pembagian hadits
TRANSCRIPT
1
MACAM-MACAM HADITS
A. Latar Belakang
Hadits merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, mapun taqrir1. Dalam istimbat (pengambilan) hukum Islam, hadist
menempati posisi kedua setelah Al-Qur’an. Dengan demikian, hadits memiliki peran yang sangat
vital dalam pembentukan hukum Islam. Namun, dari segi periwayatan Al-Qur’an diriwayatkan
secara keseluruhan dengan predikat mutawatir, sedang hadits ada yang mutawatir dan ahad. Dari
segi kualitas hadits juga ada yang shahih, hasan, dan dha’if. Di samping itu muncul pula hadits-
hadits palsu (maudhu’) yang sangat merugikan Islam. Terjadinya perbedaan derajat dan kualitas
hadits ini bisa dimaklumi karena hadits baru dibukukan pada periode khalifah Umar bin Abdul
Aziz (99-101 H)2.
Untuk memilah berbagai macam hadits tersebut maka lahirlah ilmu mushtahalah hadits.
Ilmu mushthalah hadits jika didefinisikan bermakna ilmu yang berkenaan dengan asas dan
aturan-aturan yang dengannya bisa diketahui kondisi sanad dan matan hadits, baik dari segi
penerimaan maupun penolakannya3. Penelitian terhadap hadits-hadits Nabi ini telah melahirkan
karya-karya spektakuler seperti Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Jami’ al-Turmudzi, Sunan
Abi Dawud, Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibn Majah, Sunan al-Darimi, Muwaththa Imam Malik, dan
Musnand Imam Ahmad Ibn Hambal yang dikenal dengan kutub al-tis’ah, dan masih banyak
kitab hadits lainnya yang ribuan jumlahnya. Melalui hasil karya para ulama hadits inilah umat
Islam yang hidup sesudahnya mempelajari tentang kehidupan Nabi Muhammad SAW, baik
dalam hal ibadah, muamalah maupun bernegara.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang
macam-macam hadits, baik didasarkan atas banyak atau sedikitnya yang meriwayatkan
(kuantitas rawi) maupun dari segi kualitas hadits.
B. Klasifikasi Al-Hadits dari segi Sedikit atau Banyaknya Rawi (Kuantitas)
Di tinjau dari segi sedikit banyaknya rawi yang menjadi sumber berita hadis terbagi
kepada dua macam yaitu mutawatir dan ahad.
1 Subhi al-Shalih, ‘Ilm al-Hadits wa Mushthalah, (Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayain, 1965), hlm.3-4.2 http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/4/1/pustaka-93.html3 Mahmud al-Thahhan, Taisir Mushthalah al-Hadits, (Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1985), hlm.15.
2
1. Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa
sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama
akan hal itu. Hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah rawi pada tiap lapisan
(thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits
mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir
sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap
riwayat) dan ma'nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap
riwayat) .4
a. Mutawatir Lafzhy
Mutawatir lafdhzy adalah hadis yang disampaikan dengan lapaz yang sama atau hampir
bersamaan oleh para perawi hadis melalui silsilah sanad yang banyak.5 Dalam mutawatir Lafzhi
banyaknya silsilah sanad yang menyampaikan lapazh yang sama dan dikumpulkan atau
dirawikan oleh banyaknya perawi maka kebenaran lapazh hadisnya akan diakui keberadaannya
secara pasti.
b. Mutawatir Ma’nawy
Mutawatir Maknawy berarti mutawatir secara makna yaitu hadis-hadis yang disampaikan
atau yang diriwayatkan oleh para perawi hadis, melalui silsilah sanad yang beragam dan redaksi
pemberitaan yang beragam dimana hadis yang disampaikan tersebut berisikan arti, makna, arah,
serta tujuan yang sama.6
Berdasarkan definisi di atas maka mutawatir maknawi merupakan berita-berita, perkataan
dan perbuatan dari satu sumber yang sama(Rasulullah) diterima dengan versi atau redaksi yang
berbeda dan disampaikan dengan berita yang berlainan tapi maknanya sama.
2. Hadis Ahad
Al-ahad jamak dari ahad, menurut bahasa berarti al-wahid atau satu. Dengan demikian
khabar wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh satu orang.7
Adapun Ahad pada istilah berarti : “Khabar yang tiada sampai jumlah banyak
pemberitanya kepada jumlah khabar mutawatir, baik pengkhabar itu satu, dua, tiga, empat, lima
4 Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalahul Hadits, Bandung : Al-Ma’arif,1991,Cet ke-7, hlm 625 Ibid., hlm. 636 Ibid.7Mahmud Al-Thahhan, Taisir Mushthalah al-Hadits, Beirut : Dar Al-Qur’an
Al-Karim,1399H/1979M,hm.18
3
dan seterusnya dari bilangan-bilangan yang tiada memberi pengertian bahwa khabar itu dengan
bilangan tersebut masuk ke dalam khabar mutawatir.”8
Dengan kata lain hadis ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu, dua atau tiga
orang dan kedudukannya tidak sampai kepada posisi hadis mutawatir.
Hadis ahad terbagi pada tiga bagian yaitu Masyhur, Aziz, dan Ghorib.
a. Hadis Masyhur
Masyhur menurut bahasa artinya sesuatu yang sudah tersebar, sudah populer,9 sudah
tersiar, sudah terkenal kemana-mana.
Pada uruf hadis, masyhur berarti : “ Hadis-hadis yang mempunyai jalan(sanad) yang
terhingga(terbatas) yang lebih dari dua jalan(sanad) dan tidak sampai kepada hadis mutawatir”.10
Bila hadis mutawatir tidak dibatasi dengan jumlah jalan(sanad) tertentu sementara dalam hadis
masyhur memiliki jumlah jalan(sanad) yang terbatas.
Hadis masyhur itu terbagi kepada :
1. Masyhur dikalangan para muhaddisin dan lainnya (golongan ulama ahli ilmu dan umum)
2. Masyhur dikalangan ahli-ahli ilmu tertentu misalnya hanya masyhur dikalangan ahli
hadis saja, atau ahli fiqih saja, atau ahli tasauf saja,atau ahli nahwu saja, atau lain
sebagainya.
3. Masyhur dikalangan orang-orang umum saja .11
Adapun hukum hadis masyhur menurut sebagian ulama hadis, dapat dijadikan hujjah baik ia
hadis shahih, hasan dan Dhaif. Dan menurut ulama Hanafiah hadis masyhur menghasilkan
ketenangan hati, dekat kepada meyakinkan dan wajib diamalkan, dan tidak dikafirkan orang
yang menolaknya.12
2. Hadis Aziz
8 T.M.Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, Jilid 2, Jakarta : Bulan-Bintang, 1994, cet, ke-6, hlm .66
9 M.Hasbi ash-Shiddieqy, op.cit, hlm.6710 Al-Suyuthi, Tadrib Al-Rawi fi Syarh Taqrib Al-Nawawi,Juz .2,Beirut : Dar Al-Fikr,1988,hlm.17311 Fatchur Rahman, op.cit, hlm. 6712 Baca , Ushulut Tasyri’ Al Islami, hlm.39-40
4
Hadis Aziz menurut lughat ialah : asy syafief yang mulia An-Nadir=yang sedikit
wujudnya, Ash Sha’bul Ladzie yakadu la yuqwa ‘alaihi: yang sukar diperoleh , al-qowiyu: yang
kuat kesukaran yang payah di atasi.13
Menurut istilah hadis Aziz itu ialah :“ Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang walaupun
dua orang rawi tersebut terdapat pada satu thabaqah(lapisan) saja, kemudian setelah itu,
orang-orang pada meriwayatkannya.”14
Menurut Al-hafiedh Ibnu Hajar dalam An-Nakhbah berpendapat bahwa hadis aziz itu
ialah:
اثنين عن اثنين من اقل يرويه ال ما
“ Hadis yang tiada diriwayatkannya oleh kurang dari dua orang dari dua orang”15
Hadis aziz bisa saja pada jenjang, lapisan(thabaqah) pertama dikatakan hadis aziz kemudian
menjadi hadis masyhur pada lapisan, jenjang yang berikutnya karena banyaknya yang menerima
atau merawikannya.
Hadis aziz yang soheh, hasan dan Dhaif tergantung kepada terpenuhi atau tidaknya
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hadis sohih, hasan dan Dhaif.16
3. Hadis Gharib
Gharib menurut bahasa berarti al-Munfarid (menyendiri) atau al-ba’id an Aqaribihi
(jauh dari kerabatnya).17
Ulama ahli hadis mendefenisikan hadis gharib sebagai: “Hadis yang diriwayatkan oleh seorang
perawi yang meyendiri dalam meriwayatkannya, baik yang menyendiri itu imamnya maupun
selainnya”18
Ada juga yang mengatakan bahwa hadis gharib adalah hadis yang diriwayatkan oleh
seorang perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya tanpa ada orang lain yang
meriwayatkannya,19
13 M.Hasbi Ash Shiddieqy, op.cit, hlm. 7514 Fatchur Rahman, op.cit, hlm.7415 M Hasbi Ash-Shiddieqy, op.cit, hlm.7616 Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta : Raja Grapindo Persada,2002,Cet.ke-3, hlm.11717 Ibid.hlm.118
18 Nur Al-Din ‘Itr, Manhaj Al-Naqdi fi ulum Al-Hadits, Beirut :Dar Al-Fikr,1979, hlm.39619 Muhammad Alwi Al Maliki Al-Hasani, Al-Manhal Al-lathif fi Ushul Al-Hadits Al-Syarif, Mathba’ sihr,
1982,Cet, ke-4.hlm. 91
5
Penyendirian dalam hal rawi ini bisa berarti tidak ada oang lain yang meriwayatkan
hadis itu selain orang itu sendiri dan penyendirian dalam hadis gharib ini juga bisa berarti sifat,
keadaan si rawynya yang berbeda dengan rawy-rawy lain yang meriwayatkan hadis yang sama.
Ditinjau dari segi bentuk penyendirian perawi maka hadis ghorib digolongkan menjadi
dua yaitu :(1). Hadis ghorib mutlak, (2).hadis ghorib nisbi
Ghorib mutlak ialah :“Hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja dari
seluruh perawi-perawi lain”.20
Ghorib Nisbi ialah: “hadis yang dipandang fard mengingat sesuatu sifat yang tertentu,
(yakni, dikaitkan dengan sesuatu sifat tertentu).21Penyendirian rawi mengenai sifat-sifat atau
keadaan tertentu dari seorang rawi, mempunyai beberapa kemungkinan, antara lain:
a. Tentang sifat keadilan dan kedhobithan(ketsiqatan) rawi
b. Tentang kota atau tempat tinggal tertentu
c. Tentang meriwayatkannya dari rawi tertentu.22
Selain pembagian hadis ghorib dari sifat dan personnya, para ulama juga membagi hadis ghorib
kepada tiga golongan bila ditinjau dari segi letaknya, yaitu:
1. gharib pada sanad dan matan
2. hadis yang hanya diriwayatkan melalui satu jalur 23
3. gharib pada sanadnya saja adalah hadis yang telah popular dan diriwayatkan oleh bayak
sahabat, tetapi ada seorang rawi yang meriwayatkannya dari salah seorang sahabat yang
lain yang tidak populer.24
Klasifikasi Hadis berdasarkan Kualitas Hadits
Untuk mengamalkan ajaran Islam dan mengeluarkan produk hukum
dengan bersumberkan Hadis, kita harus mengetahui nilai kualitas Hadis
tersebut. Berdasrkan kualitas hadits, hadits dibagi menjadi tiga yaitu Shahih,
Hasan, Dha’if atau Maudhu’.25
1. Hadis Shahih
20 M.Hasbi Ash-shiddieqy, op.cit,hlm.8021 Ibid, hlm.8022 Fatchur Raman, op.cit.hlm.8123 Munzier Suparta, op.cit, hlm,12024 Ibid25 Fatchur Rahman, op.cit.hlm.95
6
Hadis Shahih ialah hadis yang bersambung sanadnya, yang diriwayatkan oleh rawi yang
adil dan dhobith dari rawi lain yang juga adil dan dhobith sampai akhir sanad, dan hadis itu tidak
janggal(syadz) serta tidak mengandung cacat(illat).26
Dari pengertian di atas maka dapat dikemukakan beberapa criteria hadis Shahih,yaitu :
a. Bersambung sanadnya, yaitu bahwa tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima
langsung dari guru yang memberinya.
b. Rawi yang adil artinya para rawi adalah orang-orang mukallaf yang berpegang teguh
pada pedoman ajaran syara’ atau syariat Islam dan mampu menjaga diri dari hal-hal yang
membuat jatuh martabatnya
c. Rawi-rawinya sempurna dhabitnya artinya para rawi yaitu orang-orang yang kompetensi
dan profesionalnya bagus dalam hadis artinya kuat daya hapalnya dan mampu
mengungkapkan kembali ketika meriwayatkannya.
d. Tidak janggal(syadz) artinya berita yang disampaikannya tidak berbeda dengan berita
rawi lain yang lebih kuat posisinya dari rawi tersebut
e. Tidak ada cacat artinya bebas dari aib atau virus yang membuatnya cacat dan tercemar
rendah dimata masyarakat.27
Adapun hukum-hukum hadis Shahih ialah sebagai berikut:
a. Berakibat kepastian hukum, hal ini apabila hadis tersebut terdapat pada Shahih Bukhari
dan Shahih Muslim
b. Imperatif diamalkan.Menurut Ibnu Hajar yang dikutip oleh Prof.Dr.Muhammad Alawi
A-Maliki dalam Kibah Syarah Al-Nuhbah,wajib mengamalkan setiap hadis yang
Shahih,meskipun tidak termasuk yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim
c. Imperatif untuk menerimanya
d. Imperatif segera diamalkan tanpa menunggu sampai adany dalil yang bertentangan
e. Hadis Shahih tidak membahayakan
f. Tidak harus diriwayatkan oleh orang banyak .28
2. Hadis Hasan
26 Nuruddin’ITR, Manhaj an-Naqd fii ‘Ulum Al-hadis, Damaskus :Dar al-Fikr,1994.Cet.1.hlm.227 Fatchur Rahman, op.cit,hlm.9828 Muhammaad Alawi Al-Maliki, op.cit.hlm 54
7
Hasan menurut bahasa ialah” sesuaatu yang baik dan cantik”29 Sedangkan menurut istilah
ialah :“ Hadis hasan adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil,
yang rendah tingkat kekuatan daya hapalnya, tidak rancu dan tidak bercacat’’.30
Dari pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa kriteria hadis hasan adalah :
a. Sanadnya bersambung
b. Perawinya adil
c. Perawinya dhabith, tetapi kualitas ke-dhabitannya di bawah kedhobitan perawi hadis
Shahih.
d. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz, dan
e. Tidak ber’illat.31
Hadis hasan dalam hal fungsinya sebagai hujjah dan implementasinya adalah sama
seperti hadis shoheh, meskipun kualitasnya di bawah hadis Shahih.Hanya saja, jika terjadi
pertentangan antara hadis Shahih dengan hadis hasan maka harus mendahulukan hadis shoheh,
karena kualitas hadis hasan berada di bawah hadis Shahih.32
3. Hadis Dhaif
Dari segi bahasa Dhaif artinya lemah. Dari segi istilah ulama hadis :“ ialah hadis yang
kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadis Shahih atau hadis hasan.”33
Al-Nawawi mendefenisikan dengan : “ hadis yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat
hadis Shahih dan syarat-syarat hadis hasan.”34
Dapat juga dikatakan bahwa satu syarat saja kurang dari syarat hadis Shahih dan syarat
hadis hasan maka sudah dikatakan hadis Dhaif apalagi di dalam hadis tersebut sama sekali
syarat-syarat hadis Shahih dan hadis hasan maka dikategorikanlah kepada hadis Dhaif yaitu
hadis yang lemah yang kekuatannya tidak mampu menyamai kategori hadis hasan apalagi hadis
Shahih .
Para muhaddisin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadis dari dua jurusan. Yaitu
dari jurusan sanad dan dari jurusan matan.dalam makalah ini penulis hanya menguraikan garis
besarnya saja tanpa mengungkapkannya secara mendetail.
29Ibid, ,hlm.5930 Syarh Al-Nukhbah, hlm.17, lihat pula syar al-Baiquniyah karya al-Zarqani,hlm.2531 Munzier Suparta, op.cit, hlm.24932 Muhammad Alawi Al-Maliki, op.cit, hlm.6033 Fatchur Rahman, op.cit, hlm.14034 Al-Suyuthi, Tadrib Al-Rawy fi Syarh Taqrib An-Nawawi, Juz.1,Beirut : Dar Al-fikr,1988, hlm.19
8
1. Dari jurusan sanad diperinci menjadi dua bagian
a. Ditemukannya cacat-cacat para rawinya baik tentang keadilannya maupun kehafalannya.
b.“Ketidak bersambung-sambungnya sanad”, dikarenakan adanya seorang rawi atau lebih,
yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.35
1.a. Cacat-cacat pada keadilan dan kedla’bitan rawi itu ada 10 macam
1) Dusta.Hadis Dhaif yang karena rawinya dusta,disebut hadis maudlu’
2) Tertuduh dusta. Hadis Dhaif yang karena rawynya tertuduh dusta,disebut hadis matruk
3) Fasiq
4) Banyak salah
5) Legah dalam menghafal.Hadis dhaif yang karena rawinya fasiq, banyak salah dan legah
dalam menghapal disebut hadis munkar
6) Banyak waam(berprasangka).Hadis dhaif yang karena rawinya waham,disebut hadis
mu’allal
7) Menyalahi riwayat orang kepercayaan
Kalau menyalahi riwayat kepercayaan tersebut karena dengan penambahan suatu
sisipan, hadisnya disebut hadis mudraj
Kalau menyalahi riwayat orang kepercayaan tersebut dengan memutar-balikkan
hadisnya disebut maqlub
Kalau menyalahi riwayat tsiqah tersebut dengan menukar-nukar rawi,hadisnya
disebut hadis mudltharib
Kalau menyalahi dengan perubahan syakal-huruf hadisnya disebut hadis
Muharraf
Kalau perubahan itu tentang titik-titik kata,hadisnya disebut hadis mushahhaf.
8). Tidak diketahui identitasnya(jalalah),hadis ini disebut hadis Mubham
9) Penganut bid’ah, hadis Dhaif yang karena rawinya penganut bid’ah disebut hadis
mardud
10) Tidak baik hafalannya; hadis Dhaif yang karena ini disebut hadis syadz dan mukhtalith
1.b. Sebab-sebab tertolaknya hadis karena sanadnya digugurkan (tidak bersambung)
1. Kalau yang digugurkan itu sanad pertama,maka hadisnya disebut hadis muallaq
2. Kalau yang digugurkan itu sanad terakhir(sahabat) disebut hadis Mursal
35 Fatchur Rahman, op,cit, hlm.142
9
3. Kalau yang digugurkan itu dua orang rawy atau lebih berturut-turut disebut hadis Mu’dlal
, dan
4. Jika tidak berturut-turut,disebut dengan hadis munqathi’.36
2. Dari Jurusan Matan
Hadis Dhaif yang disebabkan suatu sifat yang terdapat pada matan ialah:
a. Hadis mauquf yaitu hadis yang disandarkan kepada para sahabat r.a.dan tidak sampai
kepada Rasulullah.SAW
b. Hadis Maqthu’ adalah hadis yang disandarkan kepada tabi’in.37
Menurut Muhammad Alawi Al-Maliki para ulama berbeda pendapat dalam membagi
hadis Dhaif.sebagian membaginya menjadi 81 macam,dan yang lain mengatakan ada 42 macam.
Menurut Ibnu Hajar pembagian itu tidak mengandung faedah yang begitu penting karena
hanya akan menyulitkan saja.38
Hadis Dhaif berakibat hukum sebagai berikut :
Tidak boleh diamalkan, baik dalam hal menggunakannya sebagai landasan menetapkan
hukum apalagi landasan aqidah, melainkan hanya dibolekan dalam hal keutamaan-
keutamaan amal untuk lebih termotivasi.(dalam hal ini para ulama berbeda pendapat)
Orang yang mengetahui hadis sanadnya Dhaif, maka harus mengatakan “hadis ini
sanadnya Dhaif” tidak boleh mengatakannya,” hadis ini Dhaif”, karena hadis itu kadang
mempunyai sanad lain yang Shahih
Hadis Dhaif yang tanpa sanad tidak boleh diucapkan dengan kata-kata, ”bahwa sanya
Nabi SAW bersabda begini dan beitu………dst”. Akan tetapi , harus diucapkan dengan
kata-kata,” diriwayatkan dari Nabi SAW……..begini……begitu…… dst..”
Hadis Dhaif tidak boleh mengakibatkan turunnya kualitas validitas hadis Shahih
Apabila hadis Dhaif mempunyai makna yang musykil maka tidak perlu dicari-cari
interpretasinya dengan cara mena’wil atau dengan cara lain untuk menghilangkan
kemusykilannya.39
36 Ibid37 Nuruddin ‘Itr, op.cit, hlm.14238 Muhammad Alawi Al-Maliki, op,cit, hlm.6339Ibid, hlm.67