ii. tinjauan pustaka 2.1 cendoleprints.umm.ac.id/48356/3/bab ii.pdf · zat pewarna yang biasa...
TRANSCRIPT
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cendol
Cendol merupakan salah satu jenis makanan tradisonal Indonesia yang
bahan baku utamanya berupa padi-padian dan kacang-kacangan, yang sudah
dikenal dan digemari secara luas di Indonesia. Menurut Rungkat dkk., (2001),
pengertian pangan tradisional meliputi bahan baku dan produk pangan serta
minuman yang dibuat dari bahan yang tersedia di Indonesia dan sudah dikenal dan
digunakan semenjak dahulu. Berbagai jenis pangan tradisional diketahui secara
empiris mempunyai khasiat terhadap kesehatan baik sebagai pencegah penyakit
maupun sebagai penyembuh atau sebagai pangan fungsional. Potensi makanan
tradisional digunakan sebagai pangan fungsional cukup besar karena berbagai
hasil penelitian mulai menghasilkan data ilmiah mengenai khasiat makanan
tradisonal, baik khasiat bahan-bahan baku maupun produk-produk jadi.
Di daerah Sunda minuman ini dikenal dengan nama cendol sedangkan di
Jawa Tengah dikenal dengan nama dawet. Berkembang kepercayaan populer
dalam masyarakat Indonesia bahwa istilah "cendol" mungkin sekali berasal dari
kata "jendol", yang ditemukan dalam bahasa Sunda, Jawa, dan Indonesia. Hal ini
merujuk sensasi jendolan yang dirasakan ketika butiran cendol melalui mulut kala
meminum es cendol. Menurut Candraningsih (2001), cendol merupakan salah satu
jenis makanan tradisonal Indonesia yang memiliki tekstur yang kenyal dan
umumnya berwarna hijau. Cendol terbentuk sebagai akibat dari proses gelatinisasi
pati.
5
Gambar 1. Cendol pewarna alami (sumber : pinterest.ca)
Gambar 2. Cendol Mengandung Rhodamin (sumber : m.valora.co.id)
Menurut Santoso (2000), dalam proses pembuatan cendol, tepung beras
ditambah dengan pewarna hijau dan air, dimasak sampai kekentalan tertentu
kemudian dicetak dengan cetakan cendol. Cendol siap pakai dijual dalam
kemasan plastik dan direndam dalam air agar setiap butiran tidak lengket satu
sama lainnya.
2.1.2 Tepung Beras
Tepung beras merupakan salah satu alternatif bahan dasar dari tepung
komposit dan terdiri atas karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin.
6
Tepung beras adalah produk setengah jadi untuk bahan baku industri lebih lanjut.
Untuk membuat tepung beras membutuhkan waktu selama 12 jam dengan cara
beras direndam dalam air bersih, ditiriskan, dijemur, dihaluskan dan diayak
menggunakan ayakan 80 mesh (Hasnelly dan Sumartini, 2011). Beras kaya akan
vitamin B, juga mengandung sedikit lemak dan mineral. Protein yang terdapat di
dalam tepung beras lebih tinggi dari pada pati beras yaitu tepung beras sebesar
5,2-6,8% dan pati beras 0,2-0,9% (Singh, dkk., 2000). Komposisi zat gizi tepung
beras per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi zat gizi tepung beras per 100 gram bahan
Komponen Komposisi
Kalori (kkal) 364,00
Protein (g) 7,00
Lemak (g) 0,50
Karbohidrat (g) 80,00
Kalsium (mg) 5,00
Fosfor (mg) 140,00
Besi (mg) 0,80
Vitamin B1 (mg) 0,12
Air (g) 12,00
Sumber : Ubaedillah (2008)
Komponen utama yang ada dalam beras adalah karbohidrat. Karbohidrat
tersebut terdiri dari pati merupakan bagian besar dan bagian kecil beras adalah
gula, selulosa, hemiselulosa dan pentosa. Pati yang ada dalam beras 85-90% dari
berat kering beras, pentosa 2,0-2,5% dan gula 0,6-1,4% dari berat beras pecah
kulit. Oleh karena itu, sifat-sifat pati merupakan faktor yang dapat menentukan
sifat fisikokimia dari beras (Haryadi, 2006). Kandungan amilosa dan amilopektin
banyak menentukan tekstur pada makanan yang banyak mengandung pati.
Menurut Graham (2008), kandungan amilosa pada beras sebanyak 16-17%
dari berat total dan kandungan amilopektin beras, sedangkan menurut Winarno
7
(2002) sebanyak 4-5% dari berat total. Amilosa menyebabkan terbentuknya gel yang
keras dan berwarna keruh setelah dimasak sedangkan amilopektin berperan penting
terhadap sifat konsistensi gel dan viskositas gel sehingga menyebabkan makanan
menjadi lengket. Pati tidak larut dalam air dingin, tetapi bila pati dipanaskan dalam
air maka akan terjadi perubahan yang nyata pada saat mencapai suhu gelatinisasi,
dimana butir-butir pati akan mengembang. Suhu gelatinisasi adalah suhu pada saat
granula pati mengembang dan tidak kembali lagi ke bentuk semula (irreversible) bila
pemanasan diteruskan, pengembangan akan mencapai titik maksimum dan granula
pati akan pecah sehingga kekentalan dari suspensi akan naik (Ubaedillah, 2008).
2.1.3 Tepung Tapioka
Tepung tapioka terbuat dari pati singkong. Tepung tapioka memiliki
tekstur yang lengket menyerupai lem ketika bertemu air dan dipanaskan.
Karenanya tepung ini juga perlu disangrai terlebih dahulu jika akan digunakan
untuk membuat kue kering, supaya sel patinya mati dan menghasilkan tekstur kue
kering yang renyah. (Handayani, 2014,). Salah satu keunggulan dari tepung
tapioka adalah mengandung linamarin, yang berpotensi untuk melawan sel
kanker. Keuntungan lain dari tepung tapioka apabila dibandingkan dengan tepung
terigu adalah tidak mengandung gluten (gluten-free), karena pada sebagian kecil
masyarakat gluten dapat menyebabkan alergi (dikenal sebagai penyakit Celiac).
Penyakit ini disebabkan karena tubuh tidak dapat menoleransi protein gluten yang
banyak terdapat dalam gandum, sebagian besar penyakit ini disebabkan oleh
pengaruh genetik. (Astawan, 2010).
8
2.2 Pewarna Makanan & Pewarna Alami
Warna merupakan salah satu aspek yang penting untuk produk makanan.
Pada bahan pangan, warna menjadi ukuran terhadap mutu dan indikator kesegaran
atau kematangan. Bahan pangan akan tampak berwarna saat ditambahkan zat
pewarna. Pewarna makanan adalah bahan tambahan yang dapat memperbaiki
kualitas makanan yang terlihat pucat dan tidak menarik selama proses pengolahan
menjadi lebih berwarna dan menarik (Winarno, 2002). Menurut Lazuardi (2010),
Pewarna yang ditambahkan pada makanan akan memperkuat penampilan
makanan yang akan berpengaruh menjadi lebih menarik, pemberian warna yang
menarik pada makanan dan menyeragamkan warna dalam produksi makanan
seperti es krim, minuman, permen. Produk pangan memerlukan nilai gizi dan
tekstur yang baik, tetapi juga memiliki rasa yang enak dan warna yang menarik
agar konsumen tertarik membeli produk pangan tersebut (Winarno, 2004).
Pemberian warna pada makanan umumnya bertujuan agar makanan terlihat lebih
segar dan menarik sehingga menimbulkan selera orang untuk memakannya. Zat
pewarna yang biasa digunakan sebagai zat aditif pada makanan adalah (Adalina,
2011):
1. Zat pewarna alami, dibuat dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu,
misalnya warna hijau dari daun pandan atau daun suji, warna kuning dari
kunyit. Upaya ini dilakukan karena zat pewarna yang biasa digunakan
pada makanan merupakan zat pewarna sintetis yang berasal dari bahan-
bahan kimia meskipun zat pewarna alami terbatas.
2. Zat pewarna sintetik, dibuat dari bahan-bahan kimia. Dibandingkan
dengan pewarna alami, pewarna sintetik memiliki beberapa kelebihan,
9
yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah disimpan, dan
lebih tahan lama.
Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan,
hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah sejak dahulu digunakan
untuk pewarna makanan dan sampai sekarang umumnya penggunaannya dianggap
lebih aman daripada zat warna sintetis. Selain itu penelitian toksikologi zat warna
alami masih agak sulit karena zat warna ini umumnya terdiri dari campuran dengan
senyawa-senyawa alami lainnya. Misalnya, untuk zat warna alami asal tumbuhan,
bentuk dan kadarnya berbeda-beda, dipengaruhi faktor jenis tumbuhan, iklim, tanah,
umur dan faktor-faktor lainnya. Tanaman memiliki warna yang bisa digunakan
sebagai pewarna alami pada makanan. Beberapa pewarna alami yang berasal dari
kunyit, paprika, dan bit digunakan sebagai pewarna pada bahan pangan yang aman
dikonsumsi (Cahyadi, 2009).
2.3 Bunga Mawar
Bunga mawar (Rosa damascena Mill) yang memiliki tangkai, kelopak,
mahkota, benang sari, dasar bunga, dan putik disebut bunga sempurna. Jika
memiliki semua bagian kecuali putik, maka disebut bunga jantan. Jika memiliki
semua bagian kecuali benang sari, maka disebut bunga betina. Bunga yang
memiliki benang sari dan 15 putik disebut bunga hermafrodit. Bunga mawar
termasuk berkelamin sempurna (hermafrodit), artinya dalam satu bunga terdapat
putik atau bunga jantan dan benang sari atau bunga betina. Untuk daun
mahkotanya, bunga mawar memiliki banyak daun mahkota, dan ada jenis-jenis
tertentu yang memiliki pebedaan jumlah pada daun mahkota (Wu, 2009).
10
Tanaman Rosa damascena Mill merupakan hibrida dari tumbuhan Rosa
gallica dan Rosa canina. Rosa damascena Mill yang masuk dalam famili
Rosaceae merupakan salah satu tanaman penghasil minyak esensial. Bunga
mawar (Rosa damascena Mill) menghasilkan minyak esensial yang digunakan
dalam pembuatan parfum, kosmetik, makanan, dan obat (Lebaschi, 2012). Berikut
merupakan sistematika tumbuhan bunga mawar merah :
Nama Lokal : Mawar Merah
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledonae
Ordo : Rosanales
Famili : Rosaceae
Genus : Rosa
Spesies : Rosa hybrida.
Gambar 3. Bunga Mawar (sumber : digiyan.com)
Tidak hanya sebagai hiasan, bunga mawar juga ternyata bisa dimakan
untuk dijadikan obat. Aroma dan rendaman air bunga mawar mampu meredakan
11
stres, mengatasi nyeri saat haid, dan membantu menjaga kesehatan kulit. Karena
air mawar mengandung astringent yang bersifat menghilangkan racun (Khaerani,
2014).
Mahkota bunga mawar mengandung antioksidan yang berfungsi untuk
menangkal radikal bebas. Mahkota bunga mawar juga diketahui mengandung
pigmen antosianin yang tergolong flavonoid dan jenis antosianinnya adalah
pelargonidin dan sianidin, dapat berfungsi sebagai bahan penangkap radikal bebas
atau zat antioksidan. Bunga mawar merah tua mengandung pigmen sianidin dan
bunga mawar merah muda mengandung pigmen pelargonidin (Saati, 2006).
Dibalik keelokan warna bunga mawar, pigmen antosianin yang dikandungnya
diharapkan dapat memberikan harapan sebagai zat pewarna alami yang
menyumbangkan pengganti pewarna berbahaya tersebut. Di negara maju
penggunaan zat pewarna alami pada produk makanan sudah digalakkan, produk
perwarna alami yang dapat digunakan dalam berbagai aplikasi termasuk
minuman, makanan, obat-obatan, suplemen diet, kosmetik, barang kerajinan
maupun pakan ternak (Wu dkk, 2009 dalam Saati dkk, 2011).
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pigmen bunga mawar
dapat diaplikasikan sebagai pewarna alami pada beberapa produk industri yang
dipilih mempunyai nilai pH yang masuk dalam kisaran nilai pH bersifat stabil
(Saati dkk., 2009) dan dapat menyumbangkan warna alaminya yaitu kemerahan
(redness) dan kekuningan (yellowness), bahkan merah-keunguan, yang dalam
produk tersebut tidak begitu tampak. Pigmen antosianin lebih stabil pada suasana
pH asam yaitu pada kisaran pH 1-5, seperti yang dimiliki oleh produk sari buah
12
(3,10), yoghurt (4,17) dan minuman berkarbonat (2,92) (Shi dkk, 1992 dalam
Saati dkk, 2011).
2.3 Bunga Telang (Clitoria ternaea L.)
Bunga telang dikenal dengan beberapa nama yaitu bunga biru (Melayu),
kembang telang (Melayu dan Sunda), kembang teleng (Jawa), bunga talang
(Makassar), bunga temen raleng (Bugis), bisi (Halmahera), dan sejamagulele
(Ternate). Bunga telang merupakan bunga majemuk, terbentuk pada ketiak daun,
memiliki tangkai silindris, panjangnya kurang lebih 1,5cm, memiliki kelopak
berbentuk corong, mahkota berbentuk kupu-kupu dan berwarna biru, tangkai
benang sari berlekatan membentuk tabung, kepala sari bulat, tangkai putik
silindris, kepala putik bulat. Buah berbentuk polong, panjang 7-14cm, bertangkai
pendek, buah yang masih muda berwarna hijau setelah tua berubah warna menjadi
hitam (Lee, 2011).
Gambar 4. Bunga Telang (Clitoria ternaea L.)
Bunga telang umumnya dimanfaatkan sebagai tanaman pakan dan
penutup tanah agar terpaan air hujan tidak langsung mengenai tanah sehingga
dapat mengurangi erosi tanah. Selain itu, bunga telang dapat digunakan sebagai
tanaman obat karena adanya senyawa kimia yang terkandung di dalamnya seperti
13
saponin, flavonoid, alkaloid, Ca-oksalat, dan sulfur. Bunga Clitoria ternaea L.
dapat dimanfaatkan untuk obat mata, sedangkan rebusan akarnya digunakan
sebagai obat untuk menghilangkan dahak pada bronkitis kronis, menurunkan
demam, serta iritasi kandungan kemih dan saluran kencing. Daun Clitoria ternaea
L. mengandung kaemferol 3 glukosida dan triterpenoid yang dapat mempercepat
pematangan bisul (Suarna, 2005).
Menurut Kazuma (2003), kadar senyawa kimia aktif yang terdapat pada mahkota
bunga telang :
Tabel 2. Kadar Senyawa Aktif Mahkota Bunga Telang
Senyawa Mmol/mg
Flavonoid 20,07
Antosianin 5,04
Flavonol Glikosida 14,66
Kaenprefol Glikosida 12,71
Quersetin Glikosida 1,92
Mirisetin Glikosida 0,04
Sumber : Kazuma (2003)
Menurut Suebkhampet dan Sotthibandhu (2011), warna biru dari bunga
telang menunjukkan keberadaan dari antosianin. Melihat manfaat, sifat dari bunga
telang yang mudah tumbuh di Indonesia, dan aman untuk dikonsumsi maka
antosianin dari bunga telang berpotensi untuk dijadikan pewarna alami pada
bahan pangan.Warna biru dari bunga telang telah dimanfaatkan sebagai pewarna
biru pada ketan di Malaysia. Bunga telang juga dimakan sebagai sayuran di
Kerala (India) dan di Filipina (Lee dkk., 2011). Pigmen antosianin lebih stabil
pada larutan yang bersifat asam daripada larutan yang bersifat netral atau basa
karena pada suasana asam antosianin akan berada dalam bentuk kation flavilium
hingga basa kuinodal sehingga tidak terjadi degradasi warna (Harborne, 1996).
14
Antosianin dari bunga dapat diekstraksi dengan cara maserasi (Jackman dan
Smith, 1996).
2.4 Antioksidan
Menurut Winarsi (2007), menyatakan bahwa secara biologis antioksidan
dapat diartikan sebagai senyawa yang mampu meredam dampak negatif oksidan
dalam tubuh. Fungsi utama antioksidan adalah memperkecil terjadinya proses
oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam
makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan,
meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta mencegah
hilangnya kualitas sensori dan nutrisi (Azwin,2011). Menurut Halliwell dan
Guteridge (1991), dalam jurnal Evy D dkk. menyatakan bahwa reaksi oksidasi
terjadi setiap saat di dalam tubuh dan memicu terbentuknya radikal bebas yang
sangat aktif merusak struktur dan fungsi sel. Namun, reaktivitas radikal bebas
dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh.
Antioksidan bekerja dengan mendonorkan satu elektronnya pada senyawa yang
bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan dapat dihambat. Produksi
antioksidan di dalam tubuh manusia terjadi secara alami untuk mengimbangi
produksi radikal bebas.
Antioksidan tersebut kemudian berfungsi sebagai sistem pertahanan
terhadap radikal bebas, namun peningkatan produksi radikal bebas yang terbentuk
akibat faktor stress, radiasi UV, polusi udara dan lingkungan mengakibatkan
sistem pertahanan tersebut kurang memadai, sehingga diperlukan tambahan
antioksidan dari luar (Lie jin, 2012). Menurut Triyem, 2010 Antioksidan
15
berdasarkan mekanisme reaksinya dibagi menjadi tiga macam, yaitu antioksidan
primer, antioksidan sekunder dan antioksidan tersier:
1. Antioksidan Primer: Antioksidan primer merupakan zat atau senyawa
yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal bebas yang
melepaskan hidrogen. Antioksidan primer dapat berasal dari alam atau
sintetis. Contoh antioksidan primer adalah Butylated hidroxytoluene
(BHT). Reaksi antioksidan primer terjadi pemutusan rantai radikal bebas
yang sangat reaktif, kemudian diubah menjadi senyawa stabil atau tidak
reaktif. Antioksidan ini dapat berperan sebagai donor hidrogen atau CB-D
(Chain breaking donor) dan dapat berperan sebagai akseptor elektron atau
CB-A (Chain breaking acceptor).
2. Antioksidan Sekunder: Antioksiden sekunder disebut juga antioksidan
eksogeneus atau non enzimatis. Antioksidan ini menghambat
pembentukan senyawa oksigen reatif dengan cara pengelatan metal, atau
dirusak pembentukannya. Prinsip kerja sistem antioksidan non enzimatis
yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas
atau dengan menangkap radikal tersebut, sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler. Antioksidan sekunder di
antaranya adalah vitamin E, vitamin C, beta karoten, flavonoid, asam
lipoat, asam urat, bilirubin, melatonin dan sebagainya.
3. Antioksidan Tersier Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim
DNA-Repair dan metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini
berperan dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas
radikal bebas.
16
2.5 Antosianin
Secara kimia antosianin merupakan turunan struktur aromatik tunggal,
yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin dengan penambahan
atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi dan glikosilasi (Harborne,2005).
Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki kemampuan
untuk bereaksi baik dengan asam maupun dengan basa. Dalam media asam
antosianin berwarna merah, dan pada media basa berubah menjadi ungu dan biru
(Man 1997). Antosianin adalah metabolit sekunder dari famili flavonoid, dalam
jumlah besar ditemukan dalam buah-buahan dan sayur-sayuran (Supriyono
2008). Antosianin adalah kelompok terbesar dari pigmen fenolik dan kelompok
paling penting dari pigmen yang larut dalam air pada tanaman, bertanggung jawab
untuk warna merah, ungu, dan biru dari banyak buah-buahan, sayuran, biji-bijian
sereal, dan bunga, tidak berbau dan hampir tanpa rasa dan berkontribusi terhadap
rasa sebagai sensasi astringen sederhana (He dan Giusti, 2010)
Gambar 5. Struktur kimia antosianin (Giusti dan Wrolstad, 2003)
Antosianin yang merupakan zat warna alami golongan flavonoid dengan
tiga atom karbon yang diikat oleh sebuah atom oksigen untuk menghubungkan
17
dua cincin aromatik benzene (C6H6) di dalam struktur utamanya, berasal dari
bahasa Yunani yang berarti bunga biru. Antosianin adalah suatu kelas dari
senyawa flavonoid, yang secara luas terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonol,
flavan-3-ol, flavon, flavanon, dan flavanonol adalah kelas dari flavonoid yang
berbeda dalam oksidasi antosianin. Antosianin termasuk pigmen larut air yang
secara alami, terakumulasi pada sel epidermis buah-buahan, akar, dan daun.
Tabel 3. Kandungan total Antosianin pada beberapa jenis bunga
Nama Ekstrak Bunga Kandungan Total Antosianin
Ekstrak bunga kamboja 23,53 mg/L
Ekstrak bunga sepatu 44,40 mg/L
Ekstrak bunga mawar 15,52 mg/L
Ekstrak bunga soka 14,52 mg/L
Ekstrak bunga telang 34,89 mg/L
Sumber : Setyadi (2014)
Antosianin adalah metabolit sekunder dari famili flavonoid, dalam jumlah
besar ditemukan dalam buah-buahan dan sayur-sayuran (Supriyono,2008).
Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, suhu,
cahaya, dan oksigen (Basuki dkk, 2005).
Pigmen antosinanin (merah, ungu dan biru) merupakan molekul yang tidak
stabil jika terjadi perubahan pada suhu, pH, oksigen, cahaya, dan gula. - Faktor
pH ternyata tidak hanya mempengaruhi warna antosianin tapi juga mempengaruhi
stabilitasnya. Antosianin lebih stabil dalam larutan asam dibandingkan dalam
larutan basa (Harborne 2005).
2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Antosianin
Konsentrasi pigmen sangat berperan dalam menentukan warna (hue). Pada
konsentrasi yang encer antosianin berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi
pekat berwarna merah, dan konsentrasi biasa berwarna ungu. Adanya tanin akan
18
banyak mengubah warna antosianin. ion logam yang bertemu dengan antosianin
membentuk senyawa kompleks yang berwarna abu-abu violet, maka pengalengan
bahan yang mengandung antosianin, kalengnya perlu mendapat lapisan khusus
(lacquer) (Kusfikawati, 2006). Menurut Amel (2014) konsentrasi pigmen
antosianin 5 dan 10 % memberikan warna dengan tingkat kecerahan yang rendah
pada yoghurt dan meningkatkan nilai kebiruan pada yoghurt.
Menurut Harbone (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan
antosianin adalah sebagai berikut :
1. Suhu
Suhu mempengaruhi kestabilan antosianin. Suhu yang panas dapat
menyebabkan kerusakan struktur antosianin, oleh karena itu proses
pengolahan pangan harus dilakukan pada suhu 50-600 OC yang merupakan
suhu yang stabil dalam proses pemanasan .
2. Cahaya
. Cahaya mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap
antosianin, yaitu berperan dalam pembentukan antosianin dan cahaya juga
berperan dalam laju degradasi warna antosianin, oleh karena itu antosianin
harus disimpan di tempat yang gelap dan suhu dingin. Antosianin lebih
stabil dalam larutan asam dibandingkan dalam larutan alkali atau netral
3. Oksigen
Oksigen dan suhu tampaknya mempercepat kerusakan antosianin.
Stabilitas warna antosianin selama pemprosesan jus buah menjadi rusak
akibat oksigen (Adil 2010). Degradasi antosianin terjadi tidak hanya
19
selama ekstraksi dari jaringan tumbuhan tetapi juga selama proses dan
penyimpanan jaringan makanan.
4. Faktor pH
Faktor pH mempengaruhi kestabilan warna antosianin. antosianin lebih
stabil dalam larutan asam dibanding dalam larutan alkali atau netral. Pada
larutan asam, antosianin bersifat stabil, pada larutan asam kuat antosianin
sangat stabil. Dalam suasana asam, antosianin berwarna merah-oranye
sedangkan dalam suasana basa antosianin berwarna biru-ungu atau
kadang-kadang kuning. Perubahan warna tersebut terjadi karena
perubahan struktur molekul antosianin akibat pengaruh pH. Pigmen
antosianin diperoleh dengan ekstraksi menggunakan air atau alkohol yang
diasamkan. Antosianin adalah indikator alami pH. Dalam media asam
tampak merah saat pH meningkat menjadi biru. Warna pigmen antosianin
stabil pada pH 1 – 3. Pada pH 4 – 5, antosianin hampir tidak berwarna.
2.6 Kopigmentasi
Stabilitas warna antosianin dapat dipertahankan atau ditingkatkan dengan
reaksi kopigmentasi. Fenomena kopigmentasi pertama kali teramati pada tahun
1916 oleh Willstätter dan Zollinger yang mengamati warna pigmen anggur yang
berubah warna dari merah menjadi merah kebiruan dengan penambahan asam
tanat dan asam galat (Rein, 2005). Kopigmentasi merupakan interaksi antara
struktur antosianin dengan molekul lain seperti logam (Al3+, Fe3+, Sn2+, Cu2+)
dan molekul organik lain seperti senyawa falvonoid (flavon, flavonon, dan
flavonol), senyawa alkaloid (kafein), dan sebagainya. Adanya kopigmentasi antara
antosianin dengan logam molekul organik lain cenderung meningkatkan stabilitas
20
warna antosianin (Jackman dan Smith, 1996).Senyawa yang digunakan untuk
proses kopigmentasi disebut kopigmen. Kopigmen adalah suatu senyawa yang
tidak berwarna yang biasanya terdapat secara alami dalam sel tanaman. Jenis
senyawa kopigmen yang umumnya digunakan adalah flavonoid (termasuk di
dalamnya adalah flavon dan flavonol) dan polifenol lain (asam fenolik), alkaloid,
asam amino dan asam organik (Markakis, 2002).
Dari jenis flavonol, rutin dan quercetin merupakan jenis kopigmen yang
menghasilkan efek kopigmentasi kuat. Rutin menginduksi pergeseran batokromik
30 nm dan quercetin 28 nm terhadap malvidin 3.5-diglukosida pada pH 3.2. Dari
golongan asam fenolik, ferulic acid merupakan salah satu yang tergolong efisien
sebagai kopigmen (Markovic et al., 2000). Rein (2005) menggunakan ferulic acid,
sinapic acid, dan rosmarinic acid untuk memperbaiki kualitas juice berry. Seperti
halnya reaksi pada antosianin umumnya, reaksi kopigmentasi juga dipengaruhi
oleh pH, temperatur, pelarut dan struktur molekulnya. Efek kopigmentasi akan
lebih efisien jika konsentrasi kopigmentasi lebih besar dibandingkan konsentrasi
antosianin. Pada pH rendah, karena dominasi utama kation flavium (pH < 2),
reaksi kopigmentasi kurang efektif dibandingkan pada pH 2-5, yaitu ketika terjadi
kesetimbangan dengan bentuk quinoidalnya (Ba Kowska et al., 2003).