pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi...
TRANSCRIPT
PELESTARIAN BAHAN PUSTAKA DENGAN ENKAPSULASI PADA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP)
oleh: Hanifudin Ibrahim
NIM. 1111025100064
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M
i
ABSTRAK
Hanifudin Ibrahim NIM. 1111025100064, Pelestarian Bahan Pustaka dengan Enkapsulasi pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Di bawah bimbingan Nuryudi, S.Ag, SS, MLIS. Program Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan, prosedur, dan mengetahui solusi guna menghadapi kendala-kendala yang dihadapi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam melaksanakan enkapsulasi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan menggunakan metode penelitian kualitatif. Informan dalam penelitian ini berjumlah tiga orang yang terdiri atas Kepala Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan dan dua orang Staff Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Hasil atau data-data yang diperoleh dianalisis melalui tiga tahapan yaitu dengan cara direduksi, selanjutnya data disajikan dalam bentuk teks naratif dan menarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijabarkan. Hasil observasi dan wawancara peneliti menunjukkan bahwa kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia telah berjalan. Namun Perpustakaan Nasional Republik Indonesia belum memiliki kebijakan tertulis mengenai pelestarian bahan pustaka termasuk di dalamnya enkapsulasi. Prosedur enkapsulasi melalui tiga proses yaitu proses pra enkapsulasi, proses enkapsulasi, dan proses paska enkapsulasi. Solusi yang dilakukan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ialah dengan cara memesan bahan-bahan tersebut jauh sebelum jatuh tempo pelaksanakan enkapsulasi dan petugas yang telah mengerti tentang pelaksanaan enkapsulasi mendampingi petugas yang belum cukup mengerti.
Kata kunci : Pelestarian bahan pustaka, enkapsulasi, Perustakaan Nasional Republik Indonesia
ii
ABSTRACT
Hanifudin Ibrahim NIM. 1111025100064, The Preservation of Library Material with Encapsulation at the National Library of the Republic of Indonesia. Under the guidance of Nuryudi, S.Ag, SS, MLIS. Library Science Program of the Faculty of Adab and Humaniora of State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
This research aims to find out the policy, procedure, and solution against the constraints faced by the National Library of the Republic of Indonesia in implementing encapsulation. This research constitutes a descriptive one and exploits a qualitative research method. Informants in this research aggregate three people consisting of the Head of Sub-Sector of Maintenance and Repair and two Staffs of Sub-Sector of Maintenance and Repair of National Library of the Republic of Indonesia. Data collecting technique in this research is observation and interviews. The results or data being obtained are analyzed through three stages, namely by reducing, then being presented in the form of narrative text, and drawing a conclusion in accordance with the formulation of the problem which has been described. The results of observation and interview by the researcher shows that the activities of preserving the library materials by encapsulation in the National Library of the Republic of Indonesia has been running. However, the National Library of the Republic of Indonesia has not had a written policy regarding the preservation of library materials including the encapsulation in it. The Encapsulation procedure is through three processes, namely the pre-encapsulation process, encapsulation process, and post-encapsulation process. A Solution conducted by the National Library of the Republic of Indonesia is by ordering those materials long before the due of implementing encapsulation and the officers who have understood about the implementation of the encapsulation should accompany those who do not quite understand. Keywords: Preservation of library materials, encapsulation, National Library of
the Republic of Indonesia
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis ucapkan hanya kepada Allah SWT, yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini guna melengkapi persyaratan
mencapai gelar Sarjana. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi
ini masih terdapat banyak kelemahan dan kekurangan. Sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sangat istimewa dan sebesar-
besarnya kepada ayahanda tercinta Muhammad Mundirin, ibunda tercinta Rumini
dan kakanda yang saya sayangi Rofiq Hidayat, S.IP dan Andri Sulaiman, A.Md
yang telah memberikan dukungan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Penulis menyadari penyelesaian skripsi ini tentu tidak lepas dari dukungan
semua pihak yang meluangkan waktunya dalam membantu penulis. Maka pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora.
2. Bapak Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora periode 2014-2015.
3. Bapak Pungki Purnomo, MLIS, selaku Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan dan
Informasi.
4. Bapak Mukmin Suprayogi, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Perpustakaan
dan Informasi.
iv
5. Bapak Nuryudi, S.Ag, SS, MLIS, selaku pembimbing yang telah berkenan
untuk memberikan bimbingan dan pengarahan serta meluangkan pikiran,
tenaga dan waktu dalam membantu penyelesaian skripsi ini.
6. Ibu Maryam, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh jajaran Wakil Dekan dan para pegawai FAH UIN Jakarta.
8. Seluruh Dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi yang telah
memberikan banyak ilmu pengetahuan yang tak terhingga. Semoga ilmu yang
telah diberikan dapat bermanfaat.
9. Ibu Made Ayu Wirayati, Mikom selaku Kepala Sub. Bidang Perawatan dan
Perbaikan Bahan Pustaka yang telah memberikan bimbingan dan membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Bapak Cecep Nurjanjati, S.sos dan ibu Ellis Sekar Ayu, SPd selaku Staff Sub.
Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka yang telah memberikan
bimbingan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabatku Derry Herdiyana Wiguna, Hasbi Fikri, Muhammad Adam,
Muhammad Fahmi Rizal dan Muhammad Yukha Mulyawan. Terima kasih
telah memberikan saran dan mengingatkan ketika ada perilaku yang salah.
12. Teman-teman seperjuangan Ilmu Perpustakaan 2011, khususnya IPI C 2011.
Semoga kita semua dapat menjadi orang-orang yang bermanfaat bagi diri
sendiri orang lain.
13. Terimakasih pula kepada teman-teman kakak Semester Arief Dwi Hermawan,
Zulfachri Tribuana Said, dan Zulfikar Arman.
v
14. Teman-teman Intan Skateboarding Community and Culture (INSOMNIAC)
dan Komunitas Music Cilandak Familia yang telah mendoakan dan
memberikan semangat.
15. Dan semua orang yang sudah banyak mendukung dalam menyelesaikan tugas
akhir ini, yang tidak dapat diucapkan satu persatu, Terimakasih untuk
segalanya, semoga Allah SWT yang membalas semua kebaikan dan doa yang
sudah diberikan kepada penulis.
Jakarta, 11 September 2015
Hanifudin Ibrahim
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 7
D. Definisi Istilah ............................................................................. 8
E. Sistematika Penulisan .................................................................. 9
BAB II TINJAUAN LITERATUR
A. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
1. Definisi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia .............. 11
2. Fungsi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ............... 13
3. Tugas Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ................. 16
B. Pelestarian Bahan Pustaka
1. Pengertian Pelestarian Bahan Pustaka ................................... 18
2. Fungsi Pelestarian Bahan Pustaka ......................................... 19
vii
3. Unsur-unsur Pelestarian Bahan Pustaka ................................ 24
C. Faktor-faktor Kerusakan Bahan Pustaka .................................... 26
D. Pencegahan Kerusakan Bahan Pustaka ...................................... 33
E. Usaha Memperbaiki Bahan Pustaka yang Rusak ........................ 35
1. Menambal dan Menyambung Kertas (Mending) .................... 35
2. Laminasi ............................................................................... 35
3. Desidifikasi .......................................................................... 36
4. Penjilidan ............................................................................. 38
5. Fumigasi ............................................................................... 39
F. Enkapsulasi ............................................................................... 39
G. Penelitian Terdahulu ................................................................. 46
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Penelitian Deskriptif .................................................... 50
2. Pendekatan Penelitian Kualitatif ........................................... 51
B. Sumber Data
1. Sumber Data Primer .............................................................. 52
2. Sumber Data Sekunder ......................................................... 53
C. Informan ................................................................................... 53
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 56
1. Wawancara ........................................................................... 57
2. Observasi .............................................................................. 57
3. Kajian Pustaka ...................................................................... 57
viii
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 58
1. Reduksi Data ........................................................................ 58
2. Penyajian Data ...................................................................... 60
3. Penarikan Kesimpulan .......................................................... 60
F. Jadwal Penelitian ....................................................................... 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Objek Penelitian
1. Sejarah Berdirinya Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia ................................................................ 63
2. Visi dan Misi Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia ................................................................ 66
3. Struktur Organisasi ................................................................ 66
4. Koleksi .................................................................................. 67
B. Hasil Penelitian ......................................................................... 73
1. Kebijakan Ekapsulasi Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia Dalam Melaksanakan Kegiatan Pelestarian
Bahan Pustaka Dengan Enkapsulasi ...................................... 74
2. Prosedur Kegiatan Pelestarian Bahan Pustaka Dengan
Enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ... 82
a. Jenis Bahna Pustaka yang Dienkapsulasi di Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia ............................................ 82
ix
b. Alat dan Bahan Yang Digunakan Pada
Proses Enkapsulasi ........................................................... 85
c. Prosedur Pelestarian Bahan Pustaka
Dengan Enkapsulasi ......................................................... 87
1) Pra Enkapsulasi ........................................................... 88
2) Proses Enkapsulasi ...................................................... 93
3) Paska Enkapsulasi ........................................................ 98
3. Kendala-kendala Dalam Pelaksanaan Kegiatan
Pelestarian Bahan Pustaka Dengan Enkapsulasi
di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ...................... 102
C. Pembahasan ............................................................................... 104
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 111
B. Saran .......................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... ......... 114
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jadwal Pembuatan dan Penelitian Skripsi ............................................ 62
Tabel 2 Koleksi Buku Monograf ..................................................................... 69
Tabel 3 Jumlah Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ................. 72
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur organisasi pusat preservasi .................................................. 67
Gambar 2 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ...................................... 72
Gambar 3 Double Side Tape dan Mylar............................................................. 86
Gambar 4 Pemberat .......................................................................................... 86
Gambar 5 Cutter .............................................................................................. 87
Gambar 6 Mesin HDS KEEPER ....................................................................... 88
Gambar 7 Proses Rinsing (perendaman) ........................................................... 90
Gambar 8 Proses Leaf Casting ......................................................................... 92
Gambar 9 Proses Pemberian Lem CMC ........................................................... 92
Gambar 10 Proses Flatenning ........................................................................... 92
Gambar 11 Proses Pengeringan ........................................................................ 92
Gambar 12 Proses Meletakkan Pemberat di Atas Dokumen dan Mylar .............. 93
Gambar 13 Proses Penempelan Double Side Tape ............................................ 94
Gambar 14 Proses Mencukil Kertas Double Side Tape ..................................... 95
Gambar 15 Proses Menggosok Permukaan Mylar ............................................ 96
Gambar 16 Proses Merapihkan Pinggir Mylar ................................................... 96
Gambar 17 Proses Meletakkan Bahan Pustaka di Bawah Karpet
Untuk Menghilangkan Gelembung Udara ....................................... 97
Gambar 18 Proses Mengepres Pinggir Mylar Dengan Sinar Ultra Sonic .......... 98
Gambar 19 Proses Pemindahan Bahan Pustaka ke Portepel .............................. 99
xii
Gambar 20 Flowchart Prosedur Enkapsulasi .................................................. 100
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Hasil Wawancara
Lampiran 2 : Draf Kebijakan Pelestarian Bahan Pustaka
Lampiran 3 : Foto-foto
Lampiran 4 : Lembar Permohonan Pembimbing
Lampiran 5 : Lembar Tugas Menjadi Pembimbing
Lampiran 6 : Lembar Izin Penelitian
Lampiran 7 : Lembar Penguji Skripsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Informasi merupakan bagian dari kebutuhan sehari-hari yang sangat
penting. Informasi yang didapat harus benar-benar tepat, jelas, aktual, dan
terkini untuk masyarakat, sehingga nilai informasi yang terkandung benar-
benar berguna bagi penggunanya. Manusia merupakan makhluk yang tidak
bisa hidup tanpa informasi. Informasi sendiri timbul sejak manusia petama
yaitu Nabi Adam a.s diciptakan. Beliau diajarkan Allah mengenai ilmu
pengetahuan berupa nama-nama benda. Informasi tersebut berkembang
hingga saat ini.
Salah satu lembaga yang menyediakan, bertugas mengumpulkan, dan
menyimpan informasi tersebut ialah perpustakaan. Perpustakaan merupakan
pusat informasi baik itu mengenai ilmu pengetahuan secara umum maupun
khusus. Sedangkan pengertian perpustakaan itu sendiri adalah institusi
pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan karya rekam secara profesional
dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian,
pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.1
Perpustakaan memiliki koleksi yang terbuat dari bahan kertas, baik
dalam bentuk buku, surat kabar, serial, naskah, peta, gambar, dokumen, dan
bahan cetak lainnya. Selain itu, perpustakaan juga mempunyai koleksi audio
1 Undang - undang nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan
2
visual yang terdiri dari bahan film (film hitam putih dan berwarna),
mikrofilm, negatif foto (hitam putih dan berwarna) serta rekaman suara atau
pita kaset, rekaman video, dan lain sebagainya.2 Perpustakaan merupakan
sebuah ruangan, bagian dari sebuah gedung ataupun gedung tersendiri yang
digunakan untuk menyimpan buku serta terbitan lainnya.3
Perpustakaan mempunyai tugas dalam melaksanakan peraturan
pemerintah di bidang perpustakaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, Perpustakan Nasional
Republik Indonesia merupakan perpustakaan yang melaksanakan Undang-
undang Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan dan
peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 tahun
2001 tentang tata kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Diantara tugas Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ialah
melaksanakan pelestarian bahan pustaka. Sebagaimana telah diterangkan
dalam pengertian perpustakaan menurut Keputusan Presiden RI Nomor 11
Tahun 1989 yaitu merupakan salah satu sarana pelestarian bahan pustaka
sebagai hasil budaya dan mempunyai fungsi sebagai sumber informasi ilmu
pengetahuan, teknologi dan kebudayaan dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan menunjang pelaksanaan pembangunan sosial.4
2 Darmono. Perpustakaan Sekolah: Pendekatan Aspek Manajemen dan Tata Kerja.
Jakarta: Grasindo, 2007.h.73-74 3 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Universitas Terbuka,
Depdikbud, 1993.h.5 4 Supriyanto...[et al.]. Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan. Jakarta: Ikatan
Pustakawan Indonesia Pengurus Daerah DKI Jakarta, 2006.h.38
3
Pelestarian bahan pustaka merupakan upaya perlindungan terhadap
bahan pustaka dari kerusakan dan kemusnahan, baik berbentuk fisik maupun
informasi yang terkandung di dalam bahan pustaka tersebut. Kegiatan
pelestarian bahan pustaka pada hakikatnya mencakup dua segi, yaitu
melestariakan kandungan informasi dan melestarian fisik dokumen atau
bahan pustaka yang bersangkutan.5
Pemeliharaan, perawatan, dan penyelamatan informasi adalah salah
satu tugas perpustakaan dan bukanlah pekerjaan yang mudah. Umumnya
perpustakaan belum memperhatikan secara khusus usaha pemeliharaan bahan
pustaka, seperti pengaturan suhu udara. Hal itu seharusnya dilaksanakan
secara cermat dan efektif, mengingat iklim tropis Indonesia yang kurang
menguntungkan. Dalam konteks ini, bahwa penggunaan berbagai bahan
insektisida, pengaturan ruangan secara khusus, dan penyelenggaraan
pendidikan pemustaka merupakan usaha-usaha untuk mencegah atau
mengurangi kerusakan kerusakan bahan pustaka.6
Di antara tugas pelestarian bahan pustaka tidak hanya menyangkut
pelestarian dalam bidang fisik, tetapi juga pelestarian dalam bidang informasi
yang terkandung di dalamnya. Maksud pelestarian ialah mengusahakan agar
bahan pustaka yang kita miliki tidak cepat mengalami kerusakan. Bahan
pustaka yang mahal dan langka akan informasinya, diusahakan agar bertahan
lama, dan bisa menjangkau lebih banyak pembaca perpustakaan. Pelestarian
bahan pustaka secara fisik atau informasi salah satunya ialah dengan
5 Hernandono, Perpustakaan dan Kepustakawanan. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999.h.11
6 Rahayuningsih, F. Pengelolaan Perpustakaan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005. h. 131
4
enkapsulasi. Enkapsulasi adalah salah satu cara melindungi kertas dari
kerusakan yang bersifat fisik, misalnya rapuh karena umur, pengaruh asam,
karena dimakan serangga, kesalahan penyimpanan, dan sebagainya.7
Kebijakan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam
melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi belum
sepenuhnya dapat terlaksana. Menurut penulis, bahan pustaka yang telah ada
di ruangan preservasi Perpustakan Nasional Republik Indonesia belum
sepenuhnya dapat dienkapsulasi, karena kendala bahan material yang
digunakan untuk enkapsulasi belum tersedia di Indonesia melainkan material
tersebut harus dipesan terlebih dahulu dari negara Jepang. Kedatangan
material tersebut tidak selalu tepat waktu, sehingga menyebabkan
terhambatnya pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia. Selain itu, Sumber Daya Manusia yang belum
merata merupakan kendala yang dihadapi Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan perpustakaan
yang melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi.
Pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi yang dilaksanakan oleh
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia idealnya menjadi panutan bagi
perpustakaan-perpustakaan lain yang ada di Indonesia mengingat
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan perpustakaan negara.
7 Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian bahan pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999.
h. 113
5
Pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi belum banyak diikuti
atau diterapkan pada perpustakaan-perpustakaan yang ada di Indonesia,
karena bahan yang digunakan untuk melaksanakan enkapsulasi belum banyak
tersedia di Indonesia melainkan harus dipesan terlebih dahulu dari luar
Indonesia seperti halnya yang dialami oleh Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia. Selain itu, kurangnya perhatian akan pentingnya pelestarian bahan
pustaka dengan enkapsulasi, menjadi pemicu perpustakaan-perpustakaan
yang ada di Indonesia belum seluruhnya menerapkan pelestarian bahan
pustaka dengan enkapsulasi.
Pentingnya perhatian khusus terhadap bahan pustaka yang mengalami
kerusakan, mengingat pelestarian bahan pustaka merupakan cara untuk
menyelamatkan khazanah budaya bangsa dan hasil pemikiran manusia. Bahan
pustaka yang mengalami kerusakan harus ditangani secara serius dan khusus
karena melaksanakan pelestarian bahan pustaka bukan hal yang mudah dan
memerlukan keahlian khusus.
Dengan demikian, karena pentingnya pelestarian bahan pustaka
dengan enkapsulasi pada perpustakaan terutama di Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia yang menjadi acuan bagi semua perpustakaan yang ada di
Indonesia, maka penulis berkeinginan untuk mengangkat permasalahan ini
dalam sebuah penulisan skripsi dengan judul “Pelestarian Bahan Pustaka
Dengan Enkapsulasi Pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia”.
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk memperoleh hasil penelitian dengan penafsiran yang lebih
terkonsentrasi dengan mengangkat masalah enkapsulasi yang dilakukan di
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan mengangkat masalah
enkapsulasi, maka penulis perlu membatasinya sebagai berikut:
a. Kebijakan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam
melaksanakan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi.
b. Prosedur kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di
Perpustakan Nasional Republik Indonesia.
c. Solusi guna menghadapi kendala-kendala dalam pelaksanaan kegiatan
pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakan Nasional
Republik Indonesia.
2. Perumusan Masalah
Agar penulisan lebih terarah dan sesuai dengan masalah yang akan
diteliti pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, maka perlu
dirumuskan bagaimana pelaksanaan kegiatan enkapsulasi pada
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan pertanyaan sebagai
berikut:
a. Bagaimana kebijakan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam
melaksanakan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi?
b. Bagaimana prosedur kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan
enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia?
7
c. Bagaimana solusi guna menghadapi kendala-kendala yang dialami
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam melaksanakan
kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui kebijakan Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia dalam melaksanakan kegiatan pelestarian bahan pustaka
dengan enkapsulasi.
b. Untuk mendeskripsikan prosedur kegiatan pelestarian bahan pustaka
dengan enkapsulasi di Perpustakan Nasional Republik Indonesia.
c. Untuk mengetahui kendala dan solusi dalam melaksanakan prosedur
kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakan
Nasional Republik Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
a. Memberikan kontribusi bagi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
agar lebih memperhatikan pentingnya pelestarian bahan pustaka dengan
enkapsulasi.
b. Memberikan sumbangsih tentang pengetahuan akan pentingnya
pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di perpustakaan yang ada
di Indonesia.
8
c. Menambah pengetahuan untuk penulis tentang hal-hal, permasalahan
serta solusi dari kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi
di Perpustakan Nasional Republik Indonesia.
d. Diharapkan bisa menjadi pengetahuan tambahan bagi pustakawan dan
mahasiswa mengenai pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi.
D. DEFINISI ISTILAH
1. Enkapsulasi
Enkapsulasi adalah salah satu cara melindungi kertas dari
kerusakan yang bersifat fisik. Enkapsulasi dilakukan dengan cara
meletakkan bahan pustaka diantara dua lembar plastik transparan bebas
asam (mylar). Bahan pustaka yang dienkapsulasi umumnya bahan pustaka
berupa lembaran kertas lepas yang dapat diletakkan atau diapit diantara
dua plastik transparan bebas asam (mylar) sehingga tulisan tersebut tetap
dapat dibaca dari luar. Kertas yang umumnya dienkapsulasi ialah surat
kabar lama, naskah kuno, peta dan sebagainya.
2. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan
perpustakaan negara, perpustakaan induk dan sebagai contoh bagi
perpustakaan-perpustakaan yang ada di Indonesia. Menurut Undang-
undang No. 43 tahun 2007 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
didefinisikan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
9
yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang
berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan,
perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian
dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara.
3. Pelestarian
Pelestarian bahan pustaka merupakan upaya perlindungan terhadap
bahan pustaka dari kerusakan dan kemusnahan, baik berbentuk fisik
maupun informasi yang terkandung di dalam bahan pustaka tersebut.
Tujuan dari pelestarian bahan pustaka ialah melestarikan kandungan
informasi bahan pustaka dengan menggunakan media lain atau
melestarikan bentuk aslinya selengkap mungkin untuk digunakan secara
optimal.
E. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan ini akan menguraikan secara sistematis
mulai dari Bab I sampai Bab V dengan rincian sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi istilah
dan sistematika penulisan.
10
Bab II Tinjauan Literatur
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang definisi Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia, fungsi dan tugas perpustakaan,
mengenai pengertian pelestarian bahan pustaka, fungsi pelestarian
bahan pustaka, unsur-unsur pelestarian bahan pustaka, faktor
kerusakan bahan pustaka, usaha pencegahan kerusakan bahan
pustaka, usaha perbaikan bahan pustaka, menguraikan tentang
pengertian enkapsulasi serta penelitian terdahulu.
Bab III Metode Penelitian
Pada bab ini akan membahas tentang jenis pendekatan penelitian,
sumber data, pemilihan informan, teknik pengumpulan data, teknik
pengolahan dan analisis data serta jadwal penelitian.
Bab IV Hasil Penelitian
Bab ini membahas tentang profil tempat penelitian, hasil penelitian
dan pembahasan yang berkaitan dengan kebijakan, prosedur, dan
solusi guna menghadapi kendala-kendala dalam pelaksanaan
kegiatan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Bab V Penutup
Pada bab ini terdiri atas kesimpulan dan saran yang dibuat oleh
penulis setelah melakukan penelitian di Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia.
11
BAB II
TINJAUN LITERATUR
A. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
1. Definisi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Perpustakaan merupakan pihak yang bertindak sebagai penyimpan
khazanah hasil pemikiran manusia. Bagi masayarakat awam perpustakaan
merupakan sebuah ruang tempat menyimpan buku. Ada berbagai
pengertian perpustakaan yang telah dibicarakan dalam berbagai sumber,
namun secara umum perpustakaan dapat didefinisikan sebagai institusi
yang di dalamnya tercakup unsur koleksi (informasi), pengolahan,
penyimpanan, dan pemakai.8
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan
perpustakaan yang harus menjalankan unsur-unsur tersebut, karena
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan perpustakaan
negara, perpustakaan induk, dan sebagai contoh bagi perpustakaan-
perpustakaan yang ada di Indonesia. Perpustakaan Nasional adalah
perpustakaan yang didirikan oleh suatu negara (biasanya di satu negara
hanya satu) yang mempunyai fungsi utama untuk menyimpan semua
bahan pustaka tercetak, terekam, serta multimedia yang diterbitkan oleh
8 Purwono Sri Suharmini, Perpustakaan dan kepustakawanan Indonesia, Jakarta:
Universitas Terbuka, 2008. h.12
12
negara tersebut dan/atau mengenai negara tersebut. Sebagai contoh,
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.9
Menurut Undang-undang No 43 tahun 2007 Bab VII pasal 21 ayat
1 menyatakan bahwa Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
merupakan lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang
melaksanakan tugas pemerintah dalam bidang perpustakaan yang
berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan,
perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian,
dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara.
Pada tahun 1970, UNESCO dalam konferensi umumnya ke-16
memberikan definisi Perpustakan Nasional Republik Indonesia sebagai
perpustakaan yang bertanggung jawab atas akuisisi dan pelestarian kopi
semua terbitan yang signifikan yang diterbitkan di sebuah negara dan
berfungsi perpustakaan deposit, baik menurut undang-undang maupun
kesepakan lain, dengan tidak memandang nama perpustakaan.10
Dengan demikian, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
adalah perpustakaan yang didirikan di ibukota negara dan merupakan
perpustakaan induk dari semua jenis perpustakaan yang ada di negara
Indonesia. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan pusat
lembaga perpustakaan yang ada di Indonesia. Sebagai induk perpustakaan
yang ada di Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dituntut
9 Abdul Rahman Saleh. Manajemen Perpustakaan. Jakarta: Universitas Terbuka,
2009.h.1.15 10 Sulistyo Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Universitas Terbuka,
2010.h.2.5
13
sebagai perpustakaan panutan bagi perpustakaan-perpustakaan yang ada di
Indonesia. Kegiatan yang ada di Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia haruslah menjadi panutan dan contoh bagi perpustakaan-
perpustakaan yang ada di seluruh Indonesia.
2. Fungsi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Fungsi perpustakaan merupakan sarana pendidikan, pembelajaran,
informasi, penelitian, rekreasi, dan preservasi. Fungsi-fungsi tersebut
dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan perpustakaan.11
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebagai perpustakaan negara,
harus memiliki fungsi yang sesuai dengan undang-undang yang telah
ditetapkan. Fungsi ini diatur dalam Undang-undang no. 43 tahun 2007
pasal 3 yang berbunyi:
“Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.”
Fungsi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia adalah
memfasilitasi dan memberikan pembinaan terhadap kegiatan instasi
pemerintah di bidang perpustakaan.12 Fungsi Perpustakan Nasional
Republik Indonesia diantaranya:
a. Membantu presiden dalam rangka merumuskan kebijaksanaan
mengenai pengembangan dan pembinaan serta pendayaguanaan
perpustakaan di Indonesia.
11 Suwarno Wiji. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: Sagung Seto, 2009.h.42 12 Sutarno, NS. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Sagugn Seto. 2006.h. 38
14
b. Melaksanakan pembangunan tenaga perpustakaan dan kerjasama antar
badan/lembaga termasuk perpustakaan baik di dalam maupun di luar
negeri.
c. Melaksanakan pembinaan atas semua jenis perpustakaan di
instansi/lembaga pemerintah ataupun swata yang ada di pusat dan di
daerah negara Indonesia.
d. Melaksanakan pengumpulan, penyimpanan, dan pengolahan bahan
pustaka dari dalam dan luar negeri.
e. Melaksanakan penyusunan naskah Bibliografi Nasional dan Katalog
Induk Nasional (BN dan KIN).
f. Melaksanakan penyusunan bahan rujukan berupa indeks, serta
bibliografi, subjek, abstrak, dan penyusunan perangkat lunak
bibliografi.
g. Melaksanakan jasa koleksi rujukan dan naskah.
h. Melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh presiden.
i. Melaksanakan kerjasama perpustakaan dan jaringan informasi tingkat
nasional dan internasional.13
Menurut Sulistyo Basuki, fungsi utama Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia adalah menyimpan semua bahan pustaka yang tercetak
dan terekam yang diterbitkan di suatu negara.14 Fungsi Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia diantaranya:
13 Zainudin, Kamal. Pemasyarakatan Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI,
2006.h.11 14 Sulistyo, Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1993 .h. 44
15
a. Menyimpan setiap bahan pustaka yang diterbitkan di sebuah negara.
b. Mengumpulkan atau memilih bahan pustaka terbitan negara lain
mengenai negara yang bersangkutan.
c. Menyusun bibliografi nasional yakni daftar buku yang diterbitkan di
sebuah negara.
d. Menjadi pusat informasi negara yang bersangkutan. Biasanya jasa ini
diberikan atas jasa permintaan.
e. Berfungsi sebagai pusat antar pinjam perpustakaan di negara yang
bersangkutan dan negara yang bersangkutan dengan negara lain.
Umumnya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tidak
meminjamkan buka langsung ke pembaca melainkan harus melalui
perpustakaan.
f. Sebagai tugas tambahan biasa Perpustakaan Nasionala Republik
Indonesia memberikan jasa penerjemah, latihan kerja bagi pustakawan,
mencatat hak cipta atas buku dan sebagainya.
Menurut penulis, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
memiliki fungsi sebagai penyelamat khazanah bangsa. Selain itu,
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan sebagai pelaksana
undang-undang perpustakaan yang berfungsi sebagai pengumpul,
pengolah, melayankan, dan melestariakan bahan pustaka.
16
3. Tugas Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia memiliki tugas terhadap
negara diantaranya membantu presiden dalam menyelenggarakan
pengembangan dan pembinaan perpustakaan dalam rangka pelestarian
bahan pustaka sebagai hasil budaya dan pelayanan informasi ilmu
pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan. Menurut keputusan Presiden No.
50 tahun 1998 Tentang Perpustakaan Nasional Republik Indonesia adalah
sebagai berikut:
a. Melaksanakan pembinaan atas semua jenis perpustakaan, baik
perpustakaan di lembaga Pemerintah maupun swasta yang ada di pusat
dan daerah.
b. Melaksanakan UU No. 4 tahun 1990 dan PP No. 70 1991 (deposit),
untuk perawatan pelestarian dan pendayaguanaan.
c. Melaksanakan penyusunan naskah Bibliografi Nasional Republik
Indonesia dan Katalog Induk Nasional.
d. Melaksanakan pengembangan tenaga perpustakaan dan kerja sama
antar badan/lembaga termasuk perpustakaan baik di dalam maupun di
luar negeri dalam jaringan informasi.
e. Melaksanakan layanan rujukan, informasi ilmiah, dan penelitian.15
Sesuai peraturan Undang-undang perpustakaan no 43 tahun 2007
Bab VII pasal 21 ayat 2 dan 3, menyebutkan tugas Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia ialah:
15 Purwono, Materi Pokok Perpustakaan dan Kepustakawanan Indonesia. Jakarta: Universita Terbuka, 2006.h.2.3
17
Ayat 2 Perpustakaan Nasional bertugas:
a. Menetapkan kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan teknis
pengelolaan perpustakaan.
b. Melaksanakan pembinaan, pengembangan, evaluasi, dan koordinasi
terhadap pengelolaan perpustakaan.
c. Membina kerja sama dalam pengelolaan berbagai jenis perpustakaan.
d. Mengembangkan standar nasional perpustakaan.
Ayat 3:
a. Mengembangkan koleksi nasional dan memfasilitasi terwujudnya
masyarakat terpelajar sepanjang hayat.
b. Mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya
bangsa.
c. Melakukan promosi perpustakaan dan gemar membaca dalam rangka
mewujudkan masyarakat pembelajaran sepanjang hayat.
d. Mengidentifikasi dan mengupayakan pengembalian naskah kuno yang
berada diluar negeri. 16
Menurut penulis, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
memiliki tugas sebagai perpustakaan negara yang membimbing
perpustakaan-perpustakaan yang ada di Indonesia. Selain itu, Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia juga memiliki tugas sebagai penyelamat hasil
budaya bangsa.
16 Undang-undang no 43 tahun 2007 bab VII pasal 21 ayat 2 dan 3 tentang Tugas
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
18
B. Pelestarian Bahan Pustaka
1. Pengertian Pelestarian Bahan Pustaka
Bahan pustaka adalah semua hal yang mengandung informasi yang
disimpan dan disajikan oleh perpustakaan.17 Poerwadarminta dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia, memberi penjelasan bahwa pelestarian
adalah menjadikan (membiarkan) tetap tak berubah. Pelestarian bahan
pustaka artinya melindungi bahan pustaka dari kemusnahan dan
kerusakan. Sedangkan pelestarian menurut International Federation of
Library Association (IFLA) adalah mencakup semua aspek usaha
melestarikan bahan pustaka dan arsip. Termasuk didalamnya kebijakan
pengelolaan, keuangan, ketenagaan, metode, dan teknik
penyimpanannya.18
Pelestarian bahan pustaka tidah hanya terbatas pada pelestarian
fisik bahan pustaka, namun pelestarian bahan pustaka harus
memperhatikan pentingnya informasi yang terkandung pada sebuah bahan
pustaka. Dalam pembahasan mengenai pelestarian bahan pustaka, penulis
menjumpai di dalam pelestarian bahan pustaka terdapat kata-kata
“pelestarian, pengawetan, dan perbaikan” yang dapat dirumuskan sebagai
berikut:
a. Pelestarian (Preservation)
Pelestarian merupakan cangkupan unsur-unsur pengelolaan dan
keuangan, termasuk cara penyimpanan dan alat-alat bantunya, taraf
17 Suwarno, Wiji. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: Sagung Seto, 2009.h.87 18 Sudarsono, Blasius. Antologi Kepustakawanan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto, 2006.
h. 314
19
tenaga kerja yang diperlukan, kebijaksanaan, teknik dan metode yang
diterapkan untuk melaksanakan pelestarian bahan pustaka dan arsip
serta informasi yang dikandungnya.
b. Pengawetan (Conservation)
Pengawetan merupakan kebijakan dan cara tertentu yang digunakan
untuk melindungi bahan pustaka dan arsip dari kerusakan dan
kehancuran, termasuk metode dan teknik yang diterapkan oleh petugas
teknis.
c. Perbaikan (Restoration)
Perbaikan merupakan teknik-teknik dan pertimbangan-pertimbangan
yang digunakan oleh petugas teknis yang bertugas memperbaiki bahan
pustaka dan arsip yang rusak akibat waktu, memperbaiki bahan
pustaka dan arsip yang rusak akibat waktu, pemakain, atau faktor-
faktor lainnya.19
2. Fungsi Pelestarian Bahan Pustaka
Perpustakaan berkewajiban untuk melakukan upaya preservasi
koleksi, antara lain: memelihara bahan pustaka, merawat bahan pustaka,
melakukan penyiangan, melakukan fumigasi, menjaga temperatur/suhu
agar stabil, mengatur ventilasi udara, menjaga koleksi supaya tetap baik,
menjaga kebersihan perpustakaan, dan lain-lain.20
19 Dureu, J.M. Dasar-dasar Pelestarian dan Pengawetan Bahan Pustaka. Jakarta:
Perpustakaan Nasional, 1990.h.6 20 Sutarno, NS. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Sagung Seto, 2006.h.74
20
Fungsi pelestarian bahan pustaka ialah menjaga agar koleksi
perpustakaan tidak diganggu oleh tangan jahil, serangga yang iseng, atau
jamur yang merajalela pada buku-buku yang ditempatkan di ruang yang
lembab.21 Fungsi pelestarian bahan pustaka ialah menjaga agar koleksi
perpustakaan tidak diganggu oleh tangan jahil, serangan dari hama biotik
seperti serangga dan jamur yang merajalela pada buku-buku yang
ditempatkan di ruangan yang lembab.
Menurut Karmidi Martoatmodjo fungsi pelestarian bahan pustaka
merupakan upaya menjaga bahan pustaka agar tidak diganggu oleh faktor
penyebab kerusakan bahan pustaka tersebut seperti, tangan jahil manusia,
serangga, jamur, dan lain-lain. Dengan menjaga bahan pustaka dari
penyebab kerusakan bahan pustaka, maka bahan pustaka tersebut
diharapkan dapat berumur lebih panjang, sehingga bahan pustaka tersebut
bisa dimanfaatkan informasinya. Pelestarian bahan pustaka mememiliki
beberapa fungsi antara lain:
a. Fungsi melindungi
Bahan pustaka dirawat dan dilindungi dari penyebab kerusakan bahan
pustaka seperti serangga-serangga, tangan jahil manusia, panas
matahari, air, dan lain sebagainya. Pelestarian bahan pustaka yang baik
dan terkontrol, membuat serangga dan binatang lainnya penyebab
rusaknya bahan pustaka, tidak dapat menyentuh bahan pustaka. Dengan
mempelajari dan melakukan pelestarian bahan pustaka, maka manusia
21 Karmidi, martoatmodjo. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2010. 1.6
21
tidak akan salah dalam menangani dan memakai bahan pustaka. Salain
itu, mempelajari dan melakukan pelestarian bahan pustaka merupakan
salah satu upaya melindungi bahan pustaka dari kepunahan atau
kehilangan akan informasi.
b. Fungsi pengawetan
Untuk memperpanjang umur bahan pustaka, maka bahan pustaka harus
senantiasa dikontrol. Bahan pustaka yang senantiasa terkontrol akan
lebih awet, dengan harapan memeperpanjang umur bahan pustaka baik
fisik maupun informasi yang terkandung di dalamnya. Dengan
demikian, diharapkan lebih banyak pemustaka yang menggunakan dan
memanfaatkan bahan pustaka tersebut.
c. Fungsi kesehatan
Bahan pustaka harus senantiasa diperhatikan kebersihannya agar
pemustaka yang memanfaatkan bahan pustaka tersebut merasa nyaman
saat menggunakannya. Dengan pelestarian bahan pustaka yang baik,
maka bahan pustaka akan senantiasa bersih, bebas dari debu, jamur,
binatang pengrusak, sumber dan sarang dari berbagai penyakit. Dengan
demikian pemustaka maupun pustakawan menjadi tetap sehat. Pembaca
lebih bergairah memanfaat bahan pustaka yang ada diperpustakaan.
d. Fungsi pendidikan
Pemustaka dan pustakawan harus mengetahui dan mengerti bagaimana
cara memakai serta menjaga dokumen agar senantiasa dalam keadaan
baik. Sebelum pemustaka menggunakan bahan pustaka, sebaiknya
22
diberikanan arahan agar bahan pustaka tidak cepat rusak dalam
penggunaannya. Dengan pengetahuan tersebut, mereka harus
menerapkannya dengan menjaga disiplin seperti tidak membawa
makanan dan minuman ke dalam perpustakaan, tidak mengotori bahan
pustaka maupun ruangan perpustakaan. Mengajarkan kepada pemustaka
untuk senantiasa disiplin dan menghargai kebersihan. Dengan
demikian, pemustaka dengan sendirinya memiliki rasa tanggung jawab
saat menggunakan bahan pustaka tersebut.
e. Fungsi kesabaran
Menjaga dan merawat bahan pustaka dengan penuh perhatian, melatih
dan mengajarkan tentang kesabaran. Bagaimana kita menjaga bahan
pustaka agar tetap baik. Jika bahan pustaka mengalami kerusakan, maka
bahan pustaka tersebut harus segera diperbaiki agar informasi yang
terkandung tetap terselamatkan. Pelestarian bahan pustaka mengajarkan
bagaimana merawat bahan pustaka dengan cara menambal kertas yang
berlubang, membersihkan dari kotoran binatang kecil, kutu buku, noda
dan lain sebagai dengan sabar.
f. Fungsi sosisal
Pelestarian bahan pustaka mengajarkan untuk bersosisal, kerena
menjalankan pelestarian bahan pustaka tidak bisa dilakukan oleh
seorang diri melainkan dengan bantuan orang lain. Pustakawan dan
pemustaka harus senantiasa bekerja sama untuk tetap menjaga bahan
pustaka yang ada dengan baik.
23
g. Fungsi ekonomi
Pelestarian bahan pustaka yang dilakukan melalui pengawasan yang
baik, menjadikan bahan pustaka lebih awet dan terjaga baik fisik
maupun informasi yang terkandung di dalam bahan pustaka tersebut.
Dengan demikian, dapat menghemat anggaran keuangan perpustakaan.
h. Fungsi keindahan
Pelestarian bahan pustaka harus dilakukan dengan baik agar bahan
pustaka senantiasa indah dan nyaman saat digunakan. Bahan pustaka
yang baik akan terlihat lebih indah diperhatikan mengenai penataannya.
Bila penataan bahan pustaka sudah baik maka bahan pustaka tersebut
akan terlihat lebih menarik. Sehingga menambah daya tarik orang untuk
datang keperpustakaan guna memanfaatkan informasi yang ada.22
Menurut penulis, fungsi pelestarian bahan pustaka yaitu sebagai
penyelamat bahan pustaka baik untuk menyelamatkan fisiknya maupun
informasi yang terkandung di dalamnya. Pelestarian bahan pustaka
berfungsi untuk melindungin bahan pustaka dari hal-hal yang dapat
merusaka bahan pustaka itu sendiri, seperti tangan jahil manusia, serangga,
jamur, maupun rusak karena dimakan usia. Pelestarian bahan pustaka
dimaksudkan untuk menyelamatkan informasi yang terkandung di dalam
bahan pustaka tersebut.
22 Karmidi, Martoatmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarata: Universitas Terbuka,
1999.h.6-7
24
3. Unsur-unsur Pelestarian Bahan Pustaka
Untuk melaksanakan pelestarian bahan pustaka, maka terlebih
dahulu harus diketahui unsur-unsur pelestarian bahan pustaka.
Penyimpanan dan pelestraian bahan pustaka terdiri atas kegiatan-kegiatan
diantaranya:
a. Menyusun rencana operasional penyimpanan dan pelestarian
b. Mengidentifikasi bahan pustaka
c. Mengelola jajaran bahan pustaka
d. Merawat bahan pustaka
e. Melakukan opname bahan pustaka
f. Mereproduksi bahan pustaka
g. Pengembangan/penambahan bahan pustaka23
Berbagai unsur penting yang perlu diperhatikan dalam pelestarian
bahan pustaka adalah:
a. Manajemennya, perlu diperhatikan siapa yang bertanggung jawab
dalam pekerjaan ini. Bagaimana prosedur yang harus diikuti. Bahan
pustaka yang akan diperbaiki harus dicatat dengan baik, apa saja
kerusakannya, apa saja alat-alat dan bahan kimia yang diperlukan dan
sebagainya.
b. Tenaga yang merawat bahan pustaka dengan keahlian yang mereka
miliki. Mereka yang mengerjakan pelestarian ini hendaknya mereka
yang telah memiliki ilmu atau keahlian/keterampilan dalam bidang ini.
23 Sutarno, NS. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Sagung Seto, 2006.h.104
25
Paling tidak mereka sudah mengikuti penataran dalam bidang
pelestarian dokumen.
c. Laboratorium, suatu ruangan pelestarian dengan berbagai peralatan
yang diperlukan, misalnya alat penjilidan, lem, alat laminasi, alat untuk
fumigasi, berbagai sikat untuk memebersihakan debu “vacuum
cleaner” dan sebagainya. Sebaiknya setiap perpustakaan memiliki
ruangan laboratorium sebagai “bengkel” atau gudang buat bahan
pustaka yang perlu dirawat atau diperbaiki.
d. Dana untuk keperluan kegiatan ini harus diusahakan dan dimonitor
dengan baik, sehingga pekerjaan pelestarian tidak akan mengalami
gangguan. Pendanaan ini tergantung dari lembaga tempat perpustakaan
bernaung. Kalau tidak mungkin menyelenggarakan bagian pelestarian
sendiri, dianjurkan diadakan kerjasama dengan perpustakaan lain. Ini
dapat menhemat biaya yang besar. Kalau di kota ada badan komersial
dalam bidang ini, perpustakaan dapat menggunakan jasa mereka.24
Dari pemaparan di atas penulis menyimpulkan bahwa, agar
pelestarian bahan pustaka dalam pelaksanaannya dapat terarah, maka perlu
diketahui unsur-unsur yang harus dilakukan sebelum melaksanakan
pelestarian bahan pustaka. Sebelum melaksanakan pelestarian bahan
pustaka, perlu diketahui jenis bahan pustaka, Sumber Daya Manusia
(SDM), tempat pelaksanaan pelestarian bahan pustaka, waktu
pelaksanaannya dan tidak kalah penting yaitu mengenai biayanya.
24 Karmidi, Martoatmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999.h.7
26
C. Faktor-faktor Kerusakan Bahan Pustaka
Pada umumnya bahan pustaka yang ada di perpustakaan terbuat dari
bahan kertas. Bahan pustaka yang terbuat dari kertas mudah rusak bila tidak
mendapat perhatian khusus mengenai pelestarian bahan pustaka. Pelestarian
bahan pustaka bukanlah suatu hal yang mudah, perlu keahlian khusus untuk
menerapkan pelestarian bahan pustaka. Untuk mencegah terjadinya kerusakan
pada bahan pustaka, maka terlebih dahulu harus diketahui faktor-faktor
penyebab kerusakan bahan pustaka tersebut.
Dalam bukunya yang ditulis tahun 1966, plumbe menjelaskan secara
panjang lebar mengenai berbagai perusak bahan pustaka untuk daerah tropis,
terutama yang dikenal di Indonesia yaitu: (a) serangga, (b) binatang pengerat,
(c) jamur, (d) kelembapan, (e) debu, (f) gempa bumi, (g) kekeringan, (h)
gelombang pasang surut, dan (i) angin topan.25 Faktor yang dapat merusak
kertas dapat dibagi dalam 4 kelompok.
1. Kerusakan karena faktor Biologi
a. Jamur (fungi)
Fungi adalah tumbuhan yang tidak mempunyai chlorophyl. Mereka
mengambil makanan dari makhluk hidup lain sebagai parasit atau
bahan organik mati seperti sapropit. Sapropit penyebab kerusakan yang
hebat pada bahan yang mengandung selulosa seperti kertas. Fungi juga
memproduksi beberapa asam organik seperti asam oksalat, asam
25 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2010.h.2.3
27
fumoric, sitrat, dan menyebabkan asam pada kertas dan akhirnya kertas
menjadi rapuh.26
Jamur juga memproduksi beberapa macam oreganik, seperti: asam
oklat, asam fumorik, dan asam sitrat yang menyebabkan kertas
menjadi cepat rapuh.27 Jamur yang bisa merusak bahan pustaka adalah
jenis jamur yang lazim kita lihat pada pakaian, kertas, atau benda-
benda yang lain. Jamur jenis ini akan biasa membiak dengan leluasa
jika benda tersebut terkena kotoran, debu serta tingkat kelembapan
yang tinggi yaitu 80% ke atas, dengan temperatur di atas 21 derajat
celcius.28
b. Serangga dan binatang pengerat
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki iklim tropis.
Iklim tersebut merupakan habitat binatang perusak bahan pustaka
seperti rayap, kecoa, kutu buku, silverfish (ikan perak) dan lain-lain.
Serangga sangat berbahaya bagi buku dan merupakan ancaman yang
paling potensial, terutama di negara-negara yang beriklim tropis seperti
Indonesia. Serangga seperti silverfish, kecoa, rayap, kutu buku dan
bubuk buku (cacing buku) merupakan serangga pemusnah buku yang
sudah umum dikenal orang.
Selain binatang-binatang tersebut, tikus merupakan binatang pengerat
yang dapat merusak buku. Biasanyanya buku yang suka dirusak oleh
26 Darmono. Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Grasindo, 2007.h.93 27Muhammad Razak. Pedoman Teknis Fumigasi. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI,
1998.h.13 28 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2010.h.2.6-2.7
28
tikus buku yang memiliki aroma tidak baik karena suhu ruangan dan
terletak pada tempat yang gelap.
1) Kecoa
Kecoa merupakan salah satu penyebab penyakit pes, kolera, tifus,
dan lumpu anak. Kotoran kecoa yang berupa cairan dapat merusak
bahan pustaka. Kecoa senang bermukim di tempat-tempat gelap, di
sudut ruangan, dan lain-lain. Makanan kegemarannya ialah sisa-
sisa makanan, makanan busuk, serangga-serangga yang mati, kanji,
perekat, sampul buku serta kain pada punggung buku.29 Jenis-jenis
kecoa yang dikenal ialah sebagai berikut:
a) Kecoa Timur (Blatta Orientalis)
b) Kecoa Amerika (Periplaneta American)
c) Kecoa Jerman (Blatta Germanica)
d) Kecoa Australia (Periplaneta Australia)30
2) Rayap
Rayap merupakan serangga yang sangat berbahaya terutama dapat
merusak bahan pustaka yang mengandung sellusoa di daerah tropis
maupun subtropis. Makanan utama rayap adalah kayu, kertas, foto,
gambar, rumput, dan lain-lain. Rayap dapat memusnahkan
setumpuk bahan pustaka dalam waktu singkat.31
29 Karmidi. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka.h.2.5 30 Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka,
1999.h.38 31 Karmidi. Pelestarian Bahan Pustaka.h.37-38
29
Rayap merupakan serangga yang harus dibasmi, karena dapat
merusak bahan pustaka terutama bahan pustaka yang terbuat dari
kayu dan kertas. Serangga ini berukuran kecil struktur tubuhnya
lunak serta berwarna pucat (tidak berwarna putih), tampak seperti
semut, dan hidupnya berkelompok dengan sistem kasta yang
berkembang sempurna. Tiap koloni terdiri dari raja, ratu, dan
pekerja.
3) Ikan Perak (silverfish)
Jenis serangga ini hidup di tempat-tempat yang gelap seperti di
belakang buku-buku, rak-rak, dan lemari. Makanan yang menjadi
sasaran utamanya ialah perekat yang terbuat dari tepung kanji.
Bagian buku yang paling cepat dirusak ialah punggung buku, kulit
buku, label buku, gambar, dan lain-lain.32
4) Kutu Buku
Bentuk jenis serangga ini sangat kecil sehingga sering disebut kutu
buku. Bagian buku yang diserang ialah punggung dan pinggir
buku.33
5) Tikus
Serangga lain seperti tikus serta beberapa mamalia kecil lainnya
dapat juga menyebabkan kerusakan pada buku dan perlengkapan
lain, dan harus ditangani oleh petugas pemberantas hama yang
32 Karmidi. Pelestarian Bahan Pustaka.h.38 33 Karmidi. Pelestarian bahan pustaka.h.38
30
terlatih.34 Tikus juga merupakan binatang perusak buku yang
cukup sulit diberantas. Mereka biasanya memakan buku-buku yang
disimpan dalam gudang dan kadang-kadang kertas disobek-sobek
lalu dikumpulkan dan dijadikan sarang. Tindakan pencegahan
untuk melindungi kertas dari serangan tikus adalah tempat
penyimpanan harus bersih dan kering serta selalu dikontrol secara
berkala. Lubang-ubang yang memungkinkan tikus dapat masuk
harus ditutup dengan rapat.
c. Kerusakan karena faktor fisika
1) Cahaya
Cahaya adalah suatu bentuk energi elektromagnetik yang berasal
dari radiasi cahaya matahari dan lampu listrik. Bahan yang terbuat
dari selulosa seperti kertas dan tekstil dapat rusak oleh cahaya ini.
Kerusakan yang terjadi berupa perubahan warna dari cemerlang
menjadi pudar dan menurunnya kekuatan serat. Kerusakan ini
disebakan karena reaksi dari energi cahaya, adanya bahan aditive
dan residu dari bahan pemutih pada saat pembuatan kertas, serta
karena adanya uap air dan oksigen di sekitar kertas.
Cahaya merupakan energi. Gelombang cahaya mendorong
komposisi kimiawi bahan-bahan organik, terutama cahaya ultra
violet (UV) dengan gelombang yang lebih tinggi yang bersifat
paling merusak. Oleh karena itu, tingkat cahaya harus dijaga
34 Dureau J.M. Dasar-dasar pelestrian dan pengawetan bahan pustaka, Jakarta:
Perpustakaan Nasional, 1990.h.26
31
serendah mungkin dalam ruangan penyimpanan, baca dan
pameran.35
2) Debu
Debu merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan pada bahan
pustaka. Debu sangat mudah bersenyawa dengan kertas, apalagi
pada ruangan yang lembab. Untuk menghindari kerusakan bahan
pustaka yang disebabkan oleh debu, perpustakaan hendaknya
selalu bebas dari debu. Caranya ialah dengan selalu membersihkan
ruangan perpustakaan. Alat pembersih yang paling bagus untuk
bahan pustaka adalah vacum cleaner.36
3) Suhu dan kelembapan udara
Sebenarnya kekuatan kertas tidak akan berkurang oleh perubahan
suhu yang tidak begitu ekstrim seperti yang terjadi di Indonesia,
aslakan kandungan dalam kertas itu rendah. Karena Indonesia
merupakan negara tropis, yang kelembaban relatif tinggi pada
musium hujan. Jika udara lembab, maka kandungan air dalam
kertas akan bertambah karena kertas bersifat higroskopis.
Perubahan suhu pada saat kertas mengandung banyak air inilah
yang menyebabkan struktur kertas menjadi lemah. Jika kejadian itu
berlangsung berulang kali, menyebabkan struktur kertas menjadi
lemah karena putusnya rantai ikatan kimia pada polimer selulosa.
35 Dureau J.M. Dasar-dasar pelestrian dan pengawetan bahan pustaka, Jakarta:
Perpustakaan Nasional, 1990.h10 36 Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian bahan pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka,
1999.h.44
32
d. Kerusakan karena pengaruh senyawa kimia
Kertas akan bersifat asam karena pengaruh asam yang berasal dari
berbagai sumber, antara lain:
1) Asam yang telah ada sejak kertas itu diprosuksi. Pada proses
pembuatan bubur kertas (pulp) biasanya menggunakan bahan
kimia untuk menghancurkan kayu dan memutihkan bubur kertas.
Bahan-bahan ini meningalkan ampas yang bersifat keras kadang-
kadang masih mengandung lignin (zat kayu) yang bersifat asam.
2) Asam kertas yang dihasilkan oleh reaksi fotokimia pada serat
selulosa oleh pengaruh sinar ultra violet. Asam yang diserap oleh
kertas dari lingkungannya seperti gas-gas pencemar udara, dari
perekat dan asam yang terdapat dalam karton atau kertas yang
digunakan untuk sampul.
e. Kerusakan pengaruh faktor lain
1) Kerusakan karena bencana alam
Bencana alam seperti banjir dan gempa bumi, kehujanan,
kebakaran, kerusuhan, dan kesalahan dalam penanganan seperti
salah meletakkan buku, selama dalam pelaksanaan konservasi dan
restorasi merupakan sebab-sebab kerusakan bahan pustaka.37
Bahaya banjir merupakan musibah yang sering melanda beberapa
37 Darmono. Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Grasindo, 2007.h.91-95
33
tempat di Indonesia. Bahan pustaka yang rusak oleh air harus
diperbaiki dengan cara dikeringkan atau dianginkan.38
2) Manusia
Terjadinya kerusakan bahan pustaka karena disebabkan beberapa
faktor. Pertama kita harus mengetahui apa saja yang menyebabkan
kerusakan pada bahan pustaka agar kerusakan tidak meluas.
Manusia merupakan makhluk yang dapat menyayangi bahan
pustaka namun disisi lain manusia juga bisa menjadi perusak buku
yang hebat. Kecerobohan yang dilakukan manusia dapat merusak
bahan pustaka. Contoh kecerobohan yang dapat merusak bahan
pustaka misalnya habis makan tidak mencuci tanagan terlebih
dahulu, menyebabkan buku menjadi kotor. Apabila buku dipegang
dengan tangan kotor atau berminyak, buku akan bernoda.39
D. Pencegahan Kerusakan Bahan Pustaka
Pencegahan kerusakan pada bahan pustaka harus dilakukan dan
diberikan perhatian lebih guna menanggulangi kerusakan bahan pustaka baik
dalam bentuk fisik maupun informasi yang terkandung di dalamnya. Bila
tidak dilakukan pencegahan kerusakan pada bahan pustaka, maka umur bahan
pustaka tidak akan panjang dan tidak dapat dimanfaatkan oleh generasi
selanjutnya dengan baik. Bahan pustaka yang mendapatkan perhatian khusus
38 Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian bahan pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka,
1999.h.47 39 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2010.h.2.15
34
mengenai keadaan fisiknya akan senantiasa berumur panjang dan dapat
dimanfaatkan oleh banyak pemustaka.
Selain itu, bahan pustaka yang dirawat dan diperhatiakan keadaannya
dengan mencegah kerusakan pada fisiknya akan membuat pemustaka merasa
nyaman dalam memanfaatkan bahan pustaka tersebut. Usaha pelestarian
bahan pustaka dapat dibedakan atas dua jenis kegiatan, yaitu pencegahan
kerusakan koleksi dan perbaikannya. Tentu usaha pencegahan akan lebih
murah dibandingkan dengan perbaikan yang harus dilaksanakan bila
kerusakan telah terjadi.40 Tujuan pencegahan kerusakan bahan pustaka
diantaranya:
1. Menghindari dan menyelamatkan koleksi agar tidak dimakan oleh
serangga atau dirusak binatang pengerat.
2. Memperbaiki kerusakan dan mengobati koleksi yang terkena penyakit,
misalnya terkena jamur.
3. Menghindarkan koleksi dari penyakit maupun kerusakan lainnya.
4. Menjaga melestraikan fisik bahan pustaka.
5. Menjaga kelestarian informasi yang terkandung dalam bahan pustaka.
6. Menyadarkan pustakawan atau pegawai yang bekerja di perpustakaan
bahwa bahan pustaka bersifat rawan kerusakan.
7. Mendidik para pemustaka untuk berhati-hati dalam menggunakan buku,
serta ikut menjaga keselamatannya.
40 Blasius Sudarsono. Antologi kepustakawanab indonesia. Jakarta: Ikatan Pustakawan
Indonesia, 2006.h.318
35
8. Menghimbau semua pihak baik petugas perpustakaan maupun pemustaka
untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.41
E. Usaha Memperbaiki Bahan Pustaka yang Rusak
Bahan pustaka yang rusak harus segera diperbaiki agar kondisi fisik
maupun informasi yang terkandung di dalamnya dapat terselamatkan.
Beberapa usaha perbaikan bahan pustaka diantaranya:
1. Menambal dan Menyambung Kertas (Mending)
Menambal adalah menutup bagian bahan pustaka yang berlubang
sehingga tampak utuh seperti semula. Sedangkan menyambung adalah
merekatkan bagian yang robek agar tidak menjadi bertambah lebar.42
Menambal dan menyambung kertas merupakan upaya dalam pelestarian
bahan pustaka. Kegiatan ini menyelamatkan bahan pustaka baik fisik
maupun informasi yang terkandung di dalamnya.
2. Laminasi
Laminasi adalah teknik memperkuat kertas atau dokumen melalui
pelapisan dua lembar tisu Jepang (Japanes tissue) pada permukaan kertas
atau dokumen.43 Laminasi artinya melapisi bahan pustaka dengan tisu
khusus, agar bahan pustaka menjadi lebih awet. Proses laminasi biasanya
digunakan untuk kertas-kertas yang sudah tidak dapat diperbaiki, dengan
41 Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999.h.68
42 Made Ayu Wirayati. Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2014.h.25
43 Made Ayu Wirayati. Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka.h.27
36
cara lain misalnya seperti melambal, menjilid, menyambung dan
sebagainya.44 Laminasi dilakukan dengan dua cara, yaitu laminansi
dengan menggunakan cara manual dan laminasi dengan menggunakan
mesin.
a. Laminasi secara manual
Laminasi ini dilakaukan secara manual sesuai dengan keahlian
petugas pelestarian bahan pustaka. Proses ini dilakukan dengan cara
melembabkan permukaan kertas menggunakan sprayer air dan kuas
secara manual. Kemudian kedua permukaan bahan pustaka diberi tisu
khusus (Japanes tissue) dan kedua permukaan tersebut direkatkan.
b. Laminasi menggunakan mesin
Laminasi ini dilakukan menggunakan mesin pemanas yang disebut
dengan laminators atau thermostatically. Kerja alat tersebut ialah
menekan secara kuat tisu yang sudah diberi perekat dengan
merekatkan kepada bahan pustaka. Laminasi dengan menggunakan
mesin ini memiliki resiko merusak kertas karena efek mesin
pemanasnya.
3. Deasidifikasi
Deasidifikasi adalah suatu cara proses untuk menghilangkan pengaruh
asam yang ada pada kertas, baik karena pengaruh faktor yang berasal dari
dalam maupun dari luar. Perubahan yang nampak pada kertas adalah
perubahan menjadi kuning yang membuat kertas menjadi rapuh dan
44 Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka,
1999.h.111
37
akhirnya hancur.45 Deasidifikasi adalah kegiatan pelestarian bahan
pustaka dengan cara menghentikan proses keasaman yang terdapat pada
kertas.46 Deasidifikasi merupakan cara pelestarian bahan pustaka dengan
menghilangkan asam pada kertas namun tidak dapat memperkuat kertas
yang sudah rapuh. Deasidifikasi memiliki tiga cara, diantaranya:
a. Desidifikasi Aqueous
Deasidifikasi ini disebut juga deasidifikasi basah kerena
menggunakan cairan. Cairan tersebut diantaranya:
1) Magnesium karbonat
2) Sodium dan potassium karbonat
3) Kalsium dan magnesium Hidrogsida
4) Sodium dan potassium Hydroksida
5) Sodium Tetraborate
b. Deasidifikasi Non-Aqueous
Deasidifikasi ini disebut juga deasidifikasi kering. Larutan yang
digunakan diantaranya:
1) Barium Hydroksida
2) Kalsium, barium, dan magnesium asetat
3) Magnesium methoxide
4) Methyl magnesium karbonat
45 Made Ayu Wirayati. Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI, 2014.h.23 46 Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuak,
1999.h.104
38
c. Deasidifikasi dalam bentuk gas
Deasidifikasi ini menggunakan zat diantaranya:
1) Anomia
2) Morpholine and uap air
3) Cyclohexylamine (CHC)
4) Zinc deithyl
4. Penjilidan
Penjilidan merupakan proses, cara menjilid bahan pustaka dengan tujuan
untuk melindungi koleksi dari kerusakan.47 Penjilidan sangat bermanfaat
bagi bahan pustaka yang rusak. Penjilidan harus dilakukan guna
menyelamatkan informasi yang terdapat di dalam bahan pustaka.
Penjilidan merupakan proses perbaikan bahan pustaka dengan
menggabungkan lembaran-lembaran kertas buku yang terlepas menjadi
satu lalu disatukan dengan membuat sampul agar menjadi sebuah buku
kembali.
Agar bahan pustaka yang telah melalui proses penjilidan tetap awet, maka
bahan yang digunakan untuk penjilidan haruslah bahan yang kuat dan
memiliki kualitas tinggi. Selain itu, teknik dalam melaksanakan penjilidan
harus benar-benar tepat agar pengerjaannya tidak terlihat asal-asalan
melainkan sesuai dengan prosedur dan memiliki kualitas yang baik.
Dengan demikian perlunya pendidikan khusus agar kegiatan ini berjalan
dengan baik.
47 Darmaji Ratmono. Pedoman Teknis Penjilidan Bahan Perpustakaan, Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013.h.7
39
5. Fumigasi
Fumigasi ialah salah satu cara melestarikan bahan pustaka dengan cara
mengasapi bahan pustaka agar jamur tidak tumbuh, binatang mati, dan
perusak bahan pustaka lainnya terbunuh.48 Fumigasi menurut Sutarno NS
dalam Kamus perpustakaan dan Informasi menyatakan bahwa:
“Fumigasi adalah suatu upaya melakukan tindakan untuk mencegah kerusakan bahan pustaka dari serangga yang dilakukan dengan beberapa cara, seperti memberikan obat dengan menyuntikkannya ke dalam tanah dibawah gedung, atau menaruh di ruang perpustakaan yang tertutup rapat selama beberapa hari agar serangga tersebut mati.”49
F. Enkapsulasi
Pelestarian bahan pustaka perlu dilakukan guna menyelamatkan hasil
karya pikir manusia. Banyak cara untuk melestarikan bahan pustaka, salah
satunya dengan enkapsulasi. Enkapsulasi adalah salah satu cara melindungi
kertas dari kerusakan yang bersifat fisik, misalnya rapuh karena umur,
pengaruh asam, karena dimakan serangga, kesalahan menyimpan, dan
sebagainya.50 Enkapsulasi mirip halnya seperti menempatkan bahan pustaka
pada sebuah amplop yang terbuat dari plastik, akan tetapi amplop tersebut
bebas dari asam dan udara.
University Product the archivel company mengatakan bahwa:
“One of the safest, most effective means of protecting a document from harm is through encapsulation. Encapsulation allows you to view and handle a document without exposing it to hazardous elements. The process involves the positioning of a flat document between two pieces of polyester film that are then sealed on all sides. There are a variety of clear plastic films on the market. Some contain plasticizers or surface coatings that are inappropriate for encapsulation. They can and will react with the items they come in
48 Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka,
1999.h.96 49 Sutarno NS. Kamus perpustakaan dan Informasi, Jakarta: Jala Permata, 2008.h.50 50 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2010.4.21
40
contact with, doing more harm than good. If you are planning to encapsulate, be certain you are using Melinex or other brands of polyester determined to be inert. The material you choose should be free of plasticizers, or surface coatings of any kind.”51
Enkapsulasi adalah suatu cara untuk memperkuat kertas atau dokumen
yang berbentuk lembaran lepas agar terhindar dari kerusakan yang bersifat
fisik.52 Enkapsulasi merupakan bagian dari pelestarian bahan pustaka dengan
cara melindungi kertas dari kerusakan fisik, misalnya rapuh karena umur dan
melindungi kertas dari zat asam yang dapat merusak kertas.
Menurut Muhammadin Razak dalam buku Pelestraian bahan pustaka
dan arsip memberikan pengertian tentang enkapsulasi bahwa:
“Enkapsulasi adalah salah satu cara preservasi kertas dengan menggunakan bahan pelindung untuk menghindari dari kerusakan yang bersifat fisik, misalnya rapuh karena umur, rusak karena pengaruh asam, polusi udara, berlubang karena dimakan serangga, kesalahan penyimpanan atau salah dalam pemakaian seperti menggulung atau melipat atau rusak karena selalu sering mengalami kerusakan kecil pada bagian pinggirnya lebih baik dienkapsulasi, karena untuk menambal kerusakan itu akan menghabiskan waktu yang terlalu lama.”53
Tujuan dari enkapsulasi merupakan upaya melestarikan khazanah
budaya bangsa dan ilmu pengetahuan dengan teknik memperkuat bahan
pustaka yang sudah rapuh. Dengan cara memperkuat fisik bahan pustaka,
maka bahan pustaka tidak terlihat rapuh saat dipegang untuk dimanfaatkan
informasi yang terkandung di dalamnya. Pelestarian bahan pustaka dengan
51 How-to Tips & Videos Encapsulation,
http://www.universityproducts.com/resources.php?m=how_to_detail&id=12 , diakses pada tanggal 28 Juli 2015 pukul 20.00
52 Made Ayu Wirayati. Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2014.h.29
53 Muhammad Razak. Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, Jakarta: Program Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, 1992.h.39
41
enkapsulasi memiliki tujuan untuk memperpanjang umur fisik dan informasi
yang terkandung di dalamnya.
Enkapsulasi dilakukan setelah menghilangkan keasaman pada bahan
pustaka yaitu setelah dideadisifikasi atau menghilangkan keasaman pada
bahan pustaka. Bahan pustaka yang rusak karena rapuh, pengaruh asam,
dimakan serangga, kesalahan dalam penyimpanan dan lain sebagainya, dapat
diselamatkan dengan menggunakan metode enkapsulasi. Selain itu, salah satu
tujuan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi merupakan upaya dalam
menjalankan undang-undang mengenai perpustakaan dan pelestarian bahan
pustaka.
Dalam hal ini, enkapsulasi mengacu pada Undang-undang
Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan, Peraturan Kepala
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2001 tentang
organisasi dan tata kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24
tahun 2014 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 43 tahun 2007
tentang perpustakaan.
Jenis-jenis bahan pustaka yang dienkapsulasi merupakan bahan
pustaka yang bersifat fisik (kertas), diantaranya koran langka, naskah kuno,
peta, dan poster yang umumnya sudah mengalami kerusakan seperti rapuh
karena usia, penyebab keasaman, rusak karena dimakan serangga dan lain
42
sebagainya. Martoatmadjo menjelaskan mengenai bahan pustaka yang
dienkapsulasi bahwa:
“pada umumnya kertas yang akan dienkapsulasi adalah berupa kertas lembaran seperti naskah kuno, peta, poster, dan sebagainya yang umumnya sudah rapuh.”54
Idealnya pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi dilakukan
pada bahan pustaka berbentuk lembaran seperti peta, gambar, surat kabar atau
dokumen berbentuk lembaran lainnya.55 Dalam melakukan enkapsulasi,
terlebih dahulu diketahui alat dan bahan dalam melaksanakan kegiatan
tersebut. Karmidi Martoatmodjo menjelaskan bahwa enkapsulasi dilakukan
dengan menggunakan dua lembar plastik transparan agar tulisan tetap terbaca
dari luar. Selain itu enkapsulasi membutuhkan double side tape untuk
merekatkan pinggiran plastik tersebut agar bahan pustaka tidak terlepas.56
Sedangkan menurut Muhammad Razak peralatan dan bahan yang
diperlukan dalam pelaksanaan enkapsulasi ialah gunting, alas dari plastik
tebal yang dilengkapi dengan garis-garis yang berpotongan tegak lurus untuk
mempermudah pekerjaan, sikat halus, film plastik polyester, pisau, pemotong
(cutter), double sided tape 3M, pemberat, kertas, penyerap bebas asam dan
lembaran kaca.57 Alat dan bahan yang diperlukan dalam melakukan
enkapsulasi diantaranya:
54 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas
Terbuka, 1993.h.113 55 Made Ayu Wirayati, Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI, 2014.h.29 56 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas
Terbuka, 1993.h.113 57 Muhammad Razak. Pedoman Teknis Fumigasi. Jakarta: Perpustakaan Nasional
43
1. Plastik Polyethlylane/Poliester. Plastik tersebut merupakan plastik yang
bebas asam contohnya mylar. Ukuran plastik tersebut lebih besar dari
bahan pustaka berupa lembaran kertas sebanyak dua lembar.
2. Double side tape, perekat ini merupakan perekat yang bebas asam
contohnya 3M. Lebar duble side tape tersebut yaitu 5mm.
3. Pemberat
4. Cutter
5. Cutter mat58
Setelah mengetahui alat dan bahan dalam melakukan enkapsulasi,
selanjutnya yang perlu diketahui dalam melakukan enkapsulasi ialah
mengenai teknik melakukan enkapsulasi. Karmidi Martoatmodjo
menerangkan bahwa idealnya enkapsulasi dilakukan dengan cara mengapit
bahan pustaka berupa lembaran dengan plastik transparan. Lembaran bahan
pustaka tersebut diletakkan di antara dua lembar plastik transparan tersebut,
jadi tulisan tetap dapat dibaca dari luar. Selanjutnya, pinggiran plastik
transparan tersebut ditempeli double side tape yang berguna mengeratkan
kedua sisi plastik tersebut. Dengan demikian bahan pustaka tidak terlepas.59
Karmidi Martoatmodjo menerangkan mengenai cara melaksanakan
enkapsulasi bahwa:
“Pada umumnya kertas yang akan dienkapsulasi berupa lembaran kertas seperti naskah kuno, peta, poster, yang umumnya sudah
RI, 1998. h. 56
58 Made Ayu Wirayati, Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2014.h.137
59 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1993.h.113
44
rapuh. Pada enkapsulasi setiap lembar kertas diapit dengan cara menepatkannya di antara dua lembar plastik transparan.”60
Enkapsulasi merupakan cara untuk melindungi bahan pustaka dari
kerusakan. pada proses enkapsulasi setiap lembar kertas atau dokumen
dilindungi dengan plastik bebas asam. Cara yang dilakukan dalam melakukan
proses enkapsulasi ialah dengan mengapit lembaran kertas atau dokumen di
antara dua plastik dan pada bagian pinggirnya direkatkan dengan
mengguanakan double side tape. Cara kerja dalam melaksanakan enkapsulasi
diantaranya:
1. Letakkan mylar di atas meja, lalu bersihkan dengan lap bersih jika ada
bagian yang kotor.
2. Letakkan kertas dokumen di atas mylar dengan posisi ada di tengah-tengah
plastik.
3. Letakkan pemberat di atas dokumen.
4. Tempelkan double side tape yang bebas asam di atas mylar pada garis
lurus pinggir dokumen dan letaknya berjarak 2-3 mm dari pinggir
dokumen sehingga double side tape yang bebas asam tersebut tidak
bersentuhan dengan kertas dokumen.
5. Lebuhkan double side tape yang bebas asam sekitar 5 mm dari garis lurus
dokumen kertas.
6. Potong double side tipe yang bebas asam dengan cutter.
60 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2010
45
7. Lakukan penempelan double side tape yang bebas asam dengan cara yang
sama pada ketiga sisi lainnya dari kertas dokumen.
8. Setelah penempelan double side tape yang bebas asam di atas mylar
selesai, sisihkan pemberat.
9. Letakkan selembar mylar lagi di atas kertas dokumen.
10. Letakkan kembali pemberat di atas mylar.
11. Cungkil kedua kertas double side tape yang bebas asam dengan cutter.
12. Lepaskan sedikit kertas double side tape.
13. Rekatkan kedua sisi mylar dengan double side tape.
14. Lakukan hal yang sama pada ujung diagonal kertas dokumen tersebut.
15. Setelah kedua ujung tersebut menempel, kemudian tarik sisa kertas double
side tape sehingga semua kertas double side tape lepas dan kedua lembar
mylar menempel pada double side tape.
16. Lakukan hal yang sama pada ketiga kertas double side tape.
17. Gosok permukaan mylar yang ditempel double side tape supaya double
side tape menempel kuat pada mylar.
18. Letakkan penggaris 2-3 mm dari pinggir double side tape, kemudian
rapihkan pinggiran mylar dengan memotong mylar yang berlebih.
19. Lakukan pada keempat pinggir mylar.
20. Diakhiri dengan merapihkan bahan pustaka yang telah dienkapsulasi.61
Menurut penulis, enkapsulasi merupakan salah satu cara preservasi
bahan pustaka dengan cara menempatkan lembaran bahan pustaka di antara
61 Made Ayu Wirayati. Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI, 2014.h.137-145
46
dua plastik polyster untuk menghindari kerusakan fisik karena sering dipegang
atau digunakan dengan tujuan melindungi bahan pustaka dari zat asam, debu
dan pollutant. Dengan dienkapsulasi bahan pustaka akan selalu dalam ke
adaan baik, karena bahan pustaka terlindungi oleh plastik bebas asam. Jika
bahan pustaka tersebut ingin digunakan atau dimanfaatkan untuk hal-hal
tertentu, maka bahan pustaka yang telah dienkapsulasi dapat diambil secara
utuh dengan cara memotong plastik pelindung bebas asam pada bagian tepi
salah satu sisi bahan pustaka yang telah dilindungi oleh plastik bebas asam.
Kelebihan enkapsulasi bahan pustaka ialah bahan pustaka tidak
menempel seperti halnya laminasi, sehingga kalau bahan pustaka diperlukan,
bahan pustaka bisa diambil dengan utuh, dengan cara menggunting bagian tepi
plastik pelindungnya. Ijazah atau bahan pustaka penting lainnya lebih baik
dienkapsulasi, karena suatu saat dokumen tersebut ingin dipergunakan aslinya,
makan dokumen tersebut bisa dipergunakan aslinya secara utuh dengan cara
memotong pinggir mylar pada enkapsulasi. Yang penting harus diperhatikan
dalam pelaksanaan enkapsulasi adalah bahwa kertas harus bersih, kering, dan
bebas asam (sudah dideasidifikasi).62
G. Penelitian Terdahulu
Sebelum mengadakan penelitian ini, terlebih dahulu penulis
melakukan tinjauan pustaka untuk melihat dan mencari judul skripsi yang
ada di perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarata dan
62 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas
Terbuka, 1993.h.113
47
perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora. Penulis menemukan ada
beberapa skripsi yang membahas tema serupa, yaitu:
1. “Pelaksanaan Fumigasi pada Perpustakan Nasional Republik Indonesia
sebagai upaya pelestarian bahan pustaka”, yang disusun oleh Zulfachri
Tribuana Said / 108025000009 Fakultas Adab Dan Humaniora, Jurusan
Ilmu Perpustakaan, tahun 2012. Skripsi tersebut membahas mengenai
pelaksanaan fumigasi yang dilakukan oleh perpustakaan Nasional
Republik Indonesia. Tujuan dari skripsi ini adalah : Untuk mengetahui
kebijakan pelaksanaan kegiatan fumigasi di PNRI. Untuk mengetahui
teknik pelaksanaan kegiatan fumigasi di PNRI. Untuk mengetahui
bahan fumigant yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan fumigasi
di PNRI. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi dalam
kegiatan fumigasi di PNRI.
2. “Pelestarian bahan koleksi buku langka di perpustakaan kementrian
pekerjaan umum”, yang disusun oleh Ahmad Nawai / 106025001044
Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Ilmu perpustakaan. Skripsi
tersebut membahas tentang pelestarian bahan koleksi langka di
Perpustakaan Kementrian Umum. mengetahui apa saja faktor-faktor
penyebab kerusakan koleksi buku langka. Mengetahui teknik
pelestarian buku langka yang dilakukan di perpustakaan kementrian
pekerjaan umum. Mengetahui kendala apa saja yang di hadapi dalam
melakukan pelestarian koleksi buku langka.
48
Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang membahas
mengenai pelestarian bahan pustaka. Penelitian yang dibahas oleh saudara
Zulfachri Tribuana Said membahas mengenai pelestarian bahan pustaka
dengan menggunakan metode fumigasi. Penelitian tersebut dilakukan pada
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh saudara Ahmad Nawai membahas mengenai pelestarian
bahan pustaka langka. Penelitian tersebut dilakukan pada Perpustakaan
Kementrian Umum. Keduanya sama-sama membahas pelestarian bahan
pustaka.
Perbedaan penelitian yang penulis teliti yaitu mengenai subjek
penelitian. Penelitian terdahulu membahas mengenai fumigasi dan koleksi
langka. Sedangkan penulis membahas mengenai enkapsulasi bahan
pustaka. Kesamaan penelitian penulis terhadap penelitian terdahulu yaitu
saudara Zulfachri Tribuana Said yaitu terletak pada tempat penelitian yaitu
pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Namun kesamaan
keduanya yaitu membahas mengenai pelestarian bahan pustaka dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif.
Sehubungan dengan penelitian ini, Inggris dan Amerika merupakan
negara yang memiliki banyak topik mengenai pembahasan pelestarian
bahan pustaka. Pelestarian dan pengawetan serta pemeliharaan bahan
pustaka di Inggris sangat maju. Selain itu, perhatian untuk menjaga bahan
pustaka sangat tinggi. Misalnya saja perhatian terhadap tinta yang ada
49
dibuku. Salah satu bab dari buku Languell membicarakan tentang “tinta”.
Dikatakan bahwa:
“tinta memiliki pengaruh besar dalam hal pengawetan dan pemeliharaan bahan pustaka. Sebab bahan untuk membuat tinta campuran dari besi belerang dengan “oak-gall”, cepat meresap ke dalam kertas dengan suatu tendensi untuk menyebar.”63
Keadaan pelestarian bahan pustaka di Amerika Serikat terlihat
lebih maju, karena negara tersebut memiliki perpustakaan-perpustakaan
yang bergerak dalam bidang pelestarian bahan pustaka. The Libray of
Conggress merupakan salah satu pelopor yang gigih dalam mengadakan
pemeliharaan dan pengawetan bahan pustaka. Selain itu perpustakaan-
perpustakaan lain yang ada di negara tersebut juga ikut menyusul dalam
bidang pelestarian bahan pustaka. The New York Public Library,
Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Boston, The Newbery
Public Library di Chicago, serta masih banyak perpustakaan lainnya.64
Sehubungan dengan pembahasan tersebut, perpustakaan di
Indonesia juga melakukan pelestarian bahan pustaka. Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia merupakan perpustakaan yang melakukan
pelestarian bahan pustaka. Sedangkan yang melaksanakan pelestarian
bahan pustaka dengan enkapsulasi diantaranya Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), museum
Bung Karno dan Bung Hatta (mengenkapsulasi mata uang kertas).
63 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999.h.216
64 Karmidi. Materi Pelestarian Bahan Pustaka.h.244
50
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Penelitian Deskriptif
Dalam penelitian, penulis menggunakan penelitian kualitatif
deskriptif sebagaimana menurut Bogdan dan Taylor dalam buku Metode
Penelitian Kualitatif yang dibuat oleh Lexy J. Moleong, metode penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data – data
deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang–orang dan
perilaku yang diamati.65 Dalam hal ini, Uhur Suharsaputra menjelaskan
bahwa:
“Penelitian kualitatif atau naturalistic inquary adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati, demikianlah pendapat Bogdan dan Guba, sementara itu Krik dan Mliller mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.”66
Penelitian kualitatif pada akhirnya menghasilkan sebuah data. Data
kualitatif merupakan data yang berbentuk seperti kalimat, foto-foto,
65 Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:: Remaja Rosdakarya,
2001. h. 3 66 Uhar Suharsaputra. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. Bandung:
PT Refika Aditama, 2012.h.181
51
rekaman suara, dan gambar.67 Sedangkan pengertian deskriptif menurut
Mohammad Nazir menjelaskan bahwa:
“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.”68
Menurut Erickson dalam Susan Stainback (2003), metode
penelitian kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut
berpartisipasi lama di lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi
di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail.69
Penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian yang memberikan
gambaran mengenai suatu keadaan secara jelas tanpa ada perlakuan
terhadap obyek yang diteliti.70 Penelitian deskriptif merupakan penelitian
yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan suatu hal atau keadaan
seperti apa adanya.71
2. Pendekatan Penelitian Kualitatif
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
mewawancarai seorang Informan. Informan adalah orang yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi
latar penelitian72. Penentuan Informan ditentukan dengan mencari tahu
67 Prasetya Irawan. Logika dan prosedur Penelitian. Jakarta: STIA-LAN, 1999.h.86 68 Mohammad Nazir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghakia Indonesia, 2009.h.54 69 Sugiyono. Memahami Penelitia Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2012.h. 10. 70 Ronny Kountur. Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: PPM,
2003.h.105 71 Prasetya Irawan. Logika dan prosedur Penelitian. Jakarta: STIA-LAN, 1999.h.60 72 Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2001. h.90
52
pihak yang paling memahami objek penelitian. Penelitian ini, penulis
menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, yakni sumber data
dianggap yang paling tahu tentang apa yang diharapkan sehingga
mempermudah peneliti dalam menjelajahi objek atau situasi sosial yang
akan diteliti.73
B. Sumber Data
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan sumber data yang diambil secara
langsung, tanpa perantara melainkan langsung dari sumbernya.74 Sumber
data primer merupakan sumber data yang didapat dari sumber pertama,
seperti hasil wawancara, penelitian atau observasi melakukan sendiri
observasi di lapangan maupun di laboratorium.75 Sumber data primer
merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data. Untuk mengambil data primer ini, penulis melakukan
pengamatan di lapangan serta wawancara kepada petugas pada bagian
preservasi yang berada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
73 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2008.h.219 74 Prasetya Irawan. Logika dan prosedur Penelitian. Jakarta: STIA-LAN, 1999.h.86 75 Ipah Farihah. Buku Panduna Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: UIN
Press, 2006.45
53
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data skunder merupakan sumber data yang diambil secara tidak
langsung dari sumbernya. Data sekunder dapat diambil dari dokumen-
dokumen seperti halnya laporan, karya tulis orang lain, koran, majalah dan
lain sebagainya. Selain itu seseorang yang mendapatkan informasi dari
orang lain. Orang lain tersebut yang merupakan sumber data primer,
sedangkan seseorang yang mendapatkan informasi dari orang lain tersebut
merupakan sumber data sekunder.76 Sumber data sekunder merupakan
sumber data yang diperoleh melalui hasil dari pihak lain atau data primer
yang telah diolah oleh pihak lain, umumnya disajikan dalam bentuk tabel
atau grafik.77 Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui
orang lain, literatur-literatur, undang-undang dan lain sebagainya.
C. Pemilihan Informan
Sesuai dengan penelitian ini, penulis melakukan pemilihan informan
untuk mendapatkan informasi atau sumber data yang benar-benar akurat.
Informan merupakan orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi latar penelitian.78 Penulis mencari informan yang
benar-benar mengerti tentang pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi
di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pemilihan informan tersebut
76 Prasetya Irawan. Logika dan prosedur Penelitian. Jakarta: STIA-LAN, 1999.h.87 77 Ipah Farihah. Buku Panduna Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: UIN
Press, 2006.45 78 Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian, Jakarta: STIA-LAN, 1999.h.86
54
berawal dari observasi pertama penulis saat melaksanakan praktek kerja
lapangan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada akhir semester 6.
Penulis melakukan observasi ke dua pada tanggal 10 februari 2015 di
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Selanjutnya penulis melakukan
wawancara terhadap informan pada Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada tanggal 16 juni 2015 dengan
mewawancarai 3 informan. Berikut ini profil informan yang penulis
wawancarai antara lain:
1. Nama : Made Ayu Wirayati, MIkom
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : S1 UNAS, S2 UNPAD
Jabatan : Kepala SUB. Bidang Perawatan dan Perbaikan
Bahan Pustaka
NIP : 196706101993032001
2. Nama : Ellis Sekar Ayu, SPd
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : S1 IKIP Jakarta
Jabatan : Staff SUB. Bidang Perawatan dan Perbaikan
Bahan Pustaka
NIP : 197112281999032001
3. Nama : Cecep Nurjanjati, S.sos
55
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : S1 Ilmu Sosial Universitas Diponegoro
Jabatan : Staff SUB. Bidang Perawatan dan Perbaikan
Bahan Pustaka
NIP : 19690326198900011001
Menurut penulis, petugas yang ada diruangan Sub. Bidang Perawatan
dan Perbaikan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan orang
yang tepat, karena mereka adalah petugas yang melaksanakan atau
mempraktekan mengenai pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi dan
dirasa mereka merupakan informan yang tepat. Selain itu, informan tersebut
dapat memberikan bimbingan teknis tentang enkapsulasi.
Dengan demikian, penulis menetapkan petugas-petugas tersebut untuk
menjadi informan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini digunakan
prosedur pemilihan informan secara purposive sampling. Purposive sampling
adalah metode pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu yang
dianggap relevan atau dapat mewakili objek yang akan diteliti.79 Dalam
penggunaan purposive sampling ini, peneliti memilih sampel yang benar-
benar punya pengaruh terhadap topik yang dijadikan penelitian, dengan
pertimbangan tertentu.
Pertimbangan itu misalnya orang tersebut yang dianggap benar-benar
tahu dan mengerti tentang apa yang kita harapkan atau orang tersebut
79 Sofian Effendi. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES, 2012.h.172
56
merupakan pejabat atau petugas lapangan yang bener-benar mengerti
sehingga akan memudahkan peneliti menjelajah objek atau situasi yang akan
diteliti.
Dalam penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel
dengan pertimbangan tertentu yang dianggap relevan atau dapat mewakili
objek yang akan diteliti. Dalam penggunaan pengambilan sampling ini,
peneliti memilih sampel yang benar-benar berpengaruh terhadap topik yang
dijadikan penelitian, karena keterbatasan informasi yang diperlukan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, tidak mengharuskan
berapa jumlah minimal Informan. Bila jumlah Informan dianggap sudah
cukup representatif untuk hasil penelitian. Jadi, penelitian ini menekankan
pada informan dan kriterianya, sehingga nantinya kedalaman informasi yang
akan didapat.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus
tujuan penelitian. Data yang dikumpulkan berdasarkan data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara yang diubah menjadi
tulisan. Untuk data sekunder diperoleh dari penelusuran data dan informasi
dari dokumen atau catatan yang memiliki keterkaitan dengan objek penelitian.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah :
57
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu.80 Peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan yang telah peneliti siapkan kepada informan, lalu dijawab oleh
pemberi data dengan bebas terbuka. Jenis wawancara ini merupakan
wawancara terpimpin, dimana pertanyaan yang diajukan berdasarkan
pertanyaan yang telah disusun oleh penulis.81
2. Observasi
Observasi merupakan metode penelitian yang pengambilan datanya
bertumpu pada pengamatan langsung terhadap objek penelitian.82
Observasi bertujuan untuk mendeskripsikan keadaan yang dipelajari dan
aktifitas–aktifitas yang tengah berlangsung. Kemudian hasil dari observasi
tersebut dicatat menjadi suatu catatan observasi yang berisi deskripsi hal–
hal yang diamati secara lengkap dengan keterangan tanggal dan waktu.
3. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan penelitian yang datanya diambil
terutama atau seluruhnya dari kepustakaan (buku, dokumen, artikel,
laporan dan sebagainya).83 Kajian pustaka adalah pengidentifikasian
80 Sofian Effendi. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES, 2012.h.135 81 Riduwan. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabet, 2010.h.102 82 Prasetya Irawan. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: STIA – LAN Press., 1999. h. 63 83 Prasetya. Logika dan Prosedur Penelitian.h. 65
58
secara sistematis, penemuan dan analisis dokumen-dokumen yang memuat
informasi yang berkaitan dengan penelitian.84
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Dalam penelitian kaulitatif, data yang diperoleh dari berbagai sumber
dengan menggunakan teknik pengumpulan data dan dilakukan secara terus
menerus, dengan pengamatan secara terus menerus dan menghasilkan variasi
data yang tinggi. Dengan demikin, analisis data merupakan proses mencari
dan menyusun secara sistematis, data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan dokumen, dengan cara mengelompokkan data ke dalam
kategori, menjelaskan ke dalam unit-unit, menyusun ke dalam pola, memilih
mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga dapat dipahami oleh diri sendiri maupun oran lain.85
Data akan dianalisis melalui tiga tahapan yaitu :
1. Reduksi Data
Menurut Miles dan Suhardi, reduksi data merupakan proses
pemililihan data, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan, transformasi data kasar yang mucul dari catatan-catatan
lapangan.86 Data yang diperoleh penulis melalui observasi, wawancara dan
kajian pustaka dicatat secara rinci, lalu mengelompokkan atau memilah–
milah dan memfokuskan pada hal penting yang terkait dengan penelitian.
84 Consuelo G. Svila, [et.all]; penerjemah, Alimudin Tuwu, Pengantar Metode Penelitian,
Jakarta: UI Press, 1993.h.31 85 Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2012.h.87 86 Suhadi, Bab 7 Pengolahan Data Kualitatif, artikel diakses pada tanggal 2 Agustus 2015
dari http://www.scribd.com/doc/24844905/Bab-7-Pengolahan-Data-Kualitatif, h.56
59
Observasi merupakan metode penelitian yang pengambilan datanya
bertumpu pada pengamatan langsung terhadap objek penelitian.87 Penulis
melakukan penelitian dengan mengamati kejadian atau fenomena yang
terkait deng pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia. Penulis melakukan pengamatan dengan
tujuan mendeskripsikan atau memberikan gambaran mengenai kegiatan
enkapsulasi, selanjutnya hasil pengamatan tersebut menghasilkan deskripsi
atau gambaran yang akan dicatat secara lengkap yang diikuti dengan
keterangan tempat, tanggal dan waktu.
Selanjutnya penulis melakukan wawancara terhadap informan yang
telah ditentukan sehubungan dengan penelitian yang penulis lakukan.
Wawancara tersebut dilakukan dengan maksud untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang penulis telah susun. Selanjutnya pertanyaan-
pertanyaan tersebut diajukan guna menjawab rumusan masalah yang
terkait dengan penelitian ini.
Setelah melakukan observasi dan wawancara, penulis melakukan
kajian pustaka. Kajian pustaka merupakan penelitian atau pengambilan
data yang berasal dari kepustakaan, seperti buku, artikel, dokumen dan lain
sebagainya. Kajian pustaka dilakukan dengan maksud mengidentifikasi
secara sistematis penemuan atau dokumen yang sesuai dengan penelitian.
Selanjutnya penulis melakukan memilih, mengelompokkan, dan
memfokuskan hal-hal yang terkait dengan penelitian guna memperjelas
87 Prasetya Irawan. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: STIA – LAN Press., 1999. h. 63
60
arah dan hasil penelitian yang penulis teliti. Dengan demikian data yang
didapat bisa memberikan gambaran yang jelas.
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya ialah penulis
melakukan penyajian dalam bentuk teks bersifat naratif. Menurut Miles
dalam Suhadi penyajian data merupakan analisis merancang deretan dan
kolom sebuah matriks untuk data kualitatif dan menentukan jenis serta
bentuk data yang dimasukkan kedalam kotak-kotak matriks.
Peyajian data dalam bentuk uraian yang bersifat naratif, bagan,
hubungan antar katagori, diagram alur, dan lain jenisnya. Penyajian dalam
bentuk-bentuk tersebut yang akan memudahkan penulis memahami apa
yang terjadi dalam penelitian. Penulis menjelaskan dan melakukan
penyajian data dengan menyusun satuan-satuan data kemudian
dikatagorikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif tentang data yang
telah diperoleh.
3. Penarikan Kesimpulan
Data–data yang terangkum dan dijabarkan dalam bentuk naratif,
kemudian penulis membuatkan kesimpulan. Kesimpulan awal yang akan
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan tanda-tanda atau bukti-bukti yang kuat untuk melakukan
pengumpulan data berikutnya. Selanjutnya apabila yang dikemukakan
pada tahap awal memiliki tanda-tnada atau bukti-bukti yang kuat dan
61
konsisten, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan
yang credibel.
Kesimpulan digunakan untuk menjawab rumusan masalah.
kesimpulan dalam penelitian ini merupakan temuan baru yang sebelumnya
belum pernah ada. Temuan tersebut dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga
setelah diteliti menjadi jelas.
62
F. Jadwal Penelitian
Tabel 1. Jadwal Pembuatan Skripsi Dan Penelitian
No. Jenis Kegiatan
Tahun 2015 Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sept
ember
1. Penyerahan Proposal Skripsi dan Dosen Pembimbing
2. Pelaksanaan Bimbingan Skrispi
3. Pengumpulan Literatur Mengenai Skripsi
4. Melakukan Wawancara dengan Informan
5. Analisis Data 6. Penyerahan
Laporan Skripsi
7. Sidang Skripsi
63
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Objek Penelitian
1. Sejarah Berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia didirikan pada tanggal
17 Mei 1980, melalui keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudyaan No.
0164/0/1980, dengan status sebagai salah satu UPT dari Ditjen
Kebudayaan, Departemen pendidikan dan kebudayaan. Pendirian
Perpustakaan Nasional merupakan gabungan dari empat perpustakaan
yang telah ada sebelumnya. Yaitu Perpustakaan Museum Nasional
(semula Bataviaasch Genootschap van Kunsten Wetenschapen) pada
tanggal 24 April 1778, Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial, (semula
Perpustakaan Sticusa), Kantor Bibliografi Nasional, dan Perpustakaan
Wilayah (Negara) Jakarta.
Walaupun secara resmi PNRI berdiri di pertengahan tahun 1980,
namun integrasi keseluruhan secara fisik baru dapat dilakukan pada
Januari 1981 sampai dengan tahun 1987. PNRI masih berlokasi di tiga
tempat terpisah, yaitu Jl. Merdeka Barat 12 (Museum Nasional), Jl.
Merdeka Selatan No.11 (Perpustakaan PSP), dan Jl. Imam Bonjol No. 1
(Museum Naskah Proklamasi). Kepala PNRI pada saat itu adalah Mastini
Hardjoprakoso, MLS.
64
Dengan selesainya pembangunan dan renovasi sebagian gedung di
Jl. Salemba Raya No. 28 A, pada awal 1987 pimpinan dan staf dari tiga
bidang (kecuali bidang koleksi) pindah ke lokasi tersebut. Gedung baru
ini menyatakan semua kegiatan di bawah satu atap yang sebelumnya
terpencar di beberapa tempat di Jakarta.
Pada tahun 1989, status PNRI berubah menjadi lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND), melalui keputusan Presiden RI No.
11 Tahun 1989. Dengan keputusan Presiden ini, PNRI menjadi lembaga
yang berdiri sendiri dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Implikasi dari perubahan status ini, antara lain adalah Perpustakaan
Wilayah yang semula di bawah pusat pembinaan perpustakaan, berubah
menjadi bagian dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sejak
saat itu, pembinaan dan pengembangan kegiatan perpustakaan di daerah-
daerah di seluruh Indonesia merupakan bagian dari tugas dan
kewenangannya di bidang perpustakaan.
Selanjutnya, pada tahun 2007 undang-undang no. 43 tahun 2007
tentang perpustakaan ditetapkan, yang lebih memperkuat status dan
kedudukan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia secara hukum.
Keberadaan Kepres nomor 11 Tahun 1989 dinilai kurang efektif lagi,
terutama bila dikaitkan dengan telah diberlakukannya undang-undang no.
32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Kebijakan otonomi daerah
dianggap telah mengakibatkan ketidak jelasan kewenangan pusat dan
daerah dalam bidang perpustakaan.
65
Undang-undang no. 43 tahun 2007 tentang perpustakaan memberi
definisi perpustakaan sebagai institusi pengelola koleksi karya tulis, karya
cetak, dan atau karya rekam secara professional dengan sistem yang baku
guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi
dan rekreasi, para pemustaka (pengguna perpustakaan). Sementara itu,
masih menurut undang-undang perpustakaan menyebut Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia sebagai Lembaga Pemerintah Non
Departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam
bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan rujukan,
perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian,
dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara.88
Pada tahun, 1970, dalam konferensi umumnya yang ke 16,
UNESCO mengeluarkan Recommendations Concerning the International
Standarizations of Library Statistic yang memuat definisi Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia sebagai berikut:
“Nasional libraries: which, irrespective of their title, are responsible for aquaring and conservationing copies of all significant publications published in the country and functioning as a ‘deposit’ library, either by law or under other arragements. They will also normally perfom some of the following functions: produce a nasional bibliography’ hold and keep up to date a large and reprsentative collection of foreign literature including books about the country; act as a national bibliographical information center, compile union catalogues; publiac the retrospective national
88 Sulistyo Basuki. Sejarah Perpustakaan Nasional RI Sebuah Kajian, Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI, 2008.h.1.4
66
bibliography. Libraries which my be called ‘national’ definition should not be placed in the ‘national libraries’ category”89
2. Visi dan Misi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Dalam implementasi tugas dan fungsinya, Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia tentu saja membuat visi dan misi agar berjalan sesuai
dengan undang-undang yang berlaku. Visi Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia yaitu: “Terdepan dalam informasi pustaka, menuju
Indonesia gemar membaca.”
Sedangkan Misi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yaitu :
a. Mengembangkan koleksi perpustakaan di seluruh Indonesia.
b. Mengembangkan layanan informasi perpustakaan berbasis teknologi
informasi dan komunikasi (TIK).
c. Mengembangkan infrastruktur melalu penyediaan sarana dan
prasarana serta kompetinsi Sumber Daya Manusia (SDM).
3. Struktur Organisasi
Berdasarkan Keppres no. 103 tahun 2001 tentang kedudukan,
tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi, dan tata kerja lembaga
pemerintah non departeman, dan sk kepala Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia no. 3 tahun 2001 tentang organsisasi dan tata kerja
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dan peraturan kepala
89 IFLA, Recommendations Concerning the International Standarizations of Library
Statistics, diakses pada tanggal 2 Agustus 2015 dari http://portal.unesco.org/en/ev.php-URL_ID=13086&URL_SECTION=201.html
67
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia no. 1 tahun 2012 tentang
perubahan atas keputusan kepala Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia no. 3 tahun 2001 tentang organisasi dan tata kerja Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia.
Berikut ini merupakan struktur organisasi pusat preservasi bahan
pusataka Perpustakaan Nasional Republik Indonesia :
Gambar 1. Struktur organisasi pusat preservasi
4. Koleksi
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia memiliki banyak
koleksi guna memenuhi kebutuhan informasi pemustakanya. Jenis koleksi
Pusat Preservasi Bahan Pustaka
Bidang Konservasi
Sub. Bidang Perawatan dan
Perbaikan Bahan Pustaka
Sub. Bidang Teknis Penjilidan Bahan
Pustaka
Bidang Reprografi
Sub. Bidang Mikrofilm
Sub. Reproduksi Bahan Pustaka
Bidang Transformasi
68
bahan pustaka yang dilayankan oleh Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia yaitu antara lain:
a. Koleksi Buku (Monograf)
Koleksi buku mempunyai pelayanan bahan pustaka dan
referensi (rujukan) kepada pemustaka, baik untuk anggota maupun
pengunjung perpustakaan biasa (non anggota). Koleksi buku atau
monograf mencakup terbitan tahun 1556 sampai yang paling
mutakhir, yaitu terdiri atas buku-buku teks, laporan penelitian,
skripsi, tesis, dan buku rujukan.
Koleksi buku (monograf) di Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam koleksi
monograf terdiri dari:
1) Koleksi buku tentang Presiden Soekarno, yaitu mencakup
biografi, antobiografi dan kumpulan pidato.
2) Koleksi buku langka. Pada awalnya merupakan koleksi
perpustakaan Museum Nasional. Buku-buku ini mencakup
terbitan zaman kolonial sejak tahun 1556-1985.
3) Koleksi varia (lembaran) berupa ilustrasi yang terdapat pada
lembaran-lembaran lepas yang terkumpul dalam portepel dan
kotak karton, terdiri dari: surat kabar, gambar, peta, piagam,
lukisan, asli dan naskah.
4) Koleksi terlarang yaitu, bahan pustaka yang memuat
paham/ideologi yang dilarang pada zaman pemerintahan orde
69
baru, seperti komunisme. Koleksi deposit tahun 1924-1989,
terdiri atas terbitan Indonesia pada masa itu.
Berikut ini adalah jumlah koleksi buku (monograf) di
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia :
Tabel 2. Koleksi Buku Monograf
Kelas Judul Eksemplar
000 453 1332
100 740 2212
200 3064 10.276
300 3003 8168
400 358 1153
500 551 1452
600 2695 8354
700 1804 5814
800 3061 7827
900 761 1770
Referensi 458 939
Jumlah 16.948 42.295
b. Koleksi Surat Kabar
Koleksi surat kabar terjilid yang dimiliki Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia, terdiri atas terbitan masa kolonial
70
Belanda, zaman pendudukan Jepang, masa awal kemerdekaan,
periode 1950-an sampai dengan terbitan tiga tahun lalu.
Tersedia lebih dari 1000 judul koleksi surat kabar terjilid,
terbitan dalam dan luar negeri dalam bahasa Indonesia, bahasa
daerah, bahasa asing seperti Bahasa Belanda, Inggris, Perancis,
Arab, Cina, dan Jepang. Selain terbitan LKBN antara, Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia memiliki surat kabar tua terbitan tahun
1812 yang merupakan koleksi unggulan Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia.
c. Koleksi Majalah
Meliputi terbitan sebelum perang dunia II, zaman
pendudukan Jepang, periode kemerdekaan sampai yang diterbitkan
tiga tahun terakhir. Majalah tertua Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia terbit tahun 1731, majalah luar negeri tahun 1779, dan
majalah dalam negeri berbahasa Indonesia tahun 1903.
d. Koleksi Kliping
Koleksi kliping ini mencakup kumpulan guntingan berita dan
artikel berbagai surat kabar khususnya terbitan tiga tahun terakhir
tentang berbagai subjek.
b. Koleksi Peta
Koleksi peta yang tersedia terbitan dari tahun 1609 sampai
dengan sekarang. Peta Batavia merupakan koleksi tertua yang
diterbitkan tahun 1669. Jenis koleksi peta yang tersedia meliputi peta
71
topografi, geologi, kemampuan tanah, pertambangan, pertanian, dan
sejarah. Media yang digunakan berupa kain, kertas, dan plastik.
c. Koleksi lukisan
Untuk koleksi lukisan sebagaian besar merupakan reproduksi
lukisan arkeologi Indonesia seperti candi, patung, keris, dan
sebagainya. Reproduksi lukisan tersebut merupakan hadiah dari The
British Library kepada Perpustakaa Nasional Republik Indonesia
pada tahun 1995 yang aslinya masih disimpan di sana. Koleksi
lukisan unggulan lainnya adalah karya pelukis berkebangsaan
Belanda dimasa kolonial yang bernama Johannes Rach.
d. Koleksi Audio Visual
Koleksi audio visual disebut juga koleksi pandang dengar,
yang terdiri atas mikrofilm, mikrofis, foto, video, dan kaset yang
berisi tentang film dokumenter seni serta berbagai koleksi PNRI
dalam format mikrofilm, mikrofis, maupun digital.
e. Koleksi Manuskrip/Naskah Nusantara
Koleksi yang tersedia sebagian besar diantaranya hasil
pengumpulan kolektor seperti Pigeaud, Brandes, Cohen, Von de
Wall, Van der Tuuk dan Artati Soedirjo, serta Gusdur. Jumlah
koleksi naskah sekitar ± 10000 judul. Koleksi ini berusia ± 100
tahun, dan yang sudah dialih media ke bentuk mikrofilm sekitar ±
80% dari jumlah koleksi. Dan yang dialih media dalam bentuk
layanan digital baru sekitar 300-an judul naskah.
72
Berikut ini adalah jumlah koleksi Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia berdasarkan jenis bahan pustaka :
Tabel 3. Jumlah Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Jenis Bahan Pustaka Judul Eksemplar
Visual 51 212
Buku 15.508 44.259
Suara 1.908 3.956
Rekam Video 291 868
Jumlah 16.948 49.295
Gambar 2.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
73
B. Hasil Penelitian
Pada bab ini selain menjelaskan profil objek penelitian, penulis akan
memaparkan mengenai hasil obeservasi dan wawancara terhadap pelaksanaan
kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi pada Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia yang mencangkup mengenai kebijakan,
prosedur, dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelestarian
bahan pustaka dengan enkapsulasi pada Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia.
Pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi merupakan upaya
penyelamatan khazanah pemikiran manusia. Upaya pelestarian bahan pustaka
dengan enkapsulasi pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
mencakup dua aspek mendasar yaitu menyelamatkan isi yang terkandung
pada suatu bahan pustaka dan memperkuat bahan pustaka itu sendiri.
Untuk memperoleh informasi yang akurat, maka penulis melakukan
wawancara terhadap informan yang ada di ruangan Sub. Bidang Perawatan
dan Perbaikan Bahan Pustaka Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Hasil wawancara terhadap informan-informan tersebut, selanjutnya akan
dijabarkan mengenai kebijakan, prosedur, dan kendala Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia dalam melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan
enkapsulasi.
74
1. Kebijakan Enkapsulasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Dalam Melaksanakan Kegiatan Pelestarian Bahan Pustaka Dengan
Enkapsulasi
Dalam hal ini, undang-undang No. 4 tahun 1990 tentang Serah
Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam merupakan acuan bagi
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam pelaksanaan pelestarian
bahan pustaka dengan enkapsulasi. Selain itu undang-undang no. 43 tahun
2007 tentang perpustakaan juga menjadi landasan pelestarian bahan
pustaka dengan enkapsulasi yang diikuti dengan peraturan Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia no. 3 tentang organisasi dan tata kerja
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Dari hasil wawancara kepada informan (MAW) Selaku Kepala
Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka, yang dilakukan
pada tanggal 16 juni 2015, mengatakan bahwa:
“Kebijakan mengenai enkapsulasi, belum ada kebijakan tertulis. Pelestaraian bahan pustaka belum memiliki kebijakan tertulis. Hanya ada penjelasan berupa lembar draf. Isinya tidak teknis sekali, ini kan hanya menjelaskan secara umum, kita belum membuat kebijakan enkapsulasi/laminasi seperti apa, itu belum ada.”90
Selain itu, penulis mewawancarai informan (ESA), mengatakan
bahwa:
“Tidak ada undang-undang khusus, hanya menggunakan undang-undang no 4 tahun 1990 sama no 43 tentang perpustakaan, selain itu peraturan perpusnas no 3 sebagai landasan dasar hukum.”91
90 Wawancara dengan informan Made Ayu Wirayati pada tanggal 16 juni 2015 pukul
11.00 91 Wawancara dengan informan Ellis Sekar Ayu pada tanggal 16 juni 2015 pukul 11.30
75
Artinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia belum
memiliki kebijakan tertulis secara khusus untuk melaksanakan
enkapsulasi. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan
enkapsulasi dengan landasan yang dijelaskan di dalam draf tentang
pelestarian bahan pustaka secara umum yang disusun oleh pihak
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Isi di dalamnya menjelaskan
mengenai kewajiban Perpustakaan Nasional Republik Indonesia untuk
melaksanakan pelestarian bahan pustaka secara umum saja. Landasan
yang tertera di dalam draf tersebut mengenai pelestarian bahan pustaka
diantaranya:
a. Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1990 tentang Serah
Terima Karya Cetak Karya Rekam pasal 1 (ayat 5,6).
b. Undang-undang Republik Indonesia No 43 Tahun 2007 tentang
perpustakaan.
c. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
d. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2014 tentang Undang-undang No.
43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan
e. Standar Nasional Perpustakaan
Menurut penulis, meskipun undang-undang mengenai pelestarian
bahan pustaka hanya dijelaskan secara umum, namun landasan tersebut
cukup kuat dari segi relugasinya. Untuk kedepannya seiring berjalannya
76
waktu, pihak Perpustakaan Nasioanl Republik Indonesia membuat
kebijakan tertulis khusus mengenai enkapsulasi. Hal ini tersebut terkait
dengan pengertian bahan pustaka menurut International Federation of
Library Assosiation Informan (IFLA) yaitu mencakup semua aspek usaha
melestarikan bahan pustaka dan arsip. Termasuk di dalamnya kebijakan,
pengolahan, keuangan, metode dan teknik penyimpanan.92 Tujuannya
ialah agar pelestarian bahan pustaka di Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia lebih terarah. Dengan adanya kebijakan tertulis pelestarian
bahan pustaka, jika ada pergantian SDM pada Sub. Bidang Perawatan dan
Perbaikan Bahan Pustaka, maka SDM baru tersebut dapat mempelajari
dari kebijakan tertulis tersebut. (MAW) mengutarakan penjelasannya,
bahwa:
“Yang melatar belakangi tidak ada undang-undang khusus, tapi berdasarkan hasil survey IRT (International Riview Team), mengatakan bahwa kondisi koleksi di Perpustakaan Nasional sebagian sudah mengalami kerusakan termasuk diantaranya surat kabar lama, dan itulah yang menjadi acuan kita untuk melakukan enkapsulasi terhadap surat kabar di Perpustakaan Nasional ini. Selain itu undang-undang nomor 43 tahun 2007 dan peraturan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia no 3 tentang organisasi dan tata kerja perpusnas juga mendasarinya karena kita melestarikan. Jadi, berdasarkan hasil survey IRT (International Riview Team) mengatakan bahwa kondisi koleksi di perpustakaan nasional sebagian sudah mengalami kerusakan sekitar 70%.”93
Menurut penulis, pelestarian bahan pustaka yang diterapkan di
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dikategorikan sebagai
92 Sudarsono Blasius, Antopologi Kepustakawanan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto,
2006.h.314 93 Wawancara dengan informan Made Ayu Wirayati pada tanggal 16 juni 2015 pukul
11.00
77
pelestarian modern dan masih terhitung muda. Pelaksanaannya dimulai
pada tahun 1989 berdasarkan rekomendasi Internasional Review
Team (IRT) yang terdiri atas para pakar pelestarian berasal dari Public
Record Office (Inggris), National Library of Australia, Royal Library of
the Nederlands (Belanda), Leiden University (Belanda), National Diet
Library (Jepang), New York State Library (Amerika), Library of
Congress (Amerika). Hasil kajian tim tersebut mencakup sumber daya
manusia, kondisi fisik koleksi serta faktor lingkungan yang mempengaruhi
rusaknya bahan perpustakaan.
Salah satu rekomendasi IRT ialah perlu didirikannya Pusat
Pelestarian bertaraf Nasional yang mampu mengakomodasi masalah
pelestarian di Indonesia. Sebagai acuan dalam pelaksanaan pelestarian
direkomendasikan untuk mengadopsi prinsip-prinsip dasar pelestarian
(Principles for the preservation and conservation of library
materials) yang diterbitkan oleh International Federation of Library
Association and Institutions (IFLA), 1986, yaitu meliputi pelestarian
mengenai fisik bahan pustaka dan kandungan informasinya.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia telah melaksanakan
enkapsulasi sesuai dengan teori enkapsulasi yang sudah ada. Tujuan
menggunakan teori-teori yang sudah ada ialah agar pelaksanaan pelestrian
bahan pustaka tidak keluar dari kaidah-kaidah yang sudah ada mengenai
enkapsulasi itu sendiri. Menurut (ESA), bahwa:
78
“Ya sudah sesuai, jadi kita pakai teori enkapsulasi yang bahannya sudah sesuai bebas asam baik mylar maupun double tape.94
Diantaranya teori yang digunakan Pepustakaan Nasional Republik
Indonesia ialah yang diungkapkan oleh Muhammad Razak, bahwa:
“Enkapsulasi adalah salah satu cara preservasi kertas dengan menggunakan bahan pelindung untuk menghindarkan dari kerusakan yang bersifat fisik, misalnya rapuh karena umur, rusak karena pengaruh asam, polusi udara, berlubang karena dimanakan serangga, kesalahan penyimpanan atau salah dalam pemakaian seperti menggulung atau melipat atau rusak karena selalu sering mengalami kerusakan kecil pada bagian pinggirnya lebih baik dienkapsulasi, karena untuk menambal kerusakan itu akan menghabiskan waktu yang terlalu lama.”95
Teori lain yang diungkapkan oleh Karmidi Martoatmodjo,
Enkapsulasi merupakan salah satu cara melindungi kertas dari kerusakan
yang bersifat fisik, misalnya rapuh karena umur, pengaruh asam, karena
dimakan serangga, kesalahan menyimpan, dan sebagainya.96
Dengan teori-teori yang ada, Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia mengembangkan teori-teori yang sudah ada dengan cara studi
banding ke beberapa negara. Negara-negara tersebut diantaranya Jepang,
Belanda dan Malaysia. Teori-teori tersebut lalu dibandingkan dengan
literatur-literatur yang ada di luar negeri.
Setelah studi banding dan membandingkan dengan literatur-
literatur yang ada diluar negeri, selanjutnya pihak Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia melakukan pengembangan pembahasan mengenai
94 Wawancara dengan informan Ellis Sekar Ayu pada tanggal 16 juni 2015 pukul 11.30 95 Muhammad Razak. Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, Jakarta: Program Pelestarian
Bahan Pustaka dan Arsip, 1992.h.39 96 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2010.4.21
79
enkapsulasi secara fokus. Perpustakaan menjelaskan mengenai pelestarian
bahan pustaka lebih mendalam hingga penjelasan mengenai praktek di
lapangan mengenai enkapsulasi. Teori tersebut dikembangkan disesuaikan
dengan kondisi bahan pustaka yang ada di Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia namun tidak menyimpang dari teori enkapsulasi itu
sendiri.
Tidak semua bahan pustaka yang ada di Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia dienkapsulasi. Sejauh ini Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi bahan pustaka berupa surat
kabar lama, sedangkan bahan pustaka berupa peta baru dienkapsulasi pada
tahun 2015. Peta dienkapsulasi karena melihat kondisi yang tidak
memungkinkan untuk dilining (memperkuat kertas dengan memberikan
lapisan tisu Jepang pada sisi belakang dokumen) karena warna peta
menjadi buram, maka dilakukan pelestarian bahan pustaka dengan
enkapsulasi. Pernyataan tersebut diutarakan oleh informan (ESA), bahwa:
“Kebijakannya kalo untuk enkapsulasi itu biasanya surat kabar lama, peta yang memiliki dua sisi tapi biasanya peta itu dilining jika satu sisinya tidak ada kecuali kalau dua sisinya ada gambar baru dienkapsulasi. Terus kalo untuk naskah jarang sekali dienkapsulasi tapi mungkin kedepannya ya karena biasanya kalau naskan suka ada komplain, kalau di tisuin itu jadi buram.”97 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan
enkapsulasi pada surat kabar lama, peta, naskah kuno dan jenis surat
perjanjian berupa sertifikat-sertifikat zaman Belanda. Pernyataan tersebut
diutarakan oleh informan (MAW), bahwa:
97 Wawancara dengan informan Ellis Sekar Ayu pada tanggal 16 juni 2015 pukul 11.30
80
“Selain surat kabar lama, peta, dan naskah kuno biasanya kalo dikoleksi langka itu ada jenis-jenis surat-surat perjanjian, ada sertifikat-sertifikat zaman Belanda itu juga dienkapsulasi.”98
Pernyataan tersebut sesuai dengan teori yang dijelaskan
Martoatmodjo, bahwa:
“Pada umumnya kertas yang akan dienkapsulasi berupa lembaran kertas seperti naskah kuno, peta, poster, yang umumnya sudah rapuh. Pada enkapsulasi setiap lembar kertas diapit dengan cara menepatkannya di antara dua lembar plastik transparan.”99
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melakukan enkapsulasi
tentu saja memiliki tujuan. Tujuan Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia melakukan enkapsulasi diantaranya:
a. Faktor history yang sangat bernilai
b. Enkapsulasi dilakukan untuk menghindari sentuhan langsung dengan
tangan manusia, karena tangan manusia memiliki keasaman.
c. Untuk menyelamatkan informasi yang terkandung pada suatu
dokumen.
Menyikapi tujuan yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia, maka pihaknya berusaha mengajak perpustakaan-
perpustakan yang ada di Indonesia untuk melaksanakan pelestarian bahan
pustaka dengan enkapsulasi. Informan (ESA) mengatakan, bahwa:
“memberikan penyuluhan kesetiap provinsi, dari setiap provinsi biasanya mengundang perpustakaan yang ada di kabupaten kota,
98 Wawancara dengan informan Made Ayu Wirayati pada tanggal 16 juni 2015 pukul
11.00 99 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2010
81
jadi kita mempraktekkan bagaimana cara enkapsulasi, semacam Bimtek (bimbingan teknis).”100
Usaha tersebut dilaksanakan dengan melakukan penyuluhan ke
daerah-daerah yang ada di Indonesia dengan tujuan agar perpustakaan-
perpustakaan yang ada di Indonesia melakukan pelestarian bahan pustaka
dengan enkapsulasi. Himbauan tersebut dituangkan dalam bentuk
penyuluhan mengenai pelestarian bahan pustaka termasuk di dalamnya
mengenai enkapsulasi. Selain itu, pendidikan dan pelatihan merupakan
bentuk upaya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia untuk mengajak
perpustakaan-perpustakaan yang ada di Indonesia melaksanakan
pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi.
Pendidikan dan pelatihan penunjang kepustakawanan yang di
dalamnya terdapat materi enkapsulasi termasuk upaya Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia untuk menerangkan betapa pentingnya dan
berharganya bahan pustaka yang ada di perpustakaan. Maka bahan pustaka
tersebut harus diselamatkan dengan melaksanakan pelestarian bahan
pustaka termasuk di dalamnya enkapsulasi.
Namun hingga saat ini, pihak Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia belum mengetahui secara keseluruhan perpustakaan yang telah
melakukan enkapsulasi di Indonesia. Pihaknya hanya mengetahui yang
telah melakukan enkapsulasi diantaranya ANRI (Arsip Nasional Republik
Indonesia), selain itu Museum Bung Karno dan Bung Hatta melakukan
100 Wawancara dengan informan Made Ayu Wirayati pada tanggal 16 juni 2015 pukul
11.30
82
enkapsulasi mata uang kertas mengingat kedua museum tersebut
merupakan anak dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Dengan demikian menurut penulis, kebijakan yang berlaku di
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yaitu mengacu pada isi yang
tertera pada draf yang dibuat oleh Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia. Draf tersebut menjelaskan pelestarian bahan pustaka secara
umum dan tentang organisasi dan tata kerja Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia.
2. Prosedur Kegiatan Pelestarian Bahan Pustaka Dengan Enkapsulasi
di Perpustakan Nasional Republik Indonesia
Pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi memang belum
diketahui oleh banyak orang. Untuk mengetahui kegiatan pelestarian
bahan pustaka dengan enkapsulasi, maka terlebih dahulu kita ketahui jenis
bahan pustaka yang akan dienkapsulasi, alat dan bahan, dan prosedur
enkapsulasi.
a. Jenis Bahan Pustaka yang Dienkapsulasi di Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan
perpustakaan yang melaksanakan kegiatan pelestarian bahan pustaka
dengan enkapsulasi. Sebelum melakukan enkapsulasi, maka terlebih
dahulu diketahui jenis bahan pustaka seperti apa yang akan
83
dienkpasulasi agar kegiatan tersebut terlaksana sesuai dengan kaidah-
kaidah yang berlaku.
Jenis bahan yang dienkapsulasi di Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia merupakan jenis bahan pustaka yang tercetak.
Bahan pustaka tercetak tersebut diantaranya seperti surat kabar lama,
naskah kuno, peta, dan sertifikat-sertifikat zaman Belanda.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melakukan enkapsulasi
sejak tahun 1998 hingga saat ini. Sejak tahun tersebut, Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi pada bahan
pustaka jenis surat kabar lama. Menurut Made Ayu Wirayati, bahwa:
“Untuk enkapsulasi itu sendiri sudah dilakukan berjalan sejak tahun 1998 dan itu sudah berjalan sampai sekarang dan dilakukan untuk surat kabar lama.”101
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan
enkapsulasi pada surat kabar lama, dengan tujuan untuk
menyelamatkan informasi yang terkandung di dalamnya. Selain itu
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ingin menyelamatkan nilai-
nilai history yang ada di dalamnya. Enkapsulasi yang dilakukan pada
surat kabar lama untuk memperkuat bahan pustaka tersebut dan
menghindari sentuhan langsung tangan manusia terhadap bahan
pustaka berupa surat kabar lama yang dinilai rentan terhadap
kerusakan karena termakan usia.
101 Wawancara dengan informan Made Ayu Wirayati pada tanggal 16 juni 2015 pukul
11.00
84
Jenis surat kabar lama yang dienkapsulasi yang ada di
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan surat kabar
terbitan Indonesia dan Belanda. Surat kabar lama tersebut mayoritas
warna kertasnya sudah berubah berwarna kuning dan sudah rentan
terhadap kerusakan karena termakan usia.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia juga melaksanakan
enkapsulasi pada naskah kuno. Namun enkapsulasi ini dilakukan
apabila ada permintaan dari pihak bagian layanan naskah kuno saja,
karena tidak semua naskah kuno dapat dienkapsulasi. Mayoritas
naskah kuno dipertahankan bentuk aslinya karena dinilai itu
merupakan bahan pustaka yang memiliki nilai history yang sangat
tinggi.
Seperti halnya enkapsulasi pada surat kabar lama, naskah kuno
juga dienkapsulasi sesuai dengan teori dan teknik enkapsulasi yang
dimiliki Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pada tahun 2015,
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia baru melaksanakan
enkapsulasi peta seperti halnya pada surat kabar lama. Saat ini
pihaknya melaksanakan enkapsulasi pada peta, karena dinilai peta
merupakan bahan pustaka yang tidak dapat dibleaching (memutihkan
kertas). Seiring berjalannya waktu, Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia mempelajari pelestarian bahan pustaka untuk tidak
dilakukannya bleaching pada peta. Bleaching pada peta
mengakibatkan memudarnya warna pada peta. Oleh sebab itu
85
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan pelestarian
bahan pustaka pada peta tidak menggunakan metode bleaching lagi
melainkan menggunakan metode enkapsulasi.
b. Alat dan Bahan Yang Digunakan Pada Proses Enkapsulasi
Setelah mengetahui jenis bahan pustaka dan bahan pustaka
dalam kondisi seperti apa, selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah
mengenai alat dan bahan yang digunakan untuk melaksanakan
kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi dengan dua
cara dalam pelaksanaannya. Cara tersebut yaitu enkapsulasi secara
manual dan enkapsulasi dengan cara menggunakan mesin. Alat dan
bahan yang digunakan untuk enkapsulasi secara manual diantaranya
ialah:
1) Plastik Polietilen/Polister yang bebas asam (contohnya mylar)
dengan ukuran lebih besar dari kertas dokumen sebanyak dua
lembar.
2) Double side tape yang bebas asam (contohnya 3M) dengan lebar
5mm.
3) Pemberat
4) Cutter
5) Cutter mate
86
Gambar 3. Gambar 4.
Double Side Tape dan Mylar Pemberat
Gambar. 5
Cutter Alat dan bahan yang digunakan Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia sesuai dengan pendapat Muhammad Razak,
bahwa peralatan dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan
enkapsulasi ialah gunting, plastik poliester (mylar), pisau pemotong
(cutter), double side tape 3M, pemberat, dan alas.102
Sedangkan alat dan bahan yang digunakan untuk enkapsulasi
dengan cara menggunakan mesin diantaranya ialah:
a) Plastik Polietilen/Polister yang bebas asam (comtohnya mylar)
dengan ukuran lebih besar dari kertas dokumen sebanyak dua
lembar.
102 Muhammad Razak. Pedoman Teknis Fumigasi. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 1998.h. 56
87
b) Double side tape yang bebas asam (contohnya 3M) dengan lebar
5mm.
c) Cutter
d) Mesin HDS KEEPER
Gambar 6.
Mesin HDS KEEPER
c. Prosedur Pelestarian Bahan Pustaka Dengan Enkapsulasi
Pada prosedur enkapsulasi, Sub. Bidang Perawatan dan
Perbaikan Bahan Pustaka tentu saja bekerja sama dengan pihak bagian
layanan yang ada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Namun sebelum bahan pustaka tersebut bisa dienkapsulasi, maka
bahan pustaka tersebut harus melalui beberapa tahap. Tujuannya ialah
tentu saja agar bahan pustaka tersebut tetap terjaga keutuhan dan
keindahannya. Bahan pustaka yang akan dienkapsulasi tidak serta
merta langsung dienkapsulasi, melainkan harus melalui beberapa
88
prosedur agar dalam pelaksanaanya berjalan sebagaimana semestinya.
Sebelum memasukin kegiatan enkapsulasi itu sendiri, prosedur
enkapsulasi itu sendiri memiliki tiga proses, yaitu meliputi proses
enkapsulasi proses pra (sebelum), proses enkapsulasi dan paksa
enkapsulasi enkapsulasi.
1) Pra Enkapsulasi
Pertama-tama bagian pelayanan mensortir bahan pustaka yang
diprioritaskan untuk dienkapsulasi. Setelah disortir bahan pustaka
yang akan dienkapsulasi, selanjutnya bahan pustaka tersebut
dipindahkan ke ruangan Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan
Bahan Pustaka Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Setelah bahan pustaka yang ingin dienkapsulasi berada di ruangan
Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka, petugas
yang melaksanakan enkapsulasi membagi-bagi bahan pustaka yang
sudah ada di ruangan tersebut sesuai dengan yang mereka sepakati.
Menurut wawancara dengan informan (CN) bahwa:
“Misalnya saja jatah tahun 2015 ini ada 2000 halaman berarti ada 1000 lembar. Dari 1000 lembar tersebut dibagi sepuluh orang berarti setiap orang mendapatkan 100 lembar.”103 Setelah bahan pustaka dibagi-bagi secara merata kepada petugas
konservasi yang melakukan enkapsulasi tersebut, selanjutnnya
petugas tersebut melakukan paginasi bahan pustaka. Paginasi
merupakan pemberian nomor ulang bahan pustaka yang terjilid.
103 Wawancara dengan informan Cecep Nurjajanti pada tanggal 16 juni 2015 pukul 10.00
89
Bahan pustaka terjilid diantaranya naskah, buku, majalah yang
terkadang terdapat lampiran, sisipan, gambar, dan lain-lain tanpa
nomor halaman. Paginasi dilakukan untuk menghindari kekeliruan
saat mendata bahan pustaka, karena terkadang bahan pustaka
terjilid memiliki kendala seperti halaman yang hilang atau halaman
yang tidak berurutan.104
Meskipun halaman pada bahan pustaka terjilid sudah ada, namun
petugas harus melakukan paginasi untuk menghindari kekeliruan
dalam bekerja dan melaksanakan prosedur dalam melaksanakan
pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. Selain itu, yang
perlu diperhatikan dalam melakukan paginasi, petugas harus
melakukannya dengan menggunakan pensil yang bersifat lunak
(2B) tujuannya ialah apabila terjadi kesalahan dalam pemberian
nomor tersebut dapat dihapus.
Setelah kegiatan paginasi selesai, selanjutnya bahan pustaka
dibongkar dengan penuh kehati-hatian mengingat bahan pustaka
yang dienkapsulasi tersebut mayoritas merupakan bahan pustaka
yang mengalami kerusakan. Agar memudahkan pekerjaan saat
membongkar bahan pustaka yang ingin dienkapsulasi, maka bahan
pustaka tersebut diletakkan di atas alas yang berfungsi
memudahkan pada saat membongkar bahan pustaka tersebut.
104 Wawancara dengan informan Made Ayu Wirayati pada tanggal 16 juni 2015 pukul
11.00
90
Setelah bahan pustaka tersebut dibongkar dan diletakkan pada
sebuah alas, selanjutnya bahan pustaka tersebut dibersihkan
terlebih dahulu seperti mengangkat selotape dan lain-lain. Setelah
proses tersebut selanjutnya bahan pustaka melalui proses rinsing.
Rinsing merupakan proses perendaman dengan menggunakan air
yang mengalir. Rinsing dilakukan dengan tujuan untuk
menghilangkan debu, kotoran dan sedikit keasaman yang melekat
pada bahan pustaka. Rinsing atau perendaman bahan pustaka
dengan menggunakan air yang mengalir dilakukan selama kurang
lebih satu jam. Selama perendaman tersebut kotoran atau debu
yang melekat, sedikit demi sedikit akan terangkat.
Gambar 7.
Proses Rinsing (perendaman)
Setelah proses rinsing selesai, selanjutnya bahan pustaka tersebut
diangkat tentu saja beserta alas yang digunakan. Penggunaan alas
tersebut dengan maksud untuk menghindari bahan pustaka hancur
saat diangkat setelah melalui proses rinsing. Setelah bahan pustaka
diangkat, selanjutnya bahan pustaka tersebut melalui proses leaf
casting apabila bahan pustaka tersebut mengalami kerapuhan atau
91
bolong. Leaf casting merupakan teknik yang digunakan untuk
menambal bahan pustaka yang mengalami kerusakan dengan
menggunakan pulp atau bubur kertas sebagai bahannya.
Petugas Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka bahan
pustaka di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melakukan
leaf casting dengan menggunakan mesin. Mesin yang digunakan
untuk proses leaf casting ialah mesin leaf caster. Menurut informan
(CN), bahwa:
“Setelah dokumen tersebut diangkat maka selanjutnya melakukan proses penambalan menggunakan mesin leaf caster. Penambalan dokumen berupa koran tidak dilakukan secara manual melainkan mengunakan mesin leaf caster. Sedangkan penambalan yang dilakukan secara manual hanya khusus naskah.”105 Bahan pustaka tersebut diletakkan di dalam mesin leaf caster,
selanjutnya pulp yang ikut dimasukkan ke dalam mesin tersebut
akan mengisi bagian yang hilang sehingga kertas tampak utuh.
Setelah bahan pustaka tersebut melalui proses leaf casting,
selanjutnya bahan pustaka tersebut diperkuat dengan menggunakan
tisu Jepang (Japanese tissue). Tisu Jepang tersebut diletakkan pada
bahan pustaka yang ingin diperkuat sesuai dengan kebutuhan.
Setelah tisu Jepang diletakkan pada bahan pustaka, selanjutnya
bahan pustaka tersebut diberi perekat dengan dengan menggunakan
lem. Lem tersebut ialah CMC (Carboxly Methyl Cellulose).
105 Wawancara dengan informan Cecep Nurjajanti pada tanggal 16 juni 2015 pukul 10.00
92
Gambar 8. Gambar 9.
Proses Leaf Casting Proses Pemberian Lem CMC
Setelah bahan pustaka tersebut diberikan perekat berupa lem CMC,
selanjutnya proses flatenning (meratakan) bahan pustaka diatas
akrilik (Fleksi Glass). Proses meratakan tersebut harus dilakukan
secara hati-hati agar hasilnya maksimal. Setelah proses meratakan,
selanjutnya bahan pustaka tersebut dijemur hingga bahan pustaka
tersebut dalam keadaan kering. Jika bahan pustaka tersebut dirasa
sudah kering, selanjutnya bahan pustaka tersebut dilepaskan dari
alasnya dan diberikan angin agar tidak lembab.
Gambar 10. Gambar 11.
Proses Flatenning Proses Pengeringan
Setelah bahan pustaka melalu prosedur tersebut, barulah bahan
pustaka tersebut dapat dienkapsulasi. Sebelum melakukan
pelestarian bahan pustaka, Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia melakukan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi
93
dengan dua cara. Cara yang digunakan ialah pelestarian bahan
pustaka dengan enkapsulasi secara manual dan dengan
menggunakan mesin. Mesin yang digunakan untuk melaksanakan
enkapsulasi dengan mesin ialah mesin yang bernama HDS
KEEPER.
2) Proses enkapsulasi
a) Enkapsulasi Dengan Cara Manual
Berikut merupakan proses dan teknik dalam melaksanakan
enkapsulasi dengan cara manual di Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia.
(1) Letakkan mylar di atas meja, bersihkan dengan lap bersih
jika ada bagian yang kotor.
(2) Letakkan kertas dokumen di atas mylar dengan posisi ada
di tengah-tengah mylar.
(3) Letakkan pemberat di atas dokumen.
Gambar 12.
Proses Meletakkan Pemberat di Atas Dokumen dan Mylar
(4) Tempelkan double side tape yang bebas asam di atas
mylar pada garis lurus pinggir dokumen dan letaknya
berjarak 2 – 3 mm dari pinggir dokumen sehingga daouble
94
side tape yang bebas asam tersebut tidak bersentuhan
dengan kertas dokumen.
(5) Lebihkan double side tape bebas asam sekitar 5 mm dari
garis lurus dokumen kertas.
(6) Potong double side tape yang bebas asam dengan cutter.
(7) Lakukan penempelan double side tape yang bebas asam
dengan cara yang sama pada ketiga sisi lainnya dari kertas
dokumen.
(8) Setelah penempelan double side tape yang bebas asam
diatas mylar selesai, sisihkan pemberat.
(9) Letakkan selembar mylar lagi di atas kertas dokumen.
(10) Letakkan kembali pemberat di atas mylar.
Gambar 13.
Proses Penempelan Double Side Tape
(11) Cungkil kedua kertas double side tape yang bebas
asam dengan cutter.
(12) Lepaskan sedikit kertas double side tape.
(13) Letakkan kedua sisi mylar dengan double side tape.
95
(14) Lakukan hal yang sama pada ujung diagonal
dokumen tersebut.
(15) Setelah kedua ujung tersebut menempel, kemudian
tarik sisa kertas doubles side tape sehingga semua kertas
double side tape lepas dan kedua lembar mylar menempel
pada double side tape.
(16) Lakukan hal sama pada ketiga kertas doube side
tape
Gambar 14.
Proses Mencukil Kertas Double Side Tape
(17) Gosok permukaan mylar yang ditempeli double side
tape supaya double side tape menempel dengan kuat pada
mylar.
(18) Letakkan penggaris 2 – 3 mm dari pinggir double
side tape, kemudian rapihkan pinggir mylar dengan
memotong mylar yang berlebih.
(19) Lakukaan pada keempat pinggir mylar.
96
Gambar 15. Gambar 16.
Proses Menggosok Permukaan Proses Merapihkan Pinggir Mylar Mylar
Enkapsulasi dengan cara manual yang dilaksanakan
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sesuai dengan teori
yang dijelaskan oleh Martoatmodjo, bahwa idealnya
enkapsulasi dilakukan dengan cara mengapit bahan pustaka
berupa lembaran dengan plastik transparan (bebas asam).
Lembaran bahan pustaka tersebut diletakkan di antara dua
lembar plastik tersebut. Selanjutnya, pinggiran plastik tersebut
ditempeli double side tape yang berguna merekatkan kesua sisi
palstik tersebut. dengan demikian plastik tersebut tidak
terlepas.106
b) Enkapsulasi Dengan Cara Menggunakan Mesin
(1) Siapkan 2 lembar mylar yang telah disesuaikan dengan
bahan pustaka yang ingin dienkapsulasi
(2) Letakkan bahan pustaka yang ingin dienkapsulasi di atas
salah satu mylar tersebut
106 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta:
Universitas Terbuka, 2010
97
(3) Pastikan bahan pustaka yang ingin dienkapsulasi berada di
tengah-tengah mylar
(4) Selanjutnya letakkan mylar yang lainnya di atas bahan
pustaka tersebut
(5) Pastikan bahan pustaka dengan mylar pada posisi yang
sesuai
(6) Nyalakan mesin enkapsulasi yaitu HDS KEEPER
(7) Letakkan bahan pustaka dibawah karpet yang telah
tersedia pada mesin HDS KEEPER agar tidak ada
gelembung udara pada bahan pustaka dan mylar
Gambar 17.
Proses Meletakkan Bahan Pustaka di Bawah Karpet Untuk Menghilangkan Gelembung Udara
(8) Lalu kedua bagian mylar yaitu bagian atas dan bawah
dipres menggunakan mesin tersebut yaitu melalui sinar
ultra sonic
(9) Pastikan alat tersebut mengepres pinggir mylar tersebut
98
(10) Hindari terkenanya bahan pustaka, karena akan
merusak bahan pustaka, mengingat kerja mesin tersebut
hanya untuk mengepres sisi-sisi mylar saja
(11) Lakukan pada ke empat sisi mylar yang
membungkus bahan pustaka tersebut
Gambar 18.
Proses Mengepres Pinggir Mylar dengan Sinar Ultra Sonic
(12) Bila sudah, lakukan pemotongan sisi mylar yang
tidak rata
(13) Terakir mengelap sisa-sia pembakaran pada mylar
3) Paska Enkapsulasi
Setelah melakukan proses pra enkapsulasi dan proses enkapsulasi
dengan cara manual atau menggunakan mesin, selanjutnya perlu
diketahui proses paska (sesudah) enkapsulasi. Bahan pustaka yang
sudah dienkapsulasi selanjutnya disusun sesuai paginasi. Setelah
bahan pustaka tersusun rapih, selanjutnya bahan pustaka tersebut
dimasukkan ke dalam portepel. Portepel merupakan suatu wadah
atau tempat yang terbuat dari bahan karton board dengan ukuran
tertentu sesuai dengan ukuran bahan pustaka yang ingin disimpan.
99
Gambar 19. Proses Pemindahan Bahan Pustaka ke Portepel
Setelah bahan pustaka dimasukkan ke dalam portepel, selanjutnya
bahan pustaka tersebut dikirim kembali ke bagian pelayanan
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Dengan demikian,
artinya bahan pustaka tersebut sudah siap dilayankan kembali
kepada pemustaka Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Berikut ini merupakan gambaran prosedur enkapsulasi.
100
Gambar 20. Flowchart Prosedur Enkapsulasi
Mulai
Mensortir Bahan Pustaka
Pembagian Bahan Pustaka
Paginasi
Rinsing
Leaf Casting
Flatening
Pengeringan Bahan Pustaka
Manual
Siapkan 2 Lembar Mylar
Letakkan BP di Tengah Mylar
Letakkan Pemberat di
Tengah Mylar
Tempelkan Double Side
Tape Pada Sisi Mylar
Sisihkan Pemberat dan
Letakkan Selembar Mylar Lainnya di Atas
BP
Letakkan Kembali
Pemberat dan Cungkil Double
Side Tape Secara Perlahan
Gosok Permukaaan Mylar Agar Double Side Tape Benar-
Benar Melekat
Memotong Dan Meratakan Ke
Empat Sisi Mylar
Bolong atau
Utuh?
Bolong
Utuh
Mesin atau
Manual
Mesin atau
Manual
101
Mesin
Siapkan 2 Lembar Mylar
Letakkan BP di Tengah Mylar
Nyalakan Mesin HDS KEEPER
Letakkan Bahan Pustaka di Bawah
Karpet Yang Tersedia Pada Mesin HDS
KEEPER
Pres Pinggir Bagian Atas dan
Bawah Mylar Menggunakan
Mesin HDS KEEPER Melalui Sinar Ultra Sonic
Potong dan Ratakan Bagian
Pinggir Mylar Lalu Sesuaikan
Bersihkan Sisa-Sisa Pembakaran
Pada Mylar
Dikirimkan Kembali Pada Bagian Pelayanan
Masukkan Bahan Pustaka Pada Portepel
Susun Bahan Pustaka Sesuai Paginasi
Selesai
102
3. Kendala-Kendala Dalam Pelaksanaan Kegiatan Pelestarian Bahan
Pustaka Dengan Enkapsulasi di Perpustakan Nasional Republik
Indonesia
Didalam pelaksanaan pelestarian bahan pustaka dengan
enkapsulasi, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tentu masih
mengalami kendala dan hambatan. Kebijakan tertulis tentang enkapsulasi
belum dimiliki oleh Perpustakaan Nasional Repblik Indonesia. Selain itu,
bahan yang digunakan untuk enkapsulasi belum bisa didapatkan di
Indonesia melainkan harus dipesan terlebih dahulu dari negara Jepang
melalui rekanan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Menurut
hasil wawancara penulis terhadap informan (MAW), beliau mengatakan
bahwa:
“Yang menjadi kendala cuma bahan karena tidak semua plastik bisa dipakai untuk enkapsulasi dan double side tape juga harus import karena harus bebas asam itu saja bahannya yang masih sulit dan anggaran tentu saja. Anggaran tidak bisa turun beberapa milyar karena harus dibagi-bagi dengan bagian lainnya.”107 Pendapat serupa juga disampaikan oleh informan (CN), beliau
mengatakan bahwa:
“Jadi begini, kedalanya itu jadi kan kita masih meng-import bahan-bahan yang digunakan untuk enkapsulasi seperti tisu Jepang terus termasuk mylar, kitakan masih mengimport keluar.”108
Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa, sulitnya bahan yang
digunakan untuk melaksanakan enkapsulasi merupakan kendala yang
107 Wawancara dengan informan Made Ayu Wirayati pada tanggal 16 juni 2015 pukul 11.00
108 Wawancara dengan informan Cecep Nurjajanti pada tanggal 16 juni 2015 pukul 10.00
103
dialami oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Bahan yang
sudah dipesan melalui rencana sesuai anggaran awal tahun yaitu pada
bulan januari, mengalami kendala. Bahan yang sudah dipesan pada bulan
Januari yang rencana akan digunakan dibulan Agustus atau September,
terkendala belum sampai di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
pada bulan tersebut. Salah satu penyebab terkendalanya yaitu tertahannya
bahan-bahan yang dipesan tersebut pada Bea Cukai. Bahan-bahan tersebut
baru sampai di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada akhir
bulan September atau awal Oktober.
Ini merupakan kendala yang dialami Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia mengingat rencana kerja yang telah disusun untuk
satu tahun, kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi jatuh
pada bulan Agustus hingga Desember. Ini mempersulit Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia dalam mengerjakan enkapsulasi yang
seharusnya dikerjakan Agustus sampai Desember namun terkendala
terlambat datangnya bahan-bahan yang digunakan untuk enkapsulasi.
Keterlambatan datangnya bahan-bahan untuk enkapsulasi tersebut
merupakan penghambat, bahan pustaka yang seharusnya sudah
dienkapsulasi jadi terbengkalai menunggu bahan-bahan tersebut datang.
Bahkan bila pengerjaan enkapsulasi tidak dapat selesaikan hingga akhir
tahun, maka pekerjaan tersebut harus dikerjakan pada tahun berikutnya.
Selain kendala bahan yang digunakan untuk enkapsulasi, Sumber
Daya Manusia (SDM) merupakan kendala yang dirasakan oleh
104
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Menurut hasil wawancara
terhadap informan (ESA), beliau mengatakan bahwa:
“Iya, soalnya sumber daya manusia kan yang menentukan, jadi rapih atau tidaknya, bagus atau tidaknya, dan teliti atau tidaknya tergantung dari manusianya. Terkadang dikasih contoh yang benar, tetapi kadang tdak dihiraukan, maunya yang gampang dan cepat.”109
Tidak semua petugas Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
mengikuti langkah-langkah dalam melaksanakan pelestarian bahan
pustaka. Terkadang diantara petugas yang melaksanakan kegiatan tersebut
melakukannya tidak sesuai dengan urutannya dengan dalih agar cepat
selesai. Misalnya saja dalam kegitan tersebut memiliki prosedur dari A –
Z. Diantara petugas tersebut tidak melakukannya dari A lagi, tapi dari K
ke B. Hasilnya bahan pustaka tersebut tidak memiliki unsur keindahan
mengingat salah satu tujuan pelestarian bahan pustaka adalah
memperindah bahan pustaka yang sudah jelek atau rusak. Solusinya ialah
petugas yang telah mengerti harus mendampingi agar tidak terjadi
kesalahan yang fatal.
C. Pembahasan
Dalam hal ini, penulis akan membahas hasil penelitian pelestarian
bahan pustaka dengan enkapsulasi pada Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia. Pembahasan tersebut diantaranya mengenai kebijakan, prosedur
109 Wawancara dengan informan Ellis Sekar Ayu pada tanggal 16 juni 2015 pukul 11.30
105
pelestaraian bahan pustaka dengan enkapsulasi, dan kendala yang dialami
oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan perpustakaan
yang melaksanakan pelestarian bahan pustaka termasuk di dalamnya
enkapsulasi. Dalam melaksanakan pelestarian bahan pustaka, Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia mengacu pada undang-undang nomor 4 tahun
1990 tentang Serah Terima Karya Cetak dan Karya Rekam pasal 1, undang-
undang nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, dan peraturan
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia no. 3 tentang organisasi dan tata
kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Dalam hal ini, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia belum
memiliki kebijakan tertulis mengenai pelestarian bahan pustaka. Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan
landasan undang-undang tentang perpustakaan secara umum. Artinya
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia belum memiliki kebijakan tertulis
secara khusus untuk melaksanakan enkapsulasi. Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan
enkapsulasi, dengan landasan yang dijelaskan di dalam draf. Draf tersebut
dibuat oleh pihak Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang isinya
mengenai pelestarian bahan pustaka secara umum.
Menurut penulis, meskipun undang-undang mengenai perpustakaan
dan draf yang dibuat oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia hanya
dijelaskan secara umum, namun landasan tersebut cukup kuat dari segi
106
relugasi-nya. Di antara penyebab Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
belum memiliki kebijakan tertulis mengenai pelestarian bahan pustaka
termasuk di dalamnya enkapsulai ialah karena adanya pergantian pemimpin
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pemimpin yang silih berganti dan
pindah jabatan dari satu orang ke orang yang lain merupakan faktor yang
membuat kebijakan tertulis tersebut belum terselesaikan.
Pasalnya, apabila seorang yang menduduki jabatan tersebut dengan
mempelajari dan membuat kebijakan tertulis namun belum selesai dan ada
pergantian pimpinan baru, maka kebijakan tersebut harus dipelajari dan
disusun dari awal kembali oleh pemimpin baru tersebut. Dengan demikian,
pejabat tersebut harus mempelajari dari awal agar kebijakan tersebut lebih
terarah alur pelaksanaan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi.
Sementara itu, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melakukan
enkapsulasi pada surat kabar lama, naskah kuno, surat-surat perjanjian pada
zaman Belanda, dan peta yang umumnya sudah rapuh. Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi pada bahan pustaka tersebut
sesuai dengan yang dijelaskan Martoatmodjo, bahwa:
“pada umumnya kertas yang akan dienkapsulasi adalah berupa kertas lembaran seperti naskah kuno, peta, poster, dan sebagainya yang umumnya sudah rapuh.”110
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi
pada surat kabar lama karena dinilai enkapsulasi tersebut lebih efisien
dibandingkan laminasi. Bahan pustaka yang dienkapsulasi, apabila suatu saat
110 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas
Terbuka, 1993.h.113
107
ingin digunakan atau diambil aslinya maka tinggal memotong bagian pinggir
mylar-nya saja dan dapat diambil dengan utuh. Selain itu, bahan pustaka yang
dienkapsulasi tidak terlihat buram saat dibaca dibandingkan dengan metode
laminasi.
Surat kabar lama memang sudah selayaknya dienkapsulasi untuk
menyelamatkan informasi, fisik, dan nilai history yang terkandung di
dalamnya. Sedangkan naskah kuno, dienkapsulasi apabila ada permintaan
dari bagian pelayanan yang ada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
mengingat tidak semua naskah kuno bisa dienkapsulasi karena berbagai
macam bentuk dan bahan dari naskah kuno tersebut. Selain itu, Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapulasi surat-surat perjanjian
pada zaman Belanda. Enkapsulasi pada surat-surat tersebut dilakukan
mengingat betapa pentingnya surat-surat tersebut terhadap sejarah bangsa
Indonesia. Bahan pustaka lainnya yang dienkapsulasi ialah peta.
Peta dilakukan enkapsulasi mengingat peta yang memiliki warna dan
tidak selayaknya menggunakan metode bleaching karena dapat menyebabkan
memudarnya warna yang terdapat di peta. Selain itu, metode lain pelestarian
bahan pustaka pada peta yaitu dengan laminasi. Menurut hemat penulis,
pelestarian bahan pustaka dengan laminasi pada peta mengakibatkan peta
menjadi terlihat buram karena menggunakan Japanes tissue atau tisu Jepang.
Namun apabila peta dienkapsulasi, maka warna yang ada pada peta akan
terselamatkan. Selain itu, tampilan pada peta tidak terlihat buram mengingat
enkapsulasi menggunakan plastik bebas asam transparan atau mylar. Akan
108
tetapi yang perlu diperhatikan apabila enkapsulasi dilakukan pada peta, maka
diperlukan mylar yang ekstra banyak mengingat lebar peta sangat luas
dibandingkan dengan bahan pustaka lain seperti surat kabar lama, naskah
kuno dan surat-surat perjanjian zaman Belanda yang ada di Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia.
Kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dilaksanakan sejak tahun 1998.
Pelaksanaan enkapsulasi tersebut dilakukan pada surat kabar lama. Perlu
diketahui bahan pustaka yang dienkapsulasi di Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia diantaranya surat kabar lama, naskah kuno, surat-surat
perjanjian zaman belanda, dan peta.
Menurut penulis, pelaksanaan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia belum sepenuhnya berjalan sebagaimana semestinya.
Pasalnya, belum semua petugas mengikuti prosedur pelaksanaan enkapsulasi
tersebut. Beberapa petugas masih melaksanakan enkapsulasi dengan cara
cepat tanpa memperhatikan unsur-unsur kerapihan dan keindahan bahan
pustaka.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi
secara manual dan dengan cara menggunakan mesin. Menurut penulis,
pelaksanakan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
sudah sesuai dengan teori enkapsulasi. Bahkan pihak Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia telah mengembangkan teori enkapsulasi dengan cara
menggambarkan teknis pelaksanaan enkapsulasi. Namun saat melaksanakan
109
enkapsulasi secara manual, masih ada beberapa petugas yang tidak mengikuti
alur kerja secara berurutan dengan dalih agar cepat selesai. Akan tetapi
pelaksanaan yang tidak sesuai dengan alur kerja akan berdampak pada hasil
akhirnya. Salah satunya unsur keindahan yang seharusnya ada pada bahan
perpustakaan kurang dimunculkan mengingat maksud dari pelestarian bahan
pustaka ialah adanya unsur keindahan bahan pustaka.
Sedangkan pelaksanaan enkapsulasi yang menggunakan mesin HDS
KEEPER dilakukan secara bergantian mengingat mesin tersebut hanya
dimiliki Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebanyak 1 unit saja.
Selain itu belum semua petugas dapat mempraktekkan atau mengoprasikan
mesin tersebut.
Dalam pelaksanaan enkapsulasi, Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia mengalami kendala. Kendala-kendala tersebut yang pertama timbul
terhadap pelaksanaan enkapsulasi diantaranya mengenai bahan-bahan yang
digunakan untuk melaksanakan enkapsulasi itu sendiri. Bahan-bahan yang
sulit didapatkan karena tidak diproduksi di dalam negeri, menyebabkan pihak
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia meng-import dari negara Jepang.
Bahan-bahan tersebut diantaranya mylar dan doubble side tape.
Saat perencanan anggaran awal atau anggaran tahun baru sedang
diproses, maka Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melakukan
pemesanan melalui vendor terkait. Namun pemesanan tersebut tidak semulus
yang diharapkan. Barang yang sudah dipesan jauh-jauh hari terkendala pada
pengiriman menggunakan kapal laut yang mungkin terkendala oleh faktor
110
cuaca. Selain itu, terhambatnya bahan-bahan tersebut pada saat melalui
bagian Bea Cukai.
Bahan-bahan tersebut yang seharusnya sudah diperhitungkan sampai
pada bulan agustus, namun karena terkendala oleh penyebab-penyebab
tersebut maka bahan tersebut baru sampai di Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia pada bulan september bahkan November. Ini merupakan kendala
bagi petugas yang melaksanakan enkapsulasi mengingat agenda kerja yang
sudah disusun bahwa enkapsulasi dilaksanakan dari bulan Agustus sampai
Desember. Dengan demikian, petugas harus bekerja ekstra atau akan
menumpuk sampai tahun yang akan datang mengingat tahun yang akan
datang ada agenda kerja yang lain.
Selain itu, enkapsulasi pada peta memerlukan mylar yang extra
banyak mengingat peta memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan
bahan pustaka lain yang dienkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia. Selain itu, apabila peta akan dienkapsulasi dengan menggunakan
mesin, maka mesin tersebut belum menjangkau luas peta tersebut mengingat
peta memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan bahan pustaka
lainnya yang dienkapsulasi.
111
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijelaskan di atas, maka
penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia belum memiliki kebijakan
tertulis secara khusus mengenai pelestarian bahan pustaka dengan
enkapsulasi. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia belum memiliki
undang-undang khusus mengenai pelestarian bahan pustaka dengan
enkapsulasi. Kebijakan tersebut masih mengacu pada draf yang dibuat
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang menjelaskan pelestarian
bahan pustaka secara umum, diantaranya undang-undang nomor 43 tahun
2007, nomor 4 tahun 1990 pasal 1, dan peraturan Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia no. 3 tentang organisasi dan tata kerja Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia.
2. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia telah melaksanakan pelestarian
bahan pustaka dengan enkapsulasi sejak tahun 1998 hingga saat ini.
Prosedur kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia meliputi tiga proses, yaitu
proses pra (sebelum) enkapsulasi, proses enkapsulasi baik secara manual
atau menggunakan mesin, dan proses paska (sesudah) enkapsulasi.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi
112
pada bahan pustaka berupa surat kabar lama, peta, naskah kuno, surat-
surat perjanjian pada zaman Belanda.
3. Kendala yang dialami Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam
melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi diantaranya
mengenai bahan. Bahan yang digunakan seperti plastik bebas asam atau
mylar dan double side tape yang masih diimport dari negara Jepang.
Sering terlambat datangnya bahan-bahan tersebut sampai di Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia merupakan kendala dalam melaksanakan
pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi tepat waktu. Selain itu,
Sumber daya manusia belum secara merata menguasai tentang teknik
melaksanakan enkapsulasi yang baik dan benar. Solusi yang dilakukan
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ialah dengan cara memesan
bahan-bahan tersebut jauh sebelum jatuh tempo pelaksanakan enkapsulasi
dan petugas yang telah mengerti tentang pelaksanaan enkapsulasi
mendampingi petugas yang belum cukup mengerti agar tidak terjadi
kesalahan yang fatal.
B. Saran
1. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebaiknya membuat peraturan
atau membuat pedoman khusus pelestarian bahan pustaka agar pelestarian
bahan pustaka memiliki landasan yang kuat termasuk di dalamnya
mengenai enkapsulasi.
113
2. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia lebih mensosialisasikan
pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi kepada perpustakaan-
perpustakaan yang ada di Indonesia mengingat pentingnya
menyelamatkan informasi, fisik, dan nilai history pada suatu bahan
pustaka.
3. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebaiknya melakukan
kerjasama dengan pihak terkait baik itu pemerintah atau perusahaan
swasta yang bergerak dibidang pembuatan bahan-bahan untuk pelestarian
bahan pustaka yang ada di Indonesia, untuk membuat atau menyediakan
bahan-bahan yang diperlukan untuk enkapsulasi mengingat bahan-bahan
untuk melaksanakan enkapsulasi masih import dari luar negeri. Jika alat
dan bahan diproduksi di Indonesia, maka akan memudahkan dalam
pelaksanakan enkapsulasi bahan pustaka. Selain itu, apabila alat dan
bahan dapat diproduksi di Indonesia dapat menghemat biaya dan
kemungkinan terlambat datangnya alat dan bahannya tersebut dapat
dihindari.
4. Perlunya kesadaran terhadap petugas di lapangan untuk melakukan
pelestarian bahan pustaka sesuai tahap atau prosedur yang sudah ada.
Dengan demikian, pelestarian bahan pustaka benar-benar terlaksana
dengan baik, baik itu melindungi atau memperkuat bahan pustaka namun
juga memiliki unsur kerapihan dan keindahan.
114
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Rahman Saleh. Manajemen Perpustakaan. Jakarta: Universitas Terbuka, 2009
Darmaji Ratmono. Pedoman Teknis Penjilidan Bahan Perpustakaan, Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI, 2013 Darmono. Perpustakaan Sekolah: Pendekatan Aspek Manajemen dan Tata Kerja.
Jakarta: Grasindo, 2007 Dureu J.M. Dasar-dasar Pelestarian dan Pengawetan Bahan Pustaka. Jakarta:
Perpustakaan Nasional, 1990
Hernandono. Perpustakaan dan Kepustakawanan. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999
Ipah Farihah. Buku Panduna Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta: UIN Press, 2006 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta:
Universitas Terbuka, 2010 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarata: Universitas
Terbuka, 1999 Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:: Remaja
Rosdakarya, 2001 Made Ayu Wirayati, Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI, 2014
Mohammad Nazir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghakia Indonesia, 2009 Muhammad Razak. Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, Jakarta: Program
Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, 1992
. . . . . . . . . . . . . . . Pedoman Teknis Fumigasi. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 1998
Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: STIA – LAN Press.,
1999
Purwono, Materi Pokok Perpustakaan dan Kepustakawanan Indonesia. Jakarta: Universita Terbuka, 2006
115
Purwono, Sri Suharmini, Perpustakaan dan kepustakawanan Indonesia, Jakarta:
Universitas Terbuka, 2008 Rahayuningsih F. Pengelolaan Perpustakaan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005
Ronny Kountur. Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta:
PPM, 2003
Sofian Effendi. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES, 2012
Sudarsono Blasius. Antologi Kepustakawanan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto, 2006
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2008
Sulistyo Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Universitas Terbuka, Depdikbud, 1993
. . . . . . . . . . . . . Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1993
. . . . . . . . . . . . . Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Universitas Terbuka, 2010
. . . . . . . . . . . . . Sejarah Perpustakaan Nasional RI Sebuah Kajian, Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI, 2008
Supriyanto...[et al.]. Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan. Jakarta: Ikatan Pustakawan Indonesia Pengurus Daerah DKI Jakarta, 2006
Sutarno NS. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Sagung Seto. 2006 . . . . . . . . . . Kamus perpustakaan dan Informasi, Jakarta: Jala Permata,
2008
Suwarno Wiji. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: Sagung Seto, 2009 Uhar Suharsaputra. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan.
Bandung: PT Refika Aditama, 2012
Undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan
Zainudin Kamal. Pemasyarakatan Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2006
116
How-to Tips & Videos Encapsulation,
http://www.universityproducts.com/resources.php?m=how_to_detail&id=12 diakses pada tanggal 28 Juli 2015 pukul 20.00
IFLA, Recommendations Concerning the International Standarizations of Library
Statistics, diakses pada tanggal 2 Agustus 2015 dari http://portal.unesco.org/en/ev.php-URL_ID=13086&URL_SECTION=201.html
Preservation Services, http://www.recordsave.com/preservation-services/, diakses
pada tanggal 28 Juli pukul 19.30
LAMPIRAN - LAMPIRAN
HASIL WAWANCARA
Nama : HANIFUDIN IBRAHIM
Tema : Pelestarian Bahan Pustaka dengan Enkapsulasi Pada
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Mahasiswa : Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
A. Kebijakan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam
melaksanakan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi.
1. Menurut bapak/ibu, bagaimana kebijakan Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia dalam melaksanakan kegiatan pelestarian bahan
pustaka dengan enkapsulasi dan apa tujuannya?
Jawab:
Made Ayu Wirayati:
Kebijakan mengenai enkapsulasi belum ada kebijakan tertulis.
Pelestaraian bahan pustaka belum memiliki kebijakan tertulis.
Hanya ada penjelasan di lembar draf. Isinya tidak teknis sekali,
ini kan hanya menjelaskan secara umum, kita belum membuat
harusnya kebijakan enkapsulasi seperti apa, itu belum ada.
Ellis Sekar Ayu:
Kebijakannya kalo untuk enkapsulasi itu biasanya koran langka,
peta yang memiliki dua sisi tapi biasanya peta itu dilining jika
satu sisinya tidak ada kecuali kalau dua sisinya ada gambar baru
dienkapsulasi. Terus kalo untuk naskah jarang sekali
dienkapsulasi tapi mungkin kedepannya ya karena biasanya
kalau naskah suka ada komplain, kalau di tisuin itu jadi buram,
jadi kedepannya perlu didiskusikan lagi apakah akan
dienkapsulasi atau dilaminasi.
2. Menurut bapak/ibu, apakah Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia melaksanakan enkapsulasi sesuai dengan teori-teori yang
sudah ada?
a. Jika iya, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
menggunakan teori yang mana? Selanjutnya, berapa persen
sudah sesuai dengan teori-teori yang sudah ada dan sejauh mana
dalam pelaksanaannya, tolong dijelaskan!
Made Ayu Wirayati:
Ya, enkapsulasi itu sendiri kita mendapatkan ilmunya dari
Jepang, Belanda, juga study banding ke Kuala Lumpur, jadi
memang sesuai dengan metode preservasi. Selain itu kita
juga membandingkan literatur yang ada di luar negeri yang
sesuai denga alat, bahan, dan metodenya semua sama.
Selanjutnya perpusnas mengembangkannya secara detail
samapai prakteknya dan disesuainkan dengan kondisi bahan
pustaka yanga ada di Indonesia. Kita kembangkan,
disesuaikan dan yang terpenting tidak menyimpang dari
kaidah-kaidah teori konservasi.
Ellis Sekar Ayu:
Ya sudah sesuai, jadi kita pakai teori yang enkapsulasi yang
bahannya sudah sesuai bebas asam baik mylar maupun
double tape nya kalau secara dia manual, ataupun kita
menggunakan mesin.
b. Jika tidak, mengapa tidak menggunakan teori yang sudah ada?
Tolong dijelaskan!
3. Menurut bapak/ibu, apa yang melatarbelakangi Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi? Apakah
ada undang-undang khusus atau peraturan khusus yang menjelaskan
tentang enkapsulasi?
Jawab:
a. Jika iya, undang-undang nomor berapa yang menjelaskan secara
khusus tentang enkapsulasi?
b. Jika tidak, apa yang menjadi pedoman atau yang mendasari
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan
enkapsulasi? Apakah ada peraturan lain yang mendasari untuk
melaksanakan enkapsulasi?
Made Ayu Wirayati:
Yang melatar belakangi tidak ada undang-undang khusus,
tapi berdasarkan hasil survey IRT (International Riview
Team) tahun nah itu mengatakan bahwa kondisi koleksi di
perpustakaan nasional sebagian sudah mengalami kerusakan
termasuk diantaranya surat kabar lama, dan itulah yang
menjadi acuan kita untuk melakukan enkapsulasi terhadap
surat kabar di Perpustakaan Nasional ini. Selain itu undang-
undang nomor 43 tahun 2007 dan peraturan PNRI no 3
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional
republik Indonesia juga mendasarinya karena kita
melestarikan. Jadi berdasarkan hasil survey IRT
(International Riview Team) mengatakan bahwa kondisi
koleksi di perpustakaan nasional sebagian sudah mengalami
kerusakan sekitar 70%.
Ellis Sekar Ayu:
Tidak ada undang-undang khusus hanya menggunakan
undang-undang no 4 tahun 1990 sama no 43 tentang
perpustakaan, selain itu peraturan perpusnas no 3 sebagai
landasan dasar hukum.
4. Menurut bapak/ibu, jenis bahan pustaka apa saja yang dienkapsulasi
pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia? Selanjutnya,
mengapa bahan pustaka tersebut dienkpsulasi? Bagaimana dengan
bahan pustaka yang lain, apakah tidak bisa atau tidak perlu
dienkapsulasi?
Made Ayu Wirayati:
Jadi bahan pustaka yang dienkapsulasi adalah surat kabar
langka, untuk peta baru dienkapsulasi tahun 2015 ini, karena
melihat kondisi yang tidak memungkinkan untuk di bleaching
tidak mungkin bisa dilakukan apa-apa hanya bisa dienkapsulasi.
Kenapa harus di enkapsulasi? Pertama karena faktor history dan
sangat bernilai, yang kedua itu enkapsulasi untuk menghindari
sentuhan langsung dengan tangan yang memiliki keasaman.
Selain itu untuk menyelamatkan informasi yang terkandung
didalamnya. Selain koran langka, peta, dan naskah kuno
biasanya kalo dikoleksi langka itu ada jenis-jenis surat-surat
perjanjian, ada sertifikat-sertifikat zaman Belanda itu juga
dienkapsulasi.
5. Menurut bapak/ibu, apakah Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia telah menghimbau atau mengajak kepada perpustakaan-
perpustakaan yang ada di Indonesia untuk melaksanakan pelestarian
bahan pustaka dengan enkapsulasi?
a. Jika sudah, apakah sudah diterapkan oleh perpustakaan-
perpustakaan yang ada di Indonesia? Selanjutnya, perpustakaan
mana saja yang sudah melaksanakan enkapsulasi?
Jawab:
Made Ayu Wirayati:
Perpusnas melakukan penyuluhan ke daerah-daerah
kunjungan pelestarian diantaranya adalah enkapsulasi. Selain
itu juga diklat seperti diklat penunjangan misalnya diklat
kepustakawanan lalu ada materi enkapsulasi.
Saya kurang tahu sudah diterapkan pada perpustakaan-
perpustakaan yang ada di indonesia, mungkin beberapa.
Karena kendalanya adalah bahannya, bahan tersebutkan
import susah didapat dan mahal, dan beberapa perpustakaan
didaerah sulit untuk medapatkannya. Jadi sepertinya belum
diterapkan didaerah karena langkanya bahan seperti mylar.
Yang sudah melakukan enkapsulasi kemungkinan ANRI
(Arsip Nasional Republik Indonesia). Saya kurang tahu kalau
musium ya, musium Bung Karno dan Bung Hatta
mengenkapsulasi mata uang karena musium Bung Karno dan
Bung Hatta adalah anak dari Perpustakaan Nasional tentu
saja melakukan enkapsulasi.
Ellis Sekar Ayu:
Iya, malah memberikan penyuluhan kesetiap provinsi, dari
setiap provinsi biasanya mengundang perpustakaan yang ada
di kabupaten kota, jadi kita mempraktekkan bagaimana cara
enkapsulasi, semacam Bimtek (Bimbingan Teknis).
Sejauh ini perpustakaan yang ada di Indonesia belum
melakukannya, Cuma untuk kalo pribadi mungkn iya, karena
itu kan meraka terapkan ke Ijazah sertifikat yang mereka
punyai kita sarankan jangan dilaminating tapi dienkapsulasi.
Karena untuk di perpustakaan kan bahan masih import mylar
nya jadi merka kesulitan adalam pengadaan bahan jadi belum
diterapkan. Perpustakaan yang telah melakukan enkapsulasi
perpusnas.
b. Jika belum, mengapa? Bagaimana caranya agar perpustakan-
perpustakaan lain bisa melaksanakan enkpsulasi?
B. Proses kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di
Perpustakan Nasional Republik Indonesia.
1. Menurut bapak/ibu, bagaimana proses kegiatan pelestarian bahan
pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia?
Jawab:
Cecep Nurjanjati
Bagian pelestarian bahan pustaka bekerja sama dengan bagian
pelayanan. Bagian pelayanan mensortir mana yang
diprioritaskan untuk dienkapsulasi. Setelah disortir, lalu dibawa
ke bagian konservasi. Setelah bahan pustaka telah masuk
kebagian konservasi, selanjutnya petugas konservasi tersebut
membagi-bagi banyaknya bahan pustaka yang ingin
dienkapsulasi. Misalnya saja jatah tahun 2014 ini ada 2000
halaman berarti ada 1000 lembar. Dari 1000 lembar tersebut
dibagi sepuluh orang bearti setiap orang mendapatkan 100
lembar. Setelah pembagian tersebut terbagi secara merata,
selanjutnya petugas melakukan paginasi atau pemberian nomor
ulang pada bahan pustaka. Selanjutnya bahan pustaka tersebut
dibongkar, dengan menarunya di atas alas yang berfungsi
memudahkan pada saat mengangkat dokumen setelah
melakukan proses rising. karena apabila tidak menggunakan
alas maka resiko robek atau merusak dokumen saat
mengangkatan sangat tinggi. Selanjutnya koleksi tersebut
melalui tahapan rinsing. Rinsing yaitu perendaman dengan
menggunakan air mengalir. Rinsing dilakukan kurang lebih
selama satu jam, gunanya untuk menghilangkan debu dan
sedikit keasaman. Selain itu selama perendaman kotoran atau
debu akan terangkat dikit demi sedikit. setelah dokumen tersebut
diangkat maka selanjutnya melakukan proses penambalan
menggunakan mesin leaf caster. Penambalan dokumen berupa
koran tidak dilakukan secara manual melainkan mengunakan
mesin leaf caster. Sedangkan penambalan yang dilakukan secara
manual hanya khusus naskah. Setelah melakukan leaf casting
atau penambalan dokumen, makan dokumen tersebut di perkuat
dengan tissue Japanes atau tisu Jepang. Setelah diperkuat
dengan menggunakan tisu jepang, selanjutnya proses Flatenning
(meratakan) di atas Fleksi Glass (akrilik) dan dijemur. Setelah
kering lalu dibuka dan diangin-anginkan kembali. Selanjutnya
kita siapkan kebutuhaan untuk enkapsulasi. Langkah selanjutnya
menyiapkan plastik mylar atau plastik poliester yang bebas
asam. Metode lama yaitu menggunakan double tape. Sekarang
yang baru menggunakan mesin yaitu menggunakan mesin yang
bernama HDS KEEPER. Dengan mesin ini benar-benar tidak
ada udara karena benar-benar dipress pinggiran plastiknya.
2. Menurut bapak/ibu, kapan waktu yang tepat untuk melaksanakan
enkapsulasi?
Jawab:
Ellis Sekar Ayu:
Saat kondisi bahan pustaka belum terlalu rapuh, kalau sudah
rapuh kita mesti ekstra hati-hati. Karena kalau enkapsulasi itu
kan mesti melalui tahap leaf casting dulu ya, kalau kertasnya
sudah rapuh banget agak susah, bisa si cuma perlu ketelitian
ekstra dan penanganan ekstra.
Cecep Nurjanjati:
Jadi dibagian konservasi tersebut terdapat beberapa kegiatan
pelestarian bahan pustaka selain enkapsulasi. Jadi disesuain
yang sesuai dengan kesiapan para petugasnya. Jadi awal tahun
atau awal anggaran baru dari bulan januari awal tahu kita sudah
mempersiapkan, jadi kegiatan yang mana dulu yang
diperioritaskan. Dari bulan februari, maret, dan april biasanya
kegiatan difokuskan untuk buku langka sama majalah langka.
Mei dan juni itu naskah dan manuskrip. Agustus peta. Dari
september sampai desember barulah kegiatan yang difokuskan
untuk koran yang dienkapsulasi. Jadi kurang lebih pertengahan
tahun melakukan enkapsulasi koran langka. Bahan pustaka yang
dienkapsulasi sesuai permintaan pemustaka.
Bahan pustaka seperti apa yang sudah waktunya harus
dienkapsulasi? Jadi dilihat dari kebutuhan pemustaka. jadi bahan
pustaka yang sering dimanfaatkan pemustaka kemungkinan
bahan pustaka tersebut kemungkinan mengalami kerusakan,
bagian yang hilang rapuh dan mendapatkan perhatian untuk
menyelamatkn bahan pustaka tersebut. Selanjutnya mengenai
sejarah bahan pustakan tersebut apabila memiliki nilai history.
Jadi bahn pustaka yang dikonservasi itu minimal berumur 50
tahun. Jadi koran jepang lalu perpusnas juga memiliki koran
terbitan indonesia. Pnri juga menjalankan uu no 4 tahun 1990
mengenai KRKC (Karya Rekam, Karya Cetak) jadi setiap
penerbit harus menerbitkan 2eksemplar dua judul kepada
Perpustakaan Nasional yaitu dari nilai-nilai historys. Yasudah
cuman dari itu saja.
3. Menurut bapak/ibu, sebelum bahan pustaka dienkapsulasi, bahan
pustaka tersebut harus melalui proses apa saja yang pada akhirnya
bahan pustaka tersebut dapat dienkapsulasi?
Jawab:
Cecep Nurjanjati
Jadi proses sebelum dienkapsulasi yaitu direndam di dalam air
(Rinsing) namun tidak perlu diputihkan terlebih dahulu
(Bleaching). Kalo bleaching kita melihat jenis kertas atau kertas
yang sulit di bleaching. Kalau untuk koran sama majalah
kertasnya beda dengan kertas-kertas yang model eropa. Jadi kalo
keluaran kertas eropa contohnya stakbalt zaman dahulu kalo kita
terawang ada watermarknya atau gambar ditengah dilantai 5
ada, jadi gambar watermark itu menunjukkan tahun berapa
dibuat, jadi gambar tersebut seperti embos jadi gambar tersebut
nimbul, itu merupakan kertas eropa. Sedangkan model majalah
sama koran itu beda. Jadi begitu kita bleaching bukannya kita
lestarikan malah mengahancurkan koran tersebut. Jadi kita harus
mengetahui terlebih dahulu karakteristik jenis kertas bahan
pustaka. Jadi tidak kita bleaching kecuali buku langka, peta, tau
gambar baru kita bleaching.
4. Menurut bapak/ibu, apa saja alat dan bahan yang digunakan dalam
melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia?
Jawab:
Cecep Nurjanjati:
Jadi kan ada yang menggunakan mesin dan ada juga yang
manual. Alat yang digunakan untuk enkapsulasi dengan mesin
yaitu menggunakan mesin HDS KEEPER. Kalau yang manual
kita menggunakan pemberat, terus cutter, gunting, sama alas
cuttingmet atau cuttermet. Kalau bahan itu plastik poliesther
atau mylar sama double tape. Jadi untuk pelaksanaan
memperkuat bahan pustaka dengan enkapsulasi. Jadi proses
penguatan koran itu menggunakan tisu Jepang, jadi sebelum
dienkapsulasi menggunakan tisu Jepang. Jadi bahan pustaka
yang sudah rapuh diperkuat atau ditempelkan tisu Jepang sesuai
ukuran lembaran koran. Untuk menempelkan tisunya itu kita
gunakan lem. Lem tersebut adalah lem CMC. Nah seperti ini(
beliau menunjukan lem CMC tersebut). Jadi lem tersebut
langsung menyatu dengan tisu, jadi transparan.
5. Menurut bapak/ibu, apa saja teknik atau langkah-langkah dalam
melaksanakan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia?
Jawab:
Cecep Nurjanjati:
Jadi teknik dan langkanya setau saya itu sama semuanya. Jadi
langkahnya ya dokumen yang sudah dikonservasi kita perbaiki,
apabila sudah siap setelah itu kita persiapkan mylar sesuai
dengan dokumen yang telah kita konservasi ini.
6. Menurut bapak/ibu, apakah ada teori yang mengatur tentang
langkah-langkah dalam melaksanakan enkapsulasi? Jika ada,
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia menggunakan teori yang
mana?
Jawab:
Ellis Sekar Ayu:
Teori ada, perpusnas sendiri membuat dan menggunakan teori
sendiri.
Cecep Nurjanjati:
Iya, jadi mungkin dulu kita bicara soal dulu, jadi kita
menggunakan double tape, kita kasih rongga yang atau sela
udara, nah kebetulan waktu itu saya bersama atasan diajak
malaysia disana menggunakan yaitu HDS KEEPER, mesin yang
membantu kita memudahkan untuk kita mengenkapsulasi,
selanjutnya pulang dari sana lalu saya bilang keatasn kenapa kita
tidak ajukan untuk mengadakan mesin HDS KEEPER tersebut?
Lalu atasan tersebut mengajukan pada saat waktu anggaran baru
atau awal tahun. Jadi (beliau langsung mengambilkan buku
terbitan perpusnas engenai pelestarian bahan pustaka). Jadi
terbitan terdahulu, tidak menggambarkan enkapsulasi secara
rinci dan jelas. Sekarang kita satu team bersama bu Elis bu Ayu
kita sudah mulai menerbitkan buku seperti ini (sambil
menunjukan buku terbitan perpusnas) nanti saya kasih dan bisa
dibaca-baca. Perpusnas itu menggunakan teori yang sudah ada
lalu dijelaskan secara rinci.
C. Solusi guna menghadapi kendala-kendala dalam pelaksanaan kegiatan
pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakan Nasional
Republik Indonesia.
1. Menurut bapak/ibu, apa saja kendala dalam melaksanakan
pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia?
Jawab:
Made Ayu Wirayati:
Yaitu mengenai bahannya, kalau alat alhamdulillah sudah ada
mesin yang paling baru yaitu HDS KEEPER, SDM nya juga
sudah ada. Yang menjadi kendala cuma bahan karena tidak
semua plastik bisa dipakai untuk enkapsulasi dan double side
tape juga harus import karena harus bebas asam itu saja
bahannya yang masih sulit dan anggaran tentu saja. Faktor
kebijakan tidak menjadi kendala karena tidak ada kebijakan
tertulis. Kalau kebijakan untuk melestariakan memang harus
karena memang seharusnya melestarikan. Kalau pelestarian kan
ada tuh ya di undang-undang, Cuma terbentur lagi dengan bahan
yang susah karena harus import. Kebijakan memang sudah ada
perpusnas harus melestarikan surat kabar Cuma yang menjadi
kendala adalah keterbatasan yang diberikan oleh negara kepada
perpusnas dan keterbatasan bahan yang harus diimport, itu saja.
anggaran tidak bisa turun beberapa miliyar karena harus dibagi-
bagi dengan bagian lainnya.
Ellis Sekar Ayu:
Kendala yang dialami yaitu masalah bahan yang tidak tepat
waktu, jadi kita sudah menyusun light table (meja berlampu)
mengerjakan misalkan mengerjakan enkapsulasi dibulan juni
agustus kadang bahannya belum datang suka pekerjaanya
kadang suka mundur dan tahun beriknya menjadi permasalahan
banget.
Cecep Nurjanjati
Jadi begini, kedalanya itu jadi kan kita masih mengimport
bahan-bahan yang digunakan untuk enkapsulasi seperti tisu
jepang terus termasuk mylarnya kitakan masih mengimport
keluar. Jadi kita kan sudah merencanakan pengadaan bahan
untuk bulan september, jadi kan kita memesan melalui rekanan.
Pada saat kita sudah siap semua, koran sudah kita konservasi
nahkan kita tinggal mengenkapsulasinah kita nunggu mylarnya
itu, jadi mungkin bisa datang sekitar bulan oktober, jadi
pemesanan memang sudah jauh-jauh hari tapi kan kadang-
kadang seperti ini jadi kalo di Indonesia ya kendala seperti di
beacukai. Jadi berat pasti dihitung kan namanya rollan kan kita
misalnya membutuhkan 2000halaman. Kan saya sudah biasa ya,
jadi satu roll itu kita butuhkan ukuran normal dari surat kabar itu
kan sekitar 40x60 kita lebihkan, jadi satu roll itu Cuma dapat 45
lembar atas bawah. Jadi kan kalau 2000 halaman sekian roll
baru kita pesan. Jadi yaitu satu kendalanya.
2. Menurut bapak/ibu, bahan pustaka yang seperti apa yang sulit
dienkapsulasi? Selanjutnya, bahan pustaka seperti apa yang paling
mudah dienkapsulasi?
Ellis Sekar Ayu
Paling kalo yang susah itu dokumen yang terlalu tebal, kalau
tipis seperti hvs dan sejenisnya masih gampang jadi hasilnya
bagus tetapi kalau terlalu tebal jadinya agak bergelombang.
Cecep Nurjanjati
Bahan pustaka yang paling sulit dienkapsulasi yaitu bahan
pustaka yang sudah benar-benar rapuh, yang sudah tidak dapat
dikonservasi, jenisnya biasanya ada koran, jadi ada macam2
jenisnya tergantung dari sana dari layanan, jadi satu lembar ni
udah terceraiberai, nah pada saat kita meleaf chasting itu ga
mungkin nanti begitu kena semprotan air ia akan hancur, nah itu
jadi kita apa adanya. Kita hilangkan ke asamannya, jadi
bentuknya ga beraturan ya begitu aja mau kita tambalpun sangat
sulit. Jadi tidak dikasih tisu lagi, jadi apa adanya saja seperti
kertas yang robek-robek ya sudah kita alasi dengan mylar terus
langsung kita tutup kita kasih plastik lagi biar dia ga kemana-
mana (tercerai-berai), jadi ga ditambal juga ga dikasih tisu
namun kita hilankan keasamannya. Itu yang benar-benar rapuh
yang paling sulit dienkapsulasi mau nambalpu kita ga bisa.
Yang paling mudah, yaitu kertasnya yang kuat dan masih utuh,
jadi sebenarnya seperti ini, yang dulu pernah saya dapatkan
enkapsulasi itu sebenarnya seperti ini memang khusus untuk
yang sudah rapuh, sepanjang perjalanan kesininya itu sudah
berubah lagi, jadi ini seperti yang saya bilang tadi surat kabar
sudah kita konservasi tadinya rapuhkan, kita kasih tisu. Setelah
jadi dan selesai kita proses pengeringan dan kita striming itu
sudah kuat karena sudah denga tisu nah terus diperkuat lagi
dengan enkapsulasi. Jadi kalau dulu waktu saya ke malaysia itu
surat kabar setelah kita konservasi yasudah langsung dijilid
tidak dienkapsulasi
3. Menurut bapak/ibu, apakah ketersediaan alat dan bahan untuk
melaksanakan enkapsulasi mengalami kendala? Jika iya, apa
kendalanya dan mengapa kendala tersebut bisa terjadi?
Cecep Nurjanjati
Jadi kendalanya mylar dan double tape yang dipesan dari luar.
Jadi kan begini, double tape yang di produksi Indonesia itu kan
mereknya kenko joyko pokomya macam-macam kalau itu
tingkat keasamannya tinggi. Tapi yang layak untuk konservasi
itu merknya 3M, atau scots brand. Nah itu yang layak, itu sudah
kita lihat bahkan kita coba itu perbedaanya jauh jadi mas hanif
bisa meliahat perbedaan yang ini pakai 3M ini pakai yang merk
kenko misalnya seperti itu.
Untuk alatnya tidak ada kendala misalnya manual, kalau
menggunakan mesin kendalanya paling ini masalah kemarin ini
menunggu intruktunya jadi misalnya kita sudah pesan, tapi ga
bisa menjalankan dan menoprasikannya ya kita menunggu
instrukturnya. Itu kalau untuk mesin, jadi kan mesih ada dua tuh
nah HDS KEEPER kan mesin yang baru yang satunya lagi yang
lama adlah siller. Kalau ini kan menggunakan ultra sonic. Jadi
mesin yang lama sudah rusak. Jadi modelnya dimasukkan
kemesinnya seperti yag bungkus kue namun alatnya sudah
rusak. Jadi pemanasnya menggunakan ribon, jadi ada tembaga
begitu dihubunhkan kelistrik dia akan memanas nah pada saat
panas dia cuman mengepresnya atas bawah. Cuma
kelemahannya itu meninggalkan nodan bakar, jadi keliahatan
benar hasil pembakarannya itu. Kalau mesinya yang baru tidak,
alus sekali hasilnya. Dari caranya juga beda dia menggunakan
ultra sonic. Kalau yang lama kan jelas-jelas mnggunakan
pembakaran. Mesin tersebut diproduksi dari luar, kalau yang
HDS kipper dari Inggris, kalau yang siller itu kemarin kalau ga
salah america punya.
4. Menurut bapak/ibu, selain alat dan bahan faktor apa saja yang
menjadi kendala dalam pelaksanaan enkapsulasi di Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia?
a. Apakah kendala tersebut disebabkan oleh faktor sumber daya
manusia? Jika iya, mengapa itu bisa terjadi dan bagaimana
solusinya? Tolong dijelaskan!
Ellis Sekar Ayu
Ya, soalnya sumber daya manusia kan yang menentukan,
jadi rapih atau tidaknya bagus atau tidaknya teliti atau
tidaknya. Solusinya dikasih tau contoh yang benar, tetapi
kadang suka keraskepala, maunya yang gampang dan cepat.
Cecep Nurjanjati
Iya, sebenarnyakan begini SDM disini itu kalau boleh
apaya, tidak merata. Dalam artikata seperti ini, sudah
diterapkan aturan main. Ini contoh gambarannya, jadi
prosesnya dari A-Z namun pada pelaksanaanya itu bukan
dari A lagi, mungkindari Z ke R gitu. Ini hanya
gambarannya saja. Jadi ungkin pada saat di training atau
kita kasih tahu mungkin ada yang ga masuk atau sungkan
untuk nanya, tapi untuk informasi itu kita dari mulut
kemulut sesama teman jadi harus begini harus begini, jadi
biar semuanya seragam, sama satu suara ini dari A-Z tapi ya
kadang-kadang prakteknya ya gitu mungkindari SDMnya.
Jadi beberapa ada teman disini yang pengin bisa, pengin
pintar jadi mengikuti diklat, tadi ada teman-teman yang
begitu diajukan tentang diklat ada yang segan tidak mau.
Itu salah satunya jadi pada saat sudah dihadapkan hal-hal
yang trouble yasudah tidak bisa.
Solusinya yang minimal kita harus mendampinginya. Jadi
disini kadang-kadang ada yang kekeh dengan pendiriannya
tapi tetap kita yang tahu dan bisa kita kasih tahu supaya
jangan sampai salah fatal.
b. Apakah kendala tersebut disebabkan oleh faktor kebijakan? Jika
iya, mengapa itu bisa terjadi dan bagaimana solusinya? Tolong
dijelaskan!
Ellis Sekar Ayu
Tidak, karena kebijakan justru mempermudah mendorong
Cecep Nurjanjati
Kalau kebijakan tidak, karena kebijakan kan sifatnya dari
atas turun kebawah yang terpenting adalah adanya
komunikasi. Jadi ga masalah mengenai kebijakan.
c. Apakah kendala tersebut disebabkan oleh faktor biaya? Jika iya,
mengapa itu bisa terjadi dan bagaimana solusinya? Tolong
dijelaskan!
Ellis Sekar Ayu
Biaya tidak menjadi masalah karena sudah dianggarkan.
Cecep Nurjanjati
Kalo biaya itu kan, jadi kan sudah dikomunikasikan antara
atasan dan petugas dilapangan. Kalau misalnya kita
mengerjakan sekian 2000 halaman, terus kita butuhkan alat
dan bahannya berapa, yang tau pimpinan dan rekanan. Jadin
anggaran tidak masalah tiggal kita ajukan. Jadi tidak ada
keterlabatan turunnya anggaran. Jadi kan begini, anggaran
itu kan pada saat rekanan mengadakan anggaran sini kan
belum cair, nah rekana sebagai pihak ketiga mengadakan
dulu sesuai kebutuhan kita. Stelah ada pencairn tinggal
dibayar kerekanan tersebut, jadi ga ada masalah. Kita kan
sudah tahu misalnya anggar untuk surat kabar sepuluh ribu,
yasudah sepuluh ribu saja, itu misalnya.
d. Apa saja kendala yang dialami paska bahan pustaka
dienkapsulasi? Mengapa itu bisa terjadi dan bagaimana
solusinya? Tolong dijelaskan!
Ellis Sekar Ayu
Paska enkapsulasi, paling setelah dilayankan itu menjadi
lebih berat ya, bawanya transitnya. Terus kadang
mencarinya tidak segampang sebelumnya perlu ketelitian.
Agak dibutuhkan tenaga untuk membukanya.
Cecep Nurjanjati
Mungkin begini, tadinya awalnya koran/surat kabar itu
dijilid, jadi ketebalannya misalnya 7cm setelah
dienkapsulasi berubah jadi 15cm karena ada penambahan
tisu jepang, plastik mylar. Kalau misalnya dulu dijilid kan
menggunakan box. Kendalanya bukan di bagian kita namun
dibagian pelayanan. Jadi makin berat proses
penyimpanannya juga mungkin lebih sulit. Jadi misalnya
mau melihat atau mau memfotokopi mencarinya sedikit
terkendala. Itu termasuk kendala pelayananya setelah
dienkapsulasi.
5. Menurut bapak/ibu, bagaimana solusi guna menghadapi kendala-
kendala yang dialami Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
dalam melaksanakan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan
enkapsulasi?
Jawab:
Made Ayu Wirayati:
Solusinya tentu saja yang pertama anggaran, yang kedua
diusahakan untuk bahan tidak import bagaimana caranya kita
membeli bahan untuk enkapsulasi tidak import, yang ketiga
kebijakan tertulis untuk proses preservasi fisik ini harus
segara ada supaya semua didaerah indonesia bisa
melakukannya juga enkapsulasi. SDM tentu saja menjadi
kendala, SDM itu hanya ada di Perpustakaan Nasional semua
daerah kurang untuk enkapsulasi namun itu tidak begitu
menjadi masalah, namun yang menjadi masalah adalah
kemampuan Perpustakaan Nasional untuk melakukan
penyuluhan, sosialisasi ke daerah-daeran di Indonesia yang
bisa menyadarkan mereka untuk bisa melakukan enkapsulasi.
Ellis Sekar Ayu
Solusinya ya kalau maslah bahan mungkin mesti dipesan
jauh-jauh hari pelaksanaan, mungkin terkait sama rekanannya
atau sama proses dibandaranya atau beacukay, jadi mungkin
benar-benar harus ditangani oleh orang-orang yang mengerti
supaya tidak terjadi masalah.
Cecep Nurjanjati
Yang terpenting masalah bahan harus tepat waktu. Yang
paska enkapsulasi misalnya satu judul dari 7cm dipaksakan 1
box ga bisa, jadi harus dibuat 2 box tapi satu judul, box A
dan B. Misalnya indonesia raya itukan terbitan tahun1945
sapai dengan 10950an gitu kan itu satu jilid, nah setelah
konservasi harus dibuat menjadi 2 box supaya menjadi
ringan. Bahan harus tepat waktu aja, kalo ga kita kan dituntuk
sampai desember kalau bahnnya belum datang menjadi
menumpuk. Begitu bahan lewat dari september atau oktober
baru datang kita kwalahan karena desember harus selesai.
Pertanyaan tambahan:
a. Menurut ibu kebijakan peestarian Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia sesuai atau tidak dengan realita yang ada
dilapangan seperti sdm teknologi dan sarana prasarana?
Jawab:
Made Ayu Wirayati:
Ya hampir sesuai, memang sesuai untuk perpusna ada
sarana dan prasarana sdmnya ada bahannya ada
tekhnologinya ada hampir semua ada bahan import jug
masih bisa Cuma anggaran tidak bisa sebesar yang kita
minta selain itu sudah oke.
b. Bahan kan suka telat datang untuk menanggulanginya itu seperti
apa?
Jawab:
Made Ayu Wirayati:
Untuk menanggulanginya memang sulit ya, karena kita
memang import. kadang-kadang tertahan di beacukai, dan ya
itu yang menjadi kendala kita tidak bisa memungkiri. Paling
tidak kita harus mengganti dengan kegiatan yang lainya dulu
itu akan dilaksanakan setelah barang keluar. Dalam setahun
kan banyak kegiatan ada konservasi buku, majalah dan lain-
lain, nah enkapsulasi merupakan kegiatan terakhir setelah
barang datang.
Gambar Gambar
Bahan Pustaka Yang Telah dienkapsulasi Mesin HDS KEEPER
Gambar Gambar
Penulis Menyalakan Mesin HDS KEEPER Penulis Mempraktekkan Enkapsulasi
Dengan Mesin HDS KEEPER
BIODATA PENULIS
Hanifudin Ibrahim, dilahirkan atas izin Allah SWT sebagai buah hati dari
pasangan bapak Muhammad Mundirin dan ibu Rumini, anak ketiga dari tiga
saudara bertempat di Jakarta pada tanggal 19 Agustus 1993. Menyelesaikan
pendidikan MI Al-ANWAR Jakarta (1999 - 2005 ), MTSN 19 Jakarta (2005 -
2008), MAN 11 Jakarta (2008 – 2011), dan kuliah mengambil Jurusan Ilmu
Perpustakaan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2011-
2015). Dalam masa perkuliahan penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan mengikuti kegiatan Kuliah kerja
nyata di Desa Mekar Sari, Kecamatan Tanjung Rasa, Bogor. Pernah menjadi regu
inti Pramuka MI-MTS, ikut andil menjadi OSIS, tim futsal dan marawis MTSN
19 Jakarta, anggota music MAN 11, anggota organisasi JIPMusik (Musik Jurusan
Ilmu Perpustakaan) 2014-2015, anggota komunitas musik Cilandak Familia,
anggota komunitas Intan Skateboarding Community and Culture, dan anggota
Satu Atap Fondution yang bergerak pada bidang sosial.