pelayanan transportasi angkutan kota di kota samarinda - badan penelitian dan pengembangan daerah...

39
Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA 1 PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2006 Lisensi Dokumen : Copyright @ Balitbang Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintahan Provinsi Kalimantan Timur

Upload: oepick-thalib

Post on 26-Dec-2015

89 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

1

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

2006

Lisensi Dokumen : Copyright @ Balitbang

Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintahan Provinsi Kalimantan Timur

Page 2: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

2

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

BADAN ARSIP, DIKLAT DAN LITBANG DAERAH (BADL)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Samarinda merupakan ibu kota Propinsi

Kalimantan Timur dan letaknya yang sangat strategis, sehingga memberikan indikasi yang kuat tentang kemampuan daya saing tinggi untuk peningkatan berbagai sektor ekonomi. Kota Samarinda memiliki kepadatan penduduk yang tinggi (luas wilayah 783 Km2 dengan jumlah penduduk tahun 2003 tercatat 562.463 jiwa, sedangkan pada tahun 2004 meningkat menjadi tercatat 561.997 jiwa.

Kota Samarinda yang merupakan simpul dari pertumbuhan industri, jasa, perdagangan dan transportasi dari kota dan kabupaten sekitarnya adalah merupakan salah satu keunggulan komparatif terhadap pertumbuhan daerah. Keberhasilan pembangunan pada daerah ini tidak terlepas dari peran aktif sektor jasa tansportasi sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial, budaya, politik dan pertahanan keamanan. Keberhasilan pembangunan akan lebih berarti apabila dapat memberikan pelayanan transportasi yang memadai bagi pengguna jasa tersebut.

Jumlah kendaraan bermotor di Samarinda tercatat sebanyak 222.781 buah (2004), ini menunjukkan bahwa ± setiap3 (tiga) jiwa penduduk memiliki 1 (satu) kendaraan bermotor. Ini berarti bahwa lebih dari 1/3 jumlah kendaraan bermotor Provinsi Kaltim berada di Samarinda (tahun 2003 sekitar 33,60% dan 2004 sekitar 34,16%). Namum sejalan dengan perkembangan kota, dimana terjadi peningkatan jumlah penduduk dan aktifitasnya, tentu menuntut suatu pelayanan transportasi yang prima yang dapat memberikan kepuasan bagi si penggunan jasa angkutan. Oleh karena itu yang perlu diperhatikan oleh para penyelia jasa angkutan antara lain meliputi aspek keamanan, ketepatan, keteraturan, kenyamanan, kecepatan, kesenangan dan kepuasan pengguna.

Permasalahan yang dihadapi adalah sering terjadinya persaingan tidak sehat antara angkutan atau para sopir / ojek bahkan muncul kelompok calo yang pada gilirannya dapat merugikan masyarakat pengguna jasa angkutan. Oleh sebab itu maka penataan sistem pelayanan harus dilakukan secermat mungkin sehingga diharapkan peluang-peluang dari berbagai pihak yang dapat merugikan pengguna jasa angkutan akan dapat diminimalisir.

Dalam kerangka pikir yang lebih luas dapat dijelaskan bahwa perkembangan penduduk, pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial budaya masyarakat, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat, telah menyebabkan makin tinggi dan bervariasinya aktivitas, mobilitas, dan pergerakan penduduk perkotaan. Lebih lanjut, keadaan ini mendodorong meningkatnya kebutuhan akan transportasi perkotaan. Kebutuhan akan hal ini pada dasarnya bermuara pada kalkulasi perbandingan antara kebutuhan dimaksud dengan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi itu sendiri. Di sinilah pangkal permasalahan munculnya permasalahan transportasi perkotaan, yaitu di satu sisi faktor-faktor kebutuhan (demand side) terus meningkat, namun di sisi lain kondisi sarana dan prasarana serta perangkat lainnya (supply side) tidak menunjang. Akhirnya, muncul ketidakseimbangan (inequilibrium) dalam sistem transportasi perkotaan.

Tuntutan akan transportasi perkotaan, telah menurunkan permintaan lanjutan (derived demand) terhadap peran dan fungsi pemerintah dan secara spesifik terhadap organisasi pemerintah yang terlibat di dalamnya, sebagai penentu kebijakan yang dapat memberikan rangsangan (stimulus) dan dorongan (motivation) kepada semua komponen yang terlibat dalam sistem transportasi perkotaan. Dalam konteks ini, pemerintah sebagai pemegang kebijakan harus mengarahkan peran dan fungsinya kepada tuntutan masyarakat tersebut (market oriented) sebagai orientasi dan

Page 3: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

3

tujuan utamanya. Melalui prinsip ini, orientasi dan tujuan utama dari setiap pelayanan masyarakat adalah terpenuhinya kepuasan masyarakat sebagai pemakai dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah (Osborne dan Gaebler,1992).

Prinsip ini akan menjadi sangat penting sejalan dengan kompleksitas kebutuhan masyarakat yang justru seringkali percepatannya tidak mampu terikuti oleh organisasi pemerintahan. Maka untuk itu dalam mencapai tujuan tersebut, organisasi pemerintahan, hendaknya mengembangkan prinsip catalitic gavernment, yang mengandung pengertian bahwa aparatur pemerintah harus lebih menekankan pada fungsi pengatur (steering) dari pada fungsi pengelola (rowing) dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam kaitan ini, peningkatan peran dan fungsi pemerintah, tidak mesti diartikan sebagai operasional langsung (direct operation), tetapi lebih diorientasikan kepada aspek pengaturan, percepatan, pemberian dorongan dan rangsangan, serta pembinaan.

Dalam kaitan ini, apabila meningkatnya kebutuhan sarana dan prasaranan transportasi tidak didukung oleh penyediaan kapasitas yang memadai, maka pada giliran berikutnya mendorong sejumlah masalah seperti kondisi saat ini; sering terjadinya kemacetan lalu lintas, keamanan di jalan dan di dalam kendaraan kurang terjamin, kenyamanan penumpang kurang, terminal dan tempat parkir semrawut, tempat pemberhentian tidak diindahkan, ketentuan-ketentuan dan rambu-rambu lalu lintas kurang dihiraukan, ijin trayek yang tidak jelas, sanksi terhadap pelanggar tidak tegas, kurang meratanya pendistribusian rute angkutan, dan sebagainya.

Penelitain Ofyar Z. Tamin, Tahun 1995 (1997: 364) misalnya, telah mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kelemahan sistem pengelolaan transportasi perkotaan di beberapa kota di Indonesia sebagai berikut: 1. Belum terbentuknya Dinas Lalu Lintas

Angkutan Jalan Tingkat II pada setiap kota di Indonesia;

2. Lemahnya mekanisme hubungan kerja atau koordinasi antar instansi yang terkait dalam masalah transportasi perkotaan;

3. Tidak jelasnya wewenang dan tanggung jawab setiap instansi dalam penanganan masalah transportasi perkotaan;

4. Kurangnya sumber daya manusia, baik dari sisi kualitas mapun dari sisi kuantitas;

5. Kurang lengkapnya peraturan pelaksanaan yang ada dan tidak tersedianya arahan mengenai bagaimana sebaiknya sistem pengelolaan transportasi perkotaan dilakukan dengan melihat tingkat kompleksitas permasalahan transportasi perkotaan yang ada, tipologi kota, dan lain-lain.

Tamin juga mengidentifikasi beberapa aspek negatif angkutan umum jalan raya sebagai berikut (Tamin, 1997: 364): Tidak adanya jadwal yang tetap Pola rute yang memaksa terjadinya transfer Kelebihan penumpang pada saat jam sibuk Cara mengemudikan kendaraan yang

sembarangan dan membahayakan keselamatan

Kondisi internal dan eksternal yang buruk. Disamping permasalahan yang telah

teridentifikasi itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan yang mengatur sektor di atas, yaitu tentang angkutan, pada saat ini masih dilaksanakan oleh beberapa lembaga. Izin trayek dilakukan oleh Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan; Penggunaan dan pengaturan jalan, dilakukan oleh Kepolisian, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan; Rencana tata ruang kota, dilakukan oleh Bappeda. Dan banyak lagi permasalahan lain yang tidak kalah pentingnya dalam menciptakan iklim transportasi di perkotaan.

Lalu, dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan diperbaharui dengan UU No. 32 Tahun 2004, yang didalamnya menekankan tentang otonomi pada pemerintahan Kota dan Kabupaten, maka perlu segera dilakukan pembenahan tentang kebijaksanaan disegala bidang, diantaranya adalah tentang angkutan perkotaan, baik yang menyangkut aspek kebijakan, kelembagaan maupun manajemen/penataan dan pengelolaan transportasi perkotaan. Atas dasar itulah, penelitian ini dilakukan.

Page 4: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

4

B. Permasalahan Penelitian Dari latar belakang sebagaimana

dipaparkan diatas, dapat dirumuskan adanya permasalahan penelitian sebagai berikut: ”Sistem pelayanan angkutan umum transportasi darat di Kota Samarinda masih belum efektif”. C. Tujuan dan Sasaran Penelitian

Penelitian ataupun kajian ini bertujuan antara lain, untuk : • Menilai efektivitas fungsi angkutan umum

penumpang; • Menilai keadaan penataan trayek pelayanan

angkutan umum penumpang; • Merumuskan pokok-pokok pikiran ke arah

pengelolaan pelayanan yang lebih efektif sistem transportasi darat di Kota Samarinda.

Sasaran dari penelitian / kajian ini utamanya adalah memberikan bahan rekomendasi kepada Pemkot Samarinda dan stakeholder lainnya tentang kebijakan, langkah dan strategi dalam menata sistem pelayanan transportasi perkotaan di wilayah Kota Samarinda.

Adapun hasil yang diharapkan dari penelitian / kajian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang keadaan sistem pelayanan angkutan umum transportasi darat saat ini di Kota Samarinda dan rekomendasi perbaikan sistemnya menjadi lebih baik. D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup substansial dari penelitian / kajian ini diharapkan dapat mencakup beberapa dimensi transportasi sebagai berikut: 1. Transportasi penumpang dan barang kota

Samarinda. 2. Prasarana yag dimiliki antara lain terminal

dan halte. 3. Sarana, misalnya ketersediaan sarana

transportasi angkutan darat secara proporsional.

4. Jaringan (trayek/rute) baik angkutan darat. 5. Pelayanan yang meliputi pelayanan kepada

penumpang, kelancaran dan kecepatan untuk alih moda, dan lainnya.

Adapun ruang lingkup penelitian / kajian dilihat dari obyek kebijakan dan/atau

pelayanan sektor transportasi meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1. Wilayah kerja Dishub dan Dispenda Kota

Samarinda; 2. Kendaraan bermotor roda 4 angkutan umum

yang beroperasi dan melayani penumpang di wilayah Kota Samarinda (tidak termasuk ojek, mobil carteran antar kota, dan taksi argo);

3. Kendaraan bermotor roda 4 angkutan umum untuk angkutan orang, tidak termasuk angkutan barang.

METODOLOGI PENELITIAN A. Jangka Waktu Penelitan

Penelitan / kajian ini direncanakan akan dilakukan dalam enam bulan (Juli s/d Desember 2006) mencakup kegiatan-kegiatan persiapan, pelaksanaan studi dan pelaporan. Persiapan studi meliputi rapat tim, ujicoba instrumen penelitian dan penyiapan alat-alat kerja dan bahan penelitian, termasuk pengumpulan data sekunder yang dibutuhkan. Tahap pelaksanaan terdiri dari kegiatan pengumpulan data dari lapangan, validasi data dan pengolahan data yang telah dikumpulkan. Sedang pelaporan meliputi kegiatan penyampaian hasil studi dalam forum seminar atau media pemberitaan lainnya dan dokumentasi dalam bentuk laporan. B. Pengumpulan dan Analisis Data

Penelitan / kajian ini menggunakan jenis data dan prinsip analisis data sebagai berikut: • Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder ini dilakukan pada tahap persiapan studi, meliputi identifikasi penetapan jenis data yang ingin diperoleh dan dimana data tersebut diperoleh. Selanjutnya tim studi merangkum hasil tersebut ke dalam format atau matriks tertentu sesuai dengan kebutuhan.

• Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan melalui teknik wawancara, kuisioner dan diskusi dengan para stakeholder. Namum dengan pertimbangan efisiensi waktu, sumber daya tenaga dan anggaran, maka ditetapkan sample obyek penelitian, tanpa mengabaikan kaidah-kaidah dalam metodologi penelitian.

Page 5: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

5

• Prinsip Triangulasi Prinsip ini merupakan bentuk cross-checking, untuk mencapai akurasi data yan lebih baik. Hal ini dilakukan berkaitan dengan komposisi tim studi, alat dan teknik pengumpul data, serta obyek penelitian (sumber informasi, lokasi, proses dan kejadian) serta dikumpulkan melalui berbagai alat dan teknik pengumpulan data.

Selain itu, dilakukan pula pengumpulan data primer melalui wawancara terstruktur dan semi terstruktur.

C. Responden Penelitian

Berdasarkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, penelitan/kajian ini menetapkan responden sebagai berikut:

Tabel 2.1

Responden Penelitian Responden Total Jumlah Sampel Pengambilan data

Dishub Kota Dispenda Kota Bappeda Kota

- - WSS terhadap pengambil kebijakan

Organda - 3-5 orang pengambil kebijakan

Kuesioner dan WSS

Sopir Angkot 16 Trayek; 1.522 unit.

77 sampel (5% per trayek) A 425 unit 21 B 524 26 C 137 7 C2 10 1 D 20 1 E 62 3 E4 11 1 F 38 2 G1 53 3 G2 27 1 H1 16 1 H2 19 1 I 35 2 J 26 1 K 104 5 L 15 1

Kuesioner

Penumpang 16 Trayek 77 responden (5% tiap trayek). Distribusi responden sama dengan di atas.

Kuesioner

D. Kerangka Pikir Penelitian Dalam rangka mengurai dan

menganalisis permasalahan transportasi secara

sistematis, maka penelitan / kajian ini dijalankan berdasarkan kerangka pikir sebagai berikut:

Page 6: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

5

Kerangka Pikir Penelitian (1)

MA

NA

JEM

EN P

ELA

YA

NA

N

terh

adap

PE

NU

MPA

NG

TR

AN

SPO

RTA

SI D

AR

AT

JA

LAN

RA

YA

KINERJA PELAYANAN terhadap PENUMPANG

TRANSPORTASI DARAT JALAN RAYA

o Terpadu o Tertib/rapi o Lancar/cepat o Aman o Nyaman, dan o Efisien/murah

1. AKSESIBEL

2. KAPASITAS

3. KUALITAS

4. AFORDABEL

5. NYAMAN

6. AMAN

7. LANCAR

Sumber: GBHN (1993): Sistem transportasi nasional (Sistranas); Salim (2003): Manajemen

Transportasi; Soejachmoen (2005): Transportasi kota dlm pemb kota yg berkelanjutan Kerangka Pikir Penelitian (2)

KINERJA PELAYANAN

terhadap OPERATOR TRANSP. DARAT

JALAN RAYA

o Terpadu o Adil/proporsional o Lancar/cepat o Nyaman o Efisien o Complaint service o Akses thd bengkel,

BBM, dan parkir o Hubungan yg baik

MA

NA

JEM

EN

PE

LAY

AN

AN

te

rhad

ap OPERATOR

TR

AN

SPO

RTA

SI D

ARA

T JA

LAN

RA

YA

Sumber : 1. Salim (2003): Manajemen Transportasi

Kerangka Pikir Penelitian (3)

PRODUK PELAYANAN aspek perencanaan

PRODUK PELAYANAN aspek pelaksanaan

PENGAWASAN

KINERJA PELAYANAN REGULATOR

TRANSP. DARAT JALAN RAYA

o Perencanaan terpadu

dan berkelanjutan o Pelaksanaan yang

berorientasi pelanggan

o Pengawasan yang efektif & transparan.

o Pengendalian yang sistematis dan terarah

PENGENDALIAN

MA

NA

JEM

EN

PE

LAY

AN

AN

REGULATOR

TR

AN

SPO

RTA

SI D

ARA

T JA

LAN

RA

YA

1. POLA ALIRAN (TRAYEK)

2. PAJAK & RETRIBUSI

3. BIAYA KENDARAAN (berhenti dan jalan)

4. HUBUNGAN PENGUSAHA dg SOPIR

Page 7: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

6

Selain itu, dengan menggunakan pendekatan yang berbeda, penelitian ini dapat

dipahami pula dengan pola pikir sebagai berikut:

E. Operasionalisasi Variabel

Berdasarkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, penelitan / kajian ini menetapkan butir-butir variabel serta indikator sebagai ukuran pencapaian variabel, sebagai berikut:

Tabel 2.2

Operasionalisasi Variabel Penelitian Aspek Variabel Indikator yang baik

1. Aksesibel 1. Mudah memperoleh kendaraan (angkot) 2. Kendaraan melayani sesuai trayek dan tujuan

penumpang 3. Sistemnya terpadu antar trayek moda transportasi

darat 4. Tertib dan rapi antri di terminal

2. Kapasitas 1. Selalu tersedia seat normal (bukan tambahan) dalam kendaraan

2. Jumlah penumpang maksimum sesuai kapasitas

Kinerja Pelayanan terhadap Penumpang Transportasi Darat Jalan Raya

3. Kualitas 1. Efektif (tujuan perjalanan tercapai) 2. Efisien (perjalanan memuaskan)

PELAYANAN TRANSPORTASI KOTA Input : Informasi dar data primer dan data sekinder. Data Primer (Wawancara, Kusioner, Survey lapangan). Analisis :

Review kebijakan transportasi di Kota Samarinda Review keadaan alat transportasi di Samarinda

Review program yang telah dan sedang dikembangkan

Review keadaan SDM dan SDAP pengelola transportasi

Gambaran potensi peluang dan permasalahan pelayanan transportasi

Output : Rancangan penaataan pelayanan tranportasi

• Prioritas kegiatan • Jenis kegiatan • Skala waktu kegiatan • Pelatihan kegiatan • Dsb

Rekomendasi : Rekomendasi penataan pelayanan kepada pengambil kebijakan.

Page 8: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

7

Aspek Variabel Indikator yang baik 4. Afordabel 1. Tarif terjangkau oleh penumpang

2. Tarif sesuai dengan yang berlaku 5. Nyaman 1. Suasana nyaman selama dalam kendaraan 6. Aman 1. Perjalanan aman di sepanjang waktu (siang &

malam) 2. Perjalanan aman sepanjang trayek (jalan sepi &

ramai) 7. Lancar 1. Perjalanan lancar/lebih cepat 1 Pola aliran

(trayek) 1. Sistemnya terpadu antara trayek 2. Rasio jumlah kendaraan thd potensi penumpang per

trayek adil/proporsional 3. Ada pembatasan jumlah kendaraan per-trayek 4. Efisien thd rekayasa alur kendaraan tertentu (1 arah)

2 Pajak dan retribusi

1. Pelayanan lancar/cepat 2. Tersedia fasilitas complaint service 3. Tarif pajak/retribusi sesuai aturan 4. Inspeksi teknis berjalan fair 5. Penetapan tarif angkutan penumpang adil

3 Biaya kendaraan diam dan jalan

1. Mudah akses thd bengkel untuk perawatan 2. Mudah akses thd penyimpanan/garasi 3. Efisien dalam parkir 4. Efisien dalam peremajaan kendaraan 5. Mudah akses thd BBM 6. Fleksibel akses terhadap non-trayek (carteran untuk

acara tertentu) 7. Efisien terhadap pungutan-pungutan (resmi dan

tidak) di jalan

Kinerja Pelayanan terhadap Operator Transportasi Darat Jalan Raya

4. Hubungan pengusaha dg sopir

1. Nilai setoran sopir proporsional 2. Kesejahteraan sopir memadai 3. Tingkat profit yg ditetapkan pengusaha wajar

1. Produk pelayanan perencanaan

1. Perencanaan sistem transportasi terpadu antar moda dan inter moda

2. Perencanaan sistem transportasi antisipatif untuk bbrp tahun mendatang

3. Proses perencanaan melibatkan publik 4. Substansi perencanaan mengutamakan kepentingan

publik. 2. Produk

pelayanan pelaksanaan

1. Kapasitas pelayanan menjangkau publik yang membutuhkan.

2. Kualitas pelayanan memuaskan publik 3. Mekanisme komplain berjalan baik

3. Pengawasan 1. Produk hukum daerah terkait dg sistem transportasi berjalan sesuai aturan.

2. Sistem penghargaan dan sanksi ditegakkan.

Kinerja Pelayanan Regulator Transportasi Darat Jalan Raya

4. Pengendalian 1. Pengendalian jumlah kendaraan (umum & pribadi) dilakukan proporsional terhadap fasilitas jalan dan kebutuhan yang tersedia

2. Lembaga/organisasi angkutan lancar berkomunikasi dengan pemerintah.

Page 9: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

8

PERMASALAHAN TRANSPORTASI PERKOTAAN DALAM ERA OTONOMI DAERAH A. Sistem Transportasi Perkotaan dan

Pentingnya Transportasi Bagi Pembangunan Daerah Walaupun terdapat perbedaan antara

kota-kota di berbagai daerah, pergerakan di dalam daerah perkotaan mempunyai beberapa ciri yang sama yang berlaku hampir pada semua kota kecil dan kota besar di Indonesia atau di dunia. Ciri ini merupakan prinsip dasar yang merupakan titik tolak penelitian / kajian transportasi. Secara umum pendekatan sistem adalah suatu perencanaan atau tehnik dengan menganalisis semua faktor yang berhubungan dengan permasalahan yang ada. Pendekatan sistem mencoba menghasilkan pemecahan dapat berupa peningkatan manajemen lalu lintas baik lokal maupun antar kota, pembangunan jalan baru, peningkatan pelayanan angkutan umum, perencanaan tata guna lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Transportasi dapat juga dijelaskan dalam bentuk sistem transportasi makro yang terdiri dari beberapa sistem makro, yaitu kelembagaan, sistem kegiatan, jaringan prasarana transportasi dan sistem pergerakan lalu lintas. Selanjutnya untuk memperkuat pengertian sistem transportasi diatas, maka sebagai dasar hukumnya dari masing-masing jenis angkutan sesuai sistem transportasi nasional tersebut antara lain dituangkan dalam produk peraturan perundangan sebagai berikut: • Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

• Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan.

Dari sistem transportasi nasional tersebut secara garis besarnya dijelaskan bahwa : ”Transportasi adalah sebagai salah satu moda angkutan tidak dapat dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang di tata dalam Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) yang dinamis dan mampu mengadaptasi kemajuan dan perkembangan zaman, keseluruh pelosok wilayah memadukan moda transportasi

lainnya untuk menunjang, mendorong dan menggerakkan pembangunan nasional”.

Manajemen transportasi yang baik dapat memberikan manfaat langsung dan tidak langsung bagi masyarakat di perkotaan, sehingga berperan penting dalam pembangunan daerah secara keseluruhan. Manfaat langsung bagi masyarakat dalam arti untuk mengangkut hasil-hasil produksi dan bahan baku yang dihasilkan pada suatu daerah untuk dipasarkan ke perusahaan industri ke daerah lainnya, kemudian hasil-hasil barang jadi yang diproduksi oleh pabrik dijual oleh produsen kepada masyarakat atau perusahaan yang bergerak dibidang pemasaran. Sedangkan manfaat tidak langsungnya sepertinya dengan lancarnya transportasi dari suatu daerah ke daerah lain maka diantara jalur yang dilalui tersebut akan muncul kegiatan ekonomi baru. Pergerakan lalu lintas timbul karena adanya kebutuhan. Setiap individu perlu bergerak karena kebutuhannya ditempat mereka tidak terpenuhi. Jadi pergerakan manusia atau barang tersebut jelas membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda transportasi bergerak. Sistem pergerakan yang aman, cepat, murah dan sesuai dengan lingkungannya dapat tercipta jika pergerakan tersebut diatur oleh sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas yang baik.

Dalam kaitan tersebut, Undang-undang No. 21 Tahun 1992 yang mengatur tentang pelayanan kualitas pelayanan ini dapat dilihat pada atribut-atribut pelayanan yang di tampilkan oleh masing-masing moda transportasi yang ada. Atribut pelayanan jasa transportasi khususnya untuk angkutan penumpang antara lain waktu, ongkos, keselamatan, keamanan, kenyamanan serta pelayanan lain-lain.

Ditinjau dari segi pelayanan karena kecepatan atau waktu perjalanan merupakan sesuatu yang penting untuk sistem transportasi dan mudah untuk mengukurnya, maka lebih banyak studi yang telah dilakukan dan untuk di bandingkan dengan aspek-aspek yang lainnya. Para pakar yang berkecimpung di bidang transportasi menyadari bahwa kecepatan bukanlah satu-satunya variabel yang penting untuk tingkat pelayanan. Mereka juga telah mencoba mengembangkan suatu ukuran komprehensif mengenai tingkat pelayanan ini yang meliputi faktor-faktor :

Page 10: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

9

• Ketepatan atau waktu perjalanan • Keamanan (mengurangi resiko kecelakaan

dan bahaya-bahaya potensial lainnya). • Kenikmatan dan Kenyaman • Pertimbangan ekonomi

Khusus mengenai pertimbangan ekonomi yang berkaitan dengan transportasi terutama yang berpergian jarak jauh beberapa jenis biaya selama dalam perjalanan untuk menuju ke tempat yang agak sulit di ukur secara tepat. Bagi sebagian penumpang hanya memperhitungkan harga (nilai jual) yang berkaitan langsung dengan penggunaan tranportasi.

B. Transportasi Perkotaan Sebagai

Masalah Kesisteman dan Masalah Kebijakan

Penataan kebijakan transportasi perkotaan merupakan langkah komprehesif dan melibatkan berbagai komponen di dalamnya. Hal ini disebabkan permasalahan transportasi bukan hanya menyangkut angkutan dan prasarananya, tetapi melibatkan faktor atau sistem lain seperti kelembagaan, ekonomi masyarakat, kondisi budaya, dankebijakan pemerintah. Dalam kaitan ini maka kajian mengenai transportasi perkotaan harus dilakukan secara komprehensif dan bersifat multidisiplin. BS Kusbiantoro (1996) menyebutkan 6 sub sistem yang terlibat dalam Sistem Transportasi Perkotaan sebagai berikut: 1. Sistem kegiatan, diwujudkan oleh ruang

dengan isinya terutama manusia dengan kegiatannya. Dalam kaitan ini, wilayah perkotaan merupakan pusat berbagai kegiatan yang diwarnai oleh tingkat intensitas kegiatan yang tinggi, kepadatan pendudukk yang tinggi pula, ragam serta dinamika penduduk, dan tingkat kegiatan industri dan perdagangan yang tinggi pula. Sistem Kegiatan ini merupakan sisi permintaan terhadap kegiatan transportasi perkotaan (demand system)

2. Sistem jaringan, terdiri atas jaringan fasilitas dan pelayanan transportasi yang menghubungakan satu pusat kegiatan dengan pusat kegiatan lainnya. Dalam kaitan ini wilayah perkotaan merupakan pemusatan simpul-simpul fasilitas dan pelayanan pengumpulan dan pendistribusian

untuk pergerakan. Dilihat dari mekanisme permintaan dan penawaran akan transportasi perkotaan, sistem ini merupakan sisi penawaran (supply system).

3. Sistem pergerakan (flow system), merupakan pergerakan dengan berbagai karakteristiknya yang terkait seperti tujuan pergerakan, moda yang digunakan, volume dan jenis barang atau orang yang diangkut, jarak pergerakan, waktu serta jadual pergerakan, dan lain-lain.

4. Sistem kelembagaan, merupakan sistem yang menunjang dan mempengaruhi interaksi berbagai komponen di atas melalui peraturan perundang-undangan; kelengkapan institusi baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat; sumber daya manusia dalam institusi tersebut; serta pendanaan atau keuangannya.

5. Sistem lingkungan, merupakan sistem yang mempengaruhi dan terpengaruh oleh berbagai sistem di atas. Sistem lingkungan terdiri dari lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Sistem lingkungan internal meliputi aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi. Misalnya, karekteristik sistem transportasi kota besar akan berbeda dengan karakteristik transportasi kota kecil, karena sistem lingkungan internalnya berbeda. Selanjutnya, sistem lingkungan eksternal yang dicirikan oleh perubahan aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi dari luar. Misalnya perubahan iklim perdagangan dunia, atau perubahan peraturan perundangan internasional.

6. Sistem keruangan, yang dapat ditinjau dari keruangan yang bersifat nasional, regional, maupun lokal. Dalam kaitan ini perencanaan pembangunan daerah, perencanaan pembangunan regional, serta perencanaan pembangunan nasional, sebagai suatu perencanaan yang melibatkan ruang, akan berpengaruh terhadap kondisi transportasi perkotaan.

Interaksi dari keenam sistem tersebut akan menciptakan suatau kondisi transportasi perkotaan. Keseimbangan dari semua sistem yang terkait, akan melahirkan kondisi transportasi yang aman, nyaman, tertib, dan lancar. Sebaliknya ketidak seimbangan dalam keenam sistem tersebut akan melahirkan kondisi

Page 11: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

10

transportasi perkotaan yang macet, tidak nyaman dan tidak aman. Oleh karena itu, kebijakan atau dalam istilah Ofyar Z. Tamin (1997: 6), perencanaan transportasi, sebenarnya adalah untuk dapat memastikan bahwa kebutuhan akan pergerakan dalam bentuk pergerakan manusia, barang, atau kendaraan dapat ditunjang oleh sistem prasarana transportasi yang harus beroperasi di bawah kapasitasnya. Sistem prasarana transportasi sendiri terbentuk dari: pertama, sistem prasarana (penunjang), misalnya jaringan jalan raya atau jalan rel (untuk kereta api); kedua, sistem manajemen transportasi, misalnya peraturan perundang-undangan dan kebijakan lainnya; ketiga, beberapa jenis moda transportasi dengan berbagai macam operatornya.

Memperhatikan kondisi transportasi di kota-kota besar di Indonesia saat ini, nampak terjadi ketidakseimbangan dalam keenam sistem yang terkait dengan sistem transportasi perkotaan tersebut. Hal ini diindikasikan dengan kemacetan lalu lintas di hampir semua kota besar di Indonesia. Salah satu dampak dari ketidakseimbangan antar sistem dalam transportasi perkotaan, adalah bangkitan lalu lintas yang tidak proporsional. Bangkitan lalu lintas merupakan banyaknya lalu lintas dalam suatu zone atau daerah per satuan waktu. Ada 10 faktor menurut Martin (Warpani, 1980) yang menentukan bangkitan lalu lintas, yaitu: 1. Maksud perjalanan, merupakan faktor

penyebab terjadinya pergerakan dari suatu tempat ke tempat lain.

2. Penghasilan keluarga, yang berkaitan sekali dengan aktivitas individu dan pemilikan kendaraan. Makin besar penghasilan masyarakat, makin banyak pemilik kendaraan, dan makin tinggi aktivitasnya.

3. Pemilikan kendaraan, merupakan turunan dari penghasilan masyarakat atau keluarga. Namun demikian, sebenarnya pemilikan kendaraan pun sangat dipengaruhi oleh keberadaan fasilitas kendaraan umum. Makin memadai dan nyaman fasilitas kendaraan umum, makin sedikit minat orang untuk memiliki kendaraan pribadi.

4. Guna lahan di tempat asal, artinya untuk apa lahan di tempat asal dipergunakan. Jika tempat asal adalah pemukiman, maka

tatkala orang akan bekerja dia akan keluar dari tempat itu dan dengan sendirinya akan menggunakan fasilitas transportasi, dan pada akhirnya mempengaruhi bangkitan lalu lintas di daerah tersebut.

5. Guna lahan di tempat tujuan, artinya untuk apa lahan di tempat tujuan dipergunakan, untuk industri, perdagangan, perkantoran, atau lainnya. Keadaan ini dengan sendirinya akan mempengaruhi bangkitan lalu lintas.

6. Jarak tempat dari pusat kota. Suatu daerah yang dekat dengan pusat kota biasanya menjadi penyangga dari kota tersebut. Dengan demikian maka bangkitan lalu lintas pun akan lebih tinggi ketimbang daerah lain yang jauh dari pusat kota tersebut..

7. Jarak perjalanan, yang bergantung pada macam sarana (moda) yang digunakan. Makin jauh jarak perjalanan, makin banyak daerah yang dilalui, yang berarti meningkatkan bangkitan lalu lintas bagi daerah-daerah atau zone yang dilalui tersebut.

8. Moda perjalanan yang digunakan. Makin banyak orang menggunakan kendaraan umum, makin rendah bangkitan lalu lintas, apalagi apabila kendaraan umum yang digunakan tersebut adalah angkutan umum massa seperti Bus dan Kereta Api.

9. Penggunaan kendaraan, yang merupakan fungsi dari faktor atau variabel tujuan perjalanan, penghasilan, pemilikan kendaraan, dan jarak ke pusat kota. Penggunaan kendaraan dinyatakan dengan jumlah (banyaknya) orang per kendaraan.

10. Waktu, dalam hal ini setiap segmen waktu dalam satu hari, satu minggu, satu bulan, bahkan dalam satu tahun mempunyai volume lalu lintas yang tidak sama. Pada jam-jam berangkat dan pulang kerja, pada awal-awal minggu dan awal bulan, dan pada hari raya, biasanya mempunyai kepadatan lalu lintas yang lebih tinggi dibandingkan hari lainnya.

Sementara itu Ofyar Z. Tamin (1997: 4), seorang pakar transportasi perkotaan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan mobilitas seseorang meningkat sehingga kebutuhan pergerakannya pun

Page 12: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

11

meningkat melebihi kapasitas prasarana transportasi yang ada. Kurangnya investasi pada suatu sistem jaringan pada waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan sistem prasarana transportasi tersebut menjadi sangat rentan terhadap kemacetan yang terjadi apabila volume lalu lintas meningkat lebih dari rata-rata. Selanjutnya, Tamin (1997) dalam bukunya “Perencanaan dan Pemodelan Transportasi” mengemukakan hasil penelitiannya. Ringkasan hasil penelitian Tamin ini dapat dikemukakan sebagai berikut: Saat ini sebagian besar pemakai angkutan umum masih mengalami beberapa aspek negatif sistem angkutan umum jalan raya, yaitu: Tidak adanya jadwal yang tetap Pola ruteyang memaksa terjadinya transfer Kelebihan penumpang pada saat jam sibuk Cara mengemudikan kendaraan yang

sembarangan dan membahayakan keselamatan

Kondisi internal dan eksternal yang buruk. Tamin juga mengemukakan, bahwa

terdapat berbagai masalah lain yang menunjukkan bahwa sistem angkutan umum perkotaan belum menyediakan kondisi pelayanan yang memuaskan. Di antaranya adalah kondisi angkutan perkotaan yang tergambarkan dalam bentuk pola pengoperasian trayek pada jaringan jalan yang tidak dikategorikan menurut jenis kendaraannya dan pola operasinya. Secara keseluruhan trayek angkutan umum membentuk sistem angkutan umum perkotaan yang mempunyai pola pelayanan yang sesuai dengan jaringan jalan yang ada.

Menurut Tamin, kondisi sistem angkutan umum tersebut dapat diananlisis dari sisi penyediaannya (kapasitas, frekuensi, dan pola pelayanan) dan juga caranya dalam melayani permintaan (Tamin, 1993d, 1994d, 1995ai:Tamin et al, 1993b, dalam Buku Perencanaan dan Pemodelan Transprtasi, 1997). Secara umum permasalahan transportasi di perkotaan dipengaruhi oleh beberapa kondisi berikut (sebagai ilustrasi diambil permasalahan transportasi di Jakarta). Sarana dan prasarana lalu lintas masih

terbatas o Tidak seimbangnya persentase

pertumbuhan jumlah kendaraan sebesar 11,47% per tahun dengan

persentase pertambahan prasarana jaringan jalan yang hanya 4% per tahun

o Sarana untuk pejalan kaki (trotoar) belum memadai dan masih sangat kurang.

o Kapasitas persimpangan masih terbatas.

o Sarana penyeberangan jalan belum memadai.

Manajemen lalulintas belum berfungsi secara optimal:

o Kendaraan berpenumpang kurang dari dua orang masih terlalu banyak;

o Jalan dan trotoar digunakan oleh pedagang kaki lima dan usaha lainnya seperti bengkel dan parkir liar.

o Lalulintas satu arah masih terbatas pada jalan tertentu;

o Lajur Khusus Bus (LKB) baru diterapkan pada beberapa jalan untuk jam tertentu saja;

o Penerapan kawasan pembatasan lalulintas (KPL) masih terbatas pada jam tertentu saja;

o Sistem kontrol lampu lalulintas sudah terlalu tua dan tidak memadai dalam kondisi lalulintas sekarang.

Pelayanan angkutan umum penumpang belum memadai

o Dari sekitar 2 juta kendaraan bermotor, tercatat jumlah angkutan pribadi 86% angkutan umum 2,51% dan sisanya sebesar 11,49% adalah angkutan barang. Selain itu, diketahui bahwa 57% perjalanan orang mempergunakan angkutan pribadi. Dengan demikian, proporsi angkutan penumpang menjadi tidak seimbang yaitu 2,51% angkutan umum harus melayani 57% perjalanan orang, sedangkan 86% angkutan pribadi hanya melayani 43% perjalanan orang;

o Tidak seimbanganya jumlah angakutan umum denagan jumlah perjalanan orang yang harus dilayani menyebabkan muatan melebihi kapasitasnya, terutama pada jam sibuk;

Page 13: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

12

o Penataan angkutan umum belum mengacu kepada hierarki jalan;

o Belum tersedianya sistem angkutan umum massa (SAUM).

Disiplin pemakai jalan masih rendah o Disiplin pengendara, penumpang,

maupun pejalan kaki masih kurang; o Perubahan peraturan menyebabkan

perlunya waktu untuk penyesuaian; o Pendidikan mengenai lalu lintas

belum masuk dalam pendidikan formal.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, Pemerintah DKI Jakarta melakukan berbagai kebijakan (baik yang telah maupun yang akan dilakukan) (Tamin, 1997: 372), sebagai berikut:

Peningkatan prasarana transportasi, melalui:

o Pembangunan jalan baru, baik jalan lokal, kolektor, maupun jalan arteri, sesuai dengan program bina marga, yang meliputi: Jalan bebas hambatan (tol) di dalam kota, jalan lingkar luar, jalan penghubung baru (arteri) yang menghubungkan dua buah zona yang sangat tinggi tingkat lalu lintasnya.

o Peningkatan kapasitas prasarana (peningkatan kapasitas jaringan jalan arteri yang telah ada) dengan cara melebarkan jalan radial, memperbaiki daerah sumber kemacetan yang banyak terdapat pada jaringan jalan di daerah perkotaan.

Rekayasa dan manajemen lalu lintas, melalui:

o Perbaikan sistem lampu lalu lintas dan sistem jaringan jalan, yang dilakukan antara lain dengan pemasangan dan perbaikan lampu lalu lintas, perbaikan perencanaan sistem jaringan jalan, penerapan manajemen transportasi.

o Kebijakan perparkiran, o Prioritas angkutan umum

(pembuatan jalur khusus bus,

prioritas bus di persimpangan, kemudahan pejalan kaki).

Terkait dengan upaya untuk mengatasi permasalahan transportasi perkotaan, yang berupa kemacetan, ketidakamanan, dan ketidaknyamanan Sullivan (dalam Nining I. Soesilo, 1999) menawarkan beberapa alternatif strategi sebagai berikut:

1. Strategi memaksimalkan penggunaan asset jalan. Strategi ini dapat dilaksanakan dengan metode: penyebaran puncak kemacetan secara langsung, penyebaran puncak kemacetan secara tidak langsung, dan pembatasan penumpang di ruas jalan rawan macet.

Pertama, metode penyebaran puncak kemacetan secara langsung dapat dilaksanakan antara lain melalui penetapan jalan searah pada hari atau jam tertentu. Kedua, metode penyebaran kemacetan secara tidak langsung dapat dilaksanakan melalui penetapan jam kerja yang fleksibel (contoh yang diterapkan di Kota San Francisco, Seatle, dan Seoul), penetapan jam masuk dan pulang antara pegawai negeri, pegawai swasta, dan anak sekolah, yang dibedakan (seperti di New York dan Bangkok), penerapan tarif parkir yang lebih mahal pada jam-jam macet, penetapan kebolehan parkir di jalan rawan macet pada jam-jam tertentu, serta pembagian atau distribusi hari kerja yang berbeda-beda bagi karyawan kantor. Ketiga, metode pembatasan penumpang di ruas jalan macet dapat dilaksanakan dengan cara: anjuran tumpangan kendaraan pribadi (seperti di San Francisco), penyediaan pool kendaraan pribadi bertujuan tertentu (seperti di San Francisco, Dallas, dan Texas), penentuan kawasan jumlah penumpang 3 orang atau lebih (seperti di Singapura), penetapan prioritas parkir untuk kendaraan tertentu di ruas jalan rawan macet, penyediaan taman parkir khusus di pinggir kota sementara di dalam kota hanya menggunakan kendaran umum (seperti di Connecticut dan San Francisco), penetapan taman parkir khsus penglaju yang berupa pool mobil, van, park & ride (seperti di Kansas City), pembatasan penambahan tempat parkir (seperti di Portland dan Bellevue).

Page 14: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

13

2. Strategi pembatasan fisik, yang meliputi metode pembatasan jumlah kendaraan yang lewat di ruas jalan rawan macet, dan metode pembatasan di jalur penghubung menuju ruas jalan rawan macet.

Pertama, metode pembatasan jumlah kendaraan yang lewat ruas jalan rawan macet dapat dilakukan melalui: keharusan membawa surat ijin khusus bagi kendaraan yang akan melewati ruas jalan yang rawan macet; penetapan kendaraan yang boleh lewat jalan rawan macet pada setiap harinya secara bergantian, misalnya antara nomor ganjil dan nomor genap (seperti di Logos dan Seoul); lalu lintas dilewatkan pada jalan lain sebagai alternatif yang lebih panjang; lalu lintas hanya boleh bergerak melingkar (cordon collars) seperti di Nagoya dan Nottingham. Kedua, metode pembatasan di jalur penghubung menuju ruas jalan rawan macet dapat dilakukan melalui: penetapan batas kecepatan kendaraan di jalan-jalan menuju ruas jalan rawan macet; pengurangan jumlah kendaraan di jalur penghubung menuju ruas jalan rawan macet; serta pelarangan kepada kendaraan selain kendaraan umum untuk melewati jalan penghubung.

3. Strategi harga, yang dapat dilakukan melalui beberapa metode. Pertama, metode penetapan keharusan bayar kepada kendaraan yang melewati jalan rawan macet. Metode ini dapat dilakukan melalui: keharusan membayar tol pada kendaraan yang lewat jalan rawan macet; keharusan bayar kepada kendaraan yang jumlah penumpangnya kurang dari batas yang telah ditentukan yang melewati jalan rawan macet. Kedua, metode penetapan bea parkir, yang dapat dilakukan dengan cara: penetapan prioritas parkir jangka pendek di sekitar jalan rawan macet; dan penetapan bea parkir yang lebih tinggi di jalan rawan macet. Ketiga, metode penetapan pajak, yang dapat dilakukan melalui penetapan pajak terhadap BBM yang akan berimplikasi kepada meningkatnya biaya perjalanan; kenaikan retribusi parkir; kenaikan biaya pemilikan kendaraan; penetapan pajak progresif bagi pemilikan kendaraan. Keempat, metode pemberian insentif, yang dapat dilaksanakan melalui:

penetapan harga karcis langganan bis yang lebih murah dan pelayanan yang lebih baik; dan karcis langganan bis diberikan sebagai bonus bagi karyawan.

4. Strategi pendekatan sosial, yang dapat dilaksanakan dengan cara mengubah cara berfikir masyarakat. Sementara itu metode pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara menganjurkan atau mendidik masyarakat untuk sadar berlalu lintas. Metode kedua adalah dengan cara memberi informasi kepada masyarakat secara terus menerus.

5. Strategi perbaikan kapasitas/daya tampung jalan. Metode yang dapat digunakan adalah pelebaran jalan yang ada atau pembuatan jalan baru.

6. Strategi perbaikan sarana alternatif, misalnya dengan cara menambah dan memperbaiki serta meningkatkan kualitas pelayanan dari sarana angkutan umum massa seperti bus kota dan kereta api, serta prasarana lainnya yang mendukung.

7. Strategi perbaikan penggunaan tanah (land use) yang dapat dilakukan antara lain dengan metode pengembangan kawasan pinggiran kota yang mandiri, dengan penyediaan fasilitas layanan umum yang memadai, sehingga masyarakat tidak lagi banyak bepergian ke pusat-pusat kota, selain keperluan untuk bekerja.

8. Strategi pemisahan fungsi jalan, misalnya jalan untuk pejalan kaki (pembuatan trotoar dan jembatan penyeberangan yang memadai), dipisahkan dari jalan untuk kendaraan. Jalan untuk kendaraan pun dipisahkan untuk beberapa kualifikasi kendaraan, misalnya jalur bis kota, jalur angkutan kota, jalur sepeda motor, dan sebagainya.

Memperhatikan permasalahan transportasi sebagai suatu kesisteman, maka penyelesaian permasalahan ini harus dilakukan dari berbagai dimensi, bukan hanya masalah lalu lintas, tetapi menyangkut masalah ekonomi, sosial, budaya, teknologi, kelembagaan dan kebijakan serta dimensi lainnya. Berkaitan dengan sistem kelembagaan dan peran pemerintrah melalui berbagai kebijakan, maka ramuan-ramuan strategi seperti dikemukakan di atas, pada dasarnya merupakan peran dan fungsi pemerintah, yang lebih lanjut pengaruhnya akan

Page 15: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

14

bermuara kepada sistem transportasi dalam hal ini transportasi perkotaan. Atas dasar hal tersebut, maka pemecahan masalah transportasi perkotaan harus diawali dari studi permasalahan transportasi perkotaan yang dilanjutkan dengan studi kebijakan transportasi perkotaan.

Untuk dapat melakukan analisis kebijakan transportasi perkotaan secara tepat diperlukan informasi yang memadai. Informasi yang tidak berkualitas akan menghasilkan kebijakan yang tidak tepat (garbage in – garbage out). William Dunn (1998) yang mengutip pendapat Wood, mengemukakan

adanya lima tipe informasi yang relevan dengan kebijakan yaitu :

1. Informasi mengenai masalah kebijakan

2. Informasi mengenai alternatif kebijakan yang disiapkan

3. Informasi mengenai tindakan kebijakan yang diambil

4. Informasi mengenai hasil kebijakan 5. Informasi mengenai hasilguna

kebijakan. Hubungan antara kelima tipe informasi

sebagaimana dikemukakan diatas, dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1

Informasi yang Relevan dengan Kebijakan (Policy Relevant Information)

Masalah Kebijakan

Alternatif Kebijakan

Aksi Kebijakan

Hasil Kebijakan

• Policy problem / masalah kebijakan

Informasi ini menyangkut pertanyaan masalah apa yang dihadapi? Jawaban pertanyaan ini yang akan memberikan informasi tentang masalah-masalah kebijakan. Dalam kaitannya dengan sistem transportasi perkotaan, policy problem berhubungan dengan akar permasalahan terjadinya kemacetan, ketidaknyamanan, dan ketidakamanan transportasi di perkotaan. Dalam kaitan ini pula, permasalahan transportasi perkotaan dapat dirumuskan dari dua dimensi, yaitu dimensi praktis dan dimensi kebijakan. Dimensi praktis melihat permasalahan transportasi perkotaan dalam realita. Sedangkan dimensi kebijakan melihat permasalahan transportasi perkotaan dari substansi kebijakan yang terkait. Dengan demikian, sebelum melakukan penataan kebijakan transportasi perkotaan, perlu dikaji terlebih dahulu faktor-faktor apa yang menyebabkan permasalahan itu terjadi. Selanjutnya, permasalahan yang ditemukan dikonsultasikan dengan substansi kebijakan yang relevan. Atas dasar ini, penataan baru dapat dilakukan.

• Policy alternative / policy future Informasi ini menyangkut pertanyaan alternatif-alternatif apakah yang tersedia untuk memecahkan masalah tersebut, dan apakah memungkinkan untuk masa depan? Jawaban pertanyaan ini memberikan informasi tentang kebijakan di masa depan. Dalam konteks penataan kebijakan transportasi perkotaan, alternatif pemecahan masalah kemacetan, ketidaknyamanan, dan ketidakamanan lalu lintas, merupakan masukan bagi perumusan kebijakan baru atau perubahan dan perbaikan muatan kebijakan yang selama ini diberlakukan.

• Policy action / aksi kebijakan Informasi ini menyangkut pertanyaan alternatif-alternatif tindakan apakah yang perlu dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut? Jawaban pertanyaan tersebut akan memberikan informasi tentang tindakan-tindakan kebijakan. Dalam konteks penataan kebijakan di bidang transportasi perkotaan, fase ini merupakan pemilihan alternatif kebijakan dengan mempertimbangkan

Kinerja Kebijakan

Page 16: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

15

constraint yang ada, atau atas dasar kemampuan yang ada.

• Policy outcome / hasil kebijakan Informasi ini menyangkut pertanyaan kebijakan-kebijakan apa yang telah dibuat untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, baik pada masa sekarang maupun masa lalu dan hasil-hasil apakah yang telah dicapai. Jawaban dari pertanyaan ini akan memberikan informasi tentang hasil-hasil dari kebijakan. Dalam konteks kebijakan transportasi perkotaan, informasi ini berkaitan dengan hasil yang diharapkan dari kebijakan tersebut.

• Policy performance / kinerja kebijakan Informasi ini menyangkut pertanyaan bagaimana nilai atau tujuan yang dicapai dari hasil-hasil kebijakan

tersebut dalam memecahkan masalah. Jawaban dari pertanyaan tersebut akan memberikan informasi tentang kinerja kebijakan. Dalam konteks kebijakan transportasi, policy performance merupakan dampak kebijakan terhadap kondisi transportasi perkotaan. Tentu saja, dalam hal ini adalah kelancaran, kenyamanan, dan keamanan lalu lintas. Selanjutnya, Dunn (1998) merumuskan

siklus atau tahapan analisis kebijakan meliputi 5 komponen: perumusan masalah-masalah kebijakan (problem structuring), peralaman masa depan kebijakan (forecasting), perumusan rekomendasi aksi-aksi kebijakan (recommendation), pemantauan hasil-hasil kebijakan (monitoring), dan evaluasi kinerja kebijakan (evaluation). Siklus tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.2

Proses dan Siklus Kebijakan Publik Masalah Kebijakan

Perumusan Masalah

Prakiraan Pemecahan

Penyimpulan

Praktis

Hasil Kebijakan Kinerja Kebijakan Alternatif Kebijakan

Penyimpulan

Praktis

Pemantauan Rekomendasi

Keterangan: = Informasi yang relevan dengan Kebijakan Publik = Metodologi Analisis Kebijakan Publik

Aksi Kebijakan

Page 17: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

16

Dalam konteks ini, kajian penataan kebijakan di bidang transportasi perkotaan, meliputi fase perumusan masalah, prakiraan pemecahan, dan rekomendasi kebijakan. Fase-fase tersebut meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

Fase perumusan masalah meliputi identifikasi sub sistem dan elemen yang mempengaruhi sistem transportasi perkotaan. Selanjutnya melakukan analisis interaksi dari semua sub sistem dan elemen tersebut, sehingga didapatkan ranking besarnya pengaruh setiap sub sistem terhadap sistem transportasi perkotaan, dan besarnya pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing sub sistem. Atas dasar ini, permasalahan kebijakan dapat dirumuskan.

Fase prakiraan pemecahan, dilakukan dengan memperhatikan hasil identifikasi dan perankingan serta formulasi permasalahan, serta dengan merujuk kepada berbagai alternatif pemecahan sesuai dengan karakteristik

permasalahan, maka dapat diperkirakan alternatif kebijakan yang dapat dipilih.

Fase rekomendasi kebijakan, dilakukan dengan memperhatikan berbagai alternatif kebijakan dan mengkonsultasikannya dengan muatan kebijakan yang selama ini diberlakukan. Pada akhirnya, merekomendasikan beberapa muatan untuk mengubah, menambah, atau mengurangi muatan yang ada. Senada dengan ini, Edward K. Morlok

(1978) memahami hal ini sebagai fase-fase yang harus ditempuh dalam merencanakan sisten transportasi. Menurutnya, langkah-langkah dasar dalam proses sistem perencanaan biasanya meliputi: (1) pendefinisian masalah; (2) penentuan kebutuhan atau tujuan yang hendak dicapai dengan perbaikan desain atau rencana tersebut; (3) spesifikasi alternatif-alternatif penyelesaian masalah atau perbaikan sistem tersebut; (4) evaluasi alternatif-alternatif penyelesaian masalah tersebut; (5) pemilihan alternatif yang terbaik. Dalam bentuk diagram, dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 3.3

Perencanaan Sistem Transportasi atau Proses Desain Sistem Transportasi

DEFINISI MASALAH TRANSPORTASI PERKOTAAN

PENENTUAN ALTERNATIF-ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH TRANSPORTASI

PERKOTAAN

EVALUASI ALTERNATIF-ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH TRANSPORTASI

PERKOTAAN

PEMILIHAN ALTERNATIF YANG TERBAIK

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN UNTUK PENYELESAIAN MASALAH TRANSPORTASI

PERKOTAAN

Page 18: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

17

Sumber: Edward K. Morlok, 1978 (terjemahan, 1995), dimodifikasi Menurut Morlok (1978) pada proses perencanaan sistem, fase yang terpenting adalah pendefinisian masalah yang harus ditanggulangi, yang dengan sendirinya menentukan kebutuhan-kebutuhan untuk penyelesaian masalah tersebut. Langkah ini benar-benar menentukan jenis tindakan yang akan diambil untuk langkah-langkah selanjutnya. Dalam konteks transportasi terutama di negara-negara berkembang, menurut Morlok, masalah ini biasanya diidentifikasi terlebih dahulu oleh pemakai sistem tersebut yang merasa tidak puas atas pelayanan sistem tersebut. Identifikasi juga bisa dilakukan oleh tenaga ahli yang menguasai sistem tersebut. Sedangkan sumber ketiga yang biasanya mampu mengidentifikasi permasalahan tersebut adalah pihak-pihak yang akan mendapatkan keuntungan dari perbaikan sistem tersebut. Dalam konteks identifikasi permasalahan transportasi perkotaan dapat dilakukan dari dua dimensi. Pertama dari dimensi praktis dengan mencoba mengidentifikasi permasalahan transportasi dengan cara meninjau langsung kondisi transportasi perkotaan yang terjadi, atau meminta persepsi dan pandangan pihak-pihak yang kompeten dalam masalah transportasi perkotaan. Kedua, dimensi kebijakan yang dapat dilakukan dengan menganalisis substansi kebijakan di bidang transportasi yang diberlakukan. Mengenai identifikasi masalah dari dimensi pertama, dilakukan dengan analisis kesisteman. Sedangkan identifikasi masalah dari dimensi yang kedua dilakukan setelah didapatkan hasil identifikasi pertama, yang kemudian membandingkannya dengan substansi kebijakan yang ada. Identifikasi masalah dari dimensi kebijakan atau evaluasi kebijakan dalam konteks ini, dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan sebagai produk pada berbagai level, seperti dikemukakan oleh Bromley. Dalam hal ini, Bromley (1989) mengemukakan tiga hierarki proses kebijakan. Hirarkhi proses kebijakan tersebut dilakukan, baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi kebijakan. Dalam proses ini Bromley menyebutnya dengan The Policy Process as a Hirarchy.

Hiraki proses kebijakan diawali oleh adanya perubahan kebijakan di tingkat kelembagaan yang paling atas yang merupakan implementasi aspirasi yang diformulasikan ke dalam tingkat kebijakan publik yang paling atas atau level yang tertinggi (policy level). Perumusan policy level ini dilakukan oleh badan legislatif dan yudikatif untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat. Bentuk dari hasil kegiatan dalam policy level ini, di Indonesia dapat berupa Undang-Undang, Tap MPR dan sebagainya yang tingkatannya masih dalam garapan legislatif dan yudikatif dan berlaku secara Nasional.

Implementasi dari policy level agar dapat beroperasi sesuai dengan pengaturannya, dan mengatur agar kebijakan publik tersebut dapat dilaksanakan melalui pengaturan-pengaturan tertentu agar dapat dilaksanakan dengan jelas, maka setiap kebijakan perlu adanya pengaturan tentang siapa pelaksana dari suatu kebijakan, siapa penanggung jawabnya, siapa yang melakukan pengawasan terhadap kebijakan yang akan diberlakukan dan sebagainya, maka Bromley menyebutnya dengan organizational level. Di sini merupakan pengaturan pelaksanaan kebijakan publik di tingkat organisasi, baik di tingkat pusat misalnya pengorganisasian kebijakan di departemen atau organisasi pemerintah tingkat pusat, maupun pengorganisasian di tingkat daerah, misalnya di Dinas-Dinas Daerah atau pengorganisasian di tingkat pelaksana daerah. Sementara itu aturan-aturan atau kebijakan yang telah jelas penanggung jawabnya agar dapat dioperasikan, biasanya menggunakan aturan operasional, maka oleh Bromley disebut dengan Operational Level. Operational Level ini biasanya berupa petunjuk operasional, tata kerja operasional, dan sebagainya

Pada setiap tingkatan dari policy level, organizational level sampai pada operational level mempunyai suatu tahapan yang memerlukan penterjemahan dan pengaturan setiap tingkat pelaksanaan kebijakan tersebut. Pengaturan ini disebut dengan institutional arrangement

Setiap kebijakan yang telah dioperasikan atau dilaksanakan di lapangan akan terjadi interaksi antara masyarakat yang

Page 19: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

18

terkena kebijakan dengan pelaksana kebijakan tersebut, dan hasil interaksi yang berupa outcome ini dapat dinilai apakah suatu kebijakan yang diberlakukan sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri atau ada penyimpangan dalam arti kesalahan dalam menterjemahkan tujuan kebijakan yang

diberlakukan. Oleh karena itu dengan menggunakan teori ini, maka akan memudahkan menganalisis suatu outcome dari suatu kebijakan. “The Policy Process as a Hierarchy” menurut Bromley dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.4

Proses Hierarki Kebijakan

Policy Level

Institutional Arrangement

Organizational

Institutional Arrangement Pattern of Interaction

Outcomes

Assesment Dari gambar di atas, nampak jelas

outcome dari setiap kebijakan yang diberlakukan akan dapat diukur dengan mudah dan apabila ada penyimpangan, baik dalam menterjemahkan kebijakan, dalam pengorganisasian maupun dalam pelaksanaannya akan dapat dievaluasi pada sisi mana penyimpangan itu terjadi. Dalam konteks ini, fokus evaluasi akan dilakukan terhadap produk dari policy level yaitu UU yang mengatur masalah transportasi perkotaan, dalam hal ini UU Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.

IMPLIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN TERHADAP PENATAAN KEBIJAKAN DI BIDANG TRANSPORTASI A. Formulasi Permasalahan Sistem

Transportasi Perkotaan Hasil analisis yang pernah dilakukan

terhadap berbagai sub sistem dan elemen transportasi perkotaan di beberapa daerah, menunjukkan bahwa kondisi transportasi di perkotaan saat ini merupakan hasil interaksi dari berbagai sub sistem dan elemen yang ada di dalamnya. Tidak ada satu sub sistem bahkan

Operational Level

Page 20: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

19

satu elemen pun yang tidak memberikan kontribusi terhadap kemacetan, ketidaknyamanan, dan ketidaktertiban lalu lintas perkotaan. Dari 6 sub sistem yang saling terkait dalam Sistem Transportasi Perkotaan, 3 sub sistem diantaranya mempunyai pengaruh yang lebih kuat dibandingkan sub sistem lainnya. Ketiga sub sisten tersebut adalah Sub Sistem Jaringan, Sub Sistem Pergerakan, dan Sub Sistem Kegiatan. Tiga elemen yang mempunyai pengaruh terbesar terhadap Sistem Transportasi Perkotaan, dalam keenam sub sistem yang dianalisis dapat diringkaskan sebagai berikut: 1. Dalam Sub Sistem Jaringan, tiga elemen

yang paling kuat pengaruhnya biasanya adalah pengaturan lalu lintas, keberadaan terminal, dan kondisi jalan. Dalam beberapa hal lain, tiga elemen yang paling kuat dalam sub sistem ini adalah pengaturan arus lalu lintas, fasilitas parkir, dan rambu lalu lintas..

2. Dalam Sub Sistem Pergerakan, tiga elemen yang paling kuat pengaruhnya adalah keberadaan angkutan umum, pengemudi, dan pengusaha angkutan. Namun dalam kasus lain, tiga elemen yang paling besar pengaruhnya adalah keberadaan angkutan umum, pengemudi, dan kecepatan berkendaraan. Dalam hal ini terlihat ada kesamaan dalam dua elemen yang utama yaitu keberadaan angkutan umum dan pengemudi.

3. Dalam Sub Sistem Kegiatan, tiga elemen yang paling besar pengaruhnya adalah kegiatan industri dan perdagangan,

urbanisasi, dan kepadatan penduduk. Sementara dalam beberapa kondisi, tiga elemen yang paling besar pengaruhnya meliputi keberadaan sektor informal termasuk pedagang kaki lima, keragaman aktivitas penduduk, dan urbanisasi. Dalam hal ini nampak ada kesamaan dalam hal urbanisasi sebagai faktor utama dalam sub sistem ini yang menyebabkan kemacetan lalu lintas.

4. Dalam Sub Sistem Lingkungan, tiga elemen yang paling dominan pengaruhnya adalah kondisi ekonomi masyarakat, kondisi sosial masyarakat, dan kondisi fisik daerah.

5. Dalam Sub Sistem Kelembagaan, tiga elemen yang paling besar pengaruhnya adalah keberadaan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Sumber Dana. Sedangkan di beberapa wilayah ditemui bahwa tiga elemen yang paling besar pengaruhnya meliputi SDM Aparatur, institusi pemerintah, dan Peraturan Daerah. Dalam hal ini nampak semua elemen yang dominan di kedua daerah tidak sama.

6. Dalam Sub Sistem Keruangan, dua elemen yang paling dominan pengaruhnya adalah sama yaitu perencanaan pembangunan regional (Tingkat Propinsi) dan perencanaan pembangunan lokal (Tingkat Kabupaten / Kota)

Dalam pohon masalah (Problem Tree), permasalahan Sistem Transportasi Perkotaan dalam kasus dua daerah sampel, dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 21: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

20

Pengaturan arus lalu lintas Terminal

Sub Sistem Jaringan Kondisi jalan

Fasilitas parkir Rambu lalu lintas Angkutan umum Pengemudi

Sub Sistem Pergerakan Pengusaha angkutan

Kecepatan berkendaraan Industri dan perdagangan Urbanisasi

Sub Sistem Kegiatan Kepadatan penduduk

Sektor Informal Sistem

Transportasi Perkotaan Keragaman aktivitas penduduk

Kondisi ekonomi

Sub Sistem Lingkungan Kondisi sosial

Kondisi fisik UU PP Sumber dana

Sub Sistem Kelembagaan SDM Aparatur

Peran Pemerintah Perda Perencanaan Pembangunan Regional

Sub Sistem Keruangan Perencanaan Pembangunan Daerah

Gambar 7.1

Pohon Masalah Transportasi Perkotaan B. Evaluasi Kebijakan Transportasi

Perkotaan Keberadaan Sistem Transportasi saat ini

diatur dengan UU Nomor 14 tahun 1992 Tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan. Secara umum UU tersebut memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Ketentuan umum, yang berisi tentang

peristilahan atau terminologi yang digunakan dalam UU tersebut.

2. Asas dan tujuan, yang menyatakan bahwa penyelenggaraan transportasi jalan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kepentingan umum,

keterpaduan, kesadaran hukum, dan percaya pada diri sendiri. Sementara itu tujuan penyelenggaraan transportasi jalan adalah untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan denagn selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan modal transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Page 22: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

21

3. Pembinaan, yang dilakukan oleh pemerintah yang diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dalam keseluruhan moda transportasi secara terpadu dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat untuk untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan transportasi.

4. Pengaturan tentang prasarana, yang meliputi jaringan transportasi jalan, terminal, kelas jalan dan penggunaan jalan, serta fasilitas parkir umum.

5. Pengaturan tentang kendaraan, yang meliputi persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, pengujian kendaraan bermotor, pendaftaran kendaraan bermotor, bengkel umum kendaraan bermotor, pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan, dan persyaratan kendaraan tidak bermotor.

6. Pengaturan tentang pengemudi, yang meliputi persyaratan pengemudi, dan pergantian pengemudi.

7. Pengaturan lalu lintas, yang meliputi tata cara berlalu lintas, penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas, pejalan kaki, kecelakaan lalu lintas, dan asuransi.

8. Pengaturan angkutan, yang meliputi angkutan orang dan barang, angkutan orang dengan kendaraan umum, angkutan barang dengan kendaraan umum, pengusahaan angkutan, tarif angkutan umum, dan tanggung jawab pengangkut.

9. Pengaturan tentang lalu lintas dan angkutan bagi penderitan cacat.

10. Pengaturan mengenai dampak lingkungan.

11. Pengaturan mengenai penyerahan urusan, yang menyatakan bahwa pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan pemerintahan dalam bidang lalu lintas dan angkutan jalan kepada Pemerintah Daerah.

12. Pengaturan tentang penyidikan, yang meliputi pemeriksaan terhadap kendaraan bermotor, dan penyidikan terhadap pelanggaran di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

13. Pengaturan tentang ketentuan pidana, 14. Ketentuan lain-lain.

15. Ketentuan peralihan. Beberapa ayat dan pasal yang terkait

dengan fokus kajian / penelitian ini, sebagai ilustrasi dapat dibahas sebagai berikut:

Dalam pasal 4 (1) dinyatakan bahwa lalu lintas dan angkutan jalan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Ini artinya, meskipun yang berperan dalam penciptaan iklim transportasi perkotaan meliputi berbagai komponen, namun pembinaan dalam rangka menciptakan kondisi transportasi kota yang aman, nyama, tertib dan teratur, yang sesuai dengan tujuan penyelenggaraan transportasi, merupakan tugas dan fungsi pemerintah.

Berkaitan dengan hasil kajian yang menyimpulkan bahwa tiga sub sistem utama yang berperan besar dalam menentukan kondisi transportasi perkotaan, yaitu Sub Sistem Jaringan, Sub Sistem Kegiatan, dan Sub Sistem Pergerakan, sementara fungsi pemerintah yang direfleksikan dalam Sub Sistem Kelembagaan relatif kecil, maka peran yang kecil saat ini perlu ditingkatkan, namun dalam aspek pengaturan, pemberian motivasi, dan pembinaan.

Pasal 9 dan pasal 10 berisi tentang terminal. Beberapa hal yang terkait dengan substansi ini, yaitu mengenai pembangunan dan penyelenggaraan terminal, dan ketentuan mengenai usaha penunjang di terminal, disebutkan akan diatur oleh Peraturan Pemerintah. Hasil Terkait dengan hal ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan terminal merupakan salah satu faktor yang besar pengaruhnya terhadap kemacetan dan ketidaknyamanan lalu lintas di perkotaan. Ini artinya, bahwa di beberapa kota, lokasi pembangunan terminal dirasakan kurang strategis, bahkan terdapat terminal yang dibangun namun tidak berfungsi. Hal ini juga ditunjukkan dengan banyaknya kendaraan yang menunggu penumpang di luar terminal. Selain itu, penataan usaha penunjang dan sektor informal pun kelihatan kurang baik dan menyebabkan ketidakamanan di terminal, sehingga penumpang kurang berminat untuk menunggu di tempat ini. Sistem pemungutan “cicilan” dalam pemanfaatan fasilitas umum di terminal pun merupakan kenyataan yang kurang kondusif bagi optimalnya penggunaan terminal.

Berkaitan dengan pengadaan fasilitas parkir umum, sebagaimana pasal 11, nampaknya belum dapat dilaksanakan sepenuhnya. Artinya, fasilitas parkir umum yang ada saat ini hampir di semua kota belum

Page 23: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

22

memadai, sehingga tujuan “untuk menunjang keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan” sebagaimana dalam pasal 11 (1) tersebut tidak dapat dicapai. Malah justru, berdasarkan hasil kajian, kondisi fasilitas parkir yang ada saat ini merupakan faktor dominan yang menyebabkan ketidaknyamanan dan kemacetan lalu lintas. Untuk itu, diperlukan penataan fasilitas parkir umum yang ada dan penambahan fasilitas parkir baru disertai dengan ketentuan mengenai tarif yang relevan, persyaratan untuk swasta/masyarakat yang akan membangun fasilitas parkir umum, serta ketentuan bagi para pengemudi yang parkir buka pada tempat parkir. Berkaitan dengan penetapan tarif, perlu dipertimbangkan bahwa kebijakan ini bukan hanya berorientasi pendapatan, tetapi yang lebih penting dari itu dan harus diutamakan adalah aspek pengaturan.

Faktor pengemudi, berdasarkan hasil kajian merupakan faktor dominan yang menyebabkan kemacetan dan ketidaknyamanan dalam transportasi perkotaan. Terkait dengan hal tersebut, nampak bahwa pasal 18 dan 19 UU ini belum dapat diimplementasikan dengan baik. Pesan pasal 19 (1) yang menyatakan bahwa “untuk mendapatkan surat izin mengemudi yang pertama kali pada setiap golongan, calon pengemudi wajib mengikuti ujian mengemudi, setelah memperoleh pendidikan dan latihan mengemudi”, nampak banyak dilanggar, dan pelanggaran ini bukan berarti hanya tindakan calon pengemudi sendiri, melainkan juga ulah para oknum aparat yang berwenang dalam mengeluarkan surat izin ini. Dengan demikian, para pengemudi yang memegang SIM sekali pun tidak dijamin mampu mengemudikan kendaraan dengan baik.

Tata cara berlalu lintas, berdasarkan hasil kajian, juga merupakan faktor penting lainnya yang besar pengaruhnya terhadap kondisi transportasi perkotaan saat ini. Padahal hal ini telah diatur dengan lengkap dalam pasal 21, 22, 23, dan 24. Pasal 22 misalnya berisi tentang ketentuan mengenai tata cara berlalu lintas, untuk keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban. Pasal 23 mengatur tentang kewajiban pengemudi saat mengemudikan kendaraannya. Pasal 24 mengatur tentang kewajiban pengguna jalan. Nampaknya 3 pasal ini sering dilanggar.

Pasal 41 mengatur tentang pengusahaan angkutan umum. Dalam pasal ini diatur menganai badan hukum dan warga negara yang dapat melakukan usaha angkutan (ayat 1), izin pengusahaan angkutan (ayat 2), dan jenis, persyaratan dan tata cara untuk memperoleh izin (ayat 3). Memperhatikan ketiga ayat dalam pasal tersebut, tidak satu ayat pun yang mengatur tentang sistem penggajian kepada pengemudi. Padaha, hasil kajian menunjukaan ada keterkaitan yang kuat antara pengemudi dan pengusaha dalam memberikan kontribusi terhadap kemacetan dan ketidaknyamanan transportasi di perkotaan. Hal ini disebabkan perilaku pengemudi angkutan umum yang ugal-ugalan karena mengejar setoran.

Demikian bahasan beberapa pasal dalam UU Nomor 14 Tahun 1992. Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum, substansi UU Nomor 14 Tahun 1992 ini relatif lengkap, namun tiga permasalahan pokok jika dibandingkan dengan implementasinya, dapat ditemukan. Pertama, beberapa pasal dan ayat dalam UU ini memerlukan tindak lanjut Peraturan Pemerintah, namun hingga saat ini baru beberapa saja yang ditindaklanjuti. Kedua, pasal dan ayat yang sudah tidak perlu ditindaklajuti lagi oleh PP, belum dapat diimplementasikan dengan baik, Ketiga, banyak pasal dan ayat yang maknanya bagus namun sulit untuk dimonitor pelaksanannya, dengan kata lain tidak disertai atau sulit merumuskan mekanisme kontrolnya. Sebagai ilustrasi, Pasal 20 ayat 1 menyatakan “Untuk menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan di jalan, perusahaan angkutan umum wajib mematuhi ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi”. Ketentuan wajib, semestinya berarti hukuman bagi para pelanggarnya. Namun pesan dari ayat ini sulit untuk dikontrol, sehingga aparat hanya mampu menemukan pelanggaran tatkala sudah terjadi kecelakaan.

C. Analisis dan Formulasi Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi

Untuk memecahkan permasalahan di atas, maka perlu dikeluarkan kebijakan pemerintah untuk menata semua elemen yang menjadi permasalahan di atas. Analisis alternatif pemecahan dari permasalahan di atas dapat dikemukakan sebagai berikut:

Page 24: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

23

1. Masalah pengaturan lalu lintas meliputi pengaturan arah lalu lintas dan penetapan jalur. Kenyataan saat ini, arah lalu lintas tidak ditetapkan sesuai dengan klasifikasi jalan, sehingga tidak jarang, jalan yang tidak layak untuk dua arah digunakan dua arah. Sementara itu, penetapan jalur berdasarkan kualifikasi kendaraan pun di kedua kota ini belum diterapkan. Dampak dari kedua hal tersebut adalah kemacetan lalu lintas. Terkait dengan hal tersebut, maka penataan kembali arah lalu lintas dan penentuan jalur-jalur khsusu untuk kualifikasi kendaraan tertentu, khusus untuk jalan-jalan protokol merupakan alternatif solusi untuk masalah ini.

2. Keberadaan terminal juga memberikan kontribusi terhadap kemacetan dan ketidaknyamanan lalu lintas. Berdasarkan analisis kondisi yang ada ternyata ada beberapa faktor yang menyebabkannya, antara lain: lokasi terminal yang dinilai kurang strategis oleh pengemudi, shingga mereka menunggu penumpang di luar terminal. Kemudian suasana terminal yang kuarng nyaman bagi penumpang disebabkan kegiatan usaha penunjang yang tidak tertata, serta banyaknya pungutan bagi pemanfaatan fasilitas umum yang ada di terminal. Terkait dengan permasalahan ini, maka perlu ada terminal-terminal pembantu khsus untuk angkutan dalam kota. Selain itu perlu penataan kembali usaha-usaha penunjang di dalam terminal, dan penyatuan pungutan untuk semua layanan fasilitas umum di terminal.

3. Kondisi jalan merupakan faktor lain yang menyebabkan kemacetan dan ketidaknyamanan lalu lintas di perkotaan. Kondisi jalan yang dimaksud dalam hal ini adalah kondisi jalan secara fisik. Pada ruas-ruas tertentu nampak terdapat kerusakan, adanya penggalian untuk proyek tertentu, serta kondisi alamiah jalan tertentu yang sering banjir. Untuk itu, maka perbaikan secara fisik dan koordinasi antar institusi dalam perencanaan proyek yang terkait dengan keadaan jalan, merupakan alternatif solusinya.

4. Kondisi farkir yang ada saat ini juga merupakan faktor kuat dalam menciptakan kemacetan dan ketidaknyamanan

transportasi kota. Berdasarkan kenyataan, banyak sekali parkir orang di pinggir jalan yang tidak layak , sehingga memperkecil lebar jalan untuk berlalu lintas. Sebagai alternatif solusi untuk masalah ini adalah penyediaan sarana parkir umum yang memadai baik oleh pemerintah atau pun swasta, serta penegakan hukum bagi yang parkir di sembarang tempat.

5. Permasalahan dalam keberadaan rambu lalu lintas meliputi penempatan rambu yang kurang tepat, serta sering terjadi rambu lalu lintas (dalam hal ini lampu stopan) yang tidak berfungsi. Untuk itu, penataan kembali rambu lalu lintas merupakan alternatif solusi yang ditawarkan.

6. Keberadaan angkutan umum ternyata besar pengaruhnya terhadap kondisi lalu lintas di perkotaan. Terkait dengan hal tersebut, pembatasan jumlah angkot dan penggantian dengan bus kota merupakan alternatif solusinya.

7. Terkait dengan pengusaha angkutan, penetapan sistem setoran dengan target tertentu kepada pengemudi menyebabkan pengemudi mengendarai kendaraan dengan melanggar norma-norma lalu lintas. Untuk itu, perlu dipikirkan sistem penggajian kepada pengemudi.

8. Untuk pengemudinya perlu ditegakkan ketentuan sangsi bagi pelanggar.

9. Kecepatan berkendaraan merupakan masalah lain yang besar pengaruhnya terhadap sistem transportasi perkotaan. Untuk mengatasi masalah ini, maka penetapan batas minimum dan maksimum kecepatan merupakan alternatif yang dapat dipertimbangkan.

10. Industri dan perdagangan merupakan faktor lain yang menyebabkan kemacetan lalu lintas. Untuk mengatasi hal ini, maka lokalisasi kawasan industri dan perdagangan merupakan alternatif solusi untuk hal ini.

11. Pencegahan urbanisasi meruapakan alternatif untuk mengatasi masalah urbanisasi dan kepadatan penduduk di kota-kota. Karena, dampak lebih lanjut dari urbanisasi ini adalah ketidakamanan dan kemacetan lalu lintas.

Page 25: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

24

12. Sektor informal terutama pedagang kaki lima dan pedagang asongan ternyata merupakan faktor kuat dalam mempengaruhi kondisi transportasi perkotaan. Secara langsung keberadaannya memperkecil lebar jalan dan menghambat laju kendaraan. Untuk itu penertiban dan lokalisasi pedagang kaki lima dengan pertimbangan keindahan kota, keuntungan pedagang, dan kenyamanan pembeli, merupakan alternatif solusi yang dapat dilakukan.

13. Keberadaan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Daerah, merupakan faktor-faktor yang juga besar peranannya terhadap penciptaan kondisi transportasi perkotaan seperti sekarang ini. Dalam kaitan ini, banyak sekali ayat dan pasal dalam peraturan perundang-undangan tersebut yang sudah tidak relevan lagi dengan keadaan saat ini. Atas dasar hal tersebut, maka peninjauan kembali

terhadap peraturan perundang-undangan merupakan alternatif solusi yang harus segera dilakukan.

14. Untuk menanggulangi pendanaan dalam rangka penyediaan prasarana transportasi kota, sementara dana pemerintah sangat terbatas, maka perlu melibatkan sektor swasta dan masyarakat. Sebagai contoh dalam pendanaan untuk pengadaan fasilitas parkir. Terkait dengan hal ini pula maka peran pemerintah harus lebih diarahkan sebagai regulator bukan sebagai pengoperasi langsung.

15. Perencanaan pembangunan regional dan perencanaan pembangunan daerah (kota) ternyata mempunyai pengaruh yang besar terhadap kondisi transportasi perkotaan saat ini. Untuk itu, konsistensi terhadap RUTR yang telah dibuat, merupakan solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini.

Page 26: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

25

Pengaturan arus lalu lintas Penataan Arah & Penetapan jalur-

jalur khusus di Jalan Protokol

Terminal Penataan Usaha Penunjang & Penyatuan Pungutan

Sub Sistem Jaringan Kondisi jalan Perbaikan kondisi fisik jalan dan

koordinasi antar institusi terkait.

Fasilitas parkir

Pengadaan fasilitas parkir umum disertai penetapan sangsi bagi yang parkir sembarangan, pentarifan yang relevan

Rambu lalu lintas Penataan kembali rambu-rambu lalu-

lintas

Angkutan umum

Pembatasan jumlah angkot & mengganti dengan Bis Kota untuk jalur tententu

Pengemudi Penerapan sangsi yang tegas bagi pelanggar

Sub Sistem Pergerakan Pengusaha

angkutan Penetapan sistem gaji kepada pengemudi

Kecepatan berkendaraan

Penentuan batas maksimum dan minimum kecepatan untuk jalur tertentu

Industri dan perdagangan Lokalisasi kawasan industri dan

perdagangan

Urbanisasi Pencegahan urbanisasi, kecuali untuk sekolah atau bekerja pada sektor formal

Sub Sistem Kegiatan

Kepadatan penduduk

Sektor Informal

Lokalisasi sektor informal dengan mempertimbangkan kenyamanan kota, keuntungan pedagang dan konsumen

Sistem Transpor-tasi Perkotaan

Keragaman aktivitas penduduk

Kondisi ekonomi

Sub Sistem Lingkungan Kondisi sosial

Kondisi fisik

UU Peninjauan UU Nomor 14 Tahun 1992

PP Peninjauan PP yang terkait

Sub Sistem Kelembaga

Sumber dana Partisipasi swasta & masyarakat dalam penyediaan sarana transportasi kota

Page 27: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

26

n SDM Aparatur Penegakan sangsi bagi aparatur yang melanggar peraturan

Peran Pemerintah

Peningkatan peran pemerintah sbg regulator, bukan sbg pengoperasi langsung

Perda Peninjauan kembali perda yang relevan

Perencanaan Pemb. Regional

Sub Sistem Keruangan

Perencanaan Pemb. Daerah

Konsisten terhadap RUTR yang telah dibuat & Menindak orang-orang yang melanggar RUTR

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Kondisi transportasi perkotaan pada dasarnya merupakan hasil interaksi dari berbagai sub sistem dan elemen yang ada di dalamnya. Paling tidak ada 6 sub sistem yang sangat berpengaruh terhadap kondisi umum transportasi perkotaan, yaitu sub sistem jaringan, sub sistem pergerakan, sub sistem kegiatan, sub sistem lingkungan, sub sistem kelembagaan, dan sub sistem keruangan. Hasil analisis terhadap keenam sub sistem beserta elemen-elemennya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Sub Sistem jaringan, Sub Sistem

Pergerakan, dan Sub Sistem Kegiatan, merupakan tiga sub sistem yang utama mempengaruhi kondisi transportasi perkotaan. Namun demikian, meskipun Sub Sistem Kelembagaan bukan merupakan yang paling besar pengaruhnya terhadap kondisi transportasi, tetapi pengaruhnya terhadap sub sistem lain cukup besar dibandingkan pengaruh sub sistem lain terhadap sub sistem kelembagaan. Hal ini berarti, peran pemerintah cukup besar dalam menciptakan kondisi transportasi di perkotaan.

2. Rencana Umum Tata Ruang tidak berfungsi secara optimal. Artinya, RUTR sering kali menyesuaikan dengan kebutuhan pembangunan prasarana kota yang muncul kemudian.

3. Pengaturan lalu lintas yang meliputi penetapan jalur dan arah lalu lintas, serta keberadaan terminal merupakan faktor utama dalam Sub Sistem Jaringan yang menyebabkan kekurangnyamanan dan kekuranglancaran lalu lintas di perkotaan.

4. Jumlah kendaraan umum di perkotaan (dalam hal ini angkot), perilaku pengemudi, dan pengusaha angkutan, merupakan tiga elemen utama dalam Sub Sistem Pergerakan yang menyebabkan kemacetan lalu lintas di di perkotaan.

5. Kegiatan industri dan perdagangan serta proses urbanisasi merupakan faktor penting dalam Sub Sistem Kegiatan yang mempengaruhi Sistem Transportasi di di perkotaan.

6. Perencanaan kota dan perencanaan regional ternyata mempunyai pengaruh yang paling besar dalam Sub Sistem Keruangan terhadap Sistem Transportasi di di perkotaan.

7. Permasalahan transportasi perkotaan, ternyata muncul bukan hanya sebagai akibat kekurangan sarana dan prasarana, tetapi juga substansi peraturan perundang-undangan yang belum mengakomodasi kepentingan transportasi tersebut. Dengan demikian, budaya pengguna jalan yang kurang baik, ditambah kondisi sarana dan prasarana yang belum memadai, makin parah karena peraturan perundang-undangan yang masih lemah.

8. Atas dasar pemilahan kewenangan di Bidang Transportasi Perkotaan, maka substansi penataan kebijakan dalam rangka

Page 28: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

27

perbaikan kondisi transportasi perkotaan, sebagian besar merupakan kewenangan pemerintah kota. Sementara yang bersifat lintas kota merupakan kewenangan propinsi, dan yang bersifat penataan policy level merupakan kewenangan pemerintah Pusat.

9. Atas dasar rumit dan kompleksnya permasalahan transportasi perkotaan, disamping perlu pemecahan secara sistematis, terintegrasi, dan penetapan prioritas berdasarkan besarnya pengaruh setiap sub sistem dan elemen yang ada, juga perlu difikirkan pembentukan forum komunikasi transportasi perkotaan atau dewan transportasi kota, yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan evaluasi terhadap kondisi dan kebijakan transportasi perkotaan, serta memberikan masukan kepada pemerintah kota untuk perbaikan kondisi transportasi perkotaan.

B. Rekomendasi

Atas dasar hasil penelitian ini, maka direkomendasikan bahwa dalam mengatasi masalah lalu-lintas perlu dilakukan kebijakan secara komprehensif dan terintegrasi, bukan hanya melakukan perbaikan dalam salah-satu sub sistem, tetapi menyentuh keseluruhan sub sistem sdengan prioritas-prioritas yang tepat. Sebagai langkah awal penataan kebijakan, hal-hal prioritas yang harus segera ditangani berdasarkan hasil penelitian ini sebagai berikut: 1. Perlu pengaturan kembali arah lalu lintas

dan penetapan jalur lalu lintas. Sementara itu, keberadaan terminal juga harus diperhatikan. Artinya bagaimana menetapkan lokasi terminal antar kota, bis kota, dan angkutan kota yang mendukung efisiensi kepada penumpang dan menjamin kelancaran lalu lintas

2. Perlu ada hukum dan penegakan hukum yang tegas bagi para pelanggar lalu lintas, bukan hanya kepada pengemudi, tetapi juga kepada para pengusahan angkutan dan kepada aparat penegak hukum.

3. Perlu ada kebijakan pembatasan jumlah (penghilangan) angkutan kota dan menggantikannya dengan Bis Kota yang memuat lebih banyak penumpang. Kalaupun pada jalur-jalur tertentu tetap masih ada angkot, maka perlu ada

ketetegasan dalam sistem setoran antara pengusaha angkutan dengan pihak pemerintah, agar pengemudi dalam melaksanakan tugasnya tidak dikejar-kejar setoran. Untuk itu, aturan mengenai sistem setoran, sistem penggajian bagi pengemudi, serta sangsi bagi para pelanggar baik pengusaha maupun pengemudi harus ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

4. Perlu penetapan jalur khsus untuk jenis kendaraan tertentu pada jalan-jalan protokol. Sementara jalan lainnya, perlu penetapan klasifikasi kendaraan yang boleh masuk, tidak semua jenis kendaraan.

5. Perlu penataan kembali rambu-rambu lalu lintas, serta penetapan jalan-jalan yang boleh satu arah dan boleh dua arah.

6. Perlu peninjauan kembali terhadap UU lalu lintas beserta peraturan pelaksanaannya dengan menyesuaikan kepada UU Nomor 22 Tahun 1999 dan PP Nomor 25 Tahun 2000.

7. Perlu peninjauan kembali terhadap RUTR dan penetapan kawasan industri agar kegiatan perekonomian terkonsentrasi. Dengan demikian, kota bisa diarahkan menjadi kota jasa.

8. Perlu sinkronisasi antara perencanaan kota, perencanaan regional, dan perencanaan nasional. Perencanaan Daerah (Kota) merupakan dasar bagi perencanaan yang ada di atasnya.

9. Perlu segera dipikirkan pembentukan Dewan Transportasi Kota, atau Forum Komunikasi Transportasi Perkotaan, yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan evaluasi terhadap kondisi dan kebijakan transportasi perkotaan, serta memberikan masukan kepada pemerintah kota untuk perbaikan kondisi transportasi perkotaan.

DAFTAR PUSTAKA Bintarto, R, Urbanisasi dan Permasalahannya,

Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987. Evans, Alan W, Urban Economics, An

Introduction, Basil Blackwell, 1985.

Haworth, Laurence, The Good City, Indiana University Press, Bloomington, 1966.

Page 29: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

28

Tamin, Ofyar Z, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, Bandung, 1997.

Manning, Chris & Noer Effendi, Tadjuddin, Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota, Yayasan Obor dan Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan UGM, PT. Gramedia, Jakarta, 1987.

Tolley, Rodney, The Greening of Urban Transport: Planning for Walking & Cycling in Western Cities, Belhaven Press, London, 1990. Morlok, Edward K, Introduction to

Transportation Engenering and Planning, (diterjemahkan oleh Johan Kalanaputra Hainim, Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Erlangga, Jakarta, 1995).

United Nations, Population Growth and policies in Mega Cities Jakarta, Departement of International Economic and Social Affair, Population Policy Paper, No. 18, New York, 1989.

William, Lim, Equity and Urban Environment in The Third World With Special Reference at Asian Countries and Singapore, New Art Printing (Pte) Ltd., Singapore, 1975.

Reksohadiprodjo, Sukanto, & Karseno, Ekonomi Perkotaan, BPEE, Yogyakarta, 1994.

Soesilo, Nining. I, Ekonomi Perkotaan (Kumpulan Makalah), MPKP-UI, Jakarta, 2000.

Page 30: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

1

LAMPIRAN:

KUESIONER PENELITIAN

Page 31: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

2

Perihal: Pengisian Kuesioner Sampel No .

Kepada Yth. …………………………………………. …………………………………………. di - Tempat Dengan hormat, Kami sebagai Tim Peneliti yang dibentuk sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Arsip, Diklat dan Litbang Kota Samarinda No. ....../....../....../.............. akan melakukan penelitian tentang “Pengembangan Model Pelayanan Transportasi Darat Jalan Raya di Kota Samarinda”. Penelitian ini dimaksudkan sebagai bahan masukan penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan pembangunan daerah, khususnya dalam bidang perhubungan lalu lintas dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik. Untuk itu, dimohon kesediaan Bapak/Ibu untuk kiranya dapat mengisi kuesioner sebagaimana terlampir. Untuk memperoleh pencapaian kebenaran hasil penelitian ini, kami mohonkan agar kuesinoner ini dijawab dengan sejujurnya apapun pendapat Bapak/Ibu. Sesuai dengan kode etik penelitian, informasi yang Bapak/Ibu berikan ini akan kami jamin kerahasiaannya, dan informasi tersebut semata-mata untuk digunakan sebagai bahan informasi/data karya ilmiah, yang nantinya menjadi salah satu bahan utama pedoman kebijakan program pelayanan transportasi darat untuk angkutan penumpang ke depan yang lebih baik. Atas perhatiannya dan bantuan Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih. Samarinda, November 2006 Tim Peneliti

Penumpang

Page 32: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

3

PENJELASAN a. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat pengguna jasa angkutan penumpang

kendaraan umum di wilayah Kota Samarinda. b. Kepada responden dimohon kesediannya untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dengan

jujur. c. Identitas responden maupun jawaban yang diberikan dijamin kerahasiannya, karena jawaban

responden hanya digunakan semata-mata untuk penelitian ilmiah. d. Responden dimohon untuk melingkari salah satu nomor pilihan jawaban yang disediakan

dan/atau mengisi sesuai dengan pertanyaannya dan kenyataan serta hati nurani responden.

Daftar Kuesioner Penelitian untuk Identitas responden: 1. Umur: …………tahun Nomor Sampel: ………2. Jenis Kelamin: ……………………………………………….. (diisi oleh enumerator)3. Alamat

Kelurahan: ………………………………………………..

Persepsi mengenai Aksesibilitas: 1. Bpk/Ibu sering menggunakan angkutan umum? 1. Tidak pernah 3. Sering 5. Selalu 2. Bpk/Ibu mudah memperoleh pelayanan angkutan umum? 1. Tidak mudah 3. Mudah 5. Sangat mudah 3. Angkutan umum yang Bpk/Ibu stop selalu bersedia melayani/mengantar sesuai trayek ke

tujuan? 1. Menolak 3. Sering 5. Selalu 4. Angkutan umum melayani/mengantar Bpk/Ibu sesuai trayek angkutan umum ? 1. Tidak sesuai 3. Sesuai 5. Sangat sesuai 5. Angkutan umum melayani/mengantar Bpk/Ibu sesuai trayek dan sampai pada tujuan

perjalanan? 1. Tidak pernah 3. Sesuai 5. Sangat sesuai 6. Bpk/Ibu mudah memperoleh angkutan untuk satu tujuan perjalanan yang berlainan

trayeknya? 1. Tidak mudah 3. Mudah 5. Sangat mudah 7. Bpk/Ibu mudah memperoleh angkutan umum dari atau menuju terminal bus antar kota? 1. Tidak mudah 3. Mudah 5. Sangat mudah 8. Bpk/Ibu menilai baik sistem antrian angkutan umum di terminal bus antar kota? 1. Tidak tertib 3. Tertib 5. Sangat tertib

Persepsi mengenai Kapasitas: 9. Bpk/Ibu sering memperoleh tempat duduk resmi (bukan bangku tambahan) angkutan umum? 1. Tidak pernah 3. Sering 5. Selalu 10. Bpk/Ibu pernah melihat sopir mengangkut/melayani penumpang melebihi kapasitas resmi? 1. Selalu 3. Sering 5. Tidak pernah

Penumpang

Page 33: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

4

Persepsi mengenai Kualitas: 11. Bpk/Ibu menilai perjalanan dengan angkutan umum selalu diantar sampai ke tujuan? 1. Tidak 3. Sering 5. Selalu 12. Bpk/Ibu menilai perjalanan dengan angkutan umum selalu praktis dan tidak mahal? 1. Tidak 3. Sering 5. Selalu

Persepsi mengenai Affordabilitas: 13. Bpk/Ibu merasa tarif angkutan umum sesuai dengan jarak perjalanan yang dilayani? 1. Tidak sesuai 3. Sesuai 5. Sangat sesuai 14. Bpk/Ibu pernah melihat sopir meminta tarif melebihi tarif resmi unt trayek yang dilayani? 1. Selalu 3. Sering 5. Tidak pernah

Persepsi mengenai Kenyamanan: 15. Bpk/Ibu merasa selama perjalanan dengan angkutan umum merasa suasananya nyaman

sampai ke tujuan? 1. Tidak nyaman 3. Nyaman 5. Sangat

nyaman 16. Bpk/Ibu merasa nyaman dengan pengaturan posisi tempat duduk dalam angkutan umum? 1. Tidak nyaman 3. Nyaman 5. Sangat nyaman Persepsi mengenai Keamanan: 17. Bpk/Ibu merasa aman, baik waktu siang maupun malam hari, dalam perjalanan dengan

angkutan umum sampai ke tujuan? 1. Tidak aman 3. Aman 5. Sangat aman 18. Bpk/Ibu merasa aman, baik di jalan yang ramai maupun jalan sepi, dalam perjalanan dengan

angkutan umum sampai ke tujuan? 1. Tidak aman 3. Aman 5. Sangat aman Persepsi mengenai Kelancaran: 19. Bpk/Ibu merasa perjalanan dg angkutan umum berjalan lancar (tidak banyak hambatan)

sampai ke tujuan? 1. Tidak lancar 3. Lancar 5. Sangat lancar 20. Bpk/Ibu merasa perjalanan dg angkutan umum berjalan cepat dan wajar waktu yg dibutuhkan

sampai ke tujuan? 1. Tidak cepat 3. Cepat 5. Sangat cepat

Saran/masukan dari Bpk/Ibu untuk pelayanan angkutan penumpang yang lebih baik: …………………………………………………………....................…………………………………

…………………………………………………………....................…………………………………

Page 34: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

5

…………………………………………………………....................…………………………………

Sekian dan TERIMA KASIH.

Page 35: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

6

Perihal: Pengisian Kuesioner Sampel No . Kepada Yth. …………………………………………. …………………………………………. di - Tempat Dengan hormat, Kami sebagai Tim Peneliti yang dibentuk sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Arsip, Diklat dan Litbang Kota Samarinda No. ....../....../....../.............. akan melakukan penelitian tentang “Pengembangan Model Pelayanan Transportasi Darat Jalan Raya di Kota Samarinda”. Penelitian ini dimaksudkan sebagai bahan masukan penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan pembangunan daerah, khususnya dalam bidang perhubungan lalu lintas dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik. Untuk itu, dimohon kesediaan Bapak/Ibu untuk kiranya dapat mengisi kuesioner sebagaimana terlampir. Untuk memperoleh pencapaian kebenaran hasil penelitian ini, kami mohonkan agar kuesinoner ini dijawab dengan sejujurnya apapun pendapat Bapak/Ibu. Sesuai dengan kode etik penelitian, informasi yang Bapak/Ibu berikan ini akan kami jamin kerahasiaannya, dan informasi tersebut semata-mata untuk digunakan sebagai bahan informasi/data karya ilmiah, yang nantinya menjadi salah satu bahan utama pedoman kebijakan program pelayanan transportasi darat untuk angkutan penumpang ke depan yang lebih baik. Atas perhatiannya dan bantuan Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih. Samarinda, November 2006 Tim Peneliti

Operator

Page 36: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KODI KOTA SAMARINDA

PENJELASAN a. Responden dalam penelitian ini adalah operator, yaitu pengelola/pemilik angkutan dan sopir

angkutan penumpang kendaraan umum di wilayah Kota Samarinda. b. Kepada responden dimohon kesediannya untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dengan jujur. c. Identitas responden maupun jawaban yang diberikan dijamin kerahasiannya, karena jawaban

responden hanya digunakan semata-mata untuk penelitian ilmiah. d. Responden dimohon untuk melingkari salah satu nomor pilihan jawaban yang disediakan dan/atau

mengisi sesuai dengan pertanyaannya dan kenyataan serta hati nurani responden.

Daftar Kuesioner Penelitian untuk Identitas responden: 1. Umur: ………… tahun 2. Lama sbg

sopir/pemilik: ………… tahun

3. Trayek angkutan sopir:

Kode …………… Kelurahan/Kecamatan tujuan akhir trayek ……………………………..………………..

Persepsi mengenai Trayek: 1. Bpk menilai trayek yang ditetapkan tidak sering menyebabkan rebutan

sopir beda trayek? 1. Sangat sering 3. Sering 2. Bpk menilai jumlah kendaraan angkutan sesuai dg jumlah calon penum1. Tidak sesuai 3. Sesuai 3. Bpk menilai perlu pembatasan jumlah kendaraan angkutan pada tiap tra1. Belum perlu 3. Perlu 4. Bpk menilai efisien pemberlakuan jalur satu arah pada jalan tertentu pa1. Sangat kurang 3. Baik Persepsi mengenai Pajak dan Retribusi: 5. Bpk menilai pengurusan pajak dan retribusi kendaraan (STNK, STCK,

lancar? 1. Sangat kurang 3. Lancar 6. Bpk menilai besar tarif yang dibayar utuk pajak&retribusi sesuai denga

tertuilis? 1. Sangat tidak

sesuai 3. Tidak sesuai

7. Bpk menilai tarif ijin trayek resmi (yang tertulis) nilainya wajar? 1. Sangat kurang 3. Wajar 8. Bpk menilai tarif ijin trayek tidak resmi (yang harus dibayar seluruhnya1. Sangat kurang 3. Wajar 9. Bpk menilai tersedia & berfungsi tempat pengaduan keluhan dalam pen

pajak&retribusi? 1. Sangat kurang 3. Cukup

r

Operato

TA 7

Nomor Sampel: ………(diisi oleh enumerator)

penumpang antar

5. Tidak pernah

pang pada trayek Bpk? 5. Sangat sesuai

yek? 5. Sangat perlu

da trayek yang dilalui? 5. Sangat baik

dll.) dilayani dg

5. Sangat lancar

n tarif resmi yang

5. Sangat sesuai

5. Sangat wajar

) nilainya wajar? 5. Sangat wajar

gurusan

5. Sangat baik

Page 37: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

8

10. Bpk menilai petugas inspeksi teknis kendaraan bertugas tegas sesuai aturan? 1. Sangat kurang 3. Cukup 5. Sangat baik 11. Bpk menilai adil dan sesuai atas tarif angkutan pada trayek bpk ? 1. Sangat kurang 3. Cukup 5. Sangat baik 12. Bpk menilai adil dan sesuai atas tarif angkutan pada trayek lain ? 1. Tidak baik 3. Cukup 5. Sangat baik Persepsi mengenai Biaya kendaraan diam dan berjalan: 13. Bpk menilai mudah memperoleh bengkel untuk perawatan angkutan di sepanjang trayek bpk? 1. Sangat sulit 3. Mudah 5. Sangat mudah 14. Bpk menilai mudah menyimpan (parkir lama)/memarkir smntra angktn di sepanjang trayek

bpk? 1. Sangat sulit 3. Mudah 5. Sangat mudah 15. Bpk menilai baik (efisien dan efektif) sistem parkir pada trayek yang bpk lalui? 1. Tidak baik 3. Baik 5. Sangat baik 16. Bpk menilai baik (sesuai dan adil) tarif parkir pada trayek yang bpk lalui? 1. Tidak baik 3. Baik 5. Sangat baik 17. Bpk menilai baik pemberlakuan batas umur maksimal angkutan yang diperbolehkan? 1. Tidak baik 3. Baik 5. Sangat baik 18. Bpk menilai baik pemberlakuan angkutan umum dilarang melayani penumpang di luar trayek

karena permintaan penumpang untuk carter pada acara tertentu? 1. Tidak baik 3. Baik 5. Sangat baik 19. Bpk menilai mudah memperoleh pelayanan BBM di sepanjang rute trayek bpk? 1. Sangat sulit 3. Mudah 5. Sangat mudah 20. Bpk sering menolak membayar pungutan-pungutan tidak resmi di tempat tertentu di terminal/

mall atau di sepanjang jalan rute trayek bpk? 1. Sulit menolak 3. Sering

menolak 5. Selalu

menolak Persepsi mengenai Hubungan pengusaha dg sopir: 21. Bpk selaku sopir menilai jumlah setoran yang dibebankan oleh pengusaha/pemilik angkutan

wajar? 1. Kurang Wajar 3. Wajar 5. Sangat Wajar 22. Bpk selaku sopir menilai jumlah setoran yang dibebankan oleh pengusaha/pemilik angkutan

mengakibatkan ”apapun dilakukan” (melanggar lalin, dll.) asal prinsip ”target kejar setoran” terpenuhi?

1. Kurang Wajar 3. Wajar 5. Sangat Wajar

23. Bpk selaku sopir menilai pengusaha/pemilik angkutan memperhatikan kesejahteraan keluarga bpk (santunan pengobatan, perlengkapan sopir, tunjangan lebaran, dll.)?

Page 38: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

9

1. Kurang baik 3. Baik 5. Sangat baik 24. Bpk selaku pengusaha/pemilik angkutan menilai wajar jumlah setoran yang dibebankan

kepada sopir? 1. Kurang Wajar 3. Wajar 5. Sangat Wajar 25. Bpk selaku pengusaha/pemilik angkutan tidak khawatir kehilangan/penurunan jumlah

penumpang akibat prinsip ”target kejar setoran” oleh sopir? 1. Tidak khawatir 3. Khawatir 5. Sgt Khawatir

Saran/masukan Bapak untuk perbaikan pelayanan operator angkutan yang lebih baik lagi: …………………………………………………………....................………………………………… …………………………………………………………....................………………………………… …………………………………………………………....................………………………………… …………………………………………………………....................………………………………… …………………………………………………………....................………………………………… …………………………………………………………....................………………………………… …………………………………………………………....................…………………………………

Sekian dan TERIMA KASIH.

Page 39: Pelayanan Transportasi Angkutan Kota Di Kota Samarinda - Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur - Dokumen Negara & Instansi

Penelitian Balitbang provinsi Kaltim Copyright @ 2006 Balitbang

PELAYANAN TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DI KOTA SAMARINDA

10

Daftar Panduan Pertanyaan untuk Wawancara dengan Regulator (Pemerintah: Dishub Kota, Dispenda Kota, Bappeda Kota)

dan panduan ini (dg bbrp penyesuaian) dapat dipakai juga untuk wawancara dengan Organda

Topik Sub-topik Jawaban responden Produk pelayanan

aspek perencanaan • Perencanaan sistem transportasi terpadu antar

moda dan inter moda • Perencanaan sistem transportasi antisipatif

untuk bbrp tahun mendatang • Proses perencanaan melibatkan publik • Substansi perencanaan mengutamakan

kepentingan publik • Dll

Produk pelayanan aspek pelaksanaan

• Kapasitas pelayanan menjangkau publik yang membutuhkan.

• Kualitas pelayanan memuaskan publik • Mekanisme komplain berjalan baik • dll

Pengawasan • Produk hukum daerah terkait dg sistem transportasi berjalan sesuai aturan.

• Sistem penghargaan dan sanksi ditegakkan. • dll

Pengendalian • Pengendalian jumlah kendaraan (umum&pribadi) dilakukan proporsional terhadap fasilitas jalan dan kebutuhan yang tersedia

• Lembaga/organisasi angkutan (Organda) lancar berkomunikasi dengan pemerintah

• dll

Saran/masukan Bapak untuk perbaikan sistem transportasi pelayanan angkutan yang lebih baik lagi:

…………………………………………………………....................…………………………………

…………………………………………………………....................…………………………………

…………………………………………………………....................…………………………………

Sekian dan TERIMA KASIH.