pembelajaran pendidikan multikeaksaraan dengan …

12
30 Jurnal AKRAB! Volume X Edisi 2/Oktober/2019 PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN DENGAN PENDEKATAN BAHASA IBU TEMA SOSIAL POLITIK DAN KEBANGSAAAN Oleh : Nunung Nurazizah BP-PAUD dan Dikmas Kalimantan Selatan e-mail: [email protected] Abstrak: Tema sosial politik dan kebangsaan dengan subtema hak asasi manusia, organisasi, dan kelembagaan diangkat dalam penelitian ini karena kondisi masyarakat di Provinsi Kalimantan Selatan mengalami tingkat perceraian yang tinggi, kekerasan dalam rumah tangga, dan adanya tumpang tindih kepemilikan lahan. Perangkat pembelajaran terdiri atas bahan ajar dengan pendekatan bahasa ibu, yaitu bahasa Banjar dan bahasa Indonesia, panduan penilaian, panduan pembelajaran pendidikan multikeaksaraan yang disusun untuk kelengkapan sarana belajar pada pembelajaran pendidikan multikeaksaraan untuk mencapai standar kompetensi lulusan warga belajar pendidikan multikeaksaraan sesuai dengan Permendikbud Nomor 42 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan. Penyusunan bahan ajar, panduan pembelajaran, dan panduan penilaian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan. Uji coba operasional dilakukan di SPNF SKB Banjarbaru dan PKBM Citra Mandurian Kabupaten Tapin (sebagai kelompok eksperimen) dan SPNF SKB Tabalong (sebagai kelompok kontrol) selama tiga bulan. Dengan uji t-test bahan ajar pendidikan multikeaksaraan tema sosial politik dan kebangsaan dengan subtema hak asasi manusia, organisasi, dan kelembagaan diperoleh perhitungan, yaitu pengetahuan Tapin: t-test = 13,71 > t tabel = 1,72. Pengetahuan Banjarbaru: t-test = 14,18 > t tabel = 1,72 menyatakan bahwa H 0 ditolak dan H 1 diterima. Dampak dari penerapan perangkat pembelajaran dengan pendekatan bahasa ibu lebih efektif dalam penyelenggaraan pendidikan multikeaksaraan di Provinsi Kalimantan Selatan. Kata kunci: pembelajaran, multikeaksaraan, bahasa ibu. STUDY OF MULTI-LITERACY EDUCATION USING MOTHER-TONGUE APPROACH WITH SOCIAL POLITICAL AND NATIONALITY THEMES Abstract: Social political and nationality themes with the sub-themes of human rights, organisation, and institution based on sample’s condition on high rate of divorce, domestic violence, and overlapping ownerships of lands. Learning media consisted of teaching materials with mother-tongue approach which are Banjar and Indonesian language, grading guide, multi-literacy education learning guide, which were arranged for the completion of learning tools on multi-literacy education learning for the multi-literacy leaning participants to reach the graduating standard competency accordingly to Ministry of Education and Culture’s Regulation No. 42 year 2015. The structuring of these teaching material, learning guide, and grading guide was using research and development methodology. The experiment of this research method was held at SPNF SKB Banjarbaru and PKBM Citra Mandurian of Tapin (as the treatment group) and SPNF SKB Tabalong (as the control group), for three months. The T-test on social political and nationality themed with sub-themes of human rights, organisational, and institutional multi-literacy teaching materials was achieved as follows, Tapin’s knowledge : t-test =13.71 > t table = 1.72. Banjarbaru’s knowledge : ARTIKEL

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN DENGAN …

30 Jurnal AKRAB! Volume X Edisi 2/Oktober/2019

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN

DENGAN PENDEKATAN BAHASA IBU

TEMA SOSIAL POLITIK DAN KEBANGSAAANOleh : Nunung Nurazizah

BP-PAUD dan Dikmas Kalimantan Selatane-mail: [email protected]

Abstrak: Tema sosial politik dan kebangsaan dengan subtema hak asasi manusia, organisasi, dan kelembagaan diangkat dalam penelitian ini karena kondisi masyarakat di Provinsi Kalimantan Selatan mengalami tingkat perceraian yang tinggi, kekerasan dalam rumah tangga, dan adanya tumpang tindih kepemilikan lahan. Perangkat pembelajaran terdiri atas bahan ajar dengan pendekatan bahasa ibu, yaitu bahasa Banjar dan bahasa Indonesia, panduan penilaian, panduan pembelajaran pendidikan multikeaksaraan yang disusun untuk kelengkapan sarana belajar pada pembelajaran pendidikan multikeaksaraan untuk mencapai standar kompetensi lulusan warga belajar pendidikan multikeaksaraan sesuai dengan Permendikbud Nomor 42 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan. Penyusunan bahan ajar, panduan pembelajaran, dan panduan penilaian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan. Uji coba operasional dilakukan di SPNF SKB Banjarbaru dan PKBM Citra Mandurian Kabupaten Tapin (sebagai kelompok eksperimen) dan SPNF SKB Tabalong (sebagai kelompok kontrol) selama tiga bulan. Dengan uji t-test bahan ajar pendidikan multikeaksaraan tema sosial politik dan kebangsaan dengan subtema hak asasi manusia, organisasi, dan kelembagaan diperoleh perhitungan, yaitu pengetahuan Tapin: t-test = 13,71 > t

tabel = 1,72. Pengetahuan Banjarbaru: t-test = 14,18 > t

tabel = 1,72 menyatakan bahwa H

0

ditolak dan H1 diterima. Dampak dari penerapan perangkat pembelajaran dengan pendekatan bahasa ibu

lebih efektif dalam penyelenggaraan pendidikan multikeaksaraan di Provinsi Kalimantan Selatan.

Kata kunci: pembelajaran, multikeaksaraan, bahasa ibu.

STUDY OF MULTI-LITERACY EDUCATION USING MOTHER-TONGUE

APPROACH WITH SOCIAL POLITICAL AND NATIONALITY THEMES

Abstract: Social political and nationality themes with the sub-themes of human rights, organisation, and institution based on sample’s condition on high rate of divorce, domestic violence, and overlapping ownerships of lands. Learning media consisted of teaching materials with mother-tongue approach which are Banjar and Indonesian language, grading guide, multi-literacy education learning guide, which were arranged for the completion of learning tools on multi-literacy education learning for the multi-literacy leaning participants to reach the graduating standard competency accordingly to Ministry of Education and Culture’s Regulation No. 42 year 2015. The structuring of these teaching material, learning guide, and grading guide was using research and development methodology.

The experiment of this research method was held at SPNF SKB Banjarbaru and PKBM Citra Mandurian of Tapin (as the treatment group) and SPNF SKB Tabalong (as the control group), for three months. The T-test on social political and nationality themed with sub-themes of human rights, organisational, and institutional multi-literacy teaching materials was achieved as follows, Tapin’s knowledge : t-test =13.71 > t

table = 1.72. Banjarbaru’s knowledge :

ARTIKEL

Page 2: PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN DENGAN …

31Pembelajaran Pendidikan Multikeaksaraan dengan Pendekatan Bahasa Ibu Tema Sosial Politik dan Kebangsaaan Nunung Nurazizah

PENDAHULUANPendidikan multikeaksaraan adalah pendidikan

keaksaraan yang menekankan peningkatan keberagaman keberaksaraan dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan ini merupakan upaya pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan profesi, pekerjaan, atau kemahiran yang dimiliki dan diminati warga belajar. Pendidikan multikeaksaraan diarahkan sesuai dengan minat warga belajar. Misalnya, wawasan keilmuan dan teknologi, kesehatan dan olahraga, seni, budaya, politik kebangsaan, serta pekerjaan atau profesi. Program pendidikan multikeaksaraan merupakan program keaksaraan dengan menggunakan berbagai pendekatan (seni, budaya, lingkungan, teknologi, ras, etnis, gender, dan lainnya) yang relevan dengan kondisi warga belajar, sehingga mereka diharapkan mampu mencapai dan/atau mengembangkan kompetensi keberaksaraan serta meningkatkan penghasilan dan kualitas hidup (Kemdikbud; 2018).Pendidikan multikeaksaraan sebagai bagian dari pendidikan berkelanjutan berupaya memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi belajarnya, setelah mengikuti program keaksaraan dasar. Pendidikan multikeaksaraan merupakan salah satu program pendidikan keaksaraan lanjutan. Pendidikan keaksaraan lanjutan: 1) memiliki tujuan meneguhkan keterampilan keaksaraan, 2) mengajarkan keterampilan ekonomi, 3) mendapatkan akses pada informasi baru untuk memperbaiki kualitas hidup, 4) menumbuhkan kesadaran kritis tentang peristiwa mutakhir di lingkungan sekitarnya, 5) membantu mengembangkan sikap rasional dan ilmiah, 6) mengorientasikan pada nilai-nilai dan sikap baru yang dibutuhkan dalam pembangunan, dan 7) untuk hiburan dan kegembiraan (UNESCO, 1989 dalam Kemdikbud, 2016).

Kemampuan keberaksaraan individu sangat berpengaruh dalam bersosialisasi terhadap lingkungannya, sehingga mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan demokrasi. Keaksaraan dasar diperlukan masyarakat untuk menumbuhkan kemampuan multikeaksaraan untuk mencari, memperoleh, menguasai, dan mengelola informasi pada masa sekarang.

Badan Pusat Statistik pada tahun 2016 menyatakan bahwa jumlah masyarakat buta aksara di Provinsi Kalimantan Selatan sudah berada di bawah angka nasional. Provinsi Kalimantan Selatan mampu mengentaskan sekitar 2.000 jiwa dalam rentang satu tahun dari 2015--2016, sehingga pencapaian literasi di Kalimantan Selatan berhasil menyisakan buta aksara sebesar 1,72 persen dari jumlah penduduk 3.988.793 jiwa atau sebanyak 42.402 jiwa, padahal angka rata-rata nasional adalah 2,07 persen.

Pada tingkat kabupaten/kota warga buta aksara untuk Kabupaten Banjar 0,50%; Kotabaru 0,70%; Kabupaten Tanah Laut 0,60%; Balangan 0,20%; Kabupaten Hulu Sungai Utara 0,10%; Kabupaten Tanah Bumbu 0,50%; Kabupaten Tapin 0,10%; Kabupaten Hulu Sungai Selatan 0,69%; dan Kabupaten Tabalong 0,30. Data tersebut menunjukkan adanya permasalahan tuna aksara di Provinsi Kalimantan Selatan yang belum seluruhnya tuntas, sehingga masih perlu upaya pembelajaran untuk meningkatkan keberaksaraan masyarakat di Kalimantan Selatan.Penyelenggaraan pendidikan multikeaksaraan telah dilaksanakan di Kalimantan Selatan pada tahun 2017 dan 2018 dengan menggunakan bahan ajar bertema kesehatan lingkungan, seni dan budaya. Pada tahun 2017 warga belajar pendidikan multtikeaksaraan terdapat di Kabupaten Banjar sebanyak 50 warga belajar yang dikelola oleh PKBM Barakat;

t-test =14.18 > ttable

= 1.72; stated that H0 was disproven and H

1 was accepted. The impact of implementation using

mother-tongue approach is more effective in the enforcement of multi-literacy education in South Borneo province.

Key words: learning, multi-literacy, mother tongue.

Page 3: PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN DENGAN …

32 Jurnal AKRAB! Volume X Edisi 2/Oktober/2019

Kabupaten Batola 50 warga belajar yang dikelola oleh SPNF SKB Batola, Kabupaten Kota Baru 50 warga belajar yang dikelola oleh SPNF/SKB Kotabaru; Kota Banjarmasin 50 warga belajar yang dikelola oleh PKBM Bina Insani; dan Kabupaten Balangan 50 warga belajar yang dikelola oleh SPNF SKB Balangan. Sementara itu, pada tahun 2018 terdata di Kota Banjarbaru terdapat 50 warga belajar yang dikelola oleh SPNF SKB Banjarbaru; Kabupaten Banjar 50 warga belajar yang dikelola oleh SPNF SKB Banjar; Kabupaten Hulu Sungai Utara terdapat 60 warga belajar yang dikelola oleh PKBM Bina Ilmu; Kabupaten Tabalong 50 warga belajar yang dikelola oleh SPNF SKB Tabalong; dan Kabupaten Tapin 50 warga belajar yang dikelola oleh PKBM Citra Mandurian Tapin.

Tema pembelajaran sosial politik dan kebangsaan dengan subtema hak asasi manusia, organisasi, dan kelembagaan diangkat dalam model ini karena dalam kehidupan masyarakat sehari-hari ditemukan banyak permasalahan yang terkait dengan hak asasi manusia. Permasalahan tersebut antara lain; 1) tingkat perceraian di Kalimantan Selatan yang tinggi sesuai dengan data Pengadilan Agama Martapura tahun 2017 yang menerima 1.155 perkara yang terdiri atas 864 kasus perceraian, 3 poligami, 176 isbat nikah, dan 35 perkara (harta bersama, perwalian, waris, dan dispensasi nikah), serta angka perceraian di Kalimantan Selatan tahun 2016 sebanyak 6.917 kasus; 2) kondisi kepemilikan lahan yang tumpang tindih, misalnya berdasarkan data tahun 2016, di Kalimantan Selatan ada 770 hektare dari 2 juta hektare tanah yang bersertifi kat yang artinya 1,2 juta hektare belum bersertifi kat; masyarakat kebanyakan hanya memiliki kertas segel dari kantor kelurahan atas kepemilikan tanah dan lahannya karena mengalami kesulitan dalam mengurus dokumen dan tidak mengetahui prosedurnya, dan 3) terjadinya berbagai kasus kekerasan dalam rumah tangga, misalnya berdasarkan data P2TP2A pada periode Januari s.d. Juni 2017 terjadi 185 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Masyarakat tidak tahu dan tidak berani mengadu kepada lembaga hukum yang berwenang.Hasil yang diperoleh adalah para tutor merasa kesulitan dalam mengembangkan tema pembelajaran, menyiapkan perangkat pembelajaran seperti bahan ajar, panduan pembelajaran, dan panduan penilaian. Untuk melengkapi perangkat pembelajaran pendidikan multikeaksaraan, khususnya tema sosial politik dan kebangsaan subtema hak asasi manusia (HAM), organisasi dan kelembagaan. Karena itu, BP-PAUD dan Dikmas Kalimantan Selatan pada tahun 2018 mengembangkan Model Pembelajaran Pendidikan Multikeaksaraan dengan Pendekatan Bahasa Ibu tema Sosial, Politik dan Kebangsaan. Subtema yang diangkat “HAM , Organisasi, dan Kelembagaan”.

METODE PENELITIANMetode penelitian yang digunakan adalah

metode penelitian dan pengembangan yaitu metode untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk Sesuai dengan tujuan pengembangan model ini, yaitu untuk menghasilkan produk berupa bahan ajar, maka metode yang digunakan adalah metode penelitian pengembangan yang mengacu pada yang dikembangkan oleh Borg and Gall.

Menurut Borg dan Gall (1979:626), prosedur pengembangan disesuaikan dengan kebutuhan secara konseptual yang dalam penelitian ini mengikuti langkah sebagai berikut:

1. Teknik pengumpulan data dalam studi pendahuluan, yaitu:a. teknik observasi, digunakan untuk

mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan kondisi wilayah, sarana, prasarana, proses kegiatan penyelenggaraan program pendidikan multikeaksaraan, kondisi lingkungan sekitar kelompok sasaran;

b. teknik dokumentasi, digunakan untuk menemukan data-data yang berkaitan dengan kelengkapan data administrasi penyelengggaraan program pendidikan multikeaksaraan; dan

Page 4: PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN DENGAN …

33Pembelajaran Pendidikan Multikeaksaraan dengan Pendekatan Bahasa Ibu Tema Sosial Politik dan Kebangsaaan Nunung Nurazizah

c. teknik wawancara, digunakan untuk mengum-pulkan data yang berkaitan dengan SDM, penyelenggaraan program, kondisi masyarakat, hambatan dan solusi, serta kemitraan.

2. Pengembangan model konseptual, sasarannya mencakup para pakar dan satu kelompok uji coba terbatas. Uji konseptual para pakar yang dimaksud adalah para ahli di bidang pendidikan keaksaraan, ahli materi, ahli bahasa, dan desain/ahli media dengan menggunakan uji Lawse, dilaksanakan pada tanggal 1 s.d 8 Agustus 2019. Uji coba konseptual terbatas sasarannya adalah pendidik dan warga belajar program pendidikan multikeaksaraan dengan menggunakan t-tes yang dilaksanakan di SPNF/SKB Balangan sejumlah 25 warga belajar pada tanggal 16 s.d 23 Agustus 2018.

3. Uji coba model operasionalSasaran uji coba operasional terdiri dari satu kelompok kontrol dan dua kelompok eksperimen, yang dilaksanakan pada tanggal 3 September s.d 23 November 2018.

Kelompok Tes Awal Perlakuan Tes

AkhirEksperimen :SKB Banjarbaru (20 WB)PKBM Tapin (20 WB)

VV

VV

VV

Kontrol :SKB Tabalong (25 WB) V ---- V

Alur pengembangan model pendidikan multikeaksaraan dengan pendekatan bahasa ibu tema “Sosial, Politik, dan Kebangsaan”. Subtema yang diangkat “HAM, Organisasi, dan Kelembagaan”, meliputi langkah berikut ini.

Diagram 1. Alur Pengembangan Model

Page 5: PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN DENGAN …

34 Jurnal AKRAB! Volume X Edisi 2/Oktober/2019

Diagram 2. Prototipe Model Pendidikan Multikeaksaraan dengan Pendekatan Bahasa Ibu

menentukan kemampuan awal keberaksaraan warga belajar dan dilanjutkan dengan kegiatan pembelajaran yang terjadwal selama 86 jam pelajaran. Pada akhir kegiatan pembelajaran dilaksanakan tes akhir pada warga belajar untuk mengetahui pencapaian kompetensi warga belajar pada aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan pada pendidikan multikeaksaraan.

Proses pembelajaran menggunakan pendekatan, strategi, dan metode yang menyenangkan di antaranya dengan menggunakan bahasa ibu. Pola pembelajaran dalam pendidikan multikeaksaraan meliputi pola pembelajaran tatap muka, tutorial, dan mandiri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HasilBerdasarkan tahapan penelitian yang dimulai

dari studi pendahuluan, uji coba konseptual, dan uji coba operasional maka tema pembelajaran sosial politik dan kebangsaan dengan subtema hak asasi manusia, organisasi, dan kelembagaan telah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan warga belajar pada tempat uji coba model. Dengan disusunnya perangkat pembelajaran terkait tema sosial politik

Pada Diagram 1 (satu) tentang alur pengembangan model dijelaskan bahwa pembelajaran pendidikan multikeaksaraan belum didesain dengan pendekatan bahasa ibu/bahasa Banjar, khususnya pada tema “Sosial, Politik, dan Kebangsaan”, subtema yang diangkat “HAM, Organisasi, dan Kelembagaan”. Belum ada perangkat pembelajaran yang meliputi bahan ajar yang berkonteks lokal bahasa Banjar, panduan pembelajaran, panduan penilaian dan silabus, serta RPP. Dengan pengembangan model pembelajaran melalui tahapan penelitian dan pengembangan yang meliputi uji konseptual dan uji operasional dapat dilaksanakan pembelajaran yang menggunakan perangkat pembelajaran multikeaksaraan dengan bahasa ibu/bahasa Banjar.

Pada diagram 2 (dua) tentang prototipe model pendidikan multikeaksaraan dengan pendekatan bahasa Ibu dijelaskan bahwa penyelenggaraan proses pembelajaran dimulai dari kegiatan perencanaan pembelajaran yang meliputi kegiatan orientasi tutor maupun penyelenggara dan persiapan kelengkapan perangkat pembelajaran. Selanjutnya kegiatan pelaksanaan pembelajaran dimulai dengan tes awal warga belajar untuk

Page 6: PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN DENGAN …

35Pembelajaran Pendidikan Multikeaksaraan dengan Pendekatan Bahasa Ibu Tema Sosial Politik dan Kebangsaaan Nunung Nurazizah

dan kebangsaan diperlukan pembinaan terhadap pemahaman kesadaran hukum yang berhubungan dengan kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, dan kepemilikan lahan.

Tema dan subtema yang dipilih, mengacu pada kompetensi inti dan kompetensi dasar pendidikan multikeaksaraan dengan struktur kurikulum dan materi pembelajara sebagai berikut.

Tabel 1. Struktur KurikulumNO. MATERI ALOKASI

WAKTU (JP)T P JML

1 Teks penjelasan 6 10 162 Teks khusus berbentuk brosur 2 4 63 Pecahan sederhana 6 8 144 Sifat operasi hitung 4 6 105 Operasi hitung bilangan 2 4 66 Bangun ruang dan satuan

pengukuran2 4 6

7 Praktik menciptakan kreativitas

4 4

8 Teks narasi 2 4 69 Teks laporan 2 4 6

10 Teks petunjuk 4 8 1230 56 86 jam

Catatan: 1 jam pelajaran setara dengan 60 menit.

Dari struktur kurikulum tersebut, dikembangkan silabus yang di desain berkonteks lokal suku Banjar, yaitu dalam silabus menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Banjar. Berdasarkan struktur kurikulum, silabus, dan materi selanjutnya bahan ajar disusun ke dalam tiga seri bahan ajar, yaitu:

• Bahan Ajar 1. Jual Beli Tanah dan Bangunan;• Bahan Ajar 2. Pernikahan dan Perceraian;• Bahan Ajar 3. Mencegah Pelanggaran Hukum.

Agar perangkat pembelajaran yang disusun dapat diterapkan oleh penyelenggara dan tutor maka perlu melalui tahapan uji coba yang dimulai dari uji konseptual oleh pakar dan uji terbatas oleh tutor dan warga belajar. Selanjutnya dilakukan uji operasional pada dua tempat dengan perlakuan yang sama untuk mengetahui efektivitas perangkat pembelajaran yang digunakan.

Hasil penilaian tim pakar terkait konten materi pendidikan multikeaksaraan dijadikan sebagai acuan dan masukan bagi pengembang untuk melihat kualitas model dan perangkat pembelajaran multikeaksaraan yang dikembangkan menurut pandangan ahli materi multikeaksaran. Data dari penilaian ahli materi dianalisis dengan menggunakan rumus Lawshe untuk menentukan nilai rasio validitas isi atau content validity ratio (CVR). Berdasarkan rumus Lawshe, kriteria penilaian dikelompokkan menjadi tiga, yakni: 1) apabila nilai CVR < 0 maka butir dinyatakan tidak baik; 2) apabila nilai CVR = 0 maka butir dinyatakan kurang baik; dan 3) apabila nilai CVR > 0, maka butir dinyatakan baik.

Sementara itu, hasil uji keterbacaan berdasarkan perhitungan diperoleh tingkat keterbacaan 69,89 % dan menurut tafsiran Arikunto (2008) sesuai klasifi kasi kategori tingkatan dalam bentuk persen dinyatakan TINGGI. Klasifi kasi kategori tingkatan dalam bentuk persen dengan menggunakan tafsiran Arikunto (2008).

No. Persentase Kriteria1 80,1 sampai 100 % Sangat tinggi2 60,1 sampai 80 % Tinggi3 40,1 sampai 60 % Sedang4 20,1 sampai 40 % Rendah5 0 sampai 20 % Sangat rendah

Hasil uji coba konseptual atau pada warga belajar pada kelompok kontrol (Kabupaten Tabalong), yaitu:Rata-rata tes awal 72,64 dan rata-rata tes akhir 82,52. Hal ini menyatakan bahwa kemampuan rata-rata peserta meningkat setelah diberikan perlakuan menggunakan bahan ajar konvensional.

Sementara itu, hasil perhitungan variance tes awal 35,99 dan variance tes akhir 32,67. Hal ini diartikan bahwa tingkat keragaman atau perbedaan kemampuan peserta sebelum diberi perlakuan (tes awal) dan sesudah diberi perlakuan (tes akhir) menurun; artinya, kemampuan antarindividu semakin hampir sama/merata.

Page 7: PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN DENGAN …

36 Jurnal AKRAB! Volume X Edisi 2/Oktober/2019

Berdasarkan nilai koefi sien korelasi Pearson 0,827 dinyatakan bahwa tes awal dan tes akhir memiliki hubungan yang tinggi karena nilai koefi siennya semakin mendekati 1 (dan berada di atas 0,6).

Adapun hasil uji t, yaitu P(T<=t) one-tail adalah signifi kansi t hitung (satu pihak/ekor) = 1,54268E-13 atau 0,00000000000015426. Berdasarkan data tersebut, P(T<=t) one-tail = 0,000 < α = 0,05 berarti Ho ditolak. Berdasarkan data tersebut, bisa disimpulkan bahwa Ho ditolak, dan Ha diterima, yaitu bahwa setelah diberi perlakuan maka tes akhir lebih baik daripada tes awal.

Hasil uji t P (T<=t) two-tail adalah signifi kansi t hitung (dua pihak/ekor) = 3,08536E-13 atau 0,00000000000030853. Berdasarkan data tersebut, P(T<=t) two-tail = 0,000 < α = 0,05 berarti Ho ditolak. Bisa disimpulkan bahwa Ho

ditolak, dan Ha diterima (Setelah diberi perlakuan, kemampuan peserta pada tes awal berbeda dengan tes akhir).

Hasil uji coba operasional kelompok eksperimen pertama (Kabupaten Tapin) dibandingkan dengan kelompok eksperimen kedua (Kota Banjarbaru) adalah sebagai berikut.

Rata-rata tes akhir (eksperimen 1) 80,3 dan rata-rata tes akhir (eksperimen 2) 83,55. Berdasarkan data tersebut, kemampuan rata-rata peserta tes akhir kelompok eksperimen kedua lebih tinggi daripada rata-rata kelompok eksperimen pertama.

Variance tes akhir kelompok eksperimen pertama 14,33 dan variance tes akhir kelompok eksperimen kedua 34,37. Berdasarkan data tersebut, variasi atau tingkat keragaman atau perbedaan kemampuan peserta setelah diberi perlakuan (tes akhir) pada kelompok eksperimen PERTAMA lebih merata daripada kelompok eksperimen KEDUA (kemampuan antarindividu tidak merata).

Nilai koefi sien korelasi Pearson 0,45. Berdasarkan data tersebut, tes akhir kelompok eksperimen pertama dan tes akhir kelompok eksperimen kedua CUKUP memiliki hubungan

karena nilai koefi siennya HAMPIR 0,6 (artinya, masing-masing kelompok CUKUP saling mempengaruhi).

Hasil uji t P(T<=t) one-tail adalah signifi kansi t hitung (satu pihak/ekor) = 0.006317272. Berdasarkan data tersebut, P(T<=t) one-tail = 0,00 < α = 0,05 berarti Ho ditolak. Berdasarkan data tersebut, bisa disimpulkan bahwa Ho ditolak (Setelah masing-masing kelompok diberi perlakuan menggunakan model yang dikembangkan PADA KELOMPOK EKSPERIMEN, kemampuan peserta pada tes akhir kelompok eksperimen kedua lebih baik daripada tes akhir kelompok eksperimen pertama).

Sementara itu, hasil uji t P(T<=t) two-tail adalah signifi kansi t hitung (dua pihak/ekor) = 0.012634545. Berdasarkan data tersebut, P(T<=t) two-tail = 0,01 < α = 0,05 berarti Ho ditolak. Berdasarkan data tersebut, bisa disimpulkan bahwa Ho ditolak (Setelah diberi perlakuan menggunakan model yang dikembangkan pada kelompok eksperimen, kemampuan peserta tes akhir kelompok eksperimen pertama BERBEDA dibandingkan kemampuan tes akhir kelompok eksperimen kedua).

Pembahasan1. Pendidikan Multikeaksaraan

Konsep pendidikan multikeaksaraan berupaya memberikan keterampilan keaksaraan dan mentransformasi warga belajar menjadi manusia yang terdidik. Mereka dijadikan aset, yang secara sosio-ekonomi produktif dan mampu berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan bangsanya.

Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Multikeaksaraan Dasar sesuai Permendikbud Nomor 42 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan Pasal 4 meliputi kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan berupa:

a. Memiliki perilaku dan etika yang mencerminkan sikap orang beriman dan bertanggung jawab menjalankan peran

Page 8: PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN DENGAN …

37Pembelajaran Pendidikan Multikeaksaraan dengan Pendekatan Bahasa Ibu Tema Sosial Politik dan Kebangsaaan Nunung Nurazizah

dan fungsi dalam kemandirian berkarya di masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup:

b. Menguasai pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural tentang pengembangan peran dan fungsi dalam kehidupan di masyarakat dengan cara berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dan berhitung untuk meningkatkan kualitas hidup;

c. Memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dan keterampilan berhitung secara efektif dalam melakukan pengembangan peran dan fungsi untuk kemandirian berkarya di masyarakat serta meningkatkan kualitas hidup.

Pendidikan multikeaksaraan yang dikembangkan berkaitan dengan tema “Sosial, Politik, dan Kebangsaan”, subtema yang diangkat “HAM, Organisasi, dan Kelembagaan”. Pengertian sosial, politik, dan kebangsaan dalam konteks pendidikan multikeaksaraan adalah wahana strategis untuk membangun kesadaran kolektif (collective conscience), dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku bangsa, dan agama. Penyelenggaraan pendidikan multikeaksaraan, cakupan sosial, politik, dan kebangsaan, meliputi:

a. Organisasi dan kelembagaan;b. Perdamaian;c. Wawasan kebangsaan;d. Cinta tanah air; dane. Hak asasi manusia.

2. Pendekatan Bahasa Ibu Bahasa ibu (bahasa asli, bahasa pertama; secara harfi ah mother tongue dalam bahasa Inggris) adalah bahasa pertama yang dipelajari oleh seseorang dan orangnya disebut penutur asli dari bahasa tersebut. Biasanya seorang anak belajar dasar-dasar bahasa pertama mereka dari keluarga mereka.

Kepandaian dalam bahasa asli sangat penting untuk proses belajar berikutnya karena bahasa ibu dianggap sebagai dasar cara berpikir. Bahasa

ibu selalu berhubungan dengan suku atau etnis dari mana individu berasal, tergantung pada lingkungan sosial tempat dia berada.

Bahasa Banjar (Jawi: رجنب ساهب) adalah sebuah bahasa Austronesia dari rumpun bahasa Melayu yang dipertuturkan oleh suku Banjar di Kalimantan Selatan, Indonesia, sebagai bahasa ibu. Bahasa Banjar yang merupakan bahasa sastra lisan terbagi menjadi dua dialek besar, yaitu Banjar Kuala dan Banjar Hulu. Sebelum dikenal bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, pada zaman dahulu, apabila berpidato, menulis, atau mengarang, orang Banjar menggunakan bahasa Melayu Banjar dengan aksara Arab. Karena bahasa Banjar berkedudukan sebagai lingua franca, pemakai bahasa Banjar lebih banyak daripada jumlah warga suku Banjar itu sendiri.

Selain di Kalimantan Selatan, bahasa Banjar, yang semula sebagai bahasa suku bangsa, menjadi lingua franca di daerah lainnya, yakni Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, serta Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, sebagai bahasa penghubung antarsuku. Pemakaian bahasa Banjar dalam percakapan dan pergaulan sehari-hari di Kalimantan Selatan dan sekitarnya lebih dominan dibandingkan dengan bahasa Indonesia.

Berbagai suku di Kalimantan Selatan dan sekitarnya berusaha menguasai bahasa Banjar sehingga dapat kita jumpai bahasa Banjar yang diucapkan dengan logat Jawa atau Madura seperti yang kita jumpai di Kota Banjarmasin. Bahasa Banjar banyak dipengaruhi oleh bahasa Melayu, bahasa Jawa, dan bahasa-bahasa Dayak. Dalam perkembangannya, bahasa Banjar ditengarai mengalami kontaminasi dari interferensi bahasa Indonesia dan bahasa asing.

Bahasa Banjar berada dalam kategori cukup aman dari kepunahan karena masih digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat Banjar maupun oleh pendatang. Walaupun terjadi penurunan penggunaan bahasa Banjar, laju penurunan tersebut tidak sangat kentara.

Saat ini, bahasa Banjar sudah mulai diajarkan

Page 9: PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN DENGAN …

38 Jurnal AKRAB! Volume X Edisi 2/Oktober/2019

di sekolah-sekolah di Kalimantan Selatan sebagai muatan lokal.

3. Tema Politik dan Kebangsaan (Subtema Hak Asasi Manusia, Organisasi, dan Kelembagaan)Pembelajaran pendidikan multikeaksaraan diharapkan dapat menunjang literasi dalam masyarakat. Literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre dan kultural. Konsep literasi dipahami sebagai seperangkat kemampuan mengolah informasi, jauh di atas kemampuan menganalisis dan memahami bahan bacaan. Dengan kata lain, literasi tidak hanya tentang membaca dan menulis, tetapi juga mencakup bidang lain, seperti ekonomi, matematika, sains, sosial, lingkungan, keuangan, bahkan moral (moral literacy).

Literasi yang dapat diintegrasikan dalam model pendidikan multikeaksaraan ini adalah literasi kewargaan. Pengertian literasi kewargaan adalah kemampuan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara, sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia yang memiliki keberagaman suku bangsa, bahasa, kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, dan lapisan sosial. Oleh karena itu, setiap warga diharapkan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi terhadap keragaman.

Prinsip dasar literasi kewargaan (Kemdikbud: 2017) adalah:

a. Kewargaan multikultural dan partisipatif. Semua warga mayarakat dari berbagai lapisan, golongan dan latar belakang budaya memiliki kewajiban dan hak yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan bernegara.

b. Nasionalisme atau yang dikenal dengan kesadaran akan kebangsaan adalah hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh setiap warga negara. Dengan kecintaan

terhadap bangsa dan negaranya, setiap individu akan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku dan menjunjung tinggi martabat bangsa dan negara.

c. Inklusivitas, berasal dari bahasa Inggris inclusive yang berarti ‘termasuk di dalamnya’. Secara istilah, inklusivitas berarti sikap menempatkan diri ke dalam cara pandang orang lain/kelompok lain dalam melihat dunia. Dengan kata lain, menggunakan sudut pandang orang lain/kelompok lain dalam memahami masalah. Terbangunnya sikap insklusif akan mendorong setiap anggota masyarakat untuk mencari keuniversalan dari budaya baru yang dikenalnya untuk menyempurnakan kehidupan mereka.

d. Pengalaman langsung, untuk membangun kesadaran sebagai warga negara, pengalaman langsung dalam bermasyarakat adalah sebuah laku yang besar artinya untuk membentuk ekosistem yang saling menghargai dan memahami.

Sesuai dengan tema “Sosial, Politik, dan Kebangsaan” dan subtema, “HAM dan Organisasi”, terdapat permasalahan yang sering dihadapi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan hak asasi manusia. Misalnya; 1) jaminan hak ekonomi dan sosial yang masih lemah seperti harga jual dikuasai atau ditentukan oleh pembeli; 2) praktik penambangan yang melibatkan peralihan hak atas tanah; 3) hak jaminan kesehatan yang tidak dirasakan karena ketidaktahuannya dalam proses mengurus surat-surat tersebut (seperti apa, lewat lembaga/organisasi apa); 4) praktik kekerasan dalam rumah tangga yang tak bisa diadukan karena tidak tahu tempat mengadu; 5) hak dalam mengikuti pendidikan yang terbatas karena faktor pemahaman gender; 6) hak atas legalitas kepemilikan tanah atau kebun; serta 7) pembagian warisan dan pembagian tugas laki-laki dan perempuan.

Perangkat pembelajaran, khususnya bahan ajar yang menggunakan pendekatan bahasa ibu dengan materi pembelajaran “Jual Beli Tanah dan Bangunan, Pernikahan dan Perceraian,

Page 10: PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN DENGAN …

39Pembelajaran Pendidikan Multikeaksaraan dengan Pendekatan Bahasa Ibu Tema Sosial Politik dan Kebangsaaan Nunung Nurazizah

Mencegah Pelanggaran Hukum” telah digunakan, khususnya di Kabupaten Banjar Kota Banjarbaru, dan Kabupaten Tapin dan Kabupaten Tabalong. Perangkat pembelajaran sesuai dengan struktur kurikulum yang dikembangkan.

Materi dalam bahan ajar mengacu pada kurikulum pendidikan multikeaksaraan dan disesuaikan dengan kebutuhan kelompok sasaran, yang meliputi:

a. a. Teks penjelasan tentang jual beli tanah dan bangunan, pernikahan dan perceraian, mencegah pelanggaran hukum;

b. Teks penjelasan tentang profesi pekerjaan atau kemahiran di bidang jual beli tanah;

c. Teks khusus berbentuk brosur tentang jual beli tanah dan bangunan;

d. Operasi hitung bilangan berkaitan dengan jual beli tanah dan bangunan;

e. Pecahan sederhana yang digunakan dalam bidang jual beli tanah dan bangunan;

f. Teks tabel/diagram/grafi k tentang jual beli tanah dan bangunan;

g. Uang dan transaksi, pada saat jual beli tanah dan bangunan, dan pada saat pernikahan dan perceraian;

h. Pengenalan geometri sederhana serta pengukuran panjang, waktu, berat, atau satuan lainnya yang diterapkan dalam jual beli tanah dan bangunan;

i. Teks narasi tentang pekerjaan, profesi, atau kemahiran yang dimiliki atau diminati terkait jual beli tanah dan bangunan;

j. Teks laporan tentang pernikahan;k. Teks petunjuk tentang rancangan ide inovatif

program atau produk, meningkatkan pemahaman dan kesadaran hukum di masyarakat; dan

l. Kemitraan dalam mengembangkan produk inovatif program kesehatan masyarakat.

Materi tersebut disusun dalam tiga seri bahan ajar. Materi disajikan dengan strategi transliterasi, yaitu dalam dua bahasa. Teks

berwarna merah menggunakan bahasa Banjar, yaitu bahasa asli masyarakat Banjar yang digunakan dalam lingkup lebih luas se-Provinsi Kalimantan Selatan dan teks berwarna hitam menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan standar kompetensi lulusan, yaitu bisa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.

Dalam penyelenggaraan pendidikan multikeaksaraan perlu adanya penjaminan mutu penyelenggaraan program (evaluasi kegiatan) dilakukan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota setempat untuk mengetahui proses penyelenggaraan pendidikan multikeaksaraan sesuai dengan standar minimal penyelenggaraan pendidikan multikeaksaraan. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi:

1. MonitoringAspek Pelaksana Hasil

1. Persiapan pembe-lajaran

Pendidik, Ketua Lembaga PNF, Penye-lenggara

Tersedianya dokumen persiapan pembelajaran yang lengkap dan berkualitas.

2. Pelaksa-naan

Pendidik, Penilik, Lembaga PNF

T e r l a k s a n a n y a kegiatan pembelajaran multikeaksaraan sesuai dengan kurikulum dan strategi pempelajaran, alokasi waktu yang ditetapkan, serta adanya keterlibatan pendidik dan tenaga kependidikan yang kompeten.

3. Hasil Pembe-lajaran

Memastikan seluruh warga belajar mencapai kompetensi yang diharapkan dan lulus 100%.

Untuk mencapai hasil dari penjaminan mutu maka perlu pendampingan penyelenggaraan program agar pembelajaran pendidikan multikeaksaraan dapat menjamin keberlanjutan program pembelajaran dan peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan warga belajar.

Page 11: PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN DENGAN …

40 Jurnal AKRAB! Volume X Edisi 2/Oktober/2019

2. EvaluasiIndikator keberhasilan pengembangan model pembelajaran pendidikan multikeaksaraan subtema hak asasi manusia, kelembagaan, dan organisasi adalah meningkatnya kemampuan keberaksaraan warga belajar dengan tingkat kelulusan 100%, masyarakat melek hukum, kelembagaan, dan organisasi.

3. Unsur-unsur penjamin mutuUnsur-unsur yang menjadi penjamin mutu penyelenggaraan pembelajaran pendidikan multikeaksaraan ini antara lain adalah:

NO. UNSUR ASPEK1 Tutor - kesesuaian kualifi kasi dan

kompetensi- kemampuan mengelola

pembelajaran- kemampuan menilai hasil

belajar2 Penyelenggara - Menyiapkan sarana dan

prasarana pembelajaran, pendidik, dan tenaga kependidikan, serta perangkat pembelajaran.

- Memfasilitasi pelaksanaan pembelajaran.

- Penerbitan SUKMA-L3 Warga belajar - Kehadiran selama kegiatan

pembelajaran- Persentase kelulusan

PENUTUPSalah satu yang harus disiapkan dalam

menyelenggarakan program pendidikan multikeaksaraan adalah merancang pendidikan multikeaksaraan sesuai dengan kondisi lokal kelompok sasaran. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif penyelenggaraan pendidikan multikeaksaraan sehingga keberaksaan warga belajar meningkat serta melek hukum dan organisasi.

Sesuai dengan hasil uji efektifi tas model diperoleh uji t-test bahan ajar pendidikan multikeaksaraan tema sosial politik dan kebangsaan dengan subtema hak asasi manusia, organisasi, dan kelembagaan diperoleh perhitungan, yaitu Pengetahuan Tapin: t-test = 13,71 > ttabel = 1,72. Pengetahuan Banjarbaru :

t-test = 14,18 > ttabel = 1,72 menyatakan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Dampak dari penerapan perangkat pembelajaran dengan pendekatan bahasa ibu, khususnya pada tema “Sosial, Politik, dan Kebangsaan”, subtema yang diangkat “HAM, Organisasi, dan Kelembagaan”, lebih efektif dalam penyelenggaraan pendidikan multikeaksaraan di Provinsi Kalimantan Selatan.

Perangkat pembelajaran yang meliputi bahan ajar dengan menggunakan bahasa ibu/bahasa Banjar, panduan pembelajaran, panduan penilaian, silabus, dan RPP diterapkan pada dua kelompok sasaran pada wilayah yang berbeda dengan karakteristik yang sama, yaitu menggunakan bahasa Banjar. Rancangan pembelajaran berupa silabus dan RPP disusun berdasarkan minat dan kebutuhan warga belajar dengan mengacu pada kurikulum pendidikan keaksaraan lanjutan.

Penerapan perangkat pembelajaran khususnya pada bahan ajar berkonteks lokal bahasa ibu/bahasa Banjar diawali dengan kegiatan pre-test atau penilaian awal dan dilanjutkan dengan kegiatan pembelajaran, serta diakhiri dengan ujian akhir.

Penggunaan perangkat pembelajaran dipermudah dengan adanya panduan pembelajaran yang mencakup langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan KI dan KD, panduan penilaian, bahan ajar dan silabus, serta RPP.

Proses pembelajaran pada pendidikan multikeakaraan diselenggarakan secara partisipatif dan menyenangkan dan menggunakan pengantar maupun bahan ajar dalam dua bahasa, yaitu bahasa Banjar dan bahasa Indonesia, dapat memotivasi warga belajar dalam membentuk sikap, mengembangkan pengetahuan dan meningkatkan keterampilan, khususnya pembelajaran pendidikan multikeaksaraan pada tema “Sosial, Politik, dan Kebangsaan”, subtema yang diangkat “HAM, Organisasi, dan Kelembagaan”. Pelaksanaan pembelajaraan melalui tatap muka, tutorial, dan pendampingan. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan orang dewasa. Proses pembelajaran

Page 12: PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKEAKSARAAN DENGAN …

41Pembelajaran Pendidikan Multikeaksaraan dengan Pendekatan Bahasa Ibu Tema Sosial Politik dan Kebangsaaan Nunung Nurazizah

dilaksanakan dengan mengintegrasikan literasi kewargaan.

Berdasarkan tahapan pengujian di atas maka perangkat pembelajaran yang meliputi bahan ajar dalam dua bahasa, panduan pembelajaran, panduan penilaian, silabus dan RPP pendidikan multikeaksaraan dengan tema social, politik, dan kebangsaan dengan subtema hak asasi manusia, organisasi, dan kelembagaan bermanfaat bagi penyelenggara dan tutor dalam menyelenggarakan dan membelajarkan materi pendidikan multikeaksaraan, dan mempermudah warga belajar dalam mencapai kompetensi pendidikan multikeaksaraan dengan tema “Sosial, Politik dan Kebangsaan”, dan subtema yang diangkat “HAM, Organisasi, dan Kelembagaan”.

Dengan demikian, pembelajaran pendidikan multikeaksaraan bertema social, politik, dan kebangsaan dengan subtema hak asasi manusia, organisasi, dan kelembagaan telah efektif meningkatkan hasil belajar warga belajar pada ranah sikap, pengetahuan, maupun keterampilan sesuai dengan tema sosial politik dan kebangsaan.

Dampak lain pembelajaran pendidikan multikeaksaraan bertema social, politik, dan kebangsaan dengan subtema hak asasi manusia, organisasi, dan kelembagaan pada komunitas suku Banjar, selain pada ketercapaian kompetensi, juga munculnya perubahan perilaku masyarakat dalam pemahaman dan kesadaran hukum dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKABadan Pusat Statistik. (2016). Survei Sosial Ekonomi Nasional

Tahun 2016.

Borg, W.R & Gall, M.D. (1979). Educational Research, An Introduction. 3 ed. New York: Longman.

Depdiknas. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas); beserta Penjelasannya. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Direktorat Pendidikan Masyarakat. (2010). Pendidikan Keaksaraan Memberdayakan Masyarakat Marjinal.

https://www.kemdikbud.go.id/main/blok/2018/09/Indonesia-peringati-hari-aksara-internasional-tahun-2018.

https://kalsel.antaranews.com/berita/51681/kalsel-percepat-program-pengentasan-butaaksara.

https://idwikipediaorg/wiki/Bahasa_Banjar.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2015). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan.

Kemdikbud. (2016). Naskah Akademik Pendidikan Multikeaksaraan. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan.

Kemdikbud. (2017). Panduan Penyelenggaraan dan Pembelajaran Pendidikan Multikeaksaraan. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan.

Kemdikbud. (2017). Pedoman Penilaian Pembelajaran dan Sertifi kasi Pendidikan Multikeaksaraan. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan.

Tim GLN. (2017). Materi Pendukung Literasi Budaya dan Kewargaan, Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemdikbud. (2018). Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Multikeaksaraan. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan.