biofilm berbahan dasar polisakarida dari … · namun, berdasarkan kurva termogram- termal...

31
BIOFILM BERBAHAN DASAR POLISAKARIDA DARI KARAGINAN DAN TEPUNG KACANG HIJAU RETNO DWI JAYANTI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: duongkhanh

Post on 08-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BIOFILM BERBAHAN DASAR POLISAKARIDA DARI

KARAGINAN DAN TEPUNG

KACANG HIJAU

RETNO DWI JAYANTI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biofilm Berbahan

Dasar Polisakarida dari Karaginan dan Tepung kacang Hijau adalah benar karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

Retno Dwi Jayanti

NIM G44080117

ABSTRAK

RETNO DWI JAYANTI. Biofilm Berbahan Dasar Polisakarida dari Karaginan

dan Tepung Kacang Hijau. Dibimbing oleh AHMAD SJAHRIZA dan SRI

SUGIARTI.

Biofilm merupakan film yang terbuat dari bahan-bahan biopolimer, antara

lain polisakarida, protein, dan lemak sehingga mudah rusak secara alami. Tujuan

penelitian ini adalah menghasilkan film dari karaginan dan tepung kacang hijau

serta mengkaji sifat permeabilitas film terhadap uap air. Film pada penelitian ini

terbuat dari ekstrak rumput laut yang disebut karaginan ditambah dengan tepung

kacang hijau dan gliserol. Konsentrasi tepung yang ditambahkan berdasarkan

persen b/v yaitu 1%, 2.5%, 5%, dan 10%. Keberadaan karaginan dalam film ini

ditunjukkan oleh spektrum inframerah pada bilangan gelombang 1230.58 cm-1

yang merupakan ciri khas dari gugus fungsi yang terdapat pada karaginan, yaitu

ester sulfat. Film dengan konsentrasi tepung 2.5% memiliki nilai kuat tarik yang

paling tinggi dibandingkan dengan film lainnya, yaitu 531.19 MPa. Sifat

permeabilitas uap air terhadap film yang paling baik terdapat pada film dengan

konsentrasi 2.5% ialah 13.01 ng m/m2sPa. Namun, berdasarkan kurva termogram-

termal diferensial, film hasil penelitian ini kurang homogen.

Kata kunci: biofilm, karaginan, tepung kacang hijau, permeabilitas uap air

ABSTRACT

RETNO DWI JAYANTI. Biofilm Polysaccharide Based on Carrageenan and

Mungbean Flour. Supervised by AHMAD SJAHRIZA and SRI SUGIARTI

Biofilm is a film made of biopolymer materials, such as polysaccharide,

protein, and fat so it can be more biodegradable. The aim of this research was to

produce a film from carrageenan and mungbean flour and assess the film

permeability properties to water vapor. The film was made of seaweed extract,

called carrageenan, mungbean flour, and glycerol addition. The composition of

flour was based on percent of w/v, i.e. 1%, 2.5%, 5%, and 10%. The presence of

carrageenan in this film was showed by fourier transform infra-red in wave

number 1230.58 cm-1

which is the characteristic of functional group in

carrageenan, namely sulfate esters. The film with flour composition 2.5% had the

highest tensile strength value as compared to other films, that is 531.19 MPa. The

best water vapor permeability property to film was in film with flour

concentration of 2.5% was 13.01 ngm/m2sPa. However, based on the

thermogravimetry-differential thermal analysis curve, the films were less

homogeneous.

Keywords: biofilm, carrageenan, mungbean flour, water vapor permeability

BIOFILM BERBAHAN DASAR POLISAKARIDA DARI

KARAGINAN DAN TEPUNG

KACANG HIJAU

Retno Dwi Jayanti

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Judul : Biofilm Berbahan Dasar Polisakarida dari Karaginan

dan Tepung Kacang Hijau

Nama : Retno Dwi Jayanti

NIM : G44080117

Disetujui oleh

Drs Ahmad Sjahriza

Pembimbing I

Sri Sugiarti Ph.D

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah

polimer, dengan judul Pembuatan Biofilm Berbahan Dasar Polisakarida dari

Karaginan dan Tepung Kacang Hijau.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs Ahmad Sjahriza dan Ibu

Sri Sugiarti PhD selaku pembimbing, serta Bapak Ismail dan Ibu Ai selaku

laboran bagian Kimia Fisik dan Lingkungan yang telah banyak membantu penulis

dalam melaksanakan penelitian. Di samping itu, ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Mas Sujono dan Mas Maksudin selaku analis di Laboratotium

Terpadu IPB yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data. Ungkapan

terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, kakak, serta teman-teman

teman-teman kimia 45 atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

Retno Dwi Jayanti

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

BAHAN DAN METODE 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kadar Air, Abu, dan Protein 5

Ekstrak Karaginan dan Sifat Film 5

Kuat Tarik dan Elongasi 6

Permeabilitas Uap Air 7

Sifat Termal 8

Spektrum FTIR 10

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11

RIWAYAT HIDUP 23

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Skema reaksi perlakuan basa pada karaginan. 6

2 Hilangnya massa air terhadap waktu. 7

3 Permeabilitas uap air film karaginan dan tepung kacang hijau 8

4 Kurva TG-DTA film karaginan dan tepung kacang hijau 9

5 Spektrum FTIR film karaginan dan tepung kacang hijau 10

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Bagan alir lingkup kerja penelitian 14

2 Contoh perhitungan kadar air rumput laut 15

3 Contoh perhitungan kadar abu rumput laut 15

4 Contoh perhitungan kadar air tepung kacang hijau 16

5 Contoh perhitungan kadar abu tepung kacang hijau 16

6 Contoh perhitungan kadar protein rumput laut 17

7 Contoh perhitungan kadar protein tepung kacang hijau 18

8 Contoh perhitungan kuat tarik film 19

9 Contoh perhitungan permeabilitas uap air 21

10 Spektrum FTIR film karaginan dan tepung kacang hijau 22

PENDAHULUAN

Indonesia mempunyai sumber daya rumput laut penghasil karaginan

terutama jenis Euchema cottonii dan Euchema spinosum penghasil kappa dan iota

karaginan. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),

Indonesia merupakan produsen rumput laut terbesar di dunia. Tercatat pada tahun

2011 produksi rumput laut di Indonesia mencapai 4.3 juta ton. Untuk

mengantisipasi peningkatan produksi, KKP mengembangkan usaha rumput laut

secara terpadu dari hulu sampai hilir, salah satunya ialah pengolahan rumput laut

menjadi karaginan dalam negeri. Selama ini rumput laut diekspor dalam bentuk

bahan baku atau alkali treated carrageenan (ATC).

Karaginan merupakan hidrokoloid hasil ekstraksi dari rumput laut merah

yang merupakan senyawa polisakarida kompleks. Ekstraksi karaginan dapat

dilakukan dengan menggunakan pemanasan (konvensional dan gelombang mikro)

dalam pelarut air dan basa (KOH atau NaOH). Senyawa ini banyak digunakan

dalam industri pangan karena kemampuannya memodifikasi tekstur, cita rasa,

yang berhubungan dengan kelembutan dan kerenyahan, daya awet sifat emulsi

produk, serta mampu menstabilkan protein susu karena adanya gugus ester sulfat

(Sandersen 1981). Kemampuan membentuk gel dan film menyebabkan karaginan

banyak dimanfaatkan pada industri nonpangan, antara lain sebagai pengental pada

pasta gigi, conditioner pada sampo, dan penyalut obat.

Biofilm merupakan film yang terbuat dari bahan-bahan biopolimer, antara

lain polisakarida, protein, dan lemak sehingga mudah rusak secara alami. Biofilm

memiliki sifat mekanik (kuat tarik dan elongasi) yang dapat bersaing dengan film

sintetis. Selain itu, biofilm juga memiliki sifat permeabilitas terhadap uap air dan

oksigen yang baik. Secara umum, biofilm diaplikasikan pada bidang pengemasan

dan farmasi. Biofilm telah dilaporkan berpotensi sebagai pengganti film sintetis di

dalam aplikasi kemasan makanan karena merupakan bahan yang lebih ramah

lingkungan (Lopez et al. 2008). Bae et al. (2007) melaporkan bahwa biofilm dapat

diaplikasikan pada bidang farmasi, antara lain pada pembuatan cangkang kapsul

karena memiliki kelarutan yang baik di dalam air dan HCl.

Beberapa polisakarida penghasil biofilm ialah pati dari umbi akar dan

sereal, pektin, alginat dan karaginan dari rumput laut, dan selulosa (Kester dan

Fennema 1986). Ipsen (1995) mengemukakan bahwa penambahan karaginan ke

dalam konsentrat protein kacang-kacangan dapat meningkatkan kekuatan serta

kekentalan gel. Westling et al. (1998) melakukan pembuatan film dari tepung

kentang dan gliserol. Film yang dihasilkan memiliki nilai kuat tarik dan elongasi

sebesar 20 MPa dan 3%. Permeabilitas oksigen dan permeabilitas uap air yang

dihasilkan dari film tersebut sebesar 7 cm3 μm m

-2 d kPa dan 103 g mm m

-2 d kPa.

Pembuatan film berbahan dasar karaginan telah dilaporkan oleh Ribeiro et al.

(2007). Film yang dihasilkan kurang transparan, tetapi memiliki permeabilitas

oksigen yang rendah. Bae et al. (2007) melaporkan bahwa film yang dihasilkan

dari tepung kacang hijau dan karaginan memiliki sifat permeabilitas oksigen yang

rendah, tetapi sifat permeabilitas terhadap uap air masih lebih tinggi dibandingkan

dengan film polietilena rapatan rendah (LDPE).

2

Penelitian ini bertujuan menghasilkan biofilm yang dibuat dari karaginan

dan tepung kacang hijau serta mengkaji sifat permeabilitasnya terhadap uap air.

Penelitian ini terdiri atas 2 tahap, yaitu pembuatan film karaginan dan tepung

kacang hijau, dengan variasi penambahan tepung kacang hijau dalam film yaitu

sebesar 1%, 2.5%, 5%, dan 10%, dan dilanjutkan dengan pencirian film yang

meliputi kuat tarik, permeabilitas uap air, analisis termal dengan DTA-TGA, dan

analisis gugus fungsi dengan FTIR (Lampiran 1).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah microwave oven Panasonic 800 Watt, alat

pengukur ketebalan film, alat uji tarik Tenso lab-Mey, alat DTA-TGA Shimadzu

DTG-60H, dan IR Prestige-21. Bahan-bahan yang digunakan antara lain rumput

laut merah jenis Eucheuma cottonii yang diperoleh dari pelabuhan Ratu

Kabupaten Sukabumi, KOH dari Merck, tepung kacang hijau, dan gliserol dari

Sigma Aldrich.

Prosedur

Kadar air (AOAC 2007)

Cawan petri dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven pada suhu 105–110˚C selama 15 menit kemudian cawan diletakkan ke dalam desikator selama 15

menit dan ditimbang (A). Sampel (baik rumput laut maupun tepung kacang hijau)

sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan ke dalam cawan yang telah

dikeringkan (B). Cawan yang berisi sampel dipanaskan di dalam oven pada suhu

105–110˚C selama 5 jam. Setelah selesai, cawan tersebut didinginkan di dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang lagi (C). Kadar air dapat dihitung

menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar air C

100

Keterangan:

A = Bobot cawan kosong (gram)

B = Bobot cawan + sampel sebelum dikeringkan (gram)

C = Bobot cawan + sampel setelah dikeringkan (gram)

Kadar abu (AOAC 2007)

Cawan porselen dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven selama 30 menit

pada suhu 100–105˚C kemudian didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Sampel (baik rumput laut maupun tepung kacang hijau) sebanyak

2 gram ditimbang dan diletakkan ke dalam cawan yang sudah dikeringkan. Cawan

3

beserta sampel dibakar menggunakan bunsen hingga tidak berasap selama ± 10

menit dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur pada suhu 600˚C sampai

pengabuan sempurna. Sampel yang telah diabukan didinginkan di dalam desikator

dan ditimbang. Kadar abu dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar abu C

100

Keterangan:

A = Bobot cawan kosong (gram)

B = Bobot cawan + sampel (terkoreksi kadar air) (gram)

C = Bobot cawan + abu (gram)

Kadar protein (AOAC 2007)

Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeidahl kemudian

ditambahkan sebanyak 2 sudip katalis selen dan 10 mL H2SO4 pekat. Sampel

dididihkan sampai cairan tidak berwarna kemudian dipindahkan ke alat destilasi

dan dibilas dengan akuades sebanyak 150 mL. Sebanyak 50 mL larutan NaOH 4%

dimasukkan ke dalam labu destilasi. Cairan dalam ujung kondensor ditampung

dengan erlenmeyer 125 mL yang berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator

(campuran metil merah 0.2% dalam alkohol dan metilen biru 0.2% dalam alcohol

dengan perbandingan 2:1) yang diletakkan di bawah kondensor. Distilasi

dilakukan sampai diperoleh kira-kira 150 ml destilat yang bercampur dengan

H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. Distilat dititrasi menggunakan HCl 0.1 N

sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah. Volume titran dibaca

dan dicatat. Persentase kadar protein dapat dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut:

Kadar Nitrogen Cl N Cl E N fp

bobot sampel terkoreksi kadar air 100

Kadar protein N faktor konversi

Keterangan:

V HCl = Volume HCl (ml)

N HCl = Konsentrasi HCl (N)

BE N = Bobot molekul Nitrogen (14.007 g/mol ek)

fp = Faktor pengenceran

Faktor konversi = 6.25

Ekstraksi karaginan (Pratiwi 2011)

Rumput laut E. cottonii kering dengan bobot 5 g direndam dengan akuades

selama 24 jam. Setelah 24 jam, rumput laut dipisahkan kemudian dihancurkan

menggunakan blender dan dilanjutkan dengan ekstraksi. Ekstraksi dilakukan

dalam wadah yang dipanaskan di dalam microwave oven menggunakan pelarut

basa (KOH 0.1%). Nisbah rumput laut kering dan pelarut (%b/v) adalah 1:20.

Ekstraksi dioperasikan dengan daya defrost selama 20 menit. Filtrat dipisahkan

dari ampas rumput laut dengan disaring menggunakan kain blacu.

4

Pembuatan film (Bae et al. 2007)

Larutan film disiapkan dengan melarutkan sebanyak 12.5 g gliserol dalam

450 mL akuades bersuhu 50˚C dan diaduk selama 30 menit pada suhu 50 ± 5˚C.

Sebanyak 50 mL ekstrak rumput laut yang diperoleh dari proses ekstraksi

ditambahkan dan diaduk selama 30 menit pada suhu 50 ± 5˚C. Tepung kacang

hijau ditambahkan dan diaduk selama 60 menit dengan suhu yang dinaikkan

perlahan-lahan sampai suhu mencapai 90 ± 5˚C. Larutan film dicetak di atas pelat

kaca dan pengeringan dilakukan selama 1 malam.

Kuat tarik dan elongasi

Kuat tarik dan elongasi diukur menggunakan alat uji tarik jenis Tenso lab-

Mey dan berdasarkan ASTM D 638. Film yang telah dikeringkan dipotong

dengan ukuran panjang 40 mm dan lebar 20 mm. Kemudian, film dijepitkan pada

alat uji tarik dengan kecepatan konstan. Data yang dihasilkan dicetak di atas

kertas. Perhitungan besarnya kuat tarik dan persentase elongasi menggunakan

persamaan di bawah ini.

Kuat tarik M a a a tarik saat putus

Luas area

E erubahan panjang film

anjang awal film

Permeabilitas uap air (Hu et al. 2000)

Permeabilitas uap air diukur dengan menggunakan metode cawan

berdasarkan ASTM E 96-95. Sebanyak 30 mL akuades dimasukkan ke dalam

cawan petri. Kemudian diatas cawan petri ditutup alumunium foil yang telah

dilubangi. Luas lubang pada alumunium sebesar 10% dari luas cawan. Film

dilekatkan di atas lubang menggunakan epoxy. Batas ketinggian permukaan air

dalam cawan dan film sebesar 6mm. Cawan dipanaskan di dalam oven pada suhu

37±0.5˚C dan R 19±1.5 selama 5–6 jam dan diukur hilangnya masa air setiap

jamnya. Laju transmisi uap air dihitung menggunakan persamaan di bawah ini.

Laju transmisi uap air masa air ang hilang

waktu luas

Analisis termal dengan DTA-TGA

Analisis termal dengan DTA-TGA dilakukan dengan menggunakan

Shimadzu DTG60-H. Sebanyak 23 mg sampel digerus di dalam mortar kemudian

dicetak pada plat platinum dan dilakukan analisis termal. Kondisi alat diatur dan

dioperasikan pada suhu 0–400˚C dengan kecepatan pemanasan 20˚C per menit. Data yang dihasilkan berupa termogram.

5

Analisis dengan Spektrofotometri Inframerah

Analisis gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan Shimadzu IR

Prestige-21. Film ditempatkan di dalam sel holder kemudian alat diatur agar

diperoleh spectrum yang sesuai. Hasil analisis gugus fungsi dengan FTIR berupa

spektrogram hubungan antara bilangan gelombang dan intensitas puncak yang

mendeskripsikan gugus fungsi. Spektrum FTIR direkan menggunakan

spektrometer pada suhu ruang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air, Abu, dan Protein

Penelitian ini melakukan penentuan kadar air, abu, dan protein terhadap

bahan-bahan yang digunakan, yaitu rumput laut dan tepung kacang hijau.

Penentuan kadar air bertujuan mengetahui mutu dan daya simpan bahan sehingga

terhindar dari pengaruh aktivitas jamur atau mikrob yang tumbuh pada daerah

yang lembap atau pada bahan yang memiliki kadar air tinggi. Selain itu, kadar air

digunakan untuk mengoreksi bobot. Penentuan kadar abu bertujuan menentukan

kandungan mineral sisa hasil pembakaran bahan organik. Mineral sebagai

senyawaan anorganik akan tertinggal dalam bentuk abu yang dapat digunakan

untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh

kadar air, abu, dan protein pada rumput laut berturut-turut sebesar 15.89%,

49.16%, dan 8.19%. Kadar air, abu, dan protein pada tepung kacang hijau

berturut-turut sebesar 10.14%, 4.08%, dan 26.34%. Hasil-hasil tersebut diperoleh

dari perhitungan di Lampiran 2–7. Menurut Devis et al. (2008), rumput laut

mengandung 11.28% air, 36.05% abu, dan 1.86% protein. Kacang hijau yang

merupakan tanaman kacang-kacangan menurut Liu dan Shen dalam Ummi-

Shafiqah et al. (2012) memiliki kandungan protein sebesar 24%.

Ekstrak Karaginan dan Sifat Film

Metode ekstraksi karaginan yang dilakukan adalah menggunakan

gelombang mikro dengan pelarut basa, yaitu KOH 0.1%. Metode ekstraksi ini

didasarkan pada penelitian sebelumnya, yaitu Pratiwi (2011) yang mengekstraksi

karaginan dari rumput laut jenis E.cottonii menggunakan gelombang mikro dan

memperoleh rendemen sebesar 26.30%. Perlakuan basa pada ekstraksi karaginan

dari rumput laut ini merupakan reaksi yang sangat penting karena dapat

meningkatkan sifat gelnya. Distantina et al. (2011) mengemukakan bahwa pelarut

basa dapat mengatalisis hilangnya gugus 6-sulfat sehingga dapat meningkatkan

kekuatan gel. Skema reaksi antara pelarut basa dan karaginan disajikan pada

Gambar 1.

6

Gambar 1 Skema reaksi perlakuan basa pada karaginan

Berdasarkan Gambar 1, kappa karaginan mengandung gugus 3,6-anhidro.

Karaginan nongel, μ karaginan karaginan-6,4-disulfat) merupakan prekursor

alami yang terdapat di dalam rumput laut dan memiliki gugus ester sulfat.

Jembatan 3,6-anhidro terbentuk karena penghilangan sulfat dari C-6 pada

prekursor dan bersamaan dengan itu, terbentuk jembatan 3,6-anhidro (Uy et al.

2005).

Film pada penelitian ini dibuat dari karaginan dan tepung kacang hijau serta

gliserol sebagai pemlastis. Prinsip metode pencetakan film pada penelitian ini

adalah gel casting. Pada metode gel casting, larutan film dibuat gel, kemudian

penguapan pelarut selama pengeringan menurunkan kelarutan polimer hingga

rantai polimer menyesuaikan diri untuk membentuk film. Film dibuat dengan

berbagai konsentrasi, yaitu 1%, 2.5%, 5%, dan 10% dengan ketebalan awal 0.790

mm. Film-film yang dihasilkan homogen secara kasat mata, transparan, dan

memiliki sifat yang lentur.

Terbentuknya film diakibatkan oleh adanya interaksi ikatan hidrogen antara

polisakarida dan tepung. Karaginan merupakan polisakarida yang bermuatan

negatif. Muatan negatif tersebut terdapat pada gugus sulfat (SO4-). Adanya muatan

negatif ini memengaruhi kelarutan karaginan di dalam air. Karaginan sendiri

mampu membentuk film namun film yang dihasilkan kurang kuat. Adanya

pemlastis gliserol menyebabkan film menjadi lebih lentur dan lebih dapat

diperpanjang (Embuscado dan Huber 2009).

Kuat Tarik dan Elongasi

Uji fisik terhadap film meliputi uji mekanik dan uji penghambatan. Uji

mekanik menunjukkan kekuatan film dalam menahan kerusakan bahan selama

pengolahan, sedangkan uji penghambatan menunjukkan kemampuan film

melindungi bahan yang dikemas. Uji fisik film meliputi kuat tarik, elongasi,

ketebalan, dan laju permeabilitas uap air. Kuat tarik merupakan tarikan

maksimum yang dapat ditahan sebelum film putus atau robek. Pengukuran kuat

tarik berguna untuk mengetahui besarnya gaya untuk mencapai tarikan maksimum

pada setiap luas film untuk memanjang atau merenggang. Elongasi didefinisikan

sebagai persentase perubahan panjang film pada saat film ditarik sampai putus.

Menurut Bae et al. (2007), kuat tarik dan elongasi digunakan untuk

menggambarkan sifat mekanik film yang dihubungkan dengan struktur kimianya.

Kuat tarik dan elongasi setiap film ditunjukkan pada Tabel 1, diperoleh dari

perhitungan di Lampiran 8.

O

O

O

OSO3-

OH

O OH

OSO3-

OH

HO

OH-

O O

OSO3-OH

OHO

O

OH

+ SO4-

Mu-karaginan Kappa-karaginan

7

Tabel 1 Nilai kuat tarik dan elongasi film karaginan dan tepung kacang hijau

Konsentrasi tepung dalam

film (%) Kuat tarik (MPa) Elongasi (%)

1.00 396.94 12.50

2.50 531.19 12.25

5.00 277.85 3.50

10.00 341.74 4.38

Kuat tarik dinyatakan sebagai gaya yang diberikan per satuan luas permukaan.

Gaya yang diberikan pada film cenderung rendah (Lampiran 8). Hal ini

disebabkan film yang dihasilkan sangat tipis. Secara keseluruhan, ketebalan film

sekitar 0.02–0.03 mm, diukur pada 10 titik yang berbeda (Lampiran 8).

Berdasarkan Tabel 2, nilai kuat tarik yang tertinggi terdapat pada film dengan

penambahan konsentrasi tepung kacang hijau sebesar 2.5%, yaitu 531.19 MPa.

Jika dibandingkan dengan LDPE, kuat tarik film hasil penelitian ini lebih besar

dari LDPE. Kuat tarik LDPE sebesar 27.58 MPa sehingga dapat dikatakan bahwa

film hasil penelitian ini mampu menyaingi LDPE dari segi kuat tariknya.

Coudhary et al. (2011) telah melaporkan bahwa kuat tarik yang dihasilkan oleh

film karaginan sebesar 0.73 MPa.

Tepung kacang hijau telah dilaporkan memiliki kandungan protein sebesar

26.34%. Debeaufort dan Voilley dalam Embuscado dan Huber (2009)

mengemukakan bahwa film berbahan dasar polisakarida dan protein memiliki

keunggulan dalam hal stabilitas mekaniknya. Pembentukan film polisakarida dan

protein melalui interaksi elektrostatis, ikatan hidrogen, gaya van der Waals, ikatan

kovalen, dan jembatan disulfida sehingga dapat meningkatkan stabilitas mekanik

pada film (Embuscado dan Huber 2009).

Permeabilitas Uap Air

Laju permeabilitas uap air merupakan jumlah air yang hilang per satuan

waktu dibagi dengan luas film. Metode yang umum digunakan untuk menentukan

permeabilitias uap air adalah ASTM E96-95, ang dikenal dengan „metode

cawan‟. Permeabilitas uap air dihitung menggunakan persamaan pada Lampiran 9.

Gambar 2 Hilangnya massa air terhadap waktu

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

0 100 200 300 400

hil

ang m

asa

(g)

waktu (menit)

1%

2.50%

5%

10%

8

Gambar 2 menunjukkan bahwa hilang massa air (Lampiran 9) dari setiap

konsentrasi film hampir sama dan bertambah setiap jamnya. Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian Hu et al. (2000) bahwa massa air yang hilang dari setiap film yang

diuji meningkat setiap jamnya dan keadaan tunak diperoleh setelah 5 jam.

Permeabilitas film berkaitan dengan gugus hidrofilik pada film (Lorotonda 2007).

Hasil pengukuran permeabilitas uap air pada suhu 37˚C, penurunan kelembapan

relatif dari 97% menjadi 58%, dan beda tekanan sebesar 0.06 inHg dapat dilihat

pada Gambar 3.

Gambar 3 Permeabilitas uap air film karaginan dan tepung kacang hijau

Nilai permeabilitas paling rendah dihasilkan oleh film karaginan dan tepung

kacang hijau 2.5%, yaitu sebesar 13.01 ng m/m2 s Pa. Salah satu fungsi film

adalah menahan migrasi uap air sehingga permeabilitas terhadap uap air harus

rendah. Oleh karena itu, film dengan penambahan 2.5% tepung kacang hijau

dalam penelitian ini merupakan film yang optimum jika dilihat dari permeabilitas

uap airnya. Jika dibandingkan dengan LDPE, permeabilitas uap air pada film ini

lebih tinggi dari LDPE (0.00064 ng m/m2

s Pa) sehingga dapat dikatakan bahwa

film hasil penelitian ini belum mampu menyaingi LDPE dari segi permeabilitas

uap airnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui

bahan pengisi lain sehingga dapat memperbaiki sifat permeabilitas film terhadap

uap air dan mampu menyaingi LDPE. Nilai permeabilitas juga dapat digunakan

untuk menentukan waktu yang diperlukan uap air untuk melewati film

(Debeaufort dalam Embuscado dan Huber 2009) sehingga dapat dinyatakan

dengan satuan waktu. Berdasarkan definisi tersebut, waktu optimum yang

dibutuhkan uap air untuk melewati film yang dihasilkan dalam penelitian ini

adalah 46.84× 10-11

jam.

Sifat Termal

Analisis termal dapat menentukan sifat fisik sampel sebagai fungsi suhu

atau waktu di bawah kondisi yang terkendali. Analisis termal meliputi Analisis

Termogravimetri (TGA), Analisis Diferensial Termal (DTA), Kalorimetri

Diferensial Payar (DSC). (Hatekayama and Hatekayama 2004). Analisis TGA

0

5

10

15

20

25

1% 2.5% 5% 10%

WV

P (

ng m

/m2

s P

a)

Konsentrasi film

9

pada prinsipnya mengukur pengurangan bobot sampel sebagai fungsi suhu atau

waktu ketika dilakukan pemanasan. Analisis DTA pada prinsipnya mengukur

perubahan suhu antara senyawa sampel dan standar selama pemanasan. Kurva

DTA dapat digunakan untuk menentukan degradasi berlangsung secara

eksotermik atau endotermik. Kurva proses eksotermik akan menghasilkan puncak

sedangkan proses endotermik akan menghasilkan lembah.

Analisis termogravimetri di dalam penelitian polimer dilakukan pada

kondisi yang sedang supaya diperoleh beberapa informasi, antara lain suhu

dekomposisi (Td), puncak kurva turunan TG (∆Td), residu massa, dan hilang

massa karena penguapan senyawa dengan bobot molekul rendah (Hatekayama et

al. 2004)). Kurva TG-DTA yang dihasilkan pada penelitian ini ditunjukkan pada

Gambar 4.

a

b

Gambar 4 Kurva TG-DTA film karaginan (a) film karaginan dan tepung kacang

hijau 1% (b)

10

Berdasarkan Gambar 4, kurva TG-DTA film karaginan maupun film

karaginan dan tepung kacang hijau 1% menunjukkan suhu-suhu transisi yang

tajam. Artinya, film hasil penelitian ini kurang homogen. Hal ini disebabkan oleh

faktor pengadukan. Hasil kurva TGA film karaginan menunjukkan masa yang

hilang sekitar 20.695 mg atau 83.633%, sedangkan hasil kurva TGA dari film

karaginan dan tepung kacang hijau 1% menunjukkan massa yang hilang sekitar

15.934 mg atau 63.536%. Hasil kurva DTA dari film karaginan dan tepung

kacang hijau 1% menunjukkan degradasi berlangsung secara eksotermik pada

32.26 uV dan 46.49 uV, sedangkan secara endotermik 90.22 uV. Hasil kurva

DTA dari film karaginan hanya menunjukkan degradasi berlangsung secara

endotermik pada -124.06 uV dan -40.41 uV.

Spektrum FTIR

Film karaginan dan tepung kacang hijau selanjutnya dianalisis gugus fungsi

dengan spektrofotometer FTIR. Lampiran 10 menunjukan spektrum film

karaginan dan tepung kacang hijau. Spektrum FTIR dari film yang dihasilkan

memiliki kemiripan pola dengan spektrum karaginan komersial pada Distantina et

al. (2011). Menurut Distantina, spektrum FTIR karaginan menunjukkan adanya

pita serapan pada bilangan gelombang 1210–1260 cm-1

yang merupakan gugus

fungsi ester sulfat (S=O) (a), 1010–1080 cm-1

ikatan glikosida (b), 928–933 cm-1

3,6-anhidro-D-galaktosa (c), dan 840–850 cm-1

D-galaktosa-4-sulfat (d) (Gambar

5).

Gambar 5 Spektrum FTIR film karaginan dan tepung kacang hijau

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Biofilm berbahan dasar polisakarida dari karaginan dan tepung kacang hijau

berhasil dibuat dengan mencampurkan ekstrak rumput laut dan tepung kacang

hijau serta gliserol sebagai pemlastis. Nilai kuat tarik yang paling tinggi terdapat

Hasil penelitian

Referensi

11

pada film karaginan dan tepung kacang hijau 2.5% yaitu 531.19 MPa.

Permeabilitas uap air yang paling baik juga terdapat pada film karaginan dan

tepung kacang hijau 2.5% yaitu 13.01 ng m/m2 s Pa. Berdasarkan hasil kurva TG-

DTA, film hasil penelitian ini kurang homogen.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan bahan pengisi

lain untuk memperbaiki sifat permeabilitas uap air dari film karaginan dan tepung

kacang hijau yang telah dihasilkan. Selain itu, digunakan juga pengaduk

berkecepatan supaya dihasilkan film yang lebih homogen.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical and Chemistry. 2007. Official Method

of Analysis 18th

. Marylan: Association of Official Analytical Chemist Inc.

Bae Ho J, Cha Dong S, Whiteside William S, Park Hyun J. 2007. Film and

pharmaceutical hard capsule formation properties of mungbean,

waterchestnut, and sweet potao flours. Food Chem 106:96–105.

Choudary DR, Patel V, Patel H, Kundawala AJ. 2011. Exploration of film

forming properties of film formers used in the formulation of rapid

dissolving films. Int J Chemtech Res 531–533.

Devis FH.2008. Bioetanol Berbahan Dasar Rumput Laut Kappaphycus alvarezii

[skripsi] Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian

Bogor.

Distantina S, Wiranti, Fachrurrozi M, Rochmadi. 2011. Carrageenan properties

extracted from Eucheuma cotoonii, Indonesia. Engine and Technol 78:738–742.

Embuscado ME and Huber KC. 2009. Edible Film and Coatings For Food

Application. London: Springer

Hatekayama T & Hatekayama H. 2004. Thermal Properties of Green Polymers

and Biocomposites. USA: Springer

Hu Yu, Topolkaraev V, Hiltner A, Baer E. 2001. Measurement of water vapor

transmission rate in highly permeable films. J Applied Polymer Science

81:1624–1633.

Ipsen R. 1995. Mixed gels made from protein and kappa carrageenan.

Carbohydrate Pol 28:337–339.

Kester J.J & Fennema O.R. 1986. Edible film and coatings. Food Technol. 12:47–59.

Larotonda F DS. 2007. Biodegradable films and coatings obtained from

Mastocarpus stellatus and flour from Quercus suber [tesis]. Porto: Faculty

of Engineering University of Porto

Lopez OV, Garcia Maria A, Zaritzky Noemi E. 2008. Film forming capacity of

chemically modified corn floures. Carb Pol 73:573–581.

12

Pratiwi N. 2011. Optimasi Ekstraksi Karaginan Kappa dari Rumput Laut

Eucheuma Cottonii [skripsi] Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Ribeiro C, Vicente AA, Teixeira JA, Miranda Candida. 2007. Optimization of

edible composition to retard strawberry fruit senescence. Postharvest

Biology and Technology 44:63–70.

Sandersen G.R. 1981. Polysaccaharides in foods. J Food Technol. 7:50–59.

Ummi-Shafiqah M.S, Fazilah A, Karim A.A, Kaur B, Yusup Y. 2012. The effect

of UV treatment on the properties of sago and mung bean films.

International Food Research Journal 19:265–270.

Uy FS, Easteal AJ, Farid MM. 2005. Seaweed processing using industrial single-

mode cavity microwave heating: a preliminary investigation. Carbohydrate

Researc. 340:1357–1364.

Westling AR, Stading Mats, Hermansson AM, Gatenholm Paul. 1998. Structure,

mechanical, and barrier properties of amylose and amylopectin films. Carb

Pol36:217–224.

13

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian

Preparasi alat dan bahan

Ekstraksi karaginan

Pembuatan film

Analisis

Kuat tarik

dan elongasi

Permeabilitas

uap air

TG-DTA FTIR

14

Lampiran 2 Contoh perhitungan kadar air rumput laut

Ulangan Bobot sampel (g) Bobot setelah

pengeringan (g) Kadar Air (%)

1 2.0281 1.6993 15.95

2 2.0080 1.6866 16.00

3 2.0143 1.6974 15.73

Rerata 15.89

Ulangan 1:

Kadar air obot sampel obot setelah pengeringan

obot sampel 100

2.0281 1.6993

2.0281 100

15.95

Rerata Kadar air 15.95 16.00 15.73

3 15.89

Lampiran 3 Contoh perhitungan kadar abu rumput laut

Ulangan Bobot sampel

(g)

Bobot

sampel

terkoreksi

kadar air (g)

Bobot abu (g) Kadar Abu

(%)

1 2.0012 1.6832 0.7937 47.15

2 2.0011 1.6831 0.8844 52.54

3 2.0054 1.6867 0.8063 47.80

Rerata 49.16

Ulangan 1:

Kadar abu obot abu

obot sampel terkoreksi 100

0.7937

1.6832 100

39.66

Rerata Kadar abu 47.15 52.54 47.80

3 49.16

15

Lampiran 4 Contoh perhitungan kadar air tepung kacang hijau

Ulangan Bobot sampel (g) Bobot setelah

pengeringan (g) Kadar Air (%)

1 2.0038 1.8014 10.10

2 2.0037 1.7995 10.19

3 2.0006 1.7977 10.14

Rerata 10.14

Ulangan 1:

Kadar air obot sampel obot setelah pengeringan

obot sampel 100

2.0038 1.814

2.0038 100

10.10

Rerata Kadar air 10.10 10.19 10.14

3 10.14

Lampiran 5 Contoh perhitungan kadar abu tepung kacang hijau

Ulangan Bobot sampel

(g)

Bobot

sampel

terkoreksi

kadar air (g)

Bobot abu (g) Kadar Abu

(%)

1 2.0204 1.8155 0.0752 4.14

2 2.0103 1.8064 0.0713 3.95

3 2.0245 1.8192 0.0755 4.15

Rerata 4.08

Ulangan 1:

Kadar abu obot abu

obot sampel terkoreksi 100

0.0752

1.8155 100

4.14

Rerata Kadar abu 4.14 3.95 4.15

3 4.08

16

Lampiran 6 Contoh perhitungan kadar protein rumput laut

Ulangan Bobot

sampel (mg)

Bobot sampel

terkoreksi

kadar air (mg)

Volume HCl

terpakai (mL)

Kadar protein

(%)

1 102.1 85.86 0.80 8.13

2 100.6 84.61 0.80 8.25

Rerata 8.19

Ulangan 1:

Kadar N olume Cl terpakai N Cl E N

obot sampel 100

0.80 0.1 14.007

85.86 100

1.30

Kadar protein Kadar N faktor konversi

1.30 6.25

8.13

Rerata Kadar protein 8.13 8.25

2 8.19

17

Lampiran 7 Contoh perhitungan kadar protein tepung kacang hijau

Ulangan Bobot

sampel (mg)

Bobot sampel

terkoreksi

kadar air (mg)

Volume HCl

terpakai (mL)

Kadar protein

(%)

1 154.5 138.83 4.20 26.50

2 148.7 133.62 4.00 26.19

Rerata 26.34

Ulangan 1:

Kadar N olume Cl terpakai N Cl E N

obot sampel 100

4.20 0.1 14.007

138.83 100

4.24

Kadar protein Kadar N faktor konversi

4.24 6.25

26.50

Rerata Kadar protein 26.50 26.19

2 26.34

18

Lampiran 8 Contoh perhitungan kuat tarik film

Konsentrasi

film (%)

Ketebalan

(mm)

Gaya

(Kgf)

Panjang

awal (mm)

Panjang

akhir (mm)

Elongasi

(%)

1

0.020

17 40.00 45.00 12.50

0.020

0.020

0.020

0.025

0.020

0.020

0.020

0.020

0.025

2.5

0.021

26 40.00 44.90 12.25

0.035

0.025

0.021

0.020

0.021

0.025

0.025

0.021

0.025

5

0.025

17 40.00 41.40 3.50

0.030

0.040

0.025

0.045

0.030

0.025

0.025

0.025

0.025

10

0.035

23 40.00 41.75 4.38

0.035

0.031

0.040

0.031

0.031

0.031

0.031

0.031

0.030

Tebal film = 0.021 mm

Panjang film = 40 mm

19

lebar film = 20 mm

1 Kgf = 9.80665 N

Kuat tarik film 1 %:

Kuat tarik a a

Luas film

17 9.80665 N

0.021 20 mm2

396.94 M a

20

Lampiran 9 Contoh perhitungan permeabilitas uap air

1%

Massa air yg

hilang (g)

Waktu

(s)

Luas

(m2)

Ketebalan

(m) ∆ a

WVP (ng m / m2 s

Pa)

0.5163 3600 0.000625 0.000021 203.1833 23.72

0.6840 7200 0.000625 0.000021 203.1833 15.71

0.9164 10800 0.000625 0.000021 203.1833 14.03

1.3433 14400 0.000625 0.000021 203.1833 15.43

1.5167 18000 0.000625 0.000021 203.1833 13.93

2.5%

Massa air yg

hilang (g)

Waktu

(s)

Luas

(m2)

Ketebalan

(m) ∆ a

WVP (ng m / m2 s

Pa)

0.1704 3600 0.000676 0.000024 203.1833 8.27

0.4310 7200 0.000676 0.000024 203.1833 10.46

0.6483 10800 0.000676 0.000024 203.1833 10.49

1.0365 14400 0.000676 0.000024 203.1833 12.58

1.3400 18000 0.000676 0.000024 203.1833 13.01

5%

Massa air yg

hilang (g)

Waktu

(s)

Luas

(m2)

Ketebalan

(m) ∆ a

WVP (ng m / m2 s

Pa)

0.2588 3600 0.000676 0.00003 203.1833 15.70

0.4454 7200 0.000676 0.00003 203.1833 13.51

0.8024 10800 0.000676 0.00003 203.1833 16.23

1.1629 14400 0.000676 0.00003 203.1833 17.64

1.4554 18000 0.000676 0.00003 203.1833 17.66

10%

Massa air yg

hilang (g)

Waktu

(s)

Luas

(m2)

Ketebalan

(m) ∆ a

WVP (ng m / m2 s

Pa)

0.2092 3600 0.000625 0.000033 203.1833 15.10

0.5667 7200 0.000625 0.000033 203.1833 20.45

0.9297 10800 0.000625 0.000033 203.1833 22.37

1.2470 14400 0.000625 0.000033 203.1833 22.50

1.4661 18000 0.000625 0.000033 203.1833 21.17

Permeabilitas uap air film karaginan dan tepung kacang hijau 1% waktu 1 jam

ermeabilitas uap air Masa air ang hilang Ketebalan

aktu Luas ∆

21

0.5163 0.000021

3600 0.000625 203.1833

23.72 ng m m2 s a

22

Lampiran 10 Spektrum FTIR film karaginan dan tepung kacang hijau

bilangan gelombang (cm-1

)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggl 8 Februari 1990 sebagai putri

kedua dari Bapak Sumaryono dan Ibu Wargini. Tahun 2008 penulis telah

menyelesaikan pendidikan tingkat atasnya di SMA Negeri 1 Ungaran dan pada

tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar Tingkat

Persiapan Bersama (TPB) tahun 2009 dan tahun 2011, asisten praktikum mata

kuliah Kimia Lingkungan tahun ajaran 2010/2011, dan asisten praktikum mata

kuliah Kimia Fisik tahun ajaran 2011/2012. Selama kuliah, penulis juga

melakukan kegiatan Praktik Lapang di Pusat Teknologi Keselamatan dan

Metrologi Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (PTKMR BATAN) Lebak

ulus, Jakarta Selatan dengan judul laporan “ enentuan Konsentrasi

Radionuklida Pemancar Gamma Dalam Air Laut Menggunakan Metode

Pengendapan MnO2”. Pada tahun 2012 penulis dkk. mendapatkan dana program

kreativitas mahasiswa bidang penelitian KM dengan judul “ embuatan

Adsorben Termodifikasi Asam dari Limbah Sabut Kelapa sebagai Penjerap Zat

Warna Reaktif Coomassie Brilliant Blue pada Limbah Cair di Industri atik”. Di

bidang organisasi, penulis juga pernah menjabat sebagai pengurus himpunan

profesi Ikatan Mahasiswa Kimia (IMASIKA) periode 2009/2010, Dewan

Pengawas IMASIKA (DPI) periode 2010/2011.