pedoman teknis biogas kompos 2010
TRANSCRIPT
ii
PEDOMAN TEKNIS
PENGEMBANGAN USAHA
PENGOLAHAN KOMPOS DAN BIOGAS
TAHUN 2010
DITJEN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2010
i
KATA PENGANTAR
Pada tahun 2010 Ditjen PPHP mengalokasikan dana tugas pembantuan untuk
kegiatan Pengembangan Usaha Pengolahan kompos dan biogas di 12
Kabupaten/Kota. Kegiatan tersebut merupakan salah satu langkah kongkret
sebagai dukungan pemerintah untuk mendorong pengelolaan limbah pertanian
yang lebih baik dan menghasilkan produk berupa energi biogas serta kompos
yang berkualitas di perdesaan.
Dalam rangka memberikan arahan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut di atas
disusun Pedoman Teknis bagi pelaksana kegiatan pada setiap Propinsi atau
Kabupaten/Kota yang bersangkutan yang berisi mengenai aspek teknis, tahapan
pelaksanaan kegiatan, pembinaan/pengawalan dan pelaporan.
Lebih lanjut, berdasarkan Pedoman Umum Kegiatan PPHP tahun 2010 dan
Pedoman Teknis ini diharapkan setiap penanggung jawab kegiatan di Propinsi
atau Kabupaten/Kota dapat menyusun Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk
Teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan dimaksud dengan sebaik-
baiknya.
Akhir kata semoga dengan adanya Pedoman Teknis ini dapat menjadikan
kegiatan Pengembangan Usaha Pengolahan kompos dan biogas dapat
dilaksanakan dengan baik.
Direktur Pengolahan Hasil Pertanian
Ditjen PPHP,
Ir. Chairul Rachman, MM
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Sasaran/Output 2
BAB II. PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN LIMBAH BERBASIS
BIOGAS
4
A. Pengertian 4
B. Pemanfaatan Biogas 5
C. Penerima Bantuan 5
D. Spesifikasi Peralatan dan Bangunan 6
E. Pengelolaan Unit Pengolahan Biogas 10
BAB III. PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN LIMBAH BERBASIS
KOMPOS
11
A. Latar Belakang 11
B. Pengertian 12
C. Penerima Bantuan 12
D. Spesifikasi Peralatan dan Bangunan 13
E. Pengelolaan Unit Pengolahan Biogas 17
BAB IV. PENGADAAN 18
BAB V. PEMBINAAN 19
BAB VI. PELAPORAN 21
Lampiran 23
1
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan populasi penduduk mendorong peningkatan permintaan akan
energi, hal ini menyebabkan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta
permasalahan emisi dari bahan bakar fosil. Beberapa negara memberikan
perhatian besar untuk segera memproduksi dan menggunakan energi
terbarukan.
Salah satu permasalahan nasional yang kita hadapi dan harus kita
pecahkan/harus dicarikan jalan keluarnya pada saat ini adalah masalah energi,
baik untuk keperluan rumah tangga, maupun untuk industri dan transportasi.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah
telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006
tentang Kebijakan Energi Nasional. Kebijakan tersebut menekankan pada
pengembangan dan pemanfaatan sumber energi alternatif sebagai pengganti
bahan bakar minyak.
Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas yang dapat dihasilkan dari
pengolahan limbah organik pertanian seperti kotoran hewan (sapi, kerbau, babi,
kuda dan unggas) dan limbah pengolahan hasil pertanian melalui proses
anaerobik digestion.
Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kompor untuk memasak,
penerangan langsung menggunakan petromax biogas, menghasilkan energil
listrik melalui generator, dan penggunaan lainnya untuk kegiatan produktif di
perdesaan.
Selain diolah menjadi biogas, limbah pertanian juga dapat diolah menjadi
kompos dengan menggunakan teknik tertentu dan peralatan serta bangunan
2
penunjang yang memenuhi syarat. Hal ini dimaksudkan agar kompos yang
dihasilkan memiliki kualitas yang baik sesuai dengan standar dalam Peraturan
Menteri Pertanian Nomor: 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk
Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah.
Arahan untuk pengolahan dan pemanfaatan limbah pertanian menjadi biogas
dan kompos diharapkan dapat meningkatkan kemandirian energi masyarakat
diperdesaan dan tumbuhnya usaha produktif, selain itu diharapkan tercipta pula
kondisi lingkungan hidup yang lebih baik di perdesaan.
B. Tujuan
Tujuan kegiatan Pengembangan Usaha Pengolahan kompos dan biogas TA 2010
yang difasilitasi melalui dana Tugas Pembantuan Ditjen PPHP adalah:
a. Membangun unit pengolahan biogas skala rumah tangga di 12
Kabupaten/Kota, sebagai percontohan dan sekaligus dapat dimanfaatkan
langsung oleh Kelompok Tani/Peternak di wilayah yang bersangkutan.
b. Membangun unit pengolahan kompos di 12 Kabupaten/Kota sebagai usaha
produktif di Kelompok Tani/Peternak di wilayah yang bersangkutan.
c. Memotivasi masyarakat untuk mengembangkan dan menggunakan teknologi
pengolahan dan pemanfaatan limbah pertanian bagi penyediaan energi
ramah lingkungan berupa biogas serta penyediaan kompos berkualitas.
d. Meningkatkan peri kehidupan masyarakat serta mendorong berkembangnya
usaha produktif masyarakat melalui penyediaan energi secara mandiri di
perdesaan.
e. Mendorong tumbuhnya Desa Mandiri Energi (DME).
C. Sasaran/Output
Sasaran Pengembangan Usaha Pengolahan kompos dan biogas TA 2010 adalah:
a. Terbangunnya dan beroperasinya unit pengolahan biogas limbah ternak di 12
Kabupaten/Kota.
3
b. Tersosialisasinya program pengembangan Desa Mandiri Energi (DME) dan Bio
Energi Perdesaan (BEP), minimal pada 12 Kabupaten/Kota.
c. Tersosialisasinya teknologi biogas, khususnya dari limbah ternak.
4
BAB II.
PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN LIMBAH
BERBASIS BIOGAS
A. Pengertian
Salah satu sumber energi terbarukan yang berasal dari sumber daya alam hayati
adalah biogas dari kotoran ternak. Biogas merupakan sumber energi alternatif
yang ramah lingkungan dan terbarukan, dapat dibakar seperti gas elpiji (LPG) dan
dapat digunakan sebagai sumber energi penggerak generator listrik, petromak
biogas, penghangat ruang/kotak penetasan telur dll.
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik
oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob).
Komponen Biogas :
• ± 60 % CH4 (metana)
• ± 38 % CO2 (karbon dioksida)
• ± 2 % N2, O2, H2, & H2S
Kotoran dari 3 ekor ternak sapi atau 7 ekor ternak babi dapat menghasilkan
kurang lebih 2 m3 biogas per hari. Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain
ditampilkan dalam tabel berikut:
Tabel 1.
Nilai Kesetaraan 1 m3 Biogas Dengan Energi Lainnya
Volume Kesetaraan
1 m3 biogas
0,46 kg LPG
0,62 liter minyak tanah
3,5 kg kayu bakar
5
B. Pemanfaatan Biogas
Saat ini berbagai jenis bahan dan volume digester serta peralatan biogas telah
dikembangkan sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, jenis,
jumlah dan pengelolaan kotoran ternak yang akan dilakukan.
Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan biogas ditampilkan pada
gambar berikut.
Gambar 2.1.
Contoh Diagram Alir Pengolahan dan Pemanfaatan Biogas
Digester biogas dapat dibuat dari bahan plastik Polyetil Propilene (PP), fiber glass
atau semen, sedangkan ukuran bervariasi mulai dari 4 hingga 35 m3. Biogas
dengan ukuran terkecil dapat dioperasikan dengan kotoran ternak 3 ekor sapi, 7
ekor babi atau 500 ekor unggas.
C. Penerima Bantuan
Penerima bantuan fasilitasi Pengembangan Pengolahan Limbah Berbasis Biogas
diidentifikasi oleh Dinas yang bersangkutan dengan memperhatikan hal-hal sbb:
6
a. Bantuan diberikan kepada Kelompok Tani/Kelompok Peternak, penempatan
unit pengolahan biogas ditentukan oleh Kelompok yang bersangkutan dengan
berkonsultasi pada pihak Dinas.
b. Kelompok Kelompok Tani/Kelompok Peternak memiliki komitmen untuk
menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana yang diberikan.
c. Kepemilkan ternak:
- Untuk unit pengolahan biogas rumah skala kecil, Kelompok yang
bersangkutan harus memiliki ternak sapi minimal 3 ekor sapi atau 8 ekor
babi atau 5000 ekor ayam secara tetap sepanjang tahun yang dipelihara
dengan sistem kandang.
- Untuk unit pengolahan biogas skala menengah, Kelompok yang
bersangkutan harus memiliki ternak sapi minimal 15 ekor sapi atau 30
ekor babi atau 15.000 ekor ayam secara tetap sepanjang tahun yang
dipelihara dengan sistem kandang.
- Untuk unit pengolahan biogas skala besar, Kelompok yang bersangkutan
harus memiliki ternak sapi minimal 20 ekor sapi atau 80 ekor babi atau
45.000 ekor ayam secara tetap sepanjang tahun yang dipelihara dengan
sistem kandang.
d. Lahan dan pagar pengaman disediakan oleh Kelompok penerima bantuan.
e. Diutamakan Kelompok Tani/Kelompok Peternak yang sudah mempunyai atau
akan mengembangkan usaha pengolahan hasil pertanian dan/atau di daerah
terpencil.
D. Spesifikasi Peralatan dan Bangunan
a. Digester dan Alat Pemanfaatan Energi Biogas
Pemilihan digester biogas didasarkan pada ketersediaan ternak dan kebutuhan
pemanfaatan energi. Untuk itu, dapat dipilih biogas skala kecil, menengah atau
besar sebagai berikut:
i. Unit pengolahan biogas skala kecil:
Kapasitas/volume digester biogas: 3 - 5 m3
7
Bahan digester: plastik LDPE 200 mikron yang didesain khusus sebagai
digester biogas atau fiber glass dengan tebal 3-5 mm
Slang/pipa gas: plastik atau paralon PVC (disesuaikan dengan jarak
penyaluran biogas)
Penampung gas: plastik LDPE (bila diperlukan dan volume disesuaikan
dengan kebutuhan)
Peralatan penunjang lainnya.
ii. Untuk unit pengolahan biogas skala menengah:
Kapasitas/volume digester biogas: 6 – 12 m3.
Bahan digester: plastik LDPE 200 mikron yang didesain khusus sebagai
digester biogas atau fiber glass dengan tebal 3-5 mm
Slang/pipa gas: plastik atau paralon PVC (disesuaikan dengan jarak
penyaluran biogas)
Peralatan penunjang lainnya.
iii. Untuk unit pengolahan biogas skala besar:
Kapasitas/volume digester biogas: 13 – 20 m3.
Bahan digester: fiber glass dengan tebal 3-5 mm yang didesain khusus
sebagai digester biogas atau konstruksi semen.
Slang/pipa gas: plastik atau paralon PVC (disesuaikan dengan jarak
penyaluran biogas)
Peralatan penunjang lainnya.
Pemilihan alat pemanfaatan energi biogas disesuaikan dengan jenis digester,
ketersediaan biogas dan kebutuhan pengguna. Jenis alat yang dapat diigunakan
meliputi:
- Kompor biogas
- Petromax biogas
- Generator listrik dari biogas kapasitas 500 watt s/d 2.000 watt
- Peralatan lain yang digunakan sebagai sarana pemanfaatan energi biogas.
8
b. Konstruksi Saluran dan Penampungan Kotoran Ternak
Saluran kotoran ternak adalah saluran permanen yang digunakan untuk
menyalurkan kotoran ternak dari kandang ke digester biogas dan menyalurkan
limbah yang keluar dari digester biogas. Sedangkan penampung kotoran ternak
adalah bak permanen yang digunakan untuk menampung kotoran ternak
sebelum dimasukan ke dalam digester atau setelah keluar dari digester.
Spesifikasi konstruksi saluran dan penampungan kotoran ternak adalah sbb:
Saluran kotoran ternak terbuat dari bahan semen, pasir dan bata (plester);
lebar 30 cm; panjang saluran disesuaikan dengan jarak kandang dengan
digester biogas; diameter lubang 8-10 inchi.
Penampung kotoran ternak terbuat bahan semen, pasir dan bata (plester);
ukuran bak minimal 1x1x1m; diameter lubang 8-10 inchi.
c. Tata Letak Digester Biogas
Digester biogas diletakkan di dekat kandang dan saluran masuk (inlet) agar
kotoran dapat mengalir ke dalam digester biogas dengan mudah. Biogas yang
dihasilkan disalurkan langsung atau ditampung dalam penampung biogas
berbahan plastik sebelum dialirkan ke peralatan pemanfaatan biogas (kompor,
petromax, genset, dll)
Digester Biogas Plastik Penampung gas
Gambar 2.2.
Contoh Unit Pengolahan Biogas Menggunakan Digester Plastik
9
Digester Fiberglass Digester Semen
Gambar 2.3.
Contoh Unit Pengolahan Biogas
Menggunakan Digester Fiberglass dan Semen
Kompor Biogas Pompa Biogas Rice Cooker
Gambar 2.4.
Contoh Alat Pemanfaatan Biogas
Gambar 2.6.
Contoh Genset Biogas
10
E. Pengelolaan Unit Pengolahan Biogas
Kelompok tani/ternak yang mendapatkan fasilitasi kegiatan pengolahan biogas
harus bersedia mengoperasionalkan dan memelihara digester dan peralatan
biogas secara swadaya dan swadana.
Dalam pengelolaan tersebut Kelompok Tani/Ternak agar memperhatikan hal hal
sebagai berikut:
Secara rutin melakukan pengisian limbah ke dalam digester agar biogas
dihasilkan secara berkelanjutan.
Memanfaatkan biogas secara optimal untuk kegiatan rumah tangga dan
kegiatan produktif lainnya.
Memelihara digester dan peralatan biogas lainnya agar fungsinya tetap
optimal.
Melaporkan secara berkala setiap 6 bulan mengenai operasionalisasi
pemanfaatan biogas kepada Dinas Kabupaten/Kota.
11
BAB III.
PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN LIMBAH
BERBASIS KOMPOS
A. Latar Belakang
Kegiatan pertanian, baik budidaya (on farm) maupun pengolahan hasil (off farm)
akan menghasilkan produk utama dan limbah padat. Sebagai contoh, budidaya
padi akan menghasilkan produk berupa gabah dan limbah padat berupa jerami.
Contoh lainnya adalah pada pengolahan komoditas hortikultura, akan dihasilkan
produk berupa sirop, jus dan manisan buah serta dihasilkan limbah padat berupa
kulit buah atau sayur afkir. Sedangkan pada kegiatan peternakan, limbah padat
yang dihasilkan berupa sisa pakan, kotoran hewan (manure) dan lain-lain.
Limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan pertanian perlu diolah dengan baik
agar tidak mencemari lingkungan dan diupayakan dapat menjadi produk yang
memiliki nilai ekonomi. Salah satu pilihan pengolahannya adalah proses
pengomposan untuk menghasilkan kompos/pupuk organik.
Pemanfaatan limbah dengan menggunakan metode komposting merupakan
salah satu pengelolaan limbah yang mempunyai manfaat ditinjau dari berbagai
aspek diantaranya:
a. Aspek Ekonomi
Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah, mengurangi
volume atau ukuran limbah, dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada
bahan asalnya
b. Aspek Lingkungan
Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan mengurangi
kebutuhan lahan untuk penimbunan limbah.
c. Aspek Bagi Tanah dan Tanaman
Dapat meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur dan karakteristik
tanah, meningkatkan kapasitas serap air tanah, meningkatkan aktivitas mikroba
12
tanah, menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman dan meningkatkan
retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
B. Pengertian
Berdasarkan definisinya pupuk kompos atau pupuk organik adalah pupuk yang
berasal dari sisa tanaman dan/atau kotoran hewan yang telah melalui proses
rekayasa, berbentuk padat atau cair dan dapat diperkaya dengan bahan mineral
alami dan/atau mikroba yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik
tanah dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Dengan proses yang benar, kompos yang dihasilkan memiliki kuaitas yang baik,
aman digunakan dan memiliki nilai jual yang kompetitif. Pengembangan usaha
pengolahan kompos memerlukan sarana dan prasarana penunjang produksi
yang meliputi bangunan pengomposan, peralatan kerja, bahan baku penunjang
dan tenaga kerja. Sarana dan prasarana yang diperlukan harus disesuaikan
dengan bahan baku dan kapasitas produksi kompos.
C. Penerima Bantuan
Penerima bantuan fasilitasi Pengembangan Usaha Pengolahan Kompos
diidentifikasi oleh Dinas yang bersangkutan dengan memperhatikan hal-hal sbb:
a. Penempatan unit pengolahan biogas ditentukan oleh Kelompok yang
bersangkutan dengan berkonsultasi pada pihak Dinas.
b. Kelompok Kelompok Tani/Kelompok Peternak memiliki komitmen untuk
menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana yang diberikan.
b. Untuk unit pengomposan skala kecil, kelompok yang bersangkutan harus
memiliki sumber limbah pertanian dan/atau peternakan minimal 0,5
ton/hari secara tetap sepanjang tahun.
c. Untuk unit pengomposan skala sedangl, kelompok yang bersangkutan harus
memiliki sumber limbah pertanian dan/atau peternakan minimal 1 ton/hari
secara tetap sepanjang tahun.
13
d. Lahan untuk bangunan pengomposan disediakan oleh kelompok penerima
bantuan.
e. Diutamakan Kelompok Tani/Kelompok Peternak yang sudah mempunyai
atau akan mengembangkan usaha pengolahan hasil pertanian
D. Spesifikasi Peralatan dan Bangunan
a. Alat Pengomposan
Alat pengomposan adalah peralatan produksi untuk memproduksi kompos.
Peralatan produksi terdiri dari peralatan manual dan peralatan mekanis.
Peralatan yang digunakan terdiri dari:
i. Mesin pemotong/pencacah
Mesin pemotong adalah mesin untuk memotong atau mencacah bahan
baku yang berukuran panjang atau besar. Jumlah mesin yang dibutuhkan
1 buah.
Dimensi (p x l x t): 1.300 x 800 x 1.600 mm
Kapasitas potong: 300-500 kg/jam
Penggerak: mesin diesel 16 PK
ii. Peralatan Penunjang dapat terdiri dari uraian dibawah ini atau
disesuaikan dengan kebutuhan usaha yang direncanakan.
- Sekop sebanyak 4 buah
- Cangkul sebanyak 4 buah
- Pengayak sebanyak 1 buah (Dimensi: 100 x 170 cm, Bentuk: empat
persegi panjang, Konstruksi: list kayu, Penyaring: kawat besi ukuran 1
x 1 cm)
- Drum air sebanyak 1 buah kapasitas 1.000 liter
- Ember sebanyak 2 buah
- Gembor sebanyak 2 buah
- Sepatu boot sebanyak 5 pasang
14
- Jarum jahit karung sebanyak 2 buah
- Karung plastik sebanyak 100 buah
- Benang jahit karung secukupnya
Gambar 3.1.
Contoh Mesin Pemotong/Pencacah Kapasitas 300 – 500 kg/jam
Dan 800 - 1000
b. Bangunan Pengomposan
Bangunan pengomposan adalah bangunan yang digunakan untuk menampung
bahan baku, melakukan proses produksi, menyimpan produk dan menyimpan
peralatan produksi. Bangunan pengomposan memiliki luas 40 - 80 m2
disesuaikan dengan kapasitas produksi.
Proses pembuatan kompos hendaknya dilakukan didalam suatu bangunan
(bangunan sederhana / gudang) yang memenuhi persyaratan antara lain :
1. Beratap (asbes atau genteng), sehingga proses pembuatan kompos tidak
terkena sinar matahari langsung;
2. Ventilasi udara dalam bangunan cukup memadai, tidak minim udara
(pengab);
15
3. Lantai bangunan dapat beraerasi dengan baik, sebaiknya dasar lantai tanah
yang dipadatkan dan dilapisi oleh anyaman bambu atau kayu, sehingga aliran
udara dan cairan dari timbunan kompos ke dasar lantai dapat berlangsung
dengan baik;
4. Sebagian dinding bangunan sebaiknya tertutup rapat (terbuat dari bilik
bambu atau kawat kasa) guna menghindari terkena percikan air air hujan
(tapias), sedangkan sebagian lagi dapat dibuat disesuaikan dengan
kebutuhan;
5. Bangunan diberi pintu untuk menghalangi hewan masuk kedalam gudang
atau tempat pengolahan.
Bangunan kompos merupakan bangunan semi permanen dengan spesifikasi
minimal sebagai berikut atau disesuaikan dengan kebutuhan usaha
pengomposan yang direncanakan:
Tinggi bangunan: 4,5 m
Pondasi: 40 cm batu kali dan semen
Lantai: tanah dipadatkan dilapisi bambu belah
Tiang: kayu ukuran 8/16
Dinding: tembok / papan kayu setinggi + 40 cm dari dasar dan disekeliling
bangunan dipasang kawat ayam setinggi 150 cm.
Rangka atap: kayu ukuran 5/7
Atap: genting tanah liat /asbes.
Gambar 3.2.
Contoh Bangunan Kompos Tampak Samping
16
Gambar 3.3.
Contoh Bangunan Kompos Tampak Samping
BakBahan baku
Kompos(rumput, daun kering/basah,
sampah dll)
BakBahan baku
Siap olah(setelah di
cacah)
Gudang
Mesin pencacah
pen
gayak
8 m
10 m
Gambar 3.4.
Contoh Tata Letak Alat Pengolahan Kompos
Pada Bangunan Pengomposan
c. Lokasi Pengomposan
Pengomposan sebaiknya dilakukan di lokasi yang memiliki akses jalan yang baik
untuk mengangkut bahan baku dan produk. Selain itu dipilih lokasi yang dekat
dengan sumber bahan baku untuk menghemat tenaga atau biaya transportasi.
d. Bioaktivator Pengomposan
17
Bioaktivator adalah bahan yang biasanya berisi mikroorganisme untuk
membantu proses pengomposan. Bioaktivator dapat diproduksi sendiri dari
bahan-bahan yang ada disekitar lokasi seperti kotoran ternak, rumen, tape, dll
atau menggunakan bioaktivator yang tersedia dipasaran.
E. Pengelolaan Unit Pengolahan Kompos
Kelompok tani/ternak yang mendapatkan fasilitasi kegiatan pengolahan kompos
harus bersedia mengoperasionalkan dan memelihara bangunan dan peralatan
kompos secara swadaya dan swadana.
Dalam pengelolaan usaha kompos agar memperhatikan hal hal sebagai berikut:
Dikelola secara baik dengan membentuk struktur organisasi pengelola mulai
dari manager, tenaga operator, pemasaran, dll.
Biaya operasional dan pemeliharaan unit pengolahan kompos, termasuk
bahan bakar dan biaya operasional lainnya menjadi tanggung jawab
kelompok tani/ternak. Untuk itu pengurus usaha kompos harus menyusun
rencana kerja dan biaya yang dibutuhkan, teknis pengumpulan bahan baku,
teknis pembuatan kompos dan pemasarannya.
Kompos yang dihasilkan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan anggota
kelompok tani/ternak, dengan mengganti ongkos produksi. Kelebihan
produksi kompos dapat dipasarkan kepada masyarakat umum.
Membuat, mengarsipkan dan mengirimkan laporan operasional/produksi,
pemasaran dan keuangan yang baik dan benar kepada Dinas Kabupaten/Kota
minimal setiap 3 (tiga) bulan sekali, melalui petugas lapangan / tim teknis.
18
BAB IV.
PENGADAAN
Pengadaan/pembangunan unit pengolahan biogas dan kompos dilaksanakan
oleh Dinas Kabupaten/Kota atau Dinas Provinsi pelaksana Tugas Pembantuan
untuk kegiatan Pengembangan Usaha Pengolahan Kompos dan Biogas, sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan memperhatikan Petunjuk
Pelaksanaan ini.
Bahan bangunan dan peralatan yang digunakan diutamakan menggunakan
produksi dalam negeri atau atau produk yang menggunakan kandungan bahan
lokalnya tinggi, serta memiliki test report (hasil uji kualitas / efektifitas alat).
Pengadaan alat dari pihak ketiga harus sekaligus dengan paket teknologi yang
digunakan (formula, prosedur kerja, teknik pengoperasian alat, teknik
pemeliharaan dll).
19
BAB V.
PEMBINAAN, MONITORING & EVALUASI
Dalam pelaksanaan kegiatan fasilitasi dan pengadaan/pembangunan unit
pengolahan biogas dan kompos akan dilakukan kegiatan pembinaan, monitoring,
evaluasi dan pelaporan oleh petugas terkait kegiatan, di tingkat Propinsi dan
Kabupaten/ Kota sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya.
A. Tugas dan Tanggungjawab di Tingkat Propinsi
Dinas lingkup Pertanian/Peternakan Propinsi melaksanakan kegiatan sebagai
berikut :
Menyusun Petunjuk Pelaksanaan sebagai penjabaran dari Pedoman Teknis
yang disesuaikan dengan kondisi di daerah.
Melakukan koordinasi horizontal dan vertikal dengan instansi terkait.
Melakukan bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi kegiatan.
Menyusun laporan rekapitulasi pelaksanaan kegiatan yang dibuat oleh Dinas
lingkup Pertanian/Peternakan Kabupaten/Kota, selanjutnya disampaikan ke
Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen PPHP.
B. Tugas dan Tanggungjawab di Tingkat Kabupaten/Kota
Dinas lingkup Pertanian/Peternakan Kabupaten/Kota melaksanakan kegiatan
sebagai berikut :
Melakukan koordinasi horizontal dan vertikal dengan instansi terkait
Menyusun Petunjuk Teknis sebagai penjabaran lebih rinci dari Petunjuk
Pelaksanaaan dan Pedoman Teknis yang disesuaikan dengan kondisi di
daerah
Inventarisasi dan penetapan calon lokasi dan calon penerima kegiatan
Melaksanakan sosialisasi dan bimbingan teknis kepada para petugas di
lapangan dan kelompok tani/kelompok ternak pelaksana kegiatan
Membuat rancangan teknis
20
Mengusahakan alokasi dana APBD Kabupaten/Kota sebagai dukungan
sinergitas
Melakukan bimbingan supervisi, monitoring dan evaluasi kegiatan
Menyusun laporan perkembangan kegiatan secara periodik, disampaikan
kepada Propinsi dan tembusan ke Pusat (Direktorat Pengolahan Hasil
Pertanian Ditjen PPHP).
Melakukan pemantauan kinerja operasional usaha pengolahan kompos dan
melaporkannya secara periodik kepada Dinas Propinsi dengan tembusan
Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen PPHP.
21
BAB VI.
PELAPORAN
A. Laporan Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan
Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disusun setiap bulan oleh Dinas
Kabupaten/Kota yang merupakan laporan dari tahapan kegiatan yang telah
dilaksanakan seperti tertuang pada Lampiran 1. dan Dinas Propinsi menyusun
rekapitulasinya untuk selanjutnya dikirim ke Pusat.
B. Laporan Akhir Pelaksanaan Kegiatan
Laporan Akhir Pelaksanaan Kegiatan tingkat Kabupaten/Kota disusun oleh Dinas
Kabupaten/Kota setelah seluruh kegiatan selesai dilaksanakan. Laporan tersebut
disampaikan kepada Dinas Provinsi untuk selanjutnya Dinas Provinsi membuat
Laporan Akhir Pelaksanaan Kegiatan tingkat Provinsi bersangkutan dan
dikirimkan ke Pusat.
Format Laporan Akhir Pelaksanaan Kegiatan terdapat pada Lampiran 2. Laporan
juga memuat dokumentasi foto-foto kegiatan, minimal meliputi:
kondisi/keadaan sebelum dilaksanakan kegiatan (0%) pelaksanaan kegiatan
(50%) dan akhir kegiatan (100%).
C. Laporan Kinerja dan Operasional Pengolahan Kompos dan Biogas
Kelompok penerima bantuan wajib menyampaikan laporan kepada Dinas
Kabupaten/Kota mengenai kondisi unit pengolahan biogas dan unit pengolahan
kompos serta pemanfaatannya setiap 6 bulan atau sewaktu-waktu bila ada
permasalahan/perkembangan yang nyata (signifikan).
Dinas Kabupaten/Kota wajib menyampaikan laporan kinerja kepada Dinas
Provinsi dan melaporkan kinerja serta mempertanggungjawabkan akuntabilitas
22
kepada Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Ditjen PPHP sebagai pemberi
wewenang setiap 6 bulan.
D. Alamat Pengiriman Laporan ke Pusat:
Laporan dikirimkan ke alamat sbb:
Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil pertanian
Kementerian Pertanian
Gedung D Lantai 3, Kantor Pusat Kementerian Pertanian
Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan – Jakarta Selatan 12550
Telp/Fax: 021-78842569, 7815380 ext 5334
23
LAMPIRAN
24
Lampiran 1.
Outline Laporan Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Usaha Pengolahan Kompos dan Biogas Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian – Ditjen PPHP
Nama Satker :
Alamat :
Telp/Fax :
Kontak Person :
Telp & HP :
UPH
Nilai : Rp.
Tahun :
Jenis UPH :
Lokasi UPH
Nama Poktan/ Gapoktan
:
Alamat :
Telp/Fax :
Kontak Person :
Telp & HP :
Realisasi Keuangan : Rp. %
Realisasi Fisik Alat Bangunan Kapasitas Produksi / Luas Bangunan
Penguatan Modal Usaha Kelompok
:
Operasionalisasi UPH :
25
Produk UPH :
Kelembagaan UPH :
Kemitraan :
Masalah & Solusi Permasalahan Solusi
Catatan :
Tanggal Pengisian : Petugas : Tanda Tangan :
26
Lampiran 2.
OUTLINE LAPORAN AKHIR
PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN KOMPOS DAN BIOGAS
TA. 2010
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
C. Sasaran
II. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
B. Realisasi Fisik dan Keuangan
- CP/CL
- Lokasi Kegiatan
- Peralatan
- Bangunan
III. PENGELOLAAN UNIT PENGOLAHAN BIOGAS DAN KOMPOS
A. Unit Pengolahan Biogas
- Organisasi Pengelola
- Operasional dan Pemanfaatan Energi
- Pemeliharaan Digester, Saluran/Penampung Limbah dan Peralatan
B. Unit Pengolahan kompos
- Organisasi Pengelola
- Operasional
27
- Pemasaran
- Pemeliharaan Alat dan Bangunan
IV. PERMASALAHAN DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Permasalahan
B. Pemecahan masalah
VII. PENUTUP
Lampiran
- Foto pelaksanaan kegiatan
- Foto peralatan dan bangunan
- Desain digester biogas
- Desain bangunan pengomposan