pedoman penetapan remunerasi eksekutif bumn:...

13
Pedoman Penetapan Remunerasi Eksekutif BUMN: Masihkah Relevan? Oleh: Wiratmoko Prasidhanto Pada akhir Desember 2010, Menteri Negara BUMN menerbitkan Peraturan Nomor PER-07/MBU/2010. Peraturan tersebut mengatur mengenai pedoman dalam menetapkan besaran remunerasi bagi eksekutif BUMN. Sebelumnya, penetapan remunerasi mengacu pada Peraturan Nomor PER-02/MBU/2009 dan PER-03/MBU/2009. Kini, setelah satu setengah tahun peraturan tersebut diterbitkan, masihkah relevan? Pendahuluan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-07/MBU/2010 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN, atau singkatnya kita sebut dengan pedoman penetapan remunerasi eksekutif BUMN, merupakan langkah maju dari Kementerian BUMN. Saat itu, Menteri Negara BUMN dihujani dengan berbagai pemberitaan mengenai tingginya gaji Direksi BUMN. Salah satu pemicunya adalah pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang menyatakan bahwa gaji presiden lebih kecil dibandingkan gaji Direktur Utama sebagian BUMN 1 . Mustafa Abubakar, Menteri Negara BUMN saat itu, mengatakan bahwa Kementerian BUMN akan mengkaji ulang sistem pemberian remunerasi bagi Direksi dan Dewan Komisaris BUMN. Hasilnya, terbitlah PER-07/MBU/2010. Secara konsep, pemberian remunerasi harus mempertimbangkan 3P, Pay for Position, Pay for Person, dan Pay for Performance. Konsep ini mengacu pada keseimbangan antara remunerasi dengan tanggungjawab jabatan, kemampuan individu, dan kinerja individu. Pay for Position menunjukkan bahwa remunerasi harus seimbang dengan tanggungjawab yang diamanatkan oleh posisi jabatan. Pay for person menunjukkan bahwa remunerasi harus seimbang dengan atribut yang dibawa oleh pemangku jabatan. Atribut tersebut dapat terdiri dari tingkat pendidikan, keterampilan, dan atribut lain yang dipersyaratkan untuk memangku suatu jabatan. Pay for Performance menitikberatkan pada keseimbangan antara remunerasi dengan pencapaian target kinerja individu. Remunerasi eksekutif merupakan bagian penting dalam menjalankan perusahaan, khususnya di BUMN. Para eksekutif BUMN merupakan agen bagi Negara selaku pemilik perusahaan. Dengan memberikan remunerasi yang seimbang, maka pemilik perusahaan dapat menarik talenta-talenta terbaik untuk memimpin perusahaan. Selain itu, remunerasi yang seimbang juga akan meminimalkan biaya keagenan. Tulisan ini tidak akan membahas panjang lebar mengenai kesesuaian remunerasi eksekutif dengan konsep 3P. Penulis meyakini keniscayaan bahwa konsep 3P pasti terpenuhi dalam konsep tersebut. Alih-alih, tulisan ini akan menguraikan struktur remunerasi eksekutif BUMN dan evaluasi secara umum terhadap PER-07/MBU/2010. Hasil Evaluasi yang menunjukkan alasan rasional bahwa pedoman tersebut perlu disesuaikan, disajikan dalam gambaran besar, bukan berbentuk rumusan yang baru. 1 Disampaikan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, pada saat pembukaan acara Indonesia Business- BUMN Expo & Conference (IBBEX-2010) di Jakarta, Kamis (23 September 2010).

Upload: vandan

Post on 03-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pedoman Penetapan Remunerasi Eksekutif BUMN: …generasi-1klik.weebly.com/uploads/1/4/6/2/14621842/relevansi... · pernyataan Presiden ... Direksi maupun Dewan Komisaris/Pengawas

Pedoman Penetapan Remunerasi Eksekutif BUMN: Masihkah Relevan?

Oleh: Wiratmoko Prasidhanto

Pada akhir Desember 2010, Menteri Negara BUMN menerbitkan Peraturan Nomor

PER-07/MBU/2010. Peraturan tersebut mengatur mengenai pedoman dalam menetapkan

besaran remunerasi bagi eksekutif BUMN. Sebelumnya, penetapan remunerasi mengacu pada

Peraturan Nomor PER-02/MBU/2009 dan PER-03/MBU/2009. Kini, setelah satu setengah tahun

peraturan tersebut diterbitkan, masihkah relevan?

Pendahuluan

Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-07/MBU/2010 tentang Pedoman

Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN, atau

singkatnya kita sebut dengan pedoman penetapan remunerasi eksekutif BUMN, merupakan

langkah maju dari Kementerian BUMN. Saat itu, Menteri Negara BUMN dihujani dengan

berbagai pemberitaan mengenai tingginya gaji Direksi BUMN. Salah satu pemicunya adalah

pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang menyatakan bahwa gaji presiden lebih

kecil dibandingkan gaji Direktur Utama sebagian BUMN1. Mustafa Abubakar, Menteri Negara

BUMN saat itu, mengatakan bahwa Kementerian BUMN akan mengkaji ulang sistem pemberian

remunerasi bagi Direksi dan Dewan Komisaris BUMN. Hasilnya, terbitlah PER-07/MBU/2010.

Secara konsep, pemberian remunerasi harus mempertimbangkan 3P, Pay for Position,

Pay for Person, dan Pay for Performance. Konsep ini mengacu pada keseimbangan antara

remunerasi dengan tanggungjawab jabatan, kemampuan individu, dan kinerja individu. Pay for

Position menunjukkan bahwa remunerasi harus seimbang dengan tanggungjawab yang

diamanatkan oleh posisi jabatan. Pay for person menunjukkan bahwa remunerasi harus seimbang

dengan atribut yang dibawa oleh pemangku jabatan. Atribut tersebut dapat terdiri dari tingkat

pendidikan, keterampilan, dan atribut lain yang dipersyaratkan untuk memangku suatu jabatan.

Pay for Performance menitikberatkan pada keseimbangan antara remunerasi dengan pencapaian

target kinerja individu.

Remunerasi eksekutif merupakan bagian penting dalam menjalankan perusahaan,

khususnya di BUMN. Para eksekutif BUMN merupakan agen bagi Negara selaku pemilik

perusahaan. Dengan memberikan remunerasi yang seimbang, maka pemilik perusahaan dapat

menarik talenta-talenta terbaik untuk memimpin perusahaan. Selain itu, remunerasi yang

seimbang juga akan meminimalkan biaya keagenan.

Tulisan ini tidak akan membahas panjang lebar mengenai kesesuaian remunerasi

eksekutif dengan konsep 3P. Penulis meyakini keniscayaan bahwa konsep 3P pasti terpenuhi

dalam konsep tersebut. Alih-alih, tulisan ini akan menguraikan struktur remunerasi eksekutif

BUMN dan evaluasi secara umum terhadap PER-07/MBU/2010. Hasil Evaluasi yang

menunjukkan alasan rasional bahwa pedoman tersebut perlu disesuaikan, disajikan dalam

gambaran besar, bukan berbentuk rumusan yang baru.

1 Disampaikan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, pada saat pembukaan acara Indonesia Business-

BUMN Expo & Conference (IBBEX-2010) di Jakarta, Kamis (23 September 2010).

Page 2: Pedoman Penetapan Remunerasi Eksekutif BUMN: …generasi-1klik.weebly.com/uploads/1/4/6/2/14621842/relevansi... · pernyataan Presiden ... Direksi maupun Dewan Komisaris/Pengawas

Struktur Remunerasi Eksekutif BUMN

Secara garis besar, pedoman remunerasi eksekutif BUMN mengarahkan BUMN untuk

memberikan remunerasi eksekutif yang bersifat semi-variabel. Terdapat bagian remunerasi yang

bersifat tetap (fixed), yaitu gaji dan tunjangan. Sedangkan bagian lain bersifat variabel, yaitu

tantiem.

Gambar 1. Struktur Remunerasi Eksekutif BUMN

sumber: PER-07/MBU/2010 diolah penulis

Gaji/Honorarium

Komponen yang akan kita lihat pertama adalah komponen yang bersifat tetap yaitu gaji.

Sesuai dengan pasal 4 Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-07/MBU/2010, Anggota

Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas dapat diberikan gaji/honorarium. Besaran

gaji/honorarium yang diberikan harus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan keuangan

perusahaan. PER-07/MBU/2010 menentukan bahwa besaran gaji eksekutif BUMN ditentukan

dalam model:

Gambar 2. Determinan Gaji/Honorarium Eksekutif BUMN

sumber: PER-07/MBU/2010 diolah penulis

Gaji/Honorarium

Gaji Dasar

0,6 IP + 0,4 IA

IndeksPendapatan

Indeks Aktiva

Rp 15 juta

Faktor PenyesuaianIndustri

(0 s.d. 400)

Benchmark

Competitiveness

KelangkaanSDM

Faktor Jabatan

Direktur Utama:

100%

Direktur:

90%

Komisaris Utama:

40%

Komisaris:

36%

Faktor Inflasi

+

X

X X X

+ +

Gaji = Gaji Dasar x Faktor Penyesuaian Industri x Faktor Penyesuaian Inflasi x Faktor Jabatan

Page 3: Pedoman Penetapan Remunerasi Eksekutif BUMN: …generasi-1klik.weebly.com/uploads/1/4/6/2/14621842/relevansi... · pernyataan Presiden ... Direksi maupun Dewan Komisaris/Pengawas

Dalam menentukan gaji dasar, terdapat satu faktor tetap yaitu nilai dasar yang memiliki

nilai Rp 15 juta. Selanjutnya, faktor penentu remunerasi di dalam gaji dasar adalah besar

kecilnya tanggung jawab yang tergantung pada ukuran perusahaan. PER-07/MBU/2010

menggunakan bauran aktiva dan penjualan untuk menentukan ukuran perusahaan. Bauran

tersebut terdiri dari 40 persen indeks total aktiva perusahaan dan 60 persen indeks pendapatan

perusahaan.

Faktor penentu gaji/honorarium berikutnya adalah faktor penyesuaian industri. PER-

07/MBU/2010 secara eksplisit menyatakan bahwa besaran faktor penyesuaian industri

mempertimbangkan beberapa hal berikut: (1) benchmark dengan sektor industri yang sejenis,

(2) competitiveness, dan (3) kelangkaan sumber daya manusia. Penyesuaian diberikan apabila:

1. peningkatan kompleksitas pengelolaan perusahaan dan peningkatan tingkat persaingan di

industri bersangkutan.

2. peningkatan capaian kinerja yang signifikan dibandingkan dengan industri atau dibandingkan

dengan tahun-tahun sebelumnya.

3. peningkatan penghasilan pada perusahaan sejenis dan/atau yang memiliki kompleksitas yang

setara .

4. peningkatan tantangan dan/atau penugasan-penugasan spesifik yang diberikan kepada

eksekutif pada perusahaan yang bersangkutan, yang memerlukan perhatian dan tanggung

jawab yang melebihi kondisi sebelumnya.

Faktor selanjutnya sebagai penentu gaji/honorarium adalah faktor jabatan. Pedoman

penetapan remunerasi eksekutif membagi faktor jabatan menjadi empat kelompok, yaitu Direktur

Utama, Direksi, Komisaris Utama, dan Komisaris. Besaran untuk masing-masing kelompok

ditetapkan 100:90:40:36 untuk Direktur Utama, Direksi, Komisaris Utama, dan Komisaris.

Faktor terakhir dari penentu gaji/honorarium eksekutif BUMN adalah penyesuaian

inflasi. Pedoman penetapan remunerasi eksekutif BUMN menetapkan faktor penyesuaian inflasi

sebesar 50% dari realisasi inflasi tahun sebelumnya yang dipergunakan dalam rangka

penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat.

Tunjangan dan Fasilitas

Selain gaji/honorarium, Direksi, Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas dapat diberikan

tunjangan dan fasilitas. Sesuai dengan Pedoman penetapan remunerasi eksekutif BUMN,

pemberian tunjangan dan fasilitas disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan keuangan

perusahaan. Pemberian tunjangan dan fasilitas juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan.

Tunjangan yang dapat diberikan kepada Direksi tidak sama dengan Dewan

Komisaris/Pengawas. Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan komunikasi, santunan purna

jabatan, dan tunjangan pakaian dapat diberikan baik kepada Direksi dan Dewan

Komisaris/Pengawas. Sedangkan tunjangan cuti tahunan, tunjangan cuti besar, tunjangan

perumahan, dan tunjangan biaya utilitas hanya dapat diberikan kepada Direksi. Sebaliknya,

tunjangan transportasi hanya dapat diberikan kepada Dewan Komisaris/Pengawas.

Page 4: Pedoman Penetapan Remunerasi Eksekutif BUMN: …generasi-1klik.weebly.com/uploads/1/4/6/2/14621842/relevansi... · pernyataan Presiden ... Direksi maupun Dewan Komisaris/Pengawas

Begitu juga halnya dengan fasilitas. Terdapat perbedaan dalam fasilitas yang diperoleh

antara Direksi dengan Dewan Komisaris/pengawas. Fasilitas yang dapat diberikan baik kepada

Direksi maupun Dewan Komisaris/Pengawas adalah kendaraan dinas (bersifat substitusi dengan

tunjangan transportasi), fasilitas kesehatan, dan keanggotaan dalam perkumpulan profesi.

Selain itu, BUMN wajib memberikan fasilitas bantuan hukum berupa pengacara dan

konsultan hukum, apabila Direksi dan/atau Dewan Komisaris/Pengawas dalam hat terjadi

tindakan/perbuatan untuk dan atas nama jabatannya yang berkaitan dengan maksud dan tujuan

serta kegiatan usaha perusahaan. Fasilitas bantuan hukum tidak dapat diberikan jika Direksi

dan/atau Dewan Komisaris/Pengawas menjadi saksi, tersangka atau terdakwa karena proses

pidana yang dilaporkan oleh BUMN yang bersangkutan, Negara (Negara sebagai Badan Hukum

atau Lembaga Negara atau Lembaga Pemerintah), atau pihak tertentu yang ditetapkan oleh

RUPS/Menteri.

Sedangkan fasilitas khusus, yang hanya diberikan kepada Direksi, berupa fasilitas rumah

jabatan (substitusi dengan tunjangan perumahan), keanggotaan dalam club (maksimal 2 club),

serta biaya representasi dalam hal Direksi mewakili perusahaan (diberikan secara at cost).

Tantiem dan Insentif Kinerja

Dalam pedoman penetapan remunerasi eksekutif, bagian remunerasi yang bersifat

variabel adalah tantiem dan insentif kerja. Umumnya, tantiem diberikan kepada eksekutif

BUMN, apabila perusahaan yang mereka kelola dan awasi memberikan keuntungan pada tahun

tersebut. Namun demikian, perusahaan Perseroan dan Perum yang mengalami kerugian atau

akumulasi rugi dapat memberikan tantiem dan/atau insentif kepada eksekutif selama telah

dianggarkan di dalam RKAP.

Kriteria dalam pemberian tantiem adalah pencapaian Key Performance Indicator (KPI)

dan Tingkat Kesehatan Perusahaan (TKP). Tantiem diberikan jika capaian KPI diatas 70 persen

dan TKP diatas 70. Dalam hal TKP dibawah 70, maka tantiem dapat diberikan sepanjang nilai

TKP tersebut berada di atas target TKP di dalam RKAP, dan capaian KPI di atas 70 persen.

Komposisi besaran tantiem secara individu bagi eksekutif, diatur sebagaimana halnya faktor

jabatan pada penentuan gaji/honorarium eksekutif.

Evaluasi Rumusan Remunerasi Eksekutif

Seperti halnya uraian anatomi dari remunerasi eksekutif BUMN, evaluasi terhadap

rumusan remunerasi eksekutif akan disajikan berdasarkan kelompok penghasilan. Penyajian ini

dimaksudkan agar pembaca lebih mudah dalam memahami pedoman penetapan remunerasi

eksekutif BUMN. Namun demikian, tulisan ini tidak akan mengevaluasi seluruh komponen

remunerasi. Makna filosofis di balik rumusan penetapan gaji/honorarium adalah hal yang penting

untuk diungkapkan. Sebaliknya, pemberian tunjangan lebih bersifat normatif. Sedangkan dalam

pemberian tantiem, pedoman ini tidak menetapkan perhitungan baku. Sebagaimana diuraikan

sebelumnya pada bagian struktur remunerasi eksekutif, faktor penentu gaji/honorarium eksekutif

BUMN terdiri dari gaji dasar, faktor penyesuaian industri, faktor jabatan, dan faktor penyesuaian

inflasi.

Page 5: Pedoman Penetapan Remunerasi Eksekutif BUMN: …generasi-1klik.weebly.com/uploads/1/4/6/2/14621842/relevansi... · pernyataan Presiden ... Direksi maupun Dewan Komisaris/Pengawas

Gaji/Honorarium Dasar

Merunut dari pedoman penetapan remunerasi eksekutif BUMN yang pernah ada, skema

penentuan indeks total aktiva, indeks pendapatan, dan nilai dasar untuk menentukan gaji dasar

telah digunakan sejak tahun 20024. Penggunaan indeks total aktiva, indeks pendapatan, dan nilai

dasar telah diatur di dalam Surat Sekretaris Kementerian Negara BUMN Nomor: S-

326/S.MBU/2002 tanggal 31 Mei 2002. Surat ini ditujukan kepada para Deputi teknis di

lingkungan Kementerian Negara BUMN. Surat tersebut diterbitkan karena adanya kesadaran,

bahwa pedoman penetapan remunerasi yang ditetapkan pada tahun 1990 (dua belas tahun

sebelum diterbitkannya surat ini) sudah tidak relevan dengan kondisi saat itu (tahun 2002).

Dasar dari masuknya indeks aktiva dan indeks pendapatan sebagai determinan gaji dasar

adalah, bahwa aktiva dan pendapatan merupakan parameter ukuran perusahaan. Penggunaan

nilai aktiva dan pendapatan sebagai ukuran perusahaan merupakan hal yang diterima seccara

umum. Dalam kaitannya dengan para eksekutif BUMN, semakin besar ukuran perusahaan maka

tanggung jawab eksekutif BUMN juga semakin besar. Seiring dengan hal itu, semakin tinggi

indeks aktiva dan indeks pendapatan, maka gaji dasar yang diterima juga semakin besar.

Satu hal yang menjadi ganjalan adalah penentuan bauran indeks dasar yang terdiri dari 60

persen indeks pendapatan dan 40 persen indeks total aktiva. Umumnya pemilihan parameter

ukuran perusahaan cukup memilih satu dari dua parameter tersebut.

Alasan pertama adalah, pendapatan perusahaan dipengaruhi oleh aktiva yang dimiliki

perusahaan. Pada perusahaan dengan karakteristik seperti perusahaan perdagangan, pendapatan

dipengaruhi oleh modal kerja (persediaan barang dagang) perusahaan. Begitu juga dengan

perusahaan lain dengan karakteristik yang serupa dengan perusahaan perdagangan, pendapatan

dipengaruhi oleh modal kerja yang dimiliki. Sedangkan pada perusahaan yang bergerak di

bidang infrastruktur, pendapatan perusahaan lebih dipengaruhi oleh aktiva tetap yang dimiliki.

Lain halnya dengan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, pendapatan dipengaruhi

oleh kemampuan mengoptimalkan kapasitas produksi. Ini berarti terdapat interaksi yang intensif

antara aktiva tetap sebagai faktor pengolah dengan modal kerja (aktiva lancar) sebagai input.

Alasan kedua adalah, nilai aktiva relatif lebih stabil dibandingkan dengan nilai kapitalisasi pasar

atau penjualan (Wuryatiningsih, 2002 dalam Sudarmadji dan Sularto, 2007). Sehingga nilai

aktiva lebih tepat dipilih menjadi ukuran perusahaan.

Rendahnya tingkat perputaran aktiva (asset turnover) BUMN di masa itu, diduga menjadi

alasan digunakannya bauran aktiva tetap dan pendapatan dalam penentuan gaji dasar. Sedangkan

komposisi 60 persen untuk pendapatan dan 40 persen untuk aktiva menunjukkan bahwa

4 Indeks Pendapatan dan Indeks Aktiva juga telah digunakan sebelum tahun 2002. Pada periode tersebut, pedoman

penetapan penghasilan diterbitkan oleh Menteri Keuangan. Namun demikian, besaran konversi indeks pendapatan

dan indeks aktiva tidak sama dengan besaran konversi pada PER-07/MBU/2010. Salah satu contoh penggunaan

Indeks Aktiva dan Indeks Pendapatan pada periode tersebut adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor:

189/KMK.01/2000 tentang Penetapan Penghasilan dan Pemberian Fasilitas, Uang Jasa Akhir Masa Jabatan Serta

Jasa Produksi/Bonus Bagi Badan Usaha Milik Negara Yang Berbentuk Perusahaan Umum.

Page 6: Pedoman Penetapan Remunerasi Eksekutif BUMN: …generasi-1klik.weebly.com/uploads/1/4/6/2/14621842/relevansi... · pernyataan Presiden ... Direksi maupun Dewan Komisaris/Pengawas

tanggungjawab eksekutif BUMN untuk memperoleh pendapatan lebih besar daripada menjaga

asset perusahaan.

Dalam penelitian terdahulu, Prasidhanto (2011)5 menemukan bukti empiris bahwa ukuran

perusahaan dan jumlah SDM secara signifikan berpengaruh pada remunerasi eksekutif di

perusahaan yang tercatat di BEI tahun 2010. Baik aktiva maupun pendapatan dapat menjadi

proxy dari ukuran perusahaan. Namun demikian, ketika aktiva dan pendapatan digunakan

bersama-sama sebagai prediktor remunerasi, terjadi multikolinearitas. Hal ini secara tidak

langsung mendukung penggunaan indeks tunggal dalam perhitungan remunerasi eksekutif.

Faktor selanjutnya dari pembentuk gaji dasar adalah nilai dasar. Pedoman penetapan

remunerasi eksekutif BUMN tahun 2010 menetapkan nilai dasar sebesar Rp 15 juta. Nilai dasar

tersebut menunjukkan bahwa, setiap orang yang memenuhi kriteria umum sebagai eksekutif

BUMN, membawa atribut-atribut tertentu yang berupa tingkat pendidikan, keahlian,

keterampilan, pengetahuan, dan atribut umum lainnya, memiiliki nilai sebesar Rp 15 juta.

Besaran ini masih sama dengan penetapan pada tahun 20096 dan naik 50 persen dibandingkan

penetapan tahun 20027. Perubahan nilai dasar dari Rp 10 juta menjadi Rp 15 juta dalam rentang

waktu tahun 2002-2009, menunjukkan adanya penyesuaian nilai riil mata uang. Meskipun tidak

sepenuhnya mengikuti laju inflasi tahunan selama periode tahun 2002-2009, namun dapat

dipastikan penyesuaian terhadap besaran nilai dasar tersebut berdasarkan asumsi inflasi.

Jika perubahan nilai dasar pada tahun 2009 dapat diidentifikasi dengan mudah sebagai

penyesuaian asumsi inflasi, sebaliknya dengan penetapan pada tahun 2002. Bukan hal mudah

untuk meraba pertimbangan penetapan nilai dasar sebesar Rp 10 juta. Dugaan awal, nilai dasar

tersebut ditetapkan dengan membandingkan remunerasi pada perusahaan dengan ukuran pasar

yang sebanding. Namun dugaan tersebut tidak dapat dibuktikan, karena ketidaktersediaan data

yang mendukung. Dugaan lain, penetapan nilai dasar tersebut bersifat arbitratif antara pemegang

saham dengan eksekutif BUMN. Dikarenakan keterbatasan data, tulisan ini tidak akan menguji

kedua dugaan tersebut.

Faktor kedua dari pembentuk gaji/honorarium setelah gaji/honorarium dasar adalah

faktor penyesuaian industri. Istilah faktor penyesuaian industri pertama kali muncul pada

pedoman penetapan remunerasi eksekutif tahun 2009. Meskipun menggunakan istilah yang

sama, ternyata terdapat perbedaan pengaturan penyesuaian industri pada masing-masing

pedoman.

Tabel 1. Pengaturan Faktor Penyesuaian Industri

PER-02/MBU/2009 PER-03/MBU/2009 PER-07/MBU/2010 1. Maksimal 400%

2. Ditetapkan RUPS/Menteri

1. Maksimal 200%

2. Ditetapkan RUPS/Menteri atas

1. Maksimal 400%

2. Ditetapkan RUPS/Menteri atas

5 Prasidhanto, Wiratmoko. 2011. Faktor yang memengaruhi remunerasi eksekutif perusahaan : Studi empiris

perusahaan terbuka yang terdaftar Pada bursa efek indonesia tahun 2010. Jurnal Riset Kementerian BUMN Edisi

II, Desember 2011, halaman 18. 6 PER-02/MBU/2009 merupakan Peraturan Menteri Negara BUMN pertama yang mengatur penetapan penghasilan

bagi Direksi dan Dewan Komisaris/Pengawas BUMN. Pada tahun yang sama, Peraturan ini direvisi di dalam PER-

03/MBU/2009 7 S-326/MBU/2002 menetapkan nilai dasar untuk perhitungan gaji dasar sebesar Rp 10 juta.

Page 7: Pedoman Penetapan Remunerasi Eksekutif BUMN: …generasi-1klik.weebly.com/uploads/1/4/6/2/14621842/relevansi... · pernyataan Presiden ... Direksi maupun Dewan Komisaris/Pengawas

PER-02/MBU/2009 PER-03/MBU/2009 PER-07/MBU/2010 3. Pertimbangan:

a. Benchmark

b. Competitiveness

c. Kelangkaan SDM

usulan Direksi

3. Pertimbangan:

a. Benchmark

b. Competitiveness

c. Kelangkaan SDM 4. Untuk FPI di atas 150%, usulan

Direksi harus didukung dengan

data:

a. Peningkatan kompleksitas

usaha dan tingkat persaingan

di industri bersangkutan

b. Peningkatan pencapaian

kinerja yang signifikan

dibandingkan dengan industri

atau tahun-tahun sebelumnya

c. Peningkatan penghasilan pada perusahaan sejenis

dan/atau yang memiliki

kompleksitas yang setara

d. Peningkatan tantangan

dan/atau penugasan spesifik

yang diberikan kepada

eksekutif yang memerlukan

perhatian dan tanggungjawab

yang melebihi kondisi

sebelumnya.

usulan Direksi

3. Pertimbangan:

a. Benchmark

b. Competitiveness

c. Kelangkaan SDM 4. Usulan Direksi harus didukung

dengan data:

a. Peningkatan kompleksitas

usaha dan tingkat persaingan

di industri bersangkutan

b. Peningkatan pencapaian

kinerja yang signifikan

dibandingkan dengan industri

atau tahun-tahun sebelumnya

c. Peningkatan penghasilan

pada perusahaan sejenis dan/atau yang memiliki

kompleksitas yang setara

d. Peningkatan tantangan

dan/atau penugasan spesifik

yang diberikan kepada

eksekutif yang memerlukan

perhatian dan tanggungjawab

yang melebihi kondisi

sebelumnya.

e. Rekomendasi/tanggapan

tertulis dari Dewan

Komisaris

Tabel 1 menunjukkan, bahwa meskipun menggunakan istilah yang sama, namun

interpretasi yang dibawa oleh masing-masing pedoman ternyata berbeda. Merujuk tabel tersebut,

interpretasi faktor penyesuaian industri untuk masing-masing pedoman disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Interpretasi Faktor Penyesuaian Industri

PER-02/MBU/2009 PER-03/MBU/2009 PER-07/MBU/2010

Pada perusahaan dengan ukuran

yang sama, tingkat kesulitan

menjalankan perusahaan berbeda

untuk industri yang berbeda.

Perbedaan tingkat kesulitan

tersebut, tidak diakomodasi dalam

persyaratan jabatan Direksi

(tercermin dalam nilai dasar yang

sama yaitu Rp 15 juta) sehingga

dibutuhkan adanya premi bagi

eksekutif pada industri dengan

tingkat kesulitan yang tinggi (dari

sisi benchmark, competitiveness,

dan kelangkaan SDM).

Premi diberikan maksimal 400%

Pada perusahaan dengan ukuran

yang sama, tingkat kesulitan

menjalankan perusahaan berbeda

untuk industri yang berbeda.

Dalam industri yang sama,

tanggung jawab eksekutif dapat

berbeda karena adanya penugasan

tertentu atau peningkatan kinerja

perusahaan.

Perbedaan tingkat kesulitan dan

tanggung jawab tersebut, tidak

diakomodasi dalam persyaratan

jabatan Direksi (tercermin dalam

nilai dasar yang sama yaitu Rp 15

juta) sehingga dibutuhkan adanya

Pada perusahaan dengan ukuran

yang sama, tingkat kesulitan

menjalankan perusahaan berbeda

satu sama lain baik dalam satu

industri maupun tidak.

Perbedaan tingkat kesulitan

disebabkan adanya perbedaan

tanggung jawab eksekutif karena

penugasan tertentu atau

peningkatan kinerja perusahaan.

Perbedaan tingkat kesulitan dan

tanggung jawab tersebut, tidak

diakomodasi dalam persyaratan

jabatan Direksi (tercermin dalam

nilai dasar yang sama yaitu Rp 15

Page 8: Pedoman Penetapan Remunerasi Eksekutif BUMN: …generasi-1klik.weebly.com/uploads/1/4/6/2/14621842/relevansi... · pernyataan Presiden ... Direksi maupun Dewan Komisaris/Pengawas

Peraga 1. Perubahan Paradigma

Faktor Penyesuaian Industri

Paradigma yang menyatakan bahwa tingkat kesulitan

eksekutif BUMN dalam menjalankan perusahaan, berbeda antara

satu industri dengan yang lainnya, pertama kali dituangkan di

dalam PER-02/MBU/2009. Perbedaan tingkat kesulitan tersebut

disebabkan adanya perbedaan kompleksitas usaha dan tingkat

persaingan usaha, serta adanya kelangkaan SDM pada sektor

industri yang berbeda. Perbedaan tersebut harus dibuktikan

melalui benchmarking pada sektor industri sejenis. Rentang

perbedaan tersebut sangat tinggi, tercermin dari nilai FPI

maksimal sebesar 400%.

Setelah diubah terakhir dengan PER-07/MBU/2010,

pengaturan FPI tidak lagi secara eksplisit menyatakan bahwa

perbedaan sektor industri berpengaruh pada remunerasi.

Sebaliknya, secara implisit peraturan ini menyatakan bahwa FPI

diberikan pada perusahaan yang menjalankan penugasan

dan/atau mencapai suatu tingkatan kinerja tertentu.

Meskipun paradigma di dalam peraturan telah berubah, tidak

demikian halnya dengan paradigma pengambil keputusan di

Kementerian BUMN. Dalam kesempatan diskusi formal atau

non formal, paradigma adanya superioritas antara satu sektor

dengan sektor lainnya masih dipegang teguh.

PER-02/MBU/2009 PER-03/MBU/2009 PER-07/MBU/2010

premi bagi eksekutif.

Premi sampai dengan 150%

diberikan untuk sektor industri

dengan tingkat kesulitan yang

tinggi (dari sisi benchmark,

competitiveness, dan kelangkaan

SDM).

Premi tambahan sebesar 50%

diberikan untuk peningkatan

tanggungjawab/capaian kinerja.

juta) sehingga dibutuhkan adanya

premi bagi eksekutif.

Premi sebesar 400% diberikan

untuk peningkatan tanggungjawab

dan/atau capaian kinerja (dilihat

dari sisi benchmark,

competitiveness, dan kelangkaan

SDM).

Jika interpretasi ini dianut, maka

untuk seluruh perusahaan dalam

sektor industri yang sama,

seharusnya memiliki besaran

faktor penyesuaian yang sama.

Jika interpretasi ini dianut, maka

untuk seluruh perusahaan dalam

sektor industri yang sama,

memiliki besaran faktor

penyesuaian yang sama kecuali

pada perusahaan dengan

tambahan tanggung jawab

dan/atau capaian kinerja yang

signifikan.

Jika interpretasi ini dianut, maka

seluruh perusahaan memiliki

besaran faktor penyesuaian

yang sama kecuali pada

perusahaan dengan tambahan

tanggung jawab dan/atau

capaian kinerja yang signifikan.

Tabel 2 menunjukkan berubahnya cara memandang pengaruh sektor industri terhadap

remunerasi yang diberikan. Kolom pertama menunjukkan bahwa perbedaan sektor industri

berpengaruh pada remunerasi,

kolom kedua masih menyatakan

adanya pengaruh sektor industri

terhadap remunerasi (meskipun

dalam tingkatan yang lebih kecil),

kolom ketiga mereduksi adanya

pengaruh sektor industri pada

remunerasi.

Dengan demikian,

meskipun pedoman penetapan

remunerasi eksekutif tahun 2010

menamakan faktor penyesuaian

industri, tetapi faktor ini bukan

merupakan faktor pembeda yang

diukur semata-mata berdasarkan

jenis industri. Sebaliknya, faktor

ini merupakan insentif bagi

eksekutif BUMN untuk

Page 9: Pedoman Penetapan Remunerasi Eksekutif BUMN: …generasi-1klik.weebly.com/uploads/1/4/6/2/14621842/relevansi... · pernyataan Presiden ... Direksi maupun Dewan Komisaris/Pengawas

meningkatkan peringkat di industrinya.

Meskipun tidak sama persis, penetapan penyesuaian berdasarkan individu perusahaan

sebelumnya dilakukan pada tahun 2002. Dalam pedoman penetapan eksekutif BUMN di tahun

tersebut, faktor penyesuaian ditetapkan untuk masing-masing perusahaan dengan rentang 100%

s.d. 130%. Dari 154 perusahaan yang tersebar di 13 sektor yang ditetapkan, 145 perusahaan

merupakan BUMN, sedangkan 7 perusahaan merupakan anak perusahaan holding pupuk dan

semen. Dalam penetapan tersebut, tiga BUMN holding tidak ditetapkan secara langsung besaran

penyesuaiannya. Tiga BUMN tersebut adalah PT RNI, PT PUSRI, dan PT Semen Gresik Tbk.

Sebaran jumlah BUMN berdasarkan besaran faktor penyesuaian dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Sebaran Jumlah Perusahaan Berdasarkan

Faktor Penyesuaian Tahun 2002

Pada tahun 2002, sebagian

besar perusahaan memiliki nilai

faktor penyesuaian 110%. Hanya

17 dari 154 perusahaan yang

memiliki nilai faktor penyesuaian

100%. Ketujuh belas perusahaan

tersebut tidak berada di dalam satu

sektor, melainkan tersebar di dalam

tujuh sektor. Rentang tertinggi

berada di sektor perhubungan. Di

dalam sektor tersebut, 6 perusahaan

memiliki faktor penyesuaian 100%, sedangkan 1 perusahaan memiliki faktor penyesuaian 130%.

Tujuh belas perusahaan yang lain dalam sektor perhubungan, tersebar masing-masing 5

perusahaan 105%, 1 perusahaan 110%, 3 perusahaan 115%, 7 perusahaan 120% dan

1 perusahaan 125%. Sektor yang paling homogen adalah sektor perkebunan, dimana 14

perusahaan seluruhnya memiliki faktor penyesuaian 115%.

Berdasarkan uraian-uraian pada paragraf di atas, dua catatan kecil yang perlu

diperhatikan dari faktor penyesuaian industri ini. Pertama adalah keterkaitan antara sektor

industri dengan remunerasi. Kedua adalah keterkaitan gaji dengan capaian kinerja masa lalu.

Pertama, pandangan bahwa remunerasi eksekutif dipengaruhi perbedaan sektor industri,

tidak terbukti secara empiris9. Perbedaan remunerasi pada pekerja di satu sektor industri dengan

sektor yang lain memang dapat terjadi. Desain pekerjaan pada satu sektor tentu berbeda dengan

sektor yang lain, sehingga jenis jabatan, jenjang, tanggung jawab, wewenang dan kualifikasi

jabatan akan berbeda. Perbedaan itulah yang menyebabkan perbedaan remunerasi antar sektor

industri. Dibandingkan dengan para pekerja tersebut, tanggung jawab utama dari para eksekutif

adalah meningkatkan nilai bagi pemegang saham. Dalam operasionalisasinya, para eksekutif

lebih banyak berkutat pada penetapan strategi dan hal-hal strategis lainnya. Pekerjaan ini sangat

9 Prasidhanto (2011) tidak menemukan adanya perbedaan remunerasi eksekutif berdasarkan sektor industri pada

perusahaan yang tercatat di BEI pada tahun 2011.

1721

45

32

20

106

3

0

10

20

30

40

50

Page 10: Pedoman Penetapan Remunerasi Eksekutif BUMN: …generasi-1klik.weebly.com/uploads/1/4/6/2/14621842/relevansi... · pernyataan Presiden ... Direksi maupun Dewan Komisaris/Pengawas

Asumsi dasar:

- seluruh faktor kecuali Faktor Penyesuaian Inflasi dianggap tetap.

- realisasi inflasi tahun 2012-2015 sama dengan target inflasi.

Maka diasumsikan:

IA = 60

IP = 60

FPI = 100%

Faktor Jabatan = 100%

Inflasi2010 = 6,96%

Inflasi2011 = 3,79%

Inflasi2012 = 4,5%

Inflasi2013 = 4,5%

Inflasi2014 = 4,5%

Inflasi2015 = 4%

berbeda dengan para pekerja yang lebih banyak menjalankan pekerjaan yang bersifat teknis dan

spesialis. Karena sifatnya tersebut, kualifikasi untuk para eksekutif lebih umum dibandingkan

kualifikasi untuk para pekerja. Besarnya tanggung jawab para eksekutif pun lebih tepat diukur

dari ukuran perusahaan dan rentang kendali.

Kedua, memasukkan komponen insentif kinerja di dalam gaji/honorium merupakan hal

yang tidak lazim. Sejak peraturan PER-03/MBU/2009 diterbitkan, fungsi insentif kinerja masuk

ke dalam faktor penyesuaian industri. Langkah ini mungkin kreatif, tetapi nilai inovasinya perlu

dipertanyakan. Berbicara mengenai capaian kinerja bukanlah hal yang tepat pada saat

membicarakan gaji. Capaian kinerja lebih tepat dibicarakan ketika membicarakan insentif

kinerja, baik disebut sebagai insentif, bonus ataupun tantiem.

Faktor Penyesuaian Inflasi

Faktor terakhir dari penentu gaji/honorarium eksekutif BUMN adalah penyesuaian

inflasi. Inflasi10

, secara sederhana, dapat diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara

umum dan terus menerus. Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi

adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan

pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.

Faktor penyesuaian inflasi seringkali masuk sebagai faktor penentu remunerasi.

Tujuannya adalah, agar nilai riil rupiah dari remunerasi yang diterima tidak tergerus oleh inflasi.

Tujuan tersebut akan diuji dengan menggunakan simulasi terhadap faktor penyesuaian inflasi.

Simulasi dilakukan dengan menggunakan tabel 3. Simulasi ini bertujuan untuk melihat, apakah

dengan rumusan yang ada, remunerasi yang diterima terlindung dari inflasi.

Tabel 3. Target dan Realisasi Inflasi Tahun 2010-2015

Tahun Target Inflasi Realisasi Inflasi

(% yoy)

2010 5+1% 6,96

2011 5+1% 3,79

2012 4.5+1% -

2013* 4.5+1% -

2014* 4.5+1% -

2015* 4+1% -

*) berdasarkan PMK No.66/PMK.011/2012 tanggal 30 April 2012.

sumber: situs www.bi.go.id

Target inflasi di dalam tabel 3, dimasukkan kedalam asumsi simulasi pada peraga 2 sebagai

berikut.

Peraga 2. Asumsi Simulasi Faktor Penyesuaian Inflasi

10 Pengertian inflasi diambil dari situs www.bi.go.id

Page 11: Pedoman Penetapan Remunerasi Eksekutif BUMN: …generasi-1klik.weebly.com/uploads/1/4/6/2/14621842/relevansi... · pernyataan Presiden ... Direksi maupun Dewan Komisaris/Pengawas

dengan menggunakan asumsi pada peraga 2 tersebut, maka gaji sebelum faktor penyesuaian

inflasi dapat dihitung sebagai berikut:

Gaji Dasar = {[0,6 x IP + 0,4 x IA]/100 } x Rp 15 Juta

= Rp 9 juta

Gaji sebelum penyesuaian inflasi = Gaji Dasar x FPI x Faktor Jabatan

= Rp 9 Juta x 100% x 100%

= Rp 9 Juta

Selanjutnya, perhitungan gaji yang diterima pada tahun 2011-2015, mempergunakan tiga

skenario perhitungan penyesuaian inflasi:

a. Berdasarkan PER-07/MBU/2010:

b. Berdasarkan Nilai Konstan 2010:

Perhitungan inflasi berdasarkan nilai konstan 2010 didasarkan pada pertimbangan, bahwa

nilai remunerasi yang diterima oleh eksekutif perlu disesuaikan dengan kenaikan harga-harga

secara umum pada setiap tahunnya. Inflasi tahun 2010 mencerminkan kenaikan harga secara

umum pada tahun 2010 dibandingkan tahun 2009, sedangkan inflasi tahun 2011

mencerminkan kenaikan harga secara umum pada tahun 2011 dibandingkan tahun 2010, dan

seterusnya.

c. Berdasarkan Nilai Konstan 2010 (disesuaikan):

Perhitungan inflasi berdasarkan nilai konstan 2010 yang disesuaikan merupakan

penggabungan dari PER-07/MBU/2010 dengan penyesuaian berdasarkan nilai konstan 2010.

Hasil simulasi perhitungan gaji selama periode 2011-2016, dengan perhitungan

penyesuaian inflasi sesuai tiga skenario di atas, ditunjukkan pada gambar 5 dan tabel 4.

Penyesuaian Inflasi = 1+(Inflasi tahun sebelumnya/2)

Penyesuaian Inflasi2010+n = [1+(Inflasi2010)] x [1+(Inflasi2010+1)] x...x[1+(Inflasi2010+n)]

n period

Penyesuaian Inflasi2010+n = [1+(Inflasi2010/2)]

x [1+(Inflasi2010+1/2)]

x [1+(Inflasi2010+2/2)]

.

. n period

.

x [1+(Inflasi2010+n/2)]

Page 12: Pedoman Penetapan Remunerasi Eksekutif BUMN: …generasi-1klik.weebly.com/uploads/1/4/6/2/14621842/relevansi... · pernyataan Presiden ... Direksi maupun Dewan Komisaris/Pengawas

Gambar 5. Simulasi Penyesuaian Inflasi Tabel 4. Simulasi Penyesuaian Inflasi

Gaji 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Berdasarkan Pedoman

9,31 9,17 9,20 9,20 9,20 9,18

Berdasarkan Nilai Konstan 2010

9,31 9,96 10,34 10,80 11,29 11,80

Berdasarkan Nilai Konstan 2010 (disesuaikan)

9,31 9,49 9,70 9,92 10,14 10,35

Dari simulasi tersebut, terlihat bahwa terdapat kesenjangan yang semakin lebar antara

penetapan penyesuaian inflasi berdasarkan PER-07/MBU/2010 dengan nilai konstan 2010 (baik

yang disesuaikan maupun yang tidak disesuaikan).

Sebagai contoh, remunerasi tahun 2012 yang memperhitungkan inflasi tahun 2011, nilai

remunerasi setelah penyesuaian inflasi berdasarkan PER-07/MBU/2010 justru menurun. Inflasi

tahun 2011 sebesar 3,79 persen berarti secara umum harga pada akhir tahun 2011 naik 3,79

persen dibandingkan akhir tahun 2010. Sedangkan pada akhir tahun 2010 sendiri, secara umum

harga naik 6,96 persen dibandingkan awal tahun 2010. Kondisi ini tidak ditangkap oleh PER-

07/MBU/2010.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan paparan pada dua bagian di atas, terdapat beberapa hal penting yang perlu

diperhatikan.

1. Struktur perhitungan gaji/honorarium eksekutif BUMN berdasarkan PER-07/MBU/2010

tidak jauh berbeda dengan S-326/MBU/2002. Keduanya menggunakan faktor ukuran

perusahaan yang diwakili oleh total aktiva dan total pendapatan perusahaan dengan

komposisi 60:40. Faktor jabatan dengan komposisi 100:90:40:36 juga dipertahankan oleh

PER-07/MBU/2010.

2. Filosofi faktor penyesuaian industri yang diangkat pertama kali dalam PER-02/MBU/2009,

sebagai faktor pembeda antar industri, tidak lagi diterapkan di dalam PER-07/MBU/2010.

Sebagai gantinya, meskipun disebut sebagai faktor penyesuaian industri, penyesuaian

dilakukan pada tingkatan perusahaan berdasarkan usulan Direksi.

3. Rumusan faktor penyesuaian inflasi tidak dapat diaplikasikan sebagaimana mestinya.

4. Penghitungan gaji/honorarium dalam PER-07/MBU/2010 menggunakan rumus yang terlalu

kompleks. Akibatnya, ukuran yang dimasukkan terlalu banyak dan ada yang tidak sesuai

dengan kaidah penetapan gaji/honorarium sebagai faktor remunerasi yang bersifat tetap.

Terhadap hal-hal tersebut, pedoman penetapan remunerasi eksekutif BUMN perlu disesuaikan

dengan beberapa catatan:

8.00

9.00

10.00

11.00

12.00

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Re

mu

ne

rasi

(Rp

Ju

ta)

Tahun

Page 13: Pedoman Penetapan Remunerasi Eksekutif BUMN: …generasi-1klik.weebly.com/uploads/1/4/6/2/14621842/relevansi... · pernyataan Presiden ... Direksi maupun Dewan Komisaris/Pengawas

1. Menyederhanakan perhitungan gaji/honorarium, terutama pada penentuan ukuran

perusahaan. Sebaiknya penentuan ukuran perusahaan menggunakan indikator tunggal

berbasis aktiva perusahaan.

2. Memasukkan unsur rentang kendali di dalam perhitungan gaji.

3. Meninjau kembali asumsi adanya pengaruh sektor industri kepada remunerasi yang

diberikan.

4. Tidak memasukkan faktor yang terkait dengan kinerja ke dalam gaji/honorarium eksekutif.

Imbalan atas kinerja merupakan faktor variabel, sehingga lebih tepat digunakan sebagai

faktor penentu tantiem perusahaan.

5. Meninjau kembali perlu atau tidaknya penyesuaian terhadap faktor inflasi.

Referensi

Cahyono, Moh. Nurhadi. dan Judisiawan, Fajar.2011. Menilik Alat Ukur Kinerja BUMN. Jurnal

Riset Kementerian Badan Usaha Milik Negara edisi II. Jakarta: Kementerian Badan

Usaha Milik Negara.

Graham, Michael Dennis., Roth, Tomas. A., Dugan, Dawn. 2008. Effective Executive

Compensation : Creating A Total Rewards Strategy For Executives.New York: American

Management Association.

Jensen, M. C. and K. J. Murphy. 1990. Performance Pay and Top-Management Incentives. The

Journal of Political Economy, Vol. 98, pp. 225-264, 1990.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara. 2009. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik

Negara Nomor PER-02/MBU/2009 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi,

Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara. 2009. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik

Negara Nomor PER-03/MBU/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara

Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-02/MBU/2009 Tentang Pedoman Penetapan

Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara. 2010. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik

Negara Nomor PER-07/MBU/2010 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi,

Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN.

Margaret L. Williams, Michael A. McDaniel, Lucy R. Ford. 2007. Understanding Multiple

Dimensions of Compensation Satisfaction. Journal of Business and Psychology, Vol. 21,

No. 3 (Mar., 2007). Springer. url: http://www.jstor.org/stable/30221746 diakses pada 3

Januari 2012 14:37.

Mercer. 2009. Pay For Results : Aligning Executive Compensation With Business Performance.

New Jersey: John Wiley and Sons, Inc.

Prasidhanto, Wiratmoko.2011. Faktor Yang Memengaruhi Remunerasi Eksekutif Perusahaan :

Studi Empiris Perusahaan Terbuka Yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia Tahun

2010. Jurnal Riset Kementerian Badan Usaha Milik Negara edisi II. Jakarta :

Kementerian Badan Usaha Milik Negara.

Sudarmadji, Ardi Murdoko dan Sularto, Lana. 2007. Pengaruh Ukuran Perusahaan,

Profitabilitas, Leverage, dan Tipe Kepemilikan Perusahaan Terhadap Luas Voluntary

Disclosure Laporan Keuangan Tahunan. Jurnal PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra,

Arsitek, dan Sipil). Jakarta: Universitas Gunadarma.

Situs Bank Indonesia, www.bi.go.id

Situs Mercer Internasional, www.mercer.com