pemanfaatan limbah batang pisang (musa sp.) sebagai alternatif pembuat kertas di kalimantan selatan

9
2 PEMANFAATAN LIMBAH BATANG PISANG (Musa sp.) SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKU PEMBUAT KERTAS DI KALIMANTAN SELATAN Chairul Irawan*), Dwita Ariyanti, Pradifta Hernanda Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat * Email: [email protected] Abstrak-Kebutuhan terhadap kertas di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 konsumsi kertas di Indonesia mencapai 5,60 juta ton dan pada tahun 2009 sebesar 6,45 juta ton. Semakin banyaknya kebutuhan terhadap kertas tersebut mengharuskan adanya alternatif pengganti bahan pembuatan kertas selain dari serat kayu. Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan pembuat kertas adalah batang pisang. Penelitian ini memanfaatkan limbah batang pisang mahuli dengan tujuan untuk menganalisa pengaruh perbandingan volume larutan dan massa batang pisang (L/kg) serta temperatur pemasakan ( o C) terhadap perolehan pulp, menentukan besarnya perolehan pulp, gramatur dan kadar air kertas pada perbandingan volume larutan dan massa batang pisang (L/kg) dan temperatur pemasakan ( o C) serta mengetahui struktur morfologi dari kertas yang memiliki perolehan terbaik. Penelitian ini dilakukan dengan memasak limbah batang pisang mahuli dengan larutan NaOH selama 60 menit untuk menghasilkan pulp, kemudian pulp dibersihkan dan disaring serta diberi bahan pewarna. Pulp dicetak menggunakan screen pulp sehingga menghasilkan kertas setelah mengalami pengeringan. Variasi yang dilakukan yaitu temperatur pemasakan 100 o C, 110 o C dan 120 o C; serta perbandingan antara volume larutan dan massa potongan batang pisang 2/1, 3/1, 5/1 dan 7/1 (L/kg). Kesimpulan dari hasil eksperimen didapatkan nilai rendemen pulp pada berbagai variasi berkisar antara 29,57-76,21%. Sedangkan gramatur dan kadar kertas air yang didapat berkisar antara 83,83-455,00 g/m 2 dan 4,67- 22,67%. Selain itu, didapat pula bahwa struktur morfologi kertas dengan rendemen pulp tertinggi yaitu kertas mengandung serat yang tersebar dengan lebih merata dibandingkan serat bahan, serat terlihat lebih kasar yang diakibatkan oleh proses pemasakan dan diameter serat yang dihasilkan berkisar antara 3-8μm. Keywords: pulp, kertas, limbah batang pisang, proses soda. Abstract- This research deals with the investigation of waste of banana pseudo stem as the alternative raw material to produce paper. This study utilized waste of banana pseudo stem type Mahuli to analyze the effect of solution volume and banana pseudo stem mass ratio (L/kg), effect of chemical pulping temperature( o C) to the yield of pulp, determined the yield of pulp, grammature and moisture content of paper, and analyzed the morphology structure of paper. Clean of banana pseudo stem waste was reacted with NaOH solution in 60 minutes to produce pulp, then pulp was cleaned and filtered. Pulp was printed using screen pulp and the pulp was dried. The variation of chemical pulping temperatures was 100 o C, 110 o C and 120 o C; and the ratio of solution volume and crops of banana pseudo stem waste was 2/1, 3/1, 5/1 and 7/1 (L/kg). The results showed that the highest yield reached in every variation were about 29,57-76,21%, the grammature and moisture content were about 83,83-455,00 g/m 2 and 4,67- 22,67% respectively. The morphology of paper was more fibrous than the morphology of banana pseudo stem as raw material which effected by pulping process. Keywords: pulp, paper, banana pseudo stem waste, soda process. PENDAHULUAN Kertas merupakan salah satu produk industri yang sangat penting. Kebutuhan kertas di Indonesia meningkat setiap tahunnya, ditunjukkan dengan jumlah kebutuhan kertas yang mencapai 5,60 juta ton pada tahun 2005 dan sebesar 6,45 juta ton pada tahun 2009 (Pusat Grafika Indonesia, 2012). Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan pendidikan adalah salah satu faktor yang menyebabkan semakin besarnya kebutuhan manusia terhadap kertas. Selain untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan, semakin besarnya kebutuhan terhadap kertas ini pun dikarenakan kertas juga dapat digunakan sebagai bahan pembuat produk lain, seperti amplop, map,

Upload: andre-nugroho

Post on 24-Oct-2015

540 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemanfaatan Limbah Batang Pisang (Musa Sp.) Sebagai Alternatif Pembuat Kertas Di Kalimantan Selatan

2

PEMANFAATAN LIMBAH BATANG PISANG (Musa sp.)

SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKU PEMBUAT KERTAS

DI KALIMANTAN SELATAN

Chairul Irawan*), Dwita Ariyanti, Pradifta Hernanda

Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat

* Email: [email protected]

Abstrak-Kebutuhan terhadap kertas di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun

2005 konsumsi kertas di Indonesia mencapai 5,60 juta ton dan pada tahun 2009 sebesar 6,45 juta ton.

Semakin banyaknya kebutuhan terhadap kertas tersebut mengharuskan adanya alternatif pengganti bahan pembuatan kertas selain dari serat kayu. Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai alternatif pengganti

bahan pembuat kertas adalah batang pisang. Penelitian ini memanfaatkan limbah batang pisang mahuli

dengan tujuan untuk menganalisa pengaruh perbandingan volume larutan dan massa batang pisang (L/kg)

serta temperatur pemasakan (oC) terhadap perolehan pulp, menentukan besarnya perolehan pulp, gramatur

dan kadar air kertas pada perbandingan volume larutan dan massa batang pisang (L/kg) dan temperatur

pemasakan (oC) serta mengetahui struktur morfologi dari kertas yang memiliki perolehan terbaik.

Penelitian ini dilakukan dengan memasak limbah batang pisang mahuli dengan larutan NaOH selama 60

menit untuk menghasilkan pulp, kemudian pulp dibersihkan dan disaring serta diberi bahan pewarna.

Pulp dicetak menggunakan screen pulp sehingga menghasilkan kertas setelah mengalami pengeringan.

Variasi yang dilakukan yaitu temperatur pemasakan 100oC, 110oC dan 120 oC; serta perbandingan antara

volume larutan dan massa potongan batang pisang 2/1, 3/1, 5/1 dan 7/1 (L/kg). Kesimpulan dari hasil

eksperimen didapatkan nilai rendemen pulp pada berbagai variasi berkisar antara 29,57-76,21%. Sedangkan gramatur dan kadar kertas air yang didapat berkisar antara 83,83-455,00 g/m2 dan 4,67-

22,67%. Selain itu, didapat pula bahwa struktur morfologi kertas dengan rendemen pulp tertinggi yaitu

kertas mengandung serat yang tersebar dengan lebih merata dibandingkan serat bahan, serat terlihat lebih

kasar yang diakibatkan oleh proses pemasakan dan diameter serat yang dihasilkan berkisar antara 3-8µm.

Keywords: pulp, kertas, limbah batang pisang, proses soda.

Abstract- This research deals with the investigation of waste of banana pseudo stem as the alternative

raw material to produce paper. This study utilized waste of banana pseudo stem type Mahuli to analyze

the effect of solution volume and banana pseudo stem mass ratio (L/kg), effect of chemical pulping

temperature(oC) to the yield of pulp, determined the yield of pulp, grammature and moisture content of paper, and analyzed the morphology structure of paper. Clean of banana pseudo stem waste was

reacted with NaOH solution in 60 minutes to produce pulp, then pulp was cleaned and filtered. Pulp was

printed using screen pulp and the pulp was dried. The variation of chemical pulping temperatures was

100oC, 110oC and 120 oC; and the ratio of solution volume and crops of banana pseudo stem waste was

2/1, 3/1, 5/1 and 7/1 (L/kg). The results showed that the highest yield reached in every variation were

about 29,57-76,21%, the grammature and moisture content were about 83,83-455,00 g/m2 and 4,67-

22,67% respectively. The morphology of paper was more fibrous than the morphology of banana pseudo

stem as raw material which effected by pulping process.

Keywords: pulp, paper, banana pseudo stem waste, soda process.

PENDAHULUAN

Kertas merupakan salah satu produk industri yang sangat penting. Kebutuhan kertas di

Indonesia meningkat setiap tahunnya, ditunjukkan

dengan jumlah kebutuhan kertas yang mencapai 5,60

juta ton pada tahun 2005 dan sebesar 6,45 juta ton

pada tahun 2009 (Pusat Grafika Indonesia, 2012).

Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan

pendidikan adalah salah satu faktor yang

menyebabkan semakin besarnya kebutuhan manusia

terhadap kertas. Selain untuk mendukung

perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan,

semakin besarnya kebutuhan terhadap kertas ini pun dikarenakan kertas juga dapat digunakan sebagai

bahan pembuat produk lain, seperti amplop, map,

Page 2: Pemanfaatan Limbah Batang Pisang (Musa Sp.) Sebagai Alternatif Pembuat Kertas Di Kalimantan Selatan

3

dan dapat dikreasikan untuk menghasilkan barang

seni seperti album foto, kartu ucapan, undangan, dan

lain-lain.

Seiring dengan pertumbuhan populasi

global, permintaan untuk berbagai produk kayu

meningkat terutama permintaan terhadap kertas.

Akibatnya, harus terus diupayakan penemuan

sumber daya baru sebagai alternatif bahan baku kayu

(Seber and Lloyd, 1996; Hague et al., 1998). Salah

satu bahan baku alternatif yang dapat digunakan

sebagai bahan pembuat kertas adalah batang pisang.

Batang pisang dapat digunakan sebagai bahan alternatif pembuatan kertas karena mengandung

selulosa yang tinggi yaitu sebanyak 46 %

(Venkateshwaran and Elayaperumal, 2010). Dengan

penggunaan batang pisang ini maka akan menambah

nilai tambah dari limbah tanaman pisang sehingga

dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku kertas yang

potensial.

Material utama dari kertas adalah selulosa.

Selulosa tersebut dapat berasal dari bahan kayu

maupun bahan bukan kayu. Bahan kayu memiliki

kandungan selulosa yang terikat oleh lignin. Sedangkan bahan bukan kayu memiliki kandungan

selulosa yang terikat oleh lignin dan pektin. Bahan

alam selain kayu yang dapat menjadi bahan pembuat

kertas dapat diperoleh dari limbah hasil pertanian,

seperti limbah batang pisang (Hamilton, 1990).

Syarat bahan alam selain kayu yang dapat diolah

menjadi bahan baku kertas antara lain:

a. Berserat

b. Kadar selulosa lebih dari 40 %

c. Kadar lignin kurang dari 25 %

(Stephenson, 1950).

Kertas merupakan produk yang berasal dari pengolahan lebih lanjut dari pulp yang bebas dari

lignin dan bahan lainnya (Siahaan, 1994). Sekitar

30% total produksi kertas digunakan untuk menulis

dan mencetak. Sisanya digunakan untuk pembuatan

tissue dan packaging. Penggunaan lain dari kertas

yaitu dibuat sebagai karton dan kardus yang mana

ketiganya berbeda dalam ketebalan dan berat (Kirk

and Orthmer, 1981). Berdasarkan penggunaannya,

kertas dibagi menjadi ketas budaya, kertas industri

dan kertas struktural (Kristianty, 2004). Kertas

budaya atau kertas halus (fine paper) adalah kertas yang digunakan sebagai kertas tulis, kertas cetak,

kertas gambar, majalah, dan koran. Kertas industri

adalah kertas yang digunakan oleh industri untuk

pengemasan. Golongan kertas ini antara lain kertas

medium, kertas kraft, kertas sampul, kertas duplex

dan kertas manila. Sedangkan kertas struktural

adalah kertas yang digunakan untuk keperluan

rumah tangga seperti tissue. Umumnya proses

pembuatan kertas terbagi menjadi dua kelompok

besar yaitu proses pembuatan pulp dan pencetakan

kertas. Proses pembuatan kertas secara umum dapat

dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses Pembuatan Kertas secara Umum

(Siahaan, 1994).

Produksi kertas dan karton umumnya menggunakan basis berat dengan berat per unit area

sebagai satuan pengukuran kertas. Ukuran ini

dinyatakan dalam satuan grams per square meter

atau g/m2 (GSM). Ukuran GSM tersebut berbeda

berbeda berdasarkan jenis kertas yang diproduksi,

yaitu sebesar 16-57 g/m2 untuk tissue; 49 g/m2 untuk

newsprint; 49-98 g/m2 untuk grocery bag; 60-150

g/m2 untuk jenis fine paper; 151-194 g/m2 untuk

karton; dan 195-586 g/m2 untuk kardus.

Karakteristik lain dari kertas dapat diketahui dari

ukuran panjang dan lebar sisinya, dimana ukuran

44,32 x 55,9 cm untuk jenis finepaper; 61,0 x 91,4 cm untuk newsprint; dan 63,5 x 96,5 cm untuk

berbagai kertas buku (Kirk and Orthmer, 1981).

Pabrik pembuat kertas mengolah kertas melalui

proses mekanik, proses kimia (chemical pulping),

dan semi kimia-mekanis. Melalui proses kimia,

pembuangan lignin dilakukan dengan bantuan zat

kimia. Proses pulping ini disertai dengan proses

penyaringan (screening), pembersihan (washing),

pemutihan (bleaching) dan pemurnian (purification).

Hasil dari proses pulping dinamakan pulp. Pulp

adalah bahan yang selanjutnya dapat dibuat menjadi kertas, kardus, dan produk lain yang serupa. Pulp

merupakan serat dari selulosa yang mengalami

pemasakan. Sumber utama dari pulp adalah kayu.

Namun terdapat sumber lain untuk menghasilkan

pulp, antra lain adalah batang dari tanaman pisang

(Kirk and Orthmer, 1981).

Pemilihan jenis proses pembuatan pulp

tergantung kepada spesies bahan baku yang tersedia

dan penggunaan akhir dari pulp yang diproduksi.

Macam–macam proses pembuatan pulp secara kimia

ini antara lain:

a. Proses Sulfit Proses ini merupakan proses pemasakan

dengan metode asam. Bahan baku dalam proses ini

adalah kayu lunak. Larutan perebus yang digunakan

adalah 7 % berat SO2, 4,5 % H

2SO

4, Mg(H

2SO

3)

2

Page 3: Pemanfaatan Limbah Batang Pisang (Musa Sp.) Sebagai Alternatif Pembuat Kertas Di Kalimantan Selatan

4

dan 2,5 % berat Ca(HSO3)

2. Proses pemasakan

dijalankan pada suhu 125–160 o

C, tekanan 70–90

Psi dan waktu 7–12 jam (Stephenson, 1979). Pulp

yang dihasilkan berwarna keruh, tetapi mudah dipucatkan. Kerugian yang timbul adalah larutan

pemasak menggunakan bahan dasar kation calsium,

yang akan mempersulit dalam mengambilnya.

Calsium akan menyebabkan kerak pada alat–alat

pemasak (Austin G., 1988).

b. Proses Soda

Proses ini merupakan proses pemasakan

dengan metode basa. Larutan perebus yang

digunakan adalah NaOH. Proses ini sangat cocok

digunakan untuk bahan baku non–kayu. Proses ini

lebih menguntungkan dari segi teknis dan ekonomis

dibandingkan dengan menggunakan proses lain, karena tidak membuat limbah yang begitu berbahaya

di lingkungan sekitar (Sugesty, 1998). Proses

pulping ini disebut pula proses alkali dengan

menggunakan NaOH. Selulosa bersifat tidak larut

dalam alkali NaOH, sedangkan lignin, hemiselulosa,

pectin dan komponen serat lainnya bersifat larut.

Dari proses pulping akan diperoleh pulp atau bubur

kertas (Onggo dkk, 2004).

Aktivitas pertanian dari pisang menghasilkan

banyak residu, karena setiap pohon hanya

menghasilkan satu tandan yang berisi buah-buah pisang (Cordeiro et al., 2003). Setelah tandan

tersebut dipanen, batang pisang tersebut dipotong

dan biasanya ditinggal di permukaan tanah. Dari hal

tersebut dapat diperkirakan banyaknya limbah

pisang yang dihasilkan setiap tahunnya pada suatu

daerah. Selain aktivitas penanaman pisang yang

banyak tersebut, keuntungan lain menggunakan

limbah batang pisang sebagai bahan pembuat kertas

yaitu serat pisang memiliki kandungan lignin yang

rendah. Komposisi kimia yang ada pada serat batang

pisang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Serat Batang Pisang

Komposisi Kimia Kandungan (%)

Lignin 9

Cellulose 46

Hemicelluloses 38,54

Ash 8,3

(Sumber:Venkateshwaran dan Elayaperumal, 2010)

Potongan batang pisang dapat dijadikan

sebagai sumber selulosa (Oliveira et al., 2002).

Selulosa adalah polisakarida (C6H10O5)n (n= 250-

500) yang berupa serat dengan berat molekul

berkisar antara 50000-1000000 gr/mol. Berdasarkan

kelarutan dalam NaOH 17,5 % (w/w), selulosa

dikelompokkan menjadi:

a. α–selulosa, tidak larut dalam pelarut NaOH 17,5

%(w/w) pada 20 oC

b. β–selulosa, larut tetapi akan mengendap lagi bila

ditambah asam

c. γ–selulosa, larut dan akan mengendap lagi bila

ditambah alkohol.

Bahan pembuat kertas (α–selulosa) dan bahan yang

tidak larut (β–selulosa dan γ–selulosa) disebut

dengan hemiselulosa. Sifat kimia selulosa sesuai dengan derajat polimerisasi (panjang serat) dan

gugus aktif alkohol yang dimilikinya. Semakin

panjang rantai selulosa, semakin kuat dan tahan

degradasi baik secara fisik (panas), kimia, maupun

biologis. Sedangkan sifat fisik selulosa tergantung

dari dimensi serat (panjang rantai 500-1000Ǻ, lebar

9Ǻ tebal 4,7Ǻ). Semakin panjang serat maka serat

semakin kuat (Hamilton, 1990).

Kalimantan Selatan sebagai wilayah yang

beriklim tropis, memiliki bermacam-macam buah-

buahan tropis, termasuk buah pisang yang sebagian di antaranya yaitu jenis manurun (kepok), awa,

mahuli, dan lain-lain (Antarlina, 2005). Pada tahun

2011, terhitung sebanyak 1.450.000 pohon pisang

yang tertanam di daerah ini (Dinas Pertanian

Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi

Kalimantan Selatan, 2012). Tanaman pisang banyak

tumbuh di berbagai lokasi, baik di lahan rawa (lebak

dan pasang surut), maupun di lahan kering. Pada

tahun 2011 produksi tanaman pisang yang besar

tersebut menyebabkan banyaknya limbah yang

selama ini tidak dimanfaatkan. Sehingga dengan

adanya penelitian ini limbah berupa batang pisang tersebut dapat digunakan sebagai bahan pembuat

kertas.

METODE PENELITIAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah batang pisang mahuli

(setiap ±1 meter bagian tengah pohon), NaOH 18%,

akuades, kunyit, HCL 37% dan phenolphthalein

(sebagai bahan standarisasi larutan NaOH). Bahan

baku berupa limbah batang pisang diambil bagian

tengah pohonnya sepanjang ± 1 meter. Lembaran

batang pisang dipotong hingga setiap sisi berukuran

4-6 cm. Potongan batang pisang tersebut ditimbang

sebagai berat basah. Limbah batang pisang yang

basah tersebut kemudian dikeringkan. Limbah

batang pisang ditimbang. Dalam proses pembuatan pulp, potongan

batang pisang dimasak dengan larutan NaOH 18 %

(w/w). Perbandingan komposisi antara volume

larutan NaOH dan massa batang pisang adalah

Page 4: Pemanfaatan Limbah Batang Pisang (Musa Sp.) Sebagai Alternatif Pembuat Kertas Di Kalimantan Selatan

5

sebesar 2/1, 3/1, 5/1, dan 7/1 (L/kg). Setiap variasi

perbandingan komposisi dimasak di dalam autoclave

selama 60 menit pada suhu 100 oC, 110 oC dan 120

oC. Limbah batang pisang yang telah dimasak,

ditimbang dan dicuci. Kemudian pulp ditimbang.

Bahan pewarna yang digunakan dalam proses

pewarnaan adalah kunyit. Sebanyak 100 gram kunyit

dihaluskan dan disaring. Sari dari kunyit tersebut

ditampung dalam gelas beker. Bahan pewarna alami

yang telah dibuat dicampur dengan pulp. Pulp

diuraikan seratnya dengan menggunakan blender.

Setelah homogen, pulp dituangkan ke dalam screen pulp, dipadatkan dan diratakan permukaannya. Pulp

yang telah dicetak kemudian dikeringkan dengan

udara terbuka selama 24 jam. Setelah kering, pulp

yang telah menjadi kertas dilepas dari cetakan.

Gambar 2. Rangkaian Alat Pembuatan Pulp

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan volume larutan dan massa

batang pisang (L/kg) serta temperatur pemasakan

(oC ) terhadap perolehan pulp, mengetahui perolehan

pulp yang dihasilkan dari variasi perbandingan

volume larutan dan massa batang pisang (L/kg) serta

temperatur pemasakan (oC), menentukan gramatur

(g/m2) dan kadar air (%) dari kertas yang dihasilkan

dan menganalisa struktur morfologi dari kertas yang

memiliki perolehan terbaik.

Analisa rendemen pulp ditampilkan pada

tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Rendemen Pulp

Rendemen pulp menunjukkan jumlah pulp

yang dihasilkan dari setiap pemasakan batang pisang

dengan larutan NaOH. Penentuan nilai rendemen ini

dilakukan dengan metode Datta (1981). Hubungan

antara nilai rendemen dengan perbandingan komposisi antara volume larutan dan massa batang

pisang pada suhu pemasakan 100 oC ditunjukkan

pada Gambar 4.1.

Gambar 3. Hubungan antara rendemen (%)

dengan perbandingan komposisi volume larutan dan

massa batang pisang (L/kg) pada suhu 100 oC

Gambar 3. menunjukkan bahwa nilai

rendemen pada suhu 100oC mengalami peningkatan

seiring dengan meningkatnya perbandingan

34,58

55,12 54,12

29,57

0

10

20

30

40

50

60

70

80

7/1 5/1 3/1 2/1

Komposisi volume/massa (L/kg)

Ren

dem

en (%

)

No

Komposisi

volume larutan

dan massa

batang pisang

(L/kg)

Suhu

(oC)

Rendemen

(%)

1 2/1 100 29,57

2 110 35,59

3 120 43,92

4 3/1 100 54,12

5 110 54,93

6 120 57,95

7 5/1 100 55,12

8 110 66,52

9 120 76,21

10 7/1 100 34,58

11 110 44,72

12 120 46,17

Page 5: Pemanfaatan Limbah Batang Pisang (Musa Sp.) Sebagai Alternatif Pembuat Kertas Di Kalimantan Selatan

6

komposisi antara volume larutan pemasak dan massa

batang pisang. Meningkatnya nilai rendemen

disebabkan oleh peningkatan volume larutan NaOH

pada pemasakan. Peningkatan volume larutan NaOH

membuat lignin yang terlarut pada larutan tersebut

semakin meningkat. Namun pada perbandingan

volume larutan pemasak dan massa batang pisang

7/1 (L/kg), rendemenen mengalami penurunan.

Penurunan ini terjadi dikarenakan pada pemasakan

dengan volume yang berlebih cenderung akan

merusak selulosa sehingga lignin sekaligus selulosa

terlarut dan terbuang menjadi limbah pemasakan yang menjadikan rendemen berkurang.

Gambar 4. Hubungan antara rendemen (%)

dengan perbandingan komposisi volume larutan dan

massa batang pisang (L/kg) pada suhu 110 oC

Pada Gambar 4. ditunjukkan bahwa

rendemen pulp pada suhu 110 oC mengalami

peningkatan seiring dengan meningkatnya

perbandingan komposisi antara volume larutan dan

massa batang pisang. Peningkatan rendemen ini terjadi karena adanya peningkatan volume larutan

pemasak, yaitu NaOH. Peningkatan larutan NaOH

akan semakin melarutkan lignin yang terkandung

pada batang pisang. Namun pada perbandingan

komposisi massa batang pisang dan volume larutan

NaOH 7/1 (L/kg) terjadi penurunan nilai rendemen.

Penurunan nilai rendemen ini terjadi karena pada

pemasakan dengan volume yang berlebih cenderung

akan merusak selulosa. Sehingga lignin sekaligus

selulosa terlarut dan terbuang menjadi limbah

pemasakan yang menjadikan rendemen berkurang.

Gambar 5. Hubungan antara rendemen (%)

dengan perbandingan komposisi volume larutan dan

massa batang pisang (L/kg) pada suhu 120 oC

Pada suhu pemasakan 120oC seperti terlihat

pada Gambar 5, rendemen pulp yang didapatkan mengalami peningkatan seiring dengan

meningkatnya perbandingan komposisi antara

volume larutan dan massa batang pisang.

Peningkatan rendemen ini terjadi karena adanya

peningkatan volume larutan pemasak, yaitu NaOH.

Peningkatan volume larutan NaOH akan semakin

melarutkan lignin yang terkandung pada batang

pisang. Namun, seperti pada suhu 100oC dan 110oC,

pada perbandingan komposisi massa batang pisang

dan volume larutan NaOH 7/1 (L/kg) terjadi

penurunan nilai rendemen. Hal tersebut terjadi karena pada pemasakan dengan volume yang

berlebih cenderung akan merusak selulosa sehingga

selulosa menjadi terlarut dan terbuang menjadi

limbah pemasakan yang menjadikan rendemen

berkurang.

35,59

54,93

66,52

44,72

0

10

20

30

40

50

60

70

80

2/1 3/1 5/1 7/1

Komposisi volume/massa (L/kg)

Ren

dem

en (%

)

43,92 57,95

76,21

46,17

0

10

20

30

40

50

60

70

80

2/1 3/1 5/1 7/1

Komposisi volume/massa (L/kg)

Ren

dem

en (%

)

Page 6: Pemanfaatan Limbah Batang Pisang (Musa Sp.) Sebagai Alternatif Pembuat Kertas Di Kalimantan Selatan

7

Gambar 6. Hubungan antara rendemen (%)

dengan suhu pemasakan (oC) serta perbandingan

volume larutan NaOH dan massa batang pisang

(kg/L)

Gambar 6. menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan rendemen seiring dengan

meningkatnya suhu. Rendemen tertinggi terjadi pada

suhu 120oC dan rendemen terendah terjadi pada suhu 100oC. Menurut Bahar (1983) pemasakan

dengan suhu tinggi akan menyebabkan terjadinya

reaksi lebih cepat terhadap pemutusan ikatan lignin.

Pada penelitian ini, rendemen terendah terjadi pada

suhu 100oC dengan perbandingan volume larutan

NaOH dan massa batang pisang 2/1 (L/kg) yaitu

sebesar 29,57%, sedangkan rendemen tertinggi

terjadi pada suhu pemasakan 1200C dengan

perbandingan volume larutan NaOH dan massa

batang pisang 5/1 (L/kg) yaitu sebesar 76,21%.

Penelitian yang dilakukan Cordeiro et al (2003)

menghasikan nilai rendemen tertinggi pada perbandingan volume larutan NaOH dan massa

batang pisang 5/1 (L/kg) pada suhu 120 oC.

Tabel 3. Hasil Analisis Gramatur dan Kadar Air

Kertas

Kertas yang dibuat menghasilkan jenis

yang variatif. Dari variasi-variasi yang dilakukan

pada penelitian ini didapatkan berbagai jenis kertas

sesuai dengan range gramaturnya. Berdasarkan hasil

yang ditampilkan pada Tabel 3. gramatur kertas yang dihasilkan yaitu berkisar antara 83,33-455

g/m2. Penentuan jenis kertas dilakukan dengan

menyesuaikan nilai gramatur dengan range

gramatur, di mana sebagian besar kertas yang

dihasilkan merupakan jenis kertas fine paper dengan

nilai gramatur antara 83,83-145,00 g/m2. Namun ada

pula dihasilkan jenis karton dan kardus dengan

gramatur masing-masing sebesar 153,33 g/m2 dan

455,00 g/m2. Variasi gramatur ini dipengaruhi oleh

massa kertas dan tebal dari kertas yang dihasilkan.

Ketebalan dan massa kertas ini dipengaruhi oleh proses pencetakan yang mana pencetakan dilakukan

secara manual dengan screen pulp. Standar gramatur

pada SNI 7274-2008 membatasi nilai gramatur

kertas cetak yaitu antara 50-100 g/m2. Pada

penelitian ini didapatkan tiga variasi yang

menghasilkan gramatur sesuai dengan standar

tersebut, yaitu pemasakan pada perbandingan

volume larutan dan massa batang pisang 2/1, 3/1,

dan 5/1 (L/kg) pada suhu 100 oC dimana gramatur

yang diperoleh yaitu antara 83,33-96,89 g/m2.

Selain itu, analisis kadar air pada kertas

dilakukan untuk mengetahui kandungan air yang

29,57 35,59

43,92

54,12 54,93 57,95

55,12

66,52

76,21

34,58

44,72 46,17

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100 110 120

2/1 (L/kg)

3/1 (L/kg)

5/1 (L/kg)

7/1 (L/kg)

Suhu (0C)

Ren

dem

en (%

)

No

Komposisi

volume

larutan dan

massa

batang

pisang

(L/kg)

Suhu

(oC)

Gramatur

(g/m2)

Kadar air

(%)

1 2/1 100 83,83 12,33

2 110 107,00 10,50

3 120 101,67 4,67

4 3/1 100 83,33 17,67

5 110 109,87 12,17

6 120 145,00 8,67

7 5/1 100 96,89 20,17

8 110 135,00 19,17

9 120 153,33 15,50

10 7/1 100 125,93 22,67

11 110 136,67 21,83

12 120 455,00 18,67

Page 7: Pemanfaatan Limbah Batang Pisang (Musa Sp.) Sebagai Alternatif Pembuat Kertas Di Kalimantan Selatan

8

terdapat pada lembaran kertas. Kadar air yang

dihasilkan berkisar antara 3,00-22,67%. Kadar air ini

didapat dari pengeringan yang dilakukan pada kertas

dengan perlakuan yang sama yaitu pengeringan

selama 24 jam. Standar dari SNI 7274:2008 untuk

kadar air kertas adalah 4,50-6,00%. Dari penelitian

ini kadar air yang memenuhi standar hanya

diperoleh pada variasi perbandingan volume larutan

dan massa batang pisang 2/1 (L/kg) pada suhu

1200C, yaitu sebesar 4,67%. Pada variasi ini didapat

kadar air yang lebih rendah dari variasi lain yang

dilakukan karena pada variasi ini digunakan volume larutan yang paling sedikit dan suhu yang digunakan

adalah suhu tertinggi, yaitu 120oC di mana air yang

terkandung dalam pulp akan menguap sehingga

kadar air kertas yang diolah dari pulp pun akan

berkurang.

Analisis morfologi dilakukan pada

potongan batang pisang sebelum treatment

(pemasakan) dan setelah treatment, yaitu sampel

kertas yang dihasilkan dari variasi rendemen

tertinggi. Hasil analisa morfologi ditampilkan pada

gambar 7.

(a)

(b)

Gambar 7. SEM image morphology

(a) sebelum treatment (b) setelah treatment

Dari analisis SEM pada batang pisang

(sebelum treatment) yang terlihat pada gambar 7. (a)

tampak dua buah citra, yaitu citra hitam dan citra

putih. Pada gambar tersebut citra putih tidak lebih

luas daripada citra hitam. Hal ini menandakan

bahwa penyebaran serat tidak merata pada

permukaan bahan. Serat pada batang pisang sebelum

dilakukannya treatment tidak terlihat secara jelas

akibat masih banyak terdapat lignin pada bahan

tersebut. Sedangkan pada gambat 7. (b) ditunjukkan

bahwa permukaan citra putih lebih banyak terdapat

pada batang pisang setelah adanya treatment tersebut. Hal ini menandakan bahwa morfologi dari

kertas mengandung serat yang penyebarannya lebih

merata akibat dilakukannya pemasakan. Dari SEM

image tersebut juga dapat diketahui bahwa diameter

serat yang dihasilkan berkisar antara 3-8µm.

Li et al. (2007) menyebutkan proses

perlakuan alkali menyebabkan dua efek pada serat

yaitu meningkatkan kekasaran yang akan

meningkatkan mekanik interlock antar serat dan

meningkatkan tereksposnya gugus-gugus hidroksil

pada permukaan serat sehingga gugus reaktif ini akan mudah membentuk ikatan kimia dengan

adanya senyawa lain. Pada penelitian ini proses

pelarutan alkali menggunakan NaOH yang dapat

melarutkan lignin (proses delignifikasi) sehingga

diperoleh selulosa seperti tampak pada Gambar 7.

(b) yang berupa gambar permukaan serat. Serat

tersebut nampak terlihat kasar. Kekasaran yang

tampak pada permukaan serat diakibatkan

terlarutnya senyawa-senyawa seperti pektin,

hemiselulosa dan lignin (Bisanda, 2000).

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,

dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari variasi perbandingan komposisi antara

volume larutan dan massa batang pisang 2/1,

3/1, dan 5/1 (L/kg) didapatkan bahwa semakin

besar perbandingan komposisi antara volume

larutan dan massa batang pisang maka

rendemen pulp semakin bertambah, namun

pada perbandingan komposisi volume larutan

dan massa batang pisang 7/1 (/kg) terjadi

penurunan nilai rendemen. Semakin tinggi

suhu pemasakan maka rendemen pulp yang dihasikan akan semakin tinggi pula.

2. Rendemen pulp yang dihasilkan pada suhu

100oC dengan perbandingan komposisi antara

volume larutan dan massa batang pisang 2/1,

3/1, 5/1 dan 7/1 (L/kg) adalah 29,57; 54,12;

55,12 dan 34,58 %, pada suhu 110 oC dengan

Page 8: Pemanfaatan Limbah Batang Pisang (Musa Sp.) Sebagai Alternatif Pembuat Kertas Di Kalimantan Selatan

9

perbandingan komposisi yang sama adalah

sebesar 35,59; 54,93; 66,52 dan 44,72 %.

Sedangkan pada suhu 120 oC dengan

perbandingan komposisi yang sama didapat

rendemen sebesar 43,92; 57,95; 76,21 dan

46,17 %.

3. Gramatur dan kadar air kertas yang dihasikan

pada berbagai variasi perbandingan volume larutan dan massa batang pisang serta

temperatur pemasakan adalah berkisar antara

83,83-455,00 g/m2 dan 4,67-22,67%.

4. Struktur morfologi dari serat kertas dengan

rendemen pulp tertinggi yaitu serat tersebar

dengan lebih merata dibandingkan serat bahan,

serat terlihat lebih kasar yang diakibatkan oleh proses pemasakan dan diameter serat yang

dihasilkan berkisar antara 3-8µm.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Laboratorium Operasi Teknik Kimia Universitas

Lambung Mangkurat yang telah memberikan

fasilitas untuk kelancaran penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Antarlina, SS., H. Dj. Noor, S. Umar, dan I. Noor,

2005, “Karakteristik Buah Pisang Lahan

Rawa Lebak Kalimantan Selatan serta Upaya Perbaikan Mutu Tepungnya”, Jurnal

Hortikultura, 15(2), Januari, hal 140-150.

Austin, G.T., 1975, “Shreve’s Chemical Process

Industries 5th

ed.”, Mc. Grow Hil, New York.

Bahar, N., 1983, “Pembuatan Pulp dengan Pelarut

Organik”, Prosiding pada Simposium

Selulosa dan Kertas V, 3-5 Agustus, Balai

Besar Penelitian dan Pengembangan Industri

Selulosa Bandung, Bandung.

Bisanda, E.T.N., 2000, “The Effect of Alkali

Treatment on the Adhesion Charactheristics of Sisal Fibers”, Applied Composite

Materials 7: 331-339.

Bulo, Lyse dan Julianus Dising, 2006, “Pengaruh

Bahan Pemasak Basa (NaOH) dan Asam

(HNO3) dalam Proses Delignifikasi pada

Pembuatan Pulp Batang Pisang”, Laporan

Penelitian, Jurusan Teknik Kimia UKI

Paulus, Makasar.

Cordeiro, N., M.N. Belgacem., I.C. Torres., J.C.V.P

Moura, 2003, “Chemical Composition and

Pulping of Banana Pseudo-Stems”, An

International Journal Industrial Crops and

Product, 19, September 2003, hal 147-154.

Datta, R., 1981, “Acidogenic fermentation of

lignocellulose acid yields and confertion of

component”, Biotechnology and Bioengineering, Vol. XXIII, Pp. 2167-2170.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura

Provinsi Kalimantan Selatan, 2012,

“Laporan Jumlah Tanaman Pisang”,

Banjarbaru.

Hague, J., McLauchlin, A., and Quinney, R, 1998,

”Agri-materials for Panel Products: A

Technical Assessment of their Viability”, In:

Proceedings of the Thirty-Second

International Particleboard/Composite

Materials Symposium WSU, Pullman,

Washington.

Hamilton, F.R., 1990, “Pulp and Paper Manufacture,

Vol III, 3rd ed.”, United States.

Kirk, R.E. and Othmer, D.F., 1981, “Encyclopedia

of Chemical Technology, 3rd ed., vol. 18”,

Interscience Publishers John Wiley and Sons,

New York.

Kristianty, L., Lomena, A., Imelda, 2003, “PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills II”, Laporan Kerja

Praktek, Universitas Katolik Parahyangan,

Bandung.

Li, X., Tabil, L.G., Panigrahi, S., 2007, “Chemical

Treatment of Natural Fiber for Use in Natural

Fiber-Reinforced Composites: Review”.

Journal Polymer Environtmental, 15; 25-33.

Nurrani, Lis., 2012, “Pemanfaatan Batang Pisang

(Musa sp.) sebagai Bahan Baku Papan Serat

dengan Perlakuan Termo-Mekanis”, Balai

Penelitian Kehutanan Manado.

Onggo H.; E. Rahimi dan J. Triastuti, 2004,

“Pengaruh Sodium Hidroksida dan Hidrogen

Peroksida terhadap Rendemen dan Warna

Pulp dari Serat Daun Nenas”, Laporan

Penelitian.

Pusat Grafika Indonesia, 2012, “HTI Industri Kertas

dan Industri Grafik”.

Pribadi, Nugroho Kharisma., 2011, “Optimasi

Proses Penambahan Larutan NaOH dan

Lama Pemasakan dalam Pembuatan Pulp dari

Page 9: Pemanfaatan Limbah Batang Pisang (Musa Sp.) Sebagai Alternatif Pembuat Kertas Di Kalimantan Selatan

10

Serat Batang Pisang”, Laporan Penelititan,

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas

Brawijaya, Malang.

Seber, D. H., and Lloyd, E. H., 1996, “East Fiber

Applications for Composites”, In:

Proceedings of the Thirtieth International

Particleboard/Composite Materials

Symposium, Pullman, Washington.

Siahaan, B., 1984, “Perkembangan Industri Pulp dan

Kertas Indonesia”, Pusat Pengolahan dan

Analisis Data, Departemen Perindustrian.

SNI 14-0439-1989, “Cara Uji Gramatur Kertas dan Karton”, Dewan Standarisasi Nasional,

Jakarta.

SNI 14-0496-1989, “Cara Uji Kadar Air Kayu, Pulp,

Kertas dan Karton”, Dewan Standarisasi

Nasional, Jakarta.

SNI 14-0435-1998, “Cara Uji Tebal Kertas”, Dewan

Standarisasi Nasional, Jakarta.

SNI 7274-2008, “Baku Mutu Kertas”, Dewan

Standarisasi Nasional, Jakarta.

Sugesty, S., 1998, “Diklat Pelatihan Sifat dan

Kwalitas Pulp”, Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Selulosa Bandung, Bandung.

Stephenson, N. J. Newel, 1950, “Preparation and

Treatment of Wood Pulp”, Mc. Grow Hill

Book Company, New York, 1950.

Venkateshwaran, N. and A. Elayaperumal, 2010,

“Banana Fiber Reinforced Polymer

Composites-A Review”, Journal of

Reinforced Plastics and Composites, 29-

2387, Mei.