ii. tinjauan pustaka 2.1 cendoleprints.umm.ac.id/48356/3/bab ii.pdf · zat pewarna yang biasa...

17
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cendol Cendol merupakan salah satu jenis makanan tradisonal Indonesia yang bahan baku utamanya berupa padi-padian dan kacang-kacangan, yang sudah dikenal dan digemari secara luas di Indonesia. Menurut Rungkat dkk., (2001), pengertian pangan tradisional meliputi bahan baku dan produk pangan serta minuman yang dibuat dari bahan yang tersedia di Indonesia dan sudah dikenal dan digunakan semenjak dahulu. Berbagai jenis pangan tradisional diketahui secara empiris mempunyai khasiat terhadap kesehatan baik sebagai pencegah penyakit maupun sebagai penyembuh atau sebagai pangan fungsional. Potensi makanan tradisional digunakan sebagai pangan fungsional cukup besar karena berbagai hasil penelitian mulai menghasilkan data ilmiah mengenai khasiat makanan tradisonal, baik khasiat bahan-bahan baku maupun produk-produk jadi. Di daerah Sunda minuman ini dikenal dengan nama cendol sedangkan di Jawa Tengah dikenal dengan nama dawet. Berkembang kepercayaan populer dalam masyarakat Indonesia bahwa istilah "cendol" mungkin sekali berasal dari kata "jendol", yang ditemukan dalam bahasa Sunda, Jawa, dan Indonesia. Hal ini merujuk sensasi jendolan yang dirasakan ketika butiran cendol melalui mulut kala meminum es cendol. Menurut Candraningsih (2001), cendol merupakan salah satu jenis makanan tradisonal Indonesia yang memiliki tekstur yang kenyal dan umumnya berwarna hijau. Cendol terbentuk sebagai akibat dari proses gelatinisasi pati.

Upload: others

Post on 01-Jan-2020

43 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cendol

Cendol merupakan salah satu jenis makanan tradisonal Indonesia yang

bahan baku utamanya berupa padi-padian dan kacang-kacangan, yang sudah

dikenal dan digemari secara luas di Indonesia. Menurut Rungkat dkk., (2001),

pengertian pangan tradisional meliputi bahan baku dan produk pangan serta

minuman yang dibuat dari bahan yang tersedia di Indonesia dan sudah dikenal dan

digunakan semenjak dahulu. Berbagai jenis pangan tradisional diketahui secara

empiris mempunyai khasiat terhadap kesehatan baik sebagai pencegah penyakit

maupun sebagai penyembuh atau sebagai pangan fungsional. Potensi makanan

tradisional digunakan sebagai pangan fungsional cukup besar karena berbagai

hasil penelitian mulai menghasilkan data ilmiah mengenai khasiat makanan

tradisonal, baik khasiat bahan-bahan baku maupun produk-produk jadi.

Di daerah Sunda minuman ini dikenal dengan nama cendol sedangkan di

Jawa Tengah dikenal dengan nama dawet. Berkembang kepercayaan populer

dalam masyarakat Indonesia bahwa istilah "cendol" mungkin sekali berasal dari

kata "jendol", yang ditemukan dalam bahasa Sunda, Jawa, dan Indonesia. Hal ini

merujuk sensasi jendolan yang dirasakan ketika butiran cendol melalui mulut kala

meminum es cendol. Menurut Candraningsih (2001), cendol merupakan salah satu

jenis makanan tradisonal Indonesia yang memiliki tekstur yang kenyal dan

umumnya berwarna hijau. Cendol terbentuk sebagai akibat dari proses gelatinisasi

pati.

5

Gambar 1. Cendol pewarna alami (sumber : pinterest.ca)

Gambar 2. Cendol Mengandung Rhodamin (sumber : m.valora.co.id)

Menurut Santoso (2000), dalam proses pembuatan cendol, tepung beras

ditambah dengan pewarna hijau dan air, dimasak sampai kekentalan tertentu

kemudian dicetak dengan cetakan cendol. Cendol siap pakai dijual dalam

kemasan plastik dan direndam dalam air agar setiap butiran tidak lengket satu

sama lainnya.

2.1.2 Tepung Beras

Tepung beras merupakan salah satu alternatif bahan dasar dari tepung

komposit dan terdiri atas karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin.

6

Tepung beras adalah produk setengah jadi untuk bahan baku industri lebih lanjut.

Untuk membuat tepung beras membutuhkan waktu selama 12 jam dengan cara

beras direndam dalam air bersih, ditiriskan, dijemur, dihaluskan dan diayak

menggunakan ayakan 80 mesh (Hasnelly dan Sumartini, 2011). Beras kaya akan

vitamin B, juga mengandung sedikit lemak dan mineral. Protein yang terdapat di

dalam tepung beras lebih tinggi dari pada pati beras yaitu tepung beras sebesar

5,2-6,8% dan pati beras 0,2-0,9% (Singh, dkk., 2000). Komposisi zat gizi tepung

beras per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi zat gizi tepung beras per 100 gram bahan

Komponen Komposisi

Kalori (kkal) 364,00

Protein (g) 7,00

Lemak (g) 0,50

Karbohidrat (g) 80,00

Kalsium (mg) 5,00

Fosfor (mg) 140,00

Besi (mg) 0,80

Vitamin B1 (mg) 0,12

Air (g) 12,00

Sumber : Ubaedillah (2008)

Komponen utama yang ada dalam beras adalah karbohidrat. Karbohidrat

tersebut terdiri dari pati merupakan bagian besar dan bagian kecil beras adalah

gula, selulosa, hemiselulosa dan pentosa. Pati yang ada dalam beras 85-90% dari

berat kering beras, pentosa 2,0-2,5% dan gula 0,6-1,4% dari berat beras pecah

kulit. Oleh karena itu, sifat-sifat pati merupakan faktor yang dapat menentukan

sifat fisikokimia dari beras (Haryadi, 2006). Kandungan amilosa dan amilopektin

banyak menentukan tekstur pada makanan yang banyak mengandung pati.

Menurut Graham (2008), kandungan amilosa pada beras sebanyak 16-17%

dari berat total dan kandungan amilopektin beras, sedangkan menurut Winarno

7

(2002) sebanyak 4-5% dari berat total. Amilosa menyebabkan terbentuknya gel yang

keras dan berwarna keruh setelah dimasak sedangkan amilopektin berperan penting

terhadap sifat konsistensi gel dan viskositas gel sehingga menyebabkan makanan

menjadi lengket. Pati tidak larut dalam air dingin, tetapi bila pati dipanaskan dalam

air maka akan terjadi perubahan yang nyata pada saat mencapai suhu gelatinisasi,

dimana butir-butir pati akan mengembang. Suhu gelatinisasi adalah suhu pada saat

granula pati mengembang dan tidak kembali lagi ke bentuk semula (irreversible) bila

pemanasan diteruskan, pengembangan akan mencapai titik maksimum dan granula

pati akan pecah sehingga kekentalan dari suspensi akan naik (Ubaedillah, 2008).

2.1.3 Tepung Tapioka

Tepung tapioka terbuat dari pati singkong. Tepung tapioka memiliki

tekstur yang lengket menyerupai lem ketika bertemu air dan dipanaskan.

Karenanya tepung ini juga perlu disangrai terlebih dahulu jika akan digunakan

untuk membuat kue kering, supaya sel patinya mati dan menghasilkan tekstur kue

kering yang renyah. (Handayani, 2014,). Salah satu keunggulan dari tepung

tapioka adalah mengandung linamarin, yang berpotensi untuk melawan sel

kanker. Keuntungan lain dari tepung tapioka apabila dibandingkan dengan tepung

terigu adalah tidak mengandung gluten (gluten-free), karena pada sebagian kecil

masyarakat gluten dapat menyebabkan alergi (dikenal sebagai penyakit Celiac).

Penyakit ini disebabkan karena tubuh tidak dapat menoleransi protein gluten yang

banyak terdapat dalam gandum, sebagian besar penyakit ini disebabkan oleh

pengaruh genetik. (Astawan, 2010).

8

2.2 Pewarna Makanan & Pewarna Alami

Warna merupakan salah satu aspek yang penting untuk produk makanan.

Pada bahan pangan, warna menjadi ukuran terhadap mutu dan indikator kesegaran

atau kematangan. Bahan pangan akan tampak berwarna saat ditambahkan zat

pewarna. Pewarna makanan adalah bahan tambahan yang dapat memperbaiki

kualitas makanan yang terlihat pucat dan tidak menarik selama proses pengolahan

menjadi lebih berwarna dan menarik (Winarno, 2002). Menurut Lazuardi (2010),

Pewarna yang ditambahkan pada makanan akan memperkuat penampilan

makanan yang akan berpengaruh menjadi lebih menarik, pemberian warna yang

menarik pada makanan dan menyeragamkan warna dalam produksi makanan

seperti es krim, minuman, permen. Produk pangan memerlukan nilai gizi dan

tekstur yang baik, tetapi juga memiliki rasa yang enak dan warna yang menarik

agar konsumen tertarik membeli produk pangan tersebut (Winarno, 2004).

Pemberian warna pada makanan umumnya bertujuan agar makanan terlihat lebih

segar dan menarik sehingga menimbulkan selera orang untuk memakannya. Zat

pewarna yang biasa digunakan sebagai zat aditif pada makanan adalah (Adalina,

2011):

1. Zat pewarna alami, dibuat dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu,

misalnya warna hijau dari daun pandan atau daun suji, warna kuning dari

kunyit. Upaya ini dilakukan karena zat pewarna yang biasa digunakan

pada makanan merupakan zat pewarna sintetis yang berasal dari bahan-

bahan kimia meskipun zat pewarna alami terbatas.

2. Zat pewarna sintetik, dibuat dari bahan-bahan kimia. Dibandingkan

dengan pewarna alami, pewarna sintetik memiliki beberapa kelebihan,

9

yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah disimpan, dan

lebih tahan lama.

Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan,

hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah sejak dahulu digunakan

untuk pewarna makanan dan sampai sekarang umumnya penggunaannya dianggap

lebih aman daripada zat warna sintetis. Selain itu penelitian toksikologi zat warna

alami masih agak sulit karena zat warna ini umumnya terdiri dari campuran dengan

senyawa-senyawa alami lainnya. Misalnya, untuk zat warna alami asal tumbuhan,

bentuk dan kadarnya berbeda-beda, dipengaruhi faktor jenis tumbuhan, iklim, tanah,

umur dan faktor-faktor lainnya. Tanaman memiliki warna yang bisa digunakan

sebagai pewarna alami pada makanan. Beberapa pewarna alami yang berasal dari

kunyit, paprika, dan bit digunakan sebagai pewarna pada bahan pangan yang aman

dikonsumsi (Cahyadi, 2009).

2.3 Bunga Mawar

Bunga mawar (Rosa damascena Mill) yang memiliki tangkai, kelopak,

mahkota, benang sari, dasar bunga, dan putik disebut bunga sempurna. Jika

memiliki semua bagian kecuali putik, maka disebut bunga jantan. Jika memiliki

semua bagian kecuali benang sari, maka disebut bunga betina. Bunga yang

memiliki benang sari dan 15 putik disebut bunga hermafrodit. Bunga mawar

termasuk berkelamin sempurna (hermafrodit), artinya dalam satu bunga terdapat

putik atau bunga jantan dan benang sari atau bunga betina. Untuk daun

mahkotanya, bunga mawar memiliki banyak daun mahkota, dan ada jenis-jenis

tertentu yang memiliki pebedaan jumlah pada daun mahkota (Wu, 2009).

10

Tanaman Rosa damascena Mill merupakan hibrida dari tumbuhan Rosa

gallica dan Rosa canina. Rosa damascena Mill yang masuk dalam famili

Rosaceae merupakan salah satu tanaman penghasil minyak esensial. Bunga

mawar (Rosa damascena Mill) menghasilkan minyak esensial yang digunakan

dalam pembuatan parfum, kosmetik, makanan, dan obat (Lebaschi, 2012). Berikut

merupakan sistematika tumbuhan bunga mawar merah :

Nama Lokal : Mawar Merah

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledonae

Ordo : Rosanales

Famili : Rosaceae

Genus : Rosa

Spesies : Rosa hybrida.

Gambar 3. Bunga Mawar (sumber : digiyan.com)

Tidak hanya sebagai hiasan, bunga mawar juga ternyata bisa dimakan

untuk dijadikan obat. Aroma dan rendaman air bunga mawar mampu meredakan

11

stres, mengatasi nyeri saat haid, dan membantu menjaga kesehatan kulit. Karena

air mawar mengandung astringent yang bersifat menghilangkan racun (Khaerani,

2014).

Mahkota bunga mawar mengandung antioksidan yang berfungsi untuk

menangkal radikal bebas. Mahkota bunga mawar juga diketahui mengandung

pigmen antosianin yang tergolong flavonoid dan jenis antosianinnya adalah

pelargonidin dan sianidin, dapat berfungsi sebagai bahan penangkap radikal bebas

atau zat antioksidan. Bunga mawar merah tua mengandung pigmen sianidin dan

bunga mawar merah muda mengandung pigmen pelargonidin (Saati, 2006).

Dibalik keelokan warna bunga mawar, pigmen antosianin yang dikandungnya

diharapkan dapat memberikan harapan sebagai zat pewarna alami yang

menyumbangkan pengganti pewarna berbahaya tersebut. Di negara maju

penggunaan zat pewarna alami pada produk makanan sudah digalakkan, produk

perwarna alami yang dapat digunakan dalam berbagai aplikasi termasuk

minuman, makanan, obat-obatan, suplemen diet, kosmetik, barang kerajinan

maupun pakan ternak (Wu dkk, 2009 dalam Saati dkk, 2011).

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pigmen bunga mawar

dapat diaplikasikan sebagai pewarna alami pada beberapa produk industri yang

dipilih mempunyai nilai pH yang masuk dalam kisaran nilai pH bersifat stabil

(Saati dkk., 2009) dan dapat menyumbangkan warna alaminya yaitu kemerahan

(redness) dan kekuningan (yellowness), bahkan merah-keunguan, yang dalam

produk tersebut tidak begitu tampak. Pigmen antosianin lebih stabil pada suasana

pH asam yaitu pada kisaran pH 1-5, seperti yang dimiliki oleh produk sari buah

12

(3,10), yoghurt (4,17) dan minuman berkarbonat (2,92) (Shi dkk, 1992 dalam

Saati dkk, 2011).

2.3 Bunga Telang (Clitoria ternaea L.)

Bunga telang dikenal dengan beberapa nama yaitu bunga biru (Melayu),

kembang telang (Melayu dan Sunda), kembang teleng (Jawa), bunga talang

(Makassar), bunga temen raleng (Bugis), bisi (Halmahera), dan sejamagulele

(Ternate). Bunga telang merupakan bunga majemuk, terbentuk pada ketiak daun,

memiliki tangkai silindris, panjangnya kurang lebih 1,5cm, memiliki kelopak

berbentuk corong, mahkota berbentuk kupu-kupu dan berwarna biru, tangkai

benang sari berlekatan membentuk tabung, kepala sari bulat, tangkai putik

silindris, kepala putik bulat. Buah berbentuk polong, panjang 7-14cm, bertangkai

pendek, buah yang masih muda berwarna hijau setelah tua berubah warna menjadi

hitam (Lee, 2011).

Gambar 4. Bunga Telang (Clitoria ternaea L.)

Bunga telang umumnya dimanfaatkan sebagai tanaman pakan dan

penutup tanah agar terpaan air hujan tidak langsung mengenai tanah sehingga

dapat mengurangi erosi tanah. Selain itu, bunga telang dapat digunakan sebagai

tanaman obat karena adanya senyawa kimia yang terkandung di dalamnya seperti

13

saponin, flavonoid, alkaloid, Ca-oksalat, dan sulfur. Bunga Clitoria ternaea L.

dapat dimanfaatkan untuk obat mata, sedangkan rebusan akarnya digunakan

sebagai obat untuk menghilangkan dahak pada bronkitis kronis, menurunkan

demam, serta iritasi kandungan kemih dan saluran kencing. Daun Clitoria ternaea

L. mengandung kaemferol 3 glukosida dan triterpenoid yang dapat mempercepat

pematangan bisul (Suarna, 2005).

Menurut Kazuma (2003), kadar senyawa kimia aktif yang terdapat pada mahkota

bunga telang :

Tabel 2. Kadar Senyawa Aktif Mahkota Bunga Telang

Senyawa Mmol/mg

Flavonoid 20,07

Antosianin 5,04

Flavonol Glikosida 14,66

Kaenprefol Glikosida 12,71

Quersetin Glikosida 1,92

Mirisetin Glikosida 0,04

Sumber : Kazuma (2003)

Menurut Suebkhampet dan Sotthibandhu (2011), warna biru dari bunga

telang menunjukkan keberadaan dari antosianin. Melihat manfaat, sifat dari bunga

telang yang mudah tumbuh di Indonesia, dan aman untuk dikonsumsi maka

antosianin dari bunga telang berpotensi untuk dijadikan pewarna alami pada

bahan pangan.Warna biru dari bunga telang telah dimanfaatkan sebagai pewarna

biru pada ketan di Malaysia. Bunga telang juga dimakan sebagai sayuran di

Kerala (India) dan di Filipina (Lee dkk., 2011). Pigmen antosianin lebih stabil

pada larutan yang bersifat asam daripada larutan yang bersifat netral atau basa

karena pada suasana asam antosianin akan berada dalam bentuk kation flavilium

hingga basa kuinodal sehingga tidak terjadi degradasi warna (Harborne, 1996).

14

Antosianin dari bunga dapat diekstraksi dengan cara maserasi (Jackman dan

Smith, 1996).

2.4 Antioksidan

Menurut Winarsi (2007), menyatakan bahwa secara biologis antioksidan

dapat diartikan sebagai senyawa yang mampu meredam dampak negatif oksidan

dalam tubuh. Fungsi utama antioksidan adalah memperkecil terjadinya proses

oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam

makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan,

meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta mencegah

hilangnya kualitas sensori dan nutrisi (Azwin,2011). Menurut Halliwell dan

Guteridge (1991), dalam jurnal Evy D dkk. menyatakan bahwa reaksi oksidasi

terjadi setiap saat di dalam tubuh dan memicu terbentuknya radikal bebas yang

sangat aktif merusak struktur dan fungsi sel. Namun, reaktivitas radikal bebas

dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh.

Antioksidan bekerja dengan mendonorkan satu elektronnya pada senyawa yang

bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan dapat dihambat. Produksi

antioksidan di dalam tubuh manusia terjadi secara alami untuk mengimbangi

produksi radikal bebas.

Antioksidan tersebut kemudian berfungsi sebagai sistem pertahanan

terhadap radikal bebas, namun peningkatan produksi radikal bebas yang terbentuk

akibat faktor stress, radiasi UV, polusi udara dan lingkungan mengakibatkan

sistem pertahanan tersebut kurang memadai, sehingga diperlukan tambahan

antioksidan dari luar (Lie jin, 2012). Menurut Triyem, 2010 Antioksidan

15

berdasarkan mekanisme reaksinya dibagi menjadi tiga macam, yaitu antioksidan

primer, antioksidan sekunder dan antioksidan tersier:

1. Antioksidan Primer: Antioksidan primer merupakan zat atau senyawa

yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal bebas yang

melepaskan hidrogen. Antioksidan primer dapat berasal dari alam atau

sintetis. Contoh antioksidan primer adalah Butylated hidroxytoluene

(BHT). Reaksi antioksidan primer terjadi pemutusan rantai radikal bebas

yang sangat reaktif, kemudian diubah menjadi senyawa stabil atau tidak

reaktif. Antioksidan ini dapat berperan sebagai donor hidrogen atau CB-D

(Chain breaking donor) dan dapat berperan sebagai akseptor elektron atau

CB-A (Chain breaking acceptor).

2. Antioksidan Sekunder: Antioksiden sekunder disebut juga antioksidan

eksogeneus atau non enzimatis. Antioksidan ini menghambat

pembentukan senyawa oksigen reatif dengan cara pengelatan metal, atau

dirusak pembentukannya. Prinsip kerja sistem antioksidan non enzimatis

yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas

atau dengan menangkap radikal tersebut, sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler. Antioksidan sekunder di

antaranya adalah vitamin E, vitamin C, beta karoten, flavonoid, asam

lipoat, asam urat, bilirubin, melatonin dan sebagainya.

3. Antioksidan Tersier Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim

DNA-Repair dan metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini

berperan dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas

radikal bebas.

16

2.5 Antosianin

Secara kimia antosianin merupakan turunan struktur aromatik tunggal,

yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin dengan penambahan

atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi dan glikosilasi (Harborne,2005).

Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki kemampuan

untuk bereaksi baik dengan asam maupun dengan basa. Dalam media asam

antosianin berwarna merah, dan pada media basa berubah menjadi ungu dan biru

(Man 1997). Antosianin adalah metabolit sekunder dari famili flavonoid, dalam

jumlah besar ditemukan dalam buah-buahan dan sayur-sayuran (Supriyono

2008). Antosianin adalah kelompok terbesar dari pigmen fenolik dan kelompok

paling penting dari pigmen yang larut dalam air pada tanaman, bertanggung jawab

untuk warna merah, ungu, dan biru dari banyak buah-buahan, sayuran, biji-bijian

sereal, dan bunga, tidak berbau dan hampir tanpa rasa dan berkontribusi terhadap

rasa sebagai sensasi astringen sederhana (He dan Giusti, 2010)

Gambar 5. Struktur kimia antosianin (Giusti dan Wrolstad, 2003)

Antosianin yang merupakan zat warna alami golongan flavonoid dengan

tiga atom karbon yang diikat oleh sebuah atom oksigen untuk menghubungkan

17

dua cincin aromatik benzene (C6H6) di dalam struktur utamanya, berasal dari

bahasa Yunani yang berarti bunga biru. Antosianin adalah suatu kelas dari

senyawa flavonoid, yang secara luas terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonol,

flavan-3-ol, flavon, flavanon, dan flavanonol adalah kelas dari flavonoid yang

berbeda dalam oksidasi antosianin. Antosianin termasuk pigmen larut air yang

secara alami, terakumulasi pada sel epidermis buah-buahan, akar, dan daun.

Tabel 3. Kandungan total Antosianin pada beberapa jenis bunga

Nama Ekstrak Bunga Kandungan Total Antosianin

Ekstrak bunga kamboja 23,53 mg/L

Ekstrak bunga sepatu 44,40 mg/L

Ekstrak bunga mawar 15,52 mg/L

Ekstrak bunga soka 14,52 mg/L

Ekstrak bunga telang 34,89 mg/L

Sumber : Setyadi (2014)

Antosianin adalah metabolit sekunder dari famili flavonoid, dalam jumlah

besar ditemukan dalam buah-buahan dan sayur-sayuran (Supriyono,2008).

Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, suhu,

cahaya, dan oksigen (Basuki dkk, 2005).

Pigmen antosinanin (merah, ungu dan biru) merupakan molekul yang tidak

stabil jika terjadi perubahan pada suhu, pH, oksigen, cahaya, dan gula. - Faktor

pH ternyata tidak hanya mempengaruhi warna antosianin tapi juga mempengaruhi

stabilitasnya. Antosianin lebih stabil dalam larutan asam dibandingkan dalam

larutan basa (Harborne 2005).

2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Antosianin

Konsentrasi pigmen sangat berperan dalam menentukan warna (hue). Pada

konsentrasi yang encer antosianin berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi

pekat berwarna merah, dan konsentrasi biasa berwarna ungu. Adanya tanin akan

18

banyak mengubah warna antosianin. ion logam yang bertemu dengan antosianin

membentuk senyawa kompleks yang berwarna abu-abu violet, maka pengalengan

bahan yang mengandung antosianin, kalengnya perlu mendapat lapisan khusus

(lacquer) (Kusfikawati, 2006). Menurut Amel (2014) konsentrasi pigmen

antosianin 5 dan 10 % memberikan warna dengan tingkat kecerahan yang rendah

pada yoghurt dan meningkatkan nilai kebiruan pada yoghurt.

Menurut Harbone (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan

antosianin adalah sebagai berikut :

1. Suhu

Suhu mempengaruhi kestabilan antosianin. Suhu yang panas dapat

menyebabkan kerusakan struktur antosianin, oleh karena itu proses

pengolahan pangan harus dilakukan pada suhu 50-600 OC yang merupakan

suhu yang stabil dalam proses pemanasan .

2. Cahaya

. Cahaya mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap

antosianin, yaitu berperan dalam pembentukan antosianin dan cahaya juga

berperan dalam laju degradasi warna antosianin, oleh karena itu antosianin

harus disimpan di tempat yang gelap dan suhu dingin. Antosianin lebih

stabil dalam larutan asam dibandingkan dalam larutan alkali atau netral

3. Oksigen

Oksigen dan suhu tampaknya mempercepat kerusakan antosianin.

Stabilitas warna antosianin selama pemprosesan jus buah menjadi rusak

akibat oksigen (Adil 2010). Degradasi antosianin terjadi tidak hanya

19

selama ekstraksi dari jaringan tumbuhan tetapi juga selama proses dan

penyimpanan jaringan makanan.

4. Faktor pH

Faktor pH mempengaruhi kestabilan warna antosianin. antosianin lebih

stabil dalam larutan asam dibanding dalam larutan alkali atau netral. Pada

larutan asam, antosianin bersifat stabil, pada larutan asam kuat antosianin

sangat stabil. Dalam suasana asam, antosianin berwarna merah-oranye

sedangkan dalam suasana basa antosianin berwarna biru-ungu atau

kadang-kadang kuning. Perubahan warna tersebut terjadi karena

perubahan struktur molekul antosianin akibat pengaruh pH. Pigmen

antosianin diperoleh dengan ekstraksi menggunakan air atau alkohol yang

diasamkan. Antosianin adalah indikator alami pH. Dalam media asam

tampak merah saat pH meningkat menjadi biru. Warna pigmen antosianin

stabil pada pH 1 – 3. Pada pH 4 – 5, antosianin hampir tidak berwarna.

2.6 Kopigmentasi

Stabilitas warna antosianin dapat dipertahankan atau ditingkatkan dengan

reaksi kopigmentasi. Fenomena kopigmentasi pertama kali teramati pada tahun

1916 oleh Willstätter dan Zollinger yang mengamati warna pigmen anggur yang

berubah warna dari merah menjadi merah kebiruan dengan penambahan asam

tanat dan asam galat (Rein, 2005). Kopigmentasi merupakan interaksi antara

struktur antosianin dengan molekul lain seperti logam (Al3+, Fe3+, Sn2+, Cu2+)

dan molekul organik lain seperti senyawa falvonoid (flavon, flavonon, dan

flavonol), senyawa alkaloid (kafein), dan sebagainya. Adanya kopigmentasi antara

antosianin dengan logam molekul organik lain cenderung meningkatkan stabilitas

20

warna antosianin (Jackman dan Smith, 1996).Senyawa yang digunakan untuk

proses kopigmentasi disebut kopigmen. Kopigmen adalah suatu senyawa yang

tidak berwarna yang biasanya terdapat secara alami dalam sel tanaman. Jenis

senyawa kopigmen yang umumnya digunakan adalah flavonoid (termasuk di

dalamnya adalah flavon dan flavonol) dan polifenol lain (asam fenolik), alkaloid,

asam amino dan asam organik (Markakis, 2002).

Dari jenis flavonol, rutin dan quercetin merupakan jenis kopigmen yang

menghasilkan efek kopigmentasi kuat. Rutin menginduksi pergeseran batokromik

30 nm dan quercetin 28 nm terhadap malvidin 3.5-diglukosida pada pH 3.2. Dari

golongan asam fenolik, ferulic acid merupakan salah satu yang tergolong efisien

sebagai kopigmen (Markovic et al., 2000). Rein (2005) menggunakan ferulic acid,

sinapic acid, dan rosmarinic acid untuk memperbaiki kualitas juice berry. Seperti

halnya reaksi pada antosianin umumnya, reaksi kopigmentasi juga dipengaruhi

oleh pH, temperatur, pelarut dan struktur molekulnya. Efek kopigmentasi akan

lebih efisien jika konsentrasi kopigmentasi lebih besar dibandingkan konsentrasi

antosianin. Pada pH rendah, karena dominasi utama kation flavium (pH < 2),

reaksi kopigmentasi kurang efektif dibandingkan pada pH 2-5, yaitu ketika terjadi

kesetimbangan dengan bentuk quinoidalnya (Ba Kowska et al., 2003).