pelaksanaan pengangkatan anak melalui penetapan

86
PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN HAKIM (Tinjauan Yuridis Penetapan Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN. Bms) SKRIPSI Oleh : Benny Zuliansyah E1A009175 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2015

Upload: dangdang

Post on 30-Dec-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI

PENETAPAN HAKIM

(Tinjauan Yuridis Penetapan Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN. Bms)

SKRIPSI

Oleh :

Benny Zuliansyah

E1A009175

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2015

Page 2: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

2

PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI

PENETAPAN HAKIM

(Tinjauan Yuridis Penetapan Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN. Bms)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Oleh :

Benny Zuliansyah

E1A009175

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2015

i

Page 3: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

3

ii

i

Page 4: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

4

iii

Page 5: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

5

PRAKATA

Segala Puja dan Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang

telah melimpahkan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

penyusunan skripsi dengan judul : “PELAKSANAAN PENGANGKATAN

ANAK MELALUI PENETAPAN HAKIM (Tinjauan Yuridis Penetapan Nomor :

01/ Pdt. P/ 2014/ PN. Bms)”sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih yang tak terhingga

kepada berbagai pihak yang telah membantu dan membimbing penulis hingga

penulisan dan penyusunan skripsi ini selesai tepat waktu. Para beliau yang

terhormat dan untuk itu penulis ucapkan terima kasih adalah :

1. Bapak Dr. Angkasa, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman.

2. Bapak Trusto Subekti, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan Skripsi.

3. Ibu Rochati, SH.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan Skripsi.

4. Ibu Haedah Faradz, S.H.,M.H, selaku Dosen Penguji dan Penilai Skripsi.

5. Seluruh dosen, para tenaga kependidikan dan seluruh karyawan Fakultas

Hukum Unsoed, terima kasih atas bimbingan, pelayanan dan kerjasama yang

baik selama penulis menempuh ilmu.

iv

Page 6: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

6

v

Page 7: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

7

PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI

PENETAPAN HAKIM

(Tinjauan Yuridis Penetapan Nomor: 01/Pdt.P/2014/PN.Bms)

Oleh: Benny Zuliansyah

E1A009175

Abstrak

Penetapan anak angkat atau pengangkatan anak dan pengesahan anak angkat

menjadi kewenangan pengadilan agama dan pengadilan negeri .dan berdasar pasal 49

huruf a Undang –Undang No 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang- undang

No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang menerangkan bahwa Pengadilan

Agama memiliki kewenangan untuk melakukan penetapan pengangkatan anak

berdasarkan hukum islam.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pelaksanan

pengangkatan anak dari pemohon yang beragama islam di Pengadilan Negeri Banyumas

studi terhadap Nomor :01/PDT.P/ 2014/PN .BMS. Metode pendekatan yang di gunakan

dalam pendekatan ini adalah Clinical Legal Research.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah: 1. Prosedur pengajuan permohonan

kepada Ketua Pengadilan Negeri, didaftarkan dalam buku regristrasi, membayar perskot

biaya perkara, Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi voluntair

Pengadilan, ditetapkan hari dan tanggal sidang, pelaksanaan sidang dibuka dan diperiksa

oleh hakim segala bukti dan saksi, sekiranya pengajuan pemohon beralasan maka hakim

akan mengabulkan permohonan pemohon dan sidang ditutup. 2. Dari aspek substansi

normatifnya: a. Hakim memeriksa alasan permohonan, b. Hakim menemukan hukumnya,

c. Hakim memeriksa bukti-bukti Pemohon, d. Hakim memberikan pertimbangan hukum,

e. Hakim memberikan penilaian hukum terhadap fakta-fakta yang didalilkan dengan

ketentuan hukum pengangkatan anak, dan f. Hakim memberikan putusan tambahan: 1)

mengirimkan salinan penetapan ini kepada Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan

Sipil untuk ditindak lanjuti pencatatannya pada Register Akta kelahiran dan Kutipan Akta

Kelahiran, setelah Para Pemohon menunjukkan salinan Penetapan ini yang telah

berkekuatan hukum tetap; 2) Hakim mengingatkan kepada Pemohon bahwa

“pengangkat anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan

orang tua kandungnya”, “orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya

mengenai asal-usulnya dan orang tua kandungnya”. Selanjutnya disarankan bahwa

sebaiknya pada bagian awal pertimbangan hukum pada penetapan hakim

mempertimbangkan dulu kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan mengadili

perkara yang diperiksanya, sehingga kepastian hukumnya menjadi semakin jelas.

Kata Kunci: Pengangkatan Anak, Penetapan Hakim.

vi

Page 8: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

8

APPOINTMENT OF CHILDREN THROUGH

DETERMINATION OF JUDGE

(Judicial Review Determination No. 01 / Pdt.P / 2014 / PN.Bms)

By: Benny Zuliansyah

E1A009175

Abstract

Determination of a foster child or adoption and ratification of adopted children under

the authority of religious courts and state courts under Article 49 letter .and a law No. 3

2006 on change Top Law No. 7 1989 On the Religious Court explained that the religious

court has the authority to make the determination of adoption under the laws Islam.

Purpose this study to determine the conduct of the applicant's adoption of the religion of

Islam in the District Court of Banyumas study of numbers: 01 / PDT.P / 2014 / PN .BMS.

The approach used in this approach is the Clinical Legal Research.

The results obtained are: 1. The procedure for filing an application to the Chairman

of the Court, registered in the book registrars, pay court fees, Case petition included in the

definition voluntary jurisdiction of the Court, set the day and date of the hearing, the

implementation of the trial opened and examined by the judge of all the evidence and

witnesses, in case of filing the applicant argued that the judge will grant the petition of the

applicant and the hearing was closed. 2. From the aspect of normative substance: a.

Judges examine the reasons the request, b. The judge found the law, c. The judge

examined the evidence of the Petitioner, d. Judge gives legal considerations, e. Judges

give legal assessment of the facts argued by the law of adoption, and f. Judge gives

additional award: 1) send a copy of this determination to the Head of the Department of

Population and Civil Registration to follow up recording in the Register birth certificate

and citation Birth Certificate, after the applicant to show a copy of this stipulation that has

binding; 2) The judge reminded the Applicant that "lifting the child decides not blood

relations between the adopted child and his biological parents", "foster parent shall notify

the adopted son of the origins and biological parents". Furthermore, it is suggested that

should be at the beginning of the legal considerations in the determination of the judge to

consider first the authority of the court to examine and adjudicate cases examined, the

legal outcomes becomes increasingly apparent.

Keywords: Adoption, Determination Judge.

vii

Page 9: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

9

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ........................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN ................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ iv

ABSTRAK ......................................................................................................................... vi

ABSTRACT ....................................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................................ 6

C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7

D. Kegunaan Penelitian................................................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Dan Tinjauan Umum Mengenai Beberapa Istilah Anak

Angkat ..................................................................................................... 8

B. Dasar Hukum Pengangkatan Anak ....................................................... 12

C. Motivasi Pengangkatan Anak ............................................................... 16

D. Prosedur Pengangkatan Anak ............................................................... 18

E. Prosedur dan Acara Pemeriksaan Permohonan Pengangkatan Anak

Dalam SEMA No. 6 Tahun 1983 yang secara teknis ada

penyempurnaan SEMA No. 2 Tahun 1979 ............................................ 22

F. Kewenangan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama dalam

Penetapan Pengangkatan Anak .............................................................. 28

G. Hak-hak dan Kewajiban Anak Angkat ................................................. 31

H. Akibat Hukum Pengangkatan Anak ....................................................... 36

viii

Page 10: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

10

BAB III METODELOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian .................................................................................. 39

B. Spesifikasi Penelitian ............................................................................. 39

C. Lokasi Penelitian ................................................................................... 40

D. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 40

E. Metode Penyajian Data .......................................................................... 40

F. Metode Analisis Data ............................................................................ 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ..................................................................................... 41

B. Pembahasan ............................................................................................ 54

BAB V PENUTUP ...............................................................................................................

A. Kesimpulan ............................................................................................ 73

B. Saran ....................................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA

ix

Page 11: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia pengaturan mengenai pengangkatan anak sampai saat ini

belum diatur secara khusus dalam undang-undang, melainkan masih diatur

dalam beberapa ketentuan hukum yang masih tersebar, seperti ketentuan

mengenai adopsi bagi anak laki-laki Tionghoa (S. Tahun 1927 No. 129),

kebiasaan pengangkatan anak pada masyarakat Bali yang juga menganut

sistim patrilineal, kebiasaan masyarakat di Jawa terjadi pada keluarga yang

tidak mempunyai anak, atau hanya mempunyai anak laki-laki atau anak

perempuan saja, maka mereka akan mengangkat anak laki-laki atau anak

perempuan; demikian juga di Indonesia dewasa ini pengangkatan anak juga di

kenal dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Pengangkatan anak menurut Pasal 39 Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa :

1) Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang

terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat

dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak

memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang

tua kandungnya.

3) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut

oleh calon anak angkat.

4) Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan

sebagai upaya terakhir.

5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak

disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.

Page 12: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

2

Definisi Pengangkatan Anak menurut Pasal 1 butir 2 Peraturan

Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Memperoleh,

Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh kembali Kewarganegaraan

Indonesia adalah sebagai berikut :

"Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan,

seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau

orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan

membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua

angkat".

Sejak zaman dahulu pengangkatan anak dilakukan masyarakat dengan

cara dan motivasi yang berbeda-beda, sesuai dengan sistem hukum adat dan

perasaan hukum yang hidup serta berkembang di daerah yang bersangkutan.

Perbedaan dalam hukum adat disyaratkannya suatu imbalan sebagai pengganti

kepada orang tua kandung anak angkat biasanya berupa benda-benda yang

dikeramatkan atau dipandang memiliki kekuatan magic.1 Sedangkan menurut

Hukum Islam pengangkatan anak sangat dianjurkan asalkan tidak memutus

hubungan darah antara anak yang diangkat dengan ibu kandungnya, tidak

menimbulkan hubungan nasab dan waris dengan orang tua angkatnya. Namun

diberikan wasiat wajibah maksimal 1/3 dari harta warisan orang tua

angkatnya, sebagaimana ketentuan Pasal 209 KHI.2

Perbedaan mengenai ketentuan dan akibat hukum sebgaimana dijelaskan

menurut Hukum Adat dan Hukum Islam di atas, oleh pemerintah dipandang

perlu diberikan ketentuan sebagai rujukan bagi hakim dalam menjalankan

tugas pokok kekuasaan kehakiman tentang pengangkatan anak, misalnya:

1 Wignjodipuro, Soerojo. 1973. Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Bandung: Alumni,

hal 31 2 Iman Jauhari, 2003. Hak-hak Anak dalam Hukum Islam, Pustaka Bangsa, Jakarta, hlm. 163

Page 13: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

3

Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 2006, Pengadilan Agama memiliki

kewenangan absolut untuk menerima, memeriksa, dan mengadili perkara

permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

secara tegas menyatakan bahwa tujuan pengangkatan anak, motivasi

pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik

bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini

sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak yang sifatnya

memang sangat tergantung dari orang tuanya.3

Anak angkat menurut Hukum Adat adalah anak orang lain yang

dijadikan anak dan secara lahir batin diperlakukan seakan-akan sebagai anak

kandung sendiri “ada kecintaan/kesayangan”.4 Dalam hukum adat dikenal dua

macam pengangkatan anak, yaitu :

1) Pengangkatan anak yang dilakukan secara terang dan tunai.

2) Pengangkatan anak secara tidak terang dan tidak tunai.5

Kewajiban dan tanggung jawab terhadap pengelolaan dan perlindungan

anak (anak angkat) dalam Undang-Undang Perlindungan Anak pada Pasal 20

sampai dengan Pasal 26, disebutkan bahwa: Negara, pemerintah, masyarakat,

keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap

penyelenggaraan perlindungan anak.6 Negara dan pemerintah berkewajiban

3 Djaja S.Meliala, Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia, Tarsito, Bandung, 1982, hal. 3.

4 Tamakiran, Asas-Asas Hukum Waris, Puionir jaya, Bandung, 1972, hal. 52

5 ING Sugangga, 1995. Hukum Waris Adat, Universitas Diponegoro, Semarang, Februari,

hal.35 6 Andi Syamsu Alam, dan H. M. Fauzan,, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam,

Jakarta, 2008, hal. 219.

Page 14: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

4

dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak

tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya

dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik

dan/atau mental.7 Dalam hal ini M. Budiarto menyebutkan bahwa menurut

hukum Islam pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan atau tidak dilarang

apabila memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :8

1. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat

dengan orang tua kandungnya dan keluarganya.

2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua

angkatnya, melainkan tetap sebagai pewaris dari orang tua

kandungnya, demikian juga orang tua angkatnya tidak berkedudukan

sebagai pewaris dari anak angkatnya.

3. Anak angkat tidak boleh menggunakan nama orang tua angkatnya

secara langsung, kecuali sekedar sebagai alamat atau tanda pengenal.

4. Orang tua angkatnya tidak bisa bertindak sebagai wali dalam

perkawinan anak angkatnya.

Pengangkatan anak sebagaimana telah dijelaskan di atas dalam aspek

sejarahnya sering juga diistilahkan dengan adopsi. Pengangkatan anak (adopsi,

tabbani), yaitu suatu pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri. Anak

yang diadopsi disebut “anak angkat”, peristiwa hukumnya disebut

“Pengangkatan Anak”. Pengangkatan anak dapat dijumpai dalam lapangan

hukum keperdataan, khususnya dalam lapangan hukum keluarga. Sehubungan

dengan telah diaturnya anak angkat dan pengangkatan anak pada Peraturan

7 ibid, hal. 7

8 Op Cit, hal. 24, 25.

Page 15: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

5

Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 di atas, maka substansi dan akibat hukum

dari pengangkatan anak ini telah mengalami perubahan. Apalagi dalam

perkembangan hukum sekarang ternyata Pengadilan Agama juga memiliki

kewenangan menetapkan pengangkatan anak bagi masyarakat Indonesia yang

beragama Islam, artinya kebiasaan mengangkat anak juga dilegitimasi dalam

Hukum Islam di Indonesia. Perlu diingat bahwa Hukum Islam semula tidak

mengenal anak angkat atau pengangkatan anak. Yang dikenal dalam Hukum

Islam adalah anak asuh. Dengan demikian sekarang ini mengenai penetapan

anak angkat atau pengangkatan anak ini juga menjadi kewenangan Pengadilan

Agama dan Pengadilan Negeri.

Mengingat persoalan mengenai anak angkat dan pengangkatan anak ini

merupakan sesuatu lembaga hukum yang penting karena menyangkut aspek

perlindungan anak juga berkaitan dengan perkembangan hukum keluarga dan

juga hukum waris; maka perlu dilakukan studi mengenai hal ini. Seperti

halnya dalam penetapan Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN. Bms bahwa dalam

penetapam hakim yang secara sah menurut hukum bahwa pengangkatan anak

yang telah dilakukan oleh Para Pemohon DARSO dan SITI KHASANAH

terhadap seorang anak perempuan yang bernama DESI RAHMAWATI, lahir

di Banyumas pada tanggal 7 Juli 2002, anak dari pasangan suami-isteri yang

bernama RIRIN SUSANTO dan SULASTRI. Dalam duduk perkaranya telah

dijelaskan secara kronologis proses pengangkatan anak telah terjadi yang

secara umum terdapat dua aspek yang mengerucut yaitu persoalan

pengangkatan anak dan pengesahan anak angkat. Sebetulnya kedua hal

tersebut berkaitan dengan pengangkatan anak secara substansi yang artinya

Page 16: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

6

telah terjadi penyerahan anak dari kakek yang mengasuhnya karena anak

tersebut sudah ditelantarkan oleh ayahnya dan ibunya sudah meninggal, dan

penyerahan anak tersebut secara adat kebiasaan telah terjadi proses

pengangkatan anak; kemudian pengangkatan secara prosesual dan

legitimasinya di pengadilan memberikan penjelasan bahwa pengangkatan

anak secara adat kebiasaan tersbut disahkan atau dilegitimasi oleh Pengadilan.

Hal ini menjadi menarik untuk dilakukan studi secara mendalam agar

diperoleh penjelasan lebih lanjut mengingat permaslahan anak angkat dan

pengangkatan anak dari aspek substansi, proses dan akibat hukumnya telah

ada kaidah hukum kebiasaannya, kemudian Hakim dalam pertimbangannya

juga mempertimbangkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis tertarik untuk

melakukan suatu penelitian dengan judul "PELAKSANAAN

PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN HAKIM

(Tinjauan Yuridis Penetapan Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN. Bms)"

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan pengangkatan anak melalui

penetapan hakim (Tinjauan Yuridis Penetapan Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN.

Bms)?

Page 17: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

7

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dituliskan di atas maka tujuan yang

ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan

pengangkatan anak melalui penetapan hakim (Tinjauan Yuridis Penetapan

Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN. Bms)?

D. Kegunaan Penelitian

Dari tujuan diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk:

1. Kegunaan secara teori

Diharapkan penulisan ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran

dalam hukum keluarga dan perkawinan terutama masalah yang

menyangkut pengangkatan anak.

2. Kegunaan secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

hakim dalam melakukan penetapan terhadap suatu kasus yang ada

terutama mengenai pengangkatan anak.

Page 18: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Dan Tinjauan Umum Mengenai Beberapa Istilah Anak

Angkat

Sebuah kajian akademik dan kajian yuridis pertama-tama harus

menemukan konsep definitif dalam kaitannya tentang anak angkat dan

pengangkatan anak, berikutnya asas dan tujuan pengangkatan anak, apa saja

hak-hak dan kewajiban anak yang harus mendapat perhatian orang tua,

kewajiban dan tanggung jawab terhadap masa depan anak, kedudukan,

perwalian terhadap anak angkat, penyelenggaraan perlindungan terhadap anak

angkat, dan ketentuan pidana kejahatan terhadap anak angkat. Hal ini dapat

kita petik beberapa ketentuan, Hukum pengangkatan anak yang didalamnya

melindungi kehidupan anak. Perlindungan terhadap anak angkat akan

memiliki payung hukum yang utuh untuk menjamin masa depan anak angkat

agar lebih baik.

Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002, adalah Undang-Undang

tentang Perlindungan Anak di Indonesia yang diundangkan tanggal 22

Oktober 2002. Memberikan istilah pengertian tentang anak, (Anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang masih dalam

kandungan) dari masing-masing istilah tersebut dapat memberikan gambaran

serta konsepsi yang berbeda-beda. Konsepsi yang berbeda-beda tentang

pengangkatan anak di atur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor. 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak yang dapat ditemukannya beberapa istilah

dimaksud, anak itu dapat dikategorikan sebagai anak yang berstatus terlantar,

Page 19: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

9

anak yang menyandang cacat, anak yang memiliki keunggulan. Masing-

masing istilah tersebut telah diberikan pengertiannya secara definitif.

Para Sarjana juga telah memberikan rumusan terminologi anak angkat,

sebagai berikut:

Menurut M. Budiarto:

“anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang

tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggungjawab atas

perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam

lingkungan orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan

pengadilan Republik Indonesia”.9

Menurut Fuad Muhammad Fachruddin:

“seorang anak dari seorang ibu dan bapak yang diambil oleh manusia

lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri. Anak angkat tersebut

mengambil nama orang tua angkatnya yang baru dan terputuslah

hubungan nasab dengan orang tua”.10

Sampai saat ini belum ada Undang-Undang yang secara khusus mengatur

tentang pengangkatan anak, namun praktik kenyataannya yang diperoleh dari

salah satu kasus tersebut adalah meliputi pengangkatan anak di tengah-tengah

kehidupan sosial masyarakat telah melembaga dan menjadi bagian dari budaya

yang hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sejak zaman dahulu dari

keinginan masyarakat Indonesia yang belum dikarunia anak telah melakukan

pengangkatan anak dengan cara dan motivasi yang berbeda-beda, sesuai

dengan sistem hukum adat dan perasaan hukum yang hidup serta berkembang

di daerah yang bersangkutan.11

Pemerintah melalui Menteri Sosial

menyatakan bahwa, dalam kenyataan kehidupan sosial tidak semua orang tua

mempunyai kesanggupan dan kemampuan penuh untuk memenuhi kebutuhan

9M. Budiarto. 1985. Pengangkatan Anak Ditinjau dari Segi Hukum, Akademik Presindo

10Fachruddin, Fuat, 1991, Hukum Perkawinan dan Harta Kekayaan, Graha Grafindo, Jakarta,

hal 41 11

ibid, hal 55

Page 20: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

10

pokok anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak. Kenyataan yang

demikian mengakibatkan anak menjadi terlantar baik secara rohani, jasmani,

maupun sosial.

Meskipun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

pengangkatan anak belum mencukupi, telah ada asas hukum bahwa

"Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus

suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang

jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya bahkan Pasal

22AB (Algemene Bepalingen van wetgeving vor Indonesia) secara tegas

menentukan bahwa hakim yang menolak untuk menyelesaikan suatu perkara

dengan alasan bahwa peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak

menyebutkan, tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut untuk

dihukum karena menolak mengadili.12

Asas hukum tersebut menunjukkan bahwa sistem hukum di Indonesia

juga menjunjung tinggi sistem hukum dalam common law yang menghargai

hakim sebagai makhluk mulia dan memiliki hati nurani serta kemampuan

untuk menangkap sinyal nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam

masyarakat sebagai hukum rill yang oleh hakim dapat digali sebagai bahan

ramuan untuk menciptakan hukum yurisprudensi dalam menangani kasus

yang hukum tertulisnya belum mencukupi seperti hukum pengangkatan anak

di Indonesia. Temuan hukum oleh hakim (yurisprudensi) tersebut, ke

depannya akan menjadi sumber hukum dalam praktik peradilan.

12

Loc cid, hal 9

Page 21: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

11

Dalam hukum adat peraturan mengenai pengangkatan anak juga

menjelaskan beberapa aspek hukum seperti hukum Islam serta memiliki segi

persamaan dengan hukum adopsi yang dikenal dalam hukum barat yaitu

masuknya anak dalam keluarga orang tua yang mengangkatnya dan

terputusnya hubungan keluarga dengan keluarga atau orang tua kandung anak

angkat. Perbedaan dalam hukum adat disyaratkannya suatu imbalan sebagai

pengganti kepada orang tua kandung anak angkat biasanya berupa benda-

benda yang dikeramatkan atau dipandang memiliki kekuatan magic.13

Sudut hukum Islam mengenai pengangkatan anak, pengangkatan anak

dalam Islam sangat dianjurkan asalkan tidak memutus hubungan darah antara

anak yang diangkat dengan ibu kandungnya, tidak menimbulkan hubungan

nasab dan waris dengan orang tua angkatnya. Namun diberikan wasiat

wajibah maksimal 13 dari harta warisan orang tua angkatnya, sebagaimana

ketentuan Pasal 209 KHI.14

Selanjutnya pengertian orang tua angkat menurut Pasal 1 butir 4

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak menyatakan bahwa ”Orang tua angkat adalah orang yang

diberi kekuasaan untuk merawat, mendidik, dan membesarkan anak

berdasarkan peraturan perundang-undangan dan adat kebiasaan”. Undang-

undang juga memberikan pengertian terhadap anak angkat yaitu Pasal 1 butir

9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal

1 butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan

13

Wignjodipuro, Soerojo. 1973. Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Bandung: Alumni,

hal 31 14

Iman Jauhari, 2003. Hak-hak Anak dalam Hukum Islam, Pustaka Bangsa, Jakarta, hlm.

163

Page 22: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

12

Pengangkatan Anak menyatakan bahwa ”Anak angkat adalah anak yang

haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah

atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan

membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tuanya

angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan”.

Tujuan pengangkatan anak Pasal 3 ayat (1) menyebutkan tujuan

pengangkatan anak, yaitu untuk kepentingan terbaik bagi anak untuk

mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan anak yang dilaksanakan

berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Kemudian pada Pasal 2 ayat (1) memuat prinsip pengangkatan

anak, antara lain :

a) Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi

anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku

b) Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang

diangkat dengan orang tua kandungnya

c) Calon orang tua angkat (COTA) harus seagama dengan agama yang dianut

oleh Calon Anak Angkat (CAA);

B. Dasar Hukum Pengangkatan Anak

Pengamatan Mahkamah Agung menghasilkan kesimpulan bahwa

permohonan pengesahan dan/atau pengangkatan anak yang telah diajukan ke

Pengadilan Negeri tampak semakin bertambah, baik yang merupakan

permohonan khusus pengesahan/pengangkatan anak yang menunjukkan

adanya perubahan, pergeseran, dan variasi-variasi pada motivasinya.

Page 23: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

13

Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 Peraturan Menteri Sosial Republik

Indonesia, No. 110/ HUK/ 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak

menyebutkan bahwa :

Pasal 4

Syarat material calon anak yang dapat diangkat meliputi:

a. anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun;

b. merupakan anak terlantar atau diterlantarkan;

c. berada dalam asuhan keluarga atau dalam Lembaga Pengasuhan

Anak; dan

d. memerlukan perlindungan khusus.

Pasal 5

Permohonan pengangkatan anak harus melampirkan persyaratan

administratif CAA yang meliputi:

a. copy KTP orang tua kandung/wali yang sah/kerabat CAA;

b. copy kartu keluarga orang tua CAA; dan

c. kutipan akta kelahiran CAA.

Pasal 6

Persyaratan CAA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a,

dibagi dalam 3 (tiga) kategori yang meliputi :

a. anak belum berusia 6 (enam) tahun merupakan prioritas utama,

yaitu anak yang mengalami keterlantaran, baik anak yang berada

dalam situasi mendesak maupun anak yang memerlukan

perlindungan khusus;

b. anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua

belas) tahun sepanjang ada alasan mendesak berdasarkan laporan

sosial, yaitu anak terlantar yang berada dalam situasi darurat;

c. anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18

(delapan belas) tahun yaitu anak terlantar yang memerlukan

perlindungan khusus.

Page 24: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

14

Pasal 7

(1) Persyaratan COTA meliputi :

a. sehat jasmani dan rohani;

b. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi

55 (lima puluh lima) tahun;

c. beragama sama dengan agama calon anak angkat;

d. berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan

tindak kejahatan;

e. berstatus menikah secara sah paling singkat 5 (lima) tahun;

f. tidak merupakan pasangan sejenis;

g. tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu

orang anak;

h. dalam keadaan mampu secara ekonomi dan sosial;

i. memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis dari orang tua

atau wali anak;

j. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah

demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan

perlindungan anak;

k. adanya laporan sosial dari Pekerja Sosial setempat;

l. telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam)

bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan

m. memperoleh izin Menteri atau Kepala Instansi Sosial Propinsi.

(2) Umur COTA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu

perhitungan umur COTA pada saat mengajukan permohonan

pengangkatan anak.

(3) Persetujuan tertulis dari CAA sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf i, disesuaikan dengan tingkat kematangan jiwa dari

CAA.

Keadaan tersebut merupakan gambaran bahwa kebutuhan masyarakat

tentang pengangkatan anak di tengah-tengah masyarakat makin bertambah dan

dirasakan bahwa untuk memperoleh jaminan kepastian hukum hanya didapat

setelah memperoleh putusan pengadilan. Pengadilan Negeri atau Pengadilan

Agama dalam menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman, menerima,

memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan

kepadanya, antara lain permohonan pengesahan atau pengangkatan anak,

harus mengacu kepada hukum terapannya. Sebagaimana telah diuraikan di

atas bahwa Mahkamah Agung sendiri sebagai penanggung jawab atas

Page 25: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

15

pembinaan teknis peradilan mengakui bahwa peraturan perundang-undangan

dalam bidang pengangkatan anak Warga Negara Indonesia, terutama

pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing

ternyata tidak mencukupi, namun ada beberapa peraturan hukum yang dapat

dijadikan rujukan bagi hakim dalam menjalankan tugas pokok kekuasaan

kehakiman tentang pengangkatan anak, misalnya:15

1) Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 2006 yang berlaku mulai tanggal 21

Maret 2006, Pengadilan Agama memiliki kewenangan absolut untuk

menerima, memeriksa, dan mengadili perkara permohonan pengangkatan

anak berdasarkan hukum Islam.

2) Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

bahwa anak adalah tunas potensi dan generasi muda penerus cita-cita

perjuangan bangsa, memiliki peran stategis dan mempunyai ciri dan sifat

khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada

masa depan.

3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang konvensi ILO nomor 182,

bahwa pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk

pekerjaan terburuk untuk anak dan undang-undang.

4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

5) Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 2 Tahun 1979

tertanggal 7 April 1979, tentang Pengangkatan Anak yang mengatur

prosedur hukum mengajukan permohonan pengesahan dan/atau

15

http://www.scribd.com/doc/2953998/Kedudukan-Anak-Dalam-Hukum-Di-Indonesia,

diakses tanggal 20 September 2014

Page 26: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

16

permohonan pengangkatan anak, memeriksa dan mengadilinya oleh

pengadilan.

6) Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 6 Tahun 1983 tentang

Penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun

1979, yang mulai berlaku sejak tanggal 30 September 1983.

7) Staatsblad 1927 Nomor 129, Pasal 5 sampai dengan Pasal 15 mengatur

masalah adopsi yang merupakan kelengkapan dari KUHPerdata/BW yang

ada, dan khusus berlaku bagi golongan masyarakat keturunan Tionghoa.

8) Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak, yang mulai berlaku

sejak tanggal 14 Juni 1984.

9) Beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung dan putusan pengadilan yang

telah berkekuatan hukum tetap, yang dalam praktik peradilan telah diikuti

oleh hakim-hakim berikutnya dalam memutuskan atau menetapkan

perkara yang sama, secara berulang-ulang, dalam waktu yang lama sampai

sekarang.

C. Motivasi Pengangkatan Anak

Dalam praktiknya, pengangkatan anak di kalangan masyarakat

Indonesia mempunyai beberapa tujuan dan/atau motivasinya. Tujuannya

antara lain adalah untuk meneruskan keturunan, apabila dalam suatu

perkawinan tidak memperoleh keturunan. Motivasi ini sangat kuat terhadap

pasangan suami istri yang telah divonis tidak mungkin melahirkan anak

padahal mereka sangat mendambakan kehadiran anak dalam pelukannya di

tengah-tengah keluarganya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Page 27: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

17

Perlindungan Anak, secara tegas menyatakan bahwa tujuan pengangkatan

anak, motivasi pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan

yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat

dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini

sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak yang sifatnya memang

sangat tergantung dari orang tuanya.16

Pengangkatan anak harus dilandasi oleh semangat kuat untuk

memberikan pertolongan dan perlindungan, sehingga masa depan anak angkat

akan lebih baik dan lebih maslahat. Harus disadari bahwa pengangkatan anak

yang sesuai dengan budaya dan akidah masyarakat Indonesia tidak

memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua

kandungnya.17

Hal sensitif yang juga harus disadari oleh calon orang tua

angkat dan orang tua kandung adalah bahwa calon orang tua angkat harus

seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat, hal ini penting

diperhatikan oleh karena pengaruh agama orang tua angkat terhadap Anak

angkat hanya memiliki satu arus arah dari orang tua angkat terhadap anak

angkatnya, jika hal ini terjadi maka akan sangat melukai hati dan nurani serta

akidah orang tua kandung anak angkat itu.

Pengangkatan anak juga mungkin terjadi dilakukan oleh warga Negara

Asing terhadap anak-anak Indonesia, hal ini memerlukan adanya ketentuan

hukum yang jelas terhadap pengangkatan anak antarwarga negara. Pasal 39

angka 4 Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 menyatakan bahwa

16

Djaja S.Meliala, Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia, Tarsito, Bandung, 1982, hal.

3. 17

ibid, hal 25

Page 28: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

18

pengangkatan anak oleh Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai

upaya terakhir.

Kaitannya dengan bimbingan dan pengawasan terhadap anak angkat,

Pasal 41 Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 menegaskan bahwa

pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap

pelaksanaan pengangkatan anak, yang detailnya akan diatur dengan peraturan

pemerintah.

Secara umum pengangkatan anak menurut hukum adalah pengalihan

anak kepada orang tua angkat dari orang tua kandung secara keseluruhan dan

dilakukan menurut adat setempat agar sah. Jadi orang tua kandung sudah lepas

tangan terhadap anak itu, dan tanggung jawab beralih kepada orang yang

mengangkatnya.

D. Prosedur Pengangkatan Anak

1. Menurut Staatsblad 1927 Nomor 129

Pasal 5 Staatsblad Tahun 1927 Nomor. 129 menjelaskan bahwa yang

boleh mengadopsi adalah seorang laki-laki yang telah beristri atau telah

pernah beristri tak memiliki keturunan laki-laki yang sah dalam garis laki-

laki, baik keturunan karena kelahiran maupun karena pengangkatan anak,

maka bolehlah ia mengangkat anak laki-laki sebagai anaknya. Dari

ketentuan maka yang boleh mengangkat anak adalah sepasang suami istri

yang tidak mempunyai anak laki-laki, seorang duda yang tidak memiliki

anak laki-laki ataupun seorang janda yang tidak memiliki anak laki-laki,

asal janda yang bersangkutan tidak ditinggalkan berupa amanah yaitu

berupa surat wasiat dari suaminya yang tidak menghendaki pengangkatan

anak. Dalam ketentuan ini tidak diatur secara konkrit mengenai batasan

Page 29: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

19

usia dan orang yang belum berkawin untuk melakukan pengangkatan

anak. Adapun mengenai tata cara pengangkatan anak (mengadopsi anak)

diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 10 Staatsblad Tahun 1927 Nomor. 129,

dalam Pasal 8 disebutkan bahwa :

1) Persetujuan dari orang atau orang yang melakukan pengangkatan

anak

2) Persetujuan dari orang yang akan mengangkat anak jika ia telah

berumur lima belas tahun

3) Jika diangkat anak oleh seorang janda sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 harus mendapatkan persetujuan dari saudara laki-

laki yang telah dewasa dan dari ayah suaminya yang telah

meninggal.

Dalam Pasal 10 Staatsblad Tahun 1927 Nomor. 129 dinyatakan bahwa :

1) Anak angkat hanya dapat dinyatakan melalui persetujuan dari

akta notaris

2) Pihak-pihak harus menghadap sendiri ke akta notaris atau

diwakilkan melalui kuasa khusus akta notaris

3) Setiap yang berkepentingan dapat menuntut agar anak angkat

dicatat pada tepi akta kelahiran orang yang diangkat anak.

4) Namun tidak adanya suatu catatan tentang anak angkat pada tepi

akta kelahiran, tidak dapat digunakan sebagai senjata terhadap

anak yang diangkat untuk akhirnya menyangkal

pengangkatannya.

Berdasarkan Staatsblad Tahun 1927 Nomor. 129 akibat hukum dari

pengangkatan anak adalah sebagai berikut :

1. Anak angkat secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat.

2. Anak angkat dijadikan sebagai anak adopsi yang dilahirkan dari

perkawinan orang tua angkat.

3. Anak angkat menjadi ahli waris orang tua angkat.

4. Karena adanya pengangkatan anak, maka terputus segala

hubungan perdata yang berpangkal pada keturunan karena

kelahiran antara anak angkat dengan orang tua kandung.18

18

M. Budiarto, S.H. Pengangkatan Anak Ditinjau dari Segi Hukum, Akademik Presindo,

1985, hlm. 27

Page 30: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

20

2. Anak Angkat Menurut Hukum Adat

Anak angkat menurut Hukum Adat adalah anak orang lain yang

dijadikan anak dan secara lahir batin diperlakukan seakan-akan sebagai

anak kandung sendiri “ada kecintaan/kesayangan”.19

Dalam hukum adat dikenal dua macam pengangkatan anak, yaitu :

1) Pengangkatan anak yang dilakukan secara terang dan tunai, artinya

pengangkatan anak dilakukan secara terbuka dihadiri segenap

keluarga, pemuka adat (terang) dan seketika itu juga diberikan

pembayaran uang adat (tunai). Akibat hukum putus, hubungan hukum

antara anak tersebut dengan orang tua aslinya.

2) Pengangkatan anak secara tidak terang dan tidak tunai, artinya

pengangkatan anak dilakukan secara diam-diam tanpa mengundang

keluarga seluruhnya atau hanya dihadiri oleh keluarga tertentu dan

tidak dihadiri oleh pemuka adat atau desa, dan tidak dengan

pembayaran uang adat.20

Sebagai contoh salah satu bagian dari hukum keluarga mengenai

pengangkatan anak. Mengangkat anak disebut “mupu anak” (Banten Utara

& Cirebon), “mulung” atau “ngukut anak” (suku Sunda umumnya) dan

“mungut anak” (Jakarta). Orang tua angkat umumnya bertanggung jawab

terhadap anak yang diangkatnya, sedangkan orang tua kandung lepas

tanggung jawabnya setelah pengangkatan itu. Cara pengangkatan pun

sangat sederhana biasanya hanya keluarga yang menyerahkan dan yang

19

Tamakiran, Asas-Asas Hukum Waris, Puionir jaya, Bandung, 1972, hal. 52 20

ING Sugangga, Hukum Waris Adat, Universitas Diponegoro, Semarang, Februari, 1995,

hal.35

Page 31: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

21

mengangkat, tetapi tetangga akan segera mengetahuinya. Adapula yang

dihadiri para kerabat dari kedua belah pihak.

Anak angkat dalam pengertian hukum adat dapat kita ambil dari

berbagai pendapat para Sarjana hukum adat, antara lain:

“Iman Sudiyat dalam bukunya Hukum Adat Sketsa Asas, tertulis

bahwa pengangkatan anak yang terdapat di seluruh Nusantara, ialah

perbuatan memungut/mengangkat anak dari luar ke dalam kerabat,

sehingga terjalin suatu ikatan sosial yang sama dengan ikatan

kewangsaan biologis.21

Menurut pendapat Imam Sudiyat, perbuatan

pengangkatan anak dalam hukum anak terjadi apabila terciptanya

ikatan sosial antara anak angkat dan keluarga angkatnya”.

“Menurut pandangan Hilman Hadi Kusuma, ia mengartikan anak

angkat sebagai anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh

orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat,

dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan atau

pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.22

Pendapat Hilman

Hadi Kusuma mengartikan anak angkat yang sah adalah anak orang

lain yang telah diakui oleh keluarga angkat dan hukum adat

setempat”.

“Menurut Soerojo Wignjodipuro telah memberikan batasan bahwa

mengangkat anak adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang

lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara

orang yang memungut anak dan anak yang dipungut itu tumbul

suatu kekeluargaan yang sama seperti ada antara orang tua dengan

anak kandungnya sendiri.23 Dalam pendapat Soerojo menegaskan

bahwa dalam pengangkatan anak tidak hanya sebatas mengangkat

atau mengakui, tetapi keluarga angkat harus memberlakukan anak

angkat tersebut seperti anak kandungnya sendiri”.

Dalam hukum adat dikenal adanya pengangkatan anak,

sebagaimana hukum adat pada umumnya di Nusantara jarang

terdokumentasi secara tertulis, tetapi hidup dalam ingatan kolektif

masyarakatnya. Sebagai contoh salah satu bagian dari hukum keluarga

mengenai pengangkatan anak. Mengangkat anak disebut “mupu anak”

21

Iman Sudiyat, 2000. Hukum Adat Sketsa Asas, cet.ke-4 , Yogyakarta: Liberty, hlm.102. 22

Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: tnp, 1977). 23

Soerojo Wignjodipuro, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, (Bandung: Alumni, 1973),

hlm.118.

Page 32: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

22

(Banten Utara & Cirebon), “mulung” atau “ngukut anak” (suku Sunda

umumnya) dan “mungut anak” (Jakarta). Orang tua angkat umumnya

bertanggung jawab terhadap anak yang diangkatnya, sedangkan orang tua

kandung lepas tanggung jawabnya setelah pengangkatan itu. Cara

pengangkatan pun sangat sederhana biasanya hanya keluarga yang

menyerahkan dan yang mengangkat, tetapi tetangga akan segera

mengetahuinya. Adapula yang dihadiri para kerabat dari kedua belah

pihak.

E. Prosedur dan Acara Pemeriksaan Permohonan Pengangkatan Anak

Dalam SEMA No. 6 Tahun 1983 yang secara teknis ada penyempurnaan

SEMA No. 2 Tahun 1979

Prosedur pengangkatan anak dilihat dari segi motivasi pengangkatan

anak, dalam hukum adat lebih ditekankan pada kekhawatiran (calon orangtua

angkat) akan kepunahan, maka calon orangtua angkat (keluarga yang tidak

mempunyai anak) mengambil anak dari lingkungan kekuasaan

kekerabatannya yang dilakukan secara kekerabatan, maka anak yang diangkat

itu kemudian menduduki seluruh kedudukan anak kandung ibu dan bapak

yang mengangkatnya dan ia terlepas dari golongan sanak saudaranya semula.

Berdasarkan hasil pengamatan Mahkamah Agung RI menemukan fakta

bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang prosedur, tata

cara menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan permohonan

pengangkatan anak dipandang belum mencukupi, maka Mahkamah Agung

sebagai lembaga tertinggi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan

kekuasaan kehakiman di Indonesia, memandang perlu mengeluarkan surat

Page 33: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

23

edaran yang menyempurnakan surat edaran sebelumnya yang mengatur

prosedur dan syarat-syarat pengajuan permohonan pengangkatan anak.

Di samping Hukum Acara Perdata yang berlaku, prosedur dan syarat-

syarat pengangkatan anak secara teknis telah diatur dalam SEMA No. 6 Tahun

1983 tentang Penyempurnaan SEMA No. 2 Tahun 1979 tentang Pengangkatan

Anak. Prosedur pengangkatan anak baik antar WNI, ataupun antar WNI dan

WNA akan diuraikan dalam pembahasan selanjutnya.

1. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No 110/HUK/2009 tentang

Persyaratan Pengangkatan Anak, mengatur tentang syarat-syarat calon

orang tua angkat bagi pengangkatan anak warga negara Indonesia (WNI)

yaitu :

Pasal 7

(1) Persyaratan COTA meliputi :

a. sehat jasmani dan rohani;

b. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55

(lima puluh lima) tahun;

c. beragama sama dengan agama calon anak angkat;

d. berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan

tindak kejahatan;

e. berstatus menikah secara sah paling singkat 5 (lima) tahun;

f. tidak merupakan pasangan sejenis;

g. tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang

anak;

h. dalam keadaan mampu secara ekonomi dan sosial;

Page 34: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

24

i. memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis dari orang tua atau

wali anak;

j. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah

demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan

perlindungan anak;

k. adanya laporan sosial dari Pekerja Sosial setempat;

l. telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan,

sejak izin pengasuhan diberikan; dan

m. memperoleh izin Menteri atau Kepala Instansi Sosial Propinsi.

(2) Umur COTA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu

perhitungan umur COTA pada saat mengajukan permohonan

pengangkatan anak.

(3) Persetujuan tertulis dari CAA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf i, disesuaikan dengan tingkat kematangan jiwa dari CAA.

Pasal 8

(1) COTA dapat mengangkat anak paling banyak 2 (dua) kali dengan

jarak waktu paling singkat 2 (dua) tahun.

(2) Jarak waktu pengangkatan anak yang kedua sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat dikecualikan bagi anak penyandang cacat.

(3) Dalam hal calon anak angkat adalah kembar, pengangkatan anak dapat

dilakukan sekaligus dengan saudara kembarnya oleh COTA.

Page 35: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

25

2. Syarat-Syarat Pengangkatan Anak Warga Negara Indonesia Kepada

Warga Negara Asing dalam Surat Edaran Mahkahmah Agung No 6 Tahun

1983.

a. Pengangkatan anak Warga Negara Asing harus dilakukan melalui

suatu yayasan sosial yang memiliki izin dari departemen sosial bahwa

yayasan tersebut telah diizinkan bergerak kegiatan pengangkatan

anak, sehingga pengangkatan anak Warga Negara Asing yang lagsung

dilakukan antara orangtua kandung anak Warga Negara Asing dengan

calon orang tua angkat Warga Negara Indonesia (private adoption)

tidak diperbolehkan.

b. Pengangkatan anak Warga Negara Asing oleh seorang Warga Negara

Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan sah/belum menikah

(single parent adoption) tidak diperbolehkan.

Surat Edaran Mahkamah Agung No 6 tahun 1983 mengatur syarat

calon orang tua angkat bagi anak antar Negara :

a. Berstatus kawin dan berumur minimal 25 tahun atau maksimal 45 tahun

b. Pada saat mengajukan permohonan sekurang-kurangnya sudah kawin 5

tahun, dengan mengutamakan keadaan:

1) Tidak mungkin mempunyai anak (surat keterangan dokter

kebidanan, dokter ahli)

2) Belum mempunyai anak

3) Mempunyai anak kandung seorang

4) Mempunyai anak angkat seorang dan tidak mempunyai anak

kandung

Page 36: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

26

5) Dalam keadaan mampu ekonomi berdasarkan surat keterangan

pejabat yang berwenang serendah-rendahnya lurah atau kepala desa

setempat.

6) Berkelakuan baik berdasarkan keterangan Polisi Republik

Indonesia.

7) Dalam keadaan sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat

keterangan dokter pemerintah

8) Mengajukan pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak semata-

mata untuk kepentingan kesejahteraan anak

Prosedur menerima, memeriksa dan mengadili perkara permohonan

pengangkatan anak antar-WNI harus diperhatikan tahapan-tahapan dan

persyaratan sebagai berikut :

a. Syarat dan Bentuk Surat Permohonan

1) Sifat surat permohonan bersifat voluntair.

2) Permohonan pengangkatan anak hanya dapat diterima apabila

ternyata telah ada urgensi yang memadai, misalnya ada ketentuan

undang-undangnya.

3) Permohonan pengangkatan anak dapat dilakukan secara lisan atau

tertulis berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku.

4) Surat permohonan pengangkatan anak dapat ditanda tangani oleh

pemohon sendiri, atau oleh kuasa hukumnya.

5) Surat permohonan pengangkatan anak ditujukan kepada Ketua

Pengadilan Negeri atau Ketua Pengadilan Agama. Pemohon yang

beragama Islam yang bermaksud mengajukan permohonan

Page 37: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

27

pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam, maka

permohonannya diajukan kepada Pengadilan Agama yang

mewilayahi tempat tinggal pemohon.

b. Isi Surat Permohonan Pengangkatan Anak

1) Bagian dasar hukum permohonan pengangkatan anak, harus secara

jelas diuraikan motivasi yang mendorong untuk mengajukan

permohonan pengangkatan anak.

2) Harus diuraikan secara jelas bahwa permohonan pengangkatan

anak, terutama didorong oleh motivasi untuk kebaikan dan/atau

kepentingan calon anak angkat, didukung dengan uraian yang

memberikan kesan bahwa. Hukum Perlindungan dan Pengangkatan

Anak di Indonesia calon orang tua angkat benar-benar memiliki

kemampuan dari berbagai aspek bagi masa depan anak angkat

menjadi lebih baik.

3) Isi petitum permohonan pengangkatan anak bersifat tunggal, yaitu

hanya memohon "agar anak bernama A dketapkan sebagai anak

angkat dari B." Tanpa ditambahkan permintaan lain, seperti: "agar

anak bernama A dtetapkan sebagai ahli waris dari si B."

c. Syarat-syarat Permohonan Pengangkatan Anak Antar-WNI

1) Syarat bagi calon orang tua angkat/pemohon, berlaku ketentuan

sebagai berikut:

a) Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antara orang tua

kandung dengan orang tua angkat (private adoption)

diperbolehkan.

Page 38: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

28

b) Pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang yang tidak

terikat dalam perkawinan sah/belum menikah (single parent

adoption) diperbolehkan.

c) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang

dianut oleh calon anak angkat.

2) Syarat bagi calon anak angkat

a) Dalam hal calon anak angkat berada dalam asuhan suatu

yayasan sosial harus dilampirkan surat izin tertulis Menteri

Sosial bahwa yayasan yang bersangkutan telah diizinkan

bergerak di bidang kegiatan anak.

b) Calon anak angkat yang berada dalam asuhan yayasan sosial,

maka harus mempunyai izin tertulis dari Menteri Sosial atau

pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut diizinkan untuk

diserahkan sebagai anak angkat.

F. Kewenangan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama dalam Penetapan

Pengangkatan Anak

a. Pengangkatan Anak Menurut Kewenangan Pengadilan Agama

Sebelum berlakuknya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006,

memang belum ada aturan yang tegas membolehkan Pengadilan Agama

untuk menangani lembaga hukum tersebut. Penjelasan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 yang secara absolut dan limitative menyebut

kewenangan Pengadilan Agama di bidang perkawinan tidak ditemukan

satu itempun yang menyebut lembaga hukum tersebut. Akan tetapi,

kemudian dalam Kompilasi Hukum Islam yang untuk sementara

Page 39: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

29

dipandang sebagai Hukum Materiil Islam, istilah anak angkat secara tegas

disebut. Dengan alasan ini pulalah ada beberapa Pengadilan Agama yang

secara diam-diam„ menangani permohonan pengesahan pengangkatan

anak versi Islam. Praktek illegal„ dari beberapa Pengadilan Agama

tersebut ternyata cukup ampuh untuk menciptakan budaya hukum yang

kemudian mendapat respon dari para legislator. Puncaknya adalah dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan

atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Bersama dengan sejumlah tambahan kewenangan lain yang dibebankan

Pengadilan Agama, lembaga pengesahan pengangkatan anak itu, secara

tegas disebut pula dalam Undang-Undang tersebut. Pada penjelasan

Ketentuan Pasal 49 huruf a poin 20 yang sebelumnya hanya berbunyi :

Penetapan asal-usul seorang anak sekarang berbunyi : “penetapan asal-

usuk anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam”.

Penegasan tersebut, di satu sisi menunjukkan adanya pengakuan dari

negara terhadap eksistensi lembaga pengangkatan anak versi Islam. Di sisi

lain, pada saat yang sama, menepis keragu-raguan masyarakat muslim dan

para praktisi hukum Peradilan Agama untuk memanfaatkan lembaga

tersebut. Bagi masyarakat muslim, kalau penetapan pengangkatan anak

dapat diajukan ke Pengadilan Agama yang memakai norma hukum Islam

kenapa harus diajukan ke pengadilan lain yang memakai norma hukum

lain (baca : hukum barat atau Adat ). Bagi Pengadilan Agama, dituntut

kesiapan teknisnya, yaitu penguasaan terhadap segala sesuatu yang

berkaitan dengan mekanisme guna melayani setiap pemohon penetapan

Page 40: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

30

pengangkatan anak tersebut.

Ketentantuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

pada pokoknya telah menegaskan, bahwa hukum acara yang berlaku bagi

Peradilan Agama adalah hukum acara yang berlaku bagi peradilan umum

kecuali yang diatur secara khusus oleh undang-undang tersebut. Hukum

acara tentang penetapan pengangkatan anak tersebut, secara khusus tidak

ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, maka harus

dilihat hukum acara yang dipakai oleh Peradilan Umum. Secara praktis,

dengan kalimat lain, dapat dikatakan bahwa segala aturan hukum acara

yang berkaitan dengan penetapan pengangkatan anak yang berlaku bagi

peradilan umum, dengan mengacu ketentuan Pasal 54 tersebut, harus

dibaca berlaku pula bagi Pengadilan Agama.

b. Kewenangan Pengadilan Negeri dalam Penetapan Pengangkatan

Anak

Pengangkatan anak merupakan suatu upaya hukum yang memiliki

fungsi efektif dalam perlindungan anak. Masyarakat internasional telah

mengenal apa yang disebut dengan adopsi, yaitu suatu pengangkatan anak

orang lain menjadi anak kandung orang tua angkat, dengan hak-hak dan

kewajiban sebagaimana hak-hak dan kewajiban yang dimiliki anak

kandung, baik hak waris hak menggunakan nama orang tua angkatnya, hak

perwalian dan lain-lain.

Page 41: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

31

Pengadilan Negeri di Indonesia, merupakan peradilan tingkat

pertama. Peradilan Umum merupakan salah satu pelaksana kekuasaan

kehakiman bagi rakyat pencari keadilan mengenai perkara perdata maupun

pidana. Tugas pokok Pengadilan ialah untuk menerima, memeriksa,

mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.

Pada tanggal 20 April 2006 lahir Undang-Undang Nomor 3 tahun

2006. yang menerangkan tentang penetapan asal-usul anak. Tepatnya pada

penjelasan Pasal 49 huruf a angka 20, yang menerangkan

bahwa,penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan

anak berdasarkan hukum Islam. Pasal 49 tersebut menerangkan bahwa

Peradilan Agama menerima, memeriksa dan mengadili serta

menyelesaikan perkara asal usul anak dan pengangkatan anak berdasarkan

hukum Islam. Akan tetapi kenyataannya, Pengadilan Negeri juga berhak

menerima, memeriksa dan mengadili permohonan pengangkatan anak bagi

mereka yang beragama Islam.

G. Hak-hak dan Kewajiban Anak Angkat

Mengurus masa depan anak adalah sama dengan mengurus dan

menyelamatkan masa depan bangsa dan negara Indonesia. Ketentuan yang

mengatur tentang kewajiban dan tanggung jawab terhadap pengelolaan dan

perlindungan anak (anak angkat) di Indonesia menjadi sangat penting. Dalam

Undang-Undang Perlindungan Anak telah digariskan kewajiban dan tanggung

jawab tersebut yang diatur pada Bab IV mulai Pasal 20 sampai dengan Pasal

Page 42: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

32

26. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan

bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.24

Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab

menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku,

agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum

anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.25

Negara dan

pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan

sarana dan prasarana dalam penyelengaraan perlindungan anak. Negara dan

pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak

dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain

yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.

Perlindungan terhadap anak di Indonesia termasuk anak angkat

bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,

tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak

mulia, dan sejahtera. Anak angkat dan anak-anak lain pada umumnya adalah

amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat hak-

hak sebagai anak dan harkat serta martabat sebagai manusia seutuhnya,

melekat hak-hak yang perlu dihormati dan dijunjung tinggi oleh orang tua

angkatnya dan masyarakat pada umumnya.

24

Andi Syamsu Alam, dan H. M. Fauzan,, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam,

Jakarta, 2008, hal. 219. 25

Loc Cit, hal. 7

Page 43: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

33

Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, hak-hak anak

angkat dimaksud terdapat dalam Pasal 4 samapai dengan Pasal 18 antara lain :

Pasal 4

Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan

berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi.

Pasal 5

Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status

kewarganegaraan;

Pasal 6

Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan

berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam

bimbingan orang tua;

Pasal 7

1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan

diasuh oleh orang tuanya sendiri;

2) dalam hal karena sesuatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin

tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar, maka

anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau

anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8

Seetiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan

sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial;

Page 44: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

34

Pasal 9

1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam

rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai

dengan minat dan bakatnya;

2) khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh

pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki

keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus;

Pasal 10

Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,

mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan

usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan

dan kepatutan.

Pasal 11

Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,

bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, dan berkreasi sesuai dengan

minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi perkembangan diri.

Pasal 12

Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi,

bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan social.

Pasal 13

1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain

mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat

perlindungan dan perlakuan:

a. diskriminasi;

b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

c. penelantaran;

d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

e. ketidakadilan, dan

f. perlakuan salah lainnya.

2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala

bentuk perlakuan tersebut, maka pelaku dikenakan pemberatan

hukuman.

Page 45: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

35

Pasal 14

Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali ada

alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan

itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan

pertimbangan terakhir;

Pasal 15

Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:

a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;

b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;

c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;

d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan

e. pelibatan dalam peperangan.

Pasal 16

1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran

penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak

manusiawi.

2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan

hukum.

3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya

dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat

dilakukan sebagai upaya terakhir;

Pasal 17

1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:

a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya

dipisahkan dari orang dewasa;

b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif

dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan

c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak

yang objektifdan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk

umum.

2) setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau

yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

Pasal 18

Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak

mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

Page 46: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

36

Di samping hak-hak yang dijamin oleh undang-undang tersebut,

anak-anak dan/atau termasuk anak angkat memiliki kewajiban-kewajiban

sebagai kewajiban asasi yang juga harus dilaksanakan oleh seorang anak,

yang dijelaskan dalam Pasal 19 Undang-Undang Republik Indonesia

Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yaitu :

Pasal 19

Setiap anak berkewajiban untuk:

a. menghormati orang tua, wali, dan guru;

b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;

c. mencintai tanah air, bangsa, dan Negara

d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan

e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

H. Akibat Hukum Pengangkatan Anak

Selain menimbulkan hak dan kewajiban, pengangkatan anak juga

menimbulkan suatu akibat hukum bagi anak angkat maupun orang tua angkat.

Akibat hukum ini bisa berbeda antara pengangkatan anak yang didasarkan

pada hukum Islam dengan pengangkatan anak yangdidasarkan pada hukum

perdata barat yang dilakukan melalui Pengadilan Negeri dimana Islam

melarang akibat hukum pengangkatan anak yang didasarkan pada ketentuan di

luar Hukum Islam.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, M. Budiarto menyebutkan

bahwa menurut hukum Islam pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan atau

tidak dilarang apabila memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :26

1. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat

dengan orang tua kandungnya dan keluarganya.

26

Op Cit, hal. 24, 25.

Page 47: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

37

2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua

angkatnya, melainkan tetap sebagai pewaris dari orang tua

kandungnya, demikian juga orang tua angkatnya tidak

berkedudukan sebagai pewaris dari anak angkatnya.

3. Anak angkat tidak boleh menggunakan nama orang tua angkatnya

secara langsung, kecuali sekedar sebagai alamat atau tanda

pengenal.

4. Orang tua angkatnya tidak bisa bertindak sebagai wali dalam

perkawinan anak angkatnya.

Dalam Al-Qur‟an tidak memberi hak bagi anak angkat untuk menerima

warisan dari orang tua angkatnya, namun dalam Kompilasi Hukum Islam

(KHI) yang merupakan produk manusia dari berbagai mahzab dan dijadikan

salah satu sumber hukum di negara kita memberikan ketentuan bahwa anak

angkat berhak menerima bagian harta orang tua angkatnya berupa wasiat

wajibah, sebagaimana diatur dalam Pasal 209 Ayat (1) dan Ayat (2) Kompilasi

Hukum Islam (KHI), sebagai berikut :

1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176

sampai dengan Pasal 193, sedangkan terhadap orangtua angkat

yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah, sebanyak-

banyaknya 1/3 (sepertiga) dari harta warisan anak angkatnya.

2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat, diberi wasiat

wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) dari harta warisan

orangtua angkatnya.

Page 48: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

38

Berdasarkan bunyi Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam (KHI) ayat (1)

dan (2) di atas, dapat dipahami bahwa wasiat wajibah yang dimaksud oleh

Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah wasiat yang diwajibkan berdasarkan

ketentuan perundang-undangan yang diperuntukkan bagi anak angkat atau

sebaliknya orang tua angkatnya yang tidak diberi wasiat sebelumnya oleh

orang tua angkat atau anak angkatnya, dengan jumlah maksimal 1/3

(sepertiga) dari harta peninggalan.

Page 49: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

39

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif, yaitu suatu pendekatan yang menggunakan legistis positivis. Konsep

ini memandang hukum identik dengan norma-nonna tertulis yang dibuat atau

diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang benvenang. Konsep ini melihat

hukum sebagai sistem normatif yang otonom, tertutup dan terlepas dari

kehidupan masyarakat yang nyata dan menganggap norma lain itu bukan

sebagai norma hukum.

Penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan perundang-

undangan (Statute Approach) yaitu pendekatan yang dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan

isu hukum yang sedang ditangani. Berdasarkan pendekatan ini diperoleh

peraturan hukum dan menguji penerapannya secara praktis dengan

menganalisis putusan hakim.

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah legal research, yaitu

penelitian yang bertujuan hendak menguji apakah suatu ketentuan normatif

tertentu memang dapat atau tidak dapat dipakai untuk memecahkan suatu

masalah hukum tertentu.

Page 50: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

40

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data di Pusat Informasi

Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

D. Metode Pengumpulan Data

Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka terhadap

peraturan perundang-undangan, buku buku literatur dan dokumen-dokumen

yang berhubungan dengan obyek atau masalah yang akan diteliti dan membuat

catatan.

E. Metode Penyajian Data

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun

secara sistematis, logis dan rasional. Dalam arti keseluruhan badan hukum

yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan

dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga merupakan suatu kesatuan

yang utuh didasarkan pada norma hukum atau kaidah-kaidah hukum serta

doktrin hukum yang relevan dengan pokok permasalahan.

F. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode

normatif kualitatif, yaitu dengan cara menjabarkan dan menafsirkan data yang

diperoleh berdasarkan norma norma atau kaidah kaidah, teori teori, pengertian

pengertian hukum dan doktein-doktrin yang terdapat dalam ilmu hukum,

khususnya dalam Hukum Acara Pidana.

Page 51: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

41

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Permasalahan penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan

pengangkatan anak melalui penetapan hakim Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN.

Bms, dengan demikian fokus kajiannya adalah melakukan studi normatif

mengenai pelaksanaan pengangkatan anak melalui penetapan pengadilan

sebagai obyek atau materi penelitian dan fakta atau data yang diperoleh melalui

bahan hukum primer ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

bekerjanya hukum pengangkatan anak di Indonesia, khususnya yang terjadi

pada masyarakat Jawa pada umumnya. Digunakan kata “pelaksanaan” harap

dipahami terminologinya sebagaimana peneliti sampaikan, yaitu menunjukkan

fokus kajian pada penelitian ini ingin melihat aspek implementasi

pengangkatan anak pada aspek normatifnya saja; dan digunakannya kata

“melalui penetapan hakim” menjelaskan bahwa ruang lingkup penelitian ini

hanya studi terhadap penetapan hakim Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN. Bms,

Maka di bawah ini disajikan pokok-pokok substansi atau materi dari penetapan

hakim tersebut secara sistimatis sebagai berikut:

1. Subyek hukum

a) Subyek hukum atau dalam hal ini para pemohon adalah: DARSO dan

SITI KHASANAH, Bertempat Tinggal di Desa Pageralang, RT. 003,

RW. 002, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas, beragama

Islam.

b) Anak angkatnya adalah DESI RAHMAWATI yang lahir di Banyumas

Page 52: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

42

tanggal 7 Juli 2002 anak kandung pasangan suami isteri RIRIN

SUSANTO dan SULASTRI telah bercerai berdasarkan Akta Cerai No.

433 / AC / 2009 / PA.Bms tanggal 25 mei 2009.

c) Kakek nya adalah SAMSUDI sebagai pengasuh yang merawat DESI

RAHMAWATI.

2. Duduk Perkara

Duduk perkara menjelaskan mengenai serangkaian peristiwa yang

terjadi dan menjadi dasar secara kronologis serta berisi alasan dari

permohonan pengangkatan anak yang diajukan ke pengadilan, dan

disajikan dalam bentuk pointes sebagai berikut:

1. Pada tanggal 14 Nopember 2001 Para Pemohon telah melangsungkan

pernikahannya secara sah dihadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor

Urusan Agama Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas.

2. Para Pemohon selama pernikahan sampai saat ini belum dikaruniai

keturunan, sedangkan kami sangat mendambakan kehadiran seorang

anak dalam sebuah rumah tangga.

3. Pada tanggal 1 Juli 2013 seorang bernama SAMSUDI selaku kakek

anak tersebut telah menyerahkan kepada kami Para Pemohon selaku

calon orang tua angkat terhadap anak perempuan yang bernama DESI

RAHMAWATI yang lahir di Banyumas tanggal 7 Juli 2002 anak

kandung pasangan suami isteri RIRIN SUSANTO dan SULASTRI

telah bercerai berdasarkan Akta Cerai No. 433 / AC / 2009 / PA.Bms

tanggal 25 mei 2009, yang juga masih merupakan keponakan

Pemohon (DARSO) kakak kandung SULASTRI.

Page 53: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

43

4. Setelah perceraian DESI RAHMAWATI diasuh dan dirawat oleh

SULASTRI yang kemudian telah menikah lagi dengan laki-laki yang

bernama WASLAM namun selanjutnya karena kecelakaan lalu-lintas

ibu kandung meninggal dunia.

5. Para Pemohon telah:

a. Sesuai adat kebiasaan para Pemohon mengadakan syukuran

dengan mengundang tetangga sekeliling tempat tinggal Para

Pemohon sebagai rasa syukur atas anak yang telah Para Pemohon

angkat tersebut.

b. anak tersebut telah diasuh, dirawat dan Para Pemohon

memberikan bimbingan layaknya anak kandung sendiri.

c. anak tersebut sekarang telah tinggal bersama dengan Para

Pemohon.

d. Para Pemohon terdorong untuk mengangkat anak dengan alasan

tidak semata-mata atas dasar faktor ekonomi, akan tetapi lebih ke

arah perkembangan dan pertumbuhan jiwa anak itu sendiri dan

untuk kesejahteraan anak tersebut, agar kelak dikemudian hari

mendapatkan perhatian, kasih sayang, perlindungan serta

pendidikan yang layak di masa yang akan datang agar

kehidupannya menjdi lebih baik.

6. Pengangkatan anak dimaksudkan untuk memperoleh kepastian hukum

maka pengesahan pengangkatan diajukan kepada Ketua Pengadilan

Negeri Banyumas untuk memberikan penetapannya.

Page 54: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

44

3. Bukti-Bukti

Bukti-bukti yang diajukan sebagai berikut :

1) Asli Surat Rekomendasi Pengangkatan Anak dari Kepala Dinas

Sosial,Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas, Nomor

: 467/12.435/2013, tertanggal 17 Desember 2013, selanjutnya diberi

tanda (Bukti P-1);

2) Asli Laporan Sosial Hasil Kunjungan ke Rumah Calon Orang Tua

Angkat atas nama DARSO dan SITI KHASANAH dari Pekerja

Sosial Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten

Banyumas, tertanggal 16 Desember 2013, selanjutnya diberi tanda

(Bukti P-2);

3) Fotokopi Kutipan Akta Nikah No. 595/33/XI/2001 tanggal 14

Nopember 2001 atas nama DARSO dan SITI KHASANAH,

selanjutnya diberi tanda (Bukti P-3);

4) Fotokopi Kartu Keluarga No. 3302062806060002, atas nama Kepala

Keluarga DARSOtanggal 28 Juni 2006, selanjutnya diberi tanda

(Bukti P-4);

5) Fotokopi Surat Akta Kelaiharan atas nama DESI RAHMAWATI No.

Reg. 22982/LT/2013, tanggal 17 Oktober 2013, selanjutnya diberi

tanda (Bukti P-5);

6) Fotokopi Surat Pernyataan Penyerahan Anak tertanggal 09 Nopember

2013, selanjutnya diberi tanda (Bukti P-6);

7) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atas nama DARSO, NIK.

3302060106690002, tertanggal 24 Agustus 2012, selanjutnya diberi

Page 55: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

45

tanda (Bukti P-7);

8) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atas nama SITI

KHASANAH, NIK. 3302064201770002, tertanggal 24 Agustus

2012, selanjutnya diberi tanda (Bukti P-8);

9) Fotokopi Surat Keterangan Catatan Kepolisian atas nama DARSO,

Nomor : SKCK/ YANMAS/1723/XI/2013/ SEK.KMJ, tertanggal 07

Nopemnber 2013, selanjutnya diberi tanda (Bukti P-9);

10) Fotokopi Surat Keterangan Catatan Kepolisian atas nama SITI

KHASANAH, Nomor : SKCK/YANMAS/1726/XI/2013/SEK.KMJ,

tertanggal 107 Nopember 2013, selanjutnya diberi tanda (Bukti P-

10);

11) Fotokopi Akta Cerai Nomor : 433/AC/2009/PA.Bms, antara

SULASTRI Binti SAMSUDI dengan RIRIN SUSANTO Bin

SUKIR, tertanggal 29 Mei 2009, selanjutnya diberi tanda (Bukti P-

11);

12) Fotokopi Duplikat Surat Kematian, No. 472/893/2013 atas nama

SULASTRI, yang dibuat dan ditanda tangani oleh Sekretaris Desa

Adisana atas nama Kepala Desa Adisana, tertanggal 30 Desember

2013, selanjutnya diberi tanda (Bukti P-12);

13) Fotokopi Kartu Keluarga No. 3302052811070001, atas nama kepala

keluarga WASLAM, tertanggal 21 Januari 2013, selanjutnya diberi

tanda (Bukti P-13);

14) Fotokopi Surat Keterangan dari Kepala Desa Sidamulya Kecamatan

Kemranjen Kabupaten Banyumas Nomor : 470/XII/2013 tanggal 13

Page 56: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

46

Desember 2013 atas nama RIRIN SUSANTO, selanjutnya diberi

tanda (Bukti P-14);

15) Fotokopi Surat Keterangan Ghoib dari Kepalas Desa Adisana

Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas Nomor : 472/842/2013

tanggal 14 Desember 2013, atas nama RIRIN SUSANTO,

selanjutnya diberi tanda (Bukti P-15);

16) Asli Surat Keterangan Dokter pada Puskesmas I Kemranjen, atas

nama DARSO, selanjunya diberi tanda (Bukti P-16);

17) Asli Surat Keterangan Dokter pada Puskesmas I Kemranjen, atas

nama SITI KHASANAH, selanjunya diberi tanda (Bukti P-17);

4. Pertimbangan Hukum

Pertimbangan hakim merupakan proses deduktif atau penerapan

hukum abstrakto terhadap perkara inkonkreto, artinya penerapan hukum

pengangkatan terhadap peristiwa hukum yang dipaparkan dalam duduk

perkaranya yang menjadi tanggung jawab para pemohon untuk

membuktikan kebenarannya, sehingga hukum secara pasti dapat diterapkan

dan menjadi hukum subyektif, atau hukum yang diterapkan atau

diberlakukan terhadap suatu peristiwa konkrit. Selanjutnya penetapan

hakim dalam hal ini disebut sebagai hukum inkonkreto atau hukum

subyektifnya. Di bawah ini disajikan pertimbangan hakim yang menjadi

dasar penetapan hakim yang secara kronologis pula dapat diartikan sebagai

informasi mengenai pelaksanaan pengangkatan anak melalui penetapan

hakim dalam perkara Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN. Bms dalam bentuk

tabel, sebagai berikut:

Page 57: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

47

Tabel 1: Pertimbangan Hakim Pengangkatran Anak Putusan

Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN. Bms.

No. Pertimbangan Hakim Substansi

1 inti dari Permohonan adalah:

1) Para Pemohon telah melangsungkan

pernikahan secara sah pada tanggal 14

Nopember 2001 di Kantor Urusan Agama

(KUA) Kecamatan Kemranjen Kabupaten

Banyumas,

2) Para Pemohon belum dikaruniai seorang

anakpun,

3) Para Pemohon sangat mendambakan

kehadiran anak dalam kehidupan rumah

tangganya,

4) sehingga muncul keinginan untuk

mengangkat anak dan memberikan asuhan,

perawatan, pendidikan dan bimbingan

layaknya seperti anak kandung sendiri

Alasan Permohonan

Pengangkatan Anak,

yaitu:

1) Status perkawinan

Pemohon.

2) Pemohon belum

punya anak.

3) Sangat

menginginkan

anak.

4) Motivasi

mengangkat anak.

2 Dasar hukum mengenai pelaksanaan

pengangkatan anak adalah:

1) Peraturan Pemerintah RI No. 54 tahun 2007

tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak,

pada Pasal 1 butir ke-1 menyebutkan

definisi mengenai anak angkat, yaitu:

a) anak yang haknya dialihkan dari

lingkungan kekuasaan keluarga orang

tua, wali yang sah, atau orang lain yang

bertanggung jawab atas perawatan,

pendidikan, dan membesarkan anak

tersebut, ke dalam lingkungan keluarga

orang tua angkatnya berdasarkan

keputusan atau penetapan pengadilan.

b) pada butir yang ke-2 menyebutkan juga

definisi pengangkatan anak, yaitu suatu

perbuatan hukum yang mengalihkan

seorang anak dari lingkungan

kekuasaan keluarga orang tua, wali

yang sah, atau orang lain yang

bertanggung jawab atas perawatan,

pendidikan, dan membesarkan anak

tersebut, ke dalam lingkungan keluarga

orang tua angkat.

Dasar Hukum;

1) Pemerintah RI No.

54 tahun 2007

tentang

Pelaksanaan

Pengangkatan

Anak pada:

Pasal 1 butir

ke-1 dan butir

ke-2.

Pasal Pasal 12

dan 13

mengenai

syarat-syarat

calon anak

angkat dan

calon orang tua

angkat.

2) Peraturan Menteri

Sosial Republik

Indonesia, No. 110/

HUK/ 2009 tentang

Persyaratan

Pengangkatan

Anak pada:

Page 58: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

48

2) Peraturan Menteri Sosial Republik

Indonesia, No. 110/ HUK/ 2009 tentang

Persyaratan Pengangkatan Anak, pada:

a) Pasal 3 ayat (1) menyebutkan tujuan

pengangkatan anak, yaitu untuk

kepentingan terbaik bagi anak untuk

mewujudkan kesejahteraan dan

perlindungan anak yang dilaksanakan

berdasarkan adat kebiasaan setempat

dan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

b) Pasal 2 ayat (1) memuat prinsip

pengangkatan anak, antara lain :

(1) Pengangkatan anak hanya dapat

dilakukan untuk kepentingan

terbaik bagi anak dan dilakukan

berdasarkan adat kebiasaan

setempat dan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang

berlaku.

(2) Pengangkatan anak tidak

memutuskan hubungan darah

antara anak yang diangkat dengan

orang tua kandungnya

(3) Calon orang tua angkat (COTA)

harus seagama dengan agama

yang dianut oleh Calon Anak

Angkat (CAA);

3) Bahwa perlu juga dijabarkan mengenai

syarat-syarat calon anak angkat dan calon

orang tua angkat sebagaimana dijelaskan

pada Pasal 12 dan 13 Peraturan

Pemerintah RI No. 54 tahun 2007 tentang

Pelaksanaan Pengangkatan Anak, lalu

Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 Peraturan

Menteri Sosial Republik Indonesia, No.

110/ HUK/ 2009 tentang Persyaratan

Pengangkatan Anak.

Pasal 2 ayat (1)

dan Pasal 3 ayat

(1) serta Pasal 4

sampai dengan

Pasal 7

3 Dari uraian ketentuan mengenai pelaksanaan

pengangkatan anak tersebut, bila dihubungkan

dengan inti atau dalil permohonan Para

Pemohon, maka yang menjadi permasalahan,

apakah cukup beralasan hukum dalil-dalil Para

Pemohon untuk dikabulkan.

Page 59: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

49

4 Ada beberapa point yang dipertimbangkan

mengenai alasan mengangkat anak, sebagai

berikut:

i. Anak yang akan diangkat adalah bernama

DESI RAHMAWATI (Bukti P-1, P-2, P-

5), anak perempuan yang lahir di

Banyumas, pada tanggal 07 Juli 2002

(Bukti P-1, P-2, P-3, P-5, P-6, P-13).

ii. Keterangan Saksi SAMSUDI, Saksi M.

ZAENUDIN, dan Saksi MADKISWAN,

DESI RAHMAWATI tersebut memiliki

orang tua kandung yang bernama RIRIN

SUSANTO dan SULASTRI (Bukti P-3, P-

5), dimana RIRIN SUSANTO dan

SULASTRI menikah secara agama Islam

pada tanggal 21 Desember 1996 dan

keduanya juga sama-sama menganut

agama Islam, begitu pula dengan anaknya

DESI RAHMAWATI dan selama bersama

orang tua kandungnya, kebutuhan hidup

DESI RAHMAWATI sebagai anak kurang

terpenuhi baik secara jasmani maupun

rohani, karena faktor ekonomi keluarga,

maupun perhatian dari ayah dan ibu

kandungnya,

iii. Orang tua kandung DESI RAHMAWATI

telah menempuh perceraian di Pengadilan

Agama Banyumas pada tanggal 23 April

2009 (Bukti P-11),

iv. Sebelum ibu kandung DESI

RAHMAWATI (SULASTRI) menggugat

cerai ayah kandung DESI RAHMAWATI

(RIRIN SUSANTO), RIRIN SUSANTO

(ayah kandung DESI RAHMAWATI)

telah pergi meninggalkan dan

menelantarkan DESI RAHMAWATI dan

SULASTRI (ibu kandung DESI

RAHMAWATI), bahkan sampai sekarang

RIRIN SUSANTO (ayah kandung DESI

RAHMAWATI) tidak diketahui

keberadaannya (Bukti P-14, P-15),

v. Pada tanggal 30 Mei 2013 ibu kandung

DESI RAHMAWATI (SULASTRI) telah

meninggal dunia yang disebabkan karena

kecelakaan (Bukti P-12),

vi. Setelah ibu kandung DESI RAHMAWATI

(SULASTRI) meninggal dunia, DESI

RAHMAWATI diasuh dan tinggal

Keterangan saksi:

1) Subyek anak yang

diangkat anak

(Desi Rahmawati).

2) Keterangan saksi

Samsudi,

Zaenudin dan

Madkiswan,

mengenai:

Si anak selama

bersama orang

tua

kandungnya,

kebutuhan

hidup

jasmaninya dan

rohaninya

kurang

terpenuhi,

Orang tua

kandungnya

sudah bercerai.

Si Anak dalam

keadaan

terlantar dan

ibu kandungnya

telah

meninggal.

Si anak ikut

kakeknya

(Samsudi).

Page 60: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

50

bersama kakeknya yang bernama

SAMSUDI.

5 Ada beberapa point yang dipertimbangkan

oleh hakim, sebagai berikut:

i. Para Pemohon merupakan pasangan

suami-isteri yang menikah pada tanggal 14

Nopember 2001 secara agama Islam (bukti

P-3),

ii. Selama Para Pemohon berumah tangga

sampai dengan sekarang belum satu pun

dikaruniai anak (bukti P-15), lalu

berdasarkan bukti P-10, DARSO lahir

pada tanggal 01 Agustus 1969, lalu bukti

P-8, SITI KHASANAH lahir pada tanggal

02 Januari 1977 dan Para Pemohon sama-

sama menganut agama Islam.

iii. DESI RAHMAWATI telah diasuh atau

telah berada pada penguasaan kakeknya

(samsudi) yakni setelah ibu kandung DESI

RAHMAWATI meninggal dunia pada 30

Mei 2013,

iv. lalu Para Pemohon mempunyai inisiatif

untuk mendatangi Saksi SAMSUDI dan

menyampaikan niat untuk merawat,

memelihara, mendidik DESI

RAHMAWATI dengan penuh kasih

sayang layaknya sebagai anak kandung

Para Pemohon dengan cara mengangkat

anak.

v. Menurut keterangan Para Saksi dan bukti

P-6 telah terjadi penyerahan DESI

RAHMAWATI secara formil dan

kekeluargaan serta berdasarkan adat

kebiasaan disekitar lingkungan tempat

tinggal Para Pemohon,

vi. Saksi SAMSUDI (kakek DESI

RAHMAWATI) kepada Para Pemohon,

penyerahan ini dilakukan secara sadar dan

sukarela oleh Saksi SAMSUDI (kakek

DESI RAHMAWATI), karena demi

kepentingan yang lebih baik bagi DESI

RAHMAWATI.

vii. Menurut keterangan Para Saksi, kehidupan

ekonomi Para Pemohon jauh lebih baik

daripada orang tua kandung maupun kakek

DESI RAHMAWATI, dimana Para

Pemohon memiliki tempat tinggal yang

Pertimbangan hakim: 1) Pemohon menikah

secara sah secara

Islam.

2) Pemohon tidak

mempunyai anak.

3) Si anak diasuh

kakeknya setelah

ibunya meninggal.

4) Niat Pemohon

untuk mengangkat

anak.

5) Penyaksian

masyarakat

penyerahan anak

secara sadar dan

sukarela kepada

Pemohon oleh

kakek si anak demi

kepentingan yang

lebih baik.

6) Kehidupan

Pemohon jauh lebih

baik sebagai

pedagang.

7) Ayah kandung si

anak tidak diketahui

alamatnya dan

kakeknya sudah

lanjut usia (sakit-

sakitan).

Page 61: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

51

tetap dan pekerjaan tetap sebagai

pedagang,

viii. sedangkan ayah kandung DESI

RAHMAWATI yaitu RIRIN SUSANTO

sampai dengan sekarang tidak diketahui

lagi keberadannya (Bukti P-14, P-15), dan

kakek DESI RAHMAWATI sudah merasa

tidak mampu untuk mengasuh karena

sudah lanjut usia dan sering sakit-sakitan.

6 Hakim menilai, bahwa:

i. Para Pemohon adalah calon orang tua

angkat bagi calon anak angkat yang

bernama DESI RAHMAWATI,

ii. Para Pemohon ingin melakukan suatu

perbuatan yang mengalihkan seorang anak

yang bernama DESI RAHMAWATI dari

orang tua kandungnya, yaitu RIRIN

SUSANTO atau dari kakenya SAMSUDI

ke dalam lingkungan keluarga Para

Pemohon,

iii. ada kesesuain antara tujuan Para Pemohon

dalam pengangkatan anak ini dengan

tujuan yang diamanatkan pada ketentuan

hukum yang berlaku, yaitu ingin merawat,

mendidik, memelihara, membimbing DESI

RAHMAWATI layaknya sebagai anak

kandung sendiri dengan penuh kasih

sayang dan kesemuanya itu demi

kepentingan dan kesejahteraan DESI

RAHMAWATI.

iv. Para Pemohon juga telah melewati proses

adat kebiasaan yang berlaku dilingkungan

tempat tinggal Para Pemohon dalam

melaksanakan pengangkatan anak tersebut,

v. adanya penyerahan secara formil dari

kakeknya DESI RAHMAWATI kepada

Para Pemohon. Kemudian bukti surat-surat

P-1 sampai P-17 yang diajukan di

persidangan,

vi. sehingga menurut Hakim, Para Pemohon

juga telah memenuhi syarat yang

ditentukan dalam Pasal 12 dan 13

Peraturan Pemerintah RI No. 54 Tahun

2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan

Anak, lalu Pasal 4 sampai dengan Pasal 7

Peraturan Menteri Sosial Republik

Indonesia, No. 110/ HUK/ 2009 tentang

Persyaratan Pengangkatan Anak.

Penilaian hakim

terhadap Pemohon:

1) Pemohon sebagai

calon orang tua

angkat.

2) Keinginan Pemohon

untuk mengangkat

anak.

3) Ada kesesuaian antara

tujuan Pemohon

mengangkat anak

dengan hukum yang

berlaku.

4) Pemohon telah

mengikuti proses adat

kebiasaan.

5) Sudah ada penyerahan

secara formil dari

kakeknya kepada

Pemohon.

6) Pemohon telah

memenuhi syarat

menurut Pasal 12 dan

13 Peraturan

Pemerintah RI No. 54

Tahun 2007 tentang

Pelaksanaan

Pengangkatan Anak,

lalu Pasal 4 sampai

dengan Pasal 7

Peraturan Menteri

Sosial Republik

Indonesia, No. 110/

HUK/ 2009 tentang

Persyaratan

Pengangkatan Anak.

Page 62: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

52

7 Para Pemohon dapat membuktikan dalil

permohonannya serta melihat dari kepentingan

terbaik bagi anak untuk mewujudkan

kesejahteraan bagi diri si anak dikemudian hari,

maka dalil permohonan Para Pemohon di

pandang beralasan dan berdasarkan hukum dan

oleh karenanya patut untuk di kabulkan;

permohonan Para

Pemohon di pandang

beralasan dan

berdasarkan hukum

dan oleh karenanya

patut untuk di kabulkan

8 1. Bahwa selanjutnya oleh karena Permohonan

Para Pemohon dikabulkan dan meskipun

tidak diminta oleh Para Pemohon, namun

berdasarkan Pasal 47 ayat (1) Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor : 23

Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan yang isinya “pencatatan

pengangkatan anak dilaksanakan

berdasarkan penetapan pengadilan di tempat

tinggal Pemohon; ayat (2) “pencatatan

pengangkatan anak sebagaimana dimaksud

ayat (1) wajib dilaporkan oleh penduduk

kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan

Kutipan Akta kelahiran paling lambat 30

(tiga puluh) hari setelah diterimanya salinan

penetapan pengadilan oleh penduduk”; ayat

(3) “berdasarkan laporan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) Pejabat Pencatatan

Sipil membuat catatan pinggir pada Register

Akta kelahiran dan kutipan Akta kelahiran”,

2. memerintahkan kepada Panitera Pengadilan

Negeri Banyumas atau pejabat yang

ditunjuk untuk mengirimkan salinan

penetapan ini kepada Kepala Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Kabupaten Banyumas, untuk mencatat

dalam buku register Pencatatan Sipil yang

diperuntukan untuk itu, serta membuat

catatan pinggir pada Register Akta kelahiran

dan Kutipan Akta Kelahiran, No

22982/LT/2013, atas nama DESI

RAHMAWATI atau setelah Para Pemohon

menunjukkan salinan Penetapan ini yang

telah berkekuatan hukum tetap.

Putusan tambahan

dengan berdasar atas

Pasal 47 ayat (1)

Undang-Undang

Republik Indonesia

Nomor : 23 Tahun 2006

tentang Administrasi

Kependudukan,

memerintahkan kepada

Panitera Pengadilan

Negeri Banyumas atau

pejabat yang ditunjuk

untuk mengirimkan

salinan penetapan ini

kepada Kepala Dinas

Kependudukan dan

Pencatatan Sipil

Kabupaten

Banyumas,

untuk mencatat dalam

buku register

Pencatatan Sipil yang

diperuntukan untuk

itu,

membuat catatan

pinggir pada Register

Akta kelahiran dan

Kutipan Akta

Kelahiran, No

22982/LT/2013, atas

nama DESI

RAHMAWATI

atau setelah Para

Pemohon

menunjukkan salinan

Penetapan ini yang

telah berkekuatan

hukum tetap.

9 Bahwa oleh karena permohonan Para Pemohon

dikabulkan dan sebelum Hakim menetapkan

permohonan ini, perlu Hakim ingatkan terhadap

ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah RI No.

54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak, yang isinya “pengangkat

Hakim

mengingatkan:

ketentuan Pasal 4

Peraturan

Pemerintah RI No.

54 Tahun 2007

Page 63: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

53

anak tidak memutuskan hubungan darah antara

anak yang diangkat dengan orang tua

kandungnya”, kemudian Pasal 6 Peraturan

Pemerintah RI No. 54 Tahun 2007 tentang

Pelaksanaan Pengangkatan Anak, ayat (1)

“orang tua angkat wajib memberitahukan

kepada anak angkatnya mengenai asalusulnya

dan orang tua kandungnya”, ayat (2)

“pemberitahuan asal-usul dan orang tua

kandungnya sebagaimana pada ayat (1)

dilakukan dengan memperhatikan kesiapan

anak yang bersangkutan.

tentang Pelaksanaan

Pengangkatan

Anak, yang isinya:

“pengangkat anak

tidak memutuskan

hubungan darah

antara anak yang

diangkat dengan

orang tua

kandungnya”,

Pasal 6 Peraturan

Pemerintah RI No.

54 Tahun 2007

tentang Pelaksanaan

Pengangkatan

Anak, ayat (1)

“orang tua angkat

wajib

memberitahukan

kepada anak

angkatnya mengenai

asalusulnya dan

orang tua

kandungnya”,

ayat (2)

“pemberitahuan

asal-usul dan

orang tua

kandungnya

Sumber: Putusan Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN. Bms.

5. Penetapan Hakim

a) Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya;

b) Menyatakan sah menurut hukum bahwa pengangkatan anak yang telah

dilakukan oleh Para Pemohon DARSO dan SITI KHASANAH

terhadap seorang anak perempuan yang bernama DESI

RAHMAWATI, lahir di Banyumas pada tanggal 7 Juli 2002, anak dari

pasangan suami-isteri yang bernama RIRIN SUSANTO dan

SULASTRI;

Page 64: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

54

c) Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri Banyumas atau

Pejabat yang ditunjuk untuk mengirimkan salinan penetapan ini kepada

Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten

Banyumas, untuk mencatat dalam Buku Register Pencatatan Sipil yang

diperuntukan untuk itu, serta membuat catatan pinggir pada Register

Akta kelahiran dan Kutipan Akta Kelahiran Nomor : 22982/LT/2013,

atas nama DESI RAHMAWATI atau setelah Para Pemohon

menunjukkan salinan Penetapan ini yang telah berkekuatan hukum

tetap;

d) Menghukum Para Pemohon untuk membayar biaya perkara yang

ditetapkan sebesar Rp. 171.000,- (seratus tujuh puluh satu ribu rupiah)

B. PEMBAHASAN

1. Proses Pelaksanaan Pengangkatan Anak Melalui Penetapan Hakim

a. Prosedur pengajuan permohonan

1) Permohonan diajukan dengan Surat Pemohonan yang

ditandatangani oleh pemohon atau kuasa yang sah ditujukan

kepada ketua Pengadilan Negeri.

2) Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat

mengajukan permohonannya secara lisan dihadapan ketua

pengadilan yang akan menyuruh mencatat permohonannya

tersebut

3) Permohonan disampaikan kepada ketua pengadilan, kemudian

didaftarkan dalam buku regristrasi dan diberi nomor unit setelah

pemohon membayar perskot biaya perkara yang besarnya sudah

Page 65: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

55

ditentukan oleh pengadilan

4) Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi

voluntair dan terhadap perkara permohonan yang diajukan itu,

hakim akan memberikan suatu penetapan Pengadilan Agama

Banyumas hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan

permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan perundang-

undangan.

b. Proses pengajuan permohonan

Mengajukan surat permohonan pengangkatan anak kepada ketua

Pengadilan Negeri, kemudian surat permohonan diberi register oleh

panitera, setelah itu ditetapkan hari dan tanggal sidang. Jurusita

memanggil pemohon dan pada hari serta tanggal sidang dilaksanakan,

setelah pemohon dan saksi hadir sidang dibuka oleh hakim.

Kemudian memeriksa segala bukti dan saksi sekiranya pengajuan

pemohon beralasan maka hakim akan mengabulkan permohonan

pemohon dan sidang ditutup.

2. Peristiwa Hukum Pengangkatan Anak melalui Pengadilan

Pengangkatan anak melalui pengadilan ada 2 (dua) macam, yaitu

Pengangkatan Anak, yaitu pengangkatan anak yang peristiwa hukum

pengangkatan anaknya terjadi setelah ada penetapan oleh hakim dalam

sidang pengadilan, artinya lahirnya hubungan hukum pengangkatan anak

antara orang tua angkat dengan si anak angkat terjadi setelah adanya

penetapan hakim, dan Pengesahan Anak Angkat yaitu pengangkatan anak

sudah terjadi atau hubungan hukum antara orang tua angkat dengan si

Page 66: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

56

anak angkat sudah ada berdasar atas peristiwa hukum pengangkatan anak

atas dasar hukum adat atau adat kebiasaan masyarakat, dan penetapan

hakim tersebut hanya mempunyai arti sebagai mengesahkan saja peristiwa

hukum pengangkatan anak yang sudah terjadi sebelumnya; sehingga

memiliki nilai pembuktian yang kuat.

Data yang diperoleh dari sumber putusan hakim pada bagian ke-2

Penetapan Hakim dalam perkara Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN. Bms.

Yang berunyi; Menyatakan sah menurut hukum bahwa pengangkatan anak

yang telah dilakukan oleh Para Pemohon DARSO dan SITI KHASANAH

terhadap seorang anak perempuan yang bernama DESI RAHMAWATI,

lahir di Banyumas pada tanggal 7 Juli 2002, anak dari pasangan suami-

isteri yang bernama RIRIN SUSANTO dan SULASTRI. Dari istilah yang

digunakan oleh hakim dalam penetapannya digunakan “menyatakan sah

menurut hukum” dan “pengangkatan anak yang telah dilakukan DARSO

dan SITI KHASANAH ” di atas telah jelas menunjukkan bahwa:

a. Penetapan hakim bersifat Declaratoir atau bersifat menyatakan sah

terhadap suatu peristiwa pengangkatan anak, artinya kualifikasi

perkaranya bukan Pengangkatan Anak tetapi Pengesahan

Pengangkatan Anak.

b. Dalam hal ini peristiwa pengangkatan anak yang mana yang

dinyatakan sah menurut hukum, adalah pengangkatan anak yang telah

dilakukan, artinya peristiwa hukum pengangkatannya sudah ada

menurut adat kebiasaan dan terjadi sebelum ditetapkan hakim di

pengadilan. Yang dalam hal ini adalah pengangkatan anak yang telah

Page 67: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

57

dilakukan oleh Para Pemohon DARSO dan SITI KHASANAH

terhadap seorang anak perempuan yang bernama DESI

RAHMAWATI, lahir di Banyumas pada tanggal 7 Juli 2002, anak

dari pasangan suami-isteri yang bernama RIRIN SUSANTO dan

SULASTRI.

3. Pelaksanaan Pengangkatan Anak Melalui Penetapan Hakim Dalam

Perkara Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN. Bms.

Pada tahapan ini fokus kajiannya hendak menjelaskan

pelaksanaan pengangkatan anak melalui pengadilan negeri dengan

membatasi kajiannya hanya menjelaskan hal-hal apa saja dari aspek

substansinya yang menggambarkan unsur-unsur normatif yang secara

kronologis dan mengenai persyaratan serta landasan hukum yang

dipertimbangkan oleh hakim untuk mengabulkan permohonan

pengangkatan anak, melalui logika sistematis yang dipaparkan oleh hakim

dalam putusan penetapan hakim dalam perkara Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/

PN. Bms.

Tabel 1 di atas telah menjelaskan mengenai pertimbangan hakim

yang menjadi dasar bagi hakim untuk mengabulkan permohonan

pengangkatan anak dalam perkara Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN. Bms.,

maka untyuk kebutuhan pembahasan ini disajikan bagian dari tabel 1 di

atas pada bagian substansinya yang secara metodologis merupaka reduksi

data yang menjadi fokus pembahasannya sebagai berikut.

Page 68: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

58

Tebel 2: Substansi Pertimbangan Hakim Yang merupakan Deskripsi

Pelaksanaan Pengangkatan Anak di Pengadilan

No. Substansi Pertimbangan Hakim

1 Alasan Permohonan Pengangkatan Anak, yaitu:

1) Status perkawinan Pemohon.

2) Pemohon belum punya anak.

3) Sangat menginginkan anak.

4) Motivasi mengangkat anak.

2 Dasar Hukum;

1) Pemerintah RI No. 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak pada:

• Pasal 1 butir ke-1 dan butir ke-2.

• Pasal Pasal 12 dan 13 mengenai syarat-syarat calon anak

angkat dan calon orang tua angkat.

2) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia, No. 110/ HUK/

2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak pada:

• Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) serta Pasal 4 sampai

dengan Pasal 7

3 Alasan atau fakta yang menjadi dasar permohonan pengangkatan

anak

4 Keterangan saksi:

1) Subyek anak yang diangkat anak (Desi Rahmawati).

2) Keterangan saksi Samsudi, Zaenudin dan Madkiswan,

mengenai:

• Si anak selama bersama orang tua kandungnya, kebutuhan

hidup jasmaninya dan rohaninya kurang terpenuhi,

• Orang tua kandungnya sudah bercerai.

• Si Anak dalam keadaan terlantar dan ibu kandungnya telah

meninggal.

• Si anak ikut kakeknya (Samsudi).

5 Pertimbangan hakim:

1) Pemohon menikah secara sah secara Islam.

2) Pemohon tidak mempunyai anak.

3) Si anak diasuh kakeknya setelah ibunya meninggal.

4) Niat Pemohon untuk mengangkat anak.

5) Penyaksian masyarakat penyerahan anak secara sadar dan

sukarela kepada Pemohon oleh kakek si anak demi

kepentingan yang lebih baik.

6) Kehidupan Pemohon jauh lebih baik sebagai pedagang.

7) Ayah kandung si anak tidak diketahui alamatnya dan kakeknya

sudah lanjut usia (sakit-sakitan).

6 Penilaian hakim terhadap Pemohon:

1) Pemohon sebagai calon orang tua angkat.

2) Keinginan Pemohon untuk mengangkat anak.

3) Ada kesesuaian antara tujuan Pemohon mengangkat anak

dengan hukum yang berlaku.

Page 69: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

59

4) Pemohon telah mengikuti proses adat kebiasaan.

5) Sudah ada penyerahan secara formil dari kakeknya kepada

Pemohon.

6) Pemohon telah memenuhi syarat menurut Pasal 12 dan 13

Peraturan Pemerintah RI No. 54 Tahun 2007 tentang

Pelaksanaan Pengangkatan Anak, lalu Pasal 4 sampai dengan

Pasal 7 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia, No. 110/

HUK/ 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

7 permohonan Para Pemohon di pandang beralasan dan berdasarkan

hukum dan oleh karenanya patut untuk di kabulkan

8 Putusan tambahan dengan berdasar atas

Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 23

Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,

memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri Banyumas atau

pejabat yang ditunjuk

• untuk mengirimkan salinan penetapan ini kepada Kepala Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Banyumas,

• untuk mencatat dalam buku register Pencatatan Sipil yang

diperuntukan untuk itu,

• membuat catatan pinggir pada Register Akta kelahiran dan

Kutipan Akta Kelahiran, No 22982/LT/2013, atas nama DESI

RAHMAWATI

• atau setelah Para Pemohon menunjukkan salinan Penetapan ini

yang telah berkekuatan hukum tetap.

9 Hakim mengingatkan:

• ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah RI No. 54 Tahun 2007

tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, yang isinya:

“pengangkat anak tidak memutuskan hubungan darah antara

anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya”,

• Pasal 6 Peraturan Pemerintah RI No. 54 Tahun 2007 tentang

Pelaksanaan Pengangkatan Anak, ayat (1) “orang tua angkat

wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai

asalusulnya dan orang tua kandungnya”,

• ayat (2) “pemberitahuan asal-usul dan orang tua kandungnya

Tabel 2 di atas dapat memberikan penjelasan secara kronologis dan

sistematis fakta dan unsur-unsur normatif yang menjadi dasar bagi hakim

untuk mengabulkan permohonan pengangkatan anak dalam perkara ini,

untuk itu dijelaskan secara urut point demi point dan sekaligus dilakukan

pembahasan agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai pelaksanaan

pengangkatan anak di pengadilan. Sebagaimana telah dijelaskan pada

bagian ke-2 pembahasan di atas bahwa perkara ini merupakan perkara

Page 70: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

60

permohonan penetapan hakim dalam kualifikasi Pengesahan Anak Angkat

bukan Penetapan Pengangkatan Anak.

Untuk itu hal-hal yang diharapkan dapat diperoleh disini adalah

gambaran mengenai hal-hal yang esensia atau penting untuk dipahami

mengenai Pengesahan Pengangkatan Anak. Untuk itu hal-hal yang

diharapkan dapat diperoleh di sini adalah gambaran mengenai hal-hal yang

esensia atau penting untuk dipahami mengenai Pengesahan Pengangkatan

Anak.

Hanya disini SAYOGYANYA diberikan pertimbangan dulu

mengenai kewenangan pengadilan (yudisdiksi voluntair) untuk memeriksa

permohonan pengangkatan anak dari pemohon, mengingat pada huruf a

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 telah mengatur

kewenangan pengadilan agama untuk melakukan penetapan asal-usul anak

dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum islam. Ketentuan

ini telah ditafsirkan bahwa pengadilan agama memiliki kewenangan

absolut untuk memeriksa dan melakukan penetapan pengangkatan anak

bagi orang-orang yang beragama islam.

Pada point ke-1 dari Tabel 2 di atas diperoleh data mengenai alasan

Permohonan Pengangkatan Anak, yaitu: 1) Status perkawinan Pemohon,

2) Pemohon belum punya anak, 3) Sangat menginginkan anak, 4)

Motivasi mengangkat anak. Dari sistimatika pertama yang

dipertimbangkan oleh hakim menunjukkan hal yang mendasar dari perkara

permohonan Pengangkatan Anak adalah keadaan dari Pemohon karena

keadaan Pemohon merupakan suatu fundamen apakah permohonan

Pengangkatan Anak akan dikabulkan atau tidak. Ibarat anak adalah sebuah

tanaman, maka orang tua angkat adalah media tanamnya. Apabila media

tanamnya tidak baik dengan sendirinya tanamannya akan tidak baik pula.

Page 71: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

61

Seorang anak membutuhkan pemeliharaan dan pendidikan maka kondisi

motivasi mengangkat anak yang ditandai dari status perkawinan Pemohon,

keadaan Pemohon belum punya anak, hasrat dan motivasi untuk

mengangkat anak disamping aspek kemapuan ekonomi serta suasana kasih

sayang yang dibutuhkan seorang anak menjadi hal yang fundamental atau

mendasar. Maka hal tersebut menjadi point yang pertama untuk

dipertimbangkan oleh hakim; dengan sendirinya pembuktian dan hal-hal

lainnya yang akan dipertimbangkan oleh hakim adalah bukti dan jaminan

kepastian dari alasan Pemohon tersebut di atas.

Pada point ke-2 Hakim dalam memeriksa dan memberikan keadilan

terhadap perkara yang disodorkan kepadanya dengan sendirinya akan

selalu berdasar atas hukum atau berdasar atas peraturan perundang-

undangan yang berlaku untuk itu. Maka pada point ke 2 hakim telah

menemukan hukum (hukum in abstracto) untuk diterapkan pada perkara in

konkretonya (kasusnya), yaitu:

1) Pemerintah RI No. 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan

Anak pada:

• Pasal 1 butir ke-1 dan butir ke-2 menyebutkan definisi mengenai

anak angkat, yaitu: anak yang haknya dialihkan dari lingkungan

kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang

bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan

anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya

berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.

Page 72: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

62

Definisi Pengangkatan anak, yaitu suatu perbuatan hukum yang

mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan keluarga

orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab

atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke

dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

Definisi anak angkat dan definisi pengangkatan anak merupakan

sebuah konsep yang diamanahkan oleh pembentuk undang-

undang sebagai gambaran dari politik hukum mengenai

perkembangan hukum pengangkatan anak. Hakim dengan

sendirinya harus melaksanakan amanah tersebut dalam tugasnya

menerapkan hukum terhadap perkara yang disodorkan kepadanya

untuk diberikan keadilan. Maka untuk itu menjadi kewajiban

hakim untuk menerapkan pula persyaratan yang ditentukan bagi

anak angkat maupun bagi orang tua angkat.

• Pasal Pasal 12 dan 13 mengenai syarat-syarat calon anak angkat

dan calon orang tua angkat. Menyebutkan syarat bagi seorang

anak yang diangkat anak adalah belum berusia 18 (delapan belas)

tahun, merupakan anak terlantar atau ditelantarkan, berada dalam

asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan

memerlukan perlindungan khusus. Selanjutnya juga ditentukan

bahwa prioritas utama adalah anak yang belum berumur 6 tahun,

dan bagi anak yang. anak sudah berusia 6 (enam) tahun sampai

dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun, sepanjang ada alasan

mendesak; dan juga bagi anak yang sudah berusia 12 (dua belas)

Page 73: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

63

tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus. Kemudian

syarat-syarat bagi orang tua angkat ditentukan sehat jasmani dan

rohani, berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling

tinggi 55 (lima puluh lima) tahun, beragama sama dengan agama

calon anak angkat, berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum

karena melakukan tindak kejahatan, berstatus menikah paling

singkat 5 (lima) tahun, tidak merupakan pasangan sejenis, tidak

atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang

anak, dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial, memperoleh

persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak,

membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah

demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan

perlindungan anak, adanya laporan sosial dari pekerja sosial

setempat, telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6

(enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan memperoleh

izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.

Pada uraian point ke-1 di atas telah dikemukakan mengenai

alasan bagi Pemohon untuk mengangkat anak, maka dari

ketentuan pada Pasal 12 dan Pasal 13 ini oleh pembentuk

peraturan perundang-undangan telah dirumuskan syarat-syarat

bagi calon anak angkat dan syarat-syarat bagi calon orang tua

angkat, secara substansial telah diletakkan dasar pemikiran bahwa

persoalan pengangkatan anak adalah soal menentukan nasib atau

Page 74: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

64

masa depan seorang anak dan secara nasional juga meletakkan

dasar bagi gambaran Indonesia masa depan harus diisi oleh

generasi muda yang sehat serta berkepribadian yang baik

pula.jadi seorang anak harus ditempatkan pada tempat yang

btepat untuk bisa tumbuh dan berkembang baik dari aspek

lahiriahnya maupun aspek batiniahnya.

2) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia, No. 110/ HUK/ 2009

tentang Persyaratan Pengangkatan Anak pada:

• Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) serta Pasal 4 sampai dengan

Pasal 7 yang telah mengatur mengenai prinsip pengangkatan

anakantara lain: Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan

untuk kepentingan terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan

adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, Pengangkatan anak tidak memutuskan

hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua

kandungnya, dan Calon orang tua angkat (COTA) harus

seagama dengan agama yang dianut oleh Calon Anak Angkat

(CAA); kemudian diatur pula mengenai tujuan pengangkatan

anak, yaitu: untuk kepentingan terbaik bagi anak untuk

mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan anak yang

dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 75: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

65

Bahwa perlu juga dijabarkan lebih lanjut mengenai syarat-syarat

calon anak angkat dan calon orang tua angkat dalam Pasal 4

sampai dengan Pasal 7 Peraturan Menteri Sosial Republik

Indonesia, No. 110/ HUK/ 2009 tentang Persyaratan

Pengangkatan Anak, sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari

peraturan perundang-undangan yang berada dibawahnya, yaitu:

syarat material calon anak yang dapat diangkat meliputi: a. anak

yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun; b. merupakan

anak terlantar atau diterlantarkan; c. berada dalam asuhan

keluarga atau dalam Lembaga Pengasuhan Anak; dan d.

memerlukan perlindungan khusus. Juga ditentukan pada Pasal

bahwa Permohonan pengangkatan anak harus melampirkan

persyaratan administratif CAA yang meliputi: a. copy KTP

orang tua kandung/wali yang sah/kerabat CAA; b. copy kartu

keluarga orang tua CAA; dan c. kutipan akta kelahiran CAA.

Kemudian dirinci lebih lanjut mengenai Persyaratan CAA

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, dibagi dalam 3

(tiga) kategori yang meliputi : a. anak belum berusia 6 (enam)

tahun merupakan prioritas utama, yaitu anak yang mengalami

keterlantaran, baik anak yang berada dalam situasi mendesak

maupun anak yang memerlukan perlindungan khusus; b. anak

berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua

belas) tahun sepanjang ada alasan mendesak berdasarkan

laporan sosial, yaitu anak terlantar yang berada dalam situasi

Page 76: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

66

darurat; c. anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan

belum berusia 18 (delapan belas) tahun yaitu anak terlantar yang

memerlukan perlindungan khusus. Dan akhirnya juga diatur

lebih lanjut mengenai syarat orang tua angkat meliputi : a. sehat

jasmani dan rohani; b. berumur paling rendah 30 (tiga puluh)

tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun; c. beragama

sama dengan gama calon anak angkat; d. berkelakuan baik dan

tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan; e.

berstatus menikah secara sah paling singkat 5 (lima) tahun; f.

tidak merupakan pasangan sejenis; g. tidak atau belum

mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak; h. dalam

keadaan mampu secara ekonomi dan sosial; i. memperoleh

persetujuan anak dan izin tertulis dari orang tua atau wali anak;

j. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah

demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan

perlindungan anak; k. adanya laporan sosial dari Pekerja Sosial

setempat; l. telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6

(enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan m.

memperoleh izin Menteri atau Kepala Instansi Sosial Propinsi.

(2) Umur COTA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,

yaitu perhitungan umur COTA pada saat mengajukan

permohonan pengangkatan anak. (3) Persetujuan tertulis dari

CAA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, disesuaikan

dengan tingkat kematangan jiwa dari CAA.

Page 77: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

67

Pada point ke-2 di atas secara metodologis normatif dijabarkan

konsep dari peraturan perundang-undangan yang akan diterapkan

(dideduksi) pada perkara yang akan diperiksa dan diberikan keadilan oleh

hakim, maka pada point ke 3 mengenai keterangan saksi, point ke-5

mengenai pertimbangan hakim dan point ke-6 mengenai penilaian hakim

dipaparkan mengenai langkah normatif yang dilakukan oleh hakim secara

sistematis. Pada point ini dibuktikan melalui keterangan saksi mengenai

Subyek anak yang diangkat anak (Desi Rahmawati). Dan dari keterangan

saksi Samsudi, Zaenudin dan Madkiswan diperoleh kesaksian mengenai:

Si anak selama bersama orang tua kandungnya, kebutuhan hidup

jasmaninya dan rohaninya kurang terpenuhi, Orang tua kandungnya sudah

bercerai, Si Anak dalam keadaan terlantar dan ibu kandungnya telah

meninggal, Si anak ikut kakeknya (Samsudi). Dengan demikian

diharapkan melalui keterangan saksi ini diperoleh fakta yang membuktikan

syarat-syarat bagi calon anak angkat maupun bagi ncalon orang tua angkat

sexcara umum telah memenuhi sebagaimana ditentukan dalam Pemerintah

RI No. 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak pada:Pasal

1 butir ke-1 dan butir ke-2 dan Pasal Pasal 12 dan 13 mengenai syarat-

syarat calon anak angkat dan calon orang tua angkat. Serta Peraturan

Menteri Sosial Republik Indonesia, No. 110/ HUK/ 2009 tentang

Persyaratan Pengangkatan Anak pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1)

serta Pasal 4 sampai dengan Pasal 7.

Page 78: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

68

Kemudian terhadap fakta-fakta tersebut oleh hakim telah diberikan

pertimbangan yang sebetulnya dalam kerangka berpikir normatif

merupakan proses deduksi dari dari peraturan perundangan-undangan

mengenai pengangkatan anak diterapkan kepada kasusnya atau terhadap

fakta-fakta yang diperoleh dalam persidangan. Fakta-fakta yang

dipertimbangkan oleh hakim di persidangan meliputi: 1) Pemohon

menikah secara sah secara Islam, 2) Pemohon tidak mempunyai anak, 3).

Si anak diasuh kakeknya setelah ibunya meninggal, 4) Niat Pemohon

untuk mengangkat anak, 5) Penyaksian masyarakat penyerahan anak

secara sadar dan sukarela kepada Pemohon oleh kakek si anak demi

kepentingan yang lebih baik, 6) Kehidupan Pemohon jauh lebih baik

sebagai pedagang, 7) Ayah kandung si anak tidak diketahui alamatnya

dan kakeknya sudah lanjut usia (sakit-sakitan). Pada akhirnya langkah

normatif yang dilakukan hakim adalah memberikan penilaian terhadap hal-

hal yang telah dikemukakan di depan untuk dijadikan landasan dalam

mengambil keputusan, meliputi: 1) Pemohon sebagai calon orang tua

angkat, 2). Keinginan Pemohon untuk mengangkat anak, 3). Ada

kesesuaian antara tujuan Pemohon mengangkat anak dengan hukum yang

berlaku, 4) Pemohon telah mengikuti proses adat kebiasaan, 5) Sudah ada

penyerahan secara formil dari kakeknya kepada Pemohon, dan mengenai

6) Pemohon telah memenuhi syarat menurut Pasal 12 dan 13 Peraturan

Pemerintah RI No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan

Anak, lalu Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 Peraturan Menteri Sosial

Republik Indonesia, No. 110/ HUK/ 2009 tentang Persyaratan

Page 79: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

69

Pengangkatan Anak. Jadi berdasar atas penilaian hakim tersebut di atas

permohonan pengesahan pengangkatan anak yang diajukan oleh Pemohon

di pandang beralasan dan berdasarkan hukum dan oleh karenanya patut

untuk di kabulkan (point ke-7).

Pada point ke-8 terdapat yang menarik karena dalam hal ini telah

terdapat perkembangan dalam praktek peradilan bahwa ada hal-hal yang

dipandang perlu oleh hakim sepanjang untuk efektifitas pelaksanaan

keputusannya dan sebagai konsekuensi dari sebuah sistem hukum,

dipandang perlu untuk memberikan pertimbangan hukum dan keputusan

yang berupa penetapan walau tidak diminta oleh Pemohon dengan

memberikan putusan tambahan, mengenai: Putusan tambahan dengan

berdasar atas Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor : 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,

memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri Banyumas atau pejabat

yang ditunjuk:

• untuk mengirimkan salinan penetapan ini kepada Kepala Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Banyumas,

• untuk mencatat dalam buku register Pencatatan Sipil yang diperuntukan

untuk itu,

• membuat catatan pinggir pada Register Akta kelahiran dan Kutipan

Akta Kelahiran, No 22982/LT/2013, atas nama DESI RAHMAWATI,

• atau setelah Para Pemohon menunjukkan salinan Penetapan ini yang

telah berkekuatan hukum tetap.

Page 80: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

70

Artinya ke-4 putusan tambahan tersebut berkaitan dengan proses

administrasi negara berkaitan dengan pencatatan pengangkatan anak ini

dalam register pencatatan sipil dengan membuat catatan pinggir pada

register akta kelahiran maupun kutipan akta kelahiran setelah Penetapan

hakim ini memiliki kekuatan hukum tetap.

Pada point ke 9 Hakim juga memandang perlu menambahkan

putusannya dengan memberikan arahan kepada Pemohon untuk mengingat

bahwa pengangkatan anak ini tidak menjadikan putusnya hubungan nasab

antara anak yang diangkat anak dengan orang tua kandungnya dan

kewajiban untuk memberitahukan asalusul anak kepada anak yang

diangkat anak, dan lebih lanjut dengan sendirinya akan memiliki akibat

hukum di lapangan hukum keluarga dan di lapangan hukum warisnya,

dengan mengingatkan mengenai:

• ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah RI No. 54 Tahun 2007

tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, yang isinya: “pengangkat

anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat

dengan orang tua kandungnya”,

• Pasal 6 Peraturan Pemerintah RI No. 54 Tahun 2007 tentang

Pelaksanaan Pengangkatan Anak, ayat (1) “orang tua angkat wajib

memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asalusulnya dan

orang tua kandungnya”,

• ayat (2) “pemberitahuan asal-usul dan orang tua kandungnya.

Page 81: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

71

Pertimbangan hukum di atas telah memberikan gambaran

perkembangan hukum di masyarakat mengenai politik hukum yang telah

berkembang mengenai hubungan hukum dan akibat hukum dari

pengangkatan anak baik di lapangan hukum keluarga maupun di lapangan

hukum waris. Perkembangan hukum pengangkatan anak seperti tersebut di

atas karena sudah dituangkan dalam peraturan perundang-undangan

memang telah berdampak secara sosial maupun secara yuridis yang

berlaku bagi masyarakat di Indonesia pada umumnya. Dalam hal ini dapat

dikontruksi npemikirannya bahwa suatu undang-undang secara teoritis

dapat diposisikan sebagai nilai baru dan kebiasaan masyarakat (hukum

adat) dapat diposisikan sebagai nilai lama.

Secara logika hukumk nilai baru akan meniadakan nilai lama (lex

posterior derogat legi priori), akan tetapi proses internalisasi nilai-nilai

baru tersebut untuk bisa menjadi kesadaran hukum masyarakat dan

nampak sebagai suatu perasaan hukum masyarakat, sebagai ukuran yang

benar dan yang salah dalam pergaulan masyarakat, tidaklah seperti

membalik telapak tangan; artinya masih membutuhkan waktu yang

panjang. Seperti halnya pada masyarakat di Bali, masyarakat Tionghoa

yang menganut sistem kekerabata patrileal, masyarakat di Jawa pada

umumnya yang menganut sistem kekerabatan parental pengangkatan anak

memiliki akibat hukum yang berbeda baik di lapangan hukum keluarga

maupun di lapangan hukum warisnya. Selama ini sistem nilai yang dianut

masyarakat antara orang tua angkat dengan anak angkat terbentuk

hubungan antara orang tua dengan anak dan seorang anak angkat memiliki

Page 82: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

72

kesamaan kedudukan dengan anak kandung. Dalam hal ini dalam etika

masyarakat ada etika larangan kawin diantara mereka (aspek hukum

keluarga) dan pada masyarakat dengan sistem kekerabatan Patrilineal pada

umumnya anak yang diangkat tidak mewaris dri orang tua kandungnya,

dan disisi lain seorang anak angkat pada masyarakat dengan sistem

kekerabatan parental dapat “mengambil air dari dua sumber”. yang artinya

dapat mewaris baik dari orang tua angkatnya maupun dari orang tua

kandungnya.

Perkembangan hukum pengangkatan anak sebagaimana telah

diuraikan di atas merupakan suatu fenomena yang secara yuridis

merupakan pedoman tingkah laku yang dipergunakan sebagai alat sosial

kontrol dalam prinsip penegakan hukum, artinya sebagai alat untuk

menentukan sesuatu tingkah laku orang dalam masyarakat itu benar atau

salah dalam perspektif hukum, hanya apabila dilihat secara empiris,

terutama dari aspek kultural, persoalan perkembangan hukum

pengangkatan anak ini telah menyisakan pekerjaan rumah. Terlepas dari

persoalan tersebut harapan peneliti adalam hal ini adalah tulisan ini dapat

memberikan yang jelas mengenai proses pengangkatan anak khususnya

mengenai pengesahan anak angkat melalui penetapan hkim di pengadilan.

Page 83: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

73

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasar atas uraian sebagaimana telah diuraikan di atas, dapat

diambil simpulan bahwa pelaksanaan pengangkatan anak melalui penetapan

hakim Nomor : 01/ Pdt. P/ 2014/ PN. Bms, dapat dirinci dalam 2 (dua) tahap,

yaitu:

1. Prosedur pengajuan permohonan dengan mengajukan permohonan

kepada Ketua Pengadilan Negeri, didaftarkan dalam buku regristrasi,

membayar perskot biaya perkara, Perkara permohonan termasuk dalam

pengertian yurisdiksi voluntair Pengadilan, ditetapkan hari dan tanggal

sidang, pelaksanaan sidang dibuka dan diperiksa oleh hakim segala bukti

dan saksi, sekiranya pengajuan pemohon beralasan maka hakim akan

mengabulkan permohonan pemohon dan sidang ditutup.

2. Pemeriksaan oleh hakim pelaksanaannya pengesahan pengangkatan anak

dilihat dari aspek substansi normatifnya: a. Hakim memeriksa alasan

permohonan, b. Hakim menemukan hukumnya, c. Hakim memeriksa

bukti-bukti yang membuktikan dalil-dalil Pemohon, d. Hakim

memberikan pertimbangan hukum, e. Hakim memberikan penilaian

hukum adanya kesesuaian antara fakta-fakta yang didalilkan dengan

ketentuan hukum yang berlaku mengenai pengangkatan anak, dan f.

Hakim memberiksn putusan tambahan mengenai:

Page 84: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

74

a. Mengirimkan salinan penetapan ini kepada Kepala Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk ditindak lanjuti

pencatatannya pada Register Akta kelahiran dan Kutipan Akta

Kelahiran, setelah Para Pemohon menunjukkan salinan Penetapan ini

yang telah berkekuatan hukum tetap.

b. Hakim mengingatkan kepada Pemohon bahwa “pengangkat anak

tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan

orang tua kandungnya”, “orang tua angkat wajib memberitahukan

kepada anak angkatnya mengenai asal-usulnya dan orang tua

kandungnya”.

B. Saran

Berdasar hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dalam

penelitian ini dapat diberikan saran bahwa sebaiknya pada bagian awal

pertimbangan hukum pada putusan hakim mempertimbangkan dulu

kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan mengadili perkara yang

diperiksanya, sehingga kepastian hukumnya menjadi semakin jelas.

Page 85: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

75

DAFTAR PUSTAKA

Literature :

Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, 2008, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif

Islam, Kencana Prenada Media Group, Jakarta

Djaja S.Meliala, 1982. Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia, Tarsito,

Bandung

Fachruddin, Fuat, 1991, Hukum Perkawinan dan Harta Kekayaan, Graha

Grafindo, Jakarta

Hilman Hadi Kusuma, 1977, Hukum Perkawinan Adat, Bandung, CV. Cipta

Karya

Iman Jauhari, 2003. Hak-hak Anak dalam Hukum Islam, Pustaka Bangsa, Jakarta

Iman Sudiyat, 2000. Hukum Adat Sketsa Asas, cet.ke-4, Yogyakarta: Liberty

ING Sugangga, 1995. Hukum Waris Adat, Universitas Diponegoro, Semarang,

M. Budiarto. 1985. Pengangkatan Anak Ditinjau dari Segi Hukum, Akademik

Presindo

Soerojo Wignjodipuro, 1973. Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Bandung:

Alumni

Tamakiran, 1972. Asas-Asas Hukum Waris, Puionir jaya, Bandung

http://www.scribd.com/doc/2953998/Kedudukan-Anak-Dalam-Hukum-Di-

Indonesia, diakses tanggal 20 September 2014

Page 86: PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK MELALUI PENETAPAN

76

Perundang-Undangan

Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan

Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun

1989 Tentang Peradilan Agama

Peraturan Pemerintah RI No. 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Komplikasi Hukum

Islam

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia, No. 110/ HUK/ 2009 tentang Persyaratan

Pengangkatan Anak