pembebasan bersyarat sebagai upaya pembinaan...

93
PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM Maskuri (104043201368) KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M

Upload: vanduong

Post on 14-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN

NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

DAN HUKUM ISLAM

Maskuri

(104043201368)

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M

Page 2: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN

NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

DAN HUKUM ISLAM (Studi Kasus Di Rutan Klas I Salemba)

Skripsi

Diajukan kepada fakultas Syari’ah dan Hukum

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)

Oleh:

Maskuri

(104043201368)

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. A. Mukri Adji, MA. Dedy Nursamsi, SH., M.Hum

NIP. 195703121985031003 NIP. 150 264 001

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010 M/1431 H

Page 3: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM” telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 20 Mei 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Konsentrasi Perbandingan Hukum.

Jakarta, 20 Mei 2010 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.

NIP: 19550505191982031012

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Dr. H. A. Mukri Aji, MA. (…...……………..……) NIP: 195703121985031003 2. Sekretaris : Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag. (…...……………..……)

NIP: 196511191998031002

3. Pembimbing I : Dr. H. A. Mukri Aji, MA. (…...……………..……) NIP: 195703121985031003 4. Pembimbing II : Dedy Nursamsi, SH., M. Hum. (…...……………..……)

NIP: 196111011993031002

5. Penguji I : Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag. (…...……………..……) NIP: 196511191998031002

6. Penguji II : H. Ah. Azharudin Latif, M. Ag., MH (…...……………..……) NIP: 197407252001121001

Page 4: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata I di Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Mei 2010

Masykuri

Page 5: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang tak terhingga kepada Dzat Yang Maha Agung, penulis

panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan segala karunia dan nikmat-

Nya, kesehatan jasmani dan rohani, serta kekuatan lahir dan batin, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “Pembebasan Bersyarat Sebagai

Upaya Pembinaan Narapidana dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum

Islam” sebagai syarat akhir untuk mencapai Gelar Sarjana Syariah (S1) pada Program

Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum konsentrasi Perbandingan Hukum Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat seiring salam tak lupa penulis haturkan kepada suri tauladan umat

Islam, baginda Nabi Muhammad SAW. beserta para keluarganya, sahabat dan para

pengikutnya yang telah memberikan tuntunan menuju jalan yang terang (ilmu

pengetahuan) dengan akhlak yang mulia.

Suksesnya penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis menyadari dengan

segala kerendahan hati bahwa dalam hal ini banyak pihak yang telah memberikan

kontribusi yang sangat berarti bagi penulis baik moril maupun materiil. Oleh karena

itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Ahmad Mukri Aji, M.A., Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan

Hukum sekaligus sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan,

i

Page 6: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

bimbingan, masukan dan nasehat yang amat memotivasi penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag., Sekretaris Program Studi Perbandingan

Mazhab dan Hukum.

4. Dedy Nursamsi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing, yang telah

memberikan perhatian, bimbingan, arahan dan masukan yang berarti selama

proses penulisan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen, yang telah mengamalkan ilmunya kepada penulis selama

dalam studi semoga keberkahan ilmunya akan tetap mengalir. Amiin.

6. Staf dan Karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga mem-

berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi dalam penulisan

skripsi.

7. Bapak Marotib dan pihak Rutan Klas I Salemba yang telah membantu

memberikan data-data yang penulis butuhkan demi selesainya skripsi ini.

8. Ayahanda dan Ibunda tercinta H. Sahlan Hasan, Lc., dan Hj. Nunung, H., yang

penulis hormati dan sayangi, dan yang selalu mencurahkan kasih sayangnya

kepada penulis, nasehat dan do’a demi kesuksesan penulis. Mudah-mudahan

Allah SWT selalu memberikan limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada

mereka. Amiin.

Akhirnya atas jasa dan bantuan semua pihak, baik berupa moril maupun

materil penulis panjatkan do’a semoga Allah SWT., membalasnya dengan imbalan

pahala yang berlipat ganda dan menjadikan sebagai amal jariah yang tidak pernah

ii

Page 7: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

iii

surut mengalir pahalanya, dan mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat dan

berkah bagi penulis dan semua pihak. Amin

Jakarta: 2 April 2010 M 17 Rabiul Tsani 1431 H

Penulis

Page 8: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv

BAB I: PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………. 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ……………….. 7

C. Tujuan dan Menfaat Penelitian ………………………………. 8

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu …………………………. 9

E. Metode Penelitian …………………………………………….. 11

F. Sistematika Penulisan ………………………………………… 15

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM PEMIDANAAN

MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM …… 17

A. Pidana dan Pemidanaan ……………………………………... 17

B. Persamaan dan Perbedaan Sistem Pemidanaan Antara Hukum

Positif Dan Hukum Islam …………………………………….. 35

BAB III : PEMBINAAN NARAPIDANA DAN PEMBEBASAN

BERSYARAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN

HUKUM ISLAM ………………………………………………. 37

A. Pembinaan Narapidana ...…………………………………….. 37

iv

Page 9: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

v

B. Pembebasan Bersyarat dalam Perspektif Hukum Positif dan

Hukum Islam ………………………………………………..... 45

BAB IV : ANALISA HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

TENTANG PEMBEBASAN BERSYARAT ………………. 62

A. Analisia Pembebasan Bersyarat dalam Perspektif Hukum

Positif …………………………………….………………….. 62

B. Analisia Pembebasan Bersyarat dalam Perspektif Hukum

Islam …………………………………………………….…..... 76

BAB V : PENUTUP …………………………………………………….… 78

A. Kesimpulan …………………………………………………… 78

B. Saran-Saran ………………………………………………….... 80

Daftar Pustaka ………………………………………………………………..... 81

Lampiran

Page 10: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

“Penjara”, “Bui”, “Jeruji Besi”, “Hotel Prodeo”, “Rutan”, dan “Lapas”

(Lembaga Pemasyarakatan). Mungkin masyarakat umum sudah tahu dan dapat

terbayang begitu mendengar beberapa atau salah satu kosa kata tersebut dan

sangat mengenal siapa yang menjadi penghuni tempat tersebut. Kejahatan,

pembunuhan, pencurian, perampokan, pemerkosaan, dan lain sebagainya yang

merupakan beragam tindakan pidana yang membuat para pelakunya mendekam

dan mengenyam “pendidikan” di dalamnya sehingga mendapat “gelar”

Narapidana (NAPI) di akhir “masa kelulusannya” (bebas), atau bisa jadi

mendapatkan “gelar” yang lebih tingkatannya yakni “Residivis” jika sang pelaku

kembali dan berulang kali (keluar masuk) menjadi penghuni tempat tersebut.

Sungguh sangat memprihatinkan memang, jika akhir-akhir ini kita

mendengar bahwa di negara kita yang tercinta ini sering kali terjadi peristiwa-

peristiwa pidana terlebih lagi isu terorisme yang yang kita dengar atau kita

saksikan melalui tayangan televisi atau media lainnya yang sangat meresahkan

masyarakat. Tidak saja dilakukan oleh orang-orang yang dewasa bahkan

pelakunya tidak jarang pula melibatkan anak di bawah umur. Sehingga tidak

heran apabila kemudian terdengar kabar bahwa sejumlah Lembaga

1

Page 11: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

2

Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia mengalami “over capasity” yang akan

berpengaruh pada tingkat pengawasan, kecermatan, dan kewaspadaan para

petugas Lapas akibat kondisi tersebut.

Dapat diyakini bahwa semakin tinggi peradaban manusia di zaman era

serba modern ini tak peduli murni atau atau barunya suatu masyarakat tertentu,

tindak pidana akan tetap dilakukan meskipun ada tingkat perbedaannya, oleh

karena itu kita sangat perlu meneliti masalah-masalah kriminal ini dan sebab-

sebab yang mempengaruhinya, mempelajari orang-orang yang melakukan tindak

pidana ini juga bersifat kejiwaan, untuk mencegah meningkatnya kriminalitas

pada masa yang akan datang oleh karena itu masyarakat tidak sepenuhnya

dipersalahkan seutuhnya demikian pula tatanan kelembagaan sosial, para

pemimpin serta anggota masyarakat yang membantu dan merangsang timbulnya

suatu tindak pidana tertentu.1

Oleh karena itu ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan

terpelihara bilamana tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan

(norma-norma) yang ada dalam masyarakat itu, peraturan-peraturan ini

dikeluarkan oleh suatu badan yang berkuasa dalam masyarakat itu yang disebut

pemerintah namun walaupun peraturan-peraturan ini telah dikeluarkan, masih

ada saja orang yang melanggar peraturan-peraturan, misalnya dalam hal

pencurian yaitu mengambil barang yang dimiliki orang lain dan yang

1 Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syariat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992),

Cet.1, h. 1

Page 12: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

3

bertentangan dengan Hukum (KUHP Pasal 362) terhadap orang ini sudah tentu

dikenakan hukuman yang sesuai dengan perbuataannya yang bertentangan

dengan hukum itu, segala peraturan-peraturan tentang pelanggararan

(overtredingen), kejahatan (misdrijven) dan sebagainya, diatur oleh hukum

pidana (strafrecht) dan dimuat dalam satu kitab undang-undang yang disebut

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) yang disingkat

“KUHP”(Wvs).2 Dalam Islam pun kepatuhan kepada peraturan pemerintah

dalam kebaikan adalah suatu kewajiban:

)59: 4 \النساء ( ⌧

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisa/4: 59)

Hal ini tentu membutuhkan kerjasama yang baik dari segala pihak.

Dengan kesadaran masyarakat akan peraturan yang ada serta aparat hukum yang

menjalankan kewajibannya dengan baik maka paling tidak mengurangi deretan

kejahatan atau tindak pidana yang tidak hanya merugikan korban tetapi juga

2 CST. Kansil dan Cristine S.T. Kansil, Pengantar Hukum Indonesia, Jilid 2, (Jakarta:

Balai Pustaka, 2003), Cet. Ke-2, h. 89.

Page 13: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

4

merugikan masyarakat lainnya dan juga negara. Karena pemerintah harus

memikirkan pula berapa anggaran negara yang harus di alokasikan untuk

mengatasi masalah yang diakibatkan oleh pelaku atau narapidana. Menghukum

narapidana di jeruji besi hingga “kapok” bukan satu-satunya cara mengentaskan

kejahatan.

Prinsip ‘memelihara napi selama mungkin di penjara’ sudah waktunya

dihilangkan. Penjara sudah mengalami overcapacity. Kerisauan atas over-

capacity Lapas sudah menjadi keprihatinan banyak pihak. Betapa tidak, kondisi

demikian diyakini turut andil memicu terjadinya kekerasan di balik jeruji besi.

Gonta-ganti Menteri dan pejabat bidang pemasyarakatan, problem ini masih

belum terselesaikan. Hingga, para penghuni penjara yang tergabung dalam

Persatuan Narapidana Indonesia (NAPI), ikut bersuara lewat rilis Prof. Rahardi

Ramelan yang menyampaikan bahwa “Menhuk HAM hendaknya segera

mengakhiri prinsip memelihara napi selama mungkin di penjara”.3

Mengakhiri prinsip ‘memelihara napi selama mungkin di penjara’, bagi

NAPI, terkait dengan kelebihan kapasitas tadi. Semakin lama seseorang di

penjara, semakin menambah jumlah penghuni penjara dan semakin menambah

beban anggaran Pemerintah. Hukuman lama belum tentu menimbulkan efek jera.

Buktinya, penghuni Lapas terus bertambah.4 Untuk menuntaskan problem

kelebihan penghuni Lapas tadi, khususnya di kawasan Jabodetabek, maka

3 Pembebasan Bersyarat, Peluang Napi yang Sarat Arti, diakses pada tanggal 26 J uli 2009 dari http://www.hukumonline.com/ detail.asp?id=17359&cl=Fokus

4 Ibid.

Page 14: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

5

dilakukan satu langkah yakni dengan menyebar napi dari Jakarta ke beberapa

daerah yang kapasitasnya belum terlalu penuh. Kebijakan ini juga dimaksudkan

untuk meminimalisir aksi kekerasan di dalam penjara.

Sementara yang diusung oleh NAPI dalam usulannya yakni salah satu

cara efektif mengurangi penghuni Lapas adalah mengefektifkan pembebasan

bersyarat. Secara umum, Pembebasan Bersyarat adalah memberi hak kepada

seorang napi untuk menjalani masa hukuman di luar tembok penjara. Syaratnya:

hukuman yang dikenakan lebih dari sembilan bulan, sudah menjalani 2/3 masa

hukuman, plus berkelakuan baik selama dalam masa ‘pembinaan’. Pasal 1 angka

(7) PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga

Binaan Pemasyarakatan menyimpulkan: pembebasan bersyarat adalah proses

pembinaan narapidana di luar Lapas setelah menjalani sekurang-kurang 2/3 masa

pidana dari minimal sembilan bulan. Intinya, yang berhak mendapat hak

pembebasan bersyarat. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang

Pemasyarakatan mengenai hak-hak narapidana, yaitu:

1. Hak untuk melakukan ibadah sesuai dengan kepercayaannya

2. Hak untuk mendapatakan perawatan baik perawatan jasmani maupun rohani.

3. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran

4. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak

5. Hak untuk menyampaikan keluhan

6. Hak untuk mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media masa

yang lainnya yang tidak dilarang

7. Hak untuk mendapatkan upah premi atas pekerjaan yang dilakukan

8. Hak untuk mendapatkan kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang

tertentu lainnya

Page 15: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

6

9. Hak untuk mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

10. Hak untuk mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti

mengunjungi keluarga

11. Hak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat

12. Hak untuk mendapatkan cuti menjelang bebas

13. Mendapatkan hak-hak lainnya sesui dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.5

Meskipun dalam peraturan perundang-undangan sudah mengakomodir

tentang pembebasan bersyarat, namun dalam pelaksanaannya menyisakan

permasalahan terkait bagaimana sebenarnya aturan bakunya, bagaimana

sosialisasinya, bagaimana prosedurnya dan bagaimana dan siapa yang melakukan

pengawasannya? Jangan sampai aturan-aturan yang ada menjadi kabur,

sosialisasinya kurang sehingga napi tidak tahu menau tentang pembebasan

bersyarat yang akan melanggar hak-hak napi, serta pengawasan para petugas

terhadap napi yang mendapatkan bebas bersyarat menjadi lengah yang meng-

akibatkan napi seperti terpidana korupsi perkara Bantuan Likuiditas Bank

Indonesia (BLBI) David Nusa Wijaya melenggangkanggkung hingga ke Hong

Kong di tengah menjalani hukuman. Permasalahan-permasalah seperti inilah

yang harus dicermati.

Dari berbagai persoalan-persoalan di ataslah yang melatarbelakangi

penulis mengangkat permasalahan dalam bentuk skripsi dengan judul:

“Pembebasan Bersyarat Sebagai Upaya Pembinaan Narapidana dalam

Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam”.

5 Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Pemasyarakatan, (Jakarta: Haevarindo, 2000),

h.7-8.

Page 16: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

7

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.

1. Pembatasan Masalah

Penelitian ini hanya dibatasi pada masalah Pembebasan Bersyarat

Sebagai Upaya Pembinaan Narapidana yang dikaji dari sudut pandang Hukum

Perundang-Undangan Indonesia dan Hukum Pidana Islam. Tujuan dari pada

pembatasan masalah ini adalah agar dalam pembahasan masalah ini tetap

fokus pada pelaksanaan pembebasan bersyarat saja tidak melebar pada

permasalahan yang lain dan juga berfokus pada pengkajian dari dua sudut

pandang hukum saja yaitu Hukum Positif di Indonesia dan sudut pandang

Hukum Islam.

2. Perumusan Masalah

Dari uraian-uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan

beberapa pokok permasalahan, yaitu sebagai berikut:

a. Bagaimana konsep tentang bebas bersyarat dalam Hukum Positif dan

Hukum Islam?

b. Bagaimana penerapan pemberian bebas bersyarat kepada narapidana

sebagai salah satu upaya pembinaan narapidana?

c. Bagaimana analisis Hukum Positif dan Hukum Islam tentang penerapan

pembebasan bersyarat?

Page 17: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

8

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Umum (Manfaat Penelitian)

Tujuan daripada penelitian ini yakni memberikan pemahaman kepada

masyarakat pada umumnya tentang sistem pembebasan bersyarat yang dapat

diberikan oleh negara kepada narapidana berdasarkan syarat-syarat tertentu

dan prosedur berdasarkan peraturan perundang-undangan, sehingga

masyarakat mengerti tentang sistem pemidanaan secara praktis di Indonesia

dan dapat membandingkannya dengan konsep pembebasan bersyarat dalam

Hukum Islam. Selain itu, manfaat dari penelitian ini dapat memberikan

kontribusi pendidikan dan menambah khazanah keilmuan di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum khususnya,

dan untuk masyarakat lain umumnya.

2. Tujuan Khusus.

a. Untuk mengetahui bagaimana konsep tentang bebas bersyarat dalam

Hukum Positif dan Hukum Islam.

b. Untuk mengetahui bagaimana penerapan pemberian bebas bersyarat

kepada narapidana sebagai salah satu upaya pembinaan narapidana.

c. Untuk mengetahui bagaimana analisis Hukum Positif dan Hukum Islam

tentang pelaksanaan pembebasan bersyarat.

Page 18: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

9

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dalam tinjauan (review) kajian terdahulu, penulis mereview beberapa

skripsi terdahulu yang berhubungan dengan pembebasan bersyarat agar tidak

terjadi plagiasi atau penjiplakan, yakni diantaranya:

1. Pembebasan Bersyarat: Bagian Dari Proses Pidana Penjara Dengan Sistem

Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana Yang Terpadu

(Intergrated Criminal Justice System), oleh Agustinus Purnomo Hadi, Pogram

Studi Ilmu Hukum, Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 1999, mengemuka-

kan kelemahan komponen substansial dan komponen struktural dalam sistem

peradilan pidana yang berhubungan dengan pembebasan bersyarat dan

persyaratan waktu ideal yang harus dijalani di Lembaga Pemasyarakatan bagi

Narapida yang akan diberikan pembebasan bersyarat.

2. Implementasi kebijakan Departemen Hukum dan HAM RI Tentang Asimilasi,

Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bekasi, oleh Rio Chaidar, Program

Studi Kajian Ketahanan Nasional, Pasca Sarjana Universitas Indonesia 2008,

yang menganallisi implementasi kebijakan asimilasi, pembebasan bersyarat,

cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat yang diberikan kepada narapidana di

Lapas Bekasi dan menganalisis faktor-faktor penghambat yang di hadapi

dalam pelaksanaannya ditinjau dari faktor komunikasi, kecenderungan

(sikap), dalam hal ini penulis hanya membatasi ruang lingkup objek penelitian

Page 19: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

10

sumber-sumber birokrasinya hanya di Lapas kelas II Bekasi saja dan intisari

dari skripsi ini lebih membicarakan Tentang Asimilasi, Pembebasan

Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat walaupun ada sedikit

persamaan dengan skripsi yang saya buat mengenai pembebasan bersyarat

tapi penulis lebih cenderung menerangkan kepada pembebasan bersyarat

bersyarat secara umum sesuai dengan implementasi dan kebijakan departemen

hukum dan HAM RI dan penggabungan dari kebijakan-kebijakan lainnya

dan tidak ada unsur pembinaan dari pembebasan bersyarat tersebut baik yang

ditinjau dari hukum positif maupun hukum Islam sehingga terlihat

perbedaannya

3. Manajemen Pembinaan Rohani Islam Pada Narapidana Di Lembaga

Pemasyarakatan Anak Dan Wanita Tangerang, oleh Trisna Widiastuty,

Program Studi Manajemen Dakwah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006,

menjelaskan bagaimana manajemen tentang pelaksanaan pembinaan rohani

kepada para narapidana di Lapas anak dan wanita Tangerang dalam hal ini

penulis lebih mengemukakan pembinaan mental dan rohani para narapidana

lapas khususnya pembinaan rohani Islam.

4. Peran Bimbingan Rohani Islam Dalam Pembinaan Mental Dan Akhlak

Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, oleh Indriati, Program

Studi Pendidikan Agama Islam, UIN Syarif Hidayatulla Jakarta, 2003, yang

menjelaskan tentang bagaimana peranan pemberian bimbingan rohani di

Lapas Cipinang dalam pembinaan mental dan akhlak para narapidana.

Page 20: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

11

Dari review skripsi dan karangan (buku) terdahulu penulis tidak menemukan

skripsi yang membahas mengenai materi yang terkandung dalam judul yang

penulis angkat yakni mengenai kajian normatif Pembebasan Bersyarat Sebagai

Upaya Pembinaan Narapidana yang dikaji melalui dua sudut pandang yang

perspektif Hukum Positif di Indonesia dan Hukum Islam, kemudian melakukan

kajian komparatif atau perbandingan antara keduanya. Dari beberapa literatur

review di atas, maka terlihat perbedaan inti pembahasan permasalahannya

sehingga penulis optimis dalam menyelesaikan tulisan.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh penulis dalam

mengumpulkan data penelitian.6

1. Metode Pendekatan

Untuk melakukan penelitian terhadap identifikasi hukum dan

efektifitas hukum, maka pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan

metode normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka7 yang berdasarkan pada materi pembahasan tentang teori-teori

yang penulis teliti.

6 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, cet. Ke-XI

(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), ed. Revisi IV, h. 151. 7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan

Singkat, cet. Ke-II, (Jakarta: CV Rajawali, 1986), h. 15.

Page 21: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

12

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan,

pendekatan analitis, dan pendekatan perbandingan, yaitu dengan melakukan

pengkajian, menganalisa dan membandingkan peraturan/ hukum yang

berhubungan dengan sentral penelitian.8

3. Data Penelitian

a. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 9

1) Primer yaitu bahan-bahan yang mengikat, yakni data-data yang

diperoleh dengan mengadakan wawancara secara mendalam yakni

antara lain kepada Pejabat dan Petugas di Rutan Klas 1 Salemba serta

pihak terkait.

2) Sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan-bahan primer, yakni yang terdiri dari:

a. Data Bahan Hukum Primer; yaitu bahan-bahan hukum yang

mengikat dalam penelitian, yakni berupa Undang-Undang No. 12

Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, PP No. 31 Tahun 1999

8 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet. Ke-III, (Malang: Bayu Media Publishing, 2007), ed. Revisi, h. 300.

9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan

Singkat, h. 15, lihat juga Bambang Subagyo, Metodologi Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, cet. Ke-VI, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), ed. I, h. 113.

Page 22: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

13

Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan, PP No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata

Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Kepmen

Kehakiman No. M.01.PK.04-10 Tahun 1999 Tentang Asimilasi,

Pembebasan Bersyarat Dan Cuti Menjelang Bebas, dan sebagai

sumber bahan data dalam hukum Islam maka penulis

menggunakan Al-Qur’an, Hadits, Fiqh dan literatur lainnya yang

relevan dengan permasalahan.

b. Data Bahan Hukum Sekunder; yaitu bahan hukum yang

memeberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti

artikel, skripsi, tafsir, kitab-kitab literatur fiqh baik klasik maupun

kontemporer dan buku-buku kepustakaan hasil seminar.

c. Data Bahan Hukum Tertier; yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder, seperti kamus (hukum) dan ensiklopedia.

c. Teknik Pengumpulan Data

Untuk dapat mengumpulkan data-data yang diperlukan maka

penulis menggunakan alat pengumpul data atau instrument penelitian

yakni alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih

Page 23: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

14

baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih

mudah diolah.10

Adapun instrument atau alat pengumpul data yang digunakan oleh

penulis berupa studi dokumentasi/pustaka, yaitu mencari dan mengumpul-

kan data-data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan

perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar dan sumber

lainnya atau literatur yang terkait dan relevan dengan objek penelitian.

5. Metode Analisis Data

Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan penulis menggunakan

metode deskriptif analisis dan metode komparatif. Yang dimaksud dengan

metode deskriptif analisis yaitu metode yang bertujuan untuk memberikan

gambaran tentang suatu gejala suatu masyarakat tertentu.11 Yakni dengan

mengumpul-kan dan menganalisa data-data yang diperoleh dan faktor-faktor

yang merupakan pendukung dan relevan terhadap objek yang diteliti sehingga

dapat ditarik kesimpulan dari hal yang dijadikan objek penelitian. Sedangkan

yang dimaksud dengan metode komparatif yaitu metode perbandingan,

artinya metode ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan

10 Prof. Dr. Suharsimi Arikunto,. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, h. 151. 11 Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian, Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula,

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004), h. 104.

Page 24: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

15

masing-masing sistem hukum yang diteliti.12 Dalam skripsi ini yang menjadi

perbandingan adalah sistem Hukum Positif di Indonesia dengan sistem

Hukum Islam.

Data yang diklasifikasikan maupun dianalisa untuk mempermudah dan

menghadapkan pada pemecahan masalah (problem solving). Adapun metode

analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode

analisis isi secara kualitatif (Qualitative Content Analysis). Dalam analisis ini

semua data yang dianalisis berupa teks. Analisis isi kualitatif digunakan untuk

menemukan, mengidentifikasi dan menganalisa teks atas dokumen untuk

memahami makna, signifikansi dan relevansi teks atau dokumen.

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik dalam penulisan skripsi ini berpedoman kepada buku

"Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2007".

F. Sistematika Penulisan

Dalam melakukan penelitian ini penulis memberikan gambaran tentang

bagian-bagian dari penelitian yang disusun sebagai berikut:

12 Amirudin, dan H. Zainal Asikin, Metode Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2004), cet. I., ed. I, h. 130.

Page 25: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

16

Bab I : Menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah

dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian serta

sistematika penulisan.

Bab II : Menjelaskan tentang tinjauan umum tentang sistem pemidanaan

dan pidana penjara dalam Hukum Positif dan hukum Islam serta persamaan dan

perbedaannya.

Bab III : Menggambarkan tentang pembinaan narapidana dan pembe-

basan bersyarat dalam perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam.

Bab IV : Memaparkan analisa antara Hukum Positif dan Hukum Islam

tentang pembebasan bersyarat dalam pembinaan narapidana.

Bab V : Memaparkan suatu kesimpulan dari penelitian dan saran-saran.

Page 26: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM PEMIDANAAN MENURUT

HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

A. Pidana dan Pemidanaan

1. Pengertian Umum Pidana dan Pemidanaan

Sehubungan dengan pengertian pidana Soedarto mengemukakan bahwa

yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan

kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.1

Sedangkan Roeslan Saleh menyatakan pidana adalah reaksi atas delik dan ini

berwujud suatu nestapa yang disengaja ditimpakan Negara pada pembuat delik

itu.2 Namun selanjutnya Roeslan Saleh menyatakan bahwa memang nestapa ini

bukanlah suatu tujuan yang terakhir yang dicita-citakan masyarakat.

Dari beberapa definisi di atas dapatlah disimpulkan bahwa pidana

mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut:

a) Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan;

b) Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang); dan

c) Pidana itu dikenakan kepada seseorang atau Badan Hukum (korporasi) yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.3

1 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni,

1984), h. 2. 2 Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, (Jakarta: Aksara Baru), h. 9. 3 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Kebijkan Pidana, h. 2-4.

17

Page 27: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

18

Namun, tidak semua sarjana berpendapat bahwa pidana pada hakekatnya

adalah suatu penderitaan atau nestapa. Menurut Hulsman, hakikat pidana adalah

“menyerukan untuk tertib” (lot de orde reopen). Pidana pada hakekatnya

mempunyai dua tujuan utama yakni untuk mempengaruhi tingkah laku

(gedragsbeinvloeding) dan penyelesaian konflik (confloctoplossing).

Penyelesaian konflik ini dapat terdiri dari perbaikan kerugian yang dialami atau

perbaikan hubungan baik yang dirusak atau pengembalian kepercayaan antar

sesama manusia. Demikian pula GP Hoefnagels tidak setuju dengan pendapat

bahwa pidana merupa-kan suatu pencelaan (cencure) atau suatu penjeraan

(discouragement) atau merupakan suatu penderitaan (suffering). Pendapat ini

bertolak pada pengertian yang luas bahwa sanksi dalam hukumpidana adalah

semua reaksi pada pelanggaran hukum yang telah ditentukan oleh undang-

undang, sejak penahanan dan pengusutan terdakwa oleh polisi sampai vonis

dijatuhkan.4

Sedangkan pengertian pemidanaan dapat diartikan secara luas sebagai

suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. Maka dapatlah

dikatakan bahwa sistem pemidaan mencakup keseluruhan ketentuan perundang-

undangan yang mengatur bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau

dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum

pidana). Karena sistem pemidanaan dapat mencakup pengertian yang sangat luas,

maka L.H.C. Hulsman pernah mengemukakan, bahwa sistem pemidanaan (the

4 Dwidja Priyantno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Bandung: Refika

Aditama, 2006), cet. I, h. 8.

Page 28: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

19

sentencing system) adalah aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan

sanksi pidana dan pemidanaan (the statutory rules relating to penal sanctions

and punishment).5

Sedangkan dalam hukum pidana Islam yang dimaksud dengan

Pemidanaan atau Hukuman, dalam bahasa Arab disebut “uqubat”. Lafaz ini

diambil dari lafaz (عاقب) yang sinonimnya (أن تجزي المرء بما فعل سواء) 6, artinya:

“memberikan hukuman kepada pelaku kejahatan” atau (جزاه سواء بما فعل)

“membalasnya sesuai dengan apa yang dilakukannya”. Allah swt telah

menetapkan hukum-hukum uqubat (pidana, sanksi, dan pelanggaran) dalam

peraturan Islam sebagai “pencegah” dan “penebus”.

Selain kedua hal tersebut, pemidanaan menurut Islam juga bertujuan

sebagai perbaikan dan pendidikan. Sebagai pencegah, karena ia berfungsi

mencegah manusia dari tindakan kriminal, dan sebagai penebus, karena ia

berfungsi menebus dosa seorang muslim dari azab Allah di hari kiamat. Sistem

pidana Islam sebagai “pencegah”, akan membuat jera manusia sehingga tidak

akan melakukan kejahatan serupa. Misalnya dengan menyaksikan hukuman

qishash bagi pelaku pembunuhan, akan membuat anggota masyarakat enggan

untuk membunuh sehingga nyawa manusia di tengah masyarakat akan dapat

terjamin dengan baik. Keberadaan uqubat dalam Islam, yang berfungsi sebagai

5 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hujum Pidana, Cet. Ke-III, (T.tp: PT.

Citra Aditya Bakti, 2005), h. 117. 6 Ibn Manzhur, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar Shodir, t.th), juz 1, h. 619.

Page 29: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

20

pencegah, telah diterangkan dalam Al-Qur’an yang mengatur tentang hukuman

qishash:

)179: 2\البقرة( Artinya: “Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup

bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”. (QS. Al-Baqarah/2 : 179)

2. Tujuan Pemidanaan

Mengenai tujuan pemidanaan, semula hanyalah dimaksudkan untuk

sekedar menjatuhkan pidana terhadap pelanggar hukum. Namun, dalam

perkembangannya, pemidanaan selalu terkait dengan tujuan yang ingin dicapai

dengan pemidanaan tersebut. Sebagaimana halnya dengan aliran-aliran dalam

hukum pidana, pemikiran-pemikiran tentang tujuan pemidanaan berkembang dari

waktu ke waktu.7

Secara umum tujuan pemidanaan dapat dilihat dari teori-teori pemidanaan

yang digolongkan secara tradisional menjadi 2 (dua), yaitu teori absolute atau

teori pembalasan (retributive/ vergeldings) dan teori relative atau teori tujuan

(utilitarian/ doeltheorieen). Namun, dengan perkembangan kedua teori hukum

tersebut kemudian lahir teori gabungan atau integrative yang menggabungkan

keduanya.

7 Agustinus Purnomo Hadi, Pembebasan Bersyarat: Bagian Dari Proses Pidana

Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana Yang Terpadu (Intergrated Criminal Justice System), (Tesis S2 Pogram Studi Ilmu Hukum ,Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 1999), h. 35.

Page 30: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

21

1) Teori absolute atau teori pembalasan (retributive/ vergeldings) Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum est) pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagi suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Jadi, dasar pembenaran dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri. Menurut Johanes Andrenaes tujuan utama (primair) dari pidana menurut teori absolute ialah “untuk memuaskan tuntutan keadilan” (to satisfy the claims of justice) sedangkan pengaruh-pengaruhnya yang menguntungkan adalah sekunder. Sedangkan menurut salah seorang tokoh lain dari penganut teori absolute yang terkenal ialah HEGEL yang berpendapat bahwa pidana merupakan keharusan logis sebagai konsekuensi dari adanya kejahatan. Karena kejahatan adalah pengingkaran terhadap ketertiban hukumNegara yang merupakan perwujudan dari cita-susila, maka pidana merupakan “negation der negation” (peniadaan atau pengingkaran terhadap pengingkaran).8

2) Teori relative atau teori tujuan (utilitarian/doeltheorieen) Berdasarkan teori ini, hukuman dijatuhkan untuk melaksanakan maksud atau tujuan hukuman itu, yakni memperbaiki ketidakpuasaan masyarakat sebagai akibat dari kejahatan itu. Tujuan hukuman harus dipandang secara ideal. Selain dari itu, tujuan hukuman adalah untuk mencegah (prevensi) kejahatan.9 Namun demikian, pidana juga bukan sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Oleh karena itu, teori inipun sering juga disebut teori tujuan (utilitarian theory). Jadi, dasar pembenaran adanya pidan menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan “quia peccatum est” (karena orang membuat kejahatan) melainkan “ne peccatur” (supaya orang jangan melakukan kejahatan).10

8 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, cet. Ke-III,

(Bandung : PT. Alumni, 2005), h. 10-12. 9 Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, cet. Ke-III, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2006), h. 106. 10 Muladi dan Barda Nawawi Arief, h. 16.

Page 31: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

22

3) Teori integrative atau gabungan Pada dasarnya, teori gabungan adalah gabungan kedua teori di atas. Gabungan kedua teori itu mengajarkan bahwa penjatuhan hukuman adalah untuk mempertahankan tata tertib hukumdalam masyarakat dan memperbaiki pribadi si penjahat.

Sedangkan maksud pokok dari pada pemidanaan dalam hukum pidana

Islam, yakni untuk memelihara dan menciptakan kemaslahatan manusia dan

menjaga mereka dari hal-hal yang mafsadah, karena Islam itu sebagai rahmatan

lil’alamin, untuk memberi petunjuk dan pelajaran kepada manusia. Hukuman

ditetapkan demikian untuk memperbaiki individu menjaga masyarakat dan tertib

sosial.11

Ahmad Hanafi menjelaskan bahwa tujuan pokok dalam penjatuhan

hukuman dalam syari’at Islam ialah pencegahan رالردع و الزج( ) dan pengajaran

serta pendidikan بياإلسالح والتهذ( ). Pengertian pencegahan ialah menahan pembuat

(pelaku) agar tidak mengulangi perbuatan jarimahnya atau agar tidak terus-

menerus memperbuatnya, di samping pencegahannya terhadap orang lain selain

pembuat agar ia tidak berbuat jarimah, sebab ia bisa mengetahui bahwa hukuman

yang dikenakan terhadap orang yang memperbuat pula perbuatan yang sama.12

Selain mencegah dan menakut-nakuti, Syari’at Islam tidak lalai untuk

memberikan perhatiannya terhadap diri pembuat. Bahkan memberikan pelajaran

dan mengusahakan kebaikan terhadap diri pembuat merupakan tujuan utama,

11 A. Djazuli, Fiqh Jinayat (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), cet. Ke-II,

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 25. 12 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Cet. Ke-V, (Jakarta: PT. Bulan

Bintang, 1993), h. 255.

Page 32: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

23

sehingga penjauhan manusia terhadap jarimah bukan karena takut hukuman,

melainkan karena kesadaran diri dan kebenciannya terhadap jarimah, serta

menjauhkan diri dari lingkungannya, agar mendapat ridho Tuhan.

Di samping segi kebaikan pribadi pembuat, syari’at Islam, dalam

menjatuhkan hukuman juga bertujuan membentuk masyarakat yang baik dan

yang dikuasai oleh rasa saling menghormati dan mencintai antara sesama

anggotanya dengan mengetahui batas-batas hak dan kewajiban. Karena suatu

jarimah pada hakekatnya adalah merupakan perbuatan yang tidak disenangi dan

menginjak-injak keadilan serta membangkitkan kemarahan masyarakat terhadap

perbuatannya, di samping menimbulkan rasa kasih sayang terhadap korbannya,

maka hukuman yang dijatuhkan atas diri pembuat tidak lain merupakan salah

satu cara menyatakan reaksi dan balasan dari masyarakat terhadap

perbuatan/pembuat yang telah melanggar kehormatannya dan merupakan usaha

pemenangan terhadap diri korban. Dengan hukuman itu dimaksudkan untuk

memberikan rasa derita yang harus dialami oleh pembuat, sebagai alat penyuci

dirinya, dan dengan demikian maka terwujud rasa keadilan.13

Al-Quran tidak secara jelas dan rinci menjelaskan tujuan dari

penghukuman yang dijatuhkan kepada mujrim (terpidana), namun para ulama

menyimpulkan bahwa tujuan penghukuman di dalam Al-Quran (Islam)

mencakup salah satu dari tiga tujuan ini atau gabungan dari ketiganya, yaitu:

a. Pembalasan atas kejahatan atau perbuatan pidana yang dilakukan;

b. Memberi efek jera, sehingga tidak mengulangi perbuatan pidana;

13 Ibid., h. 256-257.

Page 33: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

24

c. Mendidik dan memperbaiki pelaku perbuatan pidana;

d. Ada juga yang menyatakannya untuk melindungi masyarakat, yang

sebetulnya juga menjadi tujuan dari tiga tujuan sebelumnya;14

3. Jenis (Sistem) Pidana

Dalam pelaksanaan pemidanaan, undang-undang telah mengatur hukuman

tersebut dalam 2 (dua) kelompok yakni hukuman pokok dan hukuman tambahan

yang ketentuann hukumannya telah ditentukan dalam pasal 10 KUHP. Adapun

hukuman Pokok terdiri atas: pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan,

pidana denda, pidana tutupan (terjemahan BPHN). Sedangkan pidana tambahan

terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan

pengumuman putusan hakim.15

a. Pidana Pokok

1) Pidana Mati

Pidana ini merupakan pidana yang paling berat menurut hukum

positif di Indonesia. Bagi kebanyakan Negara, masalah pidana mati

hanya mempunyai arti dari sudut kultur historis. Dikatakan demikian

karena, kabanyakan Negara-negara tidak mencantumkan pidana mati

ini lagi di dalam Kitab Undang-Undangnya. Sungguhpun demikian, hal

ini masih menjadi masalah dalam lapangan Ilmu Hukum Pidana, karena

14 Al Yasa`Abubakar, Hukuman Penjara Dalam Perspektif Syari’at Islam Dan

Perbaikan Lembaga Pemasyarakatan Di Indonesia, Makalah ditulis atas permintaan Panitia, Dinas Syari`at Islam Provinsi Aceh, untuk Seminar & Workshop Nasional tentang Peningkatan Pelayanan Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan Ruh Syari`at Islam, Banda Aceh 2 Desember 2008).

15 Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Pidana dan Pemidanaan, ed. Ke-I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet. Ke-II, h. 21-22.

Page 34: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

25

adanya teriakan-teriakan di tengah-tengah masyarakat untuk meminta

kembali diadakannya pidana seperti itu, dan mendesak agar

dimasukkan kembali dalam Kitab Undang-Undang.16

Meskipun terjadi perbendaan pendapat, namun ada alasan

argumentasi dari pihak-pihak yang pro maupun yang kontra sebagai

bahan pertimbangan dalam menentukan hukuman mati dalam Kitab

Undang-Undang. Adapun alasan dibenarkannya hukuman mati

tersebut, yaitu apabila si pelaku telah memperlihatkan dari

perbuatannya bahwa ia adalah individu yang sangat berbahaya bagi

masyarakat, dan oleh karena itu dia harus dibuat tidak berbahaya lagi

dengan cara dikeluarkan dari masyarakat atau pergaulan hidup.17

Sedangkan alasan keberatan dari hukuman mati tersebut diantaranya

adalah bahwa pidana ini tidak dapat ditarik kembali, jika kemudian

terjadi kekeliruan.18

Adapun kejahatan-kejahatan yang diancam dengan hukuman

mati dalam KUHP kita misalnya:

a) Maker membunuh Kepala Negara (pasal 140 ayat 4); b) Mengajak Negara asing guna menyerang Indonesia (pasal 111

ayat 2); c) Memberi pertolongan kepada musuh waktu Indonesia dalam

perang (pasal 124 ayat 3);

16 Ibid. 17 Leden Marpaung, Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sianr Grafika, 2006),

cet. Ke-III, h. 108 18 Niniek Suparni, h. 22

Page 35: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

26

d) Membunuh Kepala Negara sahabat (pasal 140 ayat 4); e) Pembunuh dengan direncanakan lebih dahulu (pasal 140 ayat 3

dan 340); f) Pencurian dengan kekerasan oleh dua orang atau lebih

berkawan, pada waktu malam atau dengan jalan membongkar dan sebagainya, yang menjadikan ada orang yang terluka berat atau mati (pasal 365 ayat 4);

g) Pembajakan di laut, di pesisir, di pantai dan di kali, sehingga ada orang mati (pasal 444);

h) Dalam waktu perang menganjurkan huru-hara, pemberontakan dan sebagainya antara pekerja-pekerja dalam perusahaan pertahanan Negara (pasal 124 bis);

i) Dalam waktu perang menipu waktu menyampaikan keperluan angkatan perang (pasal 127 ayat 129);

j) Pemerasan dengan pemberatan (pasal 368 ayat 2).

2) Pidana Penjara

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penjara berarti bangunan

tempat mengurung orang hukuman. Pidana penjara adalah salah satu

jenis pidana pokok yang terdapat dalam KUHP yang berlaku sekarang

(Ius Constitutum) dan RUU KUHP mendatang (Ius Constituendum).

Menurut Andi Hamzah, pidana penjara adalah bentuk pidana yang

berupa kehilangan kemerdekaan. Pidana kehilangan kemerdekaan itu

bukan hanya dalam bentuk pidana penjara, tetapi juga berupa

pengasingan.19

Menurut P.A.F. Lamintang, pidana penjara adalah suatu pidana

berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang

dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga

19 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita,

1993), h. 36.

Page 36: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

27

pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua

peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan,

yang dikaitkan dengan sesuatu tindakan tata tertib bagi mereka yang

telah melanggar peraturan tersebut.20

Sementara dalam KUHP, pengertian pidana penjara tidak

dijelaskan secara detail. Namun, dalam pasal 12 ayat (1) KUHP, hanya

diterangkan bahwa pidana penjara adalah seumur hidup atau selama

waktu tertentu. Pidana penjara bervariasi dari penjara sementara

minial 1 (satu) hari sampai pidana penjara seumur hidup. Pidana

penjara seumur hidup hanya tercantum di mana ada ancaman hukuman

mati. Jadi pada umumnya pidana penjara maksimum ialah 15 tahun.

Keberatan pidana seumur hidup jika dihubungkan dengan tujuan

pemidanaan, yaitu untuk memperbaiki terpidana supaya menjadi

masyarakat yang berguna, tidak lagi sesuai dan dapat diterima. Dapat

dikatakan, bahwa pidana penjara pada dewasa ini merupakan bentuk

utama dan umum dari pidana kehilangan kemerdekaan.

3) Pidana Kurungan

Pidana kurungan adalah bentuk-bentuk dari hukuman

perampasan kemerdekaan bagi si terhukum yaitu pemisahan terhukum

dari pergaulan hidup masyarakat ramai dalam waktu tertentu di mana

20 P.A.F Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung: Armico, 1988), h. 69.

Page 37: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

28

sifatnya sama dengan hukuman penjara yaitu merupakan perampasan

kemerdekaan seseorang.

Dalam KUHP pasal 18 ayat 1 dikatakan bahwa pidana kurungan

itu minimal 1 hari dan maksimal 1 tahun; dan dalam hal gabungan

kejahatan, residive (pengulangan kejahatan); ketentuan yang terdapat

dalam pasal 18 ayat 2 KUHP.

Dalam hal pidana kurungan tidak dapat dipekerjakan di luar

daerah dimana ia bertempat tinggal atau berdiam waktu pidana itu di

jatuhkan. Pidana kurungan dapat sebagai pengganti dari pidana denda,

jika seseorang tersebut tidak dapat atau tidak mampu membayar denda

yang harus dibayar, dalam hal perkaranya tidak begitu berat.21

4) Pidana Denda

Sementara pidana denda diancamkan atau dijatuhkan terhadap

delik-delik yang ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan.

Oleh karena itu pula, pidana denda merupakan satu-satunya yang dapat

dipikul oleh orang lain selain terpidana. Walaupun denda dijatuhkan

terhadap terpidana pribadi, tidak ada larangan jika denda itu secara

sukarela dibayar oleh orang atas nama terpidana.

21 Ninik Suparni, h. 23-24.

Page 38: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

29

5) Pidana Tutupan

Pidana tutupan itu sebenarnya sudah dimasukkan oleh

pembentuk undang-undang untuk menggantikan pidana penjara yang

sebenarnya dapat dijatuhkan oleh hakim bagi pelaku dari sesuatu

kejahatan, atas dasar bahwa kejahatan tersebut oleh pelakunya telah

dilakukan karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati.22

b. Pidana Tambahan

Hukuman tambahan hanya dapat dijatuhkan bersama-sama dengan

hukuman pokok. Penjatuhan hukuman tambahan biasanya bersifat

fakultatif. Hakim tidak diharuskan menjatuhkan hukuman tambahan.

Dalam KUHP pidana tambahan terdapat dalam pasal 10 ayat (6) yang

terdiri dari: pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang

tertentu dan pengumuman putusan hakim.

Untuk membedakan antara pidana pokok dengan pidana tambahan,

maka akan dikemukakan hal-hal sebagai berikut:

- Sesuai dengan namanya yaitu pidana tambahan, maka pidana tambahan berarti hanya dapat ditetapkan di samping pidana pokok atau utama. Apabila hakim tidak menetapkkan pidana pokok, maka pidana tambahan dengan sendirinya tidak dapat ditetapkan pula. Terhadap hal ini Undang-Undang mengadakan suatu pengecualian. Misalnya, pasal 39 ayat (3) KUHP di mana ditetapkan bahwa perampasan barang dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah sepanjang mengenai barang-barang sita.

22 P.A.F. Lamintang, Hukum Panitensier di Indonesia, (Bandung: Armico, 1984), h. 147

Page 39: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

30

- Hukuman pidana tambahan bersifat fakultatif. Apabila terbukti bahwa terdakwa bersalah maka hakim harus menentukan suatu pidana pokok (utama). Hakim tidak wajib menetapkan pidana tambahan terhadap terdakwa. Jadi hakim bebas untuk menentukan atau tidak.

- Pidana tambahan tentang pencabutan hak-hak tertentu mulai berlaku setelah hakim membacakan putusan.

1) Pencabutan Hak-Hak Tertentu

Dalam pasal 35 KUHP telah ditentukan pembolehan pencabutan

hak-hak tertentu si bersalah dengan keputusan hakim, yakni antara lain:

a) Hak si bersalah, yang boleh dicabut dalam putusan hakim dalam hal

yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini atau dalam undang-

undang umum lainnya, ialah

(1) Menjabat segala jabatan atau jabatan tertentu; (2) Masuk balai tentara; (3) Memilih dan boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan

karena undang-undang umum; (4) Menjadi penasehat atau wali, atau wali pengawas atau

pengampu atau pengampu pengawas atas orang lain yang bukan ankanya sendiri;

(5) Kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampuan atas anaknya sendiri;

(6) Melakukan pekerjaan tertentu;

b) Hakim berkuasa memecat seorang pegawai negeri dari jabatannya

apabila dalam undang-undang umum ada ditunjuk pembesar lain

yang semata-mata berkuasa melakukan pemecatan itu.

Page 40: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

31

2) Perampasan Barang-Barang Tertentu

Karena suatu putusan perkara mengenai diri terpidana, maka

barang yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang

milik terpidana yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau

barang milik terpidana yang digunakan untuk melaksanakan

kejahatannya. Hal ini diatur dalam pasal 39 KUHP yang berbunyi:

(1) Barang kepunyaan si terhukum yang diperolehnya dengan kejahatan atau dengan sengaja telah dipakainya untuk melakukan kejahatan, boleh dirampas.

(2) Dalam hal menjatuhkan hukuman karena melakukan kejahatan tidak dengan sengaja atau karena melakukan pelanggaran dapat juga dijatuhkan perampasan, tetapi dalam hal-hal yang telah ditentukan oleh undang-undang.

(3) Hukuman perampasan itu dapat juga dijatuhkan atas orang yang bersalah yang oleh hakim diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanyalah atas barang yang telah disita.

3) Pengumuman Putusan Hakim

Hukuman tambahan ini dimaksudkan untuk mengumumkan

kepada khalayak ramai (umum) agar dengan demikian masyarakat

umum lebih berhati-hati terhadap si terhukum. Biasanya ditentukan oleh

hakim dalam surat kabar yang mana, atau berapa kali, yang semuanya

atas biaya si terhukum. Jadi cara-cara menjalankan pengumuman

putusan hakim dimuat dalam putusan (Pasal 43 KUHP).23

23 Leden Marpaung, h. 111-112.

Page 41: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

32

Dalam hukum Islam, penggolongan hukuman dibagi menjadi beberapa

golongan. Penggolongan pertama didasarkan atas pertalian satu hukuman

dengan hukuman lainnya, dalam hal ini ada 4 (empat) jenis:24

1. Hukuman pokok (‘uqubah asliah), misalnya hukuman qishash untuk

tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan;

2. Hukuman pengganti (‘uqubah badaliah), merupakan pengganti

hukuman pokok yang tidak dapat dilaksanakan karena alasan yang sah,

seperti hukuman diyat sebagai pengganti hukuman qishash, atau

hukuman ta’zir sebagai pengganti hukuman had atau qishash yang tidak

dapat dilaksanakan. Sebenarnya hukuman diyat itu sendiri adalah

hukuman pokok untuk pembunuhan semi sengaja (menyerupai

sengaja), demikian pula hukuman ta’zir merupakan hukuman pokok

untuk tindak pidana ta’zir.

3. Hukuman tambahan (‘uqubah taba’iyah), yaitu hukuman yang

mengikuti hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan tersendiri

seperti larangan menerima warisan bagi pelaku pembunuhan terhadap

keluarganya sebagai tambahan hukuman qishash, atau hukuman

pencabutan hak sebagai saksi bagi orang yang melakukan tindak pidana

qadzaf (memfitnah orang lain berzina).

24 Topo Santoso, Menggagas Hukum Islam: Penerapan Syariat Islam dalam konteks

Modernitas, (Bandung: Asy-Syaamil, 2001), cet. Ke-II, h. 184-185.

Page 42: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

33

4. Hukuman pelengkap (‘uqubah takmiliah), yaitu hukuman yang

mengikuti hukuman pokok dengan syarat ada keputusan tersendiri dari

hakim.

Penggolongan kedua, ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam

menentukan berat-ringannya hukuman. Dalam hal ini ada 2 (dua) macam

hukuman, yaitu:

1. Hukuman yang hanya mempunyai satu batas, artinya tidak ada batas

tertinggi atau batas terendahnya, seperti hukuman cambuk sebagai

hukuman had (80 atau 100 kali);

2. Hukuman yang mempunyai batas tertinggi dan batas terendahnya,

hakim diberi kebebasan memilih hukuman yang sesuai antara kedua

batas itu, seperti hukuman penjara atau cambuk pada tindak pidana

ta’zir.

Penggolongan ketiga, ditinjau dari segi besarnya hukuman yang telah

ditentukan yaitu:

1. ‘Uqubah Tazimah adalah hukuman keharusan yakni hukuman yang

telah ditentukan macam dan besarnya, di mana hakim harus

melaksanakan tanpa dikurangi atau ditambah, atau diganti dengan

hukuman lain.

Page 43: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

34

2. ‘Uqubah Mukhayyarah yaitu hukuman pilihan yakni hukuman yang

diserahkan kepada hakim untuk dipilihnya dari sekumpulan hukuman

yang diterapkan dengan keadaan pelaku dan perbuatannya.

Penggolongan keempat, ditinjau dari segi tempat dilakukannya

hukuman, yaitu:

1. Hukuman badan;

2. Hukuman jiwa; dan

3. Hukuman harta.

Penggolongan kelima, merupakan yang terpenting, yang ditinjau dari

segi jenis tindak pidana yang diberi ancaman hukuman, yaitu:

1. Hukuman hudud, yaitu hukuman yang ditetapkan atas tindak pidana

hudud;

2. Hukuman qishash-diyat, yaitu hukuman yang ditetapkan atas tindak

pidana qishash-diyat;

3. Hukuman kifarat, yaitu hukuman yang ditetapkan untuk sebagian

tindak pidana qishash-diyat dan beberapa tindak pidana ta’zir; dan

4. Hukuman ta’zir, yaitu hukuman yang ditetapkan untuk tindak pidana

ta’zir.

Page 44: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

35

Sedangkan Jimly Asshiddiqie, menggolongkan secara garis besar

ancaman pidana dalam islam terdiri dari:25

1. Pidana atas Jiwa;

2. Pidana atas Anggota Badan;

3. Pidana atas Kemerdekaan; dan

4. Pidana atas Harta

B. Persamaan dan Perbedaan Sistem Pemidanaan Antara Hukum Positif Dan

Hukum Islam

Berdasarkan teori pemidanaan di atas, maka dapat dilihat perbedaan dan

persamaan antara Hukum Positif dan Hukum Islam, yakni antara lain:

1. Persamaan

Dalam Hukum Pidana Islam tentang teori pemidanaan ini dapat

diketahui dari tujuan dijatuhkannya pidana, dimana hal ini dapat

dirumuskan dari tujuan masing-masing pidana dalam Hukum Pidana Islam

yaitu hudud, qishas diyat dan ta’zir. Sedangkan dalam Hukum Pidana

Indonesia teori pemidanaan ini dikenal 3 (tiga) teori yaitu teori absolut,

teori relatif dan teori gabungan.

Sisi persamaan dari tujuan pemidanaan dalam hukum pidana Islam

dan hukum pidana positif adalah upaya akhir dalam menangani setiap

25 Jimly Asshiddiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia: Studi tentang Bentuk-

Bentuk Pidana dalam Tradisi Fiqh dan Relevansinya Bagi Usaha Pembaharuan KUHP Nasional, ed. Ke-I, (Bandung: Penerbit Angkasa Bandung, 1995) h. 87-106.

Page 45: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

36

tindak pidana adalah dengan menyingkirkan pelaku tindak pidana dengan

pidana mati ataupun penajara seumur hidup. Dan baik dalam hukum

pidana Islam dan hukum pidana positif tujuan dari dijatuhkannya pidana

yaitu diharapkan dengan adanya hukuman tersebut dapat menyadarkan

semua masyarakat untuk berbuat baik sehingga terpelihara ketentraman

hidup dan kelangsungan hidup masyarakat.

2. Perbedaan

Dari segi tujuan pemidanaan dalam hukum pidana Islam dan hukum

pidana positif terdapat perbedaan yaitu:

Pertama, teori pembalasan yang terdapat dalam hukum pidana

Islam dikenal adanya pema’afan )العفو( sedangkan dalam hukum pidana

positif tidak dikenal.

Kedua, prinsip dasar pelaksanaan dari penjatuhan pidana dalam

hukum pidana Islam merupakan wujud ketaatan seorang hamba kepada

Khaliknya yang didasari keimanan sedangkan dalam hukum pidana positif

prinsip dasar pelaksanaan penjatuhan pidana karena semata-mata taat pada

aturan yang dianut manusia.

Page 46: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

BAB III

PEMBINAAN NARAPIDANA DAN PEMBEBASAN BERSYARAT

DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

A. Pembinaan Narapidana

1. Sistem Pembinaan Pemasyarakatan

Dalam pelaksanaannya pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh Petugas

Pemasyarakatan. Yang dimaksud dengan Petugas Pemasyarakatan adalah

pegawai pemasyarakatan yang melaksanakan tugas pembinaan, pengamanan, dan

pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Petugas Pemasyarakatan tersebut

merupakan Pejabat Fungsional Penegak Hukum yang melaksanakan tugas di

bidang pembinaan, pengamanan, dan pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan. Pejabat Fungsional diangkat dan diberhentikan oleh Menteri

(sekarang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kehakiman) sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun dalam

pengangkatan Pejabat Fungsional tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan

antara lain: mempunyai latar belakang pendidikan teknis di bidang

pemasyarakatan, melakukan tugas yang bersifat khusus di lingkungan Unit

Pelaksanaan Teknis Pemasyarakatan, dan memenuhi persyaratan lain bagi

fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.1

1 Dwidja Priyantno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, h. 109.

37

Page 47: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

38

Implementasi sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan

berdasarkan atas azas-azas sebagai berikut:

1. Pengayoman Pengayoman adalah perlakuan terhadap Warga Binaan

Pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarkatan, juga memberikan bekal hidupnya kepada Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.

2. Persamaan perlakuan dan pelayanan Persamaan perlakuan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan

dan pelayanan yang sama kepada Warga Binaan Pemasyarakatan tanp membeda-bedakan orang.

3. Pendidikan dan Pembimbingan Pendidikan dan Pembimbingan adalah penyeleng-garaan

pendidikan dan bimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila, antara lain penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan ibadah.

4. Penghormatan harkat dan martabat manusia Penghormatan harkat dan martabat manusia adalah bahwa sebagai

orang yang tersesat Warga Binaan Pemasyarakatan harus tetap diperlukan sebagai manusia.

5. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan Yakni Warga Binaan Pemasyarakatan harus berada dalam LAPAS

untuk jangka waktu tertentu, sehingga mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya. Selama di LAPAS, (Warga Binaan Pemasyarakatan tetap memperoleh hak-haknya yang lain seperti layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh perawatan kesehatan, makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan, keterampilan olah raga, atau rekreasi).

6. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluaraga dan orang-orang tertentu.

Yakni bahwa walaupun Warga Binaan Pemasya-rakatan berada di LAPAS, tetapi harus didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam LAPAS dari anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.

Page 48: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

39

Dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 12 tahun 1995, dinyatakan bahwa

pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan di LAPAS dan

pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan oleh BAPAS.

Sedangkan pembinaan di LAPAS dilakukan terhadap Narapidana dan Anak

Didik Pemasyarakatan.

Adapun proses pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di LAPAS

dilaksanakan secara intramural (di dalam LAPAS) dan secara ekstremural (di

luar LAPAS). Pembinaan secara ekstramural yang dilakukan di LAPAS disebut

asimilasi, yaitu proses pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah

memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka ke dalam kehidupan

masyarakat. Sedang-kan pembinaan secara ektremural yang dilakukan oleh

BAPAS yang disebut integrasi, yaitu proses pembinaan Warga Binaan

Pemasyara-katan yang memenuhi persyaratan tertentu untuk hidup dan berada

kembali di tengah-tengah masyarakat dengan bimbingan dan penga-wasan

BAPAS.

Adapun pembimbingan oleh BAPAS dilakukan terhadap:

a) Terpidana bersyarat; b) Narapidana, Anak Pidana dan Anak Negara yang mendapat-kan

pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas; c) Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaan

diserahkan kepasa orang tua asuh atau badan sosial; d) Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau Pejabat di

lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diserahkan orang tua asuh atau badan sosial; dan

e) Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua atau walinya. (Pasal 6 ayat (3).

Page 49: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

40

Pembimbingan oleh BAPAS terhadap Anak Negara yang berdasarkan

putusan pengadilan, pembimbingannnya diserahkan kepada orang tua asuh, atau

badan sosial, karena pembimbingannya masih merupakan tanggung jawab

Pemerintah. Terhadap Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau

pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk,

bimbingannya diserahkan kepada oran tua asuh atau badan sosial,

pembimbingannya tetap dilakukan oleh BAPAS karena anak tersebut masih

berstatus Anak Negara. Pembimbingnya oleh BAPAS terhadap Anak yang

berdasarkan penetapan pengdilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua

atau walinya dilakukan sepanjang ada permintaan dari orang tua atau walinya

kepada BAPAS. 2

Pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan meliputi

program pembinaan dan bimbingan yang berupa kegiatan pembinaan kepribadian

dan kegiatan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian ini diarahkan pada

pembinaan mental dan watak agar Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi

manusia seutuhnya, bertaqwa, dan bertanggung jawab kepada diri sendiri,

keluarga, dan masyarakat. Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan pada

pembinaan bakat dan keterampilan agar warga Binaan Pemasyarakatan dapat

2 Ibid., h. 108

Page 50: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

41

kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung

jawab.3

2. Warga Binaan Pemasyarakatan

Dalam ketentuan Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang No. 12 tahun 1995

tentang Pemasyarakatan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Warga Binaan

Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan dan Klien

Pemasyarakatan.

a. Narapidana

Narapidana adalah terpidana (seorang yang dipidana berdasarkan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap) yang

menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS.

b. Anak Didik Pemasyarakatan

Anak Didik Pemasyarakatan adalah:

1) Anak Pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada Negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;

2) Anak Negara, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahka kepada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;

3) Anak Sipil, yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

c. Klien Pemasyarakatan

3 Penjelasan Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Page 51: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

42

Klien Pemasyarakatan atau Klien adalah seseorang yang berada dalam

bimbingan BAPAS. Adapun Klien terdiri dari:

1) Terpidana bersyarat; 2) Narapidana, Anak Pidana, dan Anak Negara yang mendapatkan

pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas; 3) Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan pembinaanya

diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial; 4) Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau penjabat

di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial; dan

5) Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua atau walinya. (Pasal 42 ayat (1)).

d. Balai Pertimbangan Pemasyarakatan

Untuk kontrol pelaksanaan sistem pemasyarakatan maka menteri

membentuk Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat

Pemasyarakatan. Yang dimaksud dengan Balai Pertimbangan

Pemasyarakatan adalah suatu Badan Penasihat Menteri yang bersifat

non-struktural. Balai Pertimbangan Pemasyarakatan yang terdiri dari

para ahli di bidang pemasyarakatan yang merupakan wakil instansi

pemerintah terkait, badan non-pemerintah dan perorangan lainnya

(misalnya dari kalangan organisasi advokat/ pengacara dan LSM) ini

bertugas memberi saran dan atau pertimbangan kepada Menteri yang

antara lain berdasarkan keluhan atau pengaduan Warga Binaan

Pemasyarakatan.

Sedangkan Tim Pengamat Pemasyarakat yang terdiri dari pejabat-

pejabat LAPAS, BAPAS atau pejabat terkait laiannya memiliki tugas:

Page 52: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

43

1. Memberi saran mengenai bentuk dan program pembinaan dan

pembimbingan dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan;

2. Membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan dan

pembimbingan; dan

3. Menerima keluhan dan pengaduan dari Warga Binaan Pemasya-

rakatan. (Pasal 45 Ayat (4)).

e. Keamanan dan Ketertiban

Dalam hal keamanan dan ketertiban di LAPAS yang

bertanggung jawab adalah Kepala LAPAS. Dalam menjalankan

tugasnya Kepala LAPAS berwenang memberikan tindakan disiplin atau

menjatuhkan hukuman disiplin terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan

yang melanggar peraturan keamanan dan ketertiban di lingkungan

LAPAS yang dipimpinnya. Adapun jenis hukuman disiplin tersebut

dapat berupa:

1. Tutupan sunyi paling lama 6 (enam) hari bagi Narapidana atau

Anak Pidana; dan/ atau;

2. Menunda atau meniadakan hak tertentu untuk jangka tertentu

untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Namun, dalam memberikan tindakan disiplin atau menjatuhkan

hukuman disiplin, petugas pemasyarakatan wajib: memberlakukan

Page 53: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

44

Warga Binaan Pemasyarakatan secara adil dan tidak bertindak

sewenang-wenang dan mendasarkan tidankannya pada peraturan tata

tertib LAPAS.

3. Pandangan Islam dalam Pembinaan Pemasyarakatan

Dalam sistem hukum Islam, pidana penjara (kurungan) atau juga

pemasyarakatan termasuk dalam kelompok pidana ta’zir. Artinya pidana yang

merupakan kewenangan hakim untuk menentukannya. Karena putusan

perkaranya harus diselesaikan oleh Pengadilan yang dipimpin oleh seorang

hakim.

Dalam sejarah perkembangan Hukum Islam, jenis pidana penjara telah

dipraktekkan sejak masa Nabi Muhammad Saw. para Sahabat dan generasi

penerusnya. Sejalan dengan tujuan pemidanaan dalam hukum Islam yang

intinya untuk memelihara agama )حفظ الدين( , memelihara akal ) العقل حفظ (

memelihara jiwa )حفظ الروح( dan memelihara harta ) حفظ المال( dan memelihara

keturunan )حفظ النسل( agar pelaku tindak pidana mendapat pelajaran,

menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan kembali menjadi manusia yang

baik. Konsep ini sejalan dengan konsep taubat. Menurut ajaran Islam, taubat

merupakan satu-satunya cara bagi manusia untuk membersihkan diri dari

berbagai bentuk kesalahan dan dosa dan melepaskannya dari kecemasan yang

mengguncangkan jiwa.4

4 Adi Sujatno, Pencerahan di Balik Penjara (Bagian I), diakses pada tanggal 15 November

2009 dari http://www.ditjenpas.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=178&Itemid =9.

Page 54: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

45

Taubat dalam pandangan Islam harus dilakukan segera dan diiringi

dengan tekad untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang telah

diperbuat. Kesungguhan dalam bertaubat harus dibuktikan dalam bentuk

melaksanakan perbuatan-perbuatan baik. Taubat dalam pandangan Islam

artinya ruju’ (kembali) pada perbuatan-perbuatan yang baik serta diridhai oleh

Allah swt. Dengan demikian, taubat berarti kembali kepada fitrah

kemanusiaan, kesucian dan dengan melaksanakan atau mematuhi dan menaati

perintah Allah swt. serta meninggalkan seluruh perbuatan yang dapat menodai

fitrah kemanusiaan. Esensi taubah dalam konsep hukum Islam yang terkait

dengan pemidanaan penjara, sejalan dengan konsep pemidanaan dalam Sistem

Pemasyarakatan di Indonesia.5

B. Pembebasan Bersyarat dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

1. Pembebasan Bersyarat dalam Perspektif Hukum Positif

a. Pengertian dan Dasar Hukum Pembebasan Bersyarat

Yang dimaksud dengan Pembebasan Bersyarat adalah bebasnya

Narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) masa

5 M. Lubabul Mubahitsin, Pidana Penjara Dalam Pandangan Islam, diakses pada tanggal

15 November 2009 dari http://lubabulmubahitsin.blogspot.com/2008/02/pidana-penjara-dalam-pandangan-islam.html

Page 55: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

46

pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidananya tersebut

tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan.6

Adapun dasar hukum tentang pemberian bebas bersyarat bagi

Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan diatur dalam pasal 15 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu :

1) Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, maka ia dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut-turut, pidana itu dianggap sebagai satu pidana.

2) Ketika memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa percobaan, serta ditetapkan syrat-syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.

3) Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belurn dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada dalam tahanan yang sah maka waktu itu tidak termasuk masa percobaan.

Dalam Pasal Pasal 14 Ayat (1) huruf (k) Undang-Undang No. 12

Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan juga diterangkan bahwa Narapidana

berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Juga dalam Pasal 43 PP No.

32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Warga

Binaan Pemasyarakatan diterangkan bahwa:

1) Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan kecuali Anak Sipil, berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.

6 Penjelasan huruf (k) Pasal 14 Penjelasan atas UU No. 12 tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan. Lihat juga Penjelasan huruf (b) Pasal 35 Penjelasan atas PP No. 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Page 56: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

47

2) Pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi Narapidana dan Anak Pidana setelah menjalani pidana sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan.

3) Pembebasan bersyarat bagi Anak Negara diberikan setelah

menjalani pembinaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.

b. Azas, Maksud dan Tujuan Pemberian Pembebasan Bersyarat

Berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia

Nomor: M. 01. PK. 04-10 Tahun 1999, bahwa dalarn pelaksanaan pem-

bebasan bersyarat ini mempunyai azas, maksud dan tujuan yang ingin

dicapai.

Adapun Azas Pembebasan Bersyarat yang terdapat dalam Pasal 2,

terdiri dari:

a. Azas Pengayoman. b. Azas Persamaan Perlakuan dan Pelayanan. c. Azas Pendidikan. d. Azas Pembimbingan. e. Azas Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia. f. Azas Kehilangan Kemerdekaan Merupakan Satu-satunya Penderitaan g. Azas Terjaminnya Hak Untuk Tetap Berhubungan dengan Keluarga

dan Orang-orang tertentu.

Sedangkan tujuan Pembebasan Bersyarat yang terdapat dalam Pasal

6, yakni:

a. Membangkitkan motivasi atau dorongan pada diri narapidana kearah pencapaian tujuan pembinaan.

b. Memberikan kesempatan bagi narapidana guna mempersiapkan diri hidup mandiri di tengah masyarakat setelah bebas menjalani pidana.

c. Mendorong masyarakat untuk berperan secara aktif dalam penyelenggaraan pemasyarakatan.

Page 57: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

48

Maksud Pembebasan Bersyarat sebagaimana yang disebutkan,

dalam Pasal 5 adalah salah satu upaya untuk memulihkan hubungan

Narapidana dengan masyarakat secara sehat. Sedangkan maksud dan tujuan

dari pada pemberian pembebasan bersyarat menurut Aruan Sakidjo dan

Bambang Purnomo adalah untuk transisi atau memudahkan kembalinya

terpidana kemasyarakat dan pemberian pelepasan bersyarat sebelum

selesainya masa pidana itu juga dimaksudkan untuk mendorong terpidana

untuk berkelakuan baik dalam penjara. Supaya terpidana tidak mengulangi

kejahatan lagi, dan supaya terpidana yang diberikan pelepasan bersyarat

dari penjara itu diberi pertolongan untuk berbuat baik dengan bantuan

Reklaresing.7

c. Syarat-Syarat Pembebasan Bersyarat

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia

Nornor : M. 01. PK. 04-10 Tahun 1999 tentang Asimilasi, Pembebasan

bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, seseorang Narapidana dapat diberikan

izin untuk memperoleh pembebasan bersyarat apabila memenuhi 2 (dua)

persyaratan pokok, yaitu persyaratan subtantif dan persyaratan

administratif.

1) Persyaratan Subtantif

7 Aruan Sakidjo dan Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Dasar Aturan Hukum Pidana

Kodifikasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989), h. 114.

Page 58: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

49

Dalam Pasal 7 ayat (2) Keputusan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia Nomor : M. 01. PK. 04-10 Tahun 1999, menerangkan bahwa

persyaratan subtantif terdiri dari:

a. Telah menunjukan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana.

b. Telah menunjukan perkembangan budi perkerti dan moral yang positif.

c. Berhasil mengikuti program pembinaan dengan tekun dan bersemangat.

d. Masyarakat telah dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana yang bersangkutan.

e. Selama menjalankan pidana, narapidana tidak pernah mendapatkan hukuman disiplin sekurang-kurangnya dalan waktu 9 (sembilan) bulan terakhir.

f. Masa pidana yang telah dijalani 2/3 dari masa pidananya dengan ketentuan 2/3 tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan.

2) Persyaratan Administratif

Dalam Pasal 8 Keputusan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia Nomor : M. Ol. PK. 04-10 Tahun 1999, dinyatakan bahwa

persyaratan administratif terdiri dari:

a. Salinan putusan pengadilan.

b. Surat keterangan asli dari kejaksaan bahwa narapidana yang ber-sangkutan tidak mempuyai perkara atau tersangkut dengan tindak pidana lainnya.

c. Laporan penelitian Kemasyarakatan dari BAPAS tentang pihak keluarga yang akan menerima narapidana, keadaan masyarakat

Page 59: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

50

sekitarnya dan pihak lain yang ada hubungannya dengan nara-pidana.

d. Salinan daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan narapidana selama menjalankan masa pidana dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan.

e. Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana seperti grasi, remisi, dan lain-lain dari Kepala Lembaga Pemasyrakatan.

f. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima narapidana, seperti pihak keluarga, sekolah, intansi pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya Lurah atau Kepala Desa.

g. Surat keterangan kesehatan dari psikolog atau dari dokter bahwa narapidana sehat baik jasmani atau jiwanya dan apabila di lembaga tidak ada psikolog dan dokter, maka surat keterangan dapat diminta kepada dokter puskesmas atau rumah sakit umum.

h. Bagi narapidana warga negara asing diperlukan syarat tambahan berupa surat keterangan sanggup menjamin Kedutaan Besar atau Konsulat negara orang asing yang bersangkutan dan surat rekomendasi dari Kepala Kantor Imigrasi setempat.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia

Nomor: M. 01. PK. 04-10 Tahun 1999 dalam Pasal 9, terhadap narapidana

yang melakukan tindak pidana subversi dapat diberikan pembebasan

bersyarat dengan syarat tambahan yaitu :

(1) Kesadaran dan perilaku narapidana yang bersangkutan semakin

membaik selama dalam Lembaga Pemasyarakatan.

(2) Adanya kesediaan dari seseorang, badan atau lembaga yang

memberikan jaminan secara tertulis di atas materai.

Page 60: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

51

d. Wewenang dan Prosedur Pembebasan Bersyarat

Dalam hal pembebasan bersyarat terhadap narapidana tidak terlepas

dari adanya wewenang dan tata caranya. Sebagaimana ditentukan dalam

Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M. 01. PK.

04-10 Tahun 1999, dinyatakan bahwa Pejabat yang berwenang untuk

melakukan pembebasan bersyarat terhadap narapidana adalah Menteri

Kehakiman atau pejabat yang ditunjuk untuk itu.

Sedangkan tata cara untuk memperoleh pembebasan bersyarat itu

adalah sebagai berikut:

1) Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Lembaga Pemasyarakatan setelah mendengar pendapat anggota tim serta telah mempelajari laporan penelitian kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan mengusulkan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan yang di tuangkan dalam formulir yang telah ditetapkan.

2) Kepala Lembaga Pemasyarakatan apabila menyetujui usulan tim Pengamat Pemasyrakatan LAPAS selanjutnya melanjutkan usul tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat.

3) Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dapat menolak atau menyetujui usul Kepala LAPAS setelah mempertimbangkan hasil sidang TPP Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat;

4) Apabila Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman menolak usul Kepala Lembaga Pemasyarakatan, maka dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul tersebut mem-

Page 61: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

52

beritahukan penolakan itu berserta alasannya kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan.

5) Tetapi apabila Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman menyetujui usul Kepala Lembaga Pemasyarakatan maka dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas ) hari terhitung sejak diterimanya usul tersebut dan meneruskan usul Kepala Lembaga Pemasyarakatan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

6) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam jangka paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya usul Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Direktur Jenderal Pemasyarakatan menetapkan penolakan atau persetujuan terhadap usul tersebut.

7) Apabila Direktur Jenderal Pemasyarakatan menolak usul tersebut, maka dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penetapan memberitahu penolakan itu beserta alasannya kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan,

8) Tetapi sebaiknya apabila Direktur Jenderal Pemasyarakatan menyetujui usul Kepala Lembaga Pemasyarakatan, maka usul tersebut diteruskan kepada Menteri Kehakiman untuk mendapatkan persetujuan. Apabila Menteri Kehakiman menyetujui usul tersebut maka dikeluarkan keputusan Menteri Kehakiman mengenai pembebasan bersyarat.

e. Kewajiban, Pencabutan dan Pemberian Saksi Pelanggaran dalam

Pembebasan Bersyarat

Dalam menjalankan masa pembebasan bersyarat Narapidana

memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi. Adapun kewajiban-

kewajiban yang harus di penuhi oleh narapidana bebas bersyarat, yaitu :

Page 62: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

53

a. Tidak melanggar peraturan hukum yang ada;

b. Dalam bulan pertama, 1 (satu) kali seminggu narapidana bebas

bersyarat wajib melapor ke Balai Pemasyarakatan;

c. Dalam bulan kedua, 2 (dua) kali seminggu narapidana bebas

bersyarat wajib melapor ke Balai Pemasyarakatan;

d. Dan 1 (satu) bulan sekali narapidana bebas bersyarat wajib

melapor ke Balai Pemasyarakatan.

Narapidana bebas bersyarat wajib melapor, yang pelaksanaannya

dilakukan dalam bentuk-bentuk sendiri-sendiri atau secara individu, jika

tidak melapor maka petugas Balai Pemasyarakatan tersebut datang

kerumah nara-pidana bebas bersyarat tersebut.

Dalam pemberian pembebasan bersyarat dapat pula dicabut oleh

Direktur Jenderal Pemasyarakatan atas usul Kepala BAPAS melalui Kepala

Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat, apabila narapidana :

a. malas bekerja;

b. mengulangi melakukan tindak pidana;

c. menimbulkan keresahan dalam masyarakat; dan atau

d. melanggar ketentuan mengenai pelaksanaan asimilasi, pembebasan

bersyarat dan cuti menjelang bebas.

Pencabutan pembebasan bersyarat dapat dijatuhkan sementara

setelah diperoleh informasi mengenai alasan-alasan pencabutan tersebut.

Kemudian Kepala Lembaga Pemasyarakatan berkewajiban melakukan

Page 63: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

54

pemeriksaan terhadap narapidana dan apabila terdapat bukti-bukti yang

kuat, maka pencabutan dijatuhkan secara tetap. Kepala Lembaga

Pemasyarakatan melaporkan pencabutan tersebut kepada Direktur Jenderal

Pemasyarakatan yang dilengkapi denagan alasan-alasannya serta Berita

Acara Pemeriksaan.

Pemberian sanksi terhadap narapidana yang dicabut pembebasan

bersyaratnya dapat berupa :

1. Untuk tahun pertama setelah dilakukan pencabutan tidak dapat

diberikan remisi.

2. Untuk pencabutan kedua kalinya tidak dapat diberikan asimilasi,

pem-bebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti

mengunjungi keluarga selama menjalani sisa pidananya.

3. Masa selama di luar Lembaga Pemasyarakatan tidak dihitung

sebagai menjalani pidana.

Sedangkan terhadap anak negara yang dicabut pembebasan ber-

syaratnya dapat dikenakan sanksi berupa :

1. Masa selama berada dalam bimbingan Balai Pemasyarakatan

dihitung sebagai masa menjalankan pendidikan.

2. Untuk 6 (enam) bulan pertama setelah dilakukan pencabutan tidak

dapat diberikan asimilasi, dan pembebasan bersyarat.

Page 64: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

55

3. Untuk pencabutan kedua kalinya selama menjalani masa

pendidikan tidak diberiakan asimilasi, pembebasan bersyarat dan

cuti mengunjungi keluarga.

Apabila alasan pencabutan pembebasan bersyarat disebabkan nara-

pidana melakukan tindak pidana, Kepala Lembaga Pemasyarakatan atau

Kepala Balai Pemasyarakatan melaporkan kepada Kepolisian dengan

tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Departernen Kehakiman dan

Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

2. Pembebasan Bersyarat dalam Perspektif Hukum Islam

Secara umum, konsep pembebasan bersyarat dalam hukum positif pada

dasarnya merupakan suatu rangkaian dari sistem pelaksanaan hukuman

pidana, yakni pidana penjara yang kemudian mengalami kemajuan dengan

konsep pembinaan yang diharapkan akan menjadikan terpidana akan menjadi

lebih baik dengan program-program yang telah diupayakan dapat

mengembalikan pemberdayaannya dalam lingkungan masyarakat.

Sering kita dengar istilah bahwa seseorang yang dihadirkan di depan

meja persidangan sedang duduk di “kursi pesakitan”. Istilah ini menunjukkan

bahwa pada dasarnya seseorang yang menjadi terdakwa yang kemudian

terbukti menjadi terpidana benar adanya bahwa ia “sedang sakit” secara

mental yang harus dipulihkan.

Page 65: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

56

Oleh karena itu, pemulihan yang dapat dilakukan adalah dengan cara

pembinaan-pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, yakni dengan cara

membina mental mereka agar mereka bisa kembali kelingkungannya dan

dapat diterima masyarakat. Terobosan-terobosan tersebut relevan dengan

kondisi sekarang ini karena semakin meningkatnya populasi masyarakat juga

bisa mempengaruhi kondisi kriminalitas di suatu lingkungan tertentu yang

kemudian akan berimbas pada meningkatnya populasi penghuni penjara atau

Lembaga Pemasyarakatan.

Salah satu programnya dalam pembinaan yaitu pembebasan bersyarat -

yang sudah penulis bahas dalam bab sebelumnya juga relevan dengan kondisi

sekarang yang diberikan dengan pertimbangan-pertimbangan yang ketat agar

pelaksanaannya tetap sesuai dengan tujuannya.

Dalam konsep hukum Islam, dikenal dengan asas pemberian maaf atau

pemaafan yakni si korban atau ahli waris korban bersedia memberikan maaf

kepada pelaku yang mengakibatkan pelaku bebas bersyarat atau bebas sama

sekali tanpa syarat. Konsep pemberian maaf ini berdasarkan firman Allah

SWT:

☺ ⌦ ⌧

Page 66: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

57

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash8 berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih” (QS. Al-Baqarah/2 : 178)

Dalam hal masalah qishash di atas, Al-Qur’an menegaskan bahwa

pelaku kejahatan dapat bebas dari pada hukuman (qishash) baik dengan syarat

menebus atau membayar diyat (yaitu sejumlah harta tertentu) kepada pihak

korban atau keluarganya atau bahkan bebas sama sekali tanpa syarat sesuai

dengan kebijaksanaan pihak korban atau keluarganya. Hal ini akan membawa

kebaikan bagi kedua belah pihak. Tidak ada lagi dendam antara kedua pihak

8 Tafsir Ayat: Qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. qishaash itu tidak

dilakukan, bila yang membunuh mendapat kema'afan dari ahli waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diyat (ganti rugi) yang wajar. pembayaran diyat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diyat, Maka terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.

Page 67: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

58

tersebut. Pihak korban mendapat perbaikan dari sanksi yang dijatuhkan, serta

ada peranan korban dalam sistem dan proses peradilan pidana.9

Dalam hukum pidana Islam juga dikenal dengan istilah Shulh

(perdamaian) yang memiliki arti bahasa المنزعة قطع , yang artinya

memutuskan perselisihan. Dalam istilah syara’, seperti yang dikemukakan

oleh Sayid Sabiq, Shulh adalah sebagi berikut:

المتخاصمين بين الخصومة ينهى عقد“Suatu akad (perjanjian) yang menyelesaikan persengketaan antara dua

orang yang bersengketa (berperkara).10

Apabila pengertian tersebut dikaitkan dengan qishash, shulh berarti

perjanjian atau perdamaian antara pihak wali korban dengan pembunuh untuk

membebaskan hukuman qishash dengan imbalan. Para ulama telah sepakat

tentang dibolehkannya shulh (perdamaian) dalam qishash, sehingga dengan

demikian qishash menjadi gugur. 11

Shulh (perdamaian) ini statusnya sama dengan pemaafan, baik dalam

hak pemiliknya, maupun dalam pengaruh atau akibat hukumnya, yaitu dapat

menggugurkan qishash. Perbedaannya dengan pengampunan adalah

pengampunan itu pembebasan qishash tanpa imbalan, sedangkan shulh adalah

9 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam; Penegakan Syariat dalam Wacana

dan Agenda, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), cet. Ke-I, h. 93. 10 Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid III, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1980), h. 305. 11 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), cet. Ke-I,

h. 163.

Page 68: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

59

pembebasan dengan imbalan. Memang dimungkinkan pemaafan dari qishash

dengan imbalan diyat, seperti dikemukakan oleh Imam Syafi’I dan Imam

Ahmad, namun menurut Hanafiyah dan Malikiyah, hal itu harus dengan

persetujuan pelaku, dan kalau demikian, hal itu bukan pemaafan malainkan

shulh (perdamaian).12

Pada tahapan selanjutnya, program-program yang diadakan di Lembaga

Pemasyarakatan juga memiliki relevansinya dengan konsep taubah dalam

Islam yang mengacu pada pembinaan mental agar kembali pada jalan yang

semestinya. Oleh karena itu, pelaksanaannya merupakan tugas hakim yang

menentukannya karena konsep-konsep di atas merupakan bentuk ta’zir

sehingga jelas akan berbeda pelaksanaannya dari satu Negara dengan Negara

yang lainnya.

Dalam konsep Islam dijelaskan bahwa pengertian taubat secara bahasa

berasal dari bahasa arab yaitu dari kata taba, yang berarti raja’a (kembali).13

Secara istilah (terminologi Islam), kebanyakan ulama merumuskan taubat

dengan arti meninggalkan dosa dalam segala bentuk, menyesali dosa yang

pernah dilakukan, dan bertekad untuk tidak melakukan dosa lagi.14

Dari pengertian tersebut di atas, makna raja’a (kembali) secara

konsepsi dapat dipadukan dengan konsep pembinaan di LAPAS yang akan

12 Ibid. h. 163-164. 13 Burhanudin Jamaludin, Konsep Taubat, Pintu Peengampunan Dosa Besar & Syirik

Masih Terbuka, cet. I, (Surabaya: Penerbit Dunia Ilmu, 1996), h.1. 14 Ibid. h. 3

Page 69: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

60

membina para terpidana agar kembali menjadi warga masyarakat yang dapat

diterima dilingkungannya dengan tidak melakukan pelanggaran-pelangaran

hukum. Sedangkan dalam istilahnya meninggalkan segala bentuk

pelanggaran-pelanggaran yang dulu pernah ia perbuat, menyesali apa yang

pernah dilakukannya dan memiliki tekad untuk tidak mengulanginya lagi.

Tiga hal tersebutlah yang menjadi syarat dari pada taubat. Bentuk karantina

itu untuk dapat mengembalikan agar menjadi lebih baik. Dalam

pelaksanaanya, pembinaan tersebut diawasi dengan ketat yang kemudian

dievaluasi untuk pelaksanaan program selanjutnya yakni dibebaskannya

terpidana dengan syarat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Yang

terpenting dalam program-program tersebut adalah tidak keluar dari tujuan

pemidanaan (yang telah dibahas penulis dalam bab sebelumnya).

Dalam konsep taubat sebenarnya yang dapat menerimanya hanyalah

Tuhan Yang Maha Esa. Namun dalam kesungguhannya bertaubat, sisi mental

seseorang akan terpengaruh karena telah hilangnya rasa dosa dan bersalah.

Dalam pengertian ini dosa dihubungkan dengan pengertian moral, agama dan

adat kebiasaan (peraturan) yang disepakati bersama. Orang yang berdosa

adalah orang yang menyimpang tingkah lakunya dari aturan moral, dan adat

kebiasaan. Jadi dalam pengertian dosa itu terdapat hubungan antara ilmu jiwa

dan agama, moral serta adat kebiasaan manusia.15

15 Yahya Jaya, Peranan Taubat dan Maaf Dalam Kesehatan Mental, cet. Ke-III, (Jakarta: CV.

Ruhama, 1995), h. 25.

Page 70: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

61

Para ahli jiwa dan agama sepakat, bahwa rasa berdosa dapat merusak

ketentraman batin dan kebahagian hidup. Dan mereka juga sependapat, bahwa

perbuatan baik dan amal sholeh membawa kepada ketentraman dan

kebahagiaan hidup manusia.16 Dalam Islam ada dalil yang menunjukkan

kebenaran tersebut, misalnya dalam hadits berikut:

البر ما سكنت اليه النفس واطمأن إليه القلب قال النبي صلى اهللا عليه وسلم( . نسكن اليه النفس ولم يطمئن اليه القلوب وان أفتاك المفتوواالثم ما لم ت

17 )أحمد والدارمي رواهArtinya: “Rasulullah saw. bersabda: Perbuatan baik adalah sesuatu yang

membuat jiwa tentram dan hati menjadi tenang dan perbuatan dosa adalah perbuatan yang menjadikan jiwa goncang dan hati gusar sekalipun kamu mendapat petuah atau nasihat dari ahli fatwa". (HR. Ahmad dan ad-Darimi).

Taubat dalam ajaran Islam memiliki pengertian yang luas, karena ia

menyangkut penataan kembali kehidupan manusia yang sudah berantakan,

dan perbaikan kembali mental seseorang yang sudah rusak akibat perbuatan

dosa dan maksiat yang telah dilakukannya. Di samping perintah dan anjuran

taubat banyak terdapat Al-Qur’an dan Sunnah. Ia juga dibahas dalam ilmu

syariah, tasawuf, akhlak dan filsafat islam. Karena taubat dalam Islam

merupakan keharusan serta kekuatan penyelamat bagi kehidupan manusia

yang berantakan dan jiwa yang terganggu dan sakit. 18

16 Ibid. 17 Ahmad Ibn Hanbal Abu Abdullah Asy-Syaibani, Musnad Al-Imam Ahmad Ibn Hanbal,

(Kairo: Muassasah al-Qurtubah, t.th.), juz. 4, hadits No. 17777, h. 194. 18 Ibid. h 52.

Page 71: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

62

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan konsep

pembebasan bersyarat dengan bertaubat memiliki hubungan yang erat.

Pembebasan bersyarat tidak akan diberikan jika terpidana tidak memenuhi

persyaratan-persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan yang meliputi

syarat substantif dan administratif. Demikian pula dengan konsep taubat agar

pelakunya memenuhi persyaratan-persyaratan agar taubatnya dapat diterima.

Page 72: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

BAB IV

ANALISA HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TENTANG

PEMBEBASAN BERSYARAT

A. Analisa Pembebasan Bersyarat dalam Perspektif Hukum Positif

Secara garis besar, pelaksanaan pembebasan bersyarat secara umum

mengacu pada petunjuk pelaksanaan (juklak) Peraturan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Nomor M.2.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat Dan Tata Cara

Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti

Bersyarat.

1. Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat

Untuk memperoleh hak Pembebasan Bersyarat, seorang narapidana

atau anak didik pemasyarakatan harus melalui prosedur yang telah diatur

dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.2.PK.04-

10 Tahun 2007 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,

Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat yaitu

diantaranya harus memenuhi beberapa persyaratan umum yang harus dipenuhi

yakni Syarat Substantif dan Syarat Administratif (pasal 6 dan 7) dan

persyaratan khusus yakni bagi napi selama masa percobaan, tidak boleh

melakukan tindak pidana dan perbuatan tercela lainnya (KUHP Pasal 15a ayat

(1)). Perbuatan tercela tidak hanya dalam lingkup perbuatan pidana, artinya

62

Page 73: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

63

Dirjen PAS

NAPI 2/3 Masa Pidana Telah memenuhi syarat adm dan syarat substantif

pengertiannya lebih luas dari tindak pidana, misalnya pergi bersenang-senang

di tempat pelacuran atau di tempat hiburan malam seperti diskotek, atau

bergaul dengan para penjahat, para preman dan lain sebagainya.1 Selain itu,

juga boleh ditambah syarat khusus lainnya mengenai kelakuan terpidana, asal

saja syarat itu tidak mengurangi hak-hak menjalankan ibadah agamanya dan

hak-hak berpolitikknya (KUHP pasal 15a ayat 2).

SKEMA PROSEDUR PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT2

KAKANWIL

Usulan PB ADM KAMTIB

TPP

KALAPAS

BAPAS KPLP

KAJARI PB

Napi Bebas

Bersyarat

Secara umum, tata cara pelaksanaan pembebasan bersyarat di LAPAS

Klas I Salemba mengacu pada Permen Hukum dan HAM No M.2.PK.04-10

Tahun 2007, dalam Pasal 11.

a) Pengajuan Izin pembebasan bersyarat

1 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 64.

2 Bagan sesuai dengan Permen Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1989 tentang

Asimilasi, Pembebasan Persyarat dan Cuti Menjelang Bebas.

Page 74: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

64

Izin pembebasan bersyarat dapat diberikan kepada narapidana

apabila yang bersangkutan :

a. dipidana untuk masa satu tahun atau lebih, baik dalam satu atau

beberapa putusan;

b. telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 7, Pasal 8

huruf a, b, c, d, e dan f angka 2 dan Pasal 9 Peraturan Menteri

Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1989

tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas

dan bagi narapidana tertentu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1

Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01-

PK.04.10 Tahun 1991 tentang Penyempurnaan Peraturan Menteri

Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1989

tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas,

telah pula memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

3 huruf a dan b Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia

Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1991 tersebut;

c. tidak termasuk narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01-

PK.04.10 Tahun 1991 tentang Penyempurnaan Peraturan Menteri

Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1989

tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas;

Page 75: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

65

telah memenuhi persyaratan administrasi lainnya sebagaimana

dimaksud dalam Formulir APC-01 huruf a, b, c, d, e, f, g, h, i dan j.

b) Pemberian Izin Pembebasan Bersyarat

Secara teknis, pemberian izin pembebasan bersyarat adalah

merupakan wewenang Menteri Kehakiman yang dalam pelaksanaannya

didelegasikan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Adapun tata cara

pemberian izin pembebasan bersyarat kepada narapidana melalui tahap-

tahap sebagai berikut:3

a. Usul pembebasan bersyarat dibahas dalam sidang Tim Pengamat

Pemasyarakatan (TPP) Lembaga Pemasyarakatan dengan mempelajari

hasil pembinaan narapidana selama menjalani pidana termasuk hasil

program asimilasi, syarat-syarat substantif dan administratif serta

dengan mempertimbangkan hasil Penelitian Kemasyarakatan (Litmas)

yang dibuat oleh Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan

Anak;

b. Apabila sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Lembaga

Pemasyarakatan dapat menyetujui usul tersebut pada huruf a, maka

Tim Pengamat Pemasyarakatan mengajukan kepada Kepala Lembaga

Pemasyarakatan dengan menggunakan Formulir APC-02;

3 Diadaptasi dari Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan No. E. 06-PK. 04. 10 Tahun 1992 tentang Petunjuk Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, Pasal 9.

Page 76: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

66

c. Kepala Lembaga Pemasyarakatan wajib segera meneliti dan

mempelajari usul tersebut pada huruf b dan apabila disetujui, maka

Kepala Lembaga Pemasyarakatan segera meneruskan kepada Kepala

Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat lengkap dengan

persyaratan administratif (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf)

d dalam rangkap 4 (empat);

d. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat wajib

segera meneliti dan mempelajari usul Kepala Lembaga

Pemasyarakatan tersebut butir c dan setelah memperhatikan

pertimbangan hasil sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP)

Kantor Wilayah Departemen Kehakiman, maka Kepala Kantor

Wilayah dapat :

1) menolak usul Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan dalam jangka

waktu 14 (empat belas) hari sejak usul diterima segera menyam-

paikan surat penolakan disertai alasan-alasannya kepada Kepala

Lembaga pemasyarakatan serta tembusannya disampaikan kepada

Direktur Jenderal Pemasyarakatan dengan menggunakan Formulir

APC-08; atau

2) menyetujui usul Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan dalam

jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak usul diterima segera

meneruskan kepada Direktur Jenderal pemasyarakatan.

Page 77: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

67

e. Direktur Jenderal Pemasyarakatan wajib segera meneliti dan

mempelajari usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman

(sebagaimana dimaksud dalam huruf d angka 2) dengan mem-

perhatikan pertimbangan hasil sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan

(TPP) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, maka dalam jangka waktu

30 (tiga puluh) hari sejak usul diterima Direktur Jenderal

Pemasyarakatan dapat :

1) Menolak usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman

dengan disertai alasan-alasannya kepada Kepala Kantor Wilayah

Departemen Kehakiman dengan tembusan disampaikan kepada

Kepala Lembaga Pemasyarakatan yang bersangkutan dengan

menggunakan Formulir APC-09; atau

2) Menyetujui usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman

dan segera menerbitkan keputusan pembebasan bersyarat

dimaksud dengan menggunakan Formulir APC-10 yang

tembusannya disampaikan kepada :

a) Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman yang bersang-

kutan.

b) Kepala Lembaga Pemasyarakatan yang bersangkutan dengan

dilampiri buku Bebas Bersyarat untuk narapidana yang diberi

izin;

c) Kepala Kejaksaan Negeri yang mengawasi;

d) Kepala Kepolisian setempat;

Page 78: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

68

e) Pemerintah Daerah Tingkat II (PEMDA TK.II) setempat;

f) Kepala Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan

Anak setempat;

g) Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan untuk

kepentingan Daktiloskopi.

2. Pembinaan, Bimbingan dan Pencabutan Pembebasan Bersyarat

Setelah mendapatkan izin pembebasan bersyarat, maka selanjutnya

dilaksanakan bimbingan terhadap narapidana yang mendapat izin pembebasan

bersyarat yang secara teknis pelaksanaannya sebagai berikut :4

a. Pelaksanaan pembebasan bersyarat narapidana adalah Jaksa pada

Kejaksaan Negeri di wilayah hukum Lembaga Pemasyarakatan tempat

narapidana yang bersangkutan menjalani pidana;

b. Apabila narapidana menjalankan masa pembebasan bersyarat bukan di

wilayah hukum Jaksa yang melaksanakan, maka dalam jangka waktu 7

(tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan, narapidana tersebut harus

melapor ke Kejaksaan Negeri ditempat ia menjalani masa pembebasan

bersyaratnya sebagaimana ditunjuk dalam keputusan pembebasan

bersyaratnya dengan memperlihatkan buku Bebas Bersyarat yang

diterimanya dan diantar oleh petugas Balai Bimbingan Kemasyarakatan

dan Pengentasan Anak;

4 Ibid, Pasal 10.

Page 79: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

69

c. Narapidana yang akan melaksanakan pembebasan bersyarat diserah

terimakan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan kepada Kepala Balai

Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak yang akan

memberikan bimbingan dengan menggunakan Berita Acara Serah Terima

Formulir APC-11 disertai risalah singkat pembinaannya selama dalam

Lembaga Pemasyarakatan;

d. Bimbingan terhadap narapidana sebagaimana dimaksud dalam huruf e

dilaksanakan oleh Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan

Anak melalui program bimbingan dengan memperhatikan pertimbangan

Tim Pengamat Pemasy.arakatan (TPP) Balai Bimbingan Kemasyarakatan

dan Pengentasan Anak.

Pengawasan terhadap narapidana yang sedang menjalani pembebasan

bersyarat dilakukan oleh Kejaksaan Negeri dan Balai Bimbingan

Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak. Dalam melaksanakan pengawasan

Jaksa Pengawas mewajibkan narapidana yang bersangkutan untuk melaporkan

diri ke Kejaksaan Negeri di tempat ia menjalani pembebasan bersyarat dalam

jangka waktu tertentu, yakni;

a. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah pelaksanaan pembebasan

bersyarat;

b. Secara berkala, yang waktunya ditentukan oleh jaksa pengawas yang

bersangkutan sampai berakhirnya masa pembebasan bersyarat.

Page 80: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

70

Adapun pengawasan oleh Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan

Pengentasan Anak dilaksanakan dengan melakukan kunjungan ke rumah

narapidana (klien) yang waktunya ditetapkan oleh Kepala Balai Bimbingan

Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak yang bersangkutan sampai

berakhirnya masa pembebasan bersyarat dan sekaligus juga menjadi sarana

bimbingan bagi klien.

Selanjutnya Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak

melakukan evaluasi terhadap perkembangan narapidana yang sedang

menjalani pembebasan bersyarat, yang kemudian wajib melaporkan hasil

evaluasi tersebut setiap triwulan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen

Kehakiman setempat dalam bentuk Laporan Perkembangan Klien. Kepala

Kantor Wilayah Departemen Kehakiman yang bersangkutan menghimpun

laporan sebagaimana dimaksud di atas, menurut abjad sesuai dengan nama

Lembaga Pemasyarakatan yang bersangkutan dan kemudian meneruskan

kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan;

Selanjutnya Direktur Jenderal Pemasyarakatan up. Direktur Pembinaan

Luar Lembaga Pemasyarakatan menghimpun laporan triwulan tersebut

menurut abjad sesuai dengan nama Lembaga Pemasyarakatan dan Kantor

Wilayah Departemen Kehakiman yang bersangkutan. Jika berdasarkan hasil

evaluasi sebagaimana dimaksud di atas dan ternyata klien tidak

mempergunakan kesempatan yang diberikan dengan baik, maka izin

pembebasan bersyarat dapat dicabut apabila narapidana (klien) yang

Page 81: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

71

bersangkutan melakukan pelanggaran-pelanggaran yang telah ditentukan,

seperti:

a. hidup secara tidak teratur, suka membuat onar, mabukmabukan, bermain judi, mengunjungi tempat mesum, menggangu ketentraman umum atau masyarakat;

b. malas bekerja; c. bergaul dengan residivis; d. mengulangi tindak pidana; e. menimbulkan keresahan dalam masyarakat; f. melanggar tata tertib.

Pelaksanaan pembebasan bersyarat dapat dicabut sementara oleh

Kepala Lembaga Pemasyarakatan apabila ternyata bahwa narapidana yang

bersangkutan melakukan hal-hal sebagaimana dimaksud di atas. Untuk

memastikan kebenarannya, maka Kepala Lembaga Pemasyarakatan wajib

segera melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan bahwa narapidana

tersebut telah melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dengan memuat

Berita Acara Pemeriksaan. Jika ternyata terbukti dilakukan oleh narapidana

yang bersangkutan, Kepala Lembaga Pemasyarakatan menerbitkan keputusan

pencabutan izin pembebasan bersyarat secara tetap dengan menggunakan

Formulir APC-12. Tembusan keputusan tersebut disampaikan kepada Kepala

Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat dan Direktur Jenderal

Pemasyarakatan dengan lampiran Berita Acara Pemeriksaan, serta kepada

instansi lainnya yang terkait tanpa lampiran. Apabila pencabutan izin

pembebasan bersyarat disebabkan karena narapidana yang bersangkutan

mengulangi tindak pidana, maka Kepala Lembaga Pemasyarakatan atau

Kepala Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak segera

Page 82: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

72

melaporkan kepada Kepolisian setempat dengan tembusan disampaikan

kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat dan

Direktur Jenderal Pemasyarakatan;

Keputusan pencabutan izin pembebasan bersyarat tersebut, mulai

berlaku sejak putusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap. Tembusan

serta lampiran Berita Acara Pemeriksaan disampaikan kepada Kepala Kantor

Wilayah Departemen Kehakiman setempat dan Direktur Jenderal

Pemasyarakatan, keputusan disampaikan juga kepada instansi lainnya yang

terkait, tanpa lampiran.

Narapidana yang dicabut izin pembebasan bersyaratnya dikenakan

sanksi :

a. Kembali mengikuti pendidikan dalam Lembaga Pemasyarakatan sesuai

dengan peraturan yang berlaku;

b. Hukuman disiplin menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku

(Pasal 69 GR) dan dicatat dalam Register F;

c. Pada tahun pertama setelah pencabutan itu, untuk sementara waktu tidak

diberikan remisi.

Kemudian, selama masa menjalani masa pembebasan bersyarat diluar

Lembaga Pemasyarakatan tidak dihitung sebagai menjalani pidana. Selama

menjalani sisa pidananya tidak diperkenankan lagi memperoleh izin

pembebasan bersyarat.

Page 83: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

73

3. Permasalahan dan Kendala Kelancaran Pemberian Permbebasan Bersyarat

Dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari adanya permasalahan-

permasalahan atau kendala-kendala yang mengganggu kelancaran pemberian

Pembebasan Bersyarat tersebut yakni antara lain:5

a. tidak disiapkan sarana kegiatan diluar lapas/rutan untuk peningkatan bakat

dan niat untuk berkarya;

b. masyarakat belum sepenuhnya siap untuk menerima sebagai bagian dari

anggota masyarakat secara utuh.

Dalam rangka memberikan pembinaan kepada narapidana (klien) yang

mendapatkan pembebasan bersyarat harus benar-benar mencapai sasaran untuk

memberdayakan kembali ke lingkungan masyarakat dan dapat diterima dengan

baik. Oleh karena itu, pelaksanaan pembinaan bagi klien pembebasan bersyarat

telah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku agar tidak menyimpang pelaksanaannya.

Meski statusnya bebas bersyarat, maka narapidana (klien) bebas bersyarat

tidaklah bebas untuk melakukan segala sesuatu hal atas kehendaknya sendiri

tetapi masih terus diawasi, dibimbing dan dibina hingga selesai masa bebas

bersyaratnya. Untuk tercapainya tujuan pembinaan yang di harapkan tersebut,

5 Wawancara penulis dengan Bapak Marotib, SH., selaku Kasubag Umum Rutan Salemba,

tanggal 31 Maret 2010.

Page 84: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

74

maka pembinaan yang dilakukan terhadap klien bebas bersyarat ada 3 (tiga)

tahap, yakni sebagai berikut :

a. Tahap awal

1) Penerimaan dan pendaftaran klien 2) Identifikasi masalah

- Masalah dari dalam (faktor individu) - Masalah dari luar (faktor lingkungan)

3) Penilaian masalah yang di sandang klien 4) Pembuatan laporan penelitian kemasyarakatan 5) Penyusunan rencana program bimbingan yang di berikan 6) Pelaksanaan program bimbingan 7) Evaluasi pelaksanaan program bimbingan tahap awal 8) Penyusunan rencana program bimbingan tahap lanjutan.

b. Tahap lanjutan

1) Diagnosa faktor-faktor yang mempengaruhi a) Faktor individu

- gangguan kejiwaan - broken home - mental dan spiritual

b) Faktor lingkungan - lingkungan keluarga - lingkungan sekolah - lingkungan masyarakat

2) Bimbingan terapi yang di butuhkan a) bimbingan agama b) bimbingan mental c) bimbingan psikolog d) bimbingan latihan kerja dan keterampilan e) bimbingan sosial f) bimbingan perseorangan g) bimbingan kelompok h) pendidikan formal dan informal

3) Pemanfaatan sumber yang tersedia 4) Pelaksanaan program bimbingan 5) Penilaian/evaluasi pelaksanaan program bimbingan tahap lanjutan 6) Penyusunan rencana program bimbingan tahap berikutya (tahap akhir).

Page 85: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

75

c. Tahap akhir

1) Pelaksanaan program bimbingan 2) Melihat peluang pemberian bimbingan sesuai situasi/ kondisi klien 3) Masalah-masalah lain yang di hadapi dalam bimbingan 4) Mengamati sejauh mana perkembangan dan hasil bimbingan yang di

capai klien 5) Meneliti, menilai/mengevaluasi keseluruhan hasil pelaksanaan

Program bimbingan. 6) Mempersiapkan klien mengakhiri bimbingan dan kemungkinan

pelayanan bimbingan tambahan. 7) Mempersiakan berkas/surat akhir masa bimbingan. 8) Pengakhiran/penutupan masa bimbingan.

Sedangkan dalam pelaksanaan pembinaan klien bebas bersyarat pada

dasarnya tidak jauh berbeda dengan narapidana yang ada di LAPAS. Adapun

bentuk-bentuk pembinaan yang diberikan yaitu:

a. Pembinaan Kepribadian, meliputi: 1) Pembinaan Kesadaran Beragama 2) Pembinaan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara 3) Pembinaan Kemampuan Intelektual (Kecerdasan) 4) Pembinaan Kesadaran Hukum 5) Pembinaan Mengintegrasikan Diri dengan Masyarakat

b. Pembinaan Kemandirian

Yakni pembinaan yang di arahkan pada pembinaan bakat dan

keterampilan agar warga binaan Lembaga Pemasyarakatan dapat

berperan sebagai anggota masyarakat yang di laksanakan atas kerja sama

dengan Departemen Sosial.

Page 86: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

76

B. Analisa Pembebasan Bersyarat dalam Perspektif Hukum Islam

Demikian pula dalam hukum Islam, Pembebasan bersyarat diperbolehkan

yang dapat disamakan dengan konsep pemaafan, yaitu hak memberi maaf dari

korban atau keluarganya kepada pelaku kajahatan dengan membayar diyat kepada

korban atau keluarganya sesuai ketentuan. Sebagaimana firman Allah SWT:

☺ ⌦ ⌧

☺ ☺

: 2\البقرة( ⌧ 178(

Artinya: “Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih” (QS. Al-Baqarah/2 : 178)

Dari keterangan ayat di atas, jelas bahwa korban atau keluarganya

diberikan hak untuk memaafkan dengan cara yang baik. Pemaafan ini bertujuan

agar tidak terjadi permusuhan dan dendam yang berlarut-larut antara keduanya.

Adapun pelaksanaannya dengan cara yang baik sesuai dengan kesepakatan dan

persetujuan diantara kedua pihak. Boleh saja pemaafan ini desertai dengan diyat

atau boleh pula pihak korban memberikan maaf dengan tanpa diyat sama sekali.

Dan Allah memperingatkan agar dalam menentukan diyat tidak melampaui batas

dan berlebihan karena manusia cenderung suka berlebihan. Oleh kerena itu,

Page 87: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

77

meski pemaafan dan diyat merupakan hak bagi korban atau keluarga korban,

namun dalam pelaksanaannya tetap harus diawasi oleh hakim untuk menghindari

sikap berlebihan oleh pihak korban atau keluarga korban.

Disini terlihat jelas bahwa hak korban atau keluarga korban turut

dipertimbangkan dalam penjatuhan hukuman. Berbeda dengan hukum positif,

delik pembunuhan merupakan delik publik yang hak sepenuhnya berada di

tangan negara atau Undang-Undang. Walaupun keluarga korban memberikan hak

ma’afnya, namun tidak akan mempengaruhi penjatuhan hukuman, sehingga

hukuman tidak akan menjadi lebih ringan atas pema’afan tersebut.

Perbedaan lain yang terlihat adalah jika dalam hukum Islam, denda yang

dibebankan kepada pelaku sepenuhnya diserahkan kepada korban atau

keluarganya. Namun dalam hukum positif, denda justru Negara yang menerima

denda dari pelaku.

Dari penjelasan di atas, maka konsep-konsep yang diusung dalam program

pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan kemudian dengan program lanjutan

yaitu dengan Pembebasan Bersyarat maka hal itu merupakan ijtihad hakim dalam

lingkup hukuman ta’zir dalam menentukan pidana dengan konsep pemaafan

tersebut kemudian dilanjutkan dengan konsep pembinaannya maka dapat

diharapkan pelaku pidana dapat bertaubat dan kembali menjadi pribadi yang baik

dan seutuhnya sehingga dapat diterima kembali oleh masyarakat.

Page 88: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan urain bab-bab terdahulu, maka penulis dapat menarik

beberapa kesimpulan, yakni sebagai berikut:

1. Sistem pemidanaan menurut hukum positif pada dasarnya mencakup

pengertian yang luas. Namun dapat disimpulkan, bahwa sistem dimana

pelaksanaannya bertujuan untuk pemberian dan penjatuhan hukuman oleh

hakim sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan

dalam Islam, sistem pemidanaan juga memiliki esensi yang sama yakni

sebagai “pencegah” dan “penebus”. Selain kedua hal tersebut, pemidanaan

menurut Islam juga bertujuan sebagai perbaikan dan pendidikan. Sebagai

pencegah, karena ia berfungsi mencegah manusia dari tindakan kriminal, dan

sebagai penebus, karena ia berfungsi menebus dosa seorang muslim dari azab

Allah di hari kiamat. Sistem pidana Islam sebagai “pencegah”, akan membuat

jera manusia sehingga tidak akan melakukan kejahatan serupa.

2. Bahwa peraturan tentang Pembebasan Bersyarat dalam hukum positif yaitu

bebasnya Narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga)

masa pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidananya tersebut

tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan. Sedangkan dalam Islam, peraturan

78

Page 89: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

79

pembebasan bersyarat tidak memiliki pengertian dan aturan yang konkrit

karena dalam hal ini merupakan bagian dari ta’zir.

3. Bahwa pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat kepada narapidana

sebagai salah satu upaya pembinaan narapidana dilaksanakan dengan beberapa

tahapan, yakni tahapan awal, lanjutan dan tahapan akhir. Sedangkan bentuk

pembinaannya dilaksanakan dengan 2 (dua) bentuk pembinaan, yakni

pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Sedangkan prosedural

tata cara pelaksanaannya mengacu pada Permen Hukum dan HAM No

M.2.PK.04-10 Tahun 2007, dalam Pasal 11. Sementara tinjauan dari Hukum

Islam, pelaksanaannya dilaksanakan berdasarkan konsep “taubat” dengan 5

(lima) tahapan, yakni tahapan kesadaran, penyesalan, permohonan ampun,

perjanjian, dan tahapan perbaikan.

4. Pelaksanaan program pembebasan bersyarat dirasa sangat efektif untuk untuk

mengatasi masalah-masalah di rutan, seperti over capacity, pemulihan kembali

mental narapidana, pemberdayaannya kembali dalam masyarakat, dan

sebagainya. Sedangkan dalam Islam, meski tidak ada secara tersurat tentang

dalil-dalil pembebasan bersyarat, dapat dilihat satu kesatuan dengan sistem

kepenjaraan dalam Islam yang memiliki dasar legalitasnya. Namun demikian,

program tersebut merupakan ranah ijtihad untuk mencari solusi yang lebih

baik.

5. Bahwa berdasarkan analisis dari sudut pandang Hukum Positif tentang

pelaksanaan pogram pembebasan bersyarat, telah dilaksanakan berdasarkan

Page 90: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

80

tahapan-tahapan sebagaimana yang semestinya sehingga dapat dikatakan

pelaksanaannya sudah berjalan dengan baik dan efektif meski memiliki

kendala-kendala kecil. Sedangkan analisis dari sudut pandang Hukum Islam,

pelaksanaannya pun sejalan dengan konsep pemaafan dan juga taubat dalam

Islam sehingga tujuan untuk memberikan keadilan antara pihak korban dan

pelaku bisa terwujud dan program-program yang ada untuk mengembalikan

klien menjadi sumber daya manusia yang dapat diterima kembali oleh

masyarakat dapat dicapai.

B. Saran-Saran

1. Agar dalam pelaksanaan pembebasan bersyarat dapat dilaksanakan betul-betul

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak membeda-

bedakan status warga binaan untuk menghindari penyelewengan (KKN).

2. Dalam pemberian pembebasan bersyarat, hendaknya jangka waktunya dapat

dipersingkat, agar tidak terjadi pemberian keputusan Pembebasan bersyarat

yang telah lewat waktu dari tanggal bebas yang semestinya.

3. Meningkatkan koordinasi antar lembaga dalam pelaksanan dan pengawasan

program pembebasan bersyarat agar tepat sasaran dan tercapainya tujuan yang

memuaskan.

4. Agar warga binaan yang mendapat pembebasan bersyarat memahami betul

fungsi dan tujuan diberikannya kepada klien pembebasan bersyarat sehingga

tujuan pelaksanaannya optimal.

Page 91: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim

Amirudin, dan H. Zainal Asikin, Metode Penelitian, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004, Cet. I., ed. I.

Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hujum Pidana, T.tp, PT. Citra Aditya Bakti, 2005, Cet. Ke-III.

Arief, Barda Nawawi, Kebijakan Legislatif dengan Pidana Penjara, Semarang, Badan Penerbit UNDIP, 1996.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1998, Cet. Ke-XI, ed. Revisi IV.

Assiddiqie, Jimly, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia: Studi tentang Bentuk Pidana Dalam Tradisi Fiqh dan Relevansinya Bagi Usaha Pembaharuan KUHP Nasional, cet. Ke-I. ed. 1, Bandung, Angkasa, 1995.

Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Djazuli, A. Fiqh Jinayat (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1997, Cet. Ke-II,

Hadi, Agustinus Purnomo, Pembebasan Bersyarat: Bagian Dari Proses Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana Yang Terpadu (Intergrated Criminal Justice System), Tesis S2 Pogram Studi Ilmu Hukum, Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 1999.

Hamzah, Andi, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Jakarta, Pradnya Paramita, 1993.

Hanafi, Ahmad, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta, PT. Bulan Bintang, 1993, Cet. Ke-V,

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang, Bayu Media Publishing, 2007, Cet. Ke-III, ed. Revisi.

Jamaludin, Burhanudin, Konsep Taubat, Pintu Peengampunan Dosa Besar & Syirik Masih Terbuka, Surabaya, Penerbit Dunia Ilmu, 1996, cet. I,

Jaya, Yahya, Pernan Taubat Dan Maaf Dalam Kesehatan Mental, Jakarta, CV. Ruhama, 1995, Cet. Ke-III,

81

Page 92: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

82

Kansil, CST. dan Cristine S.T. Kansil, Pengantar Hukum Indonesia, Jilid 2, Jakarta, Balai Pustaka, 2003, Cet. Ke-2.

Lamintang, P.A.F, Hukum Penitensier Indonesia, Bandung, Armico, 1988.

Marpaung, Leden, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, 2006, Cet. Ke-III,

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung, PT. Alumni, 2005, Cet. Ke-III.

Priyantno, Dwidja, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, 2006, Cet. I,

Rahman, Abdur, Tindak Pidana dalam Syariat Islam, Jakarta, Rineka Cipta, 1992, Cet.1.

Saleh, Roeslan, Stelsel Pidana Indonesia, Jakarta, Aksara Baru, t.th.

Subagyo, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, Cet. Ke-VI, ed. I.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, Cet. Ke-II, Jakarta, CV Rajawali, 1986.

Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian, Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2004.

Sakidjo, Aruan dan Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Dasar Aturan Hukum Pidana Kodifikasi, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1989.

Tunggal, Hadi Setia, Undang-Undang Pemasyarakatan, Jakarta, Haevarindo, 2000.

Sumber Undang-Undang dan Peraturan Perundang-Undangan Lainnya

Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

PP No. 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

PP No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Kepmen Kehakiman No. M.01.PK.04-10 Tahun 1999 Tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, Surat Edaran Tahun 1992

Page 93: PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18776/1/MASKURI... · berikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi

83

tentang syarat tambahan asimilasi cuti menjelang bebas dan pembebasan bersyarat.

Keputusan Menteri Tahun 1999 Tentang Asimilasi Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas.

Kepditjen Tahun 1992 Tentang Petunjuk Pelaksnaan Asimilasi Pembebasan Bersyarat Cuti Menjelang Bebas.

Artikel

Abubakar, Al-Yasa`, Hukuman Penjara Dalam Perspektif Syari’at Islam Dan Perbaikan Lembaga Pemasyarakatan Di Indonesia, Makalah ditulis atas permintaan Panitia, Dinas Syari`at Islam Provinsi Aceh, untuk Seminar & Workshop Nasional tentang Peningkatan Pelayanan Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan Ruh Syari`at Islam, Banda Aceh 2 Desember 2008.

Mubahitsin, M. Lubabul, Pidana Penjara Dalam Pandangan Islam, diakses pada tanggal 30 Agustus 2009 dari http://lubabulmubahitsin.blogspot.com/2008/ 02/pidana-penjara-dalam-pandangan-islam.html

Pembebasan Bersyarat, Peluang Napi yang Syarat Arti, diakses pada tanggal 26 J uli 2009 dari http://www.hukumonline.com/ detail.asp?id=17359&cl=Fokus