indikator target pembangunan desa-desa

29
Tersedianya Indikator Pemantauan Target-target Pembangunan Milenium dalam Data Potensi Desa (M. Sairi Hasbullah, MA) I. Pendahuluan Salah satu agenda, dari delapan agenda the millenium summit, September 2000, yang diikuti oleh 189 negara, adalah memastikan keberlanjutan lingkungan hidup. Ada tiga target yang seyogyanya dicapai oleh setiap negara yang telah menandatangani kesepakatan dimaksud yaitu bagaimana memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional (target 9), penurunan sebesar separuh proporsi penduduk yang belum memiliki akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar yang layak pada tahun 2015 (target 10), dan mencapai perbaikan berarti kehidupan penduduk miskin yang tinggal di daerah kumuh pada tahun 2020 (target 11). Terkait dengan upaya pencapaian target-target dimaksud, pada saat ini setidaknya terdapat beberapa tantangan menyangkut lingkungan hidup di Indonesia yang perlu dicermati bersama. Tantangan tersebut antara lain yang berkaitan dengan penyelamatan air dari tindakan eksploitatif yang melewati batas-batas kewajaran dan pencemaran air, baik air tanah maupun air sungai, danau dan rawa bahkan air laut, yang terjadi di mana-mana. Berbagai kegiatan terkait dengan pencemaran air ini misalnya kegiatan industri, pertanian, transportasi, pertambangan, dan beragam kegiatan lainnya yang membuang limbahnya ke sungai, tanah maupun laut. Merosotnya areal hutan akibat eksploitasi besar-besaran untuk keperluan pembangunan maupun oleh peningkatan aktivitas manusia sebagai konsekuensi dari meningkatnya kepadatan penduduk di berbagai wilayah, juga merupakan tantangan lingkungan hidup yang cukup berat. Tantangan lingkungan hidup lainnya yang juga, saat ini, tidak ringan adalah menciutnya keanekaragaman hayati akibat rusaknya habitat lingkungan hidup berbagai tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Perubahan iklim juga merupakan tantangan dan permasalahan lingkungan hidup yang tidak kecil. Dewasa ini tingkat pencemaran udara semakin parah akibat dilepaskannya zat karbon oleh berbagai aktivitas khususnya yang berkaitan dengan transportasi dan kegiatan industri. Tantangan lingkungan hidup lainnya yang juga tidak kalah kompleksnya 183

Upload: al-maududi

Post on 02-Jul-2015

530 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

Tersedianya Indikator Pemantauan Target-target Pembangunan Milenium dalam Data Potensi Desa

(M. Sairi Hasbullah, MA)

I. Pendahuluan

Salah satu agenda, dari delapan agenda the millenium summit, September 2000, yang diikuti oleh 189 negara, adalah memastikan keberlanjutan lingkungan hidup. Ada tiga target yang seyogyanya dicapai oleh setiap negara yang telah menandatangani kesepakatan dimaksud yaitu bagaimana memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional (target 9), penurunan sebesar separuh proporsi penduduk yang belum memiliki akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar yang layak pada tahun 2015 (target 10), dan mencapai perbaikan berarti kehidupan penduduk miskin yang tinggal di daerah kumuh pada tahun 2020 (target 11). Terkait dengan upaya pencapaian target-target dimaksud, pada saat ini setidaknya terdapat beberapa tantangan menyangkut lingkungan hidup di Indonesia yang perlu dicermati bersama. Tantangan tersebut antara lain yang berkaitan dengan penyelamatan air dari tindakan eksploitatif yang melewati batas-batas kewajaran dan pencemaran air, baik air tanah maupun air sungai, danau dan rawa bahkan air laut, yang terjadi di mana-mana. Berbagai kegiatan terkait dengan pencemaran air ini misalnya kegiatan industri, pertanian, transportasi, pertambangan, dan beragam kegiatan lainnya yang membuang limbahnya ke sungai, tanah maupun laut. Merosotnya areal hutan akibat eksploitasi besar-besaran untuk keperluan pembangunan maupun oleh peningkatan aktivitas manusia sebagai konsekuensi dari meningkatnya kepadatan penduduk di berbagai wilayah, juga merupakan tantangan lingkungan hidup yang cukup berat. Tantangan lingkungan hidup lainnya yang juga, saat ini, tidak ringan adalah menciutnya keanekaragaman hayati akibat rusaknya habitat lingkungan hidup berbagai tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Perubahan iklim juga merupakan tantangan dan permasalahan lingkungan hidup yang tidak kecil. Dewasa ini tingkat pencemaran udara semakin parah akibat dilepaskannya zat karbon oleh berbagai aktivitas khususnya yang berkaitan dengan transportasi dan kegiatan industri. Tantangan lingkungan hidup lainnya yang juga tidak kalah kompleksnya

183

Page 2: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

adalah semakin tingginya kepadatan penduduk di kota-kota besar yang pada akhirnya akan berdampak pada kualitas lingkungan hunian seperti semakin meluasnya daerah pemukiman kumuh dan wilayah-wilayah miskin perkotaan lainnya. Beragam permasalahan dan tantangan yang disebutkan perlu terus dicermati. Sayangnya data yang diperlukan baik untuk perencanaan, pemantauan maupun untuk mengukur hasil-hasil pembangunan di bidang lingkungan hidup dapat dikatakan belum sepenuhnya terpenuhi. Idealnya, data statistik yang cukup untuk memantau setiap permasalahan yang disebutkan telah tersedia dan benar-benar dimanfaatkan. Sebetulnya cukup banyak ragam data yang diperlukan sebagai indikator lingkungan hidup untuk mengukur perkembangan kinerja pembangunan lingkungan. Salah satu sumber data yang cukup kaya untuk keperluan pemantauan tetapi selama ini belum begitu banyak dimanfaatkan, adalah yang berasal dari kegiatan pendataan potensi desa (Podes) yang dilakukan tiga kali setiap 10 tahun oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Apa dan bagaimana ragam data terkait lingkungan hidup yang ada pada Podes akan menjadi inti paparan selanjutnya dari Bab ini. II. Hasil Pendataan Podes sebagai Salah Satu Sumber Data

2.1 Metodologi dan Tujuan Pendataan Podes

Podes adalah singkatan dari potensi desa. Pengertian potensi yang selama ini digunakan adalah kemampuan, daya, kekuatan yang memiliki kemungkinan untuk dikembangkan, sedangkan pengertian desa adalah wilayah otonom di bawah kabupaten. Menurut asal-usul pembentukannya, desa dibedakan atas dua jenis, dan keduanya dicakup dalam kegiatan pendataan Podes yang dilakukan oleh BPS. Pertama, desa yang bersifat realita (das sein) di mana satu desa adalah wilayah geografis tunggal. Contohnya, adalah desa-desa yang ada di Jawa. Kedua, desa yang bersifat ideal (das sollen) yang merujuk ke pengertian bahwa satu wilayah desa terdiri dari beberapa desa yang dibentuk berdasarakan asal-usul atau kesepakatan bersama. Sebagai contoh yaitu Nagari di Sumatera Barat dan Marga di Sumatera Bagian Selatan. Pendataan Podes, secara metodologis adalah kegiatan sensus dengan pendekatan wilayah yaitu desa/kelurahan atau dengan nama lain, yang

184

Page 3: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

menyangkut potensi, situasi sosial-ekonomi wilayah, ketersediaan modal ekonomi, sosial dan kultural serta ketersediaan sarana dan prasarana. Cakupan wilayah pendataan Podes meliputi seluruh wilayah administratif desa/kelurahan. Data podes dikumpulkan dengan cara pengisian daftar pertanyaan hasil wawancara langsung antara petugas pendata dengan kepala desa dan atau perangkat desa. Kekuatan data Podes terletak pada penggunaan standar prosedur statistik dalam proses pengumpulan data. Artinya baik metodologi (seperti pendekatan pengumpulan data dan penggunaan konsep dan definisi) maupun prosedur lapangan (seperti adanya penjenjangan petugas lapangan yaitu pencacah dan pengawas) menggunakan cara-cara yang memang selalu digunakan dalam setiap proses pengumpulan data. Contoh penggunaan konsep dan definisi pada Podes ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Petugas pendata Podes juga tidak hanya mencatat data yang tersedia pada papan monografi desa atau dari catatan di buku administrasi desa, melainkan petugas diharuskan melakukan wawancara langsung dengan perangkat desa untuk mendapatkan informasi yang paling mendekati kebenaran. Petugas pendata Podes sebelum melaksanakan tugasnya juga terlebih dahulu mengikuti pelatihan petugas secara intensif. Hal ini dimaksudkan agar para petugas memahami dengan baik konsep dan definisi yang digunakan dan untuk menjamin adanya kesamaan pemahaman antar-petugas di seluruh Indonesia. Walaupun demikian, data Podes juga masih mengandung beberapa keterbatasan. Dengan perangkat desa yang menjadi responden, belum semua jenis data yang diinginkan ada dan diketahui oleh para perangkat desa, sehingga menyulitkan petugas BPS untuk mendapatkan informasi yang paling mendekati kebenaran. Pada kegiatan pendataan Podes, ada dua jenis data yang dikumpulkan yaitu data hasil perhitungan dan data mengenai keberadaan. Untuk yang disebut pertama, cenderung memiliki keterbatasan. Hampir di semua desa aparatnya tidak memiliki informasi yang cukup misalnya, mengenai berapa jumlah orang yang menjadi buruh tani di desanya, berapa orang yang menempati kawasan kumuh dan informasi sejenis lainnya. Informasi yang dapat diperoleh oleh petugas pendata lebih mengarah ke perkiraan kasar.

185

Page 4: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

Di lain pihak, untuk jenis data yang sifatnya keberadaan sesuatu, datanya cenderung akurat. Misalnya apakah di desa ini ada Puskesmas, ada sekolah, ada dokter, ada kejadian bencana alam dan sejenisnya. Di tengah kelebihan dan keterbatasannya, satu hal yang pasti, sampai saat ini, bahwa data Podes adalah satu-satunya data kewilayahan yang mencakup seluruh desa/kelurahan di seluruh Indonesia. Pendataan Podes mempunyai tujuan untuk dapat menyajikan informasi global/agregat dari kegiatan statistik pada wilayah kecil, dan merupakan informasi awal bagi penelitian lebih lanjut. Secara lebih rinci tujuan pendataan Podes antara lain: 1. Menginformasikan tentang potensi/fasilitas/keadaan pembangunan

di desa/kelurahan yang meliputi keadaan sosial-ekonomi, sarana dan prasarana/infrastruktur yang ada di wilayah administrasi terbawah;

2. Menyediakan data untuk dasar perencanaan regional (spasial) dan informasi pencapaian pembangunan di desa/kelurahan;

3. Menyediakan data pokok bagi penyusunan statistik wilayah kecil (small area statistics), dan

4. Sebagai informasi awal bagi keperluan penyusunan ringkasan statistik seperti penyusunan monografi desa, dasar penyusunan beberapa indeks komposit, penyusunan peta geografis (geographic information system), dan sebagainya.

2.2. Sekilas Sejarah Podes Untuk sekadar menambah wawasan pengetahuan tentang pendataan Podes akan sedikit dipaparkan tentang sejarah pendataan yang dilakukan. Cikal bakal dilakukannya pendataan Podes adalah pendataan fasilitas desa (Fasdes) yang diselenggarakan pada tahun 1976. Cakupan dari Fasdes sama dengan Podes yaitu seluruh desa/kelurahan di Indonesia namun variabel yang dikumpulkan datanya masih sangat terbatas. Bersamaan dengan diselenggarakannya Sensus Penduduk 1980, untuk pertama kalinya dilakukan pengumpulan data Podes dengan variabel yang lebih variatif dan relevan bagi berbagai keperluan pembangunan. Sejak itu pelaksanaan pendataan Podes selalu dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan berbagai kegiatan sensus seperti Sensus Pertanian, Sensus Ekonomi dan Sensus Penduduk. Karena selama kurun waktu 10 tahun dilakukan sebanyak 3 kali sensus, maka kegiatan

186

Page 5: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

pendataan Podes dalam 10 tahun juga dilaksanakan sebanyak tiga kali. Pendataan Podes terbaru adalah Podes SE 2006 yang dilakukan pada tahun 2005 (menjelang Sensus Ekonomi 2006 dan selanjutnya disebut Podes 2005), dan merupakan pelaksanaan pendataan Podes yang kesembilan kali. Sejak awal dilakukannya pengumpulan data Podes hingga yang kesembilan kalinya, telah banyak terjadi perubahan pada variabel yang dicakup. Perubahan disesuaikan dengan jenis sensus yang menjadi induk kegiatannya. Sekadar contoh, pada saat pendataan Podes ST 2003 (sensus Pertanian 2003) yang dilaksanakan menjelang Sensus Pertanian, ada beberapa tambahan pertanyaan yang berkaitan dengan aktivitas sektor pertanian. Begitu juga dengan pendataan Podes yang lain, pertanyaannya disesuaikan dengan kegiatan sensus yang akan dilakukan. Secara metodologi tidak banyak terjadi perubahan karena cakupan pendataan Podes adalah seluruh desa/kelurahan yang ada di Indonesia. Pada Podes 2005 dicakup hampir 70.000 desa/kelurahan. Pendataan ini cenderung lebih baik dibandingkan kegiatan pendataan Podes sebelumnya karena BPS melakukan pengawasan lapangan yang lebih intensif. Validasi dari data entry dan pemeriksaan tabel-tabel output dilakukan dengan lebih teliti dibanding sebelumnya. Kejanggalan-kejanggalan yang ditemui saat pemeriksaan tabel langsung dikonfirmasi ke daerah. Ini dimaksudkan untuk memberi hasil maksimal demi peningkatan kualitas data Podes. Perbaikan perencanaan dan penyelenggaraan pendataan Podes terus dilakukan oleh BPS demi memaksimalkan kualitas data yang dihasilkan.

2.3. Variabel yang Dikumpulkan dan Kegunaannya Variabel-variabel yang dikumpulkan pada pendataan Podes mencakup beragam jenis data di bidang kependudukan, lingkungan hidup, perumahan, pendidikan sosial-budaya, kesehatan, angkutan, komunikasi, informasi, rekreasi, hiburan, olahraga, pertanian, ekonomi, politik dan keamanan. Seperti telah sedikit disinggung sebelumnya, pada setiap kegiatan pendataan Podes ragam data yang dikumpulkan berbeda. Hal ini tergantung pada fokus pengumpulan data di setiap kegiatan Sensus. Pendataan Podes sensus penduduk (Podes SP) misalnya akan banyak mengumpulkan data variabel yang berkaitan dengan kependudukan. Pada pendataan Podes sensus pertanian, konsentrasinya pada pengumpulan data variabel yang berkaitan dengan aktivitas pertanian.

187

Page 6: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

Begitu juga dengan Podes sensus ekonomi akan banyak difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan indikator perekonomian terutama keberadaan unit kegiatan usaha non-pertanian. Walaupun demikian, banyak jenis data/variabel yang dari satu Podes ke Podes yang lain selalu ditanyakan. Ini dimaksudkan untuk menjaga kesinambungan series data. Data yang diperoleh dari kegiatan pendataan Podes diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bagi perencanaan pembangunan pemerintah, khususnya pemerintah daerah, dan juga bagi masyarakat umum. Dengan beraneka ragamnya variabel yang ada pada Podes, banyak hal dapat dianalisa berdasarkan data Podes yang tidak didapat dari sumber data lain, misalnya, antara lain: a. Keterisolasian dan keterbelakangan desa (desa tertinggal) dapat

dideteksi dari daya jangkau penduduk desa ke pusat-pusat perekonomian dengan melihat jarak desa ke ibukota kabupaten/ kecamatan. Ketersediaan infrastruktur seperti listrik, jalan raya, fasilitas kesehatan dan pendidikan, dikaitkan dengan keadaan topografi desa (misalnya, persentase desa yang ada listrik menurut desa pesisir, bukan desa pesisir, desa di daerah aliran sungai dan lain-lain).

b. Keadaan Lingkungan Hidup dan Bencana Alam. Podes menyediakan data yang dapat menjadi early warning terhadap bencana alam, dengan mengetahui wilayah mana saja yang memiliki desa-desa yang rawan longsor, desa dengan tanah kritis, gempa bumi, banjir dan lain-lain. Dengan demikian pemerintah dapat mengetahui wilayah-wilayah mana yang perlu dipersiapkan pada saat musim penghujan, misalnya, agar penduduk yang tinggal di daerah tersebut bisa diungsikan untuk meminimalkan korban jiwa.

c. Data yang berkaitan dengan kemungkinan perluasan usaha/ investasi, misalnya dengan mengaitkan antara potensi yang ada dengan komoditi unggulan yang berkembang di setiap desa. Ketersediaan stok lahan yang ada di desa, berikut fasilitas yang tersedia juga merupakan informasi yang berharga bagi investor.

d. Data/keadaan sosial-ekonomi penduduk desa/kelurahan, dapat diolah menjadi indikator tingkat kesejahteraan desa. Jumlah/persen desa yang sebagian besar penduduknya menggunakan kayu bakar untuk memasak, buang air besar di jamban umum atau bukan jamban, keperluan air untuk memasak dari sumber air sungai/ sumur tidak terlindung merupakan variabel-variabel yang bisa mengindikasikan mana desa yang miskin, mana yang tidak miskin.

188

Page 7: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

e. Perubahan-perubahan struktur ekonomi desa misalnya dari agraris ke non-agraris. Maju tidaknya suatu wilayah, salah satunya, dapat dilihat dari adanya perubahan mata pencaharian sebagian besar penduduknya. Banyak indikator yang dapat diperoleh dari pendataan Podes, sekadar contoh, seperti: • Persentase masyarakat dengan sumber penghasilan utama

bukan dari sektor pertanian, • Banyaknya/persentase desa yang memiliki kegiatan industri

besar, sedang, dan kecil, dan • Banyaknya/persentase desa/kelurahan yang memiliki kegiatan

perdagangan seperti keberadaan kompleks pertokoan dan pasar permanen.

f. Permasalahan yang berkaitan dengan dinamika kehidupan sosial juga dapat diperoleh dari hasil pendataan Podes. Peneliti ilmu sosial yang tertarik mengamati wilayah-wilayah yang telah mengalami proses akulturasi budaya dapat menggunakan data Podes ini terutama yang berkaitan dengan persentase desa yang penduduknya telah mengenal kawin campur antarsuku, dan desa yang dihuni lebih dari satu etnis. Semakin tinggi persentasenya cenderung semakin baik indikasi bahwa masyarakat tersebut semakin akulturatif dan terbuka.

g. Kebutuhan identifikasi hirarki wilayah, misalnya desa menurut ukuran jumlah penduduknya dapat dipakai untuk menggolongkan desa-desa menurut jumlah dan kepadatan penduduknya tinggi, sedang atau jarang. Dengan mengetahui ukuran tersebut suatu wilayah akan dapat dikembangkan sebagai pusat-pusat pertumbuhan baru.

h. Bidang sosial-politik juga dicakup dalam data Podes di antaranya data tentang keberadaan lembaga-lembaga sosial dan LSM di setiap desa. Indikator untuk medeteksi kekuatan modal sosial sebagian juga dapat diperoleh dari hasil pendataan Podes seperti tingkat integrasi sosial (perkawinan antarsuku, misalnya), institusi sosial (keberadaan kelompok-kelompok) dan trust (melalui gotong royong) serta problem sosial (informasi tentang judi). Pendataan Podes telah menghasilkan informasi yang cukup beragam. Di BPS data hasil pendataan Podes ini didesiminasikan melalui bentuk raw data (meliputi seluruh data Podes) dan dalam bentuk buku publikasi. Hasil pendataan Podes tahun 2005 (Podes

189

Page 8: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

SE06) misalnya, telah diterbitkan melalui publikasi berjudul “Statistik Potensi Desa Indonesia 2005” yang berisi beragam informasi tentang desa, termasuk di dalamnya informasi tentang lingkungan hidup, di seluruh Indonesia. Suatu hal yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa tabel-tabel Podes yang disajikan dalam publikasi tersebut perlu dibaca dengan hati-hati, karena yang ditonjolkan adalah dimensi kewilayahannya, bukan sektor, aktivitas atau jumlah unit keberadaan sesuatu. Karena itu hampir dalam setiap tabel senantiasa judulnya dimulai dengan kata jumlah desa. Sebagai contoh, jumlah desa yang memiliki Pusksemas, jumlah desa yang dilalui oleh kenderaan roda empat, jumlah desa yang memiliki sarana olahraga dan sejenisnya; bukan jumlah Puskesmas di desa atau jumlah sarana olahraga di desa. Hal ini dimaksudkan untuk melihat sampai sejauh mana suatu wilayah (baca: desa) memiliki kekuatan dan atau akses ke berbagai fasilitas yang ada.

2.4 Data Dan Indikator Lingkungan Hidup terkait MDGs Dari Podes

Indikator lingkungan hidup dalam pendataan Podes SE 2006 (Podes 2005) diakomodir melalui sekitar 11 pertanyaan, sedangkan pada pendataan Podes Sensus Pertanian 2003 (Podes 2002) jumlah pertanyaan sedikit lebih banyak yaitu sekitar 15 pertanyaan. Beberapa pertanyaan yang ada pada pendataan Podes 2002 tetapi tidak pada pendataan Podes 2005, antara lain, adalah pertanyaan menyangkut keberadaan tanah kritis, limbah industri pengolahan, dan tempat pembuangan air kotor rumah tangga. Sebagai contoh pertanyaan-pertanyaan dan indikator yang dapat diperoleh dari pendataan Podes 2005 antara lain:

a. Bahan bakar yang digunakan oleh rumah tangga untuk memasak

Pertanyaan ini ditujukan untuk mendapatkan informasi mengenai jumlah dan persentase desa di Indonesia menurut daerah (provinsi, kabupaten/kota/kecamatan dan desa) dan bahan bakar yang digunakan oleh sebagian besar rumah tangga untuk memasak. Kategori jawaban dari pertanyaan ini, antara lain, gas/LPG, minyak tanah, kayu bakar, dan kategori lainnya. Kaitannya dengan indikator lingkungan, terfokus pada penggunaan kayu bakar.

190

Page 9: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

Penggunaan kayu bakar dapat digunakan sebagai indikator banyak hal seperti kemiskinan penduduk, maupun tekanan penduduk untuk mendapatkan kayu bakar yang sudah tentu akan berakibat pada kelestarian hutan. Dalam konteks MDGs, penggunaan kayu bakar, yang merupakan bagian dari biomassa juga merupakan salah satu target yang harus diturunkan karena akan menimbulkan polusi dalam ruangan.

Indikator lingkungan hidup yang dapat dibentuk dari pertanyaan ini, di antaranya: • Jumlah dan persentase desa menurut daerah (semua tingkat

pemerintahan) di mana sebagian besar keluarga menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak;

• Jumlah dan presentase desa menurut daerah (semua tingkat pemerintahan) di mana sebagian besar keluarga menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak;

• Jumlah dan presentase desa menurut daerah (semua tingkat pemerintahan) di mana sebagian besar keluarga menggunakan bahan bakar lainnya (batu bara, arang dan sejenisnya) sebagai bahan bakar untuk memasak.

b. Tempat buang sampah sebagian besar keluarga Pertanyaan tempat buang sampah sebagian besar keluarga ini menyediakan beberapa kategori jawaban, antara lain, dibuang ke tempat sampah dan kemudian diangkut, dalam lubang/dibakar, sungai, dan kategori lainnya. Kaitannya dengan kelestarian lingkungan hidup adalah seberapa banyak desa di Indonesia yang sebagian besar keluarganya membuang sampah ke sungai atau ke tempat “lainnya”. Ini akan memiliki konsekuensi yang sangat besar. Semakin tinggi persentase desa yang warganya membuang sampah di sungai mengindikasikan ancaman serius bagi ketersediaan sumber daya air khususnya air baku (raw water) yang menjadi sumber air minum. Penurunan kualitas dan kuantitas sumber air baku ini merupakan salah satu isu yang menjadi perhatian dalam MDGs (tujuan 7, target 10). Indikator yang dapat kita peroleh antara lain: • Jumlah dan persentase desa di mana sebagian besar

keluarga membuang sampah di tempat sampah (kemudian diangkut).

191

Page 10: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

• Jumlah dan persentase desa di mana sebagian besar keluarga membuang sampah di lubang/dibakar.

• Jumlah dan persentase desa di mana sebagian besar keluarga membuang sampah di sungai.

c. Tempat buang air besar sebagian besar keluarga

Pertanyaan ini memiliki 4 alternatif jawaban yaitu jamban sendiri, jamban bersama, jamban umum dan bukan jamban. Jawaban untuk kategori jamban sendiri merefleksikan situasi yang lebih baik, apakah itu dari perspektif kesejahteraan maupun dari perspektif kelestarian lingkungan. Di sisi lain, jawaban untuk jamban umum (yang biasanya merefleksikan tempat buang air besar di sungai/kali atau di tempat-tempat umum lainnya) dan tempat lainnya (seperti buang air besar di kebun-kebun/ladang/hutan dan sejenisnya) akan berimplikasi banyak terhadap kelestarian lingkungan. Semakin tinggi, misalnya, jumlah desa yang masyarakatnya membuang air besar di sungai atau di kebun (lainnya) akan semakin kuat kemungkinan timbulnya efek yang kurang menguntungkan bagi sanitasi lingkungan yang baik.

Indikator yang dapat diperoleh antara lain yaitu:

• Jumlah dan persentase desa di mana tempat buang air besar sebagian besar keluarga adalah jamban sendiri.

• Jumlah dan persentase desa di mana tempat buang air besar sebagian besar keluarga adalah jamban bersama.

• Jumlah dan persentase desa di mana tempat buang air besar sebagian besar keluarga adalah jamban umum.

• Jumlah dan persentase desa di mana tempat buang air besar sebagian besar keluarga adalah bukan jamban.

d. Penggunaan air sungai yang melintasi desa Pertanyaan ini pada Podes 2005 didahului dengan pertanyaan yang bersifat menjaring yaitu apakah desa/kelurahan ini dilalui oleh sungai atau tidak. Jawabannya, ada atau tidak ada. Jika jawabannya ada sungai yang melintasi desa ini, maka pertanyaan dilanjutkan untuk mendapatkan informasi tentang penggunaan air sungai tersebut. Artinya, air sungai yang melintasi desa tersebut dipergunakan untuk apa saja oleh penduduk. Jawabannya bersifat ganda yaitu untuk mandi/cuci, minum, bahan baku air minum (dijernihkan), irigasi, untuk keperluan industri/pabrik, transportasi,

192

Page 11: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

lainnya. Jawaban-jawaban dari pertanyaan ini sesungguhnya memiliki implikasi lingkungan hidup yang luas. Jika air sungai di desa tersebut misalnya digunakan untuk keperluan industri, bukan tidak mungkin limbah airnya pun akan kembali ke sungai dan diminum oleh penduduk desa.

Indikator yang dihasilkan antara lain: • Jumlah dan persentase desa yang penduduknya menggunakan

air sungai menurut kegunaannya (mandi/cuci, minum, bahan baku air minum (dijernihkan), irigasi, untuk keperluan industri/pabrik, transportasi, lainnya).

e. Keluarga yang bertempat tinggal di bantaran sungai Jawaban atas pertanyaan ini dapat dipakai untuk mengetahui seberapa banyak desa yang penduduknya tinggal di bantaran sungai. Keluarga yang bertempat tinggal di bantaran/tepi sungai adalah keluarga yang bertempat tinggal di bantaran/tepi sungai dan atau sempadan sungai. Pengertian bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam (PP No.35 Tahun 1991 tentang sungai).

Indikator yang dihasilkan antara lain: • Jumlah dan persentase desa yang ada keluarga/warganya

yang tinggal di bantaran sungai; • Jumlah dan persentase keluarga yang menempati bantaran

sungai; dan • Jumlah bangunan rumah yang berada di bantaran sungai.

f. Keluarga yang tinggal di bawah jaringan listrik tegangan tinggi Pada pendataan Podes, baik pendataan tahun 2002 maupun pada pendataan 2005, ditanyakan jumlah keluarga dan jumlah bangunan rumah yang tinggal di lokasi/di bawah jaringan listrik tegangan tinggi. Disebut jaringan listrik tegangan tinggi apabila kawat yang melintas mempunyai tegangan listrik lebih dari 500 KV. Keluarga dan bangunan yang dicatat pada rincian ini adalah keluarga dan bangunan yang berada di bawah jaringan dan berjarak 20 meter dari lintasan jaringan tersebut. (Permentamben No. 1.P/47/MTE/ 1992).

193

Page 12: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

Indikator yang dihasilkan antara lain: • Jumlah dan persentase keluarga yang tinggal di bawah

jaringan listrik tegangan tinggi, dan • Jumlah bangunan rumah yang berada di bawah jaringan listrik

tegangan tinggi.

g. Keberadaan permukiman kumuh

Berkaitan dengan permukiman kumuh ini, pendataan Podes sejak Podes tahun 1999 (SP 2000), Podes 2002 (ST2003) maupun pada pendataan Podes 2005 (SE2006) selalu menanyakan tentang jumlah lokasi, jumlah bangunan rumah, dan jumlah keluarga yang menghuni permukiman kumuh. Permukiman kumuh adalah lingkungan hunian dan usaha yang ditandai oleh banyak rumah tidak layak huni, banyak saluran pembuangan limbah macet, penduduk/bangunan sangat padat, banyak penduduk buang air besar tidak di jamban, biasanya berada di areal marginal (seperti di tepi sungai, pinggir rel kereta api dan sejenisnya). Indikator yang dihasilkan: • Jumlah lokasi permukiman kumuh; • Jumlah bangunan rumah di lokasi permukiman kumuh, dan • Jumlah keluarga yang menghuni permukiman kumuh.

h. Jenis pencemaran lingkungan hidup setahun terakhir

Pencemaran lingkungan adalah suatu hal, hasil, atau cara/proses kerja yang mencemari lingkungan hidup seperti yang ditimbulkan oleh limbah pabrik, pemakaian pupuk kimia pada tanaman, limbah keluarga/pasar/pertokoan/perkantoran dan sebagainya. Pada pendataan Podes, jenis pencemaran lingkungan hidup yang ditanyakan adalah pencemaran air, tanah, udara, dan suara bising. Selain itu, untuk masing-masing jenis pencemaran dimaksud ditanyakan pula sumber yang menyebabkan terjadinya pencemaran, dan adakah pengaduan yang dilakukan oleh warga ke kepala desa mereka. Terkait dengan pencemaran lingkungan ini, datanya tersedia secara berseri sejak pendataan Podes pada kegiatan Sensus Penduduk tahun 1990 (SP90) sampai Pendataan Podes tahun 2005 (SE2006).

194

Page 13: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

Salah satu indikasi penting pencemaran lingkungan di suatu daerah ditunjukkan oleh adanya penyakit-penyakit tertentu pada manusia atau hewan, kerusakan atau matinya tanaman, perubahan fisik dan kimia lingkungan, yang dapat berupa perubahan yang khas pada tumbuhan atau hewan.

Indikator yang dihasilkan:

• Jumlah dan persentase desa yang mengalami pencemaran air dalam satu tahun terakhir;

• Jumlah dan persentase desa yang mengalami pencemaran tanah dalam satu tahun terakhir;

• Jumlah dan persentase desa yang mengalami pencemaran udara dalam satu tahun terakhir;

• Jumlah dan persentase desa yang dicemari oleh suara bising dalam satu tahun terakhir;

• Jumlah dan persentase desa yang mengalami pencemaran lingkungan hidup dalam satu tahun terakhir menurut sumber pencemaran (untuk masing-masing jenis pencemaran);

• Jumlah dan persentase desa yang mengalami pencemaran lingkungan hidup dalam satu tahun terakhir, dan yang melaporkan adanya pencemaran lingkungan di desanya.

i. Usaha penambangan/penggalian golongan C Pada pendataan Podes 2005 ditanyakan pula keberadaan usaha penambangan/penggalian Golongan C. Seperti banyak diketahui bahwa di samping mendatangkan keuntungan-keuntungan ekonomi bagi pengusaha pertambangan jenis ini, dampak negatifnya terhadap kelestarian lingkungan juga cukup tinggi. Penggalian golongan C ini adalah kegiatan di bidang pertambangan dan penggalian yang mencakup penambangan/ penggalian batu/koral, pasir, kapur, belerang, kaolin, pasir kwarsa, tanah liat dan lainnya seperti batu koral, aspal, gips, dan gamping. Indikator yang dihasilkan: • Jumlah dan persentase desa yang memiliki/tidak memiliki

usaha penambangan/penggalian golongan C.

195

Page 14: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

j. Letak desa (relatif terhadap kawasan hutan).

Baik pendataan Podes SP 90, Podes ST2003 maupun pada Podes SE 2006, selalu memuat pertanyaan tentang letak suatu desa apakah berada dalam kawasan hutan, di tepi kawasan hutan atau di luar kawasan hutan. Lokasi desa ini akan juga berpengaruh pada kemungkinan perusakan kelestarian lingkungan hidup. Desa yang berada dalam kawasan hutan, misalnya, masyarakatnya sangat potensial untuk melakukan aktivitas yang dapat berakibat buruk atau sebaliknya terhadap kelestarian lingkungan.

Indikator yang dihasilkan:

• Jumlah dan persentase desa menurut letaknya terhadap/dari kawasan hutan.

k. Kerawanan terhadap kejadian bencana alam dan peristiwa bencana alam

Pada pendataan Podes 2005, ada dua pertanyaan yang menyangkut bencana alam yaitu pertanyaan tentang kerawanan terhadap bencana dan pertanyaan tentang kejadian bencana alam (bencana yang telah terjadi).

Pertanyaan yang berkaitan dengan kerawanan terhadap bencana dimulai dengan pertanyaan apakah desa ini rawan bencana? Jika jawabannya ya, maka ditanyakan lagi jenis-jenis bencana yang rawan tersebut dengan alternatif jawaban yaitu rawan terhadap tanah longsor, banjir, banjir bandang, gempa bumi dan abrasi pantai. Untuk kejadian bencana alam ditanyakan tentang tanah longsor, banjir, banjir bandang, gempa bumi, gempa bumi disertai tsunami, kebakaran, pembakaran hutan/sawah dan bencana lainnya.

Adapun indikator lingkungan yang dapat diperoleh antara lain: • Jumlah dan persentase desa yang rawan bencana tanah

longsor; • Jumlah dan persentase desa yang rawan bencana banjir;

196

Page 15: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

• Jumlah dan persentase desa yang rawan bencana banjir bandang;

• Jumlah dan persentase desa yang rawan bencana gempa bumi; • Jumlah dan persentase desa yang rawan bencana abrasi pantai; • Jumlah dan persentase desa yang mengalami bencana tanah

longsor; • Jumlah dan persentase desa yang mengalami bencana banjir; • Jumlah dan persentase desa yang mengalami bencana banjir

bandang; • Jumlah dan persentase desa yang mengalami bencana gempa

bumi;

• Jumlah dan persentase desa yang mengalami bencana gempa disertai tsunami;

• Jumlah dan persentase desa yang mengalami bencana kebakaran; dan

• Jumlah dan persentase desa yang mengalami bencana pembakaran hutan/ladang/sawah.

Pada pendataan Podes 2002 (Podes ST03), ada beberapa pertanyaan yang ditanyakan tetapi tidak dimasukkan pada pendataan Podes 2005 (Podes SE06), antara lain keadaan tempat pembuangan air kotoran rumah tangga (lancar, tidak lancar, tergenang, tidak ada saluran), pembuangan limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri pengolahan (dibuang ke instalasi pembuangan limbah, tanah, sungai dan lainnya), dan keberadaan lahan kritis (ada/tidak ada, luas lahan kritis dan jumlah keluarga yang menempati lahan kritis tersebut).

Indikator yang dapat dihasilkan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain:

Indikator pembuangan limbah, • Jumlah dan persentase desa di mana sebagian besar saluran

pembuangan air limbah/kotor dalam keadaan lancar;

197

Page 16: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

• Jumlah dan persentase desa di mana sebagian besar saluran pembuangan air limbah/kotor dalam keadaan tergenang/tidak mengalir;

• Jumlah dan persentase desa di mana sebagian besar saluran pembuangan air limbah/kotor dalam keadaan tidak ada saluran;

Indikator pembuangan limbah industri, • Jumlah dan persentase desa di mana kegiatan industri

pengolahan membuang limbahnya ke instalasi pembuangan limbah;

• Jumlah dan persentase desa di mana kegiatan industri pengolahan membuang limbahnya ke tanah;

• Jumlah dan persentase desa di mana kegiatan industri pengolahan membuang limbahnya ke sungai;

Indikator tentang tanah kritis, • Jumlah dan persentase desa di mana ada lokasi tanah/lahan

kritis; • Luas lahan kritis; dan • Jumlah keluarga yang tinggal di lahan kritis.

Uraian yang telah dipaparkan tersebut di atas merupakan beberapa contoh data dan indikator lingkungan hidup, yang terkait dengan MDGs, yang dapat diperoleh dari hasil pendataan Podes. Agar lebih jelas mengenai penggunaan data Podes ini, kami cantumkan, untuk sekadar contoh, tabel yang memuat beberapa indikator lingkungan hidup terkait MDGs untuk kabupaten Bone, Bantaeng dan Takalar (Sulawesi Selatan) dan Mamuju dan Polewali (Sulawesi Barat) seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan untuk seluruh variabel Podes yang dilaksanakan sejak persiapan Sensus Penduduk tahun 1980 (Podes 1979) sampai ke Podes SE06 (Podes 2005) dapat dilihat pada Lampiran 2.

198

Page 17: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

III. Penutup

Dari uraian yang dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa begitu banyak ragam indikator lingkungan hidup yang dapat diperoleh dan dimanfaatkan dari hasil pendataan Podes baik dari hasil pendataan tahun 2005 (Podes SE06) maupun dari hasil kegiatan pendataan Podes sebelumnya. Data Podes adalah data kewilayahan dan satu-satunya yang mencakup seluruh wilayah. Di era otonomi daerah saat ini, data jenis ini idealnya menjadi komoditas utama untuk penyusunan perencanaan pembangunan regional/daerah. Apalagi di tengah suasana negeri yang selalu mengalami bencana alam saat ini, data tentang bencana dan tentang lingkungan hidup yang tersedia dari hasil pendataan Podes seyogyanya menjadi acuan sebagai bagian dari langkah early warning (peringatan dini) untuk mengantisipasi kemungkinan bencana yang lebih luas. Dari data hasil pendataan Podes akan diketahui wilayah/kelompok desa mana yang sering mengalami kabakaran hutan, banjir, tanah longsor dan sebagainya. Ada kesan selama ini bahwa aparatur pemerintah maupun berbagai pihak terkait lainnya belum maksimal (bahkan belum terlihat kemauan yang kuat) untuk memanfaatkan data Podes bagi kepentingan mengisi dan meningkatkan mutu perencanaan pembangunan kewilayahan di masing-masing daerah. Padahal data ini sangat potensial untuk memperkaya dan mendukung upaya-upaya pemerintah guna menyejahterakan masyarakatnya dan khususnya dalam mendukung berbagai kegiatan yang terkait dengan MDGs. Data Podes sangat kaya akan beragam informasi pembangunan, tetapi belum maksimal dimanfaatkan, dan ini merupakan tantangan kita bersama.

199

Page 18: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

Lampiran 1:

Beberapa Indikator Lingkungan Hidup dari Podes 2005 Contoh Untuk Kabupaten Bone, Bantaeng dan Takalar (Sulsel)

Dan Mamuju, Polewali (Sulbar)

Kabupaten

Indikator BONE BAN-

TAENG TA-

KALAR MAMUJU POLE-WALI

MANDAR 1. Jumlah Desa 372 67 73 110 132

2. Persentase Desa (sebagian

besar ruta) Memasak Dengan Kayu Bakar

72.31 71.64 19.18 79.09 71.21

3. Persentase Desa (sebagian besar ruta) menurut Cara Pembuangan Sampah

Tempat sampah, kemudian diangkut 4.30 7.46 9.59 0.91 3.79

Dalam lubang/dibakar 79.57 34.33 82.19 67.27 74.24

Sungai 2.69 4.48 4.72 5.45 3.03

Lainnya 13.44 53.73 14.15 26.36 18.94 4. Persentase Desa (sebagian

besar ruta) Menurut Jenis Jamban

Jamban Sendiri 57.53 44.78 72.60 41.82 41.67

Jamban Bersama 1.88 0 4.11 0.91 0

Jamban Umum 2.15 4.48 2.74 0 0.76

Bukan Jamban 38.44 50.75 20.55 57.27 57.58

5. Persentase Desa yang Ada Usaha Pertambangan Golongan C

16.94 23.88 16.44 26.36 25.00

6. Persentase Desa yang Ada Pencemaran

Pencemaran Air 5.91 1.49 6.85 7.27 12.88 Pencemaran Tanah 0.27 0 0 0 3.03 Pencemaran Udara 2.15 0 5.48 0 11.36

7. Persentase Desa yang Ada Permukiman Kumuh

9.14 22.39 15.07 15.45 4.55

200

Page 19: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

Lampiran 2

Daftar Variabel Podes SP1980 s/d Podes SE2006 yang Berkaitan dengan Lingkungan Hidup

Nama Variabel

Podes SE’06 (2005)

PodesST’03(2002)

PodesSP’00(1999)

PodesSE’96(1995)

PodesST’93(1992)

PodesSP’90(1989)

Podes SE’86 (1985)

Podes ST’83 (1982)

Podes SP’80 (1979)

BLOK IV. KEPENDUDUKAN, LINGKUNGAN HIDUP DAN PERUMAHAN

A. Kependudukan

1. Registrasi penduduk: x √ √ √ √ √ √ x x

2. Keadaan setahun yang lalu

a Banyak kelahiran x x x x √ √ √ x x

b Kematian baji (berumur x x x x √ x x x x

kurang dari 1 tahun)

c Kematian (termasuk bayi) x x x x √ √ √ x x

3. Keadaan pada 30 Juni

a.1) banyak penduduk x √ √ √ √ √ √ √ √

Laki-laki √ x x x x x x x x

Perempuan √ x x x x x x x x

2) % penduduk 10 th ke atas yang bisa membaca, menulis

x x x x √ x x x x

b. Banyak rumah tangga/keluarga √ √ √ √ √ √ √ √ √

c. 1) penduduk berumur 7-15 x x x x √ √ √ x x

2) penduduk berumur 7-15 masih sekolah x x x x √ √ √ x x

3) penduduk berumur 7- 15 yang bekerja x x x x √ x x x x

B. Lingkungan Hidup dan Perumahan

1. Bahan bakar RT untuk memasak √ √ √ √ √ √ √ x x

2. Cara pembuangan sampah √ √ √ √ √ √ √ √ √

201

Page 20: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

3. Penggunaan jamban/kakus √ √ √ √ √ √ √ √ √

4a. Kakus/jamban umum Inpres x x x x √ √ √ √ √

b. Kakus/jamban umum lainnya x √ √ x √ √ √ √ √

c. Kakus/jamban umum pemerintah non Inpres x x x x √ x x x x

d. Bukan jamban x √ √ √ √ √ √ √ √

5. Pembuangan air kotor x √ √ √ √ x x x x

6. Bahan penambangan/galian gol C yg diusahakan √ √ √ x √ √ x x x

7. Dam pengendali/Dam penahan erosi x x x x √ √ x x x

8. Peladang berpindah x x x x √ √ x x x 9. Rumah tangga yang

mengusahakan:

Lebah madu x x x x √ √ x x x

Pohon murbai x x x x √ √ x x x

Ulat sutera x x x x √ √ x x x

Lainnya x x x x √ √ x x x

10a. Pencemaran air √ √ √ √ √ √ x √ x

b. Pencemaran udara √ √ √ √ √ √ x √ x

c. Pencemaran tanah √ √ √ √ √ √ x √ x

d. Pencemaran lainnya x √ √ √ √ √ x x x

e. Pencemaran suara/bising √ x x x x x x x x

11. Kategori rumah menurut kualitas

a. Permanen x x √ x √ √ x x x

b. Semi/bukan permanen x x √ x √ √ x x x

c. Sederhana x x x x √ √ x x x

12. Jumlah bangunan rumah susun

- Jumlah bangunan fisik x x √ x x x x x x

- Jumlah bangunan sensus x x √ x x x x x x

202

Page 21: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

13. RT bertempat tinggal bantaran/ tepi sungai √ √ √ x x x x x x

14. RT yang bertempat tinggal di bawah jaringan listrik tegangan tinggi (>500KV)

√ √ √ x x x x x x

15. Pemukiman Kumuh √ √ √ x x x x x x

16. Industri pengolahan

- Jenis industri x √ √ x x x x x x

- Limbah yang dihasilkan x √ √ x x x x x x

17. Adakah lahan kritis x √ √ x x x x x x

18. Adakah sungai yang melintasi desa √ √ √ x x x x x x

19. Letak desa/kel.relatif terhadap wilayah hutan √ √ √ x x x x x x

20. Permukiman mewah √ x x x x x x x x

21. Rawan Bencana

a. Rawan bencana tanah longsor √ √ x x x x x x x

b. Rawan bencana banjir √ √ x x x x x x x

c. Rawan bencana banjir bandang √ x x x x x x x x

d. Rawan bencana gempa bumi √ √ x x x x x x x

e. Rawan bencana abrasi pantai √ x x x x x x x x

f. Rawan bencana lainnya X √ x x x x x x x

22. Kejadian Bencana

a. Bencana tanah longsor √ √ x x x x x x x

b. Bencana banjir √ √ x x x x x x x

c. Bencana banjir bandang √ X x x x x x x x

d. Bencana gempa bumi √ √ x x x x x x x

e. Rawan gempa dengan tsunami √ x x x x x x x x

f. Kebakaran √ x x x x x x x x

g. Pembakaran hutan/ladang √ x x x x x x x x

h. Bencana lainnya √ √ x x x x x x x

203

Page 22: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

Lampiran 3 : Beberapa Pengertian/Definisi Konsep Pada Pendataan Podes 2005

1. Umum Status pemerintahan desa/kelurahan Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah kabupaten. Kelurahan adalah suatu wilayah lurah sebagai perangkat daerah kabupaten dan/atau daerah kota di bawah kecamatan (UU RI No 32 Tahun 2004Tentang Pemerintahan Daerah). Nagari adalah bagian wilayah dalam kecamatan yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan nagari. Badan Perwakilan Desa/Dewan Kelurahan adalah lembaga permusyawaratan/permufakatan yang keanggotaannya terdiri dari kepala-kepala dusun, pimpinan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan pemuka-pemuka masyarakat desa yang bersangkutan. Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Kampung (RK)/Rukun Warga (RW) adalah organisasi masyarakat yang diakui dan dibina oleh pemerintah untuk memelihara dan melestarikan nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia yang berdasarkan kegotong-royongan dan kekeluargaan serta untuk membantu meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas pemerintah, pembangunan dan masyarakat di desa dan kelurahan. Dari segi ukuran, RT biasanya lebih kecil dari RW/RK. Jumlah kepala keluarga/keluarga di dalam RT biasanya lebih kecil dari 30 keluarga untuk desa dan 50 untuk kelurahan. Setiap RW/RK biasanya terdiri dari paling sedikit 2 RT di desa dan 3 RT di kelurahan (Permendagri No.5 Th 1981 tentang pembentukan dusun dalam dan lingkungan dalam kelurahan, pasal 4).

Letak Geografis Desa/Kelurahan 1) Desa pesisir adalah desa/kelurahan yang memiliki wilayah yang

berbatasan langsung dengan garis pantai/laut (atau merupakan desa pulau) dengan corak kehidupan rakyatnya tergantung pada potensi laut dan bisa tidak tergantung pada potensi laut.

2) Desa bukan pesisir adalah desa yang tidak berbatasan dengan laut atau tidak mempunyai pantai. Desa bukan pesisir terdiri atas:

204

Page 23: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

a) Desa lembah/daerah aliran sungai (DAS) adalah desa/kelura-han yang wilayahnya sebagian besar merupakan daerah cekungan/ledokan di sekitar aliran sungai atau berada di antara dua buah gunung/ bukit.

b) Desa lereng/punggung bukit adalah desa/kelurahan yang wilayahnya sebagian besar berada di lereng/punggung bukit atau gunung.

c) Desa dataran adalah desa/kelurahan yang sebagian besar wilayahnya rata.

Letak Desa/Kelurahan Kawasan hutan adalah tertentu yang ditujukan dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk keberadaannya sebagai hutan tetap. 2. Kependudukan Penduduk dan Keluarga Jumlah penduduk dan keluarga dihitung berdasarkan keadaan terakhir. a. Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di desa tersebut

selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap. Banyaknya penduduk desa/kelurahan yang dicatat adalah jumlah penduduk yang tercatat pada saat pencacahan.

b. Keluarga adalah sekelompok orang yang mempunyai hubungan darah terdiri dari bapak, ibu dan anak atau mempunyai kartu keluarga sendiri.

c. Keluarga pertanian adalah keluarga yang sekurang-kurangnya satu anggota keluarga melakukan kegiatan bertani/berkebun, menanam tanaman kayu-kayuan, beternak ikan di kolam, karamba maupun tambak; menjadi nelayan, melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak/unggas, atau be-rusaha dalam jasa pertanian.

d. Pra Keluarga Sejahtera (Pra KS) adalah keluarga yang belum memenuhi salah satu atau lebih syarat berikut: 1) Bisa makan dua kali sehari atau lebih, 2) Mempunyai pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan, 3) Lantai rumah bukan tanah, dan 4) Bila anaknya sakit dibawa berobat ke sarana/petugas

kesehatan.

205

Page 24: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

Keluarga Sejahtera Tahap I (KS I) adalah keluarga yang sudah memenuhi syarat berikut: 1) Bisa makan dua kali sehari atau lebih, 2) Sudah mempunyai pakaian yang berbeda untuk keperluan yang

berbeda, 3) Lantai rumah bukan terbuat dari tanah, dan 4) Sudah sadar membawa anaknya yang sakit ke sarana/petugas

kesehatan.

Sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk Sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk adalah sektor atau bidang usaha di mana sebagian besar penduduknya memperoleh penghasilan/pendapatan.

a. Pertanian meliputi pertanian tanaman pangan dan tanaman pertanian lainnya; peternakan; jasa pertanian dan peternakan; kehutanan dan penebangan hutan; perburuan/penangkapan, dan pembiakan binatang liar; perikanan laut dan darat.

b. Pertambangan dan penggalian adalah kegiatan/lapangan usaha di bidang pertambangan dan penggalian, seperti pertambangan batu bara, minyak dan gas bumi, biji logam, penggalian batu batuan, tanah liat, pasir, penambangan dan penggalian garam, pertambangan mineral bahan kimia dan bahan pupuk, penambangan gips, aspal, dan lain-lain.

c. Industri pengolahan adalah kegiatan pengubahan bahan dasar menjadi barang jadi/setengah jadi, dari kurang nilainya menjadi barang lebih tinggi nilainya. Secara garis besar industri meliputi: 1) Industri makanan, minuman dan tembakau; 2) Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit; 3) Industri barang dari kayu, termasuk perabot rumahtangga; 4) Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan

penerbitan; 5) Industri kimia dan bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet

dan plastik;

206

Page 25: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

6) Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak dan batu bara;

7) Industri logam dasar; 8) Industri barang dari logam, mesin dan peralatan; dan 9) Industri pengolahan lainnya.

d. Perdagangan besar/eceran, rumah makan dan akomodasi adalah kegiatan jual beli barang termasuk juga usaha restoran/rumah makan dan minuman, katering, restorasi di kereta api, kafetaria, kantin, warung, penginapan (hotel, motel, hostel, dan losmen).

e. Jasa adalah kegiatan yang menghasilkan jasa dengan tujuan untuk dijual baik seluruhnya atau sebagian, meliputi: 1) Real estate, jasa persewaan, dan jasa perusahaan; 2) Jasa pendidikan; 3) Jasa kesehatan dan kebersihan; 4) Jasa dan kegiatan sosial; 5) Jasa rekreasi, kebudayaan, olahraga; dan 6) Jasa perusahaan dan rumah tangga.

f. Lainnya adalah kegiatan yang bidang atau sektornya tidak termasuk pada rincian di atas seperti listrik, gas, air, konstruksi, transportasi, pergudangan, komunikasi dll.

3. Perumahan dan Lingkungan Hidup Keluarga pengguna listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN) adalah keluarga yang berlangganan listrik secara resmi dari PLN.

Keluarga pengguna listrik non-PLN adalah keluarga yang berlangganan listrik non -PLN, misalnya dari diesel/generator yang diusahakan sendiri atau diusahakan secara bersama, termasuk dari diesel/generator yang dibangkitkan sendiri (tidak diusahakan) dan hanya digunakan sendiri.

Jenis penerangan jalan utama desa/kelurahan adalah jenis penerangan yang ada pada jalan utama desa/kelurahan misalnya, listrik PLN, listrik non PLN, non- listrik atau tidak ada penerangan jalan utama. Penerangan jalan yang diusahakan oleh masyarakat walaupun sumbernya dari PLN dimasukkan listrik non-PLN.

207

Page 26: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

Bahan bakar untuk memasak adalah bahan bakar yang digunakan oleh sebagian besar penduduk di desa/kelurahan, misalnya, gas kota/LPG, minyak tanah, kayu bakar, arang, sekam, tempurung, briket batu bara dan biogas.

Sungai yang melintasi desa adalah sungai yang alirannya melalui wilayah desa/kelurahan, termasuk juga sungai yang menjadi batas desa/kelurahan.

Keluarga yang bertempat tinggal di bawah jaringan listrik tegangan tinggi

Dikatakan jaringan listrik tegangan tinggi apabila kawat yang melintas mempunyai tegangan listrik lebih dari 500 KV. Keluarga dan bangunan yang dicatat pada rincian ini adalah keluarga dan bangunan yang berada di bawah jaringan dan berjarak 20 meter dari lintasan jaringan tersebut (Permentamben No. 1.P/47/MTE/1992).

Permukiman mewah adalah kelompok permukiman yang oleh masyarakat setempat dianggap mewah. Permukiman kumuh adalah lingkungan hunian dan usaha yang ditandai oleh: a. Banyak rumah tidak layak huni, b. Banyak saluran pembuangan limbah macet, c. Penduduk/bangunan sangat padat, d. Banyak penduduk buang air besar tidak di jamban, dan e. Biasanya berada di areal marginal (seperti di tepi sungai, pinggir rel

kereta api).

Pencemaran lingkungan adalah suatu hal, hasil, atau cara/proses kerja yang mencemari lingkungan hidup seperti yang ditimbulkan oleh limbah pabrik, pemakaian pupuk kimia pada tanaman, limbah keluarga/pasar/pertokoan/perkantoran dan sebagainya.

Pencemaran lingkungan di suatu daerah ditunjukkan oleh adanya penyakit-penyakit tertentu pada manusia atau hewan, kerusakan atau matinya tanaman, perubahan fisik dan kimia lingkungan, yang dapat berupa perubahan yang khas pada tumbuhan atau hewan.

208

Page 27: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

Pengaduan masalah pencemaran adalah pengaduan pencemaran yang dilaporkan minimal sampai dengan Kepala Desa/Lurah. Penggalian golongan C adalah kegiatan di bidang pertambangan dan penggalian, seperti batu/koral, pasir, kapur, belerang, kaolin, pasir kwarsa, tanah liat dan lainnya seperti batu koral, aspal, gips, dan gamping. 3.4. Antisipasi dan Kejadian Bencana Alam

Bencana alam adalah peristiwa alam yang menimbulkan kesengsaraan, kerusakan, kerugian, dan penderitaan penduduk. Tidak termasuk bencana adalah peristiwa kerusakan yang disebabkan karena hama tanaman atau wabah. Bencana lainnya misalnya angin topan dan sebagainya. Bencana alam yang dicatat yaitu bencana yang terjadi dalam 3 tahun terakhir. Jumlah bencana dihitung berdasarkan rangkaian kejadian.

209

Page 28: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

Daftar Pustaka

BPS, 2005. “Pedoman Petugas Lapangan Pendataan Potensi Desa 2005”. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

BPS, 2005. “Statistik Potensi Desa Indonesia 2005”. Badan Pusat Statistik.Jakarta.

Hasbullah, Jousairi 2006. “Podes dan Indikator Pembangunan Wilayah”. Makalah dalam Diskusi Litbang Kompas. Jakarta

Hasbullah, Jousairi 2006. “Tentang Data Podes dan Manfaatnya”. Makalah Pada Pelatihan Instruktur Nasional Podes, April 2005.

Bappenas, 2004. “Indonesia: Laporan Perkembangan Pencapaian Pembangunan Milenium”. Bappenas.Jakarta

210

Page 29: Indikator Target Pembangunan Desa-Desa

Ringkasan: Salah satu agenda, dari delapan agenda, the Millenium Summit, September 2000,yang diikuti oleh 189 negara, adalah memastikan keberlanjutan lingkungan hidup. Ada beberapa hal yang menjadi fokus antara lain, penduduk memiliki akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar yang layak pada tahun 2015, dan mencapai perbaikan berarti kehidupan penduduk miskin yang tinggal di daerah kumuh pada tahun 2020.

Terkait dengan hal tersebut diperlukan ketersediaan data yang cukup baik untuk perencanaan, monitoring, maupun eveluasi program, salah satu sumber data itu adalah hasil pendataan Potensi Desa (Podes) yang informasinya cukup kaya tetapi selama ini belum begitu banyak dimanfaatkan. Pendataan Podes ini dilakukan tiga kali dalam 10 tahun (setiap menjelang kegiatan sensus). Podes terakhir adalah pendataan Podes tahun 2005. Beberapa jenis data yang terkait dengan lingkungan hidup antara lain penggunaan bahan bakar untuk rumah tangga, pola pembuangan sampah, tempat buang air besar, penggunaan air sungai, keluarga yang tinggal di bantaran sungai dan di bawah jaringan listrik tegangan tinggi, permukiman kumuh, pencemaran lingkungan hidup dan beberapa informasi yang lain. Dalam konteks otonomi daerah, data jenis ini juga sangat diperlukan untuk merancang pembangunan wilayah yang sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

211