pembentukan tempat yang ekspresif terkait dengan persepsi
TRANSCRIPT
Pembentukan Tempat yang Ekspresif Terkait dengan Persepsi Visual dan Kinestetik
Thalfah Nael Amalina dan Paramita Atmodiwirjo
Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok 16424,Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Ekspresi dalam arsitektur adalah pemikiran arsitek yang tertuang dalam perwujudan sebuah tempat yang terlihat dari pembentukan elemen-elemen ruang di dalamnya. Tempat yang ekspresif ini tidak hanya berkaitan dengan pengalaman ruang manusia namun juga persepsi manusia terhadap ruang, yang sebagian besar adalah persepsi visual dan kinestetik. Prinsip-prinsip pada teori persepsi visual Gestalt dan Ekologi dengan pergerakan manusia di dalam ruang menjadi acuan dalam pembentukan tempat yang ekspresif. Pengalaman ruang manusia di dalam tempat yang ekspresif harus memiliki alur dan narasi perjalanan antar ruang yang jelas. Saat itulah manusia mengerti akan makna tempat yang ekspresif tersebut.
The Creation of Expressive Place Related to Visual and Kinesthesia Perception
Abstract
Expression in architecture is an architect's thought that is conveyed through the making of place, which is seen through the creation of spatial elements inside it. This expressive place is not only related to human's spatial experience, but also human's perception in a space, mostly visual and kinesthesia perception. The principles in Gestalt and Ecological theories of visual perception along with human movement in a space become references in the making of expressive place. Human's spatial experience in an expressive place should have natural, flow and clear narrative along the spaces. In this way, human can capture the meaning of the expressive place. Keyword: Expressive; Kinesthesia Perception; Place; Spatial Experience; Visual Perception.
Pendahuluan
Ekspresi merupakan sebuah ungkapan tentang suatu hal, benda, objek, perasaan, dan
lain-lain. Sifat dari ekspresi tersebut adalah terlihat, terbuka (revealing), menunjukkan suatu
keadaan atau kualitas dari objek yang secara langsung disampaikan ke pihak kedua. Kita
mengenali ekspresi yang ada selama ini berkaitan dengan mimik muka, kata-kata, dan objek
seni yang dibuat oleh seniman.
Ekspresi sebuah tempat yang dirancang oleh arsitek dapat ditunjukkan dengan berbagai
elemen arsitektur di dalamnya (Mitias, 1984). Pengertian ekspresi disini adalah bagaimana
tempat tersebut mengesankan dan memorable bagi orang-orang yang berkunjung ke sana.
Kita dapat mengatakannya tempat itu memiliki makna di balik perancangannya. Pemaknaan
ruang-ruang itu sendiri dapat terasa pada kualitas ruang yang dihadirkan didalamnya. Kualitas
ruang tersebut dapat terlihat secara kasat mata oleh orang yang berada pada tempat itu. Saat
itu manusia akan mengalami persepsi visual terlebih dahulu dari elemen-elemen tersebut
kemudian berlanjut menuju persepsi indera lain.
Ekspresi dari tempat rancangan tersebut memang berpusat pada aspek visual yang ingin
dipelajari lebih dalam dengan mengacu kepada teori-teori yang ada di dalam arsitektur. Hal
ini dikarenakan persepsi visual merupakan awal mula pengalaman ruang seorang manusia
yang diawali dengan proses bagaimana manusia melihat sekelilingnya kemudian
mempersepsikannya. Tuan (1977) menambahkan bahwa persepsi kinestetik juga merupakan
salah satu persepsi yang mendukung manusia dalam mengalami pengalaman ruang.
Pada perancangan tempat ekspresif ini (expressive place) mengacu terhadap sejauh mana
ekspresi yang akan dituangkan pada tempat tersebut serta konsistensi dari ekspresi yang ada
untuk tetap menimbulkan impresi dan kualitas ruang yang seirama antara satu ruang dengan
ruang lain pada tempat yang akan arsitek rancang. Hal yang menarik untuk dibahas dalam
skripsi ini adalah menghubungkan ekspresi yang ada di dalam arsitektur dengan pengalaman
ruang dan persepsi manusia terhadap ruang terkait dengan pembentukan elemen-elemen ruang
yang ada pada suatu tempat. Kemudian ordering elemen-elemen ruang secara visual dan
kinestetik terhubung dengan prinsip-prinsip komposisi yang seperti apa dan bagaimana
sehingga dapat dikatakan ekspresif.
Pencitraan ekspresi sebuah tempat itu bergantung pada pernyataan kata-kata yang
disampaikan oleh arsitek yang merancang ataukah hal ini justru dibuktikan dengan komposisi
yang menunjukkan karakter ekspresi yang dituangkan arsitek sehingga tempat ini benar-benar
menjadi ekspresif. Inilah yang menjadi hal menarik untuk dibahas dalam skripsi ini sehingga
menimbulkan pertanyaan:
1. Bagaimana keterkaitan antara tempat yang ekspresif dengan pengalaman manusia
didalamnya?
2. Bagaimana pembentukan elemen ruang dari tempat yang ekspresif terkait dengan
persepsi visual dan kinestetik manusia?
Tinjauan Teoritis
Pembahasan dalam jurnal ini terbatas pada teori ekspresi yang terbentuk dalam ilmu
arsitektur dan bagaimana keterkaitannya dalam membentuk tempat yang ekspresif. Selain itu
elemen-elemen ruang pembentuk tempat yang ekspresif dikaitkan dengan teori tentang
pengalaman ruang dan persepsi ruang yang dialami manusia. Namun hanya dua persepsi
ruang yang dibahas dalam skripsi ini, yakni visual dan kinestetik. Adapun teori persepsi visual
yang digunakan sebagai referensi dalam mengolah pembahasan ini adalah teori persepsi
Gestalt dan teori persepsi Ekologi.
Metode Penelitian
Pada penulisan jurnal ini saya menggunakan berbagai literatur pendukung yang berkaitan
dengan ekspresi dan persepsi manusia terhadap ruang dengan fokus utama visual dan
kinestetik. Bermula dari latar belakang masalah yang ada hingga penemuan jawaban yang
dicari dengan melihat literatur pendukung dalam pembahasan topik yang terkait.
Hasil Penelitian
a. Ekspresi pada Reichstag Dome
Ekspresi secara literal di dalam Reichstag Dome adalah sifat transparansi yang ada
digunakan di dalam materialnya (keseluruhan terbuat dari kaca bening yang transparan)
Ekspresi secara metafor di dalam Reichstag Dome 'it has no secret' menjadi ungkapan
yang diekspresikan Foster dalam karyanya ini (Barnstone, 2005).
sketsa Norman Foster dalam merancang kubah Reichstag Sumber: (a)www.constructalia.com 20/05/2013 (b)www.building.co.uk 17/05/2013 (c) www.tectonicablog.com 20/05/2013
Tabel 1. Keterkaitan Persepsi Visual dan Kinestetik dengan Elemen-elemen Ruang Pada Reichstag Dome
PERSEPSI PRINSIP GAMBAR VISUAL
KONSISTENSI DAN DOMINASI
(sumber gambar: www.behance.vo.llnwd.net 20/05/2013 telah diolah kembali)
Cincin struktur singular yang berulang-ulang berkaitan dengan struktur kubah agar kokoh
(sumber gambar: www.rackcdn.com 17/05/2013 telah diolah kembali)
Kulit kaca penyusunan yang berulang, dan ukuran tiap kaca dari atas ke bawah yang berbeda ukuran
(Sumber gambar: www.qw3ub.files.wordpress.com 20/05/2013 telah diolah
kembali) Penysusunan kulit kaca yang menjorok ke luar, sebagai alur sirkulasi udara agar masuk ke dalam ruangan
(Sumber gambar: www.qw3ub.files.wordpress.com dan www.constructalia.com
20/05/2013 telah diolah kembali) Penyusunan cone yang sama seperti kulit kaca
(Sumber gambar: www.users.compaqnet.be (gambar besar)
www.pqw3ub.files.wordpress.com (gambar kecil) 17/05/2013 telah diolah kembali) cone yang berfungsi sebagai pantulan cahaya matahari agar masuk ke dalam ruang parlemen yang berada dibawah ruang kubah.
(Sumber gambar: www.constructalia.com 17/05/2013 telah diolah kembali)
Kaca pembatas ruang Kubah dengan ruang parlemen memiliki penyusunan geometri yang berulang
VISUAL
KESATUAN
(Sumber gambar: www.behance.vo.llnwd.net 17/05/2013 telah diolah kembali)
Pergerakan elemen yang terpisah membuat pergerakan tidak sama, tetapi kita bersatu pergerakannya menjadi sama
VISUAL
PENGENALAN OBJEK
(Sumber gambar: www.constructalia.com 17/05/2013telah diolah kembali)
Bentuk singular yang membuat orang bergerak mengelilinginya
VISUAL
UKURAN MANUSIA DI DALAMNYA
(Sumber gambar:www.galinsky.com 17/05/2013 telah diolah kembali)
Manusia terlihat sangat kecil ketika berada di dalam Reichstag KINESTETIK
(Sumber gambar : www.paradoxberlin.com 21/06/2013 telah diolah kembali)
(Sumber gambar: Barnstone, 2005)
Alur pergerakan manusia dari luar menuju ke dalam ruang kubah, serta pergerakan yang ada didalamnya terlihat mengikuti bentuk kubah yang singular.
(Sumber gambar: www.constructalia.com 20/05/2013 telah diolah kembali)
Optical array yang terjadi ketika bergerak mendekati Reichstag Dome, semakin dekat maka terlihat detil penyusunan kulit kaca.
(Sumber gambar: (1) www.farm1.staticflickr.com
(2) www.travelsofadam.com 20/05/2013 telah diolah kembali) Pergerakan mengelilingi Reichstag Dome dengan menggunakan ramp yang memutar dan menuju ke posisi paling atas kubah. Adanya kualitas tinggi-rendah ketika manusia berada di posisi-posisi tertentu pada ramp.
b. Ekspresi pada Holocaust History Museum
Ekspresi pada tempat ini adalah ekspresi perjalanan suram dan menegangkan yang
tercipta dari pembentukan elemen-elemen ruang di dalamnya serta ekspresi metafor yang
terkait dengan peristiwa Holocaust yang terjadi ketika Nazi berjaya.
Sketsa konsep Moshef Safdie
Sumber: Murphy (2009)
Tabel 2. Keterkaitan Persepsi Visual dan Kinestetik dengan Elemen-elemen Ruang Pada Museum Sejarah Holocaust
PERSEPSI PRINSIP GAMBAR VISUAL
KONSISTENSI DAN DOMINASI
(Sumber gambar: www.arcspace.com 18/05/2013 telah diolah kembali)
Terowongan yang didominasi oleh geometri segitiga, dengan mengalami penyempitan ukuran di tengah-tengah terowongan.
(Sumber gambar: www.archdaily.com 18/05/2013 telah diolah kembali)
Bentuk skylight yang juga segitiga-menyebabkan pencahayaan yang masuk sedikit di dalam ruangan. kesan gelap dan suram menjadi terasa selama berada di dalamnya.
(Sumber gambar: Murphy ,2009 telah diolah kembali)
Bentuk persegi panjang pada bukaan di tiap ruang display sejarah
(Sumber gambar: Murphy ,2009 telah diolah kembali)
Bentuk singular yang mendominasi di satu ruang yang disebut Hall of Name
VISUAL
KESATUAN
(Sumber gambar: ilustrasi pribadi)
Adanya kontinuitas pada bentuk segitiga yang mendominasi Holocaust History Museum
VISUAL
PENGENALAN OBJEK
(Sumber gambar: : www. archdaily.com 18/05/2013 telah diolah kembali)
Intervensi display sejarah yang ditempatkan pada tiap path yang dilalui pengunjung.
VISUAL
UKURAN MANUSIA DI DALAMNYA
(Sumber gambar: www.archdaily.com 18/05/2013 telah diolah kembali)
Manusia terlihat kecil didalam terowongan, namun di dalam ruang-ruang display sejarah, ukuannya sesuai dengan tubuh manusia.
(Sumber gambar: Murphy, 2009 telah diolah kembali)
Alur pergerakan manusia di dalam Holocaust History Museum, kesemuanya menuju ujung terowongan
KINESTETIK
(Sumber gambar: www.archdaily.com 18/05/2013 telah diolah kembali)
Kualitas yang dirasakan manusia ketika berada di atas bidang yang mana lebih terang, sedangkan di bawah lebih gelap.
c. Kesimpulan dari Ekspresi yang Ada Pada Dua Karya Arsitektur
Pada kedua karya arsitektur diatas terdapat hal-hal yang menjadi acuan dalam merancang
tempat ekspresif terkait dengan persepsi visual dan kinestetik:
1. Ekspresi yang dituangkan dengan pembentukan form keseluruhan pada tempat.
2. Ekspresi yang dituangkan dengan pemakaian material bangunan.
3. Ekspresi yang dituangkan dengan kualitas ruang yang hendak dimasukkan ke dalam
tempat tersebut.
4. Ekspresi yang dituangkan dengan narasi perjalanan yang arsitek ciptakan agar manusia
mengikutinya dalam mengalami pengalaman ruang.
Intinya adalah tempat yang ekspresif ini akan memiliki impresi yang kuat dari
pembentukan elemen-elemen ruang dengan konsistensi ekspresi yang ada dalam ruang-
ruangnya.
Diskusi
a. Ekspresi dalam Arsitektur
Mitias (1984) meyakini ada dua pengekspresian terkait dengan karya arsitektur, yakni
literal dan metafor. Ekspresi secara literal ditunjukkan oleh arsitek pada elemen-elemen ruang
di dalam tempat yang ia rancang. Sedangkan ekspresi secara metafor merupakan keterkaitan
antara elemen-elemen ruang pada bangunan dengan representasi suatu kejadian (event) yang
ada pada suatu komunitas. Setelah itu kita dapat mencari meaning yang ada pada tempat
tersebut dari ekspresi yang ada di dalamnya (Mitias 1984).
Pemaknaan (meaning) pada bangunan itu berkaitan dengan properti estetik. Properti
estetik yang dalam hal ini adalah elemen-elemen ruang pada sebuah bangunan terkait dengan
komposisi pembentukannya, ritme spasial, dan keseimbangan (Scruton, 1979). Porter (2004)
menyatakan bahwa ekspresi dianggap sebagai bahasa perancangan dalam arsitektur yang
memiliki keterkaitan dengan pembentukan tempat dari elemen-elemen ruang yang
membentuknya. Scruton (1979) berpendapat bahwa ekspresi itu dapat juga merupakan sebuah
representasi pemikiran yang terkandung dalam sebuah bangunan. Pemikiran itu terlihat dari
elemen-elemen ruang pembentuknya dan menciptakan suatu karakteristik yang khas pada
bangunan tersebut. Karakteristik dari ekspresi yang terlihat dari elemen-elemen ruang inilah
yang menjadikan bangunan yang dibentuknya menjadi bersifat ekspresif.
b. Pembentukan Ekspresi Pada Tempat
Apabila di dalam sebuah tempat terdapat pola-pola aksi (patterns of action) yang terkait
dengan gerak tubuh manusia didalamnya, maka tempat yang ekspresif ini akan memberikan
pola-pola aksi yang menjadi narasi perjalanan manusia di dalamnya dalam memahami
ekspresi yang tersampaikan di tempat tersebut. Ini artinya ekspresif tidaknya suatu tempat
bergantung pada penilaian manusia ketika dia merasakan ruang-ruang yang ada pada tempat
tersebut.
Narasi perjalanan ini hanya dapat dipelajari manusia dengan mengalami pengalaman
ruang. Tuan (1977) berpendapat bahwa ruang hanya dapat dipahami dengan mengalami suatu
pengalaman ruang untuk mengenali bagaimana karakteristik dari tempat tersebut yang
sebelumnya asing menjadi familiar. Pengalaman ruang manusia ini tidak terlepas dari persepsi
manusia terhadap ruang dimana ia berada.
c. Persepsi Ruang Pada Tempat yang Ekspresif
Tuan (1977) berpendapat bahwa pengetahuan akan ruang (awareness of space) didapat
manusia dengan bergerak ke berbagai titik pada suatu tempat yang hendak ia persepsikan.
Adanya pergerakan yang sengaja dilakukan dan persepsi ruang (baik visual dan sentuh) yang
dialami oleh individu di dalam sebuah tempat, memberikan perasaan familiar terhadap objek-
objek asing di tiap ruang (Tuan, 1977). Oleh karenanya, persepsi visual, sentuh dan kinestetik
ini memberikan kontribusi yang besar terhadap penilaian manusia terhadap ruang yang
memiliki kualitas tertentu sehingga timbul impresi yang kuat pada tempat itu. Pembahasan
dalam jurnal ini hanya akan terfokus pada persepsi visual dan kinestetik. Adapun persepsi
taktil memiliki keterbatasan yang terletak pada jarak objek yang dipersepsikan.
d. Persepsi Visual
Awal mula pengalaman manusia diawali dengan persepsi visual yang memiliki respon cepat
terhadap stimulus (Malnar and Vodvarka, 2004). Penilaian kualitas suatu objek bermula dari
apa yang mata lihat. Adapun persepsi visual yang terkait dengan arsitektur adalah persepsi
teori Gestalt dan persepsi teori Ekologi. Persepsi teori Gestalt mengusung konsep Pragnanz
yang memiliki 6 prinsip utama, yakni: similarity, proximity, common fate, continuity, closure,
dan figure-ground (Rooks and Wilson, 2000).
Tabel 3. Enam Prinsip Pada Teori Persepsi Gestalt
kesamaan grup melalui berbagai karakteristik seperti shape, warna, ukuran, tekstur,
sehingga mereka dapat dikatakan satu kesatuan.
Jarak yang memisahkan antar bentuk yang cenderung dekat membentuk satu grup.
Merupakan perpaduan dari prinsip kedekatan (proximity) dan kesamaan (similarity) yang
mana keseluruhan grup disusun berdasarkan jarak kedeketan dan kesamaannya secara
bersamaan
Melihat adanya kontinuitas dari suatu bentuk sehingga dia tidak terputus ditengah-
tengah, namun justru keseluruhan yang ada pada bentuk dapat terlihat dari konsistensi
keberlanjutan bentuk tersebut
kecendrungan untuk mematahkan konsistensi bentuk yang ada sehingga akan ada efek
dimana ada suatu bentuk yang hilang
hubungan figure-ground inilah yang dapat mempersepsikan mana dalam dan luar
(inside-outside), termasuk dan tidak termasuk (include-exclude).
(Sumber Gambar: www.psychology.about.com 07/05/2013 telah diolah kembali)
Pada teori persepsi Ekologi, kualitas objek yang dipersepsikan memiliki 3 aspek yang
menjadi acuan dalam penilaian objek tersebut: (Gibson, 1986)
Tabel 4. Tiga Hal yang Berkaitan Erat dengan Persepsi Ekologi Perantara (medium) daya penggerak (locomotion) dari satu tempat ke tempat lain dengan leluasa.
Perantara ini memiliki 3 karakteristik yakni cair, padat dan gas. Persepsi
visual pada sebuah ruang di suatu tempat yang manusia alami terkait dengan
karakteristik padat dan gas.
Kandungan / substansi
(substance)
Substansi dalam lingkungan dapat dibedakan dari komposisi kimianya.
Manusia ketika mengalami persepsi visual terkait dengan substansi pada
suatu objek, kemudian ia akan menilainya berdasarkan surface-nya.
Permukaan (surface) bagian terluar dari objek yang dapat dilihat manusia dan memiliki komposisi
yang membentuk objek (layout), warna dan tekstur.
Ketiga aspek ini memiliki kaitan dengan penilaian objek yang dipersepsikan manusia
melalui karakteristik yang dimilikinya. Sifat objek secara fisik akan terlihat dan kemudian
manusia memberikan perlakuan (reaksi) terhadapnya. Hal inilah yang menjadi alasan
mengapa manusia dapat mengalami perasaan familiar terhadap lingkungan di sekitarnya.
Pembentukan ekspresi dalam sebuah tempat merujuk pada prinsip gabungan yang ada
pada teori persepsi Gestalt dan Ekologi adalah sebagai berikut (Jules, 1984, p. 83)
Tabel 5. Prinsip Gabungan dari Teori Persepsi Gestalt dan Ekologi Terkait dengan
Pembentukan Elemen Ruang dalam Arsitektur Persepsi Teori Gestalt Persepsi Teori Ekologi
Konsistensi dan Dominasi pemerataan pada bentuk-
bentuk yang digunakan
sebagai geometri elemen-
elemen ruang secara dominan.
bagaimana interpretasi bentuk (form) itu
terhadap lingkungan dan aspek-aspek yang
berkaitan dengan kegunaan (use) dari
bentuk itu. Kesatuan (unity) prinsip-prinsip 'pragnanz' dan
'isomorphism'
perbedaan dalam hubungan antar objek
(things) dalam tempat memiliki kerelatifan
yang bergantung pada kebutuhan
pengamat dan keinginannya (intention) di
dalamnya.
Pengenalan Objek (Object
Recognition)
penyusunan bentuk secara
visual yang paling banyak
dibahas adalah hubungan
figure-ground
manusia sudah terlebih dahulu memiliki
perasaan familiar terhadap suatu objek.
Kaitan dengan Ukuran
Manusia di dalamnya (Man
is The Measure)
adanya pemusatan pada
konsep ego yang berkaitan
dengan posisi tengah dalam
komposisi ruang didalamnya
sehingga manusia ikut
mengikutinya.
semua bentuk itu dikomposisikan
ukurannya sesuai dengan kegunaannya
sehingga manusia tidak perlu lagi
melakukan penyesuaian diri dengan objek
itu.
e. Persepsi Kinestetik
Persepsi Kinestetik merupakan persepsi manusia terhadap ruang yang dirasakan dari
pergerakan otot-otot pada tubuh manusia, seperti pergerakan yang memfokuskan otot mata,
otot tangan, otot kaki. Pada persepsi ini kita dapat mengetahui jarak posisi manusia dari objek
seberapa jauh, bagaimana komposisi material terlihat, dan seberapa jauh sudah mengitari
suatu tempat (Malnar and Vodvarka, 2004). Gibson (1986) merumuskan, "we must perceive
in order to move, but we must also move in order to perceive" (p. 223). Artinya, pembelajaran
mengenai pengalaman ruang yang dialami manusia dapat memperoleh informasi yang
lengkap dengan mempersepsikan ruang lebih dahulu kemudian kita dapat melanjutkan
pergerakan selanjutnya dan begitupun sebaliknya.
Sebagaimana Hall (1966) beranggapan bahwa persepsi manusia terhadap ruang itu
dinamis tergantung pada aksi yang mereka lakukan didalamnya. Kemudian dia menambahkan
bahwa manusia hanya dapat mengalami persepsi kinestetik dari surface yang ada dan
melingkupi keseluruhan bentuk bangunan dan menjelaskan bagaimana pengalaman ruang
yang terkait di dalamnya.
Tujuan dari persepi kinestetik menurut Malnar dan Vodvarka (2004) adalah membuat
manusia sadar bagaimana kualitas ruang yang tercipta dari tempat ia sedang berada. Impresi
yang tersampaikan dari sebuah kualitas ruang akan terasa oleh manusia yang bergerak aktif di
dalamnya sehingga nanti akan terkait bagaimana manusia bereaksi dan melakukan aksi
(action) apa terhadapnya.
f. Tempat yang Ekspresif Berdasarkan Persepsi Visual dan Kinestetik
Pembentukan tempat yang ekspresif harus menunjukkan karakter ekspresi secara
konsisten pada elemen-elemen arsitektur yang membentuknya, sehingga konektivitas antar
ruang tetap terjaga. Komposisi elemen-elemen secara visual harus suatu ekspresi yang
menyeluruh pada tiap ruang-ruangnya. Prinsip-prinsip pada konsep Pragnanz pada teori
persepsi Gestalt dapat menjadi acuan dalam penyusunan elemen-elemen ruang dalam
membentuk tempat yang ekspresif. Prinsip-prinsip teori persepsi Gestalt yang dipakai dalam
ilmu arsitektur, seperti prinsip kesamaan (similarity), kedekatan jarak (proximity), common
fate, dan figure-ground. Prinsip tersebut kemudian dikombinasikan dengan tiga aspek pada
teori persepsi Ekologi yang menjadi acuan dalam menilai kualitas suatu objek. Persepsi
manusia yang tersampaikan melalui mata secara langsung terstimulasi dari apa yang
dirasakannya terhadap lingkungannya melalui proses learning dan akulturasi. Pembentukan
ekspresi pada sebuah tempat yang dikaitkan dengan prinsip-prinsip yang ada pada teori
persepsi Gestalt dan Ekologi ke dalam elemen-elemen ruang pembentuknya didasarkan pada
empat hal, yakni konsistensi dan dominasi, kesatuan, pengenalan objek, dan terakhir ukuran
manusia didalamnya.
Pembentukan tempat yang ekspresif terkait dengan persepsi kinestetik adalah ketika
manusia berada di dalam tempat itu ia mengitari (wander) tempat tersebut, mencari tahu
meaning dari tempat tersebut untuk dapat mengetahui ekspresi dari arsitek yang terpancarkan
melalui elemen-elemen ruang yang terbentuk dalam tempat tersebut. Kekuatan makna pada
tempat yang ekspresif dapat dirasakan ketika manusia merasakannya dengan mengalami
persepsi visual dan kinestetik yang terpicu dari pembentukan elemen ruang yang mengacu
pada prinsip-prinsip yang ada pada teori persepsi Gestalt dan Ekologi sehingga mengesankan
apa yang individu rasakan pada tempat tersebut.
Kesimpulan
Ekspresi merupakan pemikiran yang dituangkan arsitek dalam mewujudkan suatu tempat
yang memiliki kualitas estetik yang baik dengan adanya karakter yang terlihat dalam
pembentukan elemen-elemen ruangnya. Ekspresi yang ada memiliki konektivitas antar ruang
yang memiliki kesatuan utuh dan hanya dapat dirasakan oleh manusia dengan mengalami
pengalaman ruang dan persepsi ruang, dalam hal ini visual dan kinestetik.
Persepsi visual terkait dengan penilaian awal manusia terhadap penyusunan elemen-
elemen ruang dalam sebuah tempat. Penilaian akan ekspresi yang terlihat pada elemen-elemen
ruang pembentuk tempat yang ekspresif tersebut berkaitan dengan teori persepsi Gestalt dan
Ekologi.
Pada prinsip-prinsip Pragnanz yang diusung oleh Gestaltist menjadikan ekspresi pada
suatu tempat itu memiliki kecendrungan geometri yang similar dan kontinyu. Impresi visual
yang kuat itulah hanya dapat dirasakan dari konsistensi elemen-elemen ruang yang disusun
berdasarkan prinsip similaritas dan kontinuitas yang ada pada Gestalt. Teori persepsi visual
Ekologi melengkapi relevansi yang terkait dengan penyusunan elemen-elemen ruang tersebut
dengan adanya pembagian karakter dari lingkungan fisik manusia, yakni perantara,
permukaan dan kandungan. Hal-hal itu membantu arsitek menentukan kualitas ruang yang
ingin disampaikan melalui penyusunan elemen-elemen ruang secara visual menggunakan
material seperti apa dan bagaimana agar mendukung ekspresi yang akan tertuang dalam
tempat itu.
Selain itu, adanya optical array yang menentukan penerjemahan kualitas penyusunan
elemen-elemen ruang yang membentuk tempat yang ekspresif terkait dengan posisi dimana
manusia melihat suatu objek. Perbedaan posisi manusia ini juga terkait dengan persepsi
kinestetik.
Persepsi visual sangat terkait dengan persepsi kinestetik karena adanya perubahan posisi
akan menimbulkan impresi yang berbeda-beda dalam melihat objek yang dilihat. Hal ini
disebabkan adanya pengetahuan jarak dan waktu tempuh (manusia untuk bergerak) yang
manusia dapatkan ketika dia mengalami kedua persepsi itu secara bersamaan. Setiap objek
dalam ruang sangat terkait dengan pola aksi yang manusia lakukan di dalamnya. Ini berlaku
terhadap penyusunan elemen-elemen ruang di dalam tempat yang ekspresif. Setiap ruang
dalam tempat memiliki penyusunan elemen-elemen yang mengaitkannya dengan gerak
manusia di dalamnya. Adapun keterkaitan antara tempat yang ekspresif dengan pergerakan
manusia didalamnya memiliki suatu kekhususan yang sesuai dengan ekspresi yang tertuang
didalamnya. Seperti pada Reichstag Dome, pengunjung dapat melihat keseluruhan
pemandangan kota Berlin dari dalam ruang (ekspresi transparansi) dengan berjalan di atas
ramp yang mengelilingi kubah. Lalu, pengunjung yang datang ke museum sejarah Holocaust
diajak untuk menjelajahi setiap ruang yang memiliki narasi sejarah terkait ekspresi memori
yang suram di masa lalu yang dihadirkan melalui path yang diarahkan menuju display cerita
Holocaust dan terowongan yang panjang dan gelap. Adanya elemen-elemen ruang gerak
seperti ramp dan path ini menjadikan manusia di dalamnya mengikuti alur yang sengaja
diarahkan arsitek menuju ruang-ruang tertentu di dalam tempat itu karena dengan begitu
pengunjung aktif bergerak mencari meaning yang ada dalam ekspresi yang tertuang dalam
tempat itu. Gerak manusia di dalam tempat yang ekspresif dimaksudkan memiliki alur yang
flow dan tanpa dipaksakan.
Ekspresi yang tertuang di dalam tempat itu dengan begitu menjadikan manusia dapat
mengalami pengalaman ruang yang flow. Meaning yang ada pada tempat itu terjalin dari
konsistensi ekspresi pada pembentukan ruang dengan yang tetuang di dalamnya. Pengalaman
ruang itu tidak terlepas dari pembelajaran (learning) manusia di dalamnya untuk mengenali
lebih jauh meaning yang terkandung dalam ekspresi pada tempat tersebut. Perbedaan tempat
yang ekspresif dengan tempat yang biasa dikunjungi manusia sehari-hari adalah impresi yang
kuat pada tempat yang ekspresif tersebut. Impresi kuat tersebut menjadikan tempat tersebut
memorable dan memiliki meaning yang terkait dengan latar belakang mengapa tempat itu
memiliki ekspresi yang sengaja dituangkan oleh arsitek yang merancangnya.
Kepustakaan Buku:
Barnstone, Deborah A. (2005). The Transparent State: Architecture and politics in postwar Germany. New
York: Routledge.
Gibson, James J. (1986). The Ecological Approach of Visual Perception. New York: Taylor and Francis Group.
Hall, Edward T. (1966). Hidden Dimension. USA: Doubleday & Company, Inc.
Jules, Frederick A. (1984). A Comparison of the Application to Architecture of the Ecological and Gestalt
Approaches to Visual Perception.
Malnar, Joy M. and Vodvarka, Frank. (2004). Sensory Design. Minneapolis: University of Minnesota Press.
Mitias, Michael H. (ed) (1984). Philosophy and architecture. Amsterdam: Editions Rodopi B.V.
Murphy, Diana. (Ed) (2009). Moshe Safdie Two. Victoria:Images Publishing Group.
Porter, Tom (2004). ARCHISPEAK: An illustrated guide to architectural terms. London: Spon Press.
Rasmussen, Steen E. (1959). Experiencing Architecture. Cambridge: The MIT Press.
Rookes, Paul and Willson, Jane. (2000). Perception: Theory, Development and Organisation. London:
Routledge
Scruton, Roger. (1979). The Aesthetics of Architecture. London: Methuen & Co Ltd.
Tuan, Yi F. (1977). Space ad Place. London: University of Minnesota Press.
Diskusi online:
Holocaust Museum History: Moshe Safdie. (1 Agustus 2005). Diakses 19 Mei 2013 dari: Arcspace:
http://www.arcspace.com/features/moshe-safdie-/holocaust-history-museum/