pelaksanaan kebijakan perijinan pembangunan base ...... · bahwa pembangunan nasional indonesia...
TRANSCRIPT
Pelaksanaan kebijakan perijinan pembangunan Base transceiver station (bts)/radio base station (rbs)
Di kota surakarta
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Asror Mukti Adi NIM : E. 0003100
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2008
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERIJINAN PEMBANGUNAN BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)/ RADIO BASE STATION (RBS)
DI KOTA SURAKARTA
Disusun oleh : ASROR MUKTI ADI
NIM : E. 0003100
Disetujui untuk Dipertahankan
Dosen Pembimbing
WALUYO, S.H.,M.Si.
NIP. 132 092 854
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi) PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERIJINAN PEMBANGUNAN
BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)/ RADIO BASE STATION (RBS) DI KOTA SURAKARTA
Disusun oleh :
ASROR MUKTI ADI NIM : E. 0003100
Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada :
Hari :
Tanggal :
TIM PENGUJI
1. Djoko Wahyu W, S.H.,MS._ : ………………………………………...
Ketua
2. WALUYO, S.H.,M.Si.________ : ………………………………………...
Anggota
MENGETAHUI Dekan,
Moh. Jamin, S.H.,M.H. NIP. 131 570 154
iv
ABSTRAK
Asror Mukti Adi, 2008. PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERIJINAN PEMBANGUNAN BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)/RADIO BASE STATION (RBS) DI KOTA SURAKARTA. Fakultas Hukum UNS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana implementasi kebijakan pemerintah secara umum melalui perijinan (vergunning) sebagai salah satu instrumen pemerintahan dalam tataran riil khususnya terhadap pengaturan mengenai pembangunan Base Transceiver Station (BTS)/Radio Base Station (RBS) di Kota Surakarta.
Secara purposif penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum sosiologis atau empiris yang bersifat deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian antara lain di Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta sebagai pelakasana kewenangan pemrosesan perijinan di lingkungan Pemerintah Daerah, serta di lingkup wilayah administratif Surakarta. Jenis data yang dipergunakan meliputi data primer dan data skunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui wawancara, observasi, dan penelitian kepustakaan pada literatur cetak maupun elektronik berupa buku-buku, peraturan-perundang-undangan, jurnal, makalah dan sebagainya. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif. Sifat analisis ini induktif yaitu kesimpulan diambil berdasarkan abstraksi hal-hal yang konkrit/ khusus ditarik kepada essensinya yang bersifat umum.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa dalam memperoleh ijin pendirian Base Transciever Station (BTS)/Radio Base Station (RBS), terdapat berbagai kualifikasi dan persyaratan ijin terkait yang harus dipenuhi, diantaranya adivice planning (AP), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Ijin Penggunaan Bangunan (IPB), Ijin Gangguan (HO), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan Ijin Usaha Perdagangan (IUP). Kantor UPT sebagai unit pelaksana kewenangan perijinan bertugas memproses berbagai perijinan tersebut dengan mengkoordinasikan berbagai lembaga atau dinas yang bersangkutan di lingkungan Pemerintah Kota Surakarta serta mensinergiskan berbagai ketentuan peraturan-peraturan daerah yang mengakomodir permasalahan tersebut hingga sesuai dengan arahan kebijakan umum pembangunan Pemerintah Kota Surakarta. Mekanisme pemrosesan perijinan tersebut meliputi peninjauan pada tataran normatif pemeriksaan pemenuhan serta keabsahan persyaratan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan pada tataran teknis yaitu peninjauan implementasi pemenuhan persyaratan di lokasi obyek permohonan. Hambatan utama dalam konteks ini adalah kurangnya sumber daya manusia di jajaran Pemerintah Daerah dengan kompetensi di bidang teknologi informasi, belum adanya perda khusus mengatur BTS/RBS, paradigma negatif dan kesadaran masyarakat, serta perilaku negatif oknum pengusaha bidang telekomunikasi.
v
MOTTO
Sesungguhnya kita diciptakan tiada lain hanyalah untuk mengabdi kepada Allah
QS. Adz Dzariyaat :56
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amatlah sedikit kamu mengambil
pelajaran (daripadanya).
QS. Al A'raaf :3
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan qalbu, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.
QS. Al Israa' : 36
Sungguh akan diturunkan cobaan, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar.
QS. Al Baqarah : 3
PERSEMBAHAN
Penulisan Hukum (skripsi ini) penulis persembahkan
untuk :
Allah SWT yang senantiasa membimbing dan
melindungiku
vi
Ayah dan Bunda beserta Saudara-saudaraku yang
sangat berarti dalam hidup ini
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut asma Alloh SWT yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,
sang pengatur, yang merajai dan ditaati segalanya di alam semesta, penulisan hukum
(skripsi) yang berjudul “PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERIJINAN
PEMBANGUNAN BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)/ RADIO BASE STATION
(RBS) DI KOTA SURAKARTA” dapat penulis selesaikan.
Pada kesempatan bahagia ini, dalam suka cita penulis hendak
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah berkenan memberikan sumbangsih tak ternilai hingga pada akhirnya penulisan
hukum ini dapat diselesaikan. Terimakasih banyak kami haturkan kepada :
1. Bapak Dr.dr. Moch. Syamsulhadi, Sp.Kj selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Bapak Moh. Jamin, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang
telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
3. Bapak Prasetyo Hadi P, S.H.,M.S. selaku Pembantu Dekan I yang telah
memberikan ijin untuk penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini.
4. Bapak Wasis Sugandha, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara yang juga telah memberikan ijin untuk penyusunan penulisan hukum
(skripsi) ini.
vii
5. Bapak Waluyo, S.H.,M.Si. selaku pembimbing penyusunan penulisan hukum
(skripsi) yang telah berkenan menyediakan waktu dan pikirannya untuk
membimbing dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini.
6. Bapak Asianto Nugroho, S.H.,M.Si. sebagai pembimbing akademik, atas
nasehat yang berguna bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum
UNS.
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu
pengetahuan yang berguna kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal
dalam penulisan skripsi ini dan semoga ilmu tersebut dapat kami amalkan
dalam kehidupan masa depan penulis.
8. Ibu Maya dan seluruh staf Kantor Bagian Hukum dan HAM Pemerintah Kota
Surakarta atas segala bantuan dan keramahan-tamahan menyediakan segala
macam bahan yang penulis butuhkan di sela-sela kesibukan.
9. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H.,MM. atas saran dan masukan
berguna yang diberikan kepada penulis.
10. Bapak Drs. Toto Amanto, MM. selaku Koordinator Unit Pelayanan Terpadu
Kota Surakarta yang telah meluangkan waktu dan banyak membantu dalam
penelitian ini.
11. Ayahanda dan Ibunda yang kami cintai dan sayangi , terimakasih atas segala
pengorbanan, kesabaran, dan doa restu kalian selama ini kepada ananda.
12. Saudara-saudara dan keluargaku yang kucintai, Hendra Budi, Setiawan,
Rosid, Miftah, Ismail, Mba Ninuk, atas dukungannya.
13. Sahabat-sahabat yang telah turut memberi motivasi dan menumbuhkan
semangat penulis, menjadi penampung keluh kesah penulis, Uzair, Mahoo,
Boenx, Venty, Mas Dian, Mba Julian, Saiful.
viii
14. Mas Roni dari PT. Siemens yang telah meluangkan waktunya untuk
membantu penulis sebagai narasumber interview.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah turut
serta memberikan bantuan dan dukungan sehingga dapat terselesaikannya
penulisan hukum ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang
membangun sehingga dapat memperkaya penulisan hukum ini. Demikian kami
berharap semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat.
Surakarta, Januari 2008 Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................ iii
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................. v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii
DAFTAR BAGAN/GAMBAR ........................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian............................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 5
E. Metode Penelitian............................................................................ 5
F. Sistematika Skripsi........................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 9
A. Kerangka Teori................................................................................ 9
1. Tinjauan Umum Tentang Pemerintahan Daerah ..................... 9
a. Pengertian Pemerintah Daerah ............................................ 10
b. Pembagian Daerah dan Asas-asas Pemerintahan Daerah ... 12
c. Bentuk dan Susunan Pemerintah Daerah Setiap
x
Daerah Dipimpin oleh Kepala Daerah ................................ 16
d. Peraturan Daerah (Perda) dan Pengawasan ....................... 18
2. Tinjauan Umum Tentang Instrumen Pemerintahan ................ 20
a. Peraturan Perundang-undangan .......................................... 21
b. Ketetapan/ Keputusan Tata Usaha Negara (Beschikking) ... 22
c. Peraturan Kebijaksanaan (Freis Ermessen) ......................... 23
d. Rencana-rencana ................................................................. 24
e. Perijinan (Vergunning) ........................................................ 25
f. Instrumen Hukum Keperdataan .......................................... 39
3. Tinjauan Umum Tentang Telekomunikasi .............................. 39
a. Asas Penyelenggaraan Telekomunikasi .............................. 40
b. Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi .......................... 41
c. Hak dan Kewajiban Penyelenggara Telekomunikasi
dan Masyarakat ................................................................... 41
d. Teknologi Seluler ................................................................ 44
4. Tinjauan Umum Tentang BTS ................................................... 39
B. Kerangka Pemikiran........................................................................ 49
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 52
A. Deskripsi Obyek ............................................................................ 52
1. Pengertian tentang Kota Surakarta .......................................... 52
a. Gambaran Umum Kota Surakarta ....................................... 52
b. Kondisi dan Potensi Kota Surakarta ................................... 53
c. Strategi Pembangunan dan Pelayanan Masyarakat ............. 56
2. Peran Pemerintah Daerah Kota Surakarta dalam
Pelaksanaan Pembangunan Daerah ......................................... 58
a. Arahan Kebijakan Pemerintah Daerah pada Pelaksanaan
Pembangunan Daerah ......................................................... 59
b. Syarat dalam perencanaan kebijakan pembangunan
xi
Pemerintah Daerah .............................................................. 59
c. Peran Pemerintah Daerah dalam pembangunan
menara BTS/RBS ................................................................ 60
3. Pengertian Mengenai Kantor Unit Pelayanan
Terpadu (UPT) ......................................................................... 62
a. Pengertian Kantor (UPT) .................................................... 62
b. Dasar Hukum (UPT) ............................................................ 64
c. Tugas dan Kewajiban Kantor (UPT) ................................... 65
B. Pelaksanaan Prosedur Perijinan Pendirian Menara BTS/RBS ....... 68
1. Keberadaan BTS/RBS di Kota Surakarta ......................... 68
2. Prosedur Perijinan Menara BTS/RBS di UPT .......................... 71
3. Pelaksanaan Prosedur Perijinan oleh Pelaku Usaha
Telekomunikasi ........................................................................ 79
C. Hambatan- Hambatan yang dihadapi dan
Upaya Untuk Menanggulanginya .................................................. 82
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 90
A. Simpulan ....................................................................................... 90
B. Saran .............................................................................................. 93
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Pertumbuhan Ekonomi 2000-2006 ………………………………….. 55
Tabel 3 : Perkembangan Nilai Investasi Tahun 2004-2006 …………………… 55
Tabel 2 : Pendapatan Perkapita 2000-2006 ……………………………………. 55
Tabel 4 : Data BTS/RBS di Surakarta ………………………………………… 67
DAFTAR BAGAN/GAMBAR
Gambar 1 : Interactive Model of Analysis …………………………………….. 7
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran ....................................................................... 48
Gambar 3 : Bagan Organisasi UPT ……………………………………………. 63
Gambar 4 : Alur Permohonan Ijin Menara BTS/RBS ………………………… 70
Gambar 5 : Tahapan pemrosesan beberapa jenis perijinan
dalam pedirian menara BTS/RBS …………………………………. 77
Gambar 6 : Tahapan Pelaksanaan Proyek Pembangunan Menara
BTS/RBS Oleh Vendor Infrastruktur Telekomunikasi …………… 81
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan
meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Pembangunan
Nasional dilaksanakan dalam rangka melaksanakan tujuan nasional yang
termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu melindungi
segenap bangsa, seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dapat dikatakan
bahwa pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan suatu masyarakat
adil, makmur merata secara materiil, spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 sebagai suatu proses perubahan berkesinambungan, terjadi secara terus-
menerus yang melibatkan semua unsur didalamnya, yaitu pemerintah baik pusat
maupun daerah dan masyarakat Indonesia sendiri.
Dewasa ini dengan adanya Otonomi Daerah berdasarkan Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diganti dengan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pemerintah
daerah kini memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat di daerahnya sesuai dengan
tujuan pembangunan nasional yang tidak mungkin dapat dilaksanakan sendiri
oleh pemerintah pusat.
Dengan adanya otonomi daerah pembangunan nasional telah
berkembang merata di masing-masing daerah merespon kebutuhan masyarakat
meliputi berbagai macam sektor termasuk didalamnya sektor telekomunikasi.
Telekomunikasi merupakan salah satu sektor penting yang mempengaruhi
xiv
pembangunan sektor lain diantaranya sektor ekonomi, sektor sosial, sektor
pendidikan dan lain sebagainya. Namun dalam pengembangan sektor
telekomunikasi daerah memerlukan pembangunan fasilitas infrastruktur yang
memadai dimana tidak dapat dipenuhi dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah
sendiri tanpa dukungan dan partisipasi pihak lain, dalam hal ini pihak swasta.
Guna menunjang upaya pembangunan tersebut, maka Pemerintah Daerah
membuka kesempatan berpartisipasi dan berinvestasi dari pihak swasta untuk
berbagai macam sektor termasuk telekomunikasi sendiri dengan harapan dapat
memacu sektor-sektor lainnya. Sebagaimana hasil survei International
Telecommunication Union (ITU) menunjukkan, pertumbuhan sektor
telekomunikasi sebesar 1 persen akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi
sebesar 3 persen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa percepatan
pertumbuhan ekonomi dapat dipacu dengan meningkatkan pembangunan dan
pengembangan sektor tersebut. (Telekomunikasi dan Upaya Menuju Masyarakat
Informasi, Kompas: 04 April 2004). Salah satu bagian penting dari sarana
telekomunikasi pada saat ini adalah jaringan nirkabel untuk pendukung telepon
seluler dan beberapa perangkat nirkabel lainnya yang banyak digunakan oleh
penduduk di Indonesia yang antara lain berguna bagi komunikasi, informasi pada
bidang-bidang pendidikan, perekonomian, sosial dan bidang umum lainnya.
Sedangkan disatu sisi lainnya, pihak swasta penyedia jasa layanan
telekomunikasi seluler juga hendak berupaya meningkatkan pelayanannya kepada
para pelanggannya di daerah. Hal ini tentu saja dapat menjadi peluang dan
tanggung jawab untuk mengorganisirnya secara baik mengingat pada tahun 2007
lalu jumlah pengguna telepon seluler di Indonesia mencapai sekitar delapan puluh
juta orang (Pulsa, Edisi 122 th V/2008/3-6 Januari : 44) yang sebagian
diantaranya berada di daerah.
Dalam peningkatan kualitas layanan komunikasi kepada pengguna
telepon seluler mutlak membutuhkan keberadaan beberapa infrastruktur penting.
xv
Salah satu diantara infrastruktur tersebut adalah Base Transceiver Station (BTS)
atau Radio Base Station (RBS) yaitu tower/menara telekomunikasi Pemancar
yang berfungsi mengirim dan menerima sinyal/frekwensi pada kawasan tertentu
dan menghubungkan dengan kawasan lain.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kadangkala keberadaan BTS di berbagai
tempat menimbulkan permasalahan di masyarakat. Permasalahan tersebut
berpotensi menimbulkan konflik bilamana tidak dikelola dengan baik menurut
ketentuan yang berlaku oleh pemerintah daerah, dinas/lembaga berwenang,
pelaku usaha pada bidang terkait, dan masyarakat.
Kota Surakarta sebagai salah satu kota dengan kuantitas pengguna
telepon seluler tinggi juga memiliki permasalahan masyarakat yang timbul atas
keberadaan Tower BTS/RBS ini sebagaimana peristiwa aksi penolakan atas
Tower BTS di lingkungan Kampung Teposanan Kelurahan Sriwedari sekitar
bulan Juli 2007. Beberapa isu yang seringkali menjadi pemicu timbulnya
permasalahan antara lain: pengadaan tempat/lahan/tanah, faktor resiko/dampak
dari aspek lingkungan dan ekonomi, persoalan kontribusi kepada masyarakat
setempat dan lain-lain.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian atau studi hukum yang lebih mendalam mengenai
kebijakan Pemerintah Kota Surakarta dalam pengaturan pendirian Tower BTS
dalam upaya mengantisipasi permasalahan dan konflik. Untuk itu dalam
penulisan hukum penulis mengambil judul :
“PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERIJINAN PEMBANGUNAN
MENARA BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)/ RADIO BASE STATION
(RBS) DI KOTA SURAKARTA”.
xvi
B. Rumusan Masalah
Memperhatikan alasan pemilihan judul, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagamana pelaksanaan kebijakan perijinan dalam pembangunan menara Base
Transceiver Station (BTS)/Radio Base Station (RBS) di Kota Surakarta?
2. Bagaimana hambatan-hambatan yang timbul berkenaan dengan pelaksanaan
kebijakan perijinan pembangunan menara Base Transceiver Station
(BTS)/Radio Base Station (RBS) di Kota Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui karakterisitik prosedur perijinan yang harus dilewati
sebelum melaksanankan pendirian Menara BTS/RBS.
b. Untuk mengetahui upaya Pemerintah Kota dalam menyelesaikan
permasalahan pada pelaksanaan prosedur perijinan pendirian menara
BTS/RBS.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan akademis guna memperoleh
gelar strata satu dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
b. Sebagai sarana untuk menyumbangkan pemikiran pada masyarakat,
khususnya dalam hal pengetahuan mengenai pelaksanaan ijin
pembangunan menara BTS/RBS.
xvii
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang Hukum Administrasi
Negara yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan pemerintah yang
mengatur mengenai perijinan di daerah.
b. Memberikan kontribusi dalam memperluas dan mengembangkan ilmu
pengetahuan hukum dan dapat menjadi rujukan bagi penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penulisan ini diharapkan mampu membantu dan memberikan
tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang
sedang di teliti.
b. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis.
E. Metode Penelitian
Metodologi penelitian adalah suatu cara atau jalan yang dipergunakan
untuk mencapai suatu tujuan.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penulisan hukum empiris, yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti langsung ke lapangan
sehingga akan didapatkan data yang faktual.
2. Sifat Penelitian
xviii
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan obyek yang diteliti secara lengkap.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini berjenis kualitatif, yaitu
data yang berwujud uraian, informasi verbal, dan pendapat dari para
responden.
4. Jenis data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer. Data primer
tersebut meliputi data yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan
penulis dengan nara sumber agar penelitian mendapatkan hasil yang
sebenarnya dari obyek yang diteliti.
5. Sumber data
a. Sumber data primer
Data primer diperoleh dari Pemerintah Kota Surakarta, perusahaan
telekomunikasi, masyarakat dan pihak-pihak lain yang terkait.
b. Sumber data sekunder
Data sekunder berasal dari perundang-undangan, buku-buku, serta literatur
yang mendukung penelitian ini.
6. Teknik pengumpulan data
a. Wawancara
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melakukan
wawancara secara langsung dengan nara sumber.
b. Studi Kepustakaan
Teknik pengumpulan data dengan cara membaca, mempelajari buku yang
diperlukan, seperti literatur, peraturan perundang-undangan, dan lain-lain
yang berkaitan dengan penelitian.
xix
7. Analisis data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis data kualitatif
dengan model interaktif, dimana dalam tahap analisis ini terdapat tiga
komponen pokok, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Data yang terkumpul kemudian direduksi melalui seleksi dan
penyederhanaan data yang berlangsung terus-menerus selama penelitian dan
kemudian diambil kesimpulan. Tahap ini tidak harus berurutan sebab apabila
data data yang diperoleh sudah lengkap, maka data tersebut dapat disajikan.
Apabila ditemui kesulitan dalam menarik kesimpulan karena kurang
lengkapnya data, maka kita bisa kembali ke tahap pengumpulan data sampai
data yang kita peroleh dirasa cukup (H. B. Sutopo, 2002 : 95).
Model analisa interaktif dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1 : Interactive Model of Analysis
F. Sistematika Sripsi
Reduksi Data Penyajian Data
Pengumpulan Data
Penarikan Kesimpulan/ verifikasi
xx
Guna memberi penjelasan secara garis besar mengenai penyusunan
penulisan hukum dan untuk mengantarkan pembaca pada pokok pembahasan,
maka penulis menggunakan sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan tentang landasan teori mengenai
Pemerintahan Daerah, Instrumen Pemerintahan, dan
Telekomunikasi.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan tentang kondisi umum dan karakteristik
Kota Surakarta, sistem penetapan kebijakan dan arahan kebijakan
Pemerintah Kota Surakarta, uraian mengenai Unit Pelayanan
Terpadu yang memproses perijinan, pelaksanaan prosedur perijinan
dalam pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS)/Radio
Base Station (RBS) oleh UPT dan pelaku usaha di wilayah
Surakarta, Instrumen-instrumen hukum yang terkait, hambatan-
hambatan dalam pelaksanaan prosedur serta aplikasi perijinan
tersebut, dan analisis data.
BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xxi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Pemerintahan Daerah
a. Pengertian Pemerintah Daerah
Indonesia merupakan negara dengan wilayah luas terdiri dari
kepulauan-kepulauan dan memiliki jumlah penduduk yang besar dan
tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Melihat kondisi tersebut dalam
rangka pelaksanaan pemerintahan guna mewujudkan tujuan pemerataan
pembangunan sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 maka
xxii
dibentuklah pemerintahan daerah sebagai wujud dari pemerintah di daerah
guna melaksanakan tugas pembantuan di daerah.
Dasar dari penyelenggaraan Pemerintahan daerah terdapat dalam
UUD 1945 Pasal 18A yang menyebutkan, hubungan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota,
atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-
undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
Hubungan keuangan, pelayanan umum, kemanfaatan sumber daya alam
maupun sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah diatur dan dilaksanakan secara adil, selaras berdasarkan undang-
undang. Sedangkan pada Pasal 18 B menyebutkan negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa sebagaimana diatur dengan Undang-undang.
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup, masih sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan hal tersebut diatas, Pemerintah mengeluarkan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
yang kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Maka berdasarkan Pasal 239 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu
pada saat berlakunya Undang-undang ini maka Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku.
Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 1 huruf b
menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta
perangkat daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
xxiii
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara pemerintahan daerah otonom
oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, menurut asas desentralisasi.
Salah satu tugas DPRD dalam Pemerintahan Daerah adalah
melakukan pengawalan, baik kepada Peraturan Daerah, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, kebijakan Pemerintah Daerah dan kerja
sama internasional dengan daerah.
Pemerintah Daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 Pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintahan daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan pengertian Otonomi Daerah
menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 5
menyebutkan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pamerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Menurut Winarna Surya Adisubrata Otonomi Daerah adalah
wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang
melekat pada negara kesatuan maupun pada negara federasi. Di negara
kesatuan Otonomi Daerah lebih teratas daripada di negara yang berbentuk
federasi. Kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangga daerah di
negara Kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintah kecuali
beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat. Dalam literatur
pemerintahan dikenal tiga sistem otonomi, yaitu:
1) Otonomi formil
xxiv
Yaitu suatu sistem otonomi dimana yang diatur adalah kewenangan-
kewenangan Pemerintah Pusat yang dipegang oleh Pemerintah Pusat
(seperti: pertahanan dan keamanan, politik luar negeri, peradilan,
moneter, fiskal dan kewenangan lainnya). Sedangkan kewenangan
Daerah Otonom adalah kewenangan yang diluar kewenangan
Pemerintah pusat tersebut.
2) Otonomi materiil
Merupakan kewenangan-kewenangan Daerah Otonom yang
dilimpahkan dan secara eksplisit disebutkan satu-persatu (biasanya
diatur dalam Undang-undang Pembentukan Daerah Otonom).
Sedangkan kewenangan Daerah Otonom adalah kewenangan yang
diluar kewenangan Pemerintah Pusat tersebut.
3) Otonomi riil
Merupakan kewenangan-kewenangan daerah Otonom yang
dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat, disesuaikan kemampuan nyata
dari Daerah Otonom yang bersangkutan (seperti SDM, pendapatan
Daerah, dll). Jadi kewenangan Daerah Otonom yang satu dengan
daerah otonom yang lainnya tidak sama. (Winarna Surya Adisubrata
1999:1).
Prinsip Otonomi Daerah dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 adalah:
1) Otonomi seluas-luasnya
Dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur
semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan Pemerintah
yang ditetapkan dalam Undang-undang. Daerah memiliki kewenangan
membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan
xxv
peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
2) Otonomi nyata
Yaitu suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang
kenyataanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan
demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama
dengan daerah lainnya.
3) Otonomi yang bertanggung jawab
Adalah otonomi yang dalam penye1enggaraannya harus benar-benar
sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada
dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dan tujuan
nasional.
b. Pembagian Daerah Dan Asas-asas Pemerintahan Daerah
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi ini dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-
masing mempunyai Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan. Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-
luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah,
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum,
dan daya saing daerah.
Asas-asas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menurut C.S.T.
Kansil yaltu:
xxvi
1) Asas Desentralisasi adalah asas yang menyatakan penyerahan
sejumlah urusan pemerintahan dari Pemerintah Pusat atau dan
Pemeintah Daerah tingkat yang lebih tinggi kepada Pemerintah Daerah
tingkat yang lebih rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga
daerah itu. Dengan demikian, prakarsa, wewenang, dan tanggung
jawab mengenai urusan-urusan yang diserahkan tadi sepenuhnya
menjadi tanggung jawab daerah itu, baik mengenai politik
kebijaksanaan, perencanaan, dan pe1aksanannya maupun mengenai
segi-segi pembiayaannya. Perangkat pelaksanaanya adalah perangkat
daerah sendiri.
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 1 huruf f menyebutkan :
“Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.”
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat
7 menyebutkan : “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus pemerintahan daam sistem Negara Kesatuan Republik
indonesia.”
Keuntungan diterapkannya asas desentralisasi adalah:
a) Akan mengurangi tertumpuknya pekerjaan di tingkat pusat.
b) Dalam menghadapi masalah yang mendesak serta memerlukan
tindakan secara cepat maka daerah tersebut tidak perlu menunggu
perintah ataupun instruksi dari pemerintah Pusat.
c) Dapat mengurangi birokrasi sistem yang, berbelit.
d) Mengurangi kemungkinan kesewenangan Pemerintah Pusat.
xxvii
Sistem ini juga mempunyai kelemahan, antara lain:
a) Struktur Pemerintahan menjadi lebih kompleks, sehingga
mempersulit koordinasi.
b) Keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam
kepentingan daerah mudah terganggu
c) Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama karena
diperlukan pembuatan peraturan yang bertele-tele.
2) Asas Dekonsentrasi adalah asas yang menyatakan pelimpahan
wewenang dari Pemerintah Pusat atau kepala wilayah atau kepala
instansi vertikal tingkat yang lebih tinggi kepada pejabat-pejabatnya di
daerah. Tanggung jawab tetap ada pada Pemerintah pusat, baik
perencanaan dan pelaksanaannya maupun pembiayaannya tetap
menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. Unsur pelaksanaannya
dikoordinasikan oleh kepala daerah dalam kedudukannya selaku wakil
Pemerintah Pusat.
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Pasal 1 huruf f menyebutkan : “Dekonsentrasi adalah pelimpahan
wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil
pemerintah dan/atau perangkat pusat di Daerah.”
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat
8 menyebutkan bahwa : “Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenaag
pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil
pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.”
3) Asas Tugas Pembantuan adalah asas yang menyatakan tugas turut
serta dalam pelaksanaan urusan pemerintah yang ditugaskan kepada
Pemerintah Daerah dengan kewajiban mempertanggungjawabkannya
kepada yang memberi tugas. (C.S.T. Kansil, 2002 : 3)
xxviii
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Pasal 1 huruf g menyebutkan :
”Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah
kepada Daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan
tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta
sumber daya manusia dengan bekewajiban melaporkan
pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang
menugaskan.”
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 9
menyebutkan:
“Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah
kepada Daerah dan/atau desa dan pemerintah provinsi kepada
kabupaten/kota dan atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota
kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.”
Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 20
asas penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum
penyelenggaraan negara yang terdiri atas:
a) Asas kepastian hukum;
b) Asas tertib penyelenggaraan negara;
c) Asas kepentingan umum;
d) Asas keterbukaan;
e) Asas proporsionalitas;
f) Asas profesionalitas;
g) Asas akuntabilitas;
h) Asas efisien;
i) Asas efektivitas.
xxix
c. Bentuk dan susunan Pemerintahan Daerah setiap daerah dipimpin
oleh Kepala Daerah.
Setiap daerah dipimpin dan dikepalai oleh Kepala Daerah. Kepala
Daerah untuk Provinsi disebut Gubernur, untuk Kabupaten disebut Bupati,
dan untuk Kota disebut Walikota. Kepala Daerah dalam menjalankan
tugasnya dibantu oleh satu orang Wakil Kepala Daerah.
Di dalam setiap daerah dibentuk DPRD yang merupakan lembaga
perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. DPRD mempunyai tugas legislasi,
anggaran, dan pengawasan perangkat Daerah Provinsi terdiri atas
Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, dan Lembaga
Teknis Daerah. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Sekretariat
Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah,
Kecamatan, dan Kelurahan.
Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris
Daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu Kepala Daerah dalam
menyiapkan kebijakan dan mengkoordinasikan Dinas Daerah dan
Lembaga Teknis Daerah. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban,
Sekretaris Daerah untuk Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh
Gubernur atas usul Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Apabila Sekretaris Daerah berhalangan melaksanakan
tugasnya, tugas Seketaris Daerah dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk
oleh Kepala Daerah. Sekretaris Daerah diangkat dari Pegawai Negeri Sipil
yang memenuhi persyaratan. Sekretaris Daerah untuk Provinsi diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Sekretaris Daerah untuk Kabupaten/Kota
diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/Walikota
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
xxx
Sekretaris Daerah mempunyai kedudukan sebagai pembina
Pegawai Negeri Sipil di daerahnya. Sekretariat DPRD dipimpin oleh
Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD diangkat dan diberhentikan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD. Sekretaris DPRD
dalam melaksanakan tugasnya secara teknis operasional berada dibawah
dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara administratif
bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas
Daerah dipimpin oleh Kepala Dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh
Kepa1a Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat atas
usulan Sekretaris Daerah.
Lembaga teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas
Kepala Daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang
bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah.
Badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah dipimpin oleh Kepala
Badan, Kepala Kantor, atau Kepala Rumah Sakit Daerah yang diangkat
oleh Kepala Daerah dan Pegawi Negeri Sipil yang memenuhi syarat atas
usul Sekretaris Daerah. Kepala Badan, kantor, atau rumah sakit umum
daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris
Daerah.
Kecamatan dibentuk di wilayah Kabupaten/Kota dengan Perda
berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh Camat
yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian
wewenang Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi
daerah. Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah
kabupaten/kota dan Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan
teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Camat dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh
xxxi
perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota
melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota. Perangkat kecamatan
bertanggung jawab kepada camat.
Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda
berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh Lurah
yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dan
Bupati/Walikota. Lurah diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul camat
dan Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis
pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugasnya Lurah dibantu oleh
perangkat kelurahan yang bertanggung jawab kepada Lurah. Untuk
kelancaran pelaksanaan tugas Lurah dapat dibentuk lembaga lainnya
sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Perda.
d. Peraturan Daerah (Perda), dan Pengawasan
1) Peraturan Daerah (Perda)
Sebagai konsekuensi dari hak mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri, maka pemerintah daerah perlu dilengkapi
alat perlengkapan daerah yang dapat mengeluarkan peraturan-
peraturannya, yakni Peraturan Daerah.
Badan pembuat Peraturan Daerah dengan Peraturan Daerahnya, berkewajiban mengatur urusan-urusan yang menjadi urusan rumah tangga daerah dan juga urusan-urusan pembantuan. Untuk menjaga agar jangan sampai ada Peraturan Daerah yang mengatur sesuatu hal yang bertentangan dengan peraturan-peraturan negara atau Peraturan Daerah tingkat atasnya, perlu diadakan pengawasan. (R. Joeniarto, 1992: 18)
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 136
menyatakan bahwa Perda ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah
mendapat persetujuan bersama DPRD. Perda dibentuk dalam rangka
xxxii
penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas
pembantuan. Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas
masing-masing daerah. Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan
umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda
berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah.
Pembentukan Perda didasarkan pada asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang meliputi:
1) Kejelasan tujuan;
2) Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
3) Kesesuaian antara jenis dan materi muatan:
4) Dapat dilaksanakan;
5) Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
6) Kejelasan rumusan;
7) Keterbukaan.
Untuk melaksanakan Perda dan atas dasar peraturan perundang-
undangan. Kepala Daerah menetapkan peraturan Kepala Daerah dan atau
keputusan Kepala Daerah. Peraturan Kepala Daerah dan atau Keputusan
KepaIa Daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, Perda
dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda diundangkan
dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan
dalam Berita Daerah. Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah da1am Berita Daerah dilakukan oleh Sekretaris
Daerah. Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Perda yang akan
diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang
telah diundangkan dalam Berita Daerah.
xxxiii
Menurut Kansil, Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah
yang memerlukan pengesahan adalah peraturan dan keputusan yang
menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1) Menetapkan ketentuan ketentuan yang menyangkut rakyat dan
mengandung perintah, larangan, keharusan berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu yang ditujukan langsung kepada rakyat.
2) Mengadakan ancaman pidana berupa denda atau hukuman kurungan
atas pelanggaran tertentu.
3) Memberikan bahan kepada rakyat (pajak, retribusi daerah).
4) Mengadakan utang, piutang, menanggung pinjaman, mengadakan
perusahaan daerah, menetapkan dan mengubah APBD, menetapkan
perhitungan APBD, mengatur gaji pegawai, dan lain-lain.
2) Pengawasan
Berdasarkan Pasal 218 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
menyatakan bahwa pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah
dilaksanakan oleh pemerintah yang meliputi:
1) Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah;
2) Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah
Pengawasan dilaksanakan oleh aparat pengawas intern
Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan. Pembinaan dan
pengawasan penyelenggaraan Pemerintah Daerah untuk kabupaten/kota
dikoordinasikan oleh Gubernur. Pengawasan dimaksudkan agar
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dapat berjalan dengan baik.
2. Instrumen Pemerintahan
Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan pemerintah atau
administrasi negara membutuhkan sarana dan prasarana antara lain guna tulis-
xxxiv
menulis, sarana trasportasi, komunikasi, gedung perkantoran dan lain
sebagainya. Disamping itu pemerintah juga menggunakan berbagai macam
instrumen yuridis dalam menjalankan kegiatan mengatur dan menjalankan
urusan pemerintahan dan kemasyarakatan, seperti peraturan perundang-
undangan, keputusan-keputusan, peraturan kebijaksanaan, perijinan,
instrumen hukum keperdataan dan lain-lain.
a. Peraturan Perundang-undangan
Peraturan merupakan hukum yang abstrak bersifat mengikat
umum dan mengatur hal-hal yang bersifat umum/general. Secara teoritis
istilah “perundang-undangan ”(legislation, wetgeving, gesetzgebung)
memiliki dua pengertian sebagai berikut;
1) Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/proses
membentuk peraturan peraturan negara, baik ditingkat pusat ataupun
di tingkat daerah.
2) Perundang-undangan adalah segala peraturan negara yang merupakan
hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun
di tingkat daerah.
Peraturan perundang-undangan memiliki ciri sebagai berikut;
1) Peraturan perundang-undangan bersifat umum dan komprehensif,
yang dengan demikan merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang
khusus dan terbatas.
2) Peraturan perundang-undangan bersifat universal, ia diciptakan untuk
menghadapi peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas
bentuk konkretnya. Oleh karena itu, ia tidak dapat dirumuskan untuk
mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja.
xxxv
3) Ia mamiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya
sendiri. Pencantuman klausul yang memuat kemungkinan
dilakukannya peninjauan kembali.
Berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka 2 UU Nomor 5 Tahun
1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Peraturan Perundang-
undangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum
yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat bersama pemerintah, baik
di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan
atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah, yang juga mengikat umum.
Menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan
peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk
oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara
umum. Peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat secara
umum (algeemend verbnded voorschift) disebut juga dengan pengertian
Undang-undang dalam arti materiil.
b. Ketetapan/Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking)
Banyak pendapat mengenai definisi dari ketetapan/beschiking,
menurut C.W. Van der Pot, ketetapan/keputusan/beschiking adalah
pernyataan kehendak dari organ pemerintahan untuk melaksanakan hal
khusus, ditujukan untuk menciptakan hubungan hukum baru, mengubah
atau menghapus hubungan hukum yang ada. Sedang menurut E. Utrecht
beschiking adalah perbuatan hukum publik bersegi satu (yang dilakukan
oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa).
Beschiking adalah suatu tindakan hukum yang bersifat sepihak dalam
bidang pemerintahan yang dilakukan oleh suatu badan pemerintah
xxxvi
berdasarkan wewenang yang luar biasa. (W.F. Prins dan R. Kosim
Adisapoetra)
Menurut Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986,
ketetapan/keputusan didefinisikan sebagai, suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual,
dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seorang atau badan
hukum perdata.
Unsur-unsur ketetapan
1) Pernyataan kehendak sepihak (enjizdige scriftelijke verklaring)
2) Dikeluarkan oleh organ pemerintahan (bestuursorgaan)
3) Didasarkan pada kewenangan hukum yang bersifat publik
(publiekbevoegdheid)
4) Ditujukan untuk hal khusus atau peristiwa konkret dan individual.
5) Guna menimbulan akibat hukum dalam bidang administrasi
6) Seorang atau badan hukum perdata.
c. Peraturan Kebijaksanaan (Freis Ermessen)
Menurut Philipus M. Hadjon, Peraturan kebijaksanaan pada
hakikatnya merupakan produk dari perbuatan Tata Usaha Negara yang
bertujuan ”naar buiten gebracht scrhicftelijk beleid,” yaitu menampakkan
suatu kebijaksanaan tertulis.
Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, Freis Ermessen
dilakukan oleh administrasi negara dalam hal-hal sebagai berikut;
1) Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
penyelesaian secara in koncrito teradap suatu masalah tertentu,
padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian yang segera.
Misalnya dalam menghadapi suatu bencana alam ataupun wabah
xxxvii
penyakit menular, aparat pemerintahan harus segera mengambil
tindakan yang menguntungkan bagi negara ataupun bagi rakyat,
tindakan yang semata-mata timbul atas prakarsa sendiri.
2) Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat
pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya. Misalnya dalam
pemberian ijin berdasarkan Pasal 1 HO, setiap pemberi ijin bebas
untuk menafsirkan pengertian ”menimbulkan keadaan bahaya” sesuai
dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing.
3) Adanya delegasi perundang-undangan, maksudnya aparat pemerintah
diberi kekuasaan untuk mengatur sendiri, yang sebenarnya kekuasaan
itu merupakan kekuasaan aparat yang lebih tinggi tingkatannya,
misalnya dalam menggali sumber-sumber keuangan daerah.
Pemerintah daerah bebas untuk mengelolanya asalkan sumber-sumber
itu merupakan sumber yang sah.
d. Rencana-Rencana
Negara merupakan suatu organisasi yang memiliki tujuan. Bagi
Indonesia, tujuan negara ini tertuang dalam alenia ke empat Undang-
undang Dasar 1945, yang menunjukkan pula bahwa Indonesia merupakan
negara hukum yang menganut konsepsi welfare state. Untuk mewujudkan
hal tersebut diperlukan adanya rencana yang mana rencana ini dipahami
sebagai bagian dari tindakan hukum pemerintahan yang merupakan
keseluruhan tindakan pemerintah yang berkesinambungan, yang
mengupayakan terwujudnya suatu keadaan tertentu yang teratur.
Keseluruhan ini disusun dalam format tindakan hukum administrasi
negara, sebagai tindakan-tindakan yang menimbulkan akibat-akibat
hukum.
Perencanaan terbagi dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
xxxviii
1) Perencanaan informatif (informatieve planning), yaitu rancangan
estimasi mengenai perkembangan masyarakat yang dituangkan dalam
alternatif-alternatif kebijakan tertentu. Rencana demikian tidak
memiliki akibat hukum bagi warga negara.
2) Perencanaan indikatif (indicatieve planning), yaitu rencana-rencana
yang memuat kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh dan
mengindikasikan bahwa kebijakan itu akan dilaksanakan.
Kebijaksanaan ini masih harus diterjemahkan dalam keputusan
operasional atau normatif sehingga sifat dari akibat hukumnya adalah
tidak langsung (indirect rechtgevolgen).
3) Perencanaan operasional atau normatif (operationale of normatieve
planning), yaitu rencana-rencana yang terdiri dari persiapan-persiapan,
perjanjian-perjanjian, dan ketetapan-ketetapan. Contohnya antara lain
rencana tata ruang, rencana pengembangan perkotaan, rencana
pembebasan tanah, rencana pemberian subsidi dll. Perencanaan seperti
ini memiliki akibat hukum secara langsung (directe rechtgevolgen).
e. Perijinan (vergunning)
1) Pengertian Ijin
Ijin merupakan instrumen pemerintahan, artinya bahwa antara
pemerintah dan masyarakat terjalin suatu interaksi, yakni pada sisi
masyarakat mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan tugasnya,
pada sisi lain pemerintah memberi pengaruh tertentu pada masyarakat
melalui tugas mengurus dan mengatur.
Pengaruh pemerintah pada masyarakat melalui tugas
mengurus mempunyai makna pemerintah terlibat dalam bidang
kesejahteraan sosial ekonomi maupun pemeliharaan secara aktif
menyediakan sarana, prasarana, finansial dan personal. Sedangkan
xxxix
pengaruh pemerintah pada masyarakat melalui tugas mengatur
mempunyai makna pemerintah terlibat dalam penerbitan dan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan termasuk melahirkan
sistem-sistem perijinan.
Melalui instrumen pengaturan tersebut, pemerintah
mengendalikan masyarakat dalam bentuk peraturan termasuk ijin yang
mengandung larangan dan kewajiban. Ijin sendiri sebagai salah satu
instrumen pengaturan yang paling banyak digunakan oleh pemerintah
dalam mengendalikan masyarakat. Dengan demikian ijin sebagai salah
atau instrumen yang berfungsi mengendalikan tingkah laku
masyarakat agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam kenyataan terdapat berbagai sistem ijin dengan motif
sejenis yang berdiri berdampingan yang ditetapkan pada satu kegiatan
usaha. Sebagai contoh, pada kegiatan usaha industri skala besar yang
pada pendiriannya ataupun pada pelaksanaannya dibutuhkan berbagai
jenis ijin, mulai dari HO, IMB, ijin usaha industri, ijin kegiatan usaha
dagang dan ijin-ijin yang lainnya yang menyertainya. Hal tersebut
berhubungan dengan adanya perkembangan bahwa didalam bidang-
bidang kebijaksanaan penguasa, telah terjadi spesifikasi dari dari
tujuan-tujuan kebijaksanaan. Oleh karena itu timbul berbagai macam
bidang bagian dari kebijaksanaan penguasa yang masing-masing
diharuskan melalui sistem perijinan.
Ijin (vergunning) adalah suatu persetujuan dari penguasa
berdasarkan Undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam
keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan
perundangan. Ijin (vergunning) dapat juga diartikan sebagai dispensasi
atau pelepasan/ pembebasan dari suatu larangan. Pengertian lain
tentang ijin dari para ahli : “Ijin (vergunning) adalah bilamana
xl
pembuat aturan tidak umumnya memperkenankannya asal saja
diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret,
maka pembuatan administrasi negara yang memperkenankan hal
tersebut bersifat suatu ijin (vergunning).” (E. Utrecht. 1994 :187)
Dengan memberi ijin, penguasa memperkenankan orang yang
memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang
sebenarnya dilarang dengan memperhatikan kepentingan umum yang
mengharuskan adanya pengawasan. Hal pokok pada ijin, bahwa suatu
tindakan dilarang kecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam
ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dilakukan dengan cara-cara
tertentu. Penolakan ijin terjadi bila pada kriteria-kriteria yang telah
ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuhi. Misalnya, tentang hal ini
adalah : dilarang mendirikan suatu bangunan, kecuali dengan ijin
tertulis dari pejabat berwenang dengan ketentuan mematuhi
persyaratan-persyaratan tertentu.
Pada dasarnya ijin merupakan keputusan dari Pejabat/Badan
Tata Usaha Negara yang berwenang yang substansinya memiliki sifat
sebagai berikut :
a) Ijin bersifat bebas
Adalah ijin sebagai keputusan tata usaha negara yang
penerbitannya tidak terikat dari aturan hukum tertulis serta organ
yang berwenang dalam ijin memiliki kadar kebebasan yang besar
dalam memutuskan memberi ijin.
b) Ijin bersifat terikat
Adalah ijin sebagai keputusan tata usaha negara yang
penerbitannya terikat pada aturan dari hukum tertulis dan tidak
tertulis serta organ yang berwenang dalam ijin kadar kebebasannya
xli
dan wewenangnya tergantung pada kadar sejauh mana peraturan
perundang-undangan mengaturnya, misalnya dari ijin yang bersifat
terikat ini adalah ijin HO, IMB, dll.
Pembedaan antara ijin yang bersifat bebas dan terikat
adalah penting dalam hal apakah ijin dapat ditarik kembali/dicabut
atau tidak. Pada ijin yang bersifat terikat, pembuat Undang-undang
telah memformulasikan syarat-syarat dimana ijin diberikan dan ijin
dapat ditarik kembali/dicabut. Hal penting lain dari pembedaan
diatas adalah dalam hal menentukan kadar luasnya hal pengujian
oleh Hakim Tata Usaha Negara apabila ijin sebagai keputusan
tersebut digugat.
Pada wewenang menetapkan pada ijin yang terikat, hakim
relatif akan menguji lebih lengkap dibanding dengan wewenang
yang bebas dalam menetapkan ijin sehingga bila banyak kebebasan
yang dimiliki oleh organ pemerintahan dalam menetapkan ijin,
maka hakim akan membatasi diri pada pengujian alakadarnya pada
Undang-undang dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
c) Ijin yang bersifat menguntungkan
Merupakan ijin yang isinya memiliki sifat
menguntungkan pada yang bersangkutan. Ijin yang bersifat
menguntungkan isi nyata keputusan merupan titik pusat yang
memberi anugrah kepada yang bersangkutan. Dalam arti, yang
bersangkutan diberi hak-hak atau pemenuhan tuntutan yang tidak
akan ada tanpa keputusan tersebut.
d) Ijin yang bersifat memberatkan
Merupakan ijin isinya mengandung unsur-unsur
memberatkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang berkaitan
xlii
kepadanya. Disamping itu ijin yang bersifat memberatkan juga
merupakan ijin yang memberi beban kepada orang lain atau
masyarakat sekitarnya, misalnya pemberian ijin pada perusahaan
tertentu. Bagi mereka yang tinggal di sekitarnya dan merasa
dirugikan atas ijin tersebut merupakan suatu beban.
Pembedaan antara ijin yang bersifat menguntungkan
dengan ijin yang bersifat memberatkan adalah penting dalam hal
penarikan kembali/pencabutan dan perubahan ijin sebagai
keputusan yang menguntungkan tidak begitu mudah ditarik
kembali atau dirubah atas kerugian yang berkepentingan.
Sedangkan penarikan kembali/pencabutan atau perubahan ijin
yang bersifat memberatkan biasanya tidak begitu menjadi
persoalan.
e) Ijin yang segera berakhir
Merupakan ijin yang menyangkut tindakan-tindakan yang
akan segera berakhir atauijin yang masa berlakunya relatif pendek,
misalnya ijin mendirikan bangunan (IMB, yang hanya berlaku
untuk mendirikan bangunan dan berakhir saat bangunan selesai
didirikan.
f) Ijin yang berlangsung lama
Merupakan ijin yang menyangkut tindakan-tindakan yang
belakunya relatif lama, atau masa berlakunya relatif lama,
misalnya ijin usaha industri dan ijin yang berhubungan dengan
lingkungan. Pembedaan ijin yang segera berakhir dengan ijin yang
berlangsung lama adalah penting dalam hal kemungkinan
penarikan kembali dan masa berlakunya ijin.
xliii
Secara umum diakui bahwa setelah berlakunya tindakan-
tindakan yang memerlukan ijin seperti IMB berakhir, maka
berakhirlah masa berlakunya ijin tersebut. Disamping mengenai
masa berlakunya ijin, pembedaan diatas penting dalam hal
penarikan kembali/pencabutan ijin, manakala ijin diberikan secara
salah karena perbuatan tercela dari pemegang ijin.
g) Ijin yang bersifat pribadi
Merupakan ijin yang isinya tergantung pada sifat atau
kualitas pribadi dari pemohon ijin. Misalnya, ijin mengemudi
(SIM).
h) Ijin yang bersifat kebendaan
Merupakan ijin yang tergantung pada sifat dari obyek ijin
misalnya ijin HO. Pembedaan antara ijin yang bersifat pribadi
tidak dapat dialihkan pada pihak lain, misalnya SIM tidak dapat
dialihkan pada pihak lain, misalnya terdapat penjualan perusahaan
pada pihak lain, maka ijin HO tersebut secara otomatis beralih
pada pihak lain. Ijin seperti itu harus ditaati oleh mereka yang
secara nyata mengeksploitasi lembaga tersebut.
Dengan mengikatkan tindakan-tindakan pada suatu sistem
perijinan, pembuat undang-undang dapat mengejar beberapa tujuan
dari ijin, yaitu sebagai berikut :
(1) Keinginan mengarahkan/mengendalikan/sturen aktivitas-
aktivitas tertentu, misalnya ijin HO.
(2) Mencegah bahaya lingkungan misalnya, ijin usaha industri, dll.
(3) Melindungi obyek-obyek tertentu, misalnya ijin penerbangan,
ijin membongkar monumen-monumen, ijin
xliv
mencari/menemukan barang-barang peninggalan terpendam
dll.
(4) Membagi benda-benda, lahan atau wilayah yang terbatas,
misalnya ijin menghuni di daerah padat penduduk (SIP), dll.
(5) Mengarahkan/pengarahan dengan menggunakan seleksi
terhadap orang dan aktivitas-aktivitas tertentu, misalnya ijin
transmigrasi dll.
Yang terpenting dalam ijin, adalah bahwa ijin digunakan
oleh penguasa sebagai instrumen untuk mempengaruhi para
warganya agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna
mencapai suatu tujuan konkret. Dalam kenyataannya, didalam
berbagai sektor kebijaksanaan terdapat berbagai sistem ijin dengan
motif sejenis yang berdiri secara berdampingan.
2) Ijin Gangguan (HO).
Ijin Gangguan adalah ijin tempat usaha orang pribadi atau
badan hukum dilokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya,
gangguan, dan kerugian. Ijin Gangguan tempat usaha adalah ijin yang
diperlukan untuk mendirikan atau menggunakan tempat-tempat
bekerja. Sedangkan pengertian tempat usaha adalah tempat-tempat
untuk melakukan usaha yang dijalankan secara teratur dalam suatu
bidang usaha tertentu dengan meksud mencari keuntungan.
Ijin gangguan sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda
(pemerintahan Kolonial). Dengan keluarnya Undang-undang No.226
Tahun 1926 yang telah diubah dan disempurnakan terakhir dengan
stbl. No. 450 Tahun 1940 tentang Hinder Ordonantie (Ordonansi
Gangguan). Sebelum berlakunya Undang-undang No. 4 Tahun 1982
Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
xlv
(UULH) yang telah dirubah dengan Undang-undang No. 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Ordonansi Gangguan
(HO) ini dapat dianggap sebagai salah satu aturan yang berhubungan
langsung dengan masalah pencemaran lingkungan di Indonesia.
Sebutan “Hinder Ordonantie” (HO) atau Ordonansi
Gangguan terdapat dalam Pasal 7 yang berbunyi :
“Ordonansi ini dapat disebut dengan Undang-undang
Gangguan (Hinderwest), karena ordonansi merupakan produk dari
pemerintah daerah jajahan (pemerintah Hindia Belanda); sehingga
tidak dapat disetarakan dengan “Wet” yang merupakan produk dari
pemerintah yang berdaulat (Kerajaan Belanda) yang kemudian
diterjemahkan dengan nama “Undang-undang”. Oleh karena itu istilah
yang seharusnya tetap digunakan adalah “Ordonansi Gangguan”.
HO tidak menjelaskan lebih lanjut tentang pengertian bahaya, kerugian atau gangguan. Jadi dapat saja ditafsirkan bahwa, apakah misalnya bahaya yang dimaksud ialah adanya ancaman penyerbuan oleh pihak luar terhadap suatu tempat usaha karena perusahaan tersebut telah membahayakan lingkungan sekitarnya ataupun perusakan oleh pihak lain yang akan menggangu kegiatan suatu tempat usaha. Dengan kata lain, bahaya, kerugian, atau gangguan tersebut datangnya justru dari pihak luar (R.M. Gatot P Soemartono 1996 :135).
Namun demikian apabila diperhatikan bahwa HO dibentuk
dengan tujuan langsung kepada perusahaan yang dapat menimbulkan
kerugian, bahaya, atau gangguan dari suatu tempat usaha. Jadi dapat
disimpulkan bahwa asal dari ancaman tersebut datang dari tempat
usaha itu sendiri, yang dapat mengakibatkan masyarakat sekitar
menderita. Derita tersebut dapat berupa bahaya, kerugian, atau
gangguan, atau ketiga-tiganya sekaligus. Dengan demikian HO tidak
xlvi
dimaksudkan untuk bahaya, kerusakan, atau gangguan yang
disebabkan oleh pihak luar sebagaimana disebutkan diatas.
Dalam pelaksanaan Ordonansi Gangguan maka terkait
dengan suatu bidang lain, yakni bidang perijinan. Perijinan terkait
dengan masalah hak dan wewenang pejabat dan pemerintah yang
diberi tugas atau wewenang untuk menentukan boleh tidaknya
memberi ijin tempat usaha, menentukan syarat-syaratnya dan
membatalkannya, dan sebagainya. Berhadapan dengan itu, kita melihat
adanya hak dari masyarakat, karena masyarakatlah yang dapat
menderita bahaya, kerugian dan atau gangguan yang ditimbulkan oleh
suatu pabrik/industri/tempat usaha.
Menurut HO, surat ijin tempat usaha harus mengajukan
permohonan tertulis kepada pejabat berwenang, dalam hal ini Pemda
Tingkat II yang bersangkutan dimana lokasi atau tempat usaha itu
akan didirikan. Meskipun didalam HO tidak ditentukan secara tegas
bahwa permohonan ijin harus dilakukan secara tertulis, tetapi dari
pasal HO dapat ditentukan bahwa bagaimanapun permohonan ijin
tertulis harus dilakukan secara tertulis.
Di dalam Pasal 1 Ordonansi Gangguan ditetapkan larangan mendirikan tanpa ijin tempat-tempat usaha yang perincian jenisnya dicantumkan dalam ayat (1) pasal tersebut, Meliputi 20 jenis perusahaan. Didalam ordonansi ini juga ditetapkan pula berbagai pengecualian atas larangan ini. (Koesnadi Hardjasoemantri, 2002 :58).
Menurut John W Salindeho, 20 jenis usaha/tempat usaha yang
dilarang untuk didirikan atau dibangun tanpa ijin (tempat usaha) dari
pemerintah meliputi :
a) Yang dijalankan dengan peralatan tenaga uap atau gas (steam and gass), begitupun mesin elektro dan tempat usaha lainnya dengan memakai uap air, gas, dan uap air bertekanan tinggi,
xlvii
b) Yang bertujuan untuk membuat atau memproduksi, mengerjakan dan menyimpan mesiu dan bahan peledak lainnya termasuk pabrik penyimpanan petasan,
c) Yang bertujuan membuat atau memproduksi chemicalia (ramuan kimia, termasuk pabrik korek api),
d) Yang bertujuan untuk memperoleh, mengerjakan dan menyimpan benda-benda yang menguap (vluchtige produkten),
e) Yang bertujuan untuk penyulingan kering (droge distilattie) dari benda atau bahan nabati dan non nabati (plaantardige en dierlijke zelfstandigheden) dan mengerjakan (verwaking) hasil produksi daripadanya; termasuk pabrik gas,
f) Yang bertujuan untuk mengerjakan atau memproduksi lemak dan dammar (veten en harsen),
g) Yang bertujuan untuk menyimpan (mengumpulkan) dan mengerjakan atau mengumpulkan sampah (afval),
h) Pengempingan kecambah (mouterijen), pabrik bir (brouwerijen), pembakaran (braderijen), penyulingan (distelerderijen), pabrik spiritus dan cuka serta penyaringan (raffinaderijen), pabrik tepung dan pembuatan roti (bakkerijen) termasuk pabrik sirup dan buah-buahan.
i) Tempat pembantaian/pemotongan hewan, tempat pengulitan (velderij), tempat pengumbahan jeroan (panserijen), tempat penjemuran, tempat pengasapan dan tempat penggaraman bahan-bahan yang berasal dari hewan, termasuk juga tempat penyamaan kulit (leer lolerij).
j) Pabrik porselen dan tembikar, tempat pembuatan atau memproduksi batu merah (bata), genting, ubin dan tegel, tempat pembuatan/memproduksi barang dari gelas, tempat pembakaran kapur dan gipsi serta tempat pembasahan kapur,
k) Tempat pencairan logam, tempat pengecoran, tempat penempahan logam, tempat pemipihan logam, tempat pertukangan kuningan dan blik serta pembuatan ketel,
l) Tempat pennggilingan tras, kayu dan minyak,
m) Tempat pembuatan kapal, tempat pembuatan barang dari batu dan penggergajian, tempat pembuatan penggilingan dan keretatempat pembuatan tong/drum dan tempat pertukangan kayu.
n) Tempat penyewaan susu dan tempat perusahaan susu
xlviii
o) Tempat/lapangan tembak,
p) Bangsal/tempat penggantungan/pengeringan tembakau,
q) Pabrik tapioca
r) Pabrik mengerkakan atau memproduksi bahan karet kejai, getah pecah atau bahan-bahan mengandung kejai
s) Bangsal/tempat/gudang kapok, tempat atau perusahaan pembatikan,
t) Warung dalam bangunan tetap, begitupun tempat usaha lainnya yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian atau gangguan.
(John Salindeho 1993 :14)
Selain yang tersebut diatas, penolakan terhadap tempat usaha
dapat terjadi karena berdasarkan Perda (Peraturan Daerah) yang
berlaku resmi dan sah dari suatu daerah Kabupaten atau Kota, tempat
atau lokasi yang dimohonkan ijin untuk pendirian tempat usaha
(pabrik/bengkel/perusahaan) memang sudah ditutup atau dilarang.
Lokasi dimaksud dapat berupa lingkungan dusun, Rukun Warga,
Rukun Tetangga dan lebih luas dari itu mencakup suatu wilayah (wijk)
tertentu.
Pemerintah Daerah Otonom Tingkat II berwenang untuk
melakukan/menetapkannya sesuai pelimpahan tercantum dalam Pasal
2 ayat (3) Ordonansi Gangguan.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Ordonansi Gangguan, tempat
usaha yang dikualifikasi tidak memerlukan Ijin Tempat Usaha, yakni :
a) Untuk mengadakan, mengusahakan dan memelihara Jalan Kereta
Api dan tren serta pekerjaan umum (public utilities),
b) Perusahaan yang terlingkung dalam Pasal 1 Fabrieken Ordonantie
(Ordonansi Pabrik) S 1889-263 dan perusahaan yang dinyatakan
berlakunya Ordonansi Pabrik tersebut.
xlix
c) Tempat usaha yang terkena Petroleum Opslag Ordonantie
(Ordonansi Tempat Penimbunan/penyimpanan minyak bumi) S.
1927-199, jelasnya tempat menyimpan minyak bumi dan atau
cairan lainnya yang mudah menyala.
Apabila isi Hinder ordonantie (HO) dikaji dan dihubungkan
dengan kondisi dewasa ini, maka akan ditemui beberapa kelemahan.
HO daya jangkaunya bersifat terbatas hanya pada lingkup RT, RW,
atau kelurahan, karena jangkauan teritorialnya terbatas pada jarak 200
meter dari tempat usaha yang bersangkutan serta dalam batas Daerah
Tingkat II Kabupaten atau Kota. Padahal dengan meningkatnya
kemajuan teknologi akhir-akhir ini, variasi dan intensitas pencemaran
lingkungan semakin meningkat. Pencemaran lingkungan baik dalam
bentuk limbah cair, padat, gas, maupun radiasi dapat menyebar
kemana-mana. Dengan kata lain pencemaran lingkungan tidak
mengenal lagi batas wilayah.
Di samping itu Daerah Tingkat II belum memiliki cukup
tenaga ahli uang mampu menilai secara teknis instalasi yang bersifat
rumit. Sebagaimana diketahui, bahwa dalam era teknologi canggih
yang digunakan dalam teknologi sekarang ini, dibutuhkan para ahli
dalam berbagai bidang yang memiliki kemampuan menilai dampak
suatu instalasi yang canggih terhadap lingkungan. Oleh karena ruang
lingkup HO hanya di daerah Tingkat II maka tidak dapat diharapkan
masalah tersebut dapat diatasi hanya oleh tenaga ahli Daerah Tingkat
II.
Dalam pelaksanaan pembangunan dewasa ini pencemaran
dapat terjadi dimana saja dan oleh sumber apa saja. Dilain pihak, HO
hanya ditujukan kepada bahaya, kerusakan, atau gangguan yang
timbul dari tempat usaha. Jadi sumber pencemaran selain pabrik tidak
l
terjangkau oleh HO, misalnya kendaraan bermotor, alat pemanas
ruangan, dan lain-lain.
Kelemahan lain adalah, bahwa HO merupakan ordonansi
yang bersifat individual, artinya ditujukan kepada gangguan yang
ditimbulkan oleh perusahaan secara mandiri dan tidak terhadap beban
derita yang dibuat oleh pencemar secara kolektif. Akibatnya pada saat
pertimbangan pemberian ijin, tidak diperhitungkan hubungan antara
pencemaran dari perusahaan yang satu terhadap pencemaran
perusahaan-perusahaan yang lainnya.
HO mengandung ketentuan tentang persyaratan sarana dan
hanya dalam hal-hal tertentu ada persyaratan tujuan. Padahal untuk
industri modern, tidak dapat diterapkan ketentuan untuk
mencantumkan sarana yang dengan itu pencemaran ditanggulangi,
tetapi tetap usaha itulah yang mempunyai tanggung jawab untuk
membuat proses teknis sedemikian rupa sehingga tujuan tercapai.
Penutupan perusahaan sebagai sanksi dalam HO tidak
fakultatif yang berarti harus juga diterapkan pada penyimpangan-
penyimpangan kecil. Oleh karena itu tidak ada hubungan yang layak
antara sarana paksa dan perbuatan yang dilakukan.
Dengan adanya kelemahan dalam HO tersebut, maka
pemerintah yang akan memberikan ijin dapat mengadakan syarat-
syarat baru atau penambahan syarat-syarat baru jka diperlukan kepada
pemohon ijin. Dengan menerapkan peraturan baru atau menerbitkan
suatu keputusan yang menyangkut ijin HO.
Pemberian Ijin Gangguan Hanya merupakan salah satu
bentuk ijin yang diberlakukan oleh Pemerintah Daerah dalam upaya
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
li
Peraturan perundangan yang menjadi dasar hukum dari
pelaksanaan Ijin Gangguan di Kota Surakarta yaitu :
a) Hinder Ordonantie Stbl. Tahun 1926 Nomor 26 yang telah diubah
dan ditambah dengan Stbl Tahun 1940 Nomor 450;
b) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
c) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 Tahun 1983 tentang
Pemberian Ijin Tempat Usaha;
d) Peraturan Daerah Nomor Kota Surakarta 14 Tahun 1998 tentang
Retribusi Ijin Gangguan;
e) Keputusan Walikota Surakarta Nomor 3-A Tahun 2002 tentang
Pedoman Pelaksanaan Ijin Gangguan Tampat Usaha.
Staatblad Tahun 1926-226 yang telah diubah menjadi
Staatsblaad Tahun 1940-450 Tentang Hinder ordonantie (HO), pada
dasarnya bertujuan untuk :
a) Pengendalian gangguan lingkungan akibat suatu usaha atau
kegiatan yang mencakup bahaya, gangguan dan atau kerugian.
b) Memberikan perlindungan kepada pengusaha dan warga
masyarakat sekitarnya.
c) Sebagai upaya pencegahan pencemaran lingkungan hidup.
d) Sebagai upaya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
e) Sebagai pemasukan Pendapatan Asli Daerah.
3) Ijin mendirikan/merubah/mendirikan bangunan (IMB)
Berdasarkan Perda No 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan,
yang dimaksud dengan Ijin mendirikan/merubah/ mendirikan
lii
bangunan (IMB) merupakan ijin yang dikeluarkan oleh
Walikotamadya Kepala Daerah guna :
a) Melakukan pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau
sebagian, termasuk menggali, menimbun atau meratakan tanah
yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan
tersebut.
b) Melakukan pekerjaan menggali dan/ menambah sebagian
bangunan yang ada, termasuk pekerjaan membongkar yang
berhubungan dengan mengganti bagian bangunan tersebut meliputi
:
- Merubah fungsi atau kegunaan
- Merubah bentuk atau estetika
- Merubah konstruksi
- Merubah jaringan utilitas
c) Meniadakan sebagian atau seluruh bangunan ditinjau dari segi
fungsi dan/ konstruksi.
IMB sendiri berisi keterangan-keterangan antara lain tentang:
(1) Nama dan alamat pemegang
(2) Jenis bangunan yang diijinkan
(3) Peruntukan bangunan yang diijinkan
(4) Letak persil bangunan yang diijinkan
(5) Jangka waktu pekerjaan mendirikan/merubah/ merobohkan
bangunan yang diijinkan keseluruhan atau bertahap.
Sedangkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan
IMB adalah :
liii
(1) Mendirikan gedung
(2) Memplester
(3) Memperbaiki retak bangunan
(4) Memperbaiki ubin bangunan
(5) Memperbaiki daun pintu dan daun jendela
(6) Memperbaiki penutup atap tanpa merubah rekonstruksi
(7) Memperbaiki langit-langit tanpa merubah jaringan utilitas
(8) Memperbaiki bangunan yang rusak karena bencana alam atau
musibah, sepanjang tidak menyimpang dari IMB yang
dimiliki.
f. Instrumen Hukum Keperdataan
Melaksanakan kegiatannya pemerintah memiliki dua kedudukan
hukum yaitu sebagai wakil dari badan hukum dan sebagai wakil dari
jabatan pemerintahan, sebagai wakil dari badan hukum, kedudukan
pemerintah sama dengan orang atau badan hukum lainnya, tunduk kepada
ketentuan-ketentuan hukum keperdataan pada umumnya.
3. Tinjauan Umum Tentang Telekomunikasi
Landasan hukum penyelenggaraan pertelekomunikasian di Indonesia
adalah Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
(UUT). Sedangkan yang dimaksud dengan telekomunikasi adalah setiap
pemencaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam
bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, dan bunyi melalui sistem kawat
optik radio atau sistem elektronik lainnya.
a. Asas Penyelenggaraan Telekomunikasi
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan
merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika dan kepercayaan
pada diri sendiri. Dalam menyelenggarakan telekomunikasi
liv
memperhatikan dengan sungguh-sungguh asas pembangunan nasional
dengan mengutamakan asas manfaat, asas adil, dan merata, asas kepastian
hukum, dan asas kepercayaan pada diri sendiri, serta memperhatikan pula
asas keamanan, kemitraan, dan etika.
1) Asas manfaat berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya
penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih berdaya guna dan berhasil
guna baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan
pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan maupun sebagai
komoditas ekonomi yang dapat lebih meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lahir dan batin.
2) Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telekomunikasi
memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua
pihak yang memenuhi syarat dan hasil-hasilnya dinikmati oleh
masyarakat secara adil dan merata.
3) Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan telekomunikasi
khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus didasarkan kepada
peraturan perundang-undangan yang menjami kepastian hukum dan
memberikan perlindungan hukum baik bagi para investor,
penyelenggara telekomunikasi, maupun kepada pengguna
telekomunikasi.
4) Asas kepercayaan pada diri sendiri, dilaksanakan dengan
memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional secara
efisien serta penguasaan teknologi telekomunikasi, sehingga dapat
meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan sebagai
suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global.
5) Asas kemitraan mengandung makna bahwa penyelenggaraan
telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis,
timbal balik, dan sinergi, dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
lv
6) Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi
selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan,
pembangunan, dan pengoperasiannya.
7) Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi
senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran,
kesusilaan, dan keterbukaan.
b. Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk
mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan
ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antar
bangsa. Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat
dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan
kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi
globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan
usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta
membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan
menengah.
c. Hak dan Kewajiban Penyelenggara Telekomunikasi dan Masyarakat
Dalam rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau
pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi
dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan atau bangunan yang
dimiliki atau dikuasai Pemerintah. Pemanfaatan atau pelintasan tanah
negara dan atau bangunan berlaku pula terhadap sungai, danau, atau laut,
baik permukaan maupun dasar. Pembangunan, pengoperasian dan atau
pemeliharaan jaringan telekomunikasi dilaksanakan setelah mendapatkan
lvi
persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau
melintasi tanah dan atau bangunan milik perseorangan untuk tujuan
pembangunan, pengoperasian, atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi
setelah terdapat persetujuan di antara para pihak. Setiap pengguna
telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jaringan
telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi
yang menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak
mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penyelenggara telekomunikasi
wajib memberikan ganti rugi, kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat
membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan
dan atau kelalaiannya.
Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam
pelayanan universal. Kontribusi pelayanan universal tersebut berbentuk
penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau kompensasi
lain.
Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara
jasa telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi
berdasarkan prinsip:
1) perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua
pengguna;
2) peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan
lvii
3) pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan
prasarana.
Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam
secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh
pengguna telekomunikasi. Apabila pengguna memerlukan
catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi, penyelenggara
telekomunikasi wajib memberikannya. Ketentuan mengenai
pencatatan/perekaman pemakaian jasa telekomunikasi diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin
kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain untuk
pemenuhan kebutuhan telekomunikasi. Setiap penyelenggara
telekomunikasi wajib memberikan prioritas untuk pengiriman, penyaluran,
dan penyampaian informasi penting yang menyangkut :
1) keamanan negara;
2) keselamatan jiwa manusia dan harta benda;
3) bencana alam;
4) marabahaya, dan atau
5) wabah penyakit.
Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan
usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan
kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum. Setiap
juga orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau
memanipulasi:
1) akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau
2) akses ke jasa telekomunikasi; dan atau
3) akses ke jaringan telekomunikasi khusus.
lviii
d. Teknologi Seluler
Teknologi seluler merupakan gabungan teknologi dari beberapa
penemuan teknologi-teknologi sebelumnya. Antara lain dari penemuan
telepon oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1876, sedangkan radio
oleh Nikolai Tesla (1880) yang kemudian pada tahun 1894 secara formal
dikenalkan orang Italia bernama Guglielmo Marconi.
Untuk memenuhi kebutuhan manusia berkomunikasi kapanpun,
dimanapun, dan dengan siapapun, sistem telekomunikasi bergerak seluler
diciptakan dan telah digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Ponsel
bekerja dengan mengandalkan sinyal yang dipancarkan dari sebuah
pemancar dengan frekuensi tertentu. Komunikasi/hubungan dapat terjadi
dengan menggunakan media udara (air interface) dari hand phone ke BTS
(Base Transceiver Station merupakan station pemancar dan penerima
fisik nya berupa menara atau tower yang dilengkapi dengan peralatannya)
, dari BTS kemudian diteruskan ke BSC sebagai induk dari BTS yang
kemudian BSC meneruskan ke SSS (Switching Sub System yang terdiri
dari : MSC, HLR, VLR, EIR dan AuC) untuk menentukan tujuan telpon
kita ke arah mana: HP Ke HP, HP ke fix phone (telpon rumah), Interlokal,
SLI dll.
Telekomunikasi bergerak seluler mempunyai berbagai
perangkat/elemen yang mengerjakan seluruh proses yang diperlukan
dalam komunikasi/hubungan. Seluruh perangkat dan elemen ini diatur
oleh sistem sehingga membentuk jaringan, yang sebut sebagai network.
Ada tiga teknologi umum yang digunakan oleh jaringan ponsel untuk
memancarkan informasi:
lix
1) Frequency Division Multiple Access (FDMA), bisa dianalogikan
tentang stasiun radio, stasiun radio mengirimkan sinyalnya pada
frekuensi yang berbeda pada kanal yang tersedia kepada tiap-tiap
pengguna ponsel. FDMA digunakan sebagian besar untuk Transmisi
analog. Saat untuk membawa informasi digital, FDMA sudah tidak
efisien lagi
2) Time Division Muluple Access ( TDMA)
Penggunaan saluran frekuensi menggunakan batasan waktu. Suara
yang masuk kedalam saluran/kanal dikompresi kedalam format digital
dan mempunyai ukuran yang kecil. Secara kapasitas TDMA
mempunyai daya tampung menerima panggilan yang lebih luas
dibanding mode1 analog pada FDMA. TDMA beroperasi pada
frekwensi 800 MHz atau 1900 MHz. TDMA sama dengan GSM.
Teknologi TDMA kadang disebut juga dengan Global System for
Communication Mobile (GSM). GSM menggunakan enkripsi pada
pemakaiannya sehingga lebih terjamin keamanannya. GSM beroperasi
pada 900 - 1800 MHz. Pengguna GSM cukup menggunakan SIM
(subscriber identification mobile).
3) Code Division Multiple Access ( CDMA)
Sebuah ponsel mengirimkan data (voice) yang masuk kedalam
saluran/kanal dan akan dipecah-pecah menjadi potongan yang kecil-
kecil dan masuk kedalam saluran frekuensi yang terpisah-pisah,
kemudian paket data yang kecil tersebut akan disebarkan dengan kode
yang unik dan hanya dapat diterima pada penerima yang mempunyai
kesesuaian data yang akan diambil.
Rancangan Jaringan GSM
Jaringan GSM secara garis besarnya dibagi menjadi 3 sistem yaitu:
1) Switching Sub System (SSS).
lx
Bertugas mengatur komunikasi antar pelanggan GSM, mengatur
komunikasi pelanggan GSM dengan jaringan lain, dan sebagai data
base untuk manajemen mobilitas pelanggan. Berarti si SSS inilah
yang mengatur hubungan telekomunikasi seluler antar pelanggan suatu
operator dan dari/ke pelanggan operator lain, sekaligus mencatat posisi
pelanggan, lokal atau roaming atau SLJJ, dls. Kalau di jaringan
PSTN, SSS sering disebut sebagai Sentral Telepon, karena semua
proses hubungan tercatat di sini.
2) Base Station System (BSS).
Biasanya memiliki BSC yang bertugas mengendalikan mobile
station/pelanggan yang berada dibawah wilayah cakupannya, dan
menghubungkan mobile station dengan SSS. BSS merupakan bagian
dari radio seluler dari jaringan GSM. Dalam network GSM, radio
seluler merupakan elemen utama, karena komunikasi ditransmit
melalui frekwensi radio.
3) Operation Maintenance System (OMS).
Sedangkan Operation Mainetenance Center bertugas melakukan
pengawasan performansi seluruh jaringan BSS dan SSS yang ada
dibawah kendalinya, melakukan penanganan gangguan tingkat
pertama, loading data base dan memberikan informasi gangguan dan
performansi jaringan.
4) Base Station System (BSS)
Base Station System (BSS) merupakan bagian dari sistem radio pada
network GSM yang terdiri dari BSC, BTS dan TRAU. Ketiganya
merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. karena fungsi
mereka berbeda namun satu dengan lainnya saling mendukung.
5) Base Station Controller (BSC)
BSC adalah bagian inti (intelligent/master) dari sistem BSS yang
menghubungkan antara BTS dengan SSS (seluruh data base BTS dan
lxi
TRAU ada pada BSC). Adapun fungsi utama dari BSC adalah data
base seluruh network elemen BSS, penyambungan kanal trafik,
memproses pensinyalan, pongontrolan daya, menangani fungsi-fungsi
operasi dan maintenace serta monitoring system.
6) Base Transceiver Station (BTS)
BTS dapat dilihat sebagai bagian dasar dalam jaringan BSS dan
perlengkapan hubungan antara BSC dan MS (mobile
subscriber/pelanggan). Fungsinya sebagai elemen network yang
berinteraksi langsung dengan mobile subscriber melalui radio
interface (air interface). BTS terdiri dari Tx (transmite) dan Rx
(Receive) yang menyediakan kanal pembicaraan. Seperti radio pada
umumnya, radio interface di BTS memiliki daya pancar yang terbatas,
dalam GSM sering dikenal dengan istilah wilayah cakupan atau radio
service area. Cara kerja radio suatu BTS adalah membentuk dan
mengatur sel trafik hubungan dan hand over (perpindahan MS dari
satu BTS ke BTS lain) yang berada didalam wilayah cakupannya.
7) Transcoding Rate and Adaptions Unit (TRAU)
TRAU adalah interface antara BSC dan SSS (MSC). Meskipun TRAU
merupakan bagian dari BSS yang fungsinya untuk penghematan link
transmisi.
4. Tinjauan Umum Tentang Base Transciever Station (BTS)
Base Transciever Station (BTS) atau Radio Base Station (RBS) adalah
rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya beserta tower atau
menara yang digunakan dalam rangka telekomunikasi.
Menara telekomunkasi adalah seperangkat bangunan yang berfungsi sebagai
kelengkapan perangkat telekomunikasi yang desain/bentuk konstruksinya
disesuaikan dengan keperluan kelengkapan telekomunikasi.
lxii
Kemudian izin penempatan RBS adalah perizinan yang dikeluarkan sebagai
dasar untuk pendirian dan pengoprasian RBS untuk keperluan telekomunikasi.
Maksud dan Tujuan Pengaturan RBS
Maksud pengaturan penempatan RBS di daerah adalah untuk menjaga
kepentingan umum, memberikan arah penyelenggaraan telekomunikasi
dengan tetap menjaga kehandalan daerah cakupan (coverage area)
telekomunikasi sesua dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
lxiii
B. KERANGKA PEMIKIRAN
1. Bagan Pemikiran
Kebijakan
· PAD · Pembangunan
Daerah · Kepastian Hukum
PEMKOT
Perda Surakarta No. 8/1988 Ttg. Bangunan
Pergub Jateng No 5/2005 Ttg. Pengaturan RBS
Rekomendasi Ketinggian (Dishub Jateng)
Rekomendasi Dok. UKL & UPL (Kantor LH)
Bukti Sosialisasi warga (ttd RT, Lurah & Camat)
HO IMB
IJIN
UU No. 36/1999 Ttg. Telkom
UU No. 23/1997 Ttg. Lingkungan
UU No. 32/2004 Ttg. Pemda
Permohonan Ijin
Rekomendasi Ketinggian (Komandan Lanud)
lxiv
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran
2. Penjelasan Bagan
Kerangka pemikiran ini merupakan uraian yang menjelaskan
variabel-variabel penelitian dan hubungan antar variabel berdasarkan konsepsi
rasional yang berisi asumsi-asumsi yang mengarah kepada jawaban sementara
(hipotesis) yang dipilih.
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini didasarkan pada indikator
utama yaitu peran pemerintah daerah dalam pemberian ijin pembangunan
tower BTS/RBS di Kota Surakarta. Pemerintah Daerah memiliki kewajiban
melaksanakan pembangunan di daerahnya sebagai bagian dari Pembangunan
Nasional yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan Undang-undang Nomor
22 Tahun 2002 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Dengan adanya Otonomi Daerah,
Pemerintah Daerah memiliki kewenangan mengatur rumah tangganya sendiri
dengan mempertimbangkan potensi dan kondisi daerahnya.
Pembangunan Nasional dilaksanakan secara fisik maupun non fisik
pada segala sektor, salah satunya yaitu Sektor Telekomunikasi. Guna
menunjang kemajuan telekomunikasi, diperlukan adanya pembangunan
infrastruktur baik fisik maupun non fisik di pusat dan daerah secara merata
dengan mengikuti ketentuan tentang telekomunikasi yaitu Undang-undang
Nomor 36 Tahun 1999, disamping tanpa melupakan keamanan dan kelestarian
KENDALA · Persetujuan masyarakat setempat sudah diperoleh, tetapi masih ada
sebagian kecil pihak berkeras menolak tanpa alasan ilmiah yang jelas · High cost · Potensial konflik serupa di masa mendatang · Dll.
lxv
lingkungan sebagaimana diatur oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Lingkungan.
Pembangunan Daerah tidak dapat dilaksanakan keseluruhan hanya
oleh Pemerintah Daerah saja, begitupun tak terkecuali di Kota Surakarta.
Karena berbagai keterbatasan termasuk diantaranya adalah biaya dan sumber
daya manusia, maka diperlukan adanya peran serta pihak swasta melalui
investasi. Salah satu bentuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi yaitu
pendirian menara BTS/RBS. Hal ini diatur pula dalam Peraturan Gubernur
Jateng Nomor 5 Tahun 2005, dan karena termasuk sebagai bentuk bangunan
maka dalam pembangunan BTS/RBS ini tunduk pada Perda Bangunan Nomor
8 Tahun 1988.
Mensikapi keinginan pihak swasta dalam berinvestasi di bidang
telekomunikasi diawali dengan pembangunan infrastruktunya di daerah,
Pemerintah Kota tetap dituntut selektif dengan membuat banyak
pertimbangan dalam pemberian ijin. Pertimbangan-pertimbangan tersebut
antara lain; pertama, kontribusi realistis kepada daerah dalam bentuk
pendapatan asli daerah (PAD), kedua, perbaikan jaringan telekomunikasi
daerah yang berkualitas dengan harga semakin terjangkau bagi masyarakat.
Telekomunikasi murah dan berkualitas ini secara jangka panjang akan sangat
bermanfaat, baik bagi perkembangan perekonomian maupun pendidikan.
Ketiga, upaya menarik investasi pada pembangunan daerah harus diimbangi
dengan adanya kepastian hukum yang menjamin hak-hak dari investor guna
memperoleh keamanan dan kenyamanan berinvestasi, tanpa melupakan
potensi dan kondisi ekosistem, sosial, kultural daerah setempat (corporate
social responsibility concept).
Pelaksana kewenangan menerima dan memeriksa permohonan ijin
tersebut ada pada Kantor Unit Pelayanan Terpadu berdasarkan Perda Nomor
004 Tahun 1998. Proses untuk memperoleh ijin harus melalui prosedur dan
lxvi
mekanisme tertentu menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan pemberian ijin tidak menutup kemungkinan timbulnya
hambatan-hambatan. Untuk itu peran pemerintah disini dibutuhkan guna
melakukan upaya-upaya sebagaimana mestinya dalam mengatasi hambatan-
hambatan yang timbul selama proses pemberian ijin dan pada pelaksanaan ijin
tersebut.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek
1. Pengertian Tentang Kota Surakarta
a. Gambaran Umum Kota Surakarta
1) Deskripsi Kota Surakarta
Kota Surakarta merupakan sebuah kota tua dan salah satu
pusat kebudayaan Jawa bekas ibukota Kerajaan Kasunanan Surakarta
Hadiningrat yang dahulu didirikan oleh Sinuhun Pakubuwono (PB) II
dengan memindahkan Keraton Kartosuro ke Desa Sala melalui Prosesi
Agung Boyong Wukir pada tanggal 17 Februari 1745.
Kota Surakarta atau kota Solo merupakan kota besar ke dua
di Jawa Tengah setelah Kota Semarang yang menunjang kota-kota
lainnya seperti Semarang, Yogyakarta. Wilayah Kota Surakarta
lxvii
merupakan dataran rendah yang mana secara geografis, terletak
ditengah wilayah eks Karesidenan Surakarta berbatasan sebelah utara
dengan Kabupaten Boyolali, sebeleh timur Kabupaten Karanganyar,
sebelah selatan dan barat dengan Kabupaten Sukoharjo. Letak Kota
Surakarta pada jalur strategis, Bali-Surabaya-Solo-Yogyakarta-
Purwokerto-Jakarta, dan Sumatra, memiliki peluang besar dalam
pengembangan bidang perdagangan, industri pengolahan, manufaktur,
pariwisata, jasa dan pendidikan.
2) Visi dan Misi Kota Surakarta
Visi dan Misi Kota Surakarta sebagai landasan pembangunan
Kota Surakarta yang dilaksanankan oleh Pemerintah Kota Surakarta
tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 10 Tahun 2001
Tentang Visi dan Misi Pemerintah Kota Surakarta, sebagai berikut :
a) Visi
Terwujudnya Kota Sala sebagai Kota Budaya yang bertumpu pada
perdagangan, jasa, pendidikan, pariwisata, dan olahraga.
b) Misi
(1) Revitalisasi kemitraan dan partisipasi seluruh komponen
masyarakat dalam semua bidang pembangunan serta perekatan
kehidupan bermasyarakat dengan komitmen cinta kota yang
berlandaskan pada nilai-nilai Sala Kota Budaya.
(2) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang memiliki
kemampuan dalam penguasaan dan pendayagunaan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni guna mewujudkan inovasi dan
integritas masyarakat madani yang berlandaskan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
(3) Mengembangkan seluruh kekuatan ekonomi daerah sebagi
pemacu tumbuh dan berkembangnya ekonomi rakyat yang
lxviii
berdaya saing tinggi serta mendayagunakan potensi pariwisata
dan teknologi terapan yang akrab lingkungan
(4) Memberdayakan peran dan fungsi hukum pelaksanaan hak
asasi manusia dan demokratisasi bagi seluruh elemen
masyarakat utama para penyelenggara pemerintah.
b. Kondisi Dan Potensi Kota Surakarta
1) Keadaan geografis
Kota Surakarta terletak antara 110o 45’ 15” dan 110o 45’ 35”
Bujur Timur dan antara 7o 36’ dan 7o 36’ Lintang Selatan, yang
merupakan dataran rendah dengan ketinggian + 92m dari permukaan
laut berbatasan sebelah utara dengan Kabupaten Boyolali, sebeleh
timur Kabupaten Karanganyar, sebelah selatan dan barat dengan
Kabupaten Sukoharjo.
2) Sumber Daya Alam
Luas wilayah Kota Surakarta mencapai 44,06 Km2
penggunaan lahan terbanyak sebagai perumahan/pemukiman sebesar
61,68%. Sedangkan untuk kegiatan ekonomi industri dan perdagangan
memakai tempat cukup besar yaitu berkisar antara 20%, pertanian
(sawah/ladang/tegalan) kurang lebih 6%, prasarana umum dan lain-
lain sebesar 12% dari lahan yang ada.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka potensi andalan Kota Surakarta
ada pada perekonomian, perdagangan, jasa dan pariwisata.
3) Sumber Daya Manusia
Pada akhir tahun 2006, jumlah penduduk Kota Surakarta
mencapai sekitar 534.540 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar
88,43; yang artinya bahwa pada setiap 100 penduduk perempuan
terdapat sebanyak 88 penduduk laki-laki. Kota Surakarta merupakan
lxix
kota dengan penduduk cukup padat, pada tahun 2006 rata-rata
mencapai 13.867 jiwa/Km2.
Jumlah angkatan kerja sebanyak, 241.192 jiwa sisanya bukan
angkatan kerja dan bukan usia kerja sebanyak 293.348 jiwa.
Perkembangan jumlah tenaga kerja.
Tingkat pendidikan menurut hasil SUSENAS 2006 ada
sebanyak 0,57% penduduk usia 7-15 tahun yang putus sekolah.
Sementara yang belum pernah bersekolah sebanyak 0% dari jumlah
penduduk usia 7-15 tahun.
4) Wilayah Administrasi
Luas wilayah Kota Surakarta mencapai 44,06 Km2 yang
secara administratif terbagi dalam 5 kecamatan, yaitu : Kecamatan
Laweyan, Serengen, Pasar Kliwon, Jebres dan Banjarsari serta 51
kelurahan dengan luas daerah dan kepadatan penduduk yang berbeda-
beda. Wilayah terluas yaitu Banjarsari (14,81 Km2) tersempit di
kecamatan Serengan (3,19 Km2). Sedangkan kepadatan penduduk
tertinggi pada tahun 2006 berada di Kecamatan Serengan yang
mencapai 19.738 jiwa/Km2.
5) Budaya dan Pariwisata
Sebagai pusat peradaban dan kebudayaan pada masa lalu,
Kota Surakarta kaya akan peninggalan budaya Jawa diantaranya ;
a) Sistem Reliji dan Kepercayaan.
Salah satu kepercayaan orang Jawa melaksanakan laku
prihatin sebagai sarana komunikasi dengan sang pencipta dalam
rangka meraih keseimbangan dan keselarasan hidup. (contoh: lek-
lekan).
b) Adat Istiadat dan Tradisi
lxx
Merupakan suatu sistem kebiasaan yang dahulu
dilaksanakan di kalangan keraton kemudian berkembang menjadi
adat istiadat diluar keraton, bahkan sampai di Jawa Tengah dan
Jawa Timur. (Misal; Mitoni, Sepasaran bayi, Tedhak Siti, Supitan
dll.)
c) Bahasa (Jawa)
Disamping sarana komunikasi, Bahasa Jawa memiliki
tingkatan/undha usuking bahasa ( karma inggil, karma madya,
ngoko) yang menunjukkan tingkat peradaban dan penghormatan
terhadap orang lain secara proporsional, dari berbagai macam
strata sosial.
d) Kesenian
Karya seni merupakan ekspresi seseorang dalam bentuk
simbol visual, gerak dan suara maupun wujud fisik yang
mengutamakan keindahan rasa. (contoh; seni tari, musik,
pahat,ukir, bangunan, pewayangan dll)
6) Perekonomian
Kota Surakarta sebagai kota jasa terlihat dari peran jasa yang
mencapai lebih dari 90%. Pada sektor jasa selain pada perdagangan
skala kecil yang menonjol adalah jasa publik, khususnya pendidikan,
pelatihan dan pekerja sosial. Hal tersebut tersebut menunjukkan
ketergantungan Kota Surakarta sendiri untuk menjadi penunjang
kebutuhan daerah di sekitar Surakarta.
Tabel 1 : Pertumbuhan Ekonomi 2000-2006
TAHUN PERTUMBUHAN EKONOMI 2000 4,15 % 2001 3,93 % 2002 5,12 % 2003 6,46 % 2004 4,37 % 2005 5,15 %
lxxi
2006 5,54 %
Sumber : www.surakarta.go.id
Tabel 2 : Pendapatan Perkapita 2000-2006
TAHUN PENDAPATAN PERKAPITA 2000 Rp. 6.048.641; 2001 Rp. 6.747.553; 2002 Rp. 7.607.782; 2003 Rp. 8.543.485; 2004 Rp. 9.556.898; 2005 Rp. 10.467.470 2006 Rp. 12.466.812
Sumber : www.surakarta.go.id
Tabel 3 : Perkembangan Nilai Investasi Tahun 2004-2006
TAHUN PERUSAHAAN NILAI INVESTASI ( Rp )
2004 2 (PMDN) 14
26.000.000.000 23.192.436.382
2005 2 (PMDN) 23
26.000.000.000 42.934.975.732
2006 5 (PMDN) 36
22.804.000.000 250.556.991.393
Sumber : www.surakarta.go.id
c. Strategi Pembangunan dan Pelayanan Masyarakat
1) Pendekatan
Sebagai kota budaya, warga Kota Surakarta selalu
menjunjung tinggi perilaku budaya mengutamakan tata nilai
kehidupan yang adiluhung. Salah satu contoh tatalaku nilai adiluhung
tersebut adalah sikap Nguwongke Wong, artinya seseorang
menempatkan orang lan pada posisi yang setara, atau menyikapi orang
lain sebagai pihak yang penting. Falsafah ini digunakan juga dalam
strategi pembangunan dan pelayanan publik. Pembangunan
dilaksanakan dengan pola pembangunan partisipatif, sedangkan
lxxii
pelayanan publik termasuk perijinan, menerapkan pola pelayanan
terpadu dengan mengedepankan pelayanan cepat, murah dan pasti.
2) Pembangunan Pertisipatif
Pola pembangunan pertisipatif dilaksanakan melalui forum
musyawarah yang diselenggarakan sendiri oleh masyarakat, fungsi
pemerintah hanya memfasilitasi. Jenis dan tahapan musyawarah untuk
agenda pembangunan adalah Musyawarah Kelurahan Membangun
(Muskelbang), oleh masyarakat kelurahan, Musyawarah Kecamatan
Membangun (Muscambang), dan Musyawarah Kota Membangun
(Muskotbang). Forum musyawarah tersebut juga dilaksanakan guna
penyusunan program-program jangka panjang, maupun menengah.
3) Pelayanan Publik
Dilakukan oleh seluruh aparat pemerintah kota dari tingkat
kelurahan sampai dengan kota dengan prinsip cepat, tepat, murah, dan
pasti. Pelayanan publik ini meliputi perijinan, administrasi
kependudukan dan pelayanan lainnya.
4) Kerjasama Antar Daerah
Dengan adanya kelebihan dan kelemahan masing-masing
daerah kota/kabupaten di sekitarnya, dilakukan kerjasama antar daerah
sebagai upaya mensinergikan potensi daerah terutama wilayah
Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan
Klaten. (SUBOSUKAWANASRATEN) dan dengan daerah lainnya.
5) Kebijakan Pembangunan
Kota Surakarta memiliki rencana Strategis Daerah Tahun
2003-2008 ( Perda No. 16 Tahun 2003). Beberapa kebijakan penting
dari bidang pembangunan Kota Surakarta yang ditegaskan dalam
Rencana Strategis Daerah antara lain :
lxxiii
a) Bidang hukum
b) Bidang administrasi umum pemerintahan
c) Bidang politik
d) Bidang keamanan dan perlindungan masyarakat
e) Bidang agama
f) Bidang pendidikan
2. Peran Pemerintah Daerah Kota Surakarta Dalam Pelaksanaan Pembangunan
Daerah
a. Arahan kebijakan Pemerintah Daerah pada pelaksanaan
Pembangunan Daerah
JJ. Rousseu dalam bukunya Contract Social, berpendapat bahwa
negara dibentuk berdasarkan kontrak sosial dimana tiap orang melepaskan
dan menyerahkan haknya kepada kesatuannya yaitu masyarakat (dalam
arti luasnya yaitu negara). Kedaulatan tertinggi adalah kemauan umum,
maka posisi pemerintah disini adalah melaksanakan kemauan umum.
Menurut Savornin Lohman Konstitusi dipandang sebagai perwujudan
kontrak sosial, sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan
sebagai dasar mengatur Negara. (S. Haryono, SH. Dkk : 2000 : 50, 104)
Berdasarkan dua teori tersebut seperti kita ketahui bahwa konstitusi kita
adalah UUD 1945 yang juga memuat tujuan negara. Pada tataran daerah
konstitusi tersebut dilaksanakan dalam bentuk peraturan daerah begitupun
Pelaksanaan pemerintahan diatribusikan kepada pemerintah daerah.
Pemerintah Daerah merupakan pada hakikatnya merupakan
bagian dari Pemerintah yang mana bertugas melaksanakan kepentingan
umum/tujuan bersama. Guna mewujudkannya pemerintah menggunakan
sejumlah instrumen fisik berupa infrastruktur, dan sebagainya serta
instrumen non fisik berupa perangkat-perangkat hukum. Tujuan dari
lxxiv
Pemerintah Pusat adalah melaksanakan tujuan yang dimaksud dalam
Undang-undang Dasar 1945, kemudian berdasarkan hal tersebut mengacu
pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, Pemerintah Daerah Kota Surakarta menginterpretasikannya
dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001 tentang Visi dan Misi
Kota Surakarta yang disusun sesuai karakteristik Kota Surakarta meliputi
keadaan konkrit mengenai kependudukan, potensi, sumber daya,
perekonomian, budaya dan lain-lain. Jadi disinilah inti yang mendasari
dalam pembuatan arahan kebijakan Pemerintah Daerah Kota Surakarta.
Kebijakan dilaksanakan dengan berbagai macam instrumen hukum,
diantaranya adalah Peraturan Perundang-undangan (Perda di tingkat
daerah), Ketetapan Tata Usaha Negara, Peraturan Kebijaksanaan,
Rencana-rencana, Perijinan, Instrumen Hukum Keperdataan dan lain-lain.
b. Syarat dalam perencanaan kebijakan pembangunan Pemerintah
Daerah
Dalam rangka mendorong terintegrasinya permasalahan sosial
pada pembuatan kebijakan pembangunan daerah atau kota diperlukan
dukungan beberapa hal pertama, kekuatan kehendak politik (political will)
yang mengakomodasi kepentingan sosial, Kedua, penguatan partisipasi
publik secara lebih luas dan partisipatif. Ketiga, kemampuan pemerintah
untuk dapat responsif, mampu merumuskan dan menjalankan dengan
mendasarkan pada asas pemerintahan yang baik (good governance).
Menurut Guritno Soerjodibroto (2005:336), dalam merumuskan
kebijakan pembangunan kota terdapat model yang dikenal City
Development Strategy (CDS), didalamnya terdapat mekanisme
pengambilan kebijakan yang bercirikan, pertama adanya pelibatan secara
aktif dan efektif stake holders kota yang difasilitasi oleh tim kerja stake
holders (TKS), kedua, eksploitasi secara optimal melalui berbagai media
lxxv
dalam upaya deseminasi informasi dan lebih mengenalkan ke masyarakat
terkait dengan program City Development Strategy (CDS), dan hasil-
hasilnya. Ketiga, pemberdayaan stake holders melalui peningkatan
kapasitas dan pengadaan mekanisme pengambilan keputusan yang
sepenuhnya dilakukan oleh mereka sendiri.
Kegiatan pelaksanaan City Development Strategy (CDS)
meliputi, pertama, perumusan profil kota sebagai referensi untuk
mengangkat dan menetapkan isu-isu kota yang dianggap prioritas untuk
ditangani, yang kemudian disepakati bersama dalam satu mekanisme
publik. Kedua, rumusan visi, yang berupa pembangunan kota ataupun visi
penanganan isu-isu penting yang diprioritaskan. Ketiga, rumusan misi,
sebagai upaya untuk mendistribusikan beban tugas ke pihak-pihak yang
berkompeten. Keempat, rumusan strategi, yang disusun melalui
mekanisme SWOT dengan kapasitas dan kesepakatan bersama. Kelima,
rumusan program disusun melalui upaya elaborasi dan perumusan strategi
dengan mengenali unsur-unsur pokoknya. (Dr. I Gusti Ayu KRH,
SH.,MM., Waluyo, SH.M.si. : 2007 : 31-32)
c. Peranan Pemerintah Daerah dalam pembangunan menara BTS/RBS
Peran strategis yang dapat dilakuka oleh Pemerintah Daerah
adalah daerah berperan sebagai entrepreneur, koordinator, fasilitator, dan
stimulator (Badrul Munir, 2002 : 2007-2008).
Peran pemerintah sebagai entrepreneur, memiliki konsekwensi
untuk bertanggung jawab melaksanakan usaha sendiri mengelola sumber
daya ekonomi. Caranya adalah dengan memberdayakan aset-aset dan
sumber daya ekonomi yang potensial di daerah sehingga dapat
lxxvi
memberikan manfaat kepada masyarakat. Sebagai koordinator,
Pemerintah daerah harus mampu mengkoordinir semua komponen
masyarakat untuk mengambil bagian dalam pembangunan, menetapkan
kebijakan atau strategi-strategi pembangunan, dan mengelola disharmoni
sosial. Pemerintah Daerah mengarahkan dan memotivasi pelaksanaan
pembangunan sesuai orientasi dan menghilangkan kerancuan yang bersifat
stagnan dalam mencapai tujuan secara sinergis. Sedangkan sebagai
fasilitator pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui
perbaikan lingkungan attitudinal, yaitu berkaitan dengan perilaku
masyarakat dan birokrasi. Antara kinerja birokrasi dan pelayanan publik
harus mewujudkan mekanisme yang lebih efektif, efisien dan terkendali.
Sebagai stimulator, pemerintah daerah harus dapat menciptakan dan
mengembangkan usaha melalui kebijaksanaan khusus yang dapat menarik
investor menanamkan modal di daerah, sekaligus menjaga iklim usaha
yang kondusif. Kebijaksanaan khusus yang dimaksud adalah menstimulasi
strategi pengembangan budaya lokal, responsif, dan adaptif terhadap isu-
isu strategis yang muncul. Hal ini dapat dapat dilakukan dengan upaya
tetap menjaga sensitifitas pemerintah daerah. Kemudian peran organisator
organ Pemerintah Daerah dituntut mampu mengendalikan pola
komunikasi yang lengkap dan hubungan-hubungan lain dalam suatu
komunitas. Salah satu bagian dari aktivitas masyarakat (khusus bagi
penyedia jaringan telekomunikasi seluler) yang memerlukan intervensi
pemerintah dalam pengaturannya dalam pembangunan menara BTS/RBS.
(Dr. I Gusti Ayu KRH, SH.,MM., Waluyo, SH.M.si. : 2007 : 42-43)
3. Pengertian Mengenai Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
a. Pengertian Kantor UPT
Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kota Surakarta dibentuk pada
tanggal 8 September 1998 dengan Keputusan Walikotamadya KDH
lxxvii
Tingkat II Surakarta No. 004 Tahun 1998 tentang pembentukan organisasi
dan Tata kerja Unit Pelayanan Terpadu Kodya Dati II Surakarta. Dahulu
UPT hanya berupa loket-loket peyanan perijinan dan tidak memiliki
kewenangan penandatanganan ijin sehingga proses masih dilaksanakan
oleh Unit Teknis.
Maksud dan tujuan dibentuknya Unit Pelayanan Terpadu adalah
untuk mendorong prakarsa masyarakat untuk ikut berpartisipasi aktif
dalam berbagai kegiatan pembangunan daerah. Sedangkan maksud
lainnya meningkatkan daya guna dan kelancaran pelayanan umum yang
dilakukan oleh Aparatur Negara di daerah.
Kantor Unit Pelayanan Terpadu merupakan unsur penunjang
pemerintahan di bidang pelayanan perijinan yang menerapkan sistem one
stop services untuk berbagai macam jenis perijinan. Kantor Unit
Pelayanan Terpadu dipimpin oleh seorang Koordinator yang dalam
melaksanakan tugas berada dibawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Walikota lewat Sekretaris Daerah. Dalam melaksanakan tugas
melayani masyarakat umum dibidang perijinan, Kantor UPT memiliki
Fungsi :
1) Penerimaan berkas-berkas pengajuan perijinan, memproses,
mengumumkan.
2) Penyelenggaraan kerjasama dengan instansi terkait dalam memproses
perijinan.
Susunan organisasi Kantor Unit Pelayanan Terpadu terdiri dari
1) Koordinator
Mempunyai tugas menyusun program dan rencana kegiatan,
mengkoordinasikan tatalaksana pelayanan umum, ketatausahaan dan
melaksanakan pengawasan terhadap petugas pelayanan umum
lxxviii
2) Sub Bagian Tata Usaha
Bertugas menyiapkan bahan penyusunan program dan rencana
kegiatan pengelolaan informasi, pengelolaan administrasi keuangan
dan penyusunan surat menyurat, rumahtangga dan perlengkapan.
3) Seksi Pelayanan
Bertugas menyiapkan bahan rencana kegiatan pelayanan, pengelolaan
pelayanan, pengelolaan pelayanan, mengkoordinir terhadap petugas
pelayanan umum.
4) Staf Administrasi/Petugas Pelayanan Umum
Adalah Pegawai negeri Sipil yang diberi tugas oleh pimpinan satuan
organisasi/unit kerja untuk memberikan pelayanan administrasi sesuai
dengan bidang tugas satuan organisasi/unit kerja yang bersangkutan.
Adapun uraian tugas dari masing-masing jabatan struktural,
diatur dalam SK Walikota Nomor 004 Tahun 1998 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja UPT Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
Bagan Organisasi UPT
KOORDINATOR UPT
SUB BAGIAN
TATA USAHA
SEKSI
PELAYANAN
lxxix
Gambar 3 : Bagan Organisasi UPT
b. Dasar Hukum UPT
Dasar hukum dibentuknya Kantur Unit Pelayanan Terpadu antara lain
yaitu :
1) Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 004
Tahun 1998 1998 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
UPT Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
2) Keputusan Walikota Surakarta Nomor 065/187/1/2005 tentang Tata
Laksana Pelayanan Perijinan pada Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
Kota Surakarta.
3) Keputusan Walikota Surakarta Nomor 006/188/1/2005 tentang Tim
Pertimbangan Perijinan UPT Kota Surakrata.
4) Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 tantang
Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Kepada Koordinator
UPT Kota Surakarta sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Walikota Nomor 2 Tahun 2007 tantang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 tentang
Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Kepada Koordinator
UPT Kota Surakarta
c. Tugas dan Kewajiban Kantor UPT
Sebagai salah satu unsur penunjang Pemerintahan Daerah, Kantor
Unit Pelayanan Terpadu mempunyai kedudukan sebagai instansi pemroses
dalam pemberian berbagai macam jenis perijinan. Adapun tugas dan
kewajiban pokok Kantor Unit Pelayanan Terpadu adalah melayani
lxxx
masyarakat umum di bidang perijinan di lingkungan Pemerintah Daerah.
Jenis perijinan yang dilayani di Kantor Unit Pelayanan Terpadu
diantaranya :
1) Ijin Mendirian/Merubah/Merobohkan Bangunan (IMB)
2) Ijin Penggunaan Bangunan (IPB)
3) Advice Planning (AP)
4) Ijin Lokasi
5) Rekomendasi Lokasi
6) Ijin Usaha Perdagangan (IUP)
7) Ijin Usaha Industri (IUI)
8) Tanda Daftar Gudang (TDG)
9) Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
10) Ijin Gangguan Tempat Usaha (HO)
11) Ijin Pemasangan Reklame
12) Ijin Jasa Biro Perjalanan Wisata
13) Ijin Jasa Pemandu Wisata
14) Ijin Jasa Impresariat
15) Ijin Jasa Informasi Pariwisata
16) Ijin Jasa Konvensi
17) Ijin Hotel
18) Ijin Pondok Wisata
19) Ijin Restoran
20) Ijin Rumah Makan
21) Ijin Gedung Pertemuan Umum
Sedangkan bentuk kewajiban sendiri antara lain :
1) Menyiapkan formulir permohonan dan blangko-blangko sebagai
kelengkapan permohonan ijin untuk diisi oleh pemohon.
lxxxi
2) Meneliti kelengkapan-kelengkapan persyaratan untuk memperoleh
ijin.
3) Mengkoordinasi Tim dari instansi terkait dalam rangka meninjau
substansi, ataupun lokasi obyek yang dimohonkan ijin.
4) Meneliti dan menindak lanjuti Berita Acara Peninjauan lokasi usaha
yang berisi saran/pertimbangan yang kemudian diteruskan kepada
pemohon.
5) Membuat dan memproses surat-surat ketetapan sesuai dengan fungsi
dan waktunya.
6) Membuat pengumuman secara tertulis kepada pihak-pihak yang
bersangkutan.
7) Menyusun konsep Keputusan Walikota tentang suatu permohonan ijin
berdasarkan ketentuan berlaku atau surat penolakan dari Walikota.
Dalam upaya pelaksanaan pemberian ijin, melibatkan pula
instansi-instansi lain yang terkait disamping Kantor Unit Pelayanan
Terpadu Sendiri untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan yang
terdiri dari :
1) Dinas Tata Kota, mempunyai tugas melakukan penelitian terhadap tata
letak dan lokasi tempat usaha yang dimohonkan apakah sudah sesuai
dengan land use pada RUTK dan memberikan saran dan
persyaratannya.
2) Kantor Lingkungan Hidup, bertugas untuk melakukan pengawasan
dan pengendalian dampak lingkungan baik ekosistem ataupun non
ekosistem termasuk melakukan pemantauan dan pemulihan kondisi
lingkungan pada wilayah tempat pembangunan atau usaha.
3) Bagian Hukum dan HAM, mempunyai tugas melakukan penelitian
terhadap semua persyaratan secara yuridis, apakah tidak bertentangan
lxxxii
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memberikan
saran sebagai persyaratannya.
4) Dinas Perindustrian Perdagangan dan penanaman modal, mempunyai
tugas melakukan penelitian terhadap penggolongan usaha dan
jenis/perusahaan baik yang menggunakan fasilitas penanaman modal
dalam negeri dan atau penanaman modal asing dan/tanpa
menggunakan fasilitas serta semua jenis usaha yang menimbulkan
gangguan.
5) Dinas Tenaga Kerja, melakukan tugas untuk melakukan penelitian
terhadap penggunaan peralatan-peralatan kerja mesin, gas beracun,
tenaga uap/listrik tegangan tinggi, roda tinggi terbuka dan sebagainya
yang bersifat membahayakan dan memberikan saran sebagai
persyaratannya.
6) Dll.
Mekanisme kerja dari Tim tersebut dikoordinasikan oleh Kantor Unit
Pelayanan Terpadu.
Kemudian pihak atau instansi lain yang dilibatkan secara khusus dalam
pemberian rekomendasi pendirian bangunan antara lain :
1. Dinas Perhubungan Jawa Tengah, sebagai pihak yang ikut memberi
pertimbangan mengenai kelayakan ketinggian bangunan, apakah
keberadaannya nanti aman dan tidak menggangu keberadaan
transportasi khususnya transportasi udara di Jawa Tengah.
2. Lanud Adisumarmo, sebagai pihak yang ikut memberi pertimbangan
apakah ketinggian bangunan tidak mengganggu dan aman bagi
penerbangan di lintasan Bandara Adi Sumarmo mengingat wilayah
Kota Surakarta berdekatan dengan Bandara Adisumarmo.
lxxxiii
3. dll.
B. Pelaksanaan Prosedur Perijinan Pendirian Menara BTS/RBS di Kota
Surakarta
1. Keberadaan BTS/RBS di Kota Surakarta
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti di wilayah Kota Surakarta
sampai dengan 31 Juli 2007 telah terdapat 29 (duapuluh sembilan) buah BTS
yang telah memiliki ijin HO dari Pemerintah Kota Surakarta. Keberadaan tower
tersebut disajikan pada tabel berikut
Tabel 4 : Data BTS/RBS di Surakarta
Tgl. Lokasi BTS No
Permohonan Nama Perusahaan (Kelurahan-
Kecamatan) Tgl. SK
1 18-01-2007 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Banyuanyar-Banjarsari 8/2/2007
2 28-11-2006 PT. TELEKOMUNIKASI
SELULAR PT. TELKOMSEL Nusukan Banjarsari 1/3/2007
3 31-07-2006 PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Nusukan BAnjarsari 23/09/2006
4 29-08-2006 PT. TOWER BERSAMA Gilingan Banjarsari 31/08/200
6
5 22-09-2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Nusukan Banjarsari
11/10/2006
6 22-09-2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Kadipiro Banjarsari
14/03/2007
7 23-02-2007 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Kadipiro Banjarsari 7/6/2007
8 30-06-2007 PT. BAKRIE TELECOM Tbk. Kadipiro Banjarsari 7/6/2007
lxxxiv
9 15-01-2007 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Jebres Jebres 24/01/200
7
10 23-01-2007 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Jebres Jebres 8/2/2007
11 31-07-2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Mojosongo Jebres
29/08/2007
12 8/8/2006 PT. EXCELCOMINDO Sewu Jebres 21/09/2006
13 29-08-2006 PT. TOWER BERSAMA Mojosongo Jebres 31/08/200
6
14 22-09-2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Sewu Jebres
11/10/2006
15 22-09-2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Jebres Jebres
12/10/2006
16 4/10/2006 PT. MOBILE-8 TELECOM Sudiroprajan Jebres 13/20/2006
17 24-11-2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Sudiroprajan Jebres 8/12/2006
18 2/3/2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Pucangsawit Jebres
26/03/2007
19 23-12-2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Purwosari Laweyan 10/1/2007
20 29-08-2006 PT. TOWER BERSAMA Jajar Laweyan 31/08/2007
21 22-09-2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Karangasem Laweyan 11/10/200
6
22 18-10-2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Kerten Laweyan 23/11/200
6
23 24-11-2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Sriwedari Laweyan 12/1/2007
lxxxv
24 28-12-2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Kauman Pasar Kliwon 12/1/2007
25 22-09-2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Pasar Kliwon Pasar
Kliwon 11/10/200
6
26 14-06-2007 PT. DIAN SWASTATIKA
SENTOSA Kedunglumbu Pasar
Kliwon 20/06/200
7
27 5/10/2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Kemlayan Serengan 10/10/200
6
28 18-12-2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Kratonan Serengan
30/12/2006
29 19-12-2006 PT. HUTCHISON CP
TELECOMMUNICATIONS Joyontakan Serengan 3/3/2007
Sumber : UPT Surakarta 31 Juli 2007
lxxxvi
2. Prosedur Perijinan Menara BTS/RBT di UPT
Prosedur perijinan pendirian menara BTS/RBS secara umum di UPT
dijelaskan sesuai dengan gambar
PROSES Rekomendasi Tehnis Dari DTK
+
PERSYARATAN KHUSUS PERSYARATAN UMUM
SKRD Permohonan bayar
PENERBITAN SK OLEH KOORDINATOR UPT
Rekomendasi Ketinggian (Komandan Lanud)
Rekomendasi Ketinggian (Dishub Jateng)
Rekomendasi Dok. UKL & UPL (Kantor LH)
Bukti Sosialisasi warga (ttd RT, Lurah & Camat)
1. Isi Formulir Ijin 2. FC. KTP 3. FC. NPWP 4. FC. Akte Pendirian 5. FC. Sertifikat 6. FC. PBB 7. Gambar Desain
Struktur 8. Perhitungan Struktur 9. Rencana Anggaran
Bangunan (RAB)
lxxxvii
Gambar 4 : Alur permohonan ijin menara BTS/RBS
Secara umum/garis besar prosedur perijinan ini terdiri dari tiga tahap
antara lain :
a. Pemenuhan kelengkapan persyaratan yang terdiri dari
1) Syarat Umum
a) Isi Formulir ijin yang disediakan di Kantor UPT
b) Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon
c) Fotocopy NPWP terakhir perusahaan
d) Fotocopy Pendirian Perusahaan
e) Fotocopy Sertifikat tanah
f) Fotocopy Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
g) Gambar Desain Struktur
h) Perhitungan Struktur
i) Rencana Anggaran Bangunan (RAB)
2) Syarat Khusus
a) Rekomendasi Ketinggian (Komandan Lanud)
Mengingat Kota Surakarta yang terletak berdekatan dengan
kawasan Bandara Adisoemarmo, maka maka rencana pendirian
bangunan khususnya bangunan bertingkat atau menara komunikasi
Harus dikoordinasikan dengan Komandan Lanud Adisoemarmo
apakah ketinggian bangunan tersebut aman bagi penerbangan dari
dan ke Lanud Adisoemarmo.
lxxxviii
b) Rekomendasi Ketinggian (Dishub Jateng)
Koordinasi untuk menentukan ketinggian bangunan yang
direncanakan, supaya tidak menggangu jalur penerbangan pesawat
udara.
c) Rekomendasi Dokumen UKL & UPL (Kantor Lingkungan Hidup)
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dilakukan agar
pembangunan tidak menimbulkan dampak negatif atau
menurunkan kualitas lingkungan (abiotik, biotik, eksosbud,
kesmas). Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dilaksanakan
untuk memantau kondisi daerah yang kemungkinan terkena
dampak.
d) Bukti Sosialisasi Warga
Dilaksanakan sebagai prasyarat diterbitkannya ijin gangguan/HO,
yaitu harus ada persetujuan penerimaan dari masyarakat sekeliling
tempat pembangunan yang diwujudkan tertulis pada surat
pernyataan dengan tandatangan dari warga dan aparat RT, RW,
Lurah dan Camat setempat.
b. Pemrosesan Perijinan
Pemrosesan perijinan dilaksanakan oleh tim yang dikoordinasi oleh UPT
yang mana terdiri dari UPT sendiri dan perwakilan dari lembaga
Pemerintah Kota lainnya yang berwenang.
c. Penerbitan SKRD
Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), diterbitkan manakala segala
kelengkapan telah dipenuhi dan segala pemeriksaan selesai. Besarnya
SKRD total dihitung dari akumulasi jenis perijinan yang harus dipenuhi
antara lain AP, IMB, IPB, HO, TDP, dan SIUP, berdasarkan Perda yang
mengatur masing-masing. Setelah memperoleh SKRD maka harus segera
lxxxix
dilakukan pembayaran pajak dan retribusi ke Kantor Keuangan Daerah
sebagaimana nilai yang tercantum.
d. Penerbitan Surat Keputusan oleh Walikota
Setelah dilaksanakan pembayaran SKRD maka Kantor UPT selanjutnya
menerbitkan ijin dengan Keputusan Walikota Surakarta.
Dalam pelaksanaan permohonan ijin menara ini, terdapat beberapa
jenis ijin yang bersangkutan yang harus dipenuhi diantaranya Advice Planning
(AP), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Ijin Penggunaan Bangunan (IPB),
Ijin Gangguan (HO), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Ijin Usaha
Perdagangan (SIUP). Keseluruhan jenis perijinan yang diperlukan untuk
dipenuhi di Kantor Unit Pelayanan Terpadu tersebut apabila disusun
berurutan menurut tahapan, dan jenisnya meliputi :
a. Advice Planning (AP)
Merupakan usulan berkaitan dengan rencana pembangunan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah melalui Unit Pelayanan Terpadu
berdasarkan penelitian Dinas Tata Kota setelah melihat rencana lokasi dan
disain bangunan pemohon sebagaimana ketentuan Perda dan RUTK yang
berlaku. Dasar dari pelaksanaan AP yaitu Peraturan Daerah Kotamadya
Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 8 Tahun 1993 tentang Rencana
Umum Tata Ruang Kota Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Tahun
1993–2013
b. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
Ijin Mendirikan Bangunan adalah ijin mendirikan atau merubah atau
merobohkan bangunan yang dikeluarkan oleh Walikota Surakarta.
Tujuan Pengaturan Bangunan
xc
1) Mewujudkan bangunan gedung dan bangunan-bangunan yang
fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung dan bangunan-
bangunan yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;
2) Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung dan bangunan-
bangunan yang menjamin keandalan teknis bangunan dari segi
keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan;
3) Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan
gedung dan bangunan-bangunan. Fungsional sesuai tata bangunan
gedung yang serasi & selaras dengan lingkungan
Dasar pelaksanaannya adalah :
1) Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 8
Tahun 1988 tentang Bangunan di Kotamadya Daerah Tingkat II
Surakarta ;
2) Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 6
Tahun 1991 tentang Bangunan Bertingkat di Kotamadya Daerah
Tingkat II Surakarta ;
3) Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 8
Tahun 1993 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota Kotamadya
Daerah Tingkat II Surakarta Tahun 1993–2013 ;
4) Peraturan Daerah Kotamadya Dati II Surakarta Nomor 9 Tahun 1999
tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
Dalam pertimbangan IMB harus disesuaikan dengan :
1) Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta.
2) Rencana Rinci Tata Ruang Kota / Bagian Kota Surakarta.
3) Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan untuk lokasi yang
bersangkutan;
xci
c. Ijin Penggunaan Bangunan (IPB)
Ijin Penggunaan Bangunan adalah ijin penggunaan bangunan yang
dikeluarkan oleh Walikota Surakarta. Ijin Penggunaan Bangunan tidak
diberlakukan bagi bangunan tempat tinggal.
Dasar pelaksanaannya adalah :
1) Undang - undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria.
2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 tentang
Bangunan.
3) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 1991 tentang
Bangunan Bertingkat.
d. Ijin Gangguan (HO)
Ijin Gangguan adalah ijin tempat usaha orang pribadi / Badan Hukum
dilokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, gangguan dan
kerugian.
Dasar pelaksanaannya adalah :
1) Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie) STBL Nomor 450
Tahun 1940.
2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 tahun 1983 Tentang
Pemberian Ijin Tempat Usaha.
3) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 tahun 1988 Tentang
Bangunan.
4) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 tahun 1993 Tentang
RUTRK.
5) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14 tahun 1998 Tentang
Retribusi Ijin Gangguan.
6) Keputusan Walikota Surakarta Nomor 3 tahun 2002 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Ijin Gangguan Tempat Usaha.
xcii
e. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan
menurut atau berdasarkan ketentuan UU - WPD dan atau peraturan –
peraturan pelaksanaannya, dan atau memuat hal – hal yang wajib
didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang
berwenang dari Kantor Pendaftaran Perusahaan. Tanda Daftar Perusahaan
adalah tanda daftar yang diberikan oleh Kantor Pendaftaran Perusahaan
kepada perusahaan yang telah disahkan pendaftarannya untuk selanjutnya
disebut TDP.
Tujuan dari pembuatan TDP adalah :
1) Mencatat bahan – bahan keterangan yang dibuat secara benar dari
suatu Perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua
pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data serta keterangan
lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan.
2) Terlindunginya perusahaan – perusahaan yang menjalankan usahanya
secara jujur dan terbuka.
3) Terbinanya dunia usaha dan perusahaan.
4) Menjadi sumber dan pengamanan Pendapatan Negara.
5) Terciptanya iklim usaha yang sehat dan tertib.
f. Ijin Usaha Perdagangan (IUP)
Ijin Usaha Perdagangan (IUP) adalah ijin usaha yang wajib
dimiliki oleh setiap usaha perdagangan di daerah.
Surat ijin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat ijin untuk dapat
melaksanakan kegiatan usaha perdagangan. Setiap orang atau Badan
Pemegang IUP hanya dapat menjalankan kegiatan usahanya sesuai dengan
yang tercantum dalam IUP yang dimiliki.
Dasar pelaksanaannya adalah :
xciii
1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3839);
2) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 No. 54, Tambahan Lembaran Negara
No. 3952);
3) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor
789/MPP/Kep/3/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal
(PSPM) Bidang Perindustrian dan Perdagangan;
4) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor
289/MPP/Kep/10/2001 tentang Ketentuan-ketentuan standar
Pemberian Surat Ijin Usaha Perdagangan;
HO
KLH
UPT
UPL & UKL
Sosialisasi warga, Dengan bukti ttd., RT, Lurah,
Camat
Rekomendasi Ketinggian (Komandan Lanud & Dishub Jateng)
DTK
AP IPB IMB
Disperindag
TDP & SIUP
Kantor Keuangan Daerah
SKRD
PERMOHONAN IJIN
IJIN LENGKAP
xciv
Gambar 5 : Tahapan pemrosesan beberapa jenis perijinan
dalam pendirian menara BTS/RBS
Bagan tersebut menjelaskan secara umum perkiraan teknis
jalannya tahapan pemrosesan perijinan menurut waktunya yaitu AP, IMB,
IPB, HO, TDP dan SIUP. Kebutuhan syarat khusus pada masing-masing
tahap, dan institusi yang berwenang dalam memeriksa dan memberikan
rekomendasi kepada Kantor UPT misalnya Dinas Tata Kota pada
pemrosesan AP, IMB dan IPB, Kantor Lingkungan Hidup pada
pemrosesan ijin HO, Disperindag pada pemrosesan TDP dan SIUP. Yang
menjadi catatan penting disini ialah bahwa meskipun syarat umumnya
seperti disampaikan diatas terpadu/merupakan kombinasi persyaratan dari
masing-masing tahapan perijinan namun pada dasarnya keseluruhan jenis
perijinan adalah terpisah yang konsekuensinya dapat dilaksanakan satu
demi satu.
3. Pelaksanaan Prosedur Perijinan Oleh Pelaku Usaha Telekomunikasi
a. Mekanisme standar dalam proyek pembangunan BTS/RBS
Operator penyedia jasa telekomunikasi dalam rangka
pembangunan infrastruktur termasuk diantaranya pembangunan menara
BTS/RBS biasa menunjuk vendor untuk melaksanakannya. Kemudian
pada pelaksanaan pembangunan terdapat Standart Procedure sebagaimana
dimiliki di PT. Siemens Indonesia ataupun perusahaan-perusahaan vendor
penyedia jasa pembangunan infrastruktur telekomunikasi pada umumnya
adalah sebagai berikut :
xcv
1) Radio Network Planning (RNP)
Merupakan bagian yang bertugas membuat rencana pembangunan
infrastruktur telekomunikasi berdasarkan permintaan dari klien operator
telekomunikasi yang bersangkutan. Secara umum perencanaannya
meliputi
a. Penentuan lokasi pembangunan menara BTS baru yang dapat
tersistematis dari segi jaringan, dan coverage/ jangkauan secara efektif
dan maksimal secara tepat dengan Global Positioning System (GPS).
b. Penentuan spesifikasi BTS yang diperlukan, misalnya dari ketinggian
menara, kemiringan sudut BTS, kebutuhan device/peralatan dll.
2) Trans Network Planning (TNP)
Bertugas melaksanakan studi lapangan pendahuluan secara
cermat guna menyempurnakan program perencanaan berdasarkan
konsep dari RNP. Misalnya melakukan peninjauan langsung guna
menentukan bagaimana kondisi riil di sekitar wilayah lokasi rencana
sebenarnya guna menyusun tambahan perencanaan teknis.
3) Site Acquisition and Controlling (SITAC)
Survey Lokasi lanjutan, yaitu mencari menentukan lokasi yang
bisa digunakan, dan memungkinkan untuk dilakukan pembeasan
lahan.Contract with Landlord, yaitu melaksanakan kesepakatan/kontrak
penggunaan lahan dengan pemilik lahan baik dalam bentuk jual beli atau
sewa agar dapat dibangun menara BTS pada lokasi tersebut.
Melaksanakan Community Permit yaitu mempersiapkan dan
melaksanakan segala bentuk prosedur perijinan yang berhubungan
dengan Pemerintah Daerah sampai pada sosialisasi dan penerimaan
warga di lokasi yang direncanakan akan dilaksanakan pembangunan.
4) Legal Divition
xcvi
Bertugas memeriksa kelengkapan dan keabsahan segala jenis berkas
kontrak ataupun Keputusan Perijinan berkaitan dengan community
permit dan kontrak penggunaan lahan antara perusahan dan pemilik
tanah. Setelah segalanya dirasa cukup, kemudian melaporkan status
Ready for Construction (RFC) yang artinya bahwa konstruksi atau
pembangunan telah siap dan aman untuk dilaksanakan.
5) Civil Mechanical Electronical (CME)
Bertugas melaksanakan kontruksi atau pembangunan menara BTS/RBS,
meliputi pembangunan teknis fisik menara dan intalasi listrik. CME
hanya bekerja setelah adanya RFC. Setelah pembangunan selesai dan
instalasi listrik siap, maka CME melaporkan status Ready for
Implementation (RFI) yang artinya menara sudah siap untuk
dilaksanakan pemasangan dan instalasi perangkat BTS.
6) Implementation Divition
Bertugas melaksanakan pemasangan dan instalasi perangkat BTS pada
menara. Pengerjaan dilaksanakan setelah adanya RFI. Instalasi sendiri
meliputi penyetingan alat dan komputerisasi. Setelah pemasangan dan
instalasi BTS selesai, Divisi Implementasi melaporkan status Ready for
Service (RFS) yang artinya yang artinya BTS sudah siap difungsikan.
7) Integration Divition
Bertugas melakukan penyetingan, mengaktifkan/memfungsikan
perangkat BTS dan mengintegrasikannya dengan sistem jaringan milik
operator yang sudah ada.
8) Maintenance Divition
Bertugas melakukan pemeriksaan dan perawatan BTS berkala.
9) Acceptance Protocol
xcvii
Merupakan perjanjian/prosedur serah terima BTS dari vendor kepada
operator. Acceptance Protocol ini secara umum biasa dilaksanakan pada
tahap pasca integrasi, atau pasca maintenance.
Pada umumnya operator dalam program pembangunan BTS/RBS
menunjuk hanya satu vendor untuk melaksanakan segala tahap proses
pembangunan, namun dimungkinkan juga operator menunjuk vendor
hanya pada tahap-tahap tertentu saja.
b. Pelaksanaan perijinan oleh pelaku usaha
Uraian diatas menunjukkan prosedur teknis yang secara umum
hampir sama dilaksanakan di setiap perusahaan yang kompeten
membangun BTS, masing-masing memiliki standar ideal. Khusus dalam
hal pelaksanaan perijinan pada tahapan pendirian BTS, dilaksanakan oleh
bagian SITAC, yang dimungkinkan bagian inilah pemegang kuasa
mewakili atas nama perusahaan atau penanggung jawab proyek di
hadapan hukum sampai dengan tahapan proyek selesai. Dari sini nampak
bahwa sebenarnya mekanisme tata kerja masing-masing perusahaan sudah
ideal, namun kadang kala permasalahan timbul karena tuntutan kondisi riil
lapangan misalkan guna mensiasati deadline waktu proyek, atau keinginan
mempercepat proyek yang implikasinya oknum pada perusahaan tersebut
mencari celah pada sistem birokrasi perijinan. Hal ini manakala
dilaksanakan secara berhati-hati dengan penuh pertimbangan dan
perhitungan akan berjalan baik. Namun apabila kurang cermat justru akan
menjadi bumerang bagi perusahaan sendiri.
Survey Site Acquisition
(SITAC)
Legal Civil Mechanical Electronical
(CME)
Implementation
Radio Network Planning (RNP)
Trans Network Planning (TNP)
Ready for
Ready for Construction (RFC)
xcviii
Gambar 6 : Tahapan pelaksanaan proyek pembangunan menara BTS/RBS oleh
vendor infrastruktur telekomunikasi.
C. Hambatan-Hambatan yang Dihadapi dan Upaya Untuk Menanggulanginya
Hambatan yang seringkali dihadapi oleh Pemerintah Kota Surakarta
berkaitan dengan pendirian suatu bangunan tempat usaha, atau pada khususnya
bangunan menara BTS/RBS dan proses perijinannya adalah para pengusaha yang
hendak mendirikan tempat usaha dan telah memiliki ijin IMB, maka mereka dapat
segera mendirikan atau membangun tempat usaha/bangunan tanpa atau sebelum
adanya tinjauan lokasi dan memperhitungkan dampak terhadap lingkungan hidup.
Atau pengusaha setelah memperoleh IMB langsung mendirikan bangunan, baru
xcix
kemudian menyusun dokumen UKL-UPL lalu ijin HO. Hal ini yang membuat
tidak mengherankan manakala pada saat suatu bangunan sedang dibangun/
setengah dibangun, mendapat banyak komplain dari masyarakat sekitar karena
merasa terganggu dengan pembangunan tempat usaha/bangunan tersebut dan
pada akhirnya masyarakat yang merasa dirugikan tersebut meminta ganti rugi
kepada pengusaha.
Hal demikian dapat terjadi karena kurangnya koordinasi yang baik antar
instansi-instansi dalam pemerintah daerah. Selain itu sosialisasi tentang perijinan
kurang memasyarakat, termasuk kepada para pengusaha yang akan mendirikan
tempat usaha. Sepengetahuan mereka, bahwa untuk mendirikan suatu bangunan
atau tempat usaha hanya cukup memiliki IMB saja. Jika IMB telah diperoleh,
maka merekapun dapat langsung mendirikan bangunan tanpa terlebih dahulu
mengetahui dampak-dampak yang timbul dari tempat usaha, baik dampak secara
ekosistem ataupun secara sosial.
Dengan banyaknya kasus tentang bangunan yang didirikan tiba-tiba
mendapat protes dari masyarakat sekitar dengan alasan karena merasa terganggu
dan dirugikan akan keberadaan bangunan atau tempat usaha tersebut terutama
apabila tanpa didasari dengan alasan ilmiah yang logis, dapat menyebabkan
investor/pengusaha enggan untuk menanamkan modalnya di Kota Surakarta yang
berakibat dapat mengurangi Pendapatan Daerah, dan Pembangunan Daerah
sendiri akan tersendat termasuk di bidang telekomunikasi dan bidang-bidang
lainnya.
Hambatan-hambatan dalam pemberian ijin menara BTS/ RBS
1. Biaya Rekomendasi dan lain-lain.
Biaya rekomendasi yang cukup tinggi bahkan melebihi biaya
pendaftaran atau biaya Retribusi Ijin misalkan pada Ijin HO. Kemudian dilihat
dari banyaknya jenis perijinan yang harus dipenuhi berhubungan dengan
retribusi perijinan yang harus dibayar. Pembebasan Lahan dan community
c
permit yang kompensasinya terkadang sulit untuk ditaksir sehingga cukup
menyulitkan bagi perencanaan anggaran proyek bagi pengusaha. Adanya
pungutan liar yang seringkali terjadi pada saat loading muatan bangunan atau
perangkat pada lokasi bersangkutan yang secara umum biasa terjadi, besarnya
bisa mencapai antara dua sampai dengan tiga juta rupiah. Dari sekian hal yang
berhubungan dengan pengeluaran keuangan, manakala diakumulasikan
terdapat jumlah kebutuhan biaya yang cukup besar.
2. Dari Segi Pemerintahan
a. Secara kelembagaan perijinan pendirian menara BTS/RBS meliputi
beberapa syarat perijinan yang mana dalam pemrosesannya melibatkan
beberapa instansi pemerintahan daerah pada beberapa tahapan yang
dipandang kurang efektif. Misalnya untuk memperoleh IMB dan HO,
harus memperoleh dokumen UKL-UPL dari KLH yang sebelumnya KLH
telah melakukan studi lapangan dan masih dilaksanakan dengan tim
terpadu dari UPT. Masalah lain dibidang kelembagaan di jajaran pegawai
Pemerintahan Daerah Kota Surakarta adalah keterbatasan sumber daya
manusia yang memiliki kompetensi pengetahuan teknologi komunikasi
dan informasi, sehingga dalam melaksanakan ferivikasi persyaratan ijin di
lapangan tentang standar teknis kelayakan dan keamanan diluar
konstruksi, seperti keamanan gelombang dan frekwensi memiliki sedikit
hambatan. Satu lagi pengaruh dari lemahnya Sumber Daya Manusia
adalah pemikiran proyeksi pembangunan infrastruktur telekomunikasi di
daerah masih kurang.
b. Dari segi keberadaan instrumen hukum, Pemerintah Daerah Kota
Surakarta belum memiliki Peraturan Daerah yang secara Khusus mengatur
mengenai keberadaan dan pembangunan Menara BTS/RBS, dan selama
ini cenderung masih menggunakan instrumen hukum berupa kombinasi
dari beberapa ketentuan-ketentuan Peraturan Daerah yang belum
ci
mengalami perbaikan dalam waktu cukup lama sebagaimana kondisi yang
secara aktual berkembang, salah satu contohnya adalah pada Perda Nomor
8 Tahun 1988 tentang Bangunan. Kantor Unit Pelayanan terpadu sendiri
sebagai Unit pemroses perijinan telah merancang prosedur perijinan
khusus bagi pendirian menara BTS/RBS berdasarkan ketentuan Perda
yang ada sebagaimana selama ini telah berjalan. Dengan dikeluarkannya
Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2005 yang notabene merupakan
produk peraturan baru sebagai implikasinya maka Pemerintah Daerah
Kota Surakarta kedepan juga harus melakukan penyesuaian. Dampak dari
hal ini adalah perencanaan kembali format permohonan dan alur
pemrosesan ijin terutama di Kantor UPT yang ditakutkan mempengaruhi
upaya pelayanan sederhana, mudah, singkat dan tepat waktu pada sistem
satu atap yang sebelumnya telah mapan.
3. Kesadaran Pelaku Usaha
Kadangkala pada tataran teknis pelaksanaan etika bisnis yang baik
dengan memenuhi standar kelayakan proyek dan pemenuhan prosedur-
prosedur ideal, tidak dilaksanakan atau kurang diperhatikan oleh beberapa
oknum dari pelaku usaha. Penyimpangan tersebut misalnya sikap menerabas
dengan melaksanakan pembangunan menara BTS/RBS tanpa menunggu ijin
terkait dari Pemerintah Daerah selesai terlebih dahulu, padahal yang dimiliki
baru kontrak status tanah dan berfikir untuk sosialisasi masyarakat sambil
berjalan, pelaksanaan proyek yang tidak terencana dengan baik hal inilah
seringkali menjadi penyebab konflik di lapangan.
4. Masyarakat
Berdasarkan uraian mengenai kondisi kependudukan Kota Surakarta
diatas melihat dari kuantitas, densitas, prosentase lahan yang sebagian besar
adalah pemukiman maka sudah pasti terdapat kendala atau terjadi konflik
cii
yang berhubungan dengan masyarakat. Kendala-kendala tersebut diantaranya
:
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap informasi mengenai BTS,
sehingga kadangkala terdapat resistensi ataupun kehawatiran berlebihan
tanpa adanya alasan logis/ilmiah atas pembangunan BTS di
lingkungannya, misalnya permasalahan keamanan konstruksi yang dalam
hal ini sebenarnya sebelum menara dibangun, telah melalui serangkaian
proses perencanaan dan pemeriksaan panjang berulang-ulang dalam
menentukan standar keamanan, melibatkan banyak pihak baik dari
pelaksana konstruksi dan Pemerintah Daerah sendiri oleh beberapa
lembaganya yang berwenang. Kemudian mengenai isu bahwa keberadaan
menara BTS mengganggu penangkapan sinyal alat elektronik seperti radio
ataupun televisi, secara ilmiah sebenarnya tidak akan terjadi gangguan
karena penggunaan frekwensi yang berbeda maka tidak mungkin ada
intervensi sinyal dari BTS terhadap televisi ataupun radio.
b. Keberadaan masyarakat di lingkungan sekitar tempat usaha baik di depan,
di belakang, di samping kanan dan kiri tidak semuanya menyetujui atas
pembangunan, ada pula yang keberatan, sehingga hal ini dapat
menyebabkan persengketaan antar masyarakat dengan pengusaha,
sehingga ijin menjadi terhambat.
c. Meskipun sedikit, tidak bisa diingkari adanya sikap mental menerabas
baik dari masyarakat ataupun pelaku usaha. Mensitir pendapat Profesor
Koentjaraningrat seorang pakar antropologi di dalam bukunya
Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, salah satu kelemahan dari sifat
mental bangsa Indonesia sesudah revolusi adalah apa yang disebutnya
sebagai sifat mental menerabas yaitu nafsu untuk mencapai tujuan
secepat-cepatnya tanpa banyak kerelaan berusaha dari permulaan secara
selangkah demi selangkah. Bentuknya dapat berupa tuntutan kompensasi
ciii
dengan prinsip sebanyak-banyaknya bagi oknum masyarakat, secepat-
cepatnya dan semurah-murahnya tanpa prosedural lengkap bagi oknum
pengusaha.
Upaya yang ditempuh dalam penanggulangan hambatan-hambatan yang timbul
1. Penentuan besarnya berbagai biaya rekomendasi ditetapkan sesuai dengan
atau berdasarkan Perda. Disamping itu Pemerintah Daerah harus bisa
memposisikan diri secara obyektif sebagai mediator antara masyarakat dan
pelaku usaha denga pendekatan yang dapat memberikan alternatif solusi
pemecahan masalah mengenai penentuan kompensasi yang realistis
berdasarkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi masing-masing
pihak dengan tolak ukur Perda yang berlaku dan juga visi pemerintahan Kota
Surakarta sendiri. Pelaksanaan tanggung jawab Pemerintah Daerah untuk
memberikan jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dengan menciptakan
suasana pro investasi kondusif, aman tanpa mengesampingkan kepentingan
publik dan lingkungan.
2. Dari segi pemerintahan
a. Mengenai keberadaan peran beberapa instansi yang terkesan tumpang
tindih dalam pemrosesan tahap-demi tahap perijinan, untuk sementara
dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar
instansi terkait di lingkungan Pemerintah Kota dibawah koordinasi Kantor
UPT. Kemudian untuk mengatasi kurangnya sumber daya manusia di
jajaran Pemerintah Kota yang paham berkaitan dengan masalah ini,
solusinya adalah melalui kerjasama baik dengan institusi akademis
ataupun pihak dari instansi pusat yang berkompeten misalnya dari Ditjen
Postel dan sebagainya.
b. Mengenai instrumen hukum pengaturan keberadaan BTS/RBS,
Pemerintah Daerah harus mulai mempersiapkan rancangan konsep khusus
mengatur pembangunan menara BTS/RBS dengan mempertimbangkan
civ
ketentuan-ketentuan pendukung lainnya, misalnya Peraturan Gubernur
Jateng Nomor 5 Tahun 2005 mengatur pendirian RBS, Peraturan Daerah
Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 8 Tahun 1993 tentang
RUTK Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Tahun 1993–2013,
Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 8
Tahun 1988 tentang Bangunan yang saat ini sedang dalam pembahasan
revisi Perda Bangunan. Namun tetap pada intinya pelayanan perijinan
harus tetap dilaksanakan dengan baik.
3. Berkenaan dengan adanya pelaku usaha dimana dalam upaya pembangunan
menara BTS/RBS diduga dan terbukti, tidak melaksanakan itikad baik pada
prilaku ataupun tindakan tertentu termasuk pada tahapan apapun sehingga
dimungkinkan timbulnya kerugian terhadap publik atau kerusakan terhadap
lingkungan yang dapat berujung pada munculnya konflik, maka Pemerintah
Daerah berdasarkan kewenangannya harus bertindak tegas dengan
memberikan teguran, menghentikan proses perijinan hingga pencabutan ijin.
Selain itu Pemerintah Daerah juga harus melakukan upaya antisipasi dengan
melakukan sosialisasi pelaksanaan prosedur yang baik, selektif dalam
memberikan ijin pada pelaku usaha, dan melaksanakan pengawasan secara
cermat hingga kondisi riilnya di lapangan.
4. Untuk kendala-kendala menyangkut masyarakat meliputi disinformasi,
tersebut maka upaya yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah adalah
dengan melaksanakan sosialisasi ataupun penyuluhan mengenai mekanisme
perijinan yang ketat dan kompleks dalam pendirian bangunan-bangunan guna
tujuan usaha termasuk mekanisme pendirian menara BTS dan sebagainya.
Kemudian secara khusus mensosialisasikan mengenai fungsi, cara kerja, dan
keamanan perangkat infrastruktur telekomunikasi kepada masyarakat di
wilayah yang potensial untuk dibangunnya menara BTS. Sedangkan secara
umum akan lebih bijaksana bila Pemerintah Daerah mensosialisasikan
cv
mengenai kondisi Kota Surakarta secara umum dan arahan pembangunannya
sehingga masyarakat bisa memahami arahan kebijakan Pemerintah Daerah,
gap informasi berkurang, dan masyarakat dapat terdorong untuk berpartisipasi
dalam implementasi kebijakan publik.
5. Manakala terjadi kasus dimana terjadi penolakan atas permohonan
persetujuan lokasi yang mana salah satu menolak memberikan persetujuan
terutama biasa terjadi pada ijin HO, pemerintah harus teliti menganalisa kasus
tersebut dan bisa menetapkan keputusan. Keputusan tersebut diambil
berdasarkan alasan logis dan ilmiah. Secara teoritis, terdapat instrumen hukum
yang dinamakan Freis Ermessen bila mana diperlukan guna mencapai tujuan
pemerintah yaitu demi kepentingan umum maka hal tersebut dalam kondisi
tertentu dapat digunakan.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
cvi
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
Bab III, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan prosedur perijinan pendirian menara Base Transceiver Station
(BTS)/Radio Base Station (RBS) di wilayah Surakarta
Pelaksanaan perijinan pembangunan menara BTS/RBS apabila
diuraikan terdiri dari beberapa tahapan yaitu tahap pendaftaran dan
pelengkapan syarat-syarat, pemrosesan, penerbitan Surat Ketetapan Retribusi
Daerah (SKRD), dan penerbitan Keputusan Ijin. Jenis perijinan pada
pembangunan menara BTS/RBS meliputi antara lain Advice Planning, Ijin
Mendirikan Bangunan, Ijin Penggunaan Bangunan, Ijin Gangguan, Tanda
Daftar Perusahaan, dan Ijin Usaha Perdagangan. Pelaksana kewenangan
berbagai macam permohonan ijin termasuk ijin pendirian menara BTS/RBS
yang bertugas antara lain menerima permohonan ijin, memproses,
mengkoordinasikan tim terpadu lintas lembaga dalam Pemerintahan Daerah
sebagai pemeriksa kelayakan, menerbitkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah
(SKRD), dan menerbitkan Surat Keputusan adalah Kantor Unit Pelayanan
Terpadu.
Berdasarkan SK Walikota Nomor 004 Tahun 1998 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja UPT Kotamadya Daerah Tingkat II
Surakarta, Kantor Unit Pelayana Terpadu memiliki peran penting dalam
Pemerintahan Daerah yaitu melayani permohonan ijin oleh masyarakat di
lingkup Kota Surakarta. Apabila diabstraksikan, Kantor Unit Pelayanan
Terpadu merupakan bagian dari Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah
yang mana bertugas melaksanakan kepentingan umum/tujuan bersama. Guna
mewujudkannya pemerintah menggunakan sejumlah instrumen fisik berupa
cvii
infrastruktur, dan sebagainya serta instrumen non fisik berupa perangkat-
perangkat hukum. Tujuan dari Pemerintah Pusat adalah melaksanakan tujuan
yang dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945, kemudian berdasarkan hal
tersebut mengacu pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah Kota Surakarta
menginterpretasikannya dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001
tentang Visi dan Misi Kota Surakarta yang disusun sesuai karakteristik Kota
Surakarta meliputi keadaan konkrit mengenai kependudukan, potensi, sumber
daya, perekonomian, budaya dan lain-lain. Jadi disinilah inti yang mendasari
dalam pembuatan arahan kebijakan Pemerintah Daerah Kota Surakarta.
Kebijakan dilaksanakan dengan berbagai macam instrumen hukum,
diantaranya adalah Peraturan perundang-undangan (Perda di tingkat daerah),
Ketetapan Tata Usaha Negara, Peraturan Kebijaksanaan, Rencana-rencana,
Perijinan, Instrumen Hukum Keperdataan dan lain-lain. Kedudukan Kantor
Unit Pelayanan Terpadu menjadi sangat penting karena posisinya sebagai
pelaksana kebijakan Pemerintah Daerah melalui wewenangnya mengatur
perijinan, tak terkecuali dibidang perijinan pembangunan infrastruktur
telekomunikasi di daerah.
2. Hambatan-hambatan yang timbul berkenaan dengan pelaksanaan proses
perijinan pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS)/Radio Base
Station (RBS) di wilayah Surakarta dan upaya-upaya untuk mengatasinya
Dalam menjalankan perannya tersebut tidak menutup kemungkinan
Kantor Unit Pelayanan Terpadu akan menemui hambatan-hambatan dalam
melaksanakan prosedur perijinan sampai pada pemberian ijin. Hambatan-
hambatan tersebut meliputi :
a. Kurangnya SDM yang mempunyai kemampuan di bidang terkait di
jajaran Pemerintah Daerah Kota Surakarta.
cviii
b. Pemerintah Daerah Kota Surakarta belum memiliki Peraturan Daerah
yang khusus mengatur keberadaan BTS/RBS, sedangkan Perda Kota yang
digunakan sebagai sebagian sudah tidak representatif, sedang dalam tahap
perubahan, sehingga ketentuan khusus tentang BTS/RBS dari provinsi
belum dapat digunakan.
c. Kesadaran para pelaku usaha
d. Biaya rekomendasi tinggi
e. Masyarakat lingkungan tempat usaha
Dangan adanya hambatan tersebut, maka baik Kantor Unit Pelayanan
Terpadu Secara khusus dan Pemerintah Daerah Kota Surakarta beserta
lembaga-lembaga dinasnya secara umum harus mampu mengambil tindakan
secara terpadu dan terkoordinir untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
Upaya-upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut
antara lain :
a. Meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar lembaga dalam jajaran
Pemerintah Daerah, dan mengadakan kerjasama dengan akadamisi
maupun lembaga-lembaga lainnya yang berkompeten guna mengatasi
kelemahan dibidang sumberdaya manusia.
b. Mengadakan optimalisasi sosialisasi tentang perijinan secara umum
maupun khusus beserta mekanismenya dengan baik.
c. Penggunaan dahulu peraturan daerah yang ada namun dilaksanakan
pengawasan yang ketat guna menghindari penyimpangan, diasmping juga
sebagai bahan masukan guna menyusun ketentuan peraturan yang lebih
representatif, bersamaan menunggu perda-perda terkait yang baru pada
tahap perubahan selesai.
d. Efisiensi biaya dengan penetapan biaya berdasarkan Perda yang berlaku
dan perumusan proses pemeriksaan secara efektif dan terkoordinasi
sehingga menghemat biaya.
cix
e. Mengadakan optimalisasi sosialisasi secara baik mengenai analisa
lingkungan, dan dampak-dampaknya. Melaksanakan sosialisasi informasi,
pengawasan, dan perlakuan yang tegas.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis dapat memberikan saran-
saran sebagai berikut :
1. Perlunya sosialisasi tentang perijinan secara umum maupun khusus beserta
mekanisme idealnya dengan terencana secara holistik dan terpadu di
lingkungan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat dengan metode
pendekatan menjunjung tinggi perilaku budaya mengutamakan tata nilai
kehidupan yang berlaku.
2. Perlunya sosialisasi tentang kondisi riil maupun administratif dan hal-hal
mengenai Kota Surakarta dan identitasnya guna menumbuhkan perasaan ikut
memiliki masyarakat, menghilangkan gap informasi, mendorong masyarakat
untuk mendukung dan berpartisipasi dalam perencanaan maupun pelaksanaan
pembangunan. Cara rillnya adalah dengan mengintegrasikan upaya tersebut
pada pelaksanaan program-program yang sudah ada, misalnya website
Pemerintah Kota, penyediaan informasi pada program taman belajar di
beberapa kelurahan, tabloid keluaran Pemerintah Kota, melangkapi buku-
buku informasi yang diedarkan oleh Badan Komunikasi dan Informasi (BIK),
dll.
3. Perlu adanya kerjasama dan koordinasi antar lembaga di jajaran Pemerintah
Daerah Kota Surakarta serta membuka partisipasi publik malului mekanisme
yang ada (Muskelbang, Muscambang, Muskotbang), guna merumuskan Perda
khusus mengatur keberadaan BTS/RBS yang representatif memuat mengenai
prosedur, hak-hak dan kewajiban vendor, hak-hak masyarakat di sekitar
menara BTS/RBS kewajiban dan kewenangan pemerintah berkenaan dengan
pembangunan menara BTS/RBS. Disamping itu juga perlu dicermati
cx
keberadaan perda-perda berpengaruh lainnya misalnya Perda Bangunan yang
sedang dalam tahap revisi untuk dilaksanakan tindakan aktif supaya juga
mengakomodasi masalah menara BTS/RBS ini.
4. Adanya pemikiran mengenai pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR)
dari pelaku usaha yang diorganisir serta diarahkan secara baik oleh Pemerintah
Daerah guna menunjang pembangunan infrastruktur publik. Dengan demikian
dapat diharapkan kontribusi dunia usaha yang terukur dan sistematis dalam
ikut meningkatan kesejahteraan masyarakat.
cxi
DAFTAR PUSTAKA Dari Buku
C.S.T. Kansil. 2001. Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
H.B Sutopo. Kansil. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press
Koesmadi Hardjasoemantri. 2002. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta: Gajahmada Press
Philipus M. Hadjon.2002. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.Yogyakarta: Gajahmada University Press
R. Juniato. 1992. Perkembangan Pemerintahan Lokal. Jakarta: PT. Melton Putra
Utrecht.1994.Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Surabaya: Pusaka Tirtamas
Winarna Surya Adisubrata. 1999. Otonomi Daerah Di Era Reformasi. Yogyakarta: UUP AMP YKPN
Ni’matul Huda. 2006. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Ridwan HR. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada
J.R.T Simorangkir. 2002.Kamus Hukum. Jakarta : Sinar Grafika
Bapeda Kota Surakarta. 2006. Surakarta Dalam Angka 2006
Agustaf. 2005. Profil Surakarta The Real Java. Jakarta/Surabaya : PT. Exatama Mediasindo
Haryono. 2000. Ilmu Negara. Surakarta : UNS Press
Dari Makalah/Penelitian
I Gusti Ayu KRH. Waluyo. 2007. “Kajian Hukum Pembangunan Menara (Tower) Jaringan Telepon Seluler (BTS) di Kota Surakarta”. Penelitian. Difasilitasi Bagian Hukum dan HAM Sekretariat Daerah Kota Surakarta.
cxii
Tim Peneliti Citra Inti Semar. 2006. “Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) Pemberian Ijin Tempat Usaha dan Retribusi Ijin Gangguan Tempat Usaha (HO), Ketenagakerjaan Kota Surakarta”. Penelitian. Difasilitasi Bagian Hukum dan HAM Sekretariat Daerah Kota Surakarta.
Dari Koran
Pulsa. Hari Pitrajaya. “Nasib Industri Seluler di Tahun 2008” dalam Pulsa. Edisi 122 tahun V/2008/3-6 Januari : 44
Eddy Yuliarso. Sistem Telepon Selular Digital GSM. dalam Majalah Insinyur Indonesia, No. 23 Thn XV.
Dari Internet
Eka Putra, Cara Kerja Handphone. http://www.edukasi.net/artikel.pdf (07 April 2007)
Jiyoharjo Suwito. Telekomunikasi dan Upaya Menuju Masyarakat Informasi.
<http://www.kompas.com/kompas.cetak/0404/01/telkom/946310.htm
(versi cetak, Kompas: 04 April 2004).