pelestari dapat melaksanakan para pelestari diharapkan

7
Ilmu Kemunduran Kualitas Kayu dan Peranannya Terhadap Sosialisasi dan Revitalisasi Teknologi Pengawetan Tradisonal Kayu Yang Terkandung Dalam Kearifan Lokal Budaya Jawa Olch Ir. Yusrinus Suranto, M.P. Fakultas Kchutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Pengantar "Sebelum digunakan sebagai komponen bangunan, ka}u atau bambu atau glugu perlu direndam di dalam kolam selama jangka waktu tertentu. Kegiatan perendaman ini wajib dilakukan agar ka}u/bambu/glugu tersebut menjadi lebih awet, sehingga bangunan yang tersusun atas komponen ka}u/bambu/glugu juga menjadi lebih awet dibandingkan dengan bangunan yang komponen bahan ka}u/bambu/ glugu yang tidak direndam". Anjuran dan ajaran tersebut merupakan salah satu wujud teknologi ka^u pasca panen yang terkandung di dalam kearifan lokal budaya etnik Jawa. Pada saat ini, banyak anggota masyarakat etnik Jawa yang tidak melakukan aktivitas pengawetan ka)ai secara tradisional dengan cara perendaman kayu sebagai salah satu wujud kearifan lokal budaya Jawa. Ada beberapa penyebab mengapa kegiatan perendaman tersebut tidak dilakukan. Pertama, bahwa sebagian dari anggota masyarakat tidak mengetahui adanya ajaran yang bersumber dari kearifan lokal tersebut. Kedua, sebagian dari anggota masyarakat telah mengetahui adanya kearifan lokal ini, tetapi mereka tidak memiliki sarana untuk melakukannya, baik berupa kolam, ketersediaan air maupun ketersediaan waktu. Ketiga, ada sebagian warga masyarakat yang mengetahui adanya ajaran dan anjuran tersebut dan memiliki sarana untuk melakukannya, tetapi mereka memiliki persepsi bahwa kegiatan ini merupakan kegiatan kuno vang perlu ditinggalkan demi mengapai hidup berpola modern, sehingga aktivitas perendaman kayu tersebut praktis ditinggalkan sepenuhnya. Di samping fenomena yang melanda masyarakat etnik jawa secara umum sebagaimana diperikan pada aUnea di atas, ada pula fenomena lain yang melekat pada sebagian karyawan yang berkarya sebagai pelestari bangunan Benda Cagar Budaya Berbahan Kayu (BCBBK). Kelompok yang terakhir ini selalu melakukan aktivitas merendam kayu sebagaimana dianjurkan, karena kegiatan ini merupakan salah satu langkah baku dalam memenuhi prosedur standar bagi pemugaran bangunan kayu yang berstatus sebagai benda cagar budaya yang ada di Pulau Jawa dalam rangka menjaga otentisitas teknologi kajoi bagi pemugaran BCBBK. Meskipun demikian, mereka merasa gamang ketika melakukan aktivitas perendaman kayu tersebut. Kegamangan ini bersumber dari dua pertanyaan. Pertama, apakah aktivitas ini merupakan suatu kebenaran yang sungguh-sungguh dapat pertanggung-jawabkan ataukah hanya merupakan tradisi yang perlu dipertahankan atau bahkan hanya merupakan mitos belaka?" Kalau bertambahnya keawetan kayu sebagai akibat perendaman tersebut merupakan suatu kebenaran, bagiamana mekanisme yang terjadi pada kayu sehingga ka\Ti ini menjadi lebih awet setelah mengalami perendaman? Kedua fenomena tersebut di atas menjadi inspirasi dan pendorong bagi penulis untuk menulis artikel ilmiah dengan topik sebagimana tertulis pada judul tulisan ini. Penulisan artikel ini dimaksudkan agar dapat dijadikan sebagai sarana bagi proses deseminasi dan sosialisasi pengetahuan ilmiah mengenai ilmu degradasi ka\ai dan teknologi ka^ai yang telah menjadi kekayaan dan kearifan lokal budaya etnis Jawa, bagi para pelestari bangunan sebagai benda peninggalan purbakala. Dengan deseminasi dan sosialisasi ini, diharapkan para pelestari benda cagar budaya dapat memperluas dan memperdalam pengetahuannya mengenai ilmu degradasi kayu dan teknologi ka\aj tersebut. Perluasan dan pendalaman pengetahuan ini pada saatnya akan menjadi basis yang kokoh bagi para pelestari untuk memperkuat sikap kerja dan kompetensinya, sehingga para pelestari dapat melaksanakan tugasnya secara profesional. Dengan bekerja secara profesional, para pelestari diharapkan lebih lanjut untuk menulaikan pemahamannya mengenai ilmu degradasi ka^oi dan teknologi ka)Ti tersebut kepada khalayak mas}'arakat luas, sehingga masyarakat luas tergerak lagi untuk menerapkan kembali dan merevitalisasi teknologi ka\aa yang telah menjadi warisan budaya etnik jawa. Dengan demikian, penerapan teknologi kayu sebagai wujud kearifan lokal budaya etnik Jawa tidak lagi menjadi praktik langka dan terlupakan di kalangan masyarakat etnik Jawa, tetapi sebaliknya, teknologi kavu berbasis kearifan lokal budaya etnik Jawa dapat subur kembal i sebagai praktik pemanfaatan kayu kawasan tanah lawa. 62

Upload: others

Post on 23-Nov-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: pelestari dapat melaksanakan para pelestari diharapkan

Ilmu Kemunduran Kualitas Kayu dan PeranannyaTerhadap Sosialisasi dan Revitalisasi Teknologi Pengawetan Tradisonal Kayu

Yang Terkandung Dalam Kearifan Lokal Budaya Jawa

Olch

Ir. Yusrinus Suranto, M.P.Fakultas Kchutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Pengantar"Sebelum digunakan

sebagai komponen bangunan, ka}uatau bambu atau glugu perludirendam di dalam kolam selama

jangka waktu tertentu. Kegiatanperendaman ini wajib dilakukanagar ka}u/bambu/glugu tersebutmenjadi lebih awet, sehinggabangunan yang tersusun ataskomponen ka}u/bambu/glugu jugamenjadi lebih awet dibandingkandengan bangunan yang komponenbahan ka}u/bambu/ glugu yangtidak direndam". Anjuran danajaran tersebut merupakan salahsatu wujud teknologi ka^u pascapanen yang terkandung di dalamkearifan lokal budaya etnik Jawa.

Pada saat ini, banyakanggota masyarakat etnik Jawa yangtidak melakukan aktivitaspengawetan ka)ai secara tradisionaldengan cara perendaman kayusebagai salah satu wujud kearifanlokal budaya Jawa. Ada beberapapenyebab mengapa kegiatanperendaman tersebut tidakdilakukan. Pertama, bahwa sebagiandari anggota masyarakat tidakmengetahui adanya ajaran yangbersumber dari kearifan lokaltersebut. Kedua, sebagian darianggota masyarakat telahmengetahui adanya kearifan lokalini, tetapi mereka tidak memilikisarana untuk melakukannya, baikberupa kolam, ketersediaan airmaupun ketersediaan waktu. Ketiga,ada sebagian warga masyarakat yangmengetahui adanya ajaran dananjuran tersebut dan memilikisarana untuk melakukannya, tetapimereka memiliki persepsi bahwakegiatan ini merupakan kegiatankuno vang perlu ditinggalkan demi

mengapai hidup berpola modern,sehingga aktivitas perendaman kayutersebut praktis ditinggalkansepenuhnya.

Di samping fenomena yangmelanda masyarakat etnik jawasecara umum sebagaimanadiperikan pada aUnea di atas, adapula fenomena lain yang melekatpada sebagian karyawan yangberkarya sebagai pelestari bangunanBenda Cagar Budaya BerbahanKayu (BCBBK). Kelompok yangterakhir ini selalu melakukan

aktivitas merendam kayusebagaimana dianjurkan, karenakegiatan ini merupakan salah satulangkah baku dalam memenuhiprosedur standar bagi pemugaranbangunan kayu yang berstatussebagai benda cagar budaya yangada di Pulau Jawa dalam rangkamenjaga otentisitas teknologi kajoibagi pemugaran BCBBK. Meskipundemikian, mereka merasa gamangketika melakukan aktivitasperendaman kayu tersebut.Kegamangan ini bersumber dari duapertanyaan. Pertama, apakahaktivitas ini merupakan suatukebenaran yang sungguh-sungguhdapat pertanggung-jawabkanataukah hanya merupakan tradisiyang perlu dipertahankan ataubahkan hanya merupakan mitosbelaka?" Kalau bertambahnyakeawetan kayu sebagai akibatperendaman tersebut merupakansuatu kebenaran, bagiamanamekanisme yang terjadi pada kayusehingga ka\Ti ini menjadi lebih awetsetelah mengalami perendaman?

Kedua fenomena tersebutdi atas menjadi inspirasi danpendorong bagi penulis untukmenulis artikel ilmiah dengan topik

sebagimana tertulis pada judultulisan ini. Penulisan artikel ini

dimaksudkan agar dapat dijadikansebagai sarana bagi prosesdeseminasi dan sosialisasi

pengetahuan ilmiah mengenai ilmudegradasi ka\ai dan teknologi ka^aiyang telah menjadi kekayaan dankearifan lokal budaya etnis Jawa,bagi para pelestari bangunan sebagaibenda peninggalan purbakala.Dengan deseminasi dan sosialisasiini, diharapkan para pelestari bendacagar budaya dapat memperluas danmemperdalam pengetahuannyamengenai ilmu degradasi kayu danteknologi ka\aj tersebut. Perluasandan pendalaman pengetahuan inipada saatnya akan menjadi basisyang kokoh bagi para pelestari untukmemperkuat sikap kerja dankompetensinya, sehingga parapelestari dapat melaksanakantugasnya secara profesional.Dengan bekerja secara profesional,para pelestari diharapkan lebihlanjut untuk menulaikanpemahamannya mengenai ilmudegradasi ka^oi dan teknologi ka)Titersebut kepada khalayakmas}'arakat luas, sehinggamasyarakat luas tergerak lagi untukmenerapkan kembali danmerevitalisasi teknologi ka\aa yangtelah menjadi warisan budaya etnikjawa. Dengan demikian, penerapanteknologi kayu sebagai wujudkearifan lokal budaya etnik Jawatidak lagi menjadi praktik langka danterlupakan di kalangan masyarakatetnik Jawa, tetapi sebaliknya,teknologi kavu berbasis kearifanlokal budaya etnik Jawa dapat suburkembal i sebagai praktikpemanfaatan kayu kawasan tanahlawa.

62

Page 2: pelestari dapat melaksanakan para pelestari diharapkan

Untuk mencapai maksud dan tujuantersebut, penulis menyajikan tulisanini dengan sistematdka yang terdiriatas sub-sub judul sebagai berikut:Proses perendaman ka^oi. Pad didalam ka)^u, Mekanismepenguranan pati di dalam ka^oi yangdirendam, II mu kemunduran

kualitas kayu, Kumbang bubuksebagai penyebab kerusakan ka\Ta,Kayoi hasil rendaman menjadi lebihavvet, Efektivitas dan keterbatasanpengawetan ka^oi secara tradisional.Dengan sistematika demikian,diharapkan isi dan misi tulisan inilebih mudah untuk dipahami.

Proses pengawetan dengan caramerendam kayu.

Proses pengawetan kayusecara tradisional dibedakanmenjadi dua kelompok, yaitupengawetan dengan menggunakanbahwa pengawet tradisional danpengawetan tanpa melibatkanpenggunaan bahan pengawettradisional. Pengawetan tanpamelibatkan penggunaan bahanpengawet dilakukan dengan caramerendam ka\ai masih segar kedalam air tergenang, atau lumpurbecek, atau air mengalir. Dalammengawetkan kayu dengan cara ini,ki ta hanya per lumempertimbangkan berapa lama(durasi) kayu itu harus direndam.Dalam kaitan dengan penentuanjangka waktu perendaman ini, kitaperlu memperhatikan dua halpenting tentang si fat ka^-u yangdiawetkan, yaitu keawetan kayu dankekuatan kayu setelah direndam.Kedua si fat kayu tesebut, yaitukeawetan dan kekuatan, berada padaposisi yang berlawanan biladihadapkan pada pengaruh jangkawaktu perendaman. Hal inidisebabkan karena semakin lama

jangka waktu yang diperlukan untukmerendam kayu, akan memhuatpn^ses pengawetan semakin etekrit.Artin\a, ka\u akan semakin awet.

Sebaliknya, semakin lama jangkawaktu yang diperlukan untukmerendam kayu akan membuatkayu itu semakin rendahkekuatannya bila dibandingkandengan kekuatan kajai sebelumdirendam. Hal ini karena sel-sel kajoiakan semakin renggang danakhirnya terurai bila kayu direndamdalam jangka waktu yang semakinlama. Kondisi hubungan antar selkayu yang demikian akanmenurunkan kekuatan kayu(Suranto, 2002).

Oleh karena itu, jangkawaktu perendaman perlu ditentukansecara tepat sedemikian rupasehingga proses pengawetan dapatmeningkatkan ketahanan kayuterhadap serangan serangga-serangga perusak ka}Ti, tetapi tanpaharus disertai penurunan kekuatankayu secara berarti.

Meskipun demikian, sampaisaat ini belum ada suatu penelitianyang mampu menjawab secaratuntas mengenai berapa lama waktuperendaman optimal yangdiperlakukan untuk mengawetkansecara tradisional terhadap masing-masing jenis ka\ai dan masing-masing sortimen ka}ai. Terhadapbambu, penelitian yang berkaitdengan pengawetan secaratradisional tanpa penggunaan bahanpengawet ini telah dilakukan.Hasilnva menyatakan bahwa bambudalam kondisi terbelah memerlukanperendaman selama 2-3 bulan untukmenghindarkannya dari serangankumbang bubuk (Dinoderus sp)tanpa mengurangi kekuatan bambu.Di samping itu, juga terbukti bahwaperendaman di dalam kolam vangberisi air tergenang merupakanpengawetan yang paling efektifmengawetkan bambu, kemudiandiikuti dengan perendaman dalamlumpur, dan terakhir baruperendaman bambu dalam airmengalir (Sulthoni, 108.">).

Sudah tentu, bahwa ka\u

memerlukan waktu perendamanyang lebih lama dibandingkandengan waktu perendaman untukpengawetan bambu, mengingatkayu mempunyai ukuran yang lebihtebal dan lebih lebar daripadabambu. Pedoman yang perludilaksanakan dalam mengawetkanbambu secara tradisional ini adalah

merendam bambu sampai kondisilingkungannya menimbulkan bauyang sangat menyengat. Baudemikian dalam bahasa jawa seringdisebut sebagai bau "kecing".

Mengapa kayu atau bambuatau glugu yang direndam menjadilebih awet? Jawabannya dapatditelusuri dari kadungan pati didalam kayu atau bambu atau glugu.Untuk memahami hal ini, disajikansub-bab " Keberadaan pati di dalamkayu" berikut.

Keberadaan pati di dalam kayuPati berada di dalam kayu

atau bambu atau glugu, karenatetumbuhan penghasil kayu, bambuatau glugu itu membuat ataumensintesis pati. Bagi tetumbuhankelompok umbi-umbian, semisalsingkong, ubi jalar, gadung, dankentang, pati itu terutama disimpandi dalam umbinya, tetapi bagitumbuhan berka^Tj tingkat tinggi,semisal pohon, bambu atau glugu,pati disimpan di dalam kayu padabatang, di dalam buah, dan di dalambiji. Berkait dengan topik tulisan ini,maka pati yang disimpan ataudikandung di dalam ka\ai padabatang akan menjadi materi bahasanutama.

Pati merupakan bahankimia yang kompleks, dan salah satuwujud yang paling sederhana daripati adalah glukosa. Glukosa ataupati merupakan zat yang dihasilkandi dalam proses fotosintesis. Prosesfotosintesis berlangsung pada dauntetumbuhan, khususnva bagian vanijdisebut klorofil, vakni bagian daunvang berwarna hiiau. Di sampinir

63

Page 3: pelestari dapat melaksanakan para pelestari diharapkan

glukosa atau paid, proses fotosintesisjuga menghasilkan oksigen. Untukmenghasilkan paid dan oksigen,proses fotosintesis memerlukanbahan baku (Baker dkk., 1979).Bahan baku yang diproses di dalamfotosintesis adalah air yangmengandung garam mineral dankarbon dioksida. Air dan garammineral berasal dari tanah dan

diserap oleh pohon melalui bagianakar (Brady, 1981). Sementara itu,karbon dioksida diperoleh dariudara dan diserap oleh pohonmelalui stomata yang ada pada daun.Proses fotosintesis tersebut hanyadapat terselenggara bila ada sinarmatahari yang menyerpa dauntetumbuhan tersebut.

Dengan demikian,manakala (1) tersedia air cukupbanyak karena musim penghujanatau karena adanya air irigasi, (2)tersedia garam mineral cukup yangdisediakan oleh tanah yang subur,dan (3) tersedia banyak sinarmatahari, maka pati akan semakinbanyak terbentuk di dalam diripohon melalui proses fotosintesis.Oleh karena itu, pad kadang-kadang disintesis di dalam jumlahyang banyak apabila bahan bakunyabanyak tersedia, tetapi kadang-kadang pati juga disintesis dalamjumlah sedikit, apabila bahanbakunya sedikit tersedia. Olehkarena itu, jumlah pati bervariasi didalam kayu. Dengan kata lain,kandungan pati bervariasi di dalamka>ai.

Pati di dalam kajoi akandisimpan di dalam jaringan tertentupada ka)ai yang disebut sebagaijaringan parenkim. Jaringanparenkim ini secara strukturaldiwakili oleh parenkim longitudinaldan parenkim jari-jari(Soenardi,1977a). Di sampingjaringan parenkim, pati jugadisimpan dan sel-sel lainnya yangmasih hidup dan berfungsi secarafisiologis, semisal jaringan serat. Sel-

sel yang masih hidup dan berfungsisecara fisiologis terdapat padabagian kayu yang disebut kayu gubal(dalam bahasa jawa disebut kayukuwal). Sementara itu, pada bagiankajoa yang disebut kayu teras (dalambahasa jawa disebut kayu galih), sel-sel penyusunnya telah mati dan tidakberfungsi secara fisiologis, kecualijaringan parenkim, sehingga patihanya berada di dalam jaringanparenkim. Oleh karena itu, kayugubal mengandung pati lebihbanyak daripada kayu teras.

Selain itu, batang kayu jugatersusun atas lingkaran-lingkarantahun. Setiap lingkaran tahun akanterdiri atas bagian kayu awal danbagian kayu akhir. Bagian kayu awalmerupakan bagian kayu yangdibentuk pada awal pertumbuhanpohon. Sebaliknya, bagian kayuakhir merupakan bagian kayu yangdibentuk pada akhir pertumbuhanPanshin dkk., 1952). Padaumumnya, bagian kayu awalmemiliki sel yang berukuran besardengan dinding sel yang tipis dan^ongga sel yang besar. Di sampingitu, kayu awal mengandung lebihbanyak parenkim, terutamaparenkim inisial. Oleh karena itu,kayu awal mengandung pati lebihbanyak daripada kayu akhir.Mekanisme berkurangnya pati didalam kayu pada prosesperendaman.

Selama direndam, kayu ataubambu itu akan menyerap air dandimensinya mengembang, baikdimensi dalam arah panjang, lebarmaupun tebal. Proses

pengembangan ini diikuti denganproses melarutnya zat ekstraktifdari golongan yang larut air,misalnya gula, glukosida, tanin,beberapa senyawa nitrogen, dan zatpewarna kayu atau bambu.Sementara itu, pati merupakan zatekstraktif dari golongan yang tidaklarut dalam air, sehingga pati akantetap berada dalam jaringan kayu

atau bambu (Suranto, 2002).Kehadiran zat ekstraktif

yang larut dalam air (antara lain gula,glukosida dan tanin tersebut) padaair rendaman akan mengakibatkanair rendaman itu secara berangsur-angsur mengalami perubahansusunan kimia. Hal itu terUhat dari

warna air yang mengeruh dankonsentrasinya menjadi lebih pekat.Air yang kondisinya demikianmerupakan media yang sangat baikbagi pertumbuhan mikrobia (jasadrenik). Mikrobia ini didominasi olehbakteri, terutama Bacillus subtilis, B.masentiricus, Lactobacillus sp, danStaphylococcus sp. Kehadiranberbagai jenis bakteri ini akanmengeluarkan berbagai jenis enzim,antara lain enzim amilase, enzimmaltase, enzim glukonase. Enzim-enzim ini dapat menguraikan patiyang ada di dalam kayu atau bambuitu menjadi unsur-unsur lebihsederhana (Kuswanto, 2006). Patiyang semula tidak larut di dalam airakan berubah menjadi unsur yanglebih sederhana yang akan larut didalam air. Penguraian iniberlangsung secara bertahap tetapibersinambung terus menerus

melalui proses fermentasi secaraberantai.

Dengan proses fermentasiyang berlangsung secara berantaiitu, pati akan diubah pertama kalimenjadi disakarida dan perubahanini diperankan oleh enzim amilase.Disakarida yang dihasilkannya,kemudian akan diubah lebih lanjut

menjadi glukosa dan perubahan inidiperankan oleh enzim maltase.Glukosa akan difermentasi lebih

lanjut menjadi asam pirufat danperubahan ini diperankan olehenzim glukonase. Asam pirufat akandireduksi menjadi asam laktat danasam laktat akan didekarbosilasimenjadi asetaldehida. Akhirnya,asetaldehida akan direduksi menjadi

etanol. ti,tanol ini merupakan salahsatu jenis alkohol, sehingga etanoj

64

Page 4: pelestari dapat melaksanakan para pelestari diharapkan

akan larut dalam air rendaman.

Secara keseluruhan, pada akhirproses fermentasi itu akanterbentuk berbagai jenis alkohol(semisal etanol, butanol dan aseton)dan asam-asam organik (misalnyaasam cuka dan asam butirat) sertagas-gas (semisal karbondiksida,asam arang, metan, dan hidrogensulfida). Seluruh senyawa produkfermentasi berantai ini akan larut di

dalam air dan produk-produk inilahyang menimbulkan aromamenyengat atau bau kecing pada airdan bau akan menyebar di sekitarkolam perendaman tersebut.

Sebagaimana disebutkan,bahwa semua senyawa yangdihasilkan sebagai produk akhir didalam proses fermentasi itu akanlarut dalam air. Dengan demikian,pati yang semula tidak larut dalamair akan berubah oleh prosesfermentasi menjadi senyawa atauunsur yang dapat larut dalam air.Lama kelamaan, proses fermentasiakan mengakibatkan penurunankadar pati dan bahkan meniadakankeberadaan pati di dalam kajoi ataubambu.

Manakala di dalam ka^oaatau bambu tidak lagi mengandungpati, mengapa kayu atau bambu itumenjadi lebih awet? Untukmenjawab dan memahamimengenai hal ini, maka dipandanperlu untuk menyajikan ilmumengenai kemunduran kualitaskayu, yang disebut juga ilmudegradasi ka^oi atau ilmu kerusakankayu. Ilmu ini membahas tentangberbagai faktor penyebab kerusakan(degradator) kayu dan mekanismekerusakan yang berlangsung padakayu. Penyajiannya dipaparkan didalam sub bab berikut.

Ilmu degradasi kayu.Semua jenis kayu, baik vang

berkualitas tinggi apalagi yangberkualitas rendah, akan mcngalami

kerusakan. Kerusakan kavu pada

umumnya akan berlangsung secaraperlahan-lahan, meskipun ada pulayang berlangsung secara mendadakatau sekejap. Kerusakan kayudisebabkan oleh berbagai aktorpenyebab atau degradator.Mengingat bahwa penyebabkerusakan ka^oi sangat beragam,maka diperlukan adanyasistematisasi untuk memahaminya.Dalam konteks sistematisasi ini,aktor penyebab kerusakan kajnidikelompokkan menjadi duakelompok utama, yakni (1)penyebab yang- berupa faktorlingkungan dan (2) penyebab yangberupa faktor biotik (Nicholas,1973).

Faktor lingkungan yangmenjadi penyebab kerusakan kayudibedakan lebih lanjut menjadiempat macam, yaitu cuaca, panasdan api, beban mekanis dan bahankimia (Suranto,2006). Sementaraitu, faktor biotik

penyebabkerusakan kayudibedakan lebih

lanjut menjadi duagolongan, yaituorganisme mikrodan binatang.Golonganorganisme mikroperusak kayum e 1 i p u t icendawan dan

b a k t e r i .

Berdasarkan jeniskerusakan padakayu, cendawan perusak kayudibedakan lebih lanjut menjadi tigajenis, vaitu cendawan pembulukkayu, cendawan penoda kaxai, dancendawan pembusuk ka^m ataucendawan pelapuk ksxu.

Agen perusak ka\Tj berupabinatang dibedakan lebih lanjutmenjadi dua kelompok, yaitubinatang vang hidup di darat danbinatang yang hidup di laut.

Fakto

Golongan binatang

Di darat

Kelompok rayap(Isoptera)Kelompok kumbang

bubuk (Coleoptera)Semut dan lebah

(Hymenoptera)

Binatang yang hidup di darat akanmerusak kayu yang ada di darat.Binatang yang hidup di daratdibedakan lebih lanjut menjadi tigakelompok, yaitu (1) kelompok rayap(isoptera), (2) kelompok kurabangbubuk (coleoptera) dan (3)kelompok semut dan lebah(hymenoptera). Sebaliknya,binatang yang hidup di laut akanmerusak kayu yang ada di laut.Binatang laut ini dibedakan lebihlanjut menjadi dua kelompok, yaitu(1) kelompok moUusca, dan (2)kelompok crustacea (Subyanto,2006).

Oleh karena begituberagamnya penyebab kerusakankayu atau degradator kayu, makaSubyanto (2006) membuatpengelompokkan penyebabkerusakan ka^oi tersebut di dalamsebuah skema sebagai berikut;

Kayu yang akan terdegradasi

Degradator

r biolik (OPK) Faktor abiotik

Mold

(Jamurpembulukpermukaan)

JamurGolongan

mlkroorganismeStain (noda)

Bakten

Decay/ rot(Jamurpelapuk/pembusuk)

Di laut:

Mollusca

Crustacea

Setiap degradator tersebutakan merusak kayu dengan carayang unik, sehingga degradator vangsatu akan berbeda terhadapdegradator yang lain dalam hal caramerusak ka\-u. Keunikan tersebutdapat dilihat dan aspek komponenkimia kayu yang dirusak maupunmekanisme perusakan terhadapkomponen kimia kavu tersebutMekamme perusakan komponen

65

Page 5: pelestari dapat melaksanakan para pelestari diharapkan

kimia kayu dapat berlangsungdengan pola depolimerisasikomponen kimia kayu, atau polakonsumsi terhadap komponenkimia kayu tersebut atau poladegradasi lainnya. Untukmemahami lanjut mengenai hal itu,maka berbagai komponen kimiapenyusun kayu perlu disajikan.Secara lingkas, berbagai komponenkimia penyusun kayu dapatdiperikan sebagai berikut.

Kayu tersusun atas suatumatriks atau kerangka yang terdiriatas unsur-unsur kimia kayu, yaituselulosa, hemiselulosa dan lignin(Soenardi, 1977b). Meskipun fungsisetdap unsur kimia itu tidak dapatdipilah secara tegas, unsur selulosadan hemiselulosa akan cenderungmengakibatkan kayu memilikikekuatan, sedangkan unsur ligninakan cenderung mengakibatkankayu memiliki kelenturan (atausebaliknya kekakuan) dankekerasan. Di samping matrik yangterdiri atas selulosa, hemiselulosadan lignin tersebut, kayu juga

^ mengandung zat ekstraktif dan pad(Prayitno, 2007). Zat ekstraktifmerupakan zat yang mengakibatkankayu memiliki sifat keawetan alamidan sifat perwarnaan dan kilap. Zatekstraktif dapat diekstrak ataudikeluarkan dari kayu tanpa merusakmatriks atau kerangka kayu tersebut.Dengan demikian, kayu masihmemiliki kekuatan dankekerasannya meskipun zatekstraktifnya telah dikeluarkan darikayu (Soenardi, 1977b).

Sementara itu, patimerupakan zat hasil fotosintesisyang disimpan di dalam kajoi danyang berfungsi sebagai cadanganmakanan bagi pohon tersebut. Padasaat tertentu, pati akan diubahmcnjadi energj untukmenyelenggarakan proses fisiologipohon di dalam rangkamenyelanggarakan aktivitashidupnya. Pada saat yang lain, pati

akan disintesis dan

dipolimerisasikan oleh pohon ituuntuk membentuk selulosa,hemiselulosa, lignin maupun zatekstraktif dalam rangkapertumbuhan diri pohon itu danmenambah ukuran pohon itu, baiktumbuh secara meninggi maupuntumbuh secara membesar (Prayitno,2007). Di samping itu, kayu jugatersusun dari satu lagi unsur kimiakayu, yaitu zat mineral kayu. Zatmineral ini akan tersisa sebagai abuapabila kayu tersebut terbakar habis.Bila dilihat dari sudut pandangkomponen kimia kayu yang dirusak,maka seluruh degradator itu dapatdikelompokkan menjadi duakelompok. Kelompok pertamaadalah degradator yangmengkonsumsi pati dan dengandemikian akan merusak ka^m yangmengandung pati tersebut.Kelompok kedua adalah kelompokdegradator yang merusak matrikskayu, yaitu selulosa, hemiselulosadan lignin. Degradator yangmengkonsumsi pati dan merusakkayu adalah kelompok kumbangbubuk (coleoptera) dan bakteri.Sebaliknya, degradator yangmengkonsumsi selulosa,hemiselulosa atau lignin sehinggamerusak kayu adalah seluruhdegradator yang bukan kelompokkumbang bubuk (coleoptera) danbakteri (Nicholas, 1973).

Proses degradasi terhadappati oleh bakteri telah diperikan didalam sub bab "Mekanismeberkurangnya pati di dalam kayuyang sedang direndam" tersebut diatas. Degradasi pati di dalam kayuoleh bakteri justru dimanfaatkansebagai proses pengawetan kayuoleh kearifan tradisional masyarakatetnik Jawa. Dengan kata lain,kearifan lokal budaya etnik Jawamengajarkan dan menganjurkanaktivitas perendaman secaratradisional terhadap kayu sebagaiproses pengawetan kayu.

Perendaman secara tradisional ini

ternyata mengakibatkan prosesdegradasi terhadap pati yang ada didalam kayu, sehingga kandunganpati menjadi berkurang dan bahkankandungan itu dapat menjadi nolatau habis, sehingga kayu tidakmengandung pati sama sekali.

Sementara itu, proses

pengurangan pati di dalam kayuyang terjadi karena pati tersebutdimakan oleh kumbang bubuk yangmenggerek kayu merupakan suatumekanisme pengurangan pati didalam kayu tetapi disertai denganproses pengrusakan terhadap kayu.Mengapa demikian? Untukmemahami hal itu, maka sub-bab"Kumbang bubuk sebagaipenyebab kerusakan kajai perludisajikan sebagai berikut.

Kumbang bubuk sebagaipenyebab kerusakan kayu.

Kumbang bubukmerupakan salah satu famili(kerabat) di dalam ordo (kerabatbesar atau "trah") kumbangpenggerak kayu. Kumbangpenggerek ka>ai termasuk dalamordo Coleoptera. Kumbangpenggerek kayu memiliki anggotapaling banyak, yakni lebih kurang40% dari jumlah serangga yang adadi dunia. Kelompok serangga initelah beradaptasi pada berbagaihabitat, sehingga anggota-anggotanya dapat dijumpai hidupdimana pun, terutama dijumpai diudara bebas. Serangga ini memilikiukuran tubuh sangat bervariasi, dariserangga yang memiliki ukurantubuh sangat kecil (± 1 mm) sampaidengan serangga-serangga yangmemiliki ukuran tubuh besar (+beberapa cm). Banyak seranggapenting di dalam ordo Coleopteraakan menyerang kayu dalamberbagai kondisi kayu, yakni kayusegar yang baru saja ditebang dankayu yang telah kcring, baik kayukering yang telah digunakan sebagai

66

Page 6: pelestari dapat melaksanakan para pelestari diharapkan

komponen konstruksi bangunanmaupun ka)ai kering yang disimpandi dalam gudang (Subyanto, 2006).Kumbang Penggerek Kayudibedakan menjadi tiga kelompokfamili, didasarkan pada tipekerusakan, yaitu (1) Kumbangbubuk (yang mcliputi genus:Lyctidae, Bostrychidae, Anobiidae);(2) Penggerek lubang-jarum (yangmeliputi genus: Scolytidae,Plat}^odidae), dan (3) Cacing ka\Tj(y^ng meliputi genus: Brentidae,Lymexylidae). Meskipun ketigakelompok famili ini hidup dengancara menggerek kayu, kumbangbubuk merupakan salah satu familidari kelompok serangga tersebutyang paling dahsyat merusak. Dayaperusaknya terhadap ka^-u tergolongdalam nomor urut dua, karena davaperusak yang nomor pertamadisebabkan oleh rayap (Subyanto,

2006). Kumbang bubuk dalamkhasanah bahasa jawa disebut

"thether", "thothor", atau "ether-

ether". Dalam khasanah bahasailmiah, kumbang bubuk diwakilioleh satu jenis yang disebutDinoderus minutus F. Kumbangbubuk lebih suka menyerang kayu,glugu, bambu, dan rotan yang telahdikeringkan.

Untuk memahami

bagaimana kumbang bubuk inimerusak kayu, maka pengetahuanmengenai bioekologi kumbangbubuk perlu disajikan. Penyajianmengenai biologi, perilaku danUngkungan kumbang bubuk akandikemas di dalam alinea berikut.

Sepasang kumbang bubuk dewasa,yakni yang berkelamin jantan danbetina, terbang bersama dari sebuahkayu untuk mencari kavu lainsebagai tempat tinggal yang baru,menjalani hidup bersama danberkembang biak. Ka\ u yangdipilih

untuk didatangi adalah kayu yangmengandung banyak pati dan kayuyang tidak terlalu keras. Sctelah 1

tinggal bersama di dalam kayu tlan

melakukan perkawinan, makakumbang betina akan bertelordengan jumlah yang sangat banyak.Telor tersebut diletakkan juga didalam kayu sebagai tempattinggalnya yang baru oleh kumbangbubuk betina. Telor menetas akan

menjadi larva. Pada suatu saat, larvaberubah bentuk menjadi pupa. Padaakhirnya, pupa berubah menjadidewasa (imago). Dengan demikian,kumbang bubuk mengalamiperubahan bentuk (metamorfosis)secara sempurna di dalam satu siklushidupnya, yakni melalui 4 stadia,yaitu: telur —► larva pupadewasa (imago). Stadium larvamemiHki bentuk dan ukuran tubuhyang bervariasi, sedangkankumbang bubuk yang dewasadicirikan oleh adanya sayap depan.Sayap depan ini mengeras ataumenanduk. Apabila istirahat, makasayap ini melipat dan pinggirbelakang sayap depan tersebut akanmembentuk garis lurus di ataspunggung (Subyanto,2006).

Di antara keempat stadiaitu, maka stadia larva merupakanstadium perkembangan yang sangatmerugikan dan paling merusakka^m. Hal ini disebabkan karenalarva berjumlah sangat banyak, danberumur panjang dibandingkandengan jumlah dan umur stadialainnya. Di samping itu, larva selaluhidup menetap di dalam ka\Ta yangditempati itu karena dirinya tidakpernah pindah ke ka^-u lainnya.Kegiatan larva ini adalah menggerekl<a\u untuk memperolehmakanannya. Makanan tersebutadalah pati yang berada di dalamkayu.

Proses penggerekan ka}Tioleh larva kumbang ini dilakukandengan cara membor ka\Ti danmcmbuat liang atau terowongankccil di dalam kavu. Kcberadaanterowongan ini dalam jumlah yang

") e s a r d i dalam kayu akanmeugakiharkan ka\ u tcrscbur akan

kehilangan banyak substansi kayu,sehingga kayu akan menjadi lebihlemah dan lebih rapuh untukmenahan beban yang sedang dahharus didukungnya.

Kayu hasil gerekan olehserangga ini kemudian dimakannya,terutama untuk mencerna pati yangterkandung di dalam kayu tersebut.Ka}ai yang dimakan dan dicerna inikemudian direduksi dan ^kandikeluarkan sebagai kotoran(faeces). Kotoran dikeluarkannyadalam bentuk serbuk halus mt'tipdengan tepung gandum. Kotoranyang bentuknya demikian seringdisebut bubuk. Dengan demikian,lorong yang dihasilkan oleh caramakan seperti itu akan berisi hasilpemboran dan kotoran yangbentuknya mirip serbuk. Serbuktersebut dikeluarkan pada mulutliang dan tertumpuk di sekitar kayuyang diserang. Oleh karenafenomena itulah maka kumbang inidisebut kumbang bubuk.

Oleh karena kumbangbubuk ini memakan pati di dalamka}!!, baik ketika kumbang bubukberada pada stadium dewasa apalagiketika berada pada stadium larva,maka semakin banyak paid yangdikandung di dalam kayu, semakinintensif pula kayu tersebut digerekoleh kubang bubuk ini, sehinggaka}^ juga semakin lemah ataurendah kekuatannya. Sebaliknya,kayu yang semakin sedikitmengandung pati, maka kayutersebut semakin tidak diminati olehkumbang bubuk untuk datang danbertempat-tinggal di dalam ka\aiserta menggerogoti ka\ai tersebut,sehingga kekuatan kayu tidakberkurang oleh aktivitaspenggerekan kumbang bubuk.

Oleh karena perendamankavu merupakan prosespengurangan atau bahkanpenghilangan pan vang dikandungf" maka kaxai hasilperendaman akan sedikit sekali atau

Page 7: pelestari dapat melaksanakan para pelestari diharapkan

tidak lagi mengandung pad. Kayuyang demikian tidak lagi menarikbagi kumbang bubuk untuk datangdan bertempat tinggal, karena kajoiini tidak mangandung paid sehinggatidak menyediakan paid sebagaimakanannya. Dengan demikian,kayu akan menjadi lebih awet karenakayu tidak digerek oleh kumbangbubuk.

Efektivitas pengawetan kayudengan cara perendaman secaratradisional

Pengawetan kayu secaratradisional dengan cara merendamka)^ di dalam air tergenang, atau airmengalir atau lumpur merupakanproses pengurangan atau

menghilangkan paid yang dikandungdi dalam kayu melalui prosesfermentasi oleh bakteri. Oleh

karena itu, proses pengawetansecara tradisional ini hanya efektifuntuk menghindarkan kayu dariserangan kumbang bubuk. Hal inidisebabkan karena kumbang bubukyang memakan paid yang dikandungdalam kajm itu menjadi tidak tertariklagi kepada kicyu tersebut sehinggaumbang ini menjadi enggan untukdatang dan menggerak ksyu sertamenjadikan ka}ai tersebut sebagaitempat tinggal dan tempatberkembang biak. Dengandemikian, ka}u akan terhindar dariaktivitas penggerekan olehkumbang bubuk.

Sebaliknya, prosespengawetan secara tradisionaldengan cara perendaman ini tidakakan mengubah secara berartiterhadap unsur-unsur penyusunstruktur kayu, yaitu selulosa,hemiselulosa dan lignin. Selulosanaerupakan komponen kimia yang

struktur kayu danl^omponen ini diperlukan oleh rayapuntuk dimakan di dalam rangkamempertahankan hidupnya, baikrayap tanah maupun raya kayukering. Sementara itu, selulosa,

hemiselulosa dan lignin merupakankomponen kaju yang diperlukanoleh cendawan (jamur) dan olehkarena itu cendawan akan mencerna

unsur-unsur Idmia ka}u ini. Dengandemikian, pengawetan kajoi dengancara perendaman kayu tersebuttidak akan efektif untuk

menghindarkan ka}'u dari seranganrayap dan cendawan, baik cendawanpembusuk kayu maupun cendawanpelapuk kayu. Dengan kata lain,rayap akan tetap memakan ka}ai dancendawan jug^ akan tetap mencernakayu, meskipun ka}u tersebut telahdiawetkan dengan cara perendamansecara tradisional, sehingga kayuhasil perendaman itu akan tetaprusak dimakan oleh rayap dan akantetap busuk arau lapuk dicerna olehcendawan.

Untuk menghindarkan kayudari serangan rayap dan cendawan,budaya etik Jawa memiliki kearifantersendiri ya^g mengajarkan danmenganjurkati untuk melaksanakanteknologi tert^ntu untuk menanganidan memperjakukan kaju pascapanen. Setjioga kita masihdikaruniai daya-daya insani danwaktu oleh Aljah Yang Maha Kuasasehingga ki^a di masa dekatmendatang masih memilikikemampuan dati kesempatan untukmembahas tu^ngenai teknologikayu lainnya sebagai salah satuwujud kearifau budaya lokal etnikJawa dalam Upaya menghindarkankayu dari s^fangan rayap dancendawan (jamuJr)- 0

Daftar Pustal^^

Baker F. S., Dafiiel, T.W., dan HelmsJ.A., 1^79. Principles ofSilviculture. McGraw-HillIncorpor-ition. New York.

Brady, 1981. The Nature andPropertic;^; of Soil. McGraw-Hill Incoj-poration. New York.

Kallmann F.F'i.P^ dan Ciote, VC.A., 1968.Principle />f Wood Science andTechnoK.yty. Springer-Verlag.

New York Inc.

Kuswanto, 2006. KemunduranKualitas Kaj'u olehMikroorganisme Perusak Kaju.Fakultas Kehutanan Universitas

Gadjah Mada. Yogyakarta.Nicholas, D.D., 1973. Wood

Deterioration and Its

Prevention by PreservativeTreatment. Syracuse Universit)'Press. New York.

Panshin, A.J, C. de zeeuw, dan BrownH.P., 1952. Textbook of WoodTechnology. Vol. 1. Structure,Identification, Uses andProperties of the CommercialWood of United State.Mc.GrawHill Book Company.

New York, San FranciscoToronto, London.

Prayitno, 2007. Pertumbuhan Pohondan FTstraktif. Program StudiIlmu Kehutanan. Sekolah PascaSarjana. Fakultas KehutananUniversitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Soenardi, P. 1977a. Ilmu Kayu.Yavasan Pembina FakultasKehutanan Universitas GadjahMada. Yogyakarta.

^ 1977b. Ilmu Kjmia Ka^u.Yavasan Pembina FakultasKehutanan Universitas GadjahMada. Yogyakarta.

Subvanto, 2006. Kemunduran KuahtasKayu oleh Serangga PerusakKavu. Fakultas KehutananUniversitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Sulthoni, A., 1983. Bamboo Handlingin The Rural Areas ofYogyakarta (Indonesia) withSpecial Reference to It'sTraditional Preservation. IDRCBambt)o Preservation Project.

Suranto, Y., 2002. 1 engawetan Kayu,Bahan dan Metode. PenerbitKanisius. Yogyakarta.

, 2006. KemunduranKualitas Kayu oleh FaktorLingkungan Non-Rio tis.Fakultas Kehutanan UniversitasGadjah Mada. 'i'ogyakarta.

68