pedoman penyalahgunaan narkotika.docx

Upload: aan-anker-gpmt

Post on 06-Mar-2016

49 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Pandangan dari Sisi Pengembangan Modal InsaniApr 30, 2015 7,033views 0Likes 2Comments Share on LinkedIn Share on Facebook Share on TwitterPengantar Pendahuluan: Gambaran Situasi Peredaran dan Penyalahgunaan Obat.Masalah penyalah gunaan narkoba di Indonesia saat ini, menurut beberapa pakar, sudah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Bukan hanya di kalangan remaja di perkotaan, bahkan sudah menjalar ke kalangan anak-anak di daerah pedesaan.Menurut Suryani SKp MHSc dalam tulisannya Permasalahan Narkoba di Indonesia, saat ini penyalahguna narkoba di Indonesia sudah mencapai 1,5% penduduk Indonesia atau sekitar 3,3 juta orang. Dari 80% pemuda, sudah 3% yang mengalami ketegantungan pada berbagai jenis narkoba. Bahkan menurut Kalakhar BNN, Drs I Made Mangku Pastika, setiap hari, 40 orang meninggal dunia di negeri ini akibat over dosis narkoba. Angka ini bukanlah jumlah yang sebenarnya dari penyalahguna narkoba. Angka sebenarnya mungkin jauh lebih besar. Menurut Dr. Dadang Hawari (dalam tulisannya Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2002), fenomena penyalahgunaan narkoba itu seperti fenomena gunung es. Angka yang sebenarnya adalah sepuluh kali lipat dari jumlah penyalahguna yang ditemukan.Lebih lanjut,Direktur PLRIP-BNN, Ida Utari, pada Rakernis Terapi Rehabilitasi Napza pada 20 Maret 2014 di Kementrian Kesehatan menyatakan bahwa di dunia, pecandu narkoba berjumlah antara 15.5 juta - 38.6 juta. Prevalensi pengguna narkoba dunia adalah sekitar 5%. Di Indonesia pada 2015 diperkirakan sebesar 2.8%. Peningkatan sebesar 1,05% dalam kurun 10 tahun terakhir.Prevalensi Pengguna Narkoba di IndonesiaMencermati angka prevalensi dalam unit juta orang di tahun 2015, dimana apabila tidak ada penghambat penyalahgunaan narkoba, dengan asumsi penduduk Indonesia berjumlah 250 juta orang, maka di Indonesia diperkirakan sekitar 5.1 juta orang akan menjadi penyalahguna narkoba atau di antara 50 orang WNI ada satu pengguna narkoba. Bisa jadi setiap lembaga yang mempunyai staf lebih dari 50 orang dipastikan ada diantaranya pengguna narkoba. Jika demikian lembaga penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, KPK, kehakiman), lembaga hankam, lembaga tinggi negara lain, perusahaan swasta dan milik negara di Indonesia dipastikan terdapat pengguna narkoba. Cepat atau lambat bisa menghancurkan kelangsungan bangsa Indonesia.Pengguna Narkoba di IndonesiaSelain itu, hasil penelitian bersama antara BNN dan Puslitkes-UI yang dilakukan pada 2012, Kapuslitdatin BNN, Darwin Butar Butar, mengungkap bahwa pengguna narkoba menurut tingkat ketergantungan adalah sekitar 3.8 juta - 4.2 juta orang dengan rincian sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel di bawah. Diungkapkan pula dalam dialog yang dipandu oleh presenter Beritasatu TV Veronica Moniaga, Sumirat menyebut bahwa setiap hari tercatat 50 orang meninggal karena narkoba, sebagaimana juga disebut oleh Presiden Jokowi dalam wawancaranya dengan wartawan CNN Christine Amanpour 27 Januari 2015.Pengguna Narkoba Menurut Tingkat Ketergantungan Tahun 2011Pemerintah melalui berbagai instansi, telah mencoba untuk mencegah dan membasmi peredaran narkoba di Indonesia. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan hingga 2014 sebanyak 68 terpidana kasus narkoba baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri divonis mati oleh pengadilan. Lebih lanjut, "pada tahun 2012 lalu dua terpidana mati kasus narkotika ini sudah dieksekusi dan sisanya menunggu eksekusi," kata Kepala BNN, Anang Iskandar ,kepada Antara di Sukabumi, Selasa (13/1).Pada hari Minggu 18 Januari 2015, telah pula dilakukan eksekusi pada terpidana mati di lapangan tembak Limusbuntu yang berdampingan dengan Pos Polisi Pulau Nusakambangan, yaitu Rani Andriani (38 warga negara Indonesia-divonis tahun 2000), Ang Kim Soei (62), warga negara Belanda (di vonis tahun 2003), dan selanjutnya Namaona Denis (48) warga negara Malawi, Marco Archer Cardoso Mareira (53) warga negara Brasil, dan Daniel Enemua (38) warga negara Nigeria. Selain itu, seorang lagi napi narkoba Tran Thi Bich Hanh (37) warga Vietnam dieksekusi mati di Kabupaten Boyolali. Sedangkan Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dua anggota dari pengedar Narkoba yang dikenal dengan Bali Nine sedang menunggu waktu pelaksanaan hukuman matinya. Sedangkan anggota Bali Nine lainnya, yaitu Si Yi Chen, Michae4l Czugaj, TD Than Nguyen, Mather Norman, Scott Rush, dan Martin Stephen, di hukum seumur hidup. Sedangkan anggota yang lain, Renae Lawrence dihukum penjara 20tahun.Dalam waktu dekat, pemerintah juga akan melaksanakan lagi eksekusi hukuman mati bagi sepuluh orang pengedar narkoba bertaraf internasional dan lokal.Di samping itu, Beberapa waktu lalu, pengadilan menjatuhkan vonis hukuman mati bagi pengedar narkoba, Freddy Budiman, Tak lama kemudian, Vanny Rossyane kekasih Freddy juga ditangkap karena mengedarkan narkoba jenis LSD. Pengadilan Negeri Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, juga menjatuhkan vonis mati kepada dua warga Iran yang merupakan jaringan pengedar internasional narkotika Mostafa Moradalivand dan Sayed Hashem. Keduanya ditangkap oleh BNN setelah mencoba menyelundupkan sabu seberat 40.1 kg melalui perairan laut Sukabumi tepatnya mereka menyimpan barang haram itu di Cagar Alam Tangkuban Parahu, Kelurahan/Kecamatan Palabuhanratu.Di samping itu, berita-berita tentang beberapa selebritis yang ditangkap karena narkoba, seperti Fariz R.M., juga mengisi topik2 utama media massa. Dalam kurun waktu satu bulan terakhir ini, headline media massa tentang narkoba bisa disimak:1. Tabrak Mobil Polisi Saat Hendak Ditangkap, Bandar Narkoba TewasSelain mengamankan barang bukti sabu seberat 2,8 kg, petugas BNN juga menyita 2.700 butir happy five, dan lain-lain.1. BNN: Indonesia Jadi Surga Pengedar Narkoba Internasional:Pengungkapan 4 kasus peredaran sabu dalam sebulan menjadi bukti Indonesia sedang berada dalam kondisi darurat narkoba.1. BNN Musnahkan 50 Kg Sabu dari Jaringan InternasionalSebanyak 50,7 kg sabu dimusnahkan oleh BNN.1. Dengan Mata Berkaca-Kaca, Mantan Guru Besar Unhas Akui Isap SabuPengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, menggelar sidang lanjutan kasus narkoba yang melibatkan mantan Guru Besar Fakultas Hukum Unhas1. Sidang Narkoba Mantan Guru Besar Universitas HasanuddinDengan mata berkaca-kaca, Prof Muzakir menjelaskan pada majelis hakim tentang peristiwa yang dialaminya di Hotel Grand Malibu Makassar, November 2014 lalu.1. BNN Tembak Mati WNA Pengedar Narkoba di Kebon JerukSebelum insiden penangkapan berujung penembakan maut ini terjadi, petugas BNN sudah membuntuti pelaku dari Sukabumi hingga Jakarta.1. Terkendala Biaya, Terpidana Mati Asal Prancis Tak Hadiri SidangWarga negara Prancis Serge Areski Atlaoui disebut-sebut masuk daftar narapidana yang akan dieksekusi mati tahap II oleh Kejaksaan Agung.1. Lolos Hukuman Mati, Ini Vonis Terdakwa Kurir 590 Kg GanjaHukuman ini lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut vonis mati.1. Napi Ini Terungkap Kendalikan Peredaran Narkoba dari Sel PenjaraPeredaran narkoba di Jawa Timur selama ini dikendalikan oleh seorang napi yang kini dipenjara di Lapas Narkotika Klas IIA Pamekasan.1. Baru 6 Bulan Bebas, Hendra Kembali Ditangkap karena Edarkan SabuDari tangan pelaku, pihak kepolisian berhasil mengamankan 80 paket sabu senilai Rp 40 juta dan enam butir ekstasi.1. Baku Tembak di Pemakaman Mewah Gagalkan Transaksi SabuPetugas Badan Narkotika Nasional (BNN) menggagalkan upaya transaksi 25 kilogram sabu dari tangan 2 tersangka berinisial AP (32) dan HU (42).1. Pengedar Narkoba Asal Pakistan Berhasil DitangkapSabu seberat kurang lebih 15 kilogram dan 22 ribu butir ekstasi diselundupkan di kardus berisi tumpukan ikan asin untuk mengelabui petugas.1. Mensos: Kebodohan dan Narkoba Itu PenjajahSaat ini sekitar Rp 62 triliun uang masyarakat digunakan untuk membeli narkoba.1. Menhan: Lindungi Rakyat Indonesia dari Bahaya Narkoba Juga HAMSebab, menurut Menteri Ryamizard Ryacudu, narkoba salah satu ancaman nyata bagi keamanan dan ketahanan Indonesia1. Dubes Prancis Minta Eksekusi Mati Sergei Tunggu Putusan PKBreuze mengatakan, proses pengajuan peninjauan kembali (PK) dari Serge Atloui yang dihukum mati atas kasus narkoba itu masih berjalan.1. Narkoba Masuk ke Indonesia Lewat Jalur Ini?BNN mengungkap sindikat perdagangan narkotika lintas negara China-Malaysia-Indonesia pada Jumat 13 Maret 2015.Namun peredaran dan penyalahguna narkoba belum ada penurunan.Apa itu Narkoba? :Menurut Drug Enforcement Administration atau DEA Amerika Serikat, pengertian Narkoba dibagi sebagai berikut:Narcotics Fentanyl Heroin Hydromorphone Methadone Morphine Opium OxycodoneStimulants Amphetamines Cocaine Khat MethamphetamineDepressants Barbiturates Benzodiazepines GHB RohypnolHallucinogens Ecstasy/MDMA K2/Spice Ketamine LSD Peyote & Mescaline Psilocybin Marijuana/Cannabis Steroids InhalantsDrugs of Concern Bath Salts or Designer Cathinones DXM Salvia Divinorum

Sedangkan dari sumber lain, pengertian narkoba itu meliputi: Berbabagai type obat narkotika dan psikotherapi yang digunakan untuk pengobatan, dan tersedia di banyak toko obat. Beberapa yang dikenal secara umum, obat ini antara lain: Heroin Opium Oxycontin Oxycodone Hydrocodone Hydromorphone Fentanyl Buprenorphine Levorphanol Codeine Lorcet Lortab Norco Oncet Procet Vicodin Xodol Zydone

Masih banyak jenis obat lain yang merupakan kombinasi dari daftar obat-obat an yang ada.Kata narkotika sebenarnya berarti obat penghilang rasa sakit, seperti yang banyak digunakan dokter untuk para pasien pasca operasi atau bagi tentara yang terluka dalam pertempuan. The true meaning of narkotics actually is an analgesic such as prescription painkillers, however, it is used to refer to nearly any illegal drug in some areas.Narkotika secara tipikal adalah obat-obat yang dibuat secara langsung maupun tidak dengan bahan dasar bunga opium (opium poppy). Namun, dengan kemajuan ilmu kimia farmasi saat ini, maka banyak bahan-bahan kimia sintetik yang bisa dibuat dengan effek seperti heorin, morphine dan lain-lain obat penghilang rasa sakit. Bahkan, banyak obat bebas yang mengandung bahan barbiturate dan benzodiazepine yang menimbulkan rasa kantuk, sperti obat flu, batuk, allergi, dan lain-lain. Obat-obatan yang mengandung barbiturate dan benzodiazepine dapat dianggap sebagai bagian dari narkotika, sepereti misalnya:Benzodiazepines: Xanax Paxal Klonopin Valium Diazepam Lorazepam Ativan AlprazolamBarbiturates: Vesparax Soneryl Fiorinal Fioricet Prominal Mebaral Bervital Lotusate

Pemerintah Amerika Serikat, menggolongkan narkotika yang illegal semua tipe obat yang memberikan atau membawa tingkat ketergantungan yang tinggi bagi penggunanya dan ada kecenderungan untuk mudah disalahgunakan. Obat-obatan semacam ini dilarang peredaran dan penggunaannya, mulai ditarik dari peredaran bilamana suidah ada pengganti yang lebih baik. Daftar narkotika yang dilarang antara lain: Heroin LSD Ecstasy Peyote MethaqualoneSedangkan, menurut Badan Narkotika Nasional, dengan berdasar pada Undang-Undang Narkotika (UU no 22 tahun 1997) Narkotika, yaitu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.Psikotropika yaitu zat atau obat, baik alami maupun sintesis bukan narkotik yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf dan menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.Narkotika dan Obat-obatan terlarang (NARKOBA) atau Narkotik, Psikotropika, dan Zat Aditif (NAPZA) adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan/psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi.Di bawah ini merupakan jenisjenis narkoba yang diberikan oleh Badan Narkotika Nasional:1. Opium (Heroin, Morfin)Berasal dari kata opium, jus dari bunga opium. Opium disaripatikan dari opium poppy (papaver somniferum) dan disuling untuk membuat morfin, kodein, dan heroin. Opium digunakan berabad-abad sebagai penghilang rasa sakit (mencegah batuk, diare, dll). Gejala gejala yang ditimbulkan dari penggunaan opiat Perasaan tenang dan bahagia Acuh tak acuh (apatis) Malas bergerak Mengantuk Rasa mual Bicara cadel Pupil mata mengecil (melebar jika overdosis) Gangguan perhatian/daya ingat1. GanjaGanja dikenal dapat memicu psikosis, terutama bagimereka yang memiliki latar belakang (gen). Ganja juga bisa memicu dan mencampuradukkan antara kecemasan dan depresi. Gejala yang ditimbulkan dari penggunaan ganja Rasa senang dan bahagia Santai dan lemah Acuh tak acuh Mata merah Nafsu makan meningkat Mulut kering Pengendalian diri dan konsentrasi kurang Depresi dan sering menguap/mengantuk1. Amfetamin (shabu, ekstasi)Ecstasy (methylen dioxy methamphetamine)/MDMA adalah salah satu jenis narkoba dalam bentuk tablet. Ekstasi akan mendorong tubuh untuk melakukan aktivitas yang melampaui batas maksimum dari kekuatan tubuh itu sendiri. Kekurangan cairan tubuh dapat terjadi sebagai akibat dari pengerahan tenaga yang tinggi dan lama, yang sering menyebabkan kematian.Gejala-gejala dari penggunaan amfetamin Kewaspadaan meningkat Bergairah Rasa senang/bahagia Pupil mata melebar Denyut nadi dan tekanan darah meningkat Susah tidur/insomnia Hilang nafsu makan1. KokainKokain adalah salah satu zat adiktif yang sering disalahgunakan. Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, di mana daun dari tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan, seperti untuk meningkatkan daya tahan, stamina, mengurangi kelelahan, rasa lapar dan untuk memberikan efek euforia. Gejala yang ditimbulkan dari penggunaan kokain Gelisah dan denyut nadi meningkat Euforia/rasa gembira berlebihan Banyak bicara dan kewaspadaan meningkat Kejang dan tekanan darah meningkat Berkeringat dan mudah berkelahi Penyumbatan pembuluh darah Distonia (kekakuan otot leher)Sejarah Narkotika dan Peredarannya: Kilas BalikPenggunaan narkotika jenis opium yang dibuat dari bunga tanaman opium telah dikenal sejak 8000 tahun lalu oleh bangsa Sumerian sebagai penghilang rasa sakit dan sebagai zat perangsang untuk memperoleh rasa kebahagiaan. Pada zaman kejayaan Yunani di tahun 800 sebelum masehi, Hipocrates juga menyebutkan tentang penggunaan opium ini. Namun demikian, opium baru mulai terkenal sejak banyaknya rakyat di negeri Cina yang menggunakan opium yang dibuat menjadi candu. Pada tahun 600 sebelum masehi, pedagang-pedagang Arab memperkenalkan opium ke negeri Cina.Pada jaman VOC, Indonesia juga pernah terlibat dalam perdagangan opium (atau lazim disebut candu) ini. Di samping rempah-rempah, VOC juga memperdagangkan candu. Pada saat perang saudara di negeri Belanda antara tahun 1830 dan 1839, yang berakibat pada pecahnya Kerajaan Belanda menjadi 3 kerajaan (Belgia, Luxemburg dan Belandda), VOC dan juga Kerajaan Belanda mengalami kebangkrutan. VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda, dan pemerintah Belanda mulai memperdagangkan candu untuk memperoleh keuntungan guna menolong keuangan negeri Belanda. Di tahun 1860an, pemerintah Hindia Belanda mendapatkan keuntungan 800-1300% dari penjualan opium dan candu ini dari Indonesia. Keuntungan yang diperoleh jauh melebihi keuntungan yang diperoleh dari perdagangan komoditi lain. Di tahun 1685, jumlah opium yang diperdagangkan oleh VOC mencapai lebih dari 100 ton per tahun. Ini di luar perdagangan yang dilakukan secara ilegal oleh perusahaan-perusahaan swasta. Di tahun 18772, yang tercatat, Pemerintahan Hindia Belanda menghasilkan 164 ton opium mentah. Di tahun 1890an, rumah candu resmi hanya di Pulau Jawa saja mencapai 850. Sedangkan rumah candu illegal diperkirakan mencapai 3-5 kali jumlah rumah candu yang sah.Keuntungan Kerajaan Belanda melalui Pemerintahan Hindia Belanda 1816-1915 dari Opiumperiodnet opium revenue in Fl. mil.total colonial revenue in Fl. mil.Credit balancein Fl. mil.Debit balancein Fl. mil.

1816-18228.1129.49.2-

1823-183330.3284.3-51.0

1834-184788.0887.9118.0-

1848-1865145.11779.1503.9-

1866-1875103.81290.5199.6-

1876-1885157.61416.4-73.9

1886-1895180.71298.5-5.6

1896-1905153.11426.4-100.6

1906-1915211.92251.6-115.2

1816-19151078.610764.1830.7346.3

(Sumber:The opium trade in the Dutch East Indies;http://ecstasy.com.ua/the-opium-trade-in-the-dutch-east-indies)Di awal abad 18 sampai dengan awal abad 19, perdagangan candu ini mengalami kemajuan yang menyebabkan persaingan dan peperangan antar negara. Perang pertama (Perang Candu) yang dikenal sejarah adalah antara Inggris dengan Cina pada tahun 1883-1842, yang dimenangkan oleh Inggris, sehingga Inggris bisa memperdagangkan candu melalui India dan Cina.Catatan: untuk mengkaji lebih lanjut sejarah perkembangan dan perdagangan opium dan candu di Indonesia pada masa lalu, mohon dapat di baca: Govert Van de Wijngaart:The Uses of Narcotics, 2011; Tan Tong Joe:Opium Problems andTrader in East Indie, 1929; Frank A. Vanvught:History of Dutch OpiumTrade, 1985.Atas inisiatif Amerika Serikat, 13 Negera melakukan pertemuan di Shanghai pada tahun 1909 dan membentuk Komisi Opium yang 3 tahun kemudian menghasilkan Perjanjian Kerjasama Pertama tentang Pembatasan dan Pengontrolan atas Penggunaan Opium yang diratifikasi di Haague, Belanda tahun 1912. Di tahun 1914, Amerika Serikat mengeluartkan the Harrison Anti-Narcotic Act (UNDND, 1982). Pemerintah Federal Amerika Serikat melakukan kontrol ketat atas penggunaan narkotika dan semua penggunaan narkotika untuk sekedar rekreasi (bukan untuk pengobatan) dinyatakan sebagai tindak kejahatan.Tahun 1960 sampai 1970an, pusat penyebaran candu dunia berada pada daerah "Golden Triangle" yaitu Myanmar, Thailand dan Laos, dengan produksi 700 ribu ton setiap tahun. Juga di daerah "Golden Crescent" yaitu Pakistan, Iran dan Afganistan, yang dikirim menuju Afrika dan Amerika. Pada waktu perang Vietnam, banyak di duga bahwa peredaran opium dari Segitiga Emas, dikuasai oleh CIA, yang menjadi bandar opium terbesar. Setelah perang Vietnam usai, perdagangan opium mengalami kemunduran sampai akhirnya membangkitkan kartel-katel narkoba di Amerika Latin yang menjadi pemasok utama narkoba dunia saat ini.Selain morphin dan heroin, terdapat kokain (erthroxylor coca) yang berasal dari tumbuhan coca yang tumbuh di Peru dan Bolavia. Biasanya digunakan untuk penyembuhan Asma dan TBC. Pada akhir tahun 1970an ketika tingkat tekanan hidup manusia semakin meningkat serta tekhnologi yang semakin maju, opium ini diberi berbagai campuran bahan kimia khusus agar hasilnya dapat dibuat dalam bentuk pil dan kapsul.(sumber: Humas BNN)Di Indonesia sendiri, sebelum kemerdekaan Pemerintah Belanda memberikan izin pada tempat-tempat tertentu untuk menghisap candu dan pengadaan (supply) secara legal dibenarkan berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan candu dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya melalui pipa panjang. Hal ini berlaku sampai tibanya Pemerintah Jepang di Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu (Brisbane Ordinance).Ganja (Cannabis Sativa) banyak tumbuh di Aceh dan daerah Sumatera lainnya, dan telah sejak lama digunakan oleh penduduk sebagai bahan ramuan penyedap rasa makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca (Cocaine) banyak tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi ekspor. Untuk menghindari pemakaian dan akibat-akibat yang tidak diinginkan, Pemerintah Belanda membuat Undang-undang (Verdovende Middelen Ordonantie) yang mulai diberlakukan pada tahun 1927 (State Gazette No.278 Juncto 536).Setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia membuat perundang-undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance) dimana wewenang diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya (State Gaette No.419, 1949).Baru pada waktu tahun 1970, masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika menjadi masalah besar dan nasional sifatnya. Pada waktu perang Vietnam sedang mencapai puncaknya pada tahun 1970-an, maka hampir di semua negeri, terutama di Amerika Serikat penyalahgunaan narkoba meningkat dan sebagian besar penyalah guna adalah anak-anak muda. Nampaknya gejala itu berpengaruh pula di Indonesia dalam waktu yang hampir bersamaan.Menyadari hal tersebut maka Presiden mengeluarkan instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES 6/71, yaitu sebuah badan yang mengkoordinasikan (antar departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang dapat mengancam keamanan negara, yaitu pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap orang-orang asing.Kemajuan teknologi dan perubahan-perubahan sosial yang cepat, menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda (tahun 1927) sudah tidak memadai lagi. Maka pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No.9 tahun 1976, tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap (illicit traffic). Disamping itu juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotik (pasal 32), dengan menyebutkan secara khusus peran dari dokter dan rumah sakit terdekat sesuai petunjuk menteri kesehatan.Dengan semakin merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia, maka UU Anti Narkotika mulai direvisi. Dikeluarkan UU Anti Narkotika nomor 22/1997, menyusul dibuatnya UU Psikotropika nomor 5/1997. Dalam Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman mati.Dalam perkembangannya, tindak pidana narkoba di Indonesia diatur dalam Undang-undang no 35 tahun 2009 tentang narkotika. Dalam Undang-undang tersebut diatur secara rinci berkaitan sanksi pidana maupun proses hukum dari para pelaku. Hal ini merupakan wujud penyempurnaan dari dua Undang-udang tahun 1997 tentang Narkotika dan Psikotropika. Undang-undang no 35 bukti keseriusan negara dalam upaya pemberantasan narkoba. Tindak pidana narkoba merupakanLect Specialistatau pengkhususan jika dibanding dengan tindak pidana lainnya. Dalam Undang-undang tersebut sanksi terberat adalah hukuman mati dengan berbagai pertimbangan tertentu.Dengan memberlakukan perundangan ini diharapkan dapat menekan tingkat penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Dalam pasal 54 Undang-undang no 35 tahun 2009 dijelaskan bagi para pecandu/penguna wajib menjalani rehabilitasi baik medis maupun sosial, tentunya dengan memperhatikan berbagai prasyarat yang ada. Selain upaya penegakan hukum dan rehabilitasi, diperlukan partisipasi aktif dari segenap lapisan masyarakat untuk turut mendukung upaya penangulangan narkoba, sebagaimana diatur dalam pasal 104 Undang-undang no 35 tahun 2009. Dalam pasal tersebut dijamin keterlibatan masyarakat dalam memberikan informasi untuk masalah tindak pidana narkotika. (http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2013/06/19/658/remaja-dan-penyalahgunaan-narkoba)Dari sisi perkembangan jenis-jenis dan type narkoba, pada awalnya, narkoba hanya diolah dengan memanfaatkan bunga tanaman opium. Bunga opium ini diolah menjadi candu.Tan Tong Joe (1929) mengemukakan bahwa secara tradisional opium ini dikunyah sebagaimana dengan kebiasaan mengunyah tembakau, sedikit demi sedikit. Setelah tembakau diperkenalkan di Asia Tenggara dari Benua Amerika, maka penggunaannya dicampur dengan tembakau untuk dijadikan rokok. Taiwan menjadi negara pertama yang memproduksi rokok candu ini.Tahun 1806 seorang dokter dari Westphalia bernama Friedrich Wilhelim sertuner menemukan modifikasi candu yang dicampur amoniak yang kemudian dikenal sebagai morphine (diambil dari nama dewa mimpi Yunani yang bernama Morphius). Tahun 1856 waktu pecah perang saudara di Amerika Serikat. Morphin ini sangat populer dipergunakan untuk penghilang rasa sakit luka-luka perang. Sebagian tentara dan tahanan mengalami "ketagihan" morphine, dan ketagihan tersebut disebut sebagai "penyakit tentara".Tahun 1874 seorang ahli kimia bernama Alder Wright dari London, merebus cairan morphin dengan asam anhidrat (cairan asam yang ada pada sejenis jamur) campuran ini membawa efek ketika diuji coba kepada anjing yaitu: anjing tersebut tiarap, ketakutan, mengantuk dan muntah-muntah.Tahun 1898 pabrik obat "Bayer" memproduksi obat tersebut dengan nama Heroin, sebagai obat resmi penghilang sakit (pain killer).Sedangkan ganja, sebagai tanaman yang digunakan sebagai bumbu makanan di daerah Aceh, dikeringkan dan diolah menjadi mariyuna atau hashis. Dikenal sebagai bahan narkotika awal abad 20, ganja ini menjadi salah satu bentuk narkoba yang diminati sampai saat ini.Sedangkan obat-obat narkotika lain yang banyak dikonsumsi oleh penyalahguna obat saat ini antara lain amphetamine yang diketemukan pada tahun 1960an (lihat H. Cohen, 1969, p. 1)Perkembangan dan penemuan-penemuan baru narkotika ini seiring dengan besarnya kebutuhan dan permintaan, serta kemajuan dalam tekonlogi kimia farmasi, baik untuk kalangan medik (seperti obat penahan rasa sakit dan lain-lain) maupun untuk penyalahguna narkotika. Saat ini, ratusan jenis narkoba dan napza dengan mudah dapat diperoleh.Dengan kemajuan teknologi dan peralatan laboratorium saat ini, maka laboratorium dan pembuatan obat tidak lagi memerlukan lahan dan bangunan yang luas. Sebagian dari rumah pribadi dapat digunakan sebagai laboratorium dengan peralatan untuk membuat narkoba, seperti yang dilakukan di daerah Tangerang dan Bekasi oleh beberapa pengedar narkoba di Indonesia.Permasalahan Narkoba dan Dampak Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia: Sejumlah Asumsi yang Dikemukakan dalam Berbagai Tulisan Tentang Penyalahgunaan NarkobaMeningkatnya jumlah penyalahguna narkoba dari tahun ke tahun tentunya tidak bisa dianggap masalah yang ringan, tetapi perlu dianggap serius agar penanggulangannya juga bisa dilakukan secara serius. Secara garis besar, gejala penyalahgunaan dan pengedaran illegal narkoba dibangun dan dirumus berdasar pada sejumlah asumsi dan faktor-faktor yang berkaitan dan saling mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor letak geografi Indonesia, faktor ekonomi, faktor kemudahan memperoleh obat, faktor keluarga dan masyarakat, faktor kepribadian serta faktor fisik dari individu yang menyalahgunakannya (lebih lanjut lihat Suryani SKp MHSc:Permasalahan Narkoba diIndonesia,June 16, 2008 dan Suryani (2006).Persepsi Remaja Tentang Pelaksanaan Penyuluhan Narkoba di Jatinangor. In press; Kusumanto dan Saifun,1975 dalam Yongky: Narkoba,Pendekatan Holistik : Organobiologik, psikoedikasional dan psikososial budaya,http://rudyct.tripod.com/sem1_023/Yongky.htm, 2003; Dadang Hawari:Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA,Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002; D. Yatim: Apakah penyalahgunaan Obat itu? dalam Kepribadian, Keluarga dan Narkotika: Tinjauan sosial psikologis. Jakarta: Penerbit ARCAN, 1991; Erwin Wijono, dkk (1982) dalam Yongky, 2003).Kerangka Pemikiran atas Penyalahgunaan Narkoba:Masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang amat kompleks dan multidimensional. Agar dapat mengkaji dan memahami gejala penyalahgunaan dan pengearan illegal narkoba ini, akan dicoba membahasnya dengan menggunakan kerangka pendekatan dan sistem teori yang banyak disebut sebagai Teori Sistem, atau Teori Sistem Tindakan Sosial, atau bahkan disindir sebagai Holistic Theory. Namun dalam tulisan ini, sistem teori ini disebut sebagai sitem tindakan sosial, yaitu membahas, mengkaji, dan memahami tindakan sosial manusia (baik secara individu maupun secara sosial (berkelompok atau bergolongan), melalui analisa sistem yang mewujudkan tindakan tersebut.Menggunakan pemikiran dasar dari Talcott Parsons (lihat tulisannya antara lain: The Social System Glencoe, Ill, 1951; Family Sturcture and the Socialization of the Child dalam Family, Socialization and Interaction Process, London Routledge 1956, hal 133-186; The Organization of Personality as a Sytem of Action dalam Family, Socialization and Interaction Proses, London, Routledge, 1956; Introduction to Culture and the Social System dalam Theories of Society, New York, Free Press 1961); yang menggariskan bawahi pengaruh dari sub-sistem terhadap sistem tindakan sosial yang terbentuk merupakan awal yang baik dalam mencoba menganalisa masalah penyalagunaan narkoba ini.Dalam berbagai bukunya, Talcott Parsons menyatakan bahwa untuk dapat memahami suatu gejala sosial (seperti juga penyalahgunaan narkoba), harus diperhatikan sistem yang memfasilitasi timbulnya gejala yang bersangkutan.Sistem ini mempunyai hierarki di mana sub-sistem yang berada di bawah mengkondisikan timbul terbentuknya sub-sistem yang berada di atasnya. Sedangkan sub-sistem yang berada diatas mengontrol dan mengawasi sub-sistem yang berada di bawahnya.Sub-sistem paling bawah adalah melihat manusia sebagai suatu sistem biologis yang mempunyai banyak sub-sistem di dalamnya, yaitu seperti sub-sistem pencernaan, sub-sistem pernafasan, sub-sistem penglihatan, sub-sistem ingatan dan lain-lain.Sub-sub-sistem dalam sistem biologis manusia ini saling berinteraksi, mengkondisikan dan mengawasi. Misalnya saja untuk bisa bergerak, manusia butuh asupan energi seperti makanan. Sistem biologis manusia ini menjadi semakin kompleks karena beragamnya sistem genetika yang dipunya oleh masing-masing manusia, yang menyebabkan satu manusia berbeda dengan lainnya. Bahkan dengan ditemukannya sistem genetika (dalam hal ini DNA) ikut mempengaruhi sifat dan karakter manusia, maka ketidaksamaan satu manusia dengan yang lain harus pula ditelusuri melalui sub-sistem DNA nya.Sub-sistem biologis ini mengkondisikan timbul terbentuknya sub-sistem kepribadian yang dipunya oleh manusia sebagai individu. Dalam sub-sistem kepribadian manusia secara individual ini terdapat antara lain sub-sitem kepercayaan; sub-sistem nilai yang menentukan mana yang baik dan buruk, cantik dan jelek, pantas dan tidak pantas; sub-sistem norma yaitu serangkaian aturan yang dianut dan dipegang serta diterapkan, serta sub-sub-sistem lain yang akan mencirikan seseorang dalam mewujudkan tingkah laku dan tindakannya.Sub-sistem kepribadian ini mengawasi sub-sistem biologis, sepertinya misalnya, walaupun ada kebutuhan biologis (seperti makan dan sex), sub-sisten kepribadianlah yang akan menentukan kapan, di mana, dan apa yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan biologis tersebut.Sub-sistem sosial terdiri dari kelompok atau kumpulan manusia yang berada disekitar manusia sebagai sub-sistem kepribadian. Kelompok pertama yang dikenal manusia adalah kelompok keluarga, di mana dia dilahirkan dan dimana dia menggantungkan hidup bertumbuhnya nya sub-sistem biologis dan sub-sistem kepribadian manusia yang bersangkutan. Dalam perkembangan sub-sistem kepribadian selanjutnya, kelompok ini bertambah banyak dan luas, seperti kelompok keluarga besar, kelompok sebaya, kelompok sekolah, kelompok kerja di perusahaan, kelompok profesi, dan seterusnya. Sub-sistem sosial ini mempunyai serangkaian sub-sistem sendiri yang berlaku bagi masing-masing kelompok, aturan sub-sistem epercayaan, sub-sistem nilai, sub-sistem norma, dan lain-lain. Sub-sistem sosial ini mengawasi dan mengontrol sub-sistem kepribadian, sehingga sub-kepribadian harus mentaati sub-sub sistem yang ada dlam sub-sistem sosial.Sub-sistem yang teratas adalah sub-sistem budaya, yaitu yang berisikan akumulasi kepercayaan, nilai, norma, pengetahuan, dan lain-lain yang dipunyai dan harus ditaati oleh sub-sistem sosial. Sedang sub-sistem sosial mengkondisi tumbuh terbentuknya sub-sistem kebudayaan. Seperti misalnya, adanya kelompok-kelompok suku bangsa di Indonesia mengkondisikan tumbuh terbentuknya sub-sistem budaya Indonesia.Dalam konteks sistem tindakan sosial ini, Parsons beranggapan bahwa sub-sistem di luar sub-sistem tertentu di anggap sebagai lingkungan sub-sistem yang bersangkutan. Misalnya, sub-sistem biologis dan sub-sistem sosial merupakan lingkungan sub-sistem kepribadian. Di luar keempat sub-sub sistem tersebut dipandang sebagai lingkungan, yang sedikit banyak akan mempengaruhi sistem tindakan sosial secara keseluruhan.Meluruskan kritik terhadap teori sistem yang dikembangkan oleh Talcott Parsons, Richard Munch (lihat tulisannya antara lain: Theory of Action: Towars a New Synthesis Going Beyond Parsons, London, Routledge,1987) dan Harsya W. Bachtiar (antara lain:Struktur Masyarakat Indonesia, dalam buku Ilmu Sosial Dasar: Bahan Bacaan Pengajar, Konsorsium Antar Bidang P&K,1981) menyatakan bahwa penggunaan sistem sosial ini berupa pendekatan yang bisa mengakomodasi berbagai teori yang secara khusus dan mendalam membahas suatu gejala sosial. Dengan teori sistem ini pembahasan dan analisa terhadap suatu gejala dapat dilakukan secara terpadu dan lebih mendalam. Lebih lanjut, kedua pakar ini juga menyatakan bahwa hubungan antar sub-sistem dalam sistem tindakan sosial bersifat amat dinamik dan tidak hanya terpaku pada hierarki kondisi-kontrol semata. Seringkali, sistem yang di bawah bisa ikut menentukan sub-sistem yang berada di atas hierarki.Taat Subekti dalam beberapa tulisannya (lihat antara lain: Pendahuluan dalam Proceeding Seminar Nasional the Discussion Programs on Business Ethics; Pendahuluan dalam Proceeding Seminar Nasional the Exploring and Empowering National Values and Local Wisdom toward a Clean and Good Governance; dan Pendahuluan dalam Proceeding Seminar Human Capital Development: Demands and Challenges in ASEAN and Indonesia in the Year 2020 ;www.dsief.org) mengembangkan lebih lanjut, dengan membagi lingkungan sistem tindakan sosial menjadi lingkungan sipritual yang berada di atas dan lingkungan fisik yang berada di bawah sistem tindakan sosial. Tumbuh kembangnya sistem tindakan sosial tidak bisa dilepaskan dari lingkungan fisik dan spiritual. Demikian pula tumbuh kembangnya kedua lingkungan tidak dapat dipisahkan dari sub-sub sistem dalam sistem tindakan sosial.Lingkungan spiritual itu berisi sub-sub sistem keyakinan yang dipegang dan di pandang paling baik paling benar (walaupun belum tentu nalar), oleh sub-sub sistem dalam sistem tindakan sosial. Lingkungan spiritual ini juga untuk mengklarifisikasi dan memisahkan antara ajaran agama dengan keyakinan yang dipegang. Hal ini oleh karena banyak perdebatan sengit di kalangan ahli ilmu budaya dan ilmu sosial berkenaan dengan masuk tidaknya agama sebagai bagian dari sistem budaya. Dengan ini, maka dapat dipahami lbilamana penganut ajaran agama tertentu, belum tentu mempunyai keyakinan yang sama berkenaan dengan apa yang terbaik dan terbenar.Sedangkan lingkungan fisik adalah lingkungan di mana manusia itu hidup. Lingkungan fisik ini terdiri berbagai sub-sistem yang erat kaitannya dengan kegiatan manusia, seperti lingkungan fisik tempat tinggal, tempat sekolah, tempat bermain, tempat bekerja, pedesaan atau perkotaan dan lain-lainnya.Baik lingkungan spiritual maupun lingkungan fisik ini amat mempengaruhi sistem tindakan sosial manusia dalam mewujudkan tindakannya. Sebagai contoh walaupun lingkungan sosial dan budaya dari sub-sistem kepribadian menentukan dan mengawasi tingkah laku dan tindakan pribadi manusia, namun karena lingkungan fisik dan spiritual pada saat tertentu mengharuskan tingkah laku dan tindakan yang berbeda, maka mungkin saja tingkah laku dan tindakan yang dilakukan oleh seseorang menjadi tidak sama atau bahkan berlawanan dengan yang telah ditentukan oleh lingkungan sosial dan budayanya. Sesesorang yang lahir dalam keluarga yang patuh beragama dan terdidik, belum tentu akan bertingkah laku dan bertindak sesuai dengan ketentuan keluarga dan pendidikannya. Contoh lain, penganut agama suatu dari suatu sekte tertentu, belum tentu mau melakukan ibadah di rumah Tuhan yang banyak dihadiri oleh sekte yang lain, walaupun golongan agama nya sama.Lebih lanjut, Taat Subekti juga beranggapan bahwa sub-sub sistem ini tidak harus selalu dalam struktur hierarki yang kaku. Bisa saja satu sub-sistem, melewati sub-sistem yang berada di atas hierarkinya, langsung berintertaksi secara dinamis dengan dengan sub-sistem lainnya. Seperti misalnya, sub-sistem kepribadian, tidak harus selalu mengikuti struktur hierarki untuk berinteraksi dengan sub-sistem budaya. Sub-sistem kepribadian dapat langsung berinteraksi dengan sub-sistem budaya tanpa melalui sub-sistem sosial. Hal ini dimungkinkan dengan semakin majunya teknologi komunikasi dan penyebaran informasi. Misalnya saja untuk belajar tentang sub-sistem budaya Amerika, seseorang di pedesaan tidak harus berinteraksi dengan sub-sistem sosialnya terlebih dahulu, Orang pedesaan dapat belajar dan memperoleh pengetahuan budaya Amerika melalui internet atau saluran komunikasi lainnya atau sumber-sumber informasi lain yang belum tentu ada atau diketahui oleh sub-sistem sosialnya. Demikian pula, sub-sistem kepribadian dapat langsung berinteraksi dengan lingkungan spiritual dan/atau lingkungan fisiknya.Untuk memperjelas sistem pendekatan dan pemikiran ini, perlu pula kiranya diajukan teori yang dikembangkan oleh Parsudi Suparlan (lihat antara lain Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia dalam Buku Bacaan Pengajar Ilmu Sosial Dasar, Konsorsium Antar Bidang, P&K, 1981). Beliau mendefinisikan kebudayaan sebagai serangkaian pengetahuan yang berisikan kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pengetahuan-pengetahuan lain, yang kesemuanya itu diramu dan disusun sedemikian rupa untuk bisa dijadikan patokan dan pedoman bertingkah laku dan bertindak dalam beradaptasi dengan lingkungan yang dihadapi, di mana dalam mewujudkannya itu diselimuti oleh berbagai perasaan yang ada dan timbul pada saat tersebut. Secara individual, kebudayaan itu berarti rangkaian pengetahuan yang dipunyai oleh seseorang tertentu. Secara sosial kebudayaan itu adalah akumulasi dan inti dari pengetahuan orang-orang secara bersama, baik dalam bentuk kelompok, golongan maupun kerumunan. Dalam penerapannya, kebudayaan ini dipilah dan dipilih serta dirumuskan untuk dapat menghasilkan tindakan yang terbaik, paling bermanfaat dan paling menguntungkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi pada saat tertentuDengan kata lain, penyalahguna narkoba itu, secara individual mempunyai sistem pengetahuan sendiri (yang diperolehnya sejak masih bayi sampai dewasa) untuk menghadapi dan beradaptasi dengan situasi dan kondisi lingkungan yang dihadapi pada saat tertentu. Secara sosial, para penyalahguna narkoba juga mempunyai serangkaian pengetahuan bersama yang digunakan untuk menghadapi dan beradaptasi dengan lingkungannya.Penyalahguna narkoba bisa dianggap sebagai individu maupun kelompok sosial. Sebagaimana lazimnya individu lainnya, seorang penyalah guna narkoba mengalami perkembangan, baik dari sisi biologisnya maupun kepribadiannya. Bilamana kita simak pendapat Jean Piaget, maka setiap individu mengalami tahapan perkembangan kemampuan berpikir, etika dan moralitas menuju ke pematangan kepribadiannya seiring dengan kematangan biologisnya. Mulai 1920an, teori Piaget ini diawali dengan asumsi bahwa setiap individu sejak lahir sampai dewasa: Membangun pengetahuannya sendiri sebagai jawaban atas pengalaman-pengalaman yang dialami sejak lahir. Mempelajari sendiri (dalam arti mencerna) banyak hal sesuai dengan kemampuan sendiri tanpa campur tangan pihak lain. Mempunyai keingintahuan dan dorongan belajar sendiri tanpa perlu motivasi pihak lain.(lihat antara lain: Judgment and reasoning in the child,Paterson, NJ: Littlefield, 1928/1964; The moral judgment of the child,London: Free Press. 1965); danIndividuality in history: The individual and the education of reason In J. Piaget, Sociological studies,1933/1995)Namun dalam proses perkembangan tersebut terdapat dua unsur yang saling mempengaruhi, yaitu alam dan bimbingan (nature and nurture). Secara alamiah, akan terbentuk kematangan otak dan fisik, kemampuan untuk melihat (persepsi) (baik melihat secara fisik maupun abstrak), belajar, dan motivasi. Sedangkan bimbingan akan menumbuh kembangkan kemampauan untuk beradaptasi terhadap tuntutan lingkungan terutama yang seiring dengan tujuan pribadinya; dan pengorganisasian hasil pengalaman dan pengamatan untuk dijadikan pengetahuannya.Hasil dari perkembangan ini tergantung kepada faktor-faktor yang terus berkesinambungan dan yang tidak. Yang berkesinambungan adalah proses asimilasi (proses penterjemahan pengalaman dan pengetahuan yang diterima menjadi bentuk yang dipahaminya); akomodasi (memungut atau mengadopsi struktur pengetahuan yang diperoleh dan dijadikan pedoman utuk menghadapi pengalaman-pengalaman baru); dan penyeimbangan antara kedua proses ini. Sedangkan faktor yang tidak berkelanjutan adalah perubahan kualitative seiring dengan pertumbuhan umur yang menyebabkan perubahan cara berpikir; keluasan penerapan pemikiran sesuai dengan semakin luasnya lingkungan dan situasi yang dihadapi; transisi dari satu kondisi ke kondisi yang lain tidak selalu berkesinambungan, misalnya pindah rumah, orang tua bercerai dan lain-lain; dan variasi peristiwa yang dihadapi seiring tahapan usianya.Dalam terorinya, Piaget fokus pada perkembangan pengetahuan dan moralitas anak. Piaget juga menyebutkan pentingnya kelompok sebaya dalam membentuk perkembangan pengetahuan dan moralitas, baik bersifat beragam (yang berasal dari lingkungan yang dihadapinya) yang harus ditaati, maupun yang bersifat otonomi yaitu yang mencerminkan sikap pribadi dalam menentukan tingkah laku dan tindakan sosialnya. Pengetahuan dan moralitas mana yang akan dipergunakan sebagai pedoman oleh seseorang tergantung kepada keputusan pribadi berdasar kepada tujuan yang ingin dicapai.Sejalan dengan pemikiran Piaget ini, Michael Foucault (antara lain: Sexual Morality and the Law (originally published asLa loi de la pudeur), is the Chapter 16 of Politics, Philosophy, Culture (see Notes), pp.271285). menyatakan bahwa dalam menjalani kehidupan dan kegiatannya, manusia itu melalui serangkaian saat (moment) yang disebut sebagai discourse. Saat demi saat ditafsir kan dan diserasikan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan yang dihadapi. Hasil penafsiran dan penyesuaian ini tidak selalu sama dalam berbagai saat yang serupa, tergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengetahuan pada saat itu. Seperti misalnya, waktu makan malam bersama keluarga. Situasi dan kondisi saat makan malam bersama keluarga itu kurang lebih selalu sama, namun tingkah laku dan tindakan yang diwujudkan oleh individu-individu dalam makan malam bersama keluarga itu tidak selalu sama.Dalam mengkaji dan menganalisa sebab timbulnya penyalahguna narkoba, kita tidak dapat melepaskan diri dari perkembangan pengetahuan dan moralitas seseorang penyalah guna serta kondisi dan situasi lingkungan (lingkungan sosial, budaya, ekonomi, politik) yang ada dan dihadapi dalam upaya mencapai tujuan tertentu dengan tingkah laku dan perwujudan tindakannya.(nota: dibedakan pengertian tingkah laku dengan tindakan. Perilaku adalah segala sesuatu yang menjadi sikap dan kesiapan dalam proses mewujudkan tindakan. Seperti misalnya, proses berpikir, proses perubahan emosi dan proses pengendalian emosi. Sedangkan tindakan adalah perwujudan sebagai hasil dari proses dalam tingkah laku. Misalnya saja, seseorang sedang marah. Apa yang dipikirkan, bagaimana mengendalikan atau mengungkapkan kemarahan, adalah tingkah laku. Sedangkan kejadian memukul, memaki, atau mungkin hanya mengelus dada adalah tindakan. Dengan demikian, walaupun dalam keadaan marah yang menimbulkan berbagai proses tingkah laku, tindakan yang diwujudkan belum tentu selalu sama. Tidak setiap orang yang marah pasti akan melakukan tindakan memukul atau mencaci maki).Sebagai kelompok sosial, penyalah guna narkotika ini juga mempunyai sub-sistem budaya yang berisi serangkaian kepercayaan, nilai, norma dan pengetahuan yang secara bersama dimiliki oleh para penyalah guna ini guna menghadapi dan beradaptasi dengan kelompok sosial lainnya yang bukan penyalah guna.Dengan pendekatan dan sistem teori ini, akan dicoba untuk membahas/mendiskusi penanggulangan (termasuk pencegahan dan pemberantasan) penyalah guna dan pengedar narkoba.Program Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia:Masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang amat kompleks dan multidimensional. Sebagaimana dengan kejahatan atau perilaku menyimpang lainnya, boleh dikatakan, tidak ada satu penyebab tunggal yang menimbulkan penyalahgunaan obat ini. Masing-masing penyalahguna dan pengedar narkoba mungkin mempunyai sebab tersendiri, walaupun sedikit banyak dan sampai batas tertentu dapat digeneralisir secara sosial. Seperti misalnya, keuntungan secara ekonomi dari mengedarkan narkoba mungkin sangat menggiurkan sehingga mengabaikan risiko yang harus ditanggung bilamana tertangkap oleh petugas hukum. Namun demikian, dalam kenyataannya tidak semua orang, walaupun mempunyai kesulitan ekonomi dan punya akses terhadap perdagangan narkoba mau menjadi pengedar narkoba. Tentunya ada faktor lain di samping faktor ekonomi yang dapat menyebabkan seseorang mau menjadi pengedar narkoba. Demikian pula dengan penyalahguna narkoba. Walaupun harga narkoba amat mahal, tetapi banyak pula penyalahguna narkoba dari golongan tingkat ekonomi lemah.Contoh lain adalah mudahnya mendapat obat tanpa resep dokter di apotik. Beberapa apotik seringkali menjual obat-obatan yang mengandung bahan addictive sejenisbarbituratesyang menyebabkan kantuk, yang banyak digunakan dalam obat batuk, obat flu dan obat allergi. Dalam dosis yang ditentukan mungkin tidak ada dampak sampingan. Namun kalau digunakan dalam dosis yang berlebihan bisa menimbulkan dampak seperti narkotika.Untuk kasus mabuk karena minuman keras oplosan, penjualan bebas spiritus dan lem (Aica Aibon dan lain-lain merk) juga ikut menyumbang dampak fatal sebagaimana halnya dengan kelebihan dosis narkotika. Lem (semacam Aica Aibon) banyak digunakan oleh remaja dari kalangan ekonomi rendah untuk memperoleh dampak narkotika dengan menghirup aroma lem itu dalam kurun waktu tertentu. Sehubungan dengan hal ini, tentunya harus dipertimbangkan pelarangan penjualan bebas bagi bahan-bahan dan obat-obat yang bisa menimbulkan dampak mabuk dan perubahan psikologis ini. Namun demikian, dalam kenyataannya tidak semua menggunakan bahan dan obat ini untuk mendapatkan dampak sebagaimana dampak narkoba. Bahkan masih banyak orang, termasuk remaja masa kini, yang tidak mau menkonsumsi obat sembarangan tanpa konsultasi kepada dokter.Kondisi geografis Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua lautan serta dengan banyaknya pulau yang mempunyai pelabuhan udara dan laut, besar dan kecil, serta garis pantai yang terpanjang keempat di dunia, merupakan tempat ideal untuk tranportasi dan distribusi bahan-bahan narkoba.Lingkungan fisik masyarakat Indonesia ini rawan dijadikan hub (pusat) pendistribusian narkoba antar pulau, negara dan benua.Adanya pengaruh budaya asing, terutama budaya-budaya yang bersifat individualistik dan yang mengutamakan kepuasan/kesenangan pribadi (hedonistis), meningkatkan gaya dan pola hidup banyak masyarakat dan komunitas, terutama kalangan remaja yang menjadi terlibat dengan penyalahgunaan narkoba ini. Menurut Prof.Dr. Erman Radjaguguk dalam makalahnya dalam seminar Exploring and Empowering National Values and Local Wisdom toward a Clean and Good Governance (www.dsief.org) terjadi pergeseran sistem moralitas yang mengarah kepada pengabaian etika (ethics) dalam bertingkah laku dan bertindak karena kecenderungan untuk memilih sikap indvidualistis dan hedonistis. Hal ini menyebabkan semakin diabaikannya nilai-nilai luhur dan etika serta sistem moral bangsa yang dibangun berdasar kepada kearifan lokal budaya suku bangsa selama beratus tahun.Bilamana kita kaji fakta yang ada, untuk dapat membuat, menyusun dan menerapkan program penanggulan penyalahgunaan narkoba ini, pada level individu dan level sosial (termasuk level nasional) haruslah dikaji lebih mendalam perkembangan individu-inddividu penyalahguna narkoba sebelum bisa menyusun program yang tepat guna. Di samping itu, mungkin ada baiknya bahwa program penanggulangan ini dilakukan secara terpadu dengan program pengembangan modal insani (human capital development) agar pada ujungnya nanti Indonesia mempunyai modal sosial (social capital) yang kokoh dan tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan.Berbagai jenis dan type program penanggulangan narkoba telah dilakukan di Indonesia. Seperti misalnya:1. berdasarkan UU no 22 tahun 1997 pasal 54 serta Kepres no 17 th 2002, yang kemudian diperbaiki dengan Peraturan Presiden no: 23 tahun 2010 dan Undang-Undang no: 23 tahun 2010 tentang BNN pemerintah membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk mengkoordinasikan instansi-instansi yag terkait dengan masalah penyalahgunaan narkoba. Fungsi utama BNN ini adalah Penyusunan dan perumusan kebijakan nasional di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, psikotropika dan prekursor bahan adiktif disingkat menjadi P4GN. Strategi Nasional .P4GN diarahkan pada terwujudnya Indonesia bebas narkoba tahun 2015 melalui pengurangan permintaan (demand reduction), pengurangan sediaan (suplai reduction) dan pengurangan dampak buruk (harm reduction) yang ditunjang dengan program penelitian dan pengembangan, pemantapan koordinasi antar lembaga, pelibatan masyarakat dalam kegiatan P4GN dan kerjasama international (Tabloid SADAR, Maret, 2007, terbitan BNN).Dalam hal peredaran dan pengurangan sediaan, BNN cukup berhasil dengan berkoordinasi dengan berbagai bandara udara dan laut. Cukup besar volume narkoba dan banyak pengedar internasional yang dapat dicekal. Namun dengan masih banyaknya bandara udara yang belum mempunyai peralatan diteksi yang canggih, masih banyak narkoba yang lolos dan memasuki wilayah Indonesia. Disamping itu, adanya kecurigaan tangkap pilih pengedar narkoba karena budaya korupsi, yang mungkin bisa menyebabkan ada oknum BNN yang meloloskan narkoba yang diselundupkan dengan imbalan sejumlah uang.Dalam pelaksanaan program P4GN, BNN juga sudah lebih maju, dalam arti arti lebih banyak program yang dicipta dan dilaksanakan. Namun demikian, ketepatan sasaran dari program BNN yang masih harus diteliti lebih lanjut, mana yang tepat sasaran dan tepat guna serta mana yang belum. Pelaksanaan program P4GN ini pun masih terbatas di daerah perkotaan atau di pulau-pulau yang di anggap rawan terjadi penyalahgunaan narkoba. Sedangkan di daerah pedesaan yang cukup jauh dari kota atau di pulau-pulau yang penduduknya masih jauh dari narkoba, program P4GN belum ada atau belum dilaksanakan dengan sepenuh hati.Dalam masalah koordinasi untuk P4GN, BNN bersama dengan instansi dibawahnya (Badan Narkotika Propinsi dan Badan narkotika Kabupaten) juga sudah lebih berhasil. Dengan menggandeng sekolah dan lembaga swadaya masyarakat, BNN melakukan kegiatan pelatihan dan penyuluhan tentang narkoba dan P4GN. Namun memang belum berhasil dalam memadukan kinerja kerjasama dan koordinasi antar institusi yang terlibat dalam P4GN. Materi penyuluhan dan kempetensi penyuluh masih harus dikaji lebih mendalam. Penyuluhan yang dilakukan selama ini terutama pada remaja kurang memperhatikan kondisi sasaran. Penyampaian materi cenderung monoton, kurang variatif. Hasil penelitian Suryani (2006), baru-baru ini tentang persepsi remaja terhadap pelaksanaan penyuluhan narkoba di Jatinongor menunjukkan 54,4 % responden menyatakan negatif terhadap metode dan pemberi materi pada penyuluhan yang pernah mereka ikuti. Mereka menyarankan agar metode yang digunakan disesuaikan dengan kondisi remaja.Bersama dengan lembaga-lembaga pemerintah dan juga lembaga-lembaga non pemerintah, BNN juga telah melakukan berbagai sosialisasi tentang bahaya narkoba dan program pencegahan peredaran narkoba, seperti misalnya slogan, poster, pamflet, brosur tentang narkotika, pemberitahuan tentang peredaran narkoba yang disampaikan dalam penerbangan dalam negeri, serta program-program sosialisasi lainnya. Namun demikian, program sosialisasi ini kadang justru memicu keingintahuan sebagian orang untuk lebih tahu tentang dan mencoba narkoba. Masih terdapat kelemahan dalam program sosialisasi, seperti misalnya banyak slogan yang dibuat kurang simpatik, terkesan seram, danmerancukan(lihat contoh-contoh poster terlampir).1. Program-program lembaga swadaya masyarakat seperti misalnya dari yayasan sosial, kumpulan ibu-ibu PKK di tingkat kabupaten, kecamatan dan kelurahan. Namun program-program ini masih sangat terbatas dan pada umumnya di lakukan didaerah perkotaan besar. Program lembaga swadaya masyarakat ini belum mencapai atau belum dirasakan kebutuhannya di daerah pdesaan. Padahal urgensi penyalahgunaan narkoba sudah mencapai daerah pedesaan. Banyak orang di pedesaan yang tidak paham tentang narkoba sehingga mereka dengan mudah terjerumus. Sebagai contoh banyak diantara para korban yang ada di Panti rehabilitasi Pamardi Putra Lembang, Bandung berasal dari daerah pedesaan seperti Cililin, pedesaan garut dan kuningan, Jawa Barat. Di daerah pedesaan di Sumatra, masyarakatnya banyak yang tidak mengerti tentang permasalahan narkoba dan mereka belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang narkoba. Banyak remaja yang terlibat penyalahgunaan narkoba. Kondisi ini mengesankan bahwa masalah penyalahgunaan narkoba (dan juga peredarannya) adalah masalah perkotaan, bukan masalah pedesaan.1. Dalam upaya kuratif dan rehabilitatif, pemerintah telah berupaya mengadakan pusat-pusat rehabilitasi bagi korban narkoba seperti misalnya RSKO di Jakarta dan pusat rehabilitasi narkoba di berbagai Rumah sakit Jiwa di Indonesia dan panti rehabilitasi. Penanganan korban di pusat rehabilitasi beragam, ada yang menggunakan substitusi dengan obat dan ada pula tanpa obat, ada yang menggunakan pendekatan terapeutic community, pendekatan spiritual dan lain-lain. Demikian pula dengan program yang melibatkan masyarakat untuk melakukan pelaporan tentang keberadaan penyalahguna dan pengedaran narkoba. Masih terlalu sedikit anggota masyarakat yang bersedia atau peduli untuk melaporkan karena merasa hal itu bukan urusannya. Sedangkan bagi keluarga yang anggota terlibat dalam penyalahgunaan dan/atau peredaran narkoba tidak masih teramat segan melaporkan karena adanya rasa malu.Bila kita kaji program-program yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan non pemerintah pada umumnya hanya fokus pada tindakan yang diperbuat oleh penyalahguna dan pengedar narkoba. Tindakan ini sebagai obyek pembahasan dan fokus penanganan. Hal ini lazim dilakukan dalam program-program yang dibuat oleh pemerintah pada umumnya, tidak hanya di Indonesia. Namun proses terwujudnya tindakan penyalah guna dan pengedar illegal narkoba luput dari perhatian. Padahal untuk dapat mencegah terwujudnya suatu perbuatan, yang harus dibina, dibimbing dan dikembangkan adalah tingkah laku dalam bersikap sebelum terwujudnya tindakan yang bersangkutan.Sebagaimana halnya dengan banyak program sejenis, program penanggulangan penyalahgunaan narkoba pada umumnya bersifat:1. Fokus pada tindakan penyalahgunaan dan pengedaran narkoba, namun mengabaikan rangkaian proses tingkahlaku sebelum terjadinya tindakan tersebut.2. Program lebih difokuskan pada keseragaman obyek perbuatan, namun mengabaikan keanekaragaman sub-sub-sistem tindakan sosial (termasuk lingkungan spiritual dan fisik) pelaku penyalah guna dan pengedar illegal narkoba. Harus dipahami bahwa, sub sistem budaya, lingkungan spiritual dan fisik pelaku tidak selalu seragam, apalagi dengan mengingat keaneragaman budaya masyarakat Indonesia.3. Menyeragamkan program dengan menonjolkan atau mengedepankan pengkategorisasian atau penggolongan obyek yang menjadi sasaran program, namun mengabaikan perbedaan tingkat dan/atau sudut pandang dan persepsi penyalahguna/pengedar narkoba yang berasal dari berbagai suku bangsa, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, dan lain-lain.Kritik serupa juga banyak diajukan oleh para pakar sebagai yang telah dikemukakan terdahulu.Kerangka Pemikiran dalam Menyusun Program Penganggulangan Penyalahgunaan Narkoba: Kajian AwalDalam proses pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia beberapa dekade lalu, pernah dikenal istilah the man behind the gun sebagai motto dalam meningkatkan dan mengembangkan kemampuan dan kualitas sumber daya manusia. Namun diabaikan bahwa the man behind the gun semata tidak akan bisa membina dan mengembangkan modal insani yang seutuhnya. Bisa saja seseorang sangat ahli dalam mengoperasikan senjata dalam mencapai suatu tujuan, baik tujuan pribadi, tujuan perusahaan, atau lembaga lainnya. Tapi diabaikan bahwa penggunaan senjata ini bisa semena-mena bilamana manusia yang mengoperasikan senjata: tersebut tidak mempunyai atau mengabaikan etika dan moralitas. Penggunaan senjata oleh orang tersebut bisa membahayakan hidup, kehidupan dan kondisi manusia lainnya. Serupa dengan hal tersebut, seseorang yang amat piawai dalam bidang manajemen, sangat ahli dalam bidang tertentu, diberi kekuasaan dan wewenang untuk memimpin sebuah organisasi atau lembaga pemerintahan. Namun bilamana seseorang tersebut tidak mempunyai etika dan moralitas yang baik, maka kekuasaan dan wewenang yang diberikan akan diselewengkan demi kepentingan pribadi, kelompok maupun golongannya sendiri.Sebagaimana telah dibahas di atas, bahwa manusia sebagai mahluk yang terbentuk dari sitem biologis yang khas, walaupun setiap manusia pasti mempunyai jantung, paru-pru, otak, ginjal, limpa, hati dan seterusnya. Namun setiap manusia mempunyai serangkaian sub-sistem DNA yang unik yang mungkin berbeda dengan manusia lain, bbahkan dari ayah bundanya. Dengan pemikiran ini, maka program rehailitasi yang dilakukan tidak selalu bisa sama untuk setiap penyalah guna narkoba. Memang benar bahwa sub-sistem DNA manusia pada dasarnya sama, mungkin sampai 99,99% sama dengan ayah atau ibunya. Namun sisa yang 0,001% itu bisa menciptakan karakter unik, baik yang mempengaruhi kebutuhan sub-sistem biologisnya secara keseluruhaan, sub-sistem perasaan, dan sub-sub-sistem lain baik yang mempunyai pengaruh terhadap terbentuknya kematangan sub-sitem biologis dan sub-sistem kepribadian dalam konteks sistem tindakan sosial. Dengan pemahaman ini, maka dalam program rehabilitasi penyalahguna narkoba harus dipertimbangkan struktur sub-sistem DNA dalam sistem biologisnya. Tidak semua penyalahguna mempunyai struktur DNA yang 100% sama dengan yang lainnya. Dapat diharapkan dengan mengetahui struktur DNA seorang penyalahguna narkoba, akan dapat dilakukan rehabilitasi yang tepat.Selanjutnya, harus dipertimbangkan awal pengembangan pengetahuan budaya, etika dan moralitas seseorang dimulai sejak masih kanak-kanak. Peran ayah dan bunda amat sangat penting dalam meletakkan dasar-dasar pengetahuan, etika dan moralitas anaknya. Sampai umur 5 tahun, peran bunda bahkan begitu pentingnya dalam mempolakan struktur pengetahuan kebudayaan anak. Dalam ajaran semua agama, pentingya peran bunda dalam hal ini amat ditekankan,Sayang sekali, dalam kondisi yang dipacu oleh keutamaan mencapai kesejahteraan secara ekonomi, banyak sekali keluarga yang meninggalkan anak-anaknya dirumah. Anak hanya dirawat, dibina, dan dibimbing oleh kakek dan nenek, atau pembantu atau baby sitter. Bilamana dirawat oleh kakek dan nenek, maka anak cenderung di manja sehingga anak tidak mendapatkan tantangan, kurang mendapatkan sense of problem solving dan pengambilan keputusan yang baik karena semua cenderung dilakukan oleh kakek dan nenek. Akan lebih jelek lagi bilamana anak dirawat oleh pembantu atau baby sitter. Sebagaimana kita tahu bahwa tingkat pendidikan, tingkat kemampuan analisa dan persepsi pembantu atau baby sitter tidak akan bisa sama dengan ayah bunda. Demikian juga tingkat rasa sayang dan cinta serta perhatian dan keprihatinan tentang masa depan anak, tidaklah sedalam ayah bunda. Bilamana dirawat oleh pembantu atau baby sitter maka dapat dipastikan bahwa anak akan belajar dan mengadopsi sebagian atau bahkan seluruh sub-sistem pengathuan budaya yang dimiliki oleh pembantu atau perawat. Sehingga dalam perkembangan sub-sistem kepribadiannya, anak dapat dipengaruhi oleh pola dan cara tingkah laku pembantu atau perawat.Oleh karena itu, program awal guna mengatasi gejala penyalah guna dan pengedar narkoba haruslah dimulai dari pendidikan dan pembinaan pemahamanan ayah bunda tentang penyalahgunaan dan pengedaran narkoba. Kita mengenal istilah anak durhaka, bilamana anak tidak menghormati, tidak patuh kepada atau bahkan menganiaya orang tuanya. Tentunya, kita juga bisa menyatakan ayah durhaka atau ibu durhaka bilamana seorang anak menjadi penyalah guna dan pengedar narkoba. Karena anak menjadi penyalah guna atau pengedar narkoba disebabkan oleh ayah bunda tidak berhasil memberikan penanaman, pembinaan dan pengembangan pengetahuan kebudayaan dengan dasar etika dan moralitas yang baik, dan bisa berguna baik bagi keluarga, kelompok sosial, dan bangsa. Penggunaan ayah durhaka atau ibu durhaka bagi orang tua yang anaknya menyalahgunakan narkoba bisa memacu dua sisi. Di sisi pertama, ayah bunda akan berusaha menghidari dirinya sebagai ayah atau bundda durhaka. Sisi kedua, anak juga akan terpacu untuk menjaga agar tidak sampai mempunyai ayah bunda durhaka, karena akan memalukan dirinya sendiri.Mengingat dari semua segi telah dipercaya bahwa peran bunda sangat lah penting dalam penanaman, pembinaan dan pengembangan kepribadian anak, mungkin kita dapat mencontoh upaya pemerintah Kanada yang mengeluarkan undang-undang yang membatasi jam kerja bagi bunda yang mempunyai anak di bawah umur dewasa. Undang-undang negara Kanada ini membatasi jam kerja bunda maksimum 35 jam seminggu, dengan harapan agar bunda dapat menyediakan waktu lebih banyak (baik secara kwantitas maupun kualitas) untuk menemani (dalam arti merawat, mendidik, membina dan mengembangkan seutuhnya) anak-anaknya. Bisa dan bersediakah para bunda Indonesia untuk menerima peraturan seperti ini? Bilamana bunda bersedia, hal seperti yang dilakukan oleh para bunda di Amerika Serikat yang membentuk perkumpulan yang amat terkenal dan berpengaruh Mothers Against Drunk Driver atau MADD, maka bunda di Indonesia bisa membentuk Mothers Against Drug Abuse (MADA) untuk aktif berperan dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba, baik di tingkat keluarga maupun secara lebih luas lagi (misalnya tingkat nasional).Pernah dipercaya bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang guyub yang memperhatikan dan mementingkan kehidupan bermasyarakat yang baik. Masih ada dan berlakukah sifat guyub ini dalam masyarakat kita? Kalau sudah pudar, bisa dan bersediakah kita menghidupkan kembali sifat guyub ini? Mulai dari lingkungan terkecil, yaitu tingkat RT dan RW pembinaan sifat guyub ini diawali. Organisasi RT dan RW dan dimanfaatkan untuk meningkatkan perhatian, keprihatinan, serta pengutamaan kehidupan bermasyarakat yang baik. Sifat guyub ini akan meningkatkan peran sub-sistem sosial dalam ikut menanamkan, membina dan mengembangkan pengetahuan budaya anggotanya untuk selalu menghormati dan mentaati kelompok sosialnya. Hal ini amat penting oleh karena lingkungan RT/RW adalah lingkungan kedua yang dihadapi oleh seorang anak dalam pertumbuhannya. Namun demikian, khususnya di perkotaan, lingkungan RT/RW tidak selalu menjadi lingkungan yang dihargai dan dihormati oleh warganya. Banyak keluarga, terutama keluarga elite, yang tidak lagi bergaul dan melakukan kegiatan bersama dalam lingkungan RT/RW. Banyak kegiatan bersama seperti ronda lingkungan tidak lagi dilakukan oleh warga sendiri melainkan dengan membayar orang lain atau satpam. Padahal kegiatan ronda ini merupakan salah satu sarana interaksi antar warga yang bisa memperkuat jalinan hubungan dan struktur interaksi antar warga sehingga bisa bersifat guyub. Dengan adanya interaksi yang baik antar warga maka gejala penyalahgunaan narkoba dapat diketahui lebih dini sehingga dengan mudah diatasi sebelum terlanjur. Pencegahan dapat dilakukan sebelum penyakit menjadi kronis.Kelompok sosial yang dihadapi anak selanjutnya adalah lingkungan sekolah. Dalam masalah penyalahgunaan narkoba ini, lingkungan sekolah dianggap lingkungan yang paling rawan dan berbahaya bagi seseorang untuk terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. Untuk mencegah hal tersebut, banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah elite atau sekolah yang dipandang dapat mengajarkan pendidikan agama yang baik, seperti misalnya sekolah PSKD, Pangudi Luhur dan Al-Azhar. Namun dalam kenyataannya, murid-murid sekolah elite dan berbau agama ini cukup banyak yang menjadi penyalahguna narkoba. Kegagalan sekolah untuk menjadi tempat mendiddik anak agar bisa menjadi anak yang mempunyai dasar etika dan moralitas yang baik dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu kurikulum sekolah yang terlalu padat, kurang diperhatikannya pendidikan budi pekerti (mata pelajaran yang telah dihilangkan pada masa pemerintahan orde baru dan digantikan oleh mata pelajaran P4). Sistem kurikulum yang padat menyebabkan anak kurang mempunyai kesempatan untuk bisa berinteraksi secara baik dengan ayah bundanya. Sedangkan pendidikan budi pekerti amat penting, karena menyangkut sendi-sendi yang mendasar tentang pembinaan etika dan moralitas, tidak hanya soal masalah ideologi nasional. Murid-murid setingkat SD dan SMP, (dan mungkin juga SMA) belum tentu dapat mencerna pentingnya ideologi nasional oleh karena minat perhatian dan fokus kegiatan sehari-hari masih terbatas kepada lingkungan di mana mereka hidup dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Pendidikan budi pekerti lebih penting bagi seorang murid agar bisa mengembangkan sistem etika dan moralitas yang kokoh dalam kepribadiannya. Sekolah yang berbau agama pun mempunyai kurikulum pengajaran agama yang sangat dogmatis, yang sebagian besar topik pelajarannya hanya seputar dosa dan pahala, surga dan neraka, orang beriman dan kafir. Bagaimana seorang murid bisa mencerna masalah-masalah ini bilamana tahap perkembangan pengetahuan dan sistem pemikiran masih disekitar yang tampak nyata dan dialaminya sehari-hari. Seperti misalnya slogan anti penyalahgunaan narkoba yang berbunyi: Narkoba adalah hadiah dari Neraka. What the hell is neraka? Apakah narkoba itu memang benar-benar buruk sehingga asalnya dari neraka? Kalau narkoba berasal dari neraka, seorang pasien yang disuntik dengan narkoba sebelum dioperasi berarti telah menerima hadiah dari neraka? Penderita kanker yang harus menggunakan narkoba untuk menahan rasa sakit yang dideritanya, berarti disayang neraka karena diberi narkoba yang merupakan hadiah dari neraka. Terkait dengan hal ini, beberapa ahli psikologi anak menganjurkan dalam pendidikan anak, sebaiknya tidak digunakan kata-kata yang menakutkan, yang menimbulkan rasa benci, atau yang tidak sepenuhnya dipahami karena tidak sesuai dengan tingkat kemampuan pemahaman anak.Akan lebih baik bilamana seorang anak didik diberikan pelajaran etika dan moralitas (budi pekeri) yang sesuai dengan perkembangan kemampuan mencerna pengetahuan dan pengalamannya sehari-hari. Narkoba harus dijelaskan dengan tingkat kemampuan mencerna anak-anak, tidak semata-mata hanya obat dari neraka, obat pendosa, dan lain-lain. Narkoba harus dikaitkan dengan masalah hidup yang sehat dan menyenangkan, dan diletakkan sebagai sesuatu yang bisa menganggu keriaan dalam banyak kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Seperti misalnya no fun with narcotics.Sisi kedua, untuk program penanggulangan gejala yang sudah terjadi di sekolah agar tidak semakin merebak, mungkin kita dapat mengkaji program School Resoure Officer di Amerika Serikat, yaitu sekolah mendayagunakan berbagai sumberdaya yang dapat ikut mengawasi keselamatan murid dan meningkatkan persepsi dan pemahaman mengenai keselamatan diri. Program ini melibatkan komunitas sekolah termasuk orang tua murid, petugas penegak hukum, dan tokoh-tokoh masyarakat yang berlokasi di sekitar lingkungan sekolah. Banyak dari sumber daya ini yang melakukannya secarafull timeatau paruh waktu (Sthepen J. Clipper, School Resource Office Program: Implementations Effect on Student Perceptions of Safety). Sekolah dipandang sebagai tempat pendidikan yang terbaik. Namun agar proses pendidikan dan pembelajaran dapat berhasil dengan baik maka lingkungan sekolah harus bebas dari tindakan kekerasan, tawuran, gang, dan penyalahgunaan narkoba).Dalam undang-undang tentang pendidikan, terdapat pasal-pasal yang mengatur lokasi sekolah dan bagaimana fasilitas-fasilitas sosial lainnya (seperti pusat pertokoan, mall, bar/cafe, hotel) tidak boleh dibangun di lokasi yang berdekatan dengan sekolah. Namun dalam kenyataannya, undang-undang ini hanya serangkaian tulisan resmi yang tidak pernah diterapkan dengan tegas. Masih banyak sekolah yang berada dilokasi yang berdekatan dengan fasilitas-fasilitas umum yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Sebagai contoh kecil saja, di daerah Kemang, Kebayoran Baru, cukup banyak sekolah yang berdekatan dengan hotel, mall, bar/cafe, restoran, dan lain-lain, yang sering menjadi tempat orang dewasa berkumpul dan bercengkerama. Sekolah dengan lingkungan fisik seperti ini, amat sulit untuk dapat membina dan mengembangkan persepsi dan pemahaman tentang bahaya yang mungkin dapat menimpa seorang murid, seperti bahaya terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. Secara nasional, harus ada kemauan politik dan ekonomi yang kuat dari pemerintah untuk menata lingkungan sekolah menjadi tempat yang benar-benar baik untuk menjalankan proses pendiddikan dan pembelajaran.Last but not least, haruslah memanfaatkan kearifan budaya yang dipunyai oleh masing-masing suku bangsa dan kelompok budaya. Slogan-slogan yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkoba harus sesuai dan seiring dengan kearifan budaya yang dikenal. Tidak perlu menggunakan bahasa asing dalam membuat slogan-slogan dalam program sosialisasi. Juga tidak perlu menggunakan kata-kata yang bersifat aggressive dan vulgar seperti contoh di atas (Narkoba adalah hadiah dari Neraka) atau misalnya Perangi Narkoba. Narkoba bukanlah musuh yang harus diperangi, melainkan harus diceegah penyalahgunaan pemakaiannya yang dapat merusak diri sendiri. Narkoba adalah obat, sebagaimana hal nya dengan senjata. Tergantung bagaimana dan siapa yang menggunakannya. Bilamana narkoba digunakan hanya oleh dokter yang berwenang dalam mengobati seseorang, maka narrkoba adalah hal yang positif dalam hidup dan kehidupan. Bilamana narkoba dipakai sesuai dengan batas takaran yang diperbolehkan dan hanya digunakan oleh orang yang benar-benar membutuhkan, maka narkoba bisa bermanfaat bagi kesehatan manusia.Slogan-slogan untuk program sosialisasi yang baik dapat mendayagunakan kearifan budaya lokal seperti memayu wahyuning bawono, ambrasta dur angkara dalam budaya Jawa yang secara luas berarti menjaga dan memelihara hidup dan kehidupan di dunia (bersama-sama orang lain) dan menghindari atau membasmi kejahatan yang dapat mengganggu dan merusak kehidupan. Dalam konteks budaya Jawa, dengan menyalahgunakan narkoba berarti tidak menjaga hidup dan kehidupan di dunia, namun justru menyebabkan timbulnya kejahatan, karena ketagihan narkoba dalam mendorong orang untuk nekad melakukan kejahatan.Dalam budaya Minahasa dikenal kearifan yang berbunyi Si Tou Timou Tumou Tou yang secara luas berarti peran seseorang (Tou) adalah menjadi manusia yang memaksimal potensi untuk berkembang (Timou) agar bisa bertanggungjawab menghidupkan (tumou) orang lain. Seorang penyalahguna narkoba adalah orang yang tidak mau berperan untuk menjadi manusia yang memaksimalkan potensi perkembangan agar dapat menghidupi orang lain. Dengan menjadi penyalahguna narkoba, seseorang justru menjadi beban orang lain.Masih banyak lagi kearifan budaya dalam masyarakat Indonesia yang dapat digali dan digunakan dalam program sosialisasi untuk mengurangi dan membasmi penyalahgunaan narkoba.Peran penyuluh dan pelaksana program sosialisasi P4GN harus pula dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan tentang sistem budaya (baik sistem budaya penyalahguna narkoba dan sistem budaya masyarakat) di mana penyuluhan dan sosialisasi dilakukan. Dengan demikian, dapat lebih diharapkan baik penyuluh maupun yang di suluh mempunyai kerangka pemahaman budaya dan kerangka pemikiran yang dapat dimengerti satu sama lain. Harus dihilangkan sifat menyeragamkan materi penyuluhan dan bahan sosialisasi untuk semua daerah di Indonesia.Sebagai penutup, beberapa ahli penanggulangan penyalahgunaan narkoba menyatakan bahwa merokok dan minum minuman keras, mabok-mabokan, merupakan jalan untuk kecanduan, yang dapat menjerumuskan ke penyalahgunaan narkoba. Hal ini karena rokok dan minuman keras bisa menyebabkan kecanduan atau ketergantungan. Namun seiring dengan waktu kecanduan, takaran untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan cenderung untuk meningkat. Pada tingkat tertentu, tingkat ketergantungan ini bisa menyebabkan atau mendorong menjadi kebutuhan dan ketergantungan terhadap narkoba. Seperti yang dinyatakan oleh Gleason and Dracol: rokok dan minuman beralkohol adalah jenis narkoba yang sering dilihat oleh anak, baik ayah bunda, guru dan teman sebaya yang merokok atau minum minuman beralkohol. Anak-anak akan bisa meniru kebiasaan ayah bunda, guru,dan teman sebaya untuk ikut merokok dan meminum minuman beralkohol,It is virtually impossible to find a young person who smokes but does not use alcohol. Many young people drink and do not smoke, but few smoke and do not drink. Most people, even youngsters, recognize that smoking is a very serious health risk. But if they are willing to smoke, the risk of using alcohol is an easy next step. And because smokers are risktakers, they are probably the most likely to take the next step toward illegal drug use, starting with marijuana ((Gleason, C., and Driscoll, M. (1998).How to Tell if a Child is Using Drugs. Plainview, N.Y.: The Bureau for At-Risk YouthTobacco)hal. 6;lihat pula Sean Brotherson, Ph.D.:Alcohol, Tobacco and Other Drug Prevention for Young Children, Family Science Specialist NDSU Extension Service).Beberapa pakar juga mulai melakukan penelitian terhadap musik dan musik kegemaran anak-anak muda, pemain-pemain musik yang menjadi idola mereka, serta cara mendengarkan musik favorit sebagai indikator awal penyalahgunaan narkoba. Di Indonesia, beberapa selebritis, baik bintang musik, bintang film, bintang TV, dan lain-lain type selebritis terlibat dengan penyalahgunaan narkoba. Jenis musik favorit tertentu dan cara mendengarkan musik sendirian dengan volume suara yang teramat keras, juga dapat dijadikan pendeteksi awal akan kecenderungan penyalahgunaan narkoba.Walaupun masih banyak perdebatan dalam hal ini, namun bagi ayah bunda, guru dan pendidik untuk dapat lebih waspada, dengan tidak memberikan contoh yang buruk dan lebih waspada (tentunya tanpa kecurigaan yang berlebihan sebelum terbukti) terhadap gejala-gejala awal penyalahguna narkoba.Untuk tetap dapat mengawasi perilaku selebritis dan mencegah pengaruh buruk dari para selebritis ini, diperlukan adanya sanksi yang tegas terhadap selebritis yang berperilaku buruk tersebut. Pelarangan untuk tampil di hadapan publik dalam ajang sosial apapun, mungkin bisa menghentikan pengaruh buruk selebirits yang berangkutan.