pembangunan desa

115
PEMBANGUNAN DAERAH, DESA DAN KOTA

Upload: oniciustsiregar

Post on 27-Sep-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Desa

TRANSCRIPT

PEMBANGUNAN DAERAH, DESA DAN KOTA

PEMBANGUNAN DAERAH, DESA DAN KOTA

BAB XIV

PEMBANGUNAN DAERAH, DESA DAN KOTA

A. PENDAHULUAN

Tujuan pembangunan daerah adalah meningkatkan pemerataan penyebaran pembangunan nasional di seluruh wilayah tanah air sehingga terjadi keselarasan laju pertumbuhan antar daerah serta memperkuat kesatuan nasional dengan meningkatkan ikatan ekonomi dan sosial antar wilayah. Dengan demikian diharapkan semangat dan gairah partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kegiatan pembangunan di daerahnya masing-masing akan semakin besar.

Pembangunan di daerah mencakup seluruh kegiatan pembangunan, baik kegiatan pembangunan sektoral yang dilaksanakan oleh instansi-instansi vertikal di daerah, kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I, Pemerintah Daerah Tingkat II dan Pemerintah Desa, maupun kegiatan-kegiatan masyarakat. Seluruh kegiatan pembangunan tersebut perlu dikoordinasikan dan diserasikan untuk dapat mengembangkan sumber-sumber potensi yang dimiliki oleh daerah sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi daerah yang bersangkutan. Di samping itu kegiatan pembangunan juga ditujukan untuk mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh daerah. Di antara masalah-masalah tersebut yang mendapat perhatian khusus adalah masalah yang dihadapi oleh daerahdaerah minus, daerah-daerah yang relatif terbelakang, daerah terpencil, daerah pedesaan, daerah perkotaan, dan keserasian antara pembangunan kota dan daerah pedesaan di sekitarnya.

Untuk meningkatkan keserasian antara pembangunan sektoral dan regional sampai ke tingkat desa, serta merangsang partisipasi daerah dalam pembangunan, maka Pemerintah Pusat memberikan bantuan pembangunan kepada berbagai tingkat pemerintahan daerah melalui Program Bantuan Pembangunan Desa, Pro-gram Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II, Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I, Program Bantuan Penunjangan Jalan, Program Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar, Program Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan, Program Bantuan Penghijauan dan Reboisasi, Program Bantuan Kredit Pembangunan/Pemugaran Pasar, Program Bantuan Daerah Timor Timur, dan beberapa program lainnya. Pemberian bantuan-bantuan tersebut telah merangsang dan mendorong daerah untuk mempercepat laju pertum

buhan dan perkembangan daerahnya masing-masing, dengan mem-bangun bermacam-macam proyek baik ekonomi maupun sosial budaya yang dianggap penting oleh daerah, khususnya yang belum atau tidak terjangkau oleh kegiatan pembangunan yang dijalankan oleh Pemerintah Pusat.

Program Bantuan Pembangunan Desa dimaksudkan untuk merangsang usaha desa yang produktif dengan jalan memanfaatkan potensi kegotong-royongan masyarakat pedesaan yang mencakup pembangunan prasarana produksi desa, prasarana perhubungan desa, prasarana pemasaran desa, dan sarana-sarana penunjang lainnya. Program bantuan tersebut tidak hanya berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, melainkan juga telah berhasil meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat desa dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan, serta menyempurnakan organisasi pemerintahan desa. Program ini dimulai pada tahun pertama Repelita I dengan jumlah bantuan sebesar Rp 100.000 untuk setiap desa. Jumlah bantuan per desa ini dipertahankan selama Repelita I, namun karena jumlah desa terus bertambah, maka jumlah bantuan seluruhnya naik dari tahun ke tahun. Selama Repelita I jumlah bantuan mencapai Rp 26.840 juta; jumlah tersebut naik menjadi Rp 94.252 juta, selama Repelita II, sedang dalam Repelita III jumlah bantuan mencapai Rp 332.255 juta.

Bantuan Pembangunan kepada Daerah Tingkat II diberikan sejak tahun kedua Repelita I (1970/71), untuk meningkatkan partisipasi daerah dalam pelaksanaan pembangunan, memperbaiki prasarana ekonomi pedesaan, meningkatkan perekonomian daerah dan untuk memperluas lapangan kerja di masing-masing daerah. Jumlah bantuan untuk setiap Daerah Tingkat II ditetapkan berdasarkan jumlah penduduknya, dan untuk Daerah Tingkat II yang penduduknya sangat sedikit ditetapkan suatu jumlah minimum.

Mulai tahun 1972/73 jumlah bantuan yang diberikan kepada Daerah Tingkat II dikaitkan dengan kemampuan masing-masing daerah dalam mengumpulkan Ipeda. Kepada Daerah Tingkat II yang berhasil mengumpulkan jumlah Ipeda yang melampaui sasaran yang telah ditetapkan, di samping bantuan per kapita diberikan pula dana perangsang. Besarnya dana perangsang tersebut disesuaikan dengan prestasi realisasi Ipeda masing-masing Daerah Tingkat II.

Baik jumlah bantuan per kapita maupun jumlah minimum per Daerah Tingkat II terus mengalami kenaikan, sehingga jumlah yang selama Repelita I sebesar Rp 46.424 juta, naik menjadi

sebesar Rp 303.938 juta selama Repelita II, dan menjadi sebesar Rp 760.331,3 juta selama Repelita III.

Bantuan Pembangunan kepada Daerah Tingkat I diberikan sejak tahun pertama Repelita II sebagai pengganti bantuan yang didasarkan pada Alokasi Devisa Otomatis (ADO), dan dimaksudkan untuk mendorong usaha-usaha pembangunan di daerah serta menyerasikan laju perkembangan antar daerah. Dana tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian yang penggunaannya ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk penunjangan jalan dan jembatan, untuk peningkatan dan penyempurnaan irigasi, dan untuk biaya eksploitasi dan pemeliharaan pengairan, dan bagian lainnya yang penggunaannya diarahkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan kepentingan pembangunan daerah, antara lain untuk membangun proyek-proyek yang bersifat ekonomis produktif, pengembangan daerah minus, pembangunan perkotaan, peningkatan aparatur pemerintah, pembinaan generasi muda, pembinaan golongan ekonomi lemah, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan kegiatan lain yang diperlukan bagi pembangunan daerah yang bersangkutan. Juga dalam bantuan pembangunan kepada Daerah Tingkat I ini ditetapkan jumlah minimum.

Baik jumlah bantuan seluruhnya maupun bantuan minimum setiap tahun dinaikkan. Jika pada tahun pertama Repelita II jumlah bantuan adalah Rp 43.950 juta, dengan jumlah minimum sebesar Rp 500 juta, maka pada tahun terakhir Repelita II jumlah bantuan adalah Rp 85.674,5 juta, dan jumlah minimum menjadi Rp 2.000 juta, sehingga jumlah bantuan selama Repelita II adalah sebesar Rp 317.426,8 juta. Dalam Repelita III jumlah Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I terus dinaikkan, dari Rp 102.222 juta pada tahun 1979/80 menjadi Rp 253.000 juta pada tahun 1983/84, sehingga jumlah bantuan selama Repelita III menjadi sebesar Rp 1.039.812 juta.

Pembangunan daerah Irian Jaya ditujukan untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya rakyatnya, berupa peningkatan prasarana fisik perhubungan darat, laut, udara; pembangunan telekomunikasi, listrik, air minum, dan lain sebagainya; pengembangan pertanian, peningkatan kegiatan di bidang pendidikan dan keterampilan, peningkatan kegiatan di bidang kesehatan, dan peningkatan prasarana fisik pemerintahan. Jumlah anggaran yang disediakan selama Repelita I adalah Rp 17.100 juta. Di samping itu tersedia bantuan PBB (FUNDWI) sebesar US$ 30 juta berupa bantuan tehnis, peralatan, dan tenaga ahli. Kegiatan pembangunan masyarakat daerah pedalaman

Irian Jaya dilakukan oleh suatu Task Force dengan tugas meningkatkan tata budaya masyarakat, khususnya pembangunan di bidang sosial dan mental masyarakat pedalaman. Selama Repelita II jumlah anggaran yang disediakan untuk pembangunan daerah ini sebesar Rp 41.325,4 juta, yang terdiri dari anggaran sektoral sebesar Rp 25.500 juta. dan Bantuan Inpres sebesar Rp 15.825,4 juta. Sejak Repelita III, berkat kemajuan yang telah dicapai, pembangunan Daerah Irian Jaya tidak lagi ditangani secara khusus, tetapi sudah ditangani sama seperti daerah-daerah lain.

Pembangunan daerah Timor Timur dimulai pada tahun ketiga Repelita II dan sampai pada akhir Repelita II telah disediakan anggaran sebesar Rp 15.121,8 juta, yang terdiri dari anggaran program sektoral sebesar Rp 8.150 juta. dan anggaran program Inpres sebesar Rp 6.971,8 juta. Selama tiga tahun tersebut kegiatan pembangunan terutama ditujukan untuk memperlancar jalannya roda pemerintahan daerah dengan melengkapi aparaturnya serta pembentukan instansi-instansi vertikal, perbaikan dan peningkatan prasarana dan saran pertumbuhan ekonomi, dan perbaikan tingkat kehidupan sosial dan budaya, di samping kegiatan pemulihan keamanan dan ketertiban umum. Dalam Repelita III usaha-usaha pembangunan terutama diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, dan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Dengan meningkatnya pelaksanaan pembangunan di segala sektor, maka anggaran pembangunan yang dialokasikan untuk daerah Timor Timur terus meningkat pula dari tahun ke tahun. Selama Repelita III alokasi anggaran sektoral adalah sebesar Rp 72.575,2 juta, dan anggaran program Inpres sebesar Rp 68.629r3 juta, sehingga seluruhnya berjumlah Rp 141.204,5 juta.

Program penataan ruang mencakup kegiatan penyusunan rencana tata ruang dalam berbagai ruang lingkup, antara lain tata ruang wilayah/daerah, tata ruang kota dan tata ruang kawasan-kawasan, dan berbagai kegiatan penunjang. Rencana tata ruang dimaksudkan sebagai pedoman bagi pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka pemanfaatan ruang secara optimal, serasi, seimbang, dan lestari; sebagai alat untuk mengkoordinasikan dan menyerasikan perencanaan dan pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan, dan sebagai alat untuk mencegah atau memperkecil kerusakan lingkungan hidup yang mungkin timbul sebagai akibat pelaksanaan pembangunan.

Dalam Repelita I kegiatan penataan ruang wilayah/daerah ditekankan pada penyusunan rencana tata ruang/wilayah bagi

propinsi-propinsi terpenting serta wilayah-wilayah khusus. Dalam Repelita II penyusunan rencana tata ruang didasarkan pada konsepsi regional pusat-pusat dan wilayah-wilayah pembangunan. Kegiatan-kegiatan tersebut makin ditingkatkan dalam Repelita III, baik mengenai luas dan jumlahnya, maupun mengenai mutu rencananya. Pelaksanaan penataan ruang dikaitkan dengan pelaksanaan program transmigrasi, program peningkatan produksi pangan, pengembangan industri, dan pelestarian sumber daya alam. Kegiatan pelaksanaan penataan ruang dilanjutkan dan ditingkatkan dalam Repelita IV.

Kegiatan penataan ruang kota dalam Repelita I ditekankan pada penyusunan rencana tata ruang kota bagi semua ibukota propinsi dan kota-kota utama serta kota penting lainnya. Dalam Repelita II prioritas diberikan pada kota-kota pusat pengembangan, sedang dalam Repelita III dan Repelita IV diadakan peningkatan baik dalam jumlah maupun mutu rencananya.

Di samping kegiatan penataan ruang kota dan penataan ruang daerah, dalam Repelita I telah dirintis pula penyusunan masukan bagi pengaturan tata ruang berupa peraturan/perundang-undangan, serta pembinaan institusi penataan ruang. Kegiatan tersebut dilanjutkan dan dikembangkan dalam Repelitarepelita berikutnya. Di samping itu, sejalan dengan pertum-buhan dan perkembangan kota, dalam Repelita III dan Repelita IV dilakukan pula usaha peningkatan dayaguna penyelenggaraan pemerintahan kota.

Penataan penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah dilaksanakan terutama dalam rangka usaha perencanaan penggunaan tanah yang serasi, berimbang, dan bermanfaat untuk berbagai program pembangunan. Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui program pengembangan tata guna tanah dan program tata agraria. Kegiatan program pengembangan tata guna tanah yang utama adalah pemetaan penggunaan tanah pedesaan dan tanah perkotaan, analisa penggunaan dan kemampuan tanah, penyusunan rencana tata guna tanah kabupaten, pemetaan kota kecamatan, dan pengukuran serta pemetaan tata guna tanah daerah transmigrasi.Dalam Repelita I kegiatan pengukuran dan pemetaan terutama diarahkan untuk memetakan tanah pedesaan dan kemampuan tanah; dan pemetaan penggunaan tanah kota. Dalam Repelita II ditingkatkan ketelitian pembuatan peta sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pembangunan. Kegiatan ini diteruskan dalam Repelita III dan Repelita IV.

Program agraria dilaksanakan dalam rangka menjamin terselenggaranya tertib penguasaan dan pemilikan tanah serta pengalihan hak atas tanah untuk mewujudkan kepastian hukum atas tanah.

Untuk kepentingan perencanaan dan koordinasi pembangunan di daerah pada tahun 1974/75 telah dibentuk Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di setiap Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia. Selain merencanakan, Bappeda juga bertugas mengkoordinasikan perencanaan pembangunan di daerah, mengendalikan dan memonitor pelaksanaan pembangunan proyek-proyek nasional dan daerah di daerahnya masing-masing. Dengan pengendalian tersebut dapat diperoleh data umpan-balik yang sangat berguna untuk mengambil langkah-langkah dan tindak lanjut yang diperlukan bagi lancarnya pelaksanaan program/ proyek dan bagi perencanaan pembangunan selanjutnya.

Untuk mengusahakan adanya keserasian pembangunan baik antar-sektor di satu daerah, maupun antar daerah yang bertetangga, khususnya antar daerah di dalam satu wilayah pembangunan utama, maka sejak tahun 1976/77. telah dikembangkan forum Konsultasi Regional Bappeda di masing-masing wilayah pembangunan utama dan Konsultasi Nasional pada tingkat nasional. Tujuan utama konsultasi ialah untuk mengusahakan adanya keserasian pembangunan antar-daerah, dan keserasian antara kepentingan daerah dan kepentingan nasional. Forum-forum konsultasi tersebut sangat berguna bagi pengembangan hubungan timbal-balik baik untuk kepentingan antar-sektor, antar daerah, maupun antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Konsultasi diselenggarakan dalam rangka penyusunan rencana tahunan dan anggaran pembangunan baik daerah maupun pusat.

Peningkatan kemampuan perencanaan aparatur Pemerintah daerah diusahakan melalui penyelenggaraan kursus-kursus perencanaan oleh Pemerintah Pusat bekerjasama dengan lembagalembaga perguruan tinggi dan oleh Pemerintah Daerah sendiri. Di samping itu telah pula diberikan kesempatan kepada staf Bappeda dan pejabat-pejabat daerah lainnya untuk mengikuti seminar, kursus dan latihan di luar negeri sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Pembangunan prasarana fisik gedung kantor kecamatan dan kabupaten/kotamadya serta rumah-rumah jabatan camat, bupati/ Walikotamadya telah dilaksanakan sejak Repelita I dan bahkan terus ditingkatkan. Pembangunan ini dilaksanakan secara ber

tahap, disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara dan kebutuhan di setiap daerah. Kegiatan lain dalam program ini berupa penyediaan mobil pemadam kebakaran bagi kota-kota yang padat penduduknya, terutama ibukota propinsi, kotamadya dan ibukota kabupaten. Di samping itu bagi polisi pamongpraja yang telah mengikuti kursus sebagai pembantu jaksa, disediakan kendaraan bermotor roda dua, motor tempel, dan sepeda, untuk memperlancar roda pemerintahan.

Penelitian regional dan daerah dalam Repelita I dan II pada umumnya diarahkan pada pemecahan masalah yang timbul di daerah berupa penelitian terapan yang bersifat jangka pendek, dan untuk memperoleh data dan keterangan tentang keadaan dan masalah daerah, penduduk, potensi daerah, pemerintahan di kota dan desa. Hasil penelitian ini akan dijadikan dasar bagi perumusan langkah-langkah pendekatan dalam rencana pembangunan masing-masing daerah untuk disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah. Dalam Repelita III penelitian ini mencakup kegiatan pemerintahan dalam negeri yang meliputi aspek-aspek kelembagaan dan tatalaksana, otonomi daerah, pemerintahan dan pembangunan desa, serta penelitian pertanahan. Dalam Repelita IV kegiatan penelitian daerah terutama diarahkan untuk melanjutkan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan penelitian yang menyangkut aspek-aspek pokok, antara lain penelitian dan pengembangan pemerintahan dan pembangunan di daerah, keuangan daerah, perkotaan, desa, dan penelitian pengembangan penataan tanah.

B. PEMBANGUNAN DESA

1. U m u m

`Sebagian besar rakyat Indonesia bermukim di daerah pedesaan. Oleh karena itu daerah pedesaan mempunyai fungsi dan peranan yang sangat besar dan strategis bagi dasar pembangunan baik di bidang politik, ekonomi, sosial-budaya maupun di bidang pertahanan dan keamanan nasional. Dengan demikian daerah pedesaan tidak hanya merupakan sumber kekuatan ekonomi, melainkan juga merupakan dasar bagi ketahanan nasional bangsa dan negara. Namun demikian sumber yang sangat penting bagi kemakmuran bangsa dan negara tersebut belum dapat digali dan dimanfaatkan seluruhnya, karena kondisi sosial, terutama pada masa pra Repelita. Sebelum Repelita I keadaan sosial-politik belum memungkinkan pelaksanaan pembangunan dengan sebaik-baiknya, terutama pembangunan desa. Pada waktu itu keadaan desa

dan masyarakatnya pada umumnya masih sangat memprihatinkan. Tingkat pengetahuan dan keterampilan masyarakat masih rendah, prasarana dan sarana desa yang diperlukan masih langka, sehingga produksi dan produktivitasnya sangat rendah.

Oleh karena itu maka sejak Repelita I hingga sekarang diberikan perhatian yang sebesar-besarnya kepada pembangunan daerah pedesaan, baik melalui program-program sektoral, maupun melalui berbagai bantuan pembangunan kepada daerah, yang diatur dengan Instruksi Presiden (Inpres).

Kebijaksanaan pembangunan desa dititikberatkan kepada upaya untuk meletakkan dasar-dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang disesuaikan dengan kondisi daerah pedesaan masing-masing. Setiap kebijaksanaan dan langkah yang diambil diarahkan kepada terjaminnya keserasian antara pembangunan daerah pedesaan dan daerah perkotaan yang menjadi pusatnya, serta kepada pemecahan masalah daerah pedesaan itu sendiri.

Pembangunan desa dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut :a. Memberi bantuan pembangunan desa, dengan tujuan meningkatkan pemerataan kegiatan pembangunan dan hasil-hasilnya ke semua desa di seluruh Indonesia dengan mendorong dan menggerakkan potensi swadaya gotong-royong yang ada pada masyarakat desa untuk melaksanakan pembangunan desanya.

b. Membangun dan membina sistem perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya secara terkoordinasi dan terpadu melalui Sistem Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP) di wilayah kecamatan.

c. Meningkatkan prakarsa dan peranan swadaya masyarakat desa untuk turut serta dalam melaksanakan pembangunan melalui Lembaga Sosial Desa yang kemudian disempurnakan menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Agar supaya LKMD berfungsi, dilaksanakan latihan Kader Pembangunan Desa (KPD) untuk menjadi tenaga penggerak LKMD.

d. Melaksanakan penataan desa, pemukiman kembali serta pem- binaan kelompok-kelompok penduduk yang masih hidup ter-pencil dan terpencar dengan mata pencaharian bercocok tanam secara berpindah-pindah.

e. Melaksanakan pemugaran perumahan dan lingkungan desa se-cara terpadu antara sektor-sektor dan antara sektor dengan daerah di dalam rangka membantu penduduk desa yang miskin dan tidak mampu untuk membangun atau memperbaiki rumahnya agar memenuhi syarat-syarat kesehatan.

f. Melaksanakan monitoring dan evaluasi tingkat perkembangan desa sesuai dengan tipologi desanya, sehingga setiap tahun dapat diketahui perkembangan desa dari desa swadaya menjadi desa swakarya dan desa swasembada.

2. Bantuan Pembangunan Desa

Bantuan pembangunan desa merupakan salah satu program Pemerintah untuk mempercepat pemerataan kegiatan pembangunan di seluruh tanah air. Bantuan ini diberikan langsung kepada setiap desa dan kelurahan, dengan maksud untuk mendorong dan meningkatkan usaha-usaha swadaya gotong-royong masyarakat desa/kelurahan dalam melaksanakan pembangunan desa/kelurahannya.

Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh peran serta masyarakat, termasuk di dalamnya kaum wanitanya. Untuk meningkatkan peranan kaum wanita dalam pembangunan, maka mulai tahun 1980/81 sebagian dari bantuan desa disediakan khusus untuk membiayai kegiatan kaum wanita dalam pembangunan yang dilaksanakan dalam wadah PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga).

Keberhasilan pembangunan desa akan lebih dapat dirasakan, apabila proyek-proyek pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa/kelurahan yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu maka proyek-proyek Bantuan Pembangunan Desa ini direncanakan, dilaksanakan, diawasi serta dipelihara oleh masyarakat secara bergotong-royong.

Pada tahun pertama Repelita I hanya ada 44.478 buah desa dan bantuan yang diberikan langsung kepada setiap desa/kelurahan sebesar Rp 100.000,-. Di samping itu diberikan pula bantuan keserasian, sehingga seluruh bantuan berjumlah Rp 4.600 juta.

Sesuai dengan laju pembangunan, maka jumlah data setiap tahun bertambah, namun bantuan langsung yang diberikan kepada setiap desa selama Repelita I tetap sebesar Rp 100.000,-. Pada tahun terakhir Repelita I (1973/74) jumlah desa telah

meningkat menjadi 45.587 buah. Guna meningkatkan kegiatan dan volume pembangunan desa, maka di samping bantuan langsung dan bantuan keserasian, diberikan pula hadiah bagi pemenang perlombaan desa, yaitu desa-desa yang paling berhasil dalam pembangunan desa. Untuk setiap kabupaten dipilih juara pertama, kedua, dan ketiga, demikian pula untuk masing-masing propinsi. Jumlah bantuan pada akhir Repelita I mencapai Rp 5.700 juta.

Jumlah seluruh bantuan selama Repelita I adalah sebesar Rp 26.840 juta. Di samping itu Desa menerima pula bantuan dari Pemerintah Daerah sebesar Rp 1.680 juta dan hasil swadaya gotong-royong masyarakat sebesar Rp 34.264 juta. Dengan demikian jumlah seluruh biaya untuk pembangunan desa selama Repelita I adalah Rp 62.784 juta. Dengan biaya tersebut telah dibangun sekitar 386.941 buah proyek yang terdiri dari 164.276 buah proyek prasarana produksi, 154.919 buah proyek prasarana perhubungan, 34.086 buah proyek prasarana pemasaran dan 33.660 buah proyek prasarana sosial.

Karena adanya pemekaran desa serta penyerahan desa-desa transmigrasi dan pemukiman-pemukiman baru, maka jumlah desa terus bertambah, sehingga pada tahun 1978/79 menjadi 60.645 buah. Guna memenuhi tuntutan pembangunan, maka bantuanpun dinaikkan, sehingga pada tahun terakhir Repelita II mencapai Rp 350.000,- untuk setiap desa. Di samping itu diberikan pula bantuan keserasian yang penggunaannya diarahkan untuk meningkatkan pembangunan di kecamatan-kecamatan UDKP, hadiah bagi pemenang perlombaan desa, dan bantuan untuk meningkatkan pembinaan pembangunan desa di tingkat kecamatan. Dengan demikian maka bantuan Pemerintah Pusat selama Repelita II seluruhnya berjumlah Rp 94.252 juta.

Dalam pada itu peranserta Pemerintah Daerah dan swadaya masyarakat kian meningkat. Selama Repelita II bantuan Pemerintah Daerah mencapai jumlah Rp 1.908 juta, dan swadaya gotong-royong masyarakat menghasilkan nilai sebesar Rp 114.688 juta, sehingga dari ketiga sumber tersebut investasi dalam pembangunan proyek-proyek pedesaan mencapai Rp 210.848 juta. Dengan dana tersebut telah dibangun sekitar 370.680 buah proyek prasarana yang terdiri dari 81.400 buah proyek prasarana produksi, 151.576 buah proyek prasarana perhubungan, 16.100 buah proyek prasarana pemasaran dan 121.604 buah proyek prasarana sosial.

Memperhatikan keberhasilan pembangunan desa tersebut,

maka Pemerintah berusaha terus meningkatkan jumlah bantuannya dan memperbaiki tatacara pengelolaan pembangunannya agar benar-benar dapat mencapai sasaran yang diharapkan, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa seluruhnya.

Dalam Repelita III, jumlah desa terus meningkat, sehingga pada tahun terakhir (1983/84) menjadi 66.432 desa. Dengan adanya pertambahan desa dan peningkatan bantuan maka jumlah bantuan selama Repelita III mencapai Rp 332.255 juta, yang terdiri dari bantuan langsung, bantuan keserasian/peningkatan pembangunan di kecamatan UDKP, hadiah untuk pemenang perlombaan desa, dan bantuan untuk pembinaan dan operasional di tingkat kecamatan.

Perkembangan jumlah bantuan desa selama Repelita I, II dan III terlihat pada Tabel XIV-1, sedangkan jumlah desa dan bantuan masing-masing desa untuk tahun-tahun tertentu terlihat pada Tabel XIV-2, dan jumlah investasi bantuan desa yang meliputi bantuan Pemerintah Pusat, bantuan Pemerintah Daerah serta swadaya masyarakat selama Repelita I, II dan III terlihat pada Tabel XIV-3.

Telah banyak upaya dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa melalui berbagai penyediaan pelayanan kebutuhan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pertanian (perkebunan, peternakan, perikanan), peningkatan keterampilan dan sebagainya. Namun karena kondisi alam yang berbeda, masih banyaknya desa yang terpencil, kepadatan penduduk yang tidak seimbang, belum berfungsinya semua lembaga desa yang dibentuk sesuai dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1979, tingkat pengetahuan dan keterampilan yang belum memadai, maka tingkat produktivitas masyarakat desa masih rendah.

Sehubungan dengan itu maka untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pembangunan desa, di samping pemberian dana bantuan pembangunan, diperlukan kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan pembangunan desa dan yang dilaksanakan secara terkoordinasi dan terpadu. Dengan demikian diharapkan desa sebagai satuan terkecil dalam susunan administrasi pemerintahan, ikatan masyarakat dan kegiatan ekonomi, dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat menjadi desa yang maju (swasembada), sehingga kedudukan desa dapat berubah dari obyek pembangunan menjadi subyek pembangunan yang mampu memantapkan ketahanan nasional.

Dalam tahun 1984/85 jumlah desa meningkat menjadi 67.448 desa sedangkan bantuan tiap desa tetap sebesar Rp 1.250.000.

TABEL XIV 1

REKAPITULASI PERKEMBANGAN BANTUAN PEMBANGUNAN DE8A1969/70 - 1984/85(dalam Jutaan rupiah)

No.PropinsiRepelita IRepelita IIRepelita III1983/841984/85

1969/70-1973/741974/75-1978/791979/80-1983/84

01.Daerah Istimewa Aceh1.320,06.890,926.225,37.014,07.106,7

02. Sumatera Utara1,872,07.637,327.325,27.312,87.474,0

03. Sumatera Barat457,03.440,417.143,74.613,84.659,8

04.R i a u476,51.426,84.970,41.400,71.555,3

05.Jambi320,81.705,36.264,01.680,81.788,7

06,Sumatera Selatan906,43.136,611.436,73.098,73.204,0

07,Bengkulu249,51.259,55.055,81.411,81.415.3

08.Lampung624,02.143,77.492,72.080,02.063,0

09.DKI Jakarta286,51.065,82.913,0772,0398,2

10.Jawa Barat3.521,710.940,631.404,38.806,09.806,5

11.Jawa Tengah4.415,613.192,242.123,011.512,511.576,3

12.Daerah Istimewa Yogyakarta446,81.436,73.895,81.031,51.031,5

13.Jawa Timur4.457,613.135,242.038,111.550,711.658,5

14.Kalimantan Barat917,55.670,422.559,06.036,76.138,8

15.Kalimantan Tengah593,51.774,55.646,41.530.71.625,5

16.Kalimantan Selatan509,51.736,48.715,03.225,73.184,2

17.Kalimantan Timur557,51.674,65.449,01.501,71.536,1

18.Sulawesi Utara609,91.907,06.419,01.767.31.770,0

19.Sulawesi Tengah475,01.772,16.34501.733,01.745,8

20,Sulawesi Selatan787,92.441,47.079,71.913,01.924,0

21.Sulawesi Tenggara275,9880,73.576,61.032,51.011,0

22.B a 1 i396,41.094,93.423,3948,3888,1

23.Nusa Tenggara Barat386,31,144,23.551,41.009,3859,0

24.Nusa Tenggara Timur767,52.585,69.027,72.570,52.397,0

25.M a l u k u550,02.321,18.540,22.376,52.238,0

26.Irian Jaya166,41.364,04.856,61.418,51.394,7

27.Timor Timur-474,18.404,12.262,02.355.7

Pusat (kegiatan penunjang)*)492,2-373,5-78,3

Jumlah:26.840,094.252,0332.255,091.611,092.882,0

*) Untuk pembinaan den provisi Bank

TABEL XIV - 2

PERKEMBANGAN JUMLAH DESA DAN BANTUAN PEMBANGUNAN DESA1973/74 - 1984/85

XIV/15

TABEL XIV - 3

PERKEMBANGAN JUMLAH BANTUAN PEMERINTAH PUSAT, BANTUAN PEMERINTAH DAERAHDAN SWADAYA MASYARAKAT DALAM PROGRAM BANTUAN PEMBANGUNAN DESA1969/70 - 1984/85

(dalam ribuan rupiah)Sumber BantuanRepelita I

1969/70-1973/74Repelita II

1974/75-1978/79Repelita III

1979/80-1983/841983/841984/85*)

Bantuan Pemerintah Pusat26.840.00094.252.000332.255.00091.611.00092.882.000

Bantuan Pemerintah Daerah1.680.4741.908.2522.302.000283.04471.082

Swadaya Masyarakat34.263.552114.688.015234.682.00039.294.78220.426.713

Jumlah:62.784.026210.848.267569.239.000131.188.826113.379.795

*) Angka sementara

XIV/16

Di samping itu masih diberikan bantuan keserasian, bantuan lomba desa dan bantuan pembinaan tingkat kecamatan, sehingga jumlah bantuan seluruhnya menjadi Rp 92.882 juta. Jumlah tersebut telah mendorong swadaya masyarakat dengan nilai sebesar Rp 20.427 juta dan bantuan Pemerintah Daerah sebesar Rp 71,0 juta, sehingga jumlah seluruhnya menjadi Rp 113.380 juta.

3. Pembangunan dan Pembinaan Unit Daerah Kerja Pembangunan

Untuk mencapai dayaguna dan hasilguna pembangunan yang ada di pedesaan dalam rangka mempercepat terwujudnya desa swasembada, dan terlaksananya koordinasi pelaksanaan pembangunan pedesaan, pada tingkat kecamatan dikembangkan sistem Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP), yaitu sistem perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi pembangunan desa secara menyeluruh dan terpadu serta terkoordinasi.

Pada akhirnya seluruh kecamatan dapat melaksanakan sistem tersebut yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.

Selama tiga Repelita, telah dibentuk kecamatan UDKP berturut-turut sebanyak 130 buah, 875 buah, dan 1.040 buah, sehingga pada akhir Repelita III telah ada 2.045 kecamatan yang telah mengikuti sistem UDKP dari sejumlah 3.517 kecamatan yang ada di Indonesia.

Pelaksanaan pembangunan melalui sistem UDKP ini merupakan penerapan sistem penyusunan rencana dari bawah yang disesuaikan dengan kebutuhan dasar masyarakat pedesaan yang bersangkutan.

Dengan adanya koordinasi dan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan berbagai program pembangunan desa, yang dibiayai dengan dana dari berbagai sumber pada suatu wilayah kecamatan UDKP, diharapkan dapat tercapai hasil pembangunan yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di wilayah yang bersangkutan, dan yang dapat memberikan rangsangan terhadap perkembangan wilayah di sekitarnya.

Dalam Repelita III pelaksanaan pembangunan desa melalui sistem UDKP ini diutamakan pada wilayah kecamatan yang tergolong miskin/rawan/minus atau terbelakang, dan wilayah yang sangat padat penduduknya dengan pendapatan rata-rata yang sangat rendah, wilayah lintas batas dan kepulauan.

Agar supaya sistem UDKP itu dapat terlaksana dengan berdayaguna dan berhasilguna, maka telah dilakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kemampuan aparatur pengelola pembangunan dan menghidupkan forum-forum pertemuan atau diskusi di wilayah kecamatan UDKP yang bersangkutan. Sampai dengan tahun terakhir Repelita III, telah dilaksanakan penataran bagi 1.093 orang camat UDKP, penyelenggaraan kursus untuk 3.429 orang Kepala Urusan Pembangunan Desa tingkat kecamatan, penempatan 1.183 orang TKS-BUTSI, latihan orientasi Kepala Instansi tingkat kabupaten/kotamadya, dan latihan petugas lapangan dan kepala desa/kelurahan meliputi 337 orang, serta penyelenggaraan musyawarah LKMD, diskusi UDKP, temu karya LKMD di kecamatan, dan penyelenggaraan rapat-rapat koordinasi di tingkat kecamatan, kabupaten dan propinsi.

Hasil penelitian dan monitoring tingkat perkembangan desa menunjukkan bahwa perkembangan desa swadaya atau swakarya menjadi desa swasembada di wilayah kecamatan yang mengikuti sistem UDKP lebih cepat daripada di kecamatan yang tidak mengikuti sistem UDKP.

Pada tahun pertama Repelita IV (1984/85) telah dilanjutkan pemantapan keterpaduan pembangunan desa melalui sistem UDKP. Dalam rangka itu telah diadakan latihan camat untuk 1.475 orang yang belum pernah dilatih pada Repelita III, latihan 3.821 orang staf pembangunan desa di 27 propinsi dan latihan 660 orang kepala desa khusus di 5 propinsi.

4. Peningkatan Swadaya dan Swakarsa Masyarakat

Agar desa-desa di Indonesia secara keseluruhan merupakan landasan bagi ketahanan nasional dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan nasional, maka setiap desa perlu memiliki suatu lembaga yang mampu menggerakkan serta mengembangkan swadaya dan swakarya masyarakatnya dalam hal membuat rencana, dan melaksanakan pembangunan, desanya secara berswadaya dan bergotong-royong. Lembaga desa yang dimaksud adalah Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), sebagai penyempurnaan dari Lembaga Sosial Desa. Melalui LKMD ini dapat ditumbuhkan dan dikembangkan peranserta masyarakat secara aktif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

Sampai dengan akhir Repelita III (1983/84) dari 66.437 buah desa telah ada 63.698 buah desa (96,0%) yang telah membentuk LKMD. Dalam perkembangannya LKMD tersebut dapat digolongkan ke dalam 3 kategori, yaitu kategori yang pasif seba

nyak 10.207 buah (16,03%) kategori yang aktif berkembang sebanyak 25.297 buah (39,71%), dan kategori aktif (berfungsi) sebanyak 28.194 buah (44,26%).

Berbagai usaha telah dilaksanakan guna meningkatkan peranan LKMD dalam pembangunan, antara lain dengan mengembangkan LKMD percontohan sebanyak 4.755 buah; pemberian bimbingan dan pembinaan oleh Tim Pembina LKMD pada setiap tingkat pemerintahan; latihan pelatih/instruktur Penyuluh Lapangan LKMD (PLLKMD) bagi 6.488 orang, latihan pembina tehnis LKMD/KPD tingkat kabupaten/kotamadya bagi 1.298 orang, dan latihan pengurus LKMD dan pemuka/tokoh serta anggota masyarakat sebanyak 23.748 orang. Agar latihan KPD dapat berhasil dengan baik, terlebih dahulu diadakan latihan bagi para pelatih KPD di tingkat pusat, tingkat propinsi dan tingkat kabupaten.

Kegiatan lain yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan desa adalah pementasan kegiatan LKMD melalui TVRI, siaran pedesaan melalui RRI yang diikuti oleh sekitar 39.200 kelompok pendengar, dan penerbitan serta penyebaran berbagai folder dan poster serta brosur penyuluhan.

Khusus untuk desa-desa yang masih terbelakang dilaksanakan penyuluhan dan peningkatan motivasi melalui pementasan sosiodrama yang diikuti oleh 9.575 peserta dari kelompok kesenian rakyat.

Di samping itu telah dilaksanakan pula latihan yang diikuti oleh 734 orang dalam hal pengelolaan perekonomian desa, teknologi desa, tata desa, dan prasarana desa. Dalam rangka program pemukiman kembali (resettlement), dan pemugaran perumahan desa telah dilatih 42.315 orang.

Dalam usaha melaksanakan pembangunan, wanita memegang peranan penting. Oleh karena itu melalui wadah PKK telah dilaksanakan berbagai kegiatan untuk meningkatkan peranan wanita. Di dalam rangka pembentukan kader PKK, telah diselenggarakan kursus PKK yang sampai akhir Repelita III telah diikuti oleh 256.608 orang dan telah dilaksanakan pembinaan-pembinaan kepada seluruh Tim Penggerak PKK di daerah oleh Tim Penggerak PKK Pusat.

Pada tahun pertama Repelita IV (1984/85) telah dilaksanakan latihan pembina teknis KPD 1.500 orang, latihan pelatih pembangunan desa terpadu 1.350 orang untuk melaksanakan latihan KPD di semua propinsi. Latihan KPD tersebut dilaksana

kan untuk membantu meningkatkan mutu LKMD. Diharapkan pada akhir Repelita IV telah terdapat 10 orang KPD pada setiap desa. Sejalan dengan itu peranan wanita pun terus ditingkatkan dalam wadah PKK. Dalam rangka ini pada tahun 1984/85 telah dilaksanakan latihan Tim Penggerak PKK sebanyak 4.050 orang.

5. Pemukiman Kembali Penduduk Desa

Terhadap kelompok-kelompok masyarakat yang hidup terpencil atau terisolasi dan yang berladang berpindah-pindah, telah diusahakan pemukiman kembali pada tempat baru yang dapat menjamin kehidupan dan penghidupan yang lebih baik. Usaha itu juga bermanfaat bagi kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup.

Selama Repelita I telah dimukimkan kembali penduduk sebanyak 2.108 Kepala Keluarga (KK) di 16 lokasi, selama Repelita II sebanyak 6.519 KK di 56 lokasi, selama Repelita III sebanyak 16.169 KK di 126 lokasi, sehingga sampai akhir Repelita III yang dimukimkan kembali adalah sebanyak 24.796 KK, tersebar di 198 lokasi pemukiman.

Pada tahun 1984/85 telah dimukimkan kembali 1.691 KK di 20 lokasi. Di samping usaha memukimkan kembali penduduk dengan penyediaan berbagai prasarana pemukiman seperti perumahan, tempat ibadah, prasarana jalan lingkungan, dan fasilitas lainnya, juga dilakukan pembinaan dengan memberikan lahan untuk bertani, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dalam Repelita III jumlah penduduk yang telah dibina sebanyak 20.713 KK, dan pada tahun 1984/85 telah dilaksanakan pembinaan terhadap 1.816 KK yang telah dimukimkan di 14 lokasi.

6. Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa

Kegiatan pemugaran perumahan dan lingkungan desa dilaksanakan dengan tujuan untuk mengembangkan usaha pembangunan dan pemugaran rumah-rumah penduduk yang miskin yaitu mereka yang tidak mampu membangun atau memperbaiki rumahnya agar memenuhi syarat-syarat kesehatan. Oleh karena itu Pemerintah membantu dan mendorong swadaya gotong-royong masyarakat desa untuk memugar atau memperbaiki rumah mereka agar memenuhi syarat-syarat kesehatan, dengan memberikan penyuluhan, bimbingan melalui latihan keterampilan dan bantuan peralatan pertukangan, serta bantuan stimulans dalam bentuk bahan bangunan yang diperlukan.

Selama Repelita II di samping usaha pemugaran perumahan yang dilaksanakan oleh berbagai instansi, telah dilaksanakan pemugaran 2.760 rumah di 69 desa, dan selama Repelita III 26.880 rumah di 672 desa pada 23 propinsi.

Usaha pemugaran perumahan ini terus dilanjutkan dan lebih disempurnakan melalui keterpaduan perencanaan dan pelaksanaannya antara instansi-instansi yang berkaitan seperti Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Sosial dan Departemen Dalam Negeri. Sebagai hasil penyempurnaan melalui perencanaan dan pelaksanaannya tersebut, pada tahun 1984/85 usaha pemugaran perumahan telah dilakukan untuk 17.250 rumah di 1.150 desa pada 26 propinsi.

7. Perlombaan Desa dan Evaluasi Tingkat Perkembangan Desa

Perlombaan Desa yang diselenggarakan setiap tahun dimaksudkan sebagai dorongan dalam rangka mempercepat perkembangan desa dari desa swadaya menjadi desa swakarya menuju desa swasembada. Dalam perlombaan tersebut diadakan penilaian terhadap seluruh desa dan dipilih desa yang memiliki prestasi terbaik dalam melaksanakan pembangunan desanya dalam jangka waktu satu tahun. Perlombaan desa dimulai pada tingkat kecamatan kemudian naik ke tingkat kabupaten/kotamadya, dan ke tingkat propinsi. Hadiah diberikan kepada desa pemenang perlombaan pada tingkat kabupaten/kotamadya dan propinsi untuk juara I, II dan III. Para kepala desa/kepala kelurahan dari desa-desa/kelurahan juara I tingkat propinsi, diundang ke Jakarta untuk mengadakan pertemuan dan mengikuti upacara kenegaraan memperingati hari proklamasi pada tanggal 17 Agustus. Di samping itu mereka mengikuti kegiatan lainnya untuk peningkatan pengetahuan dan pengalaman mereka yang berguna. bagi peningkatan pelaksanaan pembangunan desa/kelurahannya.

Selama Repelita I telah dipilih 2.286 buah desa juara tingkat kabupaten/kotamadya dan 225 buah desa juara tingkat propinsi, selama Repelita II dipilih juara tingkat kabupaten/kotamadya sebanyak 4.071 buah desa dan juara tingkat propinsi sebanyak 384 buah desa, sedang selama Repelita III dipilih desa juara tingkat kabupaten/kotamadya sebanyak 10.746 buah dan desa juara tingkat propinsi sebanyak 402 buah.

Pada tahun pertama Repelita IV (1984/85) terpilih sebanyak 885 desa juara tingkat kabupaten/kotamadya dan 81 desa juara tingkat propinsi.

Untuk mengetahui perkembangan desa tersebut setiap tahun, dilakukan monitoring dan evaluasi. Dari hasil monitoring dan evaluasi tersebut, tampak bahwa desa-desa yang merupakan desa juara dapat melaksanakan pembangunan desanya lebih cepat dan lebih baik daripada desa lainnya. Dengan keberhasilan pembangunannya, desa-desa tersebut diharapkan akan dapat menjadi contoh bagi desa-desa di sekitarnya.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa dari jumlah 45.587 desa pada akhir Repelita I, jumlah desa swadaya adalah sebanyak 12.964 desa (28,4%), desa swakarya sebanyak 30.878 desa (67,7%), dan desa swasembada sebanyak 1.745 desa (3,9%). Pada akhir Repelita II dari sebanyak 60.645 desa, desa swadaya adalah sebanyak 18.652 desa (30,8%), desa swakarya sebanyak 34.205 desa (56,4%) dan desa swasembada sebanyak 7.788 desa (12,8%). Pada akhir Repelita III dari sebanyak 66.437 desa, jumlah desa swadaya adalah sebanyak 11.228 desa (17,0%), desa swakarya sebanyak 36.280 desa (54,6%) dan desa swasembada sebanyak 18.929 desa (28,4%).

Kegiatan monitoring dan evaluasi perkembangan desa ini terus disempurnakan dengan memperbaiki kriteria/tolok ukurnya.C. PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II

1. U m u m

Sejak masa Repelita I kepada Pemerintah Daerah Tingkat II telah diberikan peranan dan tanggungjawab yang memadai di dalam usaha pembangunan. Keterbatasan daya dan dana pada masa-masa yang lampau telah menyebabkan Pemerintah Daerah Tingkat II tidak dapat berbuat banyak dalam usaha memanfaatkan potensi alam dan tenaga kerja yang berlimpah di daerah-daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena kekosongan kegiatan pembangunan pada tingkat ini maka banyak usaha yang telah dilaksanakan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pe-merintah Daerah menjadi kurang berdayaguna dan berhasilguna secara optimal.

Menjelang Repelita I, panjang jalan Daerah Tingkat II di seluruh Indonesia meliputi kurang lebih 51.000 km. Hanya 15% dari panjang jalan tersebut yang tergolong baik. Sisanya adalah jalan-jalan dengan kondisi yang buruk atau buruk sekali. Keadaan ini sangat menghambat pertumbuhan dan kelancaran kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Karena keadaan prasarana

perhubungan yang sangat buruk tersebut maka terhambat pulalah penyediaan berbagai masukan (input) yang diperlukan antara lain untuk sektor pertanian seperti pupuk, obat-obatan anti hama, dan lain-lain. Tidak mengherankan jika tingkat produktivitas tanah pertanian pada saat itu juga rendah.

Demikian pula halnya dengan prasarana produksi. Sejak lama tidak terjadi pertambahan areal pertanian baru yang cukup berarti. Bahkan telah terjadi kerusakan-kerusakan bangunan dan saluran irigasi yang sangat memprihatinkan. Keadaan ini sangat mempengaruhi tingkat produksi pertanian, terutama pertanian pangan. Tingkat pertambahan produksi pertanian disaat itu jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penduduk.

Keadaan yang demikian itu berakibat langsung terhadap tingkat pendapatan masyarakat. Dengan tingkat pendapatan masyarakat yang rendah tidak terdapat permintaan efektif yang cukup. Dengan demikian maka para pemilik modal tidak tertarik untuk menanamkan modalnya di berbagai bidang usaha untuk memproduksi barang-barang kebutuhan masyarakat, sehingga potensi alam dan tenaga kerja yang tersedia di daerah-daerah tetap merupakan potensi semata-mata.

Keadaan tersebut merupakan sebab utama ketidak-mampuan masyarakat untuk melunasi kewajiban membayar pajak yang sangat diperlukan oleh Pemerintah untuk membiayai usaha pembangunan di samping untuk membiayai tugas-tugas rutinnya.

2. Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II

Menyadari kelemahan tersebut maka sejak tahun anggaran 1970/71 Pemerintah telah melaksanakan Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II. Untuk itu Pemerintah telah menyediakan alokasi keuangan di dalam anggaran pembangunan nasional untuk membantu Daerah Tingkat II melaksanakan kegiatan pembangunan yang menjadi tanggungjawabnya. Oleh karena Pro-gram Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II itu didasarkan atas Instruksi Presiden maka bantuan tersebut dikenal pula sebagai Bantuan INPRES DATI II.

Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II pada hakekatnya disediakan untuk membiayai berbagai kegiatan pembangunan yang didesain secara khusus dengan tujuan utamanya memanfaatkan tenaga kerja yang berlimpah di daerah-daerah. Melalui program ini dilaksanakan pembangunan, peningkatan, perbaikan, penun

jangan, dan pemeliharaan berbagai macam prasarana perhubungan (jalan dan jembatan), prasarana lingkungan (riool, gang/lorong, bangunan pencegah banjir, dan lain-lain), fasilitas umum lainnya seperti los pasar, terminal bus dan pelabuhan sungai.

Sesuai dengan tujuan tersebut di atas maka besarnya bantuan yang diberikan kepada Daerah Tingkat II dihitung berdasarkan atas jumlah penduduk. Kepada daerah yang berpenduduk kurang dari suatu jumlah tertentu diberikan bantuan minimum. Jumlah yang diterima oleh Daerah Tingkat II atas dasar ini merupakan bantuan murni.

Untuk meningkatkan gairah Daerah Tingkat II di dalam menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, maka sejak tahun 1972/73 alokasi Bantuan Daerah Tingkat II dihubungkan dengan Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA). IPEDA adalah pajak Pemerintah yang hasil penerimaannya (90%) diserahkan kepada Daerah Tingkat II untuk membiayai kegiatan pembangunan di daerahnya masing-masing. Kepada daerah yang berhasil mencapai atau melampaui sasaran penerimaan IPEDA yang telah ditetapkan oleh Pemerintah di samping bantuan murni, diberikan pula bantuan perangsang sebagai tambahan terhadap Inpres Dati II.

Di samping bantuan dalam bentuk alokasi keuangan, Pemerintah juga memberikan bantuan peralatan berupa mesin gilas jalan, mesin pemecah batu dan peralatan lainnya, serta diberikan bantuan berupa pembinaan dan petunjuk-petunjuk dalam mempersiapkan rencana dan pengawasan pelaksanaan proyek-proyek.

Sejak dilaksanakannya Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II, telah dilakukan secara terus-menerus pembinaan teknis dan administratif terhadap Pemerintah Daerah Tingkat II. Pada Repelita I yakni pada masa awal dilaksanakannya program ini, yang pertama-tama dilakukan adalah pembinaan sistem komunikasi dengan Daerah Tingkat II terutama untuk memberikan keyakinan kepada mereka, bahwa Pemerintah bersungguh-sungguh dalam memberikan bantuan. Hal ini dapat dimengerti mengingat bahwa sistem bantuan ini merupakan sesuatu yang baru.

Dengan mantapnya komunikasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II maka secara bertahap telah diletakkan dan dikembangkan suatu sistem di mama keputusan tentang pemilihan proyek, perencanaan, dan pelaksanaannya diambil pada tingkat Daerah

Tingkat II. Walaupun demikian untuk mencapai keserasian antara proyek yang dibiayai dari Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II dengan program-program pembangunan nasional dan propinsi maka penggunaan bantuan diarahkan kepada proyek-proyek yang memenuhi syarat sebagai berikut :

(1) Menciptakan dan memperluas kesempatan kerja dalam pembangunannya;

(2) Menggunakan tenaga kerja dan bahan yang tersedia setempat dan sesedikit mungkin menggunakan bahan impor;

(3) Mempertinggi produksi dan memperlancar distribusi hasil pertanian serta memperbaiki lingkungan hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah;

(4) Meningkatkan partisipasi penduduk dalam pembangunan;(5) Secara teknis dapat dipertanggungjawabkan;

(6) Pembangunannya dilakukan atas dasar pengupahan yang wajar dan bukan gotong-royong;

(7) Dapat direncanakan, dilaksanakan dan diawasi oleh tenaga teknis yang ada di daerah;

(8) Pelaksanaannya tidak tergantung pada proyek-proyek lain;(9) Dapat diselesaikan dalam tahun anggaran yang bersangkutan;

(10) Serasi dengan proyek-proyek lain, yaitu proyek-proyek Daerah Tingkat II, proyek-proyek Daerah Tingkat I dan proyek-proyek Nasional di Daerah.

Dalam Repelita II dan Repelita III sistem perencanaan yang memberikan kepercayaan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II seperti tersebut di atas semakin dikembangkan. Dana bantuan yang secara langsung disalurkan melalui sistem perbankan kepada Daerah Tingkat II tidak lagi terikat pada rencana bulanan. Setiap cabang bank penyalur menyediakan dana bantuan pada setiap saat diperlukan. Cabang-cabang bank tersebut dalam membayar tagihan tidak lagi menunggu, penyediaan kas dari kantor pusatnya, melainkan cukup melakukan nota-debet sehingga setiap saat dapat memenuhi permintaan pembayaran.

Hasil yang sangat menggembirakan dari pelaksanaan Bantu-an Pembangunan Daerah Tingkat II merupakan alasan bagi Pemerintah untuk terus meningkatkan alokasi dana untuk bantuan ini. Jika pada tahun pertama (1970/71) disediakan bantuan atas dasar Rp 50 per penduduk, maka pada tahun terakhir Repelita I (1973/74) bantuan ini telah ditingkatkan menjadi Rp 150 per penduduk. Pada saat yang sama bantuan minimum juga dinaikkan dari Rp 5 juta menjadi Rp 12 juta. Selama Repelita I jumlah bantuan yang diberikan kepada Daerah Tingkat II berjumlah

Rp 46.023 juta. Di samping itu ada pula bantuan peralatan dan untuk pembinaan, sehingga seluruhnya berjumlah Rp 46.424 juta.Pada tahun terakhir Repelita II (1978/79) bantuan per penduduk ditetapkan Rp 450, sedang bantuan minimum menjadi Rp 50 juta. Bantuan terus ditingkatkan pada tahun-tahun selanjutnya. Pada tahun anggaran 1982/83 bantuan per penduduk mencapai Rp 1.150 dan bantuan minimum mencapai Rp 160 juta. Se-lama Repelita II bantuan yang diberikan kepada Daerah Tingkat II berjumlah Rp 289.792 juta. Sedangkan jumlah seluruhnya termasuk peralatan, dan pembinaan meliputi Rp 303.938 juta. Mengingat keadaan keuangan negara, bantuan per penduduk dan bantuan minimum ini tidak mengalami pertambahan sampai dengan tahun pertama Repelita IV (1984/85). Walaupun demikian, karena yang menjadi dasar pemberian bantuan adalah jumlah penduduk, maka masing-masing Daerah Tingkat II tetap menerima bantuan yang jumlahnya meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Bertambahnya jumlah bantuan yang diterima oleh Daerah Tingkat II ini juga disebabkan oleh adanya peningkatan dalam alokasi keuangan untuk Bantuan Perangsang dan Bantuan Peralatan. Selama Repelita III bantuan kepada Daerah Tingkat II berjumlah Rp 731.829 juta. Jumlah seluruhnya termasuk pembinaan dan penyediaan peralatan meliputi Rp 760.331,3 juta. Gambaran perincian jumlah bantuan yang diterima oleh Daerah Tingkat II per propinsi termasuk bantuan peralatan dan pembinaan selama Repelita I, Repelita II dan Repelita III tercantum pada Tabel XIV-4.

Bantuan yang disediakan pada tahun anggaran 1984/85 sebesar Rp. 194.253 juta, oleh Daerah Tingkat II telah direncanakan untuk membiayai 3.510 proyek yang terdiri atas 2.374 proyek jalan meliputi 5.755 km, 406 proyek jembatan meliputi 29.439 m, 250 proyek pengairan meliputi 25.972 ha dan 480 proyek lainnya seperti perbaikan riool, perbaikan kampung, pasar desa dan sebagainya. Di samping itu telah diberikan pula peralatan kepada beberapa Kabupaten sehingga seluruh bantuan meliputi Rp. 201.914 juta.

Dengan uraian di atas maka dapat dilihat hasil yang telah dicapai dengan Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II dalam Repelita I, Repelita II, dan Repelita III serta tahun pertama Repelita IV, yang secara terperinci dapat dilihat pada Tabel XIV-5.

Sementara itu, pelaksanaan Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II 1984/85 diperkirakan telah mempekerjakan sejumlah

TABEL XIV - 4

REKAPITULASI PERKEMBANGAN BANTUAN PEMBANGUNAN DATI II1969/70 - 1984/85(dalam Jutaan rupiah)

TABEL XIV - 5

HASIL FISIK PELAKSANAAN PROYEK-PROYEK

BANTUAN PEMBANGUNAN TINGKAT II,

1970/71- 1984/85

Volume

Jumlah ProyekSatuan1970/71*)1973/74*)

(Akhir Repelita I)1978/79

(Akhir Repelita II)1982/83*)1983/84

(Akhir Repelita III)1984/85

Jalan :

VolumeKm2.4765.2208.03617.22717.5805.755

Jumlah ProyekProyek6291.0571.9472.6182.6732.374

Jembatan :

VolumeKm6.18119.73122.04025.79122.81229.439

Jumlah ProyekProyek387761532687563406

Pengairan :

VolumeKm98.668128.915112.39447.07844.31625.972

Jumlah Proyekproyek365526391413341250

Lain-lain :Proyek396454380585748480

Jumlah Proyek

Jumlah seluruh Proyek :1.7772.7983.2504.3034.3253.510

*) Angka diperbaiki

XIV/28

25.806 orang pekerja untuk masa kerja kurang-lebih 100 hari dalam satu tahun. Di samping itu kesempatan kerja juga tercipta melalui berbagai kegiatan seperti pengumpulan, pengelolaan, dan pengangkutan bahan-bahan atau material yang dipergunakan untuk pembangunan konstruksi proyek-proyek. Dalam kesempatan kerja ini terserap lagi sebanyak 24.535 orang tenaga kerja. Dengan demikian, dari kegiatan proyek-proyek Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II tahun 1984/85 telah tercipta kesempatan kerja untuk lebih kurang 50.341 orang tenaga kerja.Dengan kesempatan kerja tersebut di atas maka sejumlah penduduk di daerah-daerah telah memperoleh tambahan penghasilan yang kemudian akan merupakan sumber permintaan efektif mereka terhadap berbagai hasil produksi. Dengan peningkatan permintaan efektif maka para pemilik modal akan tertarik untuk menanamkan atau memperluas penanaman modal mereka di daerah. Pada gilirannya, pertambahan penanaman modal akan menciptakan kesempatan kerja baru bagi penduduk.

Meningkatnya penghasilan penduduk berarti meningkatnya kemampuan mereka untuk melunasi kewajiban mereka membayar pajak, antara lain IPEDA. Selanjutnya dengan meningkatnya hasil penerimaan IPEDA maka kemampuan Pemerintah Daerah akan menjadi meningkat pula untuk melaksanakan kegiatan pembangunan di samping meningkatkan kualitas pelayanannya kepada masyarakat.

3. Koordinasi Pembangunan di Daerah Tingkat II

Pemerintah Daerah Tingkat II yang berbentuk Kabupaten atau Kotamadya adalah aparatur pemerintah yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Mengingat hal itu maka sebagian besar tugas pelayanan umum kepada masyarakat merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah Tingkat II. Tanggungjawab terse-but cenderung untuk semakin meningkat mengingat pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan umum lainnya. Dengan semakin luasnya pandangan hidup masyarakat, semakin meningkat pula kebutuhan masyarakat terhadap berbagai pelayanan dan jasa, baik dalam jumlah dan mutu maupun dalam jenisnya.

Usaha untuk meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah Tingkat II dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya tersebut telah dilakukan secara terus menerus sejak Repelita I.

Pemerintah telah berupaya untuk melakukan pembinaan yang intensif terhadap Daerah Tingkat II, baik yang bersifat pem

binaan teknis maupun administratif. Untuk mengelola tugas-tu-gas perencanaan, koordinasi dan pengendalian pembangunan maka telah dibentuk Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tingkat II dengan Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1980. Secara bertahap telah dilakukan penataan kembali satuan-satuan organisasi menurut fungsinya masing-masing. Berangsur-angsur tanggungjawab pimpinan proyek diserahkan kepada satuan-kerja atau instansi teknis yang bersangkutan. BAPPEDA bertanggungjawab terhadap perencanaan umum, dinas yang bersangkutan bertanggungjawab terhadap perencanaan teknis dan pelaksanaannya. Bagian Pembangunan bertanggungjawab terhadap pengendalian pelaksanaan proyek-proyek tersebut.

Dalam rangka usaha meningkatkan kemampuan Daerah Tingkat II juga telah dilakukan penyederhanaan mengenai prosedur penyusunan anggaran tahunan dan sistematikanya. Dengan sistematika anggaran yang baru diharapkan Daerah Tingkat II dapat memanfaatkan dana-dana yang tersedia sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana pembangunan daerah masing-masing.

Secara keseluruhan usaha peningkatan kemampuan Daerah Tingkat II diarahkan kepada pengelolaan pembangunan secara terbuka. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ditempatkan sedemikian rupa agar dapat selalu mengawasi pemanfaatan dana yang ada pada sasaran-sasaran yang tepat. Di samping itu masyarakat sendiri dapat melaksanakan fungsi pengawasan sosialnya karena pada setiap proyek terdapat papan nama proyek yang memuat berbagai keterangan tentang proyek tersebut.

4. Bantuan Penunjangan Jalan Daerah Tingkat II

Disadari bahwa Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II yang diberikan atas dasar jumlah penduduk lebih menguntungkan Daerah Tingkat II yang padat penduduknya. Agar Daerah Tingkat II yang berpenduduk kurang padat dapat mempunyai kesempatan pula untuk menumbuhkan dan mengembangkan kegiatan ekonomi di daerahnya maka sejak tahun 1979/80 Pemerintah telah melaksanakan Bantuan Penunjangan Jalan Daerah Tingkat II. Dana yang disediakan melalui bantuan ini dapat dipergunakan oleh Daerah Tingkat II untuk membangun, meningkatkan, memperbaiki, dan menunjang jalan dan jembatan sebagai usaha untuk membuka daerah-daerah yang masih tertutup, mempercepat perkembangan daerah transmigrasi, dan menyediakan prasarana perhubungan yang baik untuk pembangunan perkebunan (PIR/NES) serta kegiatan produksi lainnya.

Agar tujuan yang dimaksud dapat dicapai dengan sebaikbaiknya, maka melalui Bantuan Penunjangan Jalan juga telah diselenggarakan pendidikan dan latihan tenaga Dinas Pekerjaan Umum Daerah Tingkat II dalam rangka meningkatkan kemampuan mereka dalam bidang teknis jalan dan administrasi proyek.

Mengenai prosedur administrasi perencanaan dan pelaksanaan serta pengawasan proyek-proyek Bantuan Penunjangan Jalan Daerah Tingkat II umumnya mengikuti prosedur yang ditempuh dalam penyelenggaraan Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II. Proyek-proyek dipilih dan direncanakan oleh Daerah Tingkat II. Agar proyek-proyek tersebut serasi dengan proyek-proyek yang dibiayai dari sumber yang lain dan dengan proyek-proyek daerah-daerah tetangga maka Pemerintah Daerah Tingkat I menelaah rencana proyek-proyek tersebut. Bappeda menelaah dari segi sosial ekonomi, sedangkan dinas Pekerjaan Umum Propinsi menelaah segi teknisnya.

Adapun bantuan yang diterima oleh masing-masing Daerah Tingkat II melalui Bantuan Penunjangan Jalan Daerah Tingkat II ditentukan oleh besarnya kebutuhan untuk menunjang kegiatan produksi, pembukaan daerah baru dan penyelesaian terhadap masalah-masalah tertentu. Sejak tahun 1984/85 alokasi per Daerah Tingkat II juga dikaitkan dengan luas daerah dan panjang jalan yang ada dengan maksud agar bantuan dapat lebih diarahkan ke Daerah Tingkat II di luar pulau Jawa yang umumnya berwilayah luas yang membutuhkan biaya yang lebih besar untuk pembangunan dan pemeliharaan prasarana perhubungannya.

Pada tahun pertama pelaksanaan Bantuan Penunjangan Jalan Daerah Tingkat II (1979/80) disediakan bantuan sebesar Rp 13 milyar, sedangkan Daerah Tingkat II yang menerima bantuan berjumlah 60 buah. Pada tahun-tahun berikutnya bantuan yang disediakan terus ditingkatkan, menjadi Rp 26 milyar pada tahun 1980/81 dan menjadi Rp 55 milyar pada tahun 1981/82. Dengan tersedianya bantuan yang lebih besar ini maka hampir semua Kabupaten mendapatkan bantuan. Di samping bantuan tersebut juga diberikan bantuan seperangkat peralatan untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan. Bantuan peralatan yang diberikan kepada Daerah Tingkat II sebagian dibiayai dengan bantuan luar negeri (IBRD, ADB dan Pemerintah Jepang).

Sementara itu beberapa badan internasional telah memberikan perhatiannya terhadap usaha Pemerintah ini. Dalam tahun 1982/83 Bank Dunia mulai ikut membantu dengan menyediakan dana sebesar Rp 3.478 juta, Rp 2.539 juta untuk tahun 1983/84,

dan Rp 18.428 juta pada tahun 1984/85. Perhatian juga diberikan oleh Bank Pembangunan Asia yang bersedia memberikan bantuannya untuk usaha Pemerintah ini. Pada tahun 1983/84 telah disediakan oleh badan internasional ini dana sebesar Rp 1.778 juta dan pada tahun berikutnya Rp 1.972 juta. Dengan dana yang disediakan oleh Pemerintah dan bantuan Bank Dunia maka jumlah bantuan yang tersedia pada tahun 1982/83 menjadi Rp 83.578 juta. Sedang pada tahun berikutnya seluruh dana yang tersedia dari Pemerintah, Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia berjumlah Rp 84.418 juta. Pada tahun 1984/85 jumlah tersebut telah meningkat menjadi Rp 100.500 juta. Perincian tentang bantuan ini dapat dilihat pada Tabel XIV-6.

Dengan dana yang disediakan oleh program Bantuan Penunjangan Jalan Daerah Tingkat II telah dilakukan pembangunan, peningkatan, perbaikan, dan penunjangan jalan Daerah Tingkat II, pembangunan workshop, pendidikan, bantuan peralatan, pemeliharaan alat dan kegiatan administrasi penunjang.

Sementara itu, jumlah bantuan yang disediakan pada tahun 1984/85 sebesar Rp 100.500 juta berasal dari Pemerintah sebesar Rp 80.100 juta sisanya dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Hasil yang diharapkan berupa pembangunan, peningka-tan, perbaikan, dan penunjangan sepanjang 5.652 km dan jembatan sepanjang 14.665 m. Dengan ini maka seluruh hasil yang telah dicapai oleh Bantuan Penunjangan jalan dapat dilihat pada Tabel XIV-7.

D. PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I

1. U m u m

Dalam rangka meningkatkan partisipasi pembangunan oleh Pemerintah Daerah, dan sekaligus meningkatkan pemerataan pembangunan di daerah-daerah, maka dilaksanakanlah Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I yang sering disebut pula Program Inpres Dati I. Melalui program ini kepada setiap Daerah Tingkat I, diberikan bantuan dana pembangunan yang cukup besar dengan maksud meningkatkan kegiatan pembangunan di setiap daerah, sehingga dapat tercapai pemerataan pembangunan di seluruh wilayah nasional, serta keselarasan laju pertumbuhan antar daerah.

TABEL XIV - 6

JUMLAH DAN SUMBER BANTUAN PENUNJANGAN JALAN EABUPATEN,1)1979/80 - 1984/85(dalam jutaan rupiah)

TahunSumber BantuanJumlah Bantuan

APBNBank DuniaBank Pemba

ngunan Asia

1979/802)13.000--13.000

1980/8126.000--26.000

1981/8255.000--55.000

1982/8380.1003.478,2-83.578,2

1983/8480.1002.539,81.778,584.418,3

1984/8580.10018.428,01.972,0100.500,0

Jumlah334.30024.446,03.750,5362.496,5

1) Angka APBN

2) Program dimulai tahun 1979/80

TABEL XIV - 7

PERKEMBANGAN HASIL FISIK PELAKSANAAN PROYEK-PROYEK

BANTUAN PENUNJANGAN JALAN KABUPATEN,

1979/80 - 1984/85

R E P E L I T AIII

U r a i a nSatuan1984/85

1979/801980/811981/821982/831983/84

Jumlah ProyekProyek117301725857858

J a 1 a nKm2.0884.359,8911.4667.599,347.414,45.652

Jembatanm3.692,54.246,4015.38519.827,6019.732,214.665

XIV/34

2. Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I

Mulai tahun 1974/75, yaitu tahun pertama dimulainya pro-gram ini, disediakan bantuan sebesar Rp 43.950,0 juta, dibandingkan dengan bantuan tahun 1973/74 melalui SPP-ADO yang hanya sebesar Rp 20.551,8 juta, berarti terdapat kenaikan lebih dari 100%. Bantuan yang diberikan kepada masing-masing Daerah Tingkat I didasarkan pada perhitungan luas areal irigasi dan panjang jalan propinsi. Bantuan minimum ditentukan sebesar Rp 500 juta, serta diusahakan agar tidak ada daerah yang menerima bantuan yang lebih kecil dari alokasi SPP-ADO sebelumnya.

Tahun demi tahun bantuan ini semakin ditingkatkan dan diusahakan agar perbedaan bantuan antar daerah bertambah kecil. Pada tahun terakhir Repelita II (1978/79) bantuan melalui program ini berjumlah Rp 85.674,5 juta dengan bantuan minimum sebesar Rp 2.000,0 juta, yang berarti ada kenaikan sebesar 94,9% bila dibandingkan dengan bantuan tahun pertama. Untuk seluruh Repelita II bantuan tersebut mencapai jumlah Rp 317.426,8 juta.

Pada akhir Repelita III bantuan ini ditingkatkan lagi menjadi Rp 253.000,0 juta dengan bantuan minimum sebesar Rp 9.000,0 juta, yang berarti kenaikan sebesar 195,3% dibandingkan dengan jumlah pada tahun terakhir Repelita II. Selama Repelita III jumlah bantuan mencapai Rp 1.039.812 juta.

Besarnya bantuan program ini kepada masing-masing Daerah Tingkat I selama Repelita II, Repelita III, tahun 1983/84 dan tahun pertama Repelita IV tercantum pada Tabel XIV-8.

Jumlah dana bantuan ini sejak tahun 1982/83 sampai dengan tahun 1984/85 tidak mengalami perubahan baik secara keseluruhan maupun untuk setiap propinsi. Hal tersebut disebabkan karena pada tahun-tahun sebelumnya bantuan tersebut telah mengalami kenaikan yang cukup tinggi, sehingga menimbulkan berbagai masalah di dalam pelaksanaannya di daerah-daerah. Dengan kebijaksanaan tersebut diharapkan agar daerah-daerah menyiapkan aparaturnya dengan lebih baik, sehingga dana yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Bantuan pembangunan tersebut selain dipergunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan oleh daerah di daerahnya masing-masing juga dipergunakan untuk membiayai kegiatan pemeliharaan prasarana perhubungan dan pengairan. Sehubungan

TABEL XIV - 8

REKAPITULASI PERKEMBANGAN BANTUAN PEMBANGUNAN DATI I1973/74 - 1984/85(dalam Jutaan rupiah)

No.P r o p i n s i1973/741)Repelita IIRepelita III1983/841984/85

1974/75-1978/791979/80-1983/84

01.Daerah Istimewa Aceh406,57.651,733.459,89.000,09.000,0

02.Sumatera Utara4,734,234.949,550.855,011.000,011.000,0

03.Sumatera Barat470,98.287,933.334,09.000,09.000,0

04.Riau1.071,011.100,034.941,29.000,09.000,0

05.Jambi834,19.719,734.077.69.000,09.000,0

06.Sumatera 5elatan4.159,328.709,449.285,011.000,011.000,0

07.L a m p u n g1.487,512.871,935,758,79.000,09.000,0

08.B e ngkulu72.45.878,033.139,69.000,09.000,0

09.DKI. Jakarta311,910.658,333.937,09.000,09.000,0

10.JawaBarat967,824.833,449.040,011.000,011.000,0

11.JawaTengah499,125.978,048.923,211.000,011.000,0

12.Daerah Istimewa Yogyakarta12,65.917,033.010,09.000,09.000,0

13.JawaTimur1.388,233.884,150.677,611.000,011.000,0

14.Kalimantan Barat1.186,710.959,435.113,59.000,09.000,0

15.Kalimantan Tengah321,05.915,033.157,09.000,09.000,0

16.Kalimantan Selatan605,16.458,533.342,99.000,09.000,0

17.Kalimantan Timur824,77.297,333.257,19.000,09.000,0

18.Sulawesi Utara397,06.662,533.117,19.000,09.000,0

19.Sulawesi Tengah213,96.653,733.082,09.000,09.000,0

20.Sulawesi Selatan143,513.139,936.155,09.000,09.000,0

21.Sulawesi Tenggara112,65.996,033.007,09.000,09.000,0

22.Ba1i83,06.061,333.162,19.000,09.000,0

23.Nusa Tenggara Barat24,26.222,333.084,89.000,09.000,0

24.Nusa Tenggara Timur60,56.270,533.220,89.000,09.000,0

25.Maluku92,76.101,383.337,09.000,09.000,0

26.Irian Jaya71,45.750,033.337,09.000,09.000,0

27.Timor Timur-3.500,033.000,09.000,09.000,0

00.Pusat (Kegiatan Penunjang)2)0----

Jumlah20.551,8317.426,61.039.812,0253.000,0253.000,0

1) ADO den SPP ADO

2) Peralatan dan lain-lain

dengan itu maka dana bantuan ini dibagi dalam dua bagian, sebagai berikut :

a. Bagian yang ditetapkan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan pemeliharaan dan eksploitasi pengairan, peningkatan dan penyempurnaan irigasi, serta penunjangan jalan dan jembatan, dan pembangunan jembatan baru.

b. Bagian yang diarahkan, dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek yang bersifat ekonomis produktif, pembangunan daerah minus, pengembangan perkotaan, proyek-proyek lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk pembinaan generasi muda, serta untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan aparatur Daerah.

Dengan pembagian tersebut diharapkan akan tercapai keselarasan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan pemeliharaan berbagai proyek yang telah dibangun.

Bersamaan dengan pola kebijaksanaan tersebut, sejak tahun 1974/75 dilakukan pula berbagai usaha pembinaan administrasi pembangunan agar lebih berdaya guna dan berhasil guna, hal tersebut meliputi antara lain pembinaan kepegawaian, penyusunan rencana Daftar Usulan Proyek Daerah/DUPDA, penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) dan Daftar Isian Proyek Daerah (DIPDA).

Penyusunan rencana proyek dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) diusahakan melalui proses usulan dari bawah (bottom up planning) sehingga proyek-proyek yang tertuang dalam APBD tersebut adalah sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat di daerah.

Proyek-proyek yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang telah disahkan, kemudian dituangkan dalam Daftar Isian Proyek Daerah (DIPDA) sebagai dasar untuk pelaksanaan.

Untuk tahun 1984/85 anggaran Program Bantuan Pembangunan Dati I ini adalah sebesar Rp 253 milyar, yang terdiri dari dana yang ditetapkan penggunaannya sebesar Rp 74.614,06 juta dan dana yang diarahkan penggunaannya sebesar Rp 178.385,94 juta. Yang pertama digunakan untuk penunjangan jalan dan jembatan sebesar Rp 34.522,56 juta, untuk perbaikan dan peningkatan irigasi, Rp 9.359,5 juta dan untuk eksploitasi dan pemeliharaan pengairan sebesar Rp 30.732,0 juta. Perincian

untuk keperluan tersebut di atas pada masing-masing Daerah Tingkat I tercantum pada Tabel XIV-9.

Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I pada 1984/85 digunakan untuk melaksanakan sekitar 2.787 buah proyek, yang terdiri dari 708 proyek dalam lingkungan Sekretariat Daerah, 825 proyek di bidang pekerjaan umum, 402 proyek di bidang pertanian, 46 proyek di bidang perhubungan dan pariwisata, 97 proyek di bidang pertambangan, perindustrian dan perekonomian, 305 proyek di bidang sosial budaya, 63 proyek di bidang pembangunan pedesaan, dan 341 proyek lain-lain. Bagian dana yang penggunaannya ditetapkan dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

a. Membiayai eksploitasi dan pemeliharaan pengairan sebesar Rp 30.732 juta, yaitu untuk memelihara bangunan air sebanyak 9.631 buah, saluran pembawa 37.459 km, saluran pembuang 12.236 km, fasilitas eksploitasi 2.017 buah, tanggul banjir 7.548 km, jalan inspeksi 4.078 km, meliputi areal pemeliharaan sawah seluas 3.322.410 ha.

b. Untuk perbaikan dan penyempurnaan irigasi sebesar Rp 9.359,5 juta yang digunakan untuk perbaikan bendungan 76 buah, saluran 342 km, bangunan bagi 229 buah, bangunan pelengkap 525 buah, jalan inspeksi 10,0 km, yang seluruhnya dapat memperluas areal sawah seluas 126.852,8 ha.

c. Untuk penunjangan jalan dan jembatan propinsi sebesar Rp 34.522,5 ,juta, yaitu dipergunakan untuk menunjang 6.463 km jalan, 7.425 m jembatan, 202 buah gorong-gorong, 220 buah rakit, dan 1.575 buah cerocok.

Adapun perincian Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I menurut jenis penggunaannya dalam beberapa tahun tertentu terlihat dalam Tabel XIV-10.

3. Pengembangan wilayah

Tujuan utama Program Pengembangan Wilayah adalah meningkatkan secara langsung pendapatan anggota masyarakat yang relatif miskin. Untuk mencapai tujuan tersebut telah dilaksanakan berbagai proyek pembangunan yang sederhana yang dapat menyentuh penghidupan masyarakat tersebut, berupa peningkatan keterampilan, penyediaan prasarana dan pemberian kredit permodalan, dengan cara yang sangat sederhana agar dapat diikuti oleh mereka.

TABEL XIV - 9

JUMLAH BANTUAN PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT IMENURUT DAERAH TINGKAT I DAN JENIS KEGUNAAN.1984/85(dalam ribu rupiah)

Bantuan Yang Ditetapkan

No.Daerah Tingkat I/

PropinsiPenunjang Jalan dan Jembatan dan Peng-gantian JembatanPerbaikan dan Peningkatan IrigasiEksploitasi dan Pemeliharaan PengairanJumlah Bantuan yang Diarahkan Keseluruhan

1.Daerah Istimewa Aceh1.000.000600.000950.0002.550.0006.450.0009.000.000

2.Sumatera Utara1.200.000450.0001.800.0003.450.0007.550.00011.000.000

3.Sumatera Barat1.190.000675.0001.450.0003.315.0005.685.0009.000.000

4.Riau1.500.000600.000800.0002.900.0006.100.0009.000.000

5.Jambi1.560.000350.000450.0002.360.0006.640.0009.000.000

6.Sumatera Selatan2.000.000550.0001.050.0003.600.0007.400.00011.000.000

7.Bengkulu1.200.000350.000750.0002.300.0006.700.0009.000.000

8.Lampung1.130.000300.0001.262.0002.692.0006.308.0009.000.000

9.DKI Jakarta--220.000220.0008.780.0009.000.000

10.Jawa Barat1.219.100680.0003.650.0005.549.1005.450.90011.000.000

11.Jawa Tengah 1.670.000-4.731.0006.401.0004.599.00011.000.000

12.Daerah Istimewa Yogyakarta400.000260.000500.0001.160.0007.840.0009.000.000

13.Jawa Timur750.000-4.750.0005.500.0005.500.00011.000.000

14.Kalimantan Barat735.00075.000520.0001.330.0007.670.0009.000.000

15.Kalimantan Tengah1.800.000-500.0002.300.0006.700.0009.000.000

16.Kalimantan Selatan1.0001000200.000500.0001.700.0007.300.0009.000.000

17.Kalimantan Timur1.365.00085.000589.0002.039.0006.961.0009.000.000

18.Sulawesi Utara1.250.000350.000650.0002.250.0006.750.0009.000.000

19.Sulawesi Tengah1.900.000227.500600.0002.727.5006.272.5009.000.000

20.Sulawesi Selatan1.000.0001.550.0001.650.0004.200.0004.800.0009.000.000

21.Sulawesi Tenggara2.500.000-250.0002.750.0006.250.0009.000.000

22.Bali1.003.460400.0001.050.0002.453.4606.546.5409.000.000

23.Nusa Tenggara Barat1.800.000525.0001.275.0003.600.0005.400.0009.000.000

24.Nusa Tenggara Timur2.500.000382.000500.0003.382.0005.618.0009.000.000

25.Maluku1.300.000-110.0001.410.0007.590.0009.000.000

26.Irian Jaya800.000450.00075.0001.325.0007.675.0009.000.000

27.Timor Timor750.000300.000100.0001.150.0007.850.0009.000.000

Jumlah34.522.5609.359.50030.732.00074.614.060178.385.940253.000.000

XIV/39

TABEL XIV - 10

BANTUAN PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT IMENURUT JENIS PENGGUNAAN1973/74 - 1984/85

1973/741)1978/791983/841984/85

U r a i a n

(Akhir1974/752)(Akhir1982/83(Akhir(Tahun I

Repelita I)Repelita II)Repelita III)Repelita IV)

A. Bantuan Yang ditetapkan-12.216.512,23.727.55377.674.00077.188.00074.614.060

1. Penunjanganjalan dan-2.750.0326.989.00034.720.00035.080.00034.522.560

Jembatan serta penggan

tian Jembatan.

2. Perbaikan dan pening-3.615.0006.771.51711.719.0009.213.0009.359.500

katan Irigasi.

3.Eksploitasi dan Peme--5.851.4809.967.03631.235.00032.895.00030.732.000

liharaan Pengairan.

B. Bantuan Yang diharapkan31.733.48861.946.897175.326.000175.812.000178.385.940

Jumlah : 20.552.80043.950.00085.674.450253.000.000253.000.000253.000.000

1) Angka pada jumlah tahun 1973/74 merupakan dana SPP-ADO sebelum Program Bantuan Pembangunan Dati I dimulai.

2) Program Bantuan Pembangunan Dati I baru dimulai pada anal Repelita II.XIV/40Tujuan kedua adalah meningkatkan kemampuan aparatur pemerintah daerah baik Pemerintah Daerah Tingkat I, maupun Pemerintah Daerah Tingkat II dalam merencanakan, mengendalikan, dan memonitor pelaksanaan serta mengadakan evaluasi dampak pembangunan tersebut pada masyarakat, melalui pelaksanaan kegiatan di lapangan.

Tujuan ketiga adalah mengisi kesenjangan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan yang belum terlaksana atau belum terjangkau oleh berbagai kegiatan/proyek yang telah ada. Melalui program ini kesenjangan tersebut dapat diisi sehingga keseluruhan pembangunan dalam wilayah yang bersangkutan saling berkaitan dan saling menunjang sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat di daerah yang bersangkutan.

Program ini mulai dilaksanakan pada tahun 1978/79, yaitu pada tahun terakhir Repelita II dengan memilih lokasi di Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Jawa Tengah. Berdasarkan pengalaman di dua daerah tersebut, kemudian program ini diperluas ke daerah-daerah Jawa Timur, Bengkulu, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Selatan.

Di setiap Propinsi Daerah Tingkat I dipilih beberapa kabupaten daerah tingkat II, dan pada kabupaten daerah tingkat II yang terpilih di beberapa kecamatan yang relatif ketinggalan. Pada kecamatan yang terpilih, diadakan penelitian yang intensif terhadap keluarga-keluarga yang dianggap memerlukan bantuan, serta jenis bantuan yang perlu diberikan. Dengan cara demikian diharapkan bantuan tersebut betul-betul dapat bermanfaat dan dapat menjangkau anggota masyarakat yang pa-ling memerlukan, dan secara langsung meningkatkan pendapatan mereka.

Program Pengembangan Wilayah ini mendapat bantuan dari beberapa negara dan lembaga-lembaga internasional baik berupa bantuan teknik maupun bantuan proyek, dalam bentuk hibah dan pinjaman. Program ini pada tahun 1978/79 meliputi hanya 2 Propinsi Daerah Tingkat I yaitu Daerah Istimewa Aceh dan Jawa Tengah, mencakup di dalamnya 5 Kabupaten, dan melaksanakan 96 proyek dengan biaya sebesar Rp 1.349,5 juta. Selama Repelita III program ini telah meliputi 37 Kabupaten Daerah Tingkat II di 10 propinsi dengan jumlah proyek sebanyak 1.836 buah serta menyerap dana sebesar Rp 45.535,5 juta. Pada Tabel XIV-11 dapat dilihat perkembangan program pengembangan wilayah mulai tahun 1978/1979, selama Repelita III dan tahun pertama Repelita IV (1984/185). Pada tahun pertama Repelita IV (1984-1985)

TABEL XIV - 11

JUMLAH ANGGARAN, JUMLAH KABUPATEN DAN JUMLAH PROYEKPROGRAM PENGEMBANGAN WILAYAH

1978/79- 1984/85

Repelita III1984/85

No.Daerah Tingkat I/1978/79

1979/80 - 1983/84

Propinsi

Jumlah

AnggaranJumlahJumlahJumlah

AnggaranJumlahJumlahJumlah

AnggaranJumlahJumlah

(jutaan)KabupatenProyek(jutaan)KabupatenProyek(jutaan)KabupatenProyek

1.Daerah Istimewa Aceh545,02343.467,03273300,0462

2.Jawa Tengah804,53624.749,37438750,07102

Bengkulu---3.112,52168250,5341

4.Jawa Timur--3.712,57230600,0878

5.Kalimantan Selatan---2.812,53185200,0342

6.Nusa Tenggara Timur--3.362,5393400,0543

7.Jawa Barat---3.575,86176550,3624

8.Nusa Tenggara Barat--2.812,03113550,0627

9.Daerah Istimewa Yogyakarta--10.426,5262961,5213

10.Sumatera Barat--7.504,9181450,0120

Jumlah:1.349,559645.535,5371.8195.012,345452

XIV/42

program ini meliputi 45 Kabupaten Daerah Tingkat II di 10 Propinsi, dengan jumlah proyek sebanyak 452. buah, dan menelan biaya sebesar Rp 4.912,3 juta.

Negara dan lembaga internasional yang membantu adalah Amerika Serikat, Republik Federasi Jerman, Belanda, dan Bank Dunia. Melalui program ini Pemerintah Daerah dapat secara langsung menarik manfaat bantuan luar negeri baik yang berupa proyek maupun yang berupa bantuan teknik. Dengan demikian dapat ditingkatkan pula kemampuannya dalam merencanakan, mengendalikan, memonitor serta mengevaluasi dampak manfaat berbagai kegiatan pembangunan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah.

E. PEMBANGUNAN DAERAH IRIAN JAYA DAN TIMOR TIMUR

1. U m u m

Dengan bergabungnya Daerah Irian Jaya dan Timor Timur ke dalam wilayah Republik Indonesia, maka segera dilaksanakan kegiatan pembangunan di kedua daerah tersebut. Tujuannya antara lain adalah agar secara bertahap masyarakat kedua daerah tersebut dapat ditingkatkan taraf hidupnya dan dapat menikmati hasil pembangunan seperti yang telah dialami oleh rakyat daerah-daerah lainnya di seluruh Indonesia. Pembangunan daerah Irian Jaya dan Timor Timur dilaksanakan secara khusus dengan maksud agar kedua daerah tersebut dapat segera mange-jar ketinggalannya dari daerah-daerah lain.

Semenjak Repelita I sampai dengan Repelita II kebijaksanaan pembangunan daerah Irian Jaya terutama ditujukan untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya rakyatnya, antara lain melalui pembangunan prasarana fisik perhubungan, pengembangan pertanian, peningkatan kegiatan pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan, serta kegiatan pemerintahan lainnya. Dengan berhasilnya pembangunan ekonomi, sosial dan budaya yang telah dilaksanakan dalam Repelita I dan Repelita II, maka mulai Repelita III penanganan pembangunan daerah Irian Jaya tidak lagi dilakukan secara khusus, melainkan sama seperti daerah-daerah lainnya. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya kemampuan daerah di dalam melaksanakan pembangunan.

Pembangunan daerah Timor Timur mulai dilaksanakan dalam tahun anggaran 1976/77, setelah daerah tersebut secara resmi

bergabung dengan Indonesia dan menjadi propinsi yang ke 27. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan selama Repelita II masih bersifat rehabilitasi dan peningkatan usaha pembangunan di bidang pemerintahan, pendidikan, kesehatan, sosial, bidang pekerjaan umum, pertanian, perhubungan, keagamaan, dan lain sebagainya. Dalam Repelita III dilanjutkan dan ditingkatkan pembangunan proyek-proyek baru yang mempunyai manfaat bagi kesejahteraan penduduk daerah ini. Dalam hubungan ini untuk meningkatkan pelaksanaan pembangunan di Timor Timur alokasi anggaran pembangunan ditingkatkan tahun demi tahun. Apabila selama 3 tahun dalam Repelita II anggaran pembangunan berjumlah Rp 15.121,8 juta, maka selama Repelita III anggaran pembangunan meningkat menjadi Rp 141,2 milyar, sedang anggaran pembangunan untuk tahun 1984/85 berjumlah Rp 61.945,5 juta. Perincian anggaran tersebut terlihat dalam tabel XIV-12. Secara berangsur-angsur taraf hidup masyarakat bertambah baik sejalan dengan semakin mantapnya stabilitas keamanan daerah

2. Pembangunan Daerah Irian Jaya

Untuk pembangunan daerah Irian Jaya, selama Repelita I dan Repelita II telah disediakan dana masing-masing sebesar Rp 17.100,0 juta dan Rp 41.300,0 juta. Di samping itu tersedia pula dana bantuan dari PBB (FUNDWI) sebesar US $ 30 juta. Hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai selama Repe-lita I telah memberikan kemajuan yang berarti bagi daerah ini bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Pembangunan di bidang perhubungan, baik udara, darat maupun laut, yang telah dilaksanakan dalam Repelita I, telah berhasil meletakkan landasan yang kuat bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Tujuh buah lapangan terbang telah ditingkatkan sehingga dapat didarati pesawat jenis DC-9 (Biak), F-27 (Sentani, Merauke, Manokwari dan Nabire), Hercules (Wamena),dan DC-3 (Wagete). Dalam Repelita II jumlah ini bahkan meningkat menjadi 17 lapangan terbang yang dapat didarati berbagai jenis pesawat. Selain itu di bidang perhubungan laut dapat diselesaikan rehabilitasi beberapa pelabuhan laut beserta fasilitas pelayarannya, antara lain Biak, Jayapura, Merauke, Fak-fak, dan Sorong. Demikian pula di bidang perhubungan darat telah dapat diselesaikan rehabilitasi dan peningkatan jalan dan jembatan Jayapura-Sentani sepanjang 35 km, serta pembangunan jalan baru sepanjang kurang lebih 160 km dan jembatan sebanyak 10 buah.

TABEL XIV - 12

ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I TIMOR TIMUR,1976/77 - 1984/85(ribuan rupiah)

XIV/45

Dalam rangka memenuhi kebutuhan air minum dan tenaga listrik, selama Repelita I dan Repelita II telah direhabilitasi dan dibangun instalasi air minum di kota Jayapura, Serui, Biak, Manokwari, Nabire, Wamena, dan Sorong, sedang penyediaan tenaga listrik telah meningkat dari 22.948.810 Kwh pada akhir Repelita I menjadi 39.328.180 Kwh pada akhir Repe-lita II.

Pelaksanaan pembangunan di bidang pertanian, kehutanan, perikanan, dan peternakan selama Repelita I telah berhasil dengan baik. Perkebunan karet telah berproduksi kembali setelah sekian lama terbengkalai; produksi kopra meningkat, dan demikian pula produksi hutan berupa kayu log dan kayu gergajian, bahkan dengan laju yang lebih pesat. Dalam Repelita II kegiatan di bidang pertanian mulai diarahkan pada peningkatan produksi pangan yang dilaksanakan secara ekstensifikasi dan didukung oleh peningkatan penyuluhan dan kursus-kursus kepada para petani. Produksi jagung, padi, kacang-kacangan, dan sayuran terus meningkat, sedang produksi ubi-ubian mengalami penurunan, terutama pada tahun terakhir Repelita II (1978/ 79). Hasil produksi perkebunan, perikanan, dan kehutanan sebagian besar diekspor ke luar negeri.

Pembangunan di bidang sosial budaya, antara lain pendidikan dan kesehatan, yang telah dilaksanakan selama Repelita I dan Repelita II menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Di bidang pendidikan, selama Repelita I telah dibangun gedung SD, SMP, dan SMA dan bahkan kampus UNCEN. Demikian pula pembangunan pusat pendidikan guru di Abepura. Untuk mencukupi kebutuhan tenaga-tenaga terlatih telah dibangun Pusat Latihan Tenaga Kerja dengan 8 jurusan, antara lain mesin, listrik, las, montir, dan pertukangan kayu. Dalam Repelita II pendidikan kejuruan mulai dikembangkan dengan dibangunnya Sekolah Menengah Pertanian dan sekolah-sekolah kejuruan lainnya, di samping peningkatan dan penambahan jumlah sekolah-sekolah SD, SMP, dan SMA.

Di bidang kesehatan, dalam Repelita I telah dibangun sejumlah Balai Pengobatan, direhabilitasi dan dibangun sejumlah Rumah Sakit Umum. Demikian Pula pembangunan Puskesmas, serta penambahan jumlah perawat, bidan dan pembantu kesehatan terus meningkat.

Usaha lain yang penting dalam rangka pembangunan masyarakat pedalaman dan proyek kemanusiaan, dalam Repelita I suatu Task Force dengan 461 petugas di tempatkan di daerah peda

laman untuk membantu pembangunan daerah-daerah tersebut. Pada akhir Repelita I telah berhasil diasuh 6.000 putera-puteri Irian Jaya melalui pendidikan dan kursus-kursus keterampilan.

Dengan semakin meningkatnya hasil-hasil pembangunan se-lama Repelita I dan Repelita II, maka Irian Jaya telah berkembang dan secara berangsur-angsur telah menjadi setaraf dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Sejalan dengan itu, maka mulai Repelita III pembangunan di Irian Jaya tidak lagi diperlakukan secara khusus, dan mulai disejajarkan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Sejalan dengan meningkatnya kemampuan daerah dalam melaksanakan pembangunan.

3. Pembangunan Daerah Timor Timur

Dalam Repelita II di Timor Timur telah diusahakan untuk meletakkan dasar yang kuat di bidang pemerintahan agar roda pemerintahan di daerah ini dapat berjalan baik sesuai dengan peraturan/perundangan yang berlaku. Untuk maksud tersebut telah dikeluarkan beberapa peraturan/keputusan tentang penyelenggaraan serta koordinasi pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan dari tingkat Propinsi sampai tingkat Desa.

Dalam Repelita III diadakan peningkatan aparatur pemerintahan dengan mengangkat dan menambah jumlah pegawai negeri yang bertugas pada Pemerintah Daerah.

Dalam tahun 1984/85 telah diangkat sebanyak 100 orang sarjana muda dan sarjana dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk lebih memperkuat bidang aparatur pemerintahan di daerah.

Di bidang pemerintahan desa telah diadakan penataan kembali desa sehingga jumlahnya turun dari 1.717 buah menjadi 442 buah desa. Hal ini dilaksanakan untuk lebih meningkatkan hasilguna dan dayaguna dana dan sarana yang tersedia menuju terwujudnya desa Swasembada.

Di bidang pendidikan selama Repelita II telah dibuka SPG dan diselenggarakan kursus pendidikan guru (KPG) di Dili serta diperbaiki 6 buah SMP tersebar di Timor Timur. Dalam Repelita III pembangunan di bidang ini menunjukkan hasil yang cukup baik. Apabila pada tahun 1978/79 di seluruh Timor Timur hanya terdapat 37 buah SD maka pada akhir Repelita III jumlahnya telah meningkat menjadi 407 buah. Dalam tahun 1984/85 jumlah SD telah meningkat lagi menjadi 466 buah.

Sampai akhir Repelita III telah dibangun 35 buah SLTP dan 7 buah SLTA. Dalam tahun 1984/85 jumlah SLTP meningkat menjadi 43 buah sedang SLTA meningkat menjadi 8 buah.

Usaha lainnya untuk mempercepat peningkatan pendidikan bagi putera-puteri Propinsi Timor Timur telah diberikan beasiswa kepada 475 orang murid SPG di Dili dan beasiswa kepada 23 orang mahasiswa dan 10 orang siswa SMTA untuk belajar di luar Timor Timur.

Dalam rangka peningkatan tax-4f kesehatan rakyat, sampai dengan akhir Repelita II telah direhabilitasi rumah sakit di Dili, Baucau, dan beberapa tempat lainnya. Di samping itu telah diperbaiki pabrik farmasi di Dili dan pembangunan Puskesmas baru sebanyak 5 buah. Selama Repelita III telah selesai dibangun 3 buah rumah sakit Kabupaten type D, masing-masing di Kabupaten Dili, Baucau, dan Malian, dan telah selesai dibangun 42 buah Puskesmas, 102 buah Puskesmas Pembantu, 52 buah Balai Pengobatan tersebar di seluruh daerah, dan 1 buah Kantor Wilayah (Kanwil) Kesehatan di Dili. Sekolah Perawat yang dibuka pada permulaan Repelita III telah menghasilkan 27 orang tenaga kesehatan dan telah ditempatkan di Puskesmas-puskesmas.

Dalam tahun 1984/85 peningkatan pelayanan kesehatan terus dilaksanakan dengan membangun Puskesmas baru 6 buah, Puskesmas Pembantu 22 buah, dan kursus manajemen kesehatan di Dili yang diikuti oleh 30 orang.

Kegiatan di bidang sosial yang dilaksanakan selama Repelita II terutama diarahkan untuk menanggulangi keadaan pengungsi yang turun dari gunung. Untuk itu antara lain telah dilaksanakan pembangunan barak-barak penampungan sementara, pengadaan obat-obatan, bahan pangan, bahan sandang, alat-alat pertanian/pertukangan, dan bibit tanaman. Di samping itu telah diusahakan pemukiman yang tetap antara lain di daerah Komoro bagi 116 KK dan di Belu bagi 175 KK.

Dalam Repelita III berbagai sarana dan prasarana sosial telah dibangun untuk pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat, antara lain pembangunan panti sosial. Di samping itu dilakukan pula pengiriman anak terlantar ke panti asuhan di luar Timor Timur serta pemberian santunan bagi anak cacat dan orang lanjut usia. Usaha-usaha tersebut dilanjutkan dan ditingkatkan dalam tahun 1984/85.

Di bidang pertanian, dalam Repelita II peningkatan produksi pertanian, khususnya pangan, telah diusahakan melalui perbaikan sistem pertanian tadah hujan menjadi pertanian sawah irigasi. Untuk maksud di atas telah diutamakan pembangunan dan pengembangan irigasi di daerah Maliana yang mempunyai potensi pertanian yang cukup luas dan baik. Di samping itu guna menunjang peningkatan produksi pertanian telah dilaksanakan pengiriman PPL, PPS, dan sejumlah alat-alat pertanian berupa pacul, garpu, parang, bibit, dan pupuk.

Usaha-usaha perluasan areal pertanian, intensifikasi, serta perbaikan dan pembangunan irigasi telah ditingkatkan selama Repelita III. Luas areal pertanian pangan telah meningkat dari 13.798 ha pada tahun 1979 menjadi 21.530 ha pada tahun 1983. Dalam periode yang sama produksi pangan meningkat dari 15.921 ton menjadi 52.556 ton, dan produksi