pembahasan

111
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, pendidikan merupakan proses kegiatan yang ditujukan untuk mempengaruhi manusia secara pribadi maupun kelompok supaya berkemampuan mengadakan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses tersebut dilaksanakan secara sistematis, terorganisir dan terencana, serta senantiasa diawasi, dinilai, dan dikembangkan secara terus-menerus. Pendidikan ialah mempersiapkan dan menumbuhkan anak didik atau individu manusia yang prosesnya berlangsung secara terus menerus sejak ia lahir sampai meninggal dunia. Yang dipersiapkan dan ditumbuhkan itu meliputi aspek jasmani, akal, dan rohani sebagai suatu kesatuan tanpa mengenyampingkan salah satu aspek dan melebihkan aspek lain, yang diarahkan agar ia menjadi manusia yang berdayaguna dan berhasil guna bagi dirinya dan bagi umatnya, serta dapat memperoleh suatu kehidupan yang sempurna (Ilyas, 1995 : 23-24). 1

Upload: dani-al-fath

Post on 13-Jan-2015

5.673 views

Category:

Education


4 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Pembahasan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara umum, pendidikan merupakan proses kegiatan yang ditujukan untuk

mempengaruhi manusia secara pribadi maupun kelompok supaya berkemampuan

mengadakan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses tersebut dilaksanakan

secara sistematis, terorganisir dan terencana, serta senantiasa diawasi, dinilai, dan

dikembangkan secara terus-menerus.

Pendidikan ialah mempersiapkan dan menumbuhkan anak didik atau individu

manusia yang prosesnya berlangsung secara terus menerus sejak ia lahir sampai

meninggal dunia. Yang dipersiapkan dan ditumbuhkan itu meliputi aspek jasmani, akal,

dan rohani sebagai suatu kesatuan tanpa mengenyampingkan salah satu aspek dan

melebihkan aspek lain, yang diarahkan agar ia menjadi manusia yang berdayaguna dan

berhasil guna bagi dirinya dan bagi umatnya, serta dapat memperoleh suatu kehidupan

yang sempurna (Ilyas, 1995 : 23-24).

Pada tataran negara atau nasional, pendidikan diselenggarakan berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pendidikan Nasional diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan

pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, dengan memberi

keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik

dalam proses pembelajaran, mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung

bagi segenap warga masyarakat dan dengan memberdayakan semua komponen

1

Page 2: Pembahasan

masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan

pendidikan.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggung jawab (UUSPN No. 20 Tahun 2003, Bab II Pasal 3).

Sebagai upaya mencapai terlaksananya fungsi dan tujuan di atas, maka perlu

diselenggarakannya proses pendidikan yang pengelolaannya bisa dilakukan oleh

pemerintah, keluarga, dan masyarakat.Daradjat, dkk. (1992 : 34) mengatakan:

Tanggung jawab pendidikan diselenggarakan dengan kewajiban mendidik. Secara umum mendidik adalah membantu anak didik di dalam perkembangan dari daya-dayanya dan di dalam penetapan nilai-nilai. Bantuan atau bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Proses pendidikan dengan kewajiban mendidik seperti tersebut di atas, secara

konkritnya berupa diadakannya suatu jalur pendidikan, baik formal, informal maupun

nonformal. Jalur pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi. Jalur pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan,

sedangkan jalur pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan

formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab I Pasal 1 Ayat 11, 12, 13, dan Bab

VI Pasal 13 ayat 1).

2

Page 3: Pembahasan

Salah satu bagian dari jalur formal yang peranan dan kedudukannya sangat

penting dalam mencapai tujuan pendidikan adalah sekolah. Saat ini sekolah telah

menjadi lembaga yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama

karena masyarakat mempunyai keterbatasan, baik dari segi waktu, tenaga, ilmu, maupun

kesempatan dalam mendidik. Sekolah telah menjadi aset penting dan berharga dalam

mencetak generasi muda harapan bangsa. Melalui sekolah anak belajar membaca,

menulis, berhitung, belajar berinteraksi, belajar memahami orang lain, belajar

bersosialisasi, belajar mengalami miniatur kehidupan masyarakat, dan tentu mendapat

ilmu pengetahuan yang luas.

Berdasarkan jenjangnya, sebagai bagian dari pendidikan formal, sekolah terdiri

dari jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Jenjang pendidikan dasar

berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang

sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs),

atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan jenjang pendidikan menengah berbentuk

Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Adapun jenjang pendidikan tinggi adalah perguruan tinggi, dapat berbentuk akademi,

politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas (UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab VI

Pasal 13, 14, 17, 18, 20).

Dari jalur formal, maka sekolah merupakan jalur yang pada saat ini sangat

diperlukan keberadaannya, dan diharapkan mampu membawa individu ke arah

pencapaian cita-citanya. Di sekolah, salah satu bentuk nyata proses pendidikannya

3

Page 4: Pembahasan

adalah berupa proses belajar mengajar, yang menurut Syah (2006 : 237) pengertiannya

adalah:

Sebuah kegiatan yang integral (utuh terpadu) antara peserta didik sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar. Dalam kesatuan kegiatan ini terjadi interaksi resiprokal, yakni hubungan antara guru dengan para peserta didik dalam situasi instruksional, yaitu suasana yang bersifat pengajaran.

Kutipan di atas diperkuat pula oleh pernyataan Djamarah dan Zain (2006 : 1)

bahwa:

Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu telah dirumuskan sebelum pembelajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran.

Dari kedua kutipan tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ternyata

dalam proses belajar mengajar pasti melibatkan dua komponen penting, yakni pendidik

(guru) dan peserta didik (peserta didik).

Khusus berkaitan dengan guru, guru sebagai pendidik ataupun pengajar

merupakan faktor penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan. Itulah sebabnya setiap

pembicaraan mengenai pembaruan kurikulum, pengadaan alat-alat belajar sampai pada

kriteria sumber daya manusia yang dihasilkan oleh usaha pendidikan, selalu bermuara

pada guru. Hal ini menunjukkan betapa signifikan (berarti penting) posisi guru dalam

dunia pendidikan (Syah, 2006 : 223).

Tugas guru adalah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh

potensi anak didik, baik potensi psikomotor, kognitif, maupun potensi afektif. Mendidik

adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar,

4

Page 5: Pembahasan

sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh,

membiasakan, dan lain-lain. Dalam pendidikan di sekolah, tugas guru sebagian besar

adalah mendidik dengan cara mengajar (Tafsir, 1992 : 74). Hal ini sesuai dengan arti

guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud RI, 1995: 250) sebagai orang

yang pekerjaannya mengajar.

Dikarenakan peran dan fungsi guru sangat penting, maka guru harus memiliki

berbagai kemampuan, salah satunya adalah kemampuan dalam menerapkan model

pembelajaran yang tepat ketika proses pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran

memiliki banyak sekali jenis dan macamnya, hal ini perlu disesuaikan dengan situasi

dan kondisi kegiatan pembelajaran yang tepat bagi peserta didik dan tentunya juga

disesuaikan dengan jenjang atau tingkatan pendidikan agar menunjang keberhasilan

belajar peserta didik.

Penggunaan model pembelajaran yang tepat sering tidak terpikirkan oleh guru,

kebanyakan guru lebih sering menggunakan model pembelajaran yang monoton yang

berpusat pada guru, guru dianggap sebagai sumber belajar yang paling benar. Proses

pembelajaran yang terjadi memposisikan peserta didik sebagai pendengar ceramah guru,

sementara peserta didik mencatatnya pada buku catatan, akibatnya proses belajar

mengajar cenderung membosankan dan menjadikan peserta didik tidak aktif selama

proses pembelajaran berlangsung. Hal ini akan sangat berpengaruh pada prestasi belajar

yang didapat oleh peserta didik. Kesan yang selama ini terjadi bahwa peserta didik

sering menjadi objek yang dipersalahkan ketika tidak mampu menyerap materi

pelajaran yang disampaikan oleh guru. Sehingga berbagai predikat pun kadang

diberikan kepada peserta didik, misalnya pemalas, tidak memperhatikan penjelasan

5

Page 6: Pembahasan

guru, nakal, bodoh dan lain-lain. Padahal boleh jadi penyebeb ketidakmampuan peserta

didik dalam menyerap materi pelajaran yang diberikan bermula dari proses

pembelajaran yang tidak menarik dan cenderung membosankan, sebagai akibatnya

peserta didik menjadi malas dan tidak tertarik terhadap materi pelajaran yang

disampaikan.

Beranjak dari permasalahan diatas, sudah saatnya guru untuk mengubah

paradigma mengajar yang masih bersifat teacher-centre menjadi student-centre yang

menyenangkan. Sikap peserta didik yang pasif selama proses pembelajaran ternyata

tidak hanya terjadi pada mata pelajaran tertentu saja, akan tetapi hampir pada semua

mata pelajaran, termasuk pada mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), di

sekolah yang menjadi tempat penelitian penulis yaitu SDN III Gunungcupu Kecamatan

Sindangkasih Kabupaten Ciamis. Pembelajaran IPA masih menunjukan sejumlah

kelemahan diantaranya yaitu pada saat proses pembelajaran berlangsung, peserta didik

tidak ikut aktif dan hanya mencatat apa yang disampaikan guru. Prestasi belajar peserta

didik di sekolah tersebut kurang memuaskan. Perolehan nilai mata pelajaran IPA dari

peserta didik yang berjumlah 50 orang, baru 21 orang yang mencapai nilai 70 ke atas

KKM sebesar 70.

Dalam rangka merubah atau meningkatkan prestasi belajar peserta didik yang

rendah itu, maka akan dicoba menerapkan dua model pembelajaran yaitu model

pembelajaran concept attainment dan problem based learning. Dari kedua model

pembelajarn tersebut akan dilihat model pembelajaran mana yang tepat bagi mata

pelajaran IPA di kelas V SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten

Ciamis.

6

Page 7: Pembahasan

Dari latar belakang permasalahan tersebut diatas maka dalam penelitian ini

penulis mengambil judul “ PERBANDINGAN PRESTASI BELAJAR PESERTA

DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN

CONCEPT ATTAINMENT DENGAN PROBLEM BASED LEARNING ”

(Penelitian pada mata pelajaran IPA materi Alat Pernapasan Ikan di Kelas V SDN

III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran

2012/2013).

B. Rumusan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini berkenaan dengan penerapan model

pembelajaran concept attainment dan problem based learning pada mata pelajaran IPA

di kelas V SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana prestasi belajar peserta didik kelas V pada mata pelajaran IPA

melalui penggunaan model pembelajaran concept attainment di SDN III

Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis?

2. Bagaimana prestasi belajar peserta didik kelas V pada mata pelajaran IPA

melalui penggunaan model pembelajaran problem based learning di SDN III

Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis ?

3. Bagaimana perbedaan prestasi belajar peserta didik antara yang melalui

penggunaan model pembelajaran concept attainment dengan problem based

learning?

7

Page 8: Pembahasan

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Prestasi belajar peserta didik kelas V pada mata pelajaran IPA SDN III

Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis melalui penggunaan

model pembelajaran concept attainment.

2. Prestasi belajar peserta didik kelas V pada mata pelajaran IPA SDN III

Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis melalui penggunaan

model pembelajaran problem based learning.

3. Persamaan dan perbedaan prestasi belajar peserta didik antara yang melalui

penggunaan model pembelajaran concept attainment dengan problem based

learning.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan banyak manfaat bagi dunia

pendidikan, khususnya dalam proses kegiatan belajar mengajar agar tujuan

pembelajaran dapat tercapai.

2. Manfaat Praktis

1. Bagi peserta didik

a. Meningkatkan aktifitas peserta didik dalam proses pembelajaran

b. Meningkatkan prestasi belajar peserta didik

8

Page 9: Pembahasan

2. Bagi Guru

a. Mendapatkan pengalaman dan wawasan tentang model pembelajaran

concept attainment dan problem based learning.

b. Mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran concept attainment

dan problem based learning. terhadap prestasi belajar peserta didik dalam

mata pelajaran IPA.

3. Bagi Sekolah

a. Dapat memberi motivasi terhadap guru-guru lain dalam hal peningkatan

proses pembelajaran.

b. Meningkatkan kompetensi guru yang berdampak positif terhadap kemajuan

sekolah.

c. Meningkatkan kinerja guru.

9

Page 10: Pembahasan

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi Belajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas RI, 2000 : 515), kata

prestasi berarti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Dengan demikian

prestasi belajar adalah hasil optimal yang dicapai oleh peserta didik secara sadar setelah

ia melakukan serangkaian kegiatan belajar. Keberhasilan tersebut mencakup

keberhasilan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Benyamin S. Bloom, seperti

yang dikutip Maolani (2008 : 66-70), menguraikan tentang aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor sebagai berikut:

1. Kognitif (Cognitive)

Domain kognitif berkenaan dengan perilaku yang berhubungan dengan berpikir,

mengetahui dan pemecahan masalah. Domain ini memiliki enam tingkatan, dari yang

sederhana sampai yang kompleks. Keenam tingkatan tersebut adalah:

a. Pengetahuan (Knowledge): berhubungan dengan mengingat kepada bahan yang

sudah dipelajari sebelumnya. Dengan istilah lain pengetahuan juga disebut recall

(pengingatan kembali). Pengetahuan dapat menyangkut bahan yang luas maupun

sempit, seperti fakta (sempit) atau teori (luas). Namun apa yang diketahui hanya

sekedar informasi yang dapat diingat saja. Oleh karena itu tingkatan domain

kognitif pengetahuan adalah rendah. Contoh kata kerja operasionalnya:

10

Page 11: Pembahasan

menyebutkan, menunjukkan, mengidentifikasi, menjodohkan, memilih,

menyatakan, mendefinisikan.

b. Pemahaman (Comprehension): Pemahaman adalah kemampuan memahami arti

suatu bahan pelajaran, seperti menafsirkan, menjelaskan atau menerangkan suatu

pengertian. Kemampuan ini lebih tinggi daripada pengetahuan. Contoh kata kerja

operasionalnya: menjelaskan, menguraikan, merumuskan, merangkum, mengubah,

menyadur, mermalkan, menyimpulkan, memperkirkan, menggantikan, menarik

kesimpulan.

c. Penerapan (Aplication): Penerapan adalah kemampuan menggunakan atau

menafsirkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi

yang konkrit. Seperti menerapkan suatu dalil, metode, konsep, prinsip, atau teori.

Kemampuan ini lebih tinggi daripada pemahaman. Contoh kata kerja

operasionalnya: mendemonstrasikan, menghitung, menghubungkan,

menghasilkan, melangkapi, menyediakan, menemukan.

d. Analisis (Analysis): Kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam

komponen atau bagian-bagian, sehingga susunannya dapat dimengerti.

Kemampuan ini meliputi mengenal bagian-bagian, hubungan antar bagian serta

prinsip yang digunakan dalam organisasinya. Contoh kata kerja operasionalnya:

memisahkan, menerima, menyisihkan, menghubungkan, membandingkan,

mempertentangkan, membagi, membuat diagram, menunjukkan hubungan.

e. Sintesis (Synthesis): kemampuan menghimpun bagian ke dalam suatu

keseluruhan. Seperti merumuskan tema rencana atau melihat hubungan abstrak

dari berbagai informasi/fakta. Kemampuan ini semacam kemampuan merumuskan

11

Page 12: Pembahasan

suatu pola atau struktur baru berdasarkan kepada berbagai informasi atau fakta.

Contoh kata kerja operasionalnya: mengkategorikan, mengkombinasikan,

mengarang, menciptakan, mendesain, mengatur, menyusun kembali,

menyimpulkan, merancang, membuat pola.

f. Evaluasi (Evaluation): Kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu

berdasarkan pada maksud atau kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dapat

bersifat internal (seperti organisasinya) atau eksternal (relevansinya untuk maksud

tertentu). Contoh kata kerja operasionalnya: memperbandingkan, mengkritik,

mengevaluasi, membuktikan, menafsirkan, membahas, manksir, membedakan,

melukiskan.

2. Afektif (Affective)

Domain ini berkaitan dengan sikap, rasa, nilai-nilai, interes (minat), apresiasi,

dan penyesuaian perasaan sosial. Domain ini mempunyai lima tingkatan:

a. Penerimaan (Receiving): Keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau

rangsangan tertentu. Hal ini menyangkut kegiatan: mendengar dengan penuh

perhatian, menunjukkan kesadaran pentingnya belajar, menunjukkan kepekaan

terhadap kebutuhan manusia dan masalah sosial, menerima perbedaan ras dan

budaya, meperhatikan dengan sungguh-sungguh kegiatan di kelas. Contoh kata

kerja operasionalnya: menanyakan, memilih, menjawab, melanjutkan, memberi,

menyatakan, menempatkan.

b. Menanggapi (Responding): Menunjukkan kepada partisipasi aktif dalam kegiatan

tertentu, seperti menyelesaikan pekerjaan rumah (PR), mentaati peraturan,

mengikuti diskusi kelas, menyelesaikan pekerjaan di laboratorium, tugas khusus,

12

Page 13: Pembahasan

atau menolong orang lain. Contoh kata kerja operasionalnya: melaksanakan,

membantu, menawarkan diri, menyambut, menolong, mendatangi, melaporkan,

menyumbangkan, menyesuaikan diri, menyatakan persetujuan, mempraktikkan.

c. Berkeyakinan (Valuing): Penerimaan nilai tertentu pada diri individu, seperti

menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi terhadap sesuatu, sikap

ilmiah atau kesungguhan kerja (komitmen) untuk melakukan sesuatu peningkatan

kehidupan sosial. Contoh kata kerja operasionalnya: menunjukkan, menyatakan

pendapat, memilih, membela, membenarkan, menolak, mengajak.

d. Pengorganisasian (Organizing): Penerimaan terhadap berbagai nilai yang berbeda-

beda berdasarkan pada suatu system nilai tertentu yang lebih tinggi, seperti

menyadari pentingnya keselarasan antara hak dan tanggung jawab, bertanggung

jawab terhadap perbuatan yang dilakukan, memahami dan menerima kelebihan

dan kekurangan diri sendiri, atau menyadari peranan perencanaan dalam

pemecahan masalah. Contoh kata kerja operasionalnya: merumuskan,

mengintegrasikan, menghubngkan, mengaitkan, menyusun, mengubah,

melengkapi, menyempurnakan, menyamakan, mempertahankan, memodifikasi.

e. Karakterisasi (Characterization): Pada taraf ini individu sudah memiliki sistem

nilai yang selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai tertentu,

seperti bersikap obyektif terhadap segala hal. Pada tingkat ini proses internalisasi

nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai itu telah

tertanam secara konsisten pada sistemnya di dalam dirinya, telah efektif

mengontrol tingkah laku pemiliknya dan mempengaruhi emosinya. Pandangan

hidupnya berupa keyakinan pada diri sendiri yang mampu menghasilkan kesatuan

13

Page 14: Pembahasan

dan konsistensi dalam berbagai aspek kehidupan. Sikap batin peserta didik telah

benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki philosophy of life yang mapan. Contoh

kata kerja operasionalnya: bertindak, memperlihatkan, melayani, membuktikan,

mempertimbangkan, mempersoalkan.

3. Psikomotor (Psychomotor)

Domain ini berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual dan

motorik. Meliputi:

a. Persepsi (Perception): Berkenaan dengan penggunaan indera dalam melakukan

kegiatan, seperti mengenal kerusakan mesin dari suaranya yang sumbang atau

menghubungkan suara musik dengan tarian tertentu. Contoh kata kerja

operasionalnya: memilih, membedakan, mempersiapkan, menunjukkan,

mengidentifikasi, menghubungkan.

b. Kesiapan melakukan sesuatu (Set): Berkenaan dengan kesiapan untuk melakukan

suatu kegiatan tertentu, termasuk di dalamnya mental set (kesiapan mental),

physical set (kesiapan fisik) atau emosional set (kesiapan emosi) untuk melakukan

suatu tindakan. Contoh kata kerja operasionalnya: memulai, bereaksi,

memprakarsai, menanggapi, mempertunjukkan.

c. Mekanisme (Mechanism): berkenaan dengan penampilan respons yang sudah

dipelajari dan sudah menjadi kebiasaan, sehingga gerakan yang ditampilkan

menunjukkan kepada suatu kemahiran, seperti menulis halus, menari, mengatur

laboratorium. Contoh kata kerja operasionalnya: mengoperasikan, membangun,

memasang, membongkar, memperbaiki, mengerjakan, menyusun, menggunakan.

14

Page 15: Pembahasan

d. Respons terbimbing (Guided Respons): Seperti peniruan (imitasi), yakni

mengikuti, mengulangi perbuatan yang diperintahkan/ditunjukkan oleh orang lain,

atau trial and error (coba-coba). Contoh kata kerja operasionalnya:

mempraktikkan, memainkan, mengerjakan, membuat, mencoba, memasang,

membongkar.

e. Kemahiran (Complex Overt Respons): Berkenaan dengan penampilan gerakan

motorik dengan keterampilan penuh. Kemahiran yang dipertunjukkan biasanya

cepat, dengan hasil yang baik namun menggunakan sedikit tenaga, seperti

keterampilan dalam menyetir (mengendarai mobil). Contoh kata kerja

operasionalnya: merakit, membuat, menyusun.

f. Adaptasi (Adaptation): Berkenaan dengan keterampilan yang sudah berkembang

pada diri individu sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi pola

gerakannya sesuai dengan situasi tertentu, seperti kita lihat pada orang bermain

tenis, pola-pola gerakan disesuaikan dengan kebutuhan mematahkan serangan

lawan. Contoh kata kerja operasionalnya: memodifikasikan, mengkombinasikan.

g. Originasi (Origination): Menunjukkan kepada penciptaan pola gerakan baru

untuk disesuaikan dengan situasi atau masalah tertentu. Biasanya hal ini dapat

dilakukan oleh orang yang sudah mempunyai keterampilan tinggi, seperti

menciptakan tarian, komposisi musik atau mode pakaian.

15

Page 16: Pembahasan

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik tidak ada

bedanya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar peserta didik. Menurut

Rostiyah (1989 : 30), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan

sebagai berikut:

1. Faktor internal, yaitu faktor yang menyangkut seluruh diri pribadi, termasuk

fisik maupun mental atau psikofisiknya yang ikut menentukan berhasil tidaknya

seseorang dalam belajar.

2. Faktor eksternal, adalah faktor yang bersumber dari luar individu yang

bersangkutan, misalnya ruang belajar yang tidak memenuhi syarat, alat-alat

pengajaran yang tidak memadai dan lingkungan sosial maupun lingkungan

alamiahnya.

Sementara Slameto (1980 : 56-74), mengklasifikasikan faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar sebagai berikut:

1. Faktor intern

Dalam faktor intern ini terbagi atas tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor

psikologi dan faktor kelelahan. Lalu faktor jasmaniah meliputi: faktor

kesehatan, cacat tubuh. Faktor psikologi meliputi: intelegensi, perhatian,

minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. Sedang faktor kelelahan

meliputi: kelelahan jasmani dan rohani.

2. Faktor ekstern

Dalam faktor ekstern ini terbagi atas tiga, yaitu: faktor keluarga, faktor

sekolah dan faktor masyarakat. Dalam faktor keluarga yang mempengaruhi

16

Page 17: Pembahasan

yaitu: Cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana

rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga. Kemudian faktor sekolah

meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan peserta didik,

relasi peserta didik dengan peserta didik disiplin sekolah, pelajaran dan

waktu sekolah, standar pengajaran, keadaan gedung, metode belajar dan

tugas rumah. Sedang faktor masyarakat yang mempengaruhinya adalah

kegiatan peserta didik dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan

bentuk kehidupan masyarakat.

Selanjutnya Purwanto (1997 : 101-102), mengemukakan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi belajar itu dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:

1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri, yang kita sebut dengan

faktor individual, dan

2. Faktor yang ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial. Yang termasuk

ke dalam faktor individual: kematangan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan

faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial yaitu: keluarga atau

keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan

dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan

motivasi sosial.

Pendapat yang lebih luas dikemukakan oleh Syah (2006 : 132). Menurutnya,

secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar peserta didik ada tiga macam,

yaitu:

1. Faktor Internal (faktor dari dalam peserta didik), yakni keadaan/kondisi jasmani

dan rohani peserta didik.

17

Page 18: Pembahasan

2. Faktor Eksternal (faktor dari luar peserta didik), yakni kondisi lingkungan di

sekitar peserta didik.

3. Faktor Pendekatan Belajar (Approach to Learning), yakni jenis upaya belajar

peserta didik yang meliputi strategi dan metode yang digunakan peserta didik

untuk melakukan kegiatan pembelajaran.

1. Faktor Internal Peserta didik

Faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik sendiri meliputi dua aspek,

yakni: 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah); 2) aspek psikologis (yang bersifat

rohaniah).

a. Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat

kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan

intensitas peserta didik dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah,

apalgi jika disertai pusing-pusing kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah

cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas.

Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, peserta didik dianjurkan

mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu peserta didik juga

dianjurkan memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadwal

secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting sebab perubahan pola makan-

minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan

semangat mental peserta didik itu sendiri.

Kondisi organ-organ khusus peserta didik seperti kesehatan indera pendengar

dan indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam

18

Page 19: Pembahasan

menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas. Daya

pendengaran dan penglihatan peserta didik yang rendah akan menyulitkan sensory

register dalam menyerap item-item informasi yang bersifat gema dan citra. Akibat

negatif selanjutnya adalah terhambatnya proses informasi yang dilakukan oleh sistem

memori peserta didik tersebut.

b. Aspek Psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi

kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran peserta didik. Namun di antara faktor-

faktor rohaniah peserta didik yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah:

1) tingkat kecerdasan/intelegensi peserta didik; 2) sikap peserta didik; 3) bakat peserta

didik; 4) minat peserta didik; 5) motivasi peserta didik.

Pertama, intelegensi. Intelegensi pada umumnya diartikan sebagai kemampuan

psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan

melalui cara yang tepat. Intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja,

melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi memang harus diakui

bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi manusia lebih menonjol

daripada peran-peran organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan menara pengontrol

hampir seluruh aktivitas manusia.

Tingkat kecerdasan peserta didik sangat berpengaruh terhadap pembelajaran.

Peserta didik yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi akan semakin memperbesar

peluangnya untuk meraih sukses dalam belajarnya. Sebaliknya, semakin rendah

kemampuan intelegensi peserta didik maka semakin kecil peluangnya untuk

memperoleh keberhasilan belajar.

19

Page 20: Pembahasan

Kedua, Sikap peserta didik. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif

berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap

terhadap obyek orang, benda, dan sebagainya, baik secara positif maupun negative.

Sikap peserta didik yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran merupakan

pertanda awal yang baik bagi proses pembelajaran. Sebaliknya, sikap peserta didik yang

negatif, apalagi diiringi dengan kebencian kepada guru dan mata pelajaran akan dapat

menimbulkan kesulitan belajar peserta didik tersebut.

Ketiga, bakat peserta didik. Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki

seseorang untuk mencapai keberhasilan padsa masa yang akan datang. Dalam

perkembangan selanjutnya, bakat kemudian diartikan sebagai kemampuan individu

untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan

latihan. Seorang peserta didik yang berbakat dalam bidang elektro misalnya, akan jauh

lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang berhubungan

dengan bidang tersebut dibanding peserta didik lainnya.

Keempat, minat peserta didik. Minat (interest) berarti kecenderungan dan

kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Seorang peserta

didik yang menaruh minat besar terhadap matematika misalnya, maka ia akan

memusatkan perhatian yang intensif terhadap materi tersebut, sehingga memungkin

dirinya untuk belajar giat.

Kelima, motivasi peserta didik. Motivasi ialah keadaan internal organisme yang

mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini motivasi berarti pemasok

daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi dibagi dua macam,

intrinsic dan ekstrinsik. Intrinsik adalah keadaaan yang berasal dari individu peserta

20

Page 21: Pembahasan

didik yang mendorongnya untuk belajar. Adapun ekstrinsik adalah keadaan yang datang

dari luar diri peserta didik yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar.

Kekurangan atau ketiadaan motivasi akan menyebabkan kurang bersemangatnya peserta

didik dalam melakukan proses pembelajaran, baik di sekolah maupun di rumah.

2. Faktor Eksternal Peserta didik

Faktor eksternal peserta didik terdiri dari dua macam, yaitu faktor lingkungan

sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

a. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-

teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang peserta didik. Para guru

yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri

teladan yang baik dan rajin khususnya dalam mengajar, dapat menjadi daya dorong

yang positif bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar.

Begitu juga lingkungan sosial peserta didik seperti masyarakat dan tetangga juga

teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan peserta didik tersebut. Kondisi

masyarakat di lingkungan kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak pengangguran

misalnya, akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar peserta didik. Paling tidak peserta

didik akan menemukan kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi atau

meminjam alat-alat belajar tertentu yang kebetulan belum dimilikinya.

Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar adalah

orangtua dan keluarga peserta didik sendiri. Sifat-sifat orangtua, praktik pengelolaan

keluarga, ketegangan keluarga, dan sebagainya, semuanya dapat memberi dampak baik

atau buruk terhadap kegiatan belajar peserta didik.

21

Page 22: Pembahasan

b. Lingkungan nonsosial

Yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah

tempat tinggal keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan

waktu belajar yang digunakan peserta didik. Faktor-faktor ini dipandang turut

menentukan tingkat keberhasilan belajar peserta didik. Contoh: kondisi rumah yang

sempit dan berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tak memiliki sarana

umum untuk kegiatan, akan mendorong peserta didik untuk berkeliaran ke tempat-

tempat yang sebenarnya tak pantas dikunjungi. Kondisi rumah dan perkampungan

seperti itu jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar peserta didik.

3. Faktor Pendekatan Belajar

Seperti dikemukakan di atas, bahwa pendekatan belajar (Approach to Learning),

yakni jenis upaya belajar peserta didik yang meliputi strategi dan metode yang

digunakan peserta didik untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Pendekatan ini sangat

berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan belajar peserta didik. Sebagai contoh, jika

peserta didik belajar dengan menggunakan pendekatan deep, maka ia akan belajar

dengan sungguh-sungguh dan memahami materi pelajaran secara mendalam. Beda

halnya dengan peserta didik yang menggunakan pendekatan surface, ia akan belajar asal

lulus saja, santai, berleha-leha, ia belajar hanya menjelang ulangan atau ujian saja, tidak

ada sedikitpun semangat untuk mendalam materi pelajaran dengan sungguh-sungguh.

4. Indikator Prestasi Belajar

Keberhasilan atau kegagalan dalam proses belajar mengajar merupakan sebuah

ukuran atas proses pembelajaran. Apabila merujuk pada rumusan operasional

22

Page 23: Pembahasan

keberhasilan belajar, maka belajar dikatakan berhasil apabila memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi,

baik secara individual maupun kelompok.

2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran khusus telah dicapai oleh

peserta didik, baik secara individual maupun kelompok.

3. Terjadinya proses pemahaman dan penguasaan materi oleh peserta didik, baik

yang bersifat kognitif, afektif, maupun psikomotor.

B. Model Pembelajaran Concept Attainment dan Problem Based Learning

1. Pengertian Model Pembelajaran Concept Attainment

Model pembelajaran concept attainment dibangun berkaitan

dengan studi berpikir peserta didik yang dilakukan oleh Bruner,

Goodnow, dan Austin seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo

(2009 : 1). Model pembelajaran concept attainment ini relatif

berkaitan erat dengan model pembelajaran induktif. Baik model

pembelajaran concept attainment dan model pembelajaran induktif,

keduanya didesain untuk menganalisis konsep, mengembangkan

konsep, pengajaran konsep dan untuk menolong peserta didik

menjadi lebih efektif dalam mempelajari konsep-konsep. Model

pembelajaran concept attainment merupakan integrasi yang efisien

untuk mempresentasikan informasi yang telah terorganisir dari suatu

topik yang luas menjadi topik yang lebih mudah dipahami untuk

23

Page 24: Pembahasan

setiap stadium perkembangan konsep. Model pembelajaran concept

attainment ini dapat memberikan suatu cara menyampaikan konsep

dan mengklarifikasi konsep-konsep serta melatih peserta didik

menjadi lebih efektif pada pengembangan konsep.

Joyce, B seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1)

menyatakan bahwa, “Pembelajaran concept attainment

mempertajam dasar keterampilan berpikir.” Dari pernyataan Joyce

tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran concept

attainment terkandung di dalamnya pengajaran berpikir peserta

didik, karena di dalam model pembelajaran concept attainment ada

beberapa tahapan-tahapan yang musti dilewati, seperti

mengkatagorisasi, pembentukan konsep dengan memperhatikan

berbagai macam attribute-nya (seperti attribute essensial, attribute

value, attribute kritis, dan attribute variable).

Penggunaan model pembelajaran concept attainment diawali

dengan pemberian contoh-contoh aplikasi konsep yang akan

diajarkan, kemudian dengan mengamati contoh-contoh dan

menurunkan definisi dari konsep-konsep tersebut. Hal yang paling

utama yang musti diperhatikan oleh seorang guru dalam penggunaan

model pembelajaran ini adalah pemilihan contoh yang tepat untuk

konsep yang diajarkan, yaitu contoh tentang hal-hal yang akrab

dengan peserta didik. Pada prinsipnya, model pembelajaran concept

attainment adalah suatu strategi mengajar yang menggunakan data

24

Page 25: Pembahasan

untuk mengajarkan konsep kepada peserta didik, dimana guru

mengawali pengajaran dengan cara menyajikan data atau contoh,

kemudian guru meminta kepada peserta didik untuk mengamati data

atau contoh tersebut. Atas dasar pengamatan ini akan terbentuk

abstraksi. Model pembelajaran concept attainment ini dapat

membantu peserta didik pada semua tingkatan usia dalam

memahami tentang konsep dan latihan pengujian hipothesis.

Bruner, Goodnow, dan Austin seperti yang dikutip Russamsi

Martomidjojo (2009 : 1) menyatakan bahwa, “pembelajaran concept

attainment adalah mencari dan mendaftar attribute-attribute yang

dapat digunakan untuk menetapkan contoh-contoh (exemplars) dan

bukan contoh-contoh (non-Exemplars) dari berbagai katagori.”

Sedangkan pembentukan konsep (concept formation), merupakan

dasar daripada model pembelajaran induktif. Pembelajaran concept

attainment membutuhkan keputusan yang mendasar terhadap

katagori-katagori yang akan dibangun, membutuhkan seorang

peserta didik agar mampu menggambarkan suatu atribut dari suatu

katagori yang siap dibentuk dalam otak peserta didik melalui pola

membandingkan dan membedakan contoh-contoh (disebut

exemplars) yang di dalamnya terkandung karakteristik-karakteristik

(attribute) dari suatu konsep dengan contoh-contoh yang tidak

mengandung atribut.

25

Page 26: Pembahasan

Untuk melakukan pembelajaran dari model concept attainment,

kita butuh 20 pasang peserta didik dan apabila konsepnya banyak

dan lebih kompleks, tentunya butuh banyak pasangan peserta didik.

Proses pembelajaran concept attainment dimulai dengan pertanyaan

yang ditujukan kepada peserta didik untuk meneliti dengan cermat

suatu kalimat dan peserta didik memberikan perhatian yang serius

terhadap kata-kata yang telah digarisbawahi. Kemudian seorang guru

mengintruksikan kepada peserta didiknya untuk membandingkan dan

mengkontraskan fungsi dari exemplar positif dan exemplar negatif.

Exemplar positif mengandung sesuatu aktivitas kerja yang sudah

biasa dilakukan oleh peserta didik dalam membuat kalimat. Exemplar

negatif tidak melakukan kerja yang berbeda.

Pembelajaran pencapaian konsep (concept attainment) banyak

melibatkan operasi mental peserta didik. Dalam hal ini metode ilmiah

dibutuhkan untuk mengidentifikasi operasi mental peserta didik,

terutama untuk pencapaian konsep dalam waktu singkat, meliputi

analisis tingkah laku, observasi dan bertanya musti dilakukan sebagai

tugas dalam pembelajaran. Analisis tingkah laku didasarkan pada uji

operasi mental peserta didik. Peserta didik diinstruksikan untuk

membuat catatan-catatan tentang apa yang mereka percayai tentang

exemplar yang sudah dimilikinya. Kemudian, guru memberikan

beberapa set exemplar dan bertanya pada mereka apakah mereka

masih memiliki ide yang sama. Jika tidak, guru bertanya apa yang

26

Page 27: Pembahasan

sedang mereka pikirkan? Guru meneruskan untuk mempresentasikan

exemplar-exemplar sehingga sebagian besar peserta didik memiliki

suatu ide yang mereka pikir akan menahan kecermatan

penelitiannya. Pada saat itu, guru bertanya kepada salah satu peserta

didik untuk menggabungkan ide teman-temannya dan bagaimana

cara teman-temannya dalam menggabungkan ide-idenya.

Klausmeier, H.J. seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo

(2009 : 1) menyatakan bahwa,

Bahwa ada empat tingkat pencapaian konsep. Tingkat-tingkat ini muncul dalam urutan yang berbeda-beda. Orang sampai pada pencapaian konsep tingkatan tertinggi dengan kecepatan yang berbeda-beda, dan ada konsep-konsep yang tidak pernah tercapai pada tingkat yang tertinggi. Konsep-konsep yang berbeda dipelajari pada usia yang berbeda pula.

Berdasarkan teori perkembangan Piaget kita memahami bahwa

anak-anak pada usia dini baru dapat belajar konsep-konsep yang

bersifat konkret, sedangkan konsep-konsep yang lebih abstrak dapat

dipelajari setelah usia dewasa atau setelah mencapai tingkat

operasional formal. Pembelajaran konsep memberikan suatu

perubahan untuk menganalisis proses berpikir peserta didik dan

untuk membantu peserta didik mengembangkan strategi belajar yang

efektif. Pendekatan ini dapat melibatkan berbagai macam derajat

partisipan peserta didik dan kontrol peserta didik, serta material dari

berbagai kompleksitas.

27

Page 28: Pembahasan

Dalam pembelajaran concept attainment menggunakan istilah-

istilah seperti exemplar dan attribute, kedua istilah tersebut bertujuan

untuk menguraikan aktivitas kategori dan pencapaian konsep. Secara

essensi, exemplar adalah suatu subset dari koleksi data atau suatu

data set. Katagori adalah subset atau koleksi sampel yang terbangun

dari satu atau beberapa karakteristik yang terpisah dari lainnya.

Karakteristik ini dengan membandingkan exemplar positif dan

mengkontraskan exemplar positif dengan exemplar negatif dari suatu

konsep atau katagori yang telah dipelajari. Semua item data memiliki

ciri-ciri, dan ciri-ciri itulah sebagai suatu attribute . Contoh: sel. Sel

memiliki nucleus, mitokondria, lisosome, ribosom, badan golgi,

vacuola, mikrotubuli, dan mikrofilamen. Setiap organella di dalam sel

memiliki ciri-ciri tertentu, tetapi kerja di antara organella saling

bergantung dan organella dari suatu sel tidak dapat bekerja sama

dengan organella dari sel lainnya. Attribute essensial adalah attribute

kritis terhadap suatu domain. Exemplar dari suatu katagori memiliki

banyak attribute lain yang mungkin tidak relevan dengan katagorinya

sendiri. Contoh vacuola, di dalamnya memiliki berbagai zat kimia,

tetapi tidak relevan dengan definisi sel. Attribute penting lainnya

adalah attribute value. Attribute value, attribute ini mengacu kepada

degree (tingkatan)

Dilihat dari studi yang telah dilakukan oleh Bruner tentang

konsep dan bagaimana peserta didik mencapai konsep, setiap istilah

28

Page 29: Pembahasan

memiliki pengertian dan fungsi tertentu dalam semua bentuk

pembelajaran konseptual, terutama pembelajaran concept

attainment.

Menurut Russamsi Martomidjojo (2009 : 1) ada dua hal penting dalam

pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran concept

attainment (pencapaian konsep) yaitu;

(1) menentukan tingkat pencapaian konsep, dan

(2) analisis konsep.

1. Menentukan Tingkat Pencapaian Konsep

Tingkat pencapaian konsep (concept attainment) yang

diharapkan dari peserta didik sangat tergantung pada kompleksitas

dari konsep, dan tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Ada

peserta didik yang belajar konsep pada tingkat konkret rendah atau

tingkat identitas, ada pula peserta didik yang mampu mencapai

konsep pada tingkat klasifikatori atau tingkat formal.

Telah dipahami bahwa tingkat-tingkat perkembangan kognitif

Piaget dapat membimbing guru untuk menentukan tingkat-tingkat

pencapaian konsep yang diharapkan. Sebagian besar dari konsep-

konsep yang dipelajari selama tingkat perkembangan pra-operasional

merupakan konsep-konsep pada tingkat konkret dan identitas.

Selama tingkat operasional konkret, dapat diharapkan tingkat

pencapaian klasifikatori. Sedangkan tingkat pencapaian konsep

formal dapat diharapkan apabila pengajaran yang tepat diberikan

29

Page 30: Pembahasan

pada peserta didik yang telah mencapai perkembangan operasional

formal. Tingkat-tingkat pencapaian konsep yang diharapkan

tercermin pada tujuan pembelajaran yang dirumuskan sebelum

proses belajar-mengajar dimulai.

2. Analisis Konsep

Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan

untuk membantu guru dalam merencanakan urutan-urutan

pengajaran concept attainment. Untuk melakukan analisis konsep

guru hendaknya memperhatikan beberapa hal antara lain:

1) nama konsep,

2) attribute-attribute kriteria dan attribute-attribute variabel dari

konsep,

3) definisi konsep,

4) contoh-contoh dan noncontoh dari konsep, dan

5) hubungan konsep dengan konsep-konsep lain.

a. Model Pembelajaran Concept Attainment

Sebelum guru melakukan proses pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran concept attainment, guru memilih

konsep, menyeleksi dan mengorganisir materi ajar ke dalam contoh

positif dan contoh negatif, serta merangkaikan contoh-contoh.

Umumnya materi eplajaran, terutama buku-buku teksbook tidak

didesain untuk pembelajaran konsep.

30

Page 31: Pembahasan

Guru dalam pengajaran model pembelajaran concept

attainment harus terlebih dahulu mempersiapkan contoh-contoh,

mengekstrak ide-ide dan material dari buku-buku teks dan sumber

lainnya, dan mendesain material dan ide-ide itu ke attribute yang

jelas, dan bahkan membuat contoh-contoh positif dan negatif dari

suatu konsep. Apabila guru menggunakan model pembelajaran

concept attainment, aktivitas guru adalah merekam hipothesis

peserta didik. Guru juga memberikan bantuan contoh-contoh

tambahan. Ada tiga hal penting yang dilakukan oleh seorang guru

dalam melakukan aktivitas concept attainment, yaitu melakukan

perekaman, memberikan isyarat, dan menghadirkan data tambahan.

Langkah awal dalam melakukan model pembelajaran concept

attainment adalah membantu peserta didik memberikan contoh

konsep yang sudah terstruktur dengan benar. Dalam model

pembelajaran concept attainment, prosedur pembelajaran kooperatif

dapat juga digunakan.

Model pembelajaran concept attainment dilakukan melalui fase-

fase yang dikemas dalam bentuk sintaks. Adapun sintaksnya dibagi

ke dalam tiga fase, yakni (1) Presentasi Data dan Identifikasi Data; (2)

menguji pencapaian dari suatu konsep; dan (3) analisis berpikir

strategi.

Fase I: Presentasi Data dan Identifikasi Data

31

Page 32: Pembahasan

Pada fase I, guru mempresentasikan data kepada peserta didik.

Setiap unit data contoh dan non-contoh setiap konsep dipisahkan.

Unit-unit dipresentasikan dengan cara berpasangan. Data dapat

berupa peristiwa, masyarakat, objek, ceritera, gambar atau unit lain

yang dapat dibedakan. Pembelajar (peserta didik) diberi informasi

bahwa semua contoh positif biasanya memiliki satu ide. Tugas

peserta didik adalah mengembangkan suatu hipothesis tentang

hakekat konsep. Contoh-contoh dipaparkan dan disusun serta diberi

nama dengan kata “yes” atau “no”. Peserta didik bertanya untuk

membandingkan dan menjastifikasi atribut tentang perbedaan

contoh-contoh.

Akhirnya, peserta didik ditanya tentang nama konsep-

konsepnya dan menyatakan aturan yang telah dibuatnya atau

mendefinisikan konsepnya menurut attribute essensial-nya.

(hipothesisnya tidak perlu dikonfirmasikan hingga fase berikutnya;

peserta didik mungkin tidak mengetahui nama-nama beberapa

konsep, tetapi nama-nama dapat diberitahukan apabila konsepnya

sudah dikonfirmasikan).

Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:

1. Guru mempresentasikan contoh-contoh yang sudah diberi nama

(berlabel),

2. Guru meminta tafsiran peserta didik

3. Guru meminta peserta didik untuk mendefinisikan

32

Page 33: Pembahasan

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

1. Peserta didik membandingkan contoh-contoh positif dan contoh-

contoh negatif,

2. Peserta didik mengajukan hasil tafsirannya,

3. Peserta didik membangkitkan dan menguji hipothesis,

4. Peserta didik menyatakan suatu definisi menurut atribut

essensinya

Fase II: Menguji Pencapaian dari suatu Konsep

Pada fase II, peserta didik menguji pencapaian tentangn

konsepnya, pertama dengan cara mengidentifikasi secara benar

contoh-contoh tambahan yang belum diberi nama dan kemudian

membangkitkan contoh-contohnya sendiri. Setelah itu, guru (dan

peserta didik) mengkonfirmasikan keaslian hipothesisnya, merevisi

pilihan konsep atau attribute yang dibutuhkannya.

Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:

1. Guru meminta peserta didik untuk mengidentifikasi contoh-contoh

tambahan yang tidak bernama,

2. Guru menkonfirmasikan hipothesis, nama-nama konsep, dan

menyatakan kembali definisi menurut atribut essensinya,

3. Guru meminta contoh-contoh lain

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

1. Peserta didik memberi contoh-contoh,

33

Page 34: Pembahasan

2. Peserta didik memberi nama konsep,

3. Peserta didik mencari contoh lainnya

Fase III: Analisis Startegi Berpikir

Pada fase III, peserta didik mulai menganalisis strategi konsep-

konsep yang telah tercapai. Peserta didik disarankan mengkonstruk

konsepnya. Peserta didik dapat menjelaskan pola-polanya, apakah

peserta didik berfokus pada atribut atau konsep, apakah mereka

melakukan satu kali atau beberapa kali, dan apa yang terjadi apabila

hipothesisnya tidak terkonfirmasi. Mereka melakukan suatu

perubahan strategi? Secara bertahap, mereka dapat membandingkan

keefektifan dari perbedaan strateginya

Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:

1. Guru bertanya mengapa dan bagaimana

2. Guru membimbing diskusi

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

1. Peserta didik menguraikan pemikirannya,

2. Peserta didik mendiskusikan peran hipothesis dan atributnya,

3. Peserta didik mendiskusikan berbagai pemikirannya.

b. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Reaksi

Selama pembelajaran berlangsung, guru mendukung hipothesis

peserta didik, dengan memberikan penekanan, apapun bentuk

34

Page 35: Pembahasan

hipothesis peserta didik itu, dan menciptakan dialog yang kondusif

untuk menguji hipothesis peserta didik, walaupun hipothesis peserta

didik tersebut berlawanan dengan hipothesis peserta didik lainnya.

Pada fase akhir dari model pembelajaran concept attainment ini, guru

musti mampu merubah perhatian peserta didik terhadap analisis

konsep dan strategi berpikirnya, kemudian guru kembali menjadi

sangat mendukung hipothesis peserta didik. Akhirnya, guru musti

mampu mendorong analisis peserta didik.

Sesungguhnya, prinsip-prinsip pengelolaan dari model

pembelajaran concept attainment ini sebagai berikut: (1) memberikan

dukungan hipothesis yang diajukan peserta didik melalui diskusi

terlebih dahulu; (2) memberikan bantuan kepada peserta didik dalam

mempertimbangkan keputusan hipothesisnya; (3) memusatkan

perhatian peserta didik kepada contoh-contoh yang khusus; dan (4)

memberikan bantuan kepada peserta didik dalam menilai strategi

berpikirnya.

c. Sistem Pendukung

Dalam pelajaran concept attainment membutuhkan presentasi

kepada peserta didik tentang exemplar positif dan negatif. Dalam hal

ini menekankan kepada peserta didik, bahwa pekerjaan peserta didik

dalam pengajaran concept attainment adalah bukan pada penemuan

konsep-konsep baru, tetapi bagaimana mencapai konsep yang telah

35

Page 36: Pembahasan

dipilih guru. Oleh karena itu, sumber data dibutuhkan untuk diketahui

terlebih dahulu dan attribute-nya dapat dilihat. Apabila peserta didik

dipresentasikan dengan contoh-contoh, maka peserta didik tersebut

menguraikan karakteristik dari contoh-contoh itu (attribute), dan

kemudian menyimpan di dalam otaknya.

d. Strategi Concept Attainment

Apa yang akan dipikirkan peserta didik ketika mereka sedang

membandingkan dan membedakan contoh-contoh? Hipotesis macam

apa yang terpikirkan oleh mereka dalam tingkat permulaan dan

bagaimana mereka memodifikasi dan mengujinya? Untuk menjawab

pertanyaan itu, tiga faktor penting yang perlu diketahui yaitu :

(1) kita akan mengkonstruk latihan-latihan pencapaian konsep bahwa

kita dapat belajar bagaimana peserta didik berpikir?,

(2) peserta didik tidak hanya dapat menggambarkan bagaimana

mereka memperoleh konsep, tetapi mereka dapat lebih efisien

untuk mengubah strategi dan pembelajaran mereka dengan

menggunakan sesuatu yang baru,

(3) mengubah cara kita memberikan informasi dan memodifikasi

sedikit model, kita dapat mempengaruhi bagaimana peserta didik

akan memproses informasi (Joyce, 2000).

36

Page 37: Pembahasan

Lebih lanjut dijelaskan ada dua cara kita memperoleh informasi

mengenai cara peserta didik memperoleh konsep (attaint concept)

yaitu;

1) Sesudah konsep telah diperoleh, kita dapat mengatakan

kepadanya untuk menceritakan pemikiran mereka sebagai proses

latihan,

2) Dapat dengan mendiskusikan strategi apa yang ditemukan

peserta didik dan bagaimana mereka memperoleh

Menurut Dahar, R.W. seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo

(2009 : 1) ada dua pendekatan teori mengenai belajar konsep yaitu;

(1) melalui pendekatan perilaku, dan

(2) pendekatan kognitif.

Caroll seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1)

lebih menekankan perbedaan belajar konsep dalam laboratorium dan

belajar konsep di sekolah. Lebih lanjut Caroll mengemukakan

perbedaan-perbedaan dalam kedua proses tersebut sebagai berikut:

Kedua bentuk konsep berbeda dalam sifat. Konsep yang

biasanya dipelajari di sekolah biasanya benar-benar merupakan

konsep baru, bukan suatu kombinasi dari atribut-atribut yang

dikenal.

Konsep-konsep yang dipelajari di sekolah tergantung pada

atribut-atribut yang berupa konsep-konsep sulit. Lagi pula

37

Page 38: Pembahasan

konsep-konsep di sekolah biasanya bersifat verbal, dan tidak

dapat disajikan secara konkret.

Studi di laboratorium menekankan pada belajar konsep-konsep

konjunktif, sudah dibuktikan mudah untuk dipelajari daripada

konsep-konsep disjunktif atau konsep-konsep relasional.

Studi di laboratorium pada umumnya menekankan pada

pendekatan-pendekatan induktif tentang belajar konsep-

konsep, sedangkan di sekolah sebagian besar dipelajari secara

deduktif.

Dalam artikelnya Caroll menyarankan, bahwa pendekatan

kombinasi antara induktif dan deduktif akan lebih baik jika hanya menggunakan

salah satu dari pendekatan itu.

2. Model Pembelajaran Problem Based Learning

a. Pengertian

Pendekatan pembelajaran berbasis masalah ( problem-based-leraning ) adalah

konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang

dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta didik,

dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik

(nyata).

b. Motivasi Menggunakan Problem Based Learning

Dalam pendidikan kedokteran konvensional, mahapeserta didik lebih banyak

menerima pengetahuan dari perkuliahan dan literature yang diberikan oleh dosen.

Mereka diharuskan mempelajari beragam cabang ilmu kedokteran dan menghapal

38

Page 39: Pembahasan

begitu banyak informasi. Setelah lulus dan menjadi dokter, mereka dihadapkan pada

banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan hanya dari pengetahuan yang mereka

dapat selama kuliah. Sistem pendidikan kedokteran konvensional cenderung

membentuk mahapeserta didik sebagai pembelajar pasif. Mahapeserta didik tidak

dibiasakan berpikir kritis dalam mengidentifikasi masalah, serta aktif dalam mencari

cara penyelesaiannya.

Apabila kita sebagai guru atau dosen (pembelajar) atau pelatih, atau bahkan

sebagai seorang manager sebuah perusahaan, kita memiliki dua tujuan manakala kita

menyiapkan seseorang dengan suatu tugas baru. Tujuan yang pertama, adalah ingin

meningkatkan secara maksimal daya tahan pengingatan atau retensi. Kita tidak ingin

hal-hal yang kita belajarkan berjalan di tempat atau tidak berdaya sama sekali. Kita

tidak memiliki waktu khusus untuk melatih seseorang, sehingga kita perlu meyakinkan

bahwa daya tahan pengingatan tinggi. Tujuan kita kedua, adalah untuk menjamin

penyampaian informasi yang bukan hanya sekedar transfer pengetahuan (transfer of

knowledge) saja. Untuk itu, kita perlu menjadikan pebelajar mampu menerapkan

pengatahuan dan keterampilan dalam setiap situasi. Hal yang paling baik apa yang kita

lakukan adalah dengan cara memberikan suatu landasan yang memungkinkan

pembelajar mampu membangun sesuatu untuk merespon terhadap situasi-situasi baru

atau situasi lain yang berbeda.

Sebagaimana telah kita ketahui, selama ini format-format pembelajaran atau

pelatihan lebih banyak dimonopoli dengan sajian isi. Pembelajaran atau pelatihan

dilakukan dengan strategi sajian presentasi yang monoton dan tidak memberikan

kesempatan kepada pebelajar atau peserta didik untuk mengartikulasikan tentang hal

39

Page 40: Pembahasan

yang dipelajari, cenderung akan membosankan. Untuk itulah, pendekatan pembelajaran

yang lebih baik dilakukan melalui latihan pemecahan masalah (problem-solving),

membuat keputusan (decision-making), dan belajar arah diri (self-directed learning).

Hal-hal ini dapat dilaksanakan dengan menerapkan problem based learning, yang

memberikan landasan terjadinya pembelajaran yang lebih hidup karena dengan

menerapkan problem based learning pembelajar menerapkan pengetahuan dan

keterampilan, bukan hanya menerima saja.

Perlunya pendekatan pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada kenyataan-

kenyataan sebagai berikut :

1) Pada dasarnya, berpikir terjadi dalam konteks memecahkan masalah, yaitu

adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada.

2) Seseorang menjadi tertarik atau berminat mengerjakan sesuatu apabila berada

dalam ruang lingkup atau berkaitan dengan masalah yang dihadapinya.

Demikian pula dengan belajar.

3) Pada saat mempelajari bahan pelajaran, peserta didik ingin segera mengetahui

apa sebenarnya manfaat mempelajarinya, dan masalah apa sajakah yang dapat

dipecahkan dengan pengetahuan atau bahan itu.

4) Suatu kompetisi paling efektif dicapai oleh pelajar melalui serangkaian

pengalaman pemecahan masalah relistik yang di dalamnya si pelajar secara

langsung menerapakn unsur-unsur kompetensi tersebut.

c. Prinsip-prinsip Problem Based Learning

40

Page 41: Pembahasan

Dalam problem based learning, peserta didik dituntut bertanggungjawab atas

pendidikan yang mereka jalani, serta diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada

guru. Problem based learning membentuk peserta didik mandiri yang dapat

melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang akan mereka jalani. Seorang

guru lebih berperan sebagai fasilitator atau tutor yang memandu peserta didik menjalani

proses pendidikan. Ketika peserta didik menjadi lebih cakap dalam menjalani proses

belajar problem based learning, tutor akan berkurang kreatifnya.

Proses belajar Problem based learning dibentuk dari ketidakteraturan dan

kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Hal tersebut digunakan sebagai

pendorong bagi peserta didik untuk belajar mengintegrasikan dan mengorganisasi

informasi yang didapat, sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk

menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi. Masalah-masalah yang didesain

dalam problem based learning memberi tantangan pada peserta didik untuk lebih

mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara

efektif.

d. Proses dalam Problem Based Learning

Peserta didik dihadapkan pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan

dengan bekal pengetahuan yang mereka miliki. Pertama-tama mereka mengidentifikasi

apa yang harus dipelajari untuk memahami lebih baik permasalahan dan bagaimana cara

memcahkannya.

Langkah selanjutnya, peserta didik mulai mencari informasi dari berbagai

sumber seperti buku, jurnal, laporan, informasi online atau bertanya pada pakar yang

41

Page 42: Pembahasan

sesuai dengan bidangnya. Melalui cara ini, belajar dipersonalisasi sesuai dengan

kebutuhan dan gaya tiap individu. Setelah mendapatkan informasi, mereka kembali

pada masalah dan mengaplikasikan apa yang mereka pelajari untuk lebih memahami

dan menyelesaikannya. Di akhir proses, peserta didik melakukan penilaian terhadap

dirinya dan member kritik membangun bagi kolega.

Dalam pandangan Maolani (2010:44-45), pendekatan pembelajaran berbasis

masalah dilaksanakan oleh guru dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Persiapan : Menyusun masalah yang akan dijadikan titik pangkal (starting point)

pembelajaran. Masalah dipilih yang penting dan relevan bagi peserta didik, serta

membutuhkan penerapan gagasan atau tindakan yang terkait dengan atau mengarah

pada bahan pelajaran.

2. Orientasi pengenalan

a) Menyajikan masalah di kelas

b) Membangkitkan ketertarikan atau rasa ingin tahu peserta didik pada masalah.

Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memahami situasi atau

maksud masalah.

3. Eksplorasi (penjelajahan) : Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

memecahkan masalah dengan strategi yang diciptakan sendiri oleh peserta didik.

Masalah boleh dipecahkan peserta didik secara pribadi atau dalam kerjasama

denagn peserta didik lain. Guru memberi dukungan bagi usaha mereka, misalnya

dengan menjadi pendengar yang penuh perhatian atau memberi bantuan atau saran

sejauh yang diperlukan.

42

Page 43: Pembahasan

4. Negosiasi (perundingan) : Mendorong para peserta didik untuk

mengkomunikasikan dan mendiskusikan proses dan hasil pemecahan masalah,

sehingga diperoleh gagasan-gagasan atau tindakan-tindakan yang dapat diterima

oleh komunitas kelas.

5. Integrasi (pemanduan):

a) Memandu peserta didik merefleksikan proses pemecahan masalah.

b) Mengidentifikasi dan merumuskan hasil-hasil belajar yang diperoleh dari

kegiatan pemecahan masalah.

c) Mengkaitkan hasil-hasil belajar itu dengan pengetahuan sebelumnya, sehingga

tersusun jaringan/organisasi pengetahuan baru.

Menurut Lepinski seperti yang dikutip Maolani (2010 : 45), tahap-tahap

pemecahan masalah sebagai berikut ini, yaitu : 1) penyampaian ide (ideas), 2)

penyajian fakta yang diketahui (known facts),

3) mempelajari masalah (learning, issues), 4) menyusun rencana tindakan, (action plan)

dan 5) evaluasi (evaluation).

Tahap 1 : Penyampaian Idea (Ideas)

Pada tahap ini dilakukan secara curah pendapat (brainstorming). Pebelajar

merekam semua daftar masalah (gagasan, ide) yang akan dipecahkan. Mereka kemudian

diajak untuk melakukan penelaahan terhadap ide-ide yang dikemukakan atau mengkaji

pentingnya relevenasi ide berkenaan dengan masalah yang akan dipecahkan (masalah

aktual, atau masalah yang relevan dengan kurikulum), dan menentuan validitas masalah

untuk melakukan proses kerja melalui masalah.

Tahap 2 : Penyajian Fakta yang Diketahui (Known Facts)

43

Page 44: Pembahasan

Pada tahap ini, pebelajar diajak mendata fakta pendukung sesuai dengan

masalah yang telah diajukan. Tahap ini membantu mengklarifikasi kesulitan yang

diangkat dalam masalah. Tahap ini mungkin juga mencakup pengetahuan yang telah

dimiliki oleh pebelajar berkenaan dengan isu-isu khusus, misalnya pelanggaran kode

etik, teknik pemecahan konflik, dan sebagainya.

Tahap 3: Mempelajari Masalah (Problem Issues)

Pebelajar diajak menjawab pertanyaan tentang Apa yang perlu kita ketahui

untuk memecahkan masalah yang kita hadapi? Setelah melakukan diskusi dan

konsultasi, mereka melakukan penelaahan atau penelitian dan mengumpulkan

informasi. Pebelajar melihat kembali ide-ide awal untuk menentukan mana yang masih

dapat dipakai. Seringkali, pada saat para pebelajar menyampaikan masalah-masalah,

mereka menemukan cara-cara baru untuk memecahkan masalah. Dengan demikian, hal

ini dapat menjadi sebuah proses atau tindakan untuk mengeliminasi ide-ide yang tidak

dapat dipecahkan atau sebaliknya ide-ide yang dapat dipakai untuk memecahkan

masalah.

Tahap 4: Menyusun Rencana Tindakan (Action Plan)

Pada tahap ini, pebelajar diajak mengembangkan sebuah rencana tindakan yang

didasarkan atas hasil temuan mereka. Rencana tindakan ini berupa sesuatu (rencana) apa

yang mereka akan lakukan atau berupa suatu rekomendasi saran-saran untuk

memecahkan masalah.

Tahap 5: Evaluasi

Tahap evaluasi ini terdiri atas tiga hal : 1) bagaimana pebelajar dan evaluator

menilai produk (hasil akhir) proses, 2) bagaimana mereka menerapkan tahapan Problem

44

Page 45: Pembahasan

Based Learning untuk bekerja melalui masalah, dan 3) bagaimana pebelajar akan

menyampaikan pengetahuan hasil pemecahan masalah atau sebagai bentuk

pertanggungjawaban mereka.

Pembelajar menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka

dalam berbagai bentuk yang beragam, misalnya: secara lisan atau verbal, laporan

tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya. Evaluator menilai

penguasaan bahan-bahan kajian pada tahap tersebut melalui pebelajar. Sebagian dari

evaluasi memfokuskan pada pemecahan masalah oleh pebelajar maupun dengan cara

melakukan proses belajar kolaborasi (bekerja bersama pihak lain). Suatu alat untuk

menilai hasil dapat dipakai sebuah rubrik. Rubrik dipakai sebagai sebuah alat

pengukuran untuk menilai berdasarkan beberapa kategori, misalnya : 1) batas waktu, 2)

organisasi tugas (proyek), 3) segi (kebakuan) bahasa, 4) kemampuan analisis, telaah, 5)

kemampuan mencari sumber pendukung (penelitian, termasuk kajian literatur), 6)

kreativitas (uraian dan penalaran), dan 7) bentuk penampilan penyajian.

Dalam penelitian ini, penulis memilih langkah-langkah pembelajaran berbasis

masalah versi Ilam Maolani, dikarenakan lebih mudah dipahami dan lebih mudah

diaplikasikan.

C. Peserta Didik (Peserta didik)

1. Pengertian

Dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 BAb I Pasal 1 ayat 4 dikatakan bahwa

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri

melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan

45

Page 46: Pembahasan

tertentu. Ada beberapa sebutan lain untuk peserta didik: anak didik, murid, peserta

didik, mahapeserta didik, santri.

2. Hak dan Kewajiban

Dalam BAb V Pasal 12 dinyatakan bahwa :

(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :

a. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan

diajarkan oleh pendidik yang seagama;

b. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan

kemampuannya;

c. Mendapatkan beapeserta didik bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak

mampu membiayai pendidikannya;

d. Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu

membiayai pendidikannya;

e. Pondah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang

setara;

f. Menyelesaiakan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-

masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.

(2) Setiap peserta didik berkewajiban :

a. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan

keberhasilan pendidikan;

b. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik

yang dibebbaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

46

Page 47: Pembahasan

(3) Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang

diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Hakikat Peserta Didik (Anak)

Minimal terdapat lima hakikat anak didik, antara lain :

1. Anak didik terlahir dalam keadaan lemah fisik dan psikis, memiliki potensi dan

bakat untuk diekmbangkan. Oleh karena itu ia butuh pertolongan, bimbingan,

dan arahan dari orang dewasa. Maka orang tua di rumah dan guru di sekolah

mempunyai kewajiban untuk menunaikannya. Di sinilah peran penting

lingkungan pendidikan dalam mengembangkan potensi dan bakat yang di miliki

anak.

2. Setiap anak didik adalah pribadi unik. Setiap anak manusia dalam kehidupannya

dilengkapi Allah SWT dengan berbagai komponen hidup, seperti jasad, ruh,

nafs, qalbu dan akal. Kelengkapan hidup yang sempurna tersebut hanya

diberikan anak manusia saja, tidak pada makhluk hidup lainnya. Pada

kelengkapan hidup itulah, keunikan pribadi anak terlihat dan terjadi dengan

sangat indahnya. Tidak ada satu anak pun di dunia ini yang mempunyai jasad

dan pikiran serta perasaan yang sama, sekalipun keduanya adalah kembar siam.

Setiap anak akan menunjukkan pola-pola pandangan, sikap, dan perilaku anak

akan dipengaruhi oleh keadaan komponen hidup yang dimilikinya.

Berdasarkan kondisi ini, guru akan menjumpai berbagai ragam keunikan anak

yang sangat indah dalam proses pembelajaran. Ada anak yang mempunyai sikap

pendiam, ada yang agresif dan tidak mau diam, ada yang pemalu, pemberani,

pemarah, kemampuan bahasanya baik tapi keterampilan motoriknya kurang, ada

47

Page 48: Pembahasan

anak yang jasmaninya sangat baik tapi pikirannya kurang, dan lain sebagainya.

Ragam keunikan anak tersebut harus mampu diantisipasi dan dihadapi guru pada

waktu sebelum, ketika, dan setelah melaksanakan proses pembelajaran. Dengan

memahami keunikan anak, guru dituntut untuk memberikan perhatian secara adil

dan merata terhadap semua keunikan tersebut.

3. Anak berkembang secara bertahap. Asumsi ini mempunyai makna bahwa setiap

anak megalami suatu proses perubahan pada berbagai aspek atau dimensi

(seperti bahasa, motorik, daya pikir, minat). Perubahan tersebut berlangsung

secara teratur dan progresif. Keteraturan berbagai perubahan itu dapat diamati

dari adanya perubahan yang berlangsung secara bertahap pada setiap anak.

Hampir dapat dipsatikan bahwa di dunia ini tidak ada bayi yang langsung

berjalan, bernyanyi ataupun menari. Semuanya berawal dari ketidakberdayaan.

Setiap anak memiliki dan menunjukkan tempo serta irama perkembangan

sendiri-sendiri. Ada anak yang cepat mampu memahami dan melaksanakan

perintah dan tugas yang diberikan guru. Ada juga anak yang lambat memahami

isi tugas, bahkan perlu memperoleh penjelasan yang lebih rinci mengenai tugas

yang akan dikerjakannya.

Asumsi di atas akan berimplikasi pada guru dalam melaksankan proses

pembelajaran sebagai berikut :

a. Guru harus mempunyai kepekaan dalam mengamati serta menelaah keadaan

tempo dan irama perkembangan anak. Guru harus mampu mengidentifikasi

anak-anak yang tergolong cepat, sedang, dan lambat dalam proses

perkembangannya

48

Page 49: Pembahasan

b. Guru harus melatih kepekaan anak dalam berbagai aspek.

c. Guru harus memberikan tingkatan materi/bahan, pola kegiatan, metode,

serta media yang sesuai dengan pola irama, tempo, dan tingkat

perkembangan anak.

4. Anak adalah pelajar yang aktif. Proses pendidikan yang melibatkan interaksi

edukatif antara guru dan peserta didik tidak bisa diibaratkan sebagai seseorang

yang mengisi botol kosong dengan sejumlah air. Anak bukanlah individu tanpa

isi apa-apa, ia lahir dengan membawa sejumlah potensi yang harus

dikembangkan lebih lanjut, seperti anak sering mengajukan pertanyaan, tertarik

pada sesuatu yang baru, sering membongkar barang dan berusaha memasangnya

kembali, dan lain-lain. Ciri seperti ini mengisyaratkan bahwa seorang anak

merupakan pelajar yang aktif untuk mencari dan menemukan berbagai hal yang

ingin diketahuinya. Maka tugas guru adalah harus mampu menciptakan suatu

keadaan kelas yang kondusif, yakni yang mendorong, menentang, serta

merangsang potensi dasar anak untuk melakukan kegiatan belajar secara optimal

dan maksimal.

5. Anak merupakan suatu system energy. Setiap anak dipandang sebagai suatu

sistem energi. Bagian-bagian dalam sistem energinya diorganisasikan dalam

struktur tubuh dan mental serta dikordinasikan dalam berbagai fungsi. Sebagai

suatu sistem energi, setiap pandangan, sikap dan perilakunya selalu berkaitan

antara satu bagian dengan bagian yang lain. Sebagai contoh, anak yang belajar

menari, maka akan terjadi koordinasi antara mata (melihat bentuk tarian), gerak

tubuh (meniru gerakan), dan kegiatan mental lainnya yang berfungsi

49

Page 50: Pembahasan

menyelaraskan gerakan yang dilakukan dengan gerakan yang sedang ditiru.

Pandangan ini membawa implikasi bagi guru untuk memandang anak sebagai

suatu totalitas (keseluruhan), dalam dirinya terdapat berbagai unsur yang saling

terkait dan dapat dipadukan secara harmonis untuk mengembangkan dirinya

secara optimal. Jika guru menemukan hal negatif dalam diri anak didiknya,

maka guru akan berusaha menghubungkannya dengan unsur lain yang mungkin

menjadi penyebab munculnya perilaku negatif tersebut. Anak yang cenderung

over aktivitas misalnya, tidak bisa dipandang sebagai anak yang hiperaktif,

karena over aktivitas bisa terkait langsung dengan keadaan anak yang

mempunyai banyak kelebihan tenaga.

D. Hubungan Prestasi Belajar dengan Model Pembelajaran Concept Attainment

dan Problem Based Learning

Penggunaan model pembelajaran concept attainment dan problem based

learning memberikan banyak kesempatan pada peserta didik untuk berperan aktif dalam

proses pembelajaran, memudahkan peserta didik memahami materi pembelajaran,

mendorong semangat belajar serta ketertarikan mengikuti pembelajaran secara penuh

sehingga prestasi-prestasi belajar peserta didik akan meningkat.

E. Kelemahan dan Kelebihan dari Model Pembelajaran Concept Attainment dan

Problem Based learning

Tabel 2.1

Kelemahan dan Kelebihan dari Model Pembelajaran Concept Attainment dan

Problem Based learning

Model Pembelajaran Kelemahan Kelebihan1. Concept Attainment Bagi siswa yang tidak Memberikan dukungan

50

Page 51: Pembahasan

Model Pembelajaran Kelemahan Kelebihandapat mengikuti pebealajaran, tidak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri.

Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompolnya.

Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan yang lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihan siswa yang lain dalam kelompoknya.

hipothesis yang diajukan siswa melalui diskusi terlebih dahulu.

Memberikan bantuan kepada siswa dalam mempertimbangkan keputusan hipothesisnya.

Memusatkan perhatian siswa kepada contoh-contoh yang khusus.

Memberikan bantuan kepada siswa dalam menilai strategi berpikirnya.

2. Problem Based Learning Siswa yang terbiasa dengan informasi yang diperoleh dari guru dan guru merupakan narasumber utama, akan merasa kurang nyaman dengan cara belajar sendiri dalam pemecahan masalah.

Jika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba masalah memerlukan cukup waktu untuk persiapan.

Mengembangkan jawaban yang bermakna bagi suatu masalah yang akan membawa siswa mampu menuju pemahaman lebih dalam mengenai suatu materi

Memberikan tantangan pada siswa sehingga mereka bisa memperoleh kepuasan dengan menemukan pengetahuan baru bagi dirinya sendiri

PBL membuat siswa selalu aktif dalam pembelajaran

Membantu siswa untuk

51

Page 52: Pembahasan

Model PembelajaranConcept Attainment

Prestasi belajarpeserta didik

Model Pembelajaran Kelemahan Kelebihan Tanpa pemahaman

mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

mempelajari bagaimana cara untuk mentransfer pengetahuan mereka kedalam masalah dunia nyata.

F. Kerangka Pemikiran

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar,

karena kegiatan berlajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari

proses belajar.

Untuk mencapai prestasi belajar, peserta didik sebagaimana yang diharapkan,

maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain faktor

yang terdapat dalam diri peserta didik (intern) dan faktor-faktor yang terdiri dari luar

peserta didik (ekstern).

Guru berperan sebagai fasilitator yang berusaha menciptkan kondisi belajar

mengajar yang efektif dan menyenangkan. Salah satunya yaitu dengan cara memilih

model pembelajaran yang melibatkan peserta didik aktif selama proses pembelajaran

berlangsung.

Dalam penelitian ini penulis mencoba membandingkan proses pembelajaran

yang menggunakan modal pembelajaran concept attainment dengan problem based

learning terhadap prestasi belajar peserta didik. Kedua model pembelajaran ini dipilih

karena mempunyai kesamaan dalam upaya mengaktifkan peserta didik selama proses

belajar.

52

Page 53: Pembahasan

G. Hipotesis

Prestasi belajar peserta didik yang menggunakan model pembelajaran concept

attainment lebih tinggi di bandingkan dengan yang menggunakan problem based

learning pada mata pelajaran IPA materi Alat Pernapasan Ikan kelas V SDN III

Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2012/2013.

53

Page 54: Pembahasan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti terdiri dari dua variabel, yaitu variabel X (Model

Pembelajaran Concept Attainment dan Problem Based Learning) dan variabel Y

(prestasi belajar)

Definisi operasional tiap variabel adalah:

1. Concept Attainment menurut Bruner, Goodnow dan Austin seperti yang

dikutip Russamsi Martomidjojo (2009 : 1) menyatakan bahwa

pembelajaran concept attainment adalah mencari dan mendaftar attribute-

attribute yang dapat digunakan untuk menetapkan contoh-contoh (exemplars)

dan bukan contoh-contoh (non-exemplars) dari berbagai kategori.

54

Page 55: Pembahasan

2. Problem Based Learning adalah metode pendidikan yang mendorong peserta

didik untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk

mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah

digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan peserta didik sebelum mulai

mempelajari suatu subjek. Problem based learning menyiapkan peserta didik

untuk berfikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan

menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran.

3. Prestasi belajar menurut Purwadarminto seperti yang dikutip Russamsi

Martomidjojo (2009 : 1) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil

yang dicapai sebaik-baiknya menurut kemampuan anak pada waktu tertentu

terhadap hal-hal yang dikerjakan atau dilakukan.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian terdiri dari populasi dan sampel. Populasi adalah keseluruhan

subyek penelitian (Arikunto, 1993 : 102). Hal ini sejalan dengan pendapat Masri

Singarimbun dan Sofian Effendi (1989 : 152) bahwa "populasi ialah jumlah

keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga". Sedangkan sampel adalah

sebagian atau wakil populasi yang diteliti ( Arikunto, 1993 : 04).

Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas V SDN III

Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis, yang terbagi dalam 2

rombel,rombel A berjumlah 25 orang dan B berjumlah 25 orang. sedangkan sampelnya

sama dengan jumlah populasi, karena jumlah populasi kurang dari 100.

55

Page 56: Pembahasan

C. Prosedur Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif

berhubungan dengan data yang berupa angka, yang bersumber dari data tes dan studi

dokumentasi, yang pada tataran berikutnya dianalisis melalui uji statistika.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksprerimen. Metode eksperimen adalah

penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

serta diadakannya kontrol terhadap variabel tertentu.

3. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif

berkaitan dengan data yang berupa angka, sedangkan data kualitatif berkaitan dengan

data yang berupa non angka.

4. Sumber Data

Data kuantitatif bersumber dari tes tertulis, sedangkan data kualitatif bersumber

dari teknik observasi.

5. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi adalah mengamati secara langsung terhadap proses pembelajaran

ilmu pengetahuan alam (IPA) materi Alat Pernapasan Ikan di kelas V SDN III

Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis. Dengan observasi ini

data penelitian bisa langsung dilihat dan diamati secara lebih jelas. Teknik ini juga

56

Page 57: Pembahasan

KelompokEksperimen

KelompokEksperimen

dimaksudkan untuk mengamati benda-benda yang ada di lokasi penelitian, seperti

sarana dan prasarana, data tertulis. Observasi dilakukan dengan tujuan untuk

meyakinkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan model yang

diterapkan yaitu model pembelajaran concept attainment dan problem based

learning.

b. Tes

Tes adalah pemberian sejumlah pertanyaan atau soal yang harus di isi oleh

sejumlah peserta didik (responden), biasa gunakan untuk menguji sampai sejauh

mana kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran. Dalam penelitian

ini tes digunakan untuk memperoleh data tentang prestasi belajar mata pelajaran IPA

materi Alat Pernapasan Ikan di SDN III Gunungcupu Kecamatan Sindangkasih

Kabupaten Ciamis. Jenis tesnya adalah tulisan. Dengan adanya tes, prestasi belajar

peserta didik akan terlihat dengan jelas.

6. Desain Penelitian

Desain penelitian ini dapat dilihat pada bagan di bawah ini

Periode 1 Periode 2

Pra Eksperimen Post Eksperimen

57

Dipelajari

dengan

observasi

pengukuran

dsb

Dipelajari

kembali

dengan

cara yang

sama

X1 Variabel X2 Eksperimen b = X2 – X1

Page 58: Pembahasan

KelompokEksperimen

KelompokEksperimen

Diharapkan bahwa kelompok eksperimen akan mengalami perubahan karena

akibat variabel eksperimen bila dibandingkan keadaan sebelum dan sesudahnya,

jadi X2 ≠ X1. Sebaliknya kelompok kontrol tidak mengalami perubahan, jadi X21 =

X11 maka b ˃ b1.

7. Instrumen Pengumpul Data

Sejalan dengan teknik pengumpulan data di atas, maka alat pengumpul

data/instrumennya adalah:

1) Teknik observasi menggunakan instrumen lembar observasi/pengamatan,

digunakan untuk mengamati proses pembelajaran di kelas.

2) Teknik tes menggunakan instrumen tes yang berupa item-item soal tertulis yang

harus dijawab oleh peserta didik.

Sebelum tes diujikan, terlebih dahulu soal-soal tesnya diujicobakan pada peserta

didik yang sudah pernah mempelajari materi alat pernapasan ikan. Hal ini dilakukan

dalam upaya untuk melihat hasil uji validitas dan reliabilitasnya. Adapun Uji validitas

dan reliabilitas ini adalah sebagai berikut:

a. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesalahan sesuatu instrumen (Arikunto, 2006: 168).

58

b1 = X21 - X1

1X11

Tidak X21

b = beda

Page 59: Pembahasan

Untuk menghitung koefisien validitas menggunakan rumus produk moment

dengan angka kasar (Erman. 2003: 120), sebagai berikut :

r xy=n∑ xy−(∑ x )(∑ y )

√(n∑ x2−(∑ x )2 )(n∑ y2−(∑ y )2

Keterangan :

r xy = Koefisien korelasi antara variabel x dengan y

n = Banyaknya peserta tes

x = Skor setiap butir soal

y = Skor total butir soal

Guilford (Erman, 2003 : 154) mengklasifikasikan interprestasi korelasi sebagai

berikut :

0,90 ≤ rxy ≤ 1,00 VValiditas sangat tinggi (sangat baik)

0,70 ≤ rxy < 0,90 Validitas tinggi (baik)

0,40 ≤ rxy < 0,70 Validitas sedang (cukup)

0,20 ≤ rxy < 0,40 Validitas rendah (kurang)

0,00 < rxy < 0,20 Validitas sangat rendah, dan

rxy ≤ 0,00 Tidak valid

59

Page 60: Pembahasan

Selanjutnya untuk menguji signifikansi koefisien korelasi r dilakukan uji t pada

α = 0,05 dan dk = n – 2 dengan rumus:

t= r √n−2

√1❑−r2

Keterangan:

t = Nilai t hitung

r = Koefisien korelasi

n = Jumlah responden

Jika t hitung>t tabel, maka alat ukur penelitian yang digunakan valid.

Jika t hiktung<t tabel, maka alat ukur penelitian yang digunakan tidak valid.

b. Uji Reliabilitas

Erman (2003: 153) menyatakan bahwa reliabilitas suatu alat evaluasi

dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten,

ajeg). Hasil pengukuran akan tetap sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda,

waktu yang berbeda dan tempat yang berbeda pula.

Rumus untuk mencari koefisien reliabilitas soal tes digunakan rumus Alpha

yang menurut Erman (2003: 154) yaitu :

r11=( nn−1 )(1−

∑ S i2

S t2 )

Keterangan :

60

Page 61: Pembahasan

r11 = Koefisien reliabilitas

n = Banyaknya soal

∑ S i2

= Jumlah varians skor

St2

= Varians skor total

Klasifikasi interpretasi koefisien korelasi menurut Guilford (Erman, 2003 : 139) sebagai

berikut :

r11 < 0,20 = Derajat reliabilitas sangat rendah

0,20 ≤r11 < 0,40 = Derajat reliabilitas rendah

0,40 ≤r11 < 0,70 = Derajat reliabilitas sedang

0,70 ≤r11 < 0,90 = Derajat reliabilitas tinggi

0,90 ≤r11 ≤ 1,00 = Derajat reliabilitas sangat tinggi

D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Banyak penelitian yang memerlukan perbandingan antara dua keadaan atau

tepatnya dua populasi. Misalnya membandingkan dua cara mengajar, dua cara produksi,

daya sembuh dua macam obat dan lain sebagainya. Untuk keperluan ini akan digunakan

dasar distribusi sampling mengenai selisih stastistik misalnya selisih rata-rata dan selisih

61

Page 62: Pembahasan

proporsi (Sudjana, 2005:238). Penelitian ini membandingkan prestasi belajar peserta

didik antara yang melalui penggunaan model pembelajaran concept attainment dan

problem based learning.

Dengan demikian penelitian ini menggunakan uji persamaan dua rata-rata

sebagai berikut:

t= X 1−X 2

s√ 1n1

+ 1n 2

s2=(n 1−1 ) s 2

1❑

+(n2−1 ) s 22

Keterangan:

t = Nilai t hitung

x = Rata-rata

s = Simpangan baku

n = Jumlah responden

Jika t hitung > t tabel, maka hipotesis kerja (Hi) diterima atau hipotesis nol (H0)

ditolak. Jika t hitung < t tabel, maka hipotesis kerja (Hi) ditolak atau hipotesis nol (H0)

diterima.

62

n 1+n 2−2

Page 63: Pembahasan

BAB IV

DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. KARAKTERISTIK OBJEK PENELITIAN

1. Identitas Sekolah

a) Nama Sekolah : SD Negeri 3 Gunungcupu

Nomor Statistik Sekolah : 101021402033

Alamat Sekolah : Dusun Lenggorsari

Desa Gunungcupu

Kecamatan Sindangkasih

Kabupaten Ciamis

Propinsi Jawa Barat

63

Page 64: Pembahasan

Kodepos 46261

Tahun Pendirian : 1972

Kualifikasi akreditasi : B ( Baik )

b) Kepala Sekolah :

Nama lengkap : PADIL BASTAMAN, S.Pd.SD.

NIP : 196112061982011002

Pangkat/Gol.Ruang : Pembina IV a

Pendidikan Terakhir : S1

2. Keadaan Guru

Tabel 4.1

Keadaan Guru

IjazahGuru PNS Guru Bantu Guru Sukwan JumlahL P L P L P L P JML

S1 3 2 - - 1 - 4 2 6D3 - - - - - - - - -D2 - 3 - - - 1 - 4 4

SLTA - 1 - - 1 - 1 1 2Jumlah 3 6 - - 1 1 5 7 12

3. Keadaan Peserta Didik

Tabel 4.2

Keadaan Peserta Didik

No. TINGKATJumlah Rombel

JUMLAH SISWAJUMLAHLaki-

lakiPerempuan

1 I 2 30 26 562 II 1 11 21 32

64

Page 65: Pembahasan

3 III 2 30 18 484 IV 1 18 15 335 V 2 22 28 506 VI 2 24 29 53

Jumlah 10 136 139 274

4. Keadaan Sarana dan Prasarana

Tabel 4.3

Keadaan Sarana dan Prasarana

No Jenis Sarana / FasilitasKeadaan

JumlahBaik Sedang Rusak

1 Ruang Kepala Sekolah - 1 - 12 Ruang Guru - 1 - 13 Ruang Belajar *) 5 3 - 84 Ruang Perpustakaan 1 - - 15 Ruang UKS 1 - - 16 Mushola - 1 - 17 WC Guru - 1 - 18 WC Murid - 2 - 2

No Jenis Sarana / FasilitasKeadaan

JumlahBaik Sedang Rusak

9 Gudang - - 1 110 Bangku siswa - 15 - 1511 Meja Siswa 25 95 7 12712 Kursi Siswa 50 145 25 22013 Lemari 2 5 7 1414 Meja Guru 10 - 2 1215 Kursi Guru 7 8 - 1516 Papan Tulis - 10 2 1217 Kursi Tamu 1 - - 118 Rak Buku - 2 - 2

B. HASIL PENELITIAN

1. Data Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA

Data-data hasil belajar IPA yang dikumpulkan dalam penelitian dari hasil belajar

peserta didik pada pembelajaran yang berbeda, yaitu pembelajaran yang menggunakan

65

Page 66: Pembahasan

model pembelajaran concept attainment dan menggunakan model problem based

learning. Data tersebut dapat dilihat di tabel dan histogram berikut :

Tabel 4.4

Data Hasil Belajar IPA yang menggunakan Model Pembelajaran Concept Attainment

NO

NAMA SISWAMODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT

1 A1 902 A2 803 A3 904 A4 805 A5 1006 A6 907 A7 808 A8 909 A9 9010 A10 9011 A11 100NO

NAMA SISWAMODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT

12 A12 8013 A13 9014 A14 9015 A15 9016 A16 9017 A17 9018 A18 9019 A19 10020 A20 7021 A21 10022 A22 7023 A23 8024 A24 9025 A25 90

n 2200

Tabel 4.5

66

Page 67: Pembahasan

Data Hasil Belajar IPA yang menggunakan Model Pembelajaran Problerm Based

Learning

NO

NAMA SISWAMODEL PEMBELAJARAN

PROBLEM BASED LEARNING

1 B1 802 B2 903 B3 804 B4 705 B5 806 B6 907 B7 908 B8 809 B9 9010 B10 9011 B11 9012 B12 9013 B13 90NO

NAMA SISWAMODEL PEMBELAJARAN

PROBLEM BASED LEARNING14 B14 9015 B15 9016 B16 8017 B17 10018 B18 8019 B19 7020 B20 10021 B21 10022 B22 6023 B23 9024 B24 9025 B25 70

n 2130

2. Distribusi Frekuensi Variabel Concept Attainment

Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Variabel Concept Attainment

67

Page 68: Pembahasan

CA

2 8,0 8,0 8,0

5 20,0 20,0 28,0

14 56,0 56,0 84,0

4 16,0 16,0 100,0

25 100,0 100,0

70

80

90

100

Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Descriptive Statistics

25 70 100 88,00 8,16

25

CA

Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

CA

100,090,080,070,0

16

14

12

10

8

6

4

2

0

Std. Dev = 8,16

Mean = 88,0

N = 25,00

Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa 14 orang peserta didik mendapatkan nilai

90. Dengan demikian nilai yang paling banyak muncul adalah angka 90. Sedangkan

yang paling sedikit muncul adalah angka 70 dengan perolehan peserta didik hanya

dua orang yang mendapatkan angka tersebut.

Distribusi frekuensi di atas dapat dilihat secara grafik pada gambar berikut ini:

Grafik 4.1

Distribusi Frekuensi Variabel Concept Attainment

a. Deskripsi Statistik Variabel Concept Attainment

Tabel 4.7

Deskripsi Statistik Variabel Concept Attainment

68

Page 69: Pembahasan

One-Sample Test

53,889 24 ,000 88,00 84,63 91,37CAt df Sig. (2-tailed)

MeanDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Test Value = 0

PBL

1 4,0 4,0 4,0

3 12,0 12,0 16,0

6 24,0 24,0 40,0

12 48,0 48,0 88,0

3 12,0 12,0 100,0

25 100,0 100,0

60

70

80

90

100

Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa nilai minimum sebesar 70,

maksimum sebesar 100, rata-rata (mean) sebesar 88,00, dan standar deviasi

sebesar 8,16.

b. Uji t Variabel Concept Attainment

Tabel 4.8

Uji t Variabel Concept Attainment

Berdasar t hitung (53,889) lebih dari t tabel (1,711). Dengan demikian terdapat

pengaruh yang signifikan model pembelajaran Concept Attainment terhadap hasil

belajar

3. Distribusi Frekuensi Variabel Problem Based Learning

Tabel 4.9

Distribusi Frekuensi Variabel Problem Based Learning

Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa 12 orang peserta didik mendapatkan nilai

90. Dengan demikian nilai yang paling banyak muncul adalah angka 90. Sedangkan

yang paling sedikit muncul adalah angka 60 dengan perolehan peserta didik hanya

1 orang yang mendapatkan angka tersebut.

69

Page 70: Pembahasan

CA

100,090,080,070,060,0

14

12

10

8

6

4

2

0

Std. Dev = 10,05

Mean = 85,2

N = 25,00

Descriptive Statistics

25 60 100 85,20 10,05

25

CA

Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Distribusi frekuensi di atas dapat dilihat secara grafik pada gambar berikut ini:

Grafik 4.2

Distribusi Frekuensi Variabel Problem Based Learning

a. Deskripsi Statistik Variabel Problem Based Learning

Tabel 4.10

Deskripsi Statistik

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa nilai minimum sebesar 60,

maksimum sebesar 100, rata-rata (mean) sebesar 85,20 dan standar deviasi sebesar

10,05.

b. Uji t Variabel Problem Based Learning

Tabel 4.11

Uji t Variabel Problem Based Learning

Test Value = 0

t df Sig. (2-tailed)Mean

Difference

95% ConfidenceInterval of the

DifferenceLower Upper

PBL 42,389 24 ,000 85,20 81,05 89,35

70

Page 71: Pembahasan

Berdasar T hitung (42,389) lebih dari t tabel (1,711). Dengan demikian terdapat

pengaruh yang signifikan model pembelajaran Problem Based Learning terhadap

hasil belajar.

4. Perbandingan antara Hasil Belajar Concept Attainment dengan Problem

Based Learning

Analisis Uji-t

Group Statistics

Kelas N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

MP Concept Attainment Eksperimen 12 88.33 7.177 2.072

Kontrol 13 87.69 9.268 2.571

PP Based Learning Eksperimen 12 85.00 6.742 1.946

Kontrol 13 85.38 12.659 3.511

71

Page 72: Pembahasan

Independent Samples Test

Levene's

Test for

Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig.

(2-

tailed)

Mean

Differen

ce

Std.

Error

Differen

ce

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

MP

Concept

Attainme

nt

Equal

variances

assumed

.251 .621 .192 23 .849 .641 3.336 -6.260 7.543

Equal

variances not

assumed

.194 22.361 .848 .641 3.302 -6.200 7.482

MPP

Based

Learning

Equal

variances

assumed

4.489 .045 -.094 23 .926 -.385 4.109 -8.885 8.115

Equal

variances not

assumed

-.096 18.593 .925 -.385 4.014 -8.799 8.030

Dari hasil analisis tersebut diperoleh nilai thitung sebesar 0,194 dan df = 25.

Sehingga dengan menggunakan taraf signifikansi 1% (α = 0,01) dan derajat

kebebasan (df/dk = 25-2=23) akan dicari harga dari Equal variances not assumed,

ternyata harga t tersebut terdapat dalam tabel (t Distribution Critikal Values) yaitu

22,361

72

Page 73: Pembahasan

Ternyata diperoleh t tabel sebesar 22,36. Hasil ini membuktikan bahwa thitung

lebih kecil dari pada t tabel , yakni thitung 0,194 < t tabel 22,36. Dengan demikian

hipotesis yang penulis ajukan, yaitu penggunaan model pembelajaran concept

attainment (variabel X), dengan model pembelajaran problem based learning

(variabel Y) terhadap pelajaran IPA materi alat pernapasan ikan memiliki

perbedaan yang positif.

Terlihat t hitung dari Equal variances assumed adalah 0,251 dengan

probobalitas 0,621. Karena 0,251 < 0,621 maka Ho dtolak. Dapat disimpulkan

penggunaan model pembelajaran concept attainment (variabel X), dan model

pembelajaran problem based learning (variabel Y). ternyata perbedaanya sangat

efektif/signifikan.

C. PEMBAHASAN

Pada penelitian ini penulis menerapkan model pembelajaran concept attainment

pada kelas VA dengan jumlah peserta didik sebanyak 25 orang. Model pembelajaran

concept attainment didesain untuk menganalisis konsep, mengembangkan konsep,

pengajaran konsep dan untuk menolong peserta didik menjadi lebih efektif dalam

mempelajari konsep-konsep. Model pembelajaran concept attainment merupakan

integrasi yang efisien untuk mempresentasikan informasi yang telah terorganisir dari

suatu topik yang luas menjadi topik yang lebih mudah dipahami untuk setiap

stadium perkembangan konsep. Model pembelajaran concept attainment ini dapat

memberikan suatu cara menyampaikan konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep

serta melatih peserta didik menjadi lebih efektif pada pengembangan konsep, hal ini

73

Page 74: Pembahasan

sesuai dengan pernyataan Joycc seperti yang dikutip Russamsi Martomidjojo

(2009:1) bahwa “pembelajaran concept attainment mempertajam dasar keterampilan

berfikir”.

Model pembelajaran problem based learning diterapkan di kelas VB dengan

jumlah peserta didik sebanyak 25 orang. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah

(problem based learning) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru

menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting

dan relevan (bersangku paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan siswa

memperoleh pengalaman belajar yang telah realistik (nyata). Model pembelajaran

problem based learning memberikan landasan terjadinya pembelajaran yang lebih

hidup, karena dengan menerapkan problem based learning pembelajaran

menerapkan pengetahuan dan keterampilan, bukan hanya menerima saja.

Berdasarkan pengertian dari dua model pembelajaran di atas, di ketahui bahwa

dengan menggunakan model pembelajaran concept attainment peserta didik menjadi

lebih efektif dalam mempelajari konsep-konsep dan mengembangkan konsep.

Sedangkan dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning,

peserta didik di hadapkan pada masalah dan dituntut untuk dapat memecahkan

masalah tersebut.

Hasil analisis data menunjukkan hal-hal sebagai berikut :

1. Data perolehan nilai peserta didik yang menggunakan model pembelajaran

concept attainment menunjukan bahwa 14 orang peserta didik mendapatkan

nilai 100, 14 orang mendapat nilai 90, 5 orang mendapatkan nilai 80 dan 2 orang

mendapat nilai 70. Dengan demikian nilai yang paling banyak muncul adalah

74

Page 75: Pembahasan

angka 90, sedangkan yang paling sedikit muncul adalah angka 70. Berdasarkan

deskripsi statistik variabel menunjukan bahwa nilai minimum sebesar 79,

maksimum sebesar 100, rata-rata (mean) sebesar 88,00. Standar deviasi sebesar

8,16, t hitung (53,889) lebih dari t tabel (1,711).

2. Data perolehan nilai peserta didik yang menggunakan problem based learning

menunjukan bahwa 3 0rang peserta didik mendapat nilai 100, 12 orang

mendapat nilai 90, 6 orang mendapat nilai 80, 3 orang mendapat nilai 70 dan 1

orang mendapat nilai 60. Dengan demikian nilai yang paling banyak muncul

adalah 90, sedangkan yang paling sedikit muncul adalah 60. Berdasarkan

deskripsi variabel menunjukan bahwa nilai minimum sebesar 60, maksimum

sebesar 100, rata-rata (mean) sebesar 85,20. Standar deviasi sebesar 10,05, t

hitung (42,389) lebih dari t tabel (1,711).

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar dengan concept

attainment lebih besar di banding problem based learning yaitu dengan perolehan

nilai rata-rata sebesar 88,00 lebih dari problem based learning yang perolehan

nilainya 85,20.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan

75

Page 76: Pembahasan

1. Pembelajaran dengan menggunakan model concept attainment memberikan

suatu cara menyampaikan konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep serta

melatih peserta didik menjadi lebih efektif dalam pengembangan konsep

sehingga nilai rata-rata hasil belajar mata pelajaran IPA kelas V a yaitu 88,00.

2. Pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning,

menghadapkan peserta didik pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan

dengan bekal pengetahuan yang mereka miliki sehingga nilai rata-rata hasil

belajar mata pelajaran IPA kelas V b sebesar 85,20.

3. Perbedaan penggunaan model pembelajaran concept attainment dengan

problem based learning bisa dilihat dari nilai t hitung concept attainment

(53,889) lebih besar dibandingkan dengan t hitung problem based learning

(42,389), rata-rata nilai peserta didik yang menggunakan concept attainment

adalah (88,00) sedangkan yang menggunakan problem based learning adalah

(85,20). Melalui uji t kedua data prestasi belajar concept attainment dan

problem based learning, diperoleh nilai t hitung sebesar 0,194 sedangkan t

tabel 22,36. Maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran

concept attainment (variabel X), dengan model pembelajaran problrm based

learning (variabel Y) terhadap pelajaran IPA materi alat pernapasan ikan

memiliki perbedaan yang positif.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, saran dalam penelitian ini :

76

Page 77: Pembahasan

1. Guru diharapkan mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk

memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang akan

diajarkan sehingga dapat hasil belajar.

2. Guru hendaknya lebih sering memilih dan menetapkan model pembelajaran

yang memungkinkan peserta didik lebih aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan

menyenangkan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai..

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakakah setelah

menggunakan model pembelajaran yang diterapkan memberikan hasil dan

perbedaan yang lebih baik lagi pada topik maupun mata pelajaran yang lain

dan meningkatkan motivasi belajar yang lebih baik bagi peserta didik.

JADWAL PENELITIAN

No. Kegiatan Bulan..............................2012April Mei Juni Juli

77

Page 78: Pembahasan

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 41 Penyusunan proposal2 Penyusunan instrument 3 Bimbingan proposal4 Semester proposal5 Perbaikan proposal6 Bimbingan BAB I-III7 Perbaikan BAB I-III8 Pelaksanaan penelitian9 Penulisan skripsi10 Bimbingan BAB IV11 Revisi skripsi12 Sidang skripsi13 Perbaikan skripsi

78