pelatihan kewirausahaan dalam rangka …
TRANSCRIPT
(Nama Skema Pengabdian)
Perjanjian No: III/LPPM/2016.02/24-PM
PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN
DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN EKONOMI
KELOMPOK REMAJA INKLUSIF
Disusun Oleh:
Susana Ani Berliyanti, Dra. M.Si (Ketua)
Fiona Ekaristi Putri SIP., MM (Anggota)
Dr. Maria Widyarini SE., MT (Anggota)
Laurentius Ariston Gea (Mahasiswa)
Eka Chandra (Mahasiswa)
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Katolik Parahyangan
(2016)
2
DAFTAR ISI
SAMPUL MUKA
ABSTRAK 3
Bab 1 Mitra Kegiatan 4
Bab 2 Persoalan Mitra Kegiatan 6
Bab 3 Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat 8
Bab 4 Hasil dan Kesimpulan 14
Lampiran
Contoh Hasil Evaluasi Program dari kelompok Pemanfaat 15
Contoh Hasil Feedback Seminar dan Expo dari Peserta 16
Photo kegiatan 18
3
ABSTRAK
Tujuan dari pengabdian masyarakat ini adalah menyediakan sistem pelayanan inklusif dengan meniadakan hambatan hambatan bagi setiap anak muda (remaja) untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial,
kemiskinan dan lain-lain. Metode yang dilakukan adalah memberikan pelatihan kewirausahaan bagi anak muda yang yang tereksklusi bersama sama dengan anak lainnya dari komunitas umum, untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya menuju kemandirian secara ekonomi. Kelompok pemanfaat yang dilatih berjumlah 25 orang terdiri dari anak muda umur 16-24 tahun dari kelompok remaja rentan yang menjadi dampingan LSM Mitra (Yayasan Samin, LSM KAP dan LSM Bahtera) serta siswa SMK maupun mahasiswa. Outcome pengabdian masyarakat ini bisa dikelompokkan kedalam tiga hal. Pertama, lahirnya kelompok wirausahawan muda pemula dalam bidang kuliner, tanaman hidroponik dan seni kreatif. Kedua, terbukanya informasi dan akses pelayanan dari pihak pemerintah dan bank dalam hal permodalan dan dukungan program. Ketiga, terbangunnya sinergi antar berbagai pihak dalam kegiatan kewirausahaan seperti dari pihak pemerintah, LSM dan masyarakat. Semuanya itu menciptakan suasana good governance dalam proses penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan melalui kewirausahaan.
4
Bab 1 Mitra Kegiatan
Kelompok remaja rentan di wilayah kota Bandung merupakan kelompok target dalam
pengabdian masyarakat ini. Mereka bisa remaja yang berasal dari keluarga kurang mampu secara
ekonomi, remaja putus sekolah, remaja yang pernah berkonflik dengan hukum, remaja defable
atau remaja yang bekerja dan tereksploitasi secara ekonomi dan sosial. Pengabdian Masyarakat
ini merupakan pengembangan dari dua pengabdian yang pernah dilakukan oleh ketua pengabdi
bersama LPPM UNPAR di tahun 2015 di wilayah Bandung, yaitu (pertama) Pendampingan Anak
Jalanan dalam Bidang pendidikan dan kedua adalah Pendampingan Anak Putus sekolah. Dua
pengabdian tersebut melibatkan mahasiswa dalam seluruh proses dari sejak mengidentifikasi
persoalan sampai ke pendampingan dan penyelenggaraan ekspo. Mahasiswa di training terlebih
dahulu untuk melakukan partisipatory assesment dimana masyarakat, dalam hal ini anak muda
jalanan dan anak putus sekolah diajak untuk mengidentifikasi persoalan mereka.
Dari proses assesment yang dilakukan ditemukan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Banyak anak jalanan mempunyai domisili tetap di Bandung dan mereka pernah mengenyam
pendidikan dasar (SD dan SMP) tetapi jarang yang melanjutkan sekolah ke level SMA dengan
alasan ekonomi. Sementara itu mereka yang sudah umur remaja sudah malu untuk terjun ke
jalanan. Akhirnya mereka cenderung melakukan kegiatan yang tidak produktif atau menjadi
pengangguran tanpa skill.
2. Banyak anak putus sekolah karena pengaruh pergaulan ataupun karena alasan kemiskinan.
Anak yang putus sekolah tersebut banyak yang kemudian menikah dan punya anak tapi tidak
bekerja dan banyak juga yang setiap hari berkumpul dengan teman sebaya untuk kegiatan
yang sekedar bersenang senang ataupun ikut dalam kegiatan Gang Motor.
3. Dari anak anak yang tidak sekolah tersebut (no 1 dan no 2) banyak juga yang terjebak dalam
pekerjaan terburuk anak menurut kategori Konvensi ILO no 182. Anak anak tersebut pada
kenyataannya tereksploitasi secara ekonomi dan fisik. Konvensi yang sudah diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia dalam Undang-undang no 1 Tahun 2000 mengenai Pelarangan dan
Tindakan Segera Penghapusan Bentuk Bentuk Pekerjaan terburuk untuk Anak, oleh
karenanya anak anak yang bekerja di sektor pekerjaan terburuk anak harus dicabut dari
situasinya.
Persoalan yang teridentifikasi diatas mengindikasikan bahwa remaja yang putus sekolah atau
remaja dengan kegiatan yang kurang produktif menjadi rentan terhadap berbagai hal yang bisa
5
menimbulkan masalah baik terhadap individu remaja itu sendiri, keluarga mereka, sosial dan
masyarakat. Situasi kelompok remaja yang ter-eksklusi secara ekonomi dan social diatas,
mengakibatkan masalah yang menjadikan hambatan dimana individu remaja mengalami
kesulitan untuk akses terhadap pelayanan pemerintah ataupun akses terhadap pasar kerja.
Beberapa persoalan yang bisa dicatat misalnya; timbulnya stigma seperti miskin, tidak
berpendidikan, tidak punya ketrampilan, criminal, militant, dan seterusnya. Stigma tersebut
mengakibatkan mereka menjadi kurang kredible dan sulit memasuki pasar kerja walaupun sudah
banyak mendapatkan pelatihan dari pemerintah maupun lembaga lembaga NGO.
Pemberdayaan secara ekonomi maupun sosial sangat diperlukan bagi remaja rentan
tersebut. Oleh karenanya dalam pengabdian masyarakat ini themanya adalah pelatihan
enterpreneurship yang berwawasan inklusi, artinya dalam proses pelatihan, kelompok rentan
disandingkan dengan berbagai remaja dari kelompok yang berbeda-beda.
6
Bab 2 Permasalahan Mitra
Dalam melakukan pengabdian masyarakat ini pengabdi bekerjasama dengan LSM Mitra yang
dalam programnya memiliki visi dan orientasi kegiatan yang sama dengan pengabdian masyarakat
yang kami lakukan. Secara kusus tim pengabdi bekerja sama dengan Yayasan Samin yang
berkedudukan di Yogyakarta. Yayasan Samin merupakan lembaga yang melaksanakan program
PNPM Peduli dengan metode inklusi dan menempatkan kelompok sasarannya adalah remaja rentan
dan pekerja anak. Dalam melaksanakan program Inklusi, Yayasan Samin bermitra dengan beberapa
LSM di Kota Bandung antara lain LSM KAP dan LSM Bahtera. Secara kelembagaan, dalam pengabdian
masyarakat tahun 2015, tim pengabdi telah membuat MOU dengan ketiga LSM diatas, sehingga
secara kelembagaan ikatan kerja sama telah terbentuk selama ini. Berdasarkan ketiga pertimbangan
yang telah disebutkan yaitu; pengalaman kerja sama kelembagaan di masa sebelumnya, kesamaan
visi dan orientasi kegiatan serta kesamaan dalam target program, maka kerjasama dengan ketiga
LSM diatas disepakati dalam melakukan ”Pelatihan kewirausahaan dalam rangka pemberdayaan
remaja inklusi”, dibawah nama program ” Akademi Kewirausahaan”.
Anak anak remaja dampingan LSM Bahtera dan LSM KAP secara kusus menjadi kelompok sasaran
dalam program pengabdian masyarakat ini. Situasi remaja dampingan kedua LSM tersebut tidak jauh
berbeda dengan karakter remaja tereksklusi yang telah dijelaskan dalam Bab 1 diatas. Dua persoalan
pokok yang melingkupi mereka adalah: Pertama, para remaja termarginal tidak memiliki life-skill
atau ketrampilan yang menyebabkan mereka tidak bisa memasuki pasar kerja ataupun melakukan
kegiatan produktif secara mandiri. Kedua, para remaja termarginal tersebut juga mengalami
diskriminasi atau tereksklusi yang memperburuk akses mereka terhadap dunia kerja maupun
kesempatan berkembang. Mereka tereksklusi secara ekonomi dan social dan karenanya terhambat
dalam pengembangan diri kearah yang lebih maju dan mandiri. Stigma yang ada mengakibatkan
kelompok remaja ini kurang kredible dan sulit memasuki pasar kerja walaupun sudah banyak
mendapatkan pelatihan dari lembaga lembaga NGO. Terobosan baru perlu dilakukan. Tujuannya
adalah memberdayakan individu individu dalam kelompok remaja termarginal tersebut secara
ekonomi dan social.
Beberapa kegiatan dalam konteks pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan pernah
dilakukan oleh pihak mitra bekerjasama dengan beberapa lembaga pendidikan ketrampilan tetapi
kurang berlanjut. Hal ini disebabkan karena pelatihan hanya dilakukan dalam waktu yang terbatas
dan kadangkala kurang sesuai dengan minat peserta. Produk produk yang diajarkanpun juga kurang
sesuai dengan minat pasar. Selain itu, pihak mitra tidak mempunyai kompetensi dalam hal
7
entrepreneurships sehingga agak kesulitan dalam pembinaan lebih lanjut, oleh karenanya kurang
ada keberlanjutan program. Pihak Mitra lebih fokus pada proses pencabutan (resque) dan
pendampingan pembangunan mental para remaja termarginal (Anak jalanan, anak bekas Lapas,
Anak bekas korban ESKA (eksploitasi Seksual Anak). Setelah mereka berhasil dibina secara mental,
anak anak remaja tersebut perlu dilatih dan dikembangkan kemandiriannya dalam bidang ekonomi.
Ada dua hal yang ditawarkan sebagai solusi atas permasalahan diatas. Pertama pelatihan
kewirausahaan bagi kelompok anak remaja termarginal yang secara mental sudah dibina oleh LSM
Mitra. Agar pihak mitra bisa mengembangkan program secara berkelanjutan maka pelatihan
dilakukan dalam bentuk penguatan kapasitas lembaga mitra (TOT) yang melibatkan serta kelompok
binaan. Para remaja tersebut pada tahap awal diharapkan telah memiliki kesadaran mental akan
pentingnya kemandirian secara pribadi dan tidak lagi mengandalkan mental charity. Kedua, arah
pengembangan usaha adalah berbasis intelegensi, minat, kebiasaan dan potensi yang dimiliki
peserta. Hal ini dimaksudkan untuk mengarahkan tumbuhnya wirausahawan yang berkelanjutan.
8
Bab 3 Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan pelatihan kewirausahaan dalam rangka pemberdayaan ekonomi kelompok remaja
inklusi telah dilaksanakan dari Bulan April sampai dengan Nopember 2016. Jadwal pelaksanaan ini
mundur sekitar dua bulan karena kesibukan kegiatan lain. Kegiatan dilaksanakan dalam tiga tahap
yaitu persiapan, pelaksanaan program dan penutup. Berikut penjelasan mengenai kegiatan dalam
tiga tahap tersebut.
Kegiatan pelatihan akan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
1. Membangun kesepakatan dengan Lembaga Mitra
Telah dikemukakan diatas bahwa pengabdian masyarakat ini bermitra dengan Yayasan Samin
sebagai lembaga payung dalam pelaksanaan Program Peduli Inklusi. Pertemuan awal dilakukan
sebanyak dua kali di Bulan April 2016 untuk mencari kesepakatan tentang pendekatan dalam
pelatihan dan kurikulum. Dari dua pertemuan tersebut disepakati bahwa pelatihan
entrepreneur akan dilakukan dengan pendekatan sociopreneur. Selain itu juga disepakati
tentang jumlah pertemuan di kelas sejumlah 10 kali pertemuan. Pelaksanaan dilakukan di
UNPAR, pihak Samin menyediakan uang transport bagi peserta dan pihak UNPAR
menyelenggarakan training dan materinya.
2. Menemukenali calon kelompok dampingan
Bersama dengan lembaga mitra (Samin, KAP dan Bahtera) membangun kesepakatan tentang
kualifikasi calon dampingan dan jumlah dari masing masing mitra baik jumlah pendamping
maupun jumlah anak dampingan yang akan menjadi peserta pelatihan entrepreneur.
Kesepakatan yang didapat adalah bahwa calon peserta adalah mereka yang secara pribadi dan
mental memang sudah siap untuk berubah dan sudah berorientasi pada masa depan.
Setelah calon peserta ditentukan oleh masing masing mitra sesuai dengan kriteria yang
disepakat, maka proses pengenalan dilakukan secara lebih jauh. Calon peserta dikumpulkan lalu
diminta menggambarkan apa yang mereka ingin capai dalam lima tahun ke depan, lalu diajak
melihat keadaan masa kini untuk kemudian ditemukan apa saja hal hal yang diperlukan untuk
mencapai situasi yang diinginkan di masa depan. Selain diajak untuk mengenal diri, calon peserta
juga diajak untuk mengenal orang lain, yaitu calon peserta lain.
Test graphology secara sederhana juga dilakukan, calon peserta diminta menuliskan tentang
dirinya sendiri lalu hasil tulisannya dianalisa oleh calon mentor secara graphologis. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui potensi, hambatan dan background calon peserta, dengan harapan
bisa dilakukan pendekatan yang tepat saat pelaksanaan training.
9
3. Training motivasi dan pengembangan ide bisnis
Pada pertemuan pertama, peserta training yaitu anak dampingan dan pendampingnya dari
lembaga mitra, dikenalkan konsep kewirausahaan. Wawasan mereka dibuka mengenai berbagai
jenis wirausaha yang bisa dimasuki, sesuai minat dan bakat masing masing. Di dalam sesi ini
diputarkan tiga film mengenai berbagai inovasi kewirausahaan dengan tujuan mengisnpirasi
para peserta dan menimbulkan niat untuk mendalami lebih jauh tentang kewirausahaan.
Peserta nampak sangat antusias, terlihat dengan banyaknya pertanyaan yang muncul. Pada
awalnya peserta merasa kawatir karena dalam benak mereka wirausaha itu harus berawal dari
kememilikan modal. Tetapi melalui penjelasan dan pemutaran film, pandangan tentang hal
tersebut berubah karena kewirausahaan bisa dimulia dengan segala potensi yang ada pada diri.
Yang penting bagaimana mengembangkan idenya.
4. Mengidentifikasi jenis intelegensi peserta dan pengembangan ide produk
Peserta dikenalkan akan adanya 8 jenis intelegensi; apa pengertian masing masing dan
pekerjaan apa yang cocok untuk setiap jenis intelegensi. Kedelapan intelegensi tersebut adalah
intelegensi linguistic, intelegensi matematis logis, intelegensi ruang, intelegensi kinestetik
badani, intelegensi musical, intelegensi interpersonal, intelegensi naturalis, intelegensi
eksistensial. Setelah mendapat penjelasan, peserta diminta untuk mengidentifikasi jenis
intelegensi yang dimiliki. Peserta dengan sangat mudah mampu mengidentifikasi apa jenis
intelegensinya dan mereka merasa menemukan diri bahwa mereka punya sesuatu sebagai
potensi.
Setelah setiap peserta mengenali intelegensi yang dimiliki lalu mereka diminta menemukan
peserta lain yang memiliki intelegensi serupa. Berdasarkan kesamaan intelegensi tersebut
mereka membentuk kelompok produk yang akan dikembangkan dalam wirausaha. jika tidak ada
yang serupa mereka bisa menemukan peserta yang intelegensinya ada korelasi untuk melakukan
usaha dengan produk serupa, misalnya mereka yang suka musik mungkin bisa bergabung
dengan yang mereka yang punya intelegensi kinenstetik badani seperti penari.
Hasil dari pengelompokan peserta berdasar intelegensi, munculah tiga kelompok ide produk
untuk dikembangkan dalam usaha yaitu kelompok produk kuliner, kelompok produk tanaman
dan kelompok produk jasa visual (music, EO, MC).
5. Pelatihan pembuatan produk
Pelatihan produk dilakukan secara terpisah diantara tiga kelompok usaha yang dibentuk oleh
peserta, tetapi dilakukan disaat yang bersamaan. Dalam pelatihan ini trainer didatangkan dari
10
alumni dan mahasiswa yang dianggap expert dalam masing masing bidang usaha tersebut.
Pengabdi membangun jejaring, baik melalui jejaring alumni maupun dengan relasi individual,
misalnya teman baik atau teman SMA yang sudah secara professional menggeluti bidang bidang
yang diperlukan dalam training kewirausahaan ini.
Training produk tanaman diarahkan ke urban farming yaitu tanaman hidroponik, ini sesuai
dengan situasi peserta dimana mereka tinggal di wilayah perkotaan dan tidak mempunyai lahan
kecuali ruang sangat sempit dipinggiran rumah. Training dilakukan dua kali dengan memanggil
trainer professional yang berorientasi sosial. Jenis tanaman yang dikembangkan adalah
kangkung, bawang merah, bayam, dan tanaman sayuran lain.
Untuk kelompok kuliner training produk dilakukan dua kali dan trainernya adalah seorang
mahasiswa yang sudah bergelut dalam produksi kue. Metode yang dilakukan dalam training
adalah metode praktek langsung sehingga para peserta bisa langsung membuat kue nya dan
melihat hasilnya. Pada tahap berikutnya, peserta diminta untuk mempraktekkan pembuatan kue
atau makanan yang diminati lalu diminta membawa ke tempat training. Disini dilakukan testing
produk oleh trainer, peserta training dan beberapa staf dilingkungan kampus. Lalu dimintakan
feedback dari mereka. Dari feedback yang didapat, peserta training kelompok kuliner diminta
untuk menyempurnakan produknya. Satu dari peserta sebenarnya sudah sering membuat kue
dan mendapatkan training personal dari pihak lain, tetapi belum dikembangkan untuk
wirausaha. Satu peserta lagi keluarganya sudah melakukan usaha kecil dan dia ingin
mengembangkan usaha keluarga. Pada dua peserta ini penguatan dan beberapa saran untuk
pengembangan usaha diberikan. Jadi tidak lagi berfokus pada produk tetapi lebih ke
pengembangan jiwa wirausahanya.
Kelompok jasa Visual diberikan training dari seorang alumni yang bekerja sebagai Event
Organiser (EO). Mereka diberikan training untuk berbicara di depan umum dan
mempraktekkannya. Tips dan hal hal yang perlu dimiliki oleh seorang EO juga diberikan. Karena
kelompok ini bukan hanya akan bergerak dalam pekerjaan EO tetapi pada prinsipnya tampil di
depan umum maka berbagai tips mengelola audience dan panggung juga diberikan.
6. Training pengelolaan usaha dan keuangan
Metode Bisnis Model Kanvas diajarkan kepada peserta training kewirausahaan. Mereka diminta
mendesain usahanya dengan mengidentifikasi berbagai hal seperti sumberdaya yang dimiliki,
kebutuhan usaha, pangsa pasar yang ditarget, sumber pendapatan dan lain lain. Dari situ
diharapkan bagi peserta untuk mampu merancang dan mengelola bisnis secara berkelanjutan.
11
7. Personal Branding
Personal Branding peserta dilakukan dengan dua acara yaitu training menulis dan public
speaking. Teknik menulis ditraining seorang penulis naskah dan sutradara yang bekerja di
sebuah media televisi. Peserta kemudian diminta untuk menulis untuk kemudian dibagikan
kepada peserta lain. Ada dua tujuan disini, pertama peserta berani menuangkan ide dalam
bentuk tulisan. Kedua, peserta berani dan percaya diri membagikan hasil ide/tulisannya kepada
orang lain. Harapannya, peserta nantinya akan menjadi blogger dan mampu menulis
mendeskripsikan produknya dalam web-blognya.
Training untuk memasarkan produk juga diberikan dalam personal branding. Para peserta
ditekankan untuk bisa percaya diri dan bangga dengan produknya. Mereka harus mengenal
produknya dengan baik terutama kelebihan kelebihannya. Setelah itu peserta diberikan tips
untuk mengenalkan produk terutama dalam mengenalkan produk secara lisan. Dari training ini,
peserta diberikan satu produk tertentu, lalu diminta untuk mengidentifikasi keunggulan dari
produk tersebut. Selanjutnya masing masing diminta mempraktekkan teknik pemasaran, satu
satu maju peserta maju kedepan mempromosikan produknya. Dalam mempraktekkan tersebut
peserta dilombakan.
8. Festival produk dan penutupan
Penutupan dilakukan dengan seminar dan expo produk. Seminar dan Expo dilakukan di Jln
Merdeka no 30, Kampus Pascasarjana UNPAR. Acara merupakan kolaborasi dari TAF, Yayasan
SAMIN, UNPAR, KAP dan BAHTERA. Tujuan dari seminar ada empat: pertama desiminasi
program pengabdian masyarakat yang sudah dilakukan. Kedua, memberikan kesempatan anak
anak dampingan untuk menunjukkan dan menjual hasil produknya. Ketiga, mempertemukan
anak anak dampingan dengan berbagai pihak untuk membangun dukungan. Keempat,
membangun sinergi antar berbagai pihak untuk mengembangkan kelompok masyarakat
termarginal dan mengentaskan kemiskinan.
Expo ini dilakukan secara bersinergi dengan merangkul beberapa kegiatan pengabdian
masyarakat yang dilakukan di UNPAR seperti kegiatan pemberdayaan perempuan di wilayah
Cidadap yang diketuai Ibu Ginaningsih Yuwono dari Fisip UNPAR dan pelatihan kewirausahaan di
wilayah Cikapundung yang diketuai oleh Ibu Fiona Ekaristi dari Fisip UNPAR juga. Selain itu juga
melibatkan lima Komite Pendidikan Masyarakat yang didampingi oleh lembaga Mitra.
Prinsip yang diterapkan dalam seminar ini adalah “dari kita untuk kita”. Expo yang dimaksud
bukanlah hanya expo dalam bentuk barang tetapi termasuk expo usaha jasa, seperti jasa EO, MC
dan catering. Oleh karenanya kelompok dampingan adalah subyek dalam penyelenggaraannya.
12
Perencanaan, MC, pengisi hiburan (music), penyedia catering, semuanya dari kelompok
dampingan. Forum seminar dan expo ini sekaligus menjadi ajang mereka untuk unjuk diri,
dengan tujuan membentuk rasa percaya diri, mempertemukan dengan pasar dan
mempertemukan dengan pihak pihak yang bisa mendukung pengembangan usaha.
Seminar dibagi dalam dua sesi, sesi pertama adalah testimoni dari perwakilan kelompok
dampingan. Sebagai narasumber adalah empat orang yang diambil dari anggota KPM dan dari
peserta training kewirausahaan. Sesi kedua, narasumber berasal dari empat unsur yaitu
pemerintah (Dispora), LSM (Save the Children) dan Lembaga Keuangan Bank BJB), Perguruan
Tinggi (NHI). Dari kelompok lembaga pendukung ini anak anak dampingan mendapat gambaran
tentang berbagai program dan fasilitas yang bisa diakses dalam rangka pengembangan
wirausaha serta persyaratan apa yang harus dipenuhi.
Hadir dalam seminar dan expo adalah berbagai stakeholder berjumlah sekitar 170 orang.
Hadir dari unsur pemerintah yang relefan dengan masalah anak dan remaja, misalnya hadir
perwakilan dari Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Sosial, Dinas
Pendidikan, Dinas pemuda dan Olah Raga, Dinas Kesehatan dan juga dari Lembaga
Pemasyarakatan Anak Sukamiskin. Hadir juga dari unsur Perguruan Tinggi seperti NHI, UNPAD
dan UNPAR baik dosen maupun mahasiswa. Dari unsur masyarakat hadir secara aktif dari
perwakilan Komite Pendidikan Masyarakat (KPM). Narasumber dalam seminar ini ada dua
kelompok, yaitu dari kelompok dampingan (peserta pelatihan kewirausahaaan UNPAR) dan
kelompok dampingan lembaga mitra (KAP dan Bahtera) yaitu KPM dari lima kecamatan di
wilayah Kota Bandung. Dari kalangan LSM hadir dari Save the Children, KAP, Bahtera, Yayasan
Anak Anak Terang serta beberapa dari LSM lain.
9. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara tertulis maupun interview informal dengan kelompok dampingan,
lembaga mitra maupun berbagai pihak yang hadir dalam acara seminar dan expo. Dari berbagai
feedback yang didapat selama seminar dan expo, diperoleh informasi bahwa berbagai pihak
sangat mengapresiasi model yang dilakukan dalam pemberdayaan anak dan remaja rentan. Dari
pihak pemerintah, dalam hal ini Dispora tertarik untuk mengadakan kerjasama dengan UNPAR
dan LSM Samin untuk mereplikasi model yang sama di tahun mendatang.
Dari berbagai pihak, secara individual juga mengungkapkan keinginannya untuk bisa
berkontribusi dalam pelatihan remaja rentan. Sebagai contoh ada seorang guru yang
mengajukan diri untuk bisa berkontribusi melakukan pelatihan dalam bidang media, karena itu
adalah keahlian yang bisa disumbangkan. Selain niat berkontribusi, banyak juga pihak yang
13
mengajukan permohonan untuk bisa mendapatkan kesempatan training kewirausahaan baik
dari kalangan individu, kelompok maupun kelembagaan. Secara kusus Lembaga Pemasyarakatan
Anak (LPA) menyatakan bahwa ada lebih dari 150 anak di Lapas Anak yang layak mendapatkan
kesempatan yang sama. Permintaan tersebut direspon oleh pihak Dispora. Selain itu secara
kusus Peserta Training Kewirausahaan dalam pengabdian masyarakat ini yaitu kelompok
tanaman Hidroponik, diminta untuk bersedia menjadi trainer di LPA. Ini menunjukkan bahwa
training kewirausahaan yang dilakukan UNPAR bukan hanya mampu menumbuhkan jiwa
kewirausahaan bagi peserta tetapi juga mampu membentuk rasa percaya diri untuk tampil dan
juga memberdayakan pihak lain.
14
Bab 4 Hasil dan Kesimpulan
Dari rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam “pelatihan kewirausahaan dalam rangka
pemberdayaan ekonomi kelompok inklusi” ini, dapat dicapai setidaknya tujuah (7) outcome.
1. Tumbuhnya jiwa Jiwa Wirausaha dari sebagian besar peserta. Ini bisa dilihat dengan
tumbuhnya tiga kelompok wirausahawan pemula.
- Pertama kelompok usaha kuliner
- Kelompok usaha tanaman hidroponik
- Kelompok usaha jasa visual dalam bentuk jasa MC , EO dan kelompok seni pertunjukan
yaitu kelompok music akustik
2. Membentuk rasa percaya diri dalam melakukan bisnis dan tampil dimuka umum. Misalnya,
peserta dengan percaya diri berani tampil mempresentasikan testimoni program dalam
seminar, tampil percaya diri menjadi MC dan menginterview peserta seminar.
3. Mengangkat derajat kelompok termarginal dan menghilangkan stereotype serta memupuk
rasa kebersamaam (Bersama Kita Bisa)
4. membentuk kemitraan antar pihak (masyarakat, pemerintah, pelaku usaha, penyedia modal
dan individual volunteer)
5. Mewadahi partisipasi volunteer individual untuk terlibat dalam pemberdayaan remaja
rentan.
6. Meningkatkan kesadaran anak dampingan akan arti penting pendidikan. Dengan bergaul
dengan mahasiswa selama training, banyak diantara peserta training yang sudah putus
sekolah ingin kembali sekolah dan membangun cita cita.
7. Meningkatkan jaringan kerja sama UNPAR dengan berbagai pihak.
15
LAMPIRAN
CONTOH HASIL EVALUASI PROGRAM DARI KELOMPOK PEMANFAAT
16
CONTOH HASIL FEEDBACK SEMINAR DAN EXPO
17
18
PHOTO PHOTO KEGIATAN
PERSIAPAN
Membangun kesepakatan dengan lembaga mitra
Menyusun kurikulum
Menemukenali calon dampingan
Mengidentifikasi jenis intelegensi individu
PELAKSANAAN
Penumbuhan Motivasi dan Pengenalan Wirausaha
Training Tanaman Hidroponik
19
Training membuat kue
Belajar menjadi penulis
Coaching dan Tips memasarkan produk
Public Speaking
20
HASIL
Bisnis Event Organiser Pemula dan MC
Wirausahawan pemula tanaman Hidroponik (Training
dan penyedia bibit)
Lebih Percaya Diri dan punya sikap optimis
Kelompok seni kreatif
Penguatan kerja sama kelembagaan
Membangun dukungan dan sinergi dari berbagai pihak (pemerintah, perguruan tinggi, pemberi modal-bank, LSM dan pelaku usaha)
21
Produk layak Jual (Makanan)
Produk tanaman layak dipasarkan
PENUTUP (seminar dan Expo)
22