pedoman polder perkotaan studi kasus banger

Upload: indah833

Post on 09-Oct-2015

87 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Banjir

TRANSCRIPT

Semarang polder guidelines, Volume 4: Case Study: Banger

Pedoman Polder PerkotaanVolume 4: Studi Kasus Polder Banger, Semarang

Semarang, Maret 2009PengantarEmpat buku pedoman tentang Pengembangan Polder Perkotaan telah selesai disusun dalam rangka Proyek Semarang (2007 - 2009). Ini adalah merupakan salah satu proyek dibawah nota kesepakatan (Memorandum of Understanding) antara Departemen Pekerjaan Umum dan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia denhgan Kementrian Transportasi, Pekerjaan uMum dan Pengelolaan Air serta Kementrian Tata Ruang, Perumahan dan Lingkungan Hidup Kerajaan Belanda. Empat buku pedoman terdiri dari: Aspek Umum, Aspek Kelembagaan, Aspek Teknik dan Studi Kasus Banger Polder di Semarang. Dukungan terhadap proyek ini diberikan oleh program Partners for Water dan Rijkswaterstaat dari Kerajaan Belanda.

Buku pedoman ini disusun oleh tim gabungan yang terdiri dari:

Indonesia:

Dr. Arie Setiadi Moerwanto, MSc, Research Centre for Water Resources; Ir. Moh. Farchan, M.T., Municipal of Semarang Planning Board; Mr. Fauzi, Local Public Works Municipal of Semarang; Ir. Suhardjono, M.Eng., Municipal of Semarang Planning Board; Paramesthi Iswari, S.H., HHSK. the Netherlands:

Prof. Bart Schultz, PhD, MSc, Rijkswaterstaat and UNESCO-IHE

F.X. Suryadi, PhD, MSc, UNESCO-IHE;

Mr. Martijn Elzinga, Rijkswaterstaat;

Herman Mondeel, MSc, Witteveen + Bos.

Masukan substansi pembuatan buku-buku pedoman pengelolaan polder perkotaan ini juga diperoleh dari Tim Proyek Percontohan Polder Banger. Konsep buku pedoman ini telah disajikan dan dibahas pada tiga Lokakarya dengan staf Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kota Semarang. Komentar-komentar yang diberikan pada ketiga lokakarya telah ditampung dan dimasukan ke dalam buku pedoman ini.

Pada kesempatan ini para penyususn ingin menyampaikan terima kasih yang setulus tulusnya kepada Departemen Pekerjaan Umum dan Pemerintah Kota Semarang, Water-board Schieland and the Krimpenerwaard, serta semua pihak atas dukungan serta masukan yang telah diberikan dalam penyiapan buku pedoman ini.

Kami semuanya dengan segala kerendahan hati berharap agar buku pedoman ini dapat memberikan kontribusi dan manfaat dalam meningkatkan pembangunan dan pengelolaan polder perkotaan di Indonesia.

Daftar IsiPengantariDaftar Isiiii1Pendahuluan12Polder Percontohan Banger di Semarang32.1Sejaran pengembangan sistem polder Semarang42.2Pemilihan Polder Percontohan Banger52.3Tata guna lahan Polder Percontohan Banger 72.4Pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Semarang dalam konteks wilayah sungai72.5Aspek sosial-ekonomi Polder Percontohan Banger82.6Aspek kebijakan, legal dan kelembagaan Polder Percontohan Banger102.7Dampak lingkungan pengembangan Polder Percontohan Banger123Interaksi tata guna lahan, pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger 143.1Identifikasi potensi dan kendala143.2Kerangka kerja perencanaan untuk Polder Percontohan Banger143.3Kerangka kerja pengembangan lahan dan air Polder Percontohan Banger173.4Pendekatan perencanaan tata ruang183.5Aspek sumber daya air Polder Percontohan Banger203.6Kondisi topografi wilayah293.7Aspek geo-teknik dan penurunan muka tanah (ambles) Polder Percontohan

Banger313.8Aspek lingkungan hidup Polder Percontohan Banger383.9Aspek kebijakan, sosial, ekonomi Polder Percontohan Banger404Struktur organisasi Polder Percontohan Banger424.1Tahap realisasi424.1.1 Initiasi pembentukan suatu Badan Polder424.1.2 Pembentukan Badan Polder424.2Tahap pengelolaan434.2.1 Organisasi pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger434.2.2 Tugas dan tanggung jawab Badan Polder Banger454.2.3 Stimulasi keterlibatan pemangku kepentingan454.2.4 Organisasi dan mekanisme kerja464.2.5 Pengembangan sumber daya manusia pada Badan Polder Banger465Aspek sosial dan pengembangan sumber daya manusia485.1Tahap realisasi485.1.1 Komunikasi dengan pemangku kepentingan Polder Percontohan Banger485.1.2 Komitmen pemangku kepentingan dan partisipasi dalam Polder Percontohan Banger485.2Tahap pengelolaan485.2.1 Pemerintah485.2.2 Komunikasi dengan pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan Banger485.2.3 Partisipasi pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan Banger495.2.4 Pengembangan sumber daya manusia535.2.5 Pengkajian dampak sosial546Aspek keuangan666.1Tahap realisasi666.1.1 Biaya untuk konstruksi, operasi dan pemeliharaan sistem pengelolaan tata air dan perlindiungan banjir Polder Percontohan Banger666.1.2 Aspek kelayakan Polder Percontohan Banger676.2Tahap pengelolaan706.2.1 Perencanaan anggaran dan alokasinya untuk Polder Percontohan Banger706.2.2 Identifikasi pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan Banger716.2.3 Sistem perpajakan dan penetapan tarif untuk Polder Percontohan Banger727Aspek hukum757.1Tahap realisasi757.2Tahap pengelolaan768Aspek desain sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger778.1Parameter dan kondisi setempat778.2Penerapan prinsip polderisasi Polder Percontohan Banger788.3Pra-sarana polder untuk Polder Percontohan Banger1008.4Perencanaan landskap dan tata guna lahan Polder Percontohan Banger1168.5Kondisi batas untuk desain sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger1168.6Penerapan pendekatan desain dan standard desain terhadap Polder Percontohan Banger1268.7Dampak penurunan muka tanah (ambles) dan kenaikan muka air laut pada pengelolaan sistem tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger1318.8Upaya mitigation1319Aspek konstruksi sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger1329.1Tanggul, bangunan pembuangan dan pengambilan air1329.2Sistem pengelolaan tata air Polder Percontohan Banger13710Pengelolaan, operasi dan pemeliharaan sistem tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger13910.1Operasi bangunan air13910.2Pemeliharaan sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger14010.3Kelembagaan dan tanggung jawab operasi dan pemeliharaan sistem tata air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger14410.4Partipasi pemangku kepentingan pada sistem pengelolaan tata air dan5perlindungan banjir Polder Percontohan Banger145Daftar Pustaka147LampiranIGlosarium1491 PendahuluanSejumlah besar kota dan pusat industri di Indonesia berlokasi di wilayah rawan banjir. Pada umumnya wilayah perkotaan ini mempunyai populasi yang juga tinggi. Resiko banjir 1) dapat meningkat akibat adanya penurunan permukaan tanah (ambles), peningkatan debit ekstrim sungai atau curah hujan ekstrim, atau dengan adanya kenaikan muka air laut. Sebagai konsekuensi dari phenomena tersebut, pada beberapa wilayah perkotaan banjir yang berulang secara beraturan dapat terjadi dan penggenangan dari beberapa cm sampai dm pada jalan jalan menjadi hal yang lumrah. Banjir ini dapat menyebabkan gangguan terhadap aspek sosial maupun pembangunan ekonomi dari wilayah yang bersangkutan secara signifikan. Hal ini juga dapat menyebabkan badan usaha atau niaga hengkang daerah yang terkena banjir tersebut. Salah satu solusi dari masalah ini adalah dengan membuat sistem polder. Suatu polder perkotaan terdiri dari bebrapa komponen yang saling terkait dan terpadu satu sama lain secara esensial. Komponen komponen utama ini adalah yang mencakup kelembagaan, sosial, teknik (desain, operasi dan pemeliharaan) dan lingkungan hidup.

Semarang adalah salah satu kota pesisir di mana masalah yang diutarakan di atas sudah sangat akut. Ini merupakan salah satu alasan bahwasanya suatu proyek polder percontohan diimplementasikan di wilayah Banger.

Dalam rangka proyek percontohan ini, empat buku pedoman sudah disiapkan, yaitu:

Volume 1: Aspek Umum;

Volume 2: Aspek Kelembagaan;

Volume 3: Aspek Teknik;

Volume 4: Studi Kasus Polder Percontohan Banger, Semarang.

Kata banjir dan kebanjiran seringkali dipergunakan dalam cara yang berbeda. Dalam buku pedoman ini perkataan tersebut akan didasarkan pada defenisi sebagai berikut:

Banjir adalah suatu kondisi yang sementara dari air permukaan (sungai, danau, alut), di mana muka air dan debit melampauhi suatu nilai tertentu, sehingga melampauhi tampungan normalnya. Tetapi ini bukan berarti akan menghasilkan kebanjiran (Munich-Re, 1997); Kebanjiran didefenisikan sebagai melimpasnya atau gagalnya tampungan normal dari suatu sungai, aliran, danau, kanal, laut atau akumulasinya air sebagai hasil dari curah hujan yang deras dikarenakan kapasitas pengaliran pembuangan yang tidak mencukupi atau terlampauhi, di mana keduanya akan mempengaruhi areal yang pada kondisi normalnya adalah tidak terendam (Douben and Ratnayake, 2006).

Volume 1, 2, 3 disusun sedemikian rupa di mana volume volume ini dapat dipergunakan dalam menunjang pengembangan dan pengelolaan polder perkotaan di Indonesia. Berdasarkan volume volume ini, studi teknik, desain dan pendekatan untuk membentuk suatu Badan Polder di Polder Percontohan Banger di Semarang dan Volume 4 ini disusun mencakup studi kasus polder percontohan Banger. Hal ini dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai suatu contoh mengenai pengembangan, operasi, pemeliharaan dan pengelolaan sistem tata air dan perlindungan banjir pada suatu polder perkotaan dan bagaimana ha ini dapat diatur dan diwujudkan. Perhatian akan diberikan pada hal hal sebagai berikut:

pengenalan terhadap polder percontohan Banger di Semarang;

interaksi tata guna lahan, pengelolaan tata air dan perlindungan banjir pada polder percontohan Banger;

struktur organisasi pada polder percontohan Banger;

aspek sosial dan pengembangan sumber daya manusia; aspek keuangan;

aspek hukum;

aspek desain sistem tata air dan perlindungan banjir polder percontohan Banger;

aspek konstruksi sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir polder percontohan Banger;

pengelolaan, operasi dan pemeliharaan sistem pengelolaan tata air dan perlindungan banjir polder percontohan Banger.2 Polder Percontohan Banger di Semarang Polder percontohan Banger terletak di bagian dalam dari Semarang. Dalam kerangka proyek polder percontohan Banger, misi dan visi dari polder sudah dirumuskan. Kawasan Polder Percontohan Banger dapat dilihat dalam Gambar 2.1.

Visi Polder Percontohan Banger:

partisipasi aktif para pemangku kepentingan;

mengurangi dampak banjir perkotaan.

Misi:

meningkatkan partisipasi aktif masyarakat guna meningkatkan efektifitas dan efesiensi pembangunan berkelanjutan di kawasan bersangkutan;

meningkatkan kapabilitas lembaga-lembaga lokal sebagai dasar pendekatan partisipatif pemangku kepentingan;

meningkatkan kapasitas manajerial dan teknik guna mengoptimalkan keikutsertaan para pemangku kepentingan dalam pembangunan.

Gambar 2.1. Wilayah Polder Percontohan BangerUntuk dapat menganalisis kondisi di dan prospek dari polder, semua data yang berhubungan dengan wilayah Polder Banger perlu dikumpulkan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.1 ditambah dengan data tambahan dari wilayah sebesar 20 m di luar batas polder.

2.1 Perkembangan historis sistem polder Semarang

Semarang digambarkan sebagai sebuah kota yang berada di tepian air, di mana masalah-masalah banjir terjadi karena turunnya permukaan tanah di kawasan pantai dan adanya kenaikan permukaan air laut. Sebagai akibat dari fenomena ini, terjadi banjir setiap hari dan genangan setinggi beberapa cm bahkan sampai desimeter merupakan pemandangan umum di sekitar pelabuhan Semarang. Hal ini menyebabkan gangguan serius kepada masyarakat, dan juga menyebabkan gangguan pada pengembangan ekonomi daerah secara signifikan juga menyebakan banyak perusahaan yang hengkang dari wilayah ini. Masalah-masalah ini sangat akut dan memerlukan perhatian serius dan harus segera ditanggulangi. Gambar skematik polder perkotaan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2.Tata letak skematik polder perkotaanIde memilih sistem polder perkotaan percontohan di Semarang adalah sebagai hasil dari kerja sama antara pihak pemerintah Indonesia dengan pihak Kerajaan Belanda dengan sasaran sebagai berikut:

pertukaran ilmu pengetahuan tingkat tinggi;

adaptasi teknologi dan metodologi dari pihak Belanda dengan meyediakan kegiatan stimulan; implementasi Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu dan Model Pengendalian Banjir dalam konteks perkotaan.

Untuk mendukung sasaran dan tujuan tersebut suatu polder percontohan dipilih dan dalam hal ini wilayah Banger di Semarang.2.2 Pemilihan Polder Percontohan Banger

Polder Percontohan Banger yang dipilih dengan mempertimbangkan saluran drainase utama yang melintasi kawasan itu, yaitu sungai Banger. Kawasan ini terletak di bagian Timur Laut Semarang. Kawasan percontohan meliputi Kecamatan Timur, yang rapat penduduk yang berjumlah kurang lebih 84,000 jiwa. Polder Banger meliputi areal seluas 527 ha.

Kawasan Polder Percontohan Banger dibagi ke dalam unit-unit administratif sebagai berikut: Kecamatan, Kelurahan, Rukun Warga (RW), dan Rukun Tetangga (RT). Pembagian tersebut ditampilkan dalam bentuk hierarki administratif yang ada saat ini seperti dalam Gambar 2.3. Gambar 2.3. Struktur administrasi wilayah Polder Percontohan Banger

Sebuah Kecamatan terbagi atas beberapa Kelurahan, dan Kecamatan Semarang Timur memiliki 10 buah kelurahan. Kelurahan adalah unit administrasi resmi yang paling rendah dan dipimpin oleh seorang Lurah. Sedangkan masing-masing Kelurahan terdiri atas beberapa Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Di kawasan Polder Percontohan Banger terdapat 77 buah RW dan 568 RT. Sebuah RT adalah kelompok kepala keluarga atau rumah tangga yang berhubungan erat satu dal lain, yang membentuk satu lingkungan tetangga, yang terdiri atas beberapa kepala keluarga. Kepala RT berada di bawah Lurah, tetapi mereka tidak memiliki tugas resmi. Sedangkan RW terdiri atas beberapa RT, tetapi biasanya tidak begitu penting dalam struktur administratif. Secara keseluruhan jumlah kepala keluarga di Kecamatan Semarang Timur berjumlah kurang lebih 17.000. Jumlah RW dan RT per Kelurahan di Kecamatan Semarang Timur dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Table 2.1. Kelurahan, Rukun Warga/RW dan Rukun Tetangga/RT di Kecamatan Semarang Timur (BAPPEDA, 2005)

NoKelurahanJumlah RWJumlah RT

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10Kemijen

Rejomulyo

Mlatiharjo

Mlatibaru

Bugangan

Kebon Agung

Sarirejo

Rejosari

Karangturi

Karangtempel11

7

6

9

7

4

8

15

5

577

44

42

64

67

27

50

130

27

40

Di sebelah luar bagian utara dari Kecamatan Semarang Timur, Kelurahan Tanjung Mas, masuk dalam Kecamatan Semarang Utara. Secara resmi, kelurahan ini tidak termasuk di dalam Polder Percontohan Banger, tetapi tergantung dari opsi desain teknik dan keinginan dari para warga, bagian dari Tanjung Mas dapat juga dipertimbangkan.Selain itu, kawasan pelabuhan Tanjung Mas merupakan salah satu pemangku kepentingan utama dikarenakan lokasi kawasan ini berada di perbatasan pantai polder, yang memiliki relevansi tinggi terhadap adanya kemungkinan lokasi pembangunan tanggul polder dalam kawasan administratif Tanjung Mas. Kelurahan Tanjung Mas merupakan salah satu komponen kelembagaan yang sejak awal sudah terlibat dalam kegiatan proyek kerjasama ini.

2.3 Tata Guna Lahan di Polder Percontohan Banger

Peta resmi tata guna lahan yang sudah dikumpulkan adalah peta tata guna lahan tahun 1993. Pada kawasan Banger Selatan, tata guna lahan didominasi oleh permukiman. Hanya ada sebuah areal kecil perniagaan dan industri. Sementara itu di dareah Banger utara, tata guna lahan terdiri dari rel kereta api (fasilitas umum), tambak dan lahan kosong. Tidak ada permukiman resmi di daerah ini. Kondisi terkini dari tata guna lahan di kawasan polder dapat dilihat pada foto-foto udara. Para pemukim telah menempati beberapa lokasi pada areal fasilitas rel kereta api. Hal ini terjadi karena pesatnya pertumbuhan urbanisasi di Semarang.2.4 Pengelolaan sistem tata air dan sistem perlindungan banjir di Semarang dalam konteks aliran sungai

Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu dapat diartikan sebagai suatu proses yang meningkatkan pembangunan yang terkoordinasi dalam pengelolaan air, lahan dan sumber-sumber lain yang terkait, guna memaksimalkan pengembangan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara merata tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistem yang vital. Dalam hal ini pengembangan Polder Banger dalam aliran sungainya harus dianggap sebagai pengembangan terkoordinasi dari sumber-sumber alam (udara, air, lahan, flora dan fauna) atas aliran sungai sebagai suatu kesatuan dengan tujuan menyeimbangkan kebutuhan manusia dengan keharusan melestarikan sumber-sumber daya alam guna menjaga keberlanjutannya. Pengembangan Polder Banger harus sejalan dengan tujuan utama pengembangan sumber daya air yaitu untuk pemanfaatan lahan dan air secara berkesinambunagn demi kesejahteraan semua pemakai air di sepanjang aliran sungai.

Proyek pengembangan sumber daya air di Indonesia harus berlandaskan Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber daya Air. Undang-undang ini mengatur tentang tanggung jawab dan tugas-tugas berkaitan dengan pemanfaatan, pengawasan, koordinasi dan konservasi sumber daya air. Untuk mengembangkan aliran sungai Jratunseluna secara berkelanjutan di mana Polder Banger berada di bawah wilayah aliran sungai ini, diperlukan lebih banyak koordinasi dan pengelolaan yang mencakup aspek-aspek berikut ini:

lahan dan air;

air permukaan dan air tanah;

aliran sungai dan lingkungan pantai dan kelautan di sekitarnya;

kepentingan hulu dan hilir sungai.

Untuk perencanaan dan pembuatan kebijakan Polder Banger, harus digunakan suatu pendekatan terpadu yang mempertimbangkan hal hal sebagai berikut:

kebijakan-kebiakan dan prioritas-prioritas yang mempertimbangkan implikasi sumber daya air;

ada keterpaduan lintas sektoral dalam pengembangan kebijakan;

para pemangku kepentingan diberi hak suara dalam perencanaan dan pengelolaan air, dengan perhatian khusus pada pemantapan partisipasi dan peranan kaum wanita serta warga miskin;

keputusan-keputusan yang berkaitan dengan air yang dibuat pada tingkat lokal dan aliran sungai harus sesuai dengan pencapaian tujuan nasional yang lebih luas;

perencanaan air dan strategi dipadukan ke dalam tujuan soial, ekonomi dan lingkungan yang lebih luas.

2.5 Aspek sosial-ekonomi Polder Percontohan Banger

Polder Banger akan melindungi 84.000 warga (yang, menurut data Biro Pusat Statistik Semarang, 38% di antaranya dianggap miskin dan hampir semua penduduk bekerja di sector informal perkotaan), 527 ha dan beberapa pemangku kepentingan penting seperti Perusahaan Kereta Api dan Pertamina. Di samping itu, beberapa perusahaan penting yang berdomisili di kawasan ini. Mereka akan mendapatkan manfaat di mana bisnis mereka akan berjalan lancar dan tidak terganggu oleh luapan air laut pasang (rob). Pihak terkait dalam kategori ini adalah sebagai berikut:

Perusahaan Milik Swasta

Kegiatan bisnis dalam bentuk toko dan sentra niaga terletak di kawasan polder yang mengalami genangan air. Industri manufaktur, khususnya, para pengguna air tanah, merupakan pihak yang memikul tanggung jawab atas penurunan permukaan tanah disebabkan aktifitas mereka yang mengambil dan menggunakan air tanah secara berlebihan.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

PT. Pelindo Indonesia, Kantor kantor di Daerah Perkatoran Pelabuhan Tanjung Mas

Genangan air disebabkan oleh air pasang (rob) terjadi di sekitar Pelabuhan Tanjung Mas, khususnya di sepanjang jalan Ronggowarsito dan Jalan Mpu Tantutlar di mana genangan tersebut menghalangi arus keluar masuk barang-barang ke luar dan ke dalam pelabuhan. Setiap tahun, penurunan permukaan tanah diperkirakan sebesar 6-10 cm, akan membuat luapan air laut (rob) tersebut lebih parah lagi. Jelas bahwa, genangan air tersebut akan mengganggu kegiatan pelabuhan, yang berperan sebagai pelabuhan utama dan pentingnya secara ekonomi bagi Semarang dan daerah-daerah lain di Provinsi Jawa Tengah. Proses bongkar muat peti kemas mungkin akan terganggu selama 2 hari dalam sebulan dan bahkan lebih. Karena itu, pertanyaannya adalah,Apakah arus barang, sebagai contoh, barang-barang ekspor (furniture), yang datang dari Jepara, Kudus dan Demak menuju ke pelabuhan, harus melalui sebuah jalan panjang? Ini sangat tidak produktif dan menggunakan route yang memakan waktu lama; kendaraan harus berputar melalui jalan by pass dan melewati Jalan Arteri Utara di bagian Semarang Barat guna menghindari luapan air pasang (rob). Sehingga akan sangat menguntungkan bagi PT. Pelindo Indonesia yang berkantor di Daerah Perkantoran Pelabuhan Tanjung Mas jika genangan air dan banjir tersebut dapat diatasi secara tuntas.

PT. Kereta Api Indonesia (PT KAI)

Rel kereta api yang tergenang air akan mengganggu jadwal keberangkatan kereta api dan menyebabkan kerugian kepada penumpang dan juga PT KAI. Upaya-upaya untuk meninggikan elevasi rel kereta api tentu saja akan memakan biaya sangat besar. Saat ini, 4.900 meter rel kereta api yang berlokasi di kawasan drainase pusat, yang menghubungkan stasiun Tawang dengan Pelabuhan Tanjung Mas, sudah merupakan masalah yang terus-menerus; karena rel kereta api tersebut tergenang air secara rutin. Karena itu, rel kereta api tersebut tidak dapat berfungsi secara optimal dan dapat disimpulkan bahwa periode umur ekonomisnya akan berakhir lebih pendek dengan potensi kerusakan yang lebih tinggi. Akan banyak keuntungan bagi PT KAI, jika banjir dan luapan air pasang (rob) tersebut dapat segera diatasi. PT KAI memiliki beberapa aset berharga, yang saat ini tidak dapat dieksploitasikan secara optimal karena asset-aset tersebut terletak di kawasan yang dilanda luapan air pasang (rob) tersebut. Di antara asset-asset tersebut antara lain berupa lahan (129 ha lahan di kawasan drainase pusat), pergudangan dan masih banyak lagi fasilitas-fasilitas lainnya.

PLN, PT Telkom dan PDAM

BUMN ini banyak memiliki saluran kabel (duck cable) yang melewati berbagai kanal drainase kota yang elevasinya tidak beraturan sehingga mengganggu kinerja saluran drainase. Ini juga disebabkan oleh banyaknya tumpukan sampah dan tempat pembuangan sampah disekitarnya. Hal yang serupa juga terjadi pada saluran-saluran rute pipa air PDAM.

2.6 Aspek kebijakan, hukum dan kelembagaan Polder Percontohan Banger

Perlu mengidentifikasi peraturan-peraturan, hukum dan aspek-asppek hukum terkait lainnya yang ada di Semarang sehubungan dengan perancangan dan pengembangan suatu polder atau pengembangan kota yang terletak di pesisir. Di samping itu, lembaga-lembaga potensial yang terkait dengan pengembangan polder di daerah Semarang juga sudah dikaji. Koordinasi dengan Pemerintah Kota Semarang dan BAPPEDA merupakan faktor yang sangat penting, terutama berkaitan dengan perencanaan tata ruang dearah Semarang dan pengembangan Polder Perkotaan Banger.

Peraturan perundang-undangan yang perlu diperhatikan adalah Keputusan Wali Kota Semarang No. 050.05/A.0257 tahun 2007. Di dalam Surat Keputusan ini dinyatakan dengan jelas semua peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar SK ini. Dalam SK ini dinyatakan dengan jelas pembentukan Tim Pelaksana Polder Banger di Semarang, yang terdiri dari Tim Pengarah dan Unit Pelaksana Proyek (UPP). Komposisi Unit Pelaksana Proyek (UPP) dan kelembagaannya dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Table 2.2. Komposisi Komite Pengarah dan Unit Pelaksana Proyek Polder Banger

NAMAJABATAN DALAM LEMBAGA

SAAT INIJABATAN DALAM TIM

H. Sukawi Sutarip, SH, SEWali Kota SemarangKetua Tim Pengarah

Drs. Soemarmo HS, MSiSekretaris Kota Semarang cSekretaris Tim Pengarah

Drs. Hadi PurwonoKepala BAPPEDA SemarangAnggota Tim Pengarah

H. Achmad Kadarisman, ST, MMKepala DPU SemarangAnggota Steering Committee (O&M, DED)

Drs. Suseno, MMKepala DPKD SemarangAnggota Tim Pengarah (Keuangan)

Nurjanah, SHKepala Bagian Hukum, Sekretariat Kota Madya SemarangAnggota Tim Pengarah (Organisasi & Per-UU)

Farchan, ST. MMKepala Bagian PPIII, BAPPEDA SemarangKetua Unit Pelaksana Proyek (UPP)

Ir. Suhardjono, M.EngKepala Sub-Bag. KIMPRASWIL, BAPPEDA SemarangSekretaris UPP

Nik Sutiyani, ST, MTKepala Sub-Bagian Pertambangan dan Energi, BAPPEDA SemarangAnggota Tim UPP ( O & M)

Kumbino, STKepala Seksi Drainase, DPU SemarangAnggota Tim UPP (O&M)

Heni Arustiati, SE, MMStaff DPKD, Kota Semarang Anggota Tim UPP (Keuangan)

Sutanto, SHStaff Seksi Per-UU, Sekretariat Kota SemarangAnggota Tim UPP (Organisasi and Per-UU/Legislasi)

Firdaus SetyawanKecamatan Semarang TimurAnggota Tim UPP (Organisasi)

Drs. Bambang Purnomo, AhtKecamatan Semarang UtaraAnggota TimUPP (Organisasi)

Ir. Fauzi, MTKepala Sub-Pelayan Sumber Daya Air DPU SemarangAnggota Tim UPP (DED- Perancangan Teknis)

Nurkholis, ST, MTKepala Sub Pelayanan Pengembangan Daerah, BAPPEDA SemarangAnggota Tim UPP (DED Perancangan Telnis)

Ir. Sugeng Yusianto, MTStaff BAPPEDA SemarangAnggota Tim UPP (DED -Perancangan Teknis)

Hardono, STStaff DPU SemarangAnggota TimUPP (DED -Perencangan Teknis)

Dwi Supriyadi, STStaff DPU SemarangAnggota Tim UPP (DED Technical setting)

Sedangkan tugas-tugas Tim Pengarah dan Unit Pelaksana Proyek Polder Banger seperti dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini.

Table 2.3. Tugas Komite Pengarah dan Unit Pelaksana Proyek Polder Banger

TIMTUGAS

Pengarah Merancang kebijakan mengenai perencanaan dan pelaksanaan sistem Polder Banger;

Memberikan bimbingan pelaksanaan tim UPP;

Memfasilitasi kerjasama antara UPP dan para pihak terkait;

Mengawasi dan mengendalikan pekerjaan UPP.

UPP Menyiap pembentukan kelembagaan Dewan Polder Banger di Semarang bekerjasama dengan masyarakat Banger dan penduduk bersama dengan HHSK ;

Membuat desain rekayasa detail Sistem Polder Banger bekerjasama dengan masyarakat Banger dan penduduk dan juga dengan konsultan Witteveen+Bos;

Melakukan konsultasi, koordinasi dan mensosialisasikan semua kegiatan berkaitan dengan Sistem Polder Banger kepada para pihak terkait;

Membuat laporan pelaksanaan Sistem Polder Banger dan kegiatan terkait lainnya dan laporan kepada Wali Kota Semarang.

Di samping itu, Undang-Undang No. 7 tahun 2004 mengenai Sumber Daya Air harus juga dipertimbangkan dan dijadikan landasan hukum dalam pengembangan sumber daya air di Semarang. 2.7 Dampak lingkungan pengembangan Polder Percontohan Banger

Dengan menutup muara sungai, intrusi air asin akan terhenti dan tidak akan ada lagi air asin dari laut masuk ke dalam Banjir Kanal. Dampak ini akan mempengaruhi ekologi kawasan tersebut.

Kondisi permukaan tanah dan zonasi perkiraan penurunan permukaan tanah (ambles) dapat dilihat pada Gambar 2.4 dan daerah-daerah yang potensial tergenang air ditampilkan pada Tabel 2.4.

Table 2.4. Daerah yang potensial tergenang

MALR(muka air laut rata-rata)AIR PASANG PURNAMADESAIN MUKA AIR

Tahunha%ha%Ha%

200657113045835768

2018323614057744484

2028429814478548993

Gambar 2.4.Elevasi muka tanah dan penurunan muka tanah (ambles)3. Interaksi tata guna lahan, pengelolaan air dan pengendalian banjir pada Polder Percontohan Banger

Identifikasi potensi dan kendala

Dalam suatu polder perkotaan,terdapat interaksi yang sangat kuat antara tata guna lahan, pengelolaan air dan perlindungan banjir. Interaksi ini dapat menjadi potensi dan juga dapat menjadi kendala bagi pengembangan polder;

Potensi

mengembangkan dan mereklamasi daerah pantai Semarang lebih ke arah laut. Pengembangan ini harus dilakukan secara terpadu yang akan mengakomodasikan tidak hanya pengembangan perkotaan tetapi juga pelabuhan dan kondisi lingkungan (banjir, erosi pantai/sedimentasi dan ekologi hutan bakau);

meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat melalui sistem sanitasi yang lebih baik;

melindungi dan meningkatkan kondisi lingkungan (pengendalian sampah padat, pembersihan air sungai).

Kendala kurangnya pengalaman dan pengetahuan dalam pengelolaan dan pengembangan zona pesisir secara terpadu;

kurangnya dukungan dana yang diperlukan untuk pengembangan;

kurangnya pengelolaan aliran sungai dan pengelolaan polder secara terpadu, yang dapat memainkan peran penting dalam penyediaan air tawar di kawasan tersebut dan juga dalam mengendalikan turunnya permukaan tanah (ambles).

Berdasarkan potensi-potensi dan kendala kendala tersebut di atas, jelas bahwa Polder Percontohan Banger dapat digunakan sebagai studi kasus di mana potensi dan kendala dapat memperlihatkan dan membelajarkan masyarakat lokal bagaimana mengelola air dan mengendalikan banjir dengan menerapkan dan mengoperasikan sistem polder.

Kerangka kerja perencanaan Polder Percontohan Banger

Kota-kota di Indonesia secara umum didesain dengan sistem drainase terbuka, di mana air hujan akan masuk ke dalamnya. Pemeliharaan sistem ini sering kali di bawah tingkat atau standard yang diperlukan. Di samping itu, sistem-sistem seperti ini sering tersumbat oleh sampah-sampah, seperti sampah plastik dan sebagainya. Akibatnya, air hujan dan air selokan tidak dapat mengalir dengan lancar. Di samping daerah penyimpanan air (retensi) tidak cukup tersedia, dan kadang-kadang sistem pompa juga tidak digunakan pada sistem drainase. Selanjutnya, perencanaan pada tingkat wilayah sungai hanya dikembangkan pada cakupan dan tingkat terbatas. Penggundulan hutan di bagian hulu menyebabkan terjadinya erosi lahandalam skala besar dan sedimentasi pada sistem aliran sungai, baik di daerah pedesaan mau pun di daerah perkotaan. Perluasan dan pengembangan kota-kota yang begitu cepat dan sering tidak terkendali sering ikut memperburuk kondisi, terutama berkaitan dengan penyediaan air untuk industri dan untuk air minum. Untuk memenuhi kebutuhan seperti itu, opsi terbaik adalah menggunakan air dari air sungai tetapi proses pengelolaan kualitas harus disediakan dan hal ini sangat mahal. Solusi lebih mudah adalah dengan menyedot air tanah tetapi ini akan menyebabkan turunnya permukaan tanah (ambles) secara serius. Untuk jangka panjang, penyedotan air tanah dan menurunnya permukaan tanah akan menyebabkan meningkatnya intrusi air laut ke dalam sistem air tanah dan pada akhirnya meningkatnya masalah banjir.

Untuk memecahkan masalah-masalah seperti di atas, dalam kerangka kerja perencanaan Polder Percontohan Banger, harus diterapkan suatu pendekatan terpadu dan menerapkan partisipasi masyarakat.

Tata guna lahan, perencanaan tata ruang dan kepemilikan lahan

Data pemetaan tata guna lahan, perencanaan tata ruang dan kepmilikan lahan di kawasan Polder Banger sudah dikumpulkan dari sumber-sumber berikut ini:

BAPPEDA Semarang;

Dinas PU Semarang;

Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (Pusair), Departemen Pekerjaan Umum (PU);

foto-foto udara (Google Earth);

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang tahun 2000- 2010, Pemerintah Kota Semarang, 2004);

Rencana Detail Tata Ruang Kota Semarang Bagian Wilayah Kota (BWK) I (Kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan Semarang Selatan) tahun 2000-2010, PemKot Semarang 2004).

Tata guna lahan dapat dirinci lebih lanjut sebagai berikut:

perumahan;

usaha-usaha kecil;

industri-industri;

pra-sarana (jalan-jalan/rel kereta api);

taman-taman dan lapangan olah raga;

kolam-kolam pemancingan;

air (saluran saluran).

Peta tata guna lahan seperti di atas dapat dilihat dalam Gambar 3.1.

Gambar 3.1.Peta tata guna lahan tahun 1993 dengan sistem drainase BangerPerencanaan tata ruang

perencanaan tata ruang yang ada untuk kawasan polder Kota Semarang (BAPPEDA);

rencana untuk pembangunan jalan-jalan;

gedung-gedung kosong di kawasan polder;

kepemilikan lahan;

kepemilikan lahan di dalam rencana kawasan polder Banger.

Kerangka kerja pengembangan lahan dan air Polder Percontohan Banger

Secara umum, proyek-proyek pengembangan lahan dan air harus sesuai dengan kebijakan pembangunan nasional atau regional. Proyek-proyek pengembangan lahan dan air dapat sangat berbeda dalam skala dan tipenya. Hal seperti ini merujuk kepada reklamasi dan pengembangan daerah baru dan juga peningkatan daerah-daerah yang ada. Berbagai pendekatan pembangunan dapat diterapkan. Perbedaan dapat dilakukan dalam hal-hal berikut ini:

pembangunan cepat berskala besar;

pembangunan perlahan berskala kecil.

Perbedaan dalam pendekatan timbul antara:

berbasis langsung sampai dengan tahap akhir;

pembangunan bertahap.

Polder Percontohan Banger dapat dikategorikan sebagai pembangunan perlahan berskala kecil dan juga berbasis langsung pada pendekatan tahap akhir.

Untuk peningkatan kawasan Polder Percontohan Banger, aspek-aspek yang akan memainkan peran adalah:

peran pemerintah pusat dan peran pemerintah daerah;

penentuan pilihan (opsi) peningkatan;

konsultasi dan komunikasi dengan para pemangku kepentingan;

pembentukan Badan Polder dan pengembalian modal kerja;

kepemilikan lahan.

Dalam peningkatan daerah-Banger yang ada saat ini, pemerintah secara umum memainkan peran pengarahan selama seluruh proses. Dalam hal seperti itu tingkat pemerintahan yang berbeda harus bekerjasama, dan dengan tanggung jawab yang berbeda pula. Dalam peningkatan daerah-daerah yang ada, berbagai opsi atau kombinasi dari opsi-opsi biasanya muncul, seperti:

sistem pengelolaan air, sistem jalan, atau sistem pengangkutan air;

perencanaan ulang tata guna lahan;

pembentukan kelembagaan sehubungan dengan pengelolaan polder;

perencanaan operasi dan pemeliharaan.

Pendekatan perencanaan tata ruang

Rencana Induk 2000-2010 akan digunakan di mana tata guna lahan berikut ini serta fungsi-fungsi diperkirakan akan memainkan peran:

Kelurahan Kemijen dan Rejomulyo. Fungsi Daerah ini adalah sebagai daerah perdagangan ditunjang oleh fasilitas-fasilitas khusus, daerah pemukiman, dan industri. Pengembangannya diarahkan kepada perdagangan grosir dan pergudangan;

Kelurahan Mlatibaru dan Mlatiharjo. Fungsi dominan daerah ini adalah sebagai daerah perumahan, didukung oleh daerah perdagangan dan daerah industri rumah tangga;

Kelurahan Kebon Agung dan Bugangan. Tata guna dominan adalah sebagai daerah perdagangan dan pelayanan, daerah pemukiman, dan daerah industri;

Kelurahan Sarirejo dan Rejosari. Tata guna lahan di daerah ini adalah untuk perdagangan, pelayanan, dan daerah pemukiman didukung oleh industri rumah tangga. Pengembangan diarahkan kepada perdagangan non grosir dan industri rumah tangga.

Kelurahan Karangturi dan Karang Tempel. Tata Guna Lahan di daerah ini adalah untuk perdagangan dan pelayanan serta daerah permukiman; dan pembangunannya diarahkan kepada perdagangan non grosir. Rencana Induk 2000-2010 dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2.Rencana Induk: wilayah Kecamatan Banger TimurKepemilikan lahan

Di daerah Banger Selatan, sebagain besar adalah lahan swasta dan perusahaan-perusahaan swasta. Di tengah-tengah kawasan Polder ada suatuareal yang dimiliki oleh Pertamina yang digunakan untuk depot distribusi minyak. Sedangkan, di daerah Banger Utara sebagian besar daerah itu dimiliki oleh PT. KAI (Perusahaan Kereta Api) dan PT. KAI memiliki lahan yang saat ini diduduki oleh para pemukim secara ilegal. Lihat Gambar 3.3.

Gambar 3.3.Kepemilikan lahan di wilayah Banger

3.5 Aspek-Aspek sumber daya air Polder Percontohan Banger

Beberapa arsip elektronik yang berisi sistem drainase yang ada telah dikumpulkan dari Dinas PU Semarang. Dinas PU Semarang telah membuat sistem drainase untuk seluruh kota Semarang, termasuk daerah Banger. Sistem drainase ini telah dibuat dalam format GIS (ARC view). Sebuah file AutoCad sudah dibuat untuk sistem drainase. Sistem drainase menjabarkan saluran drainase yang terdiri dari tingkat primer, sekunder dan tersier, dan arah saluran. Namun demikian, peta ini tidak berisi elevasi dasar dari masing-masing saluran dan bangunan hidraulik seperti pintu-pintu air, pompa-pompa, dan saluran-saluran untuk kabel listrik atau pipa. Survei tambahan perlu dilakukan untuk pekerjaan-pekerjaan desain selanjutnya. Peta sistem drainase yang ada di Banger dapat dilihat pada Gambar 3.4

Gambar 3.4.Sistem drainase yang ada saat ini di wilayah Banger(Witteveen+Bos, 2008)

Batas-batas Hidrologi

Perbatasan di sebelah selatan adalah Jalan Brigjen Katamso, bukan Jalan Sompok, karena:

daerah (antara Jalan Sompok dan Jalan Brigjen Katamso) sebagian besar adalah daerah pembuangan air ke Banjir Kanal Timur dan bukan ke Kali Banger;

daerah sebelah selatan dari Jalan Brigjen Katamso adalah masuk Kecamatan lain. Di lihat dari sudut pandang organisasi, mudah sekali untuk tidak memasukan daerah ini ke dalam kawasan polder;

daerah (antara Jalan Sompok dan Jalan Brigjen Katamso) adalah bagian dari sebuah kampung (kelurahan) dan tidak termasuk seluruh kampung. Dilihat dari sudut pandang sosial, akan lebih baik tidak meletakkan batas wilayah di dalam sebuah kampung.

Sekalipun batas polder adalah Jalan Brigjen Katamso, masih akan ada kebocoran yang datang dari daerah sebelah selatan melalui saluran-saluran untuk lintasan kabel listrik/pipa yang berada di bawah jalan. Karena alasan ini maka dibuat asumsi bahwa 75% dari kawasan sebelah selatan adalah pembuangan air ke Kali Banger. Daerah aliran adalah 0.75*40 ha = 30 ha.

Pengumpulan data sistem drainase yang ada meliputi hal-hal berikut ini:

saluran primer dan sekunder (kisi-kisi 50 m):

*dimensi-dimensi/penampang melintang saluran (luas pada tingkat permukaan, talud, tingkat dasar);* arah arus/aliran;

saluran untuk lintasan kabel listrik/pipa:

* dimensi-dimensi;

* elevasi dasar;

*panjang;

*kondisi ( baru, di tengah, perlu diperbaiki);

pintu-pintu air:

*elevasi ambang;

*elevasi dan lebar pintu air yang mungkin;

*kondisi (baru, di tengah, perlu diperbaiki),

*operasi (jam-jam dibuka, jam-jam ditutup per-hari (rata-rata);

pompa:

*tipe pompa dan kapasitasnya;

*muka air di hulu (rata-rata) dan juga muka air di hilir (rata-rata);

*kondisi (baru, di tengah, perlu diperbaiki);

*operasi (jam-jam terpakai per hari);

jembatan-jembatan;

*dimensi-dimensi tiang (jika ada);*tinggi lantai jembatan.Data meteorologi:

penelitian yang ada mengenai curah hujan;

data curah hujan selama 100 tahun terakhir (jika mungkin) di Semarang;

data penguapan harian selama 25 tahun terakhir;

data (kecepatan) angin.

Curah hujanTabel 3.1 menampilkan curah hujan untuk berbagai durasi dan kemungkinan terjadinya. Angka angka ini diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan fungsi distribusi Gumbel (maksimum per tahun), berdasarkan data tahun 1959-1966, 1976, 1978-2006 dari stasiun hujan otomatik Semarang (96835). Di dalam buku pedoman Volume 3: Aspek Teknik, prinsip dari fungsi distribusi Gumbel untuk berbagai durasi juga dijelaskan.

Tabel 3.1. Curah hujanl (mm) (Witteveen+Bos, 2008)

min.JamT2T5T10T25T50

1012429344146

153239475865

305063697682

60718894102108

287106129158180

392112138170193

6103135159191214

12114168192222245

24116180207241266

Analisis dengan metoda Gumbel ini juga dibandingkan dengan hasil studi terdahulu yang dilaksanakan oleh PU, lihat Tabel 3.2. Dari tabel ini sangat jelas kalau hasil studi terdahulu dan studi yang dilaksanakan oleh proyek Polder Percontohan Banger memberikan hasil yang sebanding.

Tabel 3.2. Hasil distribusi Gumbel dan studi terdahulu (mm/hari) untuk 24 jam (Witteveen+Bos, 2008)Kemungkinan terjadinya (per tahun)Studi terdahuluStudi proyek Banger: Gumbel

120116

1/5175180

1/25225241

Tabel 3.3 menyajikan analisis statistik untuk curah hujan di Semarang berdasarkan data hujan tahun 1977 - 2007.

Tabel 3.3 Rata-rata, maksimum dan minimum curah hujan bulanan untuk Semarang (1977 2007) (Witteveen+Bos, 2008)Curah hujan Semarang 1977 - 2007Maksimum hujan harian (mm) Rata-rata curah hujan bulanan (mm)Minimum curah hujan bulanan

(mm)

Musim hujan Desember 253 306 106

Januari 276 399 145

Februari 252 329 82

Maret 192 241 72

Transisi April 117 197 38

Mei141 156 26

Musim keringJuni 88 97 0

Juli 93 61 0

Agustus 77 58 0

September 130 90 0

Oktober 110 152 0

Transisi November 150 231 102

Rata-rata tahunan 2317

EvaporasiTabel 3.4 menampilkan rata-rata evaporasi bulanan. Evaporasi ini diperoleh dengan menghitung rata-rata evaporasi bulanan 1987-2006, berdasarkan data stasiun Semarang (96835).

Tabel 3.4. Evaporasi bulananBulanEvaporasi(mm/hari)

Januari3.60

Februari3.75

Maret3.98

April4.17

Mei4.17

Juni4.18

Juli4.88

Agustus5.45

September5.95

Oktober5.57

November4.52

Desember3.82

Perubahan iklim

The Intergovernmental Panel on Climatic Change (IPCC) sudah didirikan oleh WMO dan UNEP untuk menilai relevansi ilmiah, teknis, dan sosial-ekonomi untuk memahami perubahan iklim, dampak-dampak yang mungkin timbul dan opsi-opsi untuk adaptasi dan meringankan dampaknya (mitigasi).

Temperatur

Temperatur di Indonesia akan mengalami peningkatan, meskipun pemanasan diproyeksikan kurang dari pada rata-rata pemanasan global, karena pengaruh letak lokasi yang dekat dengan laut. Tabel 3.5 menampilkan peramalan pemanasan global di Indonesia.

Tabel 3.5. Perubahan temperatur di Indonesia (C, T = tahunan, H = Hujan, K = Kering)

Topik202020502080

THKTHKTHK

Pemanasan 1.051.121.012.152.282.013.033.232.82

Data hydrologi:

sistem air daerah sekitar: arah arus saluran di daerah sekitar polder;

muka air laut:

*muka air pasang (rata-rata dan tinggi) dan muka air laut rata-rata (MAR);

*gelombang laut, angin (arah, frekuensi terjadinya, kekuatan angin) dan kondisi gelombang.

Karasteristik pasang surut

Karasteristik pasang surut ditampilkan pada Tabel 3.6 (Daftar Pasang Surut 2006, Dinas Hidro-Oseanografi) yang menampilkan muka air maksimum dan minimum selama pasang purnama dan juga muka air pada saat pasang perbani.

Tabel 3.6. Karakteristik pasang surut (Witteveen+Bos, 2008)No. Kondisi pasang surut Singkatan Muka air(m+MAR)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.Air surut paling rendah pasang purnama

Air surut rendah rata-rata pasang purnama

Air surut rendah paling rendah pasang perbaniMuka air laut rata-rata (Mean sea level )

Air pasang paling tinggi

Air pasang tinggi rata-rata

Air pasang tertinggi pasang purnamaSRPA

RRPA

SRPI

MALR

APPT

PTRRPTPA-0.50

-0.37

-0.10

0.00

+0.10

+0.38

+0.50

Prediksi yang diterima umum untuk kenaikan muka air laut adalah 0.20 m dalam waktu 50 tahun, atau kenaikan 4 mm per tahun.Kenaikan muka air laut

Disebabkan oleh pemanasan global, muka air laut akan meningkat. The Intergovernmental Pannel on Climatic Change (IPCC) memproyeksikan kenaikan muka air laut global sebesar 0.19 m sampai dengan 0.58 m pada tahun 2100.

Gelombang laut

Suatu analisis gelombang laut sudah disarankan. Data untuk tekanan muka air laut ditentukan dari NCDC. Data tersebut diukur pada sebuah stasiun cuaca di daratan dan terdiri dari tekanan rata-rata per hari yang diambil dengan periode waktu 6 tahun, dari 1994 sampai dengan 1999 dan ditampilkan pada Gambar 3.5. Gambar ini menunjukkan tekanan permukaan air laut yang diukur di Semarang. Tekanan maksimum dan minimum masing-masing adalah 1.005 mBar dan 1.0017 mBar. Selisih antara tekanan muka air laut rata-rata yang diukur adalah 12 mBar. Sebagai suatu pendekatan konservatif, selisih maksimum adalah 20 mBar. Perbedaan dalam tekanan muka air laut sama dengan perbedaan dalam tekanan muka air laut, yaitu 0.20 m.

Gambar 3.5. Tekanan permukaan laut di stasiun cuaca Semarang (NCDC)Kenaikan muka air akibat angin

Suatu analisis kenaikan muka air akibat angin sudah dilaksanakan. Karena kecepatan angin yang berbeda, kenaikan muka air yang ditimbulkan angin juga bervariasi pada setiap kemungkinan terjadinya. Pada tahap ini, kecepatan angin dibulatkan dengan tingkat kenaikan muka air setiap 0.05 m dan menyajikan nilai-nilai yang direkomendasikan (nilai batas atas). Lihat Tabel 3.7.

Table 3.7. Kenaikan muka air akibat angin untuk berbagai kemungkinan terjadinyaKemungkinan terjadi (per tahun) Kecepatan angin

(m/d)Kecepatan angin

(m/d)

ARGOSSKecenderungan lebih ekstrimARGOSSKecenderungan lebih ekstrim Direkomendasikan

1/113.6150.150.190.20

1/1015.3170.190.240.25

1/10016.8200.230.330.35

1/1,00018.1220.270.400.40

Kenaikan muka air akibat angin (wind set up) untuk polder percontohan Semarang beradasarkan data ARGOSS dan gelombang pasang berdasarkan data dari NCDC. Tabel 3.8 memperlihatkan nilai-nilai yang direkomendasikan untuk kecepatan angin dan gelombang pasang untuk setiap kemungkinan terjadinya. Kecepatan angin hanya akan terjadi ketika air terperangkap, sehingga daerah tersebut akan menjadi:

tertutup;

relatif dangkal sehingga arus balik terbatas.

Tabel 3.8. Kenaikan muka air akibat angin berdasarkan data ARGOSS

Kemungkinan terjadi (per tahun)Direkomendasikan

Kecepatan angin

(m)Gelombang laut

(m)

1/10.200.20

1/100.250.20

1/1000.350.20

1/1,0000.400.20

Pada Gambar 3.6 ditarik dua opsi untuk suatu air dangkal teluk tertutup. Dalam hal ini perhitungan kenaikan muka air akibat angin (wind set up) digunakan garis sambung sebagai batas untuk domain tersebut; pada garis itu air akan lebih dalam, tetapi jangkauannya lebih panjang (33 km), mengakibatkan kenaikan muka air akibat angin yang juga lebih tinggi.

Gambar 3.6. Kemungkinan kondisi teluk yang tertutup dan panjang sumber angin

(Google Earth Pro)Pembuangan Internal di dalam polderRumah tangga menghasilkan air limbah di dalam wilayah polder. Sumber dari air limbah ini adalah berasal dari air tanah (yang disedot pada kedalaman yang dalam) atau dari air minum, yang berasal dari luar polder. Suatu indikasi pembuangan ini adalah sebagai berikut:

jumlah penduduk dalam kawasan mencapai 84.000 jiwa;

penggunaan air per orang: 185 l/hari;

jumlah penggunaan air: 15.500 m3/hari, tersebar di seluruh areal polder;

air limbah dari industri menengah dan kecil: 2.600 m3/hari;

produksi air limbah adalah 18.000 m3/hari (= 0.2 m3/d).

Areal lahanTabel 3.9 menampilkan berbagai lahan di wilayah polder. Berdasarkan atas asumsi-asumsi berikut ini, sebuah perbedaan dapat dibuat antara areal-areal aliran yang berbeda:

perumahan: 90% tertutup/, 10 % tidak tertutup/tidak tutup;

air: 100 % air terbuka;

lain-lain: 60 % tertutup, 40 % tidak tertutup.

Table 3.9. Tata guna lahan dalam ha (Witteveen+Bos, 2008)PerumahanAirLain lainTotal

Kemijen4294596

Rejomulyo380240

Mlatiharjo462755

Mlatibaru352340

Bugangan3421046

Kebon Agung340337

Sarirejo400646

Rejosari5531068

Karangturi350136

Karang Tempel562563

Total4152092527

Di Kemijen, sebagian besar daerah itu tidak disemen sampai saat ini. Pada waktu yang akan datang, daerah ini akan dikembangkan menjadi terminal peti kemas dan fasilitas-fasilitas pengangkutan lainnya. Asumsi juga dibuat untuk daerah ini bahwa 60 % akan disemen dan 40 % tidak akan disemen. Tabel 3.10 menampilkan luas area dengan kondisi permukaan yang berbeda.

Tabel 3.10. Areal kedap, tidak kedap dan air terbuka dalam ha (Witteveen+Bos, 2008)KedapTidak kedapAir terbukaTotal

Kemijen 6423996

Rejomulyo 355040

Mlatiharjo 467255

Mlatibaru 335240

Bugangan 377246

Kebon Agung 325037

Sarirejo 406046

Rejosari 5610368

Karangturi 324036

Karang Tempel 538263

Total project area 4287920527

3.6 Kondisi topografi kawasan

Pengumpulan data

Data topografi sudah dikumpulkan dari berbagai sumber sebagai berikut:

data digital elevasi muka tanah dengan kisi-kisi 50 m untuk polder, diukur selama 3 tahun terakhir, dengan tanda alam yang baik (tidak ada penurunan permukaan dari tanda alam atau patok tersebut);

data digital elevasi muka tanah dengan kisi-kisi 150 m di luar polder, dengan batas-batas kawasan polder sebagai berikut:

*sisi timur: Banjir Kanal Timur;*sisi utara: 300 m

*sisi barat: Jalan Empu Tantular, Jalan Merak, Kali Baru, Jalan Ki Mangunkarso, Jalan Erlangga Timur;

*sisi selatan: Jalan Sriwijaya;

*beberapa file elektronik juga telah dikumpulkan dari Dinas PU Semarang (DPU, 2006). Peta elevasi permukaan yang ada sekarang (model digital elevasi muka tanah) di Semarang dibuat pada tahun 2000 oleh Indra Karya sebagai konsultan untuk Rencana Induk drainase Semarang. Model ini ditentukan oleh titik-titik ketinggian dan garis-garis kontur ketinggian. Di kawasan polder percontohan, titik-titik ketinggian ini sangat padat adanya.

Peta elevasi permukaan tanah di kawasan polder percontohan dapat dilihat pada Gambar 3.7. Pada bagian utara kawasan (sebelah Utara Jl. Citarum) sebagian di bawah elevasi muka air laut rata-rata (MALR). Elevasi permukaan tanah berada di antara 0.8 m-MAR dan +0.6 m+MAR. Di bagian tengah (antara Jl. Kartini dan Jl. Citarum), elevasi permukaan tanah di atasMALR: 0.00+MAR sampai dengan +1.6m+MAR. Di sebelah selatan (sebelah Selatan Jl.Kartini) relatif tinggi, 1.6 m sampai dengan +6.1 m+MAR.

Perlu diperhatikan bahwa ada kemungkinan data yang diperoleh sudah tidak tepat lagi karena dua alasan, yaitu:

penurunan permukaan tanah (ambles);

permukiman di kawasan tersebut, yang digunakan untuk survei.

Karena itu, untuk mengecek apakah data tersebut di atas masih sahih atau tidak, perlu dilakukan survei ulang.

Gambar 3.7. Kondisi topografi wilayah Banger (Witteveen+Bos, 2008)3.7 Aspek Geo-teknik dan penurunan permukaan di kawasan Polder Percontohan Banger

Bagian sebelah utara Kota Semarang terdiri atas tanah datar alamiah, yang melebar dari barat ke timur. Lebar di bagian barat adalah 4 km, 7 km di bagian tengah dan 12 km di bagian timur. Sedangkan tanahnya terdiri atas endapan (deposit) tanah dan pasir (alluvial) yang terbawa dari sungai-sungai dan anak-anak sungai. Tanah ini terdiri atas tanah liat, pasir, endapan lumpur (silt) dan batu kerikil (gravel). Polder Banger adalah bagian dari kawasan alluvial. Bagian tengah pusat Kota Semarang (di sebelah selatan Polder Banger) terdiri atas Formasi Damar. Formasi ini terdiri dari batu endapan (sedimen), batu volkanik, batu aliran lava, batu intrusi dan juga batu pyroclastik.

Data geo-hidrologi dan geo-teknik

tipe permukaan tanah dan lapisan tanah liat lebih dalam (Tabel 3.11);

tabel air tanah ari akifer dan air tanah phreatik (data selama 5 tahun terakhir);

penyedotan air tanah saat ini di Semarang;

data geo-teknik yang diperlukan untuk konstruksi tanggul.

Tabel 3.11 Lapisan tanah dan jenisnya (Witteveen+Bos, 2008)Kedalaman

(m)NamaBatas cair(%)Batas plastis(%)Indeks plastisitas(%)Kandungan air alamiah(%)Rasio rongga

darisampai

0

25

>7525

75

Tanah liat sangat lunak

Tanah liat berlempung sangat kaku

Lempung berpasir yang sangat kerast80 -120

80 110

-

30 40

30 40

-40 90

40 80

-40 80

30 50

-1 - 2

1 - 1.5

-

Profil tanah, stratifikasi tanah lapisan bawah dan parameter tanah dapat dilihat pada Tabel 3.12 di bawah ini.Tabel 3.12. Profil tanah (Witteveen+Bos, 2008)Kedalaman (m)Uraian

darisampai

0

25

> 7525

75

Tanah liat laut lembut, SPT blow counts bervariasi antara 3 10 blows/m. Tanah liat setengah kaku s/d tanah liat kaku; SPT blow count kurang lebih meningkat dengan kedalaman dari kira-kira 30 blows/ft s/d 80 blows/m Endapan Lumpur keras berpasir /lapisan batu endapan lumpur

Geo-hidrologi Polder Banger

Hidrologi Polder Banger dapat lihat pada Gambar 3.8. Lapisan atas terdiri atas endapan (deposit) tanah liat alluvial, pasir dan endapan lumpur. Ketebalan lapisan ini adalah 65 m. Muka air tanah berkisar dari 2 m-permukaan di daerah sebelah utara sampai 4 m-permukaan di sebelah selatan dari kawasan proyek.

Gambar 3.8. Geohidrologi Polder Banger (Witteveen+Bos, 2008)Di bawah lapisan ini, terdapat dua akifer, yaitu:

akifer endapan Delta Garang. Ini adalah akifer bagian atas, yang terdiri atas batu breccia volkanik, di kedalaman 65 m-permukaan. Ketebalannya 10 m. Kemampuan mengalir akifer adalah 20 1000 m2/hari. Akifer ini biasa naik ke permukaan (artesian), tetapi karena penyedotan air tanah, tekanan hidraulik tertarik lebih rendah sampai di bawah tingkat permukaan air laut dan bahkan lebih rendah. Tekanan hidraulik turun lebih rendah dari 5 m-permukaan pada tahun 1980 menjadi 17 s/d 25 m -permukaan.

akifer endapan Coast quaternary. Ini adalah akifer kedua, lebih rendah, dengan kedalaman 85 m-permukaan. Ketebalannya 10 m dan kemampuan pengaliran (transmissibility) adalah 100 500 m2/hari. Tekanan hidraulik adalah 13 s/d 25 m+permukaan.

Penyedotan air tanah

Penyedotan air tanah dimulai pada tahun 1842 di kawasan Fort Wilhelm I (sekarang dikenal sebagai Pelabuhan Tanjung Mas). Pada tahun 2000 jumlah sumur dalam yang terdaftar ada 1029 unit dengan total volume 39 juta m3/tahun (Siswanto dan Susilo, 2000). Jumlah sumur meningkat 14% per tahun, tetapi peningkatan volume air disedot meningkat hampir 34 %/tahun. Penyedotan air tanah oleh sumur-sumur dalam di kawasan Semarang dapat dilihat pada Tabel 3.13.

Sedangkan, lokasi sumur-sumur dalam diperlihatkan pada Gambar 3.9. Penyedotan air tanah dapat menyebabkan naiknya permukaan air laut (up coning) yang masuk pada kedalaman yang lebih dalam. Penyedotan air tanah terjadi di kawasan industri, perkantoran dan perumahan. Lapisan atas digunakan untuk air baku PDAM (persediaan air) dan juga digunakan untuk air minum pribadi/swasta. Lapisan kedua, lapisan yang lebih dalam, digunakan untuk penyedotan keperluan industri-industri. Karena laju penyedotan air tanah melebihi dari laju pengisian kembali, tekanan hidraulik dari akifer menjadi lebih rendah.

Gambar 3.9. Lokasi sumur air tanahs

Tabel 3.13. Debit pengambilan air tanah dengan sumur dalam (Witteveen+Bos, 2008)TAHUNJUMLAH SUMURPENYEDOTAN AIR TANAH

M3/hari/sumurM3/hariM3/tahun

19001673.11,170427,050

19101872.81,310478,150

19201877.81,400511,000

19322857.51,610587,650

1982127295.037,46013,672,900

1985150293.844,06416,083,360

1990260236.861,57022,473,050

1995316234.674,13027,057,450

1996659122.380,59429,416,810

1997745129.996,79835,331,270

1998776127.698,99836,134,270

19991060103.3109,53139,978,815

20001029104.3107,36939,189,685

Konservasi air tanah

Siswanto dan Susilo (2000) membagi konservasi air tanah di Semarang berdasarkan atas kriteria sebagai berikut:

total volume air yang disedot;

maksimum penurunan air tanah (Kedalaman dan laju penurunan);

degradasi maksimum kualitas air tanah;

dampak negatif terhadap lingkungan.

Berdasarkan atas kriteria di atas, kawasan Semarang dibagi menajdi 6 zona konservasi seperti dalam Gambar 3.10 di bawah ini.

zone 1: zona kritis, yaitu zona yang terletak di pinggir pantai yang ditutupi oleh endapan (deposit) alluvial dan dipisahkan oleh kontur piezometrik dengan ketinggian 20 m-permukaan. Penurunan permukaan tanah juga terjadi di kawasan dengan cepat. Tingkat permukaan air tanah di kawasan ini 22 30 m dan kedalaman akifer berkisar 30 150 m. Penyedotan dari akifer terbatas pada 100 m3/hari. Polder Percontohan Banger terletak di zona kritis ini; zona 2: Zona berbahaya, yaitu zona yang berlokasi dekat kawasan pantai tertutup oleh suspensi alluvial dan dipisahkan oleh kontur piezometrik dengan ketinggian 10 20 m-permukaan. Zona ini merupakan daerah penyangga (buffer zone) bagi zona kritis. Kedalaman akifer di kawasan ini berkisar 30 90 m-permukaan dan penyedotan air tanah dari akifer terbatas pada 60 m3/hari; zona 3: zona aman 1, yaitu zona yang berdekatan dengan pantai ditutupi oleh suspensi alluvial dan lembah yang ditutupi oleh batu-batu volkanik dari formasi Damar, dengan kontur piezometrik kurang dari 10 m-permukaan. Penyedotan air tanah untuk industri masih diizinkan dengan syarat penyedotan berada pada akifer dengan kedalaman 30 m dan maksimum penyedotan 150m3/hari;

zona 4: zona aman 2, yaitu zona yang terletak di kawasan perbukitan terdiri atas batu-batu volkanik tua dari formasi Damar dengan suspensi breccia dari gunung Ungaran. Muka air tanah berkisar antara 15 51 m-permukaan. Akifer produktif memiliki kedalaman lebih dari 60 m. Penyedotan air tanah untuk industri masih diizinkan, jika disedot dari akifer yang memiliki kedalaman lebih dari 60 m dan dengan maksimum penyedotan 200 m3/hari;

zona 5: zona aman 3 (V), yaitu zona yang berlokasi di lembah gunung Ungaran ditutupi oleh batu-batu volkanik tua dan batu-batu volkanik muda yang dibentuk oleh gunung Ungaran dari lava Andesit dan Bassalt, breccias dan lahar dingin. Muka air tanah berkisar 1 s/d 27 meter dari permukaan. Kedalaman akifer adalah antara 20 80 m dari permukaan. Zona ini berfungsi sebagai daerah pengisian kembali.

zona 6: zona aman 4 (VI), yaitu zona yang terletak di pusat kota dan di sebelah tenggara Semarang, berlokasi di kawasan berbukit, ditutupi oleh batu-batu endapan (sedimen) tersier, batu (tanah) liat, napal, batu pasir, batu konglomerat, breccias, dan batu kapur. Air asin ditemukan di beberapa sumur di daerah ini.

Gambar 3.10. Zona konservasi air tanahPenurunan permukaan tanah (ambles)

Seperti diketahui bahwa penurunan permukaan tanah terjadi di bagian utara Kota Semarang. Beberapa penelitian sudah dilakukan pada waktu yang lalu. Banyak penelitian juga telah dilakukan mengenai sistem air tanah, dengan tujuan yang berbeda tetapi penyedotan air tanah yang berlebihan telah diidentifikasi sebagai penyebab utama dari penurunan permukaan tanah. Pengumpulan data meliputi hal-hal berikut ini:

riset yang ada mengenai penurunan permukaan tanah (ambles);

elevasi permukaan air tanah selama 50 tahun terakhir (jika ada);

penyedotan air tanah selama 50 tahun terakhir.

Pedoman ini menggambarkan dan membandingkan hasil beberapa penelitian dan laporan-laporan serta prediksi penurunan permukaan tanah pada waktu yang akan datang. Data dan peta juga telah dikumpulkan dari sumber-sumber berikut ini:

pengukuran batas di atas permukaan laut (benchmark) oleh JICA, 1997 dan pengukuran benchmark oleh Rencana Induk Drainase Perkotaan Semarang (Semarang Urban Drainage Master Plan/SUDMP), 2000;

proyek Rencana Induk drainase perkotaan Semarang, Jilid 2, oleh PT. Indah Karya, 2000; pengkajian Banjir dan sistem drainase dan efek penurunan air tanah Kota Semarang, oleh PU, 2001;

pengukuran elevasi bollard-B dan bollar-T pada kawasan PT. Sriboga Ratu Raya Pelabuhan Tanjung Mas dengan TTG-449 Srondol Semarang, oleh Politeknik Negeri Semarang, 2005;

pemantauan Penurunan Permukaan Tanah di Semarang, Indonesia, oleh Muh. Aris Marfai-Lorenz King, Journal of Environmental Geology, Springer Berlin/Heildelberg.

Tingkat penurunan permukan tanah berkisar antara 5 cm/tahun di kawasan bagian selatan sampai dengan 9 cm in kawasan bagian Utara. Penurunan permukaan tanah tersebut sebagian besar disebabkan oleh penyedotan air tanah.

Sebagai ringkasan, prediksi tingkat penurunan permukaan tanah di Banger diperlihatkan pada Gambar 3.11 (Witteveen+Bos, 2008).

Gambar 3.11. Pra-kiraan penurunan permukaan tanah (ambles) di wilayah BangerPenurunan permukaan tanah disebabkan menurunnya air tanah akan berlangsung terus jika penyedotan di atas kapasitas pengisian kembali air tanah terus berlangsung. Karena itu harus ada pengendalian dan pembatasan penyedotan air tanah untuk keperluan industri atau permukiman, yang memerlukan perhatian penuh dari pemerintah.

3.8 Aspek-aspek lingkungan Polder Percontohan Banger

Pengumpulan data mengenai aspek-aspek lingkungan meliputi fasilitas-fasilitas sanitasi yang ada saat ini dan sistem pengelolaan sampah.

sanitasi

*lokasi dan tipe sistem sanitasi (seperti: septik tank);

*jumlah pemakai per sistem sanitasi;

*pemeliharaan dan umur sistem sanitasi;

*tingkat kepuasan para pemakai.

wabah/penyakit yang berhubungan dengan sanitasi, sumber-sumbernya dan kualitas air (nutrisi, logam berat).

Sampah padat

Sampah padat rumah tangga dikumpulkan dalam keranjang sampah di setiap rumah tangga. Kemudian, petugas sampah akan mengambil sampah padat tersebut dan membawanya ke tempat penimbunan sampah sementara (TPS). Di tempat ini, limbah padat tersebut akan dimuat ke dalam truk-truk sampah dan dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Jatibarang di kabupaten Mijen. Volume sampah padat tersebut diperkirakan mencapai 175 m3/hari. Proyek ini menunjukkan bahwa warga menyadari masalah-masalah yang berkaitan dengan sampah padat (berkaitan dengan kesehatan dan lingkungan) dan ingin memberikan kontribusi atau membayar iuran untuk sistem pengelolaan sampah padat tersebut.

Intrusi air laut

Intrusi air laut yang disebabkan oleh eksploitasi akifer yang berlebihan. Air tawar yang terkontaminasi dengan 5% air laut tidak lagi dapat digunakan untuk tujuan-tujuan umum seperti air minum, pertanian dan peternakan. Gambar 3.12 diperlihatkan kerucut di mana zona percampuran antara air tawar dan air tanah asin, tanpa adanya peyedotan air tanah.

Gambar 3.12. Zona percampuran air tanah asin tanpa penyedotan air tanahSedangkan, naiknya permukaan air tanah asin, disebabkan oleh adanya penyedotan air tanah diperlihatkan dalam Gambar 3.13. Dalam Gambar 3.13 tersebut diperlihatkan kerucut di mana kenaikan air asin berada dan juga kerucut di mana terjadinya penurunan tekanan.

Gambar 3.13.Percampuran air tanah asin akibat adanya penyedotan air tanahEkologiUntuk meningkatkan kualitas air dan alasan-alasan estetik (sosial), sangat mungkin membuat suatu sungai lebih ekologis, dengan zona hijau sepanjang sungai yang ditumbuhi oleh tanaman-tanaman (air) dan pepohonan, atau mungkin dibuatkan sebuah taman rekreasi. Zona hijau ini juga dapat berfungsi sebagai retensi atau dengan sistem zonasi. Selama dengar pendapat dengan warga, beberapa warga mengisyaratkan keinginan mereka untuk memiliki sebuah daerah aliran sungai yang lebih hijau. Namun demikian, risiko yang perlu dipertimbangkan adalah profil ekologi sungai yang hijau tersebut mungkin akan digunakan untuk permukiman pada waktu yang akan datang atau bahkan sebagai lokasi tempat pembuangan sampah.

Tambak ikanMemancing dan menjual ikan bandeng merupakan sumber penting pendapatn para nelayan. Habitat ikan bandeng adalah air yang payau. Dalam konsep polder, air yang payau akan berubah menjadi air tawar. Akibatnya adalah, populasi ikan bandeng akan menyusut atau bahkan akan menyebakan species ikan ini akan punah. Karena itu, dalam desain konseptual, akan dilakukan penilaian antara:

mengubah menjadi memancing dan menjual ikan air tawar; atau

memasukan air laut ke dalam kolam-kolam ikan.

Untuk mencegah agar ganggang tidak tumbuh terlalu banyak, sistem pengelolaan air tambak harus memiliki kemampuan membersihkan, dan ini harus dilaksanakan secara cermat.

3.9 Aspek Kebijakan dan Sosial-ekonomi Polder Percontohan Banger

Data mengenai sosial dan ekonomi meliputi data sebagai berikut:

data sosio-demografik (antara lain, pendapatan, profesi, situasi perumahan, alat transportasi, kebiasaan sosial, perilaku dan lain-lain);

per daerah/kabupaten/rukun warga: daftar pemangku kepentingan yang relevan, pemimpin lokal, wakil masyarakat setempat, dan lain-lain);

ikatan sosial di dalam kawasan polder dan keinginan untuk membayar iuran;

masalah-masalah sosial yang ada berkaitan dengan banjir;

warga:

*penghasilan rata-rata per kepala keluarga per komunitas;

*nilai aset;

*kemampuan membayar iuran per komunitas.

industri-industri:

*manfaat;

*jumlah karyawan

*nilai aset dan kemampuan membayar iuran.

usaha kecil:

*keuntungan;

*jumlah karyawan;

*nilai asset dan kemampuan membayar iuran.

air: pentingnya air untuk meningkatkan pendapatan (seperti: tambak ikan, kebun-kebun sayuran, dan lain-lain).4 Struktur organisasi Polder Percontohan Banger

4.1 Tahap realisasi

4.1.1 Prakarsa pembentukan Badan Polder

Untuk memprakarsai pengelolaan Polder Percontohan Banger, sebuah organisasi sementara yang disebut Badan Polder Sementara (BPS) sudah dibentuk, yang terdiri dari warga dengan latar belakang berbeda. BPS melakukan pertemuan secara teratur dengan pemerintah kota Semarang, BAPPEDA dan dengar pendapat umum dengan pihak terkait dan pemangku kepentingan dalam wilayah pengembangan Polder Banger.

Badan Polder Sementara Banger sudah dikembangkan dari Sistem sub Banger Utara dan Sistem sub Banger Selatan. Suatu Sistem sub adalah sebuah organisasi yang menangani pengelolaan sumber daya air polder di kota Semarang yang didirikan berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Semarang. Sebuah sistem sub yang dibentuk atas dasar wilayah aliran sungai memiliki tugas utama untuk membantu Pemerintah Kota melalui Dinas PU mengumpulkan data mengenai situasi sungai di Semarang.

Sekalipun tugas mereka secara administratif terbatas (tanpa ada wewenang melakukan eksekusi), sistem sub tersebut sudah secara resmi diakui oleh Pemerintah Kota. Diharapkan bahwa awal dari Badan Polder Banger dengan dirintisnya pengembangan Sub-Sistem seperti ini akan membawa beberapa manfaat, seperti:

Badan Polder dirintis oleh orang-oarang yang telah secara jelas memiliki perduli terhadap pengelolaan sumber daya air, dalam hal ini berupa anggota dari Sistem sub Banger Utara dan Banger Selatan;

lebih muda untuk mendapatkan pengakuan dari Pemerintah Kota.

4.1.2 Pembentukan Badan PolderSalah satu hal yang paling sulit dalam komponen kelembagaan Badan Polder Banger adalah bagaimana mendefinisikan tugas dan wewenang Badan Polder yang akan datang. Pada dasarnya, hampir semua fungsi dan wewenang dalam operasi dan pemeliharaan komponen-komponen polder seperti tanggul, kolam retensi, saluran, pompa dan lain-lain, telah dimiliki dan didistribusikan di berbagai lembaga pemerintah yang berbeda, seperti Pemerintah kota, Dinas Pengembangan Sumber Daya Air (PSDA), Balai Wilayah Sungai dan lain-lain. Dalam membentuk sebuah organisasi seperti Badan Polder pada prinsipnya harus bersifat saling melengkapi dari pada mengambil alih fungsi-fungsi yang sudah diatur saat ini. Harus dipertimbangkan kemungkinan untuk mendelegasikan beberapa tugas yang ada kepada Badan Polder. Karena itu, kesepakatan atas berbagi peran antara pemerintah terkait dan warga polder merupakan landasan dasar dalam pembentukan suatu Badan Polder.

Buat sementara, ketika pedoman ini sedang dalam tahap penyelesaian, inventarisasi wewenang dan tugas operasional dan pemeliharaan komponen polder sedang dirumuskan dalam proyek Banger. Diharapkan Badan Polder Banger yang akan datang akan dibentuk paling tidak berdasarkan atas Surat Keputusan Walikota Semarang.

4.2 Tahap pengelolaan4.2.1 Organisasi pengelolaan air dan perlindungan banjir Polder Percontohan Banger Tujuan organisasi polder dan pemerintah kota adalah untuk mengoperasikan dan memelihara seluruh pra-sarana Polder Banger, sehingga fungsi sistem pengelolaan tata air dapat dioperasikan dan dipelihara secara pantas dan tepat. Pengelolaan dan pemeliharaan polder meliputi hal-hal berikut ini:

operasi dan pemeliharaan sistem pengelolaan tata air;

pengelolaan urusan-urusan kelembagaan/administrasi, pendanaan dan keuangan yang berkaitan dengan aktivitas polder, sebagaimana secara umum dibutuhkan. Organisasi polder harus bertindak dan memiliki kapasitas sebagai suatu organisasi yang profesional.

pengelolaan sampah padat.

Harus ada pembagian tanggung jawab dan tugas-tugas yang jelas antara organisasi polder mengenai operasional dan pemeliharaan dari sistem.

Badan Polder Sementara

Buat sementara, dalam lingkup pekerjaan komponen kelembagaan, sudah dibentuk Badan Polder Sementara (BPS) yang telah mulai aktif bekerja di bawah organisasi-organisasi yang dibentuk berbasis komonitas: Sistem sub Utara dan Sistem sub Selatan, yang terdiri atas beberapa kelurahan seperti diperlihatkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Keanggotaan Kelurahan di Sistemsub Utara dan Selatan

Sistem sub UtaraSistem sub Selatan

Kemijen

Rejomulyo

Tanjung MasMlatiharjo

Mlatibaru

Bugangan

Kebon Agung

Sarirejo

Rejosari

Karangturi

Karang Tempel

Saat ini, yang paling aktif adalah Sistem sub Utara karena banjir yang disebabkan air pasang (rob) dan juga banjir selama musim hujan sangat mempengaruhi keadaan lingkungan kehidupan mereka. Secara keseluruhan, Sistem sub Selatan hanya akan terpengaruh pada waktu curah hujan ekstrim dan/atau pada musim hujan panjang.

Penduduk

Jumlah rumah tangga penduduk dan kepadatan penduduk per kelurahan di Kecamatan Semarang Timur dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan untuk referensi, data dari Kelurahan Tanjung Mas di Kecamatan Semarang Utara juga disajikan.

Table 4.2 Jumlah penduduk Kecamatan Semarang Timur (Bappeda, 2005) KelurahanJumlah rumah tanggaJumlah pendudukTotal luas wilayah(km2)Kepadatan penduduk(orang/km2)

Kemijen

Rejomulyo

Mlatiharjo

Mlatibaru

Bugangan

Kebon Agung

Sarirejo

Rejosari

Karangturi

Karangtempel3,382

1,003

1,548

2,087

2,342

1,224

2,603

4,659

904

1,40813,362

4,357

6,061

9,447

9,354

4,821

10,228

17,758

3,642

4,6330.96

0.40

0.55

0.40

0.46

0.37

0.46

0.68

0.36

0.6313,919

10,893

11,020

23,618

20,335

13,030

22,235

26,115

10,117

7,354

Total21,16083,6635.2715,875

Kecamatan Semarang Utara

Kelurahan

Tanjung Mas

RW (16) and RT (125)6,17829,3433,338,812

4.2.2 Tugas dan tanggung jawab Badan Polder Banger dan Pemerintah Kota.Sebagaimana telah dibahas pada bagian terdahulu, dua organisasi berbeda akan terlibat, yaitu Badan Polder dan Pemerintah Kota. Pada saat ini belum jelas siapa yang akan bertanggung jawab dan akan melaksanakan tugas-tugas yang berbeda dalam pemeliharaan polder Banger. Tugas-tugas Badan Polder meliputi hal hal sebagai berikut:

merumuskan kebijakan umum;

mengawasi seluruh kegiatan terkait di dalam polder;

memilih ketua dan staf pelaksana Badan Polder;

merumuskan dan mensyahkan semua peraturan berkaitan dengan Badan Polder;

melaksanakan pencegahan dan pengendalian banjir: perlindungan terhadap banjir dari laut, sungai dan daerah sekitar polder (pengelolaan tanggul);

melakukan pengelolaan kualitas air: mengelola kuantitas air dan memastikan bahwa air dipertahankan pada elevasi yang benar, termasuk drainase, pembersihan dan irigasi (jika ada) pengaturan muka air air (mengoperasikan pompa-pompa, pengerukan);

melaksanakan pengelolaan kualitas air dengan mulai membentuk pengelolaan sampah padat (bekerjasama dengan Pemerintah Kota) dan membersihkan sistem pengelolaan tata air dari sampah sampah (dan harus disebutkan bahwa sanitasi adalah langkah yang akan diambil berikut ini).

4.2.3 Stimulasi Keterlibatan pemangku kepentingan

Program stimulasi dalam Polder Percontohan Banger sementara ini adalah dalam kaitannya dengan pemerosesan pengelolaan sampah padat dan daur ulang di kawasan polder. Semua peralatan mesin sudah dibeli dan koordinasi dengan pemerintah kota Semarang masih harus dilakukan untuk menemukan suatu lokasi yang tepat untuk kegiatan-kegiatan stimulasi tersebut.

4.2.4 Organisasi dan mekanisme kerja

Organisasi struktur Badan Polder harus memiliki hubungan dengan Pemerintah Kota Semarang dan juga dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah seperti diperlihatkan pada Gambar 4.1 di bawah ini.

Gambar 4.1. Struktur Administrasi Badan Polder

Sedangkan organisasi Badan Polder diperlihatkan pada Gambar 4.2 berikut ini:

Gambar 4.2 Organisasi Badan Polder

4.2.5 Pengembangan Sumber daya manusia pada Badan Polder Banger

Analisis kapasitas organisasi pengelolaan polder dapat dilakukan dengan menerapkan 3 pendekatan sebagai berikut:

klasik;

kompetensi keuangan;

kinerja.Untuk meningkatkan dan memelihara keterampilan teknik dan non-teknik Badan Polder, dengan melaksanakan program-program pelatihan untuk staf Badan Polder.

5 Aspek social dan pengembangan sumber daya manusia5.1 Tahap realisasi5.1.1 Komunikasi dengan pemangku kepentingan dalam polder percontohan BangerKomunikasi dengan pemegang kepentingan akan dilakukan dengan melakukan dengar pendapat publik; melalui pertemuan-pertemuan rutin dengan Dewan Polder dan seluruh pihak terkait. Komunikasi sangat dibutuhkan, terutama untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan operasi dan pemeliharaan Polder Percontohan Banger.

5.1.2 Komitmen dan partisipasi pemangku kepentinganKomitmen dan partisipasi para pemangku kepentingan direfleksikan dengan berpartisipasi dalam sistem iuran, yang berhubungan dengan operasi dan pemeliharaan sistem polder perkotaan dan secara aktif berpartisipasi dalam dengar pendapat umum dan dalam pertemuan rutin dengan Badan Polder.

5.2 Tahap pengelolaan5.2.1 PengaturanBadan Polder harus mengetahui pentingnya pengelolaan dan pengaturan korporasi yang baik. Hal ini karena dengan melaksanakan sistem good governance akan meningkat pelayanan dan memastikan pengembangan berkelanjutan polder. Good governace juga akan meningkatkan kepercayaan diri di antara para pemangku kepentingan. Badan Polder harus selalu mendukung dan setia kepada prinsip-prinsip korporasi yang baik dan terpercaya serta secara ketat mematuhi hukum dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan operasi dan pemeliharaan polder. Di samping itu, Badan Polder harus menciptakan dan memelihara kesadaran perlunya praktik baik dan terpercaya dalam etika berbisnis berkaitan dengan pengelolaan dan staf Badan Polder pada semua tingkat.

5.2.2 Komunikasi dengan pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan BangerMasyarakat yang ada di kawasan Banger telah diperkenalkan kepada sistem polder melalui program-program dan/atau proyek-proyek terdahulu. Namun demikian, beberapa pihak belum mendengar hal itu sama sekali; yang lain sudah pernah mendengar dan mengetahui bahwa sistem polder dapat membantu dalam pengendalian banjir. Masyarakat lainnya bahkan telah mengetahui semuanya tentang sistem tata air polder. Sebagai contoh, sebuah kolam retensi di dekat stasiun kereta api di Kota Semarang disebut Polder Tawang. Sebutan nama ini sangat mungkin diperoleh dari nama Belanda. Sekalipun semua masyarakat mengetahui tentang kolam ini dan selalu merujuk kepada kolam tersebut ketika mereka membicarakan tentang polder. Sayang sekali nama kolam itu sendiri menimbulkan suatu kesalah pahaman dan salah interpretasi tentang konsep polder itu sendiri. Bagi banyak orang polder berarti sebuah kolam dan seharusnya adalah suatu kawasan yang rendah dan terlindungi dari banjir dengan adanya sistem tanggul, saluran dan sistem pembuang serta kolam-kolom retensi. Namun demikian, masyarakat ada yang menyebutkan tanggul dan kapsitas pembuang yang besar seperti pompa dan pintu air sebagai solusi teknik terhadap masalah-masalah banjir.

Jelas perlu diciptakan kesadaran lebih tinggi mengenai topik ini, terutama untuk meyakinkan semua lapisan masyarakat untuk memahami dan mengetahui perubahan-perubahan yang akan terjadi jika tinggal di dalam kawasan polder. Di samping itu, masyarakat akan tahu manfaat-manfaat suatu polder dalam konteks banjir dan mengetahui pentingnya kontribusi atau iuran berkaitan dengan operasi dan pemeliharaan yang diperlukan untuk menjaga supaya sistem polder tersebut berfungsi dengan baik.

5.2.3 Partisipasi pemangku kepentingan dalam Polder Percontohan BangerPenduduk Kecamatan Semarang Timur dan Kelurahan Tanjung Mas, yang masing-masing berjumlah 84.000 dan 6.000 jiwa merupakan pemangku kepentingan utama untuk merealisasikan, mengoperasikan dan memelihara Polder Percontohan Banger. Para pemimpin setempat, perwalian lokal, pemimpin masyarakat dan para pemimpin dan angggota Sistem sub Utara dan Selatan dari Badan Polder Sementara (BPS) akan memainkan peran utama sebagai aktor yang memiliki dampak positif atau negatif terhadap pelaksanaan proyek polder percontohan di kawasan Banger.

Di samping warga yang tinggal di kawasan polder, pemangku kepenting penting lainnya adalah sebagai berikut:

pemertintah setempat: Pemerintah Kota Semarang (Dinas PU dan BAPPEDA);

Bina Marga (Jalan Tol);

PT. Kereta Api Indonesia PT KAI (Perusahaan Kereta Api);

PT. Pertamina;

Rumah Sakit Panti Wilasa;

Usaha kecil sampai dengan menegah dan toko-toko.

Di kawasan Banger, jelas bahwa warga dan komunitas harus mengatasi masalah banjir, terutama di sebelah bagian utara (Kelurahn Kemijen dan Rejomulyo). Periode air pasang merupakan gangguan sehari-hari terhadap penduduk yang tinggal di bagian utara Banger. Ketinggian genangan air naik hingga batas lutut, merupakan fenomena umum dalam kehidupan masyarakat. Karena itu lantai rumah mereka sering harus dibangun lebih tinggi, jika mereka mampu secara finansial. Mampu tidak mampu, akhirnya mereka harus mengatasi intrusi air semampu yang dapat mereka lakukan.

Bagi masyarakat, kelihatannya banjir, dianggap bukan suatu masalah lagi. Mereka melihat hal itu sebagai bagian dari kehidupan. Pada hal dengan adanya perubahan teknis dan kelembagaan dalam pengelolaan air dan juga pada orang secara individual dan perilaku masyarakat, mereka dapat hidup tanpa harus mengalami gangguan banjir setiap harinya. Di pihak lain, banjir-banjir besar yang lebih ekstrim, yang tidak terjadi setiap hari, akan menyebabkan lebih banyak kerusakan dan dianggap sebagai masalah aktual oleh warga. Pada masa yang akan datang, Sistem sub Utara akan sangat aktif mencoba memberikan kontribusi mengurangi kerusakan serius yang disebabkan banjir ekstrim tersebut. Di kawasan sebelah selatan, masalah yang disebabkan banjir tidak begitu besar karena daerah itu terletak di ketinggian sedikit lebih tinggi dan pengaruh air pasang. Secara umum, penduduk di kawasan selatan ini memiliki taraf hidup yang lebih tinggi dan hampir semua lantai rumah penduduk dibangun di atas fondasi yang lebih tinggi.

Dengar pendapat dengan warga

Pada saat dengar pendapat dengan warga, para warga diminta menuliskan masalah-masalah utama di lingkungan RW/RW mereka. Hampir semua penduduk menyadari bahwa banjir disebabkan oleh air laut pasang atau hujan deras. Mereka juga menyadari bahwa pintu-pintu air yang ada di saluran sekunder dan tersier tidak berfungsi dengan baik karena muka air di Kali Banger adalah tinggi. Di samping itu, mereka juga mengungkapkan bahwa penyebab lain adalah pendangkalan kali karena besarnya kuantitas sedimen atau lumpur yang masuk ke sungai dan saluran. Di samping itu, sistem pintu air tidak berfungsi karena banyak sampah di saluran saluran dan di selokan-selokan yang ada. Sedangkan, masalah lain yang disebut warga adalah pembangunan rumah-rumah semi permanen dan rumah-rumah yang terbuat dari bambu atau kayu secara liar di dekat atau di sepanjang pinggir Kali Banger. Gambar 5.1 memperlihatkan sebuah pertemuan dengar pendapat dengan penduduk, yang dilaksanakan selama tahap pelaksanaan proyek.

Gambar 5.1. Dengar pendapat umumKesadaran dan perilaku terhadap sampah

Pada umumnya, masyarakat memiliki tingkat kesadaran tertentu mengenai banjir dan pengumpulan sampah. Namun demikian, kelihatannya masyarakat tidak begitu terganggu oleh masalah ini sepanjang hal itu tidak mempengaruhi secara langsung kehidupan mereka, seperti situasi di dalam rumah mereka sendiri. Sampah-sampah yang berserakan di sekitar rumah mereka, atau bahkan ada sampah di selokal-selokan kecil, di sekitar WC umum atau di gang-gang, kelihatannya tidak menjadikan masalah bagi warga.

Pada beberapa waktu yang lalu, sudah pernah ada usaha untuk membentuk suatu sistem pengelolaan sampah. Sampah dikumpulkan dari setiap rumah tangga dan kemudian dibawa oleh warga ke lokasi pembuangan sampah sementara. Warga membayar sejumlah iuran untuk pengumpulan sampah di rumah-rumah mereka (sebesar Rp. 2000.- atau 0.20 per rumah tangga/bulan). Sayangnya Pemerintah setempat tidak mengangkut sampah-sampah yang sudah dikumpulkan di tempat pembuangan sampah sementara tersebut dan karena itu proyek tersebut akhirnya gagal. Namun demikian, proyek seperti itu menunjukkan bahwa sebagian dari warga menyadari pentingnya suatu sistem pengumpulan sampah yang baik. Di samping itu, masyarakat juga memiliki keinginan menyesuaikan prilaku mereka sebagaimana mestinya serta ingin menyumbangkan sebagian dari pendapatan mereka untuk mendukung program-program masyarakat dan pengumpulan sampah yang dikelola oleh Pemerintah setempat.

Dari dengar pendapat dengan warga, mereka mengungkapkan bahwa sampah dan endapan/sedimen di kanal-kanal dan selokan juga menyebabkan dan bahkan memperburuk pengaruh dari banjir. Mereka juga menunjukkan (dengan menanyakan apa yang mereka dapat lakukan sendiri untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh banjir) bahwa mereka dapat membersihkan kanal-kanal dan selokan-selokan guna meningkatkan sistem pengelolaan tata air. Sebagai contoh, sampah-sampah, yang menumpuk di dekat stasiun pompa, juga harus dibuang (lihat Gambar 5.2).

Gambar 5.2. Tumpukan sampah di sekitar stasiun pompa

Sanitasi dan kondisi kesehatan masyarakatDi bagian utara kawasan Banger, sebagian besar warga berpendapatan rendah. Mereka menggunakan toilet-toilet umum dan peturasan peturasan tanpa septik tank atau di atas Kali Banger. Pada waktu yang akan datang, membuat dan menggunakan peturasan lansung ke sungai seperti itu harus dihindari (lihat Gambar 5.3). Selama banjir, sering terjadi septik tank tidak dapat lagi berfungsi dengan baik dan bahkan meluap kepenuhan karena pemeliharaannya buruk atau tidak ada pemeliharaan sama sekali. Di bagian selatan, terutama di Kelurahan Kemijen, penduduk sering menderita penyakit kulit disebabkan oleh banjir dan buruknya kondisi kualitas air. Salah satu sebab buruknya kulitas air tersebut adalah disebabkan oleh sampah dan pembuangan limbah air dari rumah tangga dan peturasan peturasan langsung ke badan Kali Banger. Diare merupakan penyakit umum yang sering diderita masyarakat di daerah ini. Namun, sedikit sekali informasi statistik mengenai jumlah warga yang menderita penyakit kulit atau diare atau penyakit yang berhubungan dengan kualitas air. Hal ini karena penduduk biasanya tidak melaporkan kasus-kasus penyakit seperti itu ke Puskesmas setempat. Sebagian besar penduduk telah hidup, tumbuh dan terbiasa dengan masalah-masalah kesehatan masyarakat seperti itu. Mereka juga telah belajar mencoba hidup dengan masalah seperti itu secara apa adanya.

Gambar 5.3. Peturasan di atas Kali Banger

Warga yang tinggal di bagian selatan kawasan Banger tergolong berpendapatan menengah sampai tinggi. Hampir semua rumah tangga memiliki septik tank, sekalipun kurang jelas berapa sering peturasan peturasan tersebut dipelihara dan kualitas limbah air apa yang mereka buang langsung ke Kali Banger. Sebagian besar warga memiliki rumah dengan kualitas memadai, yang dibangun pada ketinggian lebih tinggi, sehingga kebanjiran hanya merupakan masalah saat curah hujan ekstrim tinggi. Mereka hanya merasa kurang nyaman selama muka air tinggi, tetapi hal itu tidak menimbulkan masalah langsung terhadap kesehatan dan sanitasi yang diperburuk oleh kebanjiran.

5.2.4 Pengembangan sumber daya manusia

Tingkat pendidikan warga di kawasan proyek bervariasi. Sebagian besar dari mereka lulusan SD, SMP dan SMA atau sederajat. Hanya 8% dari mereka lulusan dari akademi atau perguruan tinggi. Gambaran mengenai pendidikan penduduk tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Tingkat pendidikan di Kecamatan Semarang Timur (Bappeda, 2005)Jenis sekolahJumlah penduduk

Tidak ada pendidikan formal

Tidak tamat SD

Tidak tamat SMP

Tamat SD sederajat

Tamat SMP sederajat

Tamat SMA sederajat

Lulusan Akademi/Diploma

Lulusan Perguruan Tinggi/Universitas4.178

4.314

13.939

14.767

12.351

11.372

2.863

2.958

Total

66.742

(dari total penduduk: 83.663)

5.2.5 Penilaian dampak sosial

Dampak sosial sudah diidentifikasikan oleh pemangku kepentingan primer dan sekunder. Ada dampak langsung dan juga ada dampak tidak langsung.

dampak positif

*dampak langsung

Ada 5 dampak positif langsung yang sudah diidentifikasi untuk proyek Polder Banger. Ringkasan dampak positif langsung dan pemangku kepentingan utama yang dipengaruhi proyek dapat dilihat pada Tabel 5.2.

+penduduk dan kawasan Banger bebas dari banjir dan genangan air

Dampak positif utama dari proyek Polder Banger adalah penduduk dan kawasan Banger akan bebas dari banjir. Banjir yang terjadi sehari-hari sangat mengganggu kehidupan masyarakat, karena rumah-rumah penduduk tergenang air. Karena itu dibutuhkan renovasi dan perbaikan; elevasi lantai harus ditinggikan dan berbagai jenis penyakit dapat tersebar melalui air.

+peningkatan keterlibatan Pemerintah Setempat

Proyek Polder Banger akan meningkatkan keterlibatan pemerintah setempat karena mereka adalah pemilik utama proyek dan secara kelembagaan terlibat melalui perwakilan mereka dalam Badan Polder (BP). Dalam hal ini, pemerintah setempat diwakili oleh Pemerintah Kota Semarang (Bappeda dan Dinas PU).

+peningkatan keterlibatan masyarakat

Proyek Polder Banger akan meningkatkan keterlibatan masyarakat melalui perwakilan mereka dan keterlibatan secara aktif dalam kepengurusan Badan Polder (BP). Semua Kelurahan di kawasan Banger terwakili dalam BP.

+peningkatan kesadaran umum

Kesadaran umum akan meningkat, terutama mengenai banjir dan genangan air dan serta bagaiman mengatasinya. Hampir semua kesadaran umum ini akan ditumbuh-kembangkan melalui BP.

+peningkatan kesadaran pemerinath setempat

Kesadaran pemerintah setempat mengenai banjir dan pengelolaan genangan air akan meningkat karena pembentukan Badan Polder (BP) akan memberikan cukup informasi tentang banjir dan genangan air kepada pemerintah setempat melalui perwakilan mereka yang duduk dalam kepengurusan BP.

Table 5.2. Dampak positif langsung pengembangan Polder Banger

Dampak langsungPemangku kepentingan utama yang terkena dampak

1. Penduduk dan kawasan Banger akan bebas dari banjir dan genangan air

- Warga Banger Utara

- Pemerintah Kota Semarang

- Perusahaan milik pemerintah

- Perusahaan milik swasta

- Hotel dan restoran

- Rumah sakit dan klinik (Puskesmas)

- Warga Banger Selatan

2. Peningkatan keterlibatan Pemerintah Setempat Pemerintah Kota Semarang

(melalui BP)

3. Peningkatan keterlibatan masyarakat

- Warga Banger Utara

- Warga Banger Selatan

(melalui BP)

4. Peningkatan kesadaran umum

- Warga Banger Utara

- Warga Banger Selatan

5. Peningkatan kesadaran Pemerintah Setempat 6. Pemerintah Kota Semarang

dampak tidak langsung yang positifTujuh dampak positif tidak langsung sudah teridentifikasikan untuk proyek polder Banger ini. Ringkasan dampak positif ini dan pemangku kepentingan utama berkaitan dengan dampak positif ini disajikan di dam Tabel 5.3.

peningkatan nilai lahan dan asetLahan yang bebas dari banjir dan penggenangan akan bernilai lebih tinggi dari pada lahan yang ,mengalami masalah penggenangan dan banjir setiap harinya. perbaikan kondisi kesehata