pembangunan konstruksi jembatan dan …konteks.id/p/01-024.pdf · j. tjintatmijarsa, tony yoko...

12
Konferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) – Universitas Atma Jaya Yogyakarta Yogyakarta, 11 – 12 Mei 2007 PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN TEROWONGAN DI KAWASAN PERKOTAAN J. Tjintatmijarsa 1 , Tony Yoko 2 1 Deputy Director & Chief Engineer PT.VSL Indonesia 2 Senior Design Engineer PT. VSL Indonesia 1. PENDAHULUAN Sesuai tema “Tantangan Industri Konstruksi Di Masa Depan” pada Konferensi Nasional Teknik Sipil I Universitas Atmajaya Yogyakarta maka penulis menyajikan topik pembahasan mengenai “Pembangunan Konstruksi Jembatan dan Terowongan di Kawasan Perkotaan”. Seperti diketahui bahwa pembangunan konstruksi ini adalah kebutuhan infrastruktur yang merupakan sarana pembangunan ekonomi secara umum dan berkelanjutan. Perkembangan perkotaan di seluruh wilayah Indonesia merupakan salah satu contoh dan menjadi bagian dari industri konstruksi di masa depan. Maka dapat dipahami bahwa tantangan dalam pembangunan konstruksi di perkotaan adalah memenuhi kriteria-kriteria antara lain : 1. Gangguan yang minimal selama pelaksanaan terhadap lalu lintas yang ada 2. Pelaksanaan pembangunan yang cepat dan aman 3. Konstruksi jembatan dengan bentang yang makin panjang 4. Perhatian aspek arsitektur bangunan yang semakin diperlukan 5. Besar dan kompleksitas proyek yang dilaksanakan 6. Kebersihan lingkungan & fasilitas umum selama pelaksanaan Disamping kriteria tersebut perihal mutu dan harga yang ekonomis tetap merupakan persyaratan yang tetap harus dipenuhi dalam iklim persaingan yang sehat. Namun demikian dalam satu proyek tidak semua kriteria tersebut dapat dipenuhi dan relevan. Pada pembangunan prasarana transportasi perkotaan maka jembatan dan terowongan merupakan contoh yang akan dibahas dalam tulisan ini. Secara khusus semua konstruksi yang dimaksud di sini adalah struktur beton prategang. Sebagai jawaban atas kriteria tersebut maka diperlukan suatu metode konstruksi yang tepat sesuai dengan karakteristik situasi dan kondisi di lapangan. Metode konstruksi yang telah dilkenal saat ini antara lain : metode launching, metode peluncuran bertahap, metode pendongkrakan dan perkembangan metode konstruksi yang lain akan disajikan dalam pembahasan ini. Dibawah ini akan diberikan tiga metoda yang telah dikenal dan digunakan di Indonesia, yakni: - Metoda Launching (Jembatan Layang Pasupati – Bandung, NS Link Cawang Priok – Jakarta ) - Metoda Peluncuran Bertahap (Jembatan Layang Sudirman, Jembatan Layang K.S. Tubun – Jakarta) - Metoda Pendongkrakan Boks (Terowongan Dukuh Atas – Jakarta) ISBN 979.9243.80.7 109

Upload: phamminh

Post on 05-Feb-2018

245 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN …konteks.id/p/01-024.pdf · J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko Gambar 16. Profil Kabel Prategang Gambar 17. Tumpuan Sementara dan Sisi Pengarah Beberapa

Konferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) – Universitas Atma Jaya Yogyakarta Yogyakarta, 11 – 12 Mei 2007

PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN TEROWONGAN DI KAWASAN PERKOTAAN

J. Tjintatmijarsa1, Tony Yoko2

1 Deputy Director & Chief Engineer PT.VSL Indonesia

2 Senior Design Engineer PT. VSL Indonesia

1. PENDAHULUAN Sesuai tema “Tantangan Industri Konstruksi Di Masa Depan” pada Konferensi Nasional Teknik Sipil I Universitas Atmajaya Yogyakarta maka penulis menyajikan topik pembahasan mengenai “Pembangunan Konstruksi Jembatan dan Terowongan di Kawasan Perkotaan”. Seperti diketahui bahwa pembangunan konstruksi ini adalah kebutuhan infrastruktur yang merupakan sarana pembangunan ekonomi secara umum dan berkelanjutan. Perkembangan perkotaan di seluruh wilayah Indonesia merupakan salah satu contoh dan menjadi bagian dari industri konstruksi di masa depan. Maka dapat dipahami bahwa tantangan dalam pembangunan konstruksi di perkotaan adalah memenuhi kriteria-kriteria antara lain :

1. Gangguan yang minimal selama pelaksanaan terhadap lalu lintas yang ada

2. Pelaksanaan pembangunan yang cepat dan aman

3. Konstruksi jembatan dengan bentang yang makin panjang

4. Perhatian aspek arsitektur bangunan yang semakin diperlukan

5. Besar dan kompleksitas proyek yang dilaksanakan

6. Kebersihan lingkungan & fasilitas umum selama pelaksanaan

Disamping kriteria tersebut perihal mutu dan harga yang ekonomis tetap merupakan persyaratan yang tetap harus dipenuhi dalam iklim persaingan yang sehat. Namun demikian dalam satu proyek tidak semua kriteria tersebut dapat dipenuhi dan relevan.

Pada pembangunan prasarana transportasi perkotaan maka jembatan dan terowongan merupakan contoh yang akan dibahas dalam tulisan ini. Secara khusus semua konstruksi yang dimaksud di sini adalah struktur beton prategang. Sebagai jawaban atas kriteria tersebut maka diperlukan suatu metode konstruksi yang tepat sesuai dengan karakteristik situasi dan kondisi di lapangan. Metode konstruksi yang telah dilkenal saat ini antara lain : metode launching, metode peluncuran bertahap, metode pendongkrakan dan perkembangan metode konstruksi yang lain akan disajikan dalam pembahasan ini.

Dibawah ini akan diberikan tiga metoda yang telah dikenal dan digunakan di Indonesia, yakni:

- Metoda Launching (Jembatan Layang Pasupati – Bandung, NS Link Cawang Priok – Jakarta )

- Metoda Peluncuran Bertahap (Jembatan Layang Sudirman, Jembatan Layang K.S. Tubun – Jakarta)

- Metoda Pendongkrakan Boks (Terowongan Dukuh Atas – Jakarta)

ISBN 979.9243.80.7 109

Page 2: PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN …konteks.id/p/01-024.pdf · J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko Gambar 16. Profil Kabel Prategang Gambar 17. Tumpuan Sementara dan Sisi Pengarah Beberapa

J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko

2. METODA PELUNCURAN DENGAN GANTRY Gantry atau Launching Truss merupakan struktur rangka baja sebagai alat peluncur dan pengangkat (launching). Terdapat dua jenis gantry yaitu gantry diatas (overhead) atau di bawah (underslung) dari girder atau segmen yang dipasang. Umumnya pemilihan atas metoda ini didasarkan atas kriteria-kriteria yang telah diutarakan di depan. Keungguluan teknis atas metoda ini terletak pada solusi gangguan lalu lintas yang minimal, pelaksanaan yang cepat dan aman, serta kebersihan lingkungan & fasilitas umum di sekitar proyek. Oleh karenanya perspektif awal pemilihan metoda ini adalah adanya konsekuensi pangadaan beton pracetak baik segmental atau monolit dan umumnya beton prategang.

Seperti diketahui bahwa dimana dapat digunakan alat gantry maka disitu dapat pula digunakan alat crane untuk pemasangan girder atau segmen. Alat crane memiliki kelemahan pada aspek gangguan lalu lintas selama pelaksanaan, kecepatan dan kebersihan . Sedangkan kelemahan alat gantry terletak pada batasan kemiringan maksimum jalan secara memanjang atau melintang serta radius minimum kelengkungan jalan.

Sehubungan dengan kriteria kecepatan karena produksi segmen atau girder dilakukan terlebih dahulu maka masalah produksi bebas dari lintasan kritis dalam skedul pelaksanaan. Dalam hal ini perlu diperhitungkan masalah kapasitas penyimpanan (stockyard) selama menunggu pekerjaan pemasangan di lapangan. Dengan demikian bila dikaitkan dengan alokasi waktu produksi hingga saat pemasangan (lead time) maka hal ini akan menentukan berapa besar ukuran kapasitas produksi dan kapasitas penyimpanan yang direncanakan.

Dalam hal transportasi dari tempat penyimpanan ke lapangan maka masalah ukuran dan berat girder atau segmen perlu diperhatikan. Umumnya masalah berat dan ukuran dikaitkan dengan kapasitas alat transportasi yang digunakan. Namun masalah ukuran memiliki implikasi terhadap ruang (access) yang tersedia sepanjang transportasi dari tempat penyimpanan ke lapangan hingga saat pemindahan dari alat transportasi ke alat gantry.

Selama pekerjaan pemasangan girder atau segmen sering terdapat batasan mengenai waktu kerja misalnya hanya dapat dilakukan malam hari dan pada waktu tertentu. Maka hal ini perlu dilakukan studi lebih mendalam mengenai siklus kerja pada perioda waktu yang tersedia agar menghasilkan hasil akhir memenuhi target skedul penyelesaian. Atas dasar studi tersebut maka diperoleh kesimpulan berapa jumlah alat gantry, alat transport dan alat-alat bantu yang diperlukan. Selain itu pada akhirnya maka organisasi proyek baik di lapangan atau tempat produksi (casting yard) seharusnya memenuhi kapasitas dan target waktu pelaksanaan yang direncanakan.

Teknis pemasangan girder atau segmen dengan alat gantry diawali dengan pemindahan (feeding) dari alat transport ke gantry yang dapat dilakukan dari samping bawah atau dari belakang melalui girder terpasang atau jembatan yang telah jadi. Kondisi struktur akhir, dua tumpuan sederhana atau banyak tumpuan, akan mempengaruhi urutan dan sistem pamasangan girder atau segmen tersebut. Pada sistim jembatan banyak tumpuan maka pada umumnya dilakukan dengan cara segmental dan kantilever seimbang (balanced cantilever). Dengan metoda ini struktur jembatan akan mengalami berbagai sistim statis selama pelaksanaan yang berbeda dengan sistim statis akhir. Oleh karena itu teknik pelaksanaan harus diperhitungkan oleh perencana saat tahap desain awal. Pendekatan konvensional bahwa perencana

ISBN 979.9243.80.7 110

Page 3: PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN …konteks.id/p/01-024.pdf · J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko Gambar 16. Profil Kabel Prategang Gambar 17. Tumpuan Sementara dan Sisi Pengarah Beberapa

bertanggung jawab hanya atas kondisi akhir struktur tidak tepat pada struktur jembatan dengan banyak tumpuan yang dilaksanakan secara segmental.

Gambar 1 Skematik Metoda Konstruksi

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam metode segmental box girder adalah :

- tempat – tempat pengiriman dan penyimpanan semua material; agregat, pasir, semen, besi, perlengkapan prategang, dll.

- tempat pembuatan beton serta sistem pengiriman

- tempat pekerjaan besi, alat pengiriman serta cetakan

- satu atau lebih cetakan (mould) untuk segmen – segmen

- area produksi untuk segmen – segmen lain, misalnya pier, abutmen atau segmen untuk pemasangan expansion joint

- jika diperlukan fasilitas steam curing (di daerah dingin)

- menara pengamatan dan survei untuk kontrol geometri

- pengangkatan segmen dan perlengkapan selama pengiriman

- penempatan segmen dan fasilitas pemasangan

- kantor serta fasilitas pengetesan beton.

ISBN 979.9243.80.7 111

Page 4: PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN …konteks.id/p/01-024.pdf · J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko Gambar 16. Profil Kabel Prategang Gambar 17. Tumpuan Sementara dan Sisi Pengarah Beberapa

J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko

Gambar 2. Lokasi Produksi Segmen

Gambar 3. Detail Segmen

Gambar 4. Jembatan PASUPATI (2005) –

Launching Gantry

Gambar 5. Jembatan PASUPATI – Pengangkatan Segmen

Gambar 6. Jembatan PASUPATI – Match Cast Segment di Casting Yard

ISBN 979.9243.80.7 112

Page 5: PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN …konteks.id/p/01-024.pdf · J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko Gambar 16. Profil Kabel Prategang Gambar 17. Tumpuan Sementara dan Sisi Pengarah Beberapa

Gambar 7. Pengangkatan I-Girder dengan

Gantry

Gambar 9. Pekerjaan Pemasangan Girder di

Kepala Pier

Gambar 8. Toll Tanjung Priok Pluit (I-Girder) - Jakarta

3. METODA PELUNCURAN BERTAHAP Metode ini dipelopori oleh Prof. Leonhardt dan Willi Baur pada tahun 1960 dan pertama kali dipakai pada Jembatan Rio Caroni di Venezuela tahun 1962. Di Indonesia pertama kali diterapkan di Jembatan Layang Sudirman tahun 1992 dan kedua di Jembatan Layang K.S. Tubun tahun 1994.

Gambar 10. Skematik Metoda Peluncuran Bertahap

Seperti diketahui bahwa keunggulan metode ini adalah:

a. mengeliminir perancah konvensional, hal mana diperlukan untuk proyek jembatan dengan pier tinggi, daerah urban, menyeberangi jurang, menyeberangi rel kereta api

b. sebagian besar pekerjaan dilakukan di casting yard sehingga lebih mudah melakukan supervise dan mutu pekerjaan lebih terjamin

c. tahapan pekerjaan berulang, sehingga masa belajar pekerja lebih singkat d. mengeliminir biaya transportasi segmen

ISBN 979.9243.80.7 113

Page 6: PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN …konteks.id/p/01-024.pdf · J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko Gambar 16. Profil Kabel Prategang Gambar 17. Tumpuan Sementara dan Sisi Pengarah Beberapa

J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko

e. mengeliminir pemakaian “heavy crane” dan “launching truss” f. mengeliminir pemakaian “epoxy joint” g. camber” dan geometri dapat dikontrol dengan mudah

Namun perlu diperhatikan beberapa persyaratan atas MPB antara lain:

a. alinyemen jembatan harus lurus atau melengkung horisontal dan atau vertikal dengan radius konstan

b. penampang superstruktur harus prismatis.

Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam tahap perencanaan adalah:

a. Metode ini cocok untuk jembatan dengan bentang antara 30 m dan 60m b. Dalam pemilihan panjang bentang perlu diperhatikan:

- bentang sampai 30 m, lebih ekonomis balok T - bentang 40 – 50 m, lebih ekonomis balok boks - bentang lebih dari 60 m, diperlukan pier sementara - bentang paling luar akan ekonomis bila 0.8 x bentang dalam

c. Jenis pembebanan : - beban saat pelaksanaan - beban saat kerja

d. Tinggi penampang :

Untuk keperluan pelaksanaan dibutuhkan penampang dengan rasio perbandingan bentang dan tinggi yang lebih kecil dibandingkan dengan metode cor di tempat. Rasio ini bervariasi dari nilai 12 untuk bentang 60 m dan nilai 20 untuk bentang lebih kecil dari 30 m.

Sebagai konsekuensi dari metode ini maka penampang balok jembatan mengalami momen negatif dan momen positif, sehingga sering dipakai kabel prategang yang sentris selama pelaksanaan. Agar momen yang terjadi selama pelaksanaan tidak besar, digunakan “nose” yang disambungkan ke ujung segmen pertama. Panjang nose ini umumnya berkisar sekitar 60% dari bentang terpanjang dengan berat per satuan panjang sekitar 10% dari penampang balok.

e. Prategang

Digunakan dua tipe kabel prategang:

- prategang sentris, diberikan sebelum setiap segmen diluncurkan - prategang parabolis, diberikan setelah seluruh superstruktur berada pada posisi

akhir.

f. Tumpuan

Digunakan dua macam tumpuan:

- tumpuan sementara, dipakai selama peluncuran superstruktur - tumpuan permanen, dipakai sebagai pengganti tumpuan sementara setelah

pekerjaan peluncuran selesai.

Sebagai ilustrasi pada tahap perencanaan, berikut ini diberikan diagram alir perencanaan sistem tersebut.

ISBN 979.9243.80.7 114

Page 7: PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN …konteks.id/p/01-024.pdf · J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko Gambar 16. Profil Kabel Prategang Gambar 17. Tumpuan Sementara dan Sisi Pengarah Beberapa

Gambar 11. Diagram Alir Desain Metoda Peluncuran Bertahap

Gambar 12. Diagram Momen Kritis Selama Pelaksanaan

Gambar 13. Momen Envelope selama Pelaksanaan

Gambar 14. Skematis Metode Peluncuran Bertahap

Gambar 15. Skematis Pekerjaan Perancah

ISBN 979.9243.80.7 115

Page 8: PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN …konteks.id/p/01-024.pdf · J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko Gambar 16. Profil Kabel Prategang Gambar 17. Tumpuan Sementara dan Sisi Pengarah Beberapa

J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko

Gambar 16. Profil Kabel Prategang

Gambar 17. Tumpuan Sementara dan Sisi Pengarah

Beberapa referensi proyek jembatan dengan MPB :

Gambar 18. Jembatan Layang K.S. TUBUN (1996)

Gambar 19. Jembatan Layang Ssudirman (1994)

Gambar 20. MARIBYRNONG River Bridge, AUSTRALIA (1994)

MPB Dengan Pier Yang Tinggi

Gambar 21. CAGUANAS River Bridge, PUERTO RICO (1991)

MPB Dengan Kelengkungan Konstan

ISBN 979.9243.80.7 116

Page 9: PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN …konteks.id/p/01-024.pdf · J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko Gambar 16. Profil Kabel Prategang Gambar 17. Tumpuan Sementara dan Sisi Pengarah Beberapa

Konferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) – Universitas Atma Jaya Yogyakarta Yogyakarta, 11 – 12 Mei 2007

4. METODA PENDONGKRAKAN BOKS Pada kawasan perkotaan sering kali dijumpai beberapa jalan utama yang bersilangan dengan jalan kereta api. Dengan semakin padatnya kendaraan yang lalu lalang ditambah lagi dengan laju pertumbuhan jalan yang jauh lebih kecil dibandingkan laju jumlah kendaraan membuat pemerintah berusaha mengurangi kepadatan dengan mengurangi frekuensi kendaraan tertahan dipersimpangan, baik persimpangan jalan kendaraan ataupun jalan kereta api. Dalam medan seperti ini ada dua hal yang dapat dilakukan, membuat jalan layang atau membangun terowongan di persimpangan tersebut.

Solusi dengan jalan layang yang membutuhkan oprit dimana panjangnya merupakan fungsi dari ketinggian jalan layang tersebut seperti diketahui tidak selalu dapat diterapkan. Masalah mahalnya pembebasan tanah terutama di daerah perkotaan disamping sempitnya lahan mendorong pembuatan terowongan menjadi alternatif yang menarik. Seperti halnya pelaksanaan konstruksi yang lain, pelaksanan pendongkrakan boks juga harus memenuhi ijin dari Dinas Perhubungan dan Dinas Pekerjaan Umum. Pada pelaksanannya perlu diperhatikan pula adanya jaringan utilitas di dalam tanah, misalnya pipa PDAM, pipa gas, jaringan kabel telpon dan jaringan kabel listrik, dan sebagainya.

Pekerjaan terowongan menjadi salah satu alternatif bilamana pembuatan jalan layang kurang layak.

Secara umum pembuatan terowongan dapat dilakukan dengan dua cara:

- dengan cara menggali tanah diatas terowongan - dengan menggali tanah dari arah samping memerlukan tebal lapisan tanah

tertentu antara permukaan tanah dan permukaan teratas dari pelat atas dari boks.

Gambar 22. Skema Pelaksanaan Pendongkrakan

ISBN 979.9243.80.7 117

Page 10: PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN …konteks.id/p/01-024.pdf · J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko Gambar 16. Profil Kabel Prategang Gambar 17. Tumpuan Sementara dan Sisi Pengarah Beberapa

J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko

Pendongkrakan dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut :

- metode dorong

- metode tarik

- metode dorong dan tarik

Pembagian panjang terowongan menjadi beberapa segmen bergantung pada besarnya konstruksi penahan yang direncanakan disamping banyaknya dongkrak hidrolis yang tersedia serta kapasitasnya.

Gambar 23. Penampang Boks

Dinding pemotong Dinding pemotong ini berupa balok – balok dibagian atas serta pelat beton pada sisi kanan kirinya berbentuk « taper » dan berfungsi sebagai alat bantu selama pekerjaan pendongkrakan. Bagian atas dibuat terbuka agar tidak terjadi penambahan beban di ujung boks. Pada saat pendongkrakan selesai dinding pemotong tersebut dibongkar.

Struktur baja sementara

Struktur tersebut digunakan untuk menahan lapisan tanah diatas boks

Konsep dasar

Gambar 24. Konsep Dasar Perencanaan

ISBN 979.9243.80.7 118

Page 11: PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN …konteks.id/p/01-024.pdf · J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko Gambar 16. Profil Kabel Prategang Gambar 17. Tumpuan Sementara dan Sisi Pengarah Beberapa

Gaya – gaya yang diperhitungkan akan menentukan tipe serta kapasitas dongkrak hidrolis yang akan digunakan.

Gambar 25. Urutan Pelaksanaan

Gambar 26. Pekerjaan Pendongkrakan

Terowongan Dukuh Atas (1993)

Gambar 27. Selama pendongrakan

berlangsung lalu lintas tidak terganggu

Gambar 28. Pekerjaan pendongkrakan

selesai

5. SARAN DAN KESIMPULAN Tuntutan pengembangan jalan, jembatan dan terowongan adalah jawaban atas kebutuhan prasarana transportasi yang terus meningkat khususnya di daerah perkotaan. Moda transportasi baik kereta api ataupun kendaraan umum membutuhkan prasarana tersebut. Hal ini merupakan bagian dari industri konstruksi di masa depan.

Tantangan industri konstruksi di wilayah Indonesia di masa depan sesungguhnya tidak hanya terletak pada persoalan geografis, volume, jenis, dan teknis konstruksinya tetapi juga pada mutu, harga, kecepatan, keamanan, kenyamanan, arsitektural dan

ISBN 979.9243.80.7 119

Page 12: PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN …konteks.id/p/01-024.pdf · J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko Gambar 16. Profil Kabel Prategang Gambar 17. Tumpuan Sementara dan Sisi Pengarah Beberapa

J. Tjintatmijarsa, Tony Yoko

kebersihan lingkungan. Sejalan dengan tantangan tersebut maka perkembangan teknologi dituntut dapat memenuhi semuanya itu. Sebagai misal syarat ekonomis tidak berarti murah saja tetapi seharusnya dilihat dari aspek biaya dan manfaatnya (cost and benefit).

Sesuai uraian dimuka, struktur beton pada jembatan ataupun terowongan tetap

. DAFTAR PUSTAKA And Construction Of Incrementally Launches Bridges

s,

3. s, DB New Railway Line

4. d Project Reports.

memerlukan teknologi prategang sebagai solusi atas permasalahan teknis metoda pelaksanaan pada bentang panjang dan / atau segmental. Studi mengenai metoda konstruksi menjadi penting dilakukan sejak awal perencanaan agar hasilnya dapat dilaksanakan atau setidaknya mengeliminir masalah di lapangan.

61. DMR (1986), The Design

2. Jörg SCHLAICH & Hartmut SCHEEF (1982), Concrete Box – Girder BridgeStructural Engineering Documents IABSE, Stuttgart

Ingenieurbauwerke (1987), Engineering StructureMannheim, Stuttgart,

VSL Technical Data an

ISBN 979.9243.80.7 120