

    Yuwono, S.S. dan Susanto, T. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya Malang

    Zain, Z. 2006. Buah Naga Merah Banyak Khasiat. Grasindo. Jakarta

    Zubaedah, E. Joni, K. Dan Ima, A. Dkk. 2003. Pembuatan Laru Yoghurt dengan Metode Foam-Mat Drying Kajian Penambahan Busa Putih Telur terhadap Sifat Fisik dan Kimia. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 14(3):258-261

    Zumiati dan Pitojo. 2009. Pewarna Nabati Makanan. Kanisius. Jakarta

    BAGIAN DEPAN.pdfCover.pdfLEMBAR PERSETUJUAN & PENGESAHAN.pdfDAFTAR ISI.pdfRINGKASAN & SUMMARY.pdf

    BAB I.pdfBAB II.pdfBAB III.pdfBAB IV.pdfBAB V.pdfDAFTAR PUSTAKA.pdf