pembentukan biofilm salmonella sp. pada permukaan … · sidang akhir skripsi yang telah memberi...

34
PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN BERBAGAI FOOD CONTACT MATERIAL DINI FITRIA SULISTYOWATI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: vothuy

Post on 14-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA

PERMUKAAN BERBAGAI FOOD CONTACT MATERIAL

DINI FITRIA SULISTYOWATI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu
Page 3: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembentukan Biofilm

Salmonella sp. pada Permukaan Berbagai Food Contact Material adalah benar

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Dini Fitria Sulistyowati

NIM F24090142

Page 4: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

ABSTRAK

DINI FITRIA SULISTYOWATI. Pembentukan Biofilm Salmonella sp. pada

Permukaan Berbagai Food Contact Material. Dibimbing oleh RATIH

DEWANTI-HARIYADI.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kemampuan Salmonella sp.

membentuk biofilm pada permukaan stainless steel, polytetrafluoroetilen (PTFE),

dan karet buna-n pada waktu inkubasi 24 jam, 48 jam, dan 72 jam menggunakan

media 1/5 TSB serta mempelajari pengaruh matriks pangan terhadap densitas

biofilm menggunakan media 1/5 TSB yang ditambahkan kasein, susu, dan susu

formula. Metode yang digunakan adalah metode swab yang dilanjutkan dengan

pemupukan menggunakan media TSA. Densitas biofilm S. Typhimurium dan

S. Enteritidis mengalami pembentukan optimal pada waktu inkubasi 48 jam dan

kemudian menurun pada waktu inkubasi 72 jam. Laju pembentukan biofilm

S. Enteritidis lebih tinggi daripada laju pembentukan biofilm S. Typhimurium.

Laju pembentukan S. Typhimurium paling tinggi terjadi pada permukaan stainless

steel, sedangkan S. Enteritidis pada permukaan PTFE. Penambahan kasein pada

media 1/5 TSB serta adanya matriks pangan pada susu dan susu formula

menunjukkan hasil yang bervariasi terhadap densitas biofilm S. Typhimurium dan

S. Enteritidis dibandingkan dengan media 1/5 TSB, namun matriks pangan pada

susu formula secara keseluruhan dapat mengurangi densitas biofilm

S. Typhimurium.

Kata kunci: biofilm, sel planktonik, Salmonella, food contact materials

ABSTRACT

DINI FITRIA SULISTYOWATI. Biofilm formation of Salmonella sp. on Various

Surfaces of Food Contact Materials. Supervised by RATIH DEWANTI-

HARIYADI.

The aim of this research was to study the ability of Salmonella sp. to form

biofilm on the surface of stainless steel, polytetrafluoroethylene (PTFE), and

buna-n rubber on 24 hours, 48 hours, and 72 hours using media 1/5 TSB and to

study the effect of food matrix on the biofilm density using 1/5 TSB added casein,

milk, and infant formula. Biofilm density was determined using the swab method

and followed by fertilization using TSA. Biofilm density of S. Typhimurium and

S. Enteritidis experience optimum formation on 48 hours and then decreased at 72

hours. The rate of biofilm formation of S. Enteritidis is higher than

S. Typhimurium. The rate of formation of S. Typhimurium is the highest on the

surface of stainless steel, while the S. Enteritidis on the surface of PTFE. The

addition of casein in 1/5 TSB and the presence of food matrix on milk and milk

formula shows the results of varying biofilm density of S. Typhimurium and S.

Enteritidis compared to 1/5 TSB, but the food matrix on infant formula can reduce

biofilm density of S. Typhimurium.

Keywords: biofilm, planktonic cell, Salmonella, food contact materials

Page 5: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA

PERMUKAAN BERBAGAI FOOD CONTACT MATERIAL

DINI FITRIA SULISTYOWATI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 6: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu
Page 7: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

Judul Skripsi : Pembentukan Biofilm Salmonella sp. pada Permukaan Berbagai

Food Contact Material

Nama : Dini Fitria Sulistyowati

NIM : F24090142

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 8: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir dengan judul skripsi “Pembentukan Biofilm

Salmonella Sp. pada Permukaan Berbagai Food Contact Material”

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada

semua pihak yang telah membantu sehingga akhirnya penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir ini, yaitu:

1. Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku dosen pembimbing yang telah

memberi banyak bimbingan, arahan, bantuan, dan dukungan kepada penulis

2. Dr Elvira Syamsir, MSi dan Dr Siti Nurjanah, MSi selaku dosen penguji pada

sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi.

3. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi melalui BOPTN IPB program

Penelitian Unggulan Sesuai Mandat Pusat sebagai pemberi dana penelitian.

4. Keluarga tercinta, Papa, Ibu, dan kakak (Yuni & Giri dan Deri & Sumi) atas

doa, dukungan, dan kasih sayang yang diberikan hingga saat ini.

5. Teman-teman Lab Mikrobiologi Seafast Center, Cynthia, Mila, Syarah, Kak

Yuda, Kak Ian, atas keceriaan, semangat, dukungan, kebersamaan selama

penelitian.

6. Teknisi dan laboran Lab Seafast, Mbak Ari, Mas Yerris, dan Teh Asih atas

bantuannya selama penelitian.

7. Teman-teman ITP 46, terutama Nadya, Tika, Dhini, Dian, Cora, Yonas, atas

kebersamaan dan kekeluargaannya selama perkuliahan.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas do’a, dukungan,

semangat yang diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

pengetahuan.

Bogor, Februari 2014

Dini Fitria Sulistyowati

Page 9: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Salmonella sp. 2

Biofilm 3

METODOLOGI PENELITIAN 4

Bahan 4

Alat 4

Metode 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 15

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 19

RIWAYAT HIDUP 24

Page 10: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

DAFTAR GAMBAR

1 Pembentukan biofilm S. Typhimurium pada permukaan berbagai FCM

pada media 1/5 TSB 8 2 Pembentukan biofilm S. Enteritidis pada permukaan berbagai FCM

pada media 1/5 TSB 9 3 Pengaruh penambahan kasein pada media 1/5 TSB terhadap densitas

biofilm S. Typhimurium 11

4 Pengaruh penambahan kasein pada media 1/5 TSB terhadap densitas

biofilm S. Enteritidis 11

5 Pengaruh matriks pangan pada media susu terhadap densitas biofilm

S. Typhimurium 12 6 Pengaruh matriks pangan pada media susu terhadap densitas biofilm

S. Enteritidis 13

7 Pengaruh matriks pangan pada media susu formula terhadap densitas

biofilm S. Typhimurium 13 8 Pengaruh matriks pangan pada media susu formula terhadap densitas

biofilm S. Enteritidis 14

DAFTAR TABEL

1 Perubahan densitas biofilm S. Typhimurium selama waktu inkubasi 8 2 Perubahan densitas biofilm S. Enteritidis selama waktu inkubasi 9 3 Rasio jumlah sel biofilm dan sel planktonik S. Typhimurium dan

S. Enteritidis 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji statistik pembentukan biofilm S. Typhimurium pada permukaan

berbagai FCM 19

2 Uji statistik pembentukan biofilm S. Enteritidis pada permukaan

berbagai FCM 21 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu 23 4 Jumlah sel Planktonik S. Typhimurium dan S. Enteritidis 23

Page 11: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit bawaan pangan (foodborne illness) telah menjadi masalah serius di

seluruh dunia. Center for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan

setiap tahunnya 1 dari 6 orang (48 juta orang) sakit, 128.000 ribu dirawat, dan

3000 orang diantaranya meninggal dunia karena penyakit bawaan pangan di

Amerika Serikat (Gould et al. 2013). Penyakit bawaan pangan disebabkan oleh

patogen yang mengontaminasi pangan. Dari sekian banyak patogen yang

berperan dalam kasus penyakit bawaan pangan, Salmonella merupakan patogen

yang berkontribusi besar, terutama Salmonella enterica serotipe Typhimurium dan

Enteritidis (52,3% dan 23,3%). Habitat alami Salmonella adalah di saluran

pencernaan sebagian besar makhluk vertebrata, sehingga kemungkinan besar

penyebaran Salmonella terjadi melalui feses (Giaouris et al. 2013).

Kontaminasi pada pangan dapat terjadi setiap saat selama produksi, panen,

pengolahan, serta transportasi (Lapidot et al. 2006), baik kontak secara langsung

dengan permukaan peralatan yang terkontaminasi atau melalui udara yang

mengandung bakteri (Bae et al. 2010). Salah satu penyebab terjadinya

kontaminasi pangan adalah menempelnya bakteri pada peralatan pengolahan

pangan sehingga dapat berpindah ke makanan atau kemasan dan menyebabkan

penyakit (Schlisselberg dan Yaron 2013). Dari data outbreaks penyakit bawaan

pangan pada restoran full service di Amerika Serikat, disebutkan bahwa peralatan

yang tercemar berkontribusi sebesar 35% dan merupakan penyebab nomor 3

infeksi atau keracunan bawaan pangan setelah penyimpangan suhu pangan

(54.7%) serta higiene pekerja (40.9%) (FDA 2009).

Secara umum, bakteri memiliki kemampuan untuk menempel dan

membentuk biofilm pada permukaan padat. Menempelnya bakteri pada

permukaan benda padat merupakan langkah awal pembentukan biofilm.

Diperkirakan, 99.9% bakteri yang menempel pada permukaan secara alami

membentuk biofilm. Biofilm yang terbentuk terperangkap di dalam polimer

ekstraseluler yang dihasilkan oleh bakteri tersebut (Murphy et al. 2002).

Keberadaan polisakarida ekstraseluler tersebut mengakibatkan peningkatan

ketahanan bakteri terhadap desinfektan dan antimikroba. Hal ini dapat menjadi

masalah dalam industri pangan karena berujung pada kerugian secara ekonomi

karena menyebabkan cacat produk dan mengurangi umur simpan produk (Aviles

et al. 2013). Hingga saat ini, informasi mengenai keberadaan biofillm Salmonella

pada lingkungan pengolahan pangan yang nyata masih sangat terbatas (Giaouris et

al. 2013). Namun beberapa penelitian menunjukkan Salmonella mudah menempel

dan membentuk biofilm pada permukaan abiotik yang digunakan dalam proses

pengolahan pangan seperti plastik, karet, gelas, semen, dan stainless steel

(Schlisselberg dan Yaron 2013). Semua bahan tersebut secara umum digunakan

pada peralatan perkebunan, rumah pemotongan hewan, industri pengolahan

pangan, serta dapur rumah tangga, sehingga dapat menimbulkan resiko kesehatan

yang serius (Giaouris et al. 2013).

Page 12: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

2

Tujuan Penelitian

Tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari pembentukan biofilm Salmonella pada permukaan berbagai food

contact material

2. Mempelajari pengaruh adanya matriks pangan terhadap pembentukan biofilm

dan sel planktonik Salmonella.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai

mekanisme pembentukan biofilm Salmonella pada permukaan berbagai food

contact material dengan adanya matriks tertentu.

TINJAUAN PUSTAKA

Salmonella sp.

Salmonella merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, tidak

membentuk spora, dan termasuk ke dalam kelas Enterobacteriaceae (Jay et al.

2005). Salmonella berukuran relatif kecil, yaitu sekitar 0.7-1.5 x 2.0-5.0 μm (Bell

dan Kyriakides 2003). Salmonella hidup secara anaerobik fakultatif. Bakteri ini

tidak dapat berkompetisi secara baik dengan mikroba-mikroba umum yang

terdapat di dalam makanan. Oleh karena itu, pertumbuhannya sangat terhambat

dengan adanya bakteri-bakteri lain, misalnya bakteri pembusuk, bakteri genus

Escherichiae dan bakteri asam laktat (Supardi dan Sukamto 1999).

Umumnya Salmonella mampu memfermentasi glukosa dan monosakarida

lainnya dengan menghasilkan gas (Jay et al. 2005). Menurut Hanes (2003),

Salmonella mampu menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon di

saat genus lainnya membutuhkan sumber karbon kompleks sebagai sumber

nutrisinya. Semua Salmonella kecuali Salmonella Typhi memproduksi gas selama

proses fermentasi. Salmonella mampu mengubah nitrat menjadi nitrit dan tidak

membutuhkan NaCl untuk pertumbuhannya.

Supardi dan Sukamto (1999) menyebutkan bahwa Salmonella umumnya

dapat tumbuh pada media yang memiliki aw di atas 0.94 dan pH 4.1-9.0 dengan

pH optimum 6.5-7.5. Nilai pH minimum bervariasi tergantung pada serotipe, suhu

inkubasi, komposisi media, aw, dan jumlah sel. Pada pH di bawah 4,1, Salmonella

akan mati secara perlahan. Selain itu Salmonella dapat tumbuh pada suhu 5-47°C,

dengan suhu optimum 35-37 °C. Berbeda dengan Staphylococcus, Salmonella

tidak tahan terhadap kadar garam tinggi. Salmonella akan mati jika berada pada

media dengan kadar garam di atas 9% (Jay et al. 2005).

Menurut Jay et al. (2005), Salmonella tidak dapat dibedakan dengan E. coli

jika dilihat dengan mikroskop ataupun dengan menumbuhkannya pada media

yang mengandung nutrien umum. Salmonella dapat tumbuh optimum pada media

pertumbuhan yang sesuai dan memproduksi koloni yang tampak oleh mata dalam

Page 13: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

3

jangka waktu 24 jam pada suhu 37 °C. Salmonella sensitif terhadap panas

sehingga dapat mati pada suhu pasteurisasi. Namun Salmonella relatif dapat

bertahan hidup pada suhu rendah.

Salmonella merupakan bakteri yang menjadi indikator keamanan pangan

(food safety) karena keberadaannya dalam bahan pangan dapat menyebabkan

penyakit pada manusia. Salmonella yang tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan

menimbulkan gejala yang disebut Salmonellosis. Gejala Salmonellosis dimulai

dari masuknya sejumlah sel Salmonella ke dalam saluran pencernaan dan masuk

ke dalam usus. Bakteri ini dapat melakukan penetrasi pada usus, terutama pada

ileum dan sedikit pada usus besar sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Sel-sel

Salmonella kadang-kadang dapat menembus sistem pertahanan mukosal dan

limfatik dan dapat mencapai saluran darah sehingga menyebabkan bakterimia atau

abses (Yousef dan Carlstrom 2003). Pada umumnya orang yang terinfeksi

Salmonella mengalami sakit kepala, demam, kejang perut mulai 12-72 jam setelah

infeksi dan biasanya berlangsung selama 4-7 hari atau lebih lama. Bayi, orang

lansia dan yang sistem ketahanannya lemah cenderung mengalami sakit yang

lebih parah (CDC 2013).

Biofilm

Definisi Biofilm

Biofilm adalah sekelompok bakteri yang terimobilisasi (menempel) pada

permukaan padat oleh senyawa ekstraseluler yang dihasilkan oleh

mikroorganisme yang terlibat (Hood dan Zotola 1997). Prakash et al. (2003)

mendefinisikan biofilm sebagai sekelompok sel bakteri yang terstruktur dan

melekat pada permukaan hidup atau inert yang terperangkap di dalam matriks

polimer yang dihasilkan oleh bakteri tersebut, yang merupakan perlindungan diri

dari lingkungan yang tidak bersahabat.

Proses Pembentukan Biofilm

Pembentukan biofilm terdiri dari beberapa tahap yaitu a) penempelan

bakteri ke permukaan, b) pembentukan koloni, c) Akumulasi sel biofilm, d)

pelepasan sel kembali (detachment) (Prakash et al. 2003)

a. Penempelan bakteri ke permukaan

Pada tahap ini beberapa sel planktonik mikroba akan berpindah dari cairan

ke permukaan benda padat. Bakteri yang memiliki flagella cenderung lebih mudah

bergerak sehingga menyebabkan transport bakteri ke dari cairan ke permukaan

padat. Peristiwa ini mengawali terjadinya penempelan yang bersifat dapat balik.

b. Pembentukan koloni

Setelah bakteri menempel pada permukaan, bakteri mulai berkembang biak

dan memancarkan sinyal kimiawi sebagai alat komunikasi antarsel bakteri. Jika

intensitas sinyal mencapai ambang batas tertentu, mekanisme genetik

pembentukan polisakarida ekstraseluler diaktifkan dengan bagitu bakteri dapat

berkembang biak dalam matriks yang dihasilkannya tersebut dan kemudian

membentuk sebuah koloni (Prakash et al. 2003).

c. Akumulasi sel biofilm

Bila sel bakteri berkembang biak dan membentuk polisakarida ekstraseluler

serta mampu menarik bakteri lainnya untuk bergabung dengan bakteri yang telah

Page 14: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

4

menempel terlebih dahulu, maka akan terbentuk beberapa lapisan biofilm. Sel

yang berada pada lapisan dalam akan terlindungi oleh lapisan yang lebih luar.

Komunitas ini dapat memenuhi kebutuhan nutriennya sendiri karena sel-sel yang

mati dapat berfungsi sebagai nutrien bagi sel yang masih hidup (Dewanti-Hariyadi

et al. 1997)

d. Pelepasan sel biofilm

Sel penyusun biofilm dapat melepaskan diri, sel-sel yang telah terakumulasi

akan berpindah ke medium cair. Pelepasan sel mikroba ini menyebabkan

terurainya komponen pembentuk biofilm, sehingga dapat mengontaminasi bagian

lain dari suatu sistem.

Pelepasan dapat berarti erosi, sloughing, dan abrasi, dimana erosi adalah

hilangnya bagian-bagian kecil dari biofilm secara kontinyu disebabkan oleh

adanya gaya gesek, sloughing adalah hilangnya sebagian besar dari biofilm yang

disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan, sedangkan abrasi adalah

hilangnya hilangnya biofilm yang disebabkan oleh terjadinya tabrakan terus-

menerus dengan partikel pada permukaan (Characklis 1990)

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan

Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah kultur

Salmonella Tyhpimurium dan Salmonella Enteritidis yang diisolasi dari udang.

Kultur merupakan koleksi dari Laboratorium Mikrobiologi SEAFAST CENTER

IPB.

Bahan yang digunakan adalah Stainless Steel (SS) tipe 304 yang biasa

digunakan di industri pangan, plastik PTFE (Polytetrafluoroethylene) yang biasa

digunakan untuk papan pemotongan, dan karet buna-n yang biasa digunakan

sebagai gasket pada peralatan pengolahan pangan. Semua bahan dipotong menjadi

berukuran 1 cm 1 cm diperoleh dari CV. Halilintar Mekanika, Bandung. Selain

itu, digunakan juga swab yang dibuat dengan cara menyambungkan tusuk gigi

yang panjangnya 10 cm dengan cotton bud dan direndam di dalam larutan alginat

1 % kemudian di dalam CaCl2.2H2O 1 % lalu disterilisasi 121 °C, 15 menit

Media yang digunakan antara lain Trypticase Soy Broth (TSB; oxoid),

Trypticase Soy Agar (TSA; oxoid), Susu UHT komersil (protein 6 g; lemak 6 g;

karbohidrat total 10 g), dan susu formula (protein 2 g per 100 kkal; lemak 4.9 g

per 100 kkal; karbohidrat total 12 g per 100 kkal). Pembuatan media susu formula

dilakukan dengan cara menambahkan 29.3 gram susu formula bubuk ke dalam

erlenmeyer yang berisi 200 ml akuades steril dan food contact material.

Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain akuades, KH2PO4, alkohol

70%, kasein (Sigma Aldrich), Na-heksametafosfat (Sigma Aldrich), deterjen, dan

spiritus.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf, mikroskop,

neraca analitik, inkubator bersuhu 37 °C dan 55 °C, inkubator shaker, sudip, hot

Page 15: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

5

plate, vortex, pinset, pipet mikro, tips, sudip, ose bulat, kantung plastik tahan

panas, lemari pendingin (chiller dan freezer), bunsen, rak tabung reaksi, tutup

kapas, aluminium foil, alat semprot, dan alat-alat gelas seperti cawan petri, tabung

reaksi, Erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, labu takar, corong gelas, pipet mohr

dan gelas pengaduk.

Metode

Metode penelitian mencakup persiapan kultur kerja, persiapan pelat food

contact materials (FCM), pembentukan biofilm pada permukaan FCM, dan

analisis pembentukan biofilm pada FCM.

Persiapan Kultur Kerja

Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan penyegaran

terhadap kultur Salmonella Typhimurium dan Salmonella Enteritidis. Penyegaran

kultur bertujuan meningkatkan viabilitas sel dan mempercepat fase adaptasi.

Kultur yang telah diawetkan diambil sebanyak satu ose kemudian dipindahkan ke

media TSB dan diinkubasi pada suhu 37 °C hingga mencapai fase log akhir

masing-masing galur. Berdasarkan penelitian Sari (2004) Salmonella sp.

mencapai fase log akhir setelah diinkubasi selama 20 jam. Pertumbuhan mikroba

ditandai dengan perubahan warna media, kekeruhan, serta terbentuknya endapan.

Hasil biakan pada media TSB diambil satu ose dan ditumbuhkan ke media TSA

miring lalu diinkubasi 37 °C, 24 jam. Hasil ini kemudian disimpan sebagai kultur

stok. Dari kultur stok diambil satu ose untuk ditumbuhkan pada 10 ml TSB dan

diinkubasi 37 °C, 20 jam untuk selanjutnya digunakan sebagai kultur kerja.

Persiapan Food Contact Materials (Marques et. al 2007) Sebelum digunakan, SS, plastik PTFE, dan karet buna-n terlebih dahulu

dibersihkan dari kotoran yang menempel di permukaannya. FCM direndam dalam

larutan deterjen selama satu jam lalu dibilas dengan menggunakan akuades,

dikeringkan, kemudian dibersihkan dengan alkohol 70%. Setelah proses sanitasi,

pelat dikeringkan pada suhu 55 °C selama 2 jam dan disterilisasi 121 °C, 15 menit.

Pembentukan Biofilm pada Permukaan Berbagai Food Contact Materials

Pembentukan biofilm dilakukan pada tiga permukaan FCM, yaitu stainless

steel, plastik PTFE, dan karet buna-n pada media pertumbuhan TSB yang

diencerkan 5 kali. Pengaruh matriks pangan protein dilakukan dengan

menggunakan media 1/5 TSB yang ditambahkan 2% kasein, susu, dan susu

formula. Sebanyak 2 ml kultur kerja (sekitar 107 CFU/ml) dipindahkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml yang berisi 200 ml media pertumbuhan dan pelat Food

Contact Materials sehingga jumlah bakteri awal sekitar 105 CFU/ml, kemudian

diinkubasi 27-30°C dengan agitasi 70 rpm selama 24, 48, dan 72 jam.

Analisis Densitas Biofilm (Yunus 2000) dan Analisis Sel Planktonik

Metode untuk menghitung densitas biofilm pada permukaan FCM dilakukan

dengan cara sebagai berikut. Biofilm yang terbentuk pada permukaan selama

inkubasi 24, 48, dan 72 jam diambil dari erlenmeyer menggunakan pinset steril.

Permukaan dicuci dan dibilas menggunakan larutan fisiologis KH2PO4. Setelah itu,

permukaan diswab dengan menggunakan swab steril. Swab dan sel biofilm yang

Page 16: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

6

terperangkap kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml

larutan fisiologis KH2PO4 dan 1 ml larutan Na-heksametafosfat lalu divortex.

Larutan kemudian diencerkan dan dipupuk dengan menggunakan metode

cawan tuang (pour plate) dimana sebanyak 1 ml dan 0.1 ml sampel hasil

pengenceran dimasukkan ke cawan petri kemudian dipupuk dengan menggunakan

media TSA dan diinkubasi 37 °C, 24 jam. Setelah inkubasi, jumlah koloni yang

tumbuh pada cawan dihitung berdasarkan rumus:

( ) ( )

Keterangan:

N : Total koloni per ml atau gram sampel

C : Jumlah koloni dari semua cawan yang masuk dalam batas perhitungan

n1 : Jumlah cawan pada pengenceran pertama

n2 : Jumlah cawam pada pengenceran kedua

d : Tingkat pengenceran pertama saat mulai perhitungan

Batas koloni yang dihitung: 25-250 CFU

Metode untuk menghitung sel planktonik pada media pertumbuhan

dilakukan dengan mengambil sebanyak 1 ml sampel dari masing-masing media

dan diencerkan secara seri dengan menggunakan larutan fisiologis KH2PO4. Lalu

dilakukan pemupukan ke dalam cawan dengan media TSA dan diinkubasi pada

suhu 37 °C selama 24 jam. Jumlah sel planktonik dinyatakan dalam log CFU/ml.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua kali ulangan. Data densitas biofilm

dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) pada taraf signifikasi

0.05. Data-data tersebut diuji statistik menggunakan perangkat SPSS 16.0.

Prosedur Analisis Data

Perubahan densitas biofilm selama waktu inkubasi dihitung berdasarkan

rumus:

Keterangan:

X : Perubahan densitas biofilm selama waktu inkubasi

Nt : Densitas biofilm pada waktu inkubasi t

No: Densitas biofilm pada waktu inkubasi 24 jam

Perbandingan jumlah sel biofilm dan sel planktonik dihitung sebagai rasio

dengan rumus sebagai berikut

Keterangan:

Y: rasio jumlah sel biofilm dan sel planktonik

Page 17: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembentukan Biofilm pada Permukaan Food Contact Materials

Pada Gambar 1 dapat dilihat densitas biofilm S. Typhimurium yang

terbentuk pada media 1/5 TSB. Biofilm yang terbentuk pada FCM selama 24 jam

berkisar antara 4.54-5.21 log CFU/cm2.

Biofilm tertinggi terbentuk pada

permukaan PTFE dengan nilai 5.21 log CFU/cm2, diikuti oleh karet buna-n

sebesar 5.14 log CFU/cm2, dan stainless steel sebesar 4.54 log CFU/cm

2. Pada

waktu inkubasi 48 jam, biofilm yang terbentuk berkisar antara 5.24-5.36 log

CFU/cm2. Biofilm tertinggi terbentuk pada permukaan PTFE, sedangkan yang

terendah terbentuk pada permukaan karet buna-n. Biofilm yang terbentuk pada

waktu inkubasi 72 jam berkisar antara 4.82-5.13 log CFU/cm2. Biofilm tertinggi

terbentuk pada permukaan karet buna-n dan terendah pada permukaan stainless

steel.

Perubahan densitas biofilm S. Typhimurium selama waktu inkubasi dapat

dilihat pada Tabel 1. Densitas biofilm pada permukaan stainless steel mengalami

peningkatan hingga waktu inkubasi 72 jam. Pada permukaan PTFE dan karet

buna-n, densitas biofilm meningkat hingga waktu inkubasi 48 jam namun

kemudian mengalami penurunan pada waktu inkubasi 72 jam. Hal ini

menunjukkan bahwa densitas biofilm mengalami laju pembentukan yang tinggi

pada permukaan stainless steel.

Untuk melihat adanya pengaruh FCM terhadap densitas biofilm

S. Typhimurium dilakukan uji statistik (Lampiran 1). Hasilnya jenis FCM, waktu

inkubasi, serta interaksi FCM dan waktu inkubasi berpengaruh (p<0.05) terhadap

densitas biofilm. Kemudian dilakukan uji lanjut Duncan, hasilnya densitas biofilm

yang terbentuk pada stainless steel berbeda secara signifikan (p<0.05) dengan

PTFE dan karet buna-n, sedangkan densitas biofilm yang terbentuk PTFE dan

karet buna-n tidak berbeda secara signifikan (p>0.05). Hasil uji lanjut Duncan

untuk waktu inkubasi menunjukkan bahwa densitas biofilm pada waktu inkubasi

72 jam dan 24 jam tidak saling berbeda nyata (p>0.05), sedangkan densitas

biofilm pada waktu inkubasi 48 jam berbeda nyata dengan waktu inkubasi 24 jam

dan 72 jam (p>0.05).

Pembentukan biofilm S. Enteritidis dapat dilihat pada Gambar 2. Biofilm

yang terbentuk pada FCM selama 24 jam berkisar antara 4.71-4.93 log CFU/cm2.

Biofilm tertinggi terbentuk pada permukaan PTFE dengan nilai 4.93 log CFU/cm2,

diikuti oleh karet buna-n sebesar 4.81 log CFU/cm2, dan stainless steel sebesar

4.71 log CFU/cm2.Pada waktu inkubasi 48 jam, biofilm yang terbentuk berkisar

antara 5.14-5.56 log CFU/cm2. Biofilm tertinggi terbentuk pada permukaan PTFE,

sedangkan yang terendah terbentuk pada permukaan stainless steel. Biofilm yang

terbentuk pada waktu inkubasi 72 jam berkisar antara 4.83-5.19 log CFU/cm2.

Biofilm tertinggi terbentuk pada permukaan karet buna-n dan terendah pada

permukaan stainless steel.

Perubahan densitas biofilm S. Enteritidis dapat dilihat pada Tabel 2.

Densitas biofilm pada ketiga permukaan FCM memiliki laju pembentukan paling

tinggi pada permukaan PTFE. Laju pembentukan pada permukaan stainless steel

dan buna-n memiliki nilai yang sama pada waktu 48 jam namun laju pembentukan

Page 18: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

8

pada permukaan karet buna-n pada waktu 72 jam lebih tinggi daripada stainless

steel.

Untuk melihat pengaruh nyata dari jenis FCM, waktu inkubasi, serta

interaksi antara jenis FCM dan waktu inkubasi terhadap densitas biofilm S.

Enteritidis dilakukan uji statistik (Lampiran 2). Hasilnya jenis FCM dan waktu

inkubasi yang berpengaruh (p<0,05) terhadap densitas biofilm S. Enteritidis. Hasil

uji lanjut Duncan untuk FCM menunjukkan bahwa densitas biofilm pada

permukaan stainless steel berbeda signifikan (p<0.05) dengan densitas biofilm

pada permukaan PTFE dan karet buna-n, sedangkan densitas biofilm pada

permukaan PTFE dan karet buna-n tidak berbeda secara signifikan (p>0.05). Hasil

uji Duncan untuk waktu inkubasi menunjukkan bahwa densitas biofilm pada

waktu inkubasi 24 jam, 48 jam, dan 72 jam saling berbeda nyata (p<0.05).

Interaksi FCM dan waktu inkubasi

Gambar 1 Pembentukan biofilm S. Typhimurium pada permukaan berbagai

FCM pada media 1/5 TSB

4.54

5.25

4.82

5.21

5.36

4.91

5.14 5.24

5.13

4.00

4.20

4.40

4.60

4.80

5.00

5.20

5.40

5.60

24 jam 48 jam 72 jam

Log

CFU

/cm

2

Densitas biofilm pada permukaan FCM selama waktu inkubasi

Stainless steel PTFE Karet buna-n

Tabel 1 Perubahan densitas biofilm S. Typhimurium selama waktu inkubasi

FCM Densitas biofilm terhadap densitas biofilm pada jam ke-24

24 jam 48 jam 72 jam

Stainless steel 1 1.15 1.06

PTFE 1 1.03 0.94

Karet buna-n 1 1.02 0.99

Page 19: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

9

Tabel 2 Perubahan densitas biofilm S. Enteritidis selama waktu inkubasi

FCM Densitas biofilm terhadap densitas biofilm pada jam ke-24

24 jam 48 jam 72 jam

Stainless steel 1 1.09 1.03

PTFE 1 1.12 1.03

Karet buna-n 1 1.09 1.08

Merujuk pada Gambar 1 dan 2, secara umum dapat diketahui bahwa

S. Typhimurium dan S. Enteritidis mampu membentuk biofilm pada waktu

inkubasi 24 jam dan mencapai densitas biofilm tertinggi pada waktu inkubasi 48

jam sebelum akhirnya menurun pada waktu inkubasi 72 jam. Penurunan jumlah

bakteri yang menempel mungkin disebabkan oleh perubahan pada medium dan

substrat selama terjadinya aktivitas metabolisme sel sehingga mengubah

lingkungan dan mempengaruhi penempelan sel bakteri (Hood dan Zotola 1997).

Sumber lain menyatakan bahwa berkurangnya jumlah sel biofilm dapat terjadi

karena kematian sel atau karena pelepasan sel biofilm yang sudah terbentuk ke

fase cair Kusumawardani (2002).

Laju pembentukan biofilm S. Typhimurium paling tinggi terjadi pada

permukaan stainless steel, sedangkan pada S. Enteritidis laju pembentukan biofilm

paing tinggi terjadi pada permukaan PTFE. Laju pembentukan ini secara umum

menunjukkan peningkatan atau penurunan yang terjadi pada densitas biofilm.

Sampai saat ini belum diketahui mengapa densitas biofilm yang menempel tidak

selalu meningkat seiring waktu inkubasi. Hal ini mungkin karena permukaan

penempelan biofilm mengalami kejenuhan (Hood dan Zotola 1997). Yunus (2000)

melaporkan bahwa S. blockley dapat membentuk biofilm pada permukaan

Gambar 2 Pembentukan biofilm S. Enteritidis pada permukaan berbagai FCM

pada media 1/5 TSB

4.71

5.14

4.83 4.93

5.51

5.08

4.82

5.27 5.19

4.20

4.40

4.60

4.80

5.00

5.20

5.40

5.60

24 jam 48 jam 72 jam

Log

CFU

/cm

2

Densitas biofilm pada permukaan FCM selama waktu inkubasi

Stainless steel PTFE Karet buna-n

Page 20: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

10

stainless steel yang telah disanitasi menggunakan Na2CO3 1% sebesar 8.24 log

CFU/cm2 pada media 1/10 TSB dengan waktu inkubasi 48 jam. Nilai ini

menunjukkan bahwa densitas biofilm yang terbentuk bisa sangat tinggi, namun

hal ini bergantung pada beberapa faktor, seperti permukaan penempelan,

ketersediaan nutrien, kompetisi dengan bakteri lain, suhu, dan pH (Van Houdt dan

Michiels 2010).

Dari Gambar 1 dan 2 dapat diketahui bahwa S. Enteritidis membentuk

densitas biofilm lebih tinggi daripada S. Typhimurium. Begitu pula hasil dari Dari

hasil Tabel 1 dan Tabel 2 diketahui S. Enteritidis memiliki laju pembentukan

biofilm yang lebih tinggi daripada S. Typhimurium. Ngwai et. al (2006)

menjelaskan bahwa S. Enteritidis membentuk biofilm lebih tinggi daripada

S. Typhimurium pada media Luria-Bertani Broth (LB) serta media LB yang

diperkaya NaCl (LB-S), D- (+)-glukosa (LB-G), D- (+)-manosa (LB-M),

D- (-)-manitol (LBML) dan xylosa (LB-XY). Perbedaan ini mungkin disebabkan

oleh perbedaan struktur sel yang menempel pada permukaan sel atau faktor

fisikokimia saat membentuk koloni di permukaan suatu benda. S. Enteritidis juga

dilaporkan membentuk lapisan polisakarida ekstraseluler (PSE) yang tebal pada

permukaan polistiren. PSE penting bagi mikroorganisme, tidak hanya untuk

penempelan awal dan penjangkaran bakteri pada permukaan padat tapi juga untuk

pemeliharaan optimum kondisi lingkungan dengan menjebak dan

mempertahankan nutrisi untuk pertumbuhan biofilm, melindungi bakteri dari

dehidrasi, dan penting untuk keberlangsungan hidup pada lingkungan yang tidak

bersahabat, termasuk efek antimikroba.

Pada penelitian ini digunakan tiga jenis permukaan FCM, yaitu stainless

steel 304, PTFE, dan karet buna-n. Stainless steel merupakan logam yang paling

sering digunakan untuk mengolah makanan karena kestabilan fisik dan

kimiawinya pada berbagai suhu pengolahan, mudah dibersihkan, antikarat (Houdt

dan Michiels 2010), dapat dibentuk, dan dapat dilas (Faille dan Carpentier 2009).

Stainless steel yang paling sering digunakan dalam industri pangan adalah tipe

304 dan 316. Stainless steel 304 mengandung krom (16-18%) dan nikel (8-13%),

biasa digunakan pada peralatan pengolahan pangan, penyimpanan, dan dapur

rumah tangga, sedangkan stainless steel 316 digunakan pada industri pengolahan

pangan dengan konsentrasi garam yang tinggi karena lebih tahan terhadap klorin

dan sulfur dioksida (Faille dan Carpentier 2009). Selain peralatan berbahan dasar

logam, bahan nonlogam seperti karet dan plastik telah digunakan secara luas pada

industri pangan. PTFE merupakan salah satu dari sekian banyak plastik yang

diizinkan untuk mengolah pangan. PTFE digunakan sebagai pelapis wajan

antilengket, conveyor belt (Faille dan Carpentier 2009), dan cutting board (Sinde

dan Carballo 2000). Karet buna-n digunakan pada industri pangan sebagai bahan

conveyor belt dan gasket (Faille dan Carpentier 2009).

Secara umum densitas biofilm tertinggi terbentuk pada permukaan PTFE

dan karet buna-n yang didukung dengan hasil uji statistik yang menunjukkan

bahwa densitas biofilm yang terbentuk pada PTFE dan karet buna-n tidak berbeda

nyata. Hal ini dikarenakan PTFE dan karet buna-n memiliki sifat yang lebih

hidrofobik dan energi tegangan permukaan yang rendah dibandingkan stainless

steel. Bakteri cenderung lebih mudah menempel pada permukaan yang lebih

hidrofobik. Penelitian Sinde dan Carballo (2000) menunjukkan bahwa setelah

dilakukan pencucian menggunakan SDS dan ethanol, Salmonella spp. dan Listeria

Page 21: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

11

monocytogenes lebih banyak menempel pada permukaan PTFE dan karet buna-n

yang lebih hidrofobik daripada stainless steel.

Pengaruh Matriks Pangan Terhadap Densitas Biofilm dan Sel Planktonik

Penambahan kasein sebesar 2% pada media 1/5 TSB tidak terlalu signifikan

dalam mengurangi densitas biofilm S. Typhimurium dan S. Enteritidis pada

permukaan FCM (Gambar 3 dan Gambar 4). Pada S. Typhimurium, densitas

biofilm tidak menunjukkan hasil yang konsisten. Beberapa hasil menunjukkan

adanya kasein dapat menurunkan densitas biofilm, namun pada waktu inkubasi

dan permukaan yang berbeda, densitas biofilm lebih tinggi daripada densitas

biofilm pada media 1/5 TSB. Sementara itu, S. Enteritidis menunjukkan hasil

yang lebih konsisten. Pada permukaan PTFE dan karet buna-n, densitas biofilm

yang terbentuk cenderung lebih rendah daripada densitas biofilm pada media 1/5

TSB. Hasil ini kurang sesuai dengan yang hasil yang diperoleh Helke et al. (1993)

yaitu penambahan komponen individu susu seperti kasein, -laktalbumin, dan

-laktoglobulin mengurangi penempelan S. Typhimurium dan Listeria

monocytogenes pada permukaan stainless steel dan karet buna-n. Hasil yang

serupa diperoleh Barnes et al. (1999) yang menjelaskan bahwa permukaan

stainless steel yang diberi perlakuan dengan komponen individu seperti kasein dan

albumin dapat menurunkan jumlah penempelan Staphylococcus aureus dan

Listeria monocytogenes. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan konsentrasi

kasein yang digunakan atau perbedaan perlakuan pada permukaan FCM.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Barnes et al. (1999) permukaan stainless

steel yang digunakan diberi perlakuan pendahuluan menggunakan kasein sebelum

dikontak dengan kultur.

Gambar 3 Pengaruh penambahan kasein pada media 1/5 TSB terhadap densitas

biofilm S. Typhimurium

4.5

4 5.2

5

4.8

2

5.2

1

5.3

6

4.9

1

5.1

4

5.2

4

5.1

3

4.3

4 5.2

0

5.5

8

4.7

6

5.3

9

4.9

2

4.6

4

5.2

7

4.7

8

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 72 jam

Stainless steel PTFE Karet Buna-n

Densitas biofilm pada permukaan FCM selama waktu inkubasi

Log

CFU

/cm

2

1/5 TSB 1/5 TSB + kasein

Page 22: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

12

Gambar 5 Pengaruh matriks pangan pada media susu terhadap densitas biofilm

S. Typhimurium

Gambar 4 Pengaruh matriks pangan pada media susu terhadap densitas biofilm

S. Typhimurium

4.5

4 5.2

5

4.8

2

5.2

1

5.3

6

4.9

1

5.1

4

5.2

4

5.1

3

4.9

4

5.2

9

4.8

4

4.2

6 5

.35

5.2

3

4.1

9 5

.43

4.3

1

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 72 jam

Stainless steel PTFE Karet Buna-n

Densitas biofilm pada permukaan FCM selama waktu inkubasi

Log

CFU

/cm

2

1/5 TSB Susu

Gambar 4 Pengaruh penambahan kasein pada media 1/5 TSB terhadap densitas

biofilm S. Enteritidis

4.7

1

5.1

4

4.8

3

4.9

3

5.5

1

5.0

8

4.8

1

5.2

6

5.1

9

4.5

9

5.3

1

4.9

3

4.6

8

5.2

5

5.0

5

4.4

3

4.8

4

4.9

9

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 72 jam

Stainless steel PTFE Karet Buna-n

Densitas biofilm pada permukaan FCM selama waktu inkubasi

Log

CFU

/cm

2

1/5 TSB 1/5 TSB + kasein

Page 23: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

13

Pada Gambar 5 dan Gambar 6 diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang

signifikan antara densitas biofilm pada media 1/5 TSB dan media susu. Densitas

biofilm S. Typhimurium dan S. Enteritidis cenderung memiliki nilai yang lebih

tinggi daripada densitas biofilm pada media 1/5 TSB baik pada permukaan

stainless steel, PTFE, maupun karet buna-n. Susu sapi mengandung kadar protein

sebanyak 3,5%. Sekitar 80% protein susu terdiri dari kasein dan 20% protein

whey. Kasein yang terdapat pada susu mungkin menyebabkan densitas biofilm

S. Typhimurium dan S. Enteritidis memiliki hasil yang tidak konsisten seperti

pada media 1/5 TSB yang ditambahkan kasein. Selain itu, susu yang digunakan

merupakan susu full cream yang mengandung lemak sehingga dapat

mempengaruhi densitas biofilm yang terbentuk. Hasil ini berbeda dengan yang

Gambar 6 Pengaruh matriks pangan pada media susu terhadap densitas biofilm

S. Enteritidis

Gambar 6 Pengaruh matriks pangan pada media susu terhadap densitas biofilm

S. Typhimurium

4.7

1

5.1

4

4.8

3

4.9

3

5.5

1

5.0

8

4.8

1

5.2

6

5.1

9

4.9

9 6

.13

5.5

5

4.3

1

6.1

9

5.8

0

4.6

0 5

.91

5.6

6

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 72 jam

Stainless steel PTFE Karet Buna-n

Densitas biofilm pada permukaan FCM selama waktu inkubasi

Log

CFU

/cm

2

1/5 TSB Susu

Gambar 7 Pengaruh matriks pangan pada media susu formula terhadap densitas

biofilm S. Typhimurium

4.5

4 5.2

5

4.8

2

5.2

1

5.3

5

4.9

1

5.1

4

5.2

4

5.1

3

4.2

6

4.7

2

4.6

3

4.4

0

4.8

8

4.7

7

4.3

4 5.0

6

4.8

9

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 72 jam

Stainless steel PTFE Karet Buna-n

Densitas biofilm pada permukaan FCM selama waktu inkubasi

Log

CFU

/cm

2

1/5 TSB Susu formula

Page 24: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

14

Gambar 8 Pengaruh matriks pangan pada media susu formula terhadap densitas

biofilm S. Enteritidis

4.7

1

5.1

4

4.8

3

4.9

3

5.5

1

5.0

8

4.8

2

5.2

7

5.1

9

4.5

4 5.6

1

5.4

5

4.6

1 5.3

7

5.5

7

4.6

3 5.6

0

5.3

8

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 72 jam

Stainless steel PTFE Karet Buna-n

Densitas biofilm pada permukaan FCM selama waktu inkubasi

Log

CFU

/cm

2

1/5 TSB Susu formula

diperoleh Helke et al. (1993) yaitu penempelan S. Typhimurium dan Listeria

monocytogenes pada permukaan stainless steel dan karet buna buna-n dapat

dihambat dengan adanya skim, 2% whole milk, atau susu cokelat 2%

dibandingkan dengan kontrol Phosphate Buffered Saline (PBS).

Susu formula adalah produk makanan yang formulanya dimaksudkan untuk

memenuhi kebutuhan gizi bayi dari lahir sampai umur 6 bulan sesuai dengan

karakteristik fisiknya (BPOM 2006). Susu yang digunakan pada susu formula

adalah susu skim, bukan susu full cream. Kadar protein susu formula adalah 1.8-4

gram per 100 kkal produk siap konsumsi (BSN 1995). Pada media susu formula,

densitas biofilm S. Typhimurium memiliki nilai yang lebih rendah daripada

densitas biofilm pada media 1/5 TSB pada ketiga permukaan FCM, namun hal ini

tidak terjadi pada S. Enteritidis (Gambar 7 dan Gambar 8). Densitas biofilm

S. Enteritidis lebih rendah hanya pada permukaan stainless steel. Hal ini

menunjukkan bahwa matriks pangan yang terdapat dalam susu formula dapat

mengurangi densitas biofilm S. Typhimurium. Barnes et al. (1999) dalam

penelitiannya menyimpulkan terjadi variasi penempelan biofilm pada stainless

steel yang telah diberi perlakuan menggunakan susu skim. Penempelan bakteri

gram positif Staphylococcus aureus dan Listeria monocytogenes berkurang

dengan adanya susu skim pada permukaan stainless steel namun hal sebaliknya

terjadi pada penempelan bakteri gram negatif Escherichia coli dan Pseudomonas

fragi sehingga sulit untuk menilai efek dari lapisan protein pada stainless steel

terhadap penempelan bakteri.

Dari Tabel 3 dapat diketahui perbandingan sel biofilm S. Typhimurium dan

S. Enteritidis yang terbentuk terhadap jumlah sel planktoniknya. Pada kultur

S. Typhimurium maupun S. Enteritidis, pada 24 jam pertama waktu inkubasi,

perbandingan jumlah sel biofilm berkisar antara 0.47-0.58. Perbandingan paling

rendah terdapat pada susu formula dan paling tinggi pada susu. Angka ini

meningkat seiring dengan meningkatnya waktu inkubasi. Pada waktu inkubasi 48

jam, nilai perbandingan sel biofilm dan sel planktonik berkisar antara 0.50-0.68.

Page 25: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

15

Perbandingan sel biofilm dan sel planktonik S. Typhimurium paling rendah

terdapat pada susu formula, sedangkan untuk S. Enteritidis perbandingan paling

rendah terdapat pada susu. Pada waktu inkubasi 72 jam, perbandingan sel biofilm

dan sel planktonik berkisar antara 0.47-064. Perbandingan ini mengalami

penurunan dikarenakan sel planktonik yang terus meningkat seiring waktu

inkubasi, sedangkan sel biofilm mengalami penurunan pada waktu inkubasi 72

jam. Susu formula memiliki nilai perbandingan yang paling kecil pada

S. Typhimurium, sedangkan perbandingan paling kecil pada S. Enteritidis terdapat

pada media 1/5 TSB yang ditambahkan kasein.

Perbandingan sel biofilm dan sel planktonik S. Typhimurium yang rendah

pada media susu formula menunjukkan bahwa bakteri lebih banyak hidup sebagai

sel planktonik karena susu formula mengandung nutrisi yang cukup untuk tumbuh

sehingga bakteri tidak perlu membentuk biofilm. Sementara pada S. Enteritidis,

perbandingan sel biofilm dan sel planktonik tidak konsisten pada berbagai waktu

inkubasi. Hal ini mungkin disebabkan oleh perubahan pada media pertumbuhan

seiring waktu inkubasi serta perbedaan kemampuan bakteri untuk menempel pada

permukaan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Biofilm S. Typhimurium dan S. Enteritidis mengalami pertumbuhan paling

optimal pada waktu inkubasi 48 jam dan kemudian menurun pada waktu inkubasi

72 jam. Laju pembentukan biofilm S. Enteritidis lebih tinggi daripada laju

pembentukan biofilm S. Typhimurium. Laju pembentukan S. Typhimurium paling

tinggi terjadi pada permukaan stainless steel, sedangkan S. Enteritidis pada

permukaan PTFE. Penambahan matriks pangan kasein pada media 1/5 TSB serta

adanya matriks pangan pada susu dan susu formula menunjukkan hasil yang

Tabel 3 Rasio jumlah sel biofilm dan sel Planktonik S. Typhimurium dan

S. Enteritidis

Kultur Media pertumbuhan Waktu

24 jam 48 jam 72 jam

S. Typhimurium

1/5 TSB+kasein 0.47 0.55 0.58

Susu 0.52 0.55 0.49

Susu Formula 0.46 0.50 0.47

S. Enteritidis

1/5 TSB+kasein 0.55 0.60 0.53

Susu 0.58 0.59 0.64

Susu Formula 0.53 0.68 0.62

Page 26: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

16

bervariasi terhadap densitas biofilm S. Typhimurium dan S. Enteritidis

dibandingkan pada media 1/5 TSB, namun matriks pangan pada susu formula

secara keseluruhan dapat mengurangi densitas biofilm S. Typhimurium.

S. Typhimurium lebih banyak tumbuh sebagai sel planktonik pada media 1/5 TSB

yang ditambahkan kasein, susu, dan susu formula daripada S. Enteritidis.

Saran

Penelitian lebih lanjut mengenai biofilm pada berbagai food contact

materials dapat diarahkan pada pengkajian pembentukan biofilm pada media dan

jenis pelat yang lebih beragam, serta dilakukan pengkajian mengenai proses

sanitasi dan desinfeksi biofilm yang sudah terbentuk. Disarankan pula untuk

dilakukan kompetisi pembentukan biofilm Salmonella dengan bakteri lain.

DAFTAR PUSTAKA

Aviles B, Klotz C, Eifert J, Williams R, Ponder M. 2013. Biofilms promote

survival and virulence of Salmonella enterica sv. Tennessee during prolonged

dry storage and after passage through an in vitro digestion system. Int J Food

Microbiol. 162 (3):252 DOI: 10.1016/j.ijfoodmicro.2013.01.026

Bae YM, Baek SY, Lee SY. 2010. Resistance of pathogenic bacteria on the

surface of stainless steel depending on attachment form and efficacy of

chemical sanitizers. Int J Food Microbiol. 153:465-473.

Barnes LM, Lo MF, Adams MR, Chamberlain AHL. 1999. Effect of milk proteins

on adhesion of bacteria to stainless steel surfaces. Appl Environtment

Microbiol. 65 (10):4543-4548.

Bell C. dan Kyriakides A. 2003. Salmonella. In: Blackburn C. Dan McClure PJ,

editor. Foodborne pathogens (hazard, risk, analysis and control). Cambridge

(En): Woodhead Publishing Limited.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Keamanan pangan. Buletin

BPOM RI. 10(5): 1-16.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia Nomor

01 –3955 Tahun 1995 tentang Pengganti Air Susu Ibu. Jakarta(ID): BSN.

[CDC] Center for Disease Control and Prevention. 2013. Salmonella. Georgia

(USA): CDC

Characklis WG. 1990. Biofilm processes. In: Characklis WG and Marshall KG,

editor. Biofilm. New York (USA): John Wiley.

Dewanti-Hariyadi R, Jenie BSL, Nuraida L. 1997. Biofilm Salmonella spp. dan

ketahanannya terhadap sanitaiser. J Tek Pang. 2(1):45-56.

[FDA] Food and Drug Administration. 2009. FDA report on the occurrence of

foodborne illness risk factors in selected institutional foodservice, restaurant,

and retail food store facility types [Internet]. [diunduh 2014 Januari 19].

Tersedia pada:

http://www.fda.gov/downloads/Food/FoodSafety/RetailFoodProtection/Foodbo

Page 27: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

17

rneIllnessandRiskFactorReduction/RetailFoodRiskFactorStudies/UCM224682.

pdf.

Faille C, Carpentier B. 2009. Food contact surfaces, surface soiling and biofilm

formation. In: Fratamico PM, Annous BA, Gunther NW (eds). Biofilms in the

food and beverage industries. Florida (USA): Woodhead Publishing Limited.

Giaouris E, Samoilis G, Chorianopoulos N, Ercolini G, John-Nychas G. 2013.

Differential protein expression patterns between planktonic and biofilm cells of

Salmonella enterica serovar Enteritidis PT4 on stainless steel surface. Int J

Food Microbiol. 162:105-113.

Gould LH, Rosenblum I, Nicholas D, Phan Q, Jones TF. 2013. Contributing

factors in restaurant-associated foodborne disease outbreaks, FoodNet sites,

2006 and 2007. J Food Prot. 76(11):1824-8

Hanes D. 2003. Nontyphoid Salmonella. Di dalam: Miliotis MD, Bier JW, editor.

International handbook of foodborne pathogens. New York (USA) Marcel

Dekker Inc.

Helke DM, Somers EB, Wong ACL. 1993. Attachment of Listeria monocytogenes

and Salmonella typhimurium to stainless steel and Buna-N in the presence of

milk and individual milk components. J. Food Prot. 56:479–484

.Hood SK, Zottola EA. 1997. Adherence to stainless steel by foodborne

microorganism during growth in model food systems. Int J Food Microbiol.

37:145-153.

Jay JM, Loessner MJ, dan Golden DA. 2005. Modern food microbiology seventh

edition. USA: Springer Science and Bussiness Media Inc.

Jullien C, Benezech T, Carpentier B, Lebret V, Faille C, 2003. Identification of

surface characteristics relevant to the hygienic status of stainless steel for the

food industry. J Food Eng. 56(1):77-87.

Kusumawardani D. 2002. Kompetisi bakteri asam laktat dan Staphylococcus

aureus dalam penempelan dan pembentukan biofilm pada permukaan stainless

steel [skripsi]. Bogor (ID) Institut Pertanian Bogor.

Lapidot A, Romling U, Yaron S. 2006. Biofilm formation and the survival of

Salmonella Typhimurium on parsley. Int J Food Microbiol. 109(3):229-233.

Marques SC, Rezende JGOS, de Freitas Alves LA, Silva BC, Alves E, de Abreu

LR, Piccoli RH. 2007. Formation of biofilms by Staphylococcus aureus on

stainless steel and glass surfaces and its resistance to some selected chemical

sanitizers. Brazil J Microbiol. 38:538-543

Murphy, T. F. and Kirkham, C. 2002. Biofilm formation by nontypeable

Haemophilus influenza: strain variability, outer membrane antigen expression

and role of pili. BMC Microbiology 2 (7).

Ngwai YB, Onaolapo JA, Ehinmidu JO, Adachi Y, Ogawa Y. 2006. Interaction of

Salmonella Typhimurium and Salmonella Enteritidis with polystyrene does not

correlate with virulence in young chicken. Af J Biotech. 5(11):1122-1130.

Prakash B, Veeregowda BM, Krishnappa G. 2003. Biofilms: A survival strategy

of bacteria. Current Science. 85(9):1299-1307

Sari DMI. 2004. Penggunaan klorin dan asam asetat sebagai sanitaiser untuk

menurunkan jumlah Salmonella pada selada (Lactuca sativa, L.) segar siap

santap [skripsi]. Bogor (ID) Institut Pertanian Bogor.

Page 28: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

18

Schlisselberg DB, Yaron S. 2013. The effects of stainless steel finish on

Salmonella Typhimurium attachment, biofilm formation and sensitivity to

chlorine. Food Microbiol. 35:65-72.

Sinde E, Carballo J. 2000. Attachment of Salmonella spp. and Listeria

monocytogenes to stainless steel, rubber, and polytetrafluor-ethylene: the

influence of free energy and the effect of commercial sanitizers. Food

Microbiol. 17:439-447.doi:10.1006/fmic.2000.0339.

Supardi I. dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan

Pangan. Bandung (ID): Penerbit Alumni.

Van Houdt R, Michiels CW. 2010. Biofilm formation and the food industry, a

focus on the bacterial outer surface. J Appl Microbiol. DOI: 10.1111/j.1365-

2672.2010.04756.x

Winarno FG. 1993. Pangan gizi, teknologi, dan konsumen. Jakarta (ID): PT.

Gramedia Pustaka Utama

Yousef AE, C Carlstrom. 2003. Food microbiology, a labaratory manual. New

Jersey (USA): John Wiley & Sons inc.

Yunus Lie. 2000. Pembentukan biofilm oleh Salmonella blockley pada permukaan

stainless steel serta pengaruh sanitasi terhadap pembentukan kembali biofilm

baru [skripsi]. Bogor (ID) Institut Pertanian Bogor.

Page 29: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

19

Lampiran 1 Uji statistik pembentukan biofilm S. Typhimurium pada permukaan

berbagai FCM

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Densitas Biofilm

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 1.071a 8 .134 16.054 .000

Intercept 461.776 1 461.776 5.538E4 .000

FCM .337 2 .168 20.203 .000

Waktu .416 2 .208 24.957 .000

FCM * Waktu .318 4 .079 9.529 .003

Error .075 9 .008

Total 462.922 18

Corrected Total 1.146 17

a. R Squared = ,935 (Adjusted R Squared = ,876)

Densitas Biofilm

Duncan

FCM N

Subset

1 2

SS 6 4.8717

PTFE 6 5.1550

buna-n 6 5.1683

Sig. 1.000 .896

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,030.

Page 30: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

20

Densitas Biofilm

Duncan

Waktu N

Subset

1 2

72 jam 6 4.9533

24 jam 6 4.9617

48 jam 6 5.2800

Sig. .935 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,030.

Densitas Biofilm

Duncan

interaksi N

Subset

1 2 3

p1w1 2 4.5400

p1w3 2 4.8250

p2w3 2 4.9050

p3w3 2 5.1300

p3w1 2 5.1400

p2w1 2 5.2050

p3w2 2 5.2350

p1w2 2 5.2500

p2w2 2 5.3550

Sig. 1.000 .404 .051

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,008.

Page 31: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

21

Lampiran 2 Uji statistik pembentukan biofilm S. Enteritidis pada permukaan

berbagai FCM

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Densitas

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 1.030a 8 .129 15.539 .000

Intercept 459.247 1 459.247 5.541E4 .000

FCM .243 2 .122 14.673 .001

Waktu .709 2 .355 42.773 .000

FCM * Waktu .078 4 .020 2.354 .000

Error .075 9 .008

Total 460.352 18

Corrected Total 1.105 17

a. R Squared = ,932 (Adjusted R Squared = ,872)

Densitas

Duncan

FCM N

Subset

1 2

SS 6 4.8933

buna-n 6 5.0900

PTFE 6 5.1700

Sig. 1.000 .223

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,012.

Page 32: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

22

Densitas

Duncan

Waktu N

Subset

1 2 3

24 jam 6 4.8183

72 jam 6 5.0317

48 jam 6 5.3033

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,012.

Densitas

Duncan

interaksi N

Subset

1 2 3 4

p1w1 2 4.7100

p3w1 2 4.8150

p1w3 2 4.8300

p2w1 2 4.9300 4.9300

p2w3 2 5.0750 5.0750

p1w2 2 5.1400 5.1400

p3w3 2 5.1900

p3w2 2 5.2650

p2w2 2 5.5050

Sig. .050 .054 .083 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,008.

Page 33: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

23

Lampiran 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

Zat Gizi Satuan

Jumlah yang

dipersyaratkan (per 100

kkal produk siap

konsumsi)

Protein g 1.8-4

Lemak g 3.3-6

Asam linoleat (dalam

bentuk gliserida) mg Min 300

Vitamin A IU 250-500

mg 75-150

Vitamin D IU 40-80

Vitamin E IU Min. 0.7

Vitamin K μg Min. 4

Vitamin B1 μg Min. 40

Vitamin B2 μg Min. 60

Vitamin B3 μg Min. 250

Vitamin B6 μg Min. 35

Asam folat μg Min. 4

Asam pantotenat μg Min. 300

Vitamin B12 μg Min. 0.15

Biotin (Vitamin H) μg Min. 1.5

Vitamin C mg Min. 8

Natrium (Na) mg 20-60

Kalium (K) mg 80-200

Klorida (Cl) mg 55-150

Kalsium (Ca) mg Min. 50

Fosfor (P) mg Min. 25

Rasio Ca : P - 1.2-2

Magnesium (Mg) mg Min. 6

Besi (Fe) mg Min. 0.15

Iodium (I) μg Min. 5

Seng (Zn) mg Min 0.5

Tembaga (Cu) μg Min. 45

Mangan (Mn) μg Min. 5

Lampiran 4 Jumlah sel Planktonik S. Typhimurium dan S. Enteritidis

Bakteri Media Jumlah sel planktonik (log CFU/ml)

24 jam 48 jam 72 jam

S. Typhimurium

1/5 TSB+kasein 9.19 9.42 9.61

Susu 9.59 9.67 9.80

Susu Formula 9.28 9.38 9.82

Bakteri Media Jumlah sel planktonik (log CFU/ml)

24 jam 48 jam 72 jam

S. Enteritidis

1/5 TSB+kasein 8.30 9.00 9.37

Susu 8.53 9.08 9.18

Susu Formula 8.54 8.71 8.86

Page 34: PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA PERMUKAAN … · sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi. ... 3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purwakarta pada tanggal 15 April

1991. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari

ayah H. Sumaryono dan ibu Hj. Melania Nani Indrastuti.

Penulis menamatkan pendidikan SD di SDN Jend A Yani X

Purwakarta pada tahun 2003, SMP di SMPN 1 Purwakarta

pada tahun 2006, dan SMA di SMAN 1 Purwakarta pada

tahun 2009. Tahun 2009 penulis melanjutkan studi ke Institut

Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi, yaitu anggota Divisi

Profesi HIMITEPA pada tahun (2012-2013) panitia seminar dan pelatihan Sistem

Jaminan Pangan Halal (2011), panitia seminar dan pelatihan HACCP 2011,

panitia BAUR 2011, panitia Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (2011), panitia

Orde Keramat 2011, panitia Food Chat Club 2011, dan panitia seminar dan

pelatihan HACCP-PLASMA 2012.

Penulis mempunyai pengalaman kerja sebagai asisten mata kuliah

Praktikum Mikrobiologi Pangan (2011-2012) di Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan IPB. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul

“Pembentukan Biofilm Salmonella sp. pada Permukaan Berbagai Food Contact

Material” di bawah bimbingan Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc.