pembahasan granul basah

5
PEMBAHASAN Granuilasi basah adalah Proses pencampuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi. Prinsipnya adalah Membasahi massa tablet dengan larutan pengikat tertentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula, kemudian massa basah tersebut digranulasi. Praktikum formulasi teknologi sediaan padat, kelompok kami mendapatkan zat aktif CTM (Chlorpeniramin Maleat) yang di indikasikan sebagai antihistamin. Pada rancangan praformulasi awal kami merencanakan untuk menggunakan bahan-bahan eksipien sebagai berikut:: Bahan K1 K2 CTM sebagaizataktif 4 m g 4 m g Am protab sebagaibahan penghancur 5 % 5 % M usilago am protab 10% sebagaibahan pengikat qs qs Talkum dan M agnesium stearat(9:1)sebagaibahan pelincir 2 % 2 % Laktosa sebagaibahan pengisi add 100% - Am ilum batang kelapa saw it sebagaibahan pengisi - add 100 % K eterangan :Form ulasitabletdibuatdengan berat200 m g/tablet. K1 = Laktosa 100% K2 = A m ilum batang kelapa saw it100% Berdasarkan literatur zat aktif yang kami gunakan CTM

Upload: nurul-ramadhani-islami

Post on 18-Feb-2015

426 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

ccc

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBAHASAN granul basah

PEMBAHASAN

Granuilasi basah adalah Proses pencampuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi

partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat

sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi. Prinsipnya adalah Membasahi massa

tablet dengan larutan pengikat tertentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula,

kemudian massa basah tersebut digranulasi.

Praktikum formulasi teknologi sediaan padat, kelompok kami mendapatkan zat aktif

CTM (Chlorpeniramin Maleat) yang di indikasikan sebagai antihistamin. Pada rancangan

praformulasi awal kami merencanakan untuk menggunakan bahan-bahan eksipien sebagai

berikut:: Formula Tablet

Bahan K1 K2

CTM sebagai zat aktif 4 mg 4 mg

Amprotab sebagai bahan penghancur

5 % 5 %

Musilago amprotab 10% sebagai bahan pengikat

qs qs

Talkum dan Magnesium stearat (9:1) sebagai bahan

pelincir

2 % 2 %

Laktosa sebagai bahan pengisi

add 100% -

Amilum batang kelapa sawit sebagai bahan pengisi

- add 100 %

Keterangan : Formulasi tablet dibuat dengan berat 200 mg/tablet. K1 = Laktosa 100% K2 = Amilum batang kelapa sawit 100%

Berdasarkan literatur zat aktif yang kami gunakan CTM (Chlorpeniramin Maleat)

stabil dalam larutan, tahan terhadap pemanasan serta memiliki dosis lazim yang kecil.

Metode yang cocok untuk pembuatan tablet CTM menggunakan metode granulasi basah.

Pada metode ini terlebih dahulu kami buat larutan pengikat, larutan pengikat yang

ditambahkan ini memiliki peranan yang cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk

di antara partikel dan kekuatan ikatannya akan meningkat bila jumlah cairan yang

ditambahkan meningkat, gaya tegangan permukaan dan tekanan kapiler paling penting pada

Page 2: PEMBAHASAN granul basah

awal pembentukan granul. Larutan pengikat yang kami gunakan adalah mucilago amprotab.

Amprotab yang sudah ditimbang disuspensikan dengan 20 ml aquades panas secara

perlahan.Setelah mucilago amprotab jadi, dimasukan sedikit demi sedikit ke dalam campuran

zat aktif yaitu CTM, laktosa sbg pengisi dan amprotab sebagai penghancur sampai terbentuk

masa yang dapat dikepal (banana breaking) . Setelah diperoleh masa yang kira-kira sudah

dapat dikepal (banana breaking) penambahan mucilago dihentikan. Adapun pada saat

penimbangan laktosa, dilebihkan sebesar 5% dari angka sebelumnya. Hal ini dikarenakan,

pada saat menggerus di lumpang, zat2 tersebut melekat pada pori2 lumpang. Untuk

mengatasinya, dilebihkan laktosa 5% sebagai antisipasi masuknya zat pada pori lumpang.

kemudian, dalam praktikum ini kami terlalu banyak menuangkan mucilago, sehingga

adonan menjadi sangat lembek. Hal ini kurang baik, sehingga ditambahkan laktosa 3 gr.

Tahap selanjutnya adalah tahapan pengayakan. Pada metode ini pengayakan

dilakukan sebanyak 2 kali. Pertama kali dilakukan pengayakan basah dengan nomor yang

lebih kecil, namun pada praktikum ini ayakan yang digunakan dengan pengayak yang sama.

Setelah semua masa selesai diayak maka massa tersebut dimasukan ke dalam oven dan

dibiarkan 2 jam pada suhu 600C. Kemudian mengayak massa granul yang telah kering.

Setelah itu, ditambahkan lubrikan yaitu talk dan mg stearat. Seharusnya setelah proses ini,

pencetakan tablet sudah dapat dilaksanakan, namun dalam praktikum ini tidak kami lakukan.

KESIMPULAN

Pemakaian laktosa yang dibarengi dengan pemakain mucilago amili dikhawatirkan

akan menghasilkan tablet yang sangat keras. Maka atas pertimbangan tersebut

akhirnya kami merubah pengisi tablet menjadi avicel PH 102 dengan harapan dapat

diperoleh hasil tablet yang lebih baik

Metode pembuatan tablet yang kami pilih untuk zat aktif parasetamol adalah metode

granulasi basah, karena berdasarkan literatur, zat aktif yang kami gunakan stabil

dalam larutan dan tahan terhadap pemanasan

Pada saat pembuatan mucilago amili perlu diingat, bahwa yang ditambahkan adalah

suspensi amilum ke dalam air panas yang massanya lebih banyak bukan air panas

yang ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam suspensi amilum. Karena apabila air

panas yang ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam suspensi amilum, maka akn

terbentuk massa yang keras

Page 3: PEMBAHASAN granul basah

Kompresibilitasnya tablet yang kami dapat sebesar 27%, kompresibilitas granul

dengan nilai tersebut tergolong buruk karena standar kompresibilitas granul yang baik

adalah < 20%. Nilai kompresibilits yang buruk ini dapat disebabkan karena terlalu

banyaknya fines yang terkandung dalam granul, dengan kata lain granul yang

terbentuk tidak sempurna pada saat proses pembuatan granul (terlalu banyak granul

yang kembali menjadi fines setelah pengayakan pertama). Granul yang tidak

terbentuk ini dapat disebabkan karena larutan pengikat (pasta amilum) yang kami buat

belum terbentuk sempurna disamping itu juga kurangnya larutan pengikat yang kami

gunakan sehingga massa kepal yang terbentuk tidak sempurna sehingga pada saat

pengayakan pertama banyak granul yang kembali menjadi fines

Waktu hancur tablet yang kami dapat tergolong sangat mudah larut. Seperti halnya

kompresibilitas hal ini dapat disebabkan oleh terlalu banyaknya fines yang terkandung

dalam granul, dengan kata lain granul yang terbentuk tidak sempurna pada saat proses

pembuatan granul (terlalu banyak granul yang kembali menjadi fines setelah

pengayakan pertama). Dalam hal ini pengikat sangat berperan karena dalam waktu

hancur yang berperan adalah daya ikat internal, yaitu ikatan antar granul. Pada

dasarnya tablet yang kami hasilkan ini tidak terlihat rapuh bahkan sepertinya sangat

kuat namun pada kenyataannya setelah diuji waktu hancurnya ternyata tablet kami

sangatlah mudah hancur. Kemungkinan tablet yang kami buat ini terbentuk karena

kempaan yang kami paksakan (karena pembuatan secara manual) bukan karena

pengaruh pengikat

Dalam evaluasi pembuatan tablet, tablet yang kami hasilkan memiliki waktu hancur

yang relatif cepat, dengan friabilitas yang tergolong buruk. Permasalahan ini

diakibatkan oleh kurangnya pengikat dalam formulasi atau rancangan awal

pembuatan. Analisa solusi kami terhadap permasalahan ini antara lain dengan

melakukan granulasi ulang yang secara langsung berimplikasi pada penambahan

pengikat. Maka fase dalam akan berlebih dari rancangan awal. Atas kelebihan ini,

fase luar harus diseimbangkan.